Anda di halaman 1dari 16

Audit Persediaan

Audit Persediaan adalah merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup
material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya akun
persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan
perusahaan.
Adapun tujuan utama pemeriksaan persediaan adalah untuk menentukan bahwa :
- Persediaan secara fisik benar-benar ada
- Prosedur pisah batas (cut-off) persediaan telah dilakukan dengan memuaskan
- Persediaan telah dinilai sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PSAK) yang diterapkan
secara konsisten
- Persediaan yang bergerak lambat (slow moving), usang, rusak, dapat diidentifikasika dengan
tepat dan dicadangkan dalam jumlah yang memadai
- Penghitungan matematis dalam daftar persediaan telah dibuat dengan cermat · Persediaan yang
dijaminkan telah diidentifikasikan dan diungkapkan dengan jelas dalam catatan atas laporan
keuangan
Walaupun tujuan-tujuan audit yang disebutkan di atas diarahkan terutama atas eksistensi dan valuasi
persediaan dalam neraca, tetapi auditor harus selalu ingat bahwa audit terhadap akun persediaan yang
dilakukannya harus berhubungan dengan harga pokok penjualan dan akun-akun terkait lainnya dalam
laporan laba rugi.
Beberapa tahapan prosedur audit yang harus dilakukan auditor dalam melakukan pemeriksaan atas
akun persediaan diantaranya adalah :
1. Pemahaman Bisnis Klien – kecukupan pemahaman atas bisnis perusahaan merupakan dasar
terhadap audit persediaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh auditor melalui
Kuesioner Pemahaman Bisnis dan Jenis Usaha Klien akan memberikan auditor pemahaman
mengenai aspek-aspek unik dari bisnis dan jenis usaha, seperti faktor musiman dan siklus, sifat
dari keuangan, metode dan kebijaksanaan penjualan, kondisi persaingan usaha, bahan baku dan
sumbernya, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang berkaitan dengan kebijaksanaan operasi
perusahaan serta karakteristik sistim informasi termasuk metode costing. Pemahaman ini
memungkinkan auditor untuk mencapai kesimpulan mengenai aspek-aspek laporan keuangan
sehubungan dengan persediaan.
2. Penilaian Pengendalian Intern – tujuan pengendalian intern atas persediaan adalah untuk
meyakinkan bahwa (a) adanya pengendalian yang memadai terhadap mutasi persediaan, (b)
semua transaksi persediaan telah dicatat dan diklasifikasikan dengan tepat, (c) penghitungan
fisik persediaan telah dijalankan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, (d) harga
perolehan persediaan telah ditentukan dengan tepat, (e) penyesuaian atas persediaan yang
bergerak lambat (slow moving), usang dan rusak telah dilakukan dengan tepat.
3. Pengujian Substantif – tujuan utama pengujian substantif terhadap persediaan adalah untuk
memberikan bukti nyata dari keberadaan dan penilaian persediaan. Pengujian ini meliputi
observasi dan pengujian penghitungan fisik (stock taking), pengujian ringkasan dan pengujian
harga.
Observasi dan Pengujian Fisik Persediaan
Observasi penghitungan fisik merupakan prosedur pemeriksaan umum. Keikutsertaan auditor pemeriksa
dalam penghitungan fisik dan observasinya akan memberikan kepuasan dalam menilai metode
penghitungan fisik yang dilakukan dan ketaatan perusahaan atas penyajian kuantitas serta kondisi fisik
persediaan.
Apabila auditor tidak dapat melakukan observasi atas penghitungan fisik persediaan karena adanya
pembatasan pemeriksaan, maka auditor dapat memberikan pendapat dengan kualifikasi atau tidak
memberikan pendapat sama sekali atas laporan keuangan perusahaan yang diperiksanya.
Ada beberapa metode penghitungan fisik persediaan, antara lain :
1. Penghitungan fisik secara menyeluruh yang dilaksanakan setahun sekali pada tanggal neraca atau
pada tanggal tertentu yang dihadiri auditor.
2. Penghitungan yang kontinue yang dilakukan atas seluruh persediaan sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun
3. Penghitungan ulang atas semua seksi yang terbesar dengan menghitung sekurang-kurangnya sekali
dalam setahun untuk seksi-seksi lainnya.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 331 mengenai “Sediaan” mengatur mengenai
penghitungan fisik persediaan yang dilakukan oleh auditor.
Dalam paragraf 3 diatur bahwa jika kuantitas sediaan hanya ditentukan melalui penghitungan fisik, dan
semua penghitungan dilakukan pada tanggal neraca atau pada suatu tanggal dalam periode yang tepat,
baik sebelum maupun sesudah tanggal neraca, maka perlu bagi auditor untuk hadir pada saat
penghitungan fisik sediaan dan, melalui pengamatan, pengujian dan permintaan keterangan memadai,
untuk meyakinkan dirinya tentang efektivitas metode penghitungan fisik sediaan dan mengukur
keandalan yang dapat diletakkan atas representasi klien tentang kuantitas dan kondisi fisik sediaan.
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan auditor dalam penghitungan fisik persediaan,
diantaranya adalah :
1. Selama penghitungan fisik persediaan, auditor harus memastikan bahwa pengendalian atas prosedur
pemasukan dan pengeluaran barang atau pergerakan intern barang selama penghitungan berlangsung
telah diikuti sebagaimana mestinya, untuk menilai kecermatan pisah batas (cut-off) yang telah
dilakukan. Jika memungkinkan, sebaiknya proses produksi dihentikan sementara selama berlangsungnya
penghitungan fisik persediaan ataupun penghitungan fisik dilakukan pada saat tidak adanya kegiatan
penerimaan maupun pengeluaran barang di gudang.
2. Auditor harus memperhatikan kemungkinan adanya barang konsinyasi (titipan) yang bukan menjadi
milik perusahaan, barang jaminan dan lainnya
3. Kemungkinan adanya persediaan yang tidak berada dalam pengawasan perusahaan, misalnya barang
yang berada di lokasi gudang umum, barang yang dipegang oleh penjual, barang konsinyasi dan lainnya.
Untuk jenis persediaan ini, prosedur audit yang harus dilakukan adalah dengan melakukan konfirmasi
langsung secara tertulis ataupun dengan penghitungan fisik.
4. Auditor harus memastikan bahwa persediaan dalam perjalanan benar-benar belum diterima sampai
pada saat penghitungan fisik persediaan berlangsung.
Jika penghitungan fisik persediaan dilakukan setelah tanggal neraca, auditor harus melakukan tarik
mundur (draw back) hasil penghitungan fisik persediaan ke saldo tanggal neraca. Prosedur ini terutama
diperlukan untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa pencatatan saldo persediaan pada tanggal
neraca telah sesuai dengan fisik persediaan yang ada di gudang.
Pengujian atas Penentuan Harga Pokok Persediaan
Harga pokok persediaan umumnya ditentukan dengan metode rata-rata, FIFO ataupun LIFO.
Dalam meakukan pemeriksaan atas akun persediaan, auditor harus melakukan pengujian untuk
memperoleh keyakinan memadai bahwa metode yang digunakan dalam menilai persediaan telah sesuai
dengan kebijakan akuntansi perusahaan.
Kuesioner Pengendalian Intern Persediaan
Kuesioner berkaitan dengan pengendalian intern persediaan di gudang yang biasanya ditanyakan oleh
auditor selama berlangsungnya pemeriksaan diantaranya adalah :
- apakah persediaan dipisahkan secara memadai antara bahan baku, barang dalam proses, bahan
pembantu maupun barang jadi
- apakah terdapat pengamanan yang cukup terhadap pencurian, kerusakan, kebakaran, banjir
maupun risiko lainnya
- apakah persediaan berada di bawah pengawasan penjaga gudang
- apakah gudang tempat penyimpanan barang hanya dapat dimasuki oleh petugas gudang
- apakah barang dalam gudang hanya boleh dikeluarkan berdasarkan bukti permintaan dan bukti
pengeluaran barang yang telah disetujui oleh pejabat berwenang
- apakah ada prosedur/pengawasan barang masuk atau keluar gudang, seperti penjaga pintu,
pengecekan ulang antara barang di truk dengan dokumen bersangkutan dan lainnya
- jika perusahaan menggunakan sistim persediaan perpetual, apakah pencatatan di kartu
persediaan dibuat terpisah untuk masing-masing kelompok persediaan
- apakah orang yang melaksanan pencatatan pada kartu persediaan bukan orang yang berfungsi
sebagai penjaga gudang
- apakah secara periodik, jumah barang yang ada di kartu persediaan dicocokkan dengan buku
besar
- apakah saldo persediaan dihitung secara fisik sekurang-kurangnya setahun sekali dan
dicocokkan dengan kartu persediaan.
 
PEMERIKSAAN SIKLUS PERSEDIAAN
Persediaan terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda, tergantung pada sifat kegiatan usaha. Audit atas
persedian sering kali merupakan bagian audit yang rumit dan memakan banyak waktu, karena:
a. Pada umunya persediaan merupakan jenis perkiraan yang besar di dalam neraca, dan sering
merupakan unsur terbesar dari keseluruhan modal kerja (working capital account)
b. Persediaan berada pada lokasi yang berbeda, yang menyulitkan pengendalian secara fisik serta
penghitungannya
c. Keanekaragaman jenis persediaan menyebabkan berbagai kesulitan bagi auditor
d. Penilaian atas persediaan juga selalu menyulitkan karena adanya faktor keuangan dan
kebutuhan untuk mengalokasikan biaya-biaya pabrik ke dalam persediaan
e. Adanya beberapa metode penilaian persediaan yang dapat digunakan, tapi setiap klien tertentu
harus menggunakan satu metode secara konsisten dari tahun ke tahun
Sifat dasar audit atas siklus persediaan adalah eratnya hubungan siklus ini dengan siklus-siklus transaksi
lain di dalam organisasi tersebut. Hubunganya dengan siklus perolehan dan pembayaran serta siklus
penggajian dan personalia dilihat dari pendebitan-pendebitan ke dalam perkiraan bahan baku, tenaga
kerja langsung (direct labour), dan overhead pabrik (manufacturing overhead) dalam bentuk-T.
Hubungannya dengan sikluspenjualan dan penagihan dapat dilihat dari pengurangan barang jadi dan
pembebanan ke harga pokok penjualan.
FUNGSI BISNIS DALAM SIKLUS PERSEDIAAN DAN DOKUMEN TERKAIT
1. Mengolah Order Pembelian
Setiap permintaan pembelian (purchase requisition) digunakan untuk meminta bagian pembelian
membuat order atas persediaan. Permintaan dapat diajukan oleh karyawan bagian gudang
penyimpanan jika persediaan telah dalam jumlah untuk memesan kembali atau untuk memenuhi
pesanan khusus.
2.      Menerima Bahan yang Baru
Setiap bahan yang diterima harus diperiksa jumlah dan kualitasnya. Bagian penerimaan barang
membuat laporan penerimaan barang yang menjadi bagian dari dokumen penting sebelum pelunasan
dilakukan.
3.      Menyimpan Bahan Baku
Bahan-bahan yang disimpan di gudang dikeluarkan dari gudang ke bagian produksisetelah adanya
penyerahan permintaan bahan yang disetujuisebagaimana mestinya, order pekerjaan, atau dokumen
sejenisnya yang menunjukkan jenis dan jumlah unit bahan yang dibutuhkan.
4.      Mengolah Barang
Penentuan jenis dan jumlah barang yang akan diproduksi pada umumnya didasarkan pada order-order
spesifik dari langganan, ramalan penjualan (sales forecast), tingkat persediaan barang jadi yang telah
ditetapkan sebelumnya, dan pelaksanaan kegiatan produksi yang ekonomis.
5.      Menyimpan Barang Jadi
Dalam perusahaan dengan pengendalian intern yang baik, barang jadi disimpan di tempat terpisah
dengan akses yang terbatas, di bawah pengendalian secara fisik. Pengendalian barang jadi sering
dipandang sebagai bagian dari siklus penjualan dan penagihan.
6.      Mengirim Barang jadi
Sebagai bagian integral dari siklus penjualan dan penagihan, setiap pengiriman atau transfer harus
diotorisasi melalui dokumen pengiriman.
Tabel 1. Fungsi Bisnis dalam Siklus Persediaan dan Dokumen Terkait
NO. FUNGSI-FUNGSI DALAM SIKLUS PERSEDIAAN DOKUMEN YANG BERHUBUNGAN
1. Mengolah order pembelian  Permintaan pembelian, order pembelian

2. Menerima bahan yg baru Laporan penerimaan barang, faktur rekanan

3. Menyimpan bahan baku  Catatan perpetual bahan baku

4. Mengolah barang Permintaan bahan baku, catatan akuntansi


biaya
5. Menyimpan barang jadi    Catatan perpetual barang jadi, catatan
akuntansi biaya
6. Mengirim barang jadi Dokumen pengiriman, catatan perpetual barang
jadi, catatan akuntansi biaya

TAHAP-TAHAP AUDIT PERSEDIAAN


Tujuan menyeluruh dari audit atas persediaan adalah untuk menetapakan bahwa bahan baku, barang
dalam proses, barang jadi, dan harga poko penjualan telah dinyatakan secara wajar di dalam laporan
keuangan. Ada 4 aspek yang menjadi perhatian auditor dalam menetapkan jenis pengujian yang akan
dilakukan yaitu :
1.    Pengendalian fisik terhadap persediaan
Pengujian auditor mengenai kecukupan pengendalian fisik terhadap bahan baku, barang dalam proses,
dan barang jadi harus terbatas pada pengamatan dan penyelidikan.
2.    Dokumen-dokumen dan catatan untuk transfer persediaan
Perhatian utama auditor dalam verifikasi transfer persediaan dari satu lokasi ke lokasi yang lain adalah
bahwa transfer yang dicatat adalah sah, transfer yang benar-benar terjadi telah dicatat, dan kuantitas,
uraian serta tanggal dari setiap transfer yang dicatat tersebut adalah akurat.
3.    Catatan perpetual
Terdapatnya catatan persediaan perpetual yang memadai berpengaruh terhadap waktu dan luas
pemeriksaan fisik yang dilakukan auditor atas persediaan. Jika catatan perpetual dapat diandalkan,
memungkinkan untuk menguji persediaan fisik sebelum tanggal neraca, penghematan biaya bagi auditor
maupun klien dan memungkinkan klien memperoleh laporan keuangan yang diaudit lebih awal.
4.    Catatan mengenai biaya per unit
Catatan akuntansi biaya yang memadai harus dipadukan dengan kegiatan produksi dan catatan
akuntansi lain agar dapat menghasilkan biaya yang akurat untuk semua hasil produksi. Sistem akuntansi
biaya mempunyai hubungan dengan auditor karena penilaian persediaan akhir tergantung pada
perancangan dan penggunaan sistem yang tepat.
Pengujian rincian saldo untuk persediaan terdiri dari:
1. Menilai materialitas dan risiko inheren dari persediaan
2. Menilai risiko pengendalian untuk beberapa sikluS
3. Merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian, pengujian substantif atas transaksi
dan prosedur analitis untuk beberapa siklus
4. Merancang dan melaksanakan prosedur analitis untuk saldo persediaan
5. Merancang pengujian rincian saldo persediaan untuk memenuhi tujuan-tujuan audit yang
spesifik seperti : prosedur audit, besar sampel, item yang dipilih, dan waktu audit
Hasil pengujian dari beberapa siklus selain siklus persediaan dan pergudangan akan mempengaruhi
pengujian rincian atas saldo-saldo persediaan. Dua aspek pengujian rincian saldo secara terpisah yaitu :
observasi fisik dan penetapan harga serta kompilasi.
Observasi Fisik
Penting bagi auditor independen untuk hadir pada saat penghitungan dan observasi, pengujian dan
tanya jawab yang sesuai untuk mengetahui keefektifan metode penghitungan persediaan (inventory
taking) dan ukuran (tingkat) keandalan yang mungkin diberikan pada pernyataan klien mengenai
kuantitas dan kondisi fisik persediaan. Klien bertanggung jawab menetapkan prosedur-prosedur untuk
melakukan penghitungan fisik yang akurat dan untuk melakukan penghitungan dan pencatatan secara
aktual. Auditor bertanggung jawab mengevaluasi dan mengamati setiap prosedur fisik klien dan menarik
kesimpulan mengenai kecukupan dari persediaan fisik. Seandainya persediaan yang alam kegiatan
sehari-hari perusahaan berada di gudang umum atau para penyimpan pihak luar lainnya, maka
konfirmasi tertulis dari penyimpanan tersebut dapat diterima dengan syarat bahwa apabila jumlah yang
terkandung menunjukkan proporsi yang signifikan dari aktiva lancar atau keseluruhan aktiva tetap,
keterangan-keterangan tambahan harus dibuat untuk meyakinkan auditor independen mengenai tindak
kejujuran dalam situasi tersebut.
Pengendalian
Dalam kaitannya dengan penghitungan fisik persediaan klien, prosedur pengendalian yang memadai
terdiri dari instruksi-instruksi mengenai penghitungan fisik yang cermat, pengawasan oleh petugas yang
bertanggung jawab, verifikasi intern yang independen terhadap setiap penghitungan, rekonsiliasi
independen terhadap penghitungan fisik dengan catatan perpetual, dan adanya pengendalian yang
mencakup kartu-kartu atau formulir-formulir penghitungan.
Keputusan Audit
Keputusan audit terdiri dari :
a.      Waktu (timing)
Auditor memutuskan apakah penghitungan fisik dapat dilakukan sebelu akhir tahun terutama
berdasarkan keakuratan catatan persediaan perpetual.
b.      Besar Sampel
Besar sampel (sample size) dalam pengamatan fisik baisanya mustahil dinyatakan dalam bentuk jumlah
item sebab penekanan selama pengujian terletak pada pengamatan terhadap prosedur-prosedur klien
dan bukan pada pemilihan item tertentu untuk diuji.
c.      Pemilihan Jenis Item
Pemilihan jenis item/barang tertentu untu diuji merupakan suatu bagian keputusan audit yang penting
dalam observasi persediaan meliputi; pengamatan jenis barang yang paling signifikan dan sampel yang
mewakili jenis persediaan yang khas, persediaan yang rusak atau usang, dan alasan-alasan pengecualian
jenis barang yang material oleh pihak manajemen.
Pengujian Observasi Fisik
Bagian yang paling penting dari pengamatan atas persediaan adalah penentuan apakah perhitungan fisik
telah dilakukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk klien.
Audit atas Penetapan Harga dan Kompilasi
Penetapan harga mencakup semua jenis pengujian harga satuan klien untuk menentukan apakah hal-hal
itu telah benar. Kompilasi mencakup semua pengujian atas ikhtisar dari perhitungan fisik, hasil perkalian
harga dengan kuantitas, penjumlahan dari ikhtisar persediaan, dan penelusuran jumlah persediaan
keseluruhannya ke buku besar.
Pengendalian atas Penetapan Harga dan Kompilasi
Pengendalian intern yang penting adalah penggunaan sistem biaya standar yang menunjukkan setiap
varians dalam biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi
produksi.
Pengendalian intern kompilasi dibutuhkan untuk memberikan sarana guna memastikan bahwa
perhitungan fisik telah diikhtisarkan sebagaimana mestinya, ditetapkan harganya dengan jumlah yang
sama dengan catatan satuannya, adanya perkalian dan penjumlahan yang benar, dan dimasukkan ke
dalam buku besar dengan jumlah yang tepat.
Prosedur Penetapan Harga dan Kompilasi
Dalam membahas prosedur penetapan harga dan kompilasi, tujuan spesifik terhadap pengujian rincian
saldo juga sangat bernanfaat. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
Kelayakan secara menyeluruh yaitu saldo persediaan, rincian yang terdapat dalam daftar persediaan dan
saldo-saldo perhitungan yang berhubungan adalah layak.
Tujuan khusus  yaitu berkaitan dengan asersi penilaian dan pengalokasian, keberadaan dan keterjadian,
serta kelengkapan.
Penilaian atas Persediaan
Dalam melaksanakan pengujian atas penetapan harga, ada 3 hal yang sangat penting mengenai metode
penetapan harga klien, yaitu: metode tersebut harus sesuai dengan PABU, penerapan metode tersebut
harus konsisten dari tahun ke tahun, dan harga pokok pengganti (replacement cost) dibanding dengan
nilai pasar harus dipertimbangkan.
Penetapan harga persediaan yang berasal dari pembelian
Jenis persediaan pokok yang termasuk dalam kategori ini adalah bahan baku, suku cadang yang dibeli,
dan perlengkapan. Pertimbangan pertama yaitu pada metode penilaian persediaan yang digunakan
apakah FIFO atau LIFO, rata-rata tertimbang atau yang lain. Selain itu, juga menyelidiki apakah ongkos
angkut, penyimpanan, potongan, dan lainnya juga termasuk dalam nilai persediaan.
Penetapan harga persediaan yang diproduksi sendiri
Dalam menetapkan harga barang dalam proses dan barang jadi, auditor harus memperhatikan biaya
bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Hal ini menyebabkan pelaksanaan audit atas
barang yang diproduksi sendiri lebih rumit dibandingkan dengan audit atas persediaan dari pembelian.
PROSEDUR ANALITIKAL
Prosedur anlitik itu penting pada audit atas persediaan dan pergudangan dan juga pada siklus siklus lain.
Tabel dibawah ini mencantumkan beberapa prosedur analitik yang umum di pakai,dan kemungkinan
salah saji yang diindikasikan jika ada fluktuasi. Beberapa dari prosedur analitik dibawah dibahas pada
silkus lainnya. Contoh adalah persentase marjin kotor.
PROSEDUR ANALITIK UNTUK SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
Prosedur analitik    Kemungkinan salah saji
Bandingkan persentase marjin kotor dengan tahun sebelumnya. Salah saji atau kurang saji persediaan
dan harga pokok penjualan.
Bandingkan perputaran persediaan (Harga pokok penjualan dibagi dengan persediaan rata-rata) dengan
tahun sebelumnya.    Investasi keusangan persediaan yang mempengaruhi persediaan dan harga pokok
penjualan. Salah saji atau kurang saji persediaan
Bandingkan persediaan biaya perunit dengan tahun sebelumnya    Salah saji atau kurang saji biaya
perunit, yang mempengaruhi persediaan dan harga pokok penjualan
Bandingkan nilai persediaan yang diperluas denan tahun sebelumnya    Salah saji dalam kompilasi, biaya
perunit, atau pengalian, yang mempengaruhi persediaan dan harga pokok penjualan
Bandingkan biaya produksi tahun berjalan dengan tahun sebelumnya (biaya variabel harus disesuaikan
jika ada perubahan volumen)    Salah saji biaya perunit persediaan, khususnya biaya tenaga kerja
langsung dan overhead pabrik, yang mempengaruhi persediaan dan HPP
 
METODE UNTUK MERANCANG UJI DETAIL TRANSAKSI
Tahap I
•    Identifikasi resiko bisnis klien yang mempengaruhi siklus persediaan dan pergudangan.
•    Tentukan salah saji yang dapat ditolerir dan nilailah resiko bawaan untuk siklus persediaan dan
pergudangan
•    Nilailah resiko pengendalian untuk beberapa silklus.
Tahap II
•    Rancang dan laksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi untuk siklus
persediaan dan pergudangan.
Tahap III
•    Rangcang dan laksanakan prosedur analitik untuk siklus persediaan dan pergudangan
•    Rancang pengujian terinci atas persediaan untuk memenuhi tujuan audit yang terkait saldo yang
terdiri dari :
a.    Prosedur audit
b.    Besar sampel
c.    Unsur yang dipilih
d.    Waktu
PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PERSEDIAAN
Memperoleh pemahaman atas bisnis klien bahkan lebih penting untuk persedian dibandingkan untuk
kelayakan aspek audit karena persediaan bervariasi sangat signifikan untuk perusahaan yang berbeda.
Pemahaman yang baik mengenai bisnis klien dan industrinya memungkinkan auditor menanyakan dan
membahas masalah semacam penilaian persediaan, potensi keusangan, dan adanya persediaan
konsinyasi yang bercampur baur dengan persediaa milik sendiri. Titik awal yang berguna untuk lebih
mengenal persediaan klien yaitu auditor melakukan pemeriksaan ke fasilitas milik klien termasuk bagian
penerimaan, bagian penyimpanan, produksi, perencanaan dan pembukuan.
Sebagai bagian dari perolehan pemahaman mengenai dampak bisnis dan industri klien pada persediaa
didalam tahap perencanaan audit, auditor tersebut harus menilai resiko bisnis klien. Terdapat sumber
yang signifikan mengenai resiko bisnis yan terkait dengan persediaan karena adanya faktor semacam
siklus produk yangpendek dan resiko keusangan, penggunaan persediaan JIT dan teknik manajemen
saluran pasokan lain, ketergantungan pada sedikit pemasok dan penggunaan teknologi pengelolaan
yang canggih.
Setelah melakukan penilaian resiko bisnis, auditor selanjutnya selanjutnya menetapkan salah saji yang
ditolerir, dan menilai resiko bawaan untuk persediaan. Persediaa biasanya salah satu dari unsur paling
material didala laporan keuangan untuk perusahaan manufaktur, grosir dan eceran. Risiko bawaan
seringkali dinilai relatif tinggi tingkatannya untuk perusahaan yang persediaannya signifikan. Persediaan
dapat disimpan dibanyak lokasi, sehingga akan meningkatkan kekhawatiran tentang keberadaan
persediaan, termasuk potensi untuk kecurian. Penilaian harga persediaan sering kali kompleks, sehingga
meningkatkan risiko salah saji untuk tujuan akurasi. Terdapat juga kekhawatiran mengenai keusangan
persediaan, yang berhubungan dengan tujuan nilai bersih yang dapat direalisasi. Dalam menilai resiko
pengendalian, auditor terutama tertarik pada pengendalian intern atas catatan perpectual,
pengendalian fisik, perhitungan persediaan dan penilaian harga persediaan. Sifat dan luasnya
pengendalian sangant bervariasi dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Catat bahwa hasil
pengujian dari beberapa siklus selain persediaan dan pergudangan juga mempengaruhi pengujian terinci
atas saldo untuk persediaan.
Proses pencatatan fisik
Auditor diharuskan melaksanakan pengujian pengamatan fisik atas persediaan sejak dikemukakanyya
kecurangan yang besar di tahun 1938 di McKesson & Robbins Company, perusahaan itu membukukan
jumlah persediaan fiktif yang signifikan. Hal ini mungkin karena auditor tidak mengamati fisik
persediaan. Hal penting dalam ketentuan SAS 1 adalah perbedaan antara pengamatan terhadap
penghitungan persediaan fisik dan tanggung jawab untuk melakukan perhitungan. Klien bertanggung
jawab menyusun prosedur yang akurat untuk pehitungan fisik persediaan, serta betul-betul
melakasanakannya dan membukukannya. Tanggung jawab auditor adalah mengevaluasi dan mengamati
prosedur fisik klien tadi dan mengambil kesimpulan mengenai keberadaan persediaan fisik. Ketentuan
pemeriksaaan fisik itu tidak dapat diterapkan ke persediaan di dalam gudang umum. Persediaan di
dalam gudang umum atau yang dilakukan pihak luar lainnya biasanya diversifikasi melalui konfirmasi
terhadap orang terebut. Akan tetapi, jika jumlah persediaan mrupakan bagian yang signifikan dari aktiva
lancar atau total aktiva, auditor harus menerapkan prosedur tambahan. Tambahan ini meliputi
menginvestigasi kinerja penjaga gudang, menerima laporan akuntan independen mengenai prosedur
pengendalian penjaga gudang atas barang yang di bawah tanggung jawabnyadan mengamati persediaan
fisik barang yang berada di bawah tanggung jawab penjaga gudang, seandainya itu praktis.
Apapun metode pembukuan persediaan klien, selalu ada perhitungan secara periodik atas persediaan
fisik yang ada. Klien mungkin melakukan perhitungan pada saat atau di sekitar tanggal neraca, beberapa
waktu sebelumnya, atau berdasarkan siklus sepanjang tahun. Dalam hubungannya dengan perhitungan
fisik persediaan, prosedur pengendalian yang memadai mencakup petunjuk yang jelas mengenai
perhitungan fisik, verifikasi intern yang independen atas perhitungan, rekonsiliasi independen antara
hasil perhitungan dengan perhitungan dengan berkas induk perpetual,  dan pengendalian yang cukup
mengenai kartu atau kertas kerja hasil perhitungan.
Aspek penting dari pemehaman auditor mengenai pengendalian fisik persediaan klien adalah
pengendalian menyeluruh terhadapnya dari sejak persediaan itu ada. Hal ini perlu untuk mengevaluasi
evektifitas prosedur klien, tetpi itu juga memungkinkan auditor untuk memberikan saran yang
membangun kepada klien.
Keputusan audit dalam hal pengantan persediaan secara fisik umumnya sama dengan bidang audit
lainnya: memilih prosedur audit, menetapkan saat pelaksanaan, mentapkan besarnya sampel dan
memilih unsur yang akan diuji.
Saat pelaksanaan. Auditor memutuskan apakah pengamatan persediaan fisik dapat dilakukan sebelum
tanggan neraca, terutama berdasarkan akurasi berkas induk persediaan perpetual. Kalau penghitungan
persediaan fisik interim diijinkan, maka auditor saat itu mengamati dan sekaligus menguji berkas
persediaan perpetual untuk transaksi dari tanggal perhitungan hingga tanggal neraca.
Besarnya sampel. Besarnya sampel yang diambil dalam pengamatan fisik biasanya tidak mungkin
dinyatakan dalam angka tertentu, karena penekanan dalam pengujian ini, adalah pengamatan prosedur
klien, bukannya memilih unsur tertentu untuk diuji. Cara mudah memandang besarnya sampel dalam
pengamatan persediaan fisik adalah berdasarkan total jam kerja yang digunakan, bukan jumlah
persediaan yang dihitung.
Pemilihan unsur. Pemilohan unsur tertentu untuk diuji adalah bagian terpenting dalam keputusan audit
pada pengamatan persediaan secara fisik. Kecermatan dibutuhkan untuk mengamati perhitungan unsur
yang paling signifikan dan sampel yang mewakili jenis persediaan tertentu, menanyakan jenis barang
yang mungkin mengalami kusangan atau rusak, dan mendiskusikan dengan manajemen alasan unuk
tidak mengikutkan barang tertentu yang material.
Tujuan audit terkait sado yang sama yang telah digunakan dalam bagian sebelumnya pada pengujian
terinci atas saldo memberka kerangka acuan untuk pembahasan pengujian pengamatan persdiaan fisik.
Tapi, sebelum membahas tujuan, perlu memahami beberapa komentar yang belaku untuk semua
tujuan. Bagian terpenting dari pengamatan persediaan yaitu menentukan apakah perhitungan
persediaan secara fisik yang dilakukan sesuai dengan instruksi klien atau tidak. Prosedur audit pengujian
terinci atas saldo yang umum dilakukan untuk pengamatan persediaan secara fisik. Sebagai tambahan
atas prosedur terinci, auditor harus menelusuri semua bagian dimana persediaan digudangkan untuk
memastikan bahwa semua persediaan telah dihitung dan diberi kartu yang memadai.
KASUS 1
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit
tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132
milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian
BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.
Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan
kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan
yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6
milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa
overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa
overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga
persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah
daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari
ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia
Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah
dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-
unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti
standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga
tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN
memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya
indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun
2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman
Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar
poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam
penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan
secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah
disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu
penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau
secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun
1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan
kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun
telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan
tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar
denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di
SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan
Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor
independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor
independen.
 
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen
lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa
(HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan
publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30
Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan
keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan
kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar
modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-
bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia
Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah
pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan
keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-
lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila
temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan
yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang
melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan
keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional
akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan
keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau
tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun
buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali ( restated)
hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama
yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di
Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah
terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya
sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan
laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan
segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali
laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu
dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen
kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar,
investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba
terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT
Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan
pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang
menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah
kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi
bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk
bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132
miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku
pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga
meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali
(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma
tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan
itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa.
Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak
memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan
akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai
laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya.
Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap
aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru
yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar
etika oleh para akuntan publik.
PEMBAHASAN
Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM selaku badan
independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan pemberian opini atas
laporan keuangan klien.
Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari segi
kepentingan stakeholder adalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.
2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas
Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit
mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review
menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia
Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan.
Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari
awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti
yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko
ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus
menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan
HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor
Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya
kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta
KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh KAP
HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan
taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.
1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika
Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat
diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:
A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang berkepentingan
beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta
harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder
melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko
ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.
C) Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan
tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi
adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi
risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.
2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan
kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan
dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.

KASUS 2
Dua sahabat; Suzette Washington (SW) dan Paula Kaye (PK) bekerja pada sebuah toko pakaian
bernama Bertolini’s, yang melayani pakaian remaja pria dan wanita. Keduanya masih berstatus sebagai
mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Amerika Tenggara, yang letaknya tidak jauh dari Bertolini’s.
Suzette Washington (SW) adalah seorang mahasiwa jurusan akuntansi, sedangkan Paula Kaye (PK) kuliah
di jurusan pemasaran. Di Bertolini’s, Suzette Washington (SW) bekerja sebagai karyawan di bagian
persediaan, sedangkan Paula Kaye (PK) sebagai karyawan di bagian pemasaran. Dalam perusahaan
tersebut, selain bagian personalia, hampir seluruh karyawannya masih berstatus sebagai mahasiwa.
Suatu ketika, perusahaan mulai mengalami penyusutan jumlah persediaan pakaian pria pada
tiga departemen. Supervisor SW, yang merupakan asisten manajer toko, yakin bahwa ada karyawan
bagian penjualan yang telah melakukan pencurian. Dari rumor yang beredar di perusahaan, terdapat
dua orang karyawan, yaitu Alex (Al) dan Matt (M), sebagai pelaku pencurian tersebut. Alex dan Matt
mencuri beberapa barang setiap minggunya, yaitu berupa polo shirt, dasi sutera, jean, dan terkadang
juga beberapa barang mahal seperti sweater rajut dan jaket sport.
Modus pencurian diketahui bahwa Alex menyembunyikan satu atau dua barang di dasar tong
sampah di bawah cash register nomor 2. Selanjutnya, Matt, yang setiap malam bertugas membuang
sampah ke luar, mengambil barang-barang yang disembunyikan tersebut dan menyimpan di mobilnya.
Atas rumor tersebut, Suzette Washington (SW) akan melaporkan ke manajemen perusahaan, namun
Paula Kaye (PK) tidak sependapat, dengan alasan hal itu hanya berupa rumor, tidak tahu apakah hal itu
benar atau tidak. Apabila dilaporkan ke manajer, akan menimbulkan banyak pertanyaan, dan akan
melibatkan polisi. Bahkan pada akhirnya orang akan menemukan siapa yang mengatakan.
Namun demikian, sebulan kemudian, manajemen memperoleh surat kaleng yang menyebutkan
adanya dua orang pencuri dalam toko tersebut. Atas hal tersebut, Bertolini’s menyewa detektif untuk
menyelidiki masalah tersebut. Setelah dilakukan penyidikan diketahui bahwa memang pencurian
dilakukan oleh Alex dan Matt, dengan total nilai pakaian yang dicuri selama lebih dari empat minggu
adalah sebesar $500.
 
Atas permasalah tersebut dapat diketahui bahwa:
a.       Bertolini’s merupakan toko pakaian dengan skala besar, dan tentu saja mempunyai karyawan yang
banyak pula. Selain bagian personalia, sebagian besar karyawannya adalah mahasiswa. Dengan
demikian, karyawan yang berstatus mahasiwa bukan merupakan karyawan tetap, sehingga
memungkinkan kurangnya loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Dimana hal ini dapat terjadi
karena mahasiswa yang bekerja di Bertolini’s, tujuan utamanya mencari penghasilan untuk
membiayai kuliah. Dengan demikian, rasa memiliki terhadap perusahaan sangatlah kecil, atau
bahkan tidak ada. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya keinginan dan keberanian dari karyawan
yang mengetahui adanya kecurangan dalam perusahaan untuk mengungkapkannya kepada
manajemen perusahaan.
 
b.      Sistem pengendalian pada perusahaan masih sangat lemah. Hal ini diketahui dari adanya
penyusutan jumlah persediaan barang yang tidak wajar, yang tidak segera diketahui oleh
manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian persediaan barang pada perusahaan serta
pengendalian pendapatan masih sangat lemah. Dimana persediaan barang yang berkurang tidak
seimbang dengan jumlah barang yang terjual.
 
c.       Pihak manajemen perusahaan kurang tanggap terhadap permasalahan yang ada. Dimana
ditunjukkan dengan adanya rumor pencurian oleh karyawan, bahkan sudah diketahui pula
modusnya, namun tidak segera ditindaklanjuti oleh pihak manajemen. Namun, setelah mendapat
surat kaleng, barulah manajemen mulai bertindak. Sikap kehati-hatian manajemen tersebut
mengakibatkan manajemen kurang peka terhadap permasalahan dalam perusahaan.

PEMBAHASAN
a. Bila berada dalam situasi seperti yang dialami oleh Suzette Washington (SW) , maka hal yang
akan dilakukan adalah segera melaporkan kepada manajemen dan supervisor yang bertindak
sebagai asisten manajer toko. Karena pencurian terhadap persediaan yang terjadi adalah
material jumlahnya. Semakin cepat pencurian tersebut diketahui, akan semakin cepat pula
pengendalian internal diperbaiki dan aktiva perusahaan diamankan. Jika hal tersebut dibiarkan
dan tidak dilaporkan maka lama kelamaan akan dapat menyebabkan kerugian.
b. Sangat tepat apabila Suzette Washington (SW) segera melaporkan pencurian tersebut kepada
manajer toko. Hal itu bukan merupakan hal yang tidak etis, namun merupakan tindakan dalam
rangka menjaga etika profesional seorang pegawai terhadap perusahaan dimana ia bekerja
selain itu agar going concern perusahaan tetap terjaga. Hendaknya karyawan loyal terhadap
perusahaan atau tempat dimana dia bekerja. Dalam etika profesional terdapat prinsip-pinsip
yaitu tanggung jawab, kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi, kecermatan
dan keseksamaan, lingkup dan sifat jasa.
c. Bagian Accounting mempunyai tanggung jawab besar karena berhubungan dengan keuangan
dimana dia bertugas untuk mencatat, mengidentifikasi sampai dengan melaporkannya. Oleh
karena itu hendaknya haruslah orang yang jujur dan bertanggungjawab agar tidak melanggar
etika atau terjadi manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan sehingga kredibilitas
perusahaan dapat tetap terjaga. Dalam sebuah perusahaan accounting akan menyusun neraca,
laporan rugi laba, laporan perubahan modal dan arus kas. Dimana nantinya laporan keuangan
tersebut akan dipublikasikan dan digunakan oleh pengguna laporan keuangan yaitu manajemen,
karyawan, bank, kreditur, investor, pemerintah dll.
d. Bertolini mempunyai pengendalian intern yg kurang baik. Seharusnya :
- Ada pencatatan terhadap keluar masuknya persediaan
- Penyimpanan persediaan dan penggunaan gudang atau ruang yang terkunci dengan
akses yang terbatas pada orang-orang yang diberi otorisasi saja merupakan hal yang
penting dalam melindungi aktiva dan untuk meminimalkan terjadinya pencurian.
- Seharusnya dilakukan perhitungan persediaan dan pengecekan jumlah barang di setiap
hari atau setiap minggu (secara periodik) yang independen, pembandingannya dengan
catatan tentang jumlah dan kepemilikan. Hal itu dilakukan agar jika terjadi
ketidaksesuaian antara kuantitas pesediaan yang tercatat dengan kuantitas yang ada
ditangan (terjadi kehilangan inventori) dapat terdeteksi sedini mungkin.
- Komputer mengecek kesesuaian antara catatan tambahan dan akun-akun pengendali
karena nilai yang tercatat persediaan dalam buku besar pembantu atau file induk
mungkin tidak sesuai dengan akun-akun pengendali (untuk menjaga kebenaran saldo
persediaan)
- Di adakannya Inspeksi kondisi persediaan secara periodik, laporan aktivitas persediaan
periodik untuk menelaah kinerja manajemen. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pencatatan persediaan dengan jumlah yang melebihi nilai pasar
- Tingkat manajemen yang berwenang memantau tingkat produksi, biaya produksi dan
kewajaran tingkat persediaan dibandingkan dengan volume penjualan. Hal ini perlu
dilakukan karena manajemen mungkin tidak bertanggungjawab atas sumberdaya
persediaan sehingga menimbulkan berbagai salah saji dalam laporan keuangan
- Proteksi terhadap barang dalam proses dapat dilakukan dengan mengawasi daerah
produksi oleh penyelia dan petugas keamanan perusahaan, pemberian label pada
barang dan penggunaan tiket perpindahan bernomor urut untuk mengendalikan
perpindahan barang dalam proses di sekitar perusahaan

Anda mungkin juga menyukai