Anda di halaman 1dari 88

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab.

Rejang Lebong 1
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
GLAUKOMA
POAG ( Primary Open Angle Glaucoma)atauGlaukoma Sudut Terbuka Primer
POAG ( Primary Open Angle Glaucoma) atau Glaukoma Sudut Terbuka Primer
1. Pengertian (Definisi) merupakan Neuropati Optik dengan defek lapang pandang dan peningkatan
TIO merupakan faktor penyebab terbanyak pada Gonioskopi sudut terbuka
2. Anamnesa Sakit kepala, lapang pandang menyempit
TIO (Tekanan Intra Okular ) meningkat
Visus : bisa normal / menurun
3. Pemeriksaan Fisik
Segmen anterior tenang
Funduskopi : pelebaran “cupping” Defek Lapang Pandang
4. Kriteria Diagnosis 1. TIO meningkat
2. Funduskopi : pelebaran cupping
3. Lapang pandang menyempit
4. Gonioskopi : sudut terbuka
5. Diagnosis Glaukoma sudut terbuka primer
6. Diagnosis Banding 1. Glaukoma sudut terbuka sekunder
7. Pemeriksaan 1. OCT
Penunjang 2. Humphrey
3. Fotofundus
8. Terapi 1. Anti Glaukoma :
- β Blocker
- Carbonic Anhydrase Inhibitor
- Miotikum
- Prostaglandin analog
- Gliserin / Manitol
2. Trabekulektomi
9. Edukasi 1. Kontrol berkala
2. Evaluasi Funduskopi
3. Evaluasi Lapang Pandang
4. Kontrol penyakit sistemis
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
2. Baecker and Shaffer
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 2
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
GLAUKOMA
PACG (Primary Angle Closure Glaucoma) atauGlaukoma sudut tertutup primer
PACG (Primary Angle Closure Glaucoma ) atau Glaukoma sudut
1. Pengertian (Definisi) tertutup primer Neuropati Optik , defek lapang pandang, Sudut tertutup
atau sempit dengan TIO meningkat
Tajam penglihatan turun mendadak, mata kadang merah , sakit
2. Anamnesa
kepala,mual, dan kadang disertai muntah
Visus menurun, TIO meningkat, mata merah, konjungtiva infeksi,
3. Pemeriksaan Fisik
edema kornea, iris dilatasi dan lensa keruh
4. Kriteria Diagnosis 1. Injeksi konjungitva / injeksi silier
2. TIO meningkat / TIO , kornea edema
3. Papil / iris dilatasi, lensa keruh
4. Gonioskopi : sudut sempit
5. Humphrey bila meningkat ada defek lapang pandang
5. Diagnosis PACG
6. Diagnosis Banding 1. Glaukoma Akut Sekunder
2. Glaukoma Maligna
3. Phacomorfic Glaukoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Gonioskopi
2. Humphrey Perimetry
3. OCT
4. Fotofundus
8. Terapi 1. Obat Anti glaukoma
- β Blocker
- Carbonic Anhydrase Inhibitor
- Miotikum
- Prostaglandin Analog
- Gliserin / Manitol
2. Iridotomi laser / iridektomi surgical
3. Trabekulektomi
9. Edukasi 1. Kontrol berkala
2. Evaluasi perimetri tiap 6 bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam bila cepat
Ad Sanationam : dubia ad bonam diterapi
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 3 – 5 hari
16. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
2. Baecker and Shaffer

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 3
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

GLAUKOMA
NTG : Normal Tension Glaukoma
NTG : Normal Tension Glaukoma : Glaukoma
1. Pengertian (Definisi) Tekanan Normal : Neuropati Optik disertai defek lapang pandang, sudut
terbuka dengan TIO Normal
2. Anamnesa sakit kepala : Lapang pandang menyempit
Visus Normal atau menurun
Segmen anterior : tenang
3. Pemeriksaan Fisik Funduskopi : pelebaran cupping
Gonioskopi : sudut terbuka
Lapang pandang : menyempit
4. Kriteria Diagnosis 1. TIO Normal
2. Funduskopi : Pelebaran cupping
3. Gonioskopi : sudut terbuka
4. Lapang pandang : menyempit
5. Diagnosis Normo Tension Glaukoma
6. Diagnosis Banding 1. POAG
2. Anomali Papil
7. Pemeriksaan 1. Gonioskopi
Penunjang 2. Humphrey
3. OCT
4. Fotofundus
8. Terapi 1. Anti Glaucoma :
- β Blocker
- Miotikum
- Prostaglandia.
- Gliserin / Manitol
2. Laser Trabekuloplasti
3. Operasi Trabekulektomi
9. Edukasi Pemakaian obat teratur
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Funfsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat Poliklinis, Bila operasi rawat 3 hari
16. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
2. Baecker and Shaffer
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 4
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
REFRAKSI
Buta Warna
Buta Warna : Kelainan penglihatan yang diturunkan (Color Blindness) secara
1. Pengertian (Definisi) ginetik akibat ketidak mampuan seseorang membedakan warna tertentu yang
disebut juga. Sex Linted kornea dibawa oleh kromosom x
- Kesulitan melihat warna tertentu
2. Anamnesa - Adakah riwayat penyakit tertentu  untuk mengetahui etiologi (katarak,
degenerasi makula, retinopati diabetikum, glaukoma, neuropati optik)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus dengan koneksi terbaik
2. Uji Ishihara ( 38 Plate )
- Ruang pemeriksaan harus cukup pencahayaan
3. Lama pengamatan masing – masing lembar maksimal 10 detik
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan status ophthalmologi
Color Blindness  Acquired atau iterited
5. Diagnosis
Parsial atau total
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. Funduscopy
Penunjang 2. Pemeriksaan Lapang Pandang
3. Ocular cohorence Tomography
8. Terapi Sesuai dengan Etiologi
9. Edukasi 1. Konseling Genetik
2. Memilih pekerjaan yang tidak membutuhkan penglihatan warna yang baik
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology
2. Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata
3. ( sidarta ilyas)
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 5
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
REFRAKSI
Hipermetropia
- Merupakan suatu anomali refraksi dimana sinar paralel tanpa
akomodasi akan difokuskan dibelakangretina
1. Pengertian (Definisi) - Klasaifikasi berdasarkan derajat :
 Ringan < + 3,00 D
- Sedang > +3,00 D - +5,00 D
- Penglihatan dekat kabur
- Cepat lelah
2. Anamnesa - Pada aanak – anak : hipermetropia tinggi biasanya menyebabkan
strabismus konvergen
- Pada Hipermetroia tinggi : penglihatan jauh juga kabur
3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan dan koreksi tajam penglihatan
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan visus dan koreksi
5. Diagnosis Hipermetropia
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Autorefraktometer
2. Streak Retinoscopy
8. Terapi 1. Kacamata atau lensa kontak dengan koreksi spheris tertinggi dengan
tajam penglihatan terbaik
2. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi 1. Koreksi optik sebaiknya digunakan saat melakukan pekerjaan sehari –
hari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology
2. Clinical Refraction Borish’s ( William. J.Benjamin)
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 6
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
REFRAKSI
Astigmatisme
- Kondisi Refraksi Mata dimana terdapat perbedaan derajat refraksi
pada meridian berbeda, tiap meridian akan memfokuskan sinar
1. Pengertian (Definisi) paralel pada titik fokus yan berbeda.
- Berdasrkan orientasi meridian dibagi atas : Astigmatisme reguler dan
irreguler
- Penglihatan buram
- Head tilting
2. Anamnesa - Menengok untuk melihat jelas
- Memicingkan mata
- Memegang bahan bacaan lebih jelas
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dan koreksi tajam penglihatan
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan visus dan koreksi
- Astigmatisme, dibagi berdasarkan letak titik fokus meridian utama
terhadap retina
1. Astigmatisma miopia simplek
5. Diagnosis 2. Astigmatisma miopia kompositis
3. Astigmatisma mixtus
4. Astigmatisma hipermetropia simple
- Astigmatisma hipermetropia kompositus
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Autorefraktometer
2. Streak Retinoscopy
8. Terapi 1. Kacamata atau lensa kontak
2. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi 1. Koreksi optik sebaiknya digunakan saat melakukan pekerjaan sehari
– hari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Santionam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology
2. Clinical refraction Borish’s ( William J. Benjamin)
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 7
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
REFRAKSI

MIOPIA
Suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan yang
1. Pengertian (Definisi) melebihi panjang bola mata, sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan
di depan retina
- Penglihatan jauh kabur
- Cepat lelah
2. Anamnesa
- Pada miopia tinggi terdapat degenerasi retina perifer
- Gambaran spot flooting dikarenakan degenerasi vitreous
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dan koreksi tajam penglihatan
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan visus dan koreksi
MIOPIA, dibagi menjadi :
1. Miopia ringan : - 3,00 D
5. Diagnosis
2. Miopia Sedang : -3,00 D s/d -6,00 D
Miopia tinggi / berat : > -6,00 D
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Autorefraktometer
2. Streak Retinoscopy
8. Terapi 1. Kacamata atau lensa kontak dengan koreksi sphenis
2. Terendah dengan tajam penglihatan terbaik
3. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi 1. Koreksi optik sebaiknya digunakan saat melakukan pekerjaan sehari
– hari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia aad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology
2. Clinical Refraction Borish’s (William J. Benjamin)
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 8
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
REFRAKSI

Presbiopia
Presbiopia adalah menurunnya respon akomodasi akibat dari
1. Pengertian (Definisi)
berkurangnya elastisitas dari lensa kristalina
- Umur ≥ 40 thn
- Sulit dan merasa cepat lelah bila melakukan pekerjaan pada jarak dekat
2. Anamnesa ( misal : membaca, menjahit)
- Lebih nyaman bila pekerjaan jarak dekat tersebut dilakukan dengan
pencahayaan yang lebih
- Pemeriksaan dan koreksi tajam penglihatan
- Pemberian koreksi presbiopia dengan memepertimbangkan variasi
umur
Misal :
3. Pemeriksaan Fisik  40 thn : s +1 D
 45 thn : S + 1,50 D
 50 thn : S + 2,00 D
 55 thn : S +2,50 D
- 60 thn : S +3,00 D
4. Kriteria Diagnosis 1. Pertimbangan riwayat jenis pekerjaan ( penjahit, arsitektur, tukang las)
5. Diagnosis Presbiopia
6. Diagnosis Banding 1. Isufisiensi Akomodasi
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Amplitudo Akomodasi
8. Terapi 1. Kacamata bifokal atau lensa kontak
2. Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi 1. Koreksi optik sebaiknya digunakan untuk melakukan
2. Kegiatan dekat untuk mencegah mata cepat lelah
3. Istirahatkan mata ± 10 menit saat melakukan kegiatan jarak dekat
lebih dari 1 jam
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Snationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology
2. The Teaching of Refraction ( Albert E. Sloare )
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 9
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
PEDIATRIK OPHTHALMOLOGI
Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO)
ICD 10 = H.04.0
1. Pengertian (Definisi) Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO)
Adalah sumbatan pada duktus nasolakrimal. Obstruksi duktus
nasolakrimal kongenital biasanya disebabkan karena belum terbukanya
membran Hassner.
Kelainan ini didapat sejak lahir.
2. Anamnesa Mata berair-air sejak lahir
Dapat disertai sekret atau tidak
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan mata umum
2. Terdapat epifora
3. Terdapat sekret
4. Pada saat daerah sakus lakrimal ditekan dengan jari akan tampak
regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal.
5. Kriteria Diagnosis 1. Epiphora
2. Regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal
3. Tes Anel (-)
4. Probing
6. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologi serta
pemeriksaan penunjang.
7. Diagnosis Banding 1. Pungtal agenesis dan disgenesis
2. Kanalikuli agenesis dan disgenesis
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes Anel (-)
2. Probing
3. Dakriosistografi
9. Terapi 1. Massage pada sakus lakrimal ( usia < 6 bulan)
2. Probing, bila (+) pasang silikon intubasi
(bila gagal 2 kali  no.3)
3. Dakriosistorhinostomi dengan silikon tube
10. Edukasi 1. Melakukan massage 2 kali sehari
2. Membersihkan kotoran mata dengan tisu sekali pakai
3. Menjaga kebersihan anak
11. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
12. Tingkat Evidens I/II/III/IV
13. Tingkat Rekomendasi A/B/C
14. Penelaah Kritis 1. Terjadi sejak lahir
2. Tanda khas adalah epifora
3. Obstruksi bisa terbuka spontan pada usia 4 – 6 minggu
4. Resolve spontan pada 1 tahun pertama kehidupan.
5. Probing dilakukan setelah usia 1 tahun.
15. Indikator Medis
16. Kepustakaan 1. AAO section 6
2. AAO section 7
3. Protap FKUI-RSCM
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 10
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
PEDIATRIK OPHTHALMOLOGI
Epidemik Keratokonjungtivitis
ICD 10 = H.10.0
1. Pengertian (Definisi) Epidemik keratokonjungtivitis adalah konjungtivitis viral yang sering
disebabkan oleh adenovirus (DNA virus) dan terjadi secara epidemik.
Infeksi konjungtivitis viral adalah konjungtivitis folikular akut yang
biasanya unilateral dan disertai pembesaran kelelenjar limfe preaurikular
2. Anamnesa - Nyeri periorbital
- Rasa mengganjal
- Mata merah
- Berair-air
- Sering pada anak-anak
3. Pemeriksaan Fisik - Miks injeksi konjungtiva
- Edema konjungtiva
- Konjungtiva membran
- Erosi kornea
- Infiltrat subepitel
4. Kriteria Diagnosis 1. Onset 2 minggu
2. Anamnesa
3. Pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Pemeriksaan klinis
Test Imunochromatography
6. Diagnosis Banding 1. Konjungtivitis atopi
2. Konjungtivitis alergi
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Test Imunochromatography
8. Terapi 1. Suportif
2. Topikal steroid 3 -4 kali /hari
3. Artificial tears
4. Kompres dingin
9. Edukasi 1. Membersihkan kotoran mata dengan tisue sekali pakai
2. Membersihkan kotoran mata sesering mungkin
3. Membuang tisue bekas pakai pada tempatnya ( mencegah penularan)
4. Istirahat dirumah atau izin dari sekolah
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. Biasanya meluas secara epidemic
2. Mudah menular
3. Perlu meningkatkan daya tahan tubuh
4. Pemberian suplemen roborantia bila perlu
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. AAO section 6
2. AAO section 8
3. Protap FKUI-RSCM
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 11
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY
Glaukoma Kongenital
ICD 10 = Q 15.0
1. Pengertian (Definisi) Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi sejak lahir atau tahun
pertama kehidupan. Glaukoma kongenital terdiri atas glaukoma infantil
primer dan sekunder serta galukoma juvenile
2. Anamnesa Trias:
- Epifora
- Fotofobia
- Blefarospmasme
3. Pemeriksaan Fisik 1. Diameter kornea > 12 mm
2. Kornea keruh: ringan - berat
3. Haab’s striae ( descemet tear)
4. Penurunan tajam penglihatan hingga ambliopia
5. TIO meningkat
6. Gonioskopi: bilik mata depan dalam, terbuka, insersi pangkal iris ke
anterior, tidak ada angle resess, hipoplasia iris perifer, penebalan
trabekulum sisi uvea.
4. Kriteria Diagnosis 1. TIO (sedasi atau anestesi umum)
2. Diameter kornea
3. Funduskopi (sedasi atau anestesi umum)
4. Gonioskopi (sedasi atau anestesi umum)
5. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologi serta
pemeriksaan penunjang.
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. USG orbita bila segment posterior tidak tembus
2. Gonioskopi bila memungkinkan
8. Terapi 1. Goniotomi bila kornea jernih
2. Trabekulotomi bila kornea keruh
3. Kombinasi trabekulotomi dan trabekulektomi
4. Implant
9. Edukasi 1. Fungsi penglihatan setelah operasi sangat ditentukan oleh kerusakan
papil optik.
2. Tindakan bedah yang telah dilakukan, sangat mungkin dilakukan
pengulangan tindakan bedah
3. Komplikasi yang mungkin terjadi: katarak, perdarahan suprakoroid dan
endophthalmitis
4. Penting untuk kontrol secara berkala
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. Glaukoma kongenital sering menyertai suatu sindroma
2. Setelah terapi masih perlu mengatasi komplikasi
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. AAO section 10
2. Baecker and Shaffer
3. Asia Pasific Glaucoma Guidelines 2007
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 12
dr. Rheyco Victoria,Sp.An
NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY

Rabdomiosarkoma
1. Pengertian (Definisi) Rabdomiosarkoma adalah tumor otot skeletal orbita yang paling
sering ditemukan pada anak-anak usia 5 – 7 tahun
2. Anamnesa Mata menonjol dalam waktu yang cepat, kadang-kadang didahului
oleh trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Proptosis
2. Masa tumor biasanya di kuadran superonasal
3. Pergeseran bola mata kearah lateral bawah
4. Blepharoptosis
5. Edema palpebra dan konjungtiva
6. Bisa terjadi lagoftalmos dan keratitis eksposure
4. Kriteria Diagnosis 1. Masa di kuadran superonasal dalam waktu yang cepat
2. Proptosis
3. Pergeseran bola mata kearah lateral bahan
4. Riwayat trauma sebelumnya
5. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
6. Diagnosis Banding 1. Pseudotumor
2. Grave’s ophthalmopathy
3. Tumor metastase (leukemia)
7. Pemeriksaan Penunjang 1. CT-Scan dan MRI
2. Pemeriksaan Histopatologi (FNAB)
3. Pemeriksaan imunohistokimia
8. Terapi 1. Bila terbatas pada orbita:
- Biopsi
- Konsul bagian IKA utk terapi sitostatika
- Radioterapi  paliatif
- Eksisi – eksenterasi  tergantung sisa tumor
2. Bila tumor meluas ke ekstraorbita: intrakranial, sinus paranasal,
kelenjar getah bening regional:
- Biopsi
- Konsul bagian IKA utk terapi sitostatika
- Radioterapi  paliatif
- Konsul bedah saraf / THT utk joint operasi (bila mungkin)
3. Tumor dengan metastase jauh:
- Biopsi
- Konsul bagian IKA utk terapi sitostatika
- Radioterapi  paliatif
9. Edukasi 1. Fungsi penglihatan sangat tergantung dengan besar tumor dan
perluasan tumor
2. Terapi sitostatika dan radioterapi mempunyai efek samping
3. Memberikan suport kepada anak agar tidak rendah diri
4. Merencanakan tindakan rekonstruksi setelah operatif
5. Mengingatkan untuk menjaga mata yang satu sebaik-baiknya
(bila dialkukan eksenterasi)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam – malam
Ad sanationam : dubia ad bonam – malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 13
13. Penelaah Kritis 1. Onsetnya cepat
2. Biasanya berasal dari orbita
3. Ada 3 tipe:
- Embrional (tipe paling sering)
- Alveolar (paling ganas)
- Pleomorfik (prognosis paling baik)
4. Setelah selesai terapi harus kontrol setiap 3-4 bulan pada tahun
pertama dan setiap 4-6 bulan pada tahun berikutnya
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. AAO section 4
2. AAO section 6
3. Protap FKUI-RSCM

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 14
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY

Dermoid kornea
1. Pengertian (Definisi) Dermoid kornea adalah choristoma yang terdiri atas jaringan
fibrofatty yang ditutupi oleh epitel keratin.
Dermoid kadang berisi folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar
keringat.
2. Anamnesa Tampak benjolan berwarna merah muda dibagian tepi kornea
(biasanya didekat limbus)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Dermoid dapat mencapai ukuran 8 – 10 mm
2. Selalu berada di atas limbus
3. Bisa meluas ke stroma kornea dan perbatasan sklera
4. Paling sering di kuadran infero-temporal limbus
4. Kriteria Diagnosis 1. Masa dermoid di sekitar limbus (limbal dermoid)
2. Sering ditemukan pada Goldenhar syndrome
5. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
6. Diagnosis Banding 1. Kista konjungtiva
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Biopsi eksisi
2. Pemeriksaan histopatologi
8. Terapi Eksisi
9. Edukasi Post operasi bisa terjadi sikatrik kornea yang menyebabkan
astigmatisma dan ambliopia.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. AAO section 6

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 15
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY
KATARAK ICD 10: Q.12.0
1. Pengertian (Definisi) Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada nukleus, kapsullensa
Atau keduanya.
2. Anamnesa - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga? pedigree
- Riwayat trauma?
- Ada kotoran? warna? kekentalan?
- Apakah riwayat mata merah berulang?
- Ada rasa nyeri? tibatiba?
- Apakah ada rasa silau?
- Apakah penglihatan kabur perlahan/mendadak?
- Apakah mata berair-air?
- Adakah terlihat mata seperti mata kucing?
- Adakah riwayat pemakaian obat yang lama?
- Adakah reaksi alergi obat?
- Riwayat mata merah?
- Apakah ada batuk yang lama? sakitgigi? Nyeri sendi? demam?
- Apakah memelihara kucing atau anjing?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan tajam penglihatan
2. TIO normal/tinggi
3. Segmen posterior : Reflek fundus -/+
4. Sejak lahir atau terjadi dalam 1 tahun pertama
5. Kekeruhan dilensa atau kapsul lensa,atau keduanya
6. Diagnosis - Katarak congenital
- Katarak Juvennile
7. Diagnosis Banding 1.Retino blastoma
2.Coats disease
3.ROP
4. PHPV
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
9. Terapi Ekstraksi katarak (ECCE, ICCE.SICS, Phacoemusification) + IOL
10. Edukasi 1. Mengganti perban 1 kali sehari pada pagi hari
2. Jangan kena air dan tidak menggosok mata selama 1 minggu
3. Memberi obat tetes sesuai petunjuk dokter
11. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
12. Tingkat Evidens I/II/III/IV
13. Tingkat Rekomendasi A/B/C
14. Penelaah Kritis
15. Indikator Medis
16. Kepustakaan 1. The foundation of American academic ophthalmology, basic andnce
Course. Pediatric ophthalmology and Clinical Strabismus section 6. San
Fransisco California 2010-2011: 285
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 16
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023
PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY
RETINOBLASTOMA (ICD .10 : Q.69.2 )
1. Pengertian (Definisi) Retinoblastoma (RB) adalah tumor ganas retina dan merupakan tumor primer
intraocular terbanyak pada anak
2. Anamnesa - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga?pedigree
- Riwayat trauma?
- Ada kotoran?warna?kekentalan?
- Apakah riwayat mata merah berulang?
- Ada rasa nyeri? Tiba tiba?
- Apakah ada rasa silau?
- Apakah penglihatan kabur perlahan/mendadak?
- Apakah mata berair-air?
- Adakah terlihat mata seperti mata kucing?
- Adakah riwayat pemakaian obat yang lama?
- Adakah reaksi alergi obat?
- Riwayat mata merah?
- Apakah ada batuk yang lama? Sakit gigi? Nyeri sendi? demam?
- Apakah memelihara kucing atau anjing?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis - Leukokoria
- Reflek mata putih seperti mata kucing
- Strabismus
- Mata merah, nyeri, hipopion,hifema (jarang)
- Proptosis
- Nystagmus
- Unilateral/bilateral
5. Diagnosis Retinoblastoma
6. Diagnosis Banding 1.Katarak
2.Coats disease
3.ROP
4. PHPV
7. Pemeriksaan Penunjang - USG
- CT Scan
- Analisa DNA
- MRI
- Px. Laboratoriumlengkap
- Aspiorasi bone marrow danbiopsi
8. Terapi - Kemoterapi
- Enukleasi
- Cryotherapi
- Photokoagulasi
- Eksentrasi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmology, basic andefidence Course.
Pediatric ophthalmology and Clinical Strabismus section 6. San Fransisco
California 2010-2011: 390
Curup, 2022
Ketua Komite Medik Mengetahui
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 17
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY
Retinopathy of prematurity (ROP) (ICD .10 : H.35.1)
1. Pengertian (Definisi) ROP adalah retinopati bilateral berupa proliferasi abnormal jaringan vascular retina
yang terjadi pada bayi premature dimana system vaskularisasi retina perifer belum
lengkap
2. Anamnesa - Riwayat kehamilan dan persalinan (factor resiko
premature,BBLR,BBL<1500 gram, masagestasi<30 minggu
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluaarga? Pedigree
- Riwayat trauma?
- Ada kotoran? warna?
- Apakah riwayat mata merah berulang?
- Ada rasa nyeri? Tiba tiba?
- Apakah ada rasa silau?
- Apakah penglihatan kabur perlahan/mendadak?
- Apakah mata berair-air?
- Adakah terlihat mata seperti mata kucing?
- Adakah riwayat pemakaian obat yang lama?
- Adakah reaksi alergi obat?
- Riwayat mata merah?
- Apakah ada batuk yang lama? Sakit gigi? Nyeri sendi? demam?
- Apakah memelihara kucing atau anjing?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaaan:
- Pembuluh darah tumbuh tidak normal  ROP
- Fibrovaskular proliferation
Berdasarkan stadium ROP I-IV:
I: demarkasi line
II: Lempeng-lempeng proliferasi fibrovascular ekstraretinal
(popcorn)
III : ridge dengan proliferasi fibrovascular ekstraretinal
IV : ablation retina subtotal
V: ablation retina total
5. Diagnosis ROP
6. Diagnosis Banding 1.katarak
2.Coats disease
3.Retinoblastoma
4. PHPV
7. Pemeriksaan Penunjang Funduskopi indirect
8. Terapi - Followupsesuai stadium ROP
- Fotokogulasi
- cryotheraphy
- buckle sclera danvitrektomi
- inj.avastin
9. Edukasi Follow up sesuai jadwal
10. Prognosis Sesuai stadium ROP
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan The foundation of American academic op hthalmology, basic andefidence Course.
Pediatric ophthalmology and Clinical Strabismus section 6. San Fransisco California
2010-2011: 352

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 18
dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY

OPHTHALMIA NEONATORUM (ICD.10:P.39.1)


1. Pengertian (Definisi) Ophtalmianeonatorum adalah konjungtivitis yang terjadi dalam 1 bulan
pertama kehidupan oleh agen termasuk bacterial,viral, dan kimia.
2. Anamnesa - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluaarga? pedigree
- Ada kotoran? warna? kekentalan?
- Ada rasa nyeri? Tiba tiba?
- Apakah ada rasa silau?
- Apakah penglihatan kabur perlahan/mendadak?
- Apakah mata berair-air
- Adakah reaksi alergi obat?
- Riwayat mata merah?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis - Mata merah
- Sekretpurulen
- Unilateral/bilateral
- Terjadi 1 bulan pertama kehidupan
5. Diagnosis Ophthalmianeonatorum
6. Diagnosis Banding 1. Obstruksiduktusnasolakrimalis
2. Konjungtivitisneonates
3. konjungtivitis yang terjadi pada periode
neonates(bakteri,viral,chlamidia,chemicall)
7. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium
- Sediaan langsung sekret,kultur+resistensi
8. Terapi - N.gonorrhoe:penderita dirawat diruang isolasi,ceftriakson IV
atau IM 50 mg/kgBB/perhari selama 1 minggu, irigasi,topical
antibiotic jika kornea terlibat
- Chlamidia : oral eritromisin 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
selama 14 hari, topical eritromisinsalep
9. Edukasi Bila penyebab gonnorhoesangatinfeksius dan menyebabkan perforasi
kornea sampai kebutaan.terapi harus ditujukan kepada pasangan orang
tua.
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmology, basic andnce
Course. Pediatric ophthalmology and Clinical Strabismus section 6. San
Fransisco California 2010-2011: 221
Curup, 2022

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 19
Ketua Komite Medik Mengetahui
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

PEDIATRIK OPHTHALMOLOGY

AMBLYOPIA (ICD.10 :H.53.0)


1. Pengertian (Definisi) Amblyopia adalah Gangguan perkembangan penglihatan spatial
pada satu atau kedua mata terjadi pada siapa perkembangan
dihubungkan dengan kelainan strabismus,kelainan refraksi dan
hambatan media.
2. Anamnesa - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga?pedigree
- Apakah penglihatan kabur perlahan?
- Adakah kabur melihat jauh/dekat?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
- Adakah mata juling?
3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis - Mata kabur
- Mata juling ( bisada/tidak)
5. Diagnosis Amblyopia
6. Diagnosis Banding - Strabismic amblyopia
- Anisometrik amblyopia
- Refractive amblyopia
- Deprivation amblyopia
7. Pemeriksaan Penunjang - Streak retinoscopy
- Funduscopy
8. Terapi Penanganan amblyopia tergantung jenisnya,prinsipnya terdiri dari:
1. Menghilangkan deprivasi
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Oklusi mata dominan
9. Edukasi Kepatuhan pasien dalam menjalani semua tindakan terapi sangat
menentukan keberhasilan terapi,dalam hal
Ini kerjasama dan perhatian orang tua sangat dibutuhkan.
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmology, basic andnce
Course. Pediatric ophthalmology and Clinical Strabismus section 6.
San Fransisco California 2010-2011: 77
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 20
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Adenoma Pleomorfik
Adenoma Pleomorfik ialah bentuk tumor jinak campuran yang berasal dari
1. Pengertian (Definisi)
epitel yang bervariasi.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Ada tidaknya nyeri?
2. Anamnesa o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?

Orbital dermoid: biasanya ditemukan di tulang-tulang orbita


Epibulbar dermoid: biasanya ditemukan di permukaan mata, baik itu di
perbatasan antara kornea dan sklera atau di perbatasan antara konjungtiva
3. Pemeriksaan Fisik
bulbi dan tarsal.
Massa biasanya berbetuk seperti telur di bawah kulit, lunak, warna
permukaan sama seperti warna jaringan sekitarnya
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Adenoma Pleomorfik
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan histopatologis


Penunjang 2. Pemeriksaan CT-scan bila dicurigai ada invasi ke orbita
8. Terapi Non Bedah
Bedah
Eksisikista
9. Edukasi Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 21
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Basal sel karsinoma
Basal sel karsinoma ialah keganasan kulit yang berasal dari sel basal lapisan epidermis,
1. Pengertian (Definisi)
yang berpotensi merusak jaringan
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Ada tidaknya nyeri?
2. Anamnesa
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
Massa/lesi ulseratif dengan pigmen kehitaman di adneksa mata yang tidak sembuh
3. Pemeriksaan Fisik dengan terapi medikamentosa. Permukaan massa seperti lilin dengan depresi pada
sentral. Permukaan pada tepi massa lebih tinggi.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis BASAL SEL KARSINOMA
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan histopatologis
2. Pemeriksaan imunohistokimia (bila diperlukan)
3. Pemeriksaan CT-scan (bila diperlukan)
8. Terapi Non Bedah
Tumor Inoperable
Radioterapi palliative
Bedah
1. Tumor terbatas pada adneksa
o Eksisi luas 2-3mm dari batas makroskopis tumor yang dipandu oleh
pemeriksaan potong beku
o Bila defek horizontal yang terjadi pasca eksisi tumor >50%, bila diperlukan
rekonstruksi dapat dilakukan kerjasama dengan Divisi Plastik Rekonstruksi
2. Tumor sudah menginvasi orbita
o Eksenterasi
o Radioterapi (sesuai indikasi)
3. Tumor sudah menginvasi sinus paranasal dan/atau intrakranial
o Konsul ke Divisi Onkologi Departemen THT dan/atau Departemen Bedah Saraf
untuk operasi bersama bila memungkinkan
4. Terapi setelah dilakukan tindakan bedah
o Antibiotika oral
o Analgetik oral
o Anti inflamasi oral
o Antibiotika topikal (salep mata)
Angkat tampon orbita setelah 5-7 hari (pada kasus eksenterasi
9. Edukasi Pasien dianjurkan untuk kontrol ulang ke poliklinik setiap:
Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap 1 tahun
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 22
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR

Conjungtival Intraepithelial Neoplasia


1. Pengertian Conjungtival Intraepithelial Neoplasiaialah displasia sebagian sel epitel
(Definisi) konjungtiva yang terbatas pada membran basalis.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Ada tidaknya nyeri?
2. Anamnesa
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
3. Pemeriksaan Fisik Lokasi massa biasanya di limbus, berbatas tegas, bulat, permukaan licin.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Conjungtival Intraepithelial Neoplasia
6. Diagnosis Banding 1. Limbal dermoid
2. Squammous gland carcinoma
3. Melanosis
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan histopatologis
Penunjang
2. Pemeriksaan CT-scan bila dicurigai ada invasi ke orbita
8. Terapi Non Bedah
Topical interferron alpha 2b
Bedah
Eksisi tumor+cryotherapy
9. Edukasi 1. Bila Eksisi Bebas Tumor, lakukan setiap bulan
2. Bila Eksisi Tidak Bebas Tumor:
a. Tahun I : tiap 3 bulan
b. Tahun II : tiap 6 bulan
3. Tahun III : tiap bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 23
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma Sel Skuamosa ialah keganasan epitel invasif yang berasal dari lapisan sel
1. Pengertian (Definisi) skuamosa epidermis yang memberikan gambaran diferensiasi keratinositik, yang dapat
terjadi pada palpebra, konjungtiva dan orbita.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Ada tidaknya nyeri?
2. Anamnesa
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
1. KSS konjungtiva : lesi berbentuk nodular, gelatinous, leukoplakia maupun difusa
3. Pemeriksaan Fisik 2. KSS Palpebra : lesi seperti ulkus yang non spesifik, rusaknya struktur bulu mata dan
oklusi dari kelenjar Meibom
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis KARSINOMA SEL SKUAMOSA
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan histopatologis
Penunjang 2. Pemeriksaan CT-scan bila dicurigai ada invasi ke orbita
8. Terapi Non Bedah
Bedah
Konjungtiva Bulbi
1. Bila diameter tumor 1-2mm :
Eksisi 2-3 mm dari batas makroskopik tumor, diikuti dengan pengobatan krioterapi -
70 oC
2. Bila diameter tumor 2-5 mm :
Bila eksisi luas tidak mungkin dianjurkan untuk enukleasi atau eksenterasi
3. Bila diameter tumor > 5 mm :
Eksenterasi
Untuk selanjutnya, tergantung adanya infiltrasi tumor ke organ sekitar, metastasis jauh,
prosedur tindakan sama dengan karsinoma sel skuamosa pada palpebra.
Kelopak Mata
1. Bila tumor terbatas pada kelopak
a. Eksisi 6 sampai 7 mm dari batas makroskopik tumor dengan pengobatan cryo
yang dipandu dengan pemeriksaan potong beku.
b. Bila ukuran tumor lebih dari ½ kelopak, maka operasi bersama dengan divisi
plastic rekonstruksi
2. Bila tumor sudah menginvasi orbita
a. Tanpa pembesaran Kelenjar Getah Bening regional
b. Eksenterasi
c. Bila operasi tidak bebas tumor maka dilakukan pemberian radioterapi loco
regional
3. Dengan pembesaran KGB regional
a. Eksenterasi
b. Diseksi kelenjar getah bening regional oleh departemen bedah (Tumor)

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 24
c. Radioterapi loco regional
4. Bila didapat invasi tumor ke intracranial, sinus paranasalis,
pembesaran kelenjar getah bening regional tanpa metastasis jauh
a. Operasi bersama Departemen Bedah Saraf/THT bila masih memungkinkan
b. Diseksi Kelenjar Getah Bening Regional (bila ada) oleh Departemen Bedah (Tumor)
c. Bila sudah inoperable dapat dilakukan debulking tumor dilanjutkan dengan
radioterapi loco regional.
5. Bila didapat metastasis jauh
a. Konsul ke Departemen Ilmu Penyakit Dalam (Hematologi) untuk kemungkinan
pemberian Sitostatika
b. Tindakan pada matanya adalah radioterapi loco regional
PASCA TINDAKAN BEDAH
1. Antibiotika Oral
2. Antibiotika Topikal
3. Analgetik Oral
4. Anti Inflamasi Oral
5. Anti Inflamasi Topikal
9. Edukasi 1. Bila Eksisi Bebas Tumor, lakukan setiap bulan
2. Bila Eksisi Tidak Bebas Tumor:
a. Tahun I : tiap 3 bulan
b. Tahun II : tiap 6 bulan
3. Tahun III : tiap bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 25
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Karsinoma Sel Skuamosa
Kista Dermoid ialah kista yang berisi struktur dasar seperti rambut, cairan,
1. Pengertian (Definisi)
gigi, atau kelenjar pada kulit.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Ada tidaknya nyeri?
2. Anamnesa
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
Orbital dermoid: biasanya ditemukan di tulang-tulang orbita
Epibulbar dermoid: biasanya ditemukan di permukaan mata, baik itu di
perbatasan antara kornea dan sklera atau di perbatasan antara konjungtiva
3. Pemeriksaan Fisik
bulbi dan tarsal.
Massa biasanya berbetuk seperti telur di bawah kulit, lunak, warna permukaan
sama seperti warna jaringan sekitarnya
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kista Dermoid
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan histopatologis


Penunjang
2. Pemeriksaan CT-scan bila dicurigai ada invasi ke orbita
8. Terapi Non Bedah
Bedah
Eksisikista
9. Edukasi Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 26
Ketua Komite Medik Mengetahui
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Kista konjungtiva
1. Pengertian (Definisi) Kista konjungtiva ialah kista pada konjungtiva
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Apakah ada keluhan mata berair-air?
2. Anamnesa o Ada tidaknya nyeri?
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
Massa berisi cairan di dalam konjungtiva, berbatas tegas, bulat, permukaan
3. Pemeriksaan Fisik licin, sering menyebabkan rasa tidak nyaman pada mata dan banyak
mengeluarkan air mata.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kista konjungtiva
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan histopatologis


Penunjang
2. Pemeriksaan CT-scan bila dicurigai ada invasi ke orbita
8. Terapi Non Bedah
Lubricent topical jika diperlukan
Bedah
Eksisikista
9. Edukasi Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 27
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Melanoma Konjungtiva
Melanoma Konjungtiva ialah Tumor ganas adneksa yang berasal dari sel
1. Pengertian (Definisi)
melanosit yang bermigrasi dari krista neural ke epitel konjungtiva.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Apakah diawali oleh adanya tahi lalat (nevus)?
2. Anamnesa o Ada tidaknya nyeri?
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
Massa berwarna kehitaman pada konjungtiva bulbi, palpebral dan forniks,
serta karankula dan plika semilunaris; umumnya unilateral, immobile.
3. Pemeriksaan Fisik
Tersering timbul di daerah limbus. Adanya pembesaran kelenjar getah
bening (preauricular, submanibular, dan cervical)
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis MELANOMA KONJUNGTIVA
6. Diagnosis Banding 1. Conjunctival squamous cell carcinoma
2. Conjunctival melanosis
3. Conjunctival seborrheic keratosis
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan kelenjar getah bening
2. Pemeriksaan histopatologis
3. Pemeriksaan immunohistokimia (bila diperlukan)
4. Pemeriksaan CT-scan (bila diperlukan)
8. Terapi Non Bedah
Bedah
1. Eksisi luas 3-5 mm dari batas makroskopis tumor yang dipandu oleh
pemeriksaan potong beku.
2. Bila ada keterlibatan sclera, dapat dipertimbangkan enukleasi.
3. Radioterapi (sesuai indikasi)
4. Kemoterapi (sesuai indikasi)
Eksplorasi Metastasis Regional dan Jauh (sesuai indikasi)
1. Pemeriksaan kelenjar getah bening
2. Pemeriksaan foto thorax
3. Pemeriksaan USG Hati
PASCA TINDAKAN BEDAH
1. Antibiotika Oral
2. Analgetik Oral
3. Anti Inflamasi Oral

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 28
4. Antibiotika Topikal (Salep mata)
5. Buka blefarorafi setelah 7 hari (pada kasus enukleasi)
Angkat tampon orbita setelah 5-7 hari (pada kasus eksenterasi)
9. Edukasi Bila batas sayatan bebas tumor :
Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III dst : tiap tahun
Bila batas sayatan tidak bebas tumor :
Tahun I : tiap bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III dst : tiap tahun
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 29
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Nevus Pigmentosus
Nevus Pigmentosus ialah lesi jinak yang paling sering terjadi pada
1. Pengertian (Definisi)
permukaan mata.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Ada tidaknya nyeri?
2. Anamnesa o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
o Warna lesi?
Lesi biasanya terdapat di konjungtiva, dengan warna yang bervariasi
3. Pemeriksaan Fisik dari coklat tua sampai ke kekuning-kuningan, seringkali berisi
komponen-komponen yang mirip dengan kista.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Nevus Pigmentosus
6. Diagnosis Banding 1. Melanoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan histopatologis
8. Terapi Non Bedah
Bedah
Eksisinevus
9. Edukasi Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap bulan
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 30
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Pseudotumor
Pseudotumor ialah Inflamasi non-spesifik yang secara klinis dapat terjadi
1. Pengertian (Definisi) secara akut maupun sub akut, dan dapat berupa miositis, peradangan
kelenjar lakrimal, anterior, difus maupun apeks orbita
Gejala Klinis :
Bervariasi tergantung derajat dan lokasi anatomi inflamasinya.Lima lokasi
tersering berdasarkan urutan kejadian adalah otot-otot ekstraokular,
kelenjar lakrimal, anterior, apical dan inflamasi orbita difus. Onset dapat
2. Anamnesa
bersifat akut, subakut dan kronik. Gejala tersering adalah nyeri onset akut,
mata merah, edema palpebra, kemosis dan proptosis. Pada kasus kronik,
gejala berupa adanya massa, inflamasi, dengan/tanpa infiltrasi yang
menyebabkan gangguan fungsi dan penglihatan yang bervariasi.
Kasus akut: nyeri, mata merah, edema palpebra, kemosis dan proptosis.
3. Pemeriksaan Fisik Kasus kronik: adanya massa, inflamasi, dengan/tanpa infiltrasi yang
menyebabkan gangguan fungsi dan penglihatan yang bervariasi.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis PSEUDOTUMOR
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologis (bila diperlukan), kecuali pada miositis orbita
dan sindroma apeks orbita
Pemeriksaan imunohistokimia (bila diperlukan)
Pemeriksaan CT-scan (bila diperlukan)
8. Terapi 1. Non Bedah
a. Terapi steroid dosis tinggi
b. Prednisone 1mg/kgBB/hari (maksimal dosis dewasa 60-80
mg/kgBB/hari) atau Methylprednisolon 0,8mg/kgBB/hari,
diberikan secara dosis tunggal selama 14 hari
c. Bila gejala klinis membaik, dosis steroid diturunkan perlahan
(tapering-off) yaitu sebesar 10-25% dosis terakhir tiap 1-2minggu,
dilanjutkan dosis pemeliharaan (Prednison/Methylprednisolon 1-2
tablet selang sehari) selama 1-3 bulan
d. Bila saat penurunan dosis, gejala klinis memburuk, dosis dinaikkan
kembali sebesar 10-25% atau kembali ke dosis awal.
e. Bila dengan terapi steroid tidak ada perbaikan, maka dosis
diturunkan (tapering off) setiap 1-2 minggu
2. Sitostatika dapat diberikan pada kasus yang tidak responsive terhadap
steroid
3. Bedah

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 31
a. Biopsi (insisi/eksisi) diindikasikan untuk kasus yang tidak
responsive terhadap terapi steroid, dilanjutkan dengan
pemeriksaan patologi anatomi dan imunohistokimia (bila
diperlukan)
b. Radioterapi
c. Radiasi yang diindikasikan pada kasus pseudotumor tipe sklerotik
9. Edukasi Pasien dianjurkan untuk kontrol ulang ke poliklinik setiap:
Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap 1 tahun
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 32
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

TUMOR
Tumor retrobulbar
Tumor retrobulbar ialah lesi yang terletak pada cavum orbita sehingga
1. Pengertian (Definisi)
menyebabkan bola mata terdorong ke depan.
o Sejak kapan keluhan mulai dirasakan?
o Ukuran makin besar atau tidak?
o Apakah mata lebih menonjol?
2. Anamnesa o Ada tidaknya nyeri?
o Apakah mudah berdarah?
o Lokasi timbulnya massa?
o Permukaan menonjol atau rata?
Terdapat proptosis, bisa disertai nyeri atau tidak, hambatan pada gerakan
3. Pemeriksaan Fisik
bola mata, bisa disertai adanya keluhan penurunan tajam penglihatan.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Tumor Retrobulbar
6. Diagnosis Banding 1. Sphenoid wing meningioma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan histopatologis (bila diperlukan), kecuali pada miositis
orbita dan sindroma apeks orbita
2. Pemeriksaan imunohistokimia (bila diperlukan)
3. Pemeriksaan CT-scan (bila diperlukan)
8.Terapi
9.Edukasi Pasien dianjurkan untuk kontrol ulang ke poliklinik setiap:
Tahun I : tiap 3 bulan
Tahun II : tiap 6 bulan
Tahun III : tiap 1 tahun
10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11.Tingkat Evidens I/II/III/IV
12.Tingkat Rekomendasi A/B/C
13.Penelaah Kritis
14.Indikator Medis
15.Lama Rawat
16.Kepustakaan
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 33
dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

LENSA
Afakia
Afakia adalah keadaan tidak ada ada lensa akibat komplikasi operasi katarak
1. Pengertian (Definisi)
sebelumnya
Keluhan utama : penglihatan tetap kabur setelah operasi, ada riwayat operasi
2. Anamnesa
katarak
Visus : ≥ 1/60
TIO : Normal
3. Pemeriksaan Fisik Lensa : tidak ada
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat operasi katarak
2. Lensa tidak
5. Diagnosis Afakia
6. Diagnosis Banding 1. Afakia
2. Astigmat
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Terapi 1. Insersi lensa tanam dengan fiksasi sklera
2. Antibiotik oral
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi 1. Komplikasi Tindakan
2. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
11. Tingkat Evidens III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam Penglihatan
1. American Academic of Ophthalmology ed 2012- 2013
15. Kepustakaan
16. Lama rawat 2 – 5 hari
Curup, 2022

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 34
Ketua Komite Medik Mengetahui
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

LENSA
Katarak Sekunder
Katarak Sekunder : kekeruhan kapsul posterior setelah operasi ekstraksi lensa
1. Pengertian (Definisi)
dan insersi lensa tanam
Keluhan utama : penglihatan kabur secara bertahap beberapa bulan sampai
2. Anamnesa tahun setelah operasi
Riwayat penyakit yang mendasari
Visus : 6/9 – 1/60
3. Pemeriksaan Fisik TIO : Normal
Bilik Mata depan : Jernih
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat Penyakit
2. Visus menurun perlahan
3. Lensa Keruh
5. Diagnosis Katarak Sekunder (Postrior Capsular Opacity= PCO)
6. Diagnosis Banding 1. Katarak Sekunder
2. Katarak
3. Katarak Juvenil
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Terapi 1. Ekstraksi Lensa
2. Insersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan
2. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam – malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Indikator Medis Tajam Penglihatan
12. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed. 2012- 2013
13. Tingkat Evidens III
14. Tingkat Rekomendasi A/B/C
15. Penelaah Kritis
16. Indikator Medis Tajam Penglihatan
17. Lama rawat 2 – 5 hari
Curup, 2022

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 35
Ketua Komite Medik Mengetahui
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

LENSA
Katarak Komplikata
Katarak Komplikata adalah kekeruhan lensaakibat dari kelainan
sistemik seperti DM atau kelainan intraokuler seperti Uveitis, Glaukoma
1. Pengertian (Definisi)
atau kelainan kongenital seperti Aniridia, atau kelainan okuler yang
menyebabkan kekeruhan pada lensa
Keluhan utama : penglihatan kabur secara bertahap
2. Anamnesa
Riwayat penyakit yang mendasari
Visus : 6/9 – 1/∞
TIO : Normal – meningkat
Bilik Mata depan : Jernih - kekeruhan
3. Pemeriksaan Fisik
Lensa : keruh (Kriteria LOCS)
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat Penyakit
2. Visus menurun perlahan
3. Lensa Keruh
5.Diagnosis Katarak Komplikata
6.Diagnosis Banding 1. Katarak Komplikata
2. Katarak Senelis
3. Katarak Juvenil
7.Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8.Terapi 1. Ekstraksi Lensa
2. Insersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9.Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
10.Prognosis Ad Vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam – malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11.Indikator Medis Tajam Penglihatan
12.Kepustakaan 1. American Academic of Ophthalmology ed. 2012- 2013
13.Tingkat Evidens III
14.Tingkat Rekomendasi A/B/C
15.Penelaah Kritis

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 36
16.Indikator Medis Tajam Penglihatan
17.Lama rawat 2 – 5 hari
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

LENSA
Katarak senelis
Katarak senelis adalah kekeruhan pada lensa yang berhubungan dengan
1. Pengertian (Definisi)
usia atau factor degenerasi.
Keluhan utama : penglihatan kabur seperti melihat asap atau awan secara
2. Anamnesa berangsur-anngsur, dapat disertai keluhan silau, penglihatan monokuler
diplopia dan lebih nyaman pada sore hari atau keadaam agak redup
Visus : 6/9 – 1/∞
TIO : Normal
3. Pemeriksaan Fisik Lensa : keruh (Kriteria LOCS)
Keratometri
Biometri
1. Usia penderita
4. Kriteria Diagnosis 2. Visus menurun perlahan
3. Lensa keruh
5. Diagnosis Katarak
6. Diagnosis Banding 1. Katarak Senelis
2. Katarak Juvenile
3. Katarak Traumatika
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Terapi 1. Ekstraksi Lensa
2. Insersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
11. Tingkat Evidens III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam Penglihatan
15. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012- 2013
16. Lama rawat 2 – 5 hari
Curup, 2022

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 37
Ketua Komite Medik Mengetahui
Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

LENSA
Katarak Traumatika
Katarak Traumatika : katarak akibat dari ruda paksa langsung maupun
1. Pengertian (Definisi)
tidak langsung
Keluhan utama : penglihatan kabur setelah terjadi ruda paksa dapat
2. Anamnesa
segera atau bebrapa hari kemudian
Visus : 6/9 – 1/∞
TIO : Normal
3. Pemeriksaan Fisik Lensa : keruh (Kriteria LOCS)
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat ruda paksa
2. Visus menurun tiba- tiba atau perlahan
3. Lensa Keruh
4. Diagnosis Katarak Traumatika
5. Diagnosis Banding 1. Katarak Traumatika
2. Katarak Senelis
3. Katarak Juvenil
6.Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
7.Terapi 1. Ekstraksi Lensa
2. Insersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
8.Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
9.Prognosis Ad Vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
10.Indikator Medis Tajam Penglihatan
11.Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012- 2013
12.Tingkat Evidens III
13.Tingkat Rekomendasi A/B/C
14.Penelaah Kritis
15.Indikator Medis Tajam Penglihatan
16.Lama rawat 2 – 5 hari

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 38
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

STRABISMUS
Esotropia Basic
Merupakan Esotropia yang berkembang setelah usia 6 bulan dan tidak
1. Pengertian (Definisi)
berhubungan dengan akomodasi
1. Mata berdeviasi kedalam
2. Deviasi jauh sama dengan deviasi dekat
2. Anamnesa 3. Tidak ada faktor akomodatif
4. Hipermetropia tidak bermakna

1. Pemeriksaan segment anterior dan posterior


3. Pemeriksaan Fisik 2. Duksi dan versi
3. Cover uncover dan alternate cover test
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan Segment anterior dan posterior
2. Duksi & versi
3. Cover uncover dan alternate cover test
4. Refraksi subjektif dan objektif dalam sikloplegik
5. Hirschberg / krimsky untuk pasien yang tidak dapat dilakukan cover
test
5. Diagnosis Esotropia Basic
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Synophtophore
2. TNO
8. Terapi 1. Koreksi kelainan refraksi bila ada
2. Terapi Ambliopia
3. Koreksi bedah dilakukan secepat mungkin setelah onset ( tidak lama
setelah onset)
9. Edukasi 1. Luka operasi jangan terkena air langsung untuk sementara waktu
( ± 2 minggu )
2. Luka operasi jangan digosok – gosok sampai benar – benar sembuh
3. Penggunaan obat yang sudah diresepkan sesuai petunjuk dokter
4. Kontrol teratur sesuai petunjuk dokter untuk mengevaluasi hasil
operasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 39
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 2 - 3 hari
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

STRABISMUS
Esotropia akomodatif
Esotropia akomodatif adalah Esotropia terjadi sebagai akibat hipermetropia yang
1. Pengertian (Definisi) tidak dikoreksi dan bila dikoreksi dengan kacamata sferis (+) akan terjadi
perubahan dalam besarnya deviasi
1. Onset umurnya antara usia 6 bulan sampai 6,5 thn
( rata rata 2,5 thn)
2. Awalnya bersifat hilang timbul kemudian menetap
2. Anamnesa 3. Sering bersifat herediter
4. Kadang – kadang dicetuskan oleh trauma atau sakit
5. Sering berhubungan dengan ambliopia
6. Dapat terjadi diplopia tetapi umumnya menghilang setelah terjadi supresi
1. Pemeriksaan segment anterior dan posterior
2. Tajam penglihatan tanpa dan dengan koreksi
3. Pemeriksaan Fisik
3. Gerakan otot bola mata : duksi dan versi
4. Pemeriksaan dominan mata; cover dan cover uncover test
4. Kriteria Diagnosis 1. Hischberg dan krimsky
2. Pemeriksaan terjadi subjektif
3. Pemeriksaan refraksi objektif dengan streak retinoskopi dan sikloplegik
4. Pemeriksaan besarnya deviasi dengan prisma cover test tanpa koreksi dan
dengan koreksi kacamata
5. Diagnosis Esotropia Akomodatif
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. TNO
2. Synoptophor
8. Terapi 1. Non Bedah : memaksimalkan tajam penglihatan pasien dengan kacamata dan
atau terapi oklusijika terdapat ambliopia
2. Bedah :
- Dilakukan jika terjadi progresifitas
3. - Reses dan resek pada mata yang non dominan . Dapat dipikirkan operasi 2
tahap setelah 4 minggu tahap I, operasi mata dominan.
9. Edukasi 1. Luka operasi jangan terkena air langsung ( ± 2 minggu )
2. Luka operasi jangan digosok – gosok sampai benar sembuh
3. Penggunaan obat – obat yang sudah diresepkan dokter / kontrol teratur untuk
evaluasi hasil operasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 40
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 2 - 3 hari
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG


dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj NIP. 19860208 201408 1 001
NIP.19750601 200903 1 004
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

STRABISMUS
Eksotropia
Keadaan bola mata yang bergulir keluar ( eksodeviasi ) manifestasi deviasi divergen
1. Pengertian (Definisi) horizontalnya sudah tetap.
1. Bola mata pasien terlihat juling keluar
2. Keadaan tersebut dapat menjadi progresif dan deviasinya makin besar
2. Anamnesa 3. Dapat disertai ambliopia disfungsi otot obliq (A atau V pattern) ataupun deviasi
vertikal
4. Stereoaccuitynya dapat normal atau berkurang kemampuannya
1. Pemeriksaan segemnt anterior dan posterior
2. Tajam penglihatan tempa dan dengan koreksi
3. Pemeriksaan Fisik 3. Gerakan otot bolamata : duksi dan versi
4. Pemeriksaan dominan mata : cover test dan cover uncover test
4. Kriteria Diagnosis 1. Hischberg dan krimsky
2. Pemeriksaan refraksi subjektif
3. Pemeriksaan refraksi objektif dan streak retinoskopi dan sikloplegik
4. Pemeriksaan besarnya deviasi dengan prisma cover test tanpa koreksi dan dengan
koreksi kacamata
5. Diagnosis Eksotropia
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. TNO
Penunjang 2. Synoptophore
8. Terapi 1. Non Bedah : memaksimalkan tajam penglihatan dengan kacamata dan atau terapi
oklusi jika terdapat ambliopia
2. Bedah : dilakukan jika terjadi progresifitas, jenis pembedahan adalah reses dan
resek otot bola mata pada mata yang tidak dominan, jika deviasi besar (>50 PD)
dapat dipikirkan operasi 2 tahap non dominan, kemudian dominan jarak 4 minggu
9. Edukasi 1. Luka operasi jangan terkena air langsung ( ± 2 minggu )
2. Luka operasi jangan digosok – gosok sampai benar – benar sembuh
3. Penggunaan obat – obat yang sudah diresepkan dokter
4. kontrol teratur untuk evaluasi hasil operasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 2 - 3 hari
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 41
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

STRABISMUS
Duane’s syndrome
Merupakan spektrum kelainan pergerakan bolamata, dengan gambaran
1. Pengertian (Definisi) refraksi bolamata terutama saat mencoba abduksi , disertai dengan
penyempitan fissura palpebra saat adduksi
Terdapat hambatan pergerakan bola mata baik saat adduksi maupun
2. Anamnesa adduksi, tergantung pada tipenya. Pada keadaan yang berat dapat disertai
dengan up shoot atau down shoot saat mencoba adduksi
1. Pemeriksaan segmen anterior dan posterior
2. Tajam penglihatan tanpa dan dengan koreksi
3. Pemeriksaan Fisik
3. Gerakan otot bolamata : duksi & versi
4. Pemeriksaan dominasi test : cover test dan cover -uncover test
4. Kriteria Diagnosis 1. Hisernberg dan Krimsky
2. Pemeriksaan refraksi subjektif
3. Pemeriksaan refraksi objektif dengan streak retinoskopi dan
sikloplegia
4. Pemeriksaan dasarnya deviasi dengan prisma cover test tanpa koreksi
dan dengan koreksi kacamata
5. Diagnosis Duane’s syndrome
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. TNO
2. Synoptophore

8. Terapi 1. Non Bedah : memaksimalkan tajam penglihatan pasien dengan


kacamata bila ada kelainan refraksi dan atau terapi oklusi bila ada
ambliopia
2. Bedah : dilakukan pembedahan reses dan resek bila terdapat
progresifitas.Bila deviasinya besar dipikirkan operasi 2 tahap, non
dominan, kemudian dominan setelah 4 minggu

9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
4. Penelaah Kritis
5. Indikator Medis

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 42
6. Lama Rawat 2 - 3 hari
7. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

STRABISMUS

Blepharoptosis
1. Pengertian (Definisi) Blepharoptosis adalah turunnya kelopak mata atas
- Kesulitan membaca
2. Anamnesa - Riwayat operasi kelopati
- Riwayat trauma periorbita
- Tinggi fisura palpebra vertikal
- Bill’s Phenomenon
3. Pemeriksaan Fisik - MRD
- Lid erase kelopak atas
- Levator function
4. Kriteria Diagnosis 1. Umur saat onset terjadinya ptosis
2. Photograf sebelum terjadi ptosis dan sekunder
3. Penyakit siskemik yang mendasari : ...........
5. Diagnosis Bleparoptosis
6. Diagnosis Banding 1. Pseudoptosis
2. Enoftalmos
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Fotografi seluas muka
2. Tensilon
3. Ice paek test
4. Reseksi levator
5. Operasi aponemratis
6. Frontal suspension
7. Fasanela suruat procedure
8. Terapi
9. Edukasi
10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11.Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 2 - 3 hari
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology 2011 – 2012
2. Clinical Ophthalmology : Kansky

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 43
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

REKONTRUKSI
Ektropion Involusional
Ektropion Involusional adalah keadaan dimana tepi kelopak mata berputar
keluar yang berhubungan dengan usia disebabkan oleh panjang kelopak
1. Pengertian (Definisi) horizontal yang berlebih karena pemanjangan tendon kontur medial dan lateral
dan disinsersi retrobtoe kelopak bawah
1. Epifora
2. Anamnesa 2. Mata Merah Kronis
3. Mata tidak bisa menutup sempurna
1. Kelopak bawah berbelok ke bawah
3. Pemeriksaan Fisik 2. Bisa bagian lakral lebih besar dari pada lateral atau sebaliknya
3. Bergesernya lokasi punctum lakrimal
4. Kriteria Diagnosis 1. Horizontal Laxity : Distraction Test ≥ 8 mm
2. Punctum lakrimal Dislokasi > 1 mm
3. Disinsersi Retraktor bawah
5. Diagnosis Ektropion Involusional
6. Diagnosis Banding Ektropion sebab lain
7. Pemeriksaan Penunjang Fluorescence Test
8. Terapi 1. Horizontal lidshortening
2. Tarsoconjunctival Diamond Excision
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11.Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology 2015 – 2016
2. Clinical Ophthalmology : Kansky
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 44
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

REKONSTRUKSI

Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO)


ICD 10 = H.04.0
1. Pengertian (Definisi) Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO)Adalah sumbatan pada duktus
nasolakrimal. Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital biasanya
disebabkan karena belum terbukanya membran Hassner.
Kelainan ini didapat sejak lahir.
2.Anamnesa Mata berair-air sejak lahir Dapat disertai sekret atau tidak
3.Pemeriksaan Fisik 1.Pemeriksaan mata umum
2.Terdapat epifora
3.Terdapat sekret
4.Pada saat daerah sakus lakrimal ditekan dengan jari akan tampak
regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal.
3. Kriteria Diagnosis 1.Epiphora
2.Regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal
3.Tes Anel (-)
4.Probing
4. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologi serta
pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Banding 1.Pungtal agenesis dan disgenesis
2.Kanalikuli agenesis dan disgenesis
6. Pemeriksaan Penunjang 1.Tes Anel (-)
2.Probing
3.Dakriosistografi
7. Terapi 1.Massage pada sakus lakrimal ( usia < 6 bulan)
2.Probing, bila (+) pasang silikon intubasi(bila gagal 2 kali  no.3)
3.Dakriosistorhinostomi dengan silikon tube
8. Edukasi 1.Melakukan massage 2 kali sehari
2.Membersihkan kotoran mata dengan tisu sekali pakai
3.Menjaga kebersihan anak
9. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
10. Tingkat Evidens I/II/III/IV
11. Tingkat Rekomendasi A/B/C
12. Penelaah Kritis 1.Terjadi sejak lahir
2.Tanda khas adalah epifora
3.Obstruksi bisa terbuka spontan pada usia 4 – 6 minggu
4.Resolve spontan pada 1 tahun pertama kehidupan.
5.Probing dilakukan setelah usia 1 tahun.

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 45
13. Indikator Medis
14. Kepustakaan 1.AAO 2015-2016
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

REKONTRUKSI
Entropion Involusional
Entropion Involusional adalah inversi tepi kelopak mata yang
1. Pengertian (Definisi)
berhubungan dengan usia ( age related)
- Mata seperti ada yang menusuk
- Mata berair – air
2. Anamnesa - Riwayat penyakit infeksi (trachoma, herpeszoster)
- Riwayat operasi
- Riwayat trauma (panas, kimia)
- Overriding otot orbicularis preseptal
- Horizontal atau vertical laxity
3. Pemeriksaan Fisik - Retraction Laxity
- Scarring
- Ocular Irritation / Inflamation
4. Kriteria Diagnosis 1. Inversi Kelopak bawah
2. Konjungtivalisasi tepi kelopak mata
3. Pseudotichiasis
4. Erosi Pungtat Kornea
5. Ulkus
5. Diagnosis Entropion Involusional
6. Diagnosis Banding 1. Trichiasis
2. Epiblepharon
7. Pemeriksaan Penunjang Fluoresence Test
8. Terapi 1. Suture Techniques
2. Lateral tarsal strip
3. Weiss procedure
9. Edukasi
10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11.Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 46
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology 2015 – 2016
2. Clinical Ophthalmology : Kansky
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

REKONTRUKSI
Ptosis
Turunnya kelopak mata atas dibawah kedudukan yang normal dan dapat menutupi
1.Pengertian (Definisi)
aksis visual atau tidak dan terjadinya dapat unilateral atau bilateral
- Mulai terjadinya ptosis
- Perubahan yang terjadi
- Adanya penyakit penyerta seperti :horner syndrome,myastenia gravis, guallian
barre syndrome, botulism, cerebral ptosis
2.Anamnesa - Riwayat keluarga ptosis
- Riwayat penyakit kelopak mata yang pernah diderita
- Riwayat penyakit sistemik yang berhubungan
- Riwayat operasi
- Riwayat trauma
- Bell”s phenomen
- Lid lag
- MRD 1 dan 2
- MLD
3.Pemeriksaan Fisik - Fissura palpebra
- LA
- Skincrease
- Tensilon test
- Phenilephine test
4.Kriteria Diagnosis 1. Umur saat onset terjadinya ptosis
2. Photograf sebelum terjadi ptosis dan sekunder
3. Penyakit siskemik yang mendasari
5.Diagnosis Ptosis Unilateral / Ptosis Bilateral
7.Diagnosis Banding 1.Pseudoptosis
2.Enoftalmos
8.Pemeriksaan Penunjang 1.Fotografi seluas muka
2.Tensilon
3.Ice paek test
4.Reseksi levator
5.Operasi aponemratis
6.Frontal suspension
7.Fasanela suruat procedure
9.Terapi 1. Fassanela servat
2. advancement aponeurosis levator
3. Levator Reseksi

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 47
4. Facia lata suspension
10. Edukasi
11.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
12.Tingkat Evidens I/II/III/IV
13. Tingkat Rekomendasi A/B/C
14.Penelaah Kritis
15.Indikator Medis
16.Lama Rawat
17.Kepustakaan 1. American Academy of Ophthalmology 2015 – 2016
2. Clinical Ophthalmology : Kansky
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

VITREO RETINA

RETINOPATI DIABETIKA
Suatu penyakit pada pembuluh darah mikro retina yang bersifat kronik
1. Pengertian (Definisi) progresif yang dapat mengancam penglihatan dan dikaitkan dengan
hiperglikemi berkepanjangan
1. Umumnya tidak ada gejala awal (sekalipun pada pemeriksaan fundus
sudah ada gangguan pembuluh darah retina)
2. Umumnya, penglihatan buram terjadi bila ada edema makula
2. Anamnesa
3. Floaters terjadi akibat adanya bercak-bercak perdarahan vitreus
4. Penglihatan buram mendadak dapat terjadi perdarahan vitreus yang
lebih masif
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Tonometri
3. Pemeriksaan Fisik 3. Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi :
 Oftalmologi direk
 Oftalmologi indirek
4. Kriteria Diagnosis Retinopati diabetika diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya
pembuluh darah baru yang abnormal, yaitu :
1. Retinopati nonproliferatif / Non Proliferative Diabetic
Retinopathy (NPDR)
2. Retinopati proliferative / Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)
3. Edema makula, dapat ditemukan pada setiap tahap di atas
Berdasarkan gambaran klinisnya, NPDR dibagi menjadi tahapan, yaitu :
1. Mild atau ringan : terdapat 1 atau lebih mikroaneurisma
2. Moderate atau sedang : terdapat mikroaneurisma,
perdarahan dot blot, eksudat keras, cotton wool spots
(CWS), beading vena, penyempitan lumen arteri, intra retinal
microvascular abnormalities (IRMA)
5. Diagnosis 3. Severe atau berat : ditemukan kelainan yang terdapat pada NPDR
sedang ditambah dengan adanya satu dari tiga keadaan berikut (aturan
4:2:1 pada ETDRS) :
 Perdarahan dot blot di 4 kuadran retina
 Venous beading di 2 kuadran retina
 IRMA di 1 kuadran retina
Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 48
4. Very severe atau sangat berat : terdapat 2 dari 3
karakteristik di atas
Berdasarkan tingkat proliferasi fibrovaskular, PDR dibagi menjadi
tahapan, yaitu :
1. Early atau PDR : pembuluh darah baru terdapat pada diskus atau dalam
jarak 1 DD (Disc Diameter) atau
neovaskularisasi di tempat lain
2. High risk atau resiko tinggi : terdapat pembuluh darah baru pada diskus
(NVD) > ¼ DD, atau NVD < ¼ DD dengan perdarahan vitreus, atau
pembuluh darah baru di tempat lain (NVE) > ½ DD dengan perdarahan
vitreus
3. Advanced atau lanjut : kriteria pada High risk ditambah dengan adanya
ablasio retina traksional yang melibatkan makula, dengan atau tanpa
perdarahan vitreus
6. Diagnosis Banding 1. Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO)
2. Central Retinal Vein Occlusion (CRVO)
3. Ocular Ischemic Syndrome
4. Retinopathy Hemoglobinopathies
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Fundus
2. Fundus Fluorescein Angiography (FFA)
3. Ultrasonography (USG)
4. Optical Coherence Tomography (OCT), terutama untuk edema makula
diabetika
5.Konsultasi Penyakit Dalam : Endokrin
6.Konsultasi cabang ilmu lain sesuai keperluan
8. Terapi 1. Mata normal tanpa retinopati diabetika diperiksa setiap tahun
2. NPDR ringan tanpa edema makula diperiksa setiap 6-12 bulan.
Pemeriksaan FFA dan fotokoagulasi laser umumnya belum perlu
dilakukan
3. NPDR moderate tanpa edema makula, diperiksa setiap 4-6 bulan.
Pemeriksaan FFA dan fotokoagulasi laser umumnya belum perlu
dilakukan
4. NPDR moderate dengan edema makula, diperiksa setiap 2-4 bulan.
Pemeriksaan FFA dan, atau OCT makula umumnya diperlukan.
Fotokoagulasi laser umumnya diindikasikan.
5. NPDR berat tanpa edema makula, diperiksa setiap 4 bulan. Pada NPDR
severe, resiko untuk menjadi PDR sangat besar yaitu antara 10-40%.
Pemeriksaan FFA sangat perlu untuk melihat daerah-daerah
nonperfusi serta kebocoran. Fotokoagulasi laser umumnya
diindikasikan
6. NPDR berat dengan edema makula, diperiksa setiap 2-4 bulan.
Fotokoagulasi laser fokal/grid dan PRP umumnya diindikasikan
7. PDR dengan, atau tanpa CSME, diperiksa setiap 2-3 bulan. Fotokoagulasi
laser segera dilakukan, sebelum terjadi perdarahan vitreus
8. PDR dengan komplikasi lanjut yang tidak dapat diterapi laser, diperiksa
setiap 6 bulan
9. Edukasi Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu kontrol glikemik dan faktor
sistemik lainnya secara optimal
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat Rawat jalan
16. Kepustakaan 1. Pedoman Penanganan Retinopati Diabetika oleh Persatuan Dokter
Spesialis Mata Indonesia, Seminat Vitreoretina, 2013)
2. AAO section 12 – Retina and vitreous

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 49
dr. Rheyco Victoria,Sp.An
NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

VITREO RETINA
RETINOPATI HIPERTENSI
Suatu perubahan vaskular retina akibat tingkatan tekanan darah sistemik untuk waktu
1. Pengertian (Definisi) yang lama
1. Umumnya tidak ada gejala awal (sekalipun pada pemeriksaan fundus sudah ada
gangguan pembuluh darah retina)
2. Anamnesa 2. Floaters terjadi akibat adanya bercak-bercak perdarahan vitreus
3. Penglihatan buram mendadak dapat terjadi perdarahan vitreus yang lebih masif
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Tonometri
3. Pemeriksaan Fisik 3. Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi :
 Oftalmologi direk
 Oftalmologi indirek
4. Kriteria Diagnosis Dijumpai vasokonstriksi fokal maupun luas pada anterior retina, crossing phenomen,
copper wire dan silver wire, perdarahan, eksudat, serta cotton wool spots. Pada keadaan
lanjut dapat ditemukan star figure eksudat.
Klasifikasi Scheie :
1. Hipertensi :
a. Grade 0 : Pembuluh darah retina normal
b. Grade 1 : Penyempitan arteriola yang difus, kaliber arteriolar yang uniform
c. Grade 2 : Penyempitan arteriolar semakin jelas dan
didapatkan area fokal konstriksi arteriolar
d. Grade 3 : Grade 2 + dengan perdarahan retina dan, atau eksudat
5. Diagnosis e. Grade 4 : Grade 3 + dapat ditemukan bersama edema retina, eksudat keras, papil
edema
2. Arteriolar Sklerosis :
a. Grade 0 : Normal
b. Grade 1 : Perubahan refleks dinding pembuluh arteri yang mudah dilihat
c. Grade 2 : Peningkatan refleks pembuluh arteri yang nyata
d. Grade 3 : Copper wire arteri
e. Grade 4 : Silver wire arteri
6. Diagnosis Banding 1. Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO)
2. Central Retinal Vein Occlusion (CRVO)
3. Ocular Ischemic Syndrome
4. Retinopathy Hemoglobinopathies
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Fundus
2. Fundus Fluorescein Angiography (FFA)
5.Konsultasi Penyakit Dalam : Ginjal-hipertensi
6.Konsultasi cabang ilmu lain sesuai keperluan
8. Terapi 1. Atasi hipertensinya (konsultasi Bagian Penyakit Dalam)
2. Bila dalam keadaan lanjut terjadi perdarahan vitreus dapat dipertimbangkan tindakan
vitrektomi pars plana
9. Edukasi Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu meraih tekanan darah dan faktor sistemik lain
yang optimal
10. Prognosis Dubia

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 50
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat Rawat jalan
16. Kepustakaan AAO section 12 – Retina and vitreous

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

VITREO RETINA
ABLASIO RETINA
Lepasnya lapisan neurosensoris retina dari pigmen epitel retina
Klasifikasi Ablasio Retina :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen :
Pelepasan lapisan neurosensoris retina dari epitel pigmen retina
dengan adanya cairan subretina yang masuk lewat robekan retina
2. Ablasio Retina Non Rhegmatogen
 Traction Retinal Detachment :
1. Pengertian (Definisi)
Pelepasan retina sensoris dari epitel pigmen retina oleh tarikan
membran vitreus atau proliferasi vitreoretina (PVR)
 Exudative Retinal Detachment :
Pengumpulan cairan disubretina akibat adanya kerusakan epitel pigmen
terina atau pembuluh darah retina sehingga cairan dapat masuk kedalam
subretina. Keadaan ini bisa terjadi pada proses inflamasi seperti penyakit
Harada, neoplasma khoroid, hipertensi, dan ARMD
1. Ablasio Retina Rhegmatogen :
Mata tenang dengan penglihatan menurun, seperti tertutup tirai, yang
umumnya diawali floaters dan, atau fotopsia
2. Ablasio Retina Non Rhegmatogen
 Tractional Retinal Detachment :
2. Anamnesa
Mata tenang dengan penglihatan menurun
 Exudative Retinal Detachment :
3. Mata tenang dengan penglihatan menurun, seperti tertutup tirai
dimana daerah yang mengalami tertutup tirai dapat berpindah-pindah.
Tidak ditemukan floaters atau fotopsia
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Tonometri
4. Pemeriksaan Fisik 3. Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi :
 Oftalmologi direk
Oftalmologi indirek
5. Kriteria Diagnosis Klasifikasi Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen Simpel, ditemukan :
2. Ablasio Retina Rhegmatogen dengan Proliferative Vitreo Retinopathy
(PVR)
Klasifikasi Ablasio Retina Non Rhegmatogen :

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 51
1. Tractional Retinal Detacment
2. Exudative Retinal Detachment
Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen Simpel, ditemukan :
 Schafer sign “ tobacco dust appearance “ pada vitreus
 Robekan retina atau “ retinal break “ pada 90 – 95 % kasus
 Retina terangkat, berundulasi atau ada lipatan (retinal folds)
 Tanda–tanda khusus : garis demarkasi
 Subretinal fluid (SRF) jernih, bila sudah lama, kuning
 Tekanan intraokular menurun
2. Ablasio Retina Rhegmatogen dengan Proliferative Vitreo Retinopathy
(PVR)
Dinilai berdasarkan klasifikasi tahun 1991 dengan gambaran-
gambaran sebagai berikut :
 Grade A : Kekeruhan vitreus, bercak-bercak pigmen vitreus serta
pigmen-pigmen di bagian inferior retina
 Grade B : Pengerutan permukaan dalam retina, pengkakuan retina,
menjadi kaku peningkatan turtositas pembuluh darah, pinggiran
robekan retina lingkar, berkurangnya mobilitas vitreus
6. Diagnosis
 CP 1 – 12 : Bagian posterior dari ekuator, terlipatnya seluruh tebal
retina, fokal, difus maupun sirkumferensial, subretina strands
 CA 1 – 12 : Bagian anterior dari ekuator, terlipatnya seluruh tebal
retina, fokal, difus maupun sirkumferensial, subretinal strands
 Dinyatakan dalam luas daerah terkena berdasarkan jam (clock
hours) atau jumlah kwadran
Ablasio Retina Non Rhegmatogen :
1. Traction Retinal Detachment, ditemukan :
 Membran vitreus dan jaringan proliferasi vitreoretina (PVR)
 Retina tidak bergerak
 Retina yang terlepas konkaf kearah anterior dan jarang mencapai
ora serrata
 Kadang-kadang disertai ablasio retina rhegmatogen
2. Exudative Retinal Detachment, ditemukan :
 Retina menggelembung dengan permulaan rata
 Shifting fluid
Tidak ditemukan robekan retina
7. Diagnosis Banding
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Fundus
2. Ultrasonografi mata, bila media keruh
9. Terapi Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Non bedah :
 Bedrest
 Positioning pasien
2. Bedah : dilakukan dalam anestesi umum atau lokal
 Pneumatic retinopexy
Penyuntikan gas SF6 atau C3F8 murni ke dalam rongga vitreus
yang diikuti dengan retinopexy pada daerah robekan di retina
 Scleral buckling
Menempatkan band sebanyak 3600 dan tire pada daerah yang
terdapat robekan retina. Tindakan ini dapat diikuti oleh
penyuntikan gas SF6 atau C3F8 murni ke dalam rongga vitreus
serta diikuti dengan pemberian terapi cryo
 Vitrektomi pars plana
Vitrektomi secara umum adalah tindakan membersihkan vitreus
dari rongga vitreus. Tindakan vitrektomi ini memungkinkan
pembebasan retina dari traksi vitreoretina dan kekeruhan vitreus,
drainase cairan subretina secara internal, dan berbagai prosedur
vitreoretina lain, termasuk membrane peeling, injeksi cairan
perfluorokarbon dan silicone oil, serta retinopexy secara langsung
pada retina (endolaser). Tindakan ini dapat dilakukan dengan atau
tanpa kombinasi pemasangan band 3600. Pada vitrektomi untuk
ablasio retina, umumnya diikuti oleh pemberian tamponade
internal silicone oil atau gas SF6 atau C3F8 serta aplikasi
endolaser

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 52
Ablasio Retina Non Rhegmatogen :
1. Traction Retinal Detachment :
 Pada PDR :
Fotokoagulasi laser sebelum Scleral Buckling dan Vitrektomi
dengan membrane peeling
 Dengan ablasio retina rhegmatogen :
Operasi Scleral Buckling dan vitrektomi dengan membrane peeling
dan gas
2. Exudative Retinal Detachment :
Pasien ditatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasari
terjadinya exudative retinal detachment
10. Edukasi Pasca bedah :
1. Monitor tekanan intraokular
2. Positioning pasien sesuai dengan letak robekan retina
3. Pemberian antibiotika topikal dan kortikosteroid topikal selama 1-2
bulan
4. Pemberian midriatikum atau siklopegik selama 2 minggu – 1 bulan
5. Pemeriksaan lanjut berkala pascaoperasi
 Bulan ke 1 : tiap 1 minggu
 Bulan ke 2 : tiap 2 minggu
 Bulan ke 3 – 6 : tiap 1 bulan
 Bulan ke 6 sampai 1 tahun : tiap 2 bulan
11. Prognosis Dubia
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. Penelaah Kritis
15. Indikator Medis
16. Lama Rawat 2-3 hari
17. Kepustakaan AAO section 12 – Retina and vitreous

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 53
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

VITREO RETINA

MAKULOPATI DIABETIKA
Edema retina yang mengancam atau melibatkan makula, yang merupakan
1. Pengertian (Definisi) konsekuensi visual dari permeabilitas vaskular yang abnormal pada
retinopati diabetika
1. Mata tenang dengan tajam penglihatan menurun
2. Anamnesa
2. Dapat juga asimptomatik dan memiliki tajam penglihatan yang normal
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Tonometri
3. Pemeriksaan Fisik 3. Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi :
 Oftalmologi direk
 Oftalmologi indirek
4. Kriteria Diagnosis Penebalan retina akibat edema makula diabetika dapat terjadi secara lokal
maupun difus
Klasifikasi (Clinically Significant Macular Edema (CSME) menurut ETDRS :
1. Penebalan retina yang terletak pada bagian tengah makula atau dalam
jarak 500 μm dari tengah makula
5. Diagnosis 2. Eksudat keras pada atau dalam jarak 500 μm dari bagian tengah makula
apabila terdapat penebalan retina di sekitarnya
3. Zona penebalan retina lebih besar daripada 1 disc area, apabila terdapat
pada area dalam jarak 1 disc diameter dari bagian tengah makula
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Fundus
2. Optical Coherence Tomography (OCT)
8. Terapi 1. CSME tanpa keterlibatan pusat makula, dengan ketajaman penglihatan
normal : dilakukan fotokoagulasi laser. Pemeriksaan OCT tidak dilakukan
2. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan normal
atau berkurang sedikit (>78 huruf) : dilakukan fotokoagulasi laser atau
observasi jika sumber kebocoran sangat dekat dengan fovea dan tidak
ada lesi yang dapat diterapi dengan laser. Pemeriksaan OCT belum perlu
dilakukan
3. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan 78-24
huruf, keadaan afakia, dan pemeriksaan OCT didapatkan ketebalan retina
sentral > 250 μm : dilakukan injeksi intravitreal anti-VEGF dengan, atau
tanpa laser. Pada mata yang tidak responsif dapat diberikan implant

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 54
fluocinolone intravitreal, namun ingatlah efek sampingnya
4. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan 78-24
huruf, keadaan pseudofakia, dan pemeriksaan OCT didapatkan ketebalan
retina sentral > 250 μm : dilakukan injeksi intravitreal anti-VEGF atau
triamcinolone dengan, atau tanpa laser tambahan. Pada mata yang tidak
responsif dapat dipertimbangkan implant fluocinolone intravitreal
5. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan < 24
huruf, keadaan pseudofakia, dan pemeriksaan OCT didapatkan ketebalan
retina sentral > 250 μm : observasi dapat dipertimbangkan, terutama jika
sudah berlangsung lama dan tidak ada respon
Terhadap terapi laser sebelumnya, atau jika mungkin terdapat iskemia
makula. Pertimbangkan injeksi intravitreal anti-VEGF atau steroid setelah
konsultasi yang cermat dan informed consent
3. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan < 24
huruf, dan pemeriksaan OCT didapatkan traksi vitreoretina :
pertimbangkan vitrektomi dengan, atau tanpa terapi injeksi intravitreal
anti-VEGF atau steroid tambahan
9. Edukasi 1. Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu kontrol glikemik dan faktor
sistemik lainnya secara optimal
2. Kontrol ulang :
 Setiap 3-4 bulan : setelah menjalani laser makula selama tidak ada
hal-hal tertentu yang membutuhkan follow up yang lebih sering
 Setiap bulan selama 1 tahun pertama : setelah menjalani terapi anti-
VEGF
Pengawasan tekanan intraokular secara berkala : setelah menjalani terapi
steroid intravitreal
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 2 hari
16. Kepustakaan AAO section 12 – Retina and vitreous

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 55
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

VITREO RETINA
ABLASIO RETINA
Lepasnya lapisan neurosensoris retina dari pigmen epitel retina
Klasifikasi Ablasio Retina :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen :
Pelepasan lapisan neurosensoris retina dari epitel pigmen retina dengan adanya cairan
subretina yang masuk lewat robekan retina
2. Ablasio Retina Non Rhegmatogen
 Traction Retinal Detachment :
1. Pengertian (Definisi) Pelepasan retina sensoris dari epitel pigmen retina oleh tarikan membran
vitreus atau proliferasi vitreoretina (PVR)
 Exudative Retinal Detachment :
Pengumpulan cairan disubretina akibat adanya kerusakan epitel pigmen terina atau
pembuluh darah retina sehingga cairan dapat masuk kedalam subretina. Keadaan ini bisa
terjadi pada proses inflamasi seperti penyakit Harada, neoplasma khoroid, hipertensi, dan
ARMD
1. Ablasio Retina Rhegmatogen :
Mata tenang dengan penglihatan menurun, seperti tertutup tirai, yang umumnya
diawali floaters dan, atau fotopsia
2. Ablasio Retina Non Rhegmatogen
 Tractional Retinal Detachment :
2. Anamnesa Mata tenang dengan penglihatan menurun
 Exudative Retinal Detachment :
3. Mata tenang dengan penglihatan menurun, seperti tertutup tirai dimana daerah yang
mengalami tertutup tirai dapat berpindah-pindah. Tidak ditemukan floaters atau
fotopsia
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Tonometri
4. Pemeriksaan Fisik 3. Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi :
 Oftalmologi direk
Oftalmologi indirek
5. Kriteria Diagnosis Klasifikasi Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen Simpel, ditemukan :
2. Ablasio Retina Rhegmatogen dengan Proliferative Vitreo Retinopathy (PVR)
Klasifikasi Ablasio Retina Non Rhegmatogen :
1. Tractional Retinal Detacment
2. Exudative Retinal Detachment
6. Diagnosis Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen Simpel, ditemukan :
 Schafer sign “ tobacco dust appearance “ pada vitreus
 Robekan retina atau “ retinal break “ pada 90 – 95 % kasus

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 56
 Retina terangkat, berundulasi atau ada lipatan (retinal folds)
 Tanda–tanda khusus : garis demarkasi
 Subretinal fluid (SRF) jernih, bila sudah lama, kuning
 Tekanan intraokular menurun
2. Ablasio Retina Rhegmatogen dengan Proliferative Vitreo Retinopathy (PVR)
Dinilai berdasarkan klasifikasi tahun 1991 dengan gambaran-gambaran sebagai
berikut :
 Grade A : Kekeruhan vitreus, bercak-bercak pigmen vitreus serta pigmen-pigmen
di bagian inferior retina
 Grade B : Pengerutan permukaan dalam retina, pengkakuan retina, menjadi kaku
peningkatan turtositas pembuluh darah, pinggiran robekan retina lingkar,
berkurangnya mobilitas vitreus
 CP 1 – 12 : Bagian posterior dari ekuator, terlipatnya seluruh tebal retina, fokal,
difus maupun sirkumferensial, subretina strands
 CA 1 – 12 : Bagian anterior dari ekuator, terlipatnya seluruh tebal retina, fokal,
difus maupun sirkumferensial, subretinal strands
 Dinyatakan dalam luas daerah terkena berdasarkan jam (clock hours) atau
jumlah kwadran
Ablasio Retina Non Rhegmatogen :
1. Traction Retinal Detachment, ditemukan :
 Membran vitreus dan jaringan proliferasi vitreoretina (PVR)
 Retina tidak bergerak
 Retina yang terlepas konkaf kearah anterior dan jarang mencapai ora serrata
 Kadang-kadang disertai ablasio retina rhegmatogen
2. Exudative Retinal Detachment, ditemukan :
 Retina menggelembung dengan permulaan rata
 Shifting fluid
Tidak ditemukan robekan retina
7. Diagnosis Banding
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Fundus
2. Ultrasonografi mata, bila media keruh
9. Terapi Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Non bedah :
 Bedrest
 Positioning pasien
2. Bedah : dilakukan dalam anestesi umum atau lokal
 Pneumatic retinopexy
Penyuntikan gas SF6 atau C3F8 murni ke dalam rongga vitreus yang diikuti
dengan retinopexy pada daerah robekan di retina
 Scleral buckling
Menempatkan band sebanyak 3600 dan tire pada daerah yang terdapat robekan
retina. Tindakan ini dapat diikuti oleh penyuntikan gas SF6 atau C3F8 murni ke
dalam rongga vitreus serta diikuti dengan pemberian terapi cryo
 Vitrektomi pars plana
Vitrektomi secara umum adalah tindakan membersihkan vitreus dari rongga
vitreus. Tindakan vitrektomi ini memungkinkan pembebasan retina dari traksi
vitreoretina dan kekeruhan vitreus, drainase cairan subretina secara internal,
dan berbagai prosedur vitreoretina lain, termasuk membrane peeling, injeksi
cairan perfluorokarbon dan silicone oil, serta retinopexy secara langsung pada
retina (endolaser). Tindakan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa kombinasi
pemasangan band 3600. Pada vitrektomi untuk ablasio retina, umumnya diikuti
oleh pemberian tamponade internal silicone oil atau gas SF6 atau C3F8 serta
aplikasi endolaser
Ablasio Retina Non Rhegmatogen :
1. Traction Retinal Detachment :
 Pada PDR :
Fotokoagulasi laser sebelum Scleral Buckling dan Vitrektomi dengan membrane
peeling
 Dengan ablasio retina rhegmatogen :
Operasi Scleral Buckling dan vitrektomi dengan membrane peeling dan gas
2. Exudative Retinal Detachment :
Pasien ditatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasari terjadinya exudative
retinal detachment
10. Edukasi Pasca bedah :
1. Monitor tekanan intraokular
2. Positioning pasien sesuai dengan letak robekan retina
3. Pemberian antibiotika topikal dan kortikosteroid topikal selama 1-2 bulan
4. Pemberian midriatikum atau siklopegik selama 2 minggu – 1 bulan
5. Pemeriksaan lanjut berkala pascaoperasi
 Bulan ke 1 : tiap 1 minggu
 Bulan ke 2 : tiap 2 minggu
 Bulan ke 3 – 6 : tiap 1 bulan
 Bulan ke 6 sampai 1 tahun : tiap 2 bulan
11. Prognosis Dubia
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. Penelaah Kritis
15. Indikator Medis
16. Lama Rawat 2-3 hari
17. Kepustakaan AAO section 12 – Retina and vitreous

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 57
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

VITREO RETINA
MAKULOPATI DIABETIKA
Edema retina yang mengancam atau melibatkan makula, yang merupakan
1. Pengertian (Definisi) konsekuensi visual dari permeabilitas vaskular yang abnormal pada
retinopati diabetika
1. Mata tenang dengan tajam penglihatan menurun
2. Anamnesa
2. Dapat juga asimptomatik dan memiliki tajam penglihatan yang normal
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Tonometri
3. Pemeriksaan Fisik 3. Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi :
 Oftalmologi direk
 Oftalmologi indirek
4. Kriteria Diagnosis Penebalan retina akibat edema makula diabetika dapat terjadi secara lokal
maupun difus
Klasifikasi (Clinically Significant Macular Edema (CSME) menurut ETDRS :
1. Penebalan retina yang terletak pada bagian tengah makula atau dalam
jarak 500 μm dari tengah makula
5. Diagnosis 2. Eksudat keras pada atau dalam jarak 500 μm dari bagian tengah makula
apabila terdapat penebalan retina di sekitarnya
3. Zona penebalan retina lebih besar daripada 1 disc area, apabila terdapat
pada area dalam jarak 1 disc diameter dari bagian tengah makula
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. Foto Fundus
Penunjang 2. Optical Coherence Tomography (OCT)
8. Terapi 1. CSME tanpa keterlibatan pusat makula, dengan ketajaman penglihatan
normal : dilakukan fotokoagulasi laser. Pemeriksaan OCT tidak dilakukan
2. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan normal
atau berkurang sedikit (>78 huruf) : dilakukan fotokoagulasi laser atau
observasi jika sumber kebocoran sangat dekat dengan fovea dan tidak ada
lesi yang dapat diterapi dengan laser. Pemeriksaan OCT belum perlu
dilakukan
3. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan 78-24
huruf, keadaan afakia, dan pemeriksaan OCT didapatkan ketebalan retina
sentral > 250 μm : dilakukan injeksi intravitreal anti-VEGF dengan, atau
tanpa laser. Pada mata yang tidak responsif dapat diberikan implant
fluocinolone intravitreal, namun ingatlah efek sampingnya
4. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan 78-24

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 58
huruf, keadaan pseudofakia, dan pemeriksaan OCT didapatkan ketebalan
retina sentral > 250 μm : dilakukan injeksi intravitreal anti-VEGF atau
triamcinolone dengan, atau tanpa laser tambahan. Pada mata yang tidak
responsif dapat dipertimbangkan implant fluocinolone intravitreal
5. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan < 24
huruf, keadaan pseudofakia, dan pemeriksaan OCT didapatkan ketebalan
retina sentral > 250 μm : observasi dapat dipertimbangkan, terutama jika
sudah berlangsung lama dan tidak ada respon
Terhadap terapi laser sebelumnya, atau jika mungkin terdapat iskemia
makula. Pertimbangkan injeksi intravitreal anti-VEGF atau steroid setelah
konsultasi yang cermat dan informed consent
6. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman penglihatan < 24
huruf, dan pemeriksaan OCT didapatkan traksi vitreoretina :
pertimbangkan vitrektomi dengan, atau tanpa terapi injeksi intravitreal
anti-VEGF atau steroid tambahan
9. Edukasi 1. Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu kontrol glikemik dan faktor
sistemik lainnya secara optimal
2. Kontrol ulang :
 Setiap 3-4 bulan : setelah menjalani laser makula selama tidak ada
hal-hal tertentu yang membutuhkan follow up yang lebih sering
 Setiap bulan selama 1 tahun pertama : setelah menjalani terapi anti-
VEGF
Pengawasan tekanan intraokular secara berkala : setelah menjalani terapi
steroid intravitreal
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat 2 hari
16. Kepustakaan AAO section 12 – Retina and vitreous

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 59
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI
Neuritis Optik tipikal ( ICD 10. H.46 )
peradangan pada nervus optikus yang berhubungan dengan proses demyelinasi primer
1. Pengertian (Definisi)
pada nervus optikus
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu atau dua mata
2. Anamnesa 2. Nyeri pada pergerakan bola mata
3. Tidak ada gejala neurologi lainnya
1. Pemeriksaan oftalmologi umum
3. Pemeriksaan Fisik 2. Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras
3. Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (dari 6/6 sampai Nol)
2. Penurunan persepsi warna dan kontras yang bervariasi
3. RAPD (+) pada mata yang terkena
4. Kelainan lapang pandang (yang tersering adalah skotoma sentral)
5. Papil Nervus II
a. Dua pertiga pasien akan tampak normal
b. Sepertiga akan menunjukkan gambaran edema papil yang ringan sampai moderat
6. Tidak ada gambaran eksudat keras maupun cotton wool spot

5. Diagnosis Neuritis Optik tipikal


6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan MRI pada kasus yang berulang
2. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, CRP, ESR, Renal fungsi test, Liver Enzym,
Creatin kinase, Glukosa, Partial tromboplastin time, ANA.
3. Pemeriksaan Visual Evoked Potensial (VEP)s
4. Pemeriksaan Lumbal Pungsi untuk menyingkirkan diagnosis banding
8. Terapi - Pemberian kortikosteroid setelah sebelumnya dilakukan konsultasi dengan spesialis
penyakit dalam dan spesialis anak sesuai dengan usia pasien untuk kontraindikasi
pemberian.
- Pengobatan dengan steroid mulai di tapering off setelah tajam penglihatan pasien
menetap selama 2 minggu.
9. Edukasi - Kontrol berkala
- Evaluasi funduskopi
- Evaluasi lapang pandangan
- Kontrol penyakit sistemik
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroophthalmology,2008

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 60
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide,
2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6 th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. Selected Systemic Conditions with Neuro-Ophthalmic Signs.
Neuroophthalmology. Sec. 5th. American Academy Ophthalmology. 2010:p.320-323
5. Ehlers, J P. et al. Neuro-Ophthalmology. The Wills Eye Manual. 5th edition. William &
Wilkins.2009:p.250-252.

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI
Neuritis Optik Atipikal ( ICD 10. H.46 )
peradangan pada nervus optikus yang berhubungan dengan proses demyelinasi
1. Pengertian (Definisi)
primer pada nervus optikus
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu atau dua mata
2. Anamnesa 2. nyeri pada pergerakan bola mata
3. Tidak ada gejala neurologi lainnya
1. Pemeriksaan oftalmologi umum
3. Pemeriksaan Fisik 2. Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras
3. Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (dari 6/6 sampai Nol)
2. Penurunan persepsi warna : defisit warna merah dan hijau
3. Penurunan kontras sensitifitas
4. RAPD (+) pada mata yang terkena
5. Kelainan lapang pandangan (yang tersering adalah skotoma sentral)
6. Papil Nervus II dapat normal, edema maupun pucatDapat ditemukan
adanya kelainan lain pada mata seperti vitritis, vaskulitis retina dan macula
star
5. Diagnosis Neuritis Optik Atipikal
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan perkiraan penyebab
8. Terapi Ditujukan pada infeksi yang mendasari
9. Edukasi - Kontrol berkala
- Evaluasi funduskopi
- Evaluasi lapang pandangan
- Kontrol penyakit sistemik
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Rawat

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 61
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology,2008.
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The
Neurophthalmology, Survival Guide, 2007.
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. Selected Systemic Conditions with Neuro-Ophthalmic
Signs. Neuroophthalmology. Sec. 5th. AmericanAcademy Ophthalmology.
2010:p.320-323
5. 5. Ehlers, J P. et al. Neuro-Ophthalmology. The Wills Eye Manual. 5th edition.
William & Wilkins.2009:p.250-252.

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI
Non Arteritis Anterior Iskemik Optik Neuropati (NAION) ( ICD 10. H.47.0 )
penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu mata pada usia > 40 tahun yang
1. Pengertian (Definisi)
disebabkan oleh penurunan perfusi pada nervus optikus
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu mata tanpa disertai rasa
nyeri pada pergerakan.
2. Anamnesa
2. Riwayat Hipertensi, hiperkolesterolemi, diabetes atau hiperkoagulasi (dapat
ditemui maupun tidak)
1. Pemeriksaan oftalmologi Umum
3. Pemeriksaan Fisik 2. Pemeriksaan warna.
3. Pemeriksaan lapang pandangan
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu mata tanpa disertai rasa
nyeri pada pergerakan.
2. RAPD (+) pada mata yang terkena
4. Kriteria Diagnosis 3. Edema papil yang seringkali segmental dan disertai perdarahan peripapil.
4 .Gangguan lapang pandang : mayoritas skotoma altitudinal, 25% skotoma sentral
5. Tidak ditemukan adanya gejala polymyalgia atau Giant cellarteritik
5. Diagnosis Non Arteritis Anterior iskemik Optik Neurophaty
6. Diagnosis Banding  Optikus Neuritis
 AAION
 Compressive optikus nerve tumor
 CRVO
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
 ESR
 Homeostasis
 Profil lipid
Gula darah
8. Terapi Tata Laksana ditujukan pada penyakit yang mendasari
9. Edukasi Kontrol penyakit yang mendasari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 62
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
6. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology,2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The Neurophthalmology, Survival
Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6 th
ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. Sec. 5th. American Academy Ophthalmology. 2010:p.323-328
5. Ehlers, J P. et al. Neuro-Ophthalmology. The Wills Eye Manual. 5th edition.
William & Wilkins.2009:p.250-252

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI
Traumatik Optik Neuropati ( ICD 10.H.47.0 )
Kerusakan saraf optik akibat trauma pada kepala, mata atau bola mata. dapat
1. Pengertian (Definisi)
terjadi secara langsung, tidak langsung atau akibat proses kompresi.
Penurunan tajam penglihatan mendadak dan sering berat pada satu mata atau
2. Anamnesa dua mata setelah trauma pada kepala atau mata
1. Pemeriksaan oftalmologi Umum
3. Pemeriksaan Fisik
2. Pemeriksaan Lapang pandangan
1. Buram mendadak setelah trauma kepala ataupun mata
2. Umumnya unilateral
3. Diplopia bisa ada ataupun tidak ada
4. RAPD (+) pada mata yang terkena
4. Kriteria Diagnosis
5. Papil nervus optikus umumnya normal pada keadaan awal kemudian memucat
setelah 4 - 8 minggu
6. Dapat ditemukan adanya gangguan pergerakan
7. Terdapat gangguan lapang pandangan
5. Diagnosis Traumatik Optik Neuropati
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan CT Scan/MRI orbita
8. Terapi 1. Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan sendirinya
2. Tatalaksana meliputi observasi, pemberian kortikosteroid, operasi bila
memungkinkan ( orbital decompression atau orbital canal decompression ) .
3. Neuroprotektif agent
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 63
15. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology,2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The Neurophthalmology, Survival
Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6 th
ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. Selected Systemic Conditions with Neuro-Ophthalmic Signs.
Neuroophthalmology. Sec. 5th. American Academy Ophthalmology. 2012.
5. Ehlers, J P. et al. The Wills Eye Manual. 5th edition. William & Wilkins.

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI
Papil Edema ( ICD 10. H.47.1 )
Edema pada kedua nervus optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
1. Pengertian (Definisi) intakranial oleh karena terdapatnya SOL atau hidrosefalus yang dapat
dibuktikan pada pemeriksaan neuroimaging.
1. Dapat ditemukan gejala neurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus
pulsatile, non spesifik paraestesia, mual, muntah dan gejala lain yang
berhubungan dengan penyebabnya.
2. Anamnesa
2. Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration
3. Fotopsia
4. Diplopia
1. Pemeriksaan Oftalmologi Umum
3. Pemeriksaan Fisik 2. Pemeriksaan Warna
3. Pemeriksaan Lapang pandang
1. Dapat ditemukan gejala neurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus
pulsatile, non spesifik paraestesia, mual, muntah dan gejala lain yang
berhubungan dengan penyebabnya.
2. Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration
3. Fotopsia
4. Kriteria Diagnosis
4. Terkadang dapat ditemukan adanya diplopia yang disebabkanoleh parese
N.III, IV atau VI karena peningkatan tekanan intracranial
5. Tajam penglihatan dapat normal atau menurun
6. Presepsi warna dapat normal ataupun menurun
7. Gangguan lapang pandangan
5. Diagnosis Papil edema
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan neuroimaging (CT Scan/MRI brain)
8. Terapi Ditujukan pada penyebabnya
9. Edukasi

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 64
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology,2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The Neurophthalmology,
Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6 th
ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. Selected Systemic Conditions with Neuro-Ophthalmic
Signs. Neuroophthalmology. Sec. 5th. American Academy Ophthalmology.
2012.
5. Ehlers, J P. et al. The Wills Eye Manual. 5th edition. William & Wilkins.

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI

GRAVES OFTALMOPATI ( ICD 10.E.05 )


Inflamasi Subakut atau kronik pada otot ekstraokular atau jaringan lunak orbita
1. Pengertian (Definisi)
lainnya yang berhubungan dengan reaksi autoimun terhadap kelenjar tiroid
Ditemukan adanya hipertiroid atau hipotiroid namun pada beberapa pasien dapat
2. Anamnesa
ditemukan eutiroid
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan oftalmologi umum
2. Pemeriksaan fungsi kelopak mata
3. Pemeriksaan Hertel
4. Pemeriksaan Lapang pandangan
1. Ditemukan adanya hipertiroid atau hipotiroid namun pada beberapa pasien
dapat ditemukan eutiroid
4. Kriteria Diagnosis 2. Pada pemeriksaan dapat ditemukan lid retraction, lid lag, lagoftalmus,
exoftalmus, gangguan gerak bola mata, diplopia, oftalmoplegi, dan pembesaran
otot ekstra
5. Diagnosis Graves Ophthalmopaty
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaaan laboratorium, untuk kadar hormon tiroid
2. Foto polos orbita
3. CT Scan Orbita
8. Terapi  Tatalaksana dilakukan bersama dengan dokter spesialis penyakit dalam
 Bila ditemukan adanya lagotalmus dapat diberikan artifisial tears untuk siang
hari dan salep mata untuk malam hari untuk mencegah kekeringan kornea
 Kortikosteroid dapat diberikan pada keadaan:
1. Gangguan fungsi nervus optikus
2. Diplopia akut
3. Exoftalmus berat
4. Tanda-tanda kongesti akut

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 65
 Dapat dilakukan dekompresi orbita apabila ditemukan adanya kompresi
nervus optikus
9. Edukasi Kontrol penyakit yang mendasari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology,2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The Neurophthalmology, Survival
Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6 th
ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. Selected Systemic Conditions with Neuro-Ophthalmic Signs.
Neuroophthalmology. Sec. 5th. American Academy Ophthalmology. 2012.
5. Ehlers, J P. et al. The Wills Eye Manual. 5th edition. William & Wilkins.

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI
Methanol Toxic Optic Neuropathy ( ICD 10.G.62.31 )
Suatu keadaan penurunan visus dan gangguan N. Optikus diakibatkan
1. Pengertian (Definisi)
terdapatnya metanol di dalam pembuluh darah
1. Riwayat minum alkohol (methanol)
2. Penurunan visus
2. Anamnesa 3. Sakit kepala
4. Mual/Muntah
5. Sakit perut
1. Pemeriksaan Oftalmologi umum
2. Pemeriksaan sensitivitas warna
3. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan sensitivitas kontras
4. Pemeriksaan Lapang pandangan
1. Riwayat minum alkohol
2. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi bersifatbilateral,
simetris, tidak nyeri, gradual dan progresif.
3. Penurunan persepsi warna dan kontras yang bervariasi
4. RAPD pada mata yang terkena (bisa ada atau tidak)
5. Kriteria Diagnosis
5. Kelainan lapang pandangan
6. Papil syaraf optikus menunjukkan gambaran edema papilyang
ringan sampai moderat tanpa gambaran eksudat kerasmaupun
cotton wool spot
7. Asidosis Metabolik
8. Diagnosis Methanol Toxic Optic Neuropathy
9. Diagnosis Banding

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 66
10. Pemeriksaan Penunjang 1. Analisa gas darah
2. Pemeriksaan laboratorium
11. Terapi Ada 4 tujuan utama :
1. Menghambat alkohol dehidrogenase untuk mencegah
pembentukan metabolik toksis
2. Koreksi asidosis dengan bikarbonat, pemberian etil alkohol IV
3. Penggunaan kofaktor enzim spesifik seperti asam folat, thiamin,
piridoksin untuk memodifikasi deleterious metabolik pathways
4. Pengeluaran toksin dan metabolit dengan hemodialisis
Kriteria Memulai Terapi
1. Plasma metanol > 20 mg
2. Riwayat konsumsi atau keracunan metanol dan osmolar gap > 10
mosm/L
3. Diduga konsumsi alkohol dengan paling sedikit 2 diantara :
1. PH arterial 7,3
2. Serum bikarbonat < 20 mosm /L
3. Osmolar gap > 10 mosm/L
Hemodialisa
Hemodialisis urgent :
1. Asidosis signifikan pH < 7,2 dengan terapi unresponsif
2. Penurunan vital sign meskipun telah dilakukan terapi intensif
3. Gagal ginjal
4. Inbalans elektrolit yang berat
5. Visus atau funduskopi abnormal
Konsentrasi serum metanol > 50 mg/dl atau > 30 gr
12. Edukasi 1. Antisipasi dengan penyimpanan obat yang berbahaya
2. Motivasi bagi yang ketergantungan
3. Merujuk ketempat ketergantungan obat.
13. Prognosis Ad Vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
14. Tingkat Evidens I/II/III
15. Tingkat Rekomendasi A/B/C
16. Penelaah Kritis
17. Indikator Medis
18. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology,2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The
Neurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-
Hoyt, 6th ed/2005
4. Diany Y, Methanol Toxic Optikus Neurophathy. Airlangga
University . Divisi Neuroophthalmology,2011

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 67
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

NEUROOFTALMOLOGI

Ocular Myasthenia Gravis ( ICD 10.G.70.01 )


Penyakit autoimun yang mengenai neuromuscular junction yang menyebabkan kelemahan pada
1. Pengertian (Definisi)
otot-otot bola mata
2. Anamnesa Kelemahan otot-otot semakin memburuk pada sore hari dan membaik dengan istirahat
1. Pemeriksaan oftalmologi umum
3. Pemeriksaan Fisik 2. Pemeriksaan Gerak bola mata
3. Pemeriksaan Fungsi kelopak mata
1. Ptosis
- Unilateral, bilateral, atau alternating
- Pada yang bilateral dapat simetris maupun tidak
- Onsetnya gradual atau intermiten
- Bervariasi dari hari ke hari
- Umumnya lebih berat pada sore hari atau saat kelelahan
- Dapat membaik setelah beristirahat
4. Kriteria Diagnosis
2. Diplopia
- Horisontal, vertikal, atau oblik
- Keparahan diplopia bervariasi dari hari ke hari dan dalam satu hari
- Umumnya lebih berat pada sore hari dan saat lelah
- Dapat membaik setelah beristirahat
3. Kelainan sistemik (pada general miasthenia gravis)
4. Kelemahan pada otot tubuh lainnya
5. Diagnosis Myastenia gravis
6. Diagnosis Banding 1. Eaton-Lambert Syndrome
2. Third nerve Palsy
3. Horner Syndrome
4. Thyroid Related Orbitopathy
5. Orbital Inflamatory Pseudotumor
6. Myotonic Dystrophy
7. Pemeriksaan Penunjang 1 Ice pack test

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 68
2 Sleep test
3 Tensilon test
4 Pemeriksaan Serum Assays untuk anti-asetilkoline reseptor antibodi atau anti muscle
spesifik kinase (MuSk)
5 Electromyografi
6 CT Scan thorax (untuk deteksi Thymoma)
8. Terapi 1. Asetilkolinesterase-inhibitor (mestinon)
2. Kortikosteroid
3. Imunosupresan
4. Thymectomy (bila ada thymoma)
5. Edukasi Kontrol berkala
6. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/bonam
7. Tingkat Evidens I/II/III
8. Tingkat Rekomendasi A/B/C
9. Penelaah Kritis
10. Indikator Medis
11. Kepustakaan  Liesegang,G. Et all. Selected Systemic Conditions with Neuro-Ophthalmic Signs.
Neuroophthalmology. Sec. 5th. American Academy Ophthalmology. 2012:p 328-331
 Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroophthalmology,2008
 Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide, 2007
 Neil R Miller, Nancy J Newman; Clinical Neuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6 th ed/2005
 Ehlers, J P. et al. The Wills Eye Manual. 5th edition. William & Wilkins.

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED - UVEA
Corpus alienum
Corpus alienum : benda asing yang masuk pada mata dan menyebabkna
1. Pengertian (Definisi)
reaksi radang
Mata merah, berair dan mempunyai riwayat kelilipan, terasa masuk
2. Anamnesa sesuatu pada mata, sering terjadi pada pasien yang pekerjaannya
tukang las
1. Pemeriksaan visus dengan menggunakan kartu snellen atau chart
projector dengan koreksi terbaik sertan menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan TIO dengan tonometer non kontak
3. Pemeriksaan Fisik 3. Fluorescein test
4. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp
5. Dilakukan pemeriksaan kelopak mata superior dengan melakukan
eversi
4. Kriteria Diagnosis Terlihat adanya korpus alienum menempel pada kornea
5. Diagnosis Corpus alienum
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi 1. Ekstraksi korpus alienum dengan menggunakan anestesi topical
2. Bebat tekan selama 8 jam
3. Antibiotic topical dan pemberian air mata buatan setelah bebat
tekan dibuka
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 69
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3. Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED - UVEA
Dry eye syndrome
Dry eye syndrome : Kelompok kelainan pada mata akibat produksi air mata
berkurang atau evaporasi air mata berlebihan yang berhubungan dengan
1. Pengertian (Definisi)
ketidaknyamanan mata dengan atau tanpa gejala gangguan penglihatan dan
dapat menyebabkan kelainan pada permukaan bola mata.
Iritasi, berair, pedas, perih, sensasi benda asing, gatal ringan, fotofobia,
penglihatan buram, intoleransi terhadap lensa kontak, mata merah, secret
2. Anamnesa
mucous, frekuensi mengedip meningkat, fluktuasi diurnal dimana gejala
semakin sakit pada sore atau malam hari
1. anamnesis : riwayat pemakaian obat-obatan mata sebelumnya, penggunaan
lensa kontak, konjungtivitis alergi, kelainan pada permukaan bola mata,
pembedahan mata sebelumnya, bell’s palsy, pajanan asap rokok, kebersihan
kelopak dan wajah, atopi, menopause, inflamasi sistemik, trauma, infeksi virus
kronis, radiasi orbit, kelainan neurologis, mulut kering, gigi berlubang,
sariawan
2. pemeriksaan visus dengan snellen chart dengan koreksi terbaik dengan
3. Pemeriksaan Fisik menggunakan pinhole
3. pemeriksaan TIO dengan tonometers non kontak
4. pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior, melihat tanda kering,
defisiensi air mata, peningkatan evaporasi, dan melihat adanya iritasi okular
lainnya
5. pemeriksaan eksternal pada kulit, kelopak mata, adneksa, proptosis, fungsi
saraf kranialis
6. Schirmer test, break up time, ferning test, uji sensibilitas kornea
4. Kriteria Diagnosis tanda kering, defisiensi air mata, peningkatan evaporasi, dan melihat adanya
iritasi okular lainnya
5. Diagnosis DRY EYE SYNDROME

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 70
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan lab pada pasien yang dcurigai ada kelainan imunologis,
konsultasi departemen lain seperti penyakit dalam, neurologi, gigi mulut.
8. Terapi 1. edukasi dan modifikasi lingkungan
2. menghilangkan penyebab seperti obat-obatan topical atau sistemik
3. subtitusi defisiensi dengna pemberian air mata buatan
4. terapi kelopak mata (higine kelopak mata dan kompres hangat)
5. terapi faktor-faktor yang mengkontribusi seperti blefaritis, atau meibomitis
6. perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tarsorafi bila dry eye berat
7. konsul ke subdivisi rekonstruksi bila terdapat malformitas pada kelopak
mata, dan departemen lain bila terdapat kelainan sistemik
9. Edukasi 1.Jenis Penyakit dan perkembangannya
2.Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3.Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Erosi kornea
Erosi kornea : Erosi pada lapisan epitel kornea yang disebabkan karena
17. Pengertian (Definisi)
benda asing ataupun trauma
18. Anamnesa Berair, pandangan kabur, sensasi benda asing, fotofobia
1. pemeriksaan visus dengan snellen chart dengan koreksi terbaik
dengan menggunakan pinhole
19. Pemeriksaan Fisik 2. pemeriksaan TIO dengan tonometers non kontak
3. fluorescein test
4. pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
20. Kriteria Diagnosis Tampak fluorescein test (+) pada kornea
21. Diagnosis Erosi kornea
22. Diagnosis Banding
23. Pemeriksaan Penunjang
24. Terapi Tatalaksana :
1. bebat tekan selama 8 jam
2. antibiotic topical dan air mata buatan
3. mencari penyebab
25. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3. Follow up dan kepatuhan pasien
26. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :Dubia ad bonam

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 71
27. Tingkat Evidens
28. Tingkat Rekomendasi
29. Penelaah Kritis
30. Indikator Medis Penurunan visus
31. Lama Perawatan
32. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Hordeolum
Hordeolum : radang akut pada kelenjar
1. Pengertian (Definisi)
(meibom atau zeiss moll)
Benjolan pada kelopak mata, rasa mengganjal pada mata, edema dan
2. Anamnesa
nyeri pada kelopak mata (daerah sekitar benjolan)
1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan
koreksi terbaik dan menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan TIO dengan tonomoter non kontak
3. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp
4. Dilakukan pemeriksaan pada palpebra superior dengan melakukan
eversi kelopak mata
4. Kriteria Diagnosis Benjolan berbatas tegas, dalam palpebra superior dengan/atau palpebra
inferior yang berisi pus, dengan disertai tanda-tanda radang. Dapat
berulang dan disertai komplikasi konjungtivitis, blefaritis, ataupun
5. Diagnosis Hordeolum
6. Diagnosis Banding Kalazion
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi 1. Pemberian antibiotic topical dalam bentuk salep mata
2. Dilakukan insisi dan kuretase pada hordeolum dengan anestesi lokal
9. Edukasi  Jenis Penyakit dan perkembangannya
 Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
 Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 72
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama Perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED - UVEA
Keratitis
Keratitis : Peradangan pada lapisan kornea (bisa terbatas pada epitel saja
1. Pengertian (Definisi)
atau sampai ke stroma)
2. Anamnesa Keluhan utama: Mata merah, silau, penglihatan kabur
1. Visus turun
2. TIO normal
3.pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluorescein test
3. Pemeriksaan Fisik
4.Slit lamp untuk melihat segmen anterior
Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
4. Kriteria Diagnosis 1. Injeksi silier
2. Fluorescein test (+)
3. Sensibilitas meningkat bila disebabkan jamur
4. Infiltrat (+)
5. Diagnosis Keratitis
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi 1. obat anti topical sesuai dengan gambaran klinis, misalnya antiviral
topical bila didiagnosa dengan infeksi virus
2. hentikan obat bila disebabkan oleh iatrogenic (toksik) dan berikan air
mata buatan.
3. berikan kortikosteroid topical bila tidak ada kontraindikasi dan
antiviral oral bila didiagnosa sebagai keratitis stromal virus
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3. Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 73
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis Penurunan visus


15. Lama Perawatan 21 Hari
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG


dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj NIP. 19860208 201408 1 001
NIP.19750601 200903 1 004
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED - UVEA
Konjungtivitis
Konjungtivitis : Peradangan pada konjungtiva yang dapat disebabkan oleh virus,
1. Pengertian (Definisi)
bakteri, reaksi alergi, reaksi toksik, trauma/iritasi.
Keluhan utama: Mata merah, silau, kotoran mata (+), berair-air, rasa mengganjal
2. Anamnesa
(sensasi benda asing)
1. Visus normal
2. TIO normal
3. pemeriksaan fluorescein test
4. Slit lamp untuk melihat segmen anterior
5.lakukan eversi untuk melihat konjungtiva tarsal da melihat ada tidaknya papil, cobble
stone, sikatrik, granuloma,pseudomembran, atau membrane
3. Pemeriksaan Fisik
6. pada konjungtiva bulbi umumnya ditemukan injeksi konjungtiva tanpa injeksi siliar,
serta melihat ada tidaknya flikten
7.secret dilihat berdasarkan bentuk dan kosistensinya bila ditemukan infiltrate kornea
maka didiagnosis sebagai keratokonjungtivitis
8.Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect ophtalmoscope) untuk
pemeriksaan segmen posterior
4. Kriteria Diagnosis 1. Injeksi konjungtiva, kemosis konjungtiva
2. Fluorescein test (-)
3. sekret (+) bila disebabkan bakteri
5. Diagnosis Konjungtivitis
6.Diagnosis Banding
7.Pemeriksaan Penunjang 1. pewarnaan gram dan kultur agar darah
2. cari faktor-faktor predisposisi sistemik (diabetes mellitus atau immunocomprimised)
atau lokal (dry eye, disfungsi kelenjar meibom, atau obstruksi duktus nasolakrimal)
3. pemeriksaan schirmer, break-up time, ferning, anel test, bila dicurigai adanya
predisposisi local
8.Terapi 1.terapi sesuai penyebab
2. virus : kortikosteroid topical (kombinasi dengan antibiotic), dan air mata buatan,
bakteri : antibiotika topical, bila alergi : mast cell stabilizer, air mata buatan,

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 74
antihistamin topical atau sistemik, kortikosteroid topical hanya pada keadaan akut dan
perlu diwaspadai efek sampingnya
3.bila ditemukan pseudomembran dilakukan membrane peeling
4.bila ditemukan trikiasis  epilasi, enteropion, ekteropion
(konsul divisi rekonstruksi mata)
9.Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3. Follow up dan kepatuhan pasien
10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11.Tingkat Evidens
12.Tingkat Rekomendasi
13.Penelaah Kritis
14.Indikator Medis Penurunan visus
15.Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED - UVEA
Litiasis
Litiasis : bintik kekuningan yang berisi lipid dan menempel pada
1. Pengertian (Definisi)
konjungtiva tarsalis superior atau inferior atau keduanya.
2. Anamnesa Keluhan utama: rasa mengganjal pada mata
1. pemeriksaan visus dengan mengguanakan kartu snellen atau chart
projector dengan koreksi terbaik dan menggunakan pinhole
2. lakukan pemeriksaan slit lamp untuk melihat segemen anterior
3. Pemeriksaan Fisik
3. lakukan eversi pada palpebra superior untuk melihat ada tidaknya
litiasis
4. bila ada komplikasi konjungtivitis terapi sesuai protab konjungtivitis
2. Kriteria Diagnosis 1. terlihat litiasis pada konjungtiva tarsalis superior atau inferior atau
keduanya
3. Diagnosis Litiasis
4. Diagnosis Banding
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Terapi 1. ekstraksi litiasis
2. berikan salep mata antibiotic topical
7. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3. Follow up dan kepatuhan pasien
8. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :Dubia ad bonam
9. Tingkat Evidens
10. Tingkat Rekomendasi
11. Penelaah Kritis
12. Indikator Medis Penurunan visus

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 75
13. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED - UVEA
TRAUMA KIMIA BOLA MATA
Trauma akibat bahan kimia yang mengenai mata dapat berupa bahan cair, padat
atau gas. Bahan kimia dapat dibedakan menjadi asam, yaitu bahan yang memilki
1. Pengertian (Definisi) tingkat keasaman (pH) kurang dari tujuh yang menyebabkan proses koagulasi.
Jenis bahan kimia basa memiliki tingkat pH lebih dari tujuh dan menyebabkan
reaksi penyabunan.
2. Anamnesa Riwayat mata terkena zat kimia, nyeri, mata merah, penglihatan menurun
1. Anamnesis jenis bahan kimia penyebab, waktu dan lama kontak sampai
tindakan pembilasan, lamanya irigasi yang telah dilakukan, tempat kejadian
(rumah tangga, pekerjaan, kriminal)
2. Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart dengan koreksi terbaik
dan menggunakan pinhole
3. Tekanan intraokular diukur dengan tonometers aplanasi atau schiotz jika
3. Pemeriksaan Fisik
kornea intak, jika terdapat defek pada kornea, tekanan bola mata diperiksa
dengan tekanan palpasi
4. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
5. Pemeriksaan segmen posterior bila memungkinkan
6. Kertas lakmus untuk mengetahui PH bahan kimia
7. USG bila segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis jenis bahan kimia penyebab, waktu dan lama kontak sampai
tindakan pembilasan, lamanya irigasi yang telah dilakukan, tempat kejadian
(rumah tangga, pekerjaan, kriminal)
2. Pemeriksaan slit lamp untuk menentukan gradasi tingkat keparahan. Gradasi
klinis berdasarkan kerusakan stemcell limbus (hughes):
 Derajat I: iskemia limbus yang minimal atau tidak ada
 Derajat II: iskemia kurang dari 2 kuadran limbus
 Derajat III: iskemia kurang dari 3 kuadran limbus
 Derajat IV: Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel
konjungtiva dan bilik mata depan
3. PH bahan kimia

5. Diagnosis TRAUMA KIMIA BOLA MATA


6. Diagnosis Banding

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 76
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes flourescein untuk menilai kerusakan epitel kornea
2. Pemeriksaan siedel test untuk menilai adanya perforasi kornea

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 77
8. Terapi Prinsip penanganan trauma kimia adalah mengutamakan irigasi sebanyak-
banyaknya sebelum tindakan lain
1. Sebelum dibawa ke Rumah sakit harus dilakukan pembilasan bagian mata
yang terkena trauma kimia dengan segera menggunakan bahan cairan
apapun yang dapat diminum yang tersedia di lokasi kejadian.
2. Penderita dirawat di rumah sakit bila trauma kimia asam mengenai kedua
mata. Semua penderita trauma kimia basa harus dirawat.
3. Phase Kejadian ( Immediate )
a. Tujuan : menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin
b. Tindakan :
I. Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anestesi
topikal terlebih dahulu. Pembilasan dengan larutan non-toksik (NaCI
0.9%, Ringer Laktat dsb ). Sampai pH air mata kembali normal
( dinilai dengan kertas Lakmus )
II. Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis
harus dibuang ( pada anak-anak, jlka perlu dalam narkose).
III. bila diduga telah terjadi penetrasI bahan kimia ke dalam bIlik mata
depan (BMD) dilakukan Irigasi BMD dengan larutan RL
4. Phase akut ( sampai hari ke 7 )
a. Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit
b. Prinsip :
i. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
ii. Mengontrol tingkat peradangan, mencegah infiitrasi sel-sel radang,
mencegah pembentukan enzim kolagenase
iii. Mencegah infeksi sekunder
iv. Mencegah peningkatan tekanan bola mata
v. Suplement/ anti oksidan
vi. Tindakan pembedahan
5. Phase pemulihan dini (early repair : hari ke 7 — 21)
a. Tujuan : Membatasi tingkat penyulit
b. Problem :
I. Hambatan re-epitelisasi kornea
II. Gangguan fungsl kelopak mata
iii. Hilangnya sel Goblet
iv. Ulserasi stroma yang dapat berlanjut menjadi perforasi kornea

c. Prinsip : sesuai dengan phase II


6. Phase pemulihan akhir ( rate repair : setelah ke 21 )
a. Tujuan Rehabilitasi fungsi penglihatan
b. Problem :
I. Disfungsi sel Goblet
ii. Hambatan re-epitelisasi kornea
ill. Ulserasi stroma ( gradasi III dan IV )
c. Prinsip :
i. Mempercepat proses re-epitelisasi komea atau optimalisasi fungsi epitel
permukaan
ii. Dan seterusnya sesuai dengan phase ll

8. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya


- Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
- Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia
Ad fungsionam :dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama Perawatan 30 Hari
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 78
NIP.19800911 200804 1 001

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
TRAUMA MEKANIK BOLA MATA
cedera langsung berupa ruda paksa yang mengenai jaringan mata,
1. Pengertian (Definisi) beratnya kerusakan jaringan tergantung dari jenis trauma dan jaringan
yang terkena
2. Anamnesa Riwayat trauma pada mata sebelumnya, mekanisme trauma
1. Anamnesis mekanisme trauma, adakah penuruna kesadaran, vital sign
2. Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart dengan koreksi
terbaik dan menggunakan pinhole
3. Tekanan intraokular diukur dengan tonometers aplanasi atau schiotz
jika kornea intak, jika terdapat defek pada kornea, tekanan bola mata
3. Pemeriksaan Fisik
diperiksa dengan tekanan palpasi
4. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
5. Pemeriksaan segmen posterior bila memungkinkan
1. Menentuka klasifikasi trauma menurut BETT ( Birmingham Eye
Trauma Terminology)
4. Kriteria Diagnosis Menurut klasifikasi BETT
5. Diagnosis TRAUMA MEKANIK BOLA MATA
6. Diagnosis Banding
6. Pemeriksaan Penunjang 1. USG untuk melihat kelainan segmen posterior
2. Rontgen orbita bila ada kecurigaan fraktur dinding orbita atau benda
asing dalam rongga mata atau dalam orbita
3. Pemeriksaan siedel test
7. Terapi 1. Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokular, tidak
ada prolap, diberikan antibiotic sistemik atau dengan topical dengan
observasi yang ketat. Bila luka tembus dengan bilik mata yang
normal, diberikan obat-obat supresi produksi aquos , bebat tekan
atau lensa kontak. Bila 3 hari tidak berhasil dilakukan penjahitan
kornea
2. Rapair korneosklera untuk memperbaiki integritas bola mata (tujuan
primer) dan memperbaiki visus (tujuan sekunder). Bila prognosis
visus kurang baik dan mempunyai resiko simpatis oftalmia, dilakukan
enukleasi
3. Enukleasi primer hanya dilakukan pada kasus trauma mata yang
berat sehingga rekonstruksi anatomi bola mata sudah tidak
memungkinkan
4. Anestesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab anestesi
retrobulbar atau peribulbar akan meningkatkan tekanan bola mata
5. Pada akhir oprasi diberikan injeksi antibiotic-kortikosteroid.
Antibiotic intravitreal pada luka yang terkontaminasi yang
melibatkan vitreus. Diberikan antibiotic salep mata kemudian mata
ditutup
8. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
- Follow up dan kepatuhan pasien

Perawatan pasca operasi :


- Pengangkatan benda asing intraokular, repair iris, ekstraksi
katarak, vitrektomi, insersi lensa intraokular merupakan indikasi
setelah repair primer laserasi korneo sclera
- Pemberian antibiotic intravena disesuaikan dengan derajt trauma
mata maupun keterlibatan organ tubuh lainnya, bisa dilanjutkan
dengan antibiotic oral golongan fluoroquinolone selama 7-10 hari
pasca oprasi. Antibiotic topical dipakai sampai 21 hari sedangkan
kortikosteroid dan sikloplegia dikurangi tergantung keadaan
inflamasinya.
- Bila jahitan kornea tidak longgar dapat diletakkan sampai 3 bulan

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 79
dan kemudian mulai dibuka secara bertahap
- Trauma mata akan meningkatkan resiko ablasio retina, maka
pemeriksaan segmen posterior harus sering dilakukan. Bila fundus
tidak terlihat, maka dilakukan USG. Koreksi penglihatan segera
dilakukan bila memungkinkan. Pada anak-anak kemungkinan
ambliopia dapat terjadi bila rehabilitasi visus ditunda.
10. Prognosis Ad Vitam : dubia
Ad fungsionam :Dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama Perawatan 7 Hari
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 80
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Trikiasis
Trikiasis : tumbuhnya bulu mata kearah dalam mata, dapat disertai
1. Pengertian (Definisi) dengan
Rasa mengganjal pada mata, bisa disertai dengan mata merah dan
2. Anamnesa berair-air bila disertai dengan iritasi pada permukaan bola mata
1. Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart dengan
koreksi terbaik dan menggunakan pinhole
2. Fluorescein test bila dicurigai adanya iritasi pada permukaan
bola mata
3. Pemeriksaan Fisik 3. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan
tonometer non kontak
4. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp
5. Pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan
funduskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis 1. Tumbuhnya buku mata(silia) kea rah dalam sehingga dapat
menyebabkan terjadinya iritasi pada permukaan bola mata
2. Dapat terjadi akibat kelainan pada palpebra misalnya adanya
enteropion ataupun sikatrik
5. Diagnosis Trikiasis
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi 1. Epilasi bulu mata
2. Pengobatan infeksi sesuai dengan protab
3. Konsul ke subdivisi rekonstruksi bila terdapat enteropion atau
malformitas pada palpebral
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
- Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
12.Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14.Indikator Medis Penurunan visus


15.Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 81
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Ulkus kornea
1. Pengertian (Definisi) Ulkus kornea : Radang ulseratif pada kornea (bisa sentral atau marginal)
Mata merah, penurunan penglihatan, riwayat trauma yang tidak diobati
2. Anamnesa
sebelumnya, terdapat banyak kotoran mata,
1. Pemriksaan visus dengan snellen chart, hand movement ataupun persepsi
sinar.
2. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan tonometer non
kontak, bila tidak memungkinkan, pengukuran dilakukan dengan palpasi
3. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp
4. Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluorescein dan tes fistel bila dicurigai
adanya perforasi
5. Nilai segmen posterior dengan menggunakan USG atau funduskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis 1. Mata merah, nyeri, silau, penglihatan kabur, dengan atau tanpa secret mata
2. Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi siliar, infiltrat dan dapat
menyebabkan komplikasi perforasi kornea, uveitis, atau endolftalmitis
3. Dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit, neuropati, trauma debu,
ataupun akibat lagoftalmos
5. Diagnosis Ulkus kornea
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. USG untuk melihat kelainan segmen posterior
2. Pemeriksaan gram dan koh 10%, serta kultur resistensi dari kerokan kornea
8. Terapi 1. Pemberian antibiotic topical spectrum luas sambil menunggu hasil kerokan
kornea
2. Terapi disesuaikan dengan hasil kerokan kornea  gram (+)/(-), jamur atau
parasit
3. Bila hasil kultur resistensi sudah ada, terapi diberikan sesuai dengan tes
sensitivitas
4. Diberikan sulfas atropin 1% dan air mata buatan
5. Bila pada hasil kultur didapatkan jamur golongan filamentosa dapat diberika
natamisin/amfoterisin B / varikonazole. Bila pada hasil kultur didapat yeast
diberikan flukonazole
6. Pemberian antibiotic sistemik atau antijamur peroral dapat disesuaikan
dengan tingkat keparahan
7. Pemberian antiglaukoma diberikan pada ulkus yang sudah melewati 1/3
stroma
8. Bila sudah terdapat perforasi, desmetokel perlu dilakukan tindakan bedah
amnion graft/periosteal graft/flap konjungtiva/fascia latta/keratoplasti
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2.Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3.Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia
Ad fungsionam :Dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama Perawatan 21 Hari
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology

Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 82
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Endoftalmitis
1.Pengertian (Definisi) Endoftalmitis : infeksi berat jaringan intraokuler
2.Anamnesa Keluhan utama: pandangan mata sangat kabur, Mata merah, terasa sakit
1. Visus sangat menurun
1. TIO dapat tinggi atau rendah
2. Slit lamp untuk melihat segmen anterior
3.Pemeriksaan Fisik
3. Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior USG untuk
melihat segmen posterior
4.Kriteria Diagnosis 1. Visus sangat menurun, mata merah, terasa sakit
2. Pada pemeriksaan segmen anterior terlihat peradangan berat dengan
kornea edem, terdapat fibrin hingga hipopion
5.Diagnosis endoftalmitis
6.Diagnosis Banding
7.Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, tes fungsi hati, profil ginjal
urinalisis bila pasien direncanakan untuk vitrektomi dan atau operasi
lainnya
8.Terapi 1. Pasien di rawat
2.Persiapan untuk operasi vitrektomi
3.Konsul pasien ke poli vitreoretina
4.Bila tidak memungkinkan untuk operasi vitrektomi segera, maka
dilakukan injeksi antibiotika intravitreal. Lebih dipilih antibiotika
vankomycin dan ceftazidim, tetapi bila tidak didapatkan maka dapat
diganti dengan cefazolin dan tobramycin.
5.Sebelum dilakukan injeksi intravitreal, lakukan pengambilan specimen
untuk kultur mikrobiologi
6.Diberikan antibiotika sistemik dengan pilihan pertama adalah antibiotika
golongan fluoroquinolon dan dapat diteruskan atau diganti sesuai dengan
hasil kultur dan tes sensitifitas
7. Terapi tambahan lain sesuai pemeriksaan lain yang ditemukan,
seperti antiglaukoma bila TIO tinggi
Bila tajam penglihatan sudah nol, maka direncanakan untuk operasi
eviserasi dan rekonstruksi bola mata
9.Edukasi 1.Jenis Penyakit dan perkembangannya
2.Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14.Indikator Medis Penurunan visus
15.Lama perawatan 5 5Hari
16.Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 83
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Panoftalmitis
Panoftalmitis : peradangan berat seluruh jaringan bola mata, baik
1. Pengertian (Definisi) intraokuler maupun jaringan ekstra okuler
Keluhan utama: umunya tidak dapat melihat, Mata merah, terasa sakit,
2. Anamnesa nyeri saat menggerakan bola mata, mata menonjol, dapat disertai
demam
1. Umumnya visus nol
2. TIO dapat tinggi atau rendah
3. Slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Pemeriksaan Fisik
4. Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
USG untuk melihat segmen posterior
4. Kriteria Diagnosis 1. Umumnya visus nol
2. Pada pemeriksaan segmen anterior terlihat peradangan berat
dengan kornea edem, terdapat fibrin hingga hipopion
3. Gangguan gerak bola mata
4. Biasanya disertai dengan proptosis
5. Dapat disertai demam
5. Diagnosis Panoftalmitis
5. Diagnosis Banding
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, tes fungsi hati, profil ginjal
urinalisis bila pasien direncanakan untuk vitrektomi dan atau operasi
lainnya
7. Terapi 1. Pasien di rawat
2. Persiapan pasien untuk operasi eviserasi dan rekonstruksi bola mata
3. Diberikan antibiotika sistemik dengan pilihan pertama adalah
antibiotika golongan fluoroquinolon dan dapat diteruskan atau diganti
sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitifitas
4. Lakukan pengambilan specimen pada saat eviserasi untuk
pemeriksaan kultur mikrobiologi
8. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
9. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
10. Tingkat Evidens
11. Tingkat Rekomendasi
12. Penelaah Kritis
13. Indikator Medis Penurunan visus
14. Lama perawatan 17. Hari
15. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 84
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Uveitis Anterior
 Pengertian (Definisi) Uveitis anterior : radang yang mengenai iris dan badan siliaris
 Anamnesa Keluhan utama: Mata merah, silau, penglihatan kabur
1. Visus turun
 TIO normal atau > 21 mmHg
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Pemeriksaan Fisik
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
USG bila pemeriksaan segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis  Injeksi silier, keratik presipitat (KPs), cells dan flares di bilik mata
depan. kadang–kadang ada hipopion
2. Sinekia posterior
 Uveitis anterior ditegakkan bila tidak ditemukan uveitis intermediate
atau uveitis posterior.
5. Diagnosis Uveitis anterior
6. Diagnosis Banding
4. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi hati,
Penunjang profil ginjal urinalisis, VDRL/TPHA, rontgen thorax, tes mantoux
Pemeriksaan laboratorium tambahan bila dicurigai adanya kelainan
sistemik yang mendasari
5. Terapi a. Kortikosteroid topikal dan sikloplegik
b. Pada inflamasi berat dapat diberikan kortikosteroid oral dengan dosis
imunosupresif
c. Antiglaukoma bila TIO meningkat
d. Pembedahan ekstraksi katarak dilakukan bila uveitis sudah tenang
selama 3 bulan dengan memberikan kortikosteroid sistemik 1 minggu
sebelum operasi dan dilanjutkan setelah operasi dengan tappering
6. Edukasi a. Jenis Penyakit dan perkembangannya
b. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
c. Follow up dan kepatuhan pasien
7. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
8. Tingkat Evidens
9. Tingkat Rekomendasi
10. Penelaah Kritis
11. Indikator Medis Penurunan visus
12. Lama perawatan
13. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 85
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Uveitis intermediate
Uveitis intermediate : radang yang mengenai badan silier posterior atau
1. Pengertian (Definisi) pars plana
Keluhan utama: keluhan melihat floaters, penurunan tajam penglihatan,
2. Anamnesa mengenai 2 mata, tanpa nyeri, tanpa mata merah, tanpa fotofobia
1. Visus turun
2. TIO normal atau > 21 mmHg
3. Slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Pemeriksaan Fisik
4. Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
USG bila pemeriksaan segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis 1. Umumnya mengenai dua mata
2. Kekeruhan vitreus di belakang lensa dan di sekitar pars plana yang
difuse atau snow balls
3. Kadang terlihat cells di BMD (spill over)
4. Kadang terlihat sinekia posterior dan katarak subkapsularis posterior
5. Pada kasus berat dapat terjadi cyclitic membrane atau ablasio retina
5. Uveitis intermediate ditegakkan bila tidak ditemukan uveitis anterior atau
uveitis posterior.
5. Diagnosis Uveitis intermediate
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi hati,
Penunjang profil ginjal urinalisis, VDRL/TPHA, rontgen thorax, tes mantoux
2. Pemeriksaan laboratorium tambahan bila dicurigai adanya
kelainan sistemik yang mendasari
8. Terapi 1. Kortikosteroid topikal & kortikosteroid oral
2. Pada kasus berat diberikan kortikosteroid melalui injeksi orbital floor
atau subtenon
9. Edukasi o Jenis Penyakit dan perkembangannya
o Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
o Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 86
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN MATA
RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
2022-2023

EED – UVEA
Uveitis posterior
Uveitis posterior : inflamasi intraokuler yang melibatkan koroid, juga dapat
mengenai nervus optikus, retina (retinokoroiditis atau korioretinitis),
neuroretinitis. Dapat disebabkan oleh infeksi seperti TBC, sifilis,
1. Pengertian (Definisi) toksoplasmosis dan infeksi sitomegalovirus. Dapat juga disebabkan penyakit
autoimun seperti vogt-koyagi-harada, behcet, oftalmia simpatica atau penyakit
autoimun sistemik lainnya
Penglihatan buram dapat terjadi mendadak yang kemudian berjalan progresif,
2. Anamnesa tanpa disertai mata merah, tidak sakit. Keluhan melihat floaters (+)
1. Visus turun
2. TIO normal atau > 21 mmHg
3.Slit lamp untuk melihat segmen anterior
4. Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
5.Foto fundus sebagai dokumentasi dan untuk evaluasi pengobatan (follow up)
3. Pemeriksaan Fisik 3. Secara selektif lakukan fundus flouresence angiography
4. USG bila segmen posterior tidak bisa dinilai secara langsung
5. Periksa tekanan darah
Pada uveitis yang berhubungan dengan keadaan sistemik, identifikasi keadaan
yang berhubungan seperti lesi kulit, genital, neuroauditori dan susunan saraf
pusat.
4. Kriteria Diagnosis 1. Penglihatan buram dapat terjadi mendadak yang kemudian berjalan
progresif, tanpa disertai mata merah, tidak sakit. Keluhan melihat floaters
(+)
1. Identifikasi keadaan yang berhubungan seperti lesi kulit, genital,
neuroauditori dan susunan saraf pusat.
2. Pemeriksaan penunjang
2. Uveitis posterior ditegakkan bila tidak ditemukan uveitis anterior atau uveitis
intermediate.
4. Diagnosis Uveitis posterior
5. Diagnosis Banding
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap, hitung jenis, tes
fungsi hati, profil ginjal urinalisis, VDRL/TPHA, rontgen thorax, tes
mantoux dan gula darah (sebagai data dasar dan pedoman untuk
pemberian terapi sistemik)
2. Secara selektif lakukan tes serologi Ig G dan Ig M toxoplasma,
sitomegalovirus, herpes simplex dan HIV penyaring.
Dalam keadaan dimana penyebab sulit ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat dipertimbangkan
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dengan pengambilan specimen
aquous humor atau vitreus.
8.Terapi 1. Bila diyakini penyebabnya adalah infeksi, maka berikan pengobatan yang
spesifik untuk infeksinya dan bila dibutuhkan dapat ditambahkan
kortikosteroid per oral dosis imunosupresif 48-72 jam setelahnya (kecuali
retinitis CMV pada penderita HIV)
2. Pemberian pulse IV metyl prednisolon untuk uveitis yang berhubungan
dengan VKH, bechet dan oftalmia sympatica, dan pada penyakit ini dapat
diberikan imunosupresif lini kedua.
3. Kortikosteroid per oral dengan dosis tinggi di awal diberikan
selama 2 minggu dan diturunkan berdasarkan respon individual
4. Bila penyebabnya dalah retinitis CMV, maka diberikan
valganciclovir per oral, kecuali pasien tidak mampu maka dapat
dipertimbangkan pemberian ganciclovir intravitreal
5. Pemberian imunosupresif lini kedua dapat dipertimbangkan bila pada
pemberian kortikosteroid didapatkan efek samping, dengan dosis tinggi
kortikosteroid tidak memberikan respon, atau terjadi rekurensi pada dosis di
atas dosis rumatan.
6. Kortikosteroid lokal, seperti injeksi orbital floor, subtenon, atau intravitreal
dapat dipertimbangkan bila dianggap perlu.
7. Terapi komplikasi yang timbul berhubungan dengan penyakitnya atau
pengobatan seperti antiglaukoma dan bila dibutuhkan dapat dilakukan
terapi bedah filtrasi.
8.Tindakan pembedahan seperti ekstraksi katarak bila uveitis sudah tenang
selama 3 bulan dengan memberikan kortikosteroid sistemik 1 minggu sebelum
operasi dan dilanjutkan setelah operasi dengan tappering
9.Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 87
2. Komplikasi Penyakit dan Tindakan / treatment
3. Follow up dan kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama perawatan 5 Hari
16.Kepustakaan American Academy of Ophtalmology
Curup, 2022

Ketua Komite Medik Mengetahui


Kabid Pelayanan

dr. Neljun Iraldo Barasa, Sp.Kj dr. Muhammad Galih Supanji, Sp.OG
NIP.19750601 200903 1 004 NIP. 19860208 201408 1 001
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Curup

dr. Rheyco Victoria,Sp.An


NIP.19800911 200804 1 001

Panduan Praktik Klinis_ SMF Mata RSUD Curup Kab. Rejang Lebong 88

Anda mungkin juga menyukai