ALERGI MAKANAN
1. Pengertian (Definisi) Alergi makanan didefinisikan sebagai salah satu bentuk reaksi simpang yang terjadi dari respon imun spesifik
yang timbul secara reproduktif akibat paparan dari suatu bahan makanan.
Reaksi simpang terhadap makanan sendiri dapat terjadi baik melalui proses imunologik maupun non
imunologik.
Intoleransi makanan merupakan reaksi terhadap makanan yang bukan reaksi imunologik, misalnya reaksi toksik,
reaksi metabolik, dan reaksi indiosinkrasi.
2. Anamnesis Gejala yang timbul disebabkan alergi makanan bisa terjadi pada berbagai organ sasaran dan dapat dibagi sesuai
waktu. Gejala immediate timbul dalam waktu menit sampai jam setelah mengkonsumsi bahan makanan, sedangkan
gejala delayed terjadi dalam waktu beberapa jam sampai hari.
Kejadian berulang dengan paparan alergen makanan yang sama.
Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi.
Adanya riwayat keluarga yang menderita alergi
3. Pemeriksaan Fisik Kulit
Eritema, Gatal, Urtikaria, Erupsi morbiliformis, Angioedem, Flushing, Erupsi morbiliformis, Angioedem, Eksim
Mata
Gatal, Eritema konjungtiva, Produksi air mata berlebihan, Edem periorbita, Edem periorbita
Saluran nafas atas
Nasal kongestif, Gatal, Hidung berair, Bersin, Edem laring, Suara sengau, Batuk kering
Saluran nafas bawah
Batuk, Dada terasa menyempit, Sesak, Wheezing, Retraksi interkostal, Pemakaian otot nafas tambahan
Mulut
Angioedem (lidah, palatum, bibir), Mulut gatal, Lidah bengkak
Saluran cerna bawah
Nausea, Kolik abdomen, Refluks, Muntah, Diare, Nyeri perut, Hematochezia, Iritabel dan penolakan makanan dengan
penurunan berat badan
Kardiovaskular
Takikardi, Hipotensi, Pusing, Lemas, Penurunan kesadaran
4. Pemeriksaan Uji kulit : sebagai pemeriksaan penyaring sensitisasi terhadap suatu alergen (misalnya dengan alergen hirup seperti
Penunjang tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan)
dengan positive predictive value (PPV) > 95%.
Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3%
sering ditemukan pada alergi makanan.
IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml
pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler. Sedangkan IgE spesifik untuk menentukan spesifikasi terhadap suatu alergen bahan makanan tertentu.
Endoskopi dan biopsi: prosedur pemeriksaan untuk saluran cerna untuk mengetahui organ sasaran secara
histologis.
7. Diagnosis Banding 1. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah
2. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif
3. Reaksi karena gangguan psikologis
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
ALERGI MAKANAN
14. Indikator Medis Kekambuhan dan beratnya gejala (tingkat kepatuhan penderita). 80% Pasien sembuh dalam waktu 7 hari.
15. Kepustakaan 1. Boyce A. J, et al. Guidelines for the diagnosis and management of food allergy in the United States: report of the
NAID sponsored expert panel.J Allergy Clin Imunol 2010;126(6): S5-58
2. Burks A. W, et al. NIAID Sponsored 2010 Guidelines for managing food allergy: applications in the pediatric
population. Pediatrics 2011;128;955-65
3. Dupont C. Food Allergy: Recent advances in pathophysiology and diagnosis. Ann Nutr Metab
2011;59(suppl 1):8–18.
4. Gerez I F A, Shek L P C, Chng H H, Lee B W. Diagnostic tests for food allergy. Singapore Med J 2010; 51(1):
4-9
5. Gourbeyre P, Denery S, Bodinier M.Probiotics,prebiotics, and synbiotics: impact on the gut immune system and
allergic reaction J.Leukoc.Biol. 2011;89:685-95.
6. Harsono A. Alergi makanan. Dalam: Arwin AP Akib, Zakiudin Munasir, Nia Kurniati. Penyunting.Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,2007.h 270-84.
7. Wang j, Sampson H. A. Food allergy: recent advances in pathophysiology and treatment. Allergy Asthma
Immunol Res. 2009 October;1(1):19-29.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
ALERGI OBAT
1. Pengertian (Definisi) Suatu respon abnormal yang terkait secara imunologis terhadap suatu obat pada seorang individu yang telah
tersensitisasi.
2. Anamnesis Gambaran terperinci gejala reaksi obat
Lama dan urutan gejala
Terapi yang telah diberikan
Outcome
Hubungan antara waktu pemberian obat dan gejala
Apakah penderita sudah pernah mendapatkan obat yang sama sebelum terapi sekarang?
Berapa lama penderita telah mendapatkan obat sebelum munculnya reaksi?
Kapan obat dihentikan?
Apa efeknya?
Keterangan keluarga atau dokter yang merawat
Apakah ada foto pasien saat mengalami reaksi?
Apakah ada penyakit lain yang menyertai?
Daftar obat yang diminum pada waktu yang sama
Riwayat sebelumnya
Reaksi obat lainnya
Alergi lainnya
Penyakit lainnya
3. Pemeriksaan Fisik Gejala sistemik:
Anafilaksis, serum sickness, SLE like, scleroderma like, drug rash with eosinophilia systemic symptoms
(DRESS), nekrolisis epidermal toksik, sindroma steven johnson, mikroskopik polyangitis
Gejala spesifik pada organ:
Kulit: Urtikaria/angioedema, pemphigus, purpura, ruam makulopapular, dermatitis kontak, foto dermatitis, acute
generalized exanthematouspustulosis (AGEP), fixed drug eruption (FDE), eritema multiformis, fibrosis sistemik
nefrogenik
Paru: Asma, batuk, pnemoni interstitial, organizing pneumoni
Hati: hepatitis kolestatik, hepatitis hepatoseluler
Ginjal: nefritis interstitial, nefritis membraneous
Darah:Anemia hemolitik, trombositopenia, netropenia
Jantung: Valvular diseases
Muskuloskeletal/neurological: polymiositis. meningitis aseptik, myasthenia gravis
4. Pemeriksaan penunjang Uji in vivo
Uji kulit
Uji provokasi untuk diagnostik pasti
Uji in vitro.
IgG dan IgM spesifik
Uji aglutinasi dan lisis sel darah merah
Uji pelepasan histamin
Uji sensitisasi jaringan
IgE RAST
5. Kriteria Diagnosis Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang: in vivo dan in vitro
7. Diagnosis banding 1. Alergi makanan
2. Infeksi
8. Terapi Penghentian obat yang dicurigai
Pengobatan
Antihistamin
Adrenalin
Pengobatan suportif
Kortikosteroid
9. Edukasi 1. Penghentian obat
2. Memberitahu riwayat obat penyebab alergi pada tenaga kesehatan saat berobat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang
Lebong
2022 – 2023
ALERGI OBAT
2. Alergi obat.Dalam: Antonius H. Pudjiaadi, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti, Nikmah Salamia Idris, Ellen P.
Gndaputra, Eva Devita Harmoniati. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Indonesia,2010.h 1-4
3. Mirakian R, et al. BSACI guidelines for management of drug allergy. J Clin Exp Allergy 2008,39,43-61
4. Dowling P.J, et al. Drug allergy: an updated practice parameter. Ann Allergy Asthma Immunol.
2010;105: 1-78
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
RINITIS ALERGI
1. Pengertian (Definisi) Gangguan fungsi pernafasan akibat inflamasi pada saluran hidung diakibatkan paparan alergen yang
diperantarai IgE.
2. Anamnesis Keluhan pilek berulang atau menetap, rinorea, gatal hidung, bersin-bersin, sumbatan hidung, sering bernafas
melalui mulut pada penderita dengan riwayat keluarga atopi. Bila parah terdapat gangguan tidur, gangguan sekolah.
3. Pemeriksaan Fisik Rhinorea, adenoid face, maloklusi gigi, allergic gape, allergic shiners, transverse nasal crease, edema konjungtiva,
mata gatal dan kemerahan.
Sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).
4. Pemeriksaan penunjang 1. Uji kulit goresan
2. IgE total, IgE spesifik,
3. Eosinofil hapusan mukosa hidung.
5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Penunjang
6. Diagnosis 1. Anamnesa: pilek berulang dengan riwayat atopi
2. Pemeriksaan fisik: seperti dijelaskan di atas
3. Pemeriksaan penunjang: Uji kulit, IgE total/spesifik, eosinofil pada hapusan mukosa hidung
7. Diagnosis banding 1. Rinitis vasomotorik
2. Rinitis bakterial
3. Rinitis virus
4. Abnormalitas anatomis kongenital terutama diketahui sejak lahir
5. Benda asing
8. Terapi Penghindaran alergen
Farmakoterapi
Antihistamin H1 (Oral, Intranasal, Intraokuler)
Kortikosteroid intranasal
Kromolin (Intranasal, Intraokuler)
Dekongestan (Intranasal, Oral)
Antikolinergik
Antilekotrien
Imunoterapi
9. Edukasi 1. Penghindaran Alergen
2. Pengobatan memerlukan waktu yang lama
3. Pendidikan penggunaan obat harus benar (kortikosteroid hirupan atau semprotan)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Gejala semakin memberat atau tidak sehingga mempengaruhi kualitas hidup (sekolah, sosial). 80% Pasien
akan sembuh dalam waktu 5 hari.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
RINITIS ALERGI
15. Kepustakaan 1. Asha’aari A Z A, et al. Comparison of Serum Specific IgE with Skin Prick Test in the Diagnosis of
Allergy in Malaysia. Med J Malaysia 2011:6(3):202-6
2. Bousquet J, et al. Allergic rhinitis management pocket reference 2008. Allergy 2008: 63: 990–996
3. Gerez I F A, Shek L P C, Chng H H, Lee B W. Diagnostic tests for food allergy. Singapore Med J 2010; 51(1):
4-9
4. Gourbeyre P, Denery S, Bodinier M.Probiotics,prebiotics, and synbiotics: impact on the gut immune system
and allergic reaction J.Leukoc.Biol. 2011;89:685-95.
5. Lim M Y, Leong J L. Allergic rhinitis: evidence-based practice. Singapore Med J 2010; 51(7) : 542
6. Munasir Z, Rakun M.W. Rinitis Alergik. Dalam: Arwin AP Akib, Zakiudin Munasir, Nia Kurniati.
Penyunting.Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,2007.h 246-52.
Oliver P, Raapc U, Holza M, Hörmannb K, Klimeka L. Pathophysiology of itching and sneezing in allergic rhinitis.
Swiss Med Wkly 2009;139(3–4):35 – 40
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
DERMATITIS ATOPI
1. Pengertian (Definisi) Dermatitis Atopik (DA) adalah keradangan kronis dari kulit yang didasari oleh faktor herediter dan faktor
lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat.
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi lebih banyak didapatkan pada anak-anak. Bila residif biasanya
disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
Untuk Anak :
Kriteria Hanifin untuk anak :
Krireria mayor (harus punya 3)
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi typical
3. Lesi yang melibatkan muka dan ekstensor selama bayi dan masa anak
4. Flexural lichenification dan linearity by adolescence
5. Dermatitis kronik atau dermatitis kronik kambuhan
Kriteria minor
1. Xerosis
2. Iktiosis/palmar hyperlinearity/keratosis pilaris
3. IgE reactivity (increased serum IgE, RAST, or prick test positivity)
4. Hand/foot dermatitis
5. Cheilitis
6. Dermatitis kulit kepala (e.g., cradle cap)
7. Kepekaan terhadap infeksi kulit (khususnya S. aureus dan herpes simplex)
8. Perifollicular accentuation (especially in pigmented races)
Diagnosa bisa ditegakkan bila ada sedikitnya 2 gambaran pada kriteria mayor atau 1 gambaran pada kriteria
mayor plus 1 gambaran pada kriteria minor.
5. Diagnosis DERMATITIS ATOPI
6. Diagnosis Banding 1. Dermatitis Kontak Alergi
2. Dermatophytosisataur dermatophytids
3. Sindrom defesiensi imun
4. Sindrom Wiskott-Aldrich
5. Sindrom Hyper-IgE
6. Penyakit Neoplastik
7. Langerhans' cell histiocytosis
8. Penyakit Hodgkin
9. Dermatitis Numularis
10. Skabies Dermatitis Seborrheic
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
7. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis DA berdasarkanpadaklinis, pemeriksaanpenunjangtidakterlaludibutuhkan:
1. IgE spesifik
2. Tes uji kulit
8. Terapi Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua kasus baik yang ringan, sedang maupun berat, berupa berupa perawatan
kulit, hidrasi, kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila perlu, identifikasi dan eliminasi faktor-faktor
pencetus kekambuhan.
· Perawatan Kulit
Hidrasi adalah terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat adalah peningkatan kandungan air pada kulit
dengan cara mandi dan menerapkan sawar hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi selama 15-20 menit 2
kali sehari tidak menggunakan air panas dan tidak menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi penetrasi
air. Sabun dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan sisa air dengan handuk yang lembut.
Bila perlu pengobatan topikal paling baik setelah mandi karena penetrasi obat jauh lebih baik.Pada pasien kronik
diberikan 3-4 kali sehari dengan water- in-oil moisturizers sediaan lactic acid.
· Kortikosteroids topikal
Kortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus, dan efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan
pada penggunaan kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti berselimut untuk meningkatkan
penetrasi; tidak lebih dari 2 kali sehari; bentuk salep untuk kulit lembab bisa menyebabkan folikulitis; bentuk krim
toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan spray untuk daerah yang berambut; pilihannya adalah obat yang efektif
tetapi potensinya terendah; efek samping yang harus diperhatikan adalah: atropi, depigmentasi, steroid acne dan
kadang-kadang terjadi absorbsi sistemik dengan supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis; bila kasus
membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti dengan yang potensinya lebih rendah; bila kasus sudah
terkontrol, dihentikan dan terapi difokuskan pada hidrasi.
· Antihistamin
Merupakan terapi standar, tetapi belum tentu efektif untuk menghilangkan rasa gatal karena rasa gatal pada DA
bisa tak terkait dengan histamin.
· Tars
Mempunyai efek anti-inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti kortikosteroid topikal pada manajemen
penyakit kronik. Efek samping dari tar adalah folikulitis, fotosensitisasi dan dermatitis kontak.
· Antibiotik sistemik
Kadang-kadang diperlukan karena infeksi sekunder dapat menyebabkan kekambuhan dan penyulit. Infeksi di
curigai bila adakrusta yang luas, folikulits, pioderma dan furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin
merupakan penyebab tersering dari flare akut. Bila diduga ada resistensi penisilin, dicloxacillin atau sefalexin dapat
digunakan sebagai terapi oral lini pertama. Bila alergi penisilin, eritromisin adalah terapi pilihan utama, dengan
perhatian pada pasien asma karena bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan metabolismenya. Pilihan lain
bila eritomisin resisten adalah klindamisin.
· Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi
Sabun dan baju yang bersifat iritatif dihindari. Baju iritatif dari wol dihindari. Demikian juga keringat dapat juga
mengiritasi kulit. Stres sosial dan emosional juga harus dihindari. Eliminasi alergen makanan, binatang dan debu
rumah.
DA berat
Selain manajemen dasar dilaksanakan pada DA berat terapi imunomodulasi sudah harus dilaksanakan.
Kortikosteroid sistemik.
Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yang parah sering terjadi pada steroid withdrawal. Bila tetap harus
diberikan, tapering dan perawatan intensif kulit harus dijalankan.
Thymopentin.
Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritem digunakan timopentin subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6
minggu, atau 3 kali/minggu selama 12 minggu.
Interferon-gamma.
Dosis yang digunakan antara 50 g-100g /m2/ hari subkutan diberikan selama 12 minggu.
Siklosporin A.
Pemberian per oral 5 mg/kg/hari selama 6 minggu. Dapat pula diberikan secara topikal dalam bentuk salep atau gel
5%.
Tacrolimus.
Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali sehari. Obat ini umumnya menunjukan perbaikan pada
luasnya lesi dan rasa gatal pada minggu pertama pengobatan. Tacrolimus tidak mempengaruhi fibroblasts sehingga
tidak menyebabkan atropi kulit.
Pimecrolimus
Pemakaian pimecrolimus 1,0 % mereduksi gejala sebesar 35 %.
Gammaglobulin
Bekerja sebagai antitoksin, antiinflamasi dan anti alergi. Pada DA Gammaglobulin intravena (IVIG) adalah terapi
yang sangat mahal, namun harus dipertimbangkan pada kasus kasus khusus.
Probiotik
Lactobacillus rhamnosus GG 1 kapsul (109) kuman/dosis dalam 2 kali/hari memperbaiki kondisi kulit setelah 2 bulan.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DERMATITIS ATOPI
3. Prognosis
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. PenelaahKritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
6. Sandilands A, Smith FJ, Irvine AD, McLean WH. Filaggrin's fuller figure: a glimpse into the genetic
architecture of atopic dermatitis. J Invest Dermatol. Jun 2007;127(6):1282-4.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HIPOGLIKEMIA
1. Pengertian (Definisi) Pada anak kadar glukosa plasma < 40 mg/dl dikategorikan sebagai hipoglikemia
2. Anamnesis - Apakah didapatkan gejala takikardi, berkeringat, lemas, lapar, mual, muntah ?
- Apakah didapatkan gejala pusing, gangguan penglihatan?
- Apakah didapatkan penurunan kesadaran, gangguan psikologis, perubahan tingkah laku?
3. Pemeriksaan Fisik Adrenergik: takikardi, berkeringat, lemas, lapar, mual, muntah
Neuropenik (penurunan penggunaan glukosa oleh otak): pusing, gangguan visual, somnolens. Gangguan psikologis,
perubahan tingkah laku
Kombinasi gejala di atas memerlukan pemeriksaan kadar glukosa darah.
4. Pemeriksaan - Darah : kadar gula, kadar insulin, kortisol, growth hormone, non esertified fatty acid, acetoacetate, 3 β
Penunjang hydroxybutirate, carnitine( free dan total) blood spot acyl carnitine, ammonia, lactate
- Urine : ketone, reducing substances, organic acids
5. Kriteria Diagnosis kadar glukosa plasma < 40 mg/dl
6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan tambahan lain
7. Penyulit 1. Penurunan kesadaran
2. Kematian
8. Terapi Jika penderita sadar:
1. Berikan glukosa oral , misal jus jeruk, minum manis. Untuk berat 30 kg diperlukan 10 gram glukosa, dan >30 kg
diperlukan 15 gram glukosa.
2. Cek kadar glukosa 10-15menit dan ulang jika diperlukan. Pastikan kadar gula darah normal. Jika penderita
tidak sadar:
1. Pasang infuse dextrose (n0,5g/kg selama 5 menit) atau 2-3 ml/kg D10% atau 1ml/kg D25%)
2. Maintenans infuse dextrose
3. Recek kadar gula 10menit kemudian ( D12,5 kadar dextrose paling tinggi yang diberikan melalui infuse perifer)
4. Berikan bolus dextrose jika perlu
Apabila akses iv sulit, maka glukosa dapat diberikan melalui nasogastric tube. Maintenans infuse pada hipoglikemia bayi
dapat dilakukan dengan GIR ( glucose infusion rate ) 6-8 mg/kg/menit.
Glukagon membantu dalam pemecahan glikogen. Pada kondisi cadangan glikogen masih cukup (mis.insulin overdose) 1
mg glucagon im atau sc (0,5mg untuk neonates) dapat meningkatkan kadar gula darah. Glucagon tidak akan meningkatkan
kadar glukosa
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HIPOGLIKEMIA
14. Indikator Medis 80% Pasien Hipoglikemia tanpa komplikasi akan sembuh dalam waktu 3 hari
15. Kepustakaan 1. Zimmerman D, habiby RL, Brickman WJ. Diabetes Mellitus and Hypoglycemia. In: Green T, Franklin W, Tanz RR.
Paediatrics. 2005.Mc Graw Hill.Singapore.hal.263-78.
2. Oberfield SE, Hale DE. Endocrinology. Dalam: Polin RA, Ditmar MF. Pediatric secrets. Edisi 4. Elsevier Mosby.
Phiadelphia.hal 191-21.
3. Clarke W, Jones T, Rewers A, Dunger D, Klingensmith GJ. Assessment and Management of Hypoglycemia In Children
and Adolescent With Diabetes. Pediatric Diabetes 2009:10 (Suppl,12)134- 45.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian (Definisi) Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) merujuk grup defisiensi enzim pada sintesis steroid di korteks adrenal.
3. Pemeriksaan Fisik -
genital yang ambigus ataupun ukuran genital laki-laki (penis dan skrotum) yang lebih besar dari pada anak
seusia ( pubertas prekoks perifer)
-
tanda-tanda dehidrasi bahkan syok hipovolemik
-
Salt loosing crisis dapat terjadi pada usia dua minggu dengan gejala muntah, diare, dehidrasi, hiperkalemia, dan
hiponatremia.
-
CAH laki-laki simple virilized sering datang pada usia 3-7 tahun, dengan pubertas awitan awal, advanced bone age,
dan prepubertal testis.
-
Remaja dan dewasa wanita non klasik CAH sering datang dengan keluhan virilisasi, hirsutisme, abnormal
menstruasi, infertilitas, atau akne.
10. Prognosis Semakin awal dideteksi dan mendapatkan terapi dengan kepatuhan yang baik maka prognosis akan lebih baik
14. Indikator Medis 1. Pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai usia, bone age sesuai usia, tidak terjadi krisis adrenal
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
15. Kepustakaan 1. Saroj Nimkarn, Karen Lin Su, Maria I New. Steroid 21 Hydroylase Deficiency Congenital Adrenal Hyperplasia.
Pediatr Clin N Am 58: 2011:1281-1300.
2. Maria I New, Lucia Ghizzoni, Karen Lin Su. An Update of Congenital Adrenal Hyperplasia. Fima Lifshift, ed.
2007. New York.
3. Miller L Walter, Achermann JC, Fluck CE. The Adrenal Corteks and Its Disorders. Dalam : Pediatric
Endocrinology, Third Edition. Philadelphia. 444-512.
4. Pediatric Endocrinology. Dalam: Styne DM, ed. Guide To Pediatric Endocrine Emergencies. Lippincolt
Williams & Wilkins. Philadelphia. 2004. 295-7.
5. Raine JE. Adrenal Disorders. Dalam Practical Endocrinology and Diabetes In Children. 2nd ed. 137-42. 2006.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya
hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya.
Sedangkan Diabetes Mellitus tipe-1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel β-
pankreas yang didasari proses autoimun
4. Pemeriksaan 1. Adanya gejala klinis ditambah kadar glukosa acak/sewaktu> 11.1 mmol/L (> 200 mg/dL).*
Penunjang Acak/sewaktu dimaksudkan setiap saat tanpa memperhatikan saat makan terakhir.
atau
2. Kadar glukosa darah puasa > 7.0 mmol/L (> 126 mg/dL).** Puasa
dimaksudkan tanpa asupan kalori paling cepat 8 jam.
atau
3. Kadar glukosa darah postprandial > 11.1 mmol/L (> 200 mg/dL) selama uji toleransi glukosa.
Sesuai WHO, menggunakan glukosa yang setara 75 g (anhydrous glucose) yang dilarutkan dalam air atau 1,75 g/kg
berat badan sampai dengan maksimum 75 g.
4. penurunan kadar insulin atau C-peptide, serta adanya antibodi ICA, GAD, IA2, dan IAA sebagai marker proses
otoimun
8. Terapi Medikamentosa
- Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap.
- Insulin
Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari.
Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala hipoglikemia dapat
timbul karena kebutuhan insulin menurun selama fase ”honeymoon”. Pada keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan
bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.
- Diet
o Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan
rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = Kalori/hari
o Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun
dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
o Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut
:
20% berupa makan pagi.
10% berupa makanan kecil.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
10. Prognosis Semakin awal dideteksi dan mendapatkan terapi dengan kepatuhan yang baik maka prognosis akan lebih baik
14. Indikator Medis Klinis baik, HbA1c dalam rentang normal sesuai usia, komplikasi DM tipe 1 dapat dicegah. 80% Pasien akan sembuh
dalam waktu 4 hari.
15. Kepustakaan 1. Maria E. Craig AHA, Kim C. Donaghue. Definition, epidemiology and classification of diabetes in children and
adolescents. Pediatric Diabetes. 2009;10(Suppl. 12):3-12.
2. Wolfsdorf J. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescents: A consensus statement from the American
Diabetes Association. Diabetes care. 2006;29(5):1150-9.
3. APEG. Clinical Practice Guidelines: Type-1 Diabetes in Children and Adolescents. 2005.
4. Drash AL. Management of the Child with Diabetes Mellitus-Clinical Course, Therapeutic Stategies, and Monitoring
Techniques. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology. New York: Marcel Dekker ; 1996:617-29.
5. International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes. Consensus Guidelines 2000-ISPAD Consensus Guidelines
for Management of Type 1 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents. Zeist, Netherlands: ISPAD, 2000.
6. Netty EP, Faizi M. Diabetes Mellitus pada Anak dan Remaja. In: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak No 32.
Surabaya: Oktober 2002; 11-22.
7. Netty EP. Diabetes Mellitus Tipe I dan Penerapan Terapi Insulin Flexibel pada Anak dan Remaja. Diajukan pada Forum
Komunikasi Ilmiah (FKI) Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. February 13,
2002.
8. UKK Endokrinologi. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe-1 Di Indonesia. Jakarta: PP IDAI, 2000.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
1. Pengertian (Definisi) Kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan penurunan kadar insulin efektif didalam tubuh, atau berkaitan dengan
resistensi insulin, dan disertai peningkatan produksi hormon-hormon kontra regulator yakni : glukagon, katekolamin,
kortisol dan growth hormon.
4. Pemeriksaan 1. Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL); Asidosis, bila pH darah < 7,3 dan kadar
Penunjang bikarbonat < 15 mmol/L).
2. penurunan kadar insulin atau C-peptide, serta adanya antibodi ICA, GAD, IA2, dan IAA sebagai marker proses
otoimun
7. Diagnosis Banding KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia,
gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi
intrakranial.
8. Terapi Medikamentosa
Tujuan penatalaksanaan: 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi), 2) Menghentikan
ketogenesis (insulin), 3) Koreksi gangguan elektrolit, 4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan menghilangkan faktor
pencetus.
10. Prognosis Semakin awal dideteksi dan mendapatkan terapi dengan kepatuhan yang baik maka prognosis akan lebih baik
15. Kepustakaan 1. Christos D. Kussmaul breathing 2009 [updated 26 February 2013 at 05:49; cited 2013 March, 3rd 2013]. Available
from: http://en.wikipedia.org/wiki/Kussmaul_breathing.
2. R A R Treasure, P B S Fowler H T Millington, Wise PH. Misdiagnosis of diabetic ketoacidosis as hyperventilation
syndrome. British Medical Journal. 1987;294:630.
3. Maria E. Craig AHA, Kim C. Donaghue. Definition, epidemiology and classification of diabetes in children and
adolescents. Pediatric Diabetes. 2009;10(Suppl. 12):3-12.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
4. Stu Brink, Lori Laffel, Supawadee Likitmaskul, Li Liu, Ann M Maguire, Birthe Olse, et al. Sick day management in
children and adolescents with diabetes. Pediatric Diabetes. 2009;10(Suppl.12):146-53.
5. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infections in patients with diabetes mellitus: A review of pathogenesis. Indian
journal of endocrinology and metabolism. 2012 Mar;16 Suppl 1:S27-36.
6. Craig ME, Twigg SM, Donaghue KC, Cheung NW, Cameron FJ, Conn J, et al. Acute complications – diabetic
ketoacidosis and sick-day management. In: Maria Craig, Twigg S, editors. National Evidence- Based Clinical Care
Guidelines for Type 1 Diabetes in Children, Adolescents and Adults. Canberra: Australian Paediatric Endocrine
Group and Australian Diabetes Society; 2011. p. 123-35.
7. Glaser N. Pediatric Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic Hyperosmolar State. Pediatric Clinics of North
America. 2005;52(6):1611-35.
8. Wallace TM, Matthews DR. Recent advances in the monitoring and management of diabetic ketoacidosis. QJM :
monthly journal of the Association of Physicians. 2004 Dec;97(12):773-80.
9. lfsdorf J. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescents: A consensus statement from the American
Diabetes Association. Diabetes care. 2006;29(5):1150-9.
10. Wright J, Ruck K, Rabbitts R, Charlton M, De P, Barrett T, et al. Diabetic ketoacidosis (DKA) in Birmingham, UK,
2000--2009: an evaluation of risk factors for recurrence and mortality. The British Journal of Diabetes & Vascular
Disease. 2009;9(6):278-82.
11. Abbas E. Kitabchi, Nyenwe EA. Hyperglycemic Crises in Diabetes Mellitus: Diabetic Ketoacidosis and
Hyperglycemic Hyperosmolar State. Endocrinol Metab Clin N Am. 2006;2006:725-51.
12. Michael J. Haller, Mark A. Atkinson, Schatz D. Type 1 Diabetes Mellitus: Etiology, Presentation, and Management.
Pediatric Clinics of North America. 2005;52(6):1553-78.
13. American Diabetes A. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes care. 2009 Jan;32 Suppl 1:S62-7.
14. Association AD. Type 2 Diabetes in Children and Adolescents. Pediatrics. 2000;105(3):671-80.
15. Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, Dunger D, Edge J, Lee W, et al. Diabetic ketoacidosis in children and
adolescents with diabetes. Pediatr Diabetes. 2009 Sep;10 Suppl 12:118-33.
16. Muhammad Faizi, Netty EP, AY Heryana, Rochmah N. Data Instalasi Rawat Inap Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr.
Soetomo Surabaya Tahun 2002-2012. [Unpublished]
17. Pulungan AB, Mansyoer R, Batubara JRL, B T. Gambaran Klinis dan Laboratoris Diabetes Mellitus tipe-1 pada
Anak Saat Pertama kali datang ke Bagian IKA-RSCM Jakarta. Sari Pediatri. 2002;4:26-30.
18. Piva JP, Czepielewski M, Garcia PCR, Machado D. Current perspectives for treating children with diabetic
ketoacidosis. Jornal de Pediatria. 2007;83(5 Suppl):S119-27.
19. Niyutchai Chaithongdi JSS, Christian A. Koch, Stephen A. Geraci. Diagnosis and management of hyperglycemic
emergencies. Hormones. 2011;10(4):250-60.
20. Chua HR, Schneider A, Bellomo R. Bicarbonate in diabetic ketoacidosis - a systematic review. Annals of intensive
care. 2011;1(1):1-12.
21. Dunger DB. ESPE/LWPES consensus statement on diabetic ketoacidosis in children and adolescents. Archives of
Disease in Childhood. 2004;89(2):188-94.
22. Association AD. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus. Diabetes care. 2002;25(Supplement
1):S100-8.
23. Glaser NS, Wootton-Gorges SL, Marcin JP, Buonocore MH, Dicarlo J, Neely EK, et al. Mechanism of cerebral
edema in children with diabetic ketoacidosis. The Journal of pediatrics. 2004 Aug;145(2):164-71.
24. Bruno Guerci, Muriel Benichou, Michele Foriot, Philip Bohme, Sebastien Fougnot, Patricia Franck, et al. Accuracy
of an Electrochemical Sensor for Measuring Capillary Blood Ketones by Fingerstick Samples During Metabolic
Deterioration After Continuous Subcutaneous Insulin Infusion Interruption in Type 1 Diabetic Patients. Diabetes
care. 2003;26:1137-41.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HIPOTIROID KONGENITAL
1. Pengertian (Definisi) Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-
tiroid-”end organ”, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon
tiroid. Hipotiroid kongenital disebabkan kurang atau tidak adanya hormone tiroid sejak dalam kandungan.
2. Anamnesis - Hipotiroid kongenital dapat disertai adanya prolonged physiological jaundice, poor feeding, lethargi, hipotermia,
konstipasi dan perkembangan yang terlambat.
- Riwayat ibu atau keluarga dengan sakit yang sama. Jika ibu sakit tiroid ditanyakan juga riwayat pengobatan
selama hamil
3. Pemeriksaan Fisik - At Birth : postmaturity, makrosomia, large head, open posterior fontanella, maturasi tulang terlambat
- During early infancy : prolongen physiological jaundice, poor feeding, lethargy, somnolence, hypothermia,
constipasi, makroglossia, hoarse cry, umbilical hernia, dry, mottled skin, goitre
10. Prognosis Semakin awal dideteksi dan mendapatkan terapi dengan kepatuhan yang baik maka prognosis akan lebih baik
15. Kepustakaan 1. Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In : Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology.
Philadelphia : Saunders, 2002 : 161-82.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HIPOTIROID KONGENITAL
2. Styne DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in Pediatrics – Pediatric Endocrinology.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2004 : 83-108.
3. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In: Moshang T, ed. Pediatric Endocrinology – The
Requisites in Pediatrics. St Louis, Missouri: Elsevier Mosby, 2005 : 171-90.
4. Fort PF, Brown RS.Thyroid Disorders in Infancy. In : Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology. New York : Marcel
Dekker, 1996 : 369-81.
5. Batubara Jose RL, Tridjaja B, Pulungan A. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Cetakan Pertama. UKK
Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI 2010.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
4. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium: Serum elektrolit, kadar gula darah, 17-OH Progesteron, LH, FSH, DHEA, rasio
Testoteron/DHT, estradiol
2. USG/CT-scan/MRI
3. Karyotiping
4. Genitografi
5. Laparoskopi/Biopsi gonad
6. Pemeriksaan Psikologi/Psikiatri
6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan tambahan lain
8. Terapi Penentuan jenis kelamin (sex assessment), pola asuh seksual (sex rearing), pengobatan hormonal, koreksi secara
pembedahan, dan psikologis
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Multi-disiplin ilmu meliputi: Ilmu Kesehatan Anak, Bedah Urologi, Bedah Plastik, Kandungan & Kebidanan,
Psikiatri, Genetika Klinik, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, dan Bagian Hukum Rumah Sakit/
Kedokteran Forensik
14. Indikator Medis 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 6 hari (1 minggu)
15. Kepustakaan 1. Madhusmita M, Lee MM. Intersex Disorder. Dalam: Moshang T, ed. Pediatric Endocrinologi. New York:
Elsevier Mosby, 2005; 103-122.
2. Witchel SF, Lee PA. Ambiguous Genitalia. Dalam: Sperling MA, Eds. Pediatric Endocrinology. USA:
Saunders, 2002; 111-33.
3. Hyun Grace, TF Kolon. Apractical approach to intersex in the newborn period. Pediatr Ur Clin of Nort
Am 2004; 31 (3): 435-43.
4. Conte FA, Grumbach MM. Abnormalities of Sexual Determination & Differentiation. Dalam: Greenspan FS,
Gardner DG, eds. Basic & Clinical Endocrinology. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2001;
511-46.
5. Zemel S, Slover RH. Disorders of Sexual Differentiation. Dalam: McDermot MT, ed. Endocrine Secrets.
Philadelphia: Hanley & Belfus, Inc, 2002; 325-33.
6. Lee PA, Houk CP, Ahmed SF, Hughes IA. Consensus Statement on Management of Intersex Disorders.
Pediatrics 2006; 118:e488-500.
7. Ono M, Harley VR. Disorders of sex development: new genes, new concepts. Nature Review Endocrinology
2013; 9:79-91
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
TURNER SYNDROME
1. Pengertian (Definisi) Kelainan genetik yang disebabkan delesi sebagian atau semua bagian dari seks kromosom X
3. PemeriksaanFisik - Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai adalah perawakan pendek dan pubertas terlambat (90%), gejala
lain dapat dilihat pada gambar :
- Manifestasi klinis lain dapa tjuga dijumpai lymphedema, anomaly jantung, anomaly ginjal, proses
autoimun : hipo/hipertiroid, rheumatic
6. Diagnosis pemeriksaan karyo typing 45,X ; 46,X,i(Xq) ; 46,X,r(X) ; 46,XXq2 ; 46,XXp2 ; 47,XXX ; 46,X,t(X;15)
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
TURNER SYNDROME
10. Prognosis 1. Gejala fisik: tidak berbahaya
2. Kematian biasanya karena kelainan jantung
3. Sebagian besar infertile
14. IndikatorMedis FT4, TSH, BUN, kreatinin. 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 3 hari.
15. Kepustakaan 1. Nelly E Kirk, Fechner PY, Rosenfeld RG. Turner Syndrome. Dalam Pediatric Endocrinology 5th ed. Vol2.
FimaLifshift,ed. New York. 2007: 305-19.
2. Saenger P. Turner Syndrome. Chapter 15. Dalam : Pediatric Endocrinology, Third Edition. Philadelphia.
2008.610-52.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
GRAVES DISEASE
1. Pengertian (Definisi) Kelainan imunogenetik yang memiliki karakteristik klinis yaitu tiromegali, hipertiroidism dan oph thalmopati infiltrative
2. Anamnesis Sulit tidur, mudah lelah saat aktivitas, cemas, dada berdebar, peningkatan nafsu makan, kehilangan berat badan, tidak
tahan udara panas,peningkatan frekuensi buang air besar. Riwayat keluarga (+) pada 60% kasus
3. PemeriksaanFisik Struma difus, takikardi, wide pulse pressure, proptosis, tremor, keringatberlebih, kelemahanototproksimal
4. PemeriksaanPenunjang FT4 , TSH, antibody tiroid (terutamaTSH receptor antibodies / TRAbs), ambil anyodium radioaktif
5. Kriteria Diagnosis Struma difus, FT4 meningkat, TSH menurun, TRAbs (+)
7. Diagnosis Banding Adenoma tiroid, , Toxic multinodular goiter, sindroma McCune – Albright, tumor pituitari
8. Terapi ObatAntitiroid
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang
Lebong
2022 – 2023
GRAVES DISEASE
14. Indikator Medis FT4 , TSH. 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 4 hari.
15. Kepustakaan 1. Susanto R, Julia M, Hakimi. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Batubara J, Tridjaja B, Pulungan A,
penyunting. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2010; 205-47.
2. Brown RS. The Thyroid. Dalam: Charles C, Clayton P, Brown R, penyunting. Brook’s Clinical Pediatric
Endocrinology. 6th edition. Boston: A John Wiley & Sons, Ltd., Publication 2009;250-82.
3. Dallas J, Foley T. Hyperthyroidism. Dalam: Lifshitz F, penyunting. Pediatric Endocrinology 5 th edition Volume
2Growth, Adrenal, Sexual, Thyroid, Calcium, and Fluid Balance Disorders. New York: Informa Healthcare USA,
Inc. 2007; 415-42.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HASHIMOTO’S TYROIDITIS
1. Pengertian (Definisi) Penyaki tautoimun yang spesifik menyerang kelenjar tiroid
2. Anamnesis Usia > 6 tahun, pembesaran kelenjar tiroid, rasa tekanan di leher / kesulitan menelan, anak pendek dan gemuk (disbanding
teman sebaya), tidak tahan dingin, konstipasi, prestasi sekolah terganggu.
Thyroid anti peroxidase antibodies (TPOAbs), Thyrotropin receptor-blocking antibodies (TRBAbs), FT4 , TSH, USG,
skintigrafi, biopsy jarum halus bila antibody anti tiroid negatif
4. Pemeriksaan Penunjang
10. Prognosis Prognosis baik bila terapi ade kuat. Konsekuensi paling berat adalah retardasi pertumbuhan
14. Indikator Medis FT4 , TSH. 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 4 hari.
15. Kepustakaan 1. Susanto R, Julia M, Hakimi. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Batubara J, Tridjaja B, Pulungan A,
penyunting. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2010; 205-47.
2. Brown RS. The Thyroid. Dalam: Charles C, Clayton P, Brown R, penyunting. Brook’s Clinical Pediatric
Endocrinology. Edisi 6. Boston: A John Wiley & Sons, Ltd., Publication 2009; 250-82.
3. Fisher D, grueters A. Thyroid Disorders in Childhood and Adolescence. Dalam: Sperling M, penyunting. Pediatric
endocrinology, 3rd edition. Philadelphia: Elsevier Inc. 2008; 227-53.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
7. Diagnosis Banding Perawakan pendek familial, constitutional delay of growth and puberty, hipotiroid
14. Indikator Medis Pertumbuhan, IGF 1. 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 3 hari.
15. Kepustakaan - Rosen bloom AL, Connor EL. Hypopituitarism and Other Disorders of the Growth Hormone – Insulin
Like Growth Factor 1 Axis. In Pediatric Endocrinology 5th ed. Vol 2. Hal 65-90.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
DIARE BERKEPANJANGAN
1. Pengertian (Definisi) Diare adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam.
Diare berkepanjangan adalah diare akut yang berlangsung lebih dari 7 hari
Diare kronik adalah diare dengan atau tanpa disertai darah yang berlangsung ≥ 14 hari bukan disebabkan oleh infeksi
2. Anamnesis Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair, adanya lendir dan atau darah) dan muntah (adanya darah, bilious).
Panas
Kembung
Adanya dehidrasi : mata cowong, air mata kering, buang air kecil berkurang, sesak, kejang, dan gangguan kesadaran
Adanya pemyakit penyerta lain
Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
Intake
Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair, kembung, iritasi pada pantat
Resusitasi cairan dan elektrolit bila ada gangguan sesuai derajat dehidrasi Identifikasi
Penyebab diare
Zinc selama 10-14 hari dengan dosis 10mg/hari (untuk anak di bawah 6 bulan) dan 20mg/hari (untuk anak di atas 6 bulan).
Antibiotika diberikan pada kasus tertentu
Vitamin A 100.000 IU IM (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU (untuk anak di bawah 1 Tahun). Probiotik : 1
kapsul/1 bungkus per hari.
Penatalaksanaan sesuai penyebab Obat-
obat antidiare tidak dianjurkan.
Pengelolaan diit yang rasional
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
DIARE BERKEPANJANGAN
10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam/malam
14. Indikator Medis 80% penderita akan sembuh dalam waktu 14 hari
Tidak dehidrasi
Diare berkurang
15. Kepustakaan WHO. Pocket book of Hospital care for children. 2005
UKK Gastrohepatologi IDAI. Modul Diare. 2010
UKK Gastrohepatologi. Buku Ajar Gastrohepatologi 2010
Suparto, P. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan Dehidrasi Pada Anak Melalui Pendekatan Epidemiologi Klinik
Desertasi, 1987.
Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In: Nelson. Texbook of Pediatrics. Saunders, Philadelphia, Edisi 17
2004; p.1272-1276.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) Diare adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam.
Diare akut: Diare yang berlangsung paling lama 14 hari. Diare berdarah adalah episode diare akut dengan darah dalam tinja
Dehidrasi berat: dehidrasi >10% untuk bayi dan >9% untuk anak dan menunjukkan tanda gangguan alat vital tubuh (somnolen,
koma, Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) dan memerlukan pemberian cairan-elektrolit parenteral.
2. Anamnesis Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair, adanya lendir dan atau darah) dan muntah (adanya darah, bilious).
Panas
Kembung
Adanya dehidrasi : mata cowong, air mata kering, buang air kecil berkurang, sesak, kejang, dan gangguan kesadaran
Adanya penyakit penyerta lain
Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
Intake
Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair, kembung, iritasi pada pantat
8. Terapi Rehidrasi : beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat / Ringer Asetat (atau bila tidak tersedia, dapat diberikan NaCl 0.9%)
yang dibagi sebagai berikut
Usia <12 bulan : 30 ml/kg dalam 1 jam dilanjutkan 70 ml/kg dalam 5 jam berikutnya
Usia ≥12 bulan : 30 ml/kg dalam 30 menit dilanjutkan 70 ml/kg dalam 2 ½ jam berikutnya Dapat
diulang jika denyut nadi masih sangat lemah / tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. Juga beri
oralit (5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum ; biasanya setelah 3-4jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
Makanan tetap diberikan, ASI maupun formula diteruskan.
Zinc selama 10-14 hari dengan dosis 10mg/hari (untuk anak di bawah 6 bulan)
dan 20mg/hari (untuk anak di atas 6 bulan).
Antibiotika diberikan pada kasus tertentu
Vitamin A 100.000 IU IM (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU (untuk anak di bawah 1 Tahun). Probiotik : 1
kapsul/1 bungkus per hari.
Pengobatan problem penyerta (gangguan elektrolit, keseimbangan asam basa) Obat-
obat antidiare tidak dianjurkan.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam/malam
14. Indikator Medis 80% penderita akan sembuh dalam waktu 7 hari
Tidak dehidrasi
Diare berkurang
15. Kepustakaan WHO. Pocket book of Hospital care for children. 2005
UKK Gastrohepatologi IDAI. Modul Diare. 2010
UKK Gastrohepatologi. Buku Ajar Gastrohepatologi 2010
Suparto, P. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan Dehidrasi Pada Anak Melalui Pendekatan Epidemiologi Klinik
Desertasi, 1987.
Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In: Nelson. Texbook of Pediatrics. Saunders, Philadelphia, Edisi 17
2004; p.1272-1276.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DIARE KRONIK
1. Pengertian (Definisi) Diare Kronik adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam dengan atau tanpa disertai darah yang
berlangsung ≥ 14 hari
2. Anamnesis - Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair, adanya lendir dan atau darah) dan muntah (adanya
darah, bilious).
- Panas
- Kembung
- Adanya dehidrasi : mata cowong, air mata kering, buang air kecil berkurang, sesak, kejang, dan gangguan
kesadaran
- Adanya pemyakit penyerta lain
- Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
- Intake
- Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair, kembung, iritasi pada pantat
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DIARE KRONIK
10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam/malam
15. Kepustakaan 1. WHO. Pocket book of Hospital care for children. 2005
2. UKK Gastrohepatologi IDAI. Modul Diare. 2010
3. UKK Gastrohepatologi. Buku Ajar Gastrohepatologi 2010
4. Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In: Nelson. Texbook of Pediatrics. Saunders, Philadelphia,
Edisi 17 2004; p.1272-1276.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian (Definisi) Refluks gastroesofagus (RGE) adalah aliran balik isi lambung (berupa air liur, makanan/minumam, cairan lambung, cairan
pankreas, cairan empedu) ke dalam esofagus tanpa adanya usaha.
- Fisiologis : regurgitasi setelah minum/makan dengan waktu yang singkat, tidak ada keluhan lainnya.
- Patologis : regurgitasi berulang dengan waktu yang lebih lama, terjadi siang/malam, tidak bergantung
minum/makan, dapat disertai keluhan radang esofagus.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
14. Indikator Medis Tatalaksana dengan H2 antagonis atau PPI membaik dalam 2 minggu
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
PENYAKIT HIRSCHPRUNG
1. Pengertian (Definisi) Penyakit Hirschprung adalah penyakit yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus mienterikus dan
submukosa. Panjang segmen aganglionik bervariasi mulai dari segmen yang pendek yang hanya mengenai daerah sfingter
anal sampai daerah yang meliputi seluruh kolon bahkan usus kecil.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
PENYAKIT HIRSCHPRUNG
15. Kepustakaan 1. Imseis, E. And C.E. Gariepy (2004). Hirschprung’s disease. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker., Goulet.,
Kleinman.et al.Ontario, BC Decker Inc.1 : 1031-1043
2. O;Neill.(2004).”Hirscphrung’s Disease”, 2006, from www.APSA Resources for parents Hirschprung’s Disease
Pt_1.htm.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada traktus digestivus dari mulut sampai dengan anus. Darah dapat
terlihat pada tinja atau muntahan atau dapat saja perdarahan tersembunyi yang hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan
laboratorium.
2. Anamnesis • Konfirmasi darah yang keluar benar- benar keluar dari traktus digestivus
• Jumlah darah yang keluar dan karakteristiknya
• Anak tampak sakit akut atau kronis
• Apakah perdarahan masih berlangsung
• Riwayat pemberian obat (antikoagulan, aspirin,dll)
• Riwayat penyakit terdahulu (epitaksis, penyakit hati, perdarahan)
• Riwayat muntah hebat kemudian disusul muntah darah
4. Pemeriksaan Penunjang • Apt test untuk membedakan darah bayi dan darah ibu
• Foto polos abdomen
• Esofagogastrodudodenoskopi
• Sigmoidoskopi dan kolonoskopi
• Biopsi
• Meckel scan
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
9. Edukasi 1. Terapi
periksa kadar retikulosit setiap 2 minggu dan hemoglobin setiap 4 minggu
kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya
konstipasi, diare, rasa terbakar di ulu hati, nyeri abdomen dan mual, gejala lain dapat berupa
pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
2. Tumbuh kembang
penimbangan berat badan setiap bulan
perubahan tingkah laku
daya konsentrasi dan kemampuan belajar anak usia sekolah, konsultasi ahli psikologi
aktivitas motoric
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/
IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
14. Indikator Medis Pemberian preparat besi selama 2-3 bulan dan respon pemberian preparat besi dievaluasi dengan peningkatan kadar
retikulosit setiap 2 minggu dan hemoglobin setiap 4 minggu.
15. Kepustakaan 1. Hilmann RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and
Management. New York; Mc Graw Hill, 1995: 72-85.
2. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. 2 nd ed. New York; Churchill
Livingstone Inc, 1995: 35-50.
3. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. 1 st ed. Philadelphia; Saunders,
1974: 103-25.
4. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. In: Mc Millan JA, De Angelis CD, Feigin RD, Warshaw JB,
penyunting. Oski’s Pediatrics: Principles and Practice. 3rd ed. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999: 1447-
8.
5. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010: 10-3.
6. Suplementasi Besi pada Bayi dan Anak. Dalam: Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011: 1-6.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
THALASSEMIA
1. Pengertian (Definisi) Suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh
kekurangan sintesis rantai polipeptida yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin.
2. Anamnesis Pucat
gangguan nafsu makan
gangguan tumbuh kembang
perut membesar
3. Pemeriksaan Fisik anemia
bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
dapat ditemukan ikterus
gangguan pertumbuhan
splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
4. Kriteria Diagnosis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
darah tepi
Hb rendah dapat mencapai 2-3 g%
gambaran morfologi eritrosit mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini
lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat
pemeriksaan khusus
HbF meningkat: 20-90% Hb total
Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar HbF.
pemeriksaan pedigree: kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2
meningkat (>3,5% dari Hb total).
pemeriksaan lain
foto Ro tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus
pada korteks
foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas
5. Diagnosis THALASSEMIA
6. Diagnosis Banding anemia defisiensi besi
anemia karena infeksi menahun
anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
anemia sideroblastic
7. Pemeriksaan hapusan darah tepi
Penunjang pemeriksaan khusus
Elektroforesis Hb
pemeriksaan pedigree
pemeriksaan lain
foto Ro tulang kepala
foto tulang pipih dan ujung tulang Panjang
8. Terapi 1. MEDIKAMENTOSA
Pemberian iron chelating agent: diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 μg/l atau saturasi transferin
lebih 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kgBB/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5
hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
Deferiprone, dosis 50-75 mg/kgBB/hari, 3x/hari peroral, setiap hari.
Deferasirox, dosis 20-30 mg/kgBB/hari, 1x/hari peroral, setiap hari.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelat besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
Folic acid 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
2. BEDAH
Splenektomi dengan indikasi: Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya ruptur. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (Packed Red Cell/PRC) melebihi 250 ml/kgBB dalam satu tahun.
3. SUPORTIF
Transfusi darah:
Diberikan pada Hb «8 g/dL sampai kadar Hb 10-11 g/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang
yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC 10 ml/kgBB/hari.
4. Lain-lain (rujukan sub spesialis, rujukan spesialisasi lainnya)
tumbuh kembang, kardiologi, gizi, endokrinologi, radiologi, gigi
9. Edukasi 1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi
meningkat dan transfusi darah berulang.
Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernafas. Bila hal ini terjadi
kelasi besi dihentikan.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
THALASSEMIA
2. Tumbuh kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, sehingga diperlukan perhatian dan pemantauan
tumbuh kembang penderita.
3. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal
hepar), gangguan endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/
IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
2. Anamnesis pucat
sering demam
perdarahan
berat badan turun
anoreksia
nyeri tulang
pembesaran kelenjar getah bening dan perut
3. Pemeriksaan Fisik Gejala klinis bervariasi luas, dapat berupa:
anemia dan tanda perdarahan: perdarahan kulit (ptekie, atraumatik ekimose), perdarahan gusi, hematuria,
perdarahan saluran cerna, dan perdarahan otak
pembesaran kelenjar limfe general
organomegali (hepatomegali, splenomegali, limfadenopati), massa di mediastinum
pada jantung terjadi gejala akibat anemia
infeksi: di mulut, saluran nafas atas/bawah, selulitis, sepsis
leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (tekanan intra kranial meningkat), perubahan status mental,
kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal
4. Kriteria Diagnosis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
anemia normositik normokromik
pada hitung jenis terdapat limfositosis dan atau limfoblas. Jumlah limfoblas dapat mencapai 100%
pemeriksaan darah lengkap: lekosit bisa menurun, normal, atau meningkat atau hiperlekositosis
(>100.000/mm3). Trombositopenia, uji tourniquet positif dan waktu perdarahan memanjang.
retikulositopenia
kepastian diagnostik: pungsi sumsum tulang. Terdapat pendesakan eritropoiesis, trombopoesis, dan
granulopoesis. Sumsum tulang didominasi oleh limfoblas. Dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan
immunophenotyping.
rontgen foto toraks AP dan lateral untuk melihat infiltrasi mediastinal
lumbal pungsi: untuk mengetahui ada infiltrasi ke cairan serebrospinal
5. Diagnosis LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
6. Diagnosis Banding Anemia aplastic
7. Pemeriksaan pemeriksaan darah lengkap
Penunjang hapusan darah tepi dan retikulosit
pungsi sumsum tulang
dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan immunophenotyping
rontgen foto toraks AP dan lateral
lumbal pungsi
8. Terapi 1. Protokol pengobatan
Protokol pengobatan menurut UKK Hemato-Onkologi ada 2 macam yaitu:
a. Protokol middle dose Metothrexate (Jakarta 1994) lihat lampiran
b. Protokol Nasional LLA 2006 lihat lampiran
2. Pengobatan suportif
Terapi suportif misalnya transfusi komponen darah, pemberian antibiotika, nutrisi, dan psikososial
9. Edukasi 1. Terapi
Komplikasi terapi adalah alopesia, depresi sumsum tulang, agranulositosis. Sepsis merupakan komplikasi
selama pengobatan sitostatik.
Pada pemberian kortikosteroid dapat terjadi perubahan perilaku, misalnya marah dan nafsu makan yang
berlebihan.
2. Tumbuh kembang
Pasien secepatnya masuk sekolah. Dalam jangka lama perlu diobservasi fungsi hormonal dan tumbuh kembang
anak.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/
IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Remisi komplit dicapai setelah pengobatan selama 108-118 minggu.
15. Kepustakaan 1. Bagemann, Rastetter J. Atlas of Acute Leukemia. In: Clinical Hematology 3rd ed. Thieme, Stuttgart.
1986: 243-8.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Transfusi trombosit pada umumnya tidak diberikan berhubung adanya zat anti terhadap trombosit
Splenektomi kadang-kadang dilakukan pada PTI akut dengan dugaan perdarahan otak. Dilakukan bersama dengan
transfusi trombosit dalam jumlah besar.
9. Edukasi Pemantauan tanda-tanda perdarahan
Pencegahan dan penanganan infeksi
10. Prognosis PTI AKUT
Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fungsionam : dubia ad bonam/malam
PTI KRONIS
Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/
IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis PTI akut sembuh sendiri dalam 6 bulan dan jika PTI terjadi lebih dari 6 bulan akan menjadi kronis dan dihubungkan dengan
kelainan imunitas.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HEMOFILIA
1. Pengertian Penyakit kongenital herediter yang disebabkan karena gangguan sintesis faktor pembekuan darah. Ada 3 jenis
(Definisi) hemofilia:
Hemofilia A: defek faktor VIII
Hemofilia B: defek faktor IX
(prevalensi Hemofilia A:B=5-8:1)
Hemofilia C: defek faktor XI (jarang)
Klasifikasi derajat hemofilia berdasarkan kadar FVIII/FIX: Ringan:
5-25% (5-25 U/dL)
Sedang: 1-5% (1-5 U/dL)
Berat: <1% (<1 U/dL)
2. Anamnesis riwayat perdarahan yang terjadi spontan atau paska trauma/operasi, seperti: perdarahan lewat tali pusat saat lahir,
perdarahan sendi karena jatuh saat belajar berjalan, riwayat timbul “biru-biru” bila terbentur
nyeri/bengkak pada sendi
riwayat keluarga dengan keluhan perdarahan yang sama
3. Pemeriksaan Fisik Ada perdarahan yang dapat berupa:
hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
hemarthrosis (sendi bengkak, hangat pada perabaan, nyeri dan gerak terbatas)
sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur
sendi. Sendi yang sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu
perdarahan intrakranial, dapat ditemukan pucat, syok, sesak napas dan/atau penurunan kesadaran
4. Kriteria Diagnosis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
APTT memanjang
PPT normal
Serum Prothrombin Time pendek
kadar fibrinogen normal
Retraksi bekuan baik
kadar Faktor VIII/IX
5. Diagnosis HEMOFILIA
6. Diagnosis Banding Von Willebrand’s disease
Defisiensi Vitamin K
7. Pemeriksaan APTT
Penunjang PPT
Serum Prothrombin Time
Kadar fibrinogen
Retraksi bekuan
kadar Faktor VIII/IX
8. Terapi Hemofilia A
1. Darah segar
Darah segar diberikan bila terjadi perdarahan yang mencapai 20-40% kemudian diikuti
pemberian FVIII hingga mencapai kadar hemostatik
2. Plasma segar beku
Pemberiannya harus disesuaikan dengan golongan darah dan faktor rhesus untuk mencegah reaksi
transfusi hemolitik. Dosis 10-15 ml/kgBB dengan interval 8-12 jam.
3. Kriopresipitat
4. Konsentrat FVIII
Hemofilia B
1. Darah segar
Darah segar diberikan bila terjadi perdarahan yang mencapai 20-40% kemudian diikuti pemberian FIX hingga mencapai
kadar hemostatik
2. Plasma segar beku
Pemberiannya harus disesuaikan dengan golongan darah dan faktor rhesus untuk mencegah reaksi transfusi hemolitik.
Dosis 10-15 ml/kgBB dengan interval 8-12 jam.
3. Kriopresipitat
4. Konsentrat FIX
Pedoman dosis Anti Hemophilic Factor
Indikasi FVIII (IU/kg) FIX (IU/kg) Durasi (hari)
Epistaksis 10-15 20-30 1-2
Perdarahan oral 10-15 20-30 1-2
mukosa
Hemarthrosis 15-25 30-50 1-2
Hematoma 15-25 30-50 1-2
Hematuria persisten 15-25 30-50 1-2
Perdarahan GI 15-25 30-50 1-2 hari
setelah perdarahan stop
Perdarahan 15-25 30-50 min.3 hari
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HEMOFILIA
retroperitoneal
Trauma tanpa 20-25 40-50 2-3
perdarahan
Perdarahan lidah/ 20-25 40-50 3-4
retrofaring
Trauma dengan 50 100 10-14
perdarahan,bedah
Perdarahan 50 100 10-14
Intracranial
14. Indikator Medis Keluhan klinis berkurang (tidak didapatkan bengkak dan perdarahan) setelah pemberian AHF
15. Kepustakaan 1. Higartner MW, Corrigan JJ. Coagulation disorders. Dalam: Miller DR, Baehner RL, Miller LP, penyunting
Blood diseases of infancy and childhood; edisi ke 7. St. Louis Mosby; 1995: 924-86.
2. Lanzkowsky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke 2. New York: Churchill Livingstone;
1995: 254-62.
3. Montgomery RR, Gill JC, Scott JP. Hereditary Clotting Factor Deficiencies (Bleeding Disorders). Dalam:
Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting Nelson Text Book of Pediatric; edisi ke 16.
Philadelphia: WB Saunders Co.2000: 1508-11.
4. Rickard KA. Guidelines for therapy and optimal dosages of coagulation factors for treatment of bleeding and
surgery in haemophilia. Haemophilia; 1995 (suppl 1): 8-13.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
14. Indikator Medis Klinis membaik dan FH normal setelah pemberian vitamin K1 dan FFP
15. Kepustakaan 1. Willoughby MLN. Pediatric Hematology. Edinburg: London, 1977: 327-9.
2. Chalmers EA, Gibson BE. Acquired disorders of hemostasis during childhood. Dalam: Lilleyman J, Hann I,
BlanchetteV, Eds. Pediatric Hematology. Edisi ke 2. London: Churchill Livingstone, 2000: 629-49.
3. Sutor AH, Von Kries R, Cornelissen M, Mc Ninch AW, Andrew M. Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB) in
Infancy. Thromb Haemost 1999; 81: 456-61.
4. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic Disease of The Newborn. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005: 182-
96.
5. World Health Organization, Food and Agriculture Organization of United Nations, 2002. Vitamin K. Didapat dari:
http://www.fao.org/documents/showcdr.asp?urlfile=/DOCREP/004/Y2809E/y2809e00.htm. (Diakses tanggal 8 Agustus
2005)
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
ANEMIA APLASTIK
1. Pengertian Suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang.
(Definisi)
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
ANEMIA APLASTIK
14. Indikator Medis Klinis membaik dan didapatkan parameter hematologi: granulosit >500/mm3, trombosit >20.000/mm3, retikulosit
<1.0%
15. Kepustakaan 1. Epstein FH. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. N Eng. J. Med 1997, 336: 1365-72.
2. Young NS. Bone Marrow Aplasia: The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. Education
Programme of The 26th Congress of The International Society of Hematology, Singapore: ISH, 1996.
3. Young NS. Pathogenesis and Pathophysiology of Aplastic Anemia. Dalam: Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ dkk.
Penyunting. Hematology: Basic Principles and Practice, edisi ke 2. New York: Churchill Livingstone,
1995: 299-325.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HIPERLEUKOSITOSIS
1. Pengertian (Definisi) Jumlah leukosit darah tepi yang melebihi 100.000/mm3
2. Anamnesis Tidak didapatkan keluhan yang khas dan spesifik.
3. Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis yang timbul merupakan perwujudan kelainan metabolik yang mendasari.
4. Kriteria Diagnosis Jumlah leukosit darah tepi melebihi 100.000/mm3
5. Diagnosis HIPERLEUKOSITOSIS
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Pemeriksaan darah tepi
Penunjang Pemeriksaan serum elektrolit (natrium, kalium, kalsium, fosfat)
Pemeriksaan asam urat
8. Terapi Hiperhidrasi
Dektrosa 5% dalam NaCl 0,45%: 2-3 liter/m2/hari
Alkalinisasi urin
a. Tambahkan NaHCO3 40 meq/liter
b.
Untuk mempertahankan pH urin 7,0-8,0
c. Stop NaHCO3 jika bikarbonat serum »30 mEq/L dan/atau pH urin>8,0
Pengobatan hiperurisemia
Allopurinol 300 mg/m2/hari atau 10 mg/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3 dosis (maksimum 800 mg/hari) atau 200
mg/m2/hari iv (maksimum 600 mg/hari)
Diuresis
a. Target produksi urin 100 ml/m2/jam dan berat jenis urin <1.010
b. Dapat diberikan Furosemid 0,5-1 mg/kgBB/kali atau Mannitol 25% 0,5 g/kgBB selama 5-10 menit
jika pasien mengalami oligouria, dapat diulang setiap 6 jam bila perlu
Tunda transfusi suspensi darah merah (PRC) karena dapat meningkatkan viskositas darah, terutama jika lekosit
> 300.0000/mm3
Monitor
a. elektrolit : Na, K, Ca, P, ureum, kreatinin
b. darah lengkap
c. urin output, pH, berat jenis urin setiap 6 jam
d. tanda-tanda vital: respirasi, jantung dan susunan saraf pusat terutama bila terdapat hiperkalemia
atau hipokalsemia
9. Edukasi Kemungkinan terjadi komplikasi : sindroma lisis tumor, lekostasis, perdarahan, trombosis
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/
IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
HIPERLEUKOSITOSIS
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
14. Indikator Medis Tidak didapatkan massa (CT scan/MRI) dan kadar LDH dalam batas normal (<480 U/L) setelah selesai
kemoterapi
15. Kepustakaan 1. Patte C. Non Hodgkin’s Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting. Paediatric
Oncology. Edisi ke 2. London; Chapman and Hall Medical; 1997: 278-95.
2. Oberlin O, Mc Dowell HP. Hodgkin’s Disease. . Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting.
Paediatric Oncology. Edisi ke 2. London; Chapman and Hall Medical; 1997: 296-319.
3. Hudson MM, Donaldson SS. Dalam Poplack DG, Pizzo PZ penyunting. Principles and Practice of Pediatric
Oncology. Edisi ke 4. Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins; 2002: 661-705.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
TUMOR WILMS
1. Pengertian Tumor ganas embrional ginjal yang berasal dari metanefros. Nama lain tumor ini adalah nefroblastoma atau embrioma
(Definisi) renal.
14. Indikator Medis Tidak didapatkan massa (CT scan/MRI) dan kadar LDH dalam batas normal (<480 U/L) setelah selesai
kemoterapi
15. Kepustakaan 1. Breslow N, Olsham A, Beckwith JB, Green DM. Epidemiology of Wilms’ Tumor. MPO, 1993; 21: 172- 81.
2. De Camargo B, Weitzman S. Nephroblastoma. Dalam: Voute PA, Kalifa C, Barret A, penyunting. Cancer
in children: clinical management. Edisi ke 4. New York: Oxford; 1998: 259-73.
3. Lanzkowsky P. Wilms’ tumor. Dalam: Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke 2. New York:
Churchill Livingstone; 1995: 437-51.
4. Madden SL, Cook DM, Morris JF, Gashler A, Sukhatme VP, Rauscher FJ. Transcriptional repression mediated
by the WT1 Wilms’ tumor gene product. Science, 1991; 253: 1550-3.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
TUMOR WILMS
5. Schwartz CE, Haber DE, Stanton VP, Strong LC, Skolnick MH, Housman DE. Familial predisposition
to Wilms’ tumor does not segregate with the WT1 gene. Genomics, 1991; 10: 927-30.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
9. Edukasi Penjelasan terutama pada perjalanan penyakit yg lama, dan prognosis yang kurang baik
10. Prognosis Untukkolestasis extra hepatic survival setelahoperasi Kasai 20%, sedang untuk intra hepatic sekitar 60%
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Vebri Valentania Sp.A
2. dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 14 hari
15. Kepustakaan 1. Kamath BM, Munoz PS, Bab N, Baker A, Chen Z, Spinner NB, et al. A longitudinal study to identify
laboratory predictors of liver disease outcome in Alagille syndrome. J Pediatr Gastroenterol Nutr
2010;50(5):526-30.
2. Santos JL, Choquette M, Bezerra JA. Cholestatic liver disease in children. Curr Gastroenterol Rep
2010;12(1):30-9.
3. Liu X, Invernizzi P, Lu Y, Kosoy R, Bianchi I, Podda M, et al. Genome-wide meta-analyses identify three loci
associated with primary biliary cirrhosis. Nat Genet 2010;42(8):658-60.
4. Davit-Spraul A, Gonzales E, Baussan C, Jacquemin E. Progressive familial intrahepatic cholestasis.
Orphanet J Rare Dis 2009;4:1.
5. Tamura S, Sugawara Y, Kaneko J, Togashi J, Matsui Y, Yamashiki N, et al. Recurrence of cholestatic liver disease
after living donor liver transplantation. World J Gastroenterol 2008;14(33):5105-9.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HEPATITIS AKUT
1. Pengertian (Definisi) Hepatitis adalah suatu keadaan inflamasi dan atau nekrosis hati.Hepatitis A merupakan penyebab terbanyak hepatitis virus
tetapi tidak menimbulkan kronisitas. Hepatitis B dan C karena bisa menjadi kronis akan dibicarakan dalam bab tersendiri.
Penyebab non virus kurang sering dijumpai tetapi perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding.
2. Anamnesis Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam beberapa hari - minggu timbul ikterus,
tinja pucat dan urin yang berwarna gelap. Saat ini, gejala prodromal berkurang. Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan
penderita hepatitis sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik.
7. Terapi a. Terapi suportif: pembatasan aktivitas, pemberian makanan terutama harus cukup kalori. Hindari obat
hepatotoksik seperti parasetamol, INH, Rifampisin.
b. Medikamentosa:
Ursedeoksikolikasid (UDCA)
Obat anti virus: interferon, lamivudin, ribavirin. Prednison
khusus untuk VHA bentuk kolestatik.
Kolestasis berkepanjangan diberi vitamin larut dalam lemak dan terapi simptomatis untuk
menghilangkan rasa gatal yaitu kolestiramin.
Hepatitis fulminan dirawat intensif.
Konsultasi kepada ahli gastrohepatologi diperlukan bila
Timbul gejala-gejala ke arah fulminan:
Kesadaran menurun, terdapat gejala perdarahan, ALT dan AST lebih dari 1000 iu/l, serum bilirubin lebih
dari 10 mg/dl, pemanjangan waktu protrombin lebih dari 3 detik dari nilai normal.
Terjadi kolestasis yang memanjang (lebih dari 30 hari)
8. Pemantauan Penilaian kesadaran, suhu badan, derajat ikterus, besar hati.
Gejala perdarahan terutama dari saluran cerna.
Laboratorium:
Bilirubin direk, indirek, ALT dan AST, glukosa, albumin, PT diulang tiap 3-7 hari tergantung perkembangan
penyakit.
9. Edukasi Tentang perjalanan penyakit serta kemungkinan menjadi kronis pada infeksi HBV dan HCV
10. Prognosis Pada umumnya baik, angka kematian kurang dari 2%
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HEPATITIS AKUT
3. Rapti IN, Hadziyannis SJ. Treatment of special populations with chronic hepatitis B infection. Expert Rev
Gastroenterol Hepatol 2011;5(3):323-39.
4. Selimoglu MA, Ertekin V, Karabiber H, Turgut A, Gursan N. Treatment results of chronic hepatitis B in
children: a retrospective study. Turk J Pediatr 2010;52(4):360-6.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
ASCITES
1. Pengertian (Definisi) Asites adalah peningkatan jumlah cairan intra peritoneal. Penyebab asites terbanyak adalah gangguan hati kronis tetapi
dapat pula disebabkan penyakit lain.
2. Patogenesis Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya:
Peningkatan tekanan hidrostatik:
Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom Budd-Chiari), obstruksi vena cava inferior, perikarditis konstriktif,
penyakit jantung kongestif
Penurunantekananosmotikkoloid:
Penyakit hati stadium lanjut dengan gangguan sintesis protein, sindrom nefrotik, malnutrisi, protein- lossing
enteropathy
Peningkatanpermeabilitaskapiler peritoneal:
Peritonitis TB, peritonitis bakteri, penyakit keganasan pada peritonium
Kebocoran cairan di cavum peritoneal:
Bile ascites, pancreatic ascites (secondary to a leaking pseudocyst), chylous ascites, urine ascites
Micellanous:
Myxedema, ovarian disease (Meigs' syndrome), chronic hemodialysis
3. Gejala Klinis Derajat Asites dapat ditentukan secara semikuantitatif sebagai berikut:
Tingkatan 1 : bila terdeteksi dengan pemeriksaan fisik yang sangat teliti
Tingkatan 2 : mudah diketahui dengan pemeriksaan fisik biasa tetapi dalam jumlah cairan yang minimal
Tingkatan 3 : dapat dilihat tanpa pemeriksaan fisik khusus akan tetapi permukaan abdomen tidak tegang
Tingkatan 4 : asites permagna
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
ASCITES
Tinggi ( > or = 1.1 g/dl) Rendah ( < 1.1 g/dl)
Tumor peritonium
Sirosis
Asites pankreas
Hepatitis alkohol
Asites bilier
Gagal jantung Gagal
TBC peritonium
hati fulminan
Sindrom nefrotik
Trombosis vena porta
Obstruksi usus
11.Diet Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah diterapkan pada pasien - pasien yang dirawat akan
tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan. Untuk itu pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88
mmol/hari). Retriksi cairan tidak diperlukan kecuali pada kasus asites dengan serum sodium
level turun di bawah 120 mmol/L.
12. Edukasi Tentang perjalanan penyakit, biasanya terjadi pada fase akhir penyakit
13. Prognosis Jelek
14. Tingkat Evidens IV
15. Tingkat Rekomendasi C
16. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
17. Indikator Medis 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 5 hari
18. Kepustakaan a. Amarapurkar DN, Punamiya S, Patel ND. An experience with covered transjugular intrahepatic
portosystemic shunt for refractory ascites from western India. annals of Hepatology 2006:103-8.
b. Gerbes AL, Gulberg V. Progress in treatment of massive ascites and hepatorenal syndrome World J
Gastroenterol 2006;12:516-9.
c. Seo JH, Kim SU, Park JY, Kim DY, Han K-H, Chon CY, et al. Predictors of Refractory Ascites
Development in Patients with Hepatitis B Virus-Related Cirrhosis Hospitalized to Control Ascitic
Decompensation. Yonsei Med J 2013;54(1):145-53.
d. Bjerre M, Holland-Fischer P, Grønbæk H, Frystyk J, Hansen TK, Vilstrup H, et al. Soluble membrane attack
complex in ascites in patients with liver cirrhosis without infections World J Hepatol 2010;2(6):221-5.
e. European Association for The Study of The Liver. EASL clinical practice guidelines on the
management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis. J Of Hepatol
2010;53:397-417.
Curup, 2022
Mengetahui
Direktur RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian (Definisi) Gagal hati fulminan adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh nekrosis sel hati yang luas, diikuti kegagalan
fungsi hati secara mendadak, yang ditandai dengan ensefalopati yang timbul dalam waktu kurang dari 8 minggu setelah
gejala pertama penyakit hati.
2. Patofisiologi Berdasar interval waktu antara timbulnya ikterus dan ensefalopati, gagal hati dibagi menjadi 3 kategori : hiper akut,
akut, dan sub akut.
KlasifikasiGagalHatiAkut
Interval
Edema
jaundice- Penyebab
Ensefalopati Otak Prognosis
Virus A,B
Hiper-akut <7 hari Sering Sedang
Acetaminophen
Akut 8-28 hari Sering Jelek Non-A/B/C;obat
Sub-akut 29 hari - 12 mg Sering Jelek Non-A/B/C;obat
-
3. PemeriksaanFisik Gejala klinis sangat bervariasi, merupakan gabungan antara gejala kelainan hati dan ensefalopati, mulai yang ringan sampai
koma. Pada bayi perjalanan penyakit progresif dan bayi meninggal sebelum ikterus tampak.
Gejala hepatitis : lemah, panas, anoreksia, muntah, nyeri perut, ikterus, kencing keruh, tinja akolis.
Gejala neurologi : gangguan tingkah laku, pusing, sakit kepala, perubahan irama tidur, gangguan koordinasi dengan
flapping tremor, refleks tendon yang meningkat, dan refleks Babinsky positif, hingga fase akhir terjadi hipotoni dan
refleks-refleks menghilang.
Agitasi Inkordinasi
Iritabel Tidakbisamenul
is
2 Lethargy Disorientasi Asteriksis Gelombang
waktu Disarthria tigafase
Respons Hilang Ataksia (5 Hz)
lambat hambatan Refleks
Kelakuan tak hipoaktif
terkontrol
3 Somnolence Disorientasitem Asteriksis Gelombang
pat Kekakuan otot tigafase
Confusion Agresif Tanda (5 Hz)
Babinsky
Refleks
hiperaktif
4 Koma Tidakada Deserebrasi Aktifitasgelo
mbang
Delta/
lambat
4. PemeriksaanPenunjan g Pemeriksaanlaboratorium
a. Serum transaminase : meningkat 70 – 100 kali
b. Bilirubin direk dan total : bilirubin > 4 mg/dl menunjukkan prognosis buruk
c. Alkali fosfatase : normal atau meningkat
d. Faal hemostasis : memanjang
e. Albumin serum :faseawal normal danmenurunpadafaselanjut. Kadar albumin rendahmenunjukkan prognosis
buruk
f. Hipoglikemia, khususnyapadabayi
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Pemeriksaaanpenunjang lain
a. EEG
b. USG hati (Doppler)
c. CT scan atau MRI abdomen.
d. CT scan kepala
e. Biopsihati
5. Kriteria Diagnosis 1. GejalaKlinis
2. Derajatdehidrasi
3. Komplikasi (apabilaterjadi)
6. Diagnosis Gagal Hati Fulminan
7. Terapi Tujuan pengobatan adalah mempertahankan fungsi otak, ginjal, pernafasan sampai terjadi regenerasi hati serta mencegah
terjadi komplikasi, dengan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan, meliputi :
a. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemberiancairanintravena.
Mempertahankan kadar Natrium dan Kalium darah.
b. Diet
Tinggi kalori, tinggi karbohidrat dan cukup lemak. Protein 0,5-1 g/kgBB/hari.
c. Pengobatanterhadapperdarahan
Timbulnyaperdarahanmerupakanakibatdefisiensifaktor-faktorpembekuan, DIC, dantrombositopenia.
Vitamin K
Plasma segarbeku
Faktor pembekuan diberikan bila waktu protrombin memanjang lebih dari 10 detik
Antasiddanantagonisreseptor H2 20 mg/kgBB/hari
Bilaterjadiperdarahandiberikandarahsegar
d. Pengobatanterhadapensefalopati
Neomisin 25 mg/kgBBtiap 8 jam
Laktulose enema 150cc dalam 500cc air 4 kali sehari
Laktulose oral 1 ml/kgBB 4 kali sehari
e. Pemberiansedatifharusdicegah
Bilakejangdiberi flumazenil (benzodiazepine-receptor antagonist)
Tidak boleh diberikan diazepam karena dapat menekan pusat pernapasan
f. Antibiotik
Jika diduga infeksi, sesuai hasil kultur.
g. Edema serebri
Kortikosteroitmasihkontroversi
Manitol 0.5-1 g/kgBB iv bilatekananintrakraniallebihdari 30 mmHg, dosispemeliharaan 0.25-0.5
g/kgBB iv 4 kali sehari.
h. Gangguanginjal
Peritoneal dialisisatauhemodialisisbilaterjadigagalginjal
i. Gangguanpernafasan
Intubasiendotrakhealdanventilasimekanikbilaterjadigagalnafas
AsidosisdiberiNatriumBicarbonatkarenadapatmemperbaikikesadarandanmeningkatkanalirandara
hdanoksigenkeotak
j. Usaha untukmenunjangfungsihati
Tranfusitukar (exchange transfusion)
Dialisis peritoneal padapenyakitWilsonuntukmembuangtembagadenganmenambah D-
penicillaminekedalamdialysate
Plasmapheresis pada gagal hati fulminan yang menunggu transplantasi
Charcoal haemoperfusion denganinfus prostacyclin
Transplantasihati
8. Pemantauan Tekanan darah, nadi, suhu tubuh, produksi urine dan jika memungkinkan dengan tekanan vena sentral.
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati, serum elektrolit, albumin, analisa gas darah dan
urine lengkap
9. Edukasi
10. Prognosis Mortalitas pada anak-anak sebesar 80-90% disebabkan edema serebri, sepsis, dan kerusakan multi organ.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Angka keberhasilan hidup adalah sebesar 10-20%. Dipengaruhi oleh derajat koma, macam pengobatan, umur penderita,
dan tergantung pada kemampuan regenerasi hati serta komplikasi yang terjadi
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. PenelaahKritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. IndikatorMedis Penderita akan dirawat selama 14 hari
15. Kepustakaan a. Narkewicz MR, Olio DD, Karpen SJ, et al: Pattern of diagnostic evaluation for the causes of pediatric
acuteliver failure: an opportunity for quality improvement. J Pediatr 2009; 155:801-806.
b. Suchy FJ,Fulminant Hepatic Failure. In: Kliegman RM, Behrman RE, Stanton BF, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. 19 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011:4999-5008.
c. Bravo LC, Gregorio GV, Shafi F, Bock HL, Boudville I, Liu Y, et al. Etiology, Icidence And Outcomes of
Acute Hepatic Failure in 0-18 Year Old Filipino Children. SoutheaSt aSian J trop Med public health
2012;43(3):764-72.
d. Ranganathan SS, Sathiadas MG, Sumanasena S, Fernandopulle M, Lamabadusuriya SP, Fernandopulle BMR.
Fulminant Hepatic Failure and Paracetamol Overuse with Therapeutic Intent in Febrile Children Indian J
Pediatr 2006;73(10):871-5.
e. ÖZTÜRK Y, Berktafi S, SOYLU ÖB, KARADEM S, ASTARCIO⁄LU H, ARSLAN N, et al. Fulminant
hepatic failure and serum phosphorus levels in children from the western part of Turkey. Turk J
Gastroenterol 2010;21(3):270-4.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HIPERTENSI PORTAL
1. Pengertian (Definisi) Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan aliran darah portal diatas 10-12 mmHg yang menetap, dimana tekanan
dalam keadaan normal berkisar 4 – 8 mmHg.
Hipertensi portal juga didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang terjadi karena peningkatan tekanan vena portal
yang kronis. Merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak dengan penyakit hati.
3. PemeriksaanFisik - Pengukuranberatbadan
- Kesadaran
- Tanda vital
- Hematemesis
- Melena
- Ensefalopati akibat fungsi hati yang buruk
- Asites
- Hepatomegali
- Splenomegali
- Pelebaran vena dinding perut dan caput medusa
- Ikterus
4. PemeriksaanPenunjang - Laboratorium:darah lengkap, tes fungsi hati, faal hemostasis, albumin, serologi hepatitis, defisiensi alfa-1
antitripsin
- Radiologi: foto polos abdomen, USG Doppler, CT scan, MRI, CT-angiografi
- Endoskopi
- Biopsi hati
5. Kriteria Diagnosis 1. GejalaKlinis
2. Intrahepatikatauekstrahepatik
3. Komplikasi
6 Diagnosis Hipertensi portal
7. Diagnosis Banding Ekstrahepatik:
- Obstruksi vena porta: trombosis vena porta
- Peningkatan aliran porta: arteriovenousfistula
Intrahepatik:
- Penyakit hepatoseluler: hepatitis virus (akuit/kronis), sirosis, fibrosis hepar kongenital, penyakit Wilson,
defisiensi α1 - antitripsin, penyakit glycogen storage tipe IV, hepatotoksisitas (methotrexate, nutrisi
parenteral)
- Penyakit traktus bilier: atresia bilier ekstrahepatik, cystic fibrosis, kista duktus koledokus, kolangitis
sklerosis, gangguan saluran empedu intrahepatik
- Hipertensi portal idiopatik
Obstruksi postsinusoidal: sindrom Budd-Chiari, penyakit veno-occlusive (trombosis dan
malformasi kongenital segmen toraks vena cava inferior, perikarditis konstriktif, gangguan katup trikuspid,
miokardiopati kongestif berat)
8. Terapi Terapi perdarahan varises esofagus:
• Resusitasi cairan (cairan kristaloid maupun darah)
• Koreksi koagulopati: vitamin K, transfusi trombosit dan Fresh Frozen Plasma
• Pasang sonde lambung: monitor perdarahan
• Reseptor H2 bloker (ranitidin)
• Medikamentosa:
- Octreotide / Somatostatin: 1 mcg/KgBB/jam sampai 12 jam setelah perdarahan berhenti
- Vasopressin: 0,33 U/KgBB selama 20 menit dan dilanjutkan dengan dosis yang sama tiap jam
• Skleroterapi endoskopik
Terapi preventif perdarahanvarises esofagus:
• -blocker: propanolol 0,5 mg/KgBB/12 jam
• Skleroterapi preventif
• Ligasi Varises endoskopik (jarang)
• Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)
• Splenektomi
• Devaskularisasi
• Transplantasi hati
9. Edukasi 1. GejalaKlinis
2. Komplikasi
3 Nutrisi
10. Prognosis Dengantatalaksanaadekwat, 5YSR 80%
11. Tingkat Evidens IV
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HIPERTENSI PORTAL
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) Massa padahati, dapat bersifat jinak maupun ganas (kanker), dan bisa primer atau merupakan metastase dari
organ lain.
2. Anamnesis Masa abdomen yang besar, atau pembesaran perut
Nyeri perut kanan
Nafsu makan menurun, penurunan berat badan
Muntah
Ikterus
Panas
Gatal-gatal pada kulit
Anemia
Nyeri punggung akibat penekanan tumor
Dapat juga terjadi krisis akut abdominal disertai pecahnya tumor dan hemoperitonium (biasanya pada karsinoma
hepatoseluler)
3. PemeriksaanFisik Pengukuranberatbadan
Kesadaran
Tanda vital
Status lokalis : ukuran,konsistensi,tepidanpermukaanhati
4. PemeriksaanPenunjan g Laboratorium: darah lengkap, kimia darah, tes fungsi hati dan ginjal, serologi hepatitis B dan C, α-
fetoprotein / AFP (juga untuk monitoring terapi)
Biopsi hati untuk pemeriksaan histopatologi
Radiologi: Foto polos dada, USG / USG Doppler, CT-scan / MRI
5. Kriteria Diagnosis • Selain menentukan diagnosa tumor hati perlu juga dilakukan penentuan stadium dari tumor tersebut terutama
pada tipe ganas
• Metode penentuan stadium tumor hati pada anak, salah satunya sebagai berikut:
- Stadium I : tumor dapat diangkat lengkap dengan pembedahan
- Stadium II : tumor dapat diangkat dengan pembedahan tapi masihmeninggalkan sedikit sisa
- Stadium III : tumor tidak dapat diangkat secara lengkap dengan pembedahan dan didapatkan
penyebaran pada kelenjar getah bening disekitarnya
- Stadium IV : tumor telah menyebar ke organ tubuh lain
- Kambuhan : tumor muncul lagi setelah pengobatan baik dihati maupun organ lain
6. Diagnosis Tumor hati
7. Diagnosis Banding • Abses hati
• Neuroblastoma
• Tumor Wilm’s
• Kolestasis/sirosis hati
8. Terapi • Penatalaksanaan tumor hati pada anak bergantung pada jenis dan stadium tumor, serta usia dan kondisi fisik
penderita.
• Pada tumor jinak biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tanpa disertai pengobatan yang lainnya.
• Pada tumor ganas diperlukan kerjasama dengan dokter bedah anak dan ahli onkologi anak. Pengobatan biasanya
merupakan kombinasi antara :
- Pembedahan
- Kemoterapi
- Radioterapi
- Transplantasi hati
• Pengobatan berdasarkan jenis dan stadium tumor:
- Hepatoblastoma stadium I dan II :
Pengangkatan tumor dan diikuti kemoterapi 4 seri menggunakan cisplatin, vincristine, dan fluorouracil.
- Karsinoma hepatoseluler stadium I dan II
Pengangkatan tumor diikuti kemoterapi cisplatin dan atau doxorubicin
- Hepatoblastoma stadium III dan IV:
Beberapa alternatif pengobatan yang dapat dilakukan :
1. Kemoterapi untuk mengurangi ukuran tumor dilanjutkan pengangkatan sebanyak mungkin tumor dan
ditutup kemoterapi lagi
2. Pembedahan metastase tumor di paru
3. Kemoterapi
4. Radioterapi diikuti pembedahan
5. Penyuntikan obat kemoterapi langsung ke pembuluh darah hati
6. Kemoterapi dan kemoembolisasi
7. Transplantasi hati
- Karsinoma hepatoseluler stadium III dan IV
- Pengurangan ukuran tumor dengan menggunakan kemoterapi cisplatin dengan vincristine / fluorouracil
atau doxorubicin dilanjutkan pengangkatan tumor sebanyak mungkin
- Kambuhan
Dilakukan pengobatan ulang berdasarkan pengobatan sebelumnya
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
• Selain pengobatan terhadap tumornya perlu juga dilakukan pengobatan suportif dengan mencegah dan mengobati
infeksi, efek samping pengobatan dan komplikasinya, serta memberikan rasa nyaman pada
penderita selama pengobatan. Perlu dilakukan pengamatan secara berkala untuk memonitor respon terhadap
pengobatan dan mewaspadai efek samping jangka panjang dari pengobatan.
9. Edukasi 1. GejalaKlinis
2. Stadium tumor
3. Komplikasi
4. Metastase
5. Nutrisi
10. Prognosis UntukHepatoblastoma 5YSR dibawah 20%
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. PenelaahKritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. IndikatorMedis Persentase kesembuhan ditentukan oleh jenis, stadium tumor, serta usia dan kondisi fisik penderita.
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 30 hari
15. Kepustakaan 1. Bektas H, Schrem H, Kleine M, et al. Primary liver tumours – presentation, diagnosis and surgical treatment. Dalam:
Liver Tumours – Epidemiology, Diagnosis, Prevention and Treatment. InTech, 2013; (5):91-111.
2. Cynthia EH. Neoplasm of the liver. Dalam: Behrman RE, Kleigman RM. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: WB Saunders Co, 2007; 1564
3. Czauderna P, Mackinlay G, Perilongo G, et al. Hepatocellular carcinoma in children: results of the first prospective
study of the International Society of Pediatric Oncology group. J ClinOncol, 2002; 20(12): 2798- 804.
4. Jacobson DR, 2004. Hepatocellular Carcinoma. Last Updated: June 23, 2004.
Tersedia di: http://www.emedicine.com/radio/topic332.htm
5. Katzenstein HM, Krailo MD, Malogolowkin MH, et al. Hepatocellular carcinoma in children and adolescents: results
from the Pediatric Oncology Group and the Children's Cancer Group intergroup study. J Clin Oncol 2002; 20(12):
2789-97
6. Malogolowkin MH, Stanley P, Steele DA, et al. Feasibility and toxicity of chemoembolization for children with
liver tumors. J ClinOncol2000; 18(6): 1279-84
7. Ortega JA, Douglas EC, Feusner JH, et al. Randomized comparison of cisplatin/vincristine/fluorouracil and
cisplatin/ continous infusion doxorubicin for treatment of pediatric hepatoblastoma: A report from the Child’s Cancer
Group and the Pediatric Oncology Group. J Clin Oncol, 2000; 18(14):2665-75
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) adalah pembuluh darah yang menghubungkan arteria pulmonalis dengan bagian aorta distal dari arteria
subklavia, yang akan mengalami perubahan setelah bayi lahir
2. Anamnesis
1. Tidak biru
2. Tidak mau menetek
3. Nafas cepat (takipnea)
4. Berkeringat
5. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang
3. Pemeriksaan Fisik 1. bising sistolik di sela iga kedua kiri atau
2. bising sistolik kresendo dan bising diastolik dekresendo (bising kontinu), dan
3. bising diastolik di apeks (karena stenosis mitral relatif)
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi minimal 1 kriteria anamnesis di atas
2. Memenuhi minimal1 kriteria pemeriksaan fisik di atas
3. Ekokardiografi : dilatasi atrium kiri (perbandingan dengan aorta lebih dari 1,2)
5. Diagnosis Duktus Arteriosus Persisten
6. Diagnosis Banding
1. 'Venous Hum'
2. Ruptur sinus Valsava
3. Insufisiensi Aorta + VSD
4. Trunkus Arteriosus
5. 'Aortico-pulmonary window'
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto thorax
2. EKG
3. Ekokardiografi
8. Terapi 1. ibuprofen oral hari pertama 10 mg/kgBB , hari kedua dan ketiga 5 mg/kgBB bila belum menutup bisa diulang
satu seri lagi
2. Tindakan pembedahan dilakukan secara elektif (sebelum masuk sekolah)
3. Kateterisasi intervensi, penutupan PDA dengan :
* koil Gianturco pada PDA kecil,
* Amplatzer Ductal Occluder (ADO) pada PDA sedang-besar
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan pemberian medikamentosa & tindakan yang akan dilakukan
3. Tanda-tanda gagal jantung
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis 90% pasien sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 4 hari.
15. Kepustakaan 1. Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke 4. St Louis : Mosby, 2002. h. 141- 145.
2. Moore P, Brook MM, Heyman MA. Patent Ductus Arteriosus. Dalam: Allen HD, Gutgesell HP, Clark EB, Driscoll
DJ. Ed. Moss and Adams’Heart Disease In Infants, Children, and Adolescents Including The Fetus and Young
Adult. Edisi ke-6. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2001. h. 652-669.
3. Friedman WF, Silverman N. 2001.Congenital Heart Disease in Infancy and Childhood. In Heart Disease A Textbook
of Cardiovascular Medicine..6th ed. Ed By Braunwald, Zipes, Libby. WB Saunders Company
Philadelphia London New York StLouis Sydney Toronto. pp 1505-1591.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
GAGAL JANTUNG
1. Pengertian (Definisi) Sindroma klinis disebabkan oleh karena Jantung tidak dapat memompa darah yang diperlukan untuk memasok oksigen dan
nutrien yang diperlukan sel di seluruh jaringan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen di dalam sel.
2. Anamnesis 1. Tanda-tanda dari kongesti paru-paru : "tachypnea",
"dyspnea d'effort", batuk, sianosis.
2. Tanda-tanda dari kongesti vena sistemik : sembab perifer
edema palpebra sering pada bayi.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Kardiomegali
2. takikardia
3. irama gallop
4. perubahan pada pulsus perifer termasuk Pulsus
paradoxus dan alternans
5. "tachypnea"
6. ronkhi basah
7. wheezing
8. Dyspneu sampai dengan sianosis
9. hepatomegali
10. bendungan vena leher
11. sembab perifer
12. edema palpebra sering pada bayi.
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi minimal 1 kriteria anamnesis diatas
2. Memenuhi minimal 5 kriteria pemeriksaan fisik diatas
5. Diagnosis Gagal jantung
6. Diagnosis Banding 1 Efusi pericardial
2. Pada bayi dengan infeksi saluran pernafasan bagian bawah
: (bronkiolitis, pneumonia)
7. Pemeriksaan 1. Foto thorax
Penunjang 2. EKG
8. Terapi 1. O2 40-50% dengan pelembab.
2.
Sedasi dengan morphin 0,1-0,2 mg/kg/dosis s.c.setiap 4 jam kalau perlu, atau Phenobarbital 2-3 mg/kg/dosis p.o/i.m.
setiap 8 jam selama 1-2 hari.
3.
Eliminasi factor pencetus : demam diberi antipiretik, anemia ditanfusi PRC sampai PCV > 35%.
4.
Atasi penyakit dasar seperti hipertensi, aritmia atau tirotoksikosis.
5.
Digitalis : digoxin
6.
Dopamine
7.
Hydralazine : dosis 1 mg/kg - 5 mg/kg/hr oral dalam 3-4x
8.
Captopril :
neonatus : 0,1-0,4 mg/kg/dose, 1-4 x/hari bayi
: 0,5-6,0 mg/kg/hr, tiap 6-24 jam
anak besar : 12,5 mg/dose oral tiap 12-24 jam
9.
diuretika :
thiazide : chlorothiazide : 20-30 mg/kg/hr, oral.
Hydrocholorothiazide 2-3 mg/kg/hr (2 x) Furosemid :
1-3 mg/kg/x intravena, 2-5 mg/hr/oral
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan pemberian medikamentosa & tindakan yang akan dilakukan
3. Penjelasan tentang penyakit yang mendasari
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
15. Kepustakaan 1. Colucci WS and Braunwald E. 2001. Pathophysiology of Heart Failure. In: Braunwald E, Zipes DP and Libby P.
Ed. Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. WB Saunders Co. 6th.ed 503 – 599.
2. Gessner IH. Congestive heart failure. Dalam : Gessner IH, Victoria BE. Pediatric cardiology a problem oriented
approach. Philadelphia : WB Saunders Company, 1993. h. 117-129.
3. Jordan SL, Scoot O. Heart Disease in Pediatrics. Edisi ke 3. London : Butterworth & Co.Ltd, 1989.h. 234- 39, 249-
53.
4. Nelson. Congestive Heart Failure. In : Behrman RE, Vaughan VC, eds Nelson Textbook of Pediatrics.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
GAGAL JANTUNG
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) adalah defek pada septum yang menghubungkan antara ventrikel kanan dan kiri jantung yang disertai adanya
infeksi/pneumonia
6. Diagnosis Banding
1. ASD disertai infeksi/pnemonia
2. PDA disertai infeksi/pneumonia
Operatif :
- VSD kecil : biasanya tidak perlu, kadang-kadang
menutup spontan.
- VSD sedang: kalau tidak ada gagal jantung dapat ditunggu
sampai anak berusia 2-4 tahun dengan berat badan minimal
10 kg, sekarang operasi dapat dipertimbangkan pada umur
yang lebih muda.
- VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum
menetap: dikerjakan operasi paliatif setelah gagal
menangani gagal jantungnya (operasi tidak langsung
menutup defek, tetapi dengan operasi pengikatan batang a.
pulmonalis), setelah umur 4-6 tahun defek belum
menutup, dikerjakan koreksi total.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 90% pasien sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 14 hari (2 minggu).
15. Kepustakaan 1. William RV, Tani LY, Shaddy RE, 2001. Intermediate effects of treatment with metoprolol or carvedilol in
children with left ventricular systolic dysfunction. The journal of heart and lung transplantation; 21: 906-9
2. Van der Linde D, Konings E, Slager MA, et al, 2011. Birth Prevalence of Congenital Heart Disease Worldwide. JACC;
58: 2242-7
3. Vaidyanathan B, 2009. Is there a role for carvedilol in the management of pediatric heart failure. A meta analysis
and e-mail survey of expert opinion. Annuals Pediatric Cardiol; 2: 74-8
4. Hawkins A, Tulloh R, 2009. Treatment of pediatric pumonary hypertension. Vasc Health Risk Management; 5:509-
24.
5. Humbert M, Morrel NW, Archer SL, Stenmark KR, MacLean MR, Lang IM, et al, 2004. Cellular and molecular
pathobiology of pulmonary hypertension. J Am Coll Cardiol ; 43:13-24
6. Landzberg MJ, 2007. Congenital heart disease associated pulmonary arterial hypertension. Clin Chest Med;28:
243-53
7. Limsuwan A, Pienvichit P, Khowsathit P, 2005. Beraprost therapy in children with pulmonary hypertension
secondary to congenital heart disease. Pediatr Cardiol; 26: 787-91
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
RENJATAN KARDIOGENIK
1. Pengertian (Definisi) adalah ketidak mampuan jantung akibat gangguan fungsi memompa untuk memasok darah yang cukup ke jaringan agar
kebutuhan metabolismenya terpenuhi
6. Diagnosis Banding
1. Renjatan hipovolemik
2. Renjatan sepsis
3. Renjatan neurogenik
8. Terapi 1. Resusitasi cairan, kristaloid adalah pilihan utama,tahap kegawatan dan replacement disusul tahap rumatan .
Idealnya dengan pemasangan CVP, atau fluid challenge (pemberian cairan 200 ml atau 20 ml/kgBB iv dalam 30
menit), bila ada perbaikan perfusi selama/setelah pemberian, berarti hipovolemia, pemberian diteruskan dengan
rumatan. Tetapi, bila tampak sesak dengan hepatomegali progresif tanpa ada perbaikan perfusi, cairan segera
dihentikan, beri lasix sampai gejala sesak berkurang dilanjutkan pemberian Dopamin dan Dobutamin seperti kalau
menghadapi gagal jantung (dalam hal ini renjatan kardiogenik). Kalau perlu diberikan norepineprin dengan dosis 0,5
mcg/kg/min dengan titrasi.
2. Meningkatkan curah jantung (koreksi disritmia, optimalisasi preload, meningkatkan kontraktilitas miokard,
menurunkan afterload)
3. Mengurangi beban jantung (sedasi, mempertahankan suhu tubuh tetap normal, intubasi dan ventilasi mekanik, koreksi
anemia)
14. Indikator Medis 90% pasien sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 10 hari.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
RENJATAN KARDIOGENIK
15. Kepustakaan
1. Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke 4. St Louis : Mosby, 2002. h. 141-
145.
2. Bernstein D. Cardiac Therapeutics: Heart Failure. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Eds. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: Saunders, 2004. h. 1586-1587
3. Emmanouilides GC, Allen HD, Riemenschneider TA, Gutgesel HP. Clinical synopsis of Moss and Adams’
Heart Disease in Infants, Children and Adolencents including the Fetus and Young Adult. Baltimore: Williams &
Wilkins, 2002. H. 814-827
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik yang digambarkan dengan 4 macam kelainan:
- Stenosis pulmonalis (valvular, infundibular)
- Defek septum ventrikel
- Hipertrofi ventrikel kanan
- Overriding aorta pada septum ventrikel
2. Anamnesis 1. Biru, bertambah waktu bangun tidur, menangis atau
sesudah makan.
2. Sesak
3. Mudah lelah
4. Gangguan pertumbuhan
5. Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
6. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk
mengurangi sesak
7. Nafas cepat (takipneu)
8. Jari tabuh
6. Diagnosis Banding
1. Double Outlet Right Ventricle
2. Transpotitional of Great Artery
3. Total Anomaly Pulmonary Venous Drainage
4. Atresia tricuspid
5. Total acardia
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
15. Kepustakaan 1. Anderson RH, Mc Carthey FJ, Shinebourne EA, Tunan M. 1997. Tetralogy of Fallot. Pediatric Cardiology. Vol. 2
Churchill Livingstone. London. Pp 774-775.
2. Kliegman RM,. Tetralogy of Fallot. In: Textbook of Pediatrics.Eds. Nelson WE, Behrman RE. 4rd ed. WB
Saunders Co. Philadelphia. 1992, p. 1149-1153.
3. Rutkowski. Common Complication in Infant wth Cyanotic Congenital Heart Disease.p 166-167.2009
4. Teddy Ontoseno. Serangan Sianosis. Dalam: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak ke XXIII. Ed:
Soebijanto P, Erwin S, Bambang P.dkk. FK Unair. Surabaya,1991; hal.91.
5. Cicha I, Suzuki Y, Tateishi N, Maeda N. 1999 Rheological changes in human red blood cells under oxydative stress.
Pathophysiology 6 : 103-110.
6. Behrman RE. 2000. Tetralogy of Fallot.. In : Behrman RE, Kliegman RM, eds. Nelson Textbooks of Pediatrics, 15th
ed. Philadelphia : WB Saunders co. 1149-53.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DEMAM REUMATIK
1. Pengertian (Definisi) adalah penyakit multisistem terutama mengenai jantung, sendi, otak, jaringan kutan dan subkutan, timbul setelah infeksi
tenggorokan oleh Group A beta hemolytic streptococcal Rheumatogenic strain (GABHS) dengan penyulit serius
berupa gejala sisa pada katup jantung dan disebut penyakit jantung rematik yang cenderung kambuh, akibat respons
autoimun
Manifestasi minor:
1. Demam
2. Arthralgia
4. Kriteria Diagnosis a. Memenuhi minimal 2 kriteria mayor di atas atau
b. Memenuhi minimal1 kriteria mayor ditamabh 2 kriteria minor, ditambah adanya gejala infeksi streptokokus beta
hemolitikus golongan A sebelumnya.
5. Diagnosis Demam Reumatik
6. Diagnosis Banding 1. Artritis reumatoid
2. Artrids bakterial.
3. Artritis virus.
4. Reaksi alergi.
5. Bising fungsionil.
6. Kelainan jantung bawaan.
7. Miokarditis virus
8. Miokarditis bakterial lain.
9. Lupus eritematosus sistemik
7. Pemeriksaan Penunjang a. Darah lengkap
b. LED
c. C-Reactive Protein
d. ASO
e. Kultur hapusan tenggorok
f. Foto thorax
g. EKG
h. Ekokardiografi
8. Terapi 1. Iirah baring:
Tanpa Karditis:
Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu
Karditis tanpa Kardiomegali:
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu
Karditis dengan Kardiomegali:
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6 minggu Karditis
dengan gagal jantung:
Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi
2. Pemusnahan GABHS dan Pencegahan Sekunder
- Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan l,2juta U bila berat
badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DEMAM REUMATIK
- Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan kurang dari 20 kg,
diberikan selama 10 hari.
- Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 5Q mg/kg BB/hari selama 10 hari
3. Analgesik dan anti-inflamasi
- Artralgia: Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari
- Artritis saja, dan/atau karditis tanpa kardiomegali:
Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari 2 minggu
dilanjutkan dengan 75 mg/kg BB 4-6 minggu
- Karditis dengan kardiomegali atau gagal jantung:
Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2
minggu,dikurangi bertahap selama 2 minggu ditambah
salisilat 75 mg/kg BB selama 6 minggu.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KARDIAK SIANOSIS
3. Pemeriksaan Fisik 1. Sianosis bibir, kuku, mukosa mulut, konjunctiva, ujung hidung bila saturasi O2 arteri ≤ 85 %. (Newborn ≤ 90%)
2. Tes hiperoksia positip
3. Pemasangan pulse oxymetri pada tangan kanan dan kaki. (adanya duktus yang masih terbuka
mengakibatkan aliran darah aorta asenden dan disenden berasal dari ventrikel yang tidak sama).
6. Diagnosis Banding
1. Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn
2. Sianosis karena kelainan paru (pneumonia,
bronchiolitis berat, dan lain-lain)
8. Terapi - Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5- 37o C & kelembaban sekitar 50%).
- Bila curiga cardiac cyanosis, kuhsusnya ductal
dependent, segera berikan Prostaglandine E1 (Prostin VR
Pediatric) 0,05 – 0,1 ug/kg/men drip sampai KU
membaik lalu turunkan step by step sampai 0,01
ug/kg/men. Bila dosis awal tidak ada respon, naikkan
menjadi 0,4 ug/kg/men. Awas apneu-fever- taki/bradi
kardia, flushing hipotensi dan cardiac arrest !
- Pemberian oksigen 2-4 liter per menit dengan masker atau kateter Nasofaringeal
Pengobatan pada serangan sianosis:
1. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arterial dengan cara :
* Membuat posisi ”knee chest” atau ”fetus
* Ventilasi yang adekuat
2. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mg/kg im atau s kutan
3. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis metabolik
4. Bila Hb < 15 gr/dl bisa diberikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17 gr/dl
5. Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan 1 – 2 mg/kg oral
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KARDIAK SIANOSIS
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 1 bulan.
15. Kepustakaan 1. Gaiha M, Sethi HPS, Sudah R, Arora, Acharya NR. 1993. A clinico-Hematological study of Iron deficiency anemia
and its correlation withHyperviscosity Symptoms in Cyanotic Congenital Heart Disease. Indian Heart Journal 45 (1).
53-55.
2. Lany LT. 1997. Uji Penapisan Anemia Relatif Pada Penderita Tetralogy Fallot. Penelitian Karya Akhir Untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak. Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK Unair-RSUD Dr Sutomo Surabaya.
3. HH and Risau W. 1998. Systemic hypoxia changes the organ-specific distribution of vascular endothelial growth
factor and its receptors. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 95: 15809-15814.
4. Neches WH, Park SC, Ettedguy JA. 1997.Tetralogy of Fallot and Tetralogy of Fallot with Pulmonary Atresia. In : The
Science and Practice of Pediatric Cardiology. Ed : Garson A, Bricker JT, Fisher DJ, Neish SR.2 ed. Williams &
Wilkins A Waferly C. Baltimore*Philadelphia*London*Paris*Bangkok. Vol I : 1383-1411.
5. Ontoseno T. 2002a. Pattern of Tetralogy Fallot patients in Dr Soetomo Hospital, Surabaya. Folia Medica
Indonesiana. (2) : 133-135
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
TAKIKARDIA SUPRAVENTRIKULAR
1. Pengertian (Definisi) adalah peningkatan frekuensi denyut jantung, antara 180-300 kali per menit, dengan bentuk kompleks QRS
yang seluruhnya normal.
6. Diagnosis Banding
1. 'Venous Hum'
2. Ruptur sinus Valsava
3. Insufisiensi Aorta + VSD
4. Trunkus Arteriosus
5. 'Aortico-pulmonary window'
8. Terapi 1. Manuver Vagal (massage sinus karotikus, kantong es ditempelkan ke muka/ stimulasi nasogastrik)
2. Adenosine iv bolus 50 ug/kg dinaikkan setiap 2 menit dosis sama sampai maksimal 250 ug/kg, awas
bronkhospame
3. Bila Adenosine tidak tersedia dan pasien shock, segera berikan Synchronized DC shock 0,5 joule/kg sampai
maksimal 2 joule/kg lalu dilanjutkan dengan digitalisasi.
4. Digitalisasi cepat bila tanpa shock/gagal jantung, iv 0,03-0,04 mg/kgBB, pemberian pertama 1/2 dosis digitalisasi
dilanjutkan 1/4 dosis lalu 1/4 dosis lagi selang 8 jam. Bila sudah kembali ke irama sinus maka dilanjutkan dosis oral
untuk rumatan. Kontra indikasi bila ada WPW.
5. Bila belum berhasil, berikan Phenylephrine 10 mg dalam 200 cc cairan drip cepat, awasi systole jangan lebih dari
150-170 mmHg.
6. Bila belum berhasil, Propanolol atau Verapamil bisa dicoba (untuk > 1tahun). Verapamil : iv 0,05- 0,1 mg/kg BB
dapat diulangi 2 X dalam 15 menit. Peroral 1-10 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 3 kali.
7. Amiodarone (bila akibat WPW atau postop), PO 10 mg/kg dibagi 2 dosis selama 5-10 hari lalu 5- 7 mg/kg/hari
sampai beberapa minggu diturunkan 2-5 mg/kg, IV 5 mg/kg dlm 15-20 menit dapat diulang maks 15 mg/kg
dilanjutkan continous infusion 10-15 mg/kg/hari).
Digitalis maintenance untk cegah rekuren selama 3-6 bulan (bila umur > 8 tahun disertai WPW, berikan
Propanolol atau Atenolol)
14. Indikator Medis 90% pasien sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 7 hari (1 minggu).
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
TAKIKARDIA SUPRAVENTRIKULAR
15. Kepustakaan
1. Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke 4. St Louis : Mosby, 2002. h.338-341.
2. Van Hare GF, Supraventricular Tachycardia. Dalam: Gillette PC, Garson A Jr, Ed. Clinical Pediatric Arrithmias. Edisi
ke-2. Philadelpia: W.B. Saunders Company, 1999. h.97-120.
3. Deal BJ. Supraventricular Tachycardia Mecanisms and Natural History. Dalam: Deal BJ, Woff GS., Gelband H. Ed.
Current Concepts in Diagnosis and Management of Arrithmias in Infants and Children. New York: Futura Publishing
Company, 1998. H. 117-143
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
8. Terapi Supportif
Pemberian nutrisi adekwat, kebersihan urogenital, mencegah konstipasi
Medikamentosa
Antibiotik peroral
ISK bawah Amoksisilin klavulanat 20 – 40 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
Trimethoprim-sulfamethoxasol 6-12 mg/kg trimethoprim & 30-60 mg/kg sulfamethoxasole dibagi 2 dosis
Antibiotik parentral
1. neonatus : gentamisin 7,5 mg/kg sekali sehari dan ampisilin 100 mg/kg/hari diberikan 3 kali sehari.
14. Indikator Medis 80% penderita akan sembuh dalam waktu 12 hari
15. Kepustakaan 1. Barbara J, Kher K. Urinary tract infection. In Kher K, Schnaper HW, Makker SP Eds. Clinical Pediatric
Nephrology 2nd.Chennai.Replika Press.2007. 553-74.
2. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinaru tract infection. In Avner ED, Harmon WE,Niaudet P, Yoshikawa N
Eds. Pediatric Nephrology 6th ed. Berlin Heidelberg.Springer Verlag.2009:1229-310
3. Hoberman A, Charron M, Hickey RW et al, 2003. Imaging studies after febrile urinary tract infection in young
children. N Engl J Med ; 348 :195-202.
4. Nan wong S. Urinary tract infection. In Chiu MC, Yap HK Eds. Practical Pediatric
Nephrology.Hongkong.Medcom Limited.2005:160-70
5. Newman TB. The new American Academy of Pediatrics Urinary tract infection Guideline. Pediatrics
2011;128:595-610
6. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO Eds. Buku ajar
Nefrologi Anak. 2nd ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009: 142- 163.
7. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak.Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011:1-34
8. Pecile P, Miorin E, Romanello C, Vidal E, Contrado M, Valent F dkk. Age related renal parenchymal lesions in
children with first febrile urinary tract infections. Pediatric 2009;124:23-9.
9. Yap HK, Resontoc LPR. Management of childhood urinary tract infection. In Yap HK, Liu ID, Tay W Eds.
Pediatric nephrology. Singapore. 391-402.
10. Yilmaz A, Sevketoglu E, Gedikbasi A, Karyagar S, Kiyak A, Mulazimoglu M dkk. Prediction urinary tract
infection with urinary neuthrophil gelatinase associated lipocalsin. Pediatr Nephrol 2009;124:2387-92.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2. Anamnesis Riwayat PGK tergantung penyakit yang mendasari dan beratnya penurunan fungsi ginjal
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 92
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 93
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
15. Kepustakaan 1. Yap HK, Aragon ET. Chronic kidney disease staging. In Yap HK, Liu ID, Tay W Eds. Pediatric Nephrology.
Children Kidney Centre. Singapore.2012:19-25.
2. Rigden SPA. The management of chronic and end stage renal failure in children. In Webb N, Postlethwaite Eds.
Clinical Paediatric Nephrology 3rd ed. Oxford University Press Inc, 2003; 427-46.
3. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:Evaluation, Classification, and Stratification, 2000
4. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal Kronik. Dalam Alatas H, Tambunan , Trihono PP, Pardede
SO Eds. Buku Ajar Nefrologi Anak 2nd ed. Bali penerbit FKUI Jakarta, 2002; 509-30.
5. Fogo AB, Kon V. Pathophysiology of progressive renal disease. In Avner ED, Harmon WE, Niaudet P Eds. Pediatric
Nephrology. Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1269-85.
6. Kei-Chiu TN, Chiu MC. Pre-Renal Replacement Program : Conservative Management of Chronic Kidney Disease. In
Chiu MC, Yap HK Eds. Practical Paediatric Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 247- 52.
7. Yap HK. Anemia, Renal Osteodystrophy, Growth Failure in Chronic Renal Failure. In Chiu MC, Yap HK Eds.
Practical Paediatric Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 253-61.
8. Winearls CG. Clinical Evaluation and Manifestation of chronic Renal Failure. In Johnson RJ, Feecally J Eds.
Comprehensive Clinical Nephrology. Harcourt Publishers Limited London, 2000; section 14. 68 : 1-14.
9. Fine RN, Whyte DA, Baydstrun II. Conservative management of chronic renal insuffi-ciency. In Avner ED, Harmon
WE, Naudet P Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams and Wilkins USA, 2004; 1291-305.
10. Kuizon BD, Sausky IB. Renal Osteodistrophy. In Avner ED, Harmon WE, Naudet P Eds. Pediatric Nephrology.
Lippincott Williams and Wilkins USA, 2004; 1291-305.
11. Goonasekera CDA, Dillon MJ. The child with hypertension. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical Paediatric
Nephrology 3rd ed. Oxford University Press Inc, 2003; 151-61.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 94
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Kontraindikasi relatif:
Gagal ginjal terminal
Kelainan ukuran, bentuk, dan/atau posisi ginjal
Pielonefritis kronis
Hidronefrosis
Neoplasma intrarenal (risiko penyebaran tumor intraabdominal)
Nefrokalsinosis
Anemia berat
Obesitas
Kondisi dimana biopsi ginjal mempunyai nilai diagnostik minimal:
Penyakit kistik ginjal
Kelainan tubulus ginjal
Proteinuria postural
4. Persiapan Penjadwalan:
Penjadwalan dilakukan sesuai jadwal operator (Nefrologi Anak) dengan konsultan radiologi selambat- lambatnya 1
(satu) minggu sebelum acara biopsi ginjal.
Bila sudah didapatkan jadwal yang pasti, diberitahukan kepada asisten operator (perawat Poli Nefrologi Anak) untuk
persiapan alat dan prosedur pengiriman bahan selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum acara biopsi ginjal.
Persiapan:
Surat persetujuan orang tua atau keluarga penderita (informed consent).
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, fungsi ginjal dan uji faal hemostasis.
Penderita diberikan Vitamin K 5 mg im 3 hari berturut-turut, mulai H-1, H0 dan H+1.
Penderita dipuasakan sejak 6 jam sebelum biopsi dimulai.
Sebelum berangkat ke tempat biopsi dengan menggunakan tempat tidur beroda, iv line sudah harus terpasang
pada tangan penderita.
5. Obat-obatan dan Kassa dan desinfektan (povidon-iodine dan alkohol 70%) untuk desinfeksi lapangan biopsi
peralatan 2 ampul Lidokain
2 atau 3 vial Midazolam (Dormicum) kemasan 5 mg/5 ml
2 buah disposable syringe 2,5 ml
2 buah disposable syringe 5,0 ml
1 buah mess kecil 15 G
1 set peralatan biopsi ginjal perkutan:
o Biopsy gun Magnum Bard
o Disposable core needle biopsy 16 G atau 18 G
atau
o Jarum Vim-Silverman
Plastik pembungkus USG probe (kondom Sutra™ merah)
Sarung tangan steril untuk semua operator
Penutup hidung dan mulut (masker) untuk semua operator dan yang hadir di ruang biopsi
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 95
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
7. Perawatan pasca biopsi Setelah biopsi dilakukan, penderita dibawa kembali ke ruangan dengan pemantauan sebagai berikut :
Penderita tidur telentang selama 24 jam.
Awasi tanda-tanda vital penderita tiap 15 menit pada jam pertama, kemudian tiap 30 menit pada jam kedua, tiap jam
pada 4 jam berikutnya. Bila keadaan umum penderita baik dan stabil, observasi dilanjutkan tiap 4 jam selama 24 jam
berikutnya.
Lakukan pemeriksaan urine (makroskopik dan mikroskopik) setiap kali penderita kencing dalam 3 jam pertama pasca
biopsi. Ulangi pemeriksaan tersebut 24 jam berikutnya. Ukur urine 24 jam. Penderita dianjurkan minum sebanyak-
banyaknya untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi risiko obstruksi saluran kemih.
Bila timbul keluhan dan gejala nyeri perut atau hematuria, observasi diperketat dan batas waktu perawatan pasca
biopsi diperpanjang sampai keluhan dan gejala hilang. Bila perlu, lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk mencari
kausa.
Bila terjadi hematuria gross, tindakan yang harus dilakukan adalah :
o Pindahkan dan observasi penderita di ruang UPI.
o Berikan :
Karbazokrom sodium sulfonat (Adona AC) 5 ml iv bolus. Jangan diberikan asam traneksamat
(Transamin) oleh karena bahaya terjadinya pembentukan bekuan darah dalam saluran kemih.
Furosemid 2 mg/kgBB/hari iv.
Prednison 2 mg/kgBB/hari po selama 2 hari.
13. Indikator Medis 80% penderita biopsi ginjal anak akan dapat dipulangkan pada 1 hari sesudah prosedur
14. Kepustakaan 1. Chao SM, Tan PY, Chiang GSC. Renal biopsy and renal pathology. Dalam: Chiu MC, Yap HK, Eds.
Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 96
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 97
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
5. Pelaksanaan Periksa patensi dan kemungkinan kebocoran kateter Tenckhoff di ruang operasi dengan melakukan pertukaran cairan
sebanyak 10 ml/kg secara cepat dengan menggunakan cairan dialisat 1,5%.
Volume dialisis (fill volume) berdasarkan periode pasca insersi kateter Tenckhoff:
o Hari ke-1: 300 ml/m2 (anak >12 bulan), 200 ml/m2 atau 10 ml/kg (anak usia <12 bulan)
o Hari ke-4: 500 ml/m2 (anak >12 bulan), 300 ml/m2 atau 15 ml/kg (anak usia <12 bulan)
o Hari ke-8: 800 ml/m2 (anak >12 bulan), 400 ml/m2 atau 20 ml/kg (anak usia <12 bulan)
o Hari ke-10: 900 ml/m2 (anak >12 bulan), 500 ml/m2 atau 25 ml/kg (anak usia <12 bulan)
o Minggu ke-2: 1000 ml/m2 (anak >12 bulan), 600 ml/m2 atau 30 ml/kg (anak usia <12 bulan)
o Minggu ke-3: 1100 ml/m2 (anak >12 bulan), 700 ml/m2 atau 35 ml/kg (anak usia <12 bulan)
o Minggu ke-4: 1200 ml/m2 (anak >12 bulan), 800 ml/m2 atau 40 ml/kg (anak usia <12 bulan)
Frekuensi dialisis:
o Lakukan pertukaran cairan sebanyak 10 ml/kg secara cepat dengan menggunakan cairan dialisat 1,5%
sebanyak 5 kali segera sesudah dilakukan insersi kateter Tenckhoff
o Lakukan pertukaran cairan setiap 1 jam selama 24-48 jam sampai cairan dialisat tidak menunjukkan darah
Berikan antibiotika Cefazolin intraperitoneal 125 mg/L selama maksimal 3 hari.
Bila didapatkan kebocoran, jangan menggunakan kateter selama 2 minggu. Lakukan dialisis volume rendah (300
ml/m2) selama 2 minggu bila sangat diperlukan untuk memulai dialisis. Berikan antibiotika Cefazolin intraperitoneal
atau intravena selama minimal 5 hari.
Heparin intraperitoneal:
o Tambahkan heparin 250 U/L selama minimal 3 hari
o Naikkan dosis menjadi 500-1000 U/L bila cairan dialisat effluent masih bercampur darah
o Hentikan heparin bila cairan dialisat effluent sudah jernih dan tidak ada fibrin.
Periksa jumlah sel (cell count), Gram dan kultur cairan dialisat saat antibiotika dihentikan. Berikan terapi sebagai
peritonitis bila didapatkan peningkatan jumlah sel dalam cairan dialisat.
Pada anak ≥2 tahun, volume dialisis dapat ditingkatkan sampai 1400 ml/m2 untuk meningkatkan adekuasi dialisis.
6. Edukasi Perlunya menjaga kebersihan dalam melakukan pertukaran cairan dialisat, baik kebersihan personal maupun
lingkungan, untuk mencegah infeksi peritonitis.
Perlunya kepatuhan dalam jangka panjang untuk pengobatan dan monitoring kondisi klinis.
Penyakit ginjal stadium terminal sebagai penyakit yang mendasari mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang
dan aspek sosial serta psikologis anak, terutama jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 98
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
11. Indikator Medis 50% penderita dengan dialisis peritoneal akan bertahan hidup dalam waktu 1 tahun pengobatan
12. Kepustakaan 1. Damanik MP. Dialisis peritoneal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku
Ajar N efrologi Anak. E dis i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:594-606.
2. Ha IS, Lai WM. Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) and Automated peritoneal dialysis (APD).
Dalam: Chiu MC, Yap HK, Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1.
Hong Kong: Medcom Limited, 2005: 267-71.
3. Sekarwana N. Dialisis peritoneal. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H,
Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2011:232-8.
4. Sreedharan R, Avner ED. Chronic kidney disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III
JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011:1822-
6.
5. Srivastava RN, Bagga A. Renal replacement therapy. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric
Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 330-45.
6. Verrina E. Peritoneal dialysis. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric
Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:1785-816.
7. Yap HK, Aragon ET. Peritoneal dialysis orders post Tenckhoff insertion. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC,
editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s
Medical Institute, National University Hospital, 2012: 281-2.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 99
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
2. Anamnesis 1. Anak dengan kondisi yang berhubungan dengan hipovolemia berat, yaitu anak dengan gejala klinis muntah, diare dan
penurunan asupan oral yang berisiko mengalami hipovolemia berat dan GgGA. Beberapa kondisi yang berhubungan
dengan poliuria seperti ketoasidosis diabetikum, asidosis tubulus renalis dan tubulopati kronik, jika asupan cairan
tidak cukup mengimbangi produksi urin yang banyak, maka dapat terjadi hipovolemia berat dan GgA pre renal.
2. Anak dengan gejala yang mengarah pada penyakit ginjal dapat ditandai dengan oliguria onset akut, edema dan
gross hematuria, yang didahului oleh riwayat faringitis atau impetigo yang sesuai dengan suatu
glomerulobnefritis paska infeksi. Diare berdarah dengan oliguria atau anuria dapat merupakan suatu sindrom
hemolitik-uremik terkait diare, sedangkan anak dengan pneumonia dan oliguria yang disertai anemia dan
trombositopenia dapat merupakan sindrom hemolitik uremik terkait pneumonia. Gejala dan tanda sistemik vaskulitis
seperti ruam malar atau purpurik, nyeri atau pembengkakan sendi dan hemoptisis, menunjukkan kemungkinan suatu
rapidly progressive glomerulonephritis yang terkait dengan vaskulitis sistemik.
3. Anak sakit berat dengan faktor predisposisi untuk kegagalan multi organ, meliputi anak dengan sepsis dan hipotensi,
sering mengalami kegagalan multi organ yang berakibat pada GgGA dengan kondisi oligoanuria, terutama dengan
pemberian inotropik seperti nor adrenalin atau adrenalin; bayi dan anak paska prosedur bypass kardiopulmoner;
anak yang imunosupresif atau mengalami neutropenia seperti pasien onkologi yang menjalani kemoterapi atau
transplantasi sumsum tulang dengan kondisi:sepsis dan riwayat pengobatan yang nefrotoksik termasuk antibiotik
seperti aminoglikosida atau amphotericin B, agen kemoterapi seperti cisplatin dan penghambat calcineurin.
4. Bayi baru lahir dengan oliguria atau anuria lebih dari 72 jam memerlukan perhatian dan membutuhkan tindak lanjut.
Anuria atau oliguria tanpa adanya cidera iskemia menunjukkan suatu malformasi kongenital mayor seperti katup
uretra posterior, atau penyakit genetik seperti penyakit ginjal yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada bayi
yang sakit dengan hematuria, dapat merupakan suatu trombosis vena
renalis bilateral.
3. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda hipovolemia yang dapat terlihat: takikardi, waktu pengisian kapiler yang buruk, penurunan turgor
kulit, membran mukosa kering, mata cowong, perubahan tekanan darah ortostatik.
Tanda sistemik vaskulitis seperti ruam malar atau purpurik, nyeri atau pembengkakan sendi dan hemoptisis.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 100
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
8. Terapi Tujuan utama tata laksana GgGA adalah untuk menjaga homeostasis, sembari menunggu perbaikan fungsi
ginjal, yang dapat terjadi secara spontan atau menunggu penyebab dasar tertangani.
Adanya sarana dan efikasi dialisis menyebabkan perburukan pasien dengan GgGA umumnya bukan karena
kondisi GgGA tetapi karena faktor komorbid lainnya.
Terapi konservatif
1. Mempertahankan perfusi ginjal yang adekuat
o Pada pasien yang menderita sakit berat yang berisiko mengalami GgGA iskemia, perbaikan faktor pre
renal seperti, dehidrasi, curah jantung yang buruk, hipovolemia dan abnormalitas elektrolit dan asam
basa, sangat penting untuk mencegah perburukan GgGA.
o Kecuali terdapat kontraindikasi karena cairan berlebihan atau gagal jantung, seorang anak dengan bukti
klinis hipovolemia dan oliguria, sebaiknya diberikan cairan intravena selama 20- 30 menit, cairan
kristaloid seperti normal salin (10 hingga 20 ml/kg) atau cairan koloid seperti albumin 5%, jika
hipotensif.
o Pemberian ini dapat diulang jika anak masih hipovolemik.
o Perbaikan aliran urin yang adekuat dan perbaikan fungsi ginjal melalui resusitasi cairan adalah sesuai
dengan kondisi penyakit pre renal.
o Namun, jika produksi urin tidak meningkat dan fungsi ginjal gagal untuk membaik dengan kembalinya
volume intra vaskular, pengawasan invasif mungkin diperlukan sehingga status cairan anak dapat dinilai
dengan baik dan membantu dalam tata laksana selanjutnya.
o Jika oliguria menetap setelah koreksi faktor pre renal yang adekuat, pemberian loop diuretic dapat
merangsang timbulnya diuresis: furosemid intravena 2-5 mg/kg/dosis (maksimum 240 mg bolus) atau
furosemid kontinyu 0.1-1 mg/kg/jam.
2. Mencegah cairan berlebih dan hipertensi
o Volume cairan sebaiknya dibatasi dengan memberikan cairan sesuai dengan insensible water
2
loss (400 ml/m per hari atau 30 ml/100 kcal), s el ai n m e n g ga nt i k eh i l an ga n c ai
r an m el al ui ur i n, s i s t e m ga s t r on t es t i n al d an l ai nn y a.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 101
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Dialisis dilakukan sejak awal pada anak yang sakit berat dengan GgGA dengan tujuan mempertahankan
homeostasis dan memberikan cukup ruang untuk kebutuhan pengobatan dan nutrisi yang diharapkan, karena
restriksi cairan yang berat dapat berakibat pada nutrisi yang inadekuat, kecenderungan menjadi hipoglikemia,
memberikan volume ruang yang cukup untuk transfusi darah, kesulitan dalam pemberian obat, seperti
pemberian inotropik dan antibiotik
intravena.
9. Edukasi Pentingnya deteksi dini GgGA pada anak untuk menyelamatkan fungsi ginjal
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 102
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 80% penderita GgGA anak akan membaik setelah 3 minggu perawatan
15. Kepustakaan 1. Andreoli SP. Clinical evaluation of acute kidney injury in children. Dalam: Avner E, Harmon W, Niaudet P,
Yoshikawa N, Eds. Edisi 6. Berlin: Springer Verlag; 2009: 1603-1618.
2. Alatas H. Gagal ginjal akut. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, Eds. Buku ajar nefrologi
anak. Edisi2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002: 490-508.
3. Bellomo R, Kellum JA, Ronco C. Defining and classifying acute renal failure: from advocacy to consensus and
validation of the RIFLE criteria. Intensive Care Med 2007; 33:409-413.
4. Bellomo R, Ronco C, Kellum JA, Mehta RL, Palevsky P; Acute Dialysis Quality Initiative workgroup. Acute renal
failure - definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information technology needs: the Second
International Consensus Conference of the Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Crit Care 2004;
8:R204-212.
5. Himmelfarb J, Ikizler TA. Acute kidney injury: changing lexicography, definitions, and epidemiology. Kidney Int
2007; 10:971-976.
6. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for change? J Am Soc Nephrol
2003; 14:2176-2177.
7. Kellum JA, Bellomo R, Ronco C. The concept of acute kidney injury and the RIFLE criteria. Dalam: Ronco C,
Bellomo R, Kellum JA, eds. Acute kidney injury. Basel: Karger, 2007: 10-16.
8. Roesli RMA. Diagnosis dan pengelolaan gangguan ginjal akut. Edisi kedua. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS dr.Hasan Sadikin Bandung dan Puspa Swara, 2011:
1-142.
9. Yap HK, Ng KH, Resontoc LPR. Management of acute kidney injury. Dalam: Yap HK, Liu ID, Tay WC,
editor. Pediatric Nephrology On-The-Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 1-13.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 103
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
7. Pemeriksaan Penunjang Urinalisis: proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus), hematuria makroskopis atau mikroskopis, torak granular,
torak eritrosit
Laboratorium darah: BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali, ASTO >100 Satuan Todd, komplemen C3 <50
mg/dl pada 4 minggu pertama, LED meningkat pada fase akut, kemudian menurun setelah gejala klinis menghilang
Radiologi: tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali
8. Terapi 1. Tirah baring pada minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS (misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema).
2. Antibiotika untuk eradikasi kuman:
Amoksisilin 50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 10 hari
Jika alergi penisilin: Eritromisin 30 mg/kg BB/hari selama 10 hari
3. Diuretik: Furosemid 1-2 mg/kg/dosis (2-3 kali sehari) selama 3-10 hari (sesuai status edema dan hipertensi)
4. Anti-hipertensi (kombinasi dan durasi diberikan sesuai status hipertensi):
Amlodipin 0,05-0,2 mg/kg/hari
Captopril 0,3-2 mg/kg/dosis (3 kali sehari)
Losartan 0,5-1,4 mg/kg/hari
Carvedilol 0,08-0,75 mg/kg/dosis (2 kali sehari)
5. Diet nefritis (rendah garam dengan 2 g garam/hari).
6. Tata laksana komplikasi seperti gagal ginjal, krisis hipertensi, gagal jantung, edema paru.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 104
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 80% penderita GNAPS akan sembuh dalam waktu 1 minggu perawatan
15. Kepustakaan 1. Kumar GV. Clinical study of post Streptococcal acute glomerulonephritis in children with special reference to
presentation. Curr Pediatr Res 2011;15(2):89-92.
2. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku Ajar N
efrologi Anak. E di s i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:323-61.
3. Pan CG, Avner ED. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF,
St.Geme III JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier
Saunders, 2011:1783-5.
4. Rauf S, Albar H, Aras J. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
glomerulonefritis akut pasca Streptokokus. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2012.
5. Rodriguez-Iturbe A, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED, Harmon WE,
Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:743- 53.
6. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritic syndrome. Dalam: Webb NJA, Postlethwaite
RJ, Eds. Clinical Paediatric Nephrology. Edisi 3. London: Oxford University Press, 2003:197-225.
7. Srivastava RN, Bagga A. Acute glomerulonephritis. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric
Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 106-23.
8. Tasic V. Postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Geary DF, Schaefer F, Eds. Comprehensive Pediatric
Nephrology. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008:309-17.
9. Tse NK. Acute glomerulonephritis and rapidly progressive glomerulonephritis. Dalam: Chiu MC, Yap HK,
Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 103-8.
10. Yap HK, Lau PYW, Resontoc LPR, Thong WY. Management of acute glomerulonephritis. Dalam: Yap
HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National
University Children’s Medical Institute, National University Hospital, 2012: 113-9.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 105
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Blood line:
o anak = 60 ml
o dewasa = 120 ml
Volume ekstrakorporal:
o tidak melebihi 10-30% volume darah
o <10 kg: volume darah = 80 ml/kg
>10 kg: volume darah = 70 ml/kg
o Volume Ekstrakorporal = Volume Dialyzer + Volume Blood Line
o bila melebihi 10% volume darah, dapat dilakukan priming blood transfusion pada saat memulai hemodialisis
untuk “menambah” volume darah
Dialisat: bikarbonat
Durasi (time/t):
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 106
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
o setelah memasukkan nilai K, V, dan ln C1 /C0, maka nilai t (durasi hemodialisis) dapat ditentukan, dengan
maksimal durasi 4 jam (sesuai jadwal rutin unit dialisis).
Ultrafiltrasi (UF):
o pertimbangkan berat badan, adanya kelebihan cairan, hipertensi, dan hemokonsentrasi
o maksimal 1,5±0,5 % BB/jam atau 5% berat badan untuk mencegah hipotensi berat selama dialisis
o 0,2 ml/kg/menit selama 4 jam dialisis
o pada gangguan ginjal akut, maksimal 0,2 ml/kg/menit
o lakukan sequential UF bila terjadi kelebihan cairan berat
Heparin (hentikan 1 jam sebelum hemodialisis selesai):
o Loading dose: regular = 50 U/kg (dewasa 1500 U)
dosis rendah = ≤15 kg: 5-10 U/kg (dewasa 1000 U)
>15 kg: 10-20 U/kg
o Dosis rumatan: regular = 50 U/kg/jam (dewasa 750 U/jam) dosis
rendah = 5-10 U/kg/jam (dewasa 500 U/jam)
Suport tekanan darah:
o Infus normal salin 0,9% 10-20 ml/kg
o Infus albumin 5% 10 ml/kg
o Infus albumin 20% 1 g/kg atau 5 ml/kg
4. Edukasi Perlunya menjaga kebersihan dalam melakukan pertukaran cairan dialisat, baik kebersihan personal maupun
lingkungan, untuk mencegah infeksi peritonitis.
Perlunya kepatuhan dalam jangka panjang untuk pengobatan dan monitoring kondisi klinis.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 107
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
9. Indikator Medis 50% penderita dengan hemodialisis akan bertahan hidup dalam waktu 1 tahun pengobatan
10. Kepustakaan 1. Lau SC. Hemodialysis. Dalam: Chiu MC, Yap HK, Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of
Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited, 2005: 280-6.
2. Reese L. Hemodialysis. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric Nephrology.
Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:1817-34.
3. Sekarwana N. Hemodialisis. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H,
Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011:223-31.
4. Sreedharan R, Avner ED. Chronic kidney disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III
JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011:1822-
6.
5. Srivastava RN, Bagga A. Renal replacement therapy. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric
Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 330-45.
6. Sudjatmiko S, Oesman O. Hemodialisis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor.
Buku Ajar N efrologi Anak. E dis i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:615-27.
7. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Prasetyo RV. Continuous venovenous hemodialysis (CVVHD) or
hemodialfiltration (CVVHDF) protocol. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On
The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute, National University Hospital,
2012: 249-59.
8. Yap HK, Kanitkar M. Hemodialysis orders. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-
On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute, National University Hospital,
2012: 260-4.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 108
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan The European League Against Rheumatism (EULAR) dan Pediatric Rheumatology
European Society (PReS):
Ruam makulopapular dan purpura (harus ada) di pantat, tungkai bawah, pergelangan kaki, lengan, wajah, dan
telinga
Disertai minimal 1 dari:
o Artralgia dan artritis
o Gangguan gastrointestinal
o Gangguan ginjal (harus ada)
o Deposisi IgA pada biopsi organ
5. Diagnosis Nefritis Henoch-Schönlein Purpura
6. Diagnosis Banding 1. Nefropati IgA
2. Nefritis lupus
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalisis: hematuria, proteinuria, torak.
2. Darah: darah lengkap, laju endap darah, fungsi ginjal, fungsi liver, elektrolit, asam urat, bikarbonat, IgA
serum, C3, C4, ANA, anti-dsDNA, ASTO, ANCA
3. USG abdomen untuk eksklusi intususepsi.
4. Biopsi ginjal dan kulit.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 109
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
atau
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 110
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
14. Indikator Medis 80% penderita Henoch-Schönlein purpura nefritis anak akan terkontrol setelah 3 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Albar H. Nefritis Henoch-Schönlein. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H,
Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2011:102-11.
2. Bagga A, Menon S. Henoch-Schönlein purpura. Dalam: Chiu MC, Yap HK, editor. Practical Paediatric
Nephrology-An Update of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited, 2005: 137-41.
3. Coppo R, Amore A. Henoch-Schönlein purpura. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N,
editor. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:1111-26.
4. Davian JC. Henoch-Schönlein purpura nephritis: pathophysiology treatment, and future strategy. Clin J Am Soc
Nephrol 2011;6:679-89.
5. Kidney Disease: Improving Global Outcome (KDIGO) Glomerulonephritis Work Group. KDIGO Clinical
Practice Guideline for Glomerulonephritis. Kidney Int Suppl. 2012; 2: 231-2.
6. Liu DI, Yap HK. Management of Henoch-Schönlein purpura nephritis. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC,
editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 160-6.
7. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku Ajar
Nefrologi Anak. E di s i 2 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:323-61.
8. Srivastava RN, Bagga A. Renal vasculitis and systemic lupus erythematosus. Dalam: Srivastava RN, Bagga A,
editor. Pediatric Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005:124-39.
9. Van Why SK, Avner ED. Henoch-Schönlein purpura nephritis. Dalam: Kliegman RM, Stanton
BF, Schor NF, St.Geme III JW, Behrman RE, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 19. Philadelphia:
Elsevier Saunders, 2011:1789.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 111
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyakit primer dibagi dalam 2 tahap. Pemeriksaan tahap 2 dilakukan bila pada
Penunjang pemeriksaan tahap 1 didapatkan kelainan, dan jenis pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan dengan kelainan yang
didapat.
2. Pemeriksaan tahap 1 meliputi pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit ginjal (urinalisis, biakan urin, kolesterol,
albumin, globulin, asam urat, ureum, kreatinin, darah lengkap dan USG ginjal); pemeriksaan untuk mendeteksi
penyakit endokrin (elektrolit serum, aktivitas renin plasma dan aldosteron, katekolamin plasma, katekolamin urin dan
metabolitnya dalam urin, aldosteron dan metabolit steroid dalam urin (17 ketosteroid dan 17 hidrokortikosteroid)); dan
evaluasi akibat hipertensi terhadap organ target meliputi EKG dan ekokardiografi yang dapat menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri; foto toraks yang dapat menunjukkan adanya pembesaran jantung dengan edema paru;
funduskopi dapat dilihat adanya kelainan retina berupa perdarahan, eksudat, edema papil, atau penyempitan pembuluh
darah arteriol retina; dan CT scan kepala yang dapat menemukan atrofi otak yang bila segera ditangani gejala dapat
menghilang tanpa gejala sisa.
3. Pemeriksaan tahap 2 dilakukan untuk evaluasi diagnostik ke arah penyebab hipertensi sekunder seperti anti
Streptolisin O (ASTO), komplemen 3 (C3), kultur hapusan tenggorok/keropeng infeksi kulit, sel LE, uji serologi untuk
SLE, miksio sistouretrografi (MSU), biopsi ginjal, CT ginjal, Tc 99m DTPA atau DMSA scan, renografi, arteriografi,
Digital Subtraction Angiography (DSA), CT kelenjar adrenal atau abdomen, scanning adrenal dengan l131 meta-
iodobenzilguanidin, katekolamin vena kava, analisis aldosteron dan elektrolit
urin, uji supresi dengan deksametason, renin vena renalis.
8. Terapi Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka pendek maupun panjang terhadap penyakit
kardiovaskular dan kerusakan organ target. Selain menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, perlu
diperhatikan faktor-faktor lain seperti kerusakan organ target, faktor komorbid, obesitas, hiperlipidemia, kebiasaan
merokok dan intoleransi glukosa.
Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga di bawah persentil ke-95 berdasarkan usia,
jenis kelamin dan tinggi badan anak. Pada anak dengan hipertensi kronik, dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah
sebesar 20-30% dalam waktu 60-90 menit.
Seringkali diperlukan kombinasi beberapa antihipertensi untuk mengendalikan tekanan darah dengan prinsip
menggunakan obat-obatan dengan tempat dan mekanisme kerja yang berbeda.
I. Medikamentosa
Penggunaan obat antihipertensi pada anak dimulai bila tekanan darah berada 10 mmHg di atas persentil ke- 95 untuk
umur dan jenis kelamin. Langkah pengobatan, macam dan dosis obat antihipertensi adalah sebagai berikut:
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 112
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 113
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Tabel 1. Petunjuk untuk step-down therapy pada bayi, anak atau remaja Bayi
Anak / Remaja
Tekanan darah terkontrol dalam batas normal untuk 6 bulan sampai 1 tahun. Kontrol tekanan darah dengan
interval waktu 6-8 minggu.
Ubah menjadi monoterapi.
Setelah terkontrol berlangsung kira-kira 6 minggu, turunkan monoterapi setiap minggu dan bila
memungkinkan berangsur-angsur dihentikan.
II. Bedah
Sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
III. Suportif
Restriksi cairan.
Pada anak dan remaja, dianjurkan untuk mengubah gaya hidup: penurunan berat badan, diet rendah lemak dan garam,
olahraga teratur, menghentikan rokok dan kebiasaan minum alkohol.
IV. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Rujukan ke Bagian Mata untuk melihat keterlibatan retina.
Rujuk ke konsultan nefrologi anak bila tidak berhasil dengan pengobatan atau terjadi komplikasi.
9. Edukasi 1. Pentingnya arti pengobatan non-farmakologik untuk pengontrolan tekanan darah.
2. Pentingnya memonitor tekanan darah secara terus menerus, dan bahwa terapi farmakologik dapat dibutuhkan pada
setiap waktu.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis 80% penderita hipertensi anak akan membaik setelah 2 minggu perawatan
15. Kepustakaan 1. Arafat M, Mattoo TK. Measurement of blood pressure in children : recommendation and prescriptions on cuff
selection. Pediatrics 1999;104:e30-4.
2. Bahrun D. Hipertensi sistemik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku Ajar
Nefrologi Anak. E di s i 2 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:242-90.
3. Batisky DL, Robinson RF, Mahan JD. Treatment of childhood hypertension. Dalam: Geary DF, Schaefer F, editor.
Comprehensive Pediatric Nephrology. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008: 677-94.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 114
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 115
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
7. Pemeriksaan 1. Funduskopi: kelainan retina berupa perdarahan, eksudat, edema papil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol
Penunjang retina.
2. Foto toraks: pembesaran jantung dengan edema paru.
3. EKG: kadang-kadang ditemukan pembesaran ventrikel kiri.
4. CT-scan kepala: kadang-kadang ditemukan atrofi otak. Bila segera ditangani gejala dapat menghilang tanpa gejala sisa.
5. Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyakit primer seperti pada protokol Hipertensi pada Anak.
8. Terapi Pada krisis hipertensi, tekanan darah harus diturunkan secara bertahap dalam waktu 24 jam, dengan penurunan awal
sebesar 25% dalam 8 jam pertama.
Seringkali diperlukan kombinasi beberapa antihipertensi untuk mengendalikan tekanan darah dengan prinsip
menggunakan obat-obatan dengan tempat dan mekanisme kerja yang berbeda.
I. Medikamentosa
Penggunaan obat antihipertensi pada anak dengan krisis hipertensi adalah sebagai berikut:
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 116
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
II. Bedah
Sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
III. Suportif
Restriksi cairan.
Pada anak dan remaja, dianjurkan untuk mengubah gaya hidup: penurunan berat badan, diet rendah lemak dan garam,
olahraga teratur, menghentikan rokok dan kebiasaan minum alkohol.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 117
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 80% penderita krisis hipertensi anak akan membaik setelah 2 minggu perawatan
15. Kepustakaan 1. Arafat M, Mattoo TK. Measurement of blood pressure in children : recommendation and prescriptions on cuff
selection. Pediatrics 1999;104:e30-4.
2. Bahrun D. Hipertensi sistemik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku Ajar
Nefrologi Anak. E di s i 2 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:242-90.
3. Batisky DL, Robinson RF, Mahan JD. Treatment of childhood hypertension. Dalam: Geary DF, Schaefer F, editor.
Comprehensive Pediatric Nephrology. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008: 677-94.
4. Beevers G, Lip GYH, O’Brien E. Blood pressure measurement p art-1 sphygmomanometry: factors
common to all techniques. Br Med J 2001;322 : 981-5.
5. Beevers G, Lip GYH, O’Brien E, 2001. Blood pressure measurement part-2 conventional sphygmomanometry: technique
of auscultatory blood pressure measurement. Br Med J 2001;322:1043-7.
6. Brewer ED. Evaluation of hypertension in childhood diseases. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P,
Yoshikawa N, editor. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:1519-40.
7. Ellis D. Management of the hypertensive child. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, editor.
Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:1541-76.
8. Goonasekera CDA, Dillon MJ. The child with hypertension. Dalam: Webb NJA, Postlethwaite RJ, editor. Clinical
Paediatric Nephrology. Edisi 3. London: Oxford University Press, 2003:151-62.
9. Hadtstein C, Wühl E. Investigation of hypertension in childhood. Dalam: Geary DF, Schaefer F, editor.
Comprehensive Pediatric Nephrology. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008: 645-64.
10. Lande MB. Systemic hypertension. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III JW, Behrman RE,
editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011:1639- 47.
11. Lestari E, Zarlina I. Hipertensi pada anak. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H,
Tambunan T, et al, editor. Komepndium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2011:45-9.
12. Leung LC. Hypertension: diagnosis and evaluation. Dalam: Chiu MC, Yap HK, editor. Practical Paediatric
Nephrology-An Update of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited, 2005: 80-8.
13. Li SP, Wong S. Treatment of hypertension.. Dalam: Chiu MC, Yap HK, editor. Practical Paediatric Nephrology-An
Update of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited, 2005: 89-95.
14. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Children and
Adolescents. The fourth report on the diagnosis, evaluation and treatment of high blood pressure in children and
adolescents. Pediatrics 2004;114:555-76.
15. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Tata Laksana Hipertensi Pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2011.
16. Srivastava RN, Bagga A. Hypertension. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, editor. Pediatric Nephrology. Edisi 4. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 292-314.
17. Task Force on the Blood Pressure in Children – National Heart, Lung and Blood Institute, Bethesda, Maryland.
Report on the second task force blood pressure control. Pediatrics 1987;79:1-25.
18. Yap HK, Aragon ET, Ng KH. Approach to diagnosis of hypertension. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor.
Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute, National
University Hospital, 2012: 201-25.
19. Yap HK, Ng KH, Resontoc LPR, Quek T. Treatment of hypertension. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC,
editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 227-39.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 118
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 119
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang
Lebong
2022 – 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 120
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
CPA puls 500-1000 mg/m2 diberikan tiap 4 minggu sebanyak 6 siklus. Periksa darah
lengkap:
Pada hari ke-7, 10, 14 sesudah puls untuk melihat titik nadir leukosit darah
Berkala tiap bulan.
Bila leukosit darah <4,0x109/L atau absolute neutrophil count (ANC) < 1,5x109/L:
Tunda pemberian CPA
Berikan GM-CSF (Leucogen) selama 3-5 hari atau sampai ANC >2,5x109/L
Turunkan dosis sebesar 20% pada pemberian selanjutnya.
Fase rumatan:
Predniso(lo)n oral diturunkan dosisnya perlahan sampai dosis terendah yang tetap mempertahankan kondisi
remisi, dan sebaiknya tidak dihentikan
MMF oral di diturunkan dosisnya perlahan sampai dosis terendah yang tetap mempertahankan kondisi remisi,
dan sebaiknya tidak dihentikan
CsA dan Tac diturunkan dosisnya perlahan sampai dosis mencapai remisi, kemudian dapat dipertimbangkan
untuk dihentikan
CPA puls diberikan setiap 3 bulan selama 24 bulan (total masa pengobatan adalah 30 bulan), kemudian
dihentikan.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 121
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
III.Plasmaferesis
Indikasi : trombosis mikroangiopati.
Dosis : 5-10 siklus, tergantung respon yang tampak pada remisi microangiopathic hemolytic anemia (MAHA),
aktivitas lupus nefritis, dan perbaikan fungsi ginjal.
Dilakukan bersamaan dengan protokol imunosupresif yang dipilih.
14. Indikator Medis 80% penderita nefritis lupus anak akan remisi setelah 3 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Alatas H. Nefritis lupus. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku Ajar Nefrologi
Anak. E dis i 2 . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:366-80.
2. Alatas H. Nefritis lupus pada anak. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H,
Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2011:118-23.
3. Hahn BH, McMahon MA, Wilkinson A, Wallace WD, Daikh DI, Fitzgerald JD, et al. American College of
Rheumatology guidelines for screening, treatment and management of lupus nephritis. Arthritis Care Res 2012;
64:797-808.
4. Hochberg MC. Updating the American College of Rheumatology revised criteria for the classification of systemic
lupus erythematosus [letter]. Arthritis Rheum 1997; 40:1725.
5. Hong X, Wong SN. Lupus nephritis. Dalam: Chiu MC, Yap HK, editor. Practical Paediatric Nephrology-An Update
of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited, 2005: 146- 54.
6. Kidney Disease: Improving Global Outcome (KDIGO) Glomerulonephritis Work Group. KDIGO Clinical Practice
Guideline for Glomerulonephritis. Kidney Int Suppl. 2012; 2: 231-2.
7. Niaudet P, Salomon R. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N,
editor. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag,
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 122
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 123
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 124
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang
Lebong
2022 - 2023
10. Indikator Medis 80% penderita nefropati kontras akan membaik dalam waktu 2 minggu perawatan
11. Kepustakaan 1. ACT investigators. Acetylcysteine for prevention of renal outcomes in patients undergoing coronary and peripheral
vascular angiography: main results from the randomized Acetylcysteine for Contrast-Induced Nephropathy Trial
(ACT). Circulation 2011; August 22 [Epub ahead of print].
2. Marenzi G, Assanelli E, Marana I, Lauri G, Campodonico J, Grazi M, et al. N- Acetylcysteine and contrast-induced
nephropathy in primary angioplasty. N Engl J Med 2006; 354:2773- 82.
3. Solomon R. The role of osmolality in the incidence of contrast-induced nephropathy: a systematic review of
angiographic contrast media in high risk patients. Kidney Int 2005; 68:2556-63.
4. Stacul F, van der Molen AJ, Reimer P, Webb JAW, Thomsen HS, Morcos SK, et al. Contrast induced
nephropathy: updated ESUR Contrast Media Safety Committee guidelines. Eur Radiol 2011; August 25 [Epub
ahead of print].
5. Yap HK, Resontoc LPR. Preventing contrast nephropathy. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric
Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s
Medical Institute, National University Hospital, 2012: 14-7.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 125
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 126
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 127
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 50% penderita anemia renal akan membaik dalam waktu 3 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Cano F, Alarcon C, Azocar M, Lizama C, Lillo AM, Delucchi A, et al. Continuous EPO receptor activator
therapy of anemia in children under peritoneal dialysis. Pediatr Nephrol 2011; 26:1303-10.
2. Lerner NB. Anemia of chronic disease and renal disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF,
St.Geme III JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders,
2011:1653.
3. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI). KDOQI Clinical practice guidelines and clinical
practice recommendations for anemia in chronic kidney disease. III. Clinical practice
recommendations for anemia in chronic kidney disease in children. Am J Kidney Dis 2006; 47(Suppl 3): S86-
109.
4. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI). KDOQI Clinical practice guidelines and clinical
practice recommendations for anemia in chronic kidney disease. 2007 update of hemoglobin target. Am J
Kidney Dis 2007; 50:471-530.
5. Sekarwana N. Gagal ginjal kronik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku
Ajar N efrologi Anak. E dis i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:509-30.
6. Srivastava RN, Bagga A. Chronic renal failure. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric Nephrology.
Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 315-29.
7. VanDeVoorde RG, Warady BA. Management of chronic kidney disease. Dalam: Avner ED, Harmon WE,
Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:1661-92.
8. Yap HK. Anemia, renal osteodystrophy, growth failure in chronic renal failure. Dalam: Chiu MC, Yap HK,
Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 253-61.
9. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Lau PYW. Renal anemia. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC,
editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 32-40.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
3. Prosedur pelaksanaan Periksa berat badan dan tinggi badan, hitung luas permukaan tubuh saat masuk rumah sakit.
Pastikan pasien tidak ada tanda infeksi atau riwayat kontak dengan varisela zoster.
Pemeriksaan laboratorium :
o Darah lengkap
o Fungsi ginjal (BUN,kreatinin), elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium, fosfat, magnesium), bikarbonat,
asam urat
o Urinalisis.
Pemberian dosis siklofosfamid puls jika:
o Jumlah lekosit total >4,0x109/L atau
o Absolute neutrophil count >2,5x109/L.
Leukosit nadir (nilai terendah) terjadi 10-14 hari setelah pemberian puls:
o Pemeriksaan darah lengkap ulang pada hari ke- 7,10 dan 14.
o Jika leukosit nadir <1,0x109/L, turunkan dosis siklofosfamid berikutnya sebanyak 20%.
Pastikan hidrasi secara adekuat untuk mencegah terjadinya sistitis hemoragik :
o Kebutuhan cairan intravena 0,45% salin sebanyak 2 L/m2/hari.
o Tambahkan 10 ml KCl 7,45% per 500 ml kecuali pasien dengan gagal ginjal atau kalium serum ≥4
mmol/L.
o Berikan furosemid intravena jika pasien mengalami oliguria.
Monitor:
o Suhu badan, denyut nadi, laju nafas setiap jam dan tekanan darah setiap 4 jam
o Intake/output secara ketat
o Pastikan anak kencing setiap 2 jam saat terbangun dan setiap 3 jam saat tertidur untuk mencegah
terjadinya sistitis hemoragik.
Mulai siklofosfamid intravena dan diikuti Mesna® setelah 2 jam hidrasi intravena:
o Menit ke-0 Prometazin oral 0,5 mg/kg/dosis (maksimal 25 mg)
o Menit ke-15 Mesna intravena (mg) = 0,2 x dosis siklofosfamid (dilarutkan
sebanyak 20 mg/ml dalam Dekstrosa 5%)
o Menit ke-30 Siklofosfamid intravena
Dosis = 500 mg/m2, 750 mg/m2, 1000 mg/m2 (dosis dapat
dinaikkan tiap bulan sampai dosis
optimal tercapai untuk tiap pasien)
Dilarutkan dalam 100-150 ml Dekstrosa 5% atau 0,45% salin
selama 1 jam.
Furosemid intravena 1 mg/kg (maksimal 2 mg/kg).
o Menit ke-90 Mulai kembali cairan intravena pra-siklofosfamid
o Jam ke-4½ Mesna intravena (mg) = 0,2 x dosis siklofosfamid
o Jam ke-8½ Mesna intravena (mg) = 0,2 x dosis siklofosfamid
o Jam ke-12 Timbang berat badan pasien:
Bila BB naik >1 kg : beri furosemid intravena 1 mg/kg
(maksimal 2 mg) Bila
pasien nefrotik berat atau oliguria:
ulangi laboratorium (BUN, kreatinin, natrium, kalium, klorida, magnesium dan bikarbonat)
o Jam ke-12½ Mesna intravena (mg) = 0,2 x dosis siklofosfamid
o Jam ke-16½ Mesna intravena (mg) = 0,2 x dosis siklofosfamid
o Jam ke-24 Periksa pasien. Hentikan hidrasi bila klinis pasien
baik.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 129
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
9. Indikator Medis 80% penderita yang mendapatkan terapi siklofosfamid puls tidak didapatkan komplikasi
10. Kepustakaan 1. Bosch X, Guilabert A, Espinosa G, Mirapeix E. Treatment of antineutrophil cytoplasmic antibody-associated
vasculitis. JAMA 2007;298:655-69.
2. Lehman TJ, Sherry DD, Wagner-Weiner L, McCurdy DK, Emery HM, Magilavy DB, et al. Intermittent
intravenous cyclophosphamide therapy for lupus nephritis. J Pediatr 1989;114:1055-60.
3. Yap HK, Resontoc LPR. Methylprednisolon pulse therapy. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC,
editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 190-2.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 130
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Kontrol edema: transfusi albumin 20% 1 g/kg selama 4 jam dengan Furosemide intravena 1-2 mg/kg saat transfusi
berlangsung dan sesudah transfusi selesai
Anti-proteinuria:
o Captopril 0,1-2 mg/kg/hari (tiap 8 jam)
o Losartan 0,5-2 mg/kg/hari (maksimal 100 mg)
Suportif:
o Pemberian nutrisi yang adekuat dengan kalori normal sesuai usia, cukup protein, rendah lemak, rendah
gula, rendah garam (bila masih edema)
o Atasi infeksi atau inflamasi
o Jika terdapat komplikasi seperti gagal jantung atau renjatan, maka tatalaksananya disesuaikan
dengan komplikasi yang terjadi.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 131
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 50% penderita sindrom nefrotik dependen steroid akan remisi dalam waktu 6 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC, Yap HK, Eds.
Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 109-15.
2. Lombel RM, Gipson DS, Hodson EM. Treatment of steroid-sensitive nephrotic syndrome: new guidelines
from KDIGO. Pediatr Nephrol 2013;28:415-26.
3. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children: clinical aspects. Dalam: Avner ED, Harmon
WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:667-702.
4. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas
H, Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011:72-90.
5. Pais P, Avner ED. Idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III
JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders,
2011:1804-6.
6. Srivastava RN, Bagga A. Nephrotic syndrome. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric Nephrology.
Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 161-200.
7. Wirya IGNW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku
Ajar N efrologi Anak. Ed i s i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:381-426.
8. Yap HK, Aragon ET. Rituximab protocol for nephrotic syndrome. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor.
Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 187-9.
9. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Yeo WS. Management of childhood nephrotic syndrome. Dalam: Yap
HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore:
National University Children’s Medical Institute, National University Hospital, 2012: 122-35.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 132
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 80% penderita sindrom nefrotik kambuh jarang akan remisi dalam waktu 3 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC, Yap HK,
Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 109-15.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 133
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 134
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Kontrol edema: transfusi albumin 20% 1 g/kg selama 4 jam dengan Furosemide intravena 1-2 mg/kg saat transfusi
berlangsung dan sesudah transfusi selesai
Anti-proteinuria:
o Captopril 0,1-2 mg/kg/hari (tiap 8 jam)
o Losartan 0,5-2 mg/kg/hari (maksimal 100 mg)
Suportif:
o Pemberian nutrisi yang adekuat dengan kalori normal sesuai usia, cukup protein, rendah lemak, rendah
gula, rendah garam (bila masih edema)
o Atasi infeksi atau inflamasi
o Jika terdapat komplikasi seperti gagal jantung atau renjatan, maka tatalaksananya disesuaikan
dengan komplikasi yang terjadi.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 135
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 50% penderita sindrom nefrotik kambuh sering akan remisi dalam waktu 6 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC, Yap HK, Eds.
Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 109-15.
2. Lombel RM, Gipson DS, Hodson EM. Treatment of steroid-sensitive nephrotic syndrome: new guidelines
from KDIGO. Pediatr Nephrol 2013;28:415-26.
3. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children: clinical aspects. Dalam: Avner ED, Harmon
WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:667-702.
4. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas
H, Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011:72-90.
5. Pais P, Avner ED. Idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III
JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders,
2011:1804-6.
6. Srivastava RN, Bagga A. Nephrotic syndrome. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric Nephrology.
Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 161-200.
7. Wirya IGNW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku
Ajar N efrologi Anak. Ed i s i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:381-426.
8. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Yeo WS. Management of childhood nephrotic syndrome.
Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National
University Children’s Medical Institute, National University Hospital, 2012: 122-35.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 136
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 137
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 138
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 139
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 30% penderita sindrom nefrotik resisten steroid akan remisi dalam waktu 6 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC, Yap HK, Eds.
Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited, 2005:
109-15.
2. Hari P, Bagga A, Mantan M. Short term efficacy of intravenous dexamethasone and methylprednisolone
therapy in steroid resistant nephrotic syndrome. Indian Pediatr 2004; 41:993– 1000.
3. Lombel RM, Gipson DS, Hodson EM. Treatment of steroid-sensitive nephrotic syndrome: new guidelines from
KDIGO. Pediatr Nephrol 2013;28:415-26.
4. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children: clinical aspects. Dalam: Avner ED, Harmon
WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:667-702.
5. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas
H, Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011:72-90.
6. Pais P, Avner ED. Idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Geme III
JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011:1804-
6.
7. Srivastava RN, Bagga A. Nephrotic syndrome. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds. Pediatric Nephrology.
Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2005: 161-200.
8. Wirya IGNW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku Ajar
N efrologi Anak. Ed i s i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002:381-426.
9. Yap HK, Aragon ET. Rituximab protocol for nephrotic syndrome. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor.
Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute,
National University Hospital, 2012: 187-9.
10. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Yeo WS. Management of childhood nephrotic syndrome. Dalam: Yap
HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On The Go. Edisi 1. Singapore:
National University Children’s Medical Institute, National University Hospital, 2012: 122-35.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 140
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis 80% penderita sindrom nefrotik akan remisi dalam waktu 3 bulan pengobatan
15. Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC, Yap HK,
Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current Practices. Edisi 1. Hong Kong: Medcom Limited,
2005: 109-15.
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 141
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 142
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
ASFIKSIA NEONATORUM
1. Pengertian Asfiksia neonatorum adalah kondisi gangguan pertukaran gas karbondioksida dengan oksigen yang menyebabkan terjadinya
(Definisi) hipoksemia dan hiperkarbia pada janin sehingga menyebabkan asidosis.
2. Anamnesis Bayi tidak bernapas spontan dan adekuat setelah lahir atau sesaat setelah lahir.
4. Kriteria Diagnosis 1. Adanya asidosis metabolik atau mixed acidemia (pH <7.00) pada darah arteri umbilikus atau analisa gas darah
arteri apabila fasilitas tersedia
2. Adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit
3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang, hipotonia, koma, ensefalopati hipoksik
iskemik
4. Adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal
5. Diagnosis Asfiksia
6. Diagnosis Banding Pengaruh sedasi, pemberian anestesia dan analgesia lainnya pada ibu waktu persalinan
Infeksi virus, sepsis atau meningitis
Kelainan kongenital susunan syaraf pusat, jantung dan paru
Penyakit neuromuskular
Trauma persalinan
Kelainan metabolisme bawaan
7. Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, elektrolit, gula darah
Penunjang USG kepala
MRI kepala
8. Terapi Resusitasi
Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar
- Langkah awal resusitasi
Indikasi : bila terdapat salah satu jawaban tidak dari pertanyaan cukup bulan, bernapas atau menangis, dan
tonus otot baik
- Ventilasi tekanan positif (VTP)
Indikasi : apnu atau megap-megap, denyut jantung <100 x/menit, saturasi tetap di bawah nilai target meskipun
telah diberi O2 aliran bebas sampai 100%
- Ventilasi tekanan positif dan kompresi dada
Indikasi : denyut jantung <60 x/menit setelah 30 detik dilakukan VTP efektif
Terapi medikamentosa :
Epinefrin :
Indikasi :
- Denyut jantung bayi <60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada
- Asistolik
Dosis :
- 0,1-0,3 mL/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) diberikan i.v, dibilas dengan 0,5-1 mL
normal salin
- 0,3-1 mL/kg BB larutan 1:10.000 bila diberikan endotrakeal
- Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander :
Indikasi :
- Hipovolemia
- Tidak ada respon dengan resusitasi
Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%)
- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak
Dosis :
- Dosis awal 10 mL/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi :
- Asidosis metabolik. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan
analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 mL/kg BB (4,2%) atau 1 mL/kg BB (8,4%)
Cara :
- Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 142
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
ASFIKSIA NEONATORUM
kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
- Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
14. Indikator Medis Bayi bernapas, denyut jantung >100 kali/ menit, tidak sianosis, tonus otot baik
Sebagian besar bayi baru lahir (90%) tidak memerlukan bantuan pernapasan
Sekitar 10% bayi baru lahir memerlukan bantuan pernapasan dan 1 % memerlukan bantuan resusitasi lengkap
(intubasi, kompresi dada, pemberian obat) untuk kelangsungan hidupnya
80 % Pasien sembuh dalam waktu 3 minggu
15. Kepustakaan 1. Kattwinkel J, McGowan JE, Zaichkin J. Textbook of neonatal resuscitation; edisi ke-6. AAP & AHA, 2011; 1- 302
2. American Academy of Pediatrics. Special report- neonatal resuscitation: 2010 Amaerican Heart Association guidelines
for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Pediatrics 2010; 126(5): e1400-11.
3. Hansen AR, Soul JS. Perinatal asphyxia and hypoxic-ischemia encephalopathy. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 711-28.
4. Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-7.
Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 47-62.
5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs;
edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009; 624-35.
6. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008; 31-41.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang 143
Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian Kondisi hipoglikemia beserta segala akibatnya pada bayi baru lahir dari ibu penderita diabetes. Kelainan
(Definisi) spesifik yang sering ditemukan pada IDM :
Kelainan metabolisme
o Hipoglikemia
o Hipokalsemia
o Hipomagnesemia
Kelainan kardiorespirasi
o Asfiksia perinatal
o Hyaline membrane disease
o Kardiomiopati hipertropik
o Takipnea sementara pada neonatus
Kelainan hematologis
o Polisitemia dan hiperviskositas
o Hiperbilirubinemia
o Trombosis vena ginjal
Masalah morfologis dan fungsional
o Cedera lahir
o Kelainan bentuk bawaan (jantung, ginjal, saluran cerna, saraf, skeletal, wajah abnormal, mikroptalmos)
6. Diagnosis Banding Pengaruh sedasi, pemberian anastesia dan analgesia lainnya pada ibu waktu persalinan
Hipotermia
Kelainan kongenital susunan syaraf pusat, jantung, paru, saluran cerna, dan renal
Penyakit neuromuskular
Kelainan metabolisme bawaan
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 144
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
8. Terapi Hipoglikemia
2-4 mL dekstrosa 10% selama 5 menit, diulang jika perlu
Infus glukosa 10% berkesinambungan dengan kecepatan 8-10 mg/kg/menit
Memulai pemberian asupan enteral sesegera mungkin
Kortikosteroid : pada hipoglikemia yang terus bertahan (hidrokortison 5 mg/kg/12 jam)
Mempertimbangkan pemberian glukagon dan epinefrin
Hipokalsemia
Dosis awal 1-2 mL/kg/dosis glukonat kalsium 10% IV, diberikan secara perlahan selama 10 menit
Memantau tanda ekstravasasi
Dosis juga diberikan melalui infus intravena berkesinambungan, 2-8 mL/kg/hari
Akan memberikan respon dalam 3-4 hari
Hipomagnesemia
Magnesium sulfat (MgSo4) 2mEq/kg/dosis setiap 6 jam IV atau IM
9. Edukasi Kontrol yang baik terhadap diabetes ibu merupakan faktor kunci dalam menentukan hasil akhir fetus
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada anak dari wanita penderita diabetes mellitus telah membaik sejalan
dengan diterapkannya tata laksana diet dan terapi insulin
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Bayi sadar, gejala klinis hipoglikemia tidak ada, hasil glukosa serum normal 80%
14. Indikator Medis
Pasien akan sembuh dalam waktu 1 minggu
15. Kepustakaan 1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease
and drugs; edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009; 534-40.
2. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008; 171-9.
3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-
7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 284-96.
4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter,
bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 145
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian Ensefalopati hipoksik iskemik perinatal adalah suatu sindroma yang ditandai dengan adanya kelainan klinis dan
(Definisi) laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia.
2. Anamnesis Dari anamnesis didapatkan riwayat asfiksia, usia gestasi, kesulitan saat lahir, adanya kejang dan gangguan kesadaran.
3. Pemeriksaan Fisik Menurut Sarnat dan Sarnat, ensefalopati iskemik hipoksik (HIE) dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan :
HIE Tingkat I
Periode letargi dan iritabilitas, kewaspadaan berlebihan dan jitteriness berselang-seling
Pemberian minum yang buruk
Tonus otot meningkat, refleks tendon dalam berlebihan, refleks Moro berlebihan dan/ atau spontan
Eksitasi simpatik terbukti oleh peningkatan denyut jantung dan pupil dilatasi
Tidak ada aktivitas kejang
Gejala hilang dalam 24 jam
HIE Tingkat II
Letargi
Pemberian minum buruk, refleks gag tertekan
Hipotonia
Denyut jantung menurun dan pupil konstriksi
50-70 % terdapat kejang, biasanya dalam waktu 24 jam setelah kelahiran
HIE Tingkat III
Abnormalitas neurologis yang terus berlanjut
Koma
Flasidisitas
Tidak ada refleks
Pupil diam, sedikit reaktif
Apnea, bradikardia, hipotensi
Kejang tidak umum tetapi jika ada sulit ditangani
6. Diagnosis Banding Pengaruh sedasi, pemberian anastesia dan analgesia lainnya pada ibu waktu persalinan
Infeksi virus, sepsis atau meningitis
Kelainan kongenital susunan syaraf pusat, jantung dan paru
Penyakit neuromuskular
Trauma persalinan
Kelainan metabolisme bawaan
Darah lengkap
7. Pemeriksaan Gula darah
Penunjang Pemeriksaan urine lengkap, produksi urine, dan osmollaritas.
Serum elektrolit (Na, Ka, Ca, P, dan Mg)
BUN dan serum kreatinin
Faal pembekuan darah
Faal hati
Analisa gas darah
Foto torak
Pungsi lumbal
EEG
USG kepala
MRI kepala
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 146
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 147
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
14. Indikator Medis Bayi bernapas spontan, denyut jantung >100 kali/ menit, tidak sianosis, tonus otot baik
Tidak didapatkan kejang
80% pasien akan sembuh dalam waktu 3 minggu
15. Kepustakaan 1. Hansen AR, Soul JS. Perinatal asphyxia and hypoxic-ischemic encephalopathy. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark
AR, eds. Manual of Neonatal Care, 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 711- 28.
2. Volpe JJ. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy. In: Volpe JJ, eds.,Neurology of the Newborn,4th
ed.Philadelphia:WB.Saunders Co, 2001;217-394.
3. Levene M,Evans DJ. Hypoxic-ischemic brain injury. In: Rennie JM eds. Roberton's Textbook of Neonatology 4th ed.
Philadelphia, Elsevier Limited, 2005; 1128-48.
4. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Perinatal Asphyxia. In: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG,
Zenk KE, eds. Neonatology Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs 6 th ed. New York:
Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2009; 624-35.
5. Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous System Disorders. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th ed. Philadelphia, WB Saunders Co., 2004; 559-68.
6. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008; 283-9.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 148
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar serum bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
(definisi) berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis bayi yang ditandai
oleh pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi
yang berlebih. Ikterus tampak secara klinis bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.
Gambar 1. Nomogram untuk penentuan risiko berdasarkan kadar bilirubin serum spesifik berdasarkan waktu pada saat bayi
pulang
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 149
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
b. Fototerapi
Fototerapi dilakukan bila kadar total serum bilirubin (TSB) melebihi batas yang diharapkan sesuai pada gambar 2.
Gambar 2. Guideline fototerapi pada bayi usia gestasi 35 minggu atau lebih.
c. Penghentian fototerapi
Tergantung dari usia saat fototerapi dan penyebab hiperbilirubinemia. Pada bayi yang masuk rumah sakit (TSB 18
mg/dl), fototerapi dapat dihentikan bila TSB <13 mg/dL atau 14 mg/dL.
d. Tranfusi tukar
Dilakukan bila kadar total serum bilirubin melampaui garis seperti pada gambar 3
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 150
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Gambar 3. Guideline tranfusi tukar pada bayi usia gestasi 35 minggu atau lebih. Tranfusi tukar segera bila bayi menunjukkan
tanda ensefalopati bilirubin akut (hipertonia, opistotonus, panas, menangis melengking) atau TSB ≥5 di atas garis. Faktor
risiko : isoimun hemolitik, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas temperatur, sepsis asidosis
Tabel 1. Rekomendasi manajemen hiperbilirubinemia pada bayi kurang bulan (sehat dan sakit) dan bayi cukup bulan (sakit)
Total serum bilirubin (mg/dL)
Bayi sehat Bayi sakit
BB (g) Fototerapi Tranfusi tukar Fototerapi Tranfusi tukar
Kurang bulan
<1000 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi
1000-1500 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi
1501-2000 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi
Cukup bulan
>2500 15-18 20-25 12-15 18-20
9. Edukasi Kunci tata laksana hiperbilirubinemia adalah mengidentifikasi proses non fisiologis yang menjadi penyebab dasar
meningkatnya kadar bilirubin serum
Fasilitas yang tidak dilengkapi dengan instrumen atau teknik diagnostik yang diperlukan harus merujuk neonatus ke
fasilitas yang tingkatannya lebih tinggi
Terapi sinar tidak boleh digunakan pada kasus hiperbilirubinemia direk
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 151
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
14. Indikator Medis Gejala klinis ikterus menghilang, kadar bilirubin normal
Hiperbilirubinemia fisiologis terjadi 50-60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan, gejala klinis
keseluruhan menghilang dalam 2 minggu
Pada hiperbilirubinemia non fisiologis, ikterus bertahan >14 hari
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 7 hari
15. Kepustakaan
1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs;
edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009; 288-300.
2. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care;
edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 304-339.
3. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan
perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 42-8.
4. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Santosa GI, Usman A, eds. Buku ajar
neonatologi, edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008; 147-69.
5. American Academic of Pediatrics. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Pediatrics 2004; 114; 297-316.
6. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008; 181-91.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 152
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
1. Pengertian (definisi) Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).
2. Anamnesis Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, dan gangguan pernapasan
Riwayat bayi prematur
Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
3. Pemeriksaan Fisik Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas
5. Diagnosis Hipoglikemia
8. Terapi a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :
Periksa kadar glukosa saat bayi datang/ umur 3 jam
Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan
Kadar glukosa ≤45 mg/dL atau gejala positif tangani hipoglikemia
Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 153
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
9. Edukasi Pemantauan glukosa bisa dihentikan setelah bayi mulai menerima asupan dengan penuh atau mendapatkan infus
glukosa terus menerus secara teratur dan 3 kali pemeriksaan yang dilakukan setiap jam hasilnya >45 mg/ dL
Jika tanda kembali timbul dan pemberian asupan tidak bisa ditoleransi, mulai lagi dari awal
14. Indikator Medis Tidak didapatkan gejala klinis hipoglikemia dan kadar gula darah normal
80% membaik dalam 24 jam
80% pasien sembuh dalam waktu 7 hari
1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call
15. Kepustakaan problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009; 313-7.
2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi
Dasar. Jakarta: Depkes RI, 2006; 56-7.
3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care;
edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 284-96.
4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter,
bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 154
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (definisi) Gangguan sementara fungsi otak dengan manifestasi gangguan kesadaran episodik disertai abnormalitas sistem motorik
atau otonomik
3. Pemeriksaan Fisik Subtle (samar) : kedipan mata, gerakan seperti mengayuh, apnea lebih dari 20 detik dengan detak jantung
normal, tangisan melengking, mulut seperti mengunyah/ menghisap
Tonik (fokal dan general) : gerakan tonik seluruh ekstremitas, fleksi ekstremitas atas disertai ekstensi
ekstremitas bawah
Klonik (fokal dan multifokal). Fokal : gerakan ritmis, pelan, menghentak klonik. Multifokal : gerakan klonik
beralih dari ekstremitas yang satu ke ekstremits yang lain tanpa pola spesifik.
Mioklonik (fokal, multifokal, general) : gerakan menghentak multipel dari ekstremitas atas dan bawah.
8. Terapi Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi)
Terapi etiologi spesifik
o Dekstrose 10% 2 mL/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit
o Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 mL/kg BB) diencerkan aquades sama banyak diberikan
secara intra vena dalam 30 menit (bila diduga hipokalsemia)
o Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis
o Piridoksin 50-100 mg/kg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin, kejang akan berhenti dalam
beberapa menit
Terapi antikejang
o Fenobarbital: Loading dose 20 mg/kg BB intravena dalam 15 menit, jika tidak berhenti dapat diulang
dengan dosis 5 mg/kg BB tiap 5 menit sampai total 40 mg/kg atau kejang berhenti.
o Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 20 mg/kg BB intra vena kecepatan 1 mg/kg/menit
o Bila masih kejang dapat diberikan :
Diazepam 0,3 mg/kg/jam (dengan support ventilasi mekanik)
Midazolam 0,2 mg/kg iv kemudian 0,1-0,4 mg/kg/jam
o Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kg BB/hari dapat diberikan secara
intravena/intramuskuler/peroral , dimulai 24 jam setelah loading dose
o Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena dimulai dalam 12 jam setelah loading dose Penghentian
obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan penghentian obat anti
kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi otak bermakna pada USG atau CT Scan
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 155
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang
Lebong
2022 - 2023
9. Edukasi Bayi yang mengalami kejang mungkin mempunyai lebih dari satu penyebab, misalnya HIE dengan
hipokalsemia, atau sepsis dengan hipoglikemia
Klinisi seharusnya tidak hanya mendiagnosis kejang saja tanpa mengetahui penyebab dasarnya
15. Kepustakaan 1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call
problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009; 374-9.
2. Bergin AM. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-7. Boston:
Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 729-42..
3. Depkes RI. Klasifikasi kejang. Dalam: Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode
tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes RI, 2001.
4. Young TE, Mangum B. Neofax. Dalam: Neofax, edisi ke-7, 2004: 154-155.
5. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008; 273-80.
6. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi
Dasar. Jakarta: Depkes RI, 2006; 84-92.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 156
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
SEPSIS NEONATORUM
1. Pengertian (Definisi) Suatu sindroma respon inflamasi janin / FIRS disertai gejala klinis infeksi yang diakibatkan adanya kuman di dalam
darah pada neonatus.
FIRS (Fetal inflammatory response syndrome/ Sindroma respon inflamasi janin)
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau <30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa
retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler > 3 detik,
hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L
TERDUGA/ SUSPEK SEPSIS
Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai gejala klinis infeksi
TERBUKTI/ PROVEN SEPSIS
Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai bakteremia / kultur darah positif
Laboratorium :
o Leukositosis (> 34.000 x 109/L)
o Leukopenia (< 4.000 x 109/L)
o Netrofil muda >10%
o Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2
o Trombositopenia < 100.000 x 109/L)
o CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal
Klasifikasi :
1. Early Onset (dini): terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis yang timbulnya
mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai sistem saluran pernafasan, progresif dan
akhirnya syok
2. Late Onset (lambat): timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai adanya kelainan
sistem susunan saraf pusat
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang timbul lebih dari 48
jam saat dirawat di rumah sakit
2. Anamnesis Antenatal: paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (Infeksi ascending melalui cairan amnion, adanya paparan
terhadap mikroorganisme dari traktur urogenitalis ibu atau melalui penularan transplasental)
Selama persalinan: trauma kulit dan pembuluh darah selama persalinan, atau tindakan obstetri yang invasif
Postnatal: adanya paparan yang meningkat postnatal (mikroorganisme dari satu bayi ke bayi yang lain, ruangan
yang terlalu penuh dan jumlah perawat yang kurang), adanya portal kolonisasi dan invasi kuman
melalui umbilikus, permukaan mukosa, mata, kulit
3. Pemeriksaan Fisik Suhu tubuh tidak stabil (<36 ⁰C atau >37,5 ⁰C)
Laju nadi >180 x/menit atau <100 x/menit
Laju nafas >60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen,apnea atau laju nafas <30 x/menit
Letargi
Intoleransi glukosa: hiperglikemia (plasma glukosa >10 mmol/L atau >170 mg/dl) atau hipoglikemia ( <2,5 mmol/L
atau < 45 mg/dL)
Intoleransi minum
Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi
Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (usia 1 hari)
Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (usia < 1 bulan)
Pengisian kembali kapiler/ capillary refill time > 3 detik
8. Terapi 1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 50 mg/kg BB/dosis i.v (tiap 12 jam untuk neonatus umur
≤7 hari, dan tiap 8 jam untuk neonatus umur >7 hari), dan gentamisin 4-5 mg/kg/dosis tiap 24 jam. Dosis Ampisilin
untuk meningitis adalah 100 mg/kgBB/dosis i.v (tiap 12 jam untuk neonatus umur
≤7hari, dan tiap 8 jam untuk neonatus umur >7 hari).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan : darah lengkap, urine lengkap, feses lengkap, kultur
darah, kultur cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 157
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
SEPSIS NEONATORUM
cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif.
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen,
USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan
kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Bila kultur positif antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur.
6. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan
Meropenem i.v. dengan dosis 20 mg/kg BB/dosis tiap 12 jam i.v .Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus
meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
7. Pengobatan suportif meliputi :
Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi asidosis metabolik, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar, imunoglobulin.
9. Edukasi Pada sepsis yang didiagnosis secara klinis, jangka waktu terapi 10-14 hari
Pada meningitis, jangka waktu terapi 14-21 hari
15. Kepustakaan 1. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr crit Care Med 2005; 6(3): 45-9.
2. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs;
edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009; 665-72.
3. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar.
Jakarta: Depkes RI, 2006; 92-7.
4. Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-7.
Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 624-55.
5. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter,
bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 19-20.
6. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008; 213-20.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 158
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
ABSES OTAK
1. Pengertian (Definisi) Proses peradangan purulen yang terisolir di antara jaringan otak, baik disertai pembentukan kapsul atau tidak
2. Anamnesis Sakit kepala merupakan keluhan dini yang paling sering dijumpai (70-90%).
Terkadang juga didapatkan mual, muntah dan kaku kuduk (25%).
Adanya riwayat penyakit jantung bawaan sianotik, infeksi sinus atau mastoid
Adanya riwayat prosedur bedah saraf, trauma kepala maupun kondisi imunosupresi
3. Pemeriksaan Fisik Panas tidak terlalu tinggi.
Kejang biasanya bersifat fokal.
Gangguan kesadaran mulai dari perubahan kepribadian, apatis sampai koma.
Apabila dijumpai papil edema menunjukkan bahwa proses sudah berjalan lanjut.
Dapat dijumpai hemiparese dan disfagia.
Defisit neurologis fokal menunjukkan adanya edema di sekitar abses.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan gejala klinis yang spesifik
2. Hasil neuro imaging (CT Scan atau MRI dengan kontras)
5. Diagnosis Abses otak
6. Diagnosis Banding 1. Tumor di daerah serebropontin
2. Abses ekstradural
3. Empiema subdural
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium :
o Darah : jarang dapat memastikan diagnosis. Biasanya lekosit sedikit meningkat dan laju endap darah
meningkat pada 60% kasus
o Cairan Serebro Spinal (CSS) : dilakukan bila tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
(TIK) oleh karena dikhawatirkan terjadi herniasi
2. Pemeriksaan radiologi:
CT Scan: CT-scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk memastikan diagnosis.
Stadium serebritis awal (1-3 hari), serebritis lanjut (4-9 hari), formasi kapsul dini (10-14 hari) dan formasi
kapsul lanjut (>14 hari)
Stadium awal hanya didapatkan daerah hipodens dan daerah irreguler yang tidak menyerap kontras. Pada
stadium lanjut didapatkan daerah hipodens dikelilingi cincin yang menyerap kontras.
8. Terapi Penatalaksanaan medikamentosa dengan atau tanpa aspirasi dilakukan pada stadium serebritis, abses multipel dan
abses yang didapatkan pada daerah kritis
Pada penatalaksanaan medikamentosa diberikan:
1. Cefotaxime 200 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis atau Ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam
2 dosis
2. Metronidazole 15 mg/KgBB/dosis IV kemudian dilanjutkan dengan 7,5 mg/KgBB/dosis IV/PO setiap 6 jam hari
(maksimal 4 g/hari).
Antibiotik diberikan selama kurang lebih 6 minggu.
3. Apabila didapatkan peningkatan TIK dapat diberikan:
a. Mannitol dosis awal 0,5-1 mg/KgBB IV kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 mg/KgBB IV setiap 4-6 jam
b. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB/hari IV dibagi
dalam 3 dosis atau Methylprednisolone dosis awal 1-2 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan
0,5 mg/KgBB/dosis setiap 6 jam. Pengurangan dosis (tappering off) dimulai pada hari ke 5
Perhatian: Steroid dapat menghambat penetrasi antibiotik pada abses dan menghambat pembentukan
dinding abses yang berakibat abses mudah pecah dan terjadi meningitis.
Penatalaksanaan bedah:
Aspirasi stereotactic
Kraniotomi
Neuroendoskopi
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang komplikasi dan prognosis penderita. Sebelum era antibiotik mortalitas mencapai 40-60%.
2. Banyaknya komplikasi dan kematian disebabkan karena abses serebri yang multiple, adanya GCS yang turun
dan meningitis.
3. Penjelasan terhadap adanya rekurensi.
4. Keterlambatan diagnosis mempunyai kontribusi terhadap derajat berat penyakit.
ABSES OTAK
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Pengobatan dengan cefotaxime menunjukkkan angka kesembuhan 76 % pada kasus abses otak
Tingkat mortalitas setelah pasien menjalani tindakan bedah adalah sebesar 15%.
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 6 minggu
15. Kepustakaan 1. Helweg-Larsen J, Astradsson A, Richhall H, Erdal J, Laursen A, Brennum J. Pyogenic brain abscess, a 15 year
survey. BMC Infect Dis 2012;12:332.
2. Shachor-Meyouhas Y, Bar-Joseph G, Guilburd JN, Lorber A, Hadash A, Kassis I. Brain abscess in children -
epidemiology, predisposing factors and management in the modern medicine era. Acta Paediatr 2010;99(8):1163-7.
3. Jansson AK, Enblad P, Sjolin J. Efficacy and safety of cefotaxime in combination with metronidazole for empirical
treatment of brain abscess in clinical practice: a retrospective study of 66 consecutive cases. Eur J Clin Microbiol
Infect Dis 2004;23(1):7-14.
4. Kao PT, Tseng HK, Liu CP, Su SC, Lee CM. Brain abscess: clinical analisys of 53 cases. J Microbiol Immunol
Infect;36:129-136
5. Tauber MG, Schaad UB. Bacterial infections of the nervous system. Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero DM,
Schor NF ed. Pediatric neurology principles and practice. Edisi kelima. Philadelphia: Elsevier; 2012. Hal 1241-61.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
BELL’S PALSY
1. Pengertian (Definisi) Suatu paralisis nervus fasialis unilateral yang bersifat mendadak, tidak diketahui sebabnya (idiopatik) yang
mengakibatkan ketidakmampuan pengontrolan otot wajah pada sisi yang terkena
2. Anamnesis Nyeri telinga didekat mastoid
Kesulitan menutup mata
Kesulitan menggunakan otot wajah secara normal
Kesulitan minum dan makan karena gangguan mulut pada sisi yang terkena
Riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya
Bell’s palsy ditegakkan setelah kondisi-kondisi infeksi, inflamasi, injuri, neoplasma, penyakit metabolik, dan
kelainan kongenital dapat disingkirkan.
3. Pemeriksaan Fisik Parese nervus facialis unilateral.
Gangguan sensoris pada daerah yang terkena,
Drooling
Gangguan pengecapan
Gangguan pendengaran
Pengeluaran air mata berlebihan.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis yang spesifik
Pemeriksaan neurologi parese N VII perifer
5. Diagnosis Bell’s Palsy
6. Diagnosis Banding 1. Palsy nervus fasialis yang lain, yang terkait:
a. Infeksi
b. Penyakit metabolik
c. Injuri
d. Kelainan congenital
2. Lesi UMN supranuklear (lokasi lesi di atas nucleus fasialis di Pons) sepertiga atas N Fasialis normal,
sedangkan duapertiga di bawahnya mengalami paralysis
3. Tumor jinak skull
4. Aneurisma serebral
5. Meningioma
6. Sklerosis multiple
7. Pemeriksaan 1. ELISA terhadap HSV
Penunjang 2. Tidak ada pemeriksaan laboratorium lain yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s
palsy
3. Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan CT-scan/MRI
dilakukan bila dicurigai adanya fraktur atau metastase neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multiple,
AIDS, dan CNS
4. Pemeriksaan Elektrofisiologi
- Untuk mengetahui fungsi N fasialis
- Jarang dilakukan
8. Terapi 1. Steroid
- Prednisolone oral 1 mg/kgbb/hari selama 10 hari
2. Anti virus
- Acyclovir oral 10-20 mg/kgbb/hari
3. Kombinasi steroid & anti virus
9. Edukasi Diterangkan bahwa sebagian Bell’s palsy akan membaik tanpa deformitas, tetapi 1/3 penderita mengalami sekuele
berupa: regenerasi motorik tidak lengkap dengan tanda epifora, inkompeten oral, & obstruksi nasal.
Regenerasi sensorik tidak lengkap (gangguan pengecapan), ageusia ( kehilangan pengecapan), diasthesia ( kehilangan
sensasi atas stimulasi)
10. Prognosis 1. Pemulihan lengkap dengan gejala sisa
2. Pemulihan tidak lengkap pada fungsi motorik, tetapi tidak ada defek pada kosmetik
3. Kecacatan menetap yang nyata
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 161
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
BELL’S PALSY
14. Indikator Medis Angka kesembuhan dengan terapi steroid 88,2%, sedangkan dengan kombinasi steroid dan anti virus sekitar
91,2%
15. Kepustakaan 1. Eudocia CQ,Shafali SJ, Rajeev HM, Manveen KB, Anton YP. The benefits of steroids versus steroids plus
antivirals for treatment of Bell’s palsy: a meta-analysis. BMJ. 2009; 339
2. Evangelos P, Anastasia G, M Arampatzi. Facial nerve palsy in childhood. The Japanese Society of Child
Neurology. 2010; 33. 644-650
3. Smith SA, Quvrier R. Peripheral neuropathies. Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF ed.
Pediatric neurology principles and practice. Edisi kelima. Philadelphia: Elsevier; 2012. Hal 1503-8.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 162
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
9. Edukasi 1. Menjelaskan pengobatan yang akan diberikan, jangka waktu pengobatan, cara pemberian dan efek samping
pengobatan ganciclovir yakni granulocytopenia, anemia, tromobositopenia.
2. Menjelaskan prognosis infeksi CMV sesuai dengan kelainan yang terjadi pada penderita
3. Jika infeksi CMV sudah dikonfirmasi, klasifikasikan simtomatik atau asimtimatik dan dilakukan monitoring
1,3,6 dan 12 bulan dan secara periodik sampai usia sekolah dengan tujuan mendeteksi sekuele dengan onset
lambat.
4. Konseling orang tua apabila merencanakan memiliki anak lagi untuk berkonsultasi pada dokter agar tidak
terjadi penularan pada bayinya
10. Prognosis Bayi dengan congenital CMV 90% mengalami sekuele tumbuh kembang sperti palsi serebral, epilepsi, gangguan
sensori-neural, retardasi mental, gangguan tingkah laku dan kebutaan
Angka mortalitas mencapai 5-30%
Lesi intracranial pada neuroimaging berhubungan dengan gangguan intelektual >80% kasus
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis 1. 10-15% penderita dengan pengobatan gancyclovir mengalami sensorineural sekuele
2. Netropenia terjadi pada pada 63% anak yang sedang menjalani terapi gansiklovir dan 38% anak yang
menjalani terapi valgansiklovir
3. Pasien akan sembuh dalam waktu 2-3 minggu perawatan
15. Kepustakaan 1. Buosenso D, Seranti D, Gargiullo L, Ceccareli M, Ranno O, Valentini P. Congenital cytomegalovirus
infection: current strategies and future perspectives. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2012; 16:919-35
2. Cheeran MC, Lokensgard JR, Schleiss MR. Neuropathogenesis of congenital Cytomegalovirus infection:
disease mechanism and prospects for intervention. Clin Microbiol Rev. 2009; 22: 99-126
3. Nasetta L, Kimberlin D, Whitley R. Treatment of congenital cytomegalovirus infection: implications for
future therapeutic strategies. JAC . 2009; 63: 862-7
4. Kenneson A, Cannon MJ. Review and meta-analysis of the epidemiology of congenital cytomegalovirus
(CMV) infection. Rev Med Virol. 2007; 17: 253-76
5. Maria BL, Bale JF. Infections of the nervous system. Dalam Menkes Jh, Sarnat HB, Maria BL editor. Child
Neurology. Edisi ketujuh. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2006. Hal 457-8.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 163
NIP. 19800911 200804 1 00
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 164
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
PALSI SEREBRAL
1. Pengertian (Definisi) Palsi Serebral atau Cerebral Palsy (CP) adalah
Sekelompok kelainan pergerakan dan postur yang menyebabkan keterbatasan aktivitas yang terjadi karena gangguan non
progresif yang muncul pada masa perkembangan otak janin/bayi
2. Anamnesis Anemnesis ibu merupakan hal yang penting (yang mendorong ibu minta pertolongan pengobatan) :
Anak belum dapat berjalan;
Belum dapat duduk;
Terlambat bicara
Kaki gemetar
Gerakan kurang pada sisi badan
Mata juling.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 165
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
PALSI SEREBRAL
2. CP spastik Hemiplegik
Kelumpuhan 2 anggota gerak sepihak, anggota gerak atas lebih berat, kerusakan traktus kortikospinalis
unilateral. 30% kasus.
3. CP spastic kuadriplegi
Gejala peningkatan tonus otot menyeluruh, spastisitas yang nyata disertai tanda-tanda keterlibatan traktus
kortikospinal. Disertai gangguan menelan dan artikulasi dan inkordinasi otit faring. Terkadang bisa dijumpai
gangguan visus maupun auditori.
4. CP Atetotik/Koreoatetotik
Keterlibatan entrapiramidal, dijumpai gerakan abnormal involunter dengan amplitude tinggi, tremor,
balismus maupun mioklonus.
5. CP Ataksia
Kelainan pada serebelum dan serabut asosiasinya, ataksia merupakan gejala utama.
5. Diagnosis Diagnosis CP secara umum berdasarkan pada anamnesa dan gejala klinik. Tim
diagnostik dan penatalaksanaan CP ini meliputi :
1. Tim Inti :
• Neuropediatri
• Dokter Gigi
• Psikolog
• Perawat
• Fisioterapi (terapi kerja, terapi bicara)
• Pekerja Sosial (pengunjung rumah)
2. T im Konsultasi :
• Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja
• Dokter Bedah (Ortopedi)
• Dokter Mata
• Dokter THT
• Psikiater Anak
Guru SLB (cacat tubuh, tunanetra, tunarungu)
6. Diagnosis Banding Inherited metabolic disorder
Metabolic myopathies
Metabolic neuropathy
Traumatic peripheral nerve lesion
Vascular malformation of the spinal cord
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari penyebab dan prognosisnya :
- Pemeriksaan TORCH
- Neuro imaging : CT scan/ MRI (63% abnormal)
- Test perkembangan : gangguan bicara (90%
kasus)
- Psikologik : test IQ (juga penting untuk terapi
dan rehabilitasi)
- Audiometri untuk mendeteksi ketulian
8. Terapi A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :
1. Benzodiazepin :
• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi
• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih 10 mg/dosis)
2. Baclofen 0.2 mg/kg setiap 8 jam
3. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk mengurangi gerakan involunter)
5. I n je k s i Botox :
• Usia < 2 tahun belum direkomendasikan Dosis
rekomendasi 0.5-2 U/kgBB
B. Terapi Perkembangan
Rehabilitasi Medik dengan terapi fisik dan okupasi
C. Terapi bedah
1. Dorsal rhizotomy
2. Tendon lengthening
D. Lain-lain :
1. Pendidikan khusus
2. Penyuluhan psikologis
3. Rekreasi
9. Edukasi a. Bila diagnosis CP tegak, dianjurkan untuk melakukan komunikasi dan transfer informasi yang baik
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 166
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
PALSI SEREBRAL
kepada orang tua tentang kondisi dan prognosis penderita
b. CP tidak mempengaruhi fungsi reproduksi, sehingga memungkinkan penderita dapat mempunyai anak
10. Prognosis Anak dengan CP akan mengalami retardasi mental 52%, gangguan bahasa dan bicara 38%, gangguan
pendengaran 12%dan epilepsi 34-94%.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Probabilitas mencapai usia 20 tahun mencapai 50% pada CP berat.
Kemampuan untuk duduk diusia 2 tahun mempunyai adalah prediksi untuk kemampuan mandiri di masa mendatang.
Penderita CP yang memerlukan nasogastric tube selama tahun awal kehidupan mempunyai angka mortalitas 5 kali
lebih besar dibanding yang dengan oral feeding.
15. Kepustakaan 1. Ashwal, B. Practice Parameter: Diagnostic assessment of the child with cerebral palsy: Report of the Quality
Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology and the Practice Committee of the Child Neurology
Society. Neurology 2004;62:851-63.
2. Druschel C, Althuizes HC, Funk JF, Placzek R. Off label use of botulinum toxin in children under two years of age: a
systematic review. Toxins 2013;5:60-72.
3. Novak I, Hines M, Goldsmith S, Barclay R. Clinical prognostic messages from a systematic review on cerebral palsy.
Pediatrics 2012;130:1285-1312.
4. Gudiol MV, Calafat CB, Farres MG, Algra MH, Baxter KM, et al. Treadmill interventions with partial body weight
support in children under six years of age at risk of neuromotor delay: a report of a Cochrane systematic review and
meta analysis. Eur J Phys Rehabil Med 2013;49:67-91.
5. Jan MMS. Cerebral palsy: comprehensive review and update. Ann Saudi Med 2006;26:123-32.
6. Pakula AT, Braun KMV, Allsopp MY. Cerebral palsy: classification and epidemiology. Phys Med Rehabil Clin N
Am 2009;20:425-52.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 167
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
8. Terapi Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 15-20
mg/KgBB/hari PO, atau
Asam valproat dosis awal 15 mg/kgBB/hari terbagi 2-3 dosis PO selama 2 tahun bebas kejang
Bila tidak ada respons dapat dilakukan stimulai N. Vagus atau pembedahan lobektomi temporal anterior.
9. Edukasi Gejala klinis
Pemahaman terhadap adanya kejang atau tidak
Terapi
- Diperlukan kepatuhan terhadap protokol pengobatan OAE jangka panjang
- Pendidikan penanganan kejang akut
- Pemahaman terhadap efek samping obat
Tumbuh Kembang
Banyak terkait gangguan motorik, speech, tingkah laku maupun problem belajar
10. Prognosis Anak dengan abnormal imaging termasuk tumor, cortical dysplasia atau mesial temporal sclerosis mempunyai
kemungkinan menjadi intraktabel cukup tinggi dan dipertimbangkan untuk operasi resektif.
Rata-rata bebas kejang pasca temporal lobektomi dengan mesial temporal sclerosis adalah 86%.
Anak dengan epilepsy mempunyain resiko tinggi untuk komorbiditas dengan penyakit psikiatri
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Anak dengan OAE pertama yang gagal, 51% respon terhadap OAE kedua
Remisi mencapai 29% bila gagal diterapi dengan 2 macam obat dan 10% bila gagal diterapi dengan 3 obat
15. Kepustakaan 1. Nickels KC, Kisiel LC, Moseley BD, Wirell EC. Temporal lobe epilepsy in children. Ep Research and Treat
2011;2012:1-16.
2. Sillanpaa M, Haalaja L, Tomson T, Svern I. Carbamazepine. Dalam Shorvon S, Perucca E, Engel J ed. Treatment
of epilepsy 3rd ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2009. Hal 459-74.
3. Fernando C, Kahare P, Brode M, Anderman F. The Mesio-temporal lobe epilepsy syndrome. Dalam Roger J, Bureau
M, Dravet C ed. Epileptic syndrome in infancy, childhood and adolescence 4th ed. Hal 565-75.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 168
dr. Rheyco Victoria, Sp.An
NIP. 19800911 200804 1 00
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 169
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1. Pengertian (Definisi) Suatu acute immune mediated polineuropathy yang mengenai system syaraf perifer, bersifat ascending paralysis,
kelemahan motorik yang progresif dan arefleksi dalam 4 minggu, dimulai dari tungkai dan lengan ke tubuh. Sering
disertai gangguan sensorik, otonomik dan abnormalitas batang otak. Timbulnya didahului
oleh infeksi virus.
2. Anamnesis Kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia dimulai dari tungkai dan lengan ke tubuh pada sebagian besar
kasus, dan perubahan sensasi nyeri seiring hilangnya system syaraf otonom pada sebagian kasus.
Komplikasi SGB dapat mengancam hidup terutama apabila mengenai otot-otot pernafasan dan system syaraf
otonom.
Sering didahului infeksi virus 2-4 minggu sebelumnya, sulit kencing (10-15%), nyeri (50%), sehingga anak menjadi
rewel dan iritabel
3. Pemeriksaan Fisik Kelemahan otot ascending dan hilangnya refleks fisiologis (Tanda khas SGB) yang simetris.
Kelemahan kaki (dropfoot) merupakan gejala pertama, dan kelemahan ini dapat mengenai otot-otot
pernafasan hingga membutuhkan respirator.
Instabilitas otonom (26%), berupa neuropati otonomik yang mengenai sistim simpatis dan parasimpatis dengan
manifestasi klinis berupa hipotensi ortostatik, disfungsi pupil, pengeluaran keringat abnormal dan takikardia.
Ataksia (23%)
Gangguan saraf kranial (35-50%)
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 170
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 171
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HIDROSEFALUS
1. Pengertian (Definisi) Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan
baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinalis. Terdapat 2 tipe: komunikan dan non komunikan.
2. Anamnesis Pada anak :
Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial :
- M untah proyektil
- Nyeri kepala
- Kejang
- Kesadaran menurun
3. Pemeriksaan Fisik Anak :
Pembesaran lingkar kepala
Papiledema
Bayi :
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
Kepala makin membesar
Vena-vena kepala prominen
Ubun-ubun melebar dan tegang
Sutura melebar
“Cracked-pot sign”, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah semangka pada perkusi kepala
Perkembangan motorik terlambat
Perkembangan mental terlambat
Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
“Cerebral cry”, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
Nistagmus horizontal
“Sunset phenomena”, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera
tampak di atas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis kepala yang membesar
Pemeriksaan fisik yang spesifik
Pemeriksaan penunjang CT Scan atau MRI kepala
5. Diagnosis Hidrosefalus
6. Diagnosis Banding 1. Ciri keluarga (familial feature)
2. Megaensefali
3. Hidransefali
4. Tumor otak
5. Cairan subdural (subdural effusion)
7. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan darah :
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
- X foto kepala kranium yang membesar atau sutura yang melebar
- USG kepala : dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
- CT-Scan/MRI kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-
struktur intraserebral lainnya.
- Analisis cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan
menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa.
- EEG untuk mengevaluasi kemajuan klinis. Abnormalitas EEG dapat ditemukan fokal, difus dan berguna
mendeteksi kejang.
8. Terapi Farmakologis :
mengurangi volume cairan serebrospinalis
Acetazolamide 25 mg/kgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis (maksimal 100mg/KgBB/hari)
Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
Pembedahan
Ventrikuloperitoneal shunt
Endoskopi
9. Edukasi Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang
progresif atau lebih dari normal.
Hidrosefalus membutuhkan perawatan jangka panjang
Komplikasi pemasangan shunt :malfungsi, infeksi dan terkadang membutuhkan revisi
Hidrosefalus yang tidak diterapi mortalitas mencapai 50%
10. Prognosis Prognosis jangka panjang sangat dipengaruhi oleh penyebab hidrosefalusnya
Hidrosefalus yang diterapi bedah survival rate mencapai 90% dan IQ normal pada 2/3 pasien
Mortalitas karena hidrosefalus dan terapinya antara 0 – 3% tergantung pada lamanya follow up.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 172
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
HIDROSEFALUS
Infeksi shunt terjadi antara 1 5 – 30 %.
Epilepsi terjadi 6 – 30% penderita
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis 60% anak dengan hidrocephalus dapat bersekolah (meskipun terdapat banyak kesulitan)
40% anak relatif dapat hidup normal
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 3-5 hari perawatan
15. Kepustakaan 1. Ventakaramana NK. Hydrocephalus indian scenario – a review. Jour of pediatr neurosciences 2011;6:11-22.
2. Vinchon M. Pediatric hydrocephalus outcomes : a review. Fluid and barrier of the CNS 2012;9:1-10
3. Rekate HL. A contemporary definition and classification of hydrocephalus. Semin Pediatr Neurol 2009;16:9-15.
4. Groat J. Review of the treatment & management of hydrocephalus. US pharm 2013;13.
5. Menkes JH, Sarnat HB, Sarnat F. Malformations of the central nervous system. Dalam Menkes Jh, Sarnat HB,
Maria BL editor. Child Neurology 7th ed. Lippincott William and Wilkins, Philadelphia. 2006. Hal 330-49.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 173
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
8. Terapi 1. Acylovir 10-20mg/KgBB/dosis setiap 8 jam IV drip dalam 1 jam selama 10 hari.
2. Terapi suportif lainnya (anti kejang, obat penurun panas, oksigenasi, nutrisi parenteral dan enteral).
9. Edukasi 1. Infeksi SSP HSV harus selalu dipertimbangkan pada anak-anak yang mengalami kejang parsial dengan febris dan
penurunan kesadaran.
2. Perlunya pemantauan jangka panjang terhadap komplikasi yang ditimbulkan pasca HSE.
3. Outcome neurologis yang buruk dikaitkan dengan keterlambatan inisiasi terapi aciclovir
10. Prognosis Jika tidak diterapi mortalitas HSE mencapai 70% dan jika hidup maka defisit neurologi yang berarti mencapai
97%
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 174
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 175
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KEJANG DEMAM
1. Pengertian (Definisi) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (di atas 38°C), yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dibagi menjadi 2 yakni kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks
2. Anamnesis - Didapatkan riwayat panas disertai kejang
- Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang lain
3. Pemeriksaan Fisik Tidak spesifik
Pemeriksaan neurologi dalam batas normal
4. Kriteria Diagnosis Kejang Demam Sederhana (KDS) :
- Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam 24 jam
Kejang Demam kompleks (KDK) :
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
5. Diagnosis Kejang Demam
6. Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk kejang demam pertama kali:
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari
penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).
2. X-ray kepala, CT-Scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi adanya kejang fokal
atau hemiparese.
3. Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda menigitis.
4. EEG tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam
komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal).
8. Terapi 1. Penanganan Pada Saat Kejang
• Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4-
0,6mg/KgBB/dosis rektal suppositoria. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama
20 menit kemudian.
•Turunkan demam :
Antipiretik : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya
diberikan sehari 3-4 kali
Kompres : suhu >39°C : air hangat; suhu > 38°C : air biasa
• Pengobatan penyebab : antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
2. Pencegahan Kejang
• Pencegahan berkala (intermiten) untuk KDS dengan
Diazepam 0,1 m g/KgBB/dosis PO dan antipiretik
pada saat anak menderita penyakit yang disertai
demam.
9. Edukasi 1. Meyakinkan penderita bahwa kejang demam mempunyai prognosis yang baik
2. Memberikan cara penanganan kejang yang benar
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian vaksinasi pada penderita kejang demam
5. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 176
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KEJANG DEMAM
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Mengetahui
Direktur
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 177
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
MATI OTAK
1. Pengertian (Definisi) Mati Otak (MO) atau Brain Death adalah suatu diagnosis klinis berdasarkan hilangnya fungsi neurologis akibat suatu
koma ireversibel. Koma dan apnea merupakan persyaratan untuk mendiagnosa mati otak.
2. Anamnesis Koma dan apnea harus ada untuk mendiagnosis mati otak
Keadaan yang harus diperhatikan sebelum menentukan mati otak:
Hipotensi, hipotermi, dan gangguan metabolik yang dapat mempengaruhi pemeriksaan neurologi harus
dikoreksi
Sedatif, analgesik, agen blokade neuromuscular, dan antikejang seharusnya dihentikan dalam jangka waktu
tertentu berdasarkan eliminasi half-life dari setiap obat untuk meyakinkan bahwa obat- obat tersebut tidak
mempengaruhi pemeriksaan fisik
Pemeriksaan mati otak direkomendasikan untuk dilakukan 2 orang dokter berbeda yang terlibat dalam perawatan
anak dipisah dalam suatu periode observasi.
Rekomendasi periode observasi untuk neonatus (37 minggu usia gestasi sampai usia 30 hari) adalah 24 jam dan 12
jam untuk bayi dan anak (>30 hari sampai usia 18 tahun). Pemeriksaan pertama adalah untuk menentukan mati otak
dan pemeriksaan kedua untuk mengkonfirmasi kondisi mati otak berdasarkan kondisi yang tetap dan ireversibel.
Jika semua semua faktor sudah dieksklusi bisa lanjut ke tahap 2. Tetapi bila ada faktor perancu langsung ke tahap 4.
Tahap 2
Pemeriksaan fisik; (reflek spinal cord dapat diterima)
1. Tonus flaksid, pasien tidak berespon terhadap stimulus nyeri yang dalam
2. Refleks cahaya pupil: tidak ada respons terhadap cahaya bilateral, pupil dilatasi dan posisi di tengah.
3. Reflek cornea, batuk dan muntah tidak ada.
(Refleks kornea : tidak dijumpai kedipan mata dengan mengoles mata dengan ujung kapas; Refleks oro-faringeal :
tidak dijumpai refleks muntah dengan stimulasi pada faring posterior; Refleks trakeo- bronkial: kateter penghisap
dimasukkan melalui endotracheal tube hingga mencapai karina atau lebih dalam. Tidak didapatkan refleks batuk)
4. Tidak didapatkan reflek sucking dan rooting
5. Refleks vestibulo-okular (tes kalori) : pemeriksaan ini tidak boleh dikerjakan jika ada perforasi membrana
timpani. Tes ini dikerjakan pada posisi kepala terangkat 30 o dengan melakukan irigasi membrana timpani pada satu
sisi dengan 10 cc air es. Lakukan irigasi selama 1 menit pada tiap telinga dan jarak pemeriksaan antara 2 telinga
sebaiknya berkisar 5 menit. Deviasi tonik pada mata secara langsung terhadap stimulus kalori dingin tidak dijumpai
pada MO.
6. Tidak didapatkan usaha bernafas sewaktu dalam ventilasi mekanik Jika
Tahap 3
Tes apnea :
Tidak didapatkan usaha bernafas meskipun PaCO2
≥60 mmHg dan a ≥20mmHg peningkatan diatas garis dasar PaCO2 .
Jika tes apnea merupakan kontra indikasi atau tidak dapat dilakukan maka langsung ke tahap 4. Prasyarat :
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 178
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
MATI OTAK
Ukur PaCO2 mmHg setelah 5 menit lalu setela2h 8 menit jika PaCO2tidak melebihi 60 mmHg hubungkan
kembali penderita dengan ventilator
Pemutusan hubungan dengan ventilator tidak boleh melebihi 10 menit pada satu kali pemeriksaan
2 Tes apnea positif : jika tidak ada usaha bernafas dengan PaCO >60mmHg
Jika selama tes apnea terjadi hipotensi yang bermakna, des2 aturasi yang nyata atau aritmia kardiak, secara
langsung dilakukan pemeriksaan BGA, hubungkan segera kembali dengan ventilator. Seharusnya
pada keadaan PaCO2 <60mmHg, hasil tes dikatakan belum pasti. Selanjutnya pertimbangan diserahkan kepada
pediatri untuk menentukan kapan tes dapat diulang atau tergantung dari tes lain untuk menegakkan diagnosis klinis
Mati otak.
Tahap 4
Tes tambahan
Diperlukan bila:
1. Jika ada komponen dari pemeriksaan atau tes apnea tidak dapat dilakukan
2. Jika ada ketidakjelasan hasil dari pemeriksan fisik
3. Jika ada efek medikasi yang nyata
Tes tambahan yakni:
1. EEG yang menyatakan electroserebral silence
2. Pemeriksaan Cerebral Blood Flow (CBF) yang menyatakan tidak ada perfusi cerebral
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 179
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
MENINGITIS BAKTERI
1. Pengertian (Definisi) Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus
jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau
serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus.
2. Anamnesis Neonatus
G ejala tidak khas
Panas ±
Bayi tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun
Pernafasan tidak teratur
Anak umur 2 bulan-2 tahun :
Gambaran klasik (-)
Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang
Kadang-kadang “high pitched cry”
Anak umur > 2 tahun :
Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala
Kejang
Gangguan kesadaran
3. Pemeriksaan Fisik Neonatus
Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung
Anak
Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig (+)
4. Kriteria Diagnosis 1. Gejala klinis: panas, muntah, kejang
2. Pemeriksaan fisik: tanda rangsang meningeal positif pada anak
3. Pemeriksaan analisis cairan serebrospinal dari lumbal pungsi
5. Diagnosis Meningitis
6. Diagnosis Banding 1. Meningismus
2. Abses otak
3. Tumor otak
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan analisis cairan serebrospinal :
Meningitis Bakteri
Tekanan Meningkat
Warna Keruh
Total White blood cell >1000
Polymorphonuclear cells +++
Mononuclear celss +
Protein Meningkat
Glucosa ↓↓
Gram stain Positive
Pemeriksaan radiologi :
o X-foto dada : untuk mencari kausa meningitis
o CT- Scan/MRI kepala dengan kontras: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial dan lateralisasi
Pemeriksan lain:
Darah : LED, CRP, lekosit, hitung jenis, biakan
Air kemih : biakan
Cairan serebrospinal: biakan
8. Terapi Farmakologis :
a. Rekomendasi obat anti infeksi empiris :
Pasien Antibiotik Dosis (iv)
Neonatus/ Ampicillin + 50-100 mg/kg tiap 6-8 jam
bayi<3bulan Cefotaxime/ 100 mg/kg tiap 8-12 jam
Gentamicin 2,5 mg/kg tiap 8 jam
Neonatus Vancomycin + 15 mg/kg tiap 8-24 jam
prematur Ceftazidime 100 mg/kg tiap 8-12 jam
Bayi usia > 3 Ceftriaxone / 100 mg/kg tiap 24 jam (max 4g)
bulan Cefotaxime 100 mg/kg tiap 8jam (max 12 g)
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 180
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
MENINGITIS BAKTERI
Mikroorganisme Durasi terapi (hari)
Neisseria meningitides 7
Haemophilus influenza 7
Streptocccus pneumonia 10-14
Streptococus agalactiae Basilus 14-21
aerob gram negative 21
Listeria monocytogenes 21
b. Pengobatan simptomatis
• Menghentikan kejang :
Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal suppositoria, kemudian
dilanjutkan dengan :
Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis
• Menurunkan panas :
Antipiretik : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO
diberikan 3-4 kali sehari
Kompres air hangat/biasa
Menurunkan proses inflamasi :
Deksamethason dosis 0.15 mg/kg iv tiap 6 jam selama 4 hari. Seharusnya dimulai sebelum
pemberian antibiotik yang pertama.
c. Pengobatan tambahan
Cairan intravena
2. Perawatan :
Pada waktu kejang :
Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
Hisap lendir
Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) Bila
penderita tidak sadar lama:
Beri makanan melalui sonde
Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan
Merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam
Cegah kekeringan kornea dengan salep antibiotic
Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter
Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement
Pemantauan ketat :
Tekanan darah
Pernafasan
Nadi
Produksi air kemih
Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
Fisioterapi dan rehabilitasi.
9. Edukasi 1. Deteksi dini terhadap kecurigaan meningitis bakteri dan kecepatan pemberian antibiotik sangat penting untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas
2. Pemberian antibiotik empiris seharusnya berdasarkan epidemiologi local, usia dan factor resiko
3. Penjelasan terhadap resiko komplikasi berupa peningkatan tekanan intracranial, hidrosefalus, infark ataupun
subdural efusi yang bisa terjadi.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 181
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
MENINGITIS BAKTERI
Derajat berat penyakit sewaktu MRS
Penyakit derajat berat
Adanya gejala neurologis fokal
Koma
Gangguan kardiovaskular
Tidak adanya panas
Tipe manajemen
Memerlukan perawatan intensif
Terapi antibakteri yang tidak adekuat
Tidak adanya terapi antiinflamasi
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Imunoprofilaksis Vaksin H Influenzae type b efektif dan aman melindungi terhadap meningitis
Metaanalysis pemberian antibiotik untuk terapi meningitis bakteri selama 4-7 hari dan 7-14 hari tidak
didapatkan perbedaan bermakna
Pemberian deksamethason dapat menurunkan resiko terjadinya gangguan pendengarab pasca meningitis bakteri
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 2 minggu
15. Kepustakaan 1. Tauber MG, Schaad UB. Bacterial infections of the nervous system. Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero
DM, Schor NF ed. Pediatric neurology principles and practice 5th ed. Philadelphia, Elsevier 2012. Hal 1241-61.
2. Maria BL, Bale JF. Infection of the nervous system. Dalam Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL. Child neurology.
Edisi ketujuh. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006. Hal 433-48.
3. Prats JG, Gaspar AJ, Riberio AB, Paula GD, Boas LV et al. Systematic review of dexamethasone as adjuvant
therapy for bacterial meningitis in children. Rev Paul Pediatr 2012;30:586-93.
4. Huy NT, Thao NTH, Diep DTN, Kikuchi M, Zamora J et al. Cerebrospinal fluid lactate concentration to
distinguish bacterial from aseptic meningitis: a systemic review and metaanalysis. Crit care 2010;14:2-15.
5. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, Kaufman BA, Roos KL. Practice guidelines for the management of
bacterial meningitis. CID 2004;39:1267-83.
6. Beek D, Brouwer MC, Thwaites GE, Tunkel AR. Advances in treatment of bacterial meningitis. Lancet
2012;380:1693-702.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 182
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
9. Edukasi 1. Penjelasan bahwa atrapi spinal muscular adalah kelainan yang disebabkan genetik
2. Menjelaskan tipe dari atrapi spinal muscular yang berhubungan dengan tingkat keparahan dan prognosisnya
3. Terapi yang diberikan hanya bersifat suportif untuk meningkatkan kulitas hidup penderita
4. Genetik konseling dilakukan pada orangtua penderita atrapi spinal muscular yang merencanakan untuk
kehamilan berikut.
14. Indikator Medis 1. Angka harapan hidup pada ASM tipe I usia 2 tahun adalah 32%, kebanyakan meninggal sebelum usia 18 bulan
2. Pada ASM tipe II, angka harapan hidup usia 2 tahun adalah 100% dan usia 20 tahun 77%
3. Pada ASM tipe III, angka harapan hidup tergantung onset penyakit. Bila onset < 3tahun angka harapan usia 2
tahun 98% dan 20 tahun 34%. Bila onset > 3 tahun, angka harapan usia 2 tahun 100% dan 20 tahun 67%
4. Pada ASM tipe IV, angka harapan hidup usia 2 tahun adalah 100% dan usia 20 tahun 100%
15. Kepustakaan 1. Lewelt A, Newcomb TM, Swoboda KJ. New therapeutic approaches to spinal muscular atrophy. Curr Neurol
Neurosci Rep. 2012; 1: 42-53
2. Wadman RI, Bosboom WM, Van den Berg LH, Wokke JH, Lannaccone ST, Vrancken AF. Drug
treatment for spinal muscular atrophy types II and III. Cochrane Database Syst Rev. 2011; 7: 12
3. Stavarchi M, Apostol P, Toma M, Cimponeiru D, Gavrila L. Spinal muscular atrophy disease: a
literature review for teurapeutic strategies. Journal of Medicine and Life. 2010; 1: 3-9
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 183
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 184
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
STATUS EPILEPTIKUS
1. Pengertian (Definisi) Bangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, baik secara terus menerus atau berulang tanpa disertai
pulihnya kesadaran di antara kejang. Teridiri dari 2 fase yakni fase I mekanisme terkompensasi dan fase II mekanisme
tidak terkompensasi. Terdiri dari 2 kategori yakni konvulsif satus epileptikus dan non-
konvulsif status epileptikus.
2. Anamnesis Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)
Tingkat kesadaran di antara kejang
Riwayat kejang sebelumnya,
Riwayat kejang dalam keluarga
Panas,
Trauma kepala
Riwayat persalinan,
Tumbuh kembang
Penyakit yang sedang diderita dan dahulu.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi :
• Pelepasan adrenalin dan noradrenalin
• Peningkatan cerebral blood flow dan
metabolisme
• Hipertensi, hiperpireksia
• Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat
2. Fase (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi :
• Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak
• Depresi pernafasan
• Disritmia jantung, hipotensi
• Hipoglikemia, hiponatremia
• Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan
DIC
4. Kriteria Diagnosis Bisa memakai salah satu dari kriteria dibawah:
Kejang berlangsung selama 30 menit atau lebih
Kejang berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran diantara kejang selama durasi 30 menit atau lebih
5. Diagnosis Status epileptikus
6. Diagnosis Banding 1. Reaksi konversi
2. Syncope
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah ( darah tepi, elektrolit, gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, analisa gas darah)
dianjurkan untuk evaluasi penyebab
2. CT Scan kepala bila ada indikasi perdarahan otak, tumor atau infeksi intrakranial
8. Terapi 1. Tindakan suportif.
Merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai dalam 10 menit pertama),
yaitu ABC :
• Airway : Bebaskan jalan nafas
• Breathing : Pemberian pernafasan
buatan/bantuan nafas
• Circulation : Pertahankan/perbaiki sirkulasi, bila perlu pemberian infus atau transfusi jika terjadi renjatan.
2. Hentikan kejang secepatnya.
Dengan memberikan obat anti kejang, dengan urutan pilihan sebagai berikut (harus tercapai dalam 30 menit
pertama) :
Rute intravena:
1. Pilihan I : Golongan Benzodiazepin
(Diazepam dosis 0.15/mg/kgBB )
2. Pilihan II : Phenytoin loading 20 mg/kgbb
dilanjutkan maintenance
3. Pilihan III : Phenobarbital loading dengan dosis 20 mg/kgBB dilanjutkan maintenance
Rute intranasal:
Midazolam intranasal dosis 0.2 mg/kgBB
Rute intramuscular:
Midazolam intramuscular 0.2 mg/kgBB
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 185
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
STATUS EPILEPTIKUS
6. Mengatasi penyulit
7. Bila terjadi refrakter status epileptikus atasi
dengan :
• Midazolam, atau
• Barbiturat (thiopental, phenobarbital,
pentobarbital)
9. Edukasi 1. Menjelaskan komplikasi status epileptikus termasuk gejala neurologis fokal, gangguan kognitif maupun
gangguan tingkah laku.
2. Keterlambatan penanganan akan berhubungan dengan respon terapi yang terlambat, farmakoresistensi dan
mortalitas.
3. Resiko berulangnya status epileptikus tahun I 11-16% dan 2 tahun pertama 18%.
10. Prognosis Tergantung pada :
• Penyakit dasar
• Kecepatan penanganan kejang
• Komplikasi
Angka mortalitas konvulsif status epileptikus mencapai 3-11%
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Kegagalan untuk mendiagnosis dan manajemen terapi status epileptikus secara akurat akan menghasilkan mortalitas
sebesar 3-7% dan morbiditas neurologi 9-28%.
Rute administrasi obat mempunyai peran penting dalam kecepatan penanganan
15. Kepustakaan 1. Sofou K, Kristjandottir R, Papachatzakis NE, Ahmadzadeh A, Uvebrant P. Management of prolonged seizures
and status epilepticus in childhood: a systematic review. J of Chikd Neurol 2009;24:918-26.
2. Meier H, Boon P, Engelsen B, Gocke K, Shorvon S, et al. EFNS guideline on the management of stautus
epilepticus. Eur J of Neurol 2006;13:445-50.
3. Brophy GM, Bell R, Allredge B, Bleck TP, Glausr T et al. Guidelines for the evaluation and management of
status epilepticus. Neurocrit care 2012;17:3-23.
4. Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Seminars in neurology 2008;28:342-54.
5. Prasad K, Krishnan PR, Al Roomi K, Sequeira R. Anticonvulsant therapy for status epilepticus. Br J Clin
Pharmacol 2007;63:640-7.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 186
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Failure to thrive (FTT) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan
1. Pengertian (Definisi) seharusnya, tidak naik (flat growth) atau turun dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya (diketahui dari grafik
pertumbuhan), terutama pada usia dibawah 3 tahun. Istilah yang lebih tepat adalah fail to gain weight bukan diterjemahkan
sebagai gagal tumbuh, karena dalam hal ini yang dinilai hanyalah berat badan terhadap umur pada minimal 2 periode
pengukuran (dapat memakai berat badan pada saat lahir). Tinggi badan dan lingkar kepala yang juga merupakan parameter
pertumbuhan mungkin masih normal.
Perpindahan posisi berat badan terhadap umur yang melewati lebih dari 2 persentil utama atau 2 standar deviasi ke bawah
jika diplot pada grafik BB menurut umur. FTT juga belum tentu gizi kurang atau gizi buruk
Masa neonatal : FTT dapat disebabkan oleh manajemen ASI yang salah, cara pemberian susu formula yang salah (jumlah,
2. Anamnesis cara pengenceran), kelainan metabolik, kelainan kromosom dan kelainan anatomis (rongga mulut, gastrointestinal, dll)
Usia 3-6 bulan: kemungkinan penyebab antara lain underfeeding (karena kemiskinan), cara pembuatan formula yang
salah, intoleransi protein susu, disfungsi motorik oral, refluks gastroesofagus,kelainan anatomis sal pencernaan atau
gangguan malabsorbsi dan penyakit jantung bawaan.
Usia 7-12 bulan : keterlambatan pemberian makanan padat, intoleransi makanan, penyakit infeksi, disfungsi motor oral,
dan orang tua yang protektif.
Diatas usia 12 bulan: masalah seperti usia diatas ditambah dengan masalah psikososial
Dilakukan pengukuran BB, TB, dan lingkaran kepala. Kemudian ditentukan status gizi anak tersebut.
3. Pemeriksaan Fisik Pada pasien yang gizinya masih cukup, tidak ditemukan gejala yang khas, sedangkan anak dengan gizi kurang anak tampak
kurus tanpa disertai kelainan fisis lain.
Pasien yang mengalami gizi buruk terlihat cengeng, kurus sekali, ditemukan wasting, ekstremitas hipo/atrofi, crazy
pavement dermatosis.
Pasien FTT akibat kelainan kromosom atau genetik dapat terlihat dismorfik. Cari
adanya kelainan fungsional atau kelainan anatomis,tanda infeksi.
Perhatikan terhadap kemungkinan adanya child abuse.
Pemeriksaan antropometris
4. Kriteria Diagnosis Gejala Klinis
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasar :
5. Diagnosis 1. Pemeriksaan antropometris
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemerisaan penunjang
Bayi Prematur
6. Diagnosis Banding Bayi dengan intra uterin growth restriction
Kelainan anatomis tulang: osteogenesis imperfecta,achondroplasia
Darah tepi lengkap Urinalisis
7. Pemeriksaan dan feses lengkap Kultur
Penunjang darah, urine
Uji tuberculin
Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi sesuai penyakit dasar yang dicurigai (misal:analisis gas darah bila curiga
adanya tubulopati, elektrolit, pemeriksaan laktat dan amoniak bila dicurigai penyakit inborn error, dll) Pemeriksan radiologis
bila dicurigai adanya kelainan anatomis
Mencari dan mengobati penyakit dasarnya apakah merupakan kelainan organik atau non organik
8. Terapi
Terapi Medikamentosa
Diberikan bila ditemukan penyakit yang mendasari (underlying disease)
Terapi Nutrisi
- Berikan menurut tahapan Asuhan Nutrisi Pediatri (Pediatric Nutrition Care)
- Hitung kebutuhan kalori serta protein menggunakan prinsip BB ideal menurut PB atau TB saat ini dikalikan RDA
kalori /protein sesuai dengan height age (PB atau TB saat ini ideal untuk usia berapa?), dimulai dengan kalori BB
aktual dan dinaikkan bertahap sampai kalori BB ideal atau dimulai 50-60 % dari kalori BB ideal untuk
menghindari refeeding syndrome
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 184
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
FTT sederhana
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Berat badan naik, panjang /tinggi badan bertambah, lingkar kepala normal
1. Gahagan S. Failure to thrive: A consequences of undernutrition. Pediatr Rev. 2006;27:e-11.
15. Kepustakaan 2. Krugman SD,Dubowitz H. Failure to thrive. AAFP 2003: 68:879-84
3. Olsen OM, Petersen J, Skovgaard AM. Failure to thrive: the prevalence and concurrence of anthropometric criteria in
a general infant population. Arch Dis Child 2007: 92; 109-114
4. Khoshoo V, Reifen R.Use of energy-dense formula for treating infants with non-organic failure to thrive.
European Journal of Clinical Nutrition 2002:56;921-24
5. UKK NPM IDAI. Gagal Tumbuh. Dalam Standar Pelayanan Medis IDAI 2007
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 185
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
KEP adalah penyakit atau keadaan klinis yang diakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan protein dan energi, dapat karena
1. Pengertian (Definisi) asupan yang kurang atau kebutuhan /keluaran yang meningkat atau keduanya secara bersama. Sering disertai dengan
kekurangan zat gizi lain.
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, KEP diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan-sedang
(gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya
dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus.Pada gizi buruk secara klinis didapatkan 3 bentuk ,yaitu :
kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor, walaupun demikian dalam penatalaksanaannya hampir sama
KEP berat
- Marasmus: Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental, cengeng, kulit kering,
dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot atrofi hingga
kontur tulang terlihat jelas (iga gambang), kadang terdapat bradikardi, tekanan darah lebih rendah dibandingkan
anak sehat yang sebaya
- Marasmik-kwashiorkor: Didapatkan tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor bersamaan.
- Kondisi tersebut sering disertai penyakit infeksi seperti diare, TB paru, infeksi HIV
- KLINIS
4. Kriteria Diagnosis - ANTROPOMETRIS (< 5 th : kurva WHO 2007, > 5 th : kurva CDC 2000)
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 186
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
Adanya edem maupun asites pada kwashiorkor atau marasmik-kwasiorkor perlu dibedakan dengan :
6. Diagnosis Banding - Sindroma nefrotik
- Sirosis hepatis
- Gagal jantung kongestif
- Pellagra Infantil
1. Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap, elektrolit serum, protein serum
7. Pemeriksaan (albumin, globulin), feritin.
Penunjang 2. Tes mantoux
3. Radiologi (dada, AP dan Lateral )
4. EKG
KEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan 10 langkah tindakan seperti pada tabel di
8. Terapi bawah ini:
Tabel 2. Sepuluh langkah tata laksana KEP berat
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 Mulai Pemberian
Makanan (F-75)
7 Pemberian Makan
utk Tumbuh kejar
(F-100)
8 Mikronutrien
Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
Medikamentosa
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 187
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
100ml/kg CRO harus diberikan dalam 8-12 jam. Jika anak muntah, rehidrasi dapat ditunda selama 30- 60 menit,
kemudian dicoba kembali. Bila anak menolak minum atau tidak dapat minum, pasang sonde lambung. Bila
dehidrasi membaik, diat pemberian susu dapat dimulai walaupun rehidrasi dengan CRO belum selesai. Jangan
menggunakan rute intravena untuk rehidrasi kecuali untuk syok.
- Bila didapatkan tanda syok, berikan larutan dekstrose 5% : NaCl 0,9% (1:1) atau Ringer-Dekstrose 5% sebanyak
15 ml/kgBB dalam 1 jam pertama
- Evaluasi setelah 1 jam
- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan
dan status hidrasi ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam berikutnya kemudian lanjutkan
dengan pemberian Resomal/mineral mix per oral/nasogastrik 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,
selanjutnya mulai berikan formula F-75
Bila tidak ada perbaikan klinis maka anak menderita syok septik. Dalam hal ini berikan cairan rumat
sebanyak 4ml/kgBB/jam dan berikan darah sebanyak 10ml/kgBB/jam secara perlahan (dalam 3 jam).
Kemudian mulailah pemberian F-75 bila syok sudah taratasi
Bila terdapat anemia berat dengan Hb <4g/dl, Hb 4-6g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal
jantung, berikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung berikan
transfusi “packed red cell” untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Berikan furosemid 1mg/kgBB
secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,syok).Bila pada anak dengan distress napas
setelah transfusi Hb tetap <4g/dl atau antara 4-6g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
a. Antibiotik
- Infeksi tidak nyata: kotrimoxazol (4mg/kg/hari trimetoprim dan 20 mg/kg/hari
sulfametoxazol, dibagi 2 dosis) selama 5 hari.
- Infeksi nyata : ampicillin IV 100 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis selama 2 hari,
dilanjutkan per oral (ampicillin/amokisisilin) dan gentamicin 7,5 mg/kg IV/IM
sekali sehari selama 7 hari.
b. Vitamin-mineral
- Vit A (dosis sesuai usia,yaitu <6 bulan : 50.000 SI,6-12 bulan: 100.000 SI,
> 1 tahun :200.000 SI) IM atau oral diberikan pada hari 1 & 2 kemudian diulang pada hari
ke 15 atau sebelum pulang
- Asam folat: 5 mg pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari, selama 2 minggu
- MgSO4 40%: 0,25 ml/kg/hari maksimal 2ml,IM, selama 10 hari
- Seng sulfat ; 2-4 mg/kg/hari, selama 2 minggu
- Pemberian MgSO4 dan Seng bisa diganti dengan mineral mix
- Sulfas ferrosus : 3 mg/kg/hari, baru diberikan pada fase rehabilitasi.
Pengobatan penyakit penyerta seperti TB, diare akut,kronik, penyakit jantung
bawaan,dll
B. DIETETIK
- Oral atau enteral
Gizi kurang : kebutuhan energi dihitung sesuai RDA untuk umur TB (height-age) dikalikan berat
badan ideal (target berat badan)
Gizi buruk: lihat tabel (sesuai fase)
- Diet bisa diberikan peroral atau enteral melalui pipa nasogastrik pada kasus gangguan absorbsi dengan
continuous feeding atau intermiten
- Jenis diet pada fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa dan rendah serat
- Bila didapatkan diare kronik (persisten) diberikan formula/diet elemental, semi elemental tergantung beratnya
kerusakan mukosa usus yang dapat menimbulkan malabsorbsi karbohidrat (laktosa), protein dan lemak
- Nutrisi parenteral (Intravena): hanya atas indikasi tepat.
Bisa diberikan secara parsial atau total tergantung toleransi pemberian enteral (absorbsi) dan derajat beratnya
diare kronik, untuk memenuhi total kalori yang diperlukan sesuai kebutuhan.
- Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu: BB < 7 kg diberi makanan
bayi, BB ≥ 7 kg diberi makanan usia anak
- Makanan padat (solid) pada kasus diare kronik bisa dimulai dengan pemberian bubur BREDA (bubur
realimentasi daging ayam), modifikasi bubur rendah laktosa (soy based diet)
- Evaluasi : akseptabilitas, toleransi, reaksi simpang, kenaikan berat badan ≥ 50 g/kgBB/minggu
Tabel 3. Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi buruk
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 188
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Tabel 4. Komposisi F75, F100, dan F135 beserta nilai kalori dan osmolaritas formula
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Berat badan naik 50 gram/kg BB/ minggu, gejala klinis hilang atau berkurang
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis tatalaksana anak gizi buruk: buku I,II.
15. Kepustakaan Jakarta: Departemen Kesehatan. 2003
2. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and other senior health
workers. Geneva: World Health Organization. 1999.
3. WHO Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama di
kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia. 2009.
4. Penny ME. Protein-Energy Malnutrition.In: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, eds. Nutrition in
Pediatrics, Basic Science and Clinical Applications.3rd ed. BC Decker Inc
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 189
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
2003.p174-90
5. World Health Organization. Integrated Management of Childhood Illness. Management of the Child
with a Serious Infection or Severe Malnutrition. Guidelines for Care in the First- Referral Level in
Developing Countries. Geneva: World Health Organization. 2000
6. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi
Berbasis Komunitas.IDAI 2011
7. Mann MD, Hiil ID, Peat GM. Protein and Fat absorption in prolonged diarrhea in infancyArchives
of Disease in Childhood, 1982, 57, 268-73
8. Clifford W, Walker A. Chronic Protracted Diarrhea of Infancy: A Nutritional Disease. Pediatrics
1983;72;786
9. Bhutta, Z.A., Molla, AM.. Issani, Z. et al. Dietary management of persistent diarrhoea: Comparison
of a traditional rice-lentil based diet with soy formula. Pediatrics, 1991;88:1010-18.
10. Bhutta, Z.A., Molla, AM.. Issani, Z. et al. Nutrient absorption and weight gain in persistent
diarrhoea: Comparison of a rice- lentil/yogurt/milk diet with soy formula. J. Pediatr.
Gastroenterol.Nutr., 1994; 18:45-52.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 190
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
OBESITAS
Obesitas adalah keadaan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dan ditandai dengan adanya gambaran klinis
1. Pengertian (Definisi) yang khas. Kelainan ini sering disertai komplikasi hiperlipidemia, obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), dan non
alcoholic steato hepatitis (NASH)
Obesitas terjadi bila asupan energI total melebihi pengeluaran energi total. Ketidakseimbangan energI ini dapat disebabkan
oleh asupan energi yang berlebih dan atau pengurangan pengeluaran energi, baik untuk metabolisme, termoregulasi dan
aktivitas fisik.
Peningkatan asupan energi ditemukan pada sindrom genetik, sedang pengurangan energi dijumpai pada defisiensi hormon.
Namun kelainan genetik dan hormonal tersebut ternyata tidak dapat menjelaskan peningkatan berlebih berat badan pada
kebanyakan pasien. Kebanyakan obesitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan misalnya pola makan, olah raga,
jenis aktifitas sehari hari
Riwayat pertumbuhan/pertambahan berat badan
2. Anamnesis
Kapan mulai tambah gemuk
Riwayat masukan makanan Riwayat
obesitas dalam keluarga Tidur
mengorok
Aktivitas sehari hari
Perawakan pendek atau defek pertumbuhan linear pada anak dengan obesitas harus dicurigai kemungkinan defisiensi growth
hormone, hipotiroidisme, kelebihan kortisol, pseudohipoparatirodsme, atau sindrom genetik, misalnya sindrom Prader Wili
Kulit kering, konstipasi, intoleransi terhadap cuaca dingin atau cepat lelah mengarah hoipotiroidisme.
Riwayat kerusakan pada SSP (misalnya infeksi, trauma, pendarahan, radiasi, kejang) mengarah pada obesitas hipotalamikus
dengan atau tanpa defisiensi growth hormone, atau hipotiroidisme hipotalamus. Riwayat sakit kepala pagi hari, muntah,
gangguan penglihatan dan miksi berlebih juga merupakan petunjuk bahwa obesitas disebabkan oleh tumor atau massa di
hipotalamus.
Tabel 1. Karakterikstik dan etiologi obesitas
Ditegakkan berdasarkan:
5. Diagnosis Tanda klinis/Pemeriksaan Fisik
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 191
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
OBESITAS
Antropometris
Prader-Willis Syndrome
6. Diagnosis Banding Precoccius Puberty
Polycistis ovary syndrome
Dilakukan sesuai indikasi:
7. Pemeriksaan - Darah perifer lengkap
Penunjang - Tes toleransi glukosa oral
- Fungsi tiroid
- Profil lipid
- Sekresi dan fungsi growth hormone
- Kalsium, fosfat dan kadar hormon paratiroid bila dicurigai pseudohipoparatiroidisme
- Fungsi hati : SGOT, SGPT
- Foto orofaring AP dan Lat
- USG hati
- MRI otak dengan fokus hipotalamus dan hipofisis, bila terindikasi secara klinis
- Sleep studies untuk mendeteksi sleep apnea
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan dampak yang terjadi. Tujuan utama tata laksana
8. Terapi obesitas adalah perbaikan kesehatan fisik jangka panjang melalui kebiasaan hidup yang sehat secara permanen. Untuk
mencapai tujuan tersebut, terdapat empat tahap tata laksana dengan intensitas yang meningkat. Prinsip tata laksana obesitas
adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi.
Tahap I: Pencegahan Plus
Pada tahap ini, pasien overweight dan obesitas serta keluarga memfokuskan diri pada kebiasaan makan yang sehat dan
aktivitas fisik sebagai strategi pencegahan obesitas. Kebiasaan makan dan beraktivitas yang sehat adalah sebagai berikut:
1. Mengonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayur-sayuran setiap hari. Setiap keluarga dapat meningkatkan jumlah porsi
menjadi 9 porsi per hari
2. Kurangi meminum minuman manis, seperti soda, punch.
3. Kurangi kebiasaan menonton televisi (ataupun bentuk lain menonton) hingga 2 jam per hari. Jika anak berusia < 2
tahun maka sebaiknya tidak menonton sama sekali. Untuk membantu anak beradaptasi, maka televisi sebaiknya
dipindahkan dari kamar tidur anak.
4. Tingkatkan aktivitas fisik, 1 jam per hari. Bermain adalah aktivitas fisik yang tepat untuk anak-anak yang masih
kecil, sedangkan pada anak yang lebih besar dapat melakukan kegiatan yang mereka sukai seperti olahraga atau
menari, bela diri, naik sepeda dan berjalan kaki.
5. Persiapkan makanan rumah lebih banyak ketimbang membeli makanan dari restoran.
6. Biasakan makan di meja makan bersama keluarga minimal 5 atau 6 kali per minggu.
7. Mengonsumsi sarapan bergizi setiap hari
8. Libatkan seluruh anggota keluarga dalam perubahan gaya hidup
9. Biarkan anak untuk mengatur sendiri makanannya dan hindari terlalu mengekang perilaku makan anak, terutama pada
anak < 12 tahun.
10. Bantu keluarga mengatur perilaku sesuai kultur masing-masing
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 192
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
OBESITAS
6. Tim multidisipliner yang berpengalaman dalam hal obesitas anak saling bekerja sama, meliputi pekerja sosial,
psikologi, perawat terlatih, dietiesien, physicial therapist, dokter spesialis anak dengan berbagai subspesialisasi
seperti nutrisi, endokrin, pulmonologi, kardiologi, hepatologi, dan tumbuh kembang, ahli gizi, dokter spesialis olah
raga, psikolog, guru, dokter spesialis bedah ortopedi, dan ahli kesehatan masyarakat.
7. Kunjungan ke dokter yang reguler harus dijadwalkan, tiap minggu selama minimum 8-12 minggu paling efektif
8. Kunjungan secara berkelompok lebih efektif dalam hal biaya dan bermanfaat terapeutik.
Tahap IV: Intervensi pelayanan tersier
Intervensi tahap IV ditujukan untuk anak remaja yang obesitas berat. Intervensi ini adalah tahap lanjutan dari tahap III.
Anak-anak yang mengikuti tahap ini harus sudah mencoba tahap III dan memiliki pemahaman tentang risiko yang muncul
akibat obesitas dan mau melakukan aktivitas fisik berkesinambungan serta diet bergizi dengan pemantauan.
Diet sangat rendah kalori, yaitu pada tahap awal dilakukan pembatasan kalori secara ekstrim lalu dilanjutkan
dengan pembatasan kalori secara moderat. Terapi ini tidak dianjurkan untuk anak dan remaja.
Obat-obatan: yang telah dipakai pada remaja adalah sibutramine yaitu suatu inhibitor re-uptake serotonin dan
orlistat yang menyebabkan malabsorpsi lemak melalui inhibisi lipase usus. Food and Drug Administration (FDA)
menyetujui penggunaan sibutramine untuk pasien >16 tahun dan orlistat untuk pasien
>12 tahun.
Bedah: mengingat semakin meningkatnya jumlah remaja dengan obesitas berat yang tidak berespons terhadap
intervensi perilaku, terdapat beberapa pilihan terapi bedah, baik gastric bypass atau gastric banding. Tata laksana
ini hanya dilakukan dengan indikasi yang ketat karena terdapat risiko perioperatif, pascaprosedur, dan perlunya
komitmen pasien seumur hidup. Kriteria seleksi meliputi BM40I kg/m 2
dengan masalah medis atau 50 kg/ m2, maturitas fisik (remaja perempuan berusia 13 tahun dan anak
remaja laki-laki berusia 15 ta hun, ma turita s emos iona l da n kognitif, da n s uda h be rus a ha me nurunka n
berat badan selama 6 bula n me la lui progra m modifika s i pe rila ku).
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
9. Kavey REW, Allada Y, Daniels SR, Hayman LL, McCrindle BW, Newburger JW, et al. Cardiovascular risk
reduction in high-risk pediatric patients: a scientific statement from the American Heart Association
Expert Panel on Population and Prevention Science; the Councils on Cardiovascular Disease in the
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 193
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
OBESITAS
Young, Epidemiology and Prevention, Nutrition, Physical Activity and Metabolism, High Blood
Pressure Research, Cardiovascular Nursing, and the Kidney in Heart Disease; and the
Interdisciplinary Working Group on Quality of Care and Outcomes Research: Endorsed by the
American Academy of Pediatrics. Circulation. 2006 December 12; 114: 2710-38.
10. American Heart Association, Gidding SS, Dennison BA, Birch LL, Daniels SR, Gilman MW, Lichtenstein AH, et
al. Dietary recommendations for children and adolescents: a guide for practitioners. Pediatrics. 2006;
117: 544-59.
11. Sjarif DR. Obesitas. Dalam: Trihono PP, penyunting. Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.
12. WHO Multicentre Growth Reference Study Group. WHO Child Growth Standards: Length/height-for-age, weight-for-
age, weight-for-length, weight-for-height and body mass index-for-age: methods and development. Geneva: World
Health Organization; 2006.
13. Jolliffe C, Janssen I. Vascular Risk and Management of Obesity in Children and Adolescents, Vascular Health and Risk
Management. 2006 ;2:171-87.
14. Freedman D. Childhood Obesity and Coronary Heart Disease. In: Marcus K, Wabitsch M, eds. Obesity in Childhood
and Adolescence. Pediatr Adolesc Med.Basel, Karger. 2004 ;9:160-69.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 194
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
6. Diagnosis Banding
- Kadar vitamin A serum (retinol)
7. PemeriksaanPenunj - Serum retinol < 20µg/dl indikator kadar serum rendah
ang
- Biladisertai KEP perbaiki status gizisesuaikeadaanklinis
8. Terapi - Pemberian vitamin A
- Usia<6 bulan: 50,000 SI, oral atau IM
- Usia 6-12 bulan : 100,000 SI, oral atau IM
- Usia> 1 tahun : 200,000 SI, oral atau IM
Diberikanpadahari ke-1, 2, dan 14 ataubilaadaperburukanklinis
Perawatan local
- Mata dibersihkan, diberisalepmataantibiotik, ditutupdengankainkasa yang
dibasahicairangaramfisiologik
- Pendidikangizikeluargadenganmengetahuisumberterbanyak vitamin
9. Edukasi A
padaprodukhewanisepertitelur,daging, susu, keju. Sumbernabati (pro vit A/beta karoten
)terbanyakterdapatpadawortel, ketela, labukuning, sayurbayamdanbrokoli.
- Pemberian vitamin A oral setiap 6 bulan, dosisseperti di atas
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. PenelaahKritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 195
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
KERACUNAN
1. Pengertian (Definisi) Keracunan adalah terpaparnya seseorang dengan suatu zat yang menimbulkan gejala dan tanda disfungsi organ serta dapat
menimbulkan kerusakan atau kematian.
5. Diagnosis Diagnosis keracunan di tegakkan berdasarkan : anamnesa dan manifestasi klinis yang ada
Syok anafilaksis
6. Diagnosis Banding
1. Darah rutin
7. Pemeriksaan 2. Analisa gas darah
Penunjang 3. Serum elektrolit
4. Gula darah sewaktu
Tindakan emergensi :
8. Terapi Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernafasan tidak adekwat
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
Identifikasi penyebab keracunan.
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak
sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
Eliminasi racun.
A. Racun yang ditelan
Rangsang muntah
Akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan beracun, bila sudah
lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai
efek yang menghambat motilitas ( memperpanjang pengosongan ) lambung.
Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding
belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan :
Sirup Ipecac
Dapat diberikan pada anak diatas 6 bulan.
Pada anak usia 6 - 12 bulan 10 ml
1 - 12 tahun 15 ml
> 12 tahun 30 ml
Pemberian sirup ipecac diikuti dengan pemberian 200 ml air putih. Bila sesudah 20 menit tidak terjadi
muntah pada anak diatas 1 tahun pemberian ipecac dapat diulangi.
Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%, dapat menyebabkan muntah dalam 2 - 5 menit.
Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
1. Keracunan hidrokarbon,kecuali bila hidrokarbon tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya
seperti camphor, produk-produk yang mengandung halogenat atau aromatik, logam berat dan
pestisida.
2. Keracunan bahan korossif
3. Keracunan CNS stimulant ( seperti strichnin )
4. Penderita kejang
5. Penderita dengan gangguan kesadaran
Kumbah lambung
Kumbah lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
KERACUNAN
beracun,kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan lambung. Kumbah
lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
- Keracunan bahan korosif
- Keracunan hidrokarbon
- Kejang
Pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas
harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian dimasukkan pipa
orogastrik dengan ukuran 24 - 36 Fr,pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis
( normal saline/ PZ ) atau 1/2 normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai bersih.
Catharsis
Efektivitasnya masih dipertanyakan.
Jangan diberikan bila ada gagal ginjal, diare berat, ileus paralitik atau trauma abdomen
Dialysis
Hanya dilakukan bila usaha-usaha lain sudah tidak membawa hasil. Bermanfaat hanya pada bahan
beracun yang bisa melewati filter dialisis ( dialysable toxin ) seperti phenobarbital, salisilat,
theophylline, methanol, ethylene glycol dan lithium.
Dialysis dilakukan bila : Asidosis berat
Gagal ginjal
Ada gejala gangguan visus
Tidak ada respon terhadap tindakan pengobatan.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
KERACUNAN
Memberikan informasi secara intensif kepada orang tua atau orang yang bertanggung jawab dalam perawatan anak dan
9. Edukasi kepada masyarakat mengenai :
Keracunan pada anak, bagaimana terjadinya, akibat yang terjadi serta bagaimana mencegahnya.
Bahan-bahan yang potensial dapat menyebabkan keracunan yang terdapat didalam atau sekitar rumah yang seringkali
tidak diketahui oleh orang tua.
Pengetahuan sederhana bagaimana memberikan pertolongan pertama bila terjadi keracunan.
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
1. Terapi suportif harus segera diberikan sambil menunggu pemberian antidotum apabila zat toksik memiliki
14. Indikator Medis antidotum
2. Respon pemberian antidotum tergantung jenis zat toksiknya
3. Eliminasi racun dengan meningkatkan ekskresi melalui urin dapat dilakukan dengan pemberian natrium
bikarbonat dalam waktu 1-2 jam untuk mempertahan pH urine 7,5-8,5
4. 80% Pasien tanpa komplikasi akan sembuh dalam waktu 5 hari
1. Aranoff SC. Food poisoning. Dalam: Behrman RE,Kliegman RM Eds.Nelson Textbook of
15. Kepustakaan Pediatrics.Philadelphia : Saunders, 1992; 1770 -74.
2. Dreisbach RH. Poisoning, Prevention, Diagnosis and Treatment. Dalam : Dreisbach Ed. Handbook of
Poisoning. California : Lange Medical Publication 1983; 3 - 103.
3. Hutchison JH,Cockburn F. Accidental poisoning in childhood. Dalam : Hutchison Ed. Practical pediatrics
problems. London : Lloyd-Luke, 1986; 673 - 89.
4. Madse M. Poisoning,ingestion and overdosis. Pediatric Critical Handout, University of Minesotta, 1998.
5. Olson KR. Comprehensive evaluation and treatment of poisoning and overdose. Dalam :Olson KR Ed. Lange :
Clinical manual : Poisoning and drug overdose. San Francisco :Apleton & Lange,Prentice Hall
International,1990; 1 - 57.
6. Pascoe DJ. Poisoning. Dalam : Pascoe Ed. Quick reference to pediatric emergencies. Philadelphia : Lippincott;
1984; 86 - 142.
7. Pearson-Shaver AL,Steinbart CM. Evaluation of the poisoned child. Dalam : Holbrook PR Ed. Textbook of
Pediatric Critical Care. Philadelphia : Saunders,1993; 982 - 97.
8. Reece RM. Poisoning. Dalam:Reece RM ed. Manual of emergency
Pediatrics.Philadelphia:Saunders,1978; 203 - 37.
9. Rumack BH. Chemical and drug poisoning. Dalam : Behrman RE,Kliegman RM Eds. Nelson Tetbook of
Pediatrics.Philadelphia: Saunders, 1992; 1774 - 65.
10. Wolf AD,Berkowitz ID,Liebelt E,Rogers MC. Poisoning and the critically child. Dalam : Rogers MC Ed.
Textbook of Pediatric Intensive Care.Baltimore: William Wilkins,1996;1315-91
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
SYOK ANAFILAKSIS
Syok anafilaksis adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi.
1. Pengertian (Definisi)
Penyebab anaphylaksis pada anak
2. Anamnesis 1. Makanan: kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
2. Alergen imunoterapi.
3. Gigitan atau sengatan serangga.
4. Obat-obatan: penisilin, sulfa, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID.
5. Latex.
6. Vaksin.
7. Exercise induce.
8. Anafilaksis idiopatik: anafilaksis yang terjadi berulang tanpa diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan
evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan
pengeluaran histamin.
Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan alergen. Gejala
3. Pemeriksaan Fisik kardiovaskular : hipotensi/renjatan.
Gejala saluran nafas : sekret hidung yang encer, hidung gatal, edema hipofaring/
laring, gejala asma.
Gejala kulit : pruritus, eritema, urtikaria dan angioedema. Gejala
intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.
1. Anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Diagnosis syok anafilaksis di tegakkan berdasarkan : anamnesa dan manifestasi klinis yang ada
Keracunan
6. Diagnosis Banding
1. Darah rutin
7. Pemeriksaan 2. Analisa gas darah
Penunjang 3. Serum elektrolit
4. Gula darah sewaktu
Pengetahuan sederhana bagaimana memberikan pertolongan pertama bila terjadi syok anafilaksis
9. Edukasi
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
1. Gejala yang timbul akibat allergen membaik dalam waktu 10-15 menit setelah diberi Adrenalin sc
14. Indikator Medis (ringan)/im (sedang)/iv (berat). Bila tidak ada perbaikan bisa diulang 2-3 kali selang 10 – 15 menit.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
SYOK ANAFILAKSIS
2. Infus RL/NaCl/ cairan koloid bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan. Tanda-
tanda perbaikan perfusi jaringan bila nadi teraba kuat, Tensi terukur, Capillary refill time < 2 detik, akral
hangat.
3. Hilangnya gejala asma ( wheezing, sesak, retraksi) setelah pemberian bronkodilator pada penderita yang
menunjukkan gejala seperti asma
4. Gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema, pruritus menghilang setelah pemberian Antihistamin (dalaw
waktu 48 jam)
5. Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten, atau angioedema yang masih
menetap setelah fase akut teratasi (>12 jam)
6. 80% Pasien tanpa komplikasi akan sembuh dalam waktu 1 hari
1. Abraham D, Grammer L. Idiophathic anaphylaxis. Immunol Allergy Clin North Am 2001; 21(4): 783 – 94.
15. Kepustakaan 2. Asthma & Allergy Information Research ( AAIR ). Anaphylaxis – Life threatening
allergy. http://www.users.globalnet.co.uk/~aair/anaphylaxis.htm.
3. Terr A I. Anaphylaxis. Dalam : Stites DP, Stobo JD, Wlls JV eds. Basic and Clinical Immunology 6th ed.
Connecticut: Prentice Hall Inc, 1987; 449–52.
4. Linzer J. Pediatric anaphylaxis. http://www.emedicine.com/emerg/topic360.htm
5. Rusznak C, Peeble RS. Anaphylaxis and anaphylactoid reactions. Post grade medicine2002; III (5): 101–14.
6. Ownby DR. Pediatric anaphylaxis, insect stings and bite. Immunol Allergy Clin North Am 1999; 19(2): 347– 61.
7. Burk AW, Jones SM, Wheeler JG, Sampson HA. Anaphylaxis and food hypersensitivity. Immunol Allergy Clin
North Am 1999; 19(3): 533 –53.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
SYOK HIPOVOLEMIK
1. Pengertian (Definisi) Syok adalah sindroma klinis akut yang disebabkan kegagalan fungsi kardiovaskuler dalam menyediakan kecukupan
oksigen dan nutrien lain untuk metabolisme jaringan, yang disebabkan karena kekurangan cairan.
2. Anamnesis - Kehilangan cairan : muntah, diare, luka bakar, perdarahan, drainase bedah
- Masukan cairan : jenis, jumlah
- Produksi urin
- Perubahan berat badan
KOMPENSASI
3. Pemeriksaan Fisik Tekanan darah N/↑ & mungkin tjd maldistribusi; fungsi organ vital masih baik Takikardi;
takipnea; CRT 2-3 detikl; iritabilitas ringan
DEKOMPENSASI
Perfusi mikrovaskuler ↓; pe↓ volume sirkulasi efektif
Kulit dingin; lembab; pucat; mottled; sianosis; kesadaran ↓; CRT>4 detik; hipotensi; nadi lemah; oliguria
IRREVERSIBLE
tekanan darah tidak teratur, nadi tidak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda
kegagalan sistem organ lain
1. Gejala klinis
4. Kriteria Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Diagnosis syok hipovolemik di tegakkan berdasarkan : anamnesa dan manifestasi klinis yang ada
1. Syok Septik
6. Diagnosis Banding 2. Syok Kardiogenik
1. Darah rutin
7. Pemeriksaan 2. Analisa gas darah
Penunjang 3. Serum elektrolit
4. Gula darah sewaktu
1. Bebaskan jalan napas dan oksigenasi dengan O2 100%.
8. Terapi 2. Pasang akses vaskuler (IV / IO) dan ambil sampel darah untuk laboratorium (darah lengkap, gula darah acak,
kalsium).
3. Bolus dengan cairan kristaloid / koloid isotonik 20 ml/kg secepatnya (< 10 menit), bisa diulang sampai perfusi baik
ATAU 60 ml/kg ATAU terdengar ronki ATAU hepatomegali (total waktu 10-15 menit).
4. Evaluasi tanda klinis syok setiap selesai bolus.
5. Koreksi hipoglikemi dan hipokalsemi.
Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali bolus) dimana + 40-60% dari volume darah telah dimasukkan namun belum
ada respon adekuat, lakukan intubasi bila diperlukan. Evaluasi kemungkinan penyebab syok dan lakukan tatalaksana lanjut
sesuai penyebabnya.
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang,
9. Edukasi dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Kehilangan
volume yang cukup besar dalam waktu lambat, masih dapat ditolerir dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat
atau singkat.
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab
yang mungkin dan untuk penanganan lansung.
12. Tingkat C
Rekomendasi
dr. Vebri Valentania Sp.A
13. Penelaah Kritis dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
14. Indikator Medis Pengisian kapiler harus tercapai dalam waktu 60 menit dengan tanda waktu pengisian kapiler < 2 detik, denyut
nadi normal tanpa perbedaan kualitas nadi perifer dan sentral, produski urin > 1mL/kgBB/jam, kesadaran normal,
tekanan darah normal sesuai usia dan saturasin oksigen > 95%.
80% Pasien tanpa komplikasi akan sembuh dalam waktu 1 hari.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
SYOK HIPOVOLEMIK
1. APLS. The pediatric emergency medicine course. Edisi ke-2. 1993.
15. Kepustakaan 2. Bell LM. Shock. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S, penyunting. Textbook of pediatric emergency medicine. Edisi
ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. Hal: 46-57.
3. Smith L, Hernan L. Shock states. Dalam: Fuhrman BP, Zimmerman JJ, penyunting. Pediatric critical care.
Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. Hal: 294-410.
4. Zingarelli B. Shock and reperfusion injury. Dalam: Nichols DG, et al, penyunting. Rogers’ textbook of
pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. Hal: 252-65.
5. Nadel S, Kissoon NT, Ranjit S. Recognition and initial management of shock. Dalam: Nichols DG, et al,
penyunting. Rogers’ textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008. Hal: 372-83.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
BRONKIOLITIS
1. Pengertian (Definisi) Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif saluran nafas akibat inflamasi yang terjadi pada saluran nafas kecil (bronkiolus)
Etiologi terbanyak (50%) adalah Respiratory Synctitial Virus (RSV) Etiologi lain adalah influenza, adenovirus,
rhinovirus dan mycoplasma.
2. Anamnesis Biasanya menyerang anak usia 2 bulan-2 tahun terutama 2-6 bulan
Seringkali didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas dengan gejala batuk pilek, dapat disertai demam atau hanya
subfebris.
Keluhan sesak nafas yang ditandai dengan nafas dangkal dan cepat akan timbul setelahnya. Pada keadaan yang berat bisa
didapatkan cyanosis.
Biasanya tidak didapatkan riwayat atopi pada keluarga maupun penderita.
Faktor resiko lainnya: anak laki-laki. Tidak mendapatkan ASI, tinggal di pemukiman yang padat, waktu hamil ibu
merokok/terpapar asap rokok
3. Pemeriksaan Fisik Takipnea dengan laju respirasi untuk anak <2 bulan 60x/menit, 2-12 bulan50x/menit, 1-5 tahun40x/menit. Ekspiratory
effort yang ditandai dengan ekspirium yang memanjang dan disertai retraksi dinding dada, dan nafas cuping hidung.
Suara perkusi paru hipersonor. Pada auskultasi paru dapat terdengar suara nafas tambahan terutama berupa wheezing, sedang
ronki basah halus dapat terdengar pada akhir atau awal inspirasi. Pada obstruksi yang berat suara nafas nyaris tidak terdengar,
wheezing bahkan dapat menghilang.
Tanda lainnya adalah demam, sianosis pada keadaan sesak yang berat, dan biasanya anak tampak gelisah.
6. Diagnosis Bronkiolitis
7. Diagnosis Banding 1. Asma bronkiale dalam serangan
2. Pneumonia
3. Aspirasi benda asing
4. Gagal jantung
5. Penyakit lain yang menyebabkan inflamasi pada saluran nafas misalnya cystic fibrosis
8. Terapi 1. Indikasi rawat inap pada penderita bronkiolitis adalah:
Hipoksia yang berat dan takipnea yang berat
Keadaan umum yang lemah dan tidak dapat diberikan intake peroral
Usia < 12 minggu atau riwayat kelahiran prematur
Disertai kelainan kardiovaskular, imunologi atau paru lainnya.
2. Oksigenasi, bila ada tanda gagal nafas dapat diberikan ventilasi mekanik
3. Pembersihan jalan nafas
4. Pemberian cairan dan kalori yang cukup
5. Koreksi kelainan asam basa dan elektrolit.
6. Obat-obatan:
Antibiotik tidak rutin diberikan kecuali didapatkan kecurigaan infeksi bakteri atau disertai pneumonia
Kortikosteroid sistemik: dexametason 0,5 mg/kg (loading) dilanjutkan dengan 0,5 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
Nebulasi dapat dilakukan dengan 2-agonis (misalnya salbutamol 0,1 ml/kgBB/dosis), sehari 4-6 kali) yang
diencerkan dengan normal saline untuk membantu bersihan mukosilier. Penggunaan epinefrine maupun hypertonic
saline belum dianjurkan secara rutin
Pemberian antivirus masih belum dilakukan secara rutin
9. Edukasi 1. Menghindari paparan asap rokok baik saat bayi dalam kandungan maupun setelah lahir
2. Pemberian ASI pada saat bayi dan pemberian nutrisi yang cukup saat anak-anak
3. Lingkungan rumah yang cukup ventilasi dan sinar matahari
4. Bila bayi terutama di bawah 6 bulan menderita infeksi saluran nafas akut yang masih ringan agar segera
diperiksakan ke dokter
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
BRONKIOLITIS
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
PNEUMONIA
1. Pengertian Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi. Terbanyak adalah
(Definisi) virus atau bakteri. Etiologi lain parasit dan aspirasi zat tertentu
2. Anamnesis Gejala yang timbul biasanya mendadak.
Dapat didahului denganinfeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejala
umum: batuk, demam tinggi, nafas cepat dan sesak nafas. Pada keadaan
yang berat bisa didapatkan cyanosis
Pada anak yang besar bisa didapatkan nyeri dada.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala yang tidak khas seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang, sulit minum, dan
perut kembung
3. Pemeriksaan Takipnea dengan laju respirasi untuk anak <2 bulan 60x/menit, 2-12 bulan50x/menit, 1-5 tahun40x/menit.
Fisik Inspiratory effort ditandai dengan retraksi dinding dada, nafas cuping hidung
Gerakan dinding toraks dapat tertinggal pada daerah yang terkena infeksi, perkusi normal atau redup, auskultasi paru dapat
terdengar terdengar suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.
Tanda lainnya adalah demam tinggi, sianosis, dan dapat ditemukan tanda dehidrasi.
Pada infeksi oleh kuman atipik (mycoplasma, chlamydia) gejalanya tidak jelas maupun memberikan onset akut seperti
diatas. Panas seringkali tidak tinggi, batuk tidak produktif, tidak sesak, dan seringkali disertai sakit kepala
dan malaise.
4. Pemeriksaan 1. Foto polos dada
penunjang 2. Analisa Gas Darah
3. Hitung Leukosit dan differerential count
4. Laju Endap Darah (LED)
5. C-Reactive Protein (CRP)
6. Procalcitonin
7. Kultur darah, sputum, swab oropharyngeal
5. Kriteria 1. Gejala Fisik sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis 2. Pada foto polos dada terlihat infiltrat alveolar maupun interstitial yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru.
Kelainan gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajat klinis penyakit, kecuali pada infeksi oleh kuman atipikal
yang gambaran radiologis lebih berat daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai berupa konsolidasi
pada satu atau beberapa segmen atau lobus paru, penebalan pleura pada pleuritis, atau adanya komplikasi pneumonia
berupa atelektasis, efusi pleura, abses paru, pneumothorak, pneumomediastinum dan pneumatokel
3. Analisa Gas Darah menunjukkan keadaan asidosis respiratorik, hipoksemia, sedang PaCO2 dapat rendah, normal atau
meningkat tergantung kompensasi yang terjadi. Dalam keadaan lanjut bisa terjadi asidosis metabolik, dan gagal
nafas.
4. Peningkatan hitung leukosit dengan hitung jenis bergeser ke kiri pada infeksi bakterial
5. LED, CRP, dan procalcitonin meningkat pada infeksi bakterial
6. Pemeriksaan kultur darah dapat menunjang menentukan etiologi terutama pada kasus nasokomial. Sedang kultur
sputum dan swab oropharyngeal sering terkontaminasi flora normal
6. Diagnosis Pneumonia
7. Diagnosis 1. Infeksi saluran pernafasan bawah lainnya (Bronkiolitis, laringotrakeobronkitis)
Banding 2. Kelainan bawaan pada paru (cystic lung disease, bullae, hypoplasia, dan lain sebagainya)
3. Payah jantung
4. Sepsis
5. Pada bayi karena gejalanya yang tidak khas dapat menyerupai sepsis, meningitis dan ileus
8. Terapi 1. Untuk pneumonia ringan dapat diterapi secara rawat jalan dapat diberikan antibiotik peroral dengan amoksisilin 50-80
mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis atau amoksisilin-asam klavulanat 50 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis, serta diberikan
edukasi kepada orang tua
2. Untuk pneumonia berat dan sangat berat dianjurkan rawat inap dan diberikan terapi:
Ampisilin 100 mg/kg/hari iv dibagi dalam 4 dosis atau ampisilin-sulbaktam 100 mg/kg/hari iv dalam 4 dosis untuk
Community acquired pneumonia
Ceftriaxone 100 mg/kg/hari iv dibagi dalam 2 dosis atau antibiotik sesuai kultur untuk Hospital acquired
pneumonia
Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil pemeriksaan laboratoris, foto thorak dan jenis
kuman penyebab. Sebagian besar membutuhkan waktu 10-14 hari
Oksigenasi, dapat diberikan secara nasal atau masker sesuai keadaan klinis. Bila ada tanda gagal nafas diberikan
bantuan ventilasi mekanik.
Pemberian cairan dan kalori yang cukup
Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
3. Untuk dugaan pneumonia atipik dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis, atau spiramisin 50
mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis, atau klaritromisin 15 mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10-14 hari.
4. Untuk dugaan Pneumonia Pneumocystic carinii dapat diberikan kotrimoksasol 20 mg/kg/hari dibagi 4 dosis.
5. Untuk keadaan khusus lainnya dapat diberikan Anti viral (Acyclovir, Gancyclovir) pada pneumonia karena Cyto
Megalous Virus (CMV), Anti jamur (Amphotericin B, Ketoconazole, Fluconazole) pada pneumonia karena jamur,
Imunoglobulin pada keadaan imunodefisiensi terutama imunitas humoral
PNEUMONIA
3. Pemeriksaan Fisik 1. Tidak mampu memusatkan perhatiannya untuk waktu yang lama,
2. Perhatiannya mudah teralihkan oleh stimulus lain.
Rentang waktu pemusatan perhatian yang singkat, kemampuan menyimak yang rendah
3. Hiperaktivitas
4. Kriteria Diagnosis a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan Neurofisiologis.
d. Laporan prestasi akademis.
e. Behavior Rating scales yang diperoleh dari beberapa sumber ( guru dan orang tua ).
f. Harus memenuhi kriteria DSM IV.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
CAMPAK
1. Pengertian (Definisi) - Campak, measles, atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat
menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.
Penularan secara droplet (airborne).
2. Anamnesis - Campak mempunyai gejala klinis yang khas, terdiri dari 3 stadium, yaitu :
1. (Stadium masa tunas 10-12 hari)
2. Stadium prodromal 2-4 hari
3. Stadium erupsi 5-7 hari
4. Stadium konvalesen
- Stadium prodromal diawali dengan demam yang makin tinggi disertai batuk, pilek, nyeri telan, konjungtivitis dan
silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti muntah dan diare. Pada masa ini dapat ditemukan tanda
patognomonis adanya bercak Koplik’s, yaitu enantema di mukosa pipi di depan dari molar 3, yang biasanya muncul 2
hari sebelum timbulnya ruam.
- Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam makulopapular pada kulit, yang dimulai dari belakang telinga, batas antara
rambut dan kulit, kemudian menyebar ke wajah, dada, perut, lengan dan kaki secara bersamaan. Suhu akan mulai
turun pada hari ke 2-3 ruam, dan ruam kemudian mengalami hiperpigmentasi dan deskuamasi.
- Pada stadium konvalesen ruam akan berangsur menghilang sesuai dengan urutan timbulnya.
- Pada anak dengan gizi buruk gejala muntah dan diare bisa sangat berat.
- Bisa timbul komplikasi berupa otitits media, bronkopneumoni, mastoiditis, laryngitis akut, ensefalitis, gastroenteritis,
adenitis servikal, SSPE (subacute sclerosing panencephalitis), aktivasi tuberculosis, dan
gangguan gizi sampai kwashiorkor.
3. Pemeriksaan Fisik - Stadium prodromal didapatkan panas disertai 3C dan 1 K (cough, coryza, conjunctivitis, dan koplik’s spot)
- Stadium erupsi ditandai timbulnya ruam makulopapular yang bertahan 5-6 hari, yang dimulai dari batas telinga
kemudian menyebar ke wajah dan seluruh tubuh. Sekitar 2-3 hari setelah ruam muncul biasanya panas akan
menghilang.
- Stadium konvalesen setelah 3 hari ruam akan menjadi kehitaman dan mengelupas, dan menghilang setelah 1-2
minggu sesuai urutan timbulnya.
- Penentuan status gizi penderita penting karena gizi buruk mempunyai komplikasi yang berat
- Gejala fisik lainnya ditemukan sesuai dengan timbulnya komplikasi yang terjadi.
4. Kriteria Diagnosis A. diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan tambahan
1. Anamnesa :
Panas, batuk pilek dan konjuntivitis serta ditemukannya bercak Koplik’s (patognomonik)
2. Pemeriksaan fisik :
Adanya ruam makulopapular yang timbul pertama dari belakang telinga kemudian menyebar ke wajah, dada dan
seluruh tangan dan kaki.
3. Pemeriksaan Ig M spesifik campak (+) dan pemeriksaan virologi
4. kultur virus dari swab ginggiva atau urine
5. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi
2. Pemeriksaan serologi : Ig M spesifik campak
3. Feses lengkap jika diare
4. Pemeriksaan penunjang untuk komplikasi : pungsi lumbal, foto polos dada, CT scan/MRI kepala.
5. Analisa gas darah, elektrolit serum, dan gula darah acak sesuai indikasi
6. Diagnosis Campak
Campak dengan komplikasi (ICD 10: B05.1,2,3,4)
CAMPAK
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 211
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
CAMPAK
4. Joklik WK. Paramyxovirus in Joklik WK, Virology, 3rd ed. London, Prentice-Hall International Inc., 1988; hal.
204-219.
5. Redd SC, Markowitz LE, Katz SL, Measles vaccine in Plotkin and Orenstein (eds), Vaccines, 3rd ed,
Philadelphia, WB Saunders, 1999 : 222-266.
6. Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella misdiagnosed as exanthema subitum (roseola
infantum) Br Med J, 1996; 312 : 101-2.
7. WHO. Manual for the laboratory diagnosis of measles virus infection. Geneva, 2000. WHO/V&B/00. 16.
8. Heifand RF, Health JL, Anderson LJ, Gonus D, Bellini WJ. Diagnosis of measles with an IgM-captured EIA
: the optimal timing of specimen collection after rash onset. J Infect Dis, 1997; 175 : 195-7.
9. Shann F. Meta analysis of trials of prophylactic antibiotics for children with measles : inadequate evidence Br Med J,
1997; 314 : 334.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 212
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1) Pengertian (Definisi) Infeksi virus dengue yang saat memasuki periode kritis disertai/disusul dengan kebocoran plasma/ plasma
leakage dan gangguan hemostatik berupa munculnya perdarahan yang lebih prominen serta trombositopenia ≤
100.000
2) Anamnesis - 1. Panas tinggi yang timbul mendadak selama 2-7 hari dan disertai tidak mau bermain
- 2. Nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, nyeri retroorbital, pada bayi timul rewel yg tak jelas
peyebabnya
- 3. Perdarahan pada kulit, mimisan, perdarahan gusi, muntah darah, dan hypermenorrhea
- 4. Pada awal sakit dapat timbul kemerahan pada muka, kemerahan pada kulit “flushing”, ruam seperti morbili. Pada
periode recovery dapat timbul “convalescence rash” berupa ruam seperti morbili dengan lokasi pada kedua extremitas
bawah ( shoe like appearance) atau pada kedua ekstremitas atas (handglove like appearance)
- 5. Dapat dijumpai gejala saluran nafas atas berupa nyeri tenggorokan, atau pilek, batuk ringan atau gejala saluran
cerna berupa diare ringan.
- 6. Sering disertai keluhan anoreksia, nausea dan vomiting
- 7. Jika saat datang syok penderita akan mengeluh anyep dan loyo namun panas tidak lagi dijumpai
3) Pemeriksaan Fisik
Penting menetapkan hari sakit keberapa saat penderita datang
Penderita tampak sakit sedang sampai berat, kadang disertai penurunan kesadaran
Temperatur dapat sub febris normal atau sub normal
Tanda perdarahan tidak selalu ada, dapat dilakukan tes RL yang positif (>10 titik pada area
berdiameter 1 inchi), atau dijumpai gejala perdarahan spontsan, berupa petekiae, ekimosis,
perdarahan gusi, dan hypermenorhoea. Kadang dijumpai muntah darah dan berak darah Pada
penderita DHF grade 3 dan 4 apabila dilakukan tes RL umumnya negatif
Adanya kebocoran plasma yang bisa ditunjukkan dengan efusi pleura dan atau asites; ditunjang dengan
hasil pemeriksaan tambahan
Tanda vital
Nadi dapat normal pada DHF grade 1 dan grade 2, sedangkan untuk DHF grade 3 nadi dapat cepat dan kecil,
dan nadi tak teraba untuk DHF grade 1 dan grade 2.
Pada DHF grade 3 terjadi penyempitan tekanan nadi ≤ 20 atau terjadi penurunan systole dan diastole
Pada DHF grade 4 tekanan darah tak terukur
Frekuensi nafas dapat normal, cepat dangkal maupun cepat dan dalam (pernapasan Kuzmaul)
Hepatomegali
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 213
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
9) Edukasi 1) Perjalanan klinik infeksi virus dengue secara umum, dan keberadaan penderita dalam perjalanan klinik
tersebut (natural course)
2) Penanganan yang sedang dilakukan.
3) Prognosis penderita
4) Program 4M Plus (menguras, menutup, mengubur, dan mencegah perindukan/sarang nyamuk)
5) Identifikasi kasus lain di lingkungan sekitar
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 214
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 215
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DEMAM TYPHOID
1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan S. paratyphi
2. Anamnesis Pada bayi tidak khas, bisa berupa diare yang ringan sampai berat. Bisa
disertai panas tinggi. Bisa disertai ikterus.
Pada anak juga tidak khas, spektrum keluhannya luas, tetapi didapatkan 3 komponen keluhan, yaitu
demam, gangguan saluaran cerna dan dapat disertai gangguan syaraf
Demam bersifat stepladder, pada hari ≥ ke 5 sakit biasanya demam terus menerus tinggi, diberi antipiretik
turun sebentar kemudian naik lagi. Malam hari demam dirasakan lebih tinggi daripada siang hari.
Gangguan saluran cerna berupa nyeri perut, muntah, diare, obstipasi dan kembung
Gangguan syaraf kalau ada dapat berupa delirium atau penurunan kesadaran
Pada demam typhoid yang disertai komplikasi infeksi saluran kemih atau otitis media akut, yang biasanya
terjadi pada minggu ke-2 sakit ditandai dengan panas yang tidak mau turun walau sudah mendapat
antibiotika
Pada demam typhoid yang disertai komplikasi pneumonia, yang biasanya terjadi pada minggu ke-2 sakit
didapati panas yang tidak turun walau diberi antibiotika dan juga disertai sesak nafas.
Pada demam typhoid yang disertai komplikasi ensefalopati yang biasanya terjadi pada akhir minggu
pertama atau awal minggu ke-2 sakit, dijumpai kesadaran delirium/obtundasi, dan penderita bisa gaduh
gelisah.
Pada demam typhoid yang disertai perforasi usus, yang biasanya terjadi pada akhir minggu ke-2
sakit atau awal minggu ke-3,, didapati nyeri abdomen yang disusul dengan tanda perforasi usus dan
peritonitis
3. Pemeriksaan Fisik Pada bayi tidak khas, dapat dijumpai febris tinggi, hepatomegali, splenomegali, ikterus
Pada anak dapat dijumpai febris ≥ 5 hari, dengan kesadaran mulai komposmentis hingga delirium atau
penurunan kesadaran, bibir pecah-pecah, lidah kotor, meteorismus, hepatomegali dan splenomegali
Gejala klinik lain sesuai dengan komplikasi yang terjadi
4. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah tepi, demam typhoid klasik akan mendapat leukopenia dan relative
lymphositosis
2. Pemeriksaan serologi widal O dilakukan hari ke ≥ 5 sakit dengan titer 1/200. Widal terbaik dapat
dilakukan 2 kali dengan jarak 5-7 hari dan didapatkan peningkatan titer >4x.
3. Pemeriksaan serologi Ig M dengan metode Tubex (antibodi anti-Salmonella 09) dilakukan hari ke
≥ 5 sakit dengan hasil ≥ + 4
4. Pemeriksaan kultur salmonella typhi dari specimen darah, dilakukan pada sebelum hari ke- 5 sakit
dengan hasil positif. Biakan sumsum tulang dapat positif hingga minggu ke-4.
5. Atas indikasi tertentu dilakukan :
- Pemeriksaan serum elektrolit, glukosa darah, SGOT, SGPT, BUN dan serum kreatinin
- Pemeriksaan urine, atau kultur urine
- Pemeriksaan thorax photo
- Pemeriksaan USG abdomen
- Pemeriksaan CT scan / MRI otak
5. Kriteria Diagnosis Sesuai dengan :
- Gejala klinik
- Pemeriksaan darah tepi
- Pemeriksaan serologi
- Pemeriksaan kultur salmonella typhosa dari spesimen darah
6. Diagnosis Demam Tifoid (ICD10: A01.00)
7. Diagnosis Banding 1. Awal sakit adalah influenza, bronchitis, bronchopneumonia, gastroenteritis, infeksi virus dengue, sepsis,
UTI
2. Phase lanjut ( ≥ minggu ke 2) tuberculosis, malaria, sepsis, infeksi saluran kemih, otitits media akuta,
keganasan, UTI, hepatitis, shigellosis
8. Terapi 1. Kalau diperlukan diberi infus cairan sesuai dengan umur dan kebutuhan
2. Antibiotika
Penderita terapi ambulatoir dapat dipakai :
Chloramphenikol oral dengan dosis 50-100 mg/kgBB terbagi dalam 4 dosis sampai 2 minggu. Monitor
efek samping terutama dengan pemeriksaan retikulosit.
Amoxicillin oral dengan dosis 100 mg per kgBB sampai 2 minggu
Cefixime oral dengan dosis 10 – 15 mg per kgBB terbagi dalam 2 dosis selama 2 minggu
Pada penderita yang indikasi rawat inap, diberikan ceftriaxone 80 mg per kgBB per hari dibagi 2 kali,
dengan lama pemberian selama 5 – 10 hari
Pada penderita yang disertai komplikasi pneumonia, otitis media akuta maupun infeksi saluran kemih,
ceftriaxone dengan dosis dan lama pemberian sama dengan diatas
Pada penderita yang resisten terhadap ceftriaxone, maka pemberian ciprofloxacine dengan dosis 15
mg per kgBB dalam dosis terbagi selama 7 – 10 hari
3. Pada karier S. typhi (tetap ada dalam urin/feses selama lebih dari 6-12 bulan): amp[isilin
100/mg/kgBB/hari dibagi 4, selama 6-12 minggu ; atau kotrimoksasol 4-20 mg/kgBB/hari dibagi 2
selama 6-12 minggu
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 216
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DEMAM TYPHOID
4. Kortikosteroid dosis tinggi (metode Hoffman) diberikan pada penderita demam tifoid yang disertai
komplikasi ensefalopati
5. Pada anak besar, diet menghindari serat serta mobilisasi bertahap sebaiknya diberlakukan
6. Antipiretika sesuai kebutuhan
7. Tindakan bedah mungkin diperlukan juka ada perforasi/peritonitis
9. Edukasi 1) Perjalanan klinik infeksi demam typhoid secara umum, dan posisi penderita dalam
perjalanan klinik tersebut (natural course)
2) Penanganan yang sedang dilakukan
3) Prognosis penderita
4) Isolasi dan menghindari penularan secara fekal-oral
5) Imunisasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 217
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DEMAM DENGUE
( DENGUE FEVER )
1) Pengertian (Definisi) Infeksi virus dengue yang saat memasuki periode kritis tanpa disertai plasma leakage/kebocoran
plasma, tetapi didapatkan adanya trombositopenia
2) Anamnesis - 1. Panas tinggi yang timbul mendadak selama 2-7 hari dan disertai tidak mau bermain
- 2. Nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, nyeri retroorbital, pada bayi timbul rewel
yg tak jelas penyebabnya
- 3. Perdarahan kulit, mimisan, perdarahan gusi, muntah darah, dan hypermenorrhea
- 4. Pada awal sakit dapat timbul kemerahan pada muka, kemerahan pada kulit “flushing”, ruam seperti
morbili. Pada periode recovery dapat timbul “convalescence rash” berupa ruam seperti morbili dengan
lokasi pada kedua extremitas bawah ( shoe like appearance) atau pada kedua ekstremitas atas (handglove
like appearance)
- 5. Dapat dijumpai gejala saluran nafas atas berupa nyeri tenggorokan, atau pilek, batuk ringan atau gejala
saluran cerna berupa diare ringan.
- 6. Sering disertai keluhan anoreksia, nausea dan vomiting
3) Pemeriksaan Fisik
Penting menetapkan hari sakit keberapa saat penderita datang
Penderita dapat tampak sakit ringan, sedang, sampai berat. Pada penderita bayi dapat tampil
rewel sekali
Temperature dapat febris, sub febris, normal atau sub normal
Tanda perdarahan tidak selalu ada, dapat dilakukan tes Rumpel Leede yang positif, atau dijumpai
gejala perdarahan spontan, berupa petekiae, ekimosis, perdarahan gusi, dan hypermenorhoea
Dapat dijumpai gejala saluran napas atas berupa pilek, batuk, pharyngitis ringan
Pada hari sakit 1-3 dapat dijumpai flushing terutama pada muka
Pada hari sakit 3-5 dapat dijumpai ruam morbiliform
Dapat dijumpai adanya “convalescence rash” pada periode recovery
Dapat dijumpai hepatomegali
4) Kriteria Diagnosis 1.
Gejala dan tanda klinik sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik
2.
Trombositopenia (<100.000/mm3). Sering disertai leukopenia (<4000/mm3)
3.
Tanpa kebocoran plasma yang ditandai dengan tak didapatkannya peningkatan hematokrit, dan atau tak
dijumpai adanya ascites dan atau efusi pleura dextra.
4. NS1 antigen dengue + atau Ig M dengue +
Diagnosis Demam Dengue (ICD10: A90)
6) Diagnosis Banding 1. Undifferentiated fever
2. Dengue Hemorrhagic fever grade I dan grade II
3. Trombositopenik purpura, leukemia, anemia aplastik
4. Infeksi virus lain seperti campak, rubella, chikungunya
5. Demam tifoid, malaria
7) Pemeriksaan Penunjang a. Darah lengkap, dijumpai adanya trombositopenia (< 150.000, dapat > 100.000, tetapi ada yang ≤
50.000 dengan hematokrit normal
b. Pada hari sakit ≤ 3, periksa NS1 Antigen Dengue
Pada hari sakit ke 4 periksa NS1 Antigen Dengue dan Ig M-Ig G Dengue Pada
hari sakit ≥ 5 periksa Ig M dan Ig G Dengue
c. Photo / USG thorax menyingkirkan adanya efusi pleura
USG abdomen untuk menyingkirkan adanya ascites
d. ALT/AST dan gula darah acak jika diperlukan
8) Terapi 1. Kalau diperlukan diberikan infus cairan rumatan sesuai umur, dengan memenuhi kebutuhan cairan
sesuai formula Halliday Segar
2. Apabila trombosit <50.000 dan disertai tanda perdarahan aktif diberikan transfusi trombosit
3. Pada perdarahan massif dapat diberikan transfusi wholeblood
4. Parasetamol
5. Diazepam jika kejang (kejang demam)
9) Edukasi 1) Perjalanan klinik infeksi virus dengue secara umum, dan keberadaan penderita dalam
perjalanan klinik tersebut (natural course)
2) Penanganan yang sedang dilakukan. Pengobatan utama adalah cairan.
3) Prognosis penderita
4) Program 4M Plus (menguras, menutup, mengubur, dan mencegah perindukan/sarang nyamuk)
5) Identifikasi kasus lain di lingkungan sekitar
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 218
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
DEMAM DENGUE
( DENGUE FEVER )
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 219
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
DIPHTHERIA
1. Pengertian (Definisi) suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae
dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa. Di negara lain penyebab juga melibatkan C.
Ulcerans dan C. Pseudotuberculosis..
2. Anamnesis Difteri Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung
berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen, disertai lecet pada nares dan bibir atas. Dapat terjadi
epistaxis …… Difteri Tonsil-Faring
Gejala anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan ……..
Difteri Laring
Biasanya merupakan perluasan difteri faring, pada difteri laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
gejala obstruksi saluran nafas atas
Difteri Kulit
Berupa tukak di kulit, tepi, kelainan cenderung menahun.
Unusual types - konjungtiva, vulvovaginal, anal, telinga-
Difteri pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra,
dapat disertai air mata bercampur darah. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau. Pada
daerah vulvovaginal berupa tukak yang bergerombol, dapat meluas ke daerah perineum dan anal.
Perlu anamnesis tambahan tentang status imunisasi difteri
Ditanyakan adanya kontak atau adanya kasus difteri di sekitar penderita
3. Pemeriksaan Fisik Pada umumnya penderita tidak panas tinggi. Gejala dan tanda bergantung pada lokasi difteri.
Difteri Hidung
Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi. gejala sistemik yang timbul tidak nyata
Difteri Tonsil-Faring
Membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle
atau ke distal menuju laring dan trachea.
Usaha melepas membran akan mengakibatkan perdarahan. Dapat terjadi lymphadenitis servikalis dan submandibularis
bila bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas timbul bullneck. Gejala selanjutnya tergantung derajat
elaborasi toksin dan luas membran. Bila kasus berat, bisa terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi. Dapat terjadi
paralisis palatum molle baik uni- maupun bilateral, disertai kesulitan menelan dan regurgitasi. Stupor, koma,
kematian bisa terjadi dalam satu minggu sampai 10 hari.
Pada kasus sedang, penyembuhan terjadi secara berangsur-angsur dan bisa disertai penyulit pada jantung atau saraf.
Pada kasus ringan membran terlepas dalam 7-10 hari; biasanya terjadi penyembuhan sempurna. Difteri Laring
Biasanya merupakan perluasan difteri faring, pada difteri laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
gejala obstruksi saluran nafas atas. Gejala sukar dibedakan dari tipe infectious croup yang lain seperti nafas berbunyi,
stridor progresif, suara parau, batuk kering dan pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, subcostal
dan supraclavicular. Bila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak.
Pada kasus berat, membran meluas ke percabangan tracheobronchial. Dalam hal difteri laring sebagai perluasan difteri
faring, gejala merupakan campuran gejala obstruksi dan toksemia.
Difteri Kulit
Berupa tukak di kulit, tepi jelas, dengan membran pada dasarnya.
Unusual types - konjungtiva, vulvovaginal, anal, telinga-
Difteri pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra, dapat
disertai air mata bercampur darah
Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau
Pada daerah vulvovaginal berupa tukak yang bergerombol, dapat meluas ke daerah perineum dan anal.
4. Kriteria Diagnosis 1. Untuk memperkirakan kemungkinan penderita difteri perlu dikenali definisi klinis kasus difteri dengan klasikasi
kasus suspected, probable, dan confirmed. Confirmed terdiri dari indigenous atau imported. Termasuk
suspected case adalah laringitis, atau nasofaringitis, atau tonsilitis disertai pseudomembran. Probable case bila
suspected case disertai satu di antara kriteria-kriteria sebagai berikut:
-kontak dalam waktu pendek (kurang dari 2 minggu) dengan kasus confirmed
-pada saat bersamaan terdapat epidemi difteri di area tersebut
-stridor
-pembengkakan/edema leher
-perdarahan submukosa atau petekie di kulit
-toxic circulatory collapse
-insufisiensi renal akut
-miokarditis dan/atau kelumpuhan motorik 1-6
minggu awitan sakit
-meninggal
Confirmed case bila probable case disertai isolasi strain toksigenik C diphtheriae dari lokasi tipikal (hidung,
tenggorok, ulkus kulit, luka, konjungtiva, telinga, vagina) atau ≥ 4X kenaikan serum antitoksin, tetapi hanya
bila kedua sampel serum diambil sebelum pemberian toksoid atau antitoksin difteri.
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 220
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 – 2023
DIPHTHERIA
2. Diagnosis harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh karena penundaan pengobatan akan
membahayakan jiwa penderita.
3. Penentuan kuman difteri dengan sediaan langsung kurang dapat dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan
identifikasi secara fluorescent antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli.
4. Diagnosis pasti bila diisolasi C. diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan tes
toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek). (di BBLK Surabaya pembiakan dilakukan
menggunakan media transport Amies, ditanam pada media Hoyle, kemudian ditapis (skrin) untuk menentukan
toksigenisitas), Cara Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat membantu menegakkan diagnosis difteri dengan
cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjajagan lebih lanjut untuk penggunaan secara
luas. Cara lain adalah dengan pemeriksaan serologi untuk mendeteksi
antibodi terhadap difteri.
5. Diagnosis Difteria (ICD10: A36.9)
6. Diagnosis Banding Difteri Hidung :
1. Rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis)
2. Benda asing dalam hidung
3. Snuffles (lues congenita) .
Diteri faring :
Tonsilitis membranosa akuta oleh karena
streptokokus (tonsillitis akuta/septic sore throat)
2. Mononucleosis infectiosa
3. Tonsilitis membranosa non bakterial
4. Tonsillitis herpetika primer
5. Moniliasis
6. Blood dyscrasia
7. Pasca tonsilektomi
Difteri Laring :
1. Infectious croup yang lain
2. Spasmodic croup
3. Angioneurotic edema pada laring
4. Benda asing dalam laring
Difteri Kulit :
1. Impetigo
2. Infeksi oleh karena. streptokokus /stafilokokus
Difteri konjungtiva :
Konjungtivitis karena virus atau bakteri lain
7. Pemeriksaan a. Darah lengkap
Penunjang b. Kultur hapusan hidung dan tenggorok, lesi kulit, konjungtiva palpebra untuk difteri dan kuman lain…
c. Pengecatan gram
d. Urin lengkap
e. elektrokardiografi
f. bila perlu foto dada
g. Pada keadaan berat ditambahkan analisis gas darah, elektrolit serum, dan gula darah acak
8. Terapi 1. Isolasi dan Karantina
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut terlampaui, masing-masing dengan
selang waktu ≥ 24 jam. Pada umumnya isolasi dilakukan sedikitnya 10 hari
2. Tatalaksana medikamentosa
Tujuan mengobati penderita difteri adalah menginaktivasi
toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan
mengusahakan agar penyulit yang terjadi
minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan
penyulit difteri
a. Serum antidifteri. Untuk difteri berat (tonsil-faring, dengan atau tanpa komplikasi) 100.000 iu, pada difteri
sedang (misalnya difteri tonsil saja) 40.000 iu, dan pada difteri ringan (nasal, kulit, konjungtiva)
20.000 iu.
b. Antibiotik penisilin prokain im (50.000-100.000 iu/kg/hari) atau eritromisin po (50 mg/kg/hari, dibagi 3). Jika
didapatkan infeksi sekunder dapat ditambahkan kloksasilin iv (30 mg/kg/hari, dibagi 3)
c. Imunisasi DPT, DT, atau Td tergantung usia. Diberikan sedikitnya 2 minggu setelah ADS.
d. Pengobatan penyulit yang pada umumnya berupa miokarditis, nefritis, dan neuritis.
9. Edukasi a. Difteri adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jadi perlu diperhatikan imunisasi sesuai
usia
b. Difteri penyakit menular yang memerlukan isolasi ketat
c. Kontak erat penderita memerlukan penanganan epidemiologis khusus
d. Perlu follow-up untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya komplikasi lambat yang memerlukan
pengobatan suportif karena biasanya bersifat reversibel. Yang dapat muncul lambat biasanya adalah neuritis
seperti paralisis palatum molle (hingga minggu keenam)
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 221
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Kabupaten Rejang
Lebong
2022 – 2023
DIPHTHERIA
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 222
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1) Pengertian (Definisi) Penyakit akut sistemik dan dinamis yang disebabkan oleh virus dengue, ditandai dengan febris yang
imbul mendadak, disusul dengan periode kritis dan periode recovery.
2) Anamnesis - 1. Panas tinggi yang timbul mendadak selama 2-7 hari disertai tidak mau bermain
- 2. Nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, nyeri retroorbital, pada bayi timul rewel yg tak jelas
peyebabnya
- 3. Perdarahan kulit, mimisan, perdarahan gusi, hypermenorrhea
- 4. Pada awal sakit dapat timbul kemerahan pada muka, kemerahan pada kulit “flushing”, ruam seperti morbili
- 5. Dapat dijumpai gejala saluran nafas atas berupa nyeri tenggorokan, atau pilek, batuk ringan atau gejala
saluran cerna berupa diare ringan.
- 6. Sering disertai keluhan anoreksia, nausea dan vomiting
3) Pemeriksaan Fisik Penting menentukan hari sakit keberapa saat penderita datang
Penderita dapat tampak sakit ringan, sedang, sampai berat. Pada penderita bayi dapat tampil rewel sekali
Panas, temperature dapat tinggi sampai 39 bahkan 40oC saat awal sakit, atau mulai menurun sekitar 37-
38oC saat mau memasuki periode kritis.
Pada awal sakit dapat dijumpai adanya kemerahan pada muka atau kemerahan pada kulit
(“flushing”), atau berupa ruam seperti morbili
Tanda perdarahan tidak selalu ada, dapat dilakukan tes Rumpel Leede, atau dijumpai gejala
perdarahan spontan berupa petekiae, ekimosis, perdarahan gusi, atau hypermenorhoea
Dapat dijumpai gejala pilek, batuk ringan atau pharyng sedikit hiperemia atau gejala diare ringan
Dapat dijumpai hepatomegali
10 100 cc / Kg BB
10 – 20 1000 cc + 50 cc / Kg BB > 10 Kg
20 1500 cc + 20 cc / Kg BB > 20 Kg
Setiap derajat kenaikan temperatur, cairan ditambah 12 % kebutuhan 1 hari
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 223
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
2. Apabila penderita ditetapkan berobat jalan, kalau dalam perjalanan sakitnya didapatkan keluhan dan tanda klinik
sebagai berikut, penderita segera dibawa ke ruamah sakit terdekat.
Gejala dan tanda klini yang dimaksud adalah :
Nyeri abdomen
Muntah persisten
Perdarahan
Panas yang tidak terkontrol dengan antipiretik
Lethargi/restlessness
Hepatomegali > 2 cm
Laboraturium ada peningkatan hematokrit disertai penurunan trombosit secara cepat
Penderita tampak loyo, dan pada perabaan terasa dingin
3. Apabila ditetapkan rawat inap, maka pemberian cairan rumatan intravena diberikan, kemudian di follow up apakah
pada waktu panas mulai turun, penderita menjadi undifferentiated fever, dengue fever, dengue haemorrhagic fever
ataukah unusual clinical manifestation of dengue viral infection
9) Edukasi 1) Perjalanan klinik infeksi virus dengue secara umum, dan keberadaan penderita dalam perjalanan klinik
tersebut (natural course)
2) Penanganan yang sedang dilakukan. Pengobatan utama adalah cairan.
3) Prognosis penderita
4) Program 4M Plus (menguras, menutup, mengubur, dan mencegah perindukan/sarang nyamuk)
5) Identifikasi kasus lain di lingkungan sekitar.
10) Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam Ad
fungsionam : dubia ad bonam
11) Tingkat Evidens IV
12) Tingkat Rekomendasi A
13) Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 224
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1) Pengertian (Definisi) Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh satu atau lebih spesies
Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermiten, anemia, dan hepato-splenomegali.
2) Anamnesis a) Pasien berasal dari daerah endemis malaria, atau riwayat bepergian ke daerah endemismalaria.
b) Lemah, nausea, muntah, tidak ada nafsu makan, nyeri punggung, nyeri daerah perut, pucat, mialgia, dan
atralgia.
c) Malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa serangan demamdengan interval tertentu
(paroksisme), diselingi periode bebas demam. Sebelum demampasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada
nafsu makan, mual atau muntah.
d) Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis -- Plasmodium atauinfeksi ber ulang
dari satu jenis Plasmodium), demam dapat berlangsung terus menerus (tanpa interval),
e) Pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.
f) Periode paroksisme terdiri atas stadium dingin (cold stage), stadium demam (hotstage), dan stadium
berkeringat (sweating stage).
g) Paroksisme jarang dijumpai pada anak, stadium dingin seringkali bermanifestasisebagai kejang
h) Pada sebagian kasus akan didapatkan kesadaran yang menurun, atau urine berwarna coklat, atau ikterus.
3) Pemeriksaan Fisik a) Pada malaria ringan dijumpai anemia, muntah , diare, ikterus, dan hepato-splenomegali.
b) Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P.falciparum, disertai satu atau lebih kelainan sebagai
berikut:
Hiperparasitemia, bila >5% eritrosit dihinggapi parasite
Malaria serebral dengan kesadaran menurun
Anemia berat, kadar hemoglobin <7 g/dl
Perdarahan atau koagulasi intravaskular diseminata
Ikterus, kadar bilirubin serum >50 mg/dl
Hipoglikemia, kadang-kadang akibat terapi kuinin
Gagal ginjal, kadar kreatinin serum >3 g/dl dan diuresis <400 ml/24jam
Hiperpireksia
Edem paru
Syok, hipotensi, gangguan asam basa
Urine berwarna coklat (black water fever)
4) Kriteria Diagnosis a) Sesuai dengan anamnesis
b) Sesuai dengan pemeriksaan fisik
5) Diagnosis kerja Malaria Berat (ICD 10: B 50.0)
6) Diagnosis Banding a) Demam tifoid
b) Meningitis
c) Apendisitis
d) Gastroenteritis
e) Hepatitis
f) Influenza dan infeksi virus lainnya
g) Sepsis
h) Riketsiosis
7) Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan apus darah tepi: Tebal:
ada tidaknya Plasmodium
Tipis: identifikasi spesies Plasmodium/tingkat parasitemia
b) RDT
c) Pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan komplikasi yang terjadi: i)DPL,
HJ, LED
ii) Urinalisis
iii) SGOT, SGPT, bilirubin T/D/I
iv)Alkali fosfatase, albumin
v) Ureum, kreatinin
vi)AGD dan elektrolit
vii) Gula darah sewaktu
viii) EKG
ix)Foto toraks
x) Analisis cairan serbrospinalis
xi)Hitung parasit
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 225
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb per-iv sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgbb per-iv setiap 24 jam sampai penderita mampu minum obat. Pengobatan dilanjutkan dengan regimen
dihydroartemisinin-piperakuin ( ACT lainnya)+ primakuin.
Kemasan dan cara pemberian artemeter
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan
dengan dosis 1,6mg/kgbb intramuskular dan diulang setelah 12 jam. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, pengobatan
dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin ( ACT lainnya)+ primakuin.
Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin
parenteral. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml.
Dosis kina HCl 25 % (per-infus): dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan: 6 - 8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5
% atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10 ml/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum
obat, selanjutnya diberikan kina peroral sampai 7 hari.
Catatan
1) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian.
2) Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis rumatan kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya.
3) Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgbb.
4) Dosis kina maksimum : 2.000 mg/hari.
5) Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral oleh karena itu dianjurkan pemberiannya dalam
Dextrose 5%
6) Klorokuin tidak lagi dapat digunakan untuk semua jenis malaria di Indonesia
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 226
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 227
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1) Pengertian (Definisi) Sepsis atau septicemia adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit yang berat,
disertai dengan ditemukannya respons sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia,
hiperventilasi dan letargi. Dari hasil biakan dapat ditemukan mikroorganisme penyebab
2) Anamnesis a) Adanya faktor risiko untuk sepsis, infeksi primer atau dapat ditemukan fokus infeksi yang mendasari
timbulnya sepsis. Faktor resiko juga mencakup :
- Riwayat luka bakar luas
- Diketahui immunokompromais atau immunosupresi
- Riwayat tindakan pembedahan/ prosedur invasif/ rawat inap
- Menggunakan IVCD, VP shunt, invasive airway
b) Adanya tanda awal sepsis yang dapat berupa demam, hiperventilasi, takikardia, vasodilatasi yang disusul
dengan hipotensi
c) Gelisah dan agitasi
d) Letargi
e) Muntah
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 228
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
h) Parasetamol
i) Transfusi PRC/ TC/ FFP/ Cryo
j) Inhalasi
k) Obat anti kejang: diazepam, fenobarbital, fenitoin; atas indikasi
l) Antagonis H2 atau penghambat pompa proton
9) Edukasi a) Tirah baring
b) Imunisasi
c) Perbaiki nutrisi
d) Perbaiki higiene pribadi dan lingkungan
e) Edukasi prognosis kepada pasien dan keluarganya
10) Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia ad bonam Ad
fungsionam : dubia
11) Tingkat Evidens IV
12) Tingkat Rekomendasi C
13) Penelaah Kritis dr. Vebri Valentania Sp.A
dr. Indah Ratna Sari, Sp.A, M.Ked.Klin
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 229
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
TETANUS
1. Pengertian (Definisi) Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda
utama spasme tanpa gangguan kesadaran.
2. Anamnesis - Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan tali pusat yang tidak steril, riwayat keluar cairan
dari telinga (otitis media supurativa kronik), atau adanya gangren gigi sebagai port d’entree
- Riwayat anak tidak diimunisasi/imunisasi tidak lengkap, dan tidak ada imunisasi tetanus pada BUMIL/WUS.
- Gejala awal, pada anak besar didapatkan trismus (tidak bisa membuka mulut) atau sulit menelan (disfagia) karena
kekakuan otot masseter
- Anak atau bayi sadar
- Selain kekakuan bisa didapatkan kejang, baik kejang rangsang maupun kejang spontan
- Ditanyakan waktu antara terjadinya trauma sampai munculnya gejala, atau ditanyakan waktu saat sulit membuka
mulut sampai terjadinya kejang
4. Pemeriksaan Penunjang Anamnesis dan gejala cukup khas sehingga sering tidak diperlukan pemeriksaan penunjang, kecuali dalam
keadaan meragukan untuk membuat diagnosis banding.
1. Pungsi Lumbal
2. Pemeriksaan darah rutin, preparat hapusan darah tepi atau biakan dan uji kepekaan
3. Foto thoraks
4. Elektrolit serum dan gula darah acak, atas indikasi
5. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai dengan anamnesa
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
6. Diagnosis Tetanus ( ICD 10: A35)
7. Diagnosis Banding 1. Trismus karena abses gigi/abses retrofaring/parafaring/peritonsiler
2. Sepsis neonatorum
3. Meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies
4. Keracunan striknin, epilepsy, efek simpang fenotiasin, tetani
5. Hipokalsemia
8. Terapi Terapi Dasar Tetanus
1. Pemberian antibiotik
Penisilin prokain 50.000 IU/kgBB/kali i.m tiap 12 jam
Metronidasol loading dose 15 mg/kgbb/dalam 1 jam selanjutnya 7,5 mg/kgbb/x tiap 6 jam Bila
ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.
2. Imunisasi aktif-pasif
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 230
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
TETANUS
Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa diberikan iv; apabila
tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m.
Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.
3. Anti konvulsi
Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) :
Bila datang dengan kejang diberi diazepam :
- neonatus bolus 5 mg iv
- anak bolus 10 mg iv
Apabila datang tidak dalam keadaan kejang hanya diberikan diazepam rumatan dengan menggunakan syringe
pump dengan dosis:
- Tetanus ringan : 0,8 cc/jam
- Tetanus sedang : 1,2 cc/jam
- Tetanus berat : 1,6 cc/jam
Dosis rumatan maximal :
- anak 240 mg/24 jam
- neonatus 120 mg/24 jam
Bila dengan dosis 240 mg/24 jam masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi
mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/24 jam, dengan atau tanpa kurarisasi .
Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan infus.
Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana ada gangguan saraf
otonom. Magnesium sulfat diberikan dengan dosis 100mg /kg BB/hari dalam drip dan bial perlu dinaikkan secara
titrasi sampai kejang berhenti. Tanda intoksikasi yang penting adalah hilangnya reflex patella dan penurunan tekanan
darah pada anak besar
4. Perawatan luka atau port d’entre
Dilakukan setelah pemberian antitoksin dan antikonvusan
5. Terapi suportif
Bebaskan jalan nafas
Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan posisi pasien)
Pemberian oksigen
Perawatan dengan stimulasi minimal
Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak memperkuat
kejang
Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
9. Edukasi Pencegahan
1. Imunisasi aktif
a) Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,
diberikan ulangan pada usia 18 bulan dan 5 tahun
b) Eliminasi tetanus neonatorum dengan memberikan imunisasi TT pada ibu hamil dan wanita usia
subur minimal 5x suntikan toksoid (untuk mencapai tingkat TT lifelong card)
2. Pencegahan pada luka
Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
Luka ringan dan bersih
- Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus immunoglobulin
- Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT
Luka sedang/berat dan kotor
- Imunisasi (-)tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau tetanus immunoglobulin 250-500 U.
Tetanus toksoid pada sisi lain.
- Imunisasi (+), lamanya > 5 tahun: ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, atau tetanus
immunoglobulin 250-500 U
10. Prognosis Tetanus ringan dan sedang
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 231
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
TETANUS
14. Indikator Medis Perbaikan klinis, termasuk penderita sudah tidak panas dan sudah bisa makan dan minum Tidak
tampak spasme ataupun trismus
Luka/port d’entrée dirawat dengan baik
Setelah 10 hari perawatan
Sekuele
- Spasme berkurang setelah 2-3 minggu namun kekakuan dapat berlangsung sampai 6-8 minggu pada
kasus yang berat
- Gangguan otonon dimulai beberpa hari setelah kejang dan berlangsung selama 1-2 minggu Tumbuh
Kembang
- Bisa terjadi gangguan tumbuh kembang pada kasus tetanus neonatorum karena akibat hipoksia yang berat
15. Kepustakaan 1. Arnon SS. Tetanus dalam Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds) Nelson Textbook of pediatrics, 17 ed.
Philadelphia, Saunders, 2004 : 951.
2. Brook I, tetanus dalam Long SS, Pickering LK, Preber CG. Churchill livingstone, New York, 2nd ed, 2003 : 981.
3. Bizzini B, 1979. Tetanus toxin. Microbiol Rev. 43 (2) : 224-40.
4. Cristie AB, 1987. Tetanus dalam infectious disease : Epi demiology and clinical practice. 4th ed. Churchill living
stone, Edenburgh, hal. 759-786.
5. Irwantono FJ, Ismoedijanto, M. Faried Kaspan, Dwi Atmadji Soejoso. Parwati SB, 1978. evaluasi klinik tetanus
neonatorum selama 7 tahun. KONIKA IV, Yogyakarta.
6. Ismoedijanto, Koeswardoyo, Dwi AS, S. Soegianto, IGN Gde Ranuh, 1981. Diazepam dosis tinggi pada tetanus
neonatorum. Naskah lebgkap diskusi kelompok tetanus neonatorum, KONIKA V, Medan.
7. Khoo BH, Lee EL, Lam KL, 1978. Neonatal tetanus treated with high dozage diazepam. Arch Dis Childhood, 53 :
737-79.
8. Laurence DR, Webster RA, 1986. Pathologic physiology, pharmacology and therapeutic of tetanus. Clin pharm
therap 4 : 36-61.
9. Lowburry Ejl, 1971. Tetanus : Bacteriology, prophylaxis and treatment. Folia traumatologica, Geigy, hal. 1- 16.
10. Rizal Altway 2006. Perbandingan kriteria derajat berat penyakit tetanus antara kriteraia Surabaya dan kriteria Ablett.
Karya Akhir.
11. Ismoedijanto, Nasiruddin, B Wahyu. 2004. High dose diazepan in treatment of severe tetanus. South East Asia
Journal of Tropical medicine and hygine.
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 232
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
1) Pengertian (Definisi) Demam tanpa penyebab yang jelas adalah gejala demam akut dengan penyebab yang tidak jelas sesudah
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara teliti dalam periode demam kurang dari 7 hari.
2) Anamnesis a) Riwayat imunisasi
b) Adanya paparan terhadap infeksi
c) Adanya tanda-tanda keganasan seperti nyeri, pembesaran organ dan perdarahan
d) Adanya gejala:
nyeri menelan
nyeri telinga
batuk, sesak napas
muntah, diare
nyeri/menangis waktu buang air kecil
3) Pemeriksaan Fisik a) Suhu rektal >38oC
b) Tentukan derajat sakitnya
c) Subjektif (lihat tabel YOS)
Kualitas tangis
Reaksi terhadap orangtua
Tingkat kesadaran
Warna kulit/selaput lendir
Derajat hidrasi
Interaksi
4) Kriteria Diagnosis a) Sesuai dengan anamnesis
b) Sesuai dengan pemeriksaan fisik
5) Diagnosis kerja Demam Tanpa Penyebab yang Jelas (ICD 10: R 50)
6) Diagnosis Banding a) Dengue
b) Otitis media
c) Abses
d) Osteomielitis
e) Riketsia
f) Chlamydia
g) HIV
h) Infeksi HSV
i) Infeksi jamur
j) Keganasan
k) Autoimun dan penyakit kolagen
l) Infeksi Saluran Kemih
m) Pneumonia
n) Gastroenteritis bakterial
o) Meningitis
p) Endokarditis
7) Pemeriksaan a) Darah lengkap, LED
Penunjang b) Hitung jenis
Leukosit > 15.000/μl meningkatkan risiko bakteremia menjadi 3-5%, bila > 20.000/ μl risiko
menjadi 8-10%
Untuk mendeteksi bakteremia tersembunyi hitung neutrofil absolut lebih sensitif dari hitung
leukosit atau batang absolut
Hitung absolut neutrofil > 10.000/μl meningkatkan risiko bakteremia menjadi 8-10%
c) Urinalisis
d) Procalsitonin
e) Biakan urin dan feses
f) Pemeriksaan biakan darah dianjurkan karena 6-10% anak dengan bakteremia dapat berkembang menjadi
infeksi bakteri
g) Biakan darah dan urin jamur
h) Tes mantoux
i) Rontgen toraks
j) Ekokardiografi
k) USG/CT-scan kepala
l) USG/
m) Hapusan darah tebal dan tipis
n) ANA dan anti ds-DNA
o) IgG,A,M,E
p) CD4 dan CD8
q) BMP
r) Jika tersedia IgM dan IgG untuk penyakit riketsia seperti scrub typhus
8) Terapi a) Berdasarkan kecurigaan temuan klinis
b) Suportif
c) Paracetamol
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 233
Panduan Praktik Klinis
SMF : Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Rejang Lebong
2022 - 2023
d) Cairan parenteral
e) Antibiotika Empirik dapat digunakan :
Amoksisilin 60 –100 mg/kgbb/hr atau Amoksisilin-Clavulanat atau Ampisilin-Sulbactam
Seftriakson 50 –75 mg/kgbb/hr maksimum 2 g/hr
Bila alergi terhadap kedua obat tersebut, pilih obat lain sesuai dengan hasil ujiresistensi
9) Edukasi a) Nutrisi dan istirahat cukup
Curup, 2022
Ketua Komite Medik SMF Ilmu Kesehatan Anak
Panduan Praktik Klinis_SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Rejang Lebong 234