Anda di halaman 1dari 179

 ALMANHAJ.0R.

ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 


⓿❺❽⓪①

ÀQIQÅH
Ummu Salamah As-Salafiyah

Dari Yūsuf bin Maḥak bahwa mereka pernah masuk menemui Hafshåh binti
Àbdirråhman, lalu mereka bertanya kepadanya tentang aqiqåh, maka dia
memberitahu mereka bahwa ‘Ā`isyah pernah memberitahunya bahwa Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam telah memerintahkan mereka untuk menyembelih
dua ekor kambing yang sama bagi anak laki-laki dan satu ekor kambing bagi
seorang anak perempuan. [HR. At-Tirmidzi, shåḥīḥ]
Dari Àbdullǻh bin Àmr, dia berkata, “Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
pernah ditanya tentang aqiqåh, maka beliau menjawab, Allǻh tidak menyukai
kedurhakān.’ -seolah-olah beliau tidak menyukai nama tersebut-. Maka dikatakan
kepada Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam , ‘Sesungguhnya kami bertanya
kepadamu, salah seorang di antara kami dianugeråhi seorang anak?’ Beliau
bersabda:

.‫⚫ َم ْن َأ َح َّب َأ ْن يَن ْ ُس َك ع َْن َو َ َِل ِه فَ ْل َين ْ ُس ْك َع ْن ُه ع َِن الْ ُغ َال ِم شَ اَتَ ِن ُم ََكفَأََتَ ِن َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة شَ اة‬
⚫ ‘Barangsiapa yang hendak meng-Àqiqåhi anaknya, maka hendaklah dia
melakukannya. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama dan
bagi seorang anak perempuan satu ekor kambing.’”
[HR. An-Nasā`i, ḥasan]
Dan diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (IV/101) melalui jalan al-Ḥasan dari Samuråh,
dia berkata, Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
َّ ‫⚫ َالْ ُغ َال ُم ُم ْرَتَ َن ِب َع ِقيقَ ِت ِه يُ ْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم‬
‫السا ِبع ِ َوي َُس َّمى َو ُ ُْيلَ ُق َر ْأ ُس ُه‬
⚫ “Seorang anak itu tertahan dengan Àqiqåhnya, disembelihkan untuknya
pada hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambut nya.”
Ḥadits ini shåḥīḥ.
Dan al-Ḥasan telah mendengarnya dari Samuråh. Imam al-Bukhåri mengatakan: -
sebagaimana dalam kitab Fatḥul Bāri (IX/590)- Telah mengatakan kepadaku
Àbdullǻh bin Abul Aswad, beliau berkata: Quråisy bin Anas memberitahu kami
dari Ḥabib bin asy-Syahid, dia berkata, Ibnu Sirin menyuruhku untuk bertanya
kepada al-Ḥasan dari siapakah dia mendengar ḥadits tentang Àqiqåh. Lalu aku
bertanya kepadanya, maka dia pun men-jawab, “Dari Samuråh bin Jundub.”
Dan makna ‫ ُم ْرَتَ َن ِب َع ِق ْيقَ ِت ِه‬adalah bahwa ia tertahan untuk memberi syafaàt kepada
kedua orang tuanya. Menurut bahasa, kata ar-råhn berarti tertahan.
Allǻh TaÀla berfirman :

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ -1- [@AMAL]


⚫ "Tiap-tiap diri tertahan (bertanggung jawab) atas apa yang telah
diperbuatnya."
[Al-Muddatstsir: 38]
Lahiriah ḥadits menunjukkan bahwa tertahan pada dirinya. Di mana ia terlarång
dan tertahan dari kebaikan yang dikehendaki. Dan hal tersebut tidak
menghåruskan dirinya akan diberikan hukuman di akhiråt kelak, meskipun ia
tertahan (dari memberi syafaàt) akibat tindakan kedua orang tuanya yang tidak
meng-Àqiqåhinya.
Dan bisa juga seorang anak kehilangan kebaikan disebabkan oleh tindakan
berlebihan dari kedua orang tuanya, meskipun bukan dari hasil perbuatannya.
Sebagaimana pada sāt bercampur, jika dilakukan dengan menyebut nama Allǻh,
niscaya anaknya tidak akan dicelakakan oleh syaitan. Dan jika penyebutan nama
Allǻh itu ditinggalkan, niscaya anak yang dilahirkannya tidak akan mendapatkan
penjagān tersebut. Dinukil dari kitab, Zādul Ma’ād (II/325). Ibnul Qåyyim
mengatakan bahwa ini pendapat milik Imam Aḥmad.
Di dalam kitab al-Majmū’ (VIII/406), Imam an-Nawawi mengatakan, “Àqiqåh
adalah sunnah. Yang dimaksudkan adalah penyembelihan kambing untuk anak
yang dilahirkan. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Buråidah
bahwa Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam pernah meng-Àqiqåhi Ḥasan dan Ḥusain
rådhiyallǻhu Ànhuma. Dan Àqiqåh sama sekali tidak wajib. Hal itu didasarkan
pada apa yang diriwayatkan Àbdurråhman bin Abi Sa’id dari ayahnya bahwa Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam pernah ditanya mengenai Àqiqåh, maka beliau
menjawab, Àllǻh tidak menyukai kedurhakān. Dan orang yang dikaruniai seorang
anak, lalu dia hendak (menyukai dalam) meng-Àqiqåhi anaknya itu, maka
hendaklah dia melakukannya.’
Dengan demikian, beliau telah menggantungkan hal tersebut pada kesukarån
sehingga menunjukkan bahwa ia tidak wajib. Selain itu, karena hal itu merupakan
bentuk penumpahan darah tanpa tindak kriminal dan tidak juga nadzar sehingga
tidak wajib, sebagaimana halnya hukum kurban.”
[Disalin dari buku Al-Intishǻr li Huqūqil Mu’mināt, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-
Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka
Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]

BAGAIMANAKAH CARA MENGHITUNG HARI KETUJUH


Al-Ustadz Àbdul Ḥakim bin Àmir Àbdat

Dalam masalah inipun para ulama telah berselisih menjadi dua madzhab.
❶ Madzhab yang pertama :
Mengatakan bahwa menghitung jumlah tujuh hari itu ialah dengan memasukkan
hari kelahirånnya sebagai hari pertama atau dihitung satu hari.

-2- [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Maka menurut madzhab pertama ini, apabila seorang anak lahir pada hari Aḥad
misalnya, baik lahirnya pada pagi hari sesudah fajar (shubuh) atau siang hari atau
sore hari atau malam hari atau tengah malam sampai sebelum fajar hari Aḥad
malam Senin sama saja, maka cara menghitungnya sebagai berikut.
1) Hari Aḥad hari pertama (hari kelahirån)
2) Senin hari kedua
3) Selasa hari ketiga
4) Råbu hari keempat
5) Kamis hari kelima
6) JumÀt hari keenam
7) Sabtu hari ketujuh yaitu hari penyembelihan atau hari Àqiqåh.
❷Sedangkan madzhab kedua :
Tidak menghitung hari kelahirån sebagai hari pertama.
Jadi cara menghitungnya sebagai berikut.
1) Senin hari pertama
2) Selasa hari kedua
3) Råbu hari ketiga
4) Kamis hari keempat
5) JumÀt hari kelima
6) Sabtu hari keenam
7) Ahad hari ketujuh yaitu hari penyembelihan atau hari Àqiqåh
Menurut Imam Nawawi madzhab pertamalah yang benar sesuai dengan zhåhirnya
ḥadits yakni ḥadits Samuråh bin Jundub, “Disembelih untuknya pada hari
ketujuh”. Zhåhirnya hari kelahirån dihitung satu hari sebagai hari pertama.
Wallǻhu Àlam [1] Majmu Syaråh Muhadzdzab Juz 8 hal.431, Tuhfatul Maudud Bab VI Fasal 8
[Disalin dari buku Menanti Buah Hati Dan Hadiah Untuk Yang Dinanti, Penulis
Àbdul Ḥakim bin Àmir Àbdat, Penerbit Darul Qolam, Komplek Depkes Jl. Råwa
Bambu Raya No. A2, Pasar Minggu – Jakarta]
Footnote
[1]. Majmu Syaråh Muhadzdzab Juz 8 hal.431, Tuhfatul Maudud Bab VI Fasal 8.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ -3- [@AMAL]


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪②

BOLEHNYA ORANG LAIN MENGURUSI SEMBELIHAN NASIKAH


(ÀQIQÅH)
Salim bin Àli bin Råsyid Asy-Syubli Abu ZurÀh
Muḥammad bin Khålifah bin Muḥammad Ar-Råbah

Diperbolehkan selain wali anak, untuk mengurusi sembelihan nasikah dan tidak
ada larångan dalam hal itu. Dalilnya adalah ucapan Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam dari ḥadits Samuråh rådhiyallǻhu Ànhu.
ُّ ُ ⚫
َّ ‫ُك غُ َال ٍم ُم ْر َا ِه ُن ِب َع ِق ْيقَ ِت ِه ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم‬
ِ ‫السا ِبع‬
“Artinya : Setiap anak tergadai dengan Àqiqåhnya yang disembelih pada hari
ketujuh kelahirånnya…”
Berkata Al-Allamah Asy-Syaukani dalam Nailul Authår (5/133) : “Ucapan Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam : “disembelih untuknya” ada dalil di dalamnya bahwa
boleh bagi orang lain untuk mengurusi penyembelihan nasikah tersebut,
sebagaimana bolehnya kerabat mengurusi kerabatnya dan seseorang mengurusi
dirinya”
Kami katakan :
Perbuatan Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam juga termasuk dalil yang terbesar
atas kebolehan tersebut di mana beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam telah meng-
Àqiqåhi kedua cucunya Al-Ḥasan dan Al-Ḥusain.

WALIMAH NASIKAH (ÀQIQÅH)


Tidak ada ḥadits marfu` dari Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam yang
meriwayatkan tentang walimah nasikah ini, akan tetapi ada riwayat dari saḥabat
beliau yang meunjukkan hal tersebut.
1) MuÀwiyah bin Qurråh berkata : “Ketika lahir Iyyas [1] (Iyyas adalah putrå MuÀwiyah
bin Qurråh, ia seorang qådhi yang masyhur dengan kepandaian, ia tsiqåh, sebagaimana disebutkan
dalam At-Taqrib). aku mengundang sekelompok saḥabat Nabi Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam , maka aku menjamu mereka, lalu mereka berdoÀ. Aku katakan :
“Kalian telah berdoÀ maka semoga Allǻh memberkahi kalian dalam apa yang
kalian doakan”. Jika aku berdoÀ dengan satu doÀ maka mereka
mengaminkan”.
MuÀwiyah berkata : “Maka aku mendoÀkan Iyyas dengan doÀ yang banyak
untuk kebaikan agamanya dan akal’. [2] Dikeluarkan oleh Al-Bukhåri dalam Al-Adābul
Mufråd (1255) dan sanadnya shåḥīḥ, di dalamnya ada Ḥazm bin Abi Ḥazm , kata Syaikh Al-Albani
(dalam) Ash-Shåḥīḥah (3/418) : “Dia diperbincangkan tanpa ḥujjah ”. Dan ini yang benar maka ia

-4- [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


(Ḥazm ) tsiqåh sebagaimana dikatakan oleh Aḥmad, Ibnu Main dan selain keduanya, dan tidak perlu
menoleh pada ucapan Ibnu Ḥajar dalam At-Taqrib.

2) Bilal bin KaÀb Al-Akki’ berkata : “Kami yakni aku, Ibrǻhīm bin Adhåm, Àbdul
Àziz bin Qårir dan Mūsa bin Yasar, mengunjungi Yaḥya bin Ḥasan Al-Bakri Al-
Filisthini di kampungnya. Maka Yaḥya datang pada kami dengan membawa
makanan. Mūsa tidak ikut memakan hidangan karena ia sedang puasa. Maka
berkata Yaḥya : “Telah mengimani kami di masjid ini selama 40 tahun seorang
lelaki dari Bani Kinanah dari saḥabat Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam yang
kunyahnya Abu Qurshåfah. Kebiasan Abu Qurshåfah ini adalah puasa sehari
dan berbuka sehari. Lalu lahir anaknya ayahku maka ayahku mengundangnya
bertetapan dengan hari puasanya, maka ia berbuka”
‘Ibrǻhīm berdiri lalu menyapunya dengan bajunya dan Mūsa berbuka dari
puasanya [3] Dikeluarkan oleh Al-Bukhåri dalam Al-Adābul Mufråd (1253) dan sanadnya dhå’if. Di
dalam sanadnya ada Muḥammad bin Àbdul Àziz Al-‘Umari : “Ia suhuduq sering wahm” seperti yang
dinyatakan dalam “At-Taqrib”. Dan råwi yang bernama Bilal bin KaÀb kata Al-Ḥafidzh ia maqbul yakni
jika ada yang mengikutinya dalam periwayatan.

Dengan demikian disyariÀtkan walimah nasikah dan bagi yang diundang


hendaklah memenuhinya karena Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda.
‫⚫ أذا دعا أحدمك أخاه فليجب عرسا اكن أو حنوه‬
⚫ “Artinya : Bila salah seorang dari kalian mengundang saudarånya maka
hendaklah ia memenuhinya apakah undangan nikah atau semisalnya” [4]
Shåḥīḥ dikeluarkan oleh Muslim (10/246-Nawawi) dan selainnya.

Berkata Imam Syāfi’i dalam Al-Umm : “Mendatangi undangan walimah


adalah wajib”.
Dan beliau berkata :
“Dan aku tidak memberikan keringanan pada seorangpun untuk
meninggalkannya”
Tentunya dikecualikan jika ada kemungkarån di dalam acara tersebut maka
ketika itu wajib untuk tidak menghådirinya.
[Disalin dari kitab Aḥkamul Maulud Fi Sunnatil Muthåhharåh edisi Indonesia
Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci, Penulis Salim bin Ali bin
Råsyid Asy-Syubli Abu ZurÀh dan Muḥammad bin Khålifah bin Muḥammad Ar-
Råbah, Penerjemah Ummu Ishåq Zulfa bint Ḥusain, Penerbit Pustaka Al-Haurå]
Footnote
[1]. Iyyas adalah putrå Muawiyah bin Qurråh, ia seorang qådhi yang masyhur
dengan kepandaian, ia tsiqåh, sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib.
[2]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhåri dalam Al-Adabul Mufråd (1255) dan sanadnya
shåḥīḥ, di dalamnya ada Ḥazm bin Abi Ḥazm , kata Syaikh Al-Albani (dalam)
Ash-Shåḥīḥah (3/418) : “Dia diperbincangkan tanpa ḥujjah ”.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ -5- [@AMAL]


Dan ini yang benar maka ia (Ḥazm ) tsiqåh sebagaimana dikatakan oleh
Aḥmad, Ibnu Main dan selain keduanya, dan tidak perlu menoleh pada ucapan
Ibnu Ḥajar dal At-Taqrib.
[3]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhåri dalam Al-Adābul Mufråd (1253) dan sanadnya
dlaif. Di dalam sanadnya ada Muḥammad bin Abdul Aziz Al-Umari : “Ia
suhuduq sering wahm” seperti yang dinyatakan dalam “At-Taqrib”. Dan råwi
yang bernama Bilal bin KaÀb kata Al-Ḥafidzh ia maqbul yakni jika ada yang
mengikutinya dalam periwayatan.
[4]. Shåḥīḥ dikeluarkan oleh Muslim (10/246-Nawawi) dan selainnya.

-6- [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪③

APAKAH MAKRUH MENAMAKAN NASIKAH DENGAN ÀQIQÅH?


Salim bin Àli bin Råsyid Asy-Syubli Abu ZurÀh
Muḥammad bin Khålifah bin Muḥammad Ar-Råbah

Terjadi perbedān pendapat tentang makna Àqiqåh secara bahasa, dalam hal ini
ada tiga pendapat.
a. Pendapat Pertama
Pendapat Abu Ubaid dan Al-Ashma’i dan selain keduanya bahwa asal kata
Àqiqåh adalah rambut yang beråda di kepala bayi ketika dilahirkan.
Kambing yang disembelih berkenān dengan kelahirån anak dinamakan
Àqiqåh karena rambut tersebut (yang ada pada bayi) dicukur ketika diadakan
penyembelihan. Ini termasuk penamān sesuatu dengan nama malabisnya, dan
ini termasuk cara orang Aråb dalam ucapannya (yakni diberikan istilah
Àqiqåh bagi kambing yang disembelih itu dengan meminjam nama dari
perkara lain –dalam hal ini istilah bagi rambut di kepala bayi ketika
dilahirkan- yang punya kaitan dengannya,-pent)
b. Pendapat Kedua.
Àqiqåh adalah penyembelihan itu sendiri. Ini merupakan pendapat Imam
Aḥmad –semoga Allǻh meråhmati beliau- dan beliau menyalahkan Abu Ubaid
dan orang yang sependapat dengannya.
c. Pendapat Ketiga
Àqiqåh meliputi dua pendapat di atas dan ini pendapatnya Al-Jauhari dalam
Ash-Shiḥah. Kata Ibnul Qåyyim : “Pendapat ini yang lebih utama (tepat)
wallǻhu a’lam”.
Terjadi pula perbedān pendapat di kalangan ulama tentang hukum memutlakkan
nama Àqiqåh. Dalam hal ini ada tiga pendapat.
a. Pertama.
Makruh berdasarkan ḥadits Amr bin SyuÀib dari bapaknya dari kakeknya
bawha Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam ditanya tentang Àqiqåh maka
beliau bersabda : “ Àllǻh tidak menyukai ‘uquq (secara bahasa makna uquq
adalah durhaka, -pent) –seakan-akan beliau tidak menyukai nama itu-. Para
saḥabat berkata : “Ya Råsūlullǻh , kami hanyalah menanyakan kepadamu
tentang apa yang harus dilakukan salah seorang dari kami (ketika) kelahirån
anak”. Beliau bersabda.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ -7- [@AMAL]


“Artinya : Siapa yang ingin bernasikah (menyembelih berkenān dengan
kelahirån) untuk anaknya maka hendaklah ia lakukan, untuk anak laki-
laki dua ekor kambing dan untuk wanita satu ekor”.
Berdasarkan ḥadits diatas penyembelihan untuk kelahirån anak dinamakan
nasikah dan tidak dinamakan Àqiqåh.
b. Kedua.
Boleh, tidak makruh menamakannya dengan Àqiqåh. Mereka berdalil dengan
ḥadits yang banyak di antara nya ḥadits Samuråh.
“Artinya : Anak itu tergadaikan dengan Àqiqåhnya”
Dan selain dari ḥadits -ḥadits yang shåḥīḥ di mana Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam memakai lafadz tersebut.
c. Ketiga
Apa yang ditetapkan oleh Ibnul Qåyyim dalam kitab Tuhfatul Wadud hal. 54
setelah beliau menyebutkan perbedān pendapat yang ada, beliau berkata :
“Aku katakan : Yang sebanding dengan perselisihan ini adalah dalam nenamakan
shålāt Isya` dengan Atamah. Dalam hal ini ada dua riwayat dari Imam Aḥmad.
Penetapan terhadap dua permasalahan ini adalah makruhnya meninggalkan nama
yang masyru` (disyariatkan) seperti Isya` dan Nasikah dan menggantinya dengan
nama Àqiqåh dan Àtamah. Adapun jika nama yang digunakan itu adalah nama
yang syar’i dan nama tersebut tidak ditinggalkan, namun terkadang dipakai nama
yang lain maka tidak jadi masalah. Berdasarkan hal ini bersesuaianlah ḥadits -
ḥadits yang ada, dan Allǻh-lah yang memberi taufiq” [1] Dari kitab Mu’jam Al-manahi Al-
Lafdhiyyah hal. 244 oleh Syaikh Bakr Abu Zaid

Kami katakan :
Apa yang kita saksikan sekarång dari saudarå-saudarå kita, mereka justru
meninggalkan nama syar’i –tentunya ini menjadi masalah- dan mereka
memberikan nama (dengan nama) yang tidak syar’i, hingga bila anda
menyebutkan dihadapan seseorang tentang kata nasikah niscaya ia akan meminta
kepadamu penjelasan makna dari kata tersebut. Karena itu kami memberi
peringatan pentingnya untuk kembali pada lafadz-lafadz syar’i yang telah
ditinggalkan, agar beredar lafadz ini dari mulut ke mulut di tempat perkumpulan
kita, hingga tersebarlah nama ini kita tidak mengganti lafadz syar’i dengan yang
selainnya agar kita tidak terjatuh pada (perbuatan) sebagaimana firman Allǻh.
“Artinya :
Lalu orang-orang zhålim itu mengganti ucapan (perintah) dengan apa yang
tidak diucapkan (diperintahkan) kepada mereka”
[Al-Baqåråh : 58]
Berkata Al-Ḥafidz ibnu Ḥajar dalam Fatḥul Bāri (9/588) setelah membawakan
ḥadits (Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam ketika ditanya tentang Àqiqåh) :
“maksud yang diambil dari ḥadits ini adalah lebih utama menamakan

-8- [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


(penyembelihan berkenān dengan kelahirån anak) dengan nasikah atau
dzabihah dan tidak dinamakan Àqiqåh” (selesai ucapan Al-Ḥafidz).
Berkata Ibnu Abdil Barr : “Dalam ḥadits ini menunjukkan tidak disukainya nama-
nama yang mengandung makna yang jelek. Dan berdasarkan dhåhir ḥadits ini
wajib untuk menyebutkan sembelihan bagi anak yang lahir dengan nasikah dan
tidak dinamakan Àqiqåh. Akan tetapi aku tidak mengetahui ada seorang pun dari
ulama yang condong kepada ucapan ini (seperti dhåhir ḥadits ) dan tidak ada yang
berpendapat demikian. Aku mengirå mereka meninggalkan hal tersebut karena
adanya riwayat lain yang shåḥīḥ di sisi mereka dari ḥadits -ḥadits yang menyebut
lafadz Àqiqåh” Demikian dalam At-Tanwir.
Berkata Az-Zarqåni : “Mudah-mudahan yang dimaksudkan oleh Ibnu Abdil Barr
adalah mereka para mujtahid (dari kalangan orang-orang yang berijtihad), dan
jika tidak maka (beliau keliru karena) sebenarnya telah berkata Ibnu Abid Dam
dari teman-teman mereka yang bermadzhab Syafi’iyah bahwa sunnah
menamakannya dengan nasikah atau dzabihah dan makruh menamakannya
dengan Àqiqåh sebagaimana tidak disukainya menamakan shålāt Isya` dengan
Atamah”.
Dan Al-Bujairåmi berkata : “Yang lebih utama menamakannya dengan dzabihah
dan nasikah karena pada lafadz Àqiqåh ada isyÀr uquq (durhaka). Maka
menamakannya dengan Àqiqåh berarti menyelisihi nama yang lebih utama” [2]
Awjazul Masalik ila Muwathå’ Imam Mālik (9/209) oleh Muḥammad Zakaria Al-Kandahlawi

[Disalin dari kitab Àḥkam ul Maulud Fi Sunnatil Muthåhharåh edisi Indonesia


Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci, Penulis Salim bin Ali bin
Råsyid Asy-Syubli Abu ZurÀh dan Muḥammad bin Khålifah bin Muḥammad Ar-
Råbah, Penerjemah Ummu Ishåq Zulfa bint Husain, Penerbit Pustaka Al-Haurå]
Footnote
[1]. Dari kitab Mu’jam Al-manahi Al-Lafdhiyyah hal. 244 oleh Syaikh Bakr Abu Zaid
[2]. Awjazul Masalik ila Muwathå’ Imam Malik (9/209) oleh Muḥammad Zakaria
Al-Kandahlawi

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ -9- [@AMAL]


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪④

AḤKAMUL ÀQIQÅH
Abu Muḥammad 'Ishom bin Mar'i

A. PENGERTIAN ÀQIQÅH
Imam Ibnul Qåyyim råḥimahullǻh dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.25-26,
mengatakan bahwa : Imam Jauhari berkata : Àqiqåh ialah “Menyembelih hewan
pada hari ketujuhnya dan mencukur rambut nya.” Selanjutnya Ibnu Qåyyim
råḥimahullǻh berkata :
“Dari penjelasan ini jelaslah bahwa Àqiqåh itu disebut demikian karena
mengandung dua unsur diatas dan ini lebih utama.”
Imam Aḥmad råḥimahullǻh dan jumhur ulama berpendapat bahwa apabila
ditinjau dari segi syar’i maka yang dimaksud dengan Àqiqåh adalah makna
berkurban atau menyembelih (An-Nasikah).
B. DALIL-DALIL SYAR'I TENTANG ÀQIQÅH
a. Ḥadits No.1 :
Dari Salman bin Àmir Ad-Dhåbiy, dia berkata : Råsūlullǻh bersabda : “Àqiqåh
dilaksanakan karena kelahirån bayi, maka sembelihlah hewan dan
hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Shåḥīḥ Ḥadits Riwayat Bukhåri
(5472), untuk lebih lengkapnya lihat Fatḥul Bāri (9/590-592), dan Irwaul
Ghålil (1171), Syaikh Albani]
Makna menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau
menghilangkan semua gangguan yang ada [Fatḥul Bāri (9/593) dan Nailul
Authår (5/35), Cetakan Dārul Kutub Al-‘Ilmiyah, pent]
b. Ḥadits No.2 :
Dari Samuråh bin Jundab dia berkata : Råsūlullǻh bersabda : “Semua anak
bayi tergadaikan dengan Àqiqåhnya yang pada hari ketujuhnya disembelih
hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambut nya.” [Shåḥīḥ, Ḥadits
Riwayat Abu Dāwud 2838, Tirmidzi 1552, Nasā`i 7/166, Ibnu Mājah 3165,
Aḥmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
c. Ḥadits No.3 :
Dari ‘Ā`isyah dia berkata : Råsūlullǻh bersabda : “Bayi laki-laki di-Àqiqåhi
dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [Shåḥīḥ,

- 10 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Ḥadits Riwayat Aḥmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Mājah
(3163), dengan sanad ḥasan].
d. Ḥadits No.4 :
Dari Ibnu Àbbas bahwasannya Råsūlullǻh bersabda : “Meng-Àqiqåhi Ḥasan
dan Ḥusain dengan satu kambing dan satu kambing.” [HR Abu Dāwud (2841)
Ibnu Jarud dalam kitab al-Muntaqå (912) Thåbråni (11/316) dengan
sanadnya shåḥīḥ sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel ‘Ied]
e. Ḥadits No.5 :
Dari Àmr bin SyuÀib dari ayahnya, dari kakeknya, Råsūlullǻh bersabda :
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena
kelahirån bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang
sama dan untuk perempuan satu kambing.” [Sanadnya Ḥasan, Ḥadits Riwayat
Abu Dāwud (2843), Nasā`i (7/162-163), Aḥmad (2286, 3176) dan Abdur
Råzaq (4/330), dan shåḥīḥkan oleh al-Ḥakim (4/238)]
f. Ḥadits No.6 :
Dari Fatimah binti Muḥammad ketika melahirkan Ḥasan, dia berkata :
Råsūlullǻh bersabda : “Cukurlah rambut nya dan bersedekahlah dengan
peråk kepada orang miskin seberåt timbangan rambut nya.” [Sanadnya
Ḥasan, Ḥadits riwayat Aḥmad (6/390), Thåbråni dalam “Mu’jamul Kabīr”
1/121/2, dan al-Baihaqi (9/304) dari Syuråiq dari Àbdillah bin Muḥammad
bin Uqåil]
Dari dalil-dalil yang diterangka n di atas maka dapat diambil hukum-hukum
mengenai seputar Àqiqåh dan hal ini dicontohkan oleh Råsūlullǻh para saḥabat
serta para ulama salafus sholih.

C. HUKUM-HUKUM SEPUTAR ÀQIQÅH

HUKUM ÀQIQÅH SUNNAH


Al-Allamah Imam Asy-Syaukhåni råḥimahullǻh berkata dalam Nailul Authår
(6/213) : “Jumhur ulama berdalil atas sunnahnya Àqiqåh dengan ḥadits Nabi :
“….berdasarkan ḥadits no.5 dari Àmir bin SyuÀib.”

BANTAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI DAN


MEMBIDÀHKAN ÀQIQÅH
Ibnul Mundzir råḥimahullǻh membantah mereka dengan mengatakan bahwa :
“Orang-orang Àqlaniyyun (orang-orang yang mengukur kebenarån dengan
akalnya, sāt ini seperti sekelompok orang yang menamakan sebagai kaum Islam
Liberål, pen) mengingkari sunnahnya Àqiqåh, pendapat mereka ini jelas

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 11 -
[@AMAL]
menyimpang jauh dari ḥadits-ḥadits yang tsabit (shåḥīḥ) dari Råsūlullǻh karena
berdalih dengan ḥujjah yang lebih lemah dari sarang laba-laba.” [Sebagaimana
dinukil oleh Ibnu Qåyyim al-Jauziyah dalam kitabnya “Tuḥfatul Maudud” hal.20,
dan Ibnu Ḥajar al-Asqålani dalam “Fatḥul Bāri” (9/588)].

WAKTU ÀQIQÅH PADA HARI KETUJUH


Berdasarkan ḥadits no.2 dari Samuråh bin Jundab. Para ulama berpendapat dan
sepakat bahwa waktu Àqiqåh yang paling utama adalah hari ketujuh dari hari
kelahirånnya. Namun mereka berselisih pendapat tentang bolehnya
melaksanakan Àqiqåh sebelum hari ketujuh atau sesudahnya. Al-Ḥafidz Ibnu
Ḥajar råḥimahullǻh berkata dalam kitabnya “Fatḥul Bāri” (9/594) :
“Sabda Råsūlullǻh pada perkatān ‘pada hari ketujuh kelahirånnya’ (ḥadits no.2),
ini sebagai dalil bagi orang yang berpendapat bahwa waktu Àqiqåh itu adanya
pada hari ketujuh dan orang yang melaksanakannya sebelum hari ketujuh berarti
tidak melaksanakan Àqiqåh tepat pada waktunya. bahwasannya syariat Àqiqåh
akan gugur setelah lewat hari ketujuh. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik.
Beliau berkata : “Kalau bayi itu meninggal sebelum hari ketujuh maka gugurlah
sunnah Àqiqåh bagi kedua orang tuanya.”
Sebagian membolehkan melaksanakannya sebelum hari ketujuh. Pendapat ini
dinukil dari Ibnu Qåyyim al-Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.35.
Sebagian lagi berpendapat boleh dilaksanakan setelah hari ketujuh. Pendapat ini
dinukil dari Ibnu Ḥazm dalam kitabnya “al-Muhalla” 7/527.
Sebagian ulama lainnya membatasi waktu pada hari ketujuh dari hari
kelahirånnya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh maka boleh pada
hari ke-14, jika tidak bisa boleh dikerjakan pada hari ke-21. Berdalil dari riwayat
Thåbråni dalm kitab “Ash-Shågir” (1/256) dari Ismā’il bin Muslim dari Qåtadah
dari Àbdullǻh bin Buråidah :
“Kurban untuk pelaksanān Àqiqåh, dilaksanakan pada hari ketujuh atau hari ke-
14 atau hari ke-21.” [Penulis berkata : “Dia (Ismā’il) seorang råwi yang lemah
karena jelek hafalannya, seperti dikatakan oleh al-Ḥafidz Ibnu Ḥajar dalam ‘Fatḥul
Bāri’ (9/594).” Dan dijelaskan pula tentang ke-dhå’ifannya bahkan ḥadits ini
mungkar dan mudråj]

BERSEDEKAH DENGAN PERÅK SEBERÅT TIMBANGAN RAMBUT


Syaikh ‘Ibrǻhīm bin Muḥammad bin Salim bin Dhoyyan berkata : “Dan
disunnahkan mencukur rambut bayi, bersedekah dengan peråk seberåt
timbangan rambut nya dan diberi nama pada hari ketujuhnya. Masih ada ulama
yang menerangka n tentang sunnahnya amalan tersebut (bersedekah dengan
peråk), seperti : al-Ḥafidz Ibnu Ḥajar al-Asqålani, Imam Aḥmad, dan lain-lain.”

- 12 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Adapun ḥadits tentang perintah untuk bersedekah dengan emas, ini adalah ḥadits
dhå’if.

TIDAK ADA TUNTUNAN BAGI ORANG DEWASA UNTUK ÀQIQÅH ATAS


NAMA DIRINYA SENDIRI
Sebagian ulama mengatakan : "Seseorang yang tidak diÀqiqåhi pada masa
kecilnya maka boleh melakukannya sendiri ketika sudah dewasa". Mungkin
mereka berpegang dengan ḥadits Anas yang berbunyi : “Råsūlullǻh meng-Àqiqåhi
dirinya sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi.” [Dhå’if mungkar, Ḥadits
Riwayat Abdur Råzaq (4/326) dan Abu Syaikh dari jalan Qåtadah dari Anas].
Sebenarnya mereka tidak punya ḥujjah sama sekali karena ḥaditsnya dhå’if dan
mungkar. Telah dijelaskan pula bahwa nasikah atau Àqiqåh hanya pada satu
waktu (tidak ada waktu lain) yaitu pada hari ketujuh dari hari kelahirånnya. Tidak
dirågukan lagi bahwa ketentuan waktu Àqiqåh ini mencakup orang dewasa
maupun anak kecil.
ÀQIQÅH UNTUK ANAK LAKI-LAKI DUA KAMBING DAN PEREMPUAN
SATU KAMBING
Berdasarkan ḥadits no.3 dan no.5 dari ‘Ā`isyah dan Àmr bin SyuÀib. "Setelah
menyebutkan dua ḥadits di atas, al-Ḥafidz Ibnu Ḥajar berkata dalam “Fatḥul Bāri”
(9/592) : “Semua ḥadits yang semakna dengan ini menjadi ḥujjah bagi jumhur
ulama dalam membedakan antara bayi laki-laki dan bayi perempuan dalam
masalah Àqiqåh.”
Imam Ash-ShånÀni råḥimahullǻh dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1427)
mengomentari ḥadits ‘Ā`isyah tersebut diatas dengan perkatānnya : “Ḥadits ini
menunjukkan bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan
ialah setengah dari bayi laki-laki.”
Al-Àllamah Shiddiq Ḥasan Khån råḥimahullǻh dalam kitabnya “Råudhåtun
Nadiyyah” (2/26) berkata : “Telah menjadi ijma’ ulama bahwa Àqiqåh untuk bayi
perempuan adalah satu kambing.”
Penulis berkata : “Ketetapan ini (bayi laki-laki dua kambing dan perempuan satu
kambing) tidak dirågukan lagi kebenarånnya.”

BOLEH ÀQIQÅH BAYI LAKI-LAKI DENGAN SATU KAMBING


Berdasarkan ḥadits no. 4 dari Ibnu Àbbas. Sebagian ulama berpendapat boleh
mengÀqiqåhi bayi laki-laki dengan satu kambing yang dinukil dari perkatān
Àbdullǻh bin ‘Umar, ‘Urwah bin Zubair, Imam Malik dan lain-lain mereka semua
berdalil dengan ḥadits Ibnu Àbbas di atas.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 13 -
[@AMAL]
Tetapi al-Ḥafidz Ibnu Ḥajar råhimahullǻh berkata dalam kitabnya “Fatḥul Bāri”
(9/592) : “…..meskipun ḥadits riwayat Ibnu Abbas itu tsabit (shåḥīḥ), tidaklah
menafikan ḥadits mutawatir yang menentukan dua kambing untuk bayi laki-laki.
Maksud ḥadits itu hanyalah untuk menunjukkan bolehnya meng-Àqiqåhi bayi
laki-laki dengan satu kambing….”
Sunnah ini hanya berlaku untuk orang yang tidak mampu melaksanakan Àqiqåh
dengan dua kambing. Jika dia mampu maka sunnah yang shåḥīḥ adalah laki-laki
dengan dua kambing.

D. ÀQIQÅH DENGAN KAMBING TIDAK SAH ÀQIQÅH KECUALI


DENGAN KAMBING
Telah lewat beberapa ḥadits yang menerangka n keharusan menyembelih dua
ekor kambing untuk laki-laki dan satu ekor kambing untuk perempuan. Ini
menandakan keharusan untuk Àqiqåh dengan kambing.
Dalam “Fatḥul Bāri” (9/593) al-Ḥafidz Ibnu Ḥajar råḥimahullǻh menerangka n :
“Para ulama mengambil dalil dari penyebutan syātun dan kabsyun (kibas, anak
domba yang telah muncul gigi geråhamnya) untuk menentukan kambing buat
Àqiqåh.” Menurut beliau : “Tidak sah Àqiqåh seseorang yang menyembelih selain
kambing”.
Sebagian ulama berpendapat dibolehkannya Àqiqåh dengan unta, sapi, dan lain-
lain. Tetapi pendapat ini lemah karena :
1) Ḥadits-ḥadits shåḥīḥ yang menunjukkan keharusan Àqiqåh dengan kambing
semuanya shåḥīḥ, sebagaimana pembaḥasan sebelumnya.
2) Ḥadits-ḥadits yang mendukung pendapat dibolehkannya Àqiqåh dengan
selain kambing adalah ḥadits yang talif saqith alias dhå’if.

PERSYARÅTAN KAMBING ÀQIQÅH TIDAK SAMA DENGAN KAMBING


KURBAN [‘IDUL ADHḤA]
Penulis mengambil ḥujjah ini berdasarkan pendapat dari Imam Ash-ShånÀni,
Imam Syaukani, dan Iman Ibnu Ḥazm bahwa kambing Àqiqåh tidak disyaråtkan
harus mencapai umur tertentu atau harus tidak cacat sebagaimana kambing ‘Idul
Adhḥa, meskipun yang lebih utama adalah yang tidak cacat.
Imam Ash-ShånÀni dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1428) berkata : "Pada
lafadz syātun (dalam ḥadits sebelumnya) menunjukkan persyaråtan kambing
untuk Àqiqåh tidak sama dengan hewan kurban. Adapun orang yang menyamakan
persyaråtannya, mereka hanya berdalil dengan qiyas.”
Imam Syaukhåni dalam kitabnya “Nailul Authår” (6/220) berkata : “Sudah jelas
bahwa konsekuensi qiyas semacam ini akan menimbulkan suatu hukum bahwa

- 14 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


semua penyembelihan hukumnya sunnah, sedang sunnah adalah salah satu
bentuk ibadah. Dan saya tidak pernah mendengar seorangpun mengatakan
samanya persyaråtan antara hewan kurban (‘Idul Adhḥa) dengan pesta-pesta
(sembelihan) lainnya. Oleh karena itu, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada satupun
ulama yang berpendapat dengan qiyas ini sehingga ini merupakan qiyas yang
bathil.”
Imam Ibnu Ḥazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” (7/523) berkata : “Orang yang
melaksanakan Àqiqåh dengan kambing yang cacat, tetap sah Àqiqåhnya sekalipun
cacatnya termasuk kategori yang dibolehkan dalam kurban ‘Idul Adhḥa ataupun
yang tidak dibolehkan. Namun lebih baik (afdhol) kalau kambing itu bebas dari
catat.”

BACĀN KETIKA MENYEMBELIH KAMBING


Firman Allǻh TaÀla : “Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu
dan sebutlah nama Allǻh…” [Al-Maidah : 4]
Firman Allǻh TaÀla : “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allǻh ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan
semacam itu adalah suatu kefasikan.” [Al-AnÀm : 121]
Adapun petunjuk Nabi tentang tasmiyah (membaca bismillah) sudah masyhur
dan telah kita ketahui bersama (lihat Irwaul Ghålil 2529-2536-2545-2551, karya
Syaikh Al-Albani). Oleh karena itu, doa tersebut juga diucapkan ketika
meyembelih hewan untuk Àqiqåh karena merupakan salah satu jenis kurban yang
disyariatkan oleh Islam. Maka orang yang menyembelih itu biasa mengucapkan :
“Bismillahi wa Allǻhu Akbar”.

MENGUSAP DARAH SEMBELIHAN ÀQIQÅH DI ATAS KEPALA BAYI


MERUPAKAN PERBUATAN BIDÀH DAN JAHILIYAH
“Dari ‘Ā`isyah berkata : Dahulu ahlul kitab pada masa jahiliyah, apabila mau meng-
Àqiqåhi bayinya, mereka mencelupkan kapas pada darah sembelihan hewan
Àqiqåh. Setelah mencukur rambut bayi tersebut, mereka mengusapkan kapas
tersebut pada kepalanya ! Maka Råsūlullǻh bersabda : “Jadikanlah (gantikanlah)
darah dengan khuluqun (sejenis minyak wangi).” [Shåḥīḥ, diriwayatkan oleh Ibnu
Ḥibban (5284), Abu Dāwud (2743), dan disåḥiḥkan oleh Ḥakim (2/438)]
Al-Àllamah Syaikh Al-Albani dalam kitabnya “Irwa`ul Ghålil” (4/388) berkata :
“Mengusap kepala bayi dengan darah sembelihan Àqiqåh termasuk kebiasān
orang-orang jahiliyah yang telah dihapus oleh Islam.”
Al-Àllamah Imam Syukhåni dala, kitabnya “Nailul Authår” (6/214) menyatakan :
“Jumhur ulama me-makruh-kan (membenci) at-tadmiyah (mengusap kepala bayi
dengan darah sembelihan Àqiqåh)..”
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 15 -
[@AMAL]
Sedangkan pendapat yang membolehkan dengan ḥujjah dari Ibnu Abbas
bahwasannya dia berkata : “Tujuh perkara yang termasuk amalan sunnah
terhadap anak kecil….dan diusap dengan darah sembelihan Àqiqåh.” [Ḥadits
Riwayat Thåbråni], maka ini merupakan ḥujjah yang dhå’if dan mungkar.

BOLEH MENGHÅNCURKAN TULANGNYA [DAGING SEMBELIHAN


ÀQIQÅH] SEBAGAIMANA SEMBELIHAN LAINNYA.
Inilah kesepekatan para ulama, yakni boleh menghåncurkan tulangnya, seperti
ditegaskan Imam Malik dalam “Al-Muwaththå” (2/502), karena tidak adanya dalil
yang melarång maupun yang menunjukkan makruhnya. Sedang menghåncurkan
tulang sembelihan sudah menjadi kebiasan disamping ada kebaikannya juga, yaitu
bisa diambil manfāt dari sumsum tersebut untuk dimakan.
Adapun pendapat yang menyelisihinya berdalil dengan ḥadits yang dhå’if, di
antara nya adalah:
1) Bahwasannya Råsūlullǻh bersabda : “Janganlah kalian menghåncurkan tulang
sembelihannya.” [Ḥadits Dhå’if, karena mursal terputus sanadnya, Ḥadits
Riwayat Baihaqi (9/304)]
2) Dari ‘Ā`isyah dia berkata : “….termasuk sunnah Àqiqåh yaitu tidak
menghåncurkan tulang sembelihannya….” [Ḥadits Dhå’if, mungkar dan
mudråj, Ḥadits Riwayat. Ḥakim (4/283]
Kedua ḥadits diatas tidak boleh dijadikan dalil karena keduanya tidak shåḥīḥ.
[lihat kitab “Al-Muhalla” oleh Ibnu Ḥazm (7/528-529)].
DISUNNAHKAN MEMASAK DAGING SEMBELIHAN ÀQIQÅH DAN
TIDAK MEMBERIKANNYA DALAM KEADĀN MENTAH.
Imam Ibnu Qåyyim råḥimahullǻh dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.43-44,
berkata : “Memasak daging Àqiqåh termasuk sunnah. Yang demikian itu, karena
jika dagingnya sudah dimasak maka orang-orang miskin dan tetangga (yang
mendapat bagian) tidak meråsa repot lagi. Dan ini akan menambah kebaikan dan
råsa syukur terhadap nikmat tersebut. Para tetangga, anak-anak dan orang-orang
miskin dapat menyantapnya dengan gembirå.
Sebab orang yang diberi daging yang sudah masak, siap makan, dan enak råsanya,
tentu råsa gembirånya lebih dibanding jika daging mentah yang masih
membutuhkan tenaga lagi untuk memasaknya….Dan pada umumnya, makanan
syukurån (dibuat dalam rangka untuk menunjukkan råsa syukur) dimasak dahulu
sebelum diberikan atau dihidangkan kepada orang lain.”
TIDAK SAH ÀQIQÅH SESEORANG KALAU DAGING SEMBELIHANNYA
DIJUAL.
Imam Ibnu Qåyyim råḥimahullǻh dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.51-52,
berkata : “Àqiqåh merupakan salah satu bentuk ibadah (taqårrub) kepada Allǻh
- 16 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
TaÀla. Barangsiapa menjual daging sembelihannya sedikit saja maka pada
hakekatnya sama saja tidak melaksanakannya. Sebab hal itu akan mengurångi inti
penyembelihannya. Dan atas dasar itulah, maka Àqiqåhnya tidak lagi sesuai
dengan tuntunan syariat secara penuh sehingga Àqiqåhnya tidak sah. Demikian
pula jika harga dari penjualan itu digunakan untuk upah penyembelihannya atau
upah mengulitinya” [lihat pula “Al-Muwaththå” (2/502) oleh Imam Malik].
ORANG YANG ÀQIQÅH BOLEH MEMAKAN, BERSEDEKAH, MEMBERI
MAKAN, DAN MENGHÅDIAHKAN DAGING SEMBELIHANNYA, TETAPI
YANG LEBIH UTAMA JIKA SEMUA DIAMALKAN
Imam Ibnu Qåyyim råḥimahullǻh dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.48-49,
berkata : “Karena tidak ada dalil dari Råsūlullǻh tentang cara penggunān atau
pembagian dagingnya maka kita kembali ke hukum asal, yaitu seseorang yang
melaksanakan Àqiqåh boleh memakannya, memberi makan dengannya,
bersedekah dengannya kepada orang fakir miskin atau menghådiahkannya
kepada teman-teman atau karib kerabat. Akan tetapi lebih utama kalau
diamalkan semuanya, karena dengan demikian akan membuat senang teman-
temannya yang ikut menikmati daging tersebut, berbuat baik kepada fakir miskin,
dan akan memuat saling cinta antar sesama teman. Kita memohon taufiq dan
kebenarån kepada Allǻh TaÀla”. [lihat pula “Al-Muwaththå” (2/502) oleh Imam
Malik].

JIKA ÀQIQÅH BERTETAPAN DENGAN IDUL QURBAN, MAKA TIDAK


SAH KALAU MENGERJAKAN SALAH SATUNYA [SATU AMALAN DUA
NIAT]
Penulis berkata : “Dalam masalah ini pendapat yang benar adalah tidak sah
menggabungkan niat Àqiqåh dengan kurban, kedua-duanya harus dikerjakan.
Sebab Àqiqåh dan adḥiyah (kurban) adalah bentuk ibadah yang tidak sama jika
ditinjau dari segi bentuknya dan tidak ada dalil yang menjelaskan sahnya
mengerjakan salah satunya dengan niat dua amalan sekaligus. Sedangkan sebaik-
baik petunjuk adalah petunjuk Råsūlullǻh dan Allǻh TaÀla tidak pernah lupa.”
TIDAK SAH ÀQIQÅH SESEORANG YANG BERSEDEKAH DENGAN
HARGA DAGING SEMBELIHANNYA SEKALIPUN LEBIH BANYAK
Al-Khållaḥ pernah berkata dalam kitabnya : “Bab Mā yustaḥabbu minal Àqiqåh wa
fadhliha Àlā ash-shådaqåh” : “ Kami diberitahu Sulaiman bin AsyÀts, dia berkata
Saya mendengar Aḥmad bin Hanbal pernah ditanya tentang Àqiqåh : “Mana yang
kamu senangi, daging Àqiqåhnya atau memberikan harganya kepada orang lain
(yakni Àqiqåh kambing diganti dengan uang yang disedekahkan seharga
dagingnya) ? Beliau menjawab : “Daging Àqiqåhnya.” [Dinukil dari Ibnul Qåyyim
dalam “Tuhfathul Maudud” hal.35 dari Al-Khållal]
Penulis berkata : “Karena tidak ada dalil yang menunjukkan bolehnya
bershådaqåh dengan harga (daging sembelihan Àqiqåh) sekalipun lebih banyak,
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 17 -
[@AMAL]
maka Àqiqåh seseorang tidak sah jika bershådaqåh dengan harganya dan ini
termasuk perbuatan bidÀh yang mungkar ! Dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muḥammad.”
ADAB MENGHÅDIRI JAMUAN ÀQIQÅH
Di antara bidÀh yang sering dikerjakan khususnya oleh ahlu ‘ilmu adalah
memberikan ceråmah yang berkaitan dengan hukum Àqiqåh dan adab-adabnya
serta yang berkaitan dengan masalah kelahirån ketika berkumpulnya orang
banyak (undangan) di acara Àqiqåhan pada hari ketujuh.
Jadi sāt undangan pada berkumpul di acara Àqiqåhan, mereka membuat suatu
acara yang berisi ceråmah, rangka ian doÀ-doÀ, dan bentuk-bentuk seperti ibadah
lainnya, yang mereka meyakini bahwa semuanya termasuk dari amalan yang baik,
padahal tidak lain hal itu adalah bidÀh, pent.
Perbuatan semacam itu tidak pernah dicontohkan dalam sunnah yang shåḥīḥ
bahkan dalam Dhå’if sekalipun!! Dan tidak pernah pula dikerjakan oleh Salafush
Shåliḥ råḥimahumullǻh. Seandainya perbuatan ini baik niscaya mereka sudah
terlebih dahulu mengamalkannya daripada kita. Dan ini termasuk dalam hal
bidÀh-bidÀh lainnya yang sering dikerjakan oleh sebagian masyarakat kita dan
telah masuk sampai ke depan pintu rumah-rumah kita, pent !!
Sedangkan yang disyariatkan disini adalah bahwa berkumpulnya kita di dalam
acara Àqiqåhan hanyalah untuk menampakkan kesenangan serta menyambut
kelahirån bayi dan bukan untuk rangka ian ibadah lainnya yang dibuat-buat.
Sedang sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muḥammad. Semua kabaikan itu
adalah dengan mengikuti Salaf dan semua kejelekan ada pada bidÀhnya Khålaf.
Wallǻhul MustaÀn wa alaihi at-tiklān.
[Disalin dan diringkas kembali dari kitab “Aḥkamul Àqiqåh” karya Abu
Muḥammad ‘Ishom bin Mar’i, terbitan Maktabah ash-Shåḥabah, Jeddah, Saudi
Aråbia, dan diterjemahkan oleh Mustofa Maḥmud Ādam al-Bustoni, dengan judul
“Àqiqåh” terbitan Titian Ilahi Press, Jogjakarta, 1997]

- 18 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪⑤

PERIHAL ÀQIQÅH, KAMBING JANTAN ATAU BETINA

Pertanyān.
Bolehkah berkurban atau Àqiqåh dengan kambing betina yang sedang hamil?
08522913XXXX
❖ Kalau anak laki-laki lahir, kambing Àqiqåhnya beråpa?
❖ Jantan atau betina?
❖ Dan kalau tidak mampu bagaimana?
❖ Apakah bisa ditunda dulu?
❖ Apa harus pada hari ke-7?
❖ Mohon penjelasan.
Ismail, Kolaka, Sultrå, 081524203xxxx
Jawaban.
Persoalan yang disampaikan oleh dua penanya ini, kami gabungkan jawabannya,
sebagai berikut :
Àqiqåh disyariatkan dalam Islam, sebagaimana Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam meng-Àqiqåhi Al Ḥasan dan Al Ḥusain. Namun para ulama berselisih
tentang hukumnya. Sebagian ada yang mewajibkan dan mayoritas mereka
mensunnahkannya.
Imam Aḥmad berkata: Al Àqiqåh merupakan Sunnah dari Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam . Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam telah melakukan Àqiqåh
untuk Al Ḥasan dan Al Ḥusain. Para saḥabat Beliau juga melakukannya. Dan dari
Samuråh, Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
ُّ ُ ⚫
‫ُك غُ َال ٍم ُم ْرَتَ ِ ُن ِب َع ِق ْيقَ ِت ِه‬
"Semua anak yang lahir tergadaikan dengan Àqiqåhnya"
[HR Abu Dāwud , At Tirmidzi dan An Nasā`i].
Sehingga tidak patut, jika seorang bapak tidak melakukan Àqiqåh untuk anaknya.
[1] Perkatān Imam Aḥmad ini kami nukil dari Al Muntaqå Min Fatawa Syaikh Shåliḥ Fauzan (3/194).

Àqiqåh disyariatkan pada orang tua sebagai wujud syukur kepada Allǻh dan
mendekatkan diri kepadaNya, serta berharap keselamatan dan baråkah pada
anak yang lahir tersebut [2]. Al Muntaqå Min Fatawa Syaikh Al Fauzan (3/194).

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 19 -
[@AMAL]
Waktu pelaksanānya, disunnahkan pada hari ketujuh. Jika tidak dapat, maka pada
hari keempat belas. Bila tidak, maka pada hari kedua puluh satu. Sebagaimana
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam pernah bersabda :
ُّ ُ ⚫
َّ ‫ُك غُ َال ٍم ُم ْر َا ِه ُن ِب َع ِق ْيقَ ِت ِه ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم‬
ِ ‫السا ِبع‬
"Semua anak yang lahir tergadaikan dengan Àqiqåhnya, yang disembelih pada hari
ketujuh". [HR Ibnu Mājah , Abu Dāwud dan At Tirmidzi, dan dishåḥīḥkan Al Albani
dalam Shåḥīḥ Al Jami’ Ash Shåghir, 2563]. [3] Al Wajiz Fi Fiqhi As Sunnah Wal Kitab Al Aziz,
Abdul Àzhim Badawi, hlm. 405.

َ َ ‫⚫ ال َع ِق ْيقَ ُة ت ُْذب َ ُح ِل َس ْبع ٍ َأ ْو َأل ْرب َ َع ع‬


ِ ْ ‫ََش َة َأ ْو إل ْحدَ َو ِع‬
‫َشيْ َن‬
ِ
"Àqiqåh disembelih pada hari ketujuh atau empat belas atau dua puluh satu".
[HR Al Baihaqi, dan dishåḥīḥkan Al Albani dalam Shåḥīḥ Al Jami’ Ash Shåghir, 4132].
Ada sebagian ulama, di antara nya Syaikh Shåliḥ Fauzan yang berpendapat
bolehnya melakukan Àqiqåh selain waktu di atas tanpa batas. Namun, mereka
sepakat, bahwa yang utama pada hari ke tujuh. Sehingga, berdasarkan pendapat
ini, maka orang tua yang belum mampu pada waktu-waktu tersebut dapat
menundanya manakala sudah mampu.
Syaikh Shåliḥ Al Fauzan mengatakan: Para ulama menyatakan, jika tidak
memungkinkan pada hari ketujuh, maka pada hari keempat belas. Jika tidak
mungkin juga, maka pada hari kedua puluh satu. Dan bila tidak mungkin juga,
maka kapan saja. inilah Àqiqåh. [4] Al Muntaqå Min Fatawa (3/193).
Sedangkan yang berkaitan dengan ketentuan jumlah kambingnya, untuk bayi laki-
laki dua kambing dan bayi wanita satu kambing. Ini berdasarkan ḥadits Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam :
َ َ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ َم َر ُ ُْه ع َْن الْغ َُال ِم ش‬
‫ات ِان َوع َْن الْ َجا ِري َ ِة شَ اة‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َّن َر ُسو َل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
"Sesungguhnya Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan
mereka Àqiqåh untuk anak laki-laki dua kambing, dan anak perempuan satu
kambing".
[HR At Tirmidzi dan Ibnu Mājah ].
Ketentuan kambingnya disini tidak dijelaskan jenisnya, harus jantan atau boleh
juga betina. Namun para ulama menyatakan, bahwa kambing Àqiqåh sama dengan
kambing kurban dalam usia, jenis dan bebas dari aib dan cacat. Akan tetapi mereka
tidak merinci tentang disyaråtkan jantan atau betina. Oleh karena itu, kata syah
(‫ ) شَ اة‬dalam ḥadits di atas, menurut bahasa Aråb dan istilah syariÀt mencakup
kambing atau domba, baik jantan maupun betina. Tidak ada satu ḥadits atau atsar
yang mensyaråtkan jantan dalam hewan kurban. Pengertian syah (‫)شَ اة‬
dikembalikan kepada pengertian syariat dan bahasa Aråb. [5] Tentang hal ini, lihat
keterångan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarh Nadzmu Waråqåt, hlm. 89-90.

Dengan demikian, maka sah bila seseorang menyembelih kambing betina dalam
kurban dan Àqiqåh, walaupun yang utama dan dicontohkan Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam ialah kambing jantan yang bertanduk.

- 20 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Wallǻhu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Footnote
[1]. Perkatān Imam Aḥmad ini kami nukil dari Al Muntaqå Min Fatawa Syaikh
Shåliḥ Fauzan (3/194).
[2]. Al Muntaqå Min Fatawa Syaikh Al Fauzan (3/194).
[3]. Al Wajiz Fi Fiqhi As Sunnah Wal Kitab Al Aziz, Abdul Àzhim Badawi, hlm. 405.
[4]. Al Muntaqå Min Fatawa (3/193).
[5]. Tentang hal ini, lihat keterångan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syaråh Nadzmu
Waråqåt, hlm. 89-90.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 21 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪⑥

HEWAN KURBAN
Syaikh Àli bin Ḥasan bin Àli Abdul Ḥamid Al-Ḥalabi Al Atsari

Kurban adalah kambing yang disembelih setelah melaksanakan shålāt Idul


Adhḥa dalam rangka mendekatkan diri kepada Allǻh, karena Dia Yang Maha Suci
dan Maha Tinggi berfirman.
‫⚫ قُ ْل ا َّن َص َال ِِت َون ُ ُس ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َم ِاِت ِ َّ َِّلل َر ِب الْ َعالَ ِم َي‬
"Katakanlah : sesungguhnya shålāt ku, kurbanku (nusuk), hidup dan matiku
ِ
adalah untuk Allǻh Råbb semesta alam tidak ada sekutu bagi-Nya"
[al-An'ām/6 : 162]
Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allǻh TaÀla. [1] Lihat Minhājul Muslim (355-356)
Ulama berselisih pendapat tentang hukum kurban. Yang tampak paling råjih
(tepat) dari dalil-dalil yang berågam adalah hukumnya wajib. Berikut ini akan aku
sebutkan untukmu -wahai saudaråku muslim- beberapa ḥadits yang dijadikan
sebagai dalil oleh mereka yang mewajibkan :
① PERTAMA
Dari Abu Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhu ia berkata: Bersabda Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam .
َ‫⚫ َم ْن َو َجدَ َس َع ًة فَ َ َّْل يُضَ ِح فَال ي َ ْق َربَ َّن ُم َصالَّن‬
"Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi ia tidak menyembelih kurban
maka jangan sekali-kali ia mendekati mushålla kami" [2] Riwayat Aḥmad (1/321),
Ibnu Mājah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al-Ḥakim (2/349) dan (4/231) dan sanadnya ḥasan.

Sisi pendalilannya adalah beliau melarång orang yang memiliki kelapangan harta
untuk mendekati mushålla jika ia tidak menyembelih kurban. Ini menunjukkan
bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah
mendekatkan diri kepada Allǻh bersamān dengan meninggalkan kewajiban ini.
② KEDUA
Dari Jundab bin Àbdullǻh Al-Bajali, ia berkata : Pada hari raya kurban, aku
menyaksikan Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda.
ِ َّ ‫اْس‬
‫اَّلل‬ َّ ‫⚫ َم ْن َذب َ َح قَ ْب َل‬
ِ ْ ‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ُك ْن َذب َ َح فَ ْل َي ْذب َ ْح عَ ََّل‬,‫الصال ِة فَ ْل َي ْذب َ ْح شَ ا ًة َم ََكَنَ َا‬
"Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan shålāt maka hendaklah ia
mengulang dengan hewan lain, dan siapa yang belum menyembelih kurban

- 22 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


maka sembelihlah" [3] Diriwayatkan oleh Bukhåri (5562), Muslim (1960), An-Nasa'i (7/224), Ibnu
Mājah (3152), Ath-Thåyalisi (936) dan Aḥmad (4/312,3131).

Perintah secara dhåhir menunjukkan wajib, dan tidak ada [4] (Akan disebutkan bantahan-
bantahan terhadap dalil yang dipakai oleh orang-orang yang berpendapat bahwa hukum menyembelih
kurban adalah sunnah, nantikanlah.) perkara yang memalingkan dari dhåhirnya.

③ KETIGA
Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam berkhutbah pada hari Àråfah , beliau bersabda.
ِ ْ ‫⚫ َأهْلِ بَي ٍْت ِِف ُ ُِك عَا ٍم أ‬
َ ِ ‫ ه َْل تَدْ ِرى َما الْ َعتِ َريةُ؟‬.‫ُْض َّية َو َعتِ َرية‬
‫ِه ال َّ ِِت ت ُ َس َّمى َّالر َج ِب َّي ُة‬
"Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih Àtiråh [5] (Berkata Abu Ubaid dalam
"Ghåribul Ḥadits " (1/195) : "Atiråh adalah sembelihan di bulan Råjab yang orang-orang jahiliyah
mendekatkan diri kepada Allǻh dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasān itu dibiarkan hingga
dihapus setelahnya.) setiap tahun. Tahukah kalian apa itu Àtiråh ? Inilah yang biasa
dikatakan orang dengan nama råjabiyah" [6] Diriwayatkan Aḥmad (4/215), Ibnu Mājah (3125)
Abu Daud (2788) Al-Baghåwi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasā`i (7/167) dan dalam sanadnya ada råwi
bernama Abu Råmlah, dia majhul (tidak dikenal). Ḥadits ini memiliki jalan lain yang diriwayatkan Aḥmad
(5/76) namun sanadnya lemah. Tirmidzi mengḥasankannya dalam "Sunannya" dan dikuatkan Al-Ḥafidzh
dalam Fatḥul Bāri (10/4), Lihat Al-Ishåbah (9/151)

Perintah dalam ḥadits ini menunjukkan wajib. Adapun Àtiråh telah dihapus
hukumnya (mansukh), dan penghåpusan kewajiban Àtiråh tidak menghåruskan
dihapuskannya kewajiban kurban, bahkan hukumnya tetap sebagaimana asalnya.
Berkata Ibnul Atsir :
Àtiråh hukumnya mansukh, hal ini hanya dilakukan pada awal Islam. [7] Jami ul-ushul
(3/317) dan lihat Àl-Adilah Al-Muthmainah ala Tsubutin naskh fii Kitab was Sunnah (103-105) dan "Al-
Mughni" (8/650-651).

Adapun orang-orang yang menyelisihi pendapat wajibnya kurban, maka syubhat


mereka yang paling besar untuk menunjukkan (bahwa) menyembelih kurban
hukumnya sunnah adalah sabda Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
ُ ْ ‫⚫ ا َذا َد َخلَ ِت الْ َع‬
ِ َ ‫َش َو َأ َرا َد َأ َحدُ ُ ْمك َأ ْن يُضَ ِح َى فَ َال ي َ َم َّس ِم ْن شَ َع ِر ِه َوب‬
‫ََش ِه شَ يْئًا‬
"Apabila masuk sepuluh hari (yang awal dari bulan Dzulḥijjah -pen), lalu
ِ
salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban maka janganlah ia
menyentuh sedikitpun dari rambut nya dan tidak pula kulitnya". [8] Diriwayatkan
Muslim (1977), Abu Dāwud (2791), An-Nasā`i (7/211 dan 212), Al-Baghåwi (1127), Ibnu Mājah (3149), Al-
Baihaqi (9/266), Aḥmad (6/289) dan (6/301 dan 311), Al-Ḥkim (4/220) dan Ath-Thåhawi dalam "Syarhu
MaÀnil Atsar" (4/181) dan jalan-jalan Ummu Salamah rådhiyallǻhu Ànha.

Mereka berkata [9] "Al-majmu" 98/302) dan Mughni Al-Muhtaj" (4/282) 'Syarhus Sunnah" (4/348) dan
"Al-Muhalla" 98/3) :

"Dalam ḥadits ini ada dalil yang menunjukkan bahwa menyembelih hewan
kurban tidak wajib, karena beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda :

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 23 -
[@AMAL]
"Jika salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban ...." , seandainya
wajib tentunya beliau tidak menyandarkan hal itu pada keinginan (irådah)
seseorang".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Råḥimahullǻh telah membantah syubḥat ini setelah
beliau menguatkan pendapat wajibnya hukum, dengan perkatānnya [10] Majmu Al-
Fatawa (22/162-163).

"Orang-orang yang menolak wajibnya menyembelih kurban tidak ada pada


mereka satu dalil. Sandarån mereka adalah sabda Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam : "Siapa yang ingin menyembelih kurban ....." Mereka Berkata : "Sesuatu
yang wajib tidak akan dikaitkan dengan irådah (kehendak/keinginan)!" Ini
merupakan ucapan yang global, karena kewajiban tidak disandarkan kepada
keinginan hamba maka dikatakan : "Jika engkau mau lakukanlah", tetapi
terkadang kewajiban itu digandengkan dengan syaråt untuk menerangka n satu
hukum dari hukum-hukum yang ada.
Seperti firman Allǻh :
َّ ‫⚫ ا َذا قُ ْم ُ ُْت ا ََل‬
‫الص َال ِة فَا ْغ ِسلُوا‬
"Apabila kalian hendak mengerjakan shålāt maka basuhlah ...."
ِ ِ
[al-Mā`idah/5 : 6]
Dikatakan : Jika kalian ingin shålāt . Dan dikatakan pula : Jika kalian ingin
membaca Al-Qur`ān maka bertaÀwudzlah (mintalah perlindungan kepada Allǻh).
Thåharåh (bersuci) itu hukumnya wajib dan membaca Al-Qur`ān (Al-Fatiḥah-
pent) di dalam shålāt itu wajib.
Dalam ayat ini Allǻh berfirman :
‫﴾ ِل َم ْن شَ ا َء ِمنْ ُ ُْك َأ ْن ي َْس َت ِق َي‬٢٧﴿‫⚫ ا ْن ه َُو ا َّإل ِذ ْكر ِل ْل َعالَ ِم َي‬
"Al-Qur`ān itu hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di
ِ ِ
antara kalian yang ingin menempuh jalan yang lurus"
[at-Takwīr /81: 27-28]
Àllǻh berfirman demikian sedangkan keinginan untuk istiqåmah itu wajib".
Kemudian beliau råḥimahullǻh berkata [11] Sama dengan di atas :
Dan juga, tidaklah setiap orang diwajibkan padanya untuk menyembelih kurban.
Kewajiban hanya dibebankan bagi orang yang mampu, maka dialah yang
dimaksudkan ingin menyembelih kurban, sebagaimana beliau berkata :
"Siapa yang ingin menunaikan ibadah ḥaji hendaklah ia bersegera
menunaikannya ..... " [12] Diriwayatkan Aḥmad (1/214,323, 355), Ibnu Mājah (3883), Abu NuÀim
dalam Al-Hilyah (1/114) dari Al-Fadl, namun pada isnadnya ada kelemahan. Akan tetapi ada jalan lain di
sisi Abi Dāwud (1732), Ad-Darimi (2/28), Al-Ḥakim (1/448), Aḥmad (1/225) dan padanya ada kelemahan
juga, akan tetapi dengan dua jalan ḥadits nya ḥasan In syā Allǻh. Lihat 'Irwaul Ghålil" oleh ustadz kami Al-
Albani (4/168-169)

- 24 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Ḥaji hukumnya wajib bagi orang yang mampu, maka sabda beliau : "Siapa yang
ingin menyembelih kurban ..." sama halnya dengan sabda beliau : "Siapa yang
ingin menunaikan ibadah ḥaji ........"
Imam Al-Àini [13] Dalam Àl-Binayah fi Syarhil Hadayah" (9/106-114) råḥimahullǻh telah
memberikan jawaban atas dalil mereka yang telah disebutkan -dalam rangka
menjelaskan ucapan penulis kitab "Al-Hadayah" [14] Yang dimaksud adalah kitab "Al-
Hadayah Syarhul Bidayah" dalam fiqih Hanafiyah. Kitab ini termasuk di antara kitab-kitab yang biasa
digunakan dalam madzhab ini. Sebagaimana dalam "Kasyfudh Dhunun" (2/2031-2040). Kitab ini
merupakan karya Imam Ali bin Abi Bakar Al-Marghinani, wafat tahun (593H), biogråfinya bisa dilihat dalam
Àl-Fawaidul Bahiyah" (141). yang berbunyi : "Yang dimaksudkan dengan irådah
(keinginan/kehendak) dalam ḥadits yang diriwayatkan -wallǻhu a'lam- adalah
lawan dari sahwu (lupa) bukan takhyir (pilihan, boleh tidaknya -pent)". Al-Àini
råḥimahullǻh menjelaskan :
"Yakni : Tidaklah yang dimaksudka takhyir antara meninggalkan dan kebolehan,
maka jadilah seakan-akan ia berkata : "Siapa yang bermaksud untuk menyembelih
hewan kurban di antara kalian", dan ini tidak menunjukkan dinafikannya
kewajiban, sebagaimana sabdanya :
"Siapa yang ingin shålāt maka hendaklah ia berwudlu" [15] Aku tidak mendapat
lafadh seperti ini, dan apa yang setelahnya cukup sebagai pengambilan dalil.

Dan sabda beliau.


"Siapa di antara kalian ingin menunaikan shålāt JumÀt maka hendaklah ia
mandi" [16] Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (844) dan Ibnu Umar. Adapun Bukhåri , ia
meriwayatkannya dan Ibnu Umar dengan lafadh yang lain, nomor (877), 9894) dan (919)

Yakni siapa yang bermaksud shålāt JumÀt, (jadi) bukanlah takhyir ....
Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana
diriwayatkan dalam "Sunan Abi Dāwud" (2810), "Sunan At-Tirmidzi" (1574) dan
"Musnad Aḥmad" (3/356) dengan sanad yang shåḥīḥ dari Jabir- bukanlah
pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu untuk orang yang
tidak mampu dari umatnya.
Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya
kewajiban ini.
Wallǻhu a'lam
[Disalin dari kitab Ahkāmu Al-'īdaini Fī Al-Sunnah Al-Muthåharåh, edisi Indonesia
Hari Raya Bersama Råsūlullǻh oleh Syaikh Ali Ḥasan bin Ali Abdul Ḥamid Al-
Ḥalabi Al-Atsari, terbitan Putsaka Al-Haurå, hal. 47-53, penerjemah Ummu Ishåq
Zulfa Ḥusein]
Footnote.
[1]. Lihat Minhājul Muslim (355-356)

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 25 -
[@AMAL]
[2]. Riwayat Aḥmad (1/321), Ibnu Mājah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al-Ḥakim
(2/349) dan (4/231) dan sanadnya ḥasan
[3]. Diriwayatkan oleh Bukhåri (5562), Muslim (1960), An-Nasā`i (7/224), Ibnu Mājah
(3152), Ath-Thåyalisi (936) dan Aḥmad (4/312,3131).
[4]. Akan disebutkan bantahan-bantahan terhadap dalil yang dipakai oleh orang-orang
yang berpendapat bahwa hukum menyembelih kurban adalah sunnah, nantikanlah.
[5]. Berkata Abu Ubaid dalam "Ghåribul Ḥadits " (1/195) : "Atiråh adalah sembelihan di
bulan Råjab yang orang-orang jahiliyah mendekatkan diri kepada Allǻh dengannya,
kemudian datang Islam dan kebiasān itu dibiarkan hingga dihapus setelahnya.
[6]. Diriwayatkan Aḥmad (4/215), Ibnu Mājah (3125) Abu Dāwud (2788) Al-Baghåwi
(1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasā`i (7/167) dan dalam sanadnya ada råwi bernama
Abu Råmlah, dia majhul (tidak dikenal). Ḥadits ini memiliki jalan lain yang
diriwayatkan Aḥmad (5/76) namun sanadnya lemah. Tirmidzi mengḥasankannya
dalam "Sunannya" dan dikuatkan Al-Ḥafidzh dalam Fatḥul Bāri (10/4), Lihat Al-
Ishåbah (9/151)
[7]. Jami ul-ushul (3/317) dan lihat Àl-Adilah Al-Muthmainah ala Tsubutin naskh fī Kitab
was Sunnah (103-105) dan "Al-Mughni" (8/650-651).
[8]. Diriwayatkan Muslim (1977), Abu Daud (2791), An-Nasā`i (7/211dan 212), Al-Baghåwi
(1127), Ibnu Mājah (3149), Al-Baihaqi (9/266), Aḥmad (6/289) dan (6/301 dan 311),
Al-Ḥakim (4/220) dan Ath-Thåhawi dalam "Syarhu MaÀnil Atsar" (4/181) dan jalan-
jalan Ummu Salamah rådhiyallǻhu Ànha.
[9]. "Al-majmu" 98/302) dan Mughni Al-Muhtaj" (4/282) 'Syarhus Sunnah" (4/348) dan
"Al-Muhalla" 98/3)
[10]. Majmu Al-Fatawa (22/162-163).
[11]. Sama dengan di atas
[12]. Diriwayatkan Aḥmad (1/214,323, 355), Ibnu Mājah (3883), Abu NuÀim dalam Al-
Hilyah (1/114) dari Al-Fadl, namun pada isnadnya ada kelemahan. Akan tetapi ada
jalan lain di sisi Abi Dāwud (1732), Ad-Darimi (2/28), Al-Ḥakim (1/448), Aḥmad
(1/225) dan padanya ada kelemahan juga, akan tetapi dengan dua jalan ḥadits nya
ḥasan In sya Allǻh. Lihat 'Irwaul Ghålil" oleh ustadz kami Al-Albani (4/168-169)
[13]. Dalam Àl-Binayah fi Syarhil Hadayah" (9/106-114)
[14]. Yang dimaksud adalah kitab "Al-Hadayah Syarhul Bidayah" dalam fiqih Ḥanafiyah.
Kitab ini termasuk di antara kitab-kitab yang biasa digunakan dalam madzhab ini.
Sebagaimana dalam "Kasyfudh Dhunun" (2/2031-2040). Kitab ini merupakan karya
Imam Ali bin Abi Bakar Al-Marghinani, wafat tahun (593H), biogråfinya bisa dilihat
dalam Àl-Fawaidul Bahiyah" (141).
[15]. Aku tidak mendapat lafadh seperti ini, dan apa yang setelahnya cukup sebagai
pengambilan dalil.
[16]. Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (844) dan Ibnu Umar. Adapun Bukhåri , ia
meriwayatkannya dan Ibnu Umar dengan lafadh yang lain, nomor (877), 9894) dan
(919)

- 26 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪⑦

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN HEWAN


KURBAN
Syaikh Ali bin Ḥasan bin Ali Abdul Ḥamid Al-Ḥalabi Al Atsari

Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan kurban. Sepantasnyalah bagi
seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia beråda di atas ilmu dalam
melakukan ibadahnya, dan di atas keterångan yang nyata dari urusannya. Berikut
ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas.
1) Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba jantan
[1] (Akan datang dalilnya pada point ke delapan) yang disembelihnya setelah shålāt ‘Ied.

Beliau shållallǻhu Àlaihi wa sallam mengabarkan.


َ ‫⚫ َم ْن َذب َ َح قَ ْب َل‬
‫ َوان َّ َما ه َُو لَ ْحم قَدْ َم ُه َأله ِ ِْل‬،‫الص َال َة فَلَي َْس ِم َن الن ُّ ُس ِك ِِف ََش ٍء‬
"Artinya : Siapa yang menyembelih sebelum shålāt ِ maka tidaklah
termasuk kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan
biasa yang diberikan untuk keluarganya" [2] Riwayat Bukhåri (5560) dan Muslim
(1961) dan Al-Barå` bin azib.

Beliau shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan kepada para saḥabat nya


agar mereka menyembelih jadza' dari domba, dan tsaniyya dari yang selain
domba [3] Berkata Al-Ḥafidzh dalam "Fatḥul Bari" (10/5) : Jadza' adalah gambaran untuk usia
tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah
ucapan jumhur. Adapula yang mengatakan : di bawah satu tahun, kemudian diperselisihkan
perkirānnya, maka ada yang mengatakan 8 dan ada yang mengatakan 10 Tsaniyya dari unta adalah
yang telah sempurna berusia 5 tahun, sedang dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna
berusia 2 tahun. Lihat "Zadul MaÀd" (2/317).

2) Mujasyi bin Mas'ud rådhiyallǻhu Ànhu mengabarkan bahwa Nabi shållallǻhu


Àlaihi wa sallam bersabda.
‫⚫ ا َّن الْ َجدَ َع ِم َن الضَّ أ ِن يُ ْو ِِف ِم َّما يُ ْو ِِف ِم ْن ُه الث ِ َُِّن ِم َن الْ َم ْع ِز‬
"Artinya : Sesungguhnya jadza' dari domba memenuhi apa yang memenuhi
ِ
tsaniyya dari kambing" [4] 'Shåḥīḥul Jami'" (1592), lihat " Silsilah Al-Aḥadits Adl-Dhå’ifah"
(1/87-95).

3) Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah Idul
Adhḥa, karena ḥadits yang telah tsabit dari Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
: (bahwa) beliau bersabda :
‫َشيْ ِق َذبَح‬ ُّ ُ ⚫
ِ ْ َّ ‫ُك َأ ََّّي ِم الت‬
"Artinya : Setiap hari Tasyriq ada sembelihan" [5] Dikeluarkan oleh Aḥmad (4/8), Al-
Baihaqi (5/295), Ibnu Hibban (3854) dan Ibnu Àdi dalam "Al-Kamil" (3/1118) dan pada sanadnya ada

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 27 -
[@AMAL]
yang terputus. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thåbari dalam 'Mu'jamnya" dengan sanad yang padanya
ada kelemahan (layyin). Ḥadits ini memiliki pendukung yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam "Al-Kamil"
dari Abi Said Al-Khudri dengan sanad yang padanya ada kelemahan. Ḥadits ini ḥasan In sya Allǻh,
lihat 'Nishur Rayah" (3/61).

Berkata Ibnul Qåyyim råḥimahullǻh :


"Ini adalah madzhabnya Aḥmad, Malik dan Abu Ḥanifah semoga Allǻh
meråḥmati mereka semua. Berkata Aḥmad : Ini merupakan pendapatnya
lebih dari satu saḥabat Muḥammad shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Al-Atsråm
menyebutkannya dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu Àbbas rådhiyallǻhu Ànhum" [6]
Zadul MaÀd (2/319)

4) Termasuk petunjuk Nabi shållallǻhu Àlaihi wa sallam bagi orang yang ingin
menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau
sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan
Dzulḥijjah . Telah pasti larångan yang demikian itu. [7] Telah lewat takhrijnya pada
halaman 66, lihat 'Nailul Authår" (5/200-203).

Berkata An-Nawawi dalam "Syarhu Muslim" (13/138-39) :


"Yang dimaksud dengan larångan mengambil kuku dan rambut adalah
larångan menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau
memecahkannya, atau yang selainnya. Dan larångan menghilangkan
rambut dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar atau
menghilangkannya dengan obat tertentu [8] (Campurån tertentu yang digunakan untuk
menghilangkan rambut ) atau selainnya. Sama saja apakah itu rambut ketiak, kumis,
rambut kemaluan, rambut kepala dan selainnya dari rambut -rambut yang
beråda di tubuhnya".
Berkata Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (11/96) :
"Kalau ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada
Allǻh TaÀla dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja
apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa".
Aku katakan :
Penuturån dari beliau råḥimahullǻh mengisyaråtkan haråmnya perbuatan itu
dan sama sekali dilarång (sekali kali tidak boleh melakukannya -ed) dan ini
yang tampak jelas pada asal larångan nabi.
5) Beliau shållallǻhu Àlaihi wa sallam memilih hewan kurban yang sehat, tidak
cacat. Beliau melarång untuk berkurban dengan hewan yang terpotong
telinganya atau patah tanduknya [9]. Sebagaimana diriwayatkan oleh Aḥmad (1/83,
127,129 dan 150), Abu Daud (2805), At-Tirmidzi (1504), An-Nasa'i (7/217) Ibnu Mājah (3145) dan Al-
Ḥakim (4/224) dari Àli rådhiyallǻhu Ànhu dengan isnad yang ḥasan. Beliau memerintahkan
untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan kurban,
dan tidak boleh berkurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula
dengan muqåbalah, atau mudabaråh, dan tidak pula dengan syarqå' ataupun
khårqå' semua itu telah pasti larångannya. [10] Muqåbalah adalah hewan yang dipotong

- 28 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


bagian depan telinganya. Mudabaråh : hewan yang dipotong bagian belakang telinganya. Syarqå :
hewan yang terbelah telinganya dan Khårqå: hewan yang sobek telinganya. Ḥadits tentang hal ini
isnadnya ḥasan diriwayatkan Aḥmad (1/80 dan 108) Abu Dāwud (2804), At-Tirmidzi (4198) An-Nasā`i
(7/216) Ibnu Mājah (3143) Ad-Darimi (2/77) dan Al-Ḥakim (4/222) dari ḥadits Àli rådhiyallǻhu Ànhu.

Boleh berkurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari
Nabi shållallǻhu Àlaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya'la (1792) dan Al-
Baihaqi (9/268) dengan sanad yang diḥasankan oleh Al-Haitsami dalam "
Majma'uz Zawaid" (4/22).
6) Belaiu shållallǻhu Àlaihi wa sallam menyembelih kurban di tanah lapang
tempat dilaksanakannya shålāt . [11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhåri (5552) An-Nasā`i
97/213) dan Ibnu Mājah (3161) dari Ibnu ‘Umar.

Termasuk petunjuk Nabi shållallǻhu Àlaihi wa sallam bahwa satu kambing


mencukupi sebagai kurban dari seorang pria dan seluruh keluarganya
walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Athå' bin
Yasar [12] Wafat tahun (103H) biogråfisnya bisa dibaca dalam "Tahdzibut Tahdzib" (7/217).
Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshåri : "Bagaimana hewan-hewan
kurban pada masa Råsūlullǻh shållallǻhu Àlaihi wa sallam ?" Ia
menjawab : "Jika seorang pria berkurban dengan satu kambing darinya
dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan
memberi makan yang lain" [13] Diriwayatkan At-Tirmidzi (1505) Malik (2/37) Ibnu Mājah
(3147) dan Al-Baihaqi (9/268) dan isnadnya ḥasan.

7) Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih


kurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata :
ِ ْ ‫⚫ َْضَّى النَّ ِ ُِّب ِب َكب‬
‫ َو َوضَ َع ِر ْج َ ُل عَ ََّل ِص َفا ِ ِِح َما‬،‫ َو َ ََّسى َو َك َّ ََّب‬،‫ َذ ْ َْبهُ َما ِب َي ِد ِه‬،‫ْشي َأملَ َح ْ ِي َأ ْق نر ْ َِي‬
"Artinya : Nabi berkurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih
campur hitam dan bertanduk. beliau menyembelihnya dengan tangannya,
dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu
kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut" [14] Diriwayatkan oleh Bukhåri (5558),
(5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Dāwud (2794).

8) Hewan kurban yang afdhål (lebih utama) berupa domba jantan (gemuk)
bertanduk yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya
dan di kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan kurban yang disukai
Råsūlullǻh shållallǻhu Àlaihi wa sallam . [15] Sebagaimana dalam ḥadits ‘Ā`isyah yang
diriwayatkan Muslim (1967) dan Abu Dāwud (2792).
9) Disunnahkan seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan
kurbannya (menyembelihnya sendiri) dan dibolehkan serta tidak ada dosa
baginya untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan
kurbannya. [16] Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam permasalahan ini di antara
ulama, lihat point ke 13.
10) Disunnahkan bagi keluarga yang menyembelih kurban untuk ikut makan dari
hewan kurban tersebut dan menghådiahkannya serta bersedekah dengannya.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 29 -
[@AMAL]
Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging kurban tersebut, berdasarkan
sabda Nabi shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
ُ ‫⚫ ُ ُُكوا َواد‬
‫َّخر ْوا َوت ََص َّدقُ ْو‬
"Artinya : Makanlah kalian, simpanlah dan bersedekahlah" [17] Diriwayatkan
oleh Bukhåri (5569), Muslim (1971) Abu Daud (2812) dan selain mereka dari ‘Ā`isyah rådhiyallǻhu
Ànha. Adapun riwayat larångan untuk menyimpan daging kurban masukh (dihapus), lihat 'Fatḥul Bari'
(10/25-26) dan "All'tibar" (120-122). Lihat Al-Mughni (11/108) oleh Ibnu Qudamah.

11) Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai kurban dari
tujuh orang. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam "Shåḥīḥnya" (350) dari
Jābir rådhiyallǻhu Ànhu ia berkata.
ُ ‫ َحن َْرنَ ِِبلْ ُحدَ ِب َّي ِة َم َع النَّ ِ َِّب َص ََّّل‬
‫ َوالْ َبقَ َر َة ع َْن َس ْب َع ٍة‬،‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ال َب َذن َ َة ع َْن َس ْب َع ٍة‬
"Artinya : Di Hudaibiyah kami menyembelih bersama Nabi shållallǻhu
Àlaihi wa sallam satu unta untuk tujuh orang dan satu sapi betina untuk
tujuh orang".
12) Upah bagi tukang sembelih kurban atas pekerjānnya tidak diberikan dari
hewan kurban tersebut, karena ada riwayat dari Àli rådhiyallǻhu ia berkata.
‫ َو َأ ْن َأت ََصد ََّق ِبلُ ُح ْو ِمهَا َو ُجلُ ْو ِدهَا‬،‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ ْن َأقُ ْو َم عَ ََّل بُدْ ِن ِه‬ ِ ‫ َم َر ِ ِن َر ُس ْو ُل‬
ُ ‫اَّلل َص ََّّل‬
َ‫ َو َ ْحن ُن ن ُِعط ْي ِه ِم ْن ِع ْن ِد ن‬: ‫ قَا َل‬،‫عطى اجلَ ِز َر ِمْنْ َا شَ ْيئًا‬ َ ‫َو َح َال ِلهَا َو َأ ْن َإل َأ‬
"Artinya : Råsūlullǻh shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan aku
untuk mengurus kurban-kurbannya, dan agar aku bersedekah dengan
dagingnya, kulit dan apa yang dikenakannya [18] (Dalam Al-Qåmus yang dimaksud
adalah apa yang dikenakan hewan tunggangan untuk berlindung dengannya) dan aku tidak
boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau
bersabda : Kami akan memberikannya dari sisi kami" [19] Diriwayatkan dengan
lafadh ini oleh Muslim (317), Abu Daud (1769) Ad-Darimi (2/73) Ibnu Mājah (3099) Al-baihaqi (9/294)
dan Aḥmad (1/79,123,132 dan 153) Bukhåri meriwayatkannya (1716) tanpa lafadh : "Kami akan
memberinya dari sisi kami".
13) Siapa di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih
kurban, ia akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari umat
Nabi shållallǻhu Àlaihi wa sallam karena Nabi berkata ketika menyembelih
salah satu domba.
‫ َو َ ََّع ْن لَ ْم يُضَ ِح ِم ْن ُا َّم ِ ْت‬،‫⚫ َاللَّه َُم ه ََذا ع َِّن‬
"Artinya : Ya Allǻh ini dariku dan ini dari orang yang tidak menyembelih
dari kalangan umatku" [20] Telah lewat takhrijnya pada halaman 70 (di halaman kitab
aslinya)

14) Berkata Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (11/95) : "Nabi shållallǻhu Àlaihi
wa sallam dan Al-Khulafaur råsyidun sesudah beliau menyembelih kurban.
Seandainya mereka tahu sedekah itu lebih utama niscaya mereka menuju
padanya.... Dan karena mementingkan/mendahulukan sedekah atas kurban
mengantarkan kepada ditinggalkannya sunnah yang ditetapkan oleh
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
- 30 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
[Disalin dari kitab Aḥkāmu Al-'īdaini Fii Al-Sunnah Al-Muthåharåh, edisi Indonesia
Hari Raya Bersama Råsūlullǻh oleh Syaikh Ali Ḥasan bin Ali Abdul Ḥamid Al-
Ḥalabi Al-Atsari, terbitan Putsaka Al-Haurå, hal. 47-53, penerjemah Ummu Ishåq
Zulfa Husein]
Footnote.
[1]. Akan datang dalilnya pada point ke delapan
[2]. Riwayat Bukhåri (5560) dan Muslim (1961) dan Al-Barå' bin azib.
[3]. Berkata Al-Ḥafidzh dalam "Fatḥul Bari" (10/5) : Jadza' adalah gambaran untuk usia
tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun,
ini adalah ucapan jumhur. Adapula yang mengatakan : di bawah satu tahun, kemudian
diperselisihkan perkirānnya, maka ada yang mengatakan 8 dan ada yang mengatakan
10 Tsaniyya dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5 tahun, sedang dari sapi
dan kambing adalah yang telah sempurna berusia 2 tahun. Lihat "Zādul MaÀd" (2/317).
[4]. 'Shåḥīḥul Jami'" (1592), lihat " Silsilah Al-Aḥadits Adl-Dlaifah" (1/87-95).
[5]. Dikeluarkan oleh Aḥmad (4/8), Al-Baihaqi (5/295), Ibnu Hibban (3854) dan Ibnu Adi
dalam "Al-Kamil" (3/1118) dan pada sanadnya ada yang terputus. Diriwayatkan pula
oleh Ath-Thåbari dalam 'Mu'jamnya" dengan sanad yang padanya ada kelemahan
(layyin). Ḥadits ini memiliki pendukung yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam "Al-Kamil"
dari Abi Said Al-Khudri dengan sanad yang padanya ada kelemahan. Ḥadits ini ḥasan
Insya Allǻh, lihat 'Nishur Rayah" (3/61).
[6]. Zādul MaÀd (2/319)
[7]. Telah lewat takhrijnya pada halaman 66, lihat 'Nailul Authår" (5/200-203).
[8]. Campurån tertentu yang digunakan untuk menghilangkan rambut .
[9]. Sebagaimana diriwayatkan oleh Aḥmad (1/83, 127,129 dan 150), Abu Dāwud (2805),
At-Tirmidzi (1504), An-Nasā`i (7/217) Ibnu Mājah (3145) dan Al-Ḥakim (4/224) dari
Àli rådhiyallǻhu Ànhu dengan isnad yang ḥasan.
[10]. Muqåbalah adalah hewan yang dipotong bagian depan telinganya. Mudabaråh : hewan
yang dipotong bagian belakang telinganya. Syarqå : hewan yang terbelah telinganya
dan Khårqå : hewan yang sobek telinganya. Ḥadits tentang hal ini isnadnya ḥasan
diriwayatkan Aḥmad (1/80 dan 108) Abu Dāwud (2804), At-Tirmidzi (4198) An-Nasā`i
(7/216) Ibnu Mājah (3143) Ad-Darimi (2/77) dan Al-Ḥakim (4/222) dari ḥadits Àli
rådhiyallǻhu Ànhu.
[11]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhåri (5552) An-Nasai 97/213) dan Ibnu Mājah (3161) dari
Ibnu ‘Umar.
[12]. Wafat tahun (103H) biogråfisnya bisa dibaca dalam "Tahdzibut Tahdzib" (7/217).
[13]. Diriwayatkan At-Tirmidzi (1505) Malik (2/37) Ibnu Mājah (3147) dan Al-Baihaqi
(9/268) dan isnadnya ḥasan.
[14]. Diriwayatkan oleh Bukhåri (5558), (5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Dāwud
(2794).
[15]. Sebagaimana dalam ḥadits ‘Ā`isyah yang diriwayatkan Muslim (1967) dan Abu Dāwud
(2792).
[16]. Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam permasalahan ini di antara ulama,
lihat point ke 13.
[17]. Diriwayatkan oleh Bukhåri (5569), Muslim (1971) Abu Daud (2812) dan selain mereka
dari ‘Ā`isyah rådhiyallǻhu Ànha. Adapun riwayat larångan untuk menyimpan daging
kurban masukh (dihapus), lihat 'Fatḥul Bari' (10/25-26) dan "Al i'tibar" (120-122).
Lihat Al-Mughni (11/108) oleh Ibnu Qudamah.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 31 -
[@AMAL]
[18]. Dalam Al-Qåmus yang dimaksud adalah apa yang dikenakan hewan tunggangan untuk
berlindung dengannya.
[19]. Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (317), Abu Daud (1769) Ad-Darimi (2/73)
Ibnu Mājah (3099) Al-baihaqi (9/294) dan Aḥmad (1/79,123,132 dan 153) Bukhåri
meriwayatkannya (1716) tanpa lafadh : "Kami akan memberinya dari sisi kami".
[20]. Telah lewat takhrijnya pada halaman 70(di halaman kitab aslinya)

- 32 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪⑧

ÀQIQÅH BAGI ORANG DEWASA


Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Ḥasan alu Salman

Pertanyān
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Ḥasan alu Salman ditanya : Ḥadits bahwasanya
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam mengÀqiqåhi dirinya setelah diutus sebagai
Nabi dikatakan oleh Nawawi [1] (Teks perkatān Nawawi dalam al-Majmu (8/431-432) tentang
ḥadits ini adalah : “Ḥadits ini bathil”, dan dinukil juga oleh al-Ḥafizh Ibnu Ḥajar dalam at-Talkhis (4/1498).
Barangka li yang benar adalah Imam Baihaqi karena beliu mengatakan tentang ḥadits ini, ”Munkar”
sebagaimana dalam at-Talkhis juga) bahwa ḥadits tersebut munkar karena kesendirian
Àbdullǻh bin Muharrår. Bagaimana komentar syaikh tentang perkatān itu?
Jawaban
Perkatān Nawawi telah didahului sebelumnya oleh perkatān Ibnu Abi Ḥatim
dalam ‘Ilal Ḥadits . Maka selayaknya seseorang untuk menyandarkan kepada
sumber aslinya. Pernyatān bahwa ḥadits ini munkar adalah perkatān Ibnu Abi
Ḥatim dalam ‘Ilal Ḥadits menukil dari Abu ZurÀh ar-Råzi, bukan dari ayahnya.
Syaikh kami telah menanggapi perkatān ini dalam Silsilah as-Shåḥīḥah 6/502-506
no. 2726 dan beliau menshåḥīḥkan ḥadits ini. Oleh karena itu, saya kemarin
mengatakan tentang ḥadits ini : “Dishåḥīḥkan oleh sebagian ahli ḥadits ”. Itulah
yang saya katakan dan saya tahu persis perbedān pendapat di kalangan ulama
tentang keabsahan dan kelemahannya sekalipun hati saya lebih cenderung untuk
mengatakan bahwa ḥadits ini ḥasan. Untuk lebih detailnya dapat diperiksa Silsilah
as-Shåḥīḥah juz 6 hal. 502-506.

Pertanyān.
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Ḥasan alu Salman ditanya : Bolehkah bagi
seseorang yang belum meng-Àqiqåhi dirinya untuk melakukannya tatkala
sudah dewasa dan bagaimana pendapat syaikh terhadap orang yang
membidÀhkannya?
Jawaban
Kita tidak mengatakannya bidÀh. Sebagian ahli ilmu telah mengamalkannya [2]
Diantara nya adalah Imam Muḥammad bin Sirin sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam al-
Mushånnaf (8/235-236), Ḥasan al-Bashri sebagaimana diriwayatkan Ibnu Ḥazm dalam al-Muhalla (8/322).
Inilah yang dipilih oleh Imam Ibnu Ḥazm dan syaikh al-Albani dalam as-Shåḥīḥah (no. 2726), bahkan
pendapat ini juga dikuatkan oleh Lajnah Dā`imah yang diketahui oleh samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 33 -
[@AMAL]
dalam fatwanya (11/438,439) dan pada hal. 447 dinyatakan bahwa ini adalah pendapat Hanabilah dan
sejumlah para fuqåha. Lantas bagaimana dikatakan bidÀh, fahamilah!

Àqiqåh bagi orang dewasa boleh berdasarkan ḥadits di atas. Dan kapan saja
terjadi perbedān pendapat diantara ahli ḥadits lebih-lebih dalam masalah-
masalah rumit seperti ini, hendaknya penuntut ilmu untuk menghårgai
perselisihan pendapat. Sehingga dia dapat memahami kapan dia mengingkari dan
kapan dia membahas. Merupakan musibah sekarång ini –terutama pemuda
dakwah salafiyah- mereka tidak mendalami ilmu syar’i, tetapi ingin menghukumi
masalah-masalah rumit seperti ini yang belum ada keterångan yang jelas dari para
ulama salaf. Jadi, perdalamlah ilmu syar’i terlebih dahulu dan jangan sibukkan
dengan masalah-masalah rumit seperti ini.
(Disarikan dari soal jawab bersama beliau pada acara dauråh di Lawang Jawa
Timur 24-28 Råbi`uts Tsani 1424H dengan beberapa tambahan seperlunya)
[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 12, Tahun ke-II/Th 2003M. Diterbitkan Oleh
Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo
Sidayu Gresik Jatim]
Footnote
[1]. Teks perkatān Nawawi dalam al-Majmu (8/431-432) tentang ḥadits ini adalah : “Ḥadits
ini bathil”, dan dinukil juga oleh al-Ḥafizh Ibnu Ḥajar dalam at-Talkhis (4/1498).
Barangka li yang benar adalah Imam Baihaqi karena beliu mengatakan tentang ḥadits
ini,”Munkar” sebagaimana dalam at-Talkhis juga.
[2]. Diantara nya adalah Imam Muḥammad bin Sirin sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi
Syaibah dalam al-Mushånnaf (8/235-236), Ḥasan al-Bashri sebagaimana diriwayatkan
Ibnu Ḥazm dalam al-Muhalla (8/322). Inilah yang dipilih oleh Imam Ibnu Ḥazm dan
syaikh al-Albani dalam as-Shåḥīḥah (no. 2726), bahkan pendapat ini juga dikuatkan oleh
Lajnah Dā`imah yang diketahui oleh samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam
fatwanya (11/438,439) dan pada hal. 447 dinyatakan bahwa ini adalah pendapat
Hanabilah dan sejumlah para fuqåha. Lantas bagaimana dikatakan bidÀh, fahamilah!

ÀQIQÅH SETELAH DEWASA

Pertanyān
Bagaimana hukum Àqiqåh terhadap anak yang kedua orang tuanya sudah
meninggal dan dia telah dewasa?
Jawaban
Dalam masalah ini, Ulama berselisih menjadi dua pendapat.
1) Orang yang tidak diÀqiqåhi sewaktu kecil, dianjurkan untuk meng-Àqiqåhi
dirinya di waktu dewasa. Ini merupakan pendapat Àthå` råḥimahullǻh, Ḥasan

- 34 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


al-Bashri råḥimahullǻh , dan Muḥammad bin Sirin råḥimahullǻh , al-Ḥafizh
al-Iråqi råḥimahullǻh menyebutkan bahwa Imam Syafi’i råḥimahullǻh
berpendapat orang itu diberi pilihan untuk meng-Àqiqåhi dirinya. al-Qåffal
asy-Syasyi dari kalangan Syafi’iyyah menganggap baik orang itu meng-
Àqiqåhi dirinya diwaktu dewasa. Ini juga satu riwayat dari Imam Aḥmad, asy-
Syaukani råḥimahullǻh mengakui pendapat ini dengan syaråt ḥadits yang
dibawakan dalam bab ini shåḥīḥ.
2) Orang yang tidak diÀqiqåhi sewaktu kecil tidak (perlu) meng-Àqiqåhi
dirinya. ini merupakan pendapat Malikiyyah. Mereka berkata,
“Sesungguhnya Àqiqåh untuk orang dewasa tidak dikenal di Madinah. Ini juga
satu riwayat dari Imam Aḥmad. Pendapat ini juga dinisbatkan kepada Imam
Syafi’i råḥimahullǻh , akan tetapi penisbatannya dilemahkan oleh Imam
Nawawi råḥimahullǻh , al-Ḥafizh Ibnu Ḥajar, dan lainnya. Yang benar dari
Imam Syafi’i råḥimahullǻh adalah memberikan pilihan sebagaimana
disebutkan pada pendapat pertama. (Lihat al-Mughni 9/461, al-Majmu’
8/431, Fatḥul Bāri 12/12-13, Thårhut Tats-rib 5/209 dll)
Yang råjih (lebih kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama,
berdasarkan ḥadits berikut ini.
‫⚫ ع ََّق ع َْن ن َ ْف ِس ِه ب َ ْع ِد َما بُ ِع َث ن َ ِب ًيا‬
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam meng-Àqiqåhi dirinya sendiri
setelah menjadi nabi.
Ḥadits ini diriwayatkan dari Anas bin Malik rådhiyallǻhu anhu dengan dua jalur
riwayat, yang satu sangat dhå’if (sangat lemah), dan yang lain ḥasan sehingga
ḥadits ini bisa dijadikan ḥujjah (pegangan). Oleh karena itu, banyak ulama Salaf
yang berpendapat dengan kandungan ḥadits ini.
Namun sebagian Ulama dan ustadz yang mulia mendhå’ifkan ḥadits ini. Hal ini
tampaknya, karena mereka baru mendapatkan satu jalur periwayatan ḥadits yang
memang dhå’if tersebut. Syaikh al-Albani råḥimahullǻh menjelaskan kedudukan
ḥadits ini dengan panjang lebar dalam Silsilah al-Aḥadits as-Shåḥīḥah no. 2726.
Inilah ringkasan dari penjelasan Syaikh al-Albani råḥimahullǻh .
Ḥadits ini diriwayatkan dari Anas bin Malik rådhiyallǻhu Ànhu dengan dua jalur.
1) Dari Àbdullǻh bin Muharrår, dari Qåtadah, dari Anas bin Malik.
Diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq dalam al-Mushånnaf 4/329/7960, Ibnu
Ḥibban dalam adh-DhuÀfa 2/33, al-Bazzar dalam Musnadnya 2/74/1237
Kasyful Astar ; dan Ibnu Adi dalam al-Kamil lembarån ke 209/1. Jalur ini juga
disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam biogråfi Àbdullǻh bin Muharrår di dalam
kitab al-Mizan. Dalam at-Talkhis (4/147) al-Ḥafizh ibnu Ḥajar menisbatkan
riwayat ini kepada al-Baihaqi.
Jalur ini sangat dhå’if karena peråwi yang bernama Àbdullǻh bin Muhrårrår
adalah sangat dhå’if.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 35 -
[@AMAL]
2) Dari al-Haitsam bin Jamil ; dia berkata, Àbdullǻh bin al-Mutsanna bin Anas
menuturkan kepada kami, dari Tsumamah bin Anas, dari Anas bin Malik.
Jalan periwayatan ini diriwayatkan oleh ath-Thåhawi dalam kitab Musykilul Atsar
1/461, ath-Thåbråni dalam Mu’jamul Ausath 1/55/2, no. 976 dengan penomorån
syaikh al-Albani ; Ibnu Ḥazm dalam al-Muhalla 8/321, adh-Dhiya al-Maqdisi
dalam al-Mukhtaråh lembarån 71/1. Syaikh al-Albani råḥimahullǻh berkata, “Ini
sanadnya ḥasan. Para peråwinya dijadikan ḥujjah oleh Imam al-Bukhåri dalam
kitab Shåḥīḥnya, selain al-Haitsam bin Jamil, dan dia ini tsiqåh (terpercaya) Ḥafizh
(ahli ḥadits ), termasuk guru Imam Aḥmad”.
Kesimpulannya : Orang yang tidak diÀqiqåhi sewaktu kecil disunatkan untuk
mengÀqiqåhi dirinya di waktu dewasa.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IV/1432H/2011M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

- 36 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽⓪⑨

JIKA BELUM BISA MENYELENGGARÅKAN ÀQIQÅH BAGI


BAYINYA

Pertanyān.
Ustadz, setiap bayi yang lahir diÀqiqåhi, lalu disunnahkan memotong kambing.
Bagaimana jika ia tidak mampu? Apakah diharuskan atau diganti dengan
yang lain? Syukrån katsirån.
08138051xxxx
Jawaban.
Àqīqåh untuk bayi yang baru lahir hukumnya sunnah muakkad menurut pendapat
jumhur ulama. Hal ini diråjihkan Lajnah Dā-imah dalam fatwa no. 1776, 3116,
4861, 8052, 9029, 12591. Kesimpulan dari fatwa tersebut, bahwa hukum
menyembelih hewan aqīqåh bagi orang tua yang mendapatkan anugeråh berupa
kelahirån anak adalah sunnah muakkadah (sangat ditekankan). Yaitu dengan
menyembelih dua ekor kambing untuk anak lelaki, dan satu ekor kambing untuk
anak perempuan. Dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirån bayi.
Penundān pelaksanān Àqiqåh dari hari tersebut tidak menyebabkan dosa,
meskipun tanpa udzur. Akan tetapi, bila memiliki kemampuan maka lebih baik
dilaksanakan.
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
‫⚫ الْ َع ِقيقَ ُة ع َِن الْ ُغ َال ِم شَ اَتَ ِن ُم ََكفَأََتَ ِن َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة شَ اة‬
"Àqiqåh untuk anak lelaki dua kambing yang serupa. Dan Àqiqåh bagi anak
perempuan seekor kambing".
[HR Aḥmad dan at-Tirmidzi].
Merujuk nash di atas, maka tidak ada yang mencukupi untuk Àqiqåh kecuali
menyembelih kambing. Tidak bisa digantikan, misalnya dengan membeli daging
kiloan, pembagian uang atau yang lainnya.
Sembelihan Àqiqåh ini diadakan untuk fid-yah (tebusan) atas bayi Sebagaimana [1]
disebutkan dalam sebuah ḥadits , bahwa bayi itu tergadai dengan aqīqåhnya. Maka dengan diaqīqåhi,
berarti si bayi sudah terlepas dari gadai., optimis akan keselamatannya dan untuk menolak
setan darinya, sebagaimana dijelaskan Ibnul-Qåyyim dalam kitab Tuhfat al-
Wadūd fi Aḥkām al-Maulūd. [2] Al-Muntaqåmin Fatāwa Syaikh Shālih al-Fauzān (5/194).

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 37 -
[@AMAL]
Adapun pelaksanānnya, yang utama diadakan pada hari ketujuh, dan apabila
diakhirkan dari hari tersebut juga diperbolehkan. Tidak ada batasan waktu
penyembelihan Àqīqåh ini. Memang sebagian ulama menyatakan, apabila bayi
tersebut telah besar maka telah kehilangan waktunya, sehingga tidak memandang
adanya pensyariatan aqīqåh bagi orang dewasa. Namun jumhur ulama
memandang tidak mengapa, walaupun sudah dewasa.
Ibadah aqīqåh ini diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu. Oleh karena itu,
bagi orang tua yang penghåsilan bulanannya tidak mencukupi kecuali untuk
kebutuhan keluarga saja, atau dari keluarga tidak mampu, maka tidak masalah bila
tidak melaksanakan aqīqåh ini untuk anak-anaknya. Allǻh berfirman :
ُ َّ ‫⚫ َإل ُي َ ِك ُف‬
‫اَّلل ن َ ْف ًسا ا َّإل ُو ْس َعهَا‬
"Allǻh tidak membebani seseorang
ِ
melainkan sesuai dengan
kesanggupannya".
[al-Baqåråh/2:286].
Juga sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam :
‫⚫ َما َنَ َ ْي ُت ُ ُْك َع ْن ُه فَا ْج َت ِن ُبو ُه َو َما َأ َم ْرتُ ُ ُْك ِب ِه فَافْ َعلُوا ِمنْ ُه َما ْاس تَ َط ْع ُ ُْت‬
"Apa yang aku larång untuk kalian maka jauhilah. Dan apa yang aku
perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian".
[HR Muslim].
Perintah penyembelihan kambing ini longgar. Maksudnya, apabila suatu keluarga
memiliki ketidakmampuan, dan di kemudian hari mendapatkan rezeki yang
berkecukupan, maka tetap disunnahkan untuk melakukannya. Meskipun sudah
lewat setahun atau lebih.
Syaikh Shåliḥ bin Àbdillah al-Fauzān menjelaskan, tidak mengapa mengakhirkan
sembelihan aqīqåh sampai waktu yang tepat, dan ada pada kedua orang tuanya,
atau salah satunya. Penyembelihan pada hari ketujuh atau keduapuluh satu
hanyalah keutamaan apabila memungkinkan dan ada. Jika tidak ada maka tidak
mengapa mengakhirkannya pada waktu lainnya sesuai memiliki kemampuan.
Perlu diketahui, sembelihan Àqiqåh dilakukan oleh orang tua anak tersebut,
karena itu merupakan hak anak atas orang tuanya. [3] Al-Muntaqå min Fatāwa Syaikh Shåliḥ
al-Fauzān (5/194).

Syaikh Shåliḥ bin Àbdillah al-Fauzan juga berpendapat, apabila orang tua tidak
melakukannya maka ia telah meninggalkan Sunnah. Bila orang tuanya tidak
menyembelih Àqiqåh untuknya maka sang anak juga dibolehkan menyembelih
Àqiqåh untuk dirinya sendiri [4] . Al-Muntaqå min Fatāwa Syaikh Shåliḥ al-Fauzān (5/196)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

- 38 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①⓪

BOLEHKAH BERGOTONG ROYONG (IURÅN) DALAM


BERKURBAN
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta

Pertanyān
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya :
❖ Bolehkah bergotong-royong (iurån) dalam berkurban?
❖ Beråpa jumlah kaum muslimin seharusnya dalam bergotong-royong (iurån)
melakukan kurban?
❖ Apakah harus dari satu keluarga?
❖ Dan apakah bergotong-royong semacam itu bidÀh atau tidak?
Jawaban
Seorang laki-laki diperbolehkan melakukan kurban atas nama dirinya dan
anggota keluarganya dengan satu ekor kambing. Dasarnya, ḥadits shåḥīḥ dari
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam , bahwa beliau berkurban dengan satu ekor
kambing , atas nama diri beliau sendiri dan atas nama keluarganya. [Ḥadits
Muttafaqun Alaih]
Juga ḥadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Ibnu Mājah dan Tirmidzi dan
beliau menshåḥīḥkannya.
Dari Athå` bin Yasir, ia berkata, “Saya bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshåri,
bagaimana kurban-kurban yang sekalian (para saḥabat ) lakukan pada zaman
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam ” Abu Ayyub menjawab, “Pada zaman Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam seseorang berkurban dengan satu ekor kambing atas
nama dirinya dan atas nama keluarganya. Maka mereka memakannya dan
memberi makan orang lain. Kemudian orang-orang bersenang-senang, sehingga
jadilah mereka sebagaimana yang engkau lihat. [HR Malik, kitab Dhåḥaya, Bab
Asy-Syirkah Fi Adh-Dhåḥaya dan Ibnu Mājah , Shåḥīḥ Ibnu Mājah no. 2563 dan
lain-lain]
Sedangkan satu ekor unta dan setu ekor sapi, sah dengan gabungan tujuh orang.
Baik mereka beråsal dari satu keluarga atau dari orang yang bukan dari satu
rumah. Baik mereka punya hubungan kerabat ataupun tidak. Sebab Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam mengijinkan para saḥabat untuk bergabung dalam
(berkurban) unta dan sapi. Masing-masing tujuh orang. Wallǻhu a’lam. [Fatwa No.
2416]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 39 -
[@AMAL]
Pertanyān
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya :
Ayah seorang laki-laki meninggal dunia. Dan dia ingin menyembelih kurban atas
nama ayahnya. Tetapi ada beberapa orang menasihatinya “tidak boleh
menyembelih untuk kurban satu orang. Sebaiknya kambing saja, itu lebih utama
dari pada unta. Orang yang mengatakan kepadamu sembelihlah unta maka orang
ini keliru. Sebab unta tidak boleh untuk kurban, kecuai gabungan dari sekelompok
orang”.
Jawaban
Dibolehkah menyembelih binatang kurban atas nama orang yang telah meninggal
dunia tersebut baik dengan seekor kambing atau seekor unta. Orang yang
mengatakan, bahwa unta hanya untuk gabungan sekelompok orang, maka itu
keliru. Akan tetapi, kambing tidak sah, kecuali untuk (pelakui kurban) satu orang.
Namun pelakunya itu bisa menyertakan orang lain dari anggota keluarganya
dalam pahalanya. Adapun unta, boleh untuk pelaku satu orang atau tujuh orang,
yang mereka beriurån dalam hal harganya. Kemudian, sepertujuh dari daging
kurban unta itu merupakan kurban dari masing-masing tujuh orang. Sapi, dalam
hal ini sama hukumnya seperti unta. [Fatwa No. 3.055]

BOLEHKAH DAGING KURBAN DIMAKAN BERSAMA-


SAMA?

Pertanyān
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya :
Orang-orang pedalaman memasak daging kurban bersama-sama dan tidak
membagikan daging tersebut. Kemudian mereka berkumpul bersama seperti
walimah (pesta). Saya katakan kepada mereka : “Kalian bagi-bagikan lebih utama”.
Tetapi mereka menjawab : “Masing-masing kami berkurban dengan satu ekor
kurban. Dan setiap hari, kami makan bersama daging kurban tersebut di tempat
masing-masing orang yang berkurban di antara kami (secara bergilir)”. Juga
dibolehkan memecah-mecahkan tulangnya atau tidak ?
Jawaban
Bagi sekelompok orang, diperbolehkan masing-masing untuk menyembelih
seekor binatang kurban pada hari-hari ‘Ied, yaitu ‘Idul Adhḥa dan tiga hari
sesudahnya (tasyriq). Dan mereka, boleh memecahkan tulangnya, kemudian
memasaknya dan memakannya secara bersama-sama tanpa dibagi-bagikan.

- 40 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Sebagaimana diperbolehkan pula mereka membagi-bagikannya di kalangan
mereka sebelum atau sesudah dimasak untuk dishådaqåhkan. [Fatwa No. 3055]

APAKAH BOLEH WANITA MENYEMBELIH KURBAN


Syaikh Abdul Aziz bin Àbdullǻh bin Baz

Pertanyān
Syaikh Abdul Aziz bin Àbdullǻh bin Baz ditanya :
Apakah boleh wanita menyembelih hewan dan apakah boleh kita memakan hasil
sembelihannya?

Jawaban.
Dibolehkan bagi wanita menyembelih hewan sebagaimana laki-laki berdasarkan
beberapa ḥadits shåḥīḥ. Dan dibolehkan juga memakan dagingnya, dengan syaråt
wanita tersebut muslimah atau ahlul kitab dan dia melakukan penyembelihan
tersebut secara syar’i walaupun laki-laki yang mampu menyembelih ada, sebab
tidak adanya laki-laki bukan menjadi syaråt batalnya sembelihan wanita tersebut.
Syaikh Utsamin berfatwa dalam hal ini sebagai berikut:
Dibolehkan bagi wanita menyembelih hewan kurban dan semisalnya, sebab dalam
urusan ibadah wanita sama halnya dengan laki-laki, kecuali ada dalil yang
membedakan antara keduanya. Hal tersebut berdasarkan kisah seorang wanita
budak pengembala kambing kemudian ada srigala yang menerkam kambingnya
lalu budak tersebut mengambil batu yang tajam untuk menyembelih kambing
tersebut, lalu Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memerintahkan untuk
memakan sembelihan tersebut. [1] Disalin dari Al-Fatawa Al-JamiÀh Lil MarÀthil muslimah, Edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footnote
[1]. Disalin dari Al-Fatawa Al-JamiÀh Lil MarÀthil muslimah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Tentang Wanita

 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 


⓿❺❽①①

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 41 -
[@AMAL]
ASAL PENSYARIÀTAN KURBAN
Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyyar

AL-UDH-ḤIYAH (Kurban)
Kurban disyariÀtkan pada hari raya Adh-ḥa dan hari-hari Tasyriq. Kurban adalah
ibadah agung yang menampakkan sifat penghåmbān yang ikhlas karena Allǻh,
karena seorang muslim mendekatkan diri kepada Allǻh dengan menumpahkan
darah binatang ternak secara syariÀt.
Definisi dan Sebab Penamānnya

Al-Udh-ḥiyah Secara Bahasa


Al-udh-ḥiyah, didhåmahkan huruf hamzahnya dan dikasråhkan serta tidak
ditasydid huruf ya’-nya dan ditasydid. Bentuk jamaknya adalah adhǻ-ḥi (‫اح‬ ْ ِ َ‫ ) َأض‬dan
adhǻḥiyy ( ‫) َأضَ ِاح‬. Juga bisa dikatakan dhahiyah ( ‫)ْض َية‬ ِ َ dengan difatḥahkan huruf
Dhådnya dan dikasråhkan, bentuk jama’nya adalah dhåhāyā (‫)ْض ََاَّي‬ َ . Juga boleh
dikatakan adhḥāh ( ‫ ) َأ ْْضَاة‬dengan difatḥahkan huruf hamzahnya dan dikasråhkan
dan bentuk jamaknya adalah adhḥā ( ‫ ) َأ ْْضًى‬dengan ditanwinkan seperti arthǻ ( ‫) َأ ْر َطى‬
jamak dari arthǻh ( ‫) َأ ْر َطاة‬. [1] Lisānul Àråb, maddah Dhåḥā (XIV/477) dan al-Mu’jamul Wasiith maddah
Dhahāh (I/537).

Al-udh-ḥiyah Scara Istilah


Udh-ḥiyah adalah binatang ternak yang disembelih di hari raya kurban sampai
akhir hari Tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allǻh TaÀla.
Sebab Penamānnya
Ada yang mengatakan, kata ini diambil dari kata (‫ضحْ َوة‬
َ ‫ ;) ال‬dinamakan demikian
karena dilakukan diawal waktu pelaksanānnya, yaitu waktu Dhuha dan dengan
sebab ini hari tersebut dinamakan hari raya al-Adh-ha. [2] Shåḥīḥ Muslim bi Syarḥ an-
Nawawi (XIII/109) dan Fat-ḥul Bāri (X/3) dan Nihāyatul Muhtāj (III/133).

Asal PensyariÀtannya
Kurban disyariatkan berdasarkan dalil Al-Qur`ān, As-Sunnah dan Ijma’
Dari Al-Qur`ān adalah firman Allǻh TaÀla
‫⚫ فَ َصلِ ِل َ ِرب َك َو ْاحن َْر‬
“Maka dirikanlah shålāt karena Råbb-mu, dan berkurbanlah”
[Al-Kautsar : 2]
Ibnu Katsir Råḥimahullǻh dan selainnya berkata, “Yang benar bahwa yang
dimaksud dengan an-nadr adalah menyembelih kurban, yaitu menyembelih unta
dan sejenisnya” [3] Tafsir Ibni Katsir (IV/558), Zādul Masīr, karya Ibnul Jauzi (I/249) dan Tafsīr Al-
Qurthubi (XI/218]

- 42 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Sedangkan dari sunnah adalah perbuatan Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam yang
diriwayatkan oleh Anas rådhiyallǻhu Ànhu bahwa Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam .

.‫⚫ َاك َن يُضَ ِح ْي ِب َك ْبشَ ْ ِي َأ ْق َ نر ْ َِي َأ ْملَ َح ْ ِي َو َاك َن ي َُس ِم ْي َويُ َك ِ َُّب‬
“Beliau menyembelih dua ekor kambing bertanduk dan gemuk dan beliau
membaca basmalah dan bertakbir” [4] Ḥadits Riwayat Bukhåri dan Musim lihat Fatḥul Bāri (X/9)
dan Shåḥīḥ Muslim bi Syarḥ An-Nawawi (XIII/120).

Demikian juga ḥadits dari Al-Barrå bin Azib rådhiyallǻhu Ànhu, beliau berkata :
‫ فَـقَا َل‬،‫ َإل يُضَ ِح َ َّي َأ َحد َح َِّت يُ َص ِ َل‬:‫ فَقَا َل‬،‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِِف ي َ ْو ِم النَّ ْح ِر‬
ُ ‫هللا َص ََّّل‬ ُ ‫⚫ خ ََط َبنَا َر ُسو ُل‬
َ‫ فَضَ ِح ِبِ َا َو َإل َ َْت ِزي َج َذعَة ع َْن َأ َح ٍد ب َ ْعدَ ك‬:‫ قَا َل‬،‫اِت لَ ْح ٍم‬
ْ َ َ‫ِه خ َْري ِم ْن ش‬ َ ِ ‫ ِع ْن ِدي َعنَ ُاق لَ َ ٍَب‬: ‫َر ُجل‬
“Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam berkhutbah kepada kami di hari raya
kurban, lalu beliau berkata, ‘Janganlah seorang pun (dari kalian) menyembelih
sampai di selesai shålāt ’. Seseorang berkata, Àku memiliki inaq laban, ia lebih
baik dari dua ekor kambing pedaging’. Beliau berkata, ‘Silahkan disembelih dan
tidk sah jadzÀh dari seorang setelahmu” [5] Ḥadits Riwayat Al-Bukhåri dan Muslim lihat Fatḥul
Bāri (X/6) dan Shåḥīḥ Muslim bi Syarḥ An-Nawawi (XIII/113)

Dan dari ijma’ adalah apa yang telah menjadi ketetapn ijma’ (kesepakatan) kaum
muslimin dari zaman Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam sampai sekarång tentang
pensyariÀtan kurban, dan tidak ada satu nukilan dari seorang pun yang
menyelisihi hal itu. Dan sandarån ijma’ tersebut adalah Al-Qur`ān dan As-Sunnah.
Ibnu Qudamah Råḥimahullǻh mengatakan dalam Al-Mughni, ‘Kaum muslimin
telah sepakat tentang pensyariatan kurban [6]. Al-Mughni (VIII/617) Sedangkan Ibnu
Ḥajar Råḥimahullǻh mengatakan, “Dan tidak ada perselisihan pendapat bahwa
kurban itu termasuk syiÀr-syiÀr agama [7]. Fatḥul Bāri (/3)

HIKMAH PENSYARIATAN KURBAN


Allǻh Subḥanahu wa TaÀla mensyariatkan kurban untuk mewujudkan hikmah-
hikmah berikut.
1) Mencontoh bapak kita Nabi ‘Ibrǻhīm “Alaihissalam yang diperintahkan agar
menyembelih buah hatinya (anaknya), lalau ia meyakini kebenarån mimpinya
dan melaksanakannya serta membaringkan anaknya di atas pelipisnya, maka
Allǻh memanggilnmya dan menggantikannya dengan sembelihan yang besar.
Maha benar Allǻh Yang Maha agung, ketika berfirman.
‫الس ْع َي قَا َل ََّي بُ َ َِّن ا ِن َأ َر ٰى ِِف الْ َم َنا ِم َأ ِن َأ ْذ َ ُْب َك فَا ُنظ ْر َما َذا تَ َر ٰى قَا َل ََّي َأب َ ِت افْ َع ْل َما‬
ِ َّ ‫⚫ فَلَ َّما بَلَ َغ َم َع ُه‬
‫الصا ِب ِر َين فَلَ َّما َأ ْسلَ َما َوت َّ َُل لِ ْل َجبِيِ َونَ َديْ َنا ُه َأن ََّي ا ْب َرا ِه ُي قَدْ َص َّد ْق َت‬َّ ‫اَّلل ِم َن‬
ُ َّ ‫تُ ْؤ َم ُر َس َتجِ دُ ِن ان شَ ا َء‬
ِ ِ ِ ِ
‫ُّالرؤْ ََّي انَّ َك َ َٰذ ِ َِل َ َْن ِزي الْ ُم ْح ِس نِ َي ا َّن َه َٰ َذا لَه َُو الْ َب َال ُء الْ ُمبِينُ َوفَدَ يْنَا ُه ِبذبْ ٍح عَظ ٍي‬
ِ ِ
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 43 -
[@AMAL]
⚫ “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-
sama ‘Ibrǻhīm , ‘Ibrǻhīm berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa
pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Hai ayahku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, insya Allǻh kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar’. Tatkala keduanya telah berseråh diri dan
‘Ibrǻhīm membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah
kesabarån keduanya). Dan Kami panggillah dia, ‘Hai ‘Ibrǻhīm ,
sesungguhnya kamu telah mebenarkan mimpi itu’, sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”
[Ash-Shǻffāt : 102-107]
Dalam penyembelihan kurban terdapat upaya menghidupkan sunnah ini dan
menyembelih sesuatu dari pemberian Allǻh kepada manusia sebagai
ungkapan råsa syukur kepada Pemilik dan Pemberi kenikmatan. Syukur yang
tertinggi adalah kemurnian ketātan dengan mengerjakan seluruh
perintahNya.
2) Mencukupkan orang lain di hari ‘Id, karena ketika seorang muslim
menyembelih kurbannya, maka ia telah mencukupi diri dan keluarganya, dan
ketika ia menghådiahkan sebagiannya untuk teman dan tetangga dan
kerabatnya, maka dia telah mencukupi mereka, serta ketika ia bershådaqåh
dengan sebagiannya kepada para fakir miskin dan orang yang
membutuhkannya, maka ia telah mencukupi mereka dari meminta-minta
pada hari yang menjadi hari bahagia dan senang tersebut.

HUKUM BERKURBAN
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban menjadi beberapa
pendapat, yang paling masyhur ada dua pendapat, yaitu.
1) Pendapat Pertama : Hukum kurban adalah sunnah muÀkkadah, pelakunya
mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak berdosa. Inilah pendapat
mayoritas ulama salaf dan yang setelah mereka.
2) Pendapat Kedua : Hukum kurban adalah wajib secara syar’i atas muslim
yang mampu dan tidak Musafir, dan berdosa jika tidak berkurban. Inilah
pendapat Abu Ḥanifah dan selainnya dari para ulama.
Setiap pendapat ini berdalil dengan dalil yang telah dipaparkan dalam kitab-kitab
madzhab. Pendapat yang menenangkan jiwa dan didukung dengan dalil-dalil kuat
dalam pandangan saya bahwa hukum kurban adalah sunnah muÀkkadah, tidak
wajib.
Ibnu Ḥazm Råḥimahullǻh berkata, “Kurban hukumnya sunnah ḥasanah, tidak
wajib. Barangsiapa meninggalkannya tanpa kebencian terhadapnya, maka
tidaklah berdosa [8] Al-Muhalla (VIII/3)
- 44 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
Sedangkan Imam An-Nawawi Råḥimahullǻh mengatakan, “Para ulama berbeda
pendapat tentang kewajiban kurban atas orang yang mampu. Sebagian besar
ulama berpendapat bahwa kurban itu sunnah bagi orang yang mampu, jika tidak
melakukannya tanpa udzur, maka ia tidak berdosa dan tidak harus
mengqådhḥa’nya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kurban itu wajib
atas orang yang mampu. [9] Shåhīh Muslim bi Syarḥ An-Nawawi (XIII/110) dan lihat dalil dua
pendapat ini dan perdebatannya dalam Fatḥul Bāri (X/3), Bidāyatul Mujtahid (I/448), Mughniyul Mubtāj
(IV/282) Majmu Al-Fatawā (XXVI/304), Al-Mughni dan Syarḥul Kabīr (XI/94) dan Al-Mughni (VIII/617) dan
setelahnya.

[Disalin dari kitab Aḥkāmul ‘Iidain wa Asyri Dzil Ḥijjah, Edisi Indonesia Lebarån
Menurut Sunnah Yang Shåḥīḥ, Penulis Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad bin Aḥmad
Ath-Thåyyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Footnote
[1]. Lisānul Àråb, maddah Dhåḥā (XIV/477) dan al-Mu’jamul Wasīth maddah Dhåḥāh
(I/537).
[2]. Shåhīh Muslim bi Syarḥ an-Nawawi (XIII/109) dan Fatḥul Bāri (X/3) dan Nihāyatul
Muhtāj (III/133).
[3]. Tafsir Ibni Katsir (IV/558), Zādul Masīr, karya Ibnul Jauzi (I/249) dan Tafsīr Al-Qurthubi
(XI/218]
[4]. Ḥadits Riwayat Bukhåri dan Muslim lihat Fatḥul Bāri (X/9) dan Shåḥīḥ Muslim bi Syarḥ
An-Nawawi (XIII/120).
[5]. Ḥadits Riwayat Al-Bukhåri dan Muslim lihat Fatḥul Bāri (X/6) dan Shåḥīḥ Muslim bi
Syarḥ An-Nawawi (XIII/113)
[6]. Al-Mughni (VIII/617)
[7]. Fatḥul Bāri (/3)
[8]. Al-Muhalla (VIII/3)
[9]. Shåhīh Muslim bi Syarḥ An-Nawawi (XIII/110) dan lihat dalil dua pendapat ini dan
perdebatannya dalam Fatḥul Bāri (X/3), Bidāyatul Mujtahid (I/448), Mughniyul Mubtāj
(IV/282) Majmu Al-Fatawā (XXVI/304), Al-Mughni dan Syarḥul Kabīr (XI/94) dan Al-
Mughni (VIII/617) dan setelahnya.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 45 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①②

WAKTU PENYEMBELIHAN KURBAN


Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyyar

Waktu penyembelihan kurban mulai dari setelah ‘Id di hari raya kurban sampai
terbenam matahari pada hari terakhir Tasyriq yaitu tanggal 13 Dzulḥijjah .
Sehingga hari penyembelihan adalah empat hari :
➢ satu hari di hari raya kurban setelah shålāt ‘Id;
➢ dan tiga hari setelahnya.
Barangsiapa menyembelih kurbannya sebelum selesai shålāt ‘Id atau setelah
terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulḥijjah , maka kurbannya tidak sah. Ada
yang mengatakan bahwa waktu penyembelihan hanya dua hari setelah ‘Id saja,
dan menurut pendapat ini hari penyembelihan hanya tiga hari saja. Tetapi yang
råjih adalah pendapat yang pertama.
Dibolehkan menyembelih kurban di waktu siang atau malam, namum
penyembelihan di siang hari lebih utama. Setiap hari dari hari-hari
penyembelihan lebih utama dari hari setelahnya, karena mendahulukan
sembelihan termasuk sikap bersegera melaksanakan ketātan.
An-Nawawi Råḥimahullǻh berkata : Adapun waktu berkurban, maka sepatutnya
menyembelihnya setelah shålāt bersama imam dan ketika itu sah secara ijma’.
Ibnul Munzdiri Råḥimahullǻh berkata, “Mereka telah berijma’ bahwa
penyembelihan kurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya matahari pagi
hari raya kurban. ‘Dan mereka berbeda pendapat pada penyembelihan setelahnya’
[1]. Shåhīh Muslim bi Syarḥ An-Nawawi (XIII/110)

Ibnu Ḥajar Råḥimahullǻh berkata, “Mereka sepakat bahwa kurban disyariatkan


juga di malam hari sebagaimana disyariatkan di siang hari, kecuali satu riwayat
dari Imam Malik dan juga Imam Aḥmad [2]. Fatḥul Bāri (X/8)

KURBAN SAH UNTUK BERÅPA ORANG ?


Satu kurban berupa kambing cukup untuk seorang dari ahli baitnya (keluarganya)
dan kaum muslimin yang ia kehendaki, baik masih hidup ataupun sudah wafat.
Telah diriwayatkan bahwa ketika Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
menyembelih kurbannya, beliau berkata :
.‫⚫ َاللهُ َّم تَقَبَّ ْل َع ْن ُم َح َّم ٍد َوألِ ُم َح َّم ٍد و ِم ْن ُأ َّم ِة ُم َح َّم ٍد‬

- 46 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


⚫ “Ya Allǻh, terimalah dari ‘Muḥammad , keluarga Muḥammad dan umat
‘Muḥammad ”
Sepertujuh untuk unta atau sapi mencukupi dari orang yang cukup untuk satu
kambing. Seandainya seorang muslim menyembelih sepertujuh unta atau sapi
untuknya dan keluarganya, maka itu adalah sah, dan seandainya untuk tujuh
orang berserikat menyembelih kurban atau ḥadyu, satu unta atau satu sapi, maka
itupun sah.

ORANG YANG DISYARIATKAN BERKURBAN


Pada asalnya kurban itu disyariatkan untuk orang yang masih hidup, berdasarkan
riwayat yang mengatakan bahwa beliau telah menyembelih hewan kurban untuk
diri dan keluarganya.
Adapun perbuatan sebagian orang yang mendahulukan kurban untuk mayit atas
diri dan keluarganya sebagai shådaqåh dari mereka, maka amalan ini tidak
mempunyai dasar menurut apa yang kami ketahui. Namun, seandainya ia
berkurban untuk diri dan keluarganya lalu memasukkan orang-orang yang telah
meninggal dunia bersama mereka atau menyembelih kurban untuk mayit secara
sendirian sebagai shådaqåh darinya, maka hal itu tidak mengapa dan ia mendapat
pahala, insya Allǻh
Adapun kurban untuk orang yang telah meninggal dunia yang merupakan wasiat
(orang yang mati) kepadanya, maka ini wajib dilaksanakan, walaupun ia belum
berkurban untuk dirinya sendiri, karena ia diperintahkan untuk melaksanakan
wasiat tersebut
[Disalin dari kitab Aḥkāmul ‘Iidain wa Asyri Dzil Ḥijjah, Edisi Indonesia Lebarån
Menurut Sunnah Yang Shåḥīḥ, Penulis Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad bin Aḥmad
Ath-Thåyyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Footnote
[1]. Shåhīh Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/110)
[2]. Fatḥul Bāri (X/8)

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 47 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①③

BERSERIKAT DALAM KURBAN


Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyyar

Seekor kambing tidak bisa untuk dua orang atau lebih yang keduanya membeli
dan menyembelih kurban tersebut, karena hal itu tidak terdapat dalam dalam Al-
Qur`ān dan As-Sunnah, sebagaimana tidak bolehnya berserikat lebih dari tujuh
orang dalam satu unta atau satu sapi, karena ibadah itu tauqifiyah (semata
bersandar kepada waḥyu). Yang benar dan boleh hanyalah berserikat tujuh orang
atau kurång dari itu dalam satu unta atau sapi. Hukum ini berlaku tidak pada
permasalahan pahalanya, karena tidak ada batasan jumlah berserikat dalam
pahalanya, karena keutamaan Allǻh itu sangat luas sekali.
Disini wajib diingatkan akan kesalahan yang dianggap remeh oleh sebagian orang
yang memiliki tanggung jawab melaskanakan wasiat, dimana ia mengumpulkan
wasiat-wasiat lebih dari satu kerabatnya dalam satu kurban untuk semua. Ini
tidak bolehkan. Namun, jika yang berwasiat adalah seorang yang berwasiat
dengan beberapa kurban lalu ia kumpulkan dalam satu kurban, maka hal itu tidak
mengapa, in syā Allǻh.

BERSHÅDAQÅH DENGAN NILAINYA


Penyembelihan kurban termasuk salah satu syiÀr agama Islam yang jelas, oleh
karena itu menyembelih lebih utama dari bershådaqåh senailainya, dengan dasar
sebagai berikut.
1) Penyembelihan kurban adalah amalan Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam dan saḥabat beliau dan orang-orang setelah mereka dari para Salaf
umat ini.
2) Penyembelihan termasuk syiÀr Allǻh, seandainya manusia berpaling darinya
kepada shådaqåh senilai kurban tersebut, tentulah syiÀr penyembelihan
kurban ini akan hilang.
3) Penyembelihan kurban adalah ibadah yang tampak sedangkan shådaqåh
dengan senilainya dimasukkan dalam ibadah yang tidak nampak.
4) Seandainya bershådaqåh senilainya sama dengan bilai penyembelihan
kurban atau lebih baik, tentullah Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam telah
menjelaskannya denan ucapan atau perbuatan, karena beliau tidak pernah
meninggalkan satu kebaikan kecuali beliau telah menunjukkannya dan tidak
pula satu kejelekan pun melainkan beliau telah memperingatkannya darinya.

- 48 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


5) Sudah dimaklumi bahwa shådaqåh dengan nilai kurban tersebut lebih mudah
dan lebih gampang dari menyembelihnya karena adanya kesulitan yang telah
diketahui oleh orang yang meneman penyembelihan dan mendahuluinya
pada banyak keadān. Seandainya bershådaqåh dengan harga kurban tersebut
lebih utama atau sama, pasti Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
menjelaskannya, sebab beliau adalah orang yang sangat menyayangi umatnya
dan sangat pengasih terhadap mereka. Beliaua adalah orang yang selalu
memilih perkara yang paling mudah dan ringan untuk umatnya. Dengan
demikian, diketahui secara pasti bahwa penyembelihan adalah utama.
Wallǻhu a’lam.
Ibnu Taimiyah Råḥimahullǻh mengatakan, “Al-Udḥiyah (kurban), Àqiqåh dan Al-
Ḥadyu lebih utama dari shådaqåh senilainya. Jika ia memiliki harta untuk
bertaqårrub (mendekatkan diri) kepada Allǻh, maka hendaklah ia berkurban, dan
memakan dari sebagian kurbannya lebih utama dari shådaqåh dan Al-Ḥadyu di
Makkah lebih baik dari bershådaqåh senilainya. [Majmū’ Al-Fatāwā (XXVI/304)]
Ibnul Qåyyim Råḥimahullǻh mengatakan, “Penyembelihan di tempatnya lebih
utama dari shådaqåh dengan senilainya”. Beliau melanjutkan perkatānya, “oleh
karenanya, seandainya ia bershådaqåh dengan nilai yang berlipat ganda sebagai
ganti sembelihan ḥaji Tammatu’ ( Dam Al-MutÀh) dan sembelihan ḥaji Qirån
(Dam Al-Qirån), maka ia tidak dapat menggantikannya. Demikian juga kurban”
[Aḥkāmul Udh-ḥiyah Wa Zakāh, hal. 14]
[Disalin dari kitab Aḥkāmul ‘Iidain wa Asyri Dzil Ḥijjah, Edisi Indonesia Lebarån
Menurut Sunnah Yang Shåḥīḥ, Penulis Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad bin Aḥmad
Ath-Thåyyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 49 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①④

SYARÅT-SYARÅT HEWAN KURBAN


Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyyar

Kurban memiliki beberapa syaråt yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya,
yaitu.
1) Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing,
baik domba atau kambing biasa.
2) Telah sampai usia yang dituntut syariÀt berupa jazaÀh (berusia setengah
tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
a. Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
3) Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah
dijelaskan dalam ḥadits Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke
dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti
buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.
4) Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (di
izinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban
dengan hewan hasil meråmpok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua
orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
5) Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan
hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
6) Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan
syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka
sembelihan kurbannya tidak sah. [1] Lihat Bidāyatul Mujtahid (I/450), Al-Mughni (VIII/637)
dan setelahnya, Badā’i`ush Shåna’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).

HEWAN KURBAN YANG UTAMA DAN YANG DIMAKRUHKAN


Yang paling utama dari hewan kurban menurut jenisnya adalah unta, lalu sapi. Jika
penyembelihannya dengan sempurna, kemudian domba, kemudian kambing
biasa, kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.

- 50 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Yang paling utama menurut sifatnya adalah hewan yang memenuhi sifat-sifat
sempurna dan bagus dalam binatang ternak.
Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang ini. Di antara
nya.
a. Gemuk
b. Dagingnya banyak
c. Bentuk fisiknya sempurna
d. Bentuknya bagus
e. Harganya mahal
Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah.
1) Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar.
2) Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti –
misalnya putting susunya terputus-
3) Gila
4) Kehilangan gigi (ompong)
5) Tidak bertanduk dan tanduknya patah
Ahli fiqih Råḥimahullǻh juga telah memakruhkan Al-Adbhā’ (hewan yang hilang
lebih dari separuh telinga atau tanduknya), Al-Muqǻbalah (putus ujung
telinganya), Al-Mudābiråh (putus dari bagian belakang telinga), Asy-Syarqå’
(telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), Al-Khårqå (sobek
telinganya), Al-Bahqǻ (sebelah matanya tidak melihat), Al-Batrǻ (yang tidak
memiliki ekor), Al-MusyayyaÀh (yang lemah) dan Al-Mushfaråh [2], Para ulama
berselisih tentang makna al-Mushfaråh, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus
seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kam-bing yang kurus. Lihat Nailul Authår
(V/123).-pen. [3] Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfaråh, ada yang menyatakan bahwa ia
adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang
kurus. Lihat Nailul Authår (V/123) .-pent.

DAGING KURBAN YANG DIMAKAN, DIHADIAHKAN DAN


DISHÅDAQÅHKAN
Disunnahkan bagi orang yang berkurban untuk memakan sebagian hewan
kurbannya, menghådiahkannya dan bershådaqåh dengannya. Hal ini adalah
masalah yang lapang/longgar dari sisi ukurånnya. Namun yang terbaik menurut
kebanyakan ulama adalah memakan sepertiganya, menghådiahkan
sepertiganya dan bershådaqåh sepertiganya.
Tidak ada perbedān dalam kebolehan memakan dan menghådiahkan sebagian
daging kurban antara kurban yang sunnah dan kurban yang wajib, dan juga tidak
ada perbedān antara kurban untuk orang hidup, orang yang wafat atau wasiat.
Diharåmkan menjual bagian dari hewan kurban baik dagingnya, kulitnya atau
bulunya dan tidak boleh juga memberi sebagian dari hewan kurban tersebut
kepada jagalnya sebagai upah penyembelihan, karena hal itu bermakna jual beli.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 51 -
[@AMAL]
[4] Al-Mughni dengan Syarh al-Kabiir (XI/109), Tuhfatul Fuqå-hā’ (III/135) dan Shåhīh Muslim bi Syarh an-
Nawawi (XIII/ 130).

Ibnu Ḥazm Råḥimahullǻh berpendapat lebih jauh dari itu, sampai ia menetapkan
kewajiban memakan sebagian hewan kurbannya, ia mengatakan, “Diwajibkan atas
setiap orang yang berkurban untuk memakan sebagian hewan kurbannya dan itu
harus dilakukan walaupun hanya sesuap atau lebih. Juga diwajibkan bershådaqåh
darinya dengan sesukanya, baik sedikit atau pun banyak dan itu harus, dan
dimubahkan memberi makan kepada orang kaya dan kafir dan menghådiahkan
sebagiannya jika ia berkeinginan untuk itu.” [5] Al-Muhalla (VIII/54).
[Disalin dari kitab Aḥkāmul ‘Iidain wa Asyri Dzil Ḥijjah, Edisi Indonesia Lebarån
Menurut Sunnah Yang Shåḥīḥ, Penulis Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad bin Aḥmad
Ath-Thåyyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Footnote
[1]. Lihat Bidāyatul Mujtahid (I/450), Al-Mughni (VIII/637) dan setelahnya, Badā’i`ush
Shåna’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).
[2]. Para ulama berselisih tentang makna al-Mushfaråh, ada yang menyatakan bahwa ia
adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia
adalah kam-bing yang kurus. Lihat Nailul Authår (V/123).-pen.
[3]. Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfaråh, ada yang menyatakan bahwa ia
adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia
adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authår (V/123) .-pent
[4]. Al-Mughni dengan Syarḥ al-Kabīr (XI/109), Tuḥfatul Fuqå-hā’ (III/135) dan Shåhīh
Muslim bi Syarḥ an-Nawawi (XIII/ 130).
[5]. Al-Muhalla (VIII/54).

- 52 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①⑤

YANG DITUNTUT DARI ORANG YANG BERKURBAN


Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyyar

Jika seorang muslim ingin berkurban untuk diri dan keluarganya atau
menyumbang kurban untuk orang yang hidup atau yang telah wafat dan masuk
bulan Dzulḥijjah, baik masuknya dengan melihat hilal atau menyempurnakan
bulan Dzulqå`dah tiga puluh hari, maka diharåmkan baginya mengambil
sebagian dari rambut , kuku dan kulitnya sampai ia menyembelih kurbannya.
Dasarnya adalah ḥadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah rådhiyallǻhu
anhuma bahwa Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
‫⚫ ا َذا َر َأيْ ُ ُْت ِه َال َل ِذي الْ ِح َّج ِة َو َأ َرا َد َأ َحدُ ُ ْمك َأ ْن يُضَ ِح َي فَ َال يَأْخ ُْذ ِم ْن شَ ْع ِر ِه َو َأ ْظ َفا ِر ِه شَ يْئًا َح َِّت يُضَ ِح َي‬
⚫ “Jika kalian melihat hilal Dzulḥijjah dan salah seorang dari kalian ingin
ِ
berkurban, maka janganlah mengambil (memotong) rambut dan
kukunya sedikit pun sampai ia menyembelih kurbannya.” [1] HR. Muslim dan
lainnya dengan lafazh yang berbeda. Lihat Shåhīh Muslim bi Syarh an-Nawawi (XIII/139).

HIKMAH TIDAK MEMOTONG RAMBUT , KUKU DAN BULU KULIT


Para ulama menjelaskan sedikit hikmah larångan memotong rambut dan kuku
serta bulu, Di antara nya:
1) Ada yang mengatakan bahwa ketika orang yang berkurban berserikat dengan
muḥrim (orang yang beriḥråm ḥaji ) dalam sebagian amalan ḥajinya, yaitu
mendekatkan diri kepada Allǻh dengan menyembelih kurban, maka sesuailah
sebagian hukumnya dalam larångan memotong rambut dan kuku.
2) Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya agar seluruh anggota tubuh orang
yang berkurban tetap lengkap untuk dibebaskan dari api Neraka .
3) Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya membiarkan rambut dan kuku
sempurna agar diambilnya bersama sembelihan kurban, sehingga menjadi
bagian kurban disisi Allǻh dan kesempurnān ibadah dengannya.
Tampaknya itu semua dan selainnya yang dimaksudkan sebagai hikmah.
Wallāhu a’lam.
PERKARA YANG PERLU DIINGAT
1) Banyak terlontar pertanyān dari orang-orang pada malam tanggal tigapuluh
Dzulqå’dah, apakah mereka boleh memotong rambut dan kuku mereka? Kita
katakan, “Jika belum pasti masuk bulan Dzulḥijjah pada malam tiga puluh
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 53 -
[@AMAL]
tersebut, maka mereka diperbolehkan untuk itu dan tidak mengapa, sebab
permasalahan ini berhubungan dengan masuknya bulan Dzulḥijjah. Bulan
Dzulḥijjah itu dapat ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan
Dzulqå’dah tigapuluh hari. Namun siapa yang ingin berhati-hati pun
dibolehkan.
2) Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah dan seorang muslim
belum berniat menyembelih kurban lalu memotong rambut dan kukunya,
kemudian setelah lewat dua atau tiga hari atau lebih ia ingin menyembelih
kurban, maka wajib baginya untuk tidak memotong semenjak ia berniat, dan
tidak mengapa baginya perkara yang telah berlalu. Walillāhil Hamd.
3) Para ulama berbeda pendapat, apakah memotong rambut dan kuku
hukumnya haråm, adalah makruh atau mubah bagi orang yang ingin
berkurban? Yang råjih, hukumnya adalah haråm, karena asal dari larångan
adalah untuk penghåråman dan tidak ada yang memalingkan hukum tersebut
dari asalnya. Namun bila seorang muslim telah memotong rambut dan
kukunya, maka tidak dikenakan fidyah, hanya saja wajib baginya bertaubat
dan beristighfar dari pelanggarån larångan tersebut.
4) Orang yang ingin menyembelih kurban kemudian telah memotong rambut
dan kukunya masih diperbolehkan menyembelih kurbannya, dan memotong
rambut dan kukunya tersebut tidak menghålanginya berkurban, sebab hal itu
adalah satu perkara dan hal lainnya adalah perkara berbeda. Namun, orang
tersebut berdosa dengan sebab melanggar larångan tersebut. Sedangkan apa
yang diduga oleh orang umum bahwa itu menyebabkan kurbannya tidak
diterima, maka tidak berdasar sama sekali secara syariÀt.
5) Orang yang memiliki hajat di bolehkan memotong rambut , kuku dan sedikit
bulunya, seperti jika kukunya sobek lalu butuh di potong atau kulitnya
terkelupas sehingga mengganggunya, maka ia dibolehkan untuk
menghilangkannya atau terkena luka sehingga butuh memotong bulu atau
rambut nya dibolehkan.
6) Larångan memotong rambut , kuku dan kulit ditujukan khusus bagi orang
yang ingin berkurban untuk dirinya dan keluarganya, atau menyumbang
kurban untuk orang hidup atau yang telah wafat. Sedangkan orang yang
dimasukkan dalam pahala kurban seperti isteri dan anak, maka tidak terkena
larångan ini, karena larångan ini khusus bagi yang ingin berkurban saja.
Sebagian ulama berpendapat bahwa larångan tersebut juga mengenai
mereka, karena mereka berserikat dengan orang yang berkurban dalam
masalah pahala, sehingga berserikat juga dalam hukum. Namun yang råjih
adalah pendapat pertama. Wallǻhu a’lam.
7) Perwakilan tidak ada pengarunya dalam larångan memotong rambut dan
kuku serta kulit ini, karena yang dilarång memotongnya hanyalah orang yang
ingin berkurban. Adapun wakil dan orang yang diwasiati maka tidak dilarång.
Sedangkan dugān banyak orang bahwa jika ia (orang yang berkurban) telah
diwakilkan orang lain (penyembelihannya), maka, ia di bolehkan memotong
rambut , kuku dan kulitnya, maka ini tidaklah benar. Hal ini harus diingat!

- 54 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


8) Orang yang ingin berkurban dan telah bertekad melaksanakan ḥaji atau
umroh, janganlah memotong rambut dan kukunya ketika iḥråm, sedangkan
mencukur atau mengambil sebagian rambut nya karena ḥaji dan umroh,
maka itu adalah wajib walaupun orang yang berḥaji atau umroh tersebut
akan menyembelih kurban, karena mengambil rambut atau mencukur ini
adalah nusuk (bagian dari ḥaji atau umroh), sehingga tidak dikenai larångan
memotong rambut dan kuku ini.
9) Seorang wanita dibolehkan menyembelih kurbannya langsung. Adapun dugān
orang umum (awam) tentang ketidakbolehan wanita menyembelih tidak ada
dasarnya dalam syariÀt. Ibnu Qudamah berkata dalam kitab al-Mughni, “Ibnul
Mundzir berkata, ‘Semua ulama -yang telah aku hafal- sepakat membolehkan
sembelihan oleh wanita dan anak-anak.’” [2] Al-Mughni (VIII/581).
Imam al-Bukhåri meriwayatkan satu ḥadits dengan sanadnya dari KaÀb bin
Malik, beliau berkata:
‫َس ْت َح َج ًرا فَ َذ َ َْبْتْ َا‬ َ َ ‫َص ْت بِشَ ا ٍة ِم ْن غَنَ ِمهَا َم ْوَتً فَ َك‬ َ َ ْ‫⚫ َأ َّن َجا ِري َ ًة لَهُ ْم َاكن َْت تَ ْرعَى غَنَ ًما ب َِس ْلع ٍ فَأَب‬
‫ فَأَ ْسأَ َ َُل َأ ْو َح َِّت ُأ ْر ِس َل الَ ْي ِه َم ْن‬، ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
ُ ‫فَـقَا َل َأله ِ ِْل َإل تَأْ ُُك ُوا َح َِّت أ ِ َِت النَّ ِ َِّب َص ََّّل‬
ِ
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِبأَ ْ ُِكهَا‬
ُ ‫ فَأَ َم َر النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬،‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ ْو ب َ َع َث الَ ْي ِه‬
ُ ‫ي َْسأَ ُ َُل فَأَ ََت النَّ ِ َِّب َص ََّّل‬
“Seorang jariyah (budak perempuan) milik mereka menggembalakan
ِ
kambing di daeråh SilÀ, lalu ia melihat seekor kambingnya akan mati.
Kemudian ia memecah batu dan menyembelih kambing tersebut. Maka
KaÀb berkata kepada keluarganya: Jangan kalian makan dulu sampai
aku mendatangi Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam untuk bertanya
atau sampai diutus orang yang menanyakannya. Lalu sampailah beliau
ke Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam atau mengutus seseorang
kepada Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Lalu Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkannya untuk memakannya.”
10) Ada juga orang yang tidak memperhatikan wasiat kedua orang tuanya atau
salah satu dari keduanya, lalu menyumbang kurban untuk kerabatnya yang
telah meninggal dan tidak menunaikan wasiat mereka. Ini adalah tidak boleh,
karena melaksanakan wasiat hukumnya wajib, apabila menambah dan
menyumbang dari dirinya, maka tidak mengapa. Kami telah melihat orang
yang memiliki tanggung jawab atas wasiat kedua orang tuanya atau salah
seorang darinya memenuhi wasiat mereka tersebut dengan berdalih mereka
menyumbangkan untuk orang tuanya tersebut setiap tahun seekor kurban
atau lebih. Hukum ini juga mencakup wasiat kerabat atau yang lainnya. Maka
ingatlah hal tersebut.
11) Sebagian orang yang menyembelih kurban, mereka sengaja mengambil
sedikit darah nya dan melumurkannya ke tembok dengan anggapan bahwa
tembok ini akan menjadi saksi baginya di hari Kiamat dan membiarkan darah
tersebut sampai hilang dengan sendirinya. Perbuatan ini tidak ada dalilnya
dalam syariÀt, bahkan pelakunya dikhåwatirkan (menjadi sesat) kalau saja
tidak bodoh.
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 55 -
[@AMAL]
12) Dewasa ini muncul satu perkembangan baik yang timbul dari solidaritas dan
kerjasama kaum muslimin, yaitu pengiriman hewan kurban kepada para
pengungsi dan muḥaji rin kaum muslimin di beberapa negarå-negarå Islam.
Sebagian ulama melarångnya dan sebagian lain membolehkannya dan yang
råjih menurut saya, di sana ada perbedāan antara kurban seorang muslim
untuk diri dan keluarganya serta yang telah diwasiatkan kepadanya dengan
kurban tabarru [3]. Yaitu kurban seseorang yang lebih dari satu. Misalnya seorang berkurban 5
ekor kambing, maka satu adalah kurban untuk dirinya sedangkan yang lain ia niatkan untuk shådaqåh.
Keempat kambing tersebut dinamakan hewan kurban tabarru’.-pen. Adapun sembelihan
muslim untuk diri dan keluarganya, dan demikian juga yang diwasiatkan
dengan ketentuan tempat dan orang yang dibagi yang telah ditentukan, maka
menurut saya yang utama adalah tidak dikirimkan dan harus disembelih
ditempat orang yang berkurban tersebut. Sedangkan hewan kurban tabarru’,
maka perkaranya mudah saja - in syā Allǻh-.
Seandainya perkara ini diseråhkan kepada tinjauan mufti sesuai kebutuhan
manusia dan yang lebih kuat menurutnya dari prioritas yang ada, maka
tentunya hal itu benar.
13) Seandainya waktu penyembelihan kurban yang sah telah lewat, padahal
seorang muslim tersebut memiliki udzur atau udzurnya selalu ada sampai
lewat waktu penyembelihan kurban yang sah tersebut, contohnya hewan
kurbannya kabur dan tidak ditemukan kecuali setelah lewat waktu
penyembelihan atau ia mewakilkan kepada orang lain untuk
menyembelihnya, lalu sang wakil tersebut lupa, kemudian orang yang
mewakilkan tersebut mengetahui bahwa wakilnya tersebut belum
menyembelihnya, maka apakah ia boleh menyembelih (setelah waktu
tersebut) dan menjadikan udzur tersebut sebagai pembenar keabsahan
kurbannya? Hal ini masih menjadi perselisihan para ulama. Namun, Allǻh -
TaÀla- telah menghilangkan kesulitan umat ini dan tidak membebankan
mereka dengan sesuatu di luar kemampuannya serta mensyariÀtkan orang
yang tertidur dari shålāt atau lupa darinya untuk melaksanakan shålāt
ketika ingat tanpa ada kaffaråt baginya.
14) Jika hewan kurbannya telah ditentukan, maka wajib menunaikannya dan
tidak boleh menggagalkannya, serta tidak boleh menggantinya kecuali dengan
yang lebih baik. Sedangkan apa yang dilakukan sebagian orang yang membeli
hewan kurbannya lalu menjualnya serta meremehkan hal tersebut, maka ini
adalah kesalahan yang perlu diperingatkan. Apabila hewan tersebut
melahirkan setelah penentuan tersebut, maka hukum anaknya sama dengan
hukum induknya. Apabila mati sebelum disembelih, jika disebabkan
kecerobohan dari orang yang berkurban, maka ia harus menggantinya, dan
jika disebabkan perlakuan orang lain, maka orang tersebut wajib
menggantinya. Namun apabila hilang setelah disembelih atau dicuri, jika
disebabkan karena kecerobohannya, maka hendaklah dia mengganti apa yang
dishådaqåhkan dari hewan tersebut saja, dan bila tidak maka tidak ada
kewajiban menggantinya sama sekali.

- 56 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


15) Orang yang mendapatkan pemberian bagian dari hewan kurban atau
mendapat shådaqåh darinya, maka diperbolehkan menggunakannya
sesukanya, baik dijual, dihadiahkan atau dishådaqåhkan kembali. Tapi jangan
menjualnya kepada orang yang memberinya atau bershådaqåh kepadanya.
[Disalin dari kitab Aḥkāmul ‘Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebarån
Menurut Sunnah Yang Shåḥīḥ, Penulis Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad bin Aḥmad
Ath-Thåyyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Footnote
[1]. HR. Muslim dan lainnya dengan lafazh yang berbeda. Lihat Shåhīh Muslim bi Syarh an-
Nawawi (XIII/139).
[2]. Al-Mughni (VIII/581).
[3]. Yaitu kurban seseorang yang lebih dari satu. Misalnya seorang berkurban 5 ekor
kambing, maka satu adalah kurban untuk dirinya sedangkan yang lain ia niatkan untuk
shådaqåh. Keempat kambing tersebut dinamakan hewan kurban tabarru’.-pen

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 57 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①⑥

WAJIBKAH MELAKSANAKAN IBADAH KURBAN?


Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ Al-Utsaimin

Pertanyān.
❖ Apakah setiap kaum Muslimin itu harus berkurban ?
❖ Bolehkah lima orang bersekutu dalam mengurbankan satu binatang kurban ?"
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin råḥimahullǻh menjawab :
‫⚫ امحلد هلل رب العاملي وأصل وأسَّل عَّل نبينا محمد وعَّل أَل وأحصابه أمجعي‬
⚫ Udhḥiyyah (hewan kurban) adalah hewan yang disembelih oleh
seseorang dalam rangka beribadah kepada Allǻh Azza wa Jalla pada hari
raya Idul Àdhḥa dan tiga hari setelahnya. Ibadah ini termasuk di antara
ibadah-ibadah yang paling afdhål (terbaik).
Karena Allǻh Azza wa Jalla menyebutkannya beriringan setelah perintah shålāt
dalam firman-Nya :
‫⚫ انَّ َأع َْط ْي َناكَ الْ َك ْوث ََر فَ َص ِل ِل َرب َِك َو ْاحن َْر‬
⚫ Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
ِ
Maka dirikanlah shålāt karena Råbbmu; dan berkorbanlah.
[al-Kautsar/108:1-2]
Allǻh juga berfirman :
‫يك َ َُل َو ِب َ َٰذ ِ َِل ُأ ِم ْر ُت َو َأنَ َأ َّو ُل‬ِ َ ‫⚫ قُ ْل ا َّن َص َال ِِت َون ُ ُس ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َم ِاِت ِ َّ َِّلل َر ِب الْ َعالَ ِم َي َإل‬
َ ‫َش‬
ِ
‫الْ ُم ْس ِل ِم َي‬
⚫ Katakanlah, "Sesungguhnya shålāt ku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allǻh, Råbb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyeråhkan diri (kepada Allǻh)".
[al-An'ām/6:162-163]
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam juga pernah berkurban dengan dua hewan, satu
atas nama beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dan kelurga dan yang satu lagi atas
nama semua umat beliau yang beriman. [1] HR. Aḥmad 6/391 dan Ibnu Mājah , no. 3122. Dan
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memotivasi dan menyemangati umatnya
agar melakukan ibadah ini.

- 58 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Para Ulama berbeda pendapat mengenai apakah ibadah kurban itu wajib ataukah
tidak ? menjadi dua pendapat. [2] Dalam fatwa yang lain, Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-
Utsaimin råḥimahullǻh menyebutkan pilihan beliau yaitu sunnah muÀkkadah. Di antara para Ulama,
ada yang mengatakan bahwa ibadah kurban ini hukumnya wajib bagi yang
mampu, karena ada perintah (dari Allǻh) untuk melakukannya dalam al-Qur`ān.
Yaitu dalam firman Allǻh Azza wa Jalla :
‫⚫ انَّ َأع َْط ْينَاكَ الْ َك ْوث ََر فَ َص ِل ِل َرب َِك َو ْاحن َْر‬
⚫ Maka dirikanlah shålāt karena Råbbmu; dan berkorbanlah.
ِ
[al-Kautsar/108:1-2]
Juga berdasarkan perintah dari Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam pada orang yang
melakukannya sebelum shålāt 'Id agar dia menyembelih hewan kurban lagi
setelah shålāt . [3] HR. Bukhåri , Kitābul Adhāhi, Bāb Man Dzabaha Qåblas Shålāti fal Yu'id (no. 5561)
dan Muslim dalam Kitābul Adhāhi, Bābu Waqtiha (no. 1960)
Juga berdasarkan riwayat :
َ‫⚫ َم ْن َو َجدَ َس َع ًة َولَ ْم يُضَ ِح فَ َال ي َ ْق َربَ َّن ُم َصالَّن‬
Barangsiapa memiliki kemampuan tapi dia tidak melakukan ibadah kurban, maka
janganlah dia mendekati masjid kami. [4] HR. Aḥmad 2/321 dan Ibnu Mājah, Kitābul Adhāhi,
Bābul Adhḥai Wajibah Hiya am La ? (no. 3123) dan al-Ḥakim (2/389) dan beliau t menilainya sebagai ḥadits
shåḥīḥ.

Oleh karena itu, tidak selayaknya bagi orang yang mampu meninggalkan ibadah
ini. Hendaklah dia berkurban dengan satu hewan (kambing) atas nama dia dan
keluarganya. Dan tidak sah dua orang atau lebih bersekutu dalam kepemilikan
seekor kambing kurban. Sedangkan pada sapi atau unta, maka itu boleh ada tujuh
orang bersekutu dalam kepemilikannya. Sekali lagi, ini dalam kepemilikan.
Adapun bersekutu dalam pahala, maka tidak apa-apa seseorang berkurban
dengan satu kambing atas nama dirinya dan keluarganya, meskipun jumlahnya
banyak. Bahkan dia boleh berkurban atas nama dirinya dan seluruh Ulama Islam
atau yang serupa dengan itu, (misalnya) atas nama banyak orang sampai tidak ada
yang bisa menghitungnya kecuali Allǻh Azza wa Jalla .
Catatan :
Disini, saya meråsa perlu mengingatkan satu hal yang sering dilakukan oleh umat
dengan keyakinan bahwa ibadah kurban itu dilakukan khusus atas nama orang-
orang yang sudah mati. Sampai-sampai jika mereka ditanya, "Sudahkah kamu
melakukan ibadah kurban atas nama dirimu ?" maka dia akan menjawab, "Apakah
saya melaksanakan ibadah kurban ? padahal saya masih hidup ?!" Dia
mengingkarinya.
Sepantasnya untuk diketahui bahwa ibadah kurban itu disyariÀtkan bagi kaum
Muslimin yang masih hidup.
Ibadah ini termasuk diantara ibadah-ibadah khusus yang merupakan kewajiban
orang yang masih hidup. Oleh karena itu tidak ada riwayat dari Nabi Shållallǻhu

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 59 -
[@AMAL]
Àlayhi wa sallam yang menjelaskan bahwa beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
melakukan ibadah kurban atas nama keluarga dekat beliau Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam yang sudah meninggal, tidak pula atas nama istri-istri beliau Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam secara khusus.
Beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tidak pernah berkurban atas nama Khådijah
rådhiyallǻhu Ànha , istri pertama beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam , juga tidak
atas nama Zainab binti Khuzaimah rådhiyallǻhu anha, istri beliau Shållallǻhu
Àlayhi wa sallam yang meninggal tidak lama setelah beliau Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam nikahi, juga tidak berkurban atas nama Hamzah bin Abdul Mutthålib,
paman beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam yang syahid dalam perång Uhud. Beliau
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam hanya berkurban atas nama dirinya dan semua
keluarganya. Ini mencakup keluarga yang masih hidup dan yang sudah meninggal.
Ada perbedān antara mengkhusukan atau berdiri sendiri (istiqlal) dengan
memasukkan (tabi'un). Artinya orang yang sudah meninggal bisa mendapatkan
pahala ibadah kurban karena dia termasuk dalam lingkup keluarga orang yang
melakukan ibadah kurban atas nama dirinya dan keluarganya. Dan berniat atas
nama keluarganya yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Adapun
melakukan ibadah kurban khusus atas nama orang yang sudah meninggal, maka
sepengetahuan saya, perbuatan ini tidak ada dasarnya dalam sunnah. Sedangkan,
jika orang yang sudah meniggal itu sudah berwasiat agar disembelihkan hewan
kurban, maka ini harus dilaksanakan dalam rangka menunaikan wasiatnya.
Semoga masalah ini bisa difahami. Bahwasanya ibadah kurban itu hanya
disyariÀtkan bagi orang yang masih hidup, bukan bagi orang yang sudah
meninggal. Berkurban atas nama orang yang sudah meninggal hanya ada pada
(dua keadān yaitu) ikutan (artinya si mayyit termasuk anggota kelurga dari orang
yang melakukan ibadah kurban atas nama dirinya dan keluarganya, baik yang
masih hidup maupun yang sudah mati-red) atau karena wasiat. Sedangkan selain
dua itu, meskipun boleh, namun sebaiknya tidak melakukan hal itu.
Sumber :
Majmu' Fatawa wa Råsa'il Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/21-23

- 60 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


MENYEMBELIH BUKAN PADA HARI RAYA IDUL ADHḤA

Pertanyān
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin ditanya tentang seseorang yang
beribadah kepada Allǻh dengan menyembelih hewan tapi bukan pada sāt-sāt
disyariÀtkan berkorban.
❖ Apakah dia mendapatkan pahala ?
Beliau råḥimahullǻh menjawab :
Telah diketahui bersama bahwa beribadah kepada Allǻh Azza wa Jalla dengan
menyembelih hewan sembelihan bukan pada sāt disyariÀtkan berkorban tidak
akan menghåsilkan pahala ibadah korban. Namun jika dia bershådaqåh dengan
daging hewan tersebut, maka dia mendapatkan pahala shådaqåh, bukan pahala
berkorban. Oleh karena itu, kami mengatakan kepada orang itu, "Jangan beribadah
kepada Allǻh Azza wa Jalla dengan sesembelihan kecuali dengan niat beribadah
kepada Allǻh Azza wa Jalla dengan menyedaqåhkan dagingnya

BOLEHKAH BERHUTANG UNTUK BERKURBAN

Pertanyān
Syaikh Muḥammad bin Shālih al-Utsaimin råḥimahullǻh ditanya,
❖ "Apa hukum ibadah kurban ?
❖ Bolehkah bagi seseorang berhutang untuk melaksanakan ibadah kurban ?"
Beliau råḥimahullǻh menjawab :
Ibadah kurban itu hukumnya sunnah muÀkkadah (ibadah sunat yang sangat
ditekankan) bagi orang yang mampu melaksanakannya. Bahkan sebagian ahli
ilmu mengatakan bahwa ibadah kurban itu hukumnya wajib. Di antara yang
berpendapat wajib adalah imam Abu Ḥanīfah dan murid-murid beliau
råḥimahullǻh . Ini juga riwayat dari Imam Aḥmad råḥimahullǻh dan pendapat ini
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah råḥimahullǻh .
Berdasarkan keterångan ini maka tidak seyogyanya bagi orang yang mampu
meninggalkan ibadah ini. Sedangkan orang yang tidak memiliki uang, maka tidak
seharusnya dia mencari hutangan untuk melaksanakan ibadah kurban.
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 61 -
[@AMAL]
Karena (kalau dia berhutang), dia akan tersibukkan dengan tanggungan hutang,
sementarå dia tidak tahu, apakah dia akan mampu melunasinya ataukah tidak ?
Namun bagi yang mampu, maka janganlah dia meninggalkan ibadah ini karena itu
sunnah. Dan sebenarnya ibadah kurban itu satu untuk seseorang dan keluarganya.
Inilah yang sunnah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam . Beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam berkorban dengan seekor
kambing atas nama diri beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dan semua
keluarganya. Jika ada orang yang berkorban seekor kambing atas nama diri dan
semua keluarganya, maka itu sudah cukup untuk semua, baik yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal dunia tanpa perlu mengkhususkan ibadah korban
atas nama orang yang sudah meninggal dunia, sebagaimana yang dilakukan
sebagian orang. Mereka melakukan ibadah korban khusus atas nama orang yang
sudah meninggal dunia dan membiarkan diri dan keluarga mereka. Mereka tidak
melakukan ibadah korban atas nama diri dan keluarga mereka.
Adapun melakukan ibadah korban atas nama orang yang sudah meninggal dunia
karena wasiat yang diwasiatkannya, maka itu wajib dilaksanakan. W Àllǻhu a'lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XV/1432H/2011M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footnote
[1]. HR. Aḥmad 6/391 dan Ibnu Mājah , no. 3122
[2]. Dalam fatwa yang lain, Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin råḥimahullǻh
menyebutkan pilihan beliau yaitu sunnah muÀkkadah.
[3]. HR. Bukhåri , Kitābul Adḥāhi, Bāb Man Dzabaha Qåblas Shålāti fal Yu'id (no. 5561) dan
Muslim dalam Kitābul Adhāhi, Bābu Waqtiha (no. 1960)
[4]. HR. Aḥmad 2/321 dan Ibnu Mājah, Kitābul Adhāhi, Bābul Adhḥai Wajibah Hiya am La ?
(no. 3123) dan al-Ḥakim (2/389) dan beliau t menilainya sebagai ḥadits shåḥīḥ.

- 62 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①⑦

KURBAN DAN PENSYARIATANNYA


Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Hukum Kurban
Kurban merupakan salah satu sembelihan yang disyariatkan sebagai ibadah dan
amalan mendekatkan diri kepada Allǻh. Hal inilah yang dinyatakan Ibnul Qåyyim
dalam pernyatānnya : “Sembelihan-sembelihan yang menjadi amalan
mendekatkan diri kepada Allǻh dan ibadah adalah Al-Hadyu, Al-Adhhiyah
(Kurban) dan Al-Àqiqåh” [1] Lihat Abdul Aziz bin Muḥammad Ali Salman, Ithåf Al-Muslimin Bima
TayassaraMin Aḥkam Ad-Din, Ilmun wa Dalilun, Cet. II, Th 1403H, hal. 2/505 . Disyariatkannya
kurban sudah merupakan ijma yang disepakati kaum muslimin [2] Lihat Ibnu Qudamah,
Al-Mughni (11/94) dan Ibnu Hajar, Fatḥul Bāri Bi Syarhi Shåḥīḥ Al-Bukhåri , tanpa cetakan dan tahun, Al-
Maktabah Al-Salafiyah 10/3. Namun tentang hukumnya masih diperselisihkan para
ulama, yang terbagi dalam beberapa pendapat.
1) Pertama : Wajib Bagi Yang Mampu
Demikian ini pendapat Abu Hanifah dan Malik. Madzhab inipun dinukil dari
RåbiÀh Al-Rå’yi, Al-Auza’i, Al-Laits bin SaÀd [3] Lihar Dr Aḥmad Muwafi, Taisir Al-Fiqhi
Al-Jami Li Likhtiyaråt Al-Fiqhiyah Lisyaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Cetakan Pertama, Tah 1416H, Dar
Ibnu Al-Jauzi, Dammam, KSA (3/1210) dan salah satu riwayat dari Aḥmad bin Hanbal
[4] Lihat makalah Abu Bakr Al-Baghdadi yang yang berjudul Juzun Fi Udhḥiyah wa hukmu Ikhråjiha An

Balad Al-Mudhåhi, Majalah Al-Hikmah, hal 22 tanpa edisi dan tahun. Pendapat ini diråjihkan
oleh Ibnu Taimiyah [5] Lihat Taisir Al-Fiqh, op.cit (3/1208) menukil dari Majmu Fatāwā (23/162)
. Dan Syaikh Ibnu Utsaimin berkata : “Pendapat yang mewajibkan bagi orang
yang mampu adalah kuat, karena banyaknya dalil yang menujukkan perhatian
dan kepedulian Allǻh padanya” [6] Lihat Ibnu Utsaimin, Syarḥu Al-Mumti Ala Zād Al-
Mustaqni, Taḥqiq Khålid bin Ali Al-Musyaiqih dan Sulaiman Aba Khåil, Cet 1, Th 1416H, Muassasah
Asām, Riyadh KSA (7/519)

2) Kedua : Sunnah Atau Sunnah Muakkad Bagi Yang Mampu


Inilah pendapat jumhur ulama [7] Lihat An-Nawawi, Majmu Syarhu Al-Muhadzdzab, Tahqiq
Muḥammad Najib Al-Muthi’i, tanpa cetakan dan tahun, Dār Ihya Al-Turåts Al-Aråbi (8/354). . Al-
Ḥafizh Ibnu Ḥajar menukil pernyatān Ibnu Ḥazm yang mengatakan : “Tidak
shåḥīḥ dari seorangpun dari para saḥabat yang menyatakan wajibnya. Yang
benar, menurut jumhur, kurban itu tidak wajib. Dan tidak ada peselisihan, jika
ia merupakan salah satu syiÀr agama” [8] Lihat Fatḥul Bāri, op.cit (10/3)
3) Ketiga : Fardhu Kifayah
Ini merupakan satu pendapat dalam madzhab Syāfi’i
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 63 -
[@AMAL]
① Dalil Pendapat Pertama
1) Ḥadits Al-Barå bin Azib, beliau berkata :
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأبْ ِدلْهَا قَا َل لَي َْس ِع ْن ِدي اإلَّ َج َذ‬
ُ ‫الص َال ِة فَقَا َل َ َُل النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬َّ ‫⚫ َذب َ َح َأبُو ُب ْر َد َة قَ ْب َل‬
ِ
َ‫عَة قَا َل ا ْج َع ْلهَا َم ََكَنَ َا َولَ ْن َ َْت ِز َي ع َْن َأ َح ٍد ب َ ْعدَ ك‬
“Abū Burdah telah menyembelih kurban sebelum shålāt (‘Ied), lalu Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam berkata kepadanya : “Gantilah”, ia
menjawab, “Saya tidak punya kecuali JazÀh”. Maka beliau berkata :
“Jadikanlah ia sebagai penggantinya, dan hal itu tidak berlaku pada
seorangpun setelahmu”.
[Muttafaq Alaih]
Orang yang mewajibkan berḥujjah dengan ḥadits ini. Mereka menyatakan
bahwa Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memerintahkan Abu Burdah
untuk mengulangi penyembelihannya jika telah melakukannya sebelum
shålāt . Tentunya, hal seperti ini tidak dikatakan, kecuali dalam perkara yang
wajib saja.
2) Ḥadits Jundab bin Abdillah bin Sufyan Al-Bajali beliau berkata :
ُ ‫⚫ قَا َل َص ََّّل النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس ََّّل ي َ ْو َم النَّ ْح ِر ُ َُّث خ ََط َب ُ َُّث َذب َ َح فَقَا َل َم ْن َذب َ َح قَ ْب َل َأ ْن‬
ِ ‫ْس‬
‫اَّلل‬ ِ ْ ‫يُ َص ِ َل فَ ْل َي ْذب َ ْح ُأخ َْرى َم ََكَنَ َا َو َم ْن لَ ْم ي َ ْذ ب َ ْح فَل َي ْذب َ ْح ِِب‬
“Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam shålāt pada hari Naḥar (‘Ied Al-
Adhḥa), kemudian berkhutbah lalu menyembelih kurbannya dan
bersabda : “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shålāt , maka
sembelihlah yang lain sebagai penggantinya. Dan Barangsiapa yang
belum menyembelih maka sembelihlah dengan nama Allǻh”
[Muttafaq Àlaih]
3) Ḥadits Anas bin Malik, beliau berkata :
ُ ‫⚫ قَا َل النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬
ْ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َم ْن َذب َ َح قَ ْب َل ال ًّ َص َال ِة فَ ْل ُي ِعد‬
“Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam berkata : “Barangsiapa yang telah
menyembelih sebelum shålāt , maka ulangi lagi”
[Muttafaq Alaih]
4) Ḥadits Jābir bin Àbdillah, beliau berkata :
“Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam mengimami kami shålāt di hari Naḥar
(‘Iedul Adhḥa) di Madinah. Lalu beberapa orang maju dan menyembelih
(sembelihannya) dalam keadān menyangka Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
telah menyembelih. Lalu Nabi memerintahkan orang yang menyembelih
sebelum Beliau untuk mengulangi sembelihan yang lainnya, dan jangan
menyembelih sampai Nabi menyembelih” [9] Diriwayatkan Imam Muslim No. 1.964
Ḥadits -ḥadits ini jelas menunjukkan kewajiban kurban.
- 64 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
Sebab pada ḥadits -ḥadits tersebut terdapat dua hal yang menunjukkan wajib.
▪ Pertama : kata perintah,
▪ Kedua : perintah mengulangi.
Tentunya, sesuatu yang bukan wajib, tidak diperintahkan untuk
mengulanginya.
Ketiga ḥadits diatas dikomentari Ibnu Ḥajar dengan pernyatānnya : “Orang
yang mewajibkan kurban berdalil dengan adanya perintah mengulangi
penyembelihan. Maka hal ini dibantah dengan menyatakan, bahwa yang
dimaksud adalah penjelasan syaråt penyembelihan kurban yang disyariatkan.
Ini seperti pernyatān orang yang shålāt sunnah Dhuḥa sebelum matahari
terbit. Jika matahri sudah terbit, maka ulangi shålāt kamu” [10] Fatḥul Bāri (10/4).
5) Ḥadits Abu Huråiråh, beliau berkata : Huråiråh
ُ ‫⚫ قَا َل َر ُسو ُل اَّلل َص ََّّل‬
َ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َم ْن َو َجدَ َس َع ًة فَ َ َّْل يُضَ ِح فَ َال ي َ َقربَ َّن ُم َصالَّن‬
“Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang
memiliki kemampuan (keluasan rizki) dan tidak menyembelih maka
jangan dekati tampat shålāt kami” [11] Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah No. 3.123 dan
Al-Khåthib (8/338) dari Zaid bin Al-Hubab,Al-Ḥakim (2/389) dan Aḥmad (2/321) dari Àbdullǻh bin
Yazid Al-Muqri dan Abu Bakr Asy-Syairåzi dalam SabÀt Majalis Min Al-Amani dari Muḥammad bin
Sa’id. Mereka bertiga meriwayatkan dari Àbdullǻh bin Iyasy dari Àbdurråhman Al-A’råj dari Abu
Huråiråh secara marfu. Diambil dari Takhrij Aḥadits Musykil Al-Faqr, karya Al-Albani, Cetakan
Pertama,Tahun 1405H, Al-Maktab Al-Islami Beirut, hal.67-68.

Ḥadits ini jelas menunjukkan ancaman kepada orang yang memiliki


kemampuan dan enggan menyembelih kurban. Tentunya, Råsūlullǻh tidak
akan berbuat demikian, kecuali menunjukkan bahwa itu hukumnya wajib.
Pendapat yang tidak mewajibkan menyatakan, bahwa ḥadits ini mauquf,
sehingga tidak dapat dijadikan ḥujjah dalam perkara ini. Hal ini dijawab oleh
Syaikh Al-Albani dalam pernyatān beliau : “Ḥadits ini diriwayatkan secara
mauquf oleh Ibnu Wahab. Namun ziyadah tsiqåh ini diterima. Abu
Abduråhman Al- Muqri sebagai sangat tsiqåh (kredibel)” [12] Takhrij Aḥadits
Musykil Al-Fqr, op.cit,hal.68

Kemudian, pendapat yang tidak mewajibkan menjawab, anggap saja ḥadits


nya ḥasan, namun juga tidak tegas dalam menunjukkan kewajibannya,
sebagaimana dikatakan Ibnu Ḥajar : “Yang menjadi dasar yang kuat, yang
dipegangi oleh pendapat yang mewajibkan, ialah ḥadits Abu Huråiråh ini.
Namun diperselisihkan apakah marfu atau mauquf? Mauquf lebih dekat
kepada kebenarån, sebagaimana pendapat Ath-Thåhawi dan selainnya.
Walaupun marfu’, ḥadits ini juga tidak tegas dalam menunjukkan wajibnya”
[13] Fatḥul Bāri, op.cit 910/3)

6) Ḥadits Mikhnaf bin Sulaim, ia berkata :

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 65 -
[@AMAL]
ِ‫ات فَقَا َل ََّي َأُّيُّ َا النَّا ُس ا َّن عَ ََّل ُ ُِك َأهْل‬ ُ ‫⚫ َ ْحن ُن َم َع النَّ ِ ِِب َص ََّّل‬
ٍ َ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َوه َُو َوا ِقف ِب َع َرف‬
ِ ِ ْ ‫بَي ٍْت ِِف ُ ُِك عَا ٍم أ‬
‫ون َماالْ َعتِ َريةُ؟ َه ِذ ِه ال َّ ِت ي َ ُقو ُل النَّا ُس َّالر َج ِبيَّ ُة‬
َ ‫َْض َي ًة َو َعتِ َري ًة قَا َل تَدْ ُر‬
“Kami bersama Råsūlullǻh dan Beliau wukuf di Àråfah , lalu berkata,
“Wahai, manusia. Sesungguhnya wajib bagi setiap keluarga pada setiap
tahunnya kurban dan Àtiråh”. Beliau berkata, “Tahukah kalian, apakah
Àtiråh itu? Yaitu yang dikatakan orang råjabiyah” [14] Ḥadits ini diriwayatkan
oleh Aḥmad (4/215), Abu Dāwud no.2.788, At-Tirmidzi no.1.518, An-Nasa’i 7/167 dan Ibnu Mājah no.
3125. Ḥadits ini dishåḥīḥkan Al-Albani dalam Al-Misykah no.1478 dan Shåḥīḥ Al-Jāmi.

Al-Ḥafizh Ibnu Ḥajar berkata : “Demikian juga orang yang mewajibakan


berḥujjah dengan ḥadits Mikhnaf bin Sulaim ini yang diriwayatkan Aḥmad
dan imam yang empat dengan sanad yang kuat, namun tidak ada ḥujjah
disana, karena shighåhnya (katanya) tidak tegas menunjukkan wajib secara
muthlak, dan juga disebutkan bersamanya Àl-athiråh’ yang tidak dianggap
wajib oleh orang yang berpendapat wajibnya kurban” [15] Fatḥul Bāri op.cit 10/4
② Dalil Pendapat Kedua
1) Ḥadits Ummu Salamah, beliau berkata :
ُ ‫⚫ َأ َّن النَّ ِ َِّب َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل قَا َل ا َذا َد َخلَ ْت الْ َع ْ ُْث َو َأ َرا َد َأ َحدُ ُ ْمك َأ ْن يُضَ ِخ َي فَ َال ي َ َم َّس ِم ْن‬
ِ
‫ثَ َع ِر ِه َوب َ َ ِْث ِه ثَ ْيئًا‬
“Bahwa Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda, “Jika masuk sepuluh
hari pertama Dzulḥijjah dan salah seorang dari kalian ingin
menyembelih kurban, maka jangan memotong sedikitpun dari rambut
dan kukunya” [16] Diriwayatkan Muslim no. 5089
Imam Syafi’i berkata : “Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa kurban
tidak wajib, dengan dasar sabda Nabi (‫) َو َأ َرا َد‬. Beliau menyeråhkan kepada
kehendak. Seandainya memang wajib, tentunya Beliau Shållallǻhu Àlayhi
wa sallam menyatakan “maka janganlah memortong rambut nya sampai
menyembelih” [17] Lihat Majmu Syarḥu Al-Muhadzdzab op.cit 8/356
Pendapat yang mewajibkan, membantah dalil ini dengan menyatakan : Ḥadits
ini bukan berarti menunjukkan tidak wajibnya kurban secara muthlak,
karena kami mewajibkan dengan syaråt mampu. Demikian juga hadts ini
dapat dipahami dengan makna orang yang ingin menyembelih dengan sebab
memiliki kemampuan, maka jangan mengambil (memotong) rambut dan
kukunya sampai menyembelih, dengan dalil riwayat lain yang diriwayatkan
Imam Muslim yang tidak menyebutkan kata (‫ َ)و َأ َرا َد‬, yaitu sabda Råsūlullǻh .
‫⚫ َم ْن َاك َن َ َُل َذبْح ي َ ْذ َ ُْب ُه فَا َذا ُأ ِه َّل ِه َال َل ِذ ْي الْ ِح َّج ِة فَ َال يَأْ ُخ َذ َّن ِم ْن ثَ ْع ِر ِه َو َإل ِم ْن َأ ْظ َفاره ثَيْئًا‬
ِ ‫َح َِّت يُضَ ِح َي‬

- 66 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


“Barangsiapa yang memiliki sembelihan yang akan disembelih dan
tampak hilal Dzulḥijjah , maka jangan memotong sedikitpun rambut dan
kukunya sampai menyembelih” [18] Diriwayatkan Imam Muslim no. 5093
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Orang yang tidak mewajibkan, tidak
memiliki nash dalam hal ini. Mereka menyatakan, kewajiban tidak
disandarkan kepada kehendak (irådah). Dmeikian ini adalah pernyatān
global, karena memang kewajiban tidak diseråhkan kepada kehendak hamba,
sehingga dikatakan jika kamu mau, berbuatlah. Namun, terkadang kewajiban
disandarkan kepada syaråt untuk menjelaskan hukumnya, seperti firman
Allǻh.
َّ ‫⚫ ا َذا قُ ْم ُ ُْت ا ََل‬
‫الص َالة فَا ْغسلُوا‬
“Apabila kamu hendak mengerjakan shålāt , maka basuhlah”
ِ ِ
[Al-Mā`idah : 6]
Dan mereka mengartikannya. Jika kalian ingin melaksanakan dan
memaknakan. Jika ingin membaca Al-Qur`ān, maka bertaÀwudz. Padahal
thåharåh, merupakan wajib, dan membaca Al-Qur`ān dalam shålāt wajib
juga” [19] Majmu Fatāwā 23/164
2) Ḥadits Jabir, beliau berkata :
ُ ‫⚫ َثَ ِ دْ ُت َم َع النَّ ِ ِِب َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ْا َأل ْْضَى ِِبلْ ُم َص ََّّل فَلَ َما قَ ََض خ ُْط َبتَ ُه نَ َز َل ع َْن ِمنْ َ َِّب ِه فَأُ ِ َِت‬
‫اَّلل َواَّلل َأ ْك َ َُّب َه َذا ع َِِن َو ََّع ْن‬ ِ ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َي ِد ِه َوقَا َل ب ِْس ِم‬
ُ ‫ِب َك ْب ٍْث فَ َذ َ َْب ُه َر ُسو ُل اَّلل َص ََّّل‬
‫لَ ْم يُضَ ِح ِم ْن ُأ َّم ِت‬
“Aku menyaksikan bersama Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam shålāt Ied
Al-Adhḥa di Mushålla (tanah lapang). Ketika selesai khutbahnya. Beliau
turun dari mimbarnya, lalu dibawakan seekor kambing dan Råsūlullǻh
menyembelihnya dengan tangannya langsung, dan berkata : “Bismillah
wa Allǻhu Akbar hādza Ànni wa amman lam yudḥahi min ummati
(Bismillah Allǻhu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang belum
menyembelih)” [20] Syaikh Al-Albani berkata : Ḥadits ini shåḥīḥ diriwayatkan Abu Daud 2810
dan Tirmidzi 1/287, lihat Irwa Al-Ghåhlil 4/349 no. 1138

Mereka menyatakan : “Seandainya kurban diwajibkan, tentunya orang yang


meninggalkannya berhak dihukum dan tidak bisa dianggap cukup. Lalu
bagaimana dengan sembelihan Råsūlullǻh tersebut ?
Sehingga sabda beliau.
‫⚫ َه َذا ع َِِن َو َ ََّع ْن لَ ْم يُضَ ِح ِم ْن ُأ َّم ِت‬
Yang disampaikan secara mutlak tanpa perincian ini merupakan dalil
tidak wajibnya kurban.
Asy-Syaukani berkata : “Sisi pendalilan ḥadits ini dan yang semakna
dengannya atas tidak wajibnya kurban ialah, secara dhåhir menunjukkan
bahwa kurban Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bagi umatnya dan
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 67 -
[@AMAL]
keluarganya, mencukupkan orang yang tidak menyembelih kurban, baik
mampu atau tidak mampu.
Hal ini mungkin dijawab, bahwa ḥadits :
ِ ْ ‫⚫ ا َّن عَ َل ُ ُِك َأهْلِ بَي ِْت ِِف ُ ُِك عَا ِم أ‬
‫ْض َي َة َما‬
Yang menunjukkan kewajiban menyembelih kurban bagi ahli bait yang
ِ
mampu, menjadi indikator bahwa kurban Nabi Shål Àllǻhu Àlaihi wa sallam
tersebut untuk orang yang tidak mampu saja. Seandainya benar yang
disampaikan Al-Mudda’i (pendapat yang tidak mewajibkan,-pent), maka tidak
dapat menjadi dalil tidak wajibnya kurban. Karena, titik perselisihannya
adalah pada orang yang menyembelih untuk dirinya sendiri, dan bukan orang
yang disembelihkan orang lain. Sehingga tidak wajibnya pada orang yang ada
pada zaman Beliau dari umat ini, menghåruskan tidak wajibnya pada orang
yang beråda di luar zaman Beliau” [21] Muḥammad bin Ali Al-Syaukani, Nailul Authår Min
Aḥadits Sayidil Ahyār Syarhu MuntaqåAl-Akhbār, tahqiq Muhamamd Salim Hasyim, cetakan pertama
tahun 1415H. Dār Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut hal. 5/117

3) Atsar Abu Bakr dan ‘Umar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sarihah Al-
Ghifari, beliau berkata.
‫ َك َرا ِه َّي َة َأ ْن‬-‫ ِِف ب َ ْع ِض َحد ْيِثِ ِ ْم‬-‫⚫ َما َأد َْر ْك ُت َأ َِب بَك ِر َأ ْو َر َأيْ ُت َأ َِب بَ ْك ٍر َو ُ ََع َر َاكنَ َإل يُضَ ِح َي ِان‬
‫يُ ْقتَدَ ى ِبِ ِ َما‬
“Aku mendapati Abu Bakar atau melihat Abu Bakr dan Umar tidak
menyembelih kurban –dalam sebagian ḥadits mereka- khåwatir
dijadikan panutan” [22] Diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubrå 9/295 dan
dishåḥīḥkan Al-Albani.Lihat Irwa Al-Ghålil Fi Takhrij Ahādist Manār Al-Sabil, karya Syaikh Al-Albani
cetakan ke 2 tahun 1405H, Al-Maktab Al-Islami no. 1139 hal 4/355

Seandainya kurban diwajibkan, tentu keduanya orang yang pantas


mengamalkannya. Akan tetapi, keduanya memahami hukum kurban tersebut
tidak wajib.
 Pendapat Yang Råjih
Syaikh Muḥammad Al-Amin Al-Syinqithi berkata : “Saya telah meneliti dalil-dalil
sunnah pendapat yang mewajibkan dan yang tidak mewajibkan, dan keadaannya
dalam pandangan kami. Bahwa tidak ada satupun dalil dari kedua pendapat
tersebut yang tegas, pasti dan selamat dari bantahan, baik yang menunjukkan
wajib maupun yang tidak wajib”. Kemudian Syaikh berkata : “Yang råjih bagi saya
dalam perkara seperti ini, yang tidak jelas penunjukkan nash-nash kepada satu hal
tertentu dengan tegas dan jelas adalah berusaha sekuat mungkin keluar dari
khilaf. Sehingga, berkurban bila mampu, karena Nabi bersabda, “Tinggalkanlah
yang rågu kepada yang tidak rågu. “. Sepatutnya, seseorang tidak meninggalkanya
bila mampu, karena menunaikannya itu sudah pasti menghilangkan tanggung
jawabnya, Wallǻhu a’lam” [23] Muḥammad Al-Amin bin Muḥammad Al-Mukhtar Al-Jakni Al-
Syinqithi, Adhwā Al-Bayān Fi Idhah Al-Qur`ān bin Qur`ān, tanpa tahun dan cetakan, Alam Al-Kutub Beiurt
5/618

- 68 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Yang råjih –Wallǻhu a’lam- dalam permasalahan ini, yaitu pendapat jumhur ulama.
Karena seandainya tidak ada satu pun dalil dari ḥadits Nabi Shållallǻhu Àlaiahi wa
sallam yang secara pasti menunjukkan råjihnya salah satu pendapat tersebut,
namun amalan Abu Bakr dan ‘Umar dapat dijadikan faktor yang dapat meråjihkan
pendapat jumhur.
Sebab hal ini merupakan pengamalan perintah Råsūlullǻh dalam ḥadits Irbadh
bin Sariyah yang berbunyi.
‫⚫ فَان َّ ُه َم ْن ي َ ِع ْش ِمنْ ُ ُْك ب َ ْع ِدي فَ َس َ َريى ا ْخ ِت َالفًا َكثِ ًريا فَ َعلَ ْي ُ ُْك ب ُِسن َّ ِت َو َس نَّ ِة ا لْ ُخلَ َفا ِء َّالر ِاش ِد َين‬
⚫ “Sungguh, Barangsiapa di antara kalian yang hidup sesudahku, maka
ِ
akan mendapati perselisihan yang banyak. Maka wajib baginya untuk
memegangi sunnahku dan sunnah Khulafa Ar-Råsyidin".
Keduanya termasuk dari Khulafa Ar-Råsyidin menurut kesepakatan kaum
muslimin.
Hal ini juga dikuatkan dengan ḥadits lainnya yang diriwayatkan Imam Muslim
dengan lafadz :
‫⚫ فَا ْن يُ ِطي ُعوا َأ َِب بَ ْك ٍر َو ُ ََع َر يَ ْر ُشدُ وا‬
⚫ “Karena jika mereka mengikuti Abu Bakr dan ‘Umar, niscaya mendapati
ِ
petunjuk”.
Juga adanya riwayat atsar dari Ibnu Umar, Abu Mas’ud Al-Anshåri dan Ibnu Abbas
yang menunjukkan tidak wajibnya kurban. Wallǻhu a’lam.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M, Penulis
Ustadz Kholid Syamhudi Lc. Penebit Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo
– Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183, Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 69 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①⑧

IURÅN KURBAN DI SEKOLAH


Syaikh Masyhur bin Ḥasan Salman

Pertanyaan
Syaikh Masyhur bin Ḥasan Salman ditanya : Menjelang Idul Adhḥa tiba, ada
beberapa masalah yang senantiasa mengemuka dan perlu mendapat perhatian.
Di antara masalah tersebut, yaitu penyembelihan hewan kurban di sekolah-
sekolah.
Kegiatan ini sangat maråk, karena memang digalakkan oleh beberapa sekolah,
baik swasta maupun negeri. Dimana sekolah-sekolah tersebut menghåruskan
siswanya untuk mengeluarkan dana dengan jumlah tertentu sesuai dengan
keputusan sekolah masing-masing. Dana yang terkumpul kemudian digunakan
untuk membeli hewan kurban sapi atau kambing. Anggapan yang kemudian
timbul, bahwa kegiatan sejenis ini termasuk dalam kategori pelaksanān ibadah
yang sah.
❖ Bagaimanakah pendapat ini?
❖ Alasan yang melatar belakangi perbuatan ini, yaitu untuk melatih siswa
melaksanakan ibadah.
Jawaban
Mengenai penyembelihan kurban di sekolah, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, baik oleh pihak sekolah ataupun pihak wali murid atau orang tua.
1) Jika seseorang melaksanakan ibadah kurban dengan cara yang benar dan
memenuhi persyaråtan yang telah ditetapkan syariÀt, maka ibadah
kurbannya tersebut sah dan cukup untuk dirinya dan anggota keluarganya
yang lain, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Namun tidak
disyariÀtkan bila dikhususkan untuk orang yang sudah meninggal.
Sehingga, jika seorang siswa sudah melaksanakan ibadah kurban di sekolah
atau di tempat lainnya dengan cara yang benar, maka syariÀt kurban menjadi
gugur atas anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, berarti ia mendapatkan
limpahan wewenang dari orang tuanya.
Yang harus mendapat perhatian penuh, yaitu pelaksanaan sunnah yang
berkaitan dengan ibadah kurban. Di antara sunnah-sunnah itu ialah ; bagi
orang yang berkurban dan anggota keluarganya, disunnahkan untuk

- 70 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


menyaksikan penyembelihannya, orang yang berkurban disunnahkan untuk
mengkonsumsi sebagian daging hewan yang dikurbankan.
Sunnah-sunnah ini, kadang kala teråbaikan ketika seseorang berkurban di
sekolah
2) Pihak sekolah tidak berhak menghåruskan siswanya untuk berkurban di
sekolah. Yang berhak untuk menentukan tempat berkurban atau
melimpahkan urusan kurban kepada orang lain adalah pemilik kurban, dalam
hal ini wali siswa atau bapaknya. Pihak sekolah hanya berkewajiban untuk
mengajarkan, melatih dan memotivasi siswanya untuk melaksanakan
amalan-amalan taÀt dengan cara yang benar. Jika pihak sekolah
menghåruskan siswanya untuk menyembelih hewan kurbannya di sekolah,
berarti pihak sekolah telah melakukan sesuatu yang bukan wewenangnya.
3) Adapun masalah iurån untuk kurban, jika memenuhi ketentuan syariÀt, maka
perbuatan ini sah dan ibadah kurbannya sah. Yaitu satu sapi atau unta untuk
tujuh orang. Jika menyalahi ketentuan ini, maka ibadah kurbannya tidak
sah.
Khusus mengenai iurån kurban yang dikenakan kepada para siswa sebanyak lima
ribu, sepuluh ribu atau beberapa ribu rupiah, kemudian dana yang terkumpul
digunakan untuk membeli kambing atau sapi, dan kemudian mereka namakan
perbuatan ini sebagai ibadah kurban, maka demikian ini merupakan perbuatan
yang keliru. Hal ini, dilihat dari beberapa segi:
A. Penyembelihan yang mereka namakan ibadah kurban ini menyelisihi yang
telah menjadi ketetapan syariÀt. Yaitu seekor kambing untuk satu orang
dan seekor sapi untuk tujuh orang. Sedangkan ibadah kurban mereka ini, satu
sapi atau kambing untuk puluhan orang, bahkan mungkin råtusan orang. Ini
jelas menyelisihi ketetapan syariÀt. Karena menyelisihi, maka iurån kurban
yang seperti ini tidak bisa dinamakan sebagai ibadah kurban. Dengan kata
lain, ibadah kurban seperti ini tidak sah.
B. Ibadah kurban hanya dibebankan kepada kaum muslimin yang mampu. Jika
mampu, hendaknya ia berkurban. Dan jika tidak mampu, maka kewajiban
syariÀt tidak akan dibebankan kepada orang yang tidak mampu.
C. Selanjutnya kami [1] Tambahan penjelasan redaksi majalah as-sunnah , memberi saran,
bila berålasan untuk melatih para siswa melakukan perbuatan taÀt, ini tujuan
yang sangat mulia. Namun tujuan mulia ini, bukan berarti kemudian boleh
dicapai dengan cara yang tidak dibenarkan. Mungkin ada cara lain yang bisa
ditempuh untuk mencapai tujuan ini, yaitu dengan memotivasi para siswa
untuk menabung. Kemudian jika pada tahun depan tabungannya cukup untuk
melakukan kurban, maka dimotivasi untuk melakukannya, dan jika tidak
cukup, mungkin bisa dilakukan pada tahun yang akan datang. Demikian
semoga bermanfāt. Wallǻhu a’lam.
(Diangkat dan disarikan dari sesi tanya jawab di Universitas Bråwijaya Malang,
Selasa 7 Des 2004 dengan bahasa bebas)
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 71 -
[@AMAL]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425/2004M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footenote
[1]. Tambahan penjelasan redaksi majalah as-sunnah

PAHALA QURBAN UNTUK YANG SUDAH WAFAT

Pertanyaan
❖ Apakah orang yang sudah wafat bisa mendapatkan pahala jika keluarganya
yang masih hidup melakukan ibadah qurban atas namanya ?
❖ Karena semasa hidupnya, orang ini tidak pernah melakukan ibadah qurban ?
08135xxxxxx
Jawaban :
Insya`a Allǻh, orang yang sudah wafat itu bisa mendapatkan pahala jika ibadah
qurban yang dilakukan oleh kerabatnya yang masih hidup itu berlandaskan
wasiatnya ketika dia masih hidup atau si mayit termasuk diantara nama-nama
orang yang diikutsertakan dalam satu ibadah qurban sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Beliau Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam bersabda : “Ya Allǻh , terimalah ini dari Muḥammad dan keluarga
‘Muḥammad ”. Sedangkan mengkhususkan satu ibadah qurban atas nama orang
yang sudah meninggal dunia, kami belum mengetahui satu riwayatpun yang
menerangka n bahwa itu pernah dilakukan oleh Råsūlullǻh atau pada shåḥabat
beliau.
Misalnya : “Ini adalah qurban dari si Fulan.” padahal si Fulan sudah meninggal.
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al Utsaimin menerangka n bahwa berqurban untuk
yang mati ada tiga macam:
1) Pertama: Berqurban atas nama orang yang mati secara khusus. Ini tidak ada
sunnahnya
Allǻh Azza wa Jalla berfirman:
‫⚫ َو َأ ْن لَي َْس ِل ْالن ْ َس ِان ا َّإل َما َس َع ٰى‬
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
ِ ِ
telah diusahakannya
[an Najm/53:39]

- 72 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Syaikh Muḥammad Shåliḥ al 'Utsaimīn råḥimahullǻh mengatakan :
“Udhḥiyah (qurban) itu disyariatkan bagi yang hidup atau yang mati ?
Beliau råḥimahullǻh menjawab: “Udhḥiyah (qurban) disyariatkan untuk
yang hidup. Karena tidak ada riwayat dari Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
dan para Saḥabat nya (yang menjelaskan) bahwa mereka pernah berudhḥiyah
khusus atas nama orang yang sudah wafat. Padahal Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam punya anak, istri dan kerabat-kerabat yang sudah wafat sebelum
beliau. Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam tidak pernah berudhḥiyah atas salah
seorang di antara mereka secara khusus. Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
tidak berudhḥiyah atas nama Hamzah (pamannya), untuk Khådījah (istrinya)
dan Zainab binti khuzaimah. Tidak juga untuk anak laki-laki atau perempuan
beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Seandainya hal tersebut adalah sesuatu
yang disyariatkan, tentulah Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam akan
menjelaskannya dalam sunnahnya, baik dalam bentuk ucapan atau
perbuatan. [asy-Syarḥul Mumti’ 7/455]
2) Kedua : Adapun apabila nama si mayit diikutsertakan dengan nama-nama
orang yang hidup, maka itu DIBOLEHKAN, sebagaimana pernah dilakukan
oleh Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
berdoa:
‫⚫ اللَّهُ َّم ه ََذا ع َْن ُم َح َّم ٍد َوألِ ُم َح َّم ٍد‬
Ya Allǻh, terimalah ini dari Muḥammad dan keluarga ‘Muḥammad.
[al-Ḥākim, al-Imam ḥaqi]
3) Ketiga: Apabila si mayit mewasiatkan untuk berqurban, maka wasiat
tersebut WAJIB dilaksanakan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 73 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽①⑨

BAGAIMANA KURBAN BAGI ORANG YANG SUDAH


MENINGGAL?
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Menjawab pertanyaan di atas, berikut kami bawakan pendapat Syaikh


Muḥammad bin Shåliḥ Al-Utsaimin, yang kami ambil dari kitab Aḥkam Al-
Adhḥahi wal Dzakāh, dengan beberapa tambahan referensi lainnya.
Pada asalnya, kurban disyariÀtkan bagi orang yang masih hidup, sebagaimana
Råsūlullǻh dan para shåḥabat telah menyembelih kurban untuk dirinya dan
keluarganya. Adapun persangkān orang awam adanya kekhususan kurban untuk
orang yang telah meninggal, maka hal itu tidak ada dasarnya.
Kurban bagi orang yang sudah meninggal, ada tiga bentuk :
1) Menyembelih kurban bagi orang yang telah meninggal, namun yang masih
hidup disertakan.
Contohnya, seorang menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan ahli
baitnya, baik yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia.
Demikian ini boleh, dengan dasar sembelihan kurban Nabi Shållallǻhu Àlayhi
wa sallam untuk dirinya dan ahli baitnya, dan diantara mereka ada yang telah
meninggal sebelumnya. Sebagaimana tersebut dalam ḥadits shåḥīḥ yang
berbunyi.
“Artinya : Aku menyaksikan bersama Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam shålāt
Id Al-Adhḥa di musholla (tanah lapang). Ketika selesai khutbahnya, beliau
turun dari mimbarnya. Lalu dibawakan seekor kambing dan Råsūlullǻh
menyembelihnya dengan tangannya langsung dan berkata : “Bismillah wa
Allǻhu Akbar hadza anni wa amman lam yudhahi min ummati” (Bismillah
Allǻhu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang belum menyembelih) [1] Ḥadits
shåḥīḥ diriwayatkan Abu Dāwud dan At-Tirmdzi. . Ini meliputi yang masih hidup atau
telah mati dari umatnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Diperbolehkan menyembelih kurban
seekor kambing bagi ahli bait, isteri-isterinya, anak-anaknya dan orang yang
bersama mereka, sebagaimana dilakukan para saḥabat ” [2] Majmu Al-Fatāwā
(23/164). Dasarnya ialah ḥadits ‘Ā`isyah , beliau berkata.

- 74 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


“Artinya : Sesungguhnya Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
meminta seekor domba bertanduk, lalu dibawakan untuk disembelih
sebagai kurban. Lalu beliau berkata kepadanya (‘Ā`isyah ), “Wahai ,
‘Ā`isyah , bawakan pisau”, kemudian beliau berkata : “Tajamkanlah
(asahlah) dengan batu”. Lalu ia melakukannya. Kemudian Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam mengabil pisau tersebut dan mengambil
domba, lalu menidurkannya dan menyembelihnya dengan mengatakan :
“Bismillah, wahai Allǻh! Terimalah dari Muḥammad dan keluarga
Muḥammad dan dari umat ‘Muḥammad ”, kemudian menyembelihnya”
[Riwayat Muslim]
Sehingga seorang yang menyembelih kurban seekor domba atau kambing
untuk dirinya dan ahli baitnya, maka pahalanya dapat diperoleh juga oleh ahli
bait yang dia niatkan tersebut, baik yang masih hidup atau yang telah
meninggal dunia. Jika tidak berniat baik secara khusus atau umum, maka
masuk dalam ahli bait semua yang termaktub dalam ahli bait tersebut, baik
secara adat mupun bahasa. Ahli bait dalam istilah adat, yaitu seluruh orang
yang di bawah naungannya, baik isteri, anak-anak atau kerabat. Adapun
menurut bahasa, yaitu seluruh kerabat dan anak turunan kakeknya, serta
anak keturunan kakek bapaknya.
2) Menyembelih kurban untuk orang yang sudah meninggal, disebabkan
tuntunan wasiat yang disampaikannya. Jika demikian, maka wajib
dilaksanakan sebagai wujud dari pengamalan firman Allǻh.
َ َّ ‫⚫ فَ َم ْن بَد َ ََُّل ب َ ْعدَ َما َ َِس َع ُه فَان َّ َما ا ْث ُم ُه عَ ََّل َّ ِاَّل َين يُ َب ِدلُون َ ُه ا َّن‬
‫اَّلل َ َِسيع عَ ِلي‬
“Artinya : Maka
ِ
Barangsiapa yang mengubah wasiat itu setelah ia
ِ ِ
mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang
yang mengubahnya. Sesungguhnya Allǻh Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”
[Al-Baqåråh : 181]
Dr. Àbdullǻh Ath-Thåyār berkata : “Adapun kurban bagi mayit yang
merupakan wasiat darinya, maka ini wajib dilaksanakan walaupun ia
(yang diwasiati) belum menyembelih kurban bagi dirinya sendiri, karena
perintah menunaikan wasiat” [3] Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyar, Aḥkam Al-
Idain wa Asyarå Dzilḥijjah, cetakan Pertama Tahun 1413H Dār Al-Ahimah, Riyadh KSA, hal. 72

3) Menyembelih kurban bagi orang yang sudah meninggal sebagai shådaqåh


terpisah dari yang hidup (bukan wasiat dan tidak ikut yang hidup) maka
inipun dibolehkan.
Para ulama Ḥambaliyah (yang mengikuti madzhab Imam Aḥmad)
menegaskan bahwa pahalanya sampai ke mayit dan bermanfaat baginya
dengan meng-analogikannya kepada shådaqåh. Ibnu Taimiyyah berkata :
“Diperbolehkan menyembelih kurban bagi orang yang sudah meninggal
sebagaimana diperolehkan ḥaji dan shådaqåh untuk orang yang sudah

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 75 -
[@AMAL]
meninggal. Menyembelihnya di rumah dan tidak disembelih kurban dan
yang lainnya di kuburån” [4] Majmu Al-Fatāwā (26/306)
Akan tetapi, kami tidak memandang benarnya pengkhususan kurban untuk
orang yang sudah meninggal sebagai sunnah, sebab Nabi Shållallǻhu Àlaihi
was al sallam tidak pernah mengkhususkan menyembelih untuk seorang
yang telah meninggal. Beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tidak menyembelih
kurban untuk Hamzah, pamannya, padahal Hamzah merupakan kerabatnya
yang paling dekat dan dicintainya. Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tidak
pula menyembelih kurban untuk anak-anaknya yang meninggal dimasa hidup
beliau, yaitu tiga wanita yang telah bersuami dan tiga putrå yang masih kecil.
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam juga tidak menyembelih kurban untuk
istrinya, Khådijah, padahal ia merupakan istri tercintanya. Demikian juga,
tidak ada berita jika para saḥabat menyembelih kurban bagi salah seorang
yang telah meninggal.
Demikian sedikit ulasan berkenaan dengan kurban bagi orang yang telah
meninggal.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M, Penulis
Ustadz Kholid Syamhudi Lc. Penebit Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo
– Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
Footnote
[1]. Ḥadits shåḥīḥ diriwayatkan Abu Dāwud dan At-Tirmdzi.
[2]. Majmu Al-Fatāwā (23/164)
[3]. Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyar, Aḥkam Al-Idain wa Asyarå Dzilḥijjah,
cetakan Pertama Tahun 1413H Dār Al-Ahimah, Riyadh KSA, hal. 72.
[4]. Majmu Al-Fatāwā (26/306)

- 76 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②⓪

MENJUAL KULIT BINATANG KURBAN?


Ustadz Abu Ismā’il Muslim Al-Atsari

Menyembelih binatang kurban merupakan ibadah agung yang dilakukan umat


Islam setiap tahun pada hari raya kurban.
Orang yang menyembelih binatang kurban, boleh memanfaatkannya untuk
memakan sebagian daging darinya, menshådaqåhkan sebagian darinya kepada
orang-orang miskin, menyimpan sebagian dagingnya, dan memanfaatkan yang
dapat dimanfaatkan, misalnya ; kulitnya untuk qirbah (wadah air) dan sebagainya.
Dalil hal-hal di atas adalah ḥadits -ḥadits dibawah ini.
ُ ‫⚫ ع َْن َسلَ َم َة ْب ِن َاأل ْك َوع قَا َل قَا َل النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َم ْن َْضَّى ِمنْ ُ ُْك فَ َال يُ ْص ِب َح َّن ب َ ْعدَ ََث ِلثَ ٍة‬
‫َشء فَلَ َّما َاك َن الْ َعا ُمالْ ُم ْق ِب ُل قَالُوا ََّي َر ُسو َل َّاَّلل ن َ ْف َع ُل َ َمَك فَ َع ْل َنا عَا َم الْ َما ِِض قَا َل ُ ُُكوا‬ ْ َ ‫َوب َ ِق َي ِِف ب َ ْي ِت ِه ِم ْن ُه‬
‫َو َأ ْط ِع ُموا َوا َّد ِخ ُروا فَا َّن َذ ِ َِل الْ َعا َم َاك َن ِِبلنَّ ِاس َ َْجد فَأَ َرد ُْت َأنْ ُت ِعي ُنوا ِفهيَا‬
⚫ “Artinya : Dari Salamah bin Al-Akwa rådhiyallǻhu Ànhu, dia berkata :
ِ
“Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda : “Barangsiapa di antara
kamu menyembelih kurban, maka janganlah ada daging kurban yang
masih tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga”. Tatkala pada tahun
berikutnya, para saḥabat bertanya : “Wahai, Råsūlullǻh ! Apakah kita
akan melakukan sebagaimana yang telah kita lakukan pada tahun lalu?”
Beliau menjawab : “Makanlah, berilah makan, dan simpanlah,. Karena
sesungguhnya tahun yang lalu, menusia tertimpa kesusahan (paceklik),
maka aku menghendaki agar kamu menolong (mereka) padanya
(kesusahan itu).
[HR Bukhåri no. 569, Muslim, no, 1974]
Perintah Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam : ‘Makanlah, berilah makan, dan
simpanlah’, bukan menunjukkan kewajiban, tetapi menunjukkan kebolehan.
Karena perintah ini datangnya setelah larångan, sehingga hukumnya
kembali kepada sebelumnya. [Lihat juga Fatḥul Bari, penjelasan ḥadits no.
5.569]
Dari ḥadits ini kita mengetahui, bahwa Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam pernah
melarång memakan daging kurban lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam
pada waktu itu menshådaqåhkan kelebihan daging kurban yang ada. Namun
larångan itu kemudian dihapuskan.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 77 -
[@AMAL]
Dalam ḥadits lain. Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dengan tegas
menghapuskan larångan tersebut dan menyebutkan sebabnya. Beliau bersabda.
‫الط ْولِ عَ ََّل َم ْن َإل َط ْو َل َ َُل فَ ُ ُكوا َمابَدَ ا لَ ُ ُْك‬ ِ ِ ‫⚫ ُك ْن ُت َنَ َ ْي ُت ُُك َع ْن لُ ُحو ِم ْا َألضَ ا‬
َّ ‫ح فَ ْو َق ثَ َال ٍث ِل َيت َّ ِس َع ُذو‬
‫َو َأ ْط ِع ُموا َوا َّد ِخ ُروا‬
⚫ “Artinya ; Dahulu aku melarång kamu dari daging kurban lebih dari tiga
hari, agar orang yang memiliki kecukupan memberikan keleluasan
kepada orang yang tidak memiliki kecukupan. Namun (sekarång),
makanlah semau kamu, berilah makan, dan simpanlah.”
[HR Tirmidzi no. 1510, dishåḥīḥkan oleh Syaikh Al-Albani]
Setelah meriwayatkan ḥadits ini, Imam Tirmidzi råḥimahullǻh berkata. :
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َوغَ ْ ِري ِ ُْه‬ ِ ‫ َوالْ َع َم ُل عَ ََّل ه ََذا ِع ْندَ َاهلِ الْ ِم ْ َِّل ِم ْن َا ْحص‬
ُ ‫َاب النَّ ِ ِِب َص ََّّل‬
“Artinya : Pengamalan ḥadits ini dilakukan oleh ulama dari kalangan para
saḥabat Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dan selain mereka”.
Dalam ḥadits lain disebutkan :
⚫ “Dari Àbdullǻh bin Waqid, dia berkata : Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam melarång memakan daging kurban setelah tiga hari. Àbdullǻh bin
Abu Bakar berkata : Kemudian aku sebutkan hal itu kepda Amråh. Dia
berkata, “dia (Àbdullǻh bin Waqid) benar”. Aku telah mendengar ‘Ā`isyah
rådhiyallǻhu Ànha mengatakan, orang-orang Badui datang waktu Idul
Adhḥa pada zaman Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam , maka Beliau
bersabda, ‘Simpanlah (sembelihan kurban) selama tiga hari, kemudian
shådaqåhkanlah sisanya’. Setelah itu (yaitu pada tahun berikutnya, -
pent) para saḥabat mengatakan : “Wahai Råsūlullǻh , sesungguhnya
orang-orang membuat qirbah-qirbah [1] (Qirbah : wadah air yang terbuat dari kulit)
dari binatang-binatang kurban mereka, dan mereka melelehkan
(membuang) lemak darinya”. Maka Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam bersabda : “Memangnya kenapa?” Mereka menjawab, “Anda telah
melarång memakan daging kurban setelah tiga hari”. Maka beliau
bersabda : “Sesungguhnya aku melarång kamu hanyalah karena
sekelompok orang yang datang (yang membutuhkan shådaqåh daging, -
pent). Namun (sekarång) makanlah, simpanlah, dan bershådaqåhlah’ .
[HR Muslim no. 1971]
Banyak ulama menyatakan, orang yang menyembelih kurban disunnahkan
bershådaqåh dengan sepertiganya, memberi makan dengan sepertiganya, dan dia
bersama keluarganya memakan sepertiganya. Namun riwayat-riwayat yang
berkaitan dengan ini lemah. Sehingga hal ini diseråhkan kepada orang yang
berkurban. Seandainya dishådaqåhkan seluruhnya, hal itu dibolehkan.
Wallǻhu a’lam [2] Shåḥīḥ Fiqhis Sunnah 2/378, karya Abu Malik Kamal bin As-Syyid Salim.

- 78 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


MENJUAL SESUATU DARI HEWAN SEMBELIHAN KURBAN
Dalam masalah ini terdapat beberapa ḥadits , sebagaimana tersebut dibawah ini.
1) Ḥadits Àli bin Abi Thålib rådhiyallǻhu Ànhu.
ُ ‫⚫ ع َْن عَ ِ ِل رِض اَّلل ع ْنه َأ َّن النَّ ِ َِّب َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ َم َر ُه َأ ْن ي َ ُقو َم َعَّل بًدْ ِن ِه َو َأ ْن ي َ ْق ِس َم‬
‫بُدْ ن َ ُه ُُكَّهَا لُ ُحو َمهَا َو ُجلُو َدهَا َوجِ َاللَهَا ِ(ِف الْ َم َسا ِك ْ ِي) َو َإل يُغ ِْط َي ِِف جِ َز َارَتِ َا شَ يْئًا‬
“Artinya : Dari Àli rådhiyallǻhu Ànhu, bahwa Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam memerintahkannya agar dia mengurusi budn (onta-onta hadyu)
Beliau [3], (Hadyu : Binatang ternak yang mudah didapatkan, berupa onta, sapi, atau kambing,
yang disembelih oleh orang yang berḥaji dan dihadiahkan kepada orang-orang miskin di Mekkah.
Hadyu Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam pada waktu itu 100 ekor onta. Hadyu ada yang hukumnya
wajib, ada yang sunnah. Lihat Minhajus Salik hal.396, 405 karya Syaikh Muḥammad Al-Bayyumi,
Tahqiq Dr. Shåliḥ bin Ghånim As-Sadlan). membagi semuanya, dan jilalnya [4] Jilal :
kain yang ditaruh pada punggung onta untuk menjaga diri dari dingin dan semacamnya, seperti
pakaian pada manusia.(pada orang-orang miskin). Dan dia tidak boleh
memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada penjagalnya”.
[HR Bukhåri no. 1717, tambahan dalam kurung riwayat Muslim no.
439/1317]
Pada riwayat lain disebutkan, Àli rådhiyallǻhu Ànhu berkata.
ُ ‫⚫ َأ َم َر ِن َر ُسو ُل اَّلل َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ ْن َأقُو َم عَ ََّل بُدْ ِن ِه َو َأ ْن َأت ََصد ََّق ِبلَ ْح ِمهَا َو ُجلُو ِدهَا‬
َ‫َوأَجِ لَّْتِ َا َو َأ ْن َإل ُأع ِْط َي الْ َج َّز َار ِمْنْ َا قَا َل َ ْحن ُن ن ُ ْع ِطي ِه ِم ْن ِع ْن ِدن‬
“Artinya : Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memerintahkanku
agar aku mengurusi onta-onta kurban Beliau, menshådaqåhkan
dagingnya, kulitnya dan jilalnya. Dan agar aku tidak memberikan
sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan Beliau
bersabda : “Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari
kami” .
[HR Muslim no. 348, 1317]
Ḥadits ini secara jelas menunjukkan, bahwa Ali diperintahkan oleh Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam untuk menshådaqåhkan daging hadyu, kulitnya,
bahkan jilalnya. Dan tidak boleh mengambil sebagian dari binatang kurban itu
untuk diberikan kepada tukang jagalnya sebagai upah, karena hal ini
termasuk jual beli. Dari ḥadits ini banyak ulama mengambil dalil tentang
terlarångnya menjual sesuatu dari binatang kurban, termasuk menjual
kulitnya.
2) Ḥadits Abu Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhu
ِ ْ ‫ َم ْن ِب َع جِ ْ َْل أ‬: ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل قَا َل‬
ِ ْ ‫ُْضيَّتِ ِه فَ َال أ‬
‫ُْضيَّ َة َ َُل‬ ُ ‫⚫ ع َْن َأ ِ ِْب ه َُريْ َر َة َأ َّن‬
ُ ‫رضسو َل اَّلل َص ََّّل‬
“Artinya : Dari Abu Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhu, bahwa Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit
binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 79 -
[@AMAL]
Syaikh Abul Ḥasan As-Sulaimani menjelaskan, ḥadits ini diriwayatkan oleh
Al-Ḥakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) diḥasankan oleh Syaikh Al-
Albani di dalam Shåḥīḥ Al-Jami’ush Shåghir, no. 6118. Namun di dalam
sanadnya terdapat peråwi bernama Àbdullǻh bin Ayyasy, dan dia seorang
yang jujur namun berbuat keliru, peråwi yang tidak dijadikan ḥujjah . [5]
Diringkas dari Tanwirul Ainain hal. 376-377

3) Ḥadits Abi Sa’id Al-khudri rådhiyallǻhu Ànhu. Diriwayatkan bahwa Nabi


Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda.
....)‫( َو َإل تَ ِب ْي ُع ْوا لُ ُح ْو َم الْهَدْ ِي َو ْا َألضَ ا ِح فَ ُ ُك ْوا وت ََص َّدقُ ْوا َواس تَ ْمتِ ُع ْوا ِ ُِبلُو ِدهَا َو َإل تَ ِب ْي ُعو هَا‬... ⚫
“Artinya : Janganlah kamu menjual daging hadyu dan kurban. Tetapi
makanlah, bershådaqåhlah, dan gunakanlah kesenangan dengan
kulitnya, namun janganlah kamu menjualnya”
[Ḥadits dhå’if, riwayat Aḥmad 4/15] [6] Lihat Shåḥīḥ Fiqhis Sunnah 2/379, karya Abu
Malik Kamal bin As-Sayyid Salim

PERKATAAN PARA ULAMA


1) Imam Asy-Syafi’i råḥimahullǻh berkata :
“Jika seseorang telah menetapkan binatang kurban, wolnya tidak
dicukur. Adapun binatang yang seseorang tidak menetapkannya sebagai
kurban, dia boleh mencukur wolnya. Binatang kurban termasuk nusuk
(binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allǻh),
dibolehkan memakannya, memberikan makan (kepada orang lain) dan
menyimpannya. Ini semua boleh terhadap seluruh (bagian) binatang
kurban, kulitnya dan dagingnya. Aku membenci menjual sesuatu darinya.
Menukarkannya merupakan jual beli”.
Beliau juga mengatakan :
“Aku tidak mengetahui perselisihan di antara manusia tentang ini, yaitu
: Barangsiapa telah menjual sesuatu dari binatang kurbannya, baik kulit
atau lainnya, dia (harus) mengembalikan harganya –atau nilai apa yang
telah dia jual, jika nilainya labih banyak dari harganya- untuk apa yang
binatang kurban dibolehkan untuknya. Sedangkan jika dia
menshådaqåhkannya, (maka) lebih aku sukai, sebagaimana
bershådaqåh dengan daging binatang kurban lebih aku sukai” [7] Al-Umm
2/351, dinukil dari Tanwirul Ainain Bi Àḥkam il Adhḥahi wal Idain hal.373-374 karya Syaikh Abul Ḥasan
Musthofa bin Ismail As-Sulaimani

2) Imam Nawawi råḥimahullǻh berkata :


“Dan madzhab (pendapat) kami (Syafi’iyah), tidak boleh menjual kulit
hadyu atau kurban, dan tidak boleh pula (menjual) sesuatu dari bagian-
bagiannya. Inilah madzhab kami. Dan ini pula pendapat Atho`, An-
Nakhå’i, Malik, Aḥmad dan Isḥaq. Namun Ibnul Mundzir menghikayatkan
dari Ibnu Umar, Aḥmad dan Isḥaq, bahwa tidak mengapa menjual kulit

- 80 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


hadyu dan menshådaqåhkan harga (uang)nya. Abu Tsaur memberi
keringanan di dalam menjualnya.
An-Nakhå’i dan Al-Auza’i berkata :
‘Tidak mengapa membeli ; ayakan, saringan, kapak, timbangan dan
semacamnya dengannya (uang penjualan kulitnya, -pent), Al-Ḥasan Al-
Bashri mengatakan ; “Kulitnya boleh diberikan kepada tukang jagalnya’.
Tetapi (perkatānnya) ini membuang sunnah,
Wallǻhu a’lam.
[Lihat Syaråḥ Muslim 5/74-75, Penerbit Dāarul Ḥadits Cairo]
3) Imam Ash-ShånÀni råḥimahullǻh berkata :
“Ini (ḥadits Àli di atas) menunjukkan bahwa dia (Àli) bershådaqåh dengan
kulit dan jilal (pakaian onta) sebagaimana dia bershådaqåh dengan
daging. Dan Àli tidak sedikitpun mengambil dari hewan sembelihan itu
sebagai upah kepada tukang jagal, karena hal itu termasuk hukum jual-
beli, karena dia (tukang jagal) berhak mendapatkan upah. Sedangkan
hukum kurban sama dengan hukum hadyu, yaitu tidak boleh diberikan
kepada tukang jagalnya sesuatupun dari binatang sembelihan itu
(sebagai upah). Penulis Nihayatul Mujtahid berkata : “Yang aku ketahui,
para ulama sepakat tidak boleh menjual dagingnya”. Tetapi mereka
berselisih tentang kulit dan bulunya yang dapat dimanfaatkan. Jumhur
(mayoritas) ulama mengatakan tidak boleh. Abu Ḥanifah mengatakan
boleh menjualnya dengan selain dinar dan dirham. Yakni (ditukar) dengan
Barang -Barang . Athå’ berkata, boleh dengan semuanya, dirham atau
lainnya” [8] Penukilan pendapat Athå di sini berbeda dengan penukilan An-Nawawi –sebagaimana
di atas- yang menyatakan bahwa Athå termasuk ulama yang melarång penjualan kulit kurban. Wallǻhu
a’lam. Abu Ḥanifah membedakan antara uang dengan lainnya, hanya
karena beliau memandang bahwa menukar dengan Barang -Barang
termasuk kategori memanfaatkan (binatang sembelihan), karena ulama
sepakat tentang bolehnya memanfaatkan dengannya’.
[Lihat Subulus Salam 4/95, Syaråh Ḥadits Ali]
4) Syaikh Àbdullǻh bin Àbdurråhman Al-Bassam mengatakan :
“Di antara faidah ḥadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang kurban
tidak dijual. Bahkan penggunaan kulitnya adalah seperti dagingnya.
Pemilik boleh memanfaatkannya, menghådiahkannya atau
menshådaqåhkannya kepada orang-orang fakir dan miskin.
[Lihat Taudhiḥul Aḥkam Min Bulughul Maråm 6/70]
Beliau juga berkata :
“Para ulama sepakat tidak boleh menjual daging kurban atau hadyu
(hewan yang disembelih oleh orang yang ḥaji). Jumhur (mayoritas)
ulama juga berpendapat tidak boleh menjual kulit binatang kurban,
wolnya (bulu kambing), wabar (rambut onta) dan rambut binatangnya.
Sedangkan Abu Hanifah membolehkan menjual kulitnya, rambut nya

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 81 -
[@AMAL]
dan semacamnya dengan (ditukar) Barang -Barang , bukan dengan
uang, karena menukar dengan uang merupakan penjualan yang nyata”
[Lihat Taudhiḥul Aḥkam Min Bulughul Maråm 6/71]

KESIMPULAN
Dari perkataan para ulama di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Orang yang berkurban boleh memanfātkan kurbannya dengan memakan
sebagiannya, menshådaqåhkan sebagiannya, memberi makan orang lain dan
memanfātkan apa yang dapat dimanfātkan.
2) Para ulama sepakat, orang yang berkurban dilarång menjual dagingnya.
3) Tentang menjual kulit kurban, para ulama berbeda pendapat.
a. Tidak boleh. Ini pendapat mayoritas ulama. Dan ini yang paling selamat,
insya Allǻh
b. Boleh asal dengan Barang , bukan dengan uang. Ini pendapat Abu Hanifah,
Tetapi Asy-Syafi’i menyatakan, bahwa menukar dengan Barang juga
merupakan jual-beli.
c. Boleh. Ini pendapat Abu Tsaur. Tetapi pendapat ini menyelisihi ḥadits -
ḥadits diatas.
4) Jika kulit dijual, maka –yang paling selamat- uangnya (hasil penjualan)
dishådaqåhkan. Wallǻhu Àlam bish shåwab.
Pengelola penyembelihan binatang kurban tidak boleh gegabah dan seråmpangan
mengambil kesimpulan hukum tentang kulit. Misalnya mengambil inisiatif
menjual kulit yang hasilnya untuk kepentingan masjid atau diluar lingkup
ketentuan yang diperbolehkan. Wallǻhu a’lam
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M, Penulis
Ustadz Muslim Al-Atsari. Penebit Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]

- 82 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②①

HUKUM MEMOTONG RAMBUT ATAU KUKU PADA


SEPULUH HARI PERTAMA DZULḤIJJAH BAGI ORANG
YANG AKAN MENYEMBELIH KURBAN
Syaikh Àbdullǻh bin Àbdurråhman Al-Jibrin

Pertanyaan
Syaikh Àbdullǻh bin Àbdurråhman Al-Jibrin ditanya :
❖ Ada seseorang yang akan menyembelih hewan kurban hanya untuk dirinya
saja. Atau hendak berkurban untuk dirinya dan kedua orang tuanya.
Bagaimana hukum memotong rambut dan kuku baginya pada hari-hari di
antara sepuluh hari pertama Dzulḥijjah?
❖ Apa hukumnya bagi perempuan yang rambut nya rontok ketika di sisir?
❖ Dan bagaimana pula hukumnya kalau niat akan berkurban itu baru dilakukan
sesudah beberapa hari dari sepuluh hari pertama Dzulḥijjah , sedangkan
sebelum berniat ia sudah memotong rambut dan kukunya?
❖ Sejauh mana deråjat pelanggarån kalau ia memotong rambut atau kukunya
dengan sengaja sesudah ia berniat berkurban untuk dirinya atau kedua orang
tuanya atau untuk kedua orang tua dan dirinya?
❖ Apakah hal ini berpengaruh terhadap kesahan kurban?
Jawaban
❖ Diriwayatkan dari Ummu Salamah rådhiyallǻhu Ànha dari Nabi Shållallǻhu
Àlayhi wa sallam beliau bersabda.
ُ ْ ‫⚫ ا َذا َد َخلَ ِت الْ َع‬
ِ َ ‫َش َو َأ َرا َد َأ َحدُ ُ ْمك َأ ْن يُضَ ِح َي فَ َال ي َ َم َّس ِم ْن شَ ْع ِر ِه َوب‬
‫ََش ِه شَ يْئًا‬
⚫ “Apabila sepuluh hari pertama (Dzulḥijjah ) telah masuk dan
ِ
seseorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah
menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun”
[Riwayat Muslim]
Ini adalah nash yang menegaskan bahwa yang tidak boleh mengambil rambut
dan kuku adalah orang yang hendak berkurban, terseråh apakah kurban itu
atas nama dirinya atau kedua orang tuanya atau atas nama dirinya dan kedua
orang tuanya. Sebab dialah yang membeli dan membayar harganya. Adapun
kedua orang tua, anak-anak dan istrinya, mereka tidak dilarång memotong
rambut atau kuku mereka, sekalipun mereka diikutkan dalam kurban itu
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 83 -
[@AMAL]
bersamanya, atau sekalipun ia yang secara sukarela membelikan hewan
kurban dari uangnya sendiri untuk mereka.
❖ Adapun tentang menyisir rambut , maka perempuan boleh melakukannya
sekalipun rambut nya berjatuhan karenanya, demikian pula tidak mengapa
kalau laki-laki menyisir rambut atau jenggotnya lalu berjatuhan karenanya.
❖ Barangsiapa yang telah berniat pada pertengahan sepuluh hari pertama untuk
berkurban, maka ia tidak boleh mengambil atau memotong rambut dan kuku
pada hari-hari berikutnya, dan tidak dosa apa yang terjadi sebelum berniat.
❖ Demikian pula, ia tidak boleh mengurungkan niatnya berkurban sekalipun
telah memotong rambut dan kukunya secara sengaja.
❖ Dan juga jangan tidak berkurban karena alasan tidak bisa menahan diri untuk
tidak memotong rambut atau kuku yang sudah menjadi kebiasaan setiap hari
atau setiap minggu atau setiap dua minggu sekali.
❖ Namun jika mampu menahan diri untuk tidak memotong rambut atu kuku,
maka ia wajib tidak memotongnya dan haråm baginya memotongnya, sebab
posisi dia pada saat itu mirip dengan orang yang menggiring hewan kurban
(ke Mekkah di dalam beribadah ḥaji ).
Allǻh Subḥanahu wa TaÀla berfirman :
‫⚫ َو َإل َ َْت ِل ُقوا ُر ُء َوس ُ ُْك َح َّ ِٰت ي َ ْبلُ َغ الْهَدْ ُي َم ِح َّ ُل‬
“Janganlah kamu mencukur (rambut ) kepalamu sebelum hewan kurban
sampai pada tempat penyembelihannya “
[Al-Baqåråh : 196]
Wallǻhu Àlam
(Fatawa Syaikh Àbdullǻh bin Àbdurråhman Al-Jibrin, tanggal 8/12/1421H dan
beliau tanda tangani)
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haråm, Penyusun Khålid Al-Juråisy, Edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]

SIAPAKAH YANG BERHAK MENERIMA DAGING HEWAN


KURBAN ? BOLEHKAH MEMBERIKAN DAGING HEWAN
KURBAN KEPADA YANG MENYEMBELIH?

Pertanyaan.
❖ Siapakah yang berhak menerima daging binatang kurban dan apa hukum
memberikan daging hewan kurban kepada yang menyembelih?

- 84 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


❖ Banyak kaum Muslimin di negeri kami, jika mereka telah menyembelih hewan
kurban, maka mereka tidak segera membagikan daging hewan tersebut pada
hari yang sama, namun mereka tunda sampai besok.
❖ Saya tidak tahu, apakah itu Sunnah atau perbuatan itu mendatangkan pahala
?
Jawaban
❖ Orang yang melakukan ibadah kurban boleh mengkonsumsi daging hewan
kurbannya, sebagiannya boleh diberikan kepada orang-orang fakir untuk
mencukupi kebutuhan mereka pada hari itu, diberikan kepada kerabat untuk
menyambung silaturråhim, diberikan kepada tetangga sebagai bantuan dan
boleh juga diberikan kepada teman-teman untuk mengokohkan ikatan
persaudaråan.
❖ Menyegeråkan pembagian hewan kurban pada hari raya lebih baik daripada
hari kedua dan seterusnya, sebagai penghibur bagi mereka pada hari itu.
Berdasarkan keumuman firman Allǻh Azza wa Jalla :
َّ ‫⚫ َو َسا ِر ُعوا ِا َ َٰل َم ْغ ِف َر ٍة ِم ْن َرب ُ ُِْك َو َجن َّ ٍة ع َْرضُ هَا‬
‫الس َم َاو ُات َو ْ َاأل ْر ُض ُأ ِعد َّْت لِ ْل ُمتَّ ِق َي‬
⚫ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Råbbmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.
[Āli Imrån/3:133]
‫⚫ ف َْاست َ ِب ُقوا الْخ ْ ََري ِات‬
⚫ Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.
[al-Baqåråh/2:148]
Dan daging kurban boleh juga diberikan kepada tukang sembelih, tapi bukan
sebagai upah. Upah tidak boleh diambilkan dari binatang kurban.
ْ َ ‫هللا عَ ََّل نَب ِِينَا ُم َح َّم ٍد َوأ ِ َِل َو‬
‫حص ِب ِه َو َس َّ ََّل‬ ُ ‫َو ِِب ِهلل التَّ ْو ِف ْي ُق َو َص ََّّل‬
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil ‘Ilmiyyah Wal Iftā`, Ketua : `Syaikh `Abdul `Azīz
bin `Abdullǻh bin Bāz; Wakil : Syaikh `Abdurråzāq Afīfy; Anggota : Syaikh
`Abdullǻh bin Ghådyān dan Syaikh `Abdullǻh bin Qu’ūd
(Fatāwa al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`, 11/423-424)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 85 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②②

MANA YANG LEBIH BAIK UNTUK BERKURBAN ? [1] Majmu'


Fatāwā wa Råsāil Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/35

Pertanyaan.
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin råḥimahullǻh ditanya,
❖ "Mana yang lebih baik untuk dijadikan hewan kurban, hewan gemuk yang
banyak dagingnya ataukah yang harganya mahal?
Jawaban
Ini sebuah permasalahan, manakah yang lebih baik untuk dijadikan hewan
kurban, apakah yang harganya mahal ataukah hewan gemuk dan besar?
Biasanya, kedua hal ini saling berkaitan eråt (lebih besar mestinya lebih mahal-
red).
Hewan yang gemuk adalah hewan terbaik untuk kurban, namun terkadang
sebaliknya (yang lebih mahal lebih baik-red). Kalau kita menilik ke manfaat
kurban, maka kami berpendapat bahwa hewan yang besar lebih baik, meskipun
harganya muråh. Namun jika kita menilik kepada kejujurån dalam beribadah
kepada Allǻh Azza wa Jalla , kami berpendapat bahwa hewan yang mahal lebih
baik. Karena kerelaan seseorang mengeluarkan dana besar dalam rangka
beribadah kepada Allǻh Azza wa Jalla menunjukkan kesempurnaan dan
keseriusannya dalam beribadah.
Untuk menjawab pertanyaan diatas kami katakan,
"Lihatlah yang lebih bagus pengaruhnya buat hatimu lalu lakukanlah! Selama
ada dua kebaikan yang berlawanan, maka lihatlah mana yang lebih bagus
pengaruhnya buat hatimu. Jika Anda memandang bahwa keimanan dan
ketundukan jiwa Anda kepada Allǻh Azza wa Jalla akan bertambah dengan sebab
mengeluarkan dana, maka keluarkan dana yang besar.

MANA YANG LEBIH BAIK, KAMBING ATAUKAH SAPI? [2]


Fatāwā al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā', 11/398

- 86 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Pertanyaan
❖ Mana yang lebih baik untuk berkurban, kambing atau sapi?
Jawaban.
Hewan kurban terbaik adalah (pertama) unta, kemudian (kedua) sapi lalu (ketiga)
kambing dan setelah itu (yang keempat) berserikat pada unta atau sapi
(maksudnya beberapa orang -maksimal tujuh orang- iurån untuk membeli unta
atau sapi untuk dikurbankan-red).
Berdasarkan sabda Råsūlullǻh tentang hari JumÀt :
َّ ‫الساعَ ِة ْ ُاأل َوَل فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب بَدَ ن َ ًة َو َم ْن َر َاح ِِف‬
‫الساعَ ِة الثَّا ِن َي ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب بَقَ َر ًة َو َم ْن َر َاح‬ َّ ‫⚫ َم ْن َر َاح ِِف‬
‫الساعَ ِة َّالرا ِب َع ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب َد َجا َج ًة َو َم ْن َر َاح‬
َّ ‫الساعَ ِة الث َّا ِلثَ ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب َكبْشً ا َأ ْق َر َن َو َم ْن َر َاح ِِف‬
َّ ‫ِِف‬
‫الساعَ ِة الْخَا ِم َس ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب ب َ ْيضَ ًة‬
َّ ‫ِِف‬
⚫ Barangsiapa yang berangkat (shålāt jumÀt) pada jam pertama, maka
seakan-akan dia mengurbankan unta; Barangsiapa yang berangkat pada
jam ke-2, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi; Barangsiapa
yang berangkat pada jam ke-3, maka seakan-akan dia berkurban dengan
kambing jantan; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-4, maka
seakan-akan dia berkurban dengan ayam; Barangsiapa yang berangkat
pada jam ke-5, maka seakan-akan dia berkurban dengan telor. [3]
Dikeluarkan oleh Imam Malik dalam al-Muwatthå`, 1/101; Imam Aḥmad, 2/460; Imam Bukhåri, no.
881; Imam Muslim, no. 850; Abu Dāwud, no. 351; Imam Tirmidzi, no. 499; Imam Nasā`i, 3/99, Kitābul
JumÀh, Bāb Waktil JumÀh; Ibnu Hibbān, no. 2775 dan al Baghåwi dalam Syarhus Sunnah, 4/234, no.
1063
Sisi pendalilannya yaitu ada perbedaan nilai antara beribadah kepada Allǻh Azza
wa Jalla dengan mengurbankan unta, sapi dan kambing. Tidak dirågukan lagi
bahwa ibadah kurban termasuk ibadah yang agung kepada Allǻh Azza wa Jalla .
Penyebab lain (kenapa unta lebih utama), karena unta itu lebih mahal, lebih
banyak dagingnya dan lebih banyak manfaatnya. Inilah pendapat tiga imam
yaitu Imam Abu Ḥanifah råḥimahullǻh , Imam Syafi'i råḥimahullǻh dan Imam
Aḥmad råḥimahullǻh .
Imam Mālik råḥimahullǻh mengatakan, "Hewan terbaik (untuk berkurban)
adalah kambing, kemudian sapi lalu unta. Karena Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam berkurban dengan dua kambing dan beliau Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam tidak melakukan sesuatu kecuali yang terbaik."
Menjawab pendapat ini, kami mengatakan, "Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
terkadang tidak memilih yang terbaik, karena råsa sayang beliau Shållallǻhu
Àlayhi wa sallam kepada umatnya. Sebab umat beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
akan mengikuti perbuatan beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dan beliau
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tidak ingin memberåtkan umatnya. Juga beliau
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam sudah menjelaskan keunggulan unta dibandingkan
sapi dan kambing sebagaimana ḥadits diatas.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 87 -
[@AMAL]
Wallǻhu a'lam.
‫وِبهلل التوفيق وصَّل هللا عَّل نبينا محمد وأَل وحصبه و سَّل‬
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā'
Ketua : Syaikh Abdul Aziz bin Àbdullǻh bin Baz; wakil : Syaikh Abdurråzaq afifi;
Anggota : Syaikh Abdulah ghådyan dan Syaikh Àbdullǻh Mani'

HUKUM MENYISIR RAMBUT SEBELUM BERKURBAN [4]


Majmū' Fatāwā wa Råsāil Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/146

Pertanyaan
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin råḥimahullǻh pernah ditanya,
❖ "Apa hukum menyisir rambut pada bulan Dzulḥijjah sebelum memotong
hewan kurban?
Jawaban.
Apabila seseorang berniat untuk melaksanakan ibadah kurban dan sudah masuk
bulan Dzulḥijjah , maka ketika itu dia dilarång memotong kuku, rambut atau
kulitnya sedikitpun.
Namun jika dia seorang wanita dan butuh untuk menyisir rambut nya, maka dia
boleh menyisir rambut nya tapi harus perlahan-lahan.
Jika tanpa sengaja ada rambut yang lepas dengan sebab sisirån itu, maka dia tidak
berdosa.
Karena dia menyisir rambut untuk meråpikan rambut nya bukan sengaja untuk
merontokkannya. Dan rambut itu rontok tanpa ada unsur kesengajaan.

CARA MENYEMBELIH HEWAB KURBAN

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah råḥimahullǻh pernah ditanya tentang bacaan saat
menyembelih hewan kurban, cara menyembelih dan aturån pembagian daging
hewan kurban.
Beliau råḥimahullǻh menjawab.
Alḥamdulillah, (cara penyembelihannya yaitu) hewan kurban dihadapkan ke aråh
kiblat lalu dibaringkan pada sisi kirinya dan membaca :

- 88 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


َ ِ ‫هللا َأ ْك َ َُّب اللَّهُ َّم تَقَبَّ ْل ِم ِِن َ َمَك تَقَ َّب ْل َت ِم ْن ا ْب َرا ِه ْ َي َخ ِل ْي‬
‫ل‬ ِ ‫ ب ِْس ِم‬
ُ ‫هللا َو‬
Dengan nama
ِ
Allǻh, Allǻhu Akbar. Ya Allǻh terimalah ibadah ini dariku
sebagaimana Engkau telah menerima ibadah Nabi ‘Ibrǻhīm kekasih-Mu

Apabila sudah selesai menyembelih, baru membaca firman Allǻh Azza wa Jalla :
َّ ‫⚫ ِا ِن َو َّ َْج ُت َو ْ َِج َيي ِل َّ َِّلي فَ َط َر‬
ِ ْ ‫الس َم َاو ِات َو ْ َاأل ْر َض َح ِنيفًا َو َما َأنَ ِم َن الْ ُم‬
‫َش ِك َي‬
⚫ Sesungguhnya aku menghådapkan diriku kepada Råbb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Råbb.
[ al-An'ām/6:79]
‫يك َ َُل َو ِب َ َٰذ ِ َِل ُأ ِم ْر ُت َو َأنَ َأ َّو ُل‬ِ َ ‫⚫ قُ ْل ا َّن َص َال ِِت َون ُ ُس ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َم ِاِت ِ َّ َِّلل َر ِب الْ َعالَ ِم َي إل‬
َ ‫َش‬
ِ
‫الْ ُم ْس ِل ِم َي‬
⚫ Katakanlah, "Sesungguhnya shålāt ku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allǻh, Råbb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyeråhkan diri (kepada Allǻh)."
[al-an'ām/6:162-163]
Dagingnya bisa dia sedekahkan sepertiganya dan dihadiahkan sepertiganya. Jika
yang dia konsumsi lebih dari sepertiga atau yang dia sedekahkan atau dia
memasaknya lalu mengundang masyarakat sekitar untuk makan-makan, maka itu
boleh.
Untuk tukang jagal diberi upah tersendiri. Sedangkan kulitnya, jika dia mau, dia
bisa memanfaatnya atau menyedekahkannya. Wallǻhu a'lam [Majmū' Fatāwā,
26/163]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footnote
[1]. Majmu' Fatāwā wa Råsāil Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/35
[2]. Fatāwā al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā', 11/398
[3]. Dikeluarkan oleh Imam Malik dalam al-Muwatthå`, 1/101; Imam Aḥmad, 2/460; Imam
Bukhāri, no. 881; Imam Muslim, no. 850; Abu Daud, no. 351; Imam Tirmidzi, no. 499; Imam
Nasa'i, 3/99, Kitābul JumÀh, Bāb Waktil JumÀh; Ibnu Hibbān, no. 2775 dan al Baghåwi
dalam Syarhus Sunnah, 4/234, no. 1063
[4]. Majmū' Fatāwā wa Råsāil Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/146
[5]. Majmū' Fatāwā, 26/163

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 89 -
[@AMAL]
APAKAH BOLEH WANITA MENYEMBELIH KURBAN
Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya :
❖ Apakah boleh wanita menyembelih hewan dan apakah boleh kita memakan
hasil sembelihannya?
Jawaban
Dibolehkan bagi wanita menyembelih hewan sebagaimana laki-laki berdasarkan
beberapa ḥadits shåḥīḥ.
Dan dibolehkan juga memakan dagingnya, dengan syaråt wanita tersebut
muslimah atau ahlul kitab dan dia melakukan penyembelihan tersebut secara
syar’i walaupun laki-laki yang mampu menyembelih ada, sebab tidak adanya laki-
laki bukan menjadi syaråt halalnya sembelihan wanita tersebut.
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ Al-Utsaimin berfatwa dalam hal ini sebagai berikut
:
Dibolehkan bagi wanita menyembelih hewan kurban dan semisalnya, sebab
dalam urusan ibadah wanita sama halnya dengan laki-laki, kecuali ada dalil
yang membedakan antara keduanya. Hal teresebut berdasarkan kisah
seorang wanita budak pengembala kambing kemudian ada serigala yang
menerkam kambingnya lalu budak tersebut mengambil batu yang tajam
untuk menyembelih kambing tersebut, lalu Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam memerintahkan untuk memakan sembelihan tersebut.
[Kitab Fatawa Dakwah Syaikh Ibnu Baz Juz 2/183. As’ilah wa Ajwibah fi Shålāt il
Idaini, 32-33]
[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-JamiÀh Lil MarÀtil Muslimah, edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wajan, Penerjemah
Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq - Jakarta]

- 90 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②③

HUKUM MENGIRIM KURBAN KE LUAR NEGERI


Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Pengertian Mengirim Kurban Ke Luar Negeri


Maksudnya adalah seorang mengirimkan sejumlah uang ke suatu negeri langsung
atau melalui yayasan sosial atau organisasi atau yang sejenisnya, lalu yayasan itu
bekerja sama dengan yayasan atau perorangan di negeri yang dituju untuk
membelikan hewan kurban sekaligus menyembelihnya dan membagi-bagikannya
kepada kaum muslimin di negeri yang dituju.
Hukumnya [1] Permasalahan ini diangkat dari makalah Abu Bakar Al-Baghdadi, Juz’un Fil Adh-ḥiyah
Wa Ḥukmi Ikhråjiha Àn Baladi Al-Mudhåhi, Majalah Al-Himah, tanpa edisi, halaman 50-55 dan risalah Prof
Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyar, Aḥkam Al-Idain Wa Asyarå Dzil Hijjah, Cetakan Pertama, Tahun
1413H, Dar Al-Ashimah, Riyadh, halaman 88 dengan sedikit perubahan dan tambahan dari penulis.
Para ulama berselisih tentang hukum mengirim kurban ini ; sebagian mereka
membolehkan sebagiannya tidak membolehkan [2]. Lihat Aḥkam Al-Idain Wa Asyarå Dzil
Ḥijjah, halaman. 88 Pendapat yang råjih, ialah pendapat yang membolehkan berdalil
dengan keabsahan wakalah (perwakilan) dalam kurban sebagaimana dalam
ḥadits -ḥadits berikut.
1) Ḥadits Àli bin Abi Thålib, beliau berkata.
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ ْن َأت ََصد ََّق ِِب َِاللِ الْ ُبدْ ِن ال َّ ِت َحن َْر ُت َو ِ ُِبلُو ِدهَا‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َم َر ِن َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
“Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memerintahkan aku untuk
menyedekahi jilal dan kulit unta yang telah aku sembelih”
[Diriwayatkan Al-Bukhåri No. 1.592]
2) Ḥadits Jabir bin Abdillah, belaiu berkata :
ُ َّ ‫⚫ شَ هِدْ ُت َم َع النَّ ِ ِِب َص ََّّل‬
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ْ َاأل ْْضَى ِِبلْ ُم َص ََّّل فَلَ َّما قَ ََض خ ُْط َب َت ُه نَ َز َل ع َْن ِمنْ َ َِّب ِه فَأُ ِ َِت‬
‫اَّلل َأ ْك َ َُّب َه َذا ع َِِن َو َ ََّع ْن لَ ْم‬ ِ َّ ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َي ِد ِه َوقَا َل ب ِْس ِم‬
ُ َّ ‫اَّلل َو‬ ِ َّ ‫ِب َك ْب ٍش فَ َذ َ َْب ُه َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
‫يُضَ ِح ِم ْن ُأ َّم ِت‬
“Aku menyaksikan bersama Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam shålāt
Idul Adhḥa di mushålla (tanah lapang). Ketika selesai khutbahnya, Beliau
turun dari mimbarnya, lalu dibawakan seekor kambing dan Råsūlullǻh
menyembelihnya dengan tangannya langsung dan berkata : “Bismillah
wa Allǻhu Akbar, hādza Ànni wa amman lam yudhåḥḥi min ummatiy”
(Bismillah Allǻhu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang belum

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 91 -
[@AMAL]
menyembelih)”, [3] Syaikh Al-Albani berkata : “Ḥadits shåḥīḥ diriwayatkan Abu Dāwud (2810)
dan At-Tirmidzi (1/287). “Lihat Irwa Al-Ghålil (4/349), No. 1.138

3) Ḥadits Urwah bin Abi Al-Ja’d Al-Bariqi, beliau berkata.


‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأع َْطا ُه ِدينَ ًارا ي َْش َ َِتي َ َُل ِب ِه شَ ا ًة فَ ْاش َ ََتى َ َُل ِب ِه شَ ات ْ َِي فَ َبا َع‬ ُ َّ ‫⚫ َأ َّن النَّ ِ َِّب َص ََّّل‬
‫الَت َاب لَ َرب َِح ِفي ِه‬َ ُّ ‫اُها ِب ِدي َنا ٍر َو َجا َء ُه ِب ِدي َنا ٍر َوشَ ا ٍة فَدَ عَا َ َُل ِِبلْ َ ََّب َك ِة ِِف ب َ ْي ِع ِه َو َاك َن لَ ْو ْاش َ ََتى‬َ ُ َ‫ا ْحد‬
ِ ْ ‫ِقَا َل ُس ْف َي ُان ي َْش َ َِتي َ َُل شَ ا ًة َ ََكَنَّ َا أ‬
‫ُْض َّية‬
“Sesungguhnya Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memberinya satu
dinar untuk membeli seekor kambing, lalu ia membeli untuk Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dua kambing dengan uang tersebut. Maka
ia jual seekor dengan harga satu dinar dan membawa satu ekor kambing
dan satu dinar kepada Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Lalu Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam mendoÀkannya dengan barokah : “Dia
(Urwah ini), seandainya membeli debu tentu akan untung juga” Sufyan
berkata : “Membeli seekor kambing untuk Nabi, nampaknya untuk
kurban” [4] Diriwayatkan Al-Bukhåri No 3.320
4) Ḥadits Àli bin Abi Thålib, beliau berkata.
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ ْن َأقُو َم عَ ََّل بُدْ ِن ِه َو َأ ْن َأت ََصد ََّق ِبلَ ْح ِمهَا َو ُجلُو ِدهَا‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َم َر ِن َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
َ‫َوأَجِ لَّْتِ َا َو َأ ْن َإل ُأع ِْط َي الْ َج َّز َار ِمْنْ َا قَا َل َ ْحن ُن ن ُ ْع ِطي ِه ِم ْن ِع ْن ِدن‬
“Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memerintahkan aku untuk
mengurus hewan kurbannya dan untuk menyedekahkan daging, kulit dan
jilalnya dan sedikitpun tidak mengambil darinya untuk diberikan
(sebagai upah) jagalnya (orang yang memotongnya) untuk tidak
memberi orang-orang memotongnya (jagalnya) sedikitpun darinya.
Råsūlullǻh berkata : “Kami yang memberinya dari harta kami”
[Muttafaq Àlaih]
Ḥadits -ḥadits yang tersebut di atas, semua menunjukkan sahnya wakalah
dalam kurban. Dan wakalah diperbolehkan, sekalipun kepada orang yang
jauh. Wallǻhu a’lam.
5) Ḥadits Àmråh, beliau berkata :
‫اَّلل ْب َن َع َّب ٍاس قَا َل َم ْن َأهْدَ ى َهدْ ًَّي َح ُر َم عَلَ ْي ِه َما َ ُْي ُر ُم‬ ِ َّ َ‫⚫ َأ َّن ا ْب َن ِز ََّي ٍد َك َت َب ا ََل عَائِشَ َة َأ َّن َع ْبد‬
ِ
‫عَ ََّل الْ َحا ِج َح َِّت يُ ْن َح َر الْهَدْ ُي َوقَدْ ب َ َعث ُْت ِبِ َدْ ِِي فَا ْك ُت ِِب ا َ ََّل ِبأَ ْم ِر ِك قَالَ ْت َ َْع َر ُة قَالَ ْت عَائِشَ ُة‬
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َيدَ َّي ُ َُّث‬ ِ ِ َّ ِ‫لَي َْس َ َمَك قَا َل ابْ ُن َع َّب ٍاس َأنَ فَتَ ْل ُت قَ َالئِدَ َهدْ ِي َر ُسول‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
‫اَّلل‬ِ َّ ِ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َي ِد ِه ُ َُّث ب َ َع َث ِبِ َا َم َع َأ ِِب فَ َ َّْل َ ُْي ُر ْم عَ ََّل َر ُسول‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬ ِ َّ ‫قَ َّ َْلهَا َر ُسو ُل‬
‫اَّلل َ َُل َح َِّت ُ ِحن َر الْهَدْ ُي‬ ُ َّ ‫َشء َأ َح َّ ُل‬ ْ َ ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
ُ َّ ‫َص ََّّل‬
“Sesungguhnya Ibnu Ziyad menulis suråt kepada ‘Ā`isyah , bahwa
Àbdullǻh bin Àbbas berpendapat, orang yang memberikan hadyu
diharåmkan padanya apa yang diharåmkan bagi orang yang ḥaji sampai
- 92 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
menyembelih hadyunya, dan saya telah mengirim hadyu saya. Maka saya
mohon kepada Anda (‘Ā`isyah ) untuk menulis untuk saya pendapat Anda
tentang hal ini”. Amråh berkata : “‘Ā`isyah telah berkata, “Tidak seperti
yang disampaikan Ibnu Àbbas. Saya telah melepas qålaid hadyu
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dengan tangan saya, kemudian
Råsūlullǻh menandainya dengan tangannya, kemudian mengirimnya
bersama bapakku (Abu Bakr), lalu tidak diharåmkan kepada Råsūlullǻh
sesuatu yang Allǻh halalkan baginya sampai disembelih hadyunya”
[Ḥadits Riwayat Muslim]
Sudah dimaklumi, ketika mengirim hadyu tersebut bersama Abu Bakr, saat itu
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam sedang beråda di Madinah sebagaimana
disebutkan dalam sebagian lafazh ḥadits . Wallǻhu a’lam.
Pendapat inilah yang diråjihkan Syaikh Salim bin ‘Id Al-Ḥilali [5] Wawancara Penulis

dengan beliau pada hari selasa 7 Des 2004M di Institut Teknologi Suråbaya (ITS) dan Prof. Dr.
Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyar [6] Aḥkam Al-‘Iidain Wa Asyarå Dzil Ḥijjah, op.cit.
halaman. 88.

Namun, pada asalnya kurban itu disembelih oleh orang yang berkurban di
daeråhnya. Akan tetapi, apabila ada ḥajat dan manfaat yang lebih besar untuk
dikirim –misalnya ke negeri yang sedang mengalami kelaparan atau tertimpa
bencana- maka diperbolehkan. Sedangkan amalan sebagian kaum muslimin yang
mewajibkan pengumpulan kurban mereka dari jauh ke satu tempat tertentu atau
lembaga tertentu dengan meninggalkan daeråhnya yang membutuhkan kurban
tersebut, maka yang seperti ini tidak ada dasarnya dalam syariÀt. Demikian
pembahasan ini, mudah-mudahan bermanfāt.
Wallǻhu a’lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10 /Tahun VIII/1425H/2004M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197]
Footnote
[1]. Permasalahan ini diangkat dari makalah Abu Bakar Al-Baghdadi, Juz’un Fil Adh-ḥiyah
Wa Ḥukmi Ikhråjiha Àn Baladi Al-Mudhahi, Majalah Al-Himah, tanpa edisi, halaman 50-
55 dan risalah Prof Dr Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyar, Àḥkam Al-Idain Wa Asyarå
Dzil Hijjah, Cetakan Pertama, Tahun 1413H, Dar Al-Ashimah, Riyadh, halaman 88 dengan
sedikit perubahan dan tambahan dari penulis.
[2]. Lihat Aḥkam Al-Idain Wa Asyarå Dzil Hijjah, halaman. 88
[3] Syaikh Al-Albani berkata : “Ḥadits shåḥīḥ diriwayatkan Abu Dāwud (2810) dan At-
Tirmidzi (1/287). “Lihat Irwa Al-Ghålil (4/349), No. 1.138
[4]. Diriwayatkan Al-Bukhåri No 3.320
[5]. Wawancara Penulis dengan beliau pada hari selasa 7 Des 2004M di Institut Teknologi
Suråbaya (ITS)
[6]. Àḥkam Al-Idain Wa Asyarå Dzil Hijjah, op.cit. halaman. 88

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 93 -
[@AMAL]
- 94 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②④

SIAPAKAH ORANG YANG BERHAK MENERIMA DAGING


HEWAN KURBAN?
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`

Pertanyān.
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`ditanya :
❖ Siapakah yang berhak menerima daging binatang kurban dan apa hukum
memberikan daging hewan kurban kepada yang menyembelih?
❖ Banyak kaum Muslimin di negeri kami, jika mereka telah menyembelih hewan
kurban, maka mereka tidak segera membagikan daging hewan tersebut pada
hari yang sama, namun mereka tunda sampai besok. Saya tidak tahu, apakah
itu Sunnah atau perbuatan itu mendatangkan pahala ?
Jawaban.
❖ Orang yang melakukan ibadah kurban boleh mengkonsumsi daging hewan
kurbannya, sebagiannya boleh diberikan kepada orang-orang fakir untuk
mencukupi kebutuhan mereka pada hari itu, diberikan kepada kerabat untuk
menyambung silaturråḥim, diberikan kepada tetangga sebagai bantuan dan
boleh juga diberikan kepada teman-teman untuk mengokohkan ikatan
persaudaråan.
❖ Menyegeråkan pembagian hewan kurban pada hari raya lebih baik daripada
hari kedua dan seterusnya, sebagai penghibur bagi mereka pada hari itu.
Berdasarkan keumuman firman Allǻh Azza wa Jalla :
َّ ‫⚫ َو َسا ِر ُعوا ِا َ َٰل َم ْغ ِف َر ٍة ِم ْن َرب ُ ُِْك َو َجن َّ ٍة ع َْرضُ هَا‬
‫الس َم َاو ُات َو ْ َاأل ْر ُض ُأ ِعد َّْت لِ ْل ُمتَّ ِق َي‬
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Råbbmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-
orang yang bertakwa.
[Āli Imrån/3:133]
‫⚫ ف َْاست َ ِب ُقوا الْخ ْ ََري ِات‬
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.
[al-Baqåråh/2:148]
Dan daging kurban boleh juga diberikan kepada tukang sembelih, tapi bukan
sebagai upah. Upah tidak boleh diambilkan dari binatang kurban.
ْ َ ‫هللا عَ ََّل نَب ِِينَا ُم َح َّم ٍد َوأ ِ َِل َو‬
‫حص ِب ِه َو َس َّ ََّل‬ ُ ‫َو ِِب ِهلل التَّ ْو ِف ْي ُق َو َص ََّّل‬
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 95 -
[@AMAL]
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`
Ketua : `Syaikh `Abdul `Azīz bin `Abdullāh bin Bāz; Wakil : Syaikh `Abdurråzāq
Afīfy; Anggota : Syaikh `Abdullāh bin Ghådyān dan Syaikh `Abdullāh bin Qu’ūd
(Fatāwa al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`, 11/423-424)

TAHUKAH SI MAYIT?

Pertanyaan.
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`ditanya :
❖ Jika ada seseorang yang melakukan ibadah kurban atas nama bapaknya yang
telah wafat atau dia bersedekah, mendoakannya atau menziaråhi kuburnya,
apa si mayit tahu bahwa ini dari anaknya Fulan ?
Jawaban.
❖ Yang dijelaskan oleh teks-teks syariÀt bahwa orang yang sudah meninggal
bisa mendapatkan manfaat dari sedekah serta doÀ dari orang yang masih
hidup. Dan ibadah kurban itu termasuk jenis sedekah. Jika niat orang yang
bersedekah atas nama orang yang sudah meninggal itu ikhlas dalam
sedekahnya atau doÀnya, maka orang yang sudah meninggal bisa
mendapatkan manfaat; serta orang yang bersedekah dan berdoÀ
mendapatkan pahala, sebagai karunia dan råhmat dari Allǻh Azza wa Jalla .
❖ Cukuplah bagi si pelaku, bahwa Allǻh Azza wa Jalla mengetahui keikhlasannya
dan kebagusan amalnya serta memberikan balasan bagi kedua belah pihak.
❖ Adapun tentang si mayit, apakah dia mengetahui siapa yang memberikan
kebaikan kepadanya; sebatas yang kami ketahui, permasalahan ini tidak
diterangka n dalam dalil syar’i. Ini adalah masalah ghåib yang tidak bisa
diketahui kecuali melalui wahyu yang Allǻh Azza wa Jalla berikan kepada
Råsul-Nya.
ْ َ ‫هللا عَ ََّل نَب ِِينَا ُم َح َّم ٍد َوأ ِ َِل َو‬
‫حص ِب ِه َو َس َّ ََّل‬ ُ ‫َو ِِب ِهلل التَّ ْو ِف ْي ُق َو َص ََّّل‬
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`
Ketua : Syaikh `Abdul `Azīz bin `Abdullǻh bin Bāz; Wakil : Syaikh `Abdurråzāq Afīfy;
Anggota : Syaikh `Abdullǻh bin Ghådyān dan Syaikh `Abdullǻh bin Qu’ūd
(Fatāwǻ al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`, 11/420)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1431H/2010. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

- 96 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 97 -
[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②⑤

HUKUM MEMBAWA KURBAN KE LAIN DAERÅH


Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ Al-Utsaimin

Sesungguhnya Allǻh Azza wa Jalla dengan hikmah dan råḥmatnya telah


mensyariatkan kepada hamba-Nya yang belum berḥaji agar mendekatkan diri
kepada-Nya dengan menyembelih binatang kurban untuk mereka dan keluarga
mereka di negeri mereka sendiri.
Hal itu juga untuk mengagungkan syiar-syiar Allǻh Azza wa Jalla yang berlangsung
di Masjdil Haråm, dan (juga) di negeri Islam yang lainnya.
Allǻh Azza wa Jalla berfirman:
‫اَّلل عَ َ َّٰل َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن ِبَ ِ مي َ ِة ْ َاألنْ َعا ِم فَالَ َٰ هُ ُ ُْك ا َ ََٰل َوا ِحد فَ َ ُل‬ َ ْ ‫ك ُأ َّم ٍة َج َع ْل َنا َمن ْ َس ًَك ِل َي ْذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬ ِ ُ ‫⚫ َو ِل‬
ِ ِ
‫َأ ْس ِل ُموا‬
⚫ Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allǻh terhadap binatang ternak yang
telah direzkikan Allǻh kepada mereka, maka Råbb-mu ialah Råbb yang
Maha Esa, karena itu berseråh dirilah kamu kepada-Nya.
[al-Ḥajj/22:34]
Àllǻh Azza wa Jalla berfirman :
‫اَّلل عَلَهيْ َا َص َو َّ َّۖاف فَا َذا َو َج َب ْت ُجنُوِبُ َا‬
ِ َّ ‫اْس‬ َ ْ ‫اَّلل لَ ُ ُْك ِف َهيا خ َْري فَ ْاذ ُك ُروا‬ ِ َّ ‫⚫ َوالْ ُبدْ َن َج َع ْل َناهَا لَ ُ ُْك ِم ْن شَ َعا ِئ ِر‬
‫اَّللِ لُ ُحو ُمهَا َو َإل‬
َ َّ ‫ون لَ ْن يَنَا َل‬َ ‫فَ ُ ُكوا ِمْنْ َا َو َأ ْط ِع ُموا الْقَا ِن َع َوالْ ُم ْع َ ََّت َك َ َٰذ ِ َِل ََس َّْرنَ َها لَ ُ ُْك لَ َعلَّ ُ ُْك ت َ ْش ُك ُر‬
‫ََش الْ ُم ْح ِس نِ َي‬ َ َّ ‫ِد َما ُؤهَا َولَ َٰ ِك ْن ي َ َن ُ ُاَل التَّ ْق َو ٰى ِم ْن ُ ُْك ۚ َك َ َٰذ ِ َِل ََس ََّرهَا لَ ُ ُْك ِل ُت َك ِ َُّبوا‬
ِ ِ ‫اَّلل عَ َ َّٰل َما هَدَ ُ ْامك َوب‬
⚫ Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiÀr
Allǻh. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah
olehmu nama Allǻh ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri
(dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah
sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu,
mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darah nya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhān) Allǻh. Tetapi, ketakwān
kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allǻh telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allǻh
terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembirå kepada
orang-orang yang berbuat baik.

- 98 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


[al-Ḥajj/22:36-37]
Àllǻh Azza wa Jalla juga berfirman:
‫⚫ فَ َص ِل ِل َرب َِك َو ْاحن َْر‬
⚫ Maka dirikanlah shålāt karena Råbb-mu; dan berkorbanlah.
[al-Kautsar/108/2]
Àllǻh Azza wa Jalla berfirman :
‫يك َ َُل َو ِب َ َٰذ ِ َِل ُأ ِم ْر ُت َو َأنَ َأ َّو ُل‬ِ َ ‫⚫ قُ ْل ا َّن َص َال ِِت َون ُ ُس ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َم ِاِت ِ َّ َِّلل َر ِب الْ َعالَ ِم َي َإل‬
َ ‫َش‬
ِ
‫الْ ُم ْس ِل ِم َي‬
⚫ Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allǻh, Råbb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya;
dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyeråhkan diri (kepada Allǻh)".
[al-An`ām/6:162-163]
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam menjelaskan bahwa udhḥiyah (binatang
kurban) dan daging merupakan sesuatu yang berbeda.
Beliau bersabda:
“ Barang siapa shålāt seperti kami dan mengerjakan kurban seperti kami,
maka telah benar penyembelihannya. Dan Barang siapa menyembelih
sebelum shålāt , maka itu adalah kambing yang diambil dagingnya
(sembelihan biasa).”
Seseorang bertanya kepada Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam :
“ Wahai Råsūlullǻh , aku telah menyembelih sebelum keluar mengerjakan
shålāt .” kemudian Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam menjawab: “Itu adalah
kambing untuk diambil dagingnya (bukan kurban).”
Pada nash-nash al-Qur`ān dan Sunnah di atas terdapat petunjuk yang jelas bahwa
tujuan dari binatang kurban itu tidak hanya sekedar dimanfaatkan dagingnya saja.
Jika tujuannya hanya mengambil manfaat dagingnya saja, niscaya anak-anak dan
orang dewasa bisa mengerjakannya. Akan tetapi, tujuan yang paling utama adalah
di balik semua itu, yaitu mengagungkan syiar-syiar Allǻh Azza wa Jalla dan
mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah kurban dan menyebut nama Allǻh
Azza wa Jalla ketika menyembelih Syiar ini tidak akan terjadi, kecuali apabila
dilakukan di dalam negeri tertentu, sehingga bisa dilihat oleh orang dewasa
maupun anak-anak. Dengan ini diketahui bahwa yang paling utama, paling
sempurna, dan paling lurus bagi syiar-syiar Allǻh Azza wa Jalla adalah hendaknya
kaum Muslimin berkurban di negeri mereka sendiri dan tidak membawa kurban
mereka ke lain negeri.
Karena membawa ke lain negeri menghilangkan maslaḥat-maslaḥat yang banyak
dan menimbulkan banyak keburukan, di antara nya:
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 99 -
[@AMAL]
1) Hilangnya syiar-syiar Allǻh Azza wa Jalla di negeri itu. Masing-masing rumah
kosong dari syiar, apalagi apabila diikuti oleh orang lain.
2) Hilangnya kesempatan menyembelih hewan kurban secara langsung oleh
yang berkurban, dalam rangka mengikuti sunnah Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam. Orang yang berkurban disunnahkan menyembelih binatang
kurbannya sendiri; menyebut nama Allǻh Azza wa Jalla dan bertakbir sebagai
bentuk ittiba` (meneladani) Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dan
mengikuti firman Allǻh Azza wa Jalla:
َ ْ ‫⚫ فَ ْاذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬
‫اَّلل عَلَهيْ َا‬
Maka sebutlah olehmu nama Allǻh ketika kamu menyembelihnya dalam
keadān berdiri (dan telah terikat).
[al-Ḥajj/22:36]
Para Ulama mengatakan: “Apabila orang yang berkurban tidak pandai
menyembelih, hendaknya ia mewakilkan kepada Muslim yang lain.”
3) Hilangnya peråsaan beribadah kepada Allǻh Azza wa Jalla yang didapatkan
ketika seseorang menyembelih binatang kurbannya secara langsung.
Sesungguhnya menyembelih (kurban) karena Allǻh Azza wa Jalla, merupakan
ibadah yang sangat agung dan utama. Karena itu, Allǻh Azza wa Jalla
meletakkannya sejajar dengan shålāt dalam firman-Nya: “Maka dirikanlah
shålāt karena Råbb-mu; dan berkorbanlah”. Dan bertanyalah kepada
orang yang mengirim dengan kurbannya ke luar negeri, apakah dia
meråsakan ibadah yang agung dan taqårrub kepada Allǻh Azza wa Jalla ini
pada hari penyembelihan?
4) Hilangnya menyebut nama Allǻh Azza wa Jalla tatkala menyembelih dan
bertakbir. Allǻh Azza wa Jalla telah memerintahkan orang yang mendekatkan
diri kepada-Nya agar menyebut nama-Nya ketika menyembelih.
Allǻh Azza wa Jalla berfirman:
‫اَّلل عَلَهيْ َا َص َو َّ َّۖاف‬ َ ْ ‫اَّلل لَ ُ ُْك ِف َهيا خ َْري فَ ْاذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬ ِ َّ ‫⚫ َوالْ ُبدْ َن َج َع ْل َناهَا لَ ُ ُْك ِم ْن شَ َعا ِئ ِر‬
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiÀr
Allǻh. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah
olehmu nama Allǻh ketika kamu menyembelihnya dalam keadān berdiri
(dan telah terikat).
[al-Ḥajj/22:36]
Àllǻh Azza wa Jalla berfirman:
َ َّ ‫⚫ َك َ َٰذ ِ َِل ََس ََّرهَا لَ ُ ُْك ِل ُت َك ِ َُّبوا‬
‫اَّلل عَ َ َّٰل َما هَدَ ُ ْامك‬
Demikianlah Allǻh telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allǻh terhadap hidayah-Nya kepada kamu.
[al-Ḥajj/22:37]
Dalam hal ini ada dalil bahwa menyembelih binatang kurban dan menyebut
nama Allǻh Azza wa Jalla dengan berdiri merupakan tujuan inti ibadah ini. Dan

- 100 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


ini merupakan bentuk tauḥid kepada Allǻh Azza wa Jalla. Telah kita maklumi
bahwa memindahkan kurban ke luar negeri akan menghilangkan tujuan yang
agung ini.
Sesungguhnya perbuatan ini lebih utama dari sekedar memanfaatkan daging
dan menyedekahkannya.
Allǻh Azza wa Jalla berfirman :
َ َّ ‫⚫ لَ ْن ي َ َنا َل‬
‫اَّلل لُ ُحو ُمهَا َو َإل ِد َما ُؤهَا َولَ َٰ ِك ْن ي َ َن ُ ُاَل التَّ ْق َو ٰى ِمنْ ُ ُْك‬
Daging-daging unta dan darah nya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhåan) Allǻh, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.
[al-Ḥajj/22:37]
5) Hilangnya kesempatan memakan daging binatang sembelihannya.
Sesungguhnya orang yang berkurban diperintahkan untuk memakan daging
kurbannya, bahkan Allǻh Azza wa Jalla mendahulukan perintah untuk
memakan daging itu dari pada memberikannya kepada fakir miskin.
Allǻh Azza wa Jalla berfirman :
‫⚫ فَ ُ ُكوا ِمْنْ َا َو َأ ْط ِع ُموا الْ َبائِ َس الْ َف ِق َري‬
Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
[al-Ḥajj/22:28]
Maka, orang yang memakan dari hasil kurbannya sendiri merupakan ibadah
mendekatkan diri kepada Allǻh Azza wa Jalla dan dia diberi pahala karena
mengikuti perintah Allǻh Azza wa Jalla. Telah dimaklumi bahwa mengirimnya
ke lain negeri akan mencegahnya untuk memakan daging itu. Karena ia tidak
bisa makan, maka hal itu termasuk perbuatan meremehkan perintah Allǻh
Azza wa Jalla, dan dia berdosa menurut pendapat sebagian Ulama.
6) Di antara efek buruknya, orang yang berkurban menjadi rågu, apakah dia
sudah boleh memotong kumis dan kukunya Karena dia tidak tahu apakah
binatangnya telah disembelih ataukah belum. Apakah disembelih pada hari id,
atau pada hari-hari setelahnya.
Ini adalah enam maslaḥat yang hilang dengan dipindahkannya hewan kurban ke
negeri lain.
Wahai kaum Muslimin, selanjutnya mengenai madhåråt-madhåråt membawa
kurban ke lain tempat adalah :
1) Banyak kaum Muslimin bisa memandang ibadah agung ini dari segi ekonomi
keuangan murni. Yaitu hanya untuk kemaslaḥatan orang miskin, tanpa
meråsa bahwa itu adalah ibadah agung untuk mendekatkan diri kepada Allǻh
Azza wa Jalla. Barangka li dia meråsakan ada unsur berbuat baik kepada para

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 101 -


[@AMAL]
fuqårå` ; ini baik dan merupakan ibadah. Namun, dia tidak meråsakan hal ini
mendekatkan diri kepada Allǻh Azza wa Jalla. Sesungguhnya di antara
keagungan berkurban karena Allǻh Azza wa Jalla yaitu maslahatnya tidak
hanya sekedar berbuat baik kepada orang-orang fakir. Adapun orang-orang
fakir bisa saja dibantu dengan kiriman uang, makanan, selimut pakaian, dan
selainnya tanpa mengurångi ibadah penting kita.
2) Menghilangkan syiar-syiar Allǻh Azza wa Jalla atau mengurånginya di negeri
sendiri.
3) Menghilangkan tujuan-tujuan wasiat orang yang sudah mati, jika dalam
rangka melaksanakan wasiat. Karena, nampaknya orang yang berwasiat itu
disamping ingin mendekatkan diri kepada Allǻh Azza wa Jalla, juga ingin
memberikan manfāt kepada kerabatnya untuk dinikmati. Tidak terlintas
dalam benak mereka untuk memindahkan kurbannya ke tempat lain, baik
yang dekat maupun jauh. Maka, memindahkannya termasuk menyelisihi
dhāhir orang yang memberikan wasiat.
Kemudian tidak diketahui orang yang mewakilkan penyembelihan di negeri lain,
apakah dia mengetahui ilmu cara–cara penyembelihan yang benar, atau sekedar
menyembelih dengan tangannya saja. Tidak diketahui apakah dia bisa
menyembelih binatang kurban ini tepat pada waktunya? Terkadang binatang-
binatang kurban yang dikirim dalam bentuk uang jumlahnya banyak sekali,
sehingga sukar memperoleh binatang-binatang itu pada hari-hari penyembelihan.
Akhirnya ditunda sampai setelah hari-hari penyembelihan; padahal hari-hari
penyembelihan cuma empat hari saja.
Kemudian tidak diketahui juga, apakah semua binatang disembelih dengan
menyebut nama pemiliknya atau secara keseluruhan. Misalnya dikatakan, “ Ini
seråtus hewan dari seråtus orang ” tanpa menyebutkan nama orangnya.
Padahal tentang kebolehannya masih diperselisihkan.
Kita berdoa kepada Allǻh Azza wa Jalla agar menjadikan kita orang-orang yang
menyembah-Nya dan mengajak orang lain kepada Allǻh Azza wa Jalla di atas
bashīråh. Sesungguhnya Dia adalah dzat yang Maha Pemuråh dan Mulia.
(Dikutip dari Adl-Dhiyā`ul Lāmi` Minal Khuthābil Jawāmi``, karya Syaikh
Muḥammad Bin Shåliḥ al-Utsaimīn 3/415-419)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

- 102 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②⑥

MEMAHAMI ḤADITS (INI ADALAH KURBANKU DAN


KURBAN SIAPA SAJA DARI UMATKU YANG BELUM
BERKURBAN)‫ه ََذا َعِن َو ََع ْن ل َ ْم يُضَ ح ِم ْن ُأم ِت‬
Ustadz Abu Iḥsan Al-Atsari

Ḥadits ini shåḥīḥ, diriwayatkan dari sejumlah saḥabat dengan lafazh yang
berbeda. Di antara nya yaitu :
1) Ḥadits Jabir rådhiyallǻhu Ànhu
‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ْ َاأل ْْضَى ِِبلْ ُم َص ََّّل‬ِ َّ ِ‫اَّلل قَا َل شَ هِدْ ُت َم َع َر ُسول‬ ِ َّ ‫⚫ ع َْن َجا ِب ِر ْب ِن َع ْب ِد‬
‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َي ِد ِه‬
ِ َّ ‫فَلَ َّما قَ ََض خ ُْط َبتَ ُه نَ َز َل ِم ْن ِمنْ َ َِّب ِه َو ُأ ِ َِت ِب َكبْ ٍش فَ َذ َ َْب ُه َر ُسو ُل‬
‫اَّلل َأ ْك َ َُّب َه َذا ع َِِن َو َ ََّع ْن لَ ْم يُضَ ِح ِم ْن ُأ َّم ِت‬ ِ َّ ‫َوقَا َل ب ِْس ِم‬
ُ َّ ‫اَّلل َو‬
Diriwayatkan dari Jābir rådhiyallǻhu Ànhu , ia berkata: Aku ikut bersama
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam pada hari 'Idul Adhḥa di Mushålla
(lapangan tempat shålāt ). Setelah selesai khutbah, Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam turun dari mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor
kambing kibasy, lalu Råsūlullǻh menyembelihnya dengan kedua tangannya
seraya berkata,"Dengan menyebut nama Allǻh, Allǻhu akbar, ini adalah
kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang belum berkurban."
Ḥadits ini diriwayatkan oleh Abu Dāwud dalam Sunan-nya (II/86), At
Tirmidzi dalam Jami'-nya (1.141) dan Aḥmad (14.308 dan 14.364).
Para peråwinya tsiqåt, hanya saja, ada masalah dengan peråwi yang bernama
Al Muththålib. Dikatakan, bahwa ia banyak meriwayatkan ḥadits mursal.
Masalah ini telah diisyaråtkan oleh At Tirmidzi dengan pernyataannya:
"Ḥadits ini ghårib (hanya diriwayatkan oleh satu orang saḥabat , Red) dari
jalur ini.
Ḥadits inilah yang diamalkan oleh Ahli Ilmu dari kalangan saḥabat Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam dan yang lainnya.
Yaitu hendaklah seorang lelaki apabila menyembelih mengucapkan
‘Bismillah Allǻhu Akbar’. Ini adalah merupakan pendapat Ibnul Mubaråk.
Dan dikatakan bahwa Al Muththålib bin Abdillah bin Hanthåb belum
mendengar dari Jābir."

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 103 -


[@AMAL]
Sepertinya At Tirmidzi mengisyaråtkan cacat riwayat ini. Yaitu, kemungkinan
adanya keterputusan sanad antara Al Muththålib dan Jābir. Namun ada
mutabaÀh bagi riwayat Jābir ini yang diriwayatkan dengan lafazh yang
berbeda, dengan lafazh berikut ini:
‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َكبْشَ ْ ِي ِِف ي َ ْو ِم الْ ِعي ِد‬ ِ َّ ‫اَّلل قَا َل َْضَّى َر ُسو ُل‬ ِ َّ ‫⚫ ع َْن َجا ِب ِر ْب ِن َع ْب ِد‬
‫الس َم َو ِات َو ْ َاأل ْر َض َح ِنيفًا َو َما َأنَ ِم َن‬ َّ ‫فَقَا َل ِح َي َو َّ ََجهُ َما ( ِا ِن َو َّ َْج ُت َو ْ َِج َيي ِل َّ َِّلي فَ َط َر‬
‫يك َ َُل َو ِب َذ ِ َِل ُأ ِم ْر ُت‬ ِ َ ‫َش ِك َي ا َّن َص َال ِِت َون ُ ُس ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َم ِاِت ِ َّ َِّلل َر ِب الْ َعالَ ِم َي َإل‬
َ ‫َش‬ ِ ْ ‫الْ ُم‬
ِ
َ َّ ‫َو َأنَ َأ َّو ُل الْ ُم ْس ِل ِم َي ) اللَّه َُّم ا َّن َه َذا ِمنْ َك َو َ َِل َع ْن ُم َح َّم ٍد َو ُأ َّم ِت ِه ُ َُّث َ ََّسى‬
‫اَّلل َو َك َّ ََّب َو َذب َ َح‬
Diriwayatkan dari Jābir bin Abdillah, ia berkata: “Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi
ِ
wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy pada hari 'Id. Setelah
mengaråhkan keduanya (ke kiblat), Beliau berkata, ’Sesungguhnya aku
hadapkan wajahku secara lurus kepada Allǻh yang telah menciptakan langit
dan bumi dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya shålāt ku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah bagi
Allǻh Råbb semesta alam, tiada sekutu bagiNya dan itulah yang telah
diperintahkan kepadaku, dan aku orang yang pertama berseråh diri. Ya, Allǻh!
Sesungguhnya ini dariMu dan untukMu, kurban dari Muḥammad dan
umatnya.’ Kemudian Beliau menyebut asma Allǻh, bertakbir lalu
menyembelihnya."
[Lafazh ini diriwayatkan oleh Ad Darimi, 1.864, dan ini adalah lafazh
riwayatnya; Abu Dāwud , 2.413; Ibnu Mājah , 3.112 dan Aḥmad, 14.491].
Dalam sanadnya terdapat Muḥammad bin Isḥaq. Dia merupakan peråwi
shååduq (jujur), namun sering melakukan tadlis (penyamarån). Juga terdapat
peråwi bernama Abu Ayyasy Az Zuråqi. Dia seorang peråwi yang maqbul
(diterima). Sanad ini layak dijadikan sebagai mutabi' (penguat) bagi sanad
yang pertama.
2) Ḥadits Abu Huråiråh dan ‘Ā`isyah rådhiyallǻhu Ànhuma:
‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َاك َن ا َذا َأ َرا َد َأ ْن يُضَ ِح َي‬ ِ َّ ‫⚫ ع َْن عَائِشَ َة َوع َْن َأ ِِب ه َُريْ َر َة َأ َّن َر ُسو َل‬
ِ
‫ْاش َ ََتى َكبْشَ ْ ِي َع ِظمي َ ْ ِي َ َِسي َن ْ ِي َأ ْق َ نر ْ َِي َأ ْملَ َح ْ ِي َم ْو ُجو َء ْي ِن فَ َذب َ َح َأ َحدَ ُ َُها ع َْن ُأ َّم ِت ِه ِل َم ْن شَ هِدَ ِ َّ َِّلل‬
‫ِِبلتَّ ْو ِحي ِد َوشَ هِدَ َ َُل ِِبلْ َب َالغِ َو َذب َ َح ْاألخ ََر ع َْن ُم َح َّم ٍد َوع َْن ألِ ُم َح َّم ٍد َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
Diriwayatkan dari ‘Ā`isyah dan dari Abu Huråiråh, bahwa Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam apabila hendak menyembelih kurban,
Beliau membeli dua ekor kambing kibasy yang besar dan gemuk,
bertanduk, berwarna putih dan terputus pelirnya. Beliau menyembelih
seekor untuk umatnya yang bertauḥid dan membenarkan risalah,
kemudian menyembelih seekor lagi untuk diri Beliau dan untuk keluarga
Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam ".
[Ḥadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Mājah dalam Sunan-nya, 3.113; Aḥmad,
24.660 dan 24.699]

- 104 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Para peråwinya tsiqåh, kecuali Àbdullǻh bin Muḥammad bin Uqåil. Dia adalah
peråwi shåduq. Sehingga sanad ḥadits ini derajatnya ḥasan. Hanya saja, dalam
riwayat Aḥmad, no. 24.660 disebutkan: “Dari Abu Huråiråh bahwa ‘Ā`isyah
berkata…", sedangkan dalam riwayat nomor 24.699 disebutkan: "Dari
‘Ā`isyah atau dari Abu Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhuma." Lafazh seperti ini
juga diriwayatkan oleh Anas.
3) Ḥadits Anas bin Malik Rådhiyalahu Ànhu :
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َكبْشَ ْ ِي َأ ْملَ َح ْ ِي َأ ْق َ نر ْ َِي قَ َّر َب َأ َحدُ ُ َُها‬
ُ ‫هللا َص ََّّل‬ ِ ‫"ْضَّى َر ُس ْو ُل‬ َ :‫⚫ ع َْن َأن َ ٍس قَا َل‬
ِ ‫ "ب ِْس ِم‬:‫ َوقَ َّر َب األخ َُر فَقَا َل‬،‫هللا اللَّه َُّم ِمنْ َك َو َ َِل َه َذا ِم ْن ُم َح َّم ٍد َو َأ ْهلِ بَيْ ِت ِه‬
‫هللا‬ ِ ‫فَقَا َل ب ِْس ِم‬
‫اللَّه َُّم ِم ْن َك َو َ َِل َه َذا ِم ْن َ ََّع ْن َو َّحدَ كَ ِم ْن ُأ َّم ِت‬
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih dan
bertanduk. Beliau menyembelih yang seekor seraya berkata: "Bismillah.
Ya, Allǻh! Ini adalah dariMu dan untukMu, kurban dari Muḥammad dan
keluarganya." Lalu Beliau menyembelih yang seekor lagi seraya berkata:
"Bismillah. Ya, Allǻh! Ini adalah dariMu dan untukMu, qurban dari siapa
saja yang mentauhidkanMu dari kalangan umatku."
4) Ḥadits Abu Thålhah rådhiyallǻhu Ànhu :
ُ ‫⚫ ع َْن َأ ِِب َط ْل َح َة " َأ َّن النَّ ِِب َص ََّّل‬
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َْضَّى ِب َكبْشَ ْ ِي َأ ْملَ َح ْ ِي فَقَ َا َل ِع ْندَ ا َأل َّولِ ع َْن‬
‫ َو ِع ْندَ الث َِّان َ ََّع ْن أ َم َن ِِب َو َص َّدقَ ِِن ِم ْن ُأ َّم ِت‬،‫ُم َح َّم ٍد َوألِ ُم َح َّم ٍد‬
Diriwayatkan dari Abu Thålhah rådhiyallǻhu Ành, bahwa Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang
berwarna putih. Ketika menyembelih kambing yang pertama, Beliau
berkata: "Dari Muḥammad dan keluarga ‘Muḥammad ." Dan ketika
menyembelih yang kedua, Beliau berkata: "Dari siapa saja yang beriman
kepadaku dan membenarkanku dari kalangan umatku."
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Mushånnaf dan Abu Ya'lā Al
Mūshili dalam Musnad-nya].
5) Ḥadits Abu Råfi' rådhiyallǻhu Ànhu yang diriwayatkan oleh Aḥmad (VI/8
dan 391). Sanadnya diḥasankan oleh Al Haitsami dalam Majma' Az Zawaid
(IV/22) dan menambahkan penisbatan riwayat ini kepada Al Bazzar.
Kesimpulannya, ḥadits ini shåḥīḥ diriwayatkan dari Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam . Atau lebih tepat deråjatnya adalah shåḥīḥ lighåirihi.
FIQH ḤADITS
Dalam masalah ini, terdapat dua perkara.
➢ Pertama : Menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan keluarganya.
➢ Kedua : Menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan untuk umat (selain
keluarganya).
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 105 -
[@AMAL]
Untuk masalah yang pertama, mayoritas ulama sepakat membolehkannya. Ibnu
Qåyyim Al Jauziyah berkata dalam kitab Zādul MaÀd (II/323): "Di antara petunjuk
Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam , yaitu seekor kambing cukup untuk seseorang
beserta keluarganya, meskipun keluarganya itu banyak. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Athå' bin Yasar : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshåri:
"Bagaimanakah penyembelihan qurban pada zaman Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam ?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya dahulu seorang lelaki
menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya, mereka
memakannya dan memberi makan orang lain."
[At Tirmidzi berkata,"Ḥadits ini ḥasan shåḥīḥ."]
Lebih lanjut Imam At Tirmidzi menjelaskan di dalam kitab Jami'-nya dalam bab:
‫( َِبب الشَ ا ُة َالوا ِحدَ ُة ُ َْتزِى ُء ع َْن َأهْلِ ال َبي ِْت‬Seekor kambing cukup untuk kurban satu keluarga):
‫يث النَّ ِ ِِب َص ََّّل اللَّهم‬ ِ ‫⚫ َوالْ َع َم ُل عَ ََّل ه ََذا ِع ْندَ ب َ ْع ِض َأهْلِ الْ ِع ْ َِّل َوه َُو قَ ْو ُل َأ ْْحَدَ َوا ْْس ََق َوا ْح َت َّجا ِ َْب ِد‬
‫عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأن َّ ُه َْضَّى ِب َكبْ ٍش فَ َقا َل ه ََذا َ ََّع ْن لَ ْم يُضَ ِح ِم ْن ِ ُأ َّم ِت َوقَا َل ب َ ْع ُض َأهْلِ الْ ِع ْ َِّل َإل ُ َْت ِزي الشَّ ا ُة‬
‫اَّلل ْب ِن الْ ُم َب َار ِك َوغَ ْ ِري ِه ِم ْن َأهْلِ الْ ِع ْ َِّل‬
ِ َّ ‫ا َّإل ع َْن ن َ ْف ٍس َوا ِحدَ ٍة َوه َُو قَ ْو ُل َع ْب ِد‬
"Inilah yang diamalkan oleh sebagian Ahli Ilmu dan merupakan pendapat Aḥmad
ِ
dan Ishåq. Mereka berdua berdalil dengan ḥadits Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam , bahwa Beliau menyembelih kurban seekor kambing kibasy dan berkata:
"Ini adalah qurban dari siapa saja yang belum berqurban dari kalangan umatku."
Sebagian Ahli Ilmu berpendapat, seekor kambing hanya mencukupi sebagai
qurban untuk seorang saja. Ini adalah pendapat Àbdullǻh bin Al Mubaråk dan para
ahli ilmu lainnya."
Lebih jelas lagi, Ibnu Qudamah Al Maqdisi di dalam kitab Al Mughni (XIII/365)
mengatakan: "Seorang lelaki boleh menyembelih seekor kambing atau sapi atau
unta untuk keluarganya. Hal ini ditegaskan oleh Imam Aḥmad. Dan ini juga
pendapat Malik, Al Laits, Al Auza'i dan Isḥåq. Dan hal ini telah diriwayatkan dari
Ibnu ‘Umar dan Abu Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhu. Shåliḥ bin Aḥmad berkata :
"Aku bertanya kepada ayahku: "Bolehkah menyembelih seekor kambing untuk
keluarga?" Beliau menjawab: "Boleh, tidak mengapa!"
Imam Al Bukhåri juga telah menyebutkan sebuah riwayat yang mendukung
pendapat ini dari Àbdullǻh bin Hisyam, bahwa ia dibawa oleh ibunya, Zainab binti
Ḥumaid kepada Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Ibunya berkata: "Wahai,
Råsūlullǻh , baiÀtlah dia." Nabi berkata: Ia masih kecil. "Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam mengusap kepalanya dan berdoÀ untuknya. Dan Beliau
menyembelih seekor kambing untuk seluruh keluarga Beliau."
Imam Malik berkata di dalam kitab Al Muwaththå':
‫ َو َأ ْح َس ُن َما َ َِس ْع ُت ِِف الْ َبدَ ن َ ِة َوالْ َبقَ َر ِة َوالشَّ ا ِة َأ َّن َّالر ُج َل ي َ ْن َح ُر َع ْن ُه َوع َْن َأهْلِ بَيْ ِت ِه الْ َبدَ ن َ َة َوي َ ْذب َ ُح الْ َبقَ َر َة‬
َ ْ ‫َوالشَّ ا َة الْ َوا ِحدَ َة ه َُو ي َ ْم ِل ُكهَا َوي َ ْذ َ ُْبهَا َعْنْ ُ ْم َوي‬
‫ََش ُكهُ ْم ِفهيَا‬
- 106 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
(Penjelasan yang paling baik yang aku dengar tentang qurban unta, sapi dan
kambing, yaitu seorang lelaki boleh menyembelih seekor unta, sapi atau
kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya. Dialah pemiliknya, dan ia
sembelih untuk keluarganya juga. Dia sertakan mereka bersamanya pada
kurban tersebut).
Asy-Syaukani berkata di dalam kitab Nailul Authår, As-Sailul Jarrår dan Ad Dhåråri
Al Mudḥiyyah: "Pendapat yang benar adalah seekor kambing dapat dijadikan
qurban untuk satu keluarga. Meskipun jumlah mereka seratus orang atau lebih
sebagaimana yang telah ditetapakan oleh Sunnah Nabi."
Seperti itu pula yang dijelaskan oleh Ash ShånÀni dalam kitab Subulus Salam.
Beliau mengatakan:
"Sabda Nabi 'dan keluarga ‘Muḥammad ' dalam lafazh lain ‘dari Muḥammad
dan keluarga ‘Muḥammad ', menunjukkan bahwa dibolehkan penyembelihan
qurban dari seorang kepala keluarga untuk keluarganya dan menyertakan
mereka dalam pahalanya."
Dari penjelasan para ulama di atas jelaslah, jika seorang kepala keluarga boleh
menyembelih qurban untuk dirinya dan untuk keluarganya. Lalu bagaimana bila
ia menyembelih untuk orang lain yang bukan keluarganya atau untuk umat?
Berdalil bahwa Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam menyembelih kurban
untuk dirinya dan umatnya. Bolehkah hal tersebut?
Di dalam Tuḥfatul Ahwadzi (Kitābul Adhḥahi, Bab ke 1.014), Al Mubaråkfuri
menjelaskan : "Jika engkau katakan bahwa ḥadits -ḥadits tersebut mansukh, atau
kandungannya khusus dan tidak boleh diamalkan seperti yang dikatakan oleh Ath
Thåhāwi dalam Syaråh MaÀni Wal Atsar, maka kami jawab, ‘Penyembelihan
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam untuk umatnya dan penyertaan mereka
pada qurban Beliau bersifat khusus bagi Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
(khushushiyyah).
Adapun penyembelihan qurban Beliau untuk diri Beliau dan keluarganya,
tidaklah khusus bagi Beliau (bukan khushushiyyah) dan tidak pula mansukh.
Dalilnya, para saḥabat rådhiyallǻhu Ànhum menyembelih seekor kambing untuk
dirinya dan keluarganya, sebagaimana yang telah engkau ketahui bersama. Dan
tidak ada diriwayatkan dari seorang saḥabat pun jika mereka menyembelih
seekor kambing untuk ummat dan menyertakan ummat pada qurban mereka’."
Penjelasan Al Mubaråkfuri ini sekaligus menerangkan kesalahan sebagian orang
yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau satu RT, misalnya, karena
Sunnah Nabi dan para saḥabat menyembelih qurban hanya untuk diri dan
keluarga.
Di dalam kitab Aunul Ma'bud ketika mensyaråh ḥadits Abu Dāwud di atas, Abu
Thåyyib Muḥammad Syamsul Ḥaq Àzhim Abadi berkata: "Dalam kitab Fatḥul
Wadud dikatakan ‘Ḥadits ini menjadi dalil bagi orang yang berpendapat seekor

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 107 -


[@AMAL]
kambing disembelih oleh salah seorang anggota keluarga, maka syiÀr dan
sunnahnya meliputi seluruh anggota keluarga tersebut. Berdasarkan hal ini,
penyembelihan qurban adalah sunnah kifayah untuk satu keluarga. Dan itulah
yang menjadi kandungan ḥadits . Adapun yang tidak berpendapat demikian
mengatakan, bahwa keikutsertaan di sini adalah dalam hal pahala. Ada yang
mengatakan, inilah yang lebih tepat’."
Aku ( Muḥammad Syamsul Haq Azhim Abadi) katakan: "Pendapat yang benar
adalah seekor kambing cukup untuk satu keluarga, karena para saḥabat
melakukan seperti itu pada masa Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam ."
Al Khåththåbi berkata dalam kitab Al MaÀlim: "Sabda Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam ‘dari Muḥammad dan keluarga Muḥammad dan dari ummat ‘Muḥammad
’ menunjukkan bahwa seekor kambing cukup untuk seseorang dan keluarganya,
meskipun jumlah mereka banyak. Diriwayatkan dari Abu Huråiråh dan Ibnu Umar
rådhiyallǻhu Ànhuma bahwa keduanya mengamalkan seperti itu. Imam Malik, Al
Auza'i, Asy Syafi'i, Aḥmad dan Ishåq bin Råhuyah membolehkannya. Sedangkan
Abu Ḥanifah dan Ats Tsauri membencinya’."
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan, bahwa Àli bin Abi Thålib rådhiyallǻhu Ànhu
melakukan seperti itu. Beliau menyembelih seekor kambing untuknya dan seluruh
keluarganya.”
Al Ḥafizh Ibnu Ḥajar berkata dalam Fatḥul Bāri, Bab Penyembelihan Hewan
Kurban Bagi Para Musafir dan Kaum Wanita: "Jumhur ulama berdalil dengan
ḥadits ini. Bahwa hewan kurban cukup untuk seseorang dan keluarganya. Namun
pendapat ini ditentang oleh Ḥanafiyah dan Ath Thåhawi dengan mengklaim,
bahwa hal itu khusus bagi Nabi atau sudah dimansukhkan. Namun ia tidak
menyertakan dalil bagi klaimnya tersebut. Al Qurthubi berkata: "Tidak ada dinukil
bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan setiap isterinya untuk
menyembelih qurban masing-masing, padahal pelaksanaan qurban terus
berulang setiap tahun dan isteri Nabi juga banyak. Biasanya perkara semacam ini
pasti telah dinukil, kalau memang benar-benar terjadi sebagaimana dinukilnya
banyak perkara-perkara juz'iyyat lainnya. Hal ini dikuatkan lagi dengan riwayat
yang dikeluarkan oleh Imam Malik, Ibnu Mājah dan At Tirmidzi dan dishåḥīḥkan
olehnya dari jalur Athå' bin Yasar, bahwa ia bertanya kepada Abu Ayyub, lalu ia
menyebutkan riwayatnya."
Kemudian Muḥammad Syamsul Ḥaq Azhim Abadi menyimpulkan masalah ini
sebagai berikut: "Wal hasil, seekor kambing cukup untuk kurban seseorang dan
keluarganya, meskipun jumlah mereka banyak. Hal ini berlaku pada udhḥiyah
bukan pada hadyu, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat ‘Ā`isyah Ummul
Mukminin yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dāwud .
Dan dalam riwayat Jabir yang dikeluarkan oleh Ad Darimi dan penulis kitab Sunan.
Juga riwayat Abu Ayyub Al Anshåri yang diriwayatkan oleh Malik, At Tirmidzi dan
Ibnu Mājah .

- 108 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Serta riwayat Àbdullǻh bin Hisyam yang telah bertemu dengan Nabi Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam dalam riwayat Al Ḥakim di kitab Al Mustadråk.
Serta riwayat Abu Thålhah dan Anas yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah.
Riwayat Abu Råfi' dan kakek Abul Asyadd yang dikeluarkan oleh Aḥmad, serta
sejumlah riwayat dari beberapa orang saḥabat lainnya.
Adapun klaim Ath Thåhawi, bahwa ḥadits ini mansukh atau khusus bagi Nabi saja,
telah dibantah oleh para ulama sebagaimana yang telah disebutkan oleh An
Nawawi. Karena tidak boleh mengklaim mansukh atau khushushiyyah tanpa
disertai dalil.
Bahkan telah diriwayatkan sebaliknya dari Àli, Abu Huråiråh dan Ibnu ‘Umar
rådhiyallǻhu Ànhuma, bahwa mereka mengamalkannya sebagaimana yang telah
disebutkan oleh Al Khåththåbi dan para ulama lainnya."
Berkaitan dengan riwayat Aḥmad dari kakek Abu Asyadd yang diisyaråtkan oleh
Muḥammad Syamsul Ḥaq Azhim Abadi di atas, perlu diketahui jika ḥadits
tersebut Dhå’if.
Selengkapnya, ḥadits tersebut sebagai berikut :
‫ك َر ُجلٍ ِمنَّا ِد ْر َ ًُها‬ ِ َّ ِ‫⚫ ُك ْن ُت َسا ِب َع َس ْب َع ٍة َم َع َر ُسول‬
ِ ُ ‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل قَا َل فَأَ َم َرنَ َ َْن َم ُع ِل‬
‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه‬ ِ َّ ‫ول‬ ُ ‫اَّلل لَقَدْ َأغْلَ ْي َنا ِبِ َا فَ َقا َل َر ُس‬ِ َّ ‫اُه فَ ُق ْلنَا ََّي َر ُسو َل‬ ِ ْ ‫فَ ْاش َ ََتيْنَا أ‬
ِ ِ ‫ُْضيَّ ًة ب َِس ْبع ِ اَلَّ َر‬
ٍ‫اَّلل َص ََّّل اللَّهم عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل فَأَ َخ َذ َر ُجل ِب ِر ْجل‬ ِ َّ ‫َو َس َّ ََّل ا َّن َأفْضَ َل الضَّ َح َاَّي َأغْ َالهَا َو َأ ْ ََسْنُ َا َو َأ َم َر َر ُسو ُل‬
ِ
‫السا ِب ُع َو َك َّ َّْبنَ عَلَهيْ َا َ ِمجي ًعا‬
َّ ‫َو َر ُجل ِب ِر ْجلٍ َو َر ُجل ِب َي ٍد َو َر ُجل ِب َي ٍد َو َر ُجل ِبقَ ْر ٍن َو َر ُجل ِبقَ ْر ٍن َو َذ َ َْبهَا‬
⚫ Aku (kakek Abul Asyadd) adalah orang ketujuh bersama Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Beliau memerintahkan kami agar
mengumpulkan uang masing-masing satu dirham untuk membeli seekor
hewan kurban (kambing) seharga tujuh dirham. Kami berkata,"Wahai,
Råsūlullǻh ! Kita membeli hewan dengan harga mahal." Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam berkata: "Sesungguhnya sebaik-baik hewan
kurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk." Kemudian
Råsūlullǻh menyuruh seorang memegang kakinya, seorang lagi
memegang kaki, seorang lagi memegang tangan, seorang lagi memegang
tangan, seorang memegang tanduk dan seorang lagi memegang tanduk,
kemudian orang yang ketujuh menyembelihnya. Kamipun seluruhnya
bertakbir ketika menyembelihnya.
Di dalam sanad ḥadits tersebut, terdapat tiga peråwi majhul, yaitu: Utsman bin
Zufar, Abul Asyadd As Sulami dan ayahnya. Ketiganya adalah peråwi majhul.
Dengan demikian ḥadits tersebut Dhå’if, sehingga tidak bisa dipakai menjadi
ḥujjah.
Kesimpulan

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 109 -


[@AMAL]
1) Penyembelihan kurban untuk diri dan keluarga adalah dibolehkan,
sebagaimana kesepakatan para ulama berdasarkan amalan yang dilakukan
oleh Nabi dan para saḥabat Beliau.
2) Penyembelihan kurban untuk diri dan untuk umat (selain keluarga) hanyalah
khusus bagi Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
Dalilnya, para saḥabat tidak ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam . Yang ada, mereka hanya
menyembelih kurban untuk diri sendiri dan keluarganya.
3) Sebagian kaum muslimin yang menyembelih kurban untuk satu sekolah atau
untuk satu RT atau untuk satu desa adalah keliru, sebab hal seperti itu tidak
dilakukan oleh para salaf dari kalangan saḥabat dan tabi'in.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

- 110 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②⑦

KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULḤIJJAH


DAN AMALAN YANG DISYARIATKAN
Syaikh Àbdullǻh bin Àbdurråhman Al-Jibrin

Segala puji bagi Allǻh semata, shålawat dan salam semoga tercuråh kepada
Råsūlullǻh , Nabi kita ‘Muḥammad , kepada keluarga dan segenap saḥabat nya.
‫ ما من‬: ‫⚫ روى البخاري رْحه هللا عن ابن عباس رِض هللا عْنام أن النِب صَّل هللا عليه وسَّل قال‬
‫ َّي رسول هللا وإل‬: ‫ قالوا‬- ‫أَّيم العمل الصاحل فهيا أحب اَل هللا من هذه األَّيم – يعِن أَّيم العَش‬
‫اجلهاد ِف سبيل هللا ؟ قال وإل اجلهاد ِف سبيل هللا اإل رجل خرج بنفسه وماَل ُث مل يرجع من‬
‫ذِل بيشء‬
Diriwayatkan oleh Al-Bukhåri , råḥimahullǻh , dari Ibnu Àbbas rådhiyallǻhu
Ànhuma bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari
di mana amal Shåliḥ pada saat itu lebih dicintai oleh Allǻh daripada hari-hari
ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulḥijjah . Mereka bertanya : Ya
Råsūlullǻh , tidak juga jihad fi sabilillah?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad
fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya,
kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun".
‫ ما‬: ‫⚫ وروى اإلمام أْحد رْحه هللا عن ابن َعر رِض هللا عْنام عن النِب صَّل هللا عليه وسَّل قال‬
‫من أَّيم أعظم وإل احب اَل هللا العمل فهين من هذه األَّيم العَش فأكْثوا فهين من الْتليل‬
‫والتكبري والتحميد‬
‫⚫ وروى ابن حبان رْحه هللا ِف حصيحه عن جابر رِض هللا عنه عن النِب صَّل هللا عليه وسَّل‬
.‫ أفضل األَّيم يوم عرفة‬:‫قال‬
"Imam Aḥmad, råḥimahullǻh , meriwayatkan dari ‘Umar rådhiyallǻhu Ànhuma,
bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling
agung dan amat dicintai Allǻh untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada
sepuluh hari (Dzulḥijjah ) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan
taḥmid".

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 111 -


[@AMAL]
MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN
1) Melaksanakan Ibadah Ḥaji Dan Umråh
Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai ḥadits shåḥīḥ
yang menunjukkan keutamaan nya, antara lain : sabda Nabi Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam :
‫⚫ العمرة اَل العمرة كفارة ملا بيْنام واحلج املَّبور ليس َل جزاء اإل اجلنة‬
"Dari umråh ke umråh adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di
antara keduanya, dan ḥaji yang mabrur balasannya tiada lain adalah
Surga".
2) Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama
Pada Hari Àråfah .
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama,
dan yang dipilih Allǻh untuk diri-Nya.
Disebutkan dalam ḥadits Qudsi :
‫ انه ترك شهوته وطعامه وَشابه من أجل‬، ‫⚫ الصوم َل وأن أجزي به‬
"Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya.
Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya
semata-mata karena Aku".
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, rådhiyallǻhu Ànhu, Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda :
‫ اإل ِبعد هللا بذِل اليوم وَجه عن النار س بعي‬، ‫⚫ ما من عبد يصوم يوم ًا ِف سبيل هللا‬
‫خريف‬
"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allǻh melainkan Allǻh
pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama
tujuh puluh tahun".
[Ḥadits Muttafaqun Àlaih].
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qåtadah råḥimahullǻh bahwa Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda :
.‫⚫ صيام يوم عرفة أحتسب عَّل هللا أن يكفر الس نة الت قبل والت بعده‬
"Berpuasa pada hari Àråfah karena mengharap pahala dari Allǻh
melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".
3) Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.
Sebagaimana firman Allǻh TaÀla.
ٍ ‫اَّلل ِِف َأ ََّّي ٍم َم ْعلُو َم‬
‫ات‬ َ ْ ‫⚫ َوي َ ْذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬
".... dan supaya mereka menyebut nama Allǻh pada hari-hari yang telah
ditentukan ...".
[al-Ḥajj/22 : 28].

- 112 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulḥijjah .
Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-
hari tersebut, berdasarkan ḥadits dari Ibnu ‘Umar rådhiyallǻhu Ànhuma.
‫⚫ فأكْثوا فهين من الْتليل والتكبري والتحميد‬
"Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid".
[Ḥadits Riwayat Aḥmad].
Imam Bukhåri råḥimahullǻh menuturkan bahwa Ibnu ‘Umar dan Abu
Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut
seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya.
Dan Isḥåq, Råḥimahullǻh , meriwayatkan dari fuqåha', tabi’in bahwa pada
hari-hari ini mengucapkan :
‫ هللا أكَّب هللا أكَّب إل اَل اإل هللا وهللا أكَّب وهلل امحلد‬
Allǻhu Akbar, Allǻhu Akbar, Lā Ilāha Illa Àllǻh, wa- Àllǻhu Akbar, Allǻhu
Akbar wa Lillahil Ḥamdu
➢ Allǻh Maha Besar, Allǻh Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Ḥaq
selain Allǻh. Dan Allǻh Maha Besar, Allǻh Maha Besar, segala puji hanya bagi
Allǻh".
Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar,
rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya.
Sebagaimana firman Allǻh.
َ َّ ‫⚫ َو ِل ُت َك ِ َُّبوا‬
‫اَّلل عَ ََّل َما هَدَ ُ ْامك‬
⚫ "Dan hendaklah kamu mengagungkan Allǻh atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu ...".
[al-Baqåråh/2 : 185].
Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan
berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor).
Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah
masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir
dan doÀ, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan
mengikuti orang lain.
Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir,
tasbih dan doÀ-doÀ lainnya yang disyariatkan.
4) Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.
Sehingga akan mendapatkan ampunan dan råḥmat. Maksiat adalah penyebab
terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allǻh, dan ketaÀtan adalah penyebab
dekat dan cinta kasih Allǻh kepadanya.
Disebutkan dalam ḥadits dari Abu Huråiråh rådhiyallǻhu Ànhu, bahwasanya
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda.
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 113 -
[@AMAL]
‫⚫ ان هللا يغار وغرية هللا أن يأِت املرء ما حرم هللا عل‬
"Sesungguhnya Allǻh itu cemburu, dan kecemburuan Allǻh itu manakala
seorang hamba melakukan apa yang diharåmkan Allǻh terhadapnya"
[Ḥadits Muttafaqun Àlaihi].
5) Banyak Beråmal Shåliḥ .
Berupa ibadah sunat seperti : shålāt , sedekah, jihad, membaca Al-Qur`ān,
amar ma'ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut
pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak
utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai
Allǻh daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal
ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat
utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.
6) Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shålāt ‘Ied. Dan
disyariatkan pula takbir muqåyyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shålāt
fardhu yang dilaksanakan dengan berjamaÀh ; bagi selain jamaÀh ḥaji
dimulai dari sejak Fajar Hari Àråfah dan bagi JamaÀh Ḥaji dimulai sejak
Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shålāt Ashår pada hari
Tasyriq.
7) Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.
Hal ini adalah sunnah Nabi ‘Ibrǻhīm Àlaihissalam, yakni ketika Allǻh TaÀla
menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
‫⚫ وقد ثبت أن النِب صَّل هللا عليه وسَّل ْضى بكبشي أملحي أقرني ذْبهام بيده وَسى وكَّب‬
‫ووضع رجل عَّل صفاِحام‬
"Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih
dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut
nama Allǻh dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh
domba itu".
[Muttafaqun Àlaihi].
8) Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang
Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Rådhiyallhu Ànha
bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda.
‫⚫ اذا رأيُت هالل ذي احلجة وأراد أحدمك أن يضحي فلميسك عن شعره وأظفاره‬
"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara
kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari
(memotong) rambut dan kukunya".

- 114 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Dalam riwayat lain :
‫⚫ فال يأخذ من شعره وإل من أظفاره حِت يضحي‬
"Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya
sehingga ia berkurban".
Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah ḥaji yang
menuntun hewan kurbannya.
Firman Allǻh.
‫⚫ َوإل َ َْت ِل ُقوا ُر ُء َوس ُ ُْك َح َِّت ي َ ْبلُ َغ الْهَدْ ُي َم ِح َّل‬
"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban
sampai di tempat penyembelihan...".
[al-Baqåråh/2 : 196].
Larangan ini, menurut zhåhirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang
berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika
masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi
rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang
rontok.
9) Melaksanakan Shålāt Iedul Adhḥa Dan Mendengarkan Khutbahnya.
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini.
Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah
dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan
kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ;
nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya.
Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan
selama sepuluh hari.
10) Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Di atas.
Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan
melakukan ketātan, dzikir dan syukur kepada Allǻh, melaksanakan segala
kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan
berusaha memperoleh kemurahan Allǻh agar mendapat ridhå-Nya.
Semoga Allǻh melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang
lurus. Dan shålawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
‘Muḥammad , kepada keluarga dan para saḥabat nya.
‫ وهللا املوفق والهادي اَل سواء السبيل وصَّل هللا عَّل محمد وأَل وحصبه وسَّل‬.
‫ ه‬1409 /11 /1 ‫ وَترخي‬5 /1218 ‫صدرت بأذن طبع رمق‬
‫صادر عن ادارة املطبوعات ِبلرئاسة العامة إلدارات البحوث العلمية واإلفتاء واَلعوة واإلرشاد‬
‫ الفقري اَل عفو ربه‬: ‫كتهبا‬
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 115 -
[@AMAL]
‫عبدهللا بن عبدالرْحن اجلَّبين‬
‫عضو ا‬
[Disalin dari brosur yang dibagikan secara cuma-cuma, tanpa no, bulan, tahun dan
penerbit. Artikel dalam bahasa Aråb dapat dilihat di
http://www.sāid.net/mktarat/hajj/4.htm]

- 116 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②⑧

MAKSUD ANAK TERGADAI DALAM ḤADITS ÀQIQÅH ?

Pertanyaan
Ada yang mengatakan bahwa Imam Aḥmad memaknai ḥadits “setiap anak
tergadai dengan Àqiqåh”, tidak dapat memberikan syafaàt.
❖ Apakah benar nukilan ini dari beliau?
❖ Kalau benar, apakah pengertiannya?
❖ Apakah ada ḥadits yang menafsirkan dengan pengertian itu atau itu hanya
ijtihad dari Imam Aḥmad semata?
Jawaban
Ḥadits yang dimaksud adalah sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam .
‫يك ُغ َال ٍم َر ِهي َنة ِب َع ِقيقَ ِت ِه ت َْذ ب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم‬
ُّ ُ ‫ُك غُ َال ٍم َر ِهي َنة ِب َع ِقيقَ ِت ِه ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم َسا ِب ِع ِه َو ُ ُْيلَ ُق َوي َُس َّم‬ُّ ُ ⚫
‫َسا ِب ِع ِه َو ُ ُْيلَ ُق َوي َُس َّمى‬
“Setiap bayi tergadai dengan Àqiqåhnya, disembelihkan (kambing) untuknya
pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama”
[HR Abu Dāwud, no. 2838, at-Tirmidzi no. 1522, Ibnu Mājah no. 3165 dll dari
saḥabat Samuråh bin Jundub rådhiyallǻhu Ànhu. Ḥadits ini dishåḥīḥkan oleh al-
Ḥakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi, Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Isḥåq al-
Huwaini dalam kitab al-Insyiråh Fi Adabin Nikaḥ hlm. 97]
Pertanyaan-pertanyaan saudar akan kami jawab sebagai berikut :
a) Memang benar ada nukilan tersebut. Al-Khåththåbi råḥimahullǻh berkata :
“(Imam) Aḥmad berkata, Ini mengenai syafaàt. Beliau menghendaki
bahwa jika si anak tidak di-Àqiqåhi, lalu anak itu meninggal waktu kecil,
dia tidak bisa memberikan syafaàt bagi kedua orang tuanya” [MaÀlimus
Sunan 4/264-265, Syarḥus Sunnah 11/268]
b) Sepengetahuan kami tidak ada ḥadits yang menafsirkannya dengan ‘tidak
mendapatkan syafaàt’, oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang
maknanya.
c) Tampaknya, itu bukan ijtihad Imam Aḥmad råḥimahullǻh , akan tetapi beliau
mengambil dari penjelasan Ulama sebelumnya. Karena makna ini juga
merupakan penjelasan Imam Athå` al-Khuråsani, seorang Ulama besar dari
generasi Tabi’in. Imam al-Baihaqi råḥimahullǻh meriwayatkan dari Yaḥya bin

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 117 -


[@AMAL]
Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya kepada Athå al-Khuråsani, apakah
makna ‘tergadai dengan Àqiqåhnya’, beliau menjawab, ‘Terhalangi syafaàt
anaknya’. [Sunan al-Kubro 9/299]
d) Imam Ibnul Qåyyim menjelaskan bahwa makna tersebut tidak tepat. Beliau
berkata, “Makna tertahan/tergadai (dalam ḥadits Àqiqåh) ini masih
diperselisihkan. Sejumlah orang mengatakan, maknanya tertahan/tergadai
dari syafaàt untuk kedua orang tuanya. Hal itu dikatakan oleh Athå` dan
diikuti oleh Imam Aḥmad. Pendapat tersebut perlu dikoreksi, karena syafaàt
anak untuk bapak tidak lebih utama dari sebaliknya. Sedangkan keadaannya
sebagai bapak tidaklah berhak memberikan syafaàt untuk anak, demikian
juga semua kerabat.
Àllǻh Azza wa Jalla berfirman.
‫⚫ ََّي َأُّيُّ َا النَّ ُاس ات َّ ُقوا َ برَّ ُ ُْك َواخْشَ ْوا ي َ ْو ًما َإل َ َْي ِزي َو ِاَل ع َْن َو َ َِل ِه َو َإل َم ْولُود ه َُو َجا ٍز ع َْن َو ِ ِاَل ِه شَ يْئًا‬
⚫ Hai manusia, bertakwalah kepada Råbbmu dan takutilah suatu hari yang
(pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan
seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun.
[Luqman/31 : 33]
Àllǻh Azza wa Jalla juga berfirman.
‫⚫ َوات َّ ُقوا ي َ ْو ًما َإل َ َْت ِزي ن َ ْفس ع َْن ن َ ْف ٍس شَ يْئًا َو َإل يُ ْق َب ُل ِمْنْ َا شَ َفاعَة‬
⚫ Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu)
seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu
pula) tidak diterima syafaàt.
[al-Baqåråh/2 : 48]
Àllǻh Azza wa Jalla berfirman.
‫⚫ ََّي َأُّيُّ َا َّ ِاَّل َين أ َمنُوا َأنْ ِف ُقوا ِم َّما َر َز ْقنَ ُ ْامك ِم ْن قَ ْبلِ َأ ْن يَأْ ِ َِت ي َ ْوم َإل ب َ ْيع ِفي ِه َو َإل خ َُّّل َو َإل شَ َفاعَة‬
⚫ Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allǻh)
sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafaàt.
[al-Baqåråh/2 : 254]
Maka pada hari Kiamat, siapa saja tidak bisa memberikan syafaàt kepada
seorangpun kecuali setelah Allǻh Azza wa Jalla memberikan izin bagi orang yang
dikehendaki dan diridhai oleh-Nya. Dan izin Allǻh Azza wa Jalla itu tergantung
kepada amalan orang yang dimintakan syafaàt, yaitu amalan tauhidnya dan
keikhlasannya. Juga (tergantung) kepada kedekatan dan kedudukan pemohon
syafaàt di sisi Allǻh Azza wa Jalla. SyafaÀt tidak diperoleh dengan sebab
kekerabatan, keadān sebagai anak dan bapak.
Penghulu seluruh pemohon syafaàt dan orang yang paling terkemuka di hadapan
Allǻh Azza wa Jalla (yaitu Nabi Muḥammad Shållallǻhu Àlaihi wa sallam ) pernah
berkata kepada paman, bibi, dan putrinya :

- 118 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


ِ َّ ‫⚫ َإل ُأ ْغ ِِن َع ْن ُُك ِم ْن‬
‫اَّلل شَ يْئًا‬
⚫ Aku tidak dapat menolak (siksaan) dari Allǻh terhadap kamu sedikit pun
Di dalam riwayat lain.
ِ َّ ‫ل لَ ُ ُْك ِم َن‬
‫اَّلل شَ يْئًا‬ ُ ِ ‫⚫ َإلأ ْم‬
⚫ Aku tidak menguasai kebaikan sedikitpun dari Allǻh untuk kamu
Beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam juga berkata dalam syafaàt yang paling besar
ketika beliau bersujud di hadapan Råbbnya dan memohonkan syafaàt : ‘Kemudian
Allǻh menetapkan batas untukku, lalu aku memasukkan mereka ke dalam surga’.
Atas dasar itu, syafaàt beliau hanya dalam batas orang-orang yang telah
ditetapkan oleh Allǻh Azza wa Jalla dan syafaàt beliau tidak untuk selain mereka
yang telah ditentukan.
Maka bagaimana dikatakan bahwa anak akan memohonkan syafaàt untuk
bapaknya, namun jika bapaknya tidak melakukan Àqiqåhnya, maka anak itu
ditahan dari memohonkan syafaàt untuk bapaknya?
Demikian juga orang yang memohonkan syafaàt untuk orang lain tidak disebut
‘tergadai’, lafazh itu itu tidak menunjukkan demikian.
Sedangkan Allǻh Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa seorang hamba itu
tergadai dengan usahanya, sebagaimana firman Allǻh Azza wa Jalla.
ُّ ُ ⚫
‫ُك ن َ ْف ٍس ِب َما َك َسبَ ْت َر ِهي َنة‬
⚫ Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.
[al-Muddatsir/74 : 38]
Àllǻh Azza wa Jalla berfirman.
‫⚫ ُأولَ َٰ ئِ َك َّ ِاَّل َين ُأب ِْسلُوا ِب َما َك َس ُبوا‬
⚫ Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka
disebabkan perbuatan mereka sendiri.
[al-An’ām/6 : 70]
Maka orang yang tergadai adalah orang yang tertahan, kemungkinan disebabkan
oleh perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain. Adapun orang yang tidak
memohonkan syafaàt untuk orang lain tidak disebut ‘tergadai’ sama sekali.
Bahkan orang yang tergadai adalah orang yang tertahan dari urusan yang akan dia
raih, namun hal itu tidak harus terjadi dengan sebab darinya, bahkan hal itu terjadi
terkadang disebabkan oleh perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain.
Dan Allǻh Azza wa Jalla telah menjadikan Àqiqåh terhadap anak sebagai sebab
pembebasan gadainya dari setan yang telah berusaha mengganggunya semenjak
kelahirannya ke dunia dengan mencubit pinggangnya.

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 119 -


[@AMAL]
Maka Àqiqåh menjadi tebusan dan pembebas si anak dari tahanan setan
terhadapnya, dari pemenjaraan setan di dalam tawanannya, dari halangan setan
terhadapnya untuk meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang merupakan
tempat kembalinya. Maka seolah-olah si anak ditahan karena setan
menyembelihnya (memenjarakannya) dengan pisau (senjata) yang telah
disiapkan setan untuk para pengikutnya dan para walinya.
Setan telah bersumpah kepada Råbbnya bahwa dia akan menghancurkan
keturunan Adam kecuali sedikit di antara mereka. Maka setan selalu beråda di
tempat pengintaian terhadap si anak yang dilahirkan itu semenjak keluar di dunia.
Sewaktu si anak lahir, musuhnya (setan) bersegera mendatanginya dan
menggabungkannya kepadanya, berusaha menjadikannya dalam genggamannya
dan pemahamannya serta dijadikan rombongan pengikut dan tentaranya.
Setan sangat bersemangat melakukan ini. Dan mayoritas anak-anak yang
dilahirkan termasuk dari bagian dan tentarå setan. Sehingga si anak beråda dalam
gadai ini. Maka Allǻh Azza wa Jalla mensyariatkan bagi kedua orang tuanya untuk
melepaskan gadainya dengan sembelihan yang menjadi tebusannya. Jika orang
tua belum menyembelih untuknya, si anak masih tergadai dengannya. Oleh karena
itu, Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda.
‫ فَأَ ِريْ ُق ْوا َع ْن ُه اَلَّ َم َو َأ ِم ُيطوا َع ْن ُه ا َأل َذى‬،‫⚫ َالْ ُغ َال ُم ُم ْرَنَ َن ِب َع ِق ْيقَ ِت ِه‬
Seorang bayi tergadai dengan Àqiqåhnya, maka alirkan darah (sembelihan
Àqiqåh) untuknya dan singkirkan kotorån (cukurlah rambut nya) darinya. [1]
Maka beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam memerintahkan mengalirkan darah
(menyembelih Àqiqåh) untuknya (si anak) yang membebaskannya dari gadai, jika
gadai itu berkaitan dengan kedua orang tua, niscaya beliau bersabda :’Maka
alirkan darah untuk kamu agar syafaàt anak-anak kamu sampai kepada kamu’.
Ketika kita diperintahkan dengan menghilangkan kotorån yang nampak darinya
(si anak dengan mencukur rambutnya) dan dengan mengalirkan darah yang
meghilangkan kotorån batin dengan tergadainya si anak, maka diketahui bahwa
itu untuk membebaskan anak dari kotorån batin dan lahir. Allǻh Azza wa Jalla
lebih mengetahui maksud-Nya dan makud Råsul-Nya’.
(Tuḥfatul Maudud bi Aḥkamil Maulud, hlm. 48-49, karya Ibnul Qåyyim , Taḥqiq :
Basyir Muḥammad Uyun, Penerbit Darul Bayān dan Maktabah al-Muayyad cet. 4,
Th 14141H/1994M)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIV/1432H/2011M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footnote
[1]. Ḥadits yang disebutkan Imam Ibnul Qåyyim råḥimahullǻh ini kami dapati
dengan lafazh :

- 120 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


‫ فَأَ ْه ِريْ ُقوا َع ْن ُه َد ًما َو َأ ِم ْي ُطوا َع ْن ُه ا َأل َذى‬،‫⚫ َم َع الْ ُغ َال ِم َع ِقية‬
Bersama seorang bayi ada Àqiqåh, maka alirkan darah (yaitu, sembelihan
Àqiqåh) untuknya dan singkirkan kotorån (yaitu cukurlah rambut nya)
darinya. [HR Bukhåri secara muÀllaq dan diwashålkan oleh Thåhawi, juga
riwayat Abu Dāwud , 2839, Tirmidzi no. 1515]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 121 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽②⑨

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN


DZULḤIJJAH
Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad Ath-Thåyyar

Imam al-Bukhåri dalam Shåhīh nya meriwayatkan dari Ibnu Àbbas rådhiyallǻhu
Ànhuma dari Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bahwa beliau bersabda:
‫ َو َإل الْجِ هَا ُد اإلَّ َر ُجل‬:‫ َو َإل الْجِ هَادُ؟ فَقَا َل‬:‫ قَالُوا‬،‫َش َأفْضَ ُل ِم َن الْ َع َملِ ِ ِْف َه ِذ ِه‬ ِ ْ ‫⚫ َما الْ َع َم ُل ِِف َأ ََّّي ِم الْ َع‬
ِ
ْ َ ‫خ ََر َج ُُيَا ِط ُر ِب َن ْف ِس ِه َو َم ِ ِاَل فَ َ َّْل يَ ْرجِ ْع ب‬
... ‫ِيش ٍء‬
⚫ “Tidak ada amalan yang lebih utama dari amalan di sepuluh hari
pertama Dzulḥijjah ini. Mereka bertanya, ‘Tidak juga jihad?’ Beliau
menjawab, ‘Tidak juga jihad, kecuali seorang yang keluar menerjang
bahaya dengan dirinya dan hartanya sehingga tidak kembali membawa
sesuatu pun.’” [1] HR. Al-Bukhåri lihat Fat-hul Bāri (II/457).
Dengan demikian, jelaslah bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah adalah
hari-hari dunia terbaik secara mutlak. Hal itu karena ibadah induk berkumpul
padanya dan tidak berkumpul pada selainnya. Padanya terdapat seluruh ibadah
yang ada di hari lain, seperti shålāt , puasa, shådaqåh dan dzikir, namun hari-hari
tersebut memiliki keistimewan yang tidak dimiliki hari-hari lain yaitu manasik
ḥaji dan syariÀt berkur-ban pada hari ‘Id (hari raya) dan hari-hari Tasyriq.
Ibnu Ḥajar råḥimahullǻh mengatakan, “Yang råjih bahwa sebab keistimewaan
bulan Dzulḥijjah karena ia menjadi tempat berkumpulnya ibadah-ibadah induk,
yaitu shålāt , puasa, shådaqåh dan ḥaji . Hal ini tidak ada di bulan lainnya.
Berdasarkan hal ini apakah keutamaan tersebut khusus kepada orang yang
berḥaji atau kepada orang umum? Ada kemungkinan di dalamnya. [2] Fatḥul Bāri
(II/460).

Dalam sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah terdapat amalan berikut ini:
1) Ḥaji dan umråh. Keduanya termasuk amalan terbaik yang dapat
mendekatkan seorang hamba kepada Råbb-nya.
2) Puasa sembilan hari pertama dan khususnya hari kesembilan yang termasuk
amalan-amalan terbaik. Cukuplah dalam hal ini sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlayhi wa sallam :
‫الس نَ َة ال َّ ِت ب َ ْعدَ ُه‬
َّ ‫الس نَ َة ال َّ ِت قَ ْب َ ُل َو‬ ِ ‫⚫ ِص َيا ُم ي َ ْو ِم ع ََرفَ َة َأ ْحت َ ِس ُب عَ ََّل‬
َّ ‫هللا َأ ْن يُ َك ِف َر‬
- 122 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
“Puasa hari Àråfah yang menghåråpkan pahala dari Allǻh dapat
menghåpus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan
datang.” [3] HR. Muslim, lihat Shåhīh Muslim (II/818-819).
3) Takbir dan dzikir di hari-hari ini diijabahi (dikabulkan) berdasarkan firman
Allǻh:
ٍ ‫اَّلل ِِف َأ ََّّي ٍم َم ْعلُو َم‬
‫ات‬ َ ْ ‫⚫ َوي َ ْذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬
“Dan supaya mereka menyebut Nama Allǻh pada hari yang telah
ditentukan”
[Al Ḥajj/22: 28]
4) DisyariÀtkan pada hari ini menyembelih kurban dari hari raya dan hari
Tasyriq. Ini adalah sunnah Bapak kita, ‘Ibrǻhīm ketika Allǻh mengganti
anaknya, Ismā’il dengan hewan sembelihan yang besar dan juga Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam telah menyembelih dua kambing gemuk lagi
bertanduk untuk diri dan umatnya.
5) Sebagaimana juga disyariÀtkan pada hari raya kepada seorang muslim untuk
bersemangat melaksanakan shålāt , mendengarkan khutbah dan
memanfātkannya untuk mengenal hukum-hukum kurban dan yang
berhubungan dengannya.
6) DisyariÀtkan juga pada hari-hari ini dan hari-hari lainnya untuk
memperbanyak amalan sunnah, berupa shålāt , membaca al-Qur`ān,
shådaqåh, memperbaharui taubat dan meninggalkan dosa dan kemaksiatan,
baik yang kecil maupun yang besar.
Ibnu Qudamah råḥimahullǻh mengatakan, “Sepuluh hari pertama Dzulḥijjah
seluruhnya adalah kemuliān dan keutamaan , amalan di dalamnya
dilipatgandakan, dan disunnahkan agar bersungguh-sungguh dalam ibadah di
hari-hari tersebut.” [4] Al-Mughni (IV/446).
MAKSUD DARI HARI-HARI YANG DITENTUKAN (AL-AYYĀM AL-
MA'LUUMĀT) DAN HARI-HARI YANG BERBILANG (AL-AYĀM AL-
MA'DUUDĀT)
Àllǻh berfirman:
‫َات فَ َم ْن تَ َع َّج َل ِِف ي َ ْو َم ْ ِي فَ َال ا ْ َُث عَلَ ْي ِه َو َم ْن تَأَخ ََّر فَ َال ا ْ َُث عَلَ ْي ِه ِل َم ِن‬ َ َّ ‫⚫ َو ْاذ ُك ُروا‬
ٍ ‫اَّلل ِِف َأ ََّّي ٍم َم ْعدُ ود‬
ِ ِ
‫ون‬
َ ‫َش‬ ُ َ ‫اَّلل َوا ْعلَ ُموا َأنَّ ُ ُْك الَ ْي ِه ُ َْت‬
َ َّ ‫اتَّقَ ٰى َوات َّ ُقوا‬
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Nama Allǻh dalam beberapa hari yang
ِ
berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua
hari, maka tidak ada dosa baginya. Dan Barangsiapa yang ingin
menangguhkan (keberangka tannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa
pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allǻh, dan
ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”
[al-Baqåråh/2: 203]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 123 -


[@AMAL]
Dan Allǻh TaÀla berfirman:
‫ات عَ َ َّٰل َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن ِبَ ِ مي َ ِة ْ َاألنْ َعا ِم فَ ُ ُكوا ِمْنْ َا‬ َ ْ ‫⚫ ِلي َْشهَدُ وا َمنَا ِف َع لَهُ ْم َوي َ ْذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬
ٍ ‫اَّلل ِِف َأ ََّّي ٍم َم ْعلُو َم‬
‫َو َأ ْط ِع ُموا الْ َبائِ َس الْ َف ِق َري‬
“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfāt bagi mereka dan supaya
mereka menyebut Nama Allǻh pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang
Allǻh telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah
sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-
orang yang sengsara lagi fakir.”
[al-Ḥajj/22: 28]
Para ulama berselisih pendapat dalam maksud dari firman Allǻh di atas tentang
hari-hari yang berbilang dan yang ditentukan. Di antara pendapat mereka adalah
:
1) Hari-hari yang ditentukan tersebut adalah hari kurban dengan perbedaan di
antara mereka apakah itu tiga hari ataukah empat hari.
2) Hari-hari yang ditentukan tersebut adalah sepuluh hari pertama bulan
Dzulḥijjah dari awal bulan sampai hari raya.
3) Hari-hari berbilang adalah hari-hari Tasyriq.
4) Hari-hari yang ditentukan adalah sepuluh hari pertama Dzulḥijjah dan hari-
hari Tasyriq, berarti mulai awal bulan sampai akhir tanggal tiga belas.
5) Hari-hari yang ditentukan adalah sembilan hari pertama bulan Dzulḥijjah dan
hari-hari berbilang adalah hari-hari Tasyriq bersama hari ‘Id.
Ada juga pendapat lemah yang mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan
adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah dan hari-hari berbilang adalah hari-
hari penyembelihan. Ini menyelisihi ijma’.
Yang benar bahwa hari-hari yang ditentukan tersebut adalah :
✓ sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah dan
✓ Hari-hari berbilang adalah hari-hari Tasyriq.
Ibnul Àråbi råḥimahullǻh mengatakan, “Ulama-ulama kami mengatakan bahwa
hari-hari melempar jumråh adalah hari-hari berbilang (ma’dūdāt) dan hari-hari
penyembelihan adalah hari-hari yang telah ditentukan (ma’lūmāt).” [5] Aḥkāmul
Qur`ān (I/140), karya Ibnul Àråbi.

Sedangkan Ibnu Taimiyyah råḥimahullǻh mengatakan, “Ada yang mengatakan,


hari-hari yang ditentukan adalah hari-hari penyembelihan dan ada yang
mengatakan ia adalah sepuluh hari pertama Dzulḥijjah .” [6] Majmū’ al-Fatāwā (XXIII/225).
Ibnu Katsir råḥimahullǻh mengatakan, “Ibnu Àbbas rådhiyallǻhu Ànhuma
mengatakan bahwa hari-hari yang berbilang adalah hari-hari Tasyriq, dan hari-
hari yang ditentukan adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah .” [7] Tafsīr Ibnu
Katsīr (I/244).

Ibnu Ḥajar råḥimahullǻh dalam Fatḥul Bāri [8] Fatḥul Bāri (II/458). dan asy-Syaukani
dalam Fat-hul Qådiir [9] Fat-ḥul Qådīr (I/205). telah memaparkan pernyataan para

- 124 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


ulama dalam masalah ini dan semuanya hampir tidak keluar dari apa yang telah
kami sampaikan di atas.
Wallǻhu a’lām.

PERBANDINGAN ANTARA SEPULUH HARI TERAKHIR RÅMADHÅN


DENGAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULḤIJJAH
Hendaklah seorang muslim mengetahui bahwa membandingkan antara perkara-
perkara baik tidak bermaksud merendahkan dari yang lebih utama, bahkan hal ini
seharusnya menjadi pendorong untuk melipatgandakan amalan pada hal yang
diutamakan dan mengambil keutamaannya sekuat dan semampunya.
Para ulama telah membahas masalah ini dan yang råjih menurut saya -wallǻhu
a’lam- bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah lebih utama dari sepuluh
hari terakhir Råmadhån, dan sepuluh malam terakhir Råmadhån lebih utama dari
sepuluh malam pertama bulan Dzulḥijjah, itu karena keutamaan malam
Råmadhån tersebut dilihat dari adanya malam Qådar dan ini untuk malamnya.
Sedangkan sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah diutamakan hari-harinya
dilihat dari adanya hari Àråfah , hari penyembelihan dan hari Tarwiyah (8
Dzulḥijjah ).
Syaikhul Islam pernah ditanya tentang perbandingan antara dua waktu tersebut,
beliau menjawab, “Sepuluh hari pertama Dzulḥijjah lebih utama dari sepuluh hari
terakhir Råmadhån, sedangkan malam sepuluh terakhir Råmadhån lebih utama
dari malam sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah .”
Ibnul Qåyyim råḥimahullǻh mengatakan, “Apabila orang yang mulia lagi cendikia
merenungkan jawaban ini, tentulah ia mendapatinya sebagai jawaban yang cukup
dan memuaskan.” [10] Majmū’ al-Fatāwā (XXV/287) dan Zādul Ma’ād (I/57).

PERBANDINGAN ANTARA DUA HARI RAYA


Para ulama telah membahas seputar permasalahan ini, ada yang mengutamakan
‘Idul Adh-ḥa atas ‘Idul Fithri dan ada yang sebaliknya. Setelah memaparkan
keutamaan dua hari raya dan keduanya termasuk hari paling utama dalam
setahun, maka yang råjih adalah ‘Idul Adh-ḥa lebih utama dari ‘Idul Fithri, karena
ibadah dalam ‘Idul Adh-ḥa adalah sembelihan kurban dengan shålāt sedangkan
dalam ‘Idul Fithri adalah shådaqåh dengan shålāt . Padahal jelas sembelihan
kurban lebih utama dari shådaqåh, karena padanya berkumpul dua ibadah yaitu
ibadah badan (fisik) dan harta. Kurban adalah ibadah fisik dan harta, sedangkan
shådaqåh dan hadyah hanyalah ibadah harta saja.
Ibnu Taimiyyah råḥimahullǻh menjelaskan bahwa ‘Idul Adh-ḥa lebih utama dari
‘Idul Fithri, karena dua hal:

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 125 -


[@AMAL]
1) Ibadah di hari ‘Idul Adh-ḥa, yaitu kurban lebih utama dari ibadah di hari ‘Idul
Fithri yaitu shådaqåh.
2) Shådaqåh di hari ‘Idul Fithri ikut kepada puasa, karena diwajibkan untuk
membersihkan orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kejelekan dan
memberi makan orang miskin serta disunnahkan dikeluarkan sebelum shålāt
. Sedangkan kurban disyariÀtkan di hari-hari tersebut sebagai ibadah
tersendiri, oleh karena itu disyariÀtkan setelah shålāt .
Allǻh -TaÀla- berfirman tentang yang pertama:
َ ْ ‫⚫ قَدْ َأفْلَ َح َم ْن تَ َز َّك ٰى َو َذ َك َر‬
‫اْس َ ِرب ِه فَ َص َّ َّٰل‬
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan dia ingat Nama Råbb-nya, lalu dia shålāt .”
[al-A’lā/87: 14-15]
Dan tentang yang kedua:
‫⚫ فَ َص ِل ِل َرب َِك َو ْاحن َْر‬
“Maka dirikanlah shålāt karena Råbb-mu dan berkurbanlah.”
[al-Kautsar/108: 2]
Kemudian Ibnu Taimiyyah råḥimahullǻh mengatakan lagi, “Sehingga shålāt nya
orang-orang di negeri-negerinya sama kedudukannya dengan jamaÀh ḥaji yang
melempar jumråh al-Àqåbah dan sembelihan mereka di negeri-negerinya sama
kedudukannya dengan sembelihan hadyu jamaÀh ḥaji .” [11] Majmū’ al-Fatāwā
(XXIII/222).

[Disalin dari kitab Aḥkāmul ‘Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran
Menurut Sunnah Yang Shåḥīḥ, Penulis Dr. Àbdullǻh bin Muḥammad bin Aḥmad
Ath-Thåyyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

- 126 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③⓪

MARI MENELADANI RÅSŪLULLǺH SHÅLLALLǺHU


ÀLAIHI WA SALLAM DI BULAN DZULḤIJJAH

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbās rådhiyallǻhu anhu disebutkan bahwa Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda :
ِ َّ ‫ ََّي َر ُسو َل‬:‫ ف َقالُوا‬.» ‫َش‬
‫اَّلل َو َإل‬ ِ ْ ‫اَّلل ِم ْن َه ِذ ِه ا َأل ََّّي ِم الْ َع‬ َّ ‫⚫ َما ِم ْن َأ ََّّي ٍم الْ َع َم ُل‬
ِ َّ ‫الصا ِل ُح ِف ِهي َّن َأ َح ُّب ا ََل‬
ِ
‫اَّلل اإلَّ َر ُجل خ ََر َج ِب َن ْف ِس ِه َو َم ِ ِاَل فَ َ َّْل يَ ْرجِ ْع ِم ْن‬ ِ َّ ِ‫ َ"و َإل الْجِ هَا ُد ِِف َسبِيل‬:‫اَّلل ؟ قَا َل‬ ِ َّ ِ‫الْجِ هَا ُد ِِف َسبِيل‬
ِ
".‫ِش ٍء‬ ْ َ ‫َذ ِ َِل ب‬
Tidak ada hari-hari di mana amal shåleh di dalamnya lebih dicintai Allǻh
Azza wa Jalla daripada hari–hari yang sepuluh ini". Para saḥabat bertanya,
"Tidak juga jihad di jalan Allǻh ? Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
menjawab, "Tidak juga jihad di jalan Allǻh, kecuali orang yang keluar
mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatupun."
[HR al-Bukhåri no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh ini adalah lafazh
riwayat at-Tirmidzi]
Dalam riwayat yang lain, salah seorang istri Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam mengatakan:
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ي َ ُص ْو ُم تِ ْس َع ِذي الْ ِح َّج ِة‬ ِ ‫⚫ َاك َن َر ُس ْو ُل‬
ُ ‫هللا َص ََّّل‬
⚫ Adalah Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam melakukan puasa
sembilan hari bulan Dzulḥijjah.
[HR. Abu Dāwud dan Nasā`i. Ḥadits ini dinilai shåḥīḥ oleh Syaikh al-Albani
råḥimahullǻh dalam Shåḥīḥ Sunan Abi Dāwud, no. 2129 dan Shåḥīḥ Sunan Nasā`i,
no. 2236] [1] Lihat al-MausuÀh al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/254
Ḥadits ini sangat gamblang menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama bulan
Dzulḥijjah dan keutamaan amal Shåliḥ yang dilakukan pada masa-masa itu
dibandingkan dengan hari-hari yang lain selama setahun.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah råḥimahullǻh pernah ditanya tentang mana yang
lebih utama antara sepuluh hari (pertama) bulan Dzulḥijjah ataukah sepuluh hari
terakhir bulan Råmadhån ? Beliau råḥimahullǻh menjawab, "Siang hari sepuluh
hari pertama bulan Dzulḥijjah lebih utama daripada siang hari sepuluh hari
terakhir bulan Råmadhån, dan sepuluh malam terakhir bulan Råmadhån lebih
utama daripada sepuluh malam pertama bulan Dzulḥijjah ." (Majmū Fatāwā,

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 127 -


[@AMAL]
25/287) [2] Lihat al-MausuÀh al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/256. Ibnul Qåyyim råḥimahullǻh
juga setuju dengan perkataan guru beliau tersebut.
Ḥadits ini seharusnya sudah cukup memberikan motivasi kepada kaum Muslimin
untuk berlomba melakukan amal Shåliḥ pada waktu-waktu yang diisyaråtkan
oleh Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tersebut.
Terlebih lagi diantara waktu yang disebutkan itu ada waktu yang teramat
istimewa yang juga dijelaskan keutamaannya secara khusus oleh Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam yaitu hari Àråfah .
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda :
ُ َّ ‫⚫ َما ِم ْن ي َ ْو ٍم َأ ْك َ َْث ِم ْن َأ ْن يُ ْعتِ َق‬
‫ َوان َّ ُه لَ َيدْ ن ُو ُ َُّث يُ َب ِاِه ِبِ ِ ُم‬،‫اَّلل ِفي ِه َع ْبدً ا ِم َن النَّا ِر ِم ْن ي َ ْو ِم ع ََرفَ َة‬
ِ ‫ َما َأ َرا َد َه ُؤ َإل ِء ؟‬:‫الْ َم َالئِ َك َة فَيَ ُقو ُل‬
⚫ Tidak ada hari di mana Allǻh Azza wa Jalla membebaskan hamba dari
neraka lebih banyak daripada hari Àråfah , dan sungguh Dia mendekat
lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: Apa
yang mereka inginkan?"
[HR. Muslim no. 1348]
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam juga menjelaskan tentang keutamaan
berpuasa pada hari ini bagi kaum Muslimin yang sedang tidak melakukan ibadah
ḥaji .
Beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda :
‫الس نَ َة ال َّ ِِت ب َ ْعدَ ُه‬
َّ ‫الس نَ َة ال َّ ِِت قَ ْب َ ُل َو‬ ِ َّ ‫⚫ ِص َيا ُم ي َ ْو ِم ع ََرفَ َة َأ ْحت َ ِس ُب عَ ََّل‬
َّ ‫اَّلل َأ ْن ُي َك ِف َر‬
⚫ Puasa hari Àråfah aku haråpkan dari Allǻh bisa menghapuskan dosa
setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.
[HR. Muslim no. 1162]
Alangkah na`ifnya, kalau hari-hari yang penuh keutamaan ini kita sia-siakan
begitu saja. Sudah menjadi keharusan bagi setiap kaum Muslimin yang mengimani
hari akhir untuk meneladani Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dalam
memanfaat waktu-waktu yang memiliki nilai lebih ini. Semoga Allǻh Azza wa Jalla
menjadikan kita termasuk diantara para hamba-Nya bisa memanfaatkan masa-
masa ini dan semoga Allǻh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk para hamba-
Nya yang dibebaskan dari api neraka .
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XV/1432H/2011M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footnote
[1]. Lihat al-MausuÀh al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/254
[2]. Lihat al-MausuÀh al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/256

- 128 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


YA ALLǺH, TERIMALAH AMAL IBADAH KAMI!

Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda :


‫ ََّي َر ُس ْو َل‬:‫ قَالُ ْوا‬.‫َش‬ ِ ْ ‫ ي َ ْع ِِن َأ ََّّي َم الْ َع‬- ‫هللا ِم ْن َه ِذ ِه ْا َأل ََّّي ِم‬ َّ ‫⚫ َما ِم ْن َأ ََّّي ٍم الْ َع َم ُل‬
ِ ‫الصا ِل ُح ِفهيْ َا َأ َح َّب ا ََل‬
ِ
‫هللا اإلَّ َر ُج ًال خ ََر َج ِبنَ ْف ِس ِه َو َم ِ ِاَل ُ َُّث لَ ْم‬ ِ ِ‫ َو َإل الْجِ هَا ُد ِِف َس ِب ْيل‬:‫هللا ؟ قَا َل‬ ِ ِ‫ َو َإل الْجِ هَا ُد ِِف َس ِب ْيل‬،‫هللا‬ ِ
ِ
‫ِيش ٍء‬
ْ َ ‫يَ ْرجِ ْع ِم ْن َذ ِ َِل ب‬
Tidak ada hari yang amal Shåliḥ di dalamnya lebih dicintai oleh Allǻh
daripada hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah ).”
Para Saḥabat pun bertanya : “Wahai Råsūlullǻh , tidak juga jihad di jalan
Allǻh ?” Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda: “Tidak juga jihad
di jalan Allǻh, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan
hartanya, kemudian tidak ada yang kembali sedikitpun (karena mati
syahid).”
Sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam ini memberikan gambaran
keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah .
Ada beberapa amalan yang disyariÀtkan pada sepuluh hari pertama bulan ini, di
antara nya :
1) Puasa Àråfah .
Ketika Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam ditanya tentang puasa Àråfah
, beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda :
َّ ‫⚫ ُي َك ِف ُر‬
‫الس نَ َة الْ َم ِاض َي َة َوالْ َبا ِق َي َة‬
Puasa Àråfah menghåpus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.
[HR. Muslim]
Puasa ini disunahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah ḥaji . Bagi
mereka yang sedang berḥaji , tidak diperbolehkan berpuasa. Pada hari itu
mereka harus melakukan wukuf. Mereka harus memperbanyak dzikir dan doa
pada sāt wukuf di Àråfah . Sehingga, keutamaan hari Àråfah bisa dinikmati
oleh orang yang sedang berḥaji maupun yang tidak sedang berḥaji .
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam menjelaskan keutamaan hari Àråfah
dalam sebuah ḥadits shåhīh riwayat Imam Muslim.
ُ َّ ‫⚫ َما ِم ْن ي َ ْو ٍم َأ ْك َ َْث ِم ْن َأ ْن يُ ْعتِ َق‬
‫اَّلل ِفي ِه َع ْبدً ا ِم ْن النَّا ِر ِم ْن ي َ ْو ِم َع َرفَ َة‬
Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allǻh membebaskan para hamba
dari api neraka yang lebih banyak dibandingkan hari Àråfah .
[HR. Muslim]
Ḥadits ini dengan gamblang menunjukkan keutamaan hari Àråfah .

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 129 -


[@AMAL]
2) Berkurban Pada Hari Raya Kurban Dan Hari-hari Tasyriq.
Anas rådhiyallǻhu anhu menceritakan :
ُ َّ ‫⚫ َْضَّى النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َك ْبشَ ْ ِي َأ ْملَ َح ْ ِي َأ ْق َ نر ْ َِي َذ َ َْبهُ َما ِب َي ِد ِه َو َ ََّسى َو َك َّ ََّب َو َوضَ َع ِر ْج َ ُل‬
ِ ِ ‫عَ ََّل ِص َف‬
‫اِح َما‬
Nabi berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna
putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan
menyebut nama Allǻh dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi
tubuh domba itu.
[Muttafaq Àlaihi]
3) Ibadah Ḥaji Dengan Segala Rangkaiannya.
Sudah tidak asing lagi bagi kaum Muslimin, baik yang belum berkesempatan
melaksanakan ibadah ḥaji maupun yang sudah melaksanakannya, tentang
keadān ibadah yang agung ini. Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
bersabda:
‫⚫ الْ َح ُّج الْ َم ْ َُّب ُور لَي َْس َ َُل َج َزاء اإلَّ الْ َجنَّ ُة‬
Tidak balasan lain bagi ḥaji mabrūr kecuali surga
ِ
[HR. al-Bukhåri Muslim]
Itulah di antara ibadah-ibadah yang disyariÀtkan pada sepuluh hari pertama
bulan Dzulḥijjah .
Setelah melakukan berbagai amal Shåliḥ di atas, kita jangan lupa berdoÀ agar
Allǻh Azza wa Jalla berkenan menerima amal ibadah yang telah lakukan,
sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrǻhīm Àlayhissallam dan Nabi Ismā’īl
‘Àlayhissallam . Ketika akan selesai melaksanakan perintah Allǻh Azza wa Jalla
untuk membangun Ka’bah, mereka berdoÀ :

َّ ‫⚫ َرب َّ َنا تَقَبَّ ْل ِمنَّا ِان ََّك َأ َنت‬


‫الس ِمي ُع الْ َع ِل ُي‬
Ya Råbb kami, terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya
Engkaulah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[al-Baqåråh/2:127]
Ini merupakan wujud kehati-hatian, barangkali dalam pelaksanaan ibadah
yang Allǻh Azza wa Jalla perintahkan kepada kita ada yang kurång syaråt atau
lain sebagainya.
Kalau Nabi Ibrǻhīm Àlayhissallam dan Nabi Ismā’īl Àlayhissallam saja
berdoÀ agar amalan mereka diterima, maka kita tentu lebih layak untuk
berdoÀ demikian.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

- 130 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③①

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN


DZULḤIJJAH
Al-Ustadz Yazid bin Àbdul Qådir Jawas

Sepuluh hari pertama bulan Dzulḥijjah merupakan hari-hari yang paling utama
dibanding dengan hari-hari yang lainnya, karena Nabi bersaksi bahwa sepuluh
hari tersebut adalah hari-hari yang paling utama di dunia, dan beliau juga
menganjurkan untuk memperbanyak amalan Shåliḥ pada hari-hari tersebut.
Semua amalan Shåliḥ yang paling utama di dunia, dan beliau juga menganjurkan
untuk memperbanyak amalan Shåliḥ pada hari-hari tersebut. Semua amalan
Shåliḥ yang dikerjakan pada sepuluh hari ini lebih dicintai oleh Allǻh dari pada
amalan-amalan Shåliḥ yang dikerjakan pada selain hari-hari tersebut. Ini
menunjukkan betapa utamanya amalan Shåliḥ pada hari tersebut dan betapa
banyak pahalanya. Amalan-amalan Shåliḥ yang dikerjakan pada sepuluh hari
tersebut akan berlipat ganda pahalanya, tanpa terkecuali.
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
‫ ََّي‬:‫ قَالُوا‬،‫َش‬ ِ ْ ‫ ي َ ْع ِ ِْن َأ ََّّي َم الْ َع‬،‫اَّلل ع ََّز َو َج َّل ِم ْن َه ِذ ِه ا َأل ََّّي ِم‬ َّ ‫⚫ َما ِم ْن َأ ََّّي ٍم الْ َع َم ُل‬
ِ َّ ‫الصا ِل ُح ِف ِهيا َأ َح ُّب ا ََل‬
ِ
‫اَّلل ا َّإل َر ُجل خ ََر َج ِب َن ْف ِس ِه َو َم ِ ِاَل‬ ِ َّ ِ‫ َ"و َإل الْجِ هَا ُد ِِف َسبِيل‬:‫اَّلل ؟ قَا َل‬ ِ َّ ِ‫اَّلل َو َإل الْجِ هَا ُد ِِف َسبِيل‬ ِ َّ ‫َر ُسو َل‬
ِ
‫ِش ٍء‬ْ َ ‫فَ َ َّْل يَ ْرجِ ْع ِم ْن َذ ِ َِل ب‬
“Tidak ada hari dimana suatu amal Shåliḥ lebih di cintai Allǻh melebihi amal
Shåliḥ yang dilakukan di hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulḥijjah
)”. Para saḥabat bertanya,”Wahai Råsūlullǻh , termasuk lebih utama dari
jihad di jalan Allǻh?” Nabi ٍShållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda, “Termasuk
lebih utama dibanding jihad di jalan Allǻh, kecuali orang yang keluar dengan
jiwa dan hartanya (kemedan jihad) dan tidak ada satu pun yang kembali (ia
mati syahid)”. [1] Shåḥīḥ : HR al-Bukhåri (no. 969), Abu Dāwud (no. 2438), at-Tirmidzi (no. 757), Ibnu
Mājah (no. 1727) ad-Darimi (II/25), Ibnu Khuzaimah (no.2865), Ibnu Hibban (no.324, at-Taliqåtul-Hisan),
at-Thåhawy dalam Syarh Musykilil Atsar (no.2970), Aḥmad (I/224, 239, 346), al-Baghåwi dalam Syarhus-
Sunnah (no.1125), Abu Dāwud ath-Thåyalisi dalam Musnad-nya (no.2753), Abdurråzzaq dalam al-
Mushånnaf (no. 8121), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushånnaf (no. 19771), al-Baihaqi (IV/284), dan ath-
Thåbråni dalam al-Mu’jamul-Kabir (no. 12326-12328), dari Saḥabat Ibnu Abbas rådhiyallǻhu anhuma.

Dalam lafazh lain:

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 131 -


[@AMAL]
‫ََش ْ َاأل ْْضَى ِقي َل َو َإل‬ ِ َّ َ‫⚫ َما ِم ْن َ ََعلٍ َأ ْز ََك ِع ْند‬
ِ ْ ‫اَّلل ع ََّز َو َج َّل َو َإل َأع َْظ َم َأ ْج ًرا ِم ْن خ ْ ٍَري تَ ْع َم ُ ُل ِِف ع‬
‫اَّلل ع ََّز َو َج َّل ا َّإل َر ُجل خ ََر َج ِبنَ ْف ِس ِه َو َم ِ ِاَل‬
ِ َّ ِ‫اَّلل ع ََّز َو َج َّل قَا َل َو َإل الْجِ هَا ُد ِِف َسبِيل‬ ِ َّ ِ‫الْجِ هَا ُد ِِف َسبِيل‬
ِ
ْ َ ‫فَ َ َّْل يَ ْرجِ ْع ِم ْن َذ ِ َِل ب‬
‫ِيش ٍء‬
“Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allǻh dan lebih besar pahalanya dari pada
kebaikan yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulḥijjah ”. Lalu ada yang
bertanya, “Termasuk jihad di jalan Allǻh ?” Råsūlullǻh bersabda,”Termasuk jihad
di jalan Allǻh, kecuali seseorang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad)
dan tidak ada satu pun yang kembali (ia mati syahid)”. [2] Shåḥīḥ : HR ad-Darimi (II/26),
ath-Thåhawi dalam Syarh Musykilil-Atsar (no.2970) dan al-Baihaqi dalam SyuÀbul Iman (no. 3476), dari
Saḥabat Ibnu Abbas rådhiyallǻhu Ànhuma

Diantara keutamaan sepuluh hari pertama di bulan Dzulḥijjah ini yaitu:


1) Bahwa Allǻh bersumpah dengan sepuluh hari tersebut dalam firman-Nya.
َ ١﴿‫⚫ َوالْ َف ْج ِر‬
ٍ ْ ‫﴾ولَ َيالٍ ع‬
‫ََش‬
Demi fajar, demi malam yang sepuluh.
[al-Fajr/89:1-2]
Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama di
bulan Dzulḥijjah , sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Àbbas, Ibnu az-
Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum Salaf dan Khålaf. [3] Tafsir Ibni
Katsir (VIII/390). Cet. Dar Thåybah

2) Sepuluh hari tersebut termasuk hari-hari yang ditentukan, yang padanya


Allǻh Subḥanahu wa TaÀla memerintahkan hamba-Nya untuk banyak
bertasbiḥ, bertahlil, dan bertaḥmid.
Allǻh TaÀla berfirman:
‫ات عَ َ َّٰل َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن ِبَ ِ مي َ ِة ْ َاألنْ َعا ِم‬ َ ْ ‫⚫ َوي َ ْذ ُك ُروا‬
ِ َّ ‫اْس‬
ٍ ‫اَّلل ِِف َأ ََّّي ٍم َم ْعلُو َم‬
...dan agar mereka menyebut nama Allǻh pada beberapa hari yang telah
ditentukan atas rizki yang diberikan kepada mereka berupa hewan
ternak..
[al-Ḥajj/22:28].
Ibnu Àbbas rådhiyallǻhu Ànhu berkata, “Hari-hari itu adalah sepuluh hari
pertama Dzulḥijjah ”. Imam Aḥmad meriwayatkan dari Jabir secara marfu’
bahwa ini (hari yang dimaksud) adalah sepuluh hari yang disumpah oleh Allǻh
Subḥanahu wa TaÀla dalam firman-Nya,
َ ١﴿‫⚫ َوالْ َف ْج ِر‬
ٍ ْ ‫﴾ولَ َيالٍ ع‬
‫ََش‬
(Demi fajar, demi malam yang sepuluh)
[al-Fajr/89 ayat 1-2]. [4] Tafsir Ibni Katsir (V/415). Cet Dar Thåybah
3) Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersaksi bahwa sepuluh hari tersebut
termasuk hari-hari yang paling utama di dunia.
Beliau bersabda:

- 132 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


ِ َّ ِ‫ َو َإل ِم ْشلُه َُّن ِ ِْف َس ِب ْيل‬: ‫ ِق ْي َل‬،‫ََش ِذ ْي الْ ِح َّج ِة‬
‫اَّلل؟ قَا َل‬ ِ ْ ‫⚫ َأفْضَ ُل َأ ََّّي ِم اَلُّ نْ َيا َأ ََّّي ُم الْ َع‬
َ ْ ‫ ع‬: ‫ ي َ ْع ِِن‬،‫َش‬
ِ ِ‫ َو َإل ِم ْشلُه َُّن ِ ِْف َس ِب ْيل‬:
َ ُّ ‫ اإلَّ َر ُجل َعفَّ َر َو ْ ََج ُه ِ ِْف‬،‫اَّلل‬
‫الَت ِاب‬
”Hari-hari yang paling utama di dunia ini yaitu hari yang sepuluh, yakni
ِ
sepuluh hari pertama Dzulḥijjah ”. Dikatakan kepada beliau, “Termasuk lebih
utama dari jihad dijalan Allǻh?” Beliau menjawab,”Termasuk lebih utama dari
jihad di jalan Allǻh. Kecuali seseorang yang menutup wajahnya dengan debu
(mati syahid-pent)” [5] Ḥasan : HR al-Bazār dalam Kasyful-Atsar (II/28. No.1128) Dishåḥīḥkan
oleh Syaikh al-Albani dalam Shåḥīḥ at-Targhib wat Tarhib (no. 1150)

4) Di dalamnya terdapat hari Àråfah , yang merupakan hari yang terbaik. Dan
ibadah ḥaji tidak sah apabila tidak wukuf di Àråfah .
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
‫⚫ َالْ َح ُّج ع ََرفَ ُة‬
Ḥaji itu wukuf di Àråfah . [6] Shåḥīḥ : HR at-Tirmidzi (no. 889) dan lainnya
5) Di dalamnya terdapat hari penyembelihan qurban.
6) Pada sepuluh hari tersebut, terkumpul pokok-pokok ibadah yaitu shålāt,
puasa, sedekah, ḥaji , yang tidak terdapat pada hari-hari selainnya.

AMAL-AMAL SUNNAH PADA BULAN DZULḤIJJAH


Tentu banyak dari kita yang telah mengetahui bahwa di hari raya ini, ummat Islam
menyembelih qurbannya dalam rangka ketaatan kepada Allǻh Azza wa Jalla. Akan
tetapi, bagi kaum Muslimin, sesungguhnya hari raya ini tidak sekedar
mengumandangkan takbir dan pergi untuk shålāt ‘Ied, kemudian menyembelih
qurban, lalu dimasak menjadi makanan yang lezat. Ada hal-hal lain yang perlu
dilakukan, sehingga hari raya ini penuh makna dalam usaha kita meraih pahala
dan ganjaran dari Allǻh Azza wa Jalla. Semoga hari raya tahun ini menjadi hari
raya yang lebih baik dengan amalan-amalan Sunnah yang sesuai dengan tuntunan
Nabi kita Muḥammad Shållallǻhu Àlaihi wa sallam.
Di dalam ḥadits di atas, Nabi Muḥammad Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
menyebutkan bahwa amal-amal Shåliḥ pada sepuluh hari di awal bulan Dzulḥijjah
lebih utama dari amal-amal Shåliḥ di bulan lainnya.
Yang termasuk dari amal-amal Shåliḥ sangatlah banyak, di antara nya :
1) Berpuasa Pada Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulḥijjah .
Mulai dari awal bulan Dzulḥijjah , ternyata telah ada amalan yang
disunnahkan untuk kita kerjakan. Diriwayatkan dari sebagian isteri Nabi,
mereka berkata:

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 133 -


[@AMAL]
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ي َ ُصو ُم تِ ْس َع ِذي الْ ِح َّج ِة َوي َ ْو َم عَ ُاش َورا َء َوث ََالثَ َة َأ ََّّي ٍم ِم ْن‬ ِ َّ ‫⚫ َاك َن َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
‫ُ ُِك شَ هْ ٍر َأ َّو َل اثْنَ ْ ِي ِم ْن الشَّ هْ ِر َوالْ َخ ِم َيس‬
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari
bulan Dzulḥijjah , hari Àsyurå, tiga hari pada setiap bulan, dan hari Senin
pertama awal bulan serta hari Kamis. [7] Shåḥīḥ : HR Abu Dāwud (no. 2437)
Ḥadits ini menganjurkan kita berpuasa pada sembilan hari bulan Dzulḥijjah .
Dan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Adapun ḥadits ‘Ā`isyah
rådhiyallǻhu anhuma berikut ini:
ِ ْ ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َصا ئِ ًما ِ ِْف الْ َع‬
‫َش قَط‬ ِ َّ ‫⚫ َم َار َايْ ُت َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
Aku tidak pernah sekali pun melihat Råsūlullǻh berpuasa pada sepuluh hari
pertama bulan Dzulḥijjah . [8] Shåḥīḥ : HR Muslim (no. 1176)
Imam Aḥmad råḥimahullǻh berkata tentang dua ḥadits yang bertentangan
ini, “Bahwasanya yang menetapkan (puasa pada sepuluh hari pertama
Dzulḥijjah ) lebih didahulukan dari yang menafikan....” [9] ASy-Syarhul Mumti Àla Zad
al-Mustaqni (VI/470)

Imam an-Nawawi råḥimahullǻh berkata,”Perkatān ‘Ā`isyah Rådhiyalalahu


anhuma bahwa beliau Shållallǻhu Àlihi wa sallam tidak berpuasa pada
sepuluh hari tersebut, mungkin beliau tidak berpuasa karena suatu sebab,
seperti sakit, safar, atau selainnya. Atau ‘Ā`isyah rådhiyallǻhu anhuma
memang tidak melihat beliau berpuasa pada hari-hari tersebut. Tetapi tidak
melihatnya ‘Ā`isyah rådhiyallǻhu anhuma idak mesti menunjukkan bahwa
beliau Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tidak berpuasa. Dan ini ditunjukkan oleh
ḥadits yang pertama....” [10] Syarḥ Shåḥīḥ Muslim (VIII/71)
Syaikh Muḥammad bin al-‘Utsaimin råḥimahullǻh berkata,”Bahwasanya itu
merupakan pengabarån dari ‘Ā`isyah rådhiyallǻhu anhuma tentang apa yang
ia ketahui. Dan perkatān Råsul Shållallǻhu Àlayhi wa sallam didahulukan atas
sesuatu yang tidak diketahui oleh peråwi. Imam Aḥmad råḥimahullǻh telah
meråjihkan bahwasanya Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam berpuasa pada
sepuluh hari tersebut. Jika ḥadits tersebut ditetapkan, maka tidak ada
masalah, dan jika tidak ditetapkan, sesungguhnya puasa pada sepuluh hari
tersebut masuk dalam keumuman amalan Shåliḥ yang dikatakan oleh
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam : ‘Tidak ada hari dimana suatu amal
Shåliḥ lebih dicintai Allǻh melebihi amal Shåliḥ yang dilakukan di hari-hari
ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulḥijjah ).’ Dan puasa termasuk dalam
amalan Shåliḥ ”. [11] Fatawa Fadhillati asy-Syaikh al-Allamah Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin
fiz Zakati wash-Shiyam (I/792 no. 401)

2) Puasa Àråfah
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
‫الس نَ َة ال َّ ِ ْت ب َ ْعدَ ُه‬
َّ ‫ َو‬،ُ‫الس نَ َة ال َّ ِِت قَ ْب َل‬ ِ ‫⚫ ِص َيا ُم ي َ ْو ِم ع ََرفَ َة َأ ْحت َ ِس ُب عَ ََّل‬
َّ ‫اَّلل َأ ْن ُي َك ِف َر‬
- 134 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
Puasa pada hari Àråfah (tanggal 9 Dzulḥijjah), aku berharap kepada Allǻh,
akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun
setelahnya.... [12] Shåḥīḥ : HR Muslim (no. 1162 (196))
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam juga bersabda ketika ditanya tentang puasa
hari Àråfah :
َّ ‫⚫ ُي َك ِف ُر‬
‫الس َن َة الْهَا ِض َي َة َوالْ َبا ِق َي َة‬
...menghapuskan (dosa) setahun sebelumnya dan setahun
setelahnya...[13]Shåḥīḥ : HR Muslim (no. 1162 (197))
Puasa ini dikenal pula dengan nama puasa Àråfah karena pada tanggal
tersebut orang yang sedang menjalankan ḥaji berkumpul di Àråfah untuk
melakukan runtutan amalan yang wajib dikerjakan pada saat berḥaji yaitu
ibadah wukuf.
Pendapat jumhur ulama bahwa dosa-dosa yang dihapus dengan puasa Àråfah
ini yaitu dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar, maka wajib baginya
taubat. Pendapat mereka dikuatkan dengan perkataan mereka:
Karena puasa Àråfah tidak lebih kuat dan lebih utama dari shålāt wajib yang
lima waktu, shålāt JumÀt, dan Råmadhån .
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
‫الصلَ َو ُات الْ َخ ْم ُس َوالْ ُج ْم َع ُة ا ََل الْ ُج ْم َع ِة َو َر َمضَ ُان ا ََل َر َمضَ َان ُم َك ِف َرات َما بَيْْنَ ُ َّن ا َذا ا ْجتَ َن َب‬ َّ ⚫
ِ ِ ِ
‫الْ َك َبائِ َر‬
Shålāt yang lima waktu, shålāt JumÀt sampai ke JumÀt berikutnya, Råmadhån
sampai ke Råmadhån berikutnya, itu menghapus (dosa-dosa) di antara
keduanya, selama dia menjauhi dosa-dosa besar. [14] Shåḥīḥ : HR Muslim (no. 233))
Mereka berkata:”Jika ibadah-ibadah yang agung dan mulia tersebut yang
termasuk dari rukun-rukun Islam tidak kuat untuk menghapuskan dosa-dosa
besar, maka puasa Àråfah yang sunnah ini lebih tidak bisa lagi”. Inilah
pendapat yang råjih. [15] Fat-ḥu Dzil-Jalail wal-Ikråm (VII/356) Lihat juga Tas-hilul Ilmam
(III/241) dam Taudhihul Aḥkam (III/530-531)

3) Takbiran
Ketahuilah, bahwa disyariÀtkan bertakbir, bertahmid dan bertahlil pada
sepuluh hari pertama Dzulḥijjah ini. Dari Abu Huråiråh secara marfu’:
‫ فَ َعلَ ْي ُُك ِِبلت َّ ْس ِب ْي ِح َو‬،‫َش ِذى الْ ِح َّج ِة‬ ِ َّ ‫⚫ َما ِم ْن َأ ََّّي ٍم َأ َح ُّب ا ََل‬
ِ ‫اَّلل ع ََّز َو َج َّل َالْ َع َمل ِفه ْ َِّي ِم ْن َع‬
ِ ْ ‫الْتَّ ِ ال‬
‫ل ْيلِ َو تَّكب ِِري‬
Tidak ada hari-hari yang amal Shåliḥ lebih dicintai oleh Allǻh dari pada
sepuluh hari pertama Dzulḥijjah . Maka hendaklah kalian bertasbih, bertahlil,
dan bertakbir. [16] HR Abu Utsman al-Buhairi dalam al-Fawa-id. Lihat Irwa-ul Ghålil (III/398-399)
DisyariÀtkan juga bertakbir setelah shålāt shubuh pada hari Àråfah sampai
akhir hari tasyriq, yaitu dengan takbir:

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 135 -


[@AMAL]
ُ‫اَّلل َأ ْك َ َُّب َو ِ َّ َِّلل الْ َح ْمد‬
ُ َّ ،‫اَّلل َأ ْك َ َُّب‬ ُ َّ َّ‫ َإل ا َ ََل اإل‬،‫اَّلل َأ ْك َ َُّب‬
ُ ‫ َو‬،‫اَّلل‬ ُ َّ ،‫اَّلل َأ ْك َ َُّب‬
ُ َّ ⚫
Àllǻh Maha Besar, Allǻh Maha Besar, tidak ada ilah yang berhak diibadahi
ِ ِ
dengan benar selain Allǻh, Allǻh Maha Besar. Allǻh Maha Besar, dan bagi
Allǻh-lah segala puji.
4) Memperbanyak Amal Shåliḥ Dan Ketātan Kepada Allǻh Subḥanahu wa
TaÀla
Yaitu dengan memperbanyak shålāt-shålāt sunnah, sedekah, berbakti kepada
orang tua, menyambung tali kekerabatan, bertaubat kepada Allǻh dengan
sebenar-benarnya, memperbanyak dzikir kepada Allǻh, bertakbir, membaca
al-Qur`ān, dan amalan-amalan Shåliḥ lainnya. Sedekah dianjurkan setiap hari,
maka pada hari-hari ini lebih sangat dianjurkan lagi, begitu juga ibadah-
ibadah yang lain.
Dari Ibnu Àbbas rådhiyallǻhu Ànhuma, ia berkata:
‫⚫ َاك َن َس ِع ْيدُ ْب ُن ُج َب ْ ٍري ا َذا َد َخ َل َأ ََّّي َم‬
...Bahwa Sa’id bin Jubair
ِ
jika memasuki bulan Dzulḥijjah , ia sangat
bersungguh-sungguh sampai-sampai dia hampir tidak mampu
melakukannya. [17] HR ad-Darimi (II/26)
5) Ḥaji dan Umråh
Àllǻh TaÀla berfirman:
‫⚫ َو ِ َّ َِّلل عَ ََّل النَّ ِاس ِح ُّج الْ َبي ِْت َم ِن ْاس َت َطا َع الَ ْي ِه َسب ًِيال‬
....kewajiban bagi manusia kepada Allǻh, berḥaji ke Baitullah, bagi siapa
ِ
yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan.....
[Āli ‘Imrån/3:97]
Ḥaji dan Umråh adalah salah satu ibadah yang paling mulia dan sarana
taqårrub (pendekatan diri) kepada Allǻh yang paling afdhal. Di antara
keutamaan ḥaji dan Umråh adalah:
a) Barangsiapa yang berḥaji dan umråh ke Baitullah, dia tidak berkata kotor,
berbuat kefasikan, maka akan kembali seperti baru dilahirkan oleh
ibunya.
b) Antara dua umråh menghapuskan dosa di antara keduanya, dan ḥaji
yang mabrur balasannya surga.
c) Ḥaji menghåpus dosa-dosa sebelumnya.
d) Ḥaji mabrur termasuk seutama-utama amal setelah jihad fi sabilillah.
e) Ḥaji dan umråh menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa.
f) Jihad yang paling bagus dan paling utama adalah ḥaji yang mabrur.
g) Orang yang ḥaji dan umråh adalah tamu Allǻh.
h) DoÀ orang yang ḥaji dan umråh dikabulkan oleh Allǻh.

- 136 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


i) Orang yang meninggal dunia ketika pergi melaksanakan ḥaji dan umråh,
akan dicatat baginya pahala umråh sampai hari kiamat.
j) Orang yang meninggal ketika dalam keadān iḥråm, akan dibangkitkan di
hari Kiamat dalam keadān membaca talbiyah. [18] Selengkapnya seilakan lihat
buku penulis Panduan Manasik Ḥaji dan Umråh, Cet. 4, Pustaka Imam asy-Syafi’i.
6) ‘Idul Adh-ḥa
Dari Anas bin Malik rådhiyallǻhu anhu beliau berkata:”Bahwa ketika Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki
dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian Nabi Shållallǻhu
Àlayhi wa sallam bertanya: ‘dua hari apakah ini?’ Mereka menjawab: ‘Kami
merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman Jahiliyyah,’
kemudian Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
‫ ي َ ْو َم الْ ِف ْط ِر َوي َ ْو َم النَّ ْح ِر‬،‫اَّلل تَ َب َاركَ َو تَ َع َاَل قَدْ َأبْدَ لَ ُ ُْك ِبِ ِ َما خ ْ ًَريا ِمْنْ ُ َما‬
َ َّ ‫⚫ ا َّن‬
Sesungguhnya Allǻh telah memberikan ganti kepada kalian dua hari yang
ِ
lebih baik; ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha [19] Shåḥīḥ : HR Aḥmad (III/103, 178, 235, 250),
Abu Dāwud (no. 1134), an-Nasā`i (III/179-180), Abd bin Humaid (no.1390) dan ath-Thåhawi dalam
Syarh Musykilil Atsar (IV/131,no. 1488), al-Ḥakim (I/294), al-Baihaqi (III/272), dan al-Baihaqi (III/277)
dan al-Baghåwi (no.1098) dari Saḥabat Anas rådhiyallǻhu Ànhu

7) Berqurban
Di antara amal tāt dan ibadah yang mulia yang dianjurkan adalah berqurban.
Qurban adalah hewan yang disembelih pada hari raya ‘Idul Adh-ha berupa
unta, sapi dan kambing yang dimaksudkan dalam rangka taqårrub
(mendekatkan diri) kepada Allǻh Subḥanahu wa TaÀla.
Àllǻh Subḥanahu wa TaÀla berfirman :

‫⚫ فَ َص ِل ِل َرب َِك َو ْاحن َْر‬


Laksanakanlah shålāt untuk Råbb-mu dan sembelihlah kurban.
[al-Kautsar/108:2].
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
َ‫⚫ َم ْن َاك َن َ َُل َس َعة َولَ ْم يُضَ ِح فَ َال ي َ ْق َربَ َّن ُم َصالَّن‬
Barang siapa yang memiliki kelapangan namun ia tidak berqurban maka
jangan mendekati tempat shålāt kami. [20] Ḥasan : HR Aḥmad (1/321), Ibnu Mājah
(no.3132) dan al-Ḥakim 9no.389), dari Saḥabat Abu Huråiråh rådhiyallǻhu , Diḥasankan oleh Syaikh
al-Albani dalam Takhrij Musykilatil Faqr (no.102) dan Shåḥīḥ at-Targhib wat Tarhib (I/629, no. 1087)

Sebagian ulama berpendapat dengan dasar ḥadits di atas, bahwa hukum


menyembelih binatang qurban bagi seseorang adalah wajib bagi yang mampu.
Àthå’ bin Yasar bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshåri: “Bagaimana
penyembelihan qurban pada zaman Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
?”Beliau menjawab:

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 137 -


[@AMAL]
َ ‫⚫ َاك َن َّالر ُج ُل يُضَ ِحي ِِبلشَّ ا ِة َع ْن ُه َوع َْن َأهْلِ بَيْ ِت ِه فَ َيأْ ُ ُُك‬
َ ‫ون َويُ ْط ِع ُم‬
‫ون َح َِّت تَ َب َاِه النَّ ُاس فَ َص َار ْت‬
‫َ َمَك تَ َرى‬
Seseorang berqurban dengan seekor kambing untuk diri dan
keluarganya. Kemudian mereka memakannya dan memberi makan
orang-orang sampai mereka berbangga. Maka jadilah seperti yang
engkau lihat”. [21] Shåḥīḥ : HR at-Tirmidzi (no. 1505) dan Ibnu Mājah (no. 3147), Dishåḥīḥkan
oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghålil (no. 1142) dan Shåḥīḥ Ibni Mājah (II/203)

Barangsiapa yang berqurban untuk diri dan keluarganya maka disunnahkan


ketika menyembelih mengucapkan:
‫ اللَّهُ َّم َه َذا ع ِ َّْن َوع َْن َأهْلِ بَي ِ ْْت‬،‫ اللَّهُ َّم تَقَبَّ ْل ِم ِ ّْن‬،‫اَّلل َأ ْك َ َُّب‬ ِ ْ ‫⚫ ِِب‬
ِ َّ ‫ْس‬
ُ ‫ َو‬،‫اَّلل‬
Dengan nama Allǻh, dan Allǻh Maha Besar, Ya Allǻh, terimalah (qurban)
dariku, ya Allǻh, ini dariku dan dari keluargaku.
Disunnahkan bagi orang yang berqurban agar menyembelih sendiri. Jika tidak
mampu maka hendaklah ia menghadiri, dan tidak diperbolehkan memberikan
upah bagi tukang jagal dari hewan kurban tersebut.
Kemudian, juga tidak memotong rambut dan kuku bagi yang berqurban.
Seseorang yang ingin berqurban, dilarång memotong kuku atau rambut
dirinya (bukan hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1 Dzulḥijjah sampai
ia memotong hewan qurbannya.
Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam bersabda:
‫⚫ َم ْن َاك َن َ َُل ِذبْح ي َ ْذ َ ُْب ُه فَا َذا ُأ ِه َّل ِه َال ُل ِذي الْ ِح َّج ِة فَ َال يَأْ ُخ َذ َّن ِم ْن شَ ْع ِر ِه َو َإل ِم ْن َأ ْظ َفا ِر ِه شَ يْئًا‬
ِ ‫َح َِّت يُضَ ِح َي‬
Barang siapa yang memiliki hewan yang hendak ia sembelih(pada hari raya),
jika sudah masuk tanggal 1 Dzulḥijjah maka janganlah memotong
(mencukur) rambut nya dan kukunya sedikitpun, sampai dia menyembelih
qurbannya. [22] Shåḥīḥ : HR Muslim (no. 1977)
Wallǻhu a’lam.
Semoga Allǻh Azza wa Jalla selalu melimpahkan shålawat, salam dan berkah-Nya
kepada Nabi kita Muḥammad Shållallǻhu Àlaihi wa sallam , beserta keluarga serta
para Saḥabat nya dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik
sampai hari Kiamat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1434H/2013M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

- 138 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③②

DAGING KURBAN UNTUK ORANG KAFIR

Lajnah Dā`imah ketika ditanya masalah ini menjawab [1] Fatawa Lajnah Dā`imah lil Buhuts
al-Ilmiyyah wal Ifta. No. 1997, ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Àbdullǻh
bin Qu’uds serta Àbdullǻh bin Ghådiyah keduanya sebagai anggota. : Boleh memberikan daging
kurban untuk orang kafir muÀhid (orang kafir yang mengikat perjanjian damai
dengan kaum muslimin) dan tawanan yang masih kafir, baik karena mereka
miskin, kerabat, tetangga, atau sekedar melunakkan hati mereka, karena ibadah
kurban itu intinya adalah menyembelihnya untuk mendekatkan diri kepada Allǻh
dan ibadah kepada-Nya.
Adapun dagingnya, maka yang paling afdhål adalah dimakan pemiliknya sepertiga,
diberikan kepada kerabat, tetangga dan saḥabat nya sepertiga, kemudian
disedekahkan buat fakir miskin sepertiga.
Seandainya pembagiannya tidak råta, atau sebagian yang lain meråsa cukup
(sehingga yang lain tidak mendapatkan daging kurban) maka tidak mengapa ; di
dalam permasalahan ini ada keluasan. Akan tetapi , daging kurban tidak boleh
diberikan kepada orang kafir harbi (yang memerångi Islam) karena yang wajib
(bagi orang Islam) adalah menghinakan dan melemahkan mereka, bukan
menelongnya atau menguatkan mereka dengan pemberian (sedekah) ; demikian
pula hukumnya sama dalam sedekah yang bersifat sunnah, sebagaimana
keumuman firman Allǻh Subḥanahu wa TaÀla.
َ َّ ‫وُه َوتُ ْق ِس ُطوا الَهيْ ِ ْم ا َّن‬
‫اَّلل‬ ْ ُ ‫اَّلل ع َِن َّ ِاَّل َين لَ ْم يُقَاتِلُو ُ ْمك ِِف ِاَل ِين َولَ ْم ُ ُْي ِر ُجو ُ ْمك ِم ْن ِد ََّي ِر ُ ْمك َأ ْن ت َ ََُّّب‬ ُ َّ ُ‫⚫ َإل يَْنْ َ ُامك‬
ِ ِ
‫اَّلل ع َِن َّ ِاَّل َين قَاتَلُو ُ ْمك ِِف ِاَل ِين َو َأخ َْر ُجو ُ ْمك ِم ْن ِد ََّي ِر ُ ْمك َو َظاه َُروا عَ َ َّٰل‬ ُ َّ ُ‫﴾ان َّ َما يَْنْ َ ُامك‬٨﴿‫ُ ُِي ُّب الْ ُم ْق ِس ِط َي‬
‫ون‬َ ‫الظا ِل ُم‬َّ ‫اخ َْراجِ ُ ُْك َأ ْن ت ََول َّ ْو ُ ُْه َوِ َم ْن يَتَ َولَّهُ ْم فَأُولَ َٰ ئِ َك ُ ُُه‬
Àllǻh tidak melarång kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
ِ
mereka yang tidak memerångimu karena agama (mu) dan yang tidak
mengusirmu dari tempatmu. Sesungguhnya Allǻh mencintai orang-orang
yang berlaku adil. Allǻh hanya melarång kamu untuk menjadikan mereka
yang memerångimu, mengusirmu dari tempatmu, dan membantu orang lain
mengusirmu sebagai kawanmu. Dan Barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.
[al-Mumtaḥanah/60: 8-9]
Dan juga Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam menyuruh Asma binti Abi Bakar
rådhiyallǻhu Ànhuma untuk selalu menyambung (silaturråhmi) dengan ibunya
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 139 -
[@AMAL]
dengan memberinya harta, padahal ibunya masih musyrik saat masih dalam
perjanjian damai [2] HR al-Bukhåri 4/126 no. 3183
HUKUM MEWAKILKAN KURBAN
Pemilik binatang kurban menyembelih sendiri sembelihannya jika ia mampu,
itulah salah satu yang disunnahkan dalam berkurban sebagaimana dilakukan oleh
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam dalam berkurban.
Anas bin Malik rådhiyallǻhu anhu menerangkan.
ُ َّ ‫⚫ َْضَّى النَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ِب َك ْبشَ ْ ِي َأ ْملَ َح ْ ِي َأ ْق َ نر ْ َِي َذ َج َح ُه َما ِب َي ِد ِه‬
Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam menyembelih dua ekor domba yang bagus
lagi bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan tangannya.
[HR al-Bukhåri 5139 dan Muslim 3635]
Akan tetapi, jika ada keperluan maka boleh mewakilkan kepada orang lain [3]. Lihat
Fiqhus Sunnah, as-Sayyid Sabiq, cet Maktabah as-Rusyd 1422H Sebagaimana Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam pernah mewakilkan sembelihannya kepada saḥabat
nya. Dalam sebuah ḥadits yang panjang tatkala Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa sallam
menggiring unta-untanya menuju Makkah untuk disembelih.
Jabir bin Àbdullǻh rådhiyallǻhu anhuma mengatakan :
‫⚫ فَنَ َح َر ثَ َال ًَث َو َس تَّ ْ َي ِب َي ِد ِه ُ َُّث َأع َْطى عَ ِل َّيا فَنَ َح َر َما غَ َ ََّب‬
Maka Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlayhi wa sallam menyembelih dengan
tangannya sendiri 63 ekor (dari 100 ekor untanya), kemudian menyeråhkan
sisanya kepada Ali rådhiyallǻhu anhu untuk disembelih.
[HR Muslim 2137]
Demikianlah, bagi pemilik hewan kurban jika punya udzur seperti sakit, lemah
karena tua, tidak mengetahui cara menyembelih, orang buta dan kaum wanita,
maka boleh mewakilkannya kepada orang lain, bahkan lebih utama.

DAGING KURBAN DIBAGIKAN SETELAH DIMASAK


Lajnah Dā`imah pernah ditanya tentang kurban dan pembagiannya, maka
jawabnya [4] Fatwa Lajnah Dā`imah 11/394, fatwa no. 9563, ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Baz
sebagai ketua dan Abdurråzzaq Afifi sebagai wakilnya, serta Àbdullǻh bin Ghådiyan sebagai anggota. :
Berkurban hukumnya sunnah kifayah, dan ulama ada yang mengatakan wajib Àin.
Adapun masalah pembagiannya dimasak atau tidak dimasak, maka ada keluasan
di dalamnya, yang penting (pemiliknya memakan sebagiannya, dihadiahkan
sebagiannya dan disedekahkan sebagiannya).

- 140 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


MENGUSAPKAN DARAH SEMBELIHAN KE BADAN BINATANG
Ada sebuah kebiasaan yang sering dilakukan oleh para penyembelih binatang
kurban, yaitu setelah menyembelih leher binatang dengan pisau, lalu pisau yang
berlumuran darah itu diusapkan ke badan hewan yang telah disembelih.
Jika yang dilakukan itu hanya kebiasaan semata, atau dilakukan dengan maksud
membersihkan darah bekas sembelihan yang ada pada pisau, maka tidak ada
masalah. Akan tetapi, jika ada suatu keyakinan yang mendasari perbuatan ini, dan
menganggap perbuatan ini lebih baik daripada ditinggalkan, atau meyakini ini
termasuk sunnah, maka perbuatan ini menjadi bidÀh dalam agama.
Lajnah Dā`imah ditanya hukum mengusapkan darah ke badan hewan dengan
keyakinan bahwa ini adalah perbuatan para saḥabat Nabi ‘Ibrǻhīm Àlayhissallam
, maka Lajnah menjawab : Mengusapkan darah ke badan hewan sembelihan, kami
tidak mengetahui seorang pun dari kalangan saḥabat Nabi Shållallǻhu Àlayhi wa
sallam yang melakukannya. Ini adalah termasuk bidÀh sebagaimana sabda Nabi
Shållallǻhu Àlayhi wa sallam : Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak
ada dalilnya maka perbuatan itu terolak. Dan dalam suatu riwayat Nabi Shållallǻhu
Àlayhi wa sallam bersabda : Barangsiapa berbuat bidÀh dalam agama ini yang
tidak termasuk darinya, maka amalan itu tertolak. [HR al-Bukhåri dan Muslim] [5]
Fatwa no. 6667. Ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua, Abdurråzzaq Afifi sebagai
wakilnya, dan Àbdullǻh bin Qu’ud serta Àbdullǻh bin Ghådiyan keduanya sebagai anggota.

KURBAN ONLINE
Kurban online adalah berkurban dengan cara mentransfer sejumlah uang sesuai
dengan harga binatang kurban yang telah disepakati kepada lembaga sosial atau
yang semisalnya, lalu lembaga tersebut membelikan hewan kurban, menyembelih
pada waktunya dan membagikan dagingnya. Kurban semacam ini tidak jauh
berbeda dengan kurban di negeri lain yang lebih membutuhkan.
Kita katakan : Hukum asalnya berkurban dilakukan dengan tangannya sendiri di
negerinya sendiri, sebagian daging kurbannya dia makan, dan sebagian lainnya
diberikan kepada kaum muslimin dan tidak berkurban secara online. Akan tetapi,
dibolehkan kurban dengan cara online ketika ada kebutuhan yang mendesak,
selagi lembaga tersebut benar-benar terpercaya, dan melaksanakan ibadah
kurban sesuai aturan.
Wallǻhu a’lam
[Disalin secara ringkas dari Kontemporer Ibadah Kurban penyusun Ustadz Abu
Ibrǻhim Muḥammad Ali AM, Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun Ketigabelas
Dzulqådah 1434H, Diterbitkan oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon al-Islami,
Alamat Ma’had al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153, Telp. 031-3940347]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 141 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③③

MEMPERLAKUKAN ARI-ARI
Ustadz Anas Burhanuddin MA

Pertanyaan.
Assalāmu Àlaikum wa råhmatullǻh ! Ustadz,
❖ Bagaimanakah cara memperlakukan ari-ari bayi menurut ajaran Islam?
❖ Apakah memang harus dipendam, apakah dibuang begitu saja atau
bagaimana?

Jawaban.
Wa Àlaikumussalām waråhmatullǻhi wabaråkātuh.
Merawat plasenta (ari-ari/tembuni) termasuk urusan dunia yang harus
dikembalikan kepada ahlinya.
Menurut kedokteran, plasenta adalah organ tubuh ibu hamil yang berfungsi
sebagai saluran arus makanan untuk orok, ketika ia masih berada di dalam råhim.
Manakala orok lahir, organ ini tidak diperlukan lagi dan biasanya keluar
bersama bayi yang lahir. Hal ini dikarenakan fungsi yang harus dijalankan telah
selesai dan tidak diperlukan lagi di dalam tubuh ibu.

Oleh karena itu, hendaknya kita memperlakukannya sebagaimana


memperlakukan organ tubuh lain yang sudah tidak berfungsi, yaitu
menguburnya di dalam tanah tanpa menggunakan tata cara khusus.
Maksudnya agar plasenta tidak diacak-acak oleh binatang dan baunya tidak
mengganggu orang lain, bila dibuang begitu saja. Jangan pula dibuang ke air,
karena itu mencemarkannya.[1]
Lihat: http://groups.yahoo.com/neo/groups/assunnah/conversations/topics/18322

Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam


memerintahkan untuk menguburkannya adalah lemah.
Redaksinya adalah sebagai berikut :
،‫ َوالْ ِح ْيضَ ِة‬،‫ َواَلَّ ِم‬،‫الظف ِر‬ ِ ‫⚫ َاك َن َر ُس ْو ُل‬
ُّ ‫ َو‬،‫الشَّ ْع ِر‬: ‫ يَأْ ُم ُر بِدَ فْ ِن َس ْب َع ِة أ َْش َيا َء ِم َن اإلن ْ َس ِان‬n ‫هللا‬
ِ َ
‫ َوامل ِش مي َ ِة‬،‫ َوالْ َعلَقَ ِة‬،‫الس ِن‬
ِ ‫َو‬
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur tujuh hal
dari manusia : rambut , kuku, darah , haid, gigi, kulit yang dipotong saat
khitan, dan plasenta. [2] Nawādirul Ushūl, al-Hakiem at-Tirmidzi 1/186.

- 142 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Ḥadits ini dihukumi dhå’if (lemah) oleh a-Baihaqi, ad-Daråquthni, dan al-Albani,
[3] sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum.

Ada adat yang berkembang di sebagian masyarakat berupa pelarungan plasenta


di laut, menggantungnya di rumah atau menguburnya beserta Barang -Barang
tertentu ditambah pemberian lampu dengan keyakinan agar anak terjaga dari
marabahaya atau agar anak pintar. Praktek dan keyakinan ini adalah khuråfat,
yakni meyakini dan melakukan sebab yang tidak terbukti secara syariÀh atau
ilmiah. Keyakinan seperti ini bisa menjadi syirik kecil atau besar, tergantung
keyakinan si pelaku. Apapun itu, adat seperti harus ditinggalkan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 143 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③④

BAYAR HUTANG DAHULU ATAU AQIQÅH?

Pertanyaan
Ustadz saya mau bertanya,
❖ mana yang lebih utama, membayar hutang ataukah mengadakan
AQIQÅH untuk anak yang baru lahir ?
Syukrån ustadz, Abdullah di Gorontalo

Jawaban.
Jika hutang itu sudah jatuh tempo, maka membayar hutang harus lebih
diutamakan daripada mengadakan AQIQÅH.
Karena membayar hutang hukumnya wajib berdasarkan kesepakatan
Ulama’, sedangkan mengadakan AQIQÅH diperselisihkan, sebagian
Ulama’ berpendapat AQIQÅH itu wajib, sedangkan jumhur (mayoritas)
Ulama’ memandang hukumnya sunah. Sedangkan ibadah yang hukumnya
wajib itu harus didahulukan daripada yang hukumnya sunnah.

Namun jika hutang itu belum jatuh tempo, maka AQIQÅH lebih
diutamakan. Karena ibadah yang sudah datang waktunya lebih
diutamakan daripada ibadah yang belum datang waktunya.
Kesempatan melakukan kebaikan hendaklah segera dimanfaatkan.

Wallǻhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2012M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
058.33

- 144 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③⑤

AQIQÅH SELAIN HARI KETUJUH BIDÀH?

Pertanyaan.
Nadhdhåråkumullǻh.
Syarat ibadah adalah dalil.
❖ Apa ada dalil yang menjelaskan bahwa AQIQÅH setelah hari ketujuh
yaitu ketika mampu itu boleh?
❖ Apakah ada atsar saḥabat ?
❖ Kalau tidak ada, apakah tidak termasuk bidÀh?

Jawaban.
Sudah menjadi kesepakatan kaum Muslimin bahwa ibadah wajib didasari
dengan dalil, termasuk dalam masalah aqīqåh.
Aqīqåh disyariatkan berdasarkan beberapa ḥadits Nabi Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam , diantara nya :
ُّ ُ ⚫
‫ُك غُ َال ٍم َر ِهينَة ِب َع ِقيقَ ِت ِه ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم َسا ِب ِع ِه َو ُ ُْيلَ ُق َوي َُس َّمى‬
Setiap anak bayi tergadaikan dengan AQIQÅHnya yang disembelih
pada hari ketujuh (dari kelahirånnya), ia dicukur dan diberi nama
[HR Abu Dāwud råḥimahullǻh dan dinilai shåḥiḥ oleh al-Albāni
råḥimahullǻh dalam Irwā’ul Ghålīl no. 1169].
Berdasarkan ḥadits ini disunnahkan melakukan penyembelihan AQIQÅH
pada hari ketujuh. Namun apabila disembelih di hari lain, maka itu juga
sah, berdasarkan keumuman ḥadits Sulaiman bin Àmir Rådhiyallahu Ànhu
yang berbunyi :
‫⚫ َم َع الْغ َُال ِم َع ِقيقَة فَأَ ْه ِري ُقوا َع ْن ُه َد ًما َو َأ ِم ُيطوا َع ْن ُه ْ َاأل َذى‬
Bersama anak bayi ada AQIQÅH, sehingga sembelihlah sembelihan
dan hilangkan gangguan darinya (mencukurnya).
[HR al-Bukhåri no. 5049].
Oleh karena itu dalam madzhab Hambali dan pendapat ‘Ā`isyah
Rådhiyallahu Ànhuma dan Isḥāq bin Råhawaih råḥimahullǻh dinyatakan
bahwa bila tidak bisa disembelih pada hari ketujuh, maka boleh disembelih

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 145 -


[@AMAL]
pada hari keempat belas dan bila tidak bisa maka disembelih pada hari
keduapuluh satu. Apabila disembelih sebelumnya atau sesudahnya juga
sah karena tujuan penyembelihan terwujud dengannya.
Adapun madzhab Syafi’iyah menegaskan bahwa Àqiqåh tidak gugur
dengan sebab tertunda, namun disunnahkan untuk tidak menunda
penyembelihan AQIQÅH hingga memasuki usia baligh.
[lihat al-Mughni 9/364 cetakan Darul Fikr].
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyembelihan AQIQÅH
selain hari ketujuh bukan termasuk perbuatan bidÀh.
Wallǻhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIV/1431H/2010M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
058.34

- 146 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③⑥

AQIQÅH KETIKA MAMPU

Pertanyaan.
❖ Ketika anak kami lahir, kami tidak mampu melaksanakan Àqīqåh.
Sekarang kami mampu melakukannya, apakah Àqīqåh wajib bagi
kami? Mohon penjelasan.
Syukrån.

Jawaban.
Àqīqåh adalah kambing yang disembelih dengan sebab kelahiran bayi
sebagai bentuk syukur kepada Allǻh Azza wa Jalla. Tentang hukum Àqīqåh,
sebagian Ulama berpendapat hukumnya wajib, sedangkan jumhur
(mayoritas) Ulama berpendapat hukumnya mustaḥab (sunnah).
Sedangkan waktu aqīqåh, Syaikh Abu Mālik Kamal Ibnus Sayyid Sālim
berkata, “Menurut Sunnah (Nabi) anak di aqīqåhi pada hari ke tujuh
(kelahiran) berdasarkan ḥadits Samuråh bin Jundub bahwa Råsulullāh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
ُّ ُ ⚫
‫ُك غُ َال ٍم َر ِهي َنة ِب َع ِقيقَ ِت ِه ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم َسا ِب ِع ِه َو ُ ُْيلَ ُق َوي َُس َّمى‬
Setiap bayi tergadai dengan aqīqåhnya, disembelihkan (kambing)
untuknya pada hari tujuh, kemudian dicukur, dan diberi nama. [1] HR.
Abu Dāwud, no: 2838; at-Tirmidzi, no: 1522; Ibnu Mājah, no: 3165; dll. Dishåhīhkan oleh al-Hākim,
disetujui oleh Adz-Dzahabi, Syaikh al-Albāni, dan Syaikh Abu Isḥāq al-Huwaini di dalam kitab Al-Insyirāh
Fī Adābin Nikāḥ, hlm:97

Jika tidak bisa hari ke tujuh, maka pada hari ke 14, jika tidak bisa maka
pada hari ke 21. Ini adalah pendapat Ḥanābilah (para pengikut Imam
Aḥmad), pendapat lemah dari Madzhab Māliki, juga pendapat Isḥāq, juga
ada riwayat dari ‘Ā`isyah Rådhiyallahu Ànhuma. Jika dia menyembelih
sebelumnya atau sesudahnya, itu mencukupinya (yakni: sah), karena
tujuan tercapai dengannya. Syāfi’iyyah menyatakan bahwa aqīqåh tidak
hilang dengan mengundurkan waktunya, tetapi disukai tidak
mengundurkan dari umur baligh. Jika diundurkan sampai baligh hukum

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 147 -


[@AMAL]
aqīqåh gugur bagi selain si anak, sedangkan dia (si anak) diberi hak pilih
di dalam meng aqīqåh dirnya sendiri”. [Shåḥīḥ Fiqih Sunnah 2/383]

Maka jawaban kami terhadap pertanyaan anda adalah: anda boleh


melakukan Àqīqåh anak anda setelah memiliki kemampuan, namun
hukumnya tidak wajib.

Wallǻhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1431H/2010M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
________

- 148 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③⑦

SIAPAKAH ORANG YANG BERHAK MENERIMA DAGING


HEWAN KURBAN?
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`

Pertanyaan.
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`ditanya :
❖ Siapakah yang berhak menerima daging binatang kurban dan apa
hukum memberikan daging hewan kurban kepada yang menyembelih?
❖ Banyak kaum Muslimin di negeri kami, jika mereka telah menyembelih
hewan kurban, maka mereka tidak segera membagikan daging hewan
tersebut pada hari yang sama, namun mereka tunda sampai besok.
Saya tidak tahu, apakah itu Sunnah atau perbuatan itu mendatangkan
pahala ?

Jawaban.
Orang yang melakukan ibadah kurban boleh mengkonsumsi daging hewan
kurbannya, sebagiannya boleh diberikan kepada orang-orang fakir untuk
mencukupi kebutuhan mereka pada hari itu, diberikan kepada kerabat
untuk menyambung silaturråhim, diberikan kepada tetangga sebagai
bantuan dan boleh juga diberikan kepada teman-teman untuk
mengokohkan ikatan persaudaraan.
Menyegerakan pembagian hewan kurban pada hari raya lebih baik
daripada hari kedua dan seterusnya, sebagai penghibur bagi mereka pada
hari itu.
Berdasarkan keumuman firman Allǻh Azza wa Jalla :
َّ ‫⚫ َو َسا ِر ُعوا ِا َ َٰل َم ْغ ِف َر ٍة ِم ْن َرب ُ ُِْك َو َجن َّ ٍة ع َْرضُ هَا‬
‫الس َم َاو ُات َو ْ َاأل ْر ُض ُأ ِعد َّْت لِ ْل ُمتَّ ِق َي‬
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Råbbmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.
[Āli Imrån/3:133]
‫⚫ ف َْاست َ ِب ُقوا الْخ ْ ََري ِات‬
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.
[al-Baqåråh/2:148]
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 149 -
[@AMAL]
Dan daging kurban boleh juga diberikan kepada tukang sembelih, tapi
bukan sebagai upah.
Upah tidak boleh diambilkan dari binatang kurban.
‫وِبهلل التوفيق وصَّل هللا عَّل نبينا محمد وأَل وحصبه و سَّل‬
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`
Ketua : `Syaikh `Abdul `Azīz bin `Abdullāh bin Bāz;
Wakil : Syaikh `Abdurråzāq Afīfy; Anggota : Syaikh `Abdullāh bin Ghådyān
dan Syaikh `Abdullāh bin Qu’ūd
(Fatāwa al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyyah Wal Iftā`, 11/423-424)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1431H/2010M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079 ]
058.36

- 150 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③⑧

MANA YANG LEBIH BAIK UNTUK BERKURBAN ?


Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muḥammad bin Shålih al-Utsaimin råḥimahullǻh ditanya,
❖ “Mana yang lebih baik untuk dijadikan hewan kurban, hewan gemuk yang
banyak dagingnya ataukah yang harganya mahal ?

Jawaban.
Ini sebuah permasalahan, manakah yang lebih baik untuk dijadikan hewan
kurban, apakah yang harganya mahal ataukah hewan gemuk dan besar ?
Biasanya, kedua hal ini saling berkaitan erat (lebih besar mestinya lebih mahal-
red). Hewan yang gemuk adalah hewan terbaik untuk kurban, namun terkadang
sebaliknya (yang lebih mahal lebih baik-red). Kalau kita menilik ke manfaat
kurban, maka kami berpendapat bahwa hewan yang besar lebih baik, meskipun
harganya murah. Namun jika kita menilik kepada kejujuran dalam beribadah
kepada Allǻh Azza wa Jalla , kami berpendapat bahwa hewan yang mahal lebih
baik. Karena kerelaan seseorang mengeluarkan dana besar dalam rangka
beribadah kepada Allǻh Azza wa Jalla menunjukkan kesempurnaan dan
keseriusannya dalam beribadah.
Untuk menjawab pertanyaan diatas kami katakan, “Lihatlah yang lebih bagus
pengaruhnya buat hatimu lalu lakukanlah! Selama ada dua kebaikan yang
berlawanan, maka lihatlah mana yang lebih bagus pengaruhnya buat hatimu.
Jika Anda memandang bahwa keimanan dan ketundukan jiwa Anda kepada Allǻh
Azza wa Jalla akan bertambah dengan sebab mengeluarkan dana, maka keluarkan
dana yang besar.

(Majmu’ Fatāwā wa Råsāil Syaikh Muḥammad bin Shålih al-Utsaimin, 25/35)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
058.37

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 151 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽③⑨

MANA YANG LEBIH BAIK, KAMBING ATAUKAH SAPI?


Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā’

Pertanyaan.
Al-Lajnatud D`āimah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā’ ditanya :
❖ Mana yang lebih baik untuk berkurban, kambing atau sapi ?

Jawaban.
Hewan kurban terbaik adalah (pertama) unta, kemudian (kedua) sapi lalu (ketiga)
kambing dan setelah itu (yang keempat) berserikat pada unta atau sapi
(maksudnya beberapa orang -maksimal tujuh orang- iuran untuk membeli unta
atau sapi untuk dikurbankan-red).
Berdasarkan sabda Råsūlullǻh tentang hari JumÀt:
َّ ‫⚫ َم ْن َر َاح ِِف‬
َّ ‫الساعَ ِة ْ ُاأل َوَل فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب بَدَ ن َ ًة َو َم ْن َر َاح ِِف‬
‫الساعَ ِة الثَّا ِن َي ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب بَقَ َر ًة َو َم ْن َر َاح‬
‫الساعَ ِة َّالرا ِب َع ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب َد َجا َج ًة َو َم ْن‬
َّ ‫الساعَ ِة الث َّا ِلثَ ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب َكبْشً ا َأ ْق َر َن َو َم ْن َر َاح ِِف‬
َّ ‫ِِف‬
‫الساعَ ِة الْخَا ِم َس ِة فَ َ ََكن َّ َما قَ َّر َب ب َ ْيضَ ًة‬َّ ‫َر َاح ِِف‬
Barangsiapa yang berangkat (shålāt jumÀt) pada jam pertama, maka
seakan-akan dia mengurbankan unta; Barangsiapa yang berangkat pada
jam ke-2, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi; Barangsiapa yang
berangkat pada jam ke-3, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing
jantan; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-4, maka seakan-akan dia
berkurban dengan ayam; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-5, maka
seakan-akan dia berkurban dengan telor

Sisi pendalilannya yaitu ada perbedaan nilai antara beribadah kepada Allǻh Azza
wa Jalla dengan mengurbankan unta, sapi dan kambing. Tidak diragukan lagi
bahwa ibadah kurban termasuk ibadah yang agung kepada Allǻh Azza wa Jalla .
Penyebab lain (kenapa unta lebih utama), karena unta itu lebih mahal, lebih
banyak dagingnya dan lebih banyak manfaatnya. Inilah pendapat tiga imam yaitu
Imam Abu Ḥanifah råḥimahullǻh , Imam Syafi’i råḥimahullǻh dan Imam Aḥmad
råḥimahullǻh .

Imam Mālik råḥimahullǻh mengatakan, “Hewan terbaik (untuk berkurban)


adalah kambing, kemudian sapi lalu unta. Karena Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam

- 152 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


berkurban dengan dua kambing dan beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam tidak
melakukan sesuat kecuali yang terbaik.”
Menjawab pendapat ini, kami mengatakan, “Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
terkadang tidak memilih yang terbaik, karena råsa sayang beliau Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam kepada umatnya. Sebab umat beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam akan
mengikuti perbuatan beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam dan beliau Shållallǻhu
alaihi wa sallam tidak ingin memberåtkan umatnya. Juga beliau Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam sudah menjelaskan keunggulan unta dibandingkan sapi dan kambing
sebagaimana ḥadits diatas.
Wallǻhu a’lam
‫وِبهلل التوفيق وصَّل هللا عَّل نبينا محمد وأَل وحصبه و سَّل‬
Al-Lajnatud Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā’
Ketua : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz; wakil : Syaikh Abdurråzaq afifi;
Anggota : Syaikh Abdulah ghådyan dan Syaikh Abdullah Mani’

(Fatāwā al-Lajnatid Dā`imah Lil Buhūtsil Ilmiyah wal Iftā’, 11/398)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 153 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④⓪

CARA MENYEMBELIH HEWAN KURBAN

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah råḥimahullǻh pernah ditanya tentang bacaan saat
menyembelih hewan kurban, cara menyembelih dan aturan pembagian daging
hewan kurban.
Beliau råḥimahullǻh menjawab.
Alḥamdulillāh, (cara penyembelihannya yaitu) hewan kurban dihadapkan kearah
kiblat lalu dibaringkan pada sisi kirinya dan membaca :
‫ل‬َ ِ ‫هللا َأ ْك َ َُّب اللَّهُ َّم تَقَبَّ ْل ِم ِِن َ َمَك تَقَ َّب ْل َت ِم ْن ا ْب َرا ِه ْ َي َخ ِل ْي‬ ِ ‫⚫ ب ِْس ِم‬
ُ ‫هللا َو‬
Dengan nama Allǻh,
ِ
Allǻhu Akbar. Yā Allǻh terimalah ibadah ini dariku
sebagaimana Engkau telah menerima ibadah Nabi Ibråhim kekasih-Mu
Apabila sudah selesai menyembelih, baru membaca firman Allǻh Azza wa Jalla :
َّ ‫⚫ ِا ِن َو َّ َْج ُت َو ْ َِج َيي ِل َّ َِّلي فَ َط َر‬
ِ ْ ‫الس َم َاو ِات َو ْ َاأل ْر َض َح ِنيفًا َّۖۖ َو َما َأنَ ِم َن الْ ُم‬
‫َش ِك َي‬
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Råbb yang menciptakan
langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Råbb
[ al-An’ām/6:79]

‫يك َ َُل َّۖۖ َو ِب َ َٰذ ِ َِل ُأ ِم ْر ُت َو َأنَ َأ َّو ُل‬ِ َ ‫⚫ قُ ْل ا َّن َص َال ِِت َون ُ ُس ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َم ِاِت ِ َّ َِّلل َر ِب الْ َعالَ ِم َي إل‬
َ ‫َش‬
ِ
‫الْ ُم ْس ِل ِم َي‬
Katakanlah, “Sesungguhnya shålāt ku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allǻh, Råbb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyeråhkan diri (kepada Allǻh).”
[al-an’ām/6:162-163]
Dagingnya bisa dia sedekahkan sepertiganya dan dihadiahkan sepertiganya. Jika
yang dia konsumsi lebih dari sepertiga atau yang dia sedekahkan atau dia
memasaknya lalu mengundang masyarakat sekitar untuk makan-makan, maka itu
boleh.
Untuk tukang jagal diberi upah tersendiri. Sedangkan kulitnya, jika dia mau, dia
bisa memanfātnya atau menyedekahkannya.

Wallǻhu a’lam.

- 154 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


[Majmū’ Fatāwā, 26/163]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
058.39

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 155 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④①

PAHALA KURBAN UNTUK YANG SUDAH WAFAT

Pertanyaan
❖ Apakah orang yang sudah wafat bisa mendapatkan pahala jika keluarganya
yang masih hidup melakukan ibadah kurban atas namanya ?
❖ Karena semasa hidupnya, orang ini tidak pernah melakukan ibadah kurban ?
Jawaban
In syā Allǻh, orang yang sudah wafat itu bisa mendapatkan pahala jika ibadah
kurban yang dilakukan oleh kerabatnya yang masih hidup itu berlandaskan
wasiatnya ketika dia masih hidup atau si mayit termasuk di antara nama-nama
orang yang diikutsertakan dalam satu ibadah kurban sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam. Beliau Shållallǻhu Àlaihi
wa sallam bersabda : “Ya Allǻh , terimalah ini dari Muḥammad dan keluarga
Muḥammad ”. Sedangkan mengkhususkan satu ibadah kurban atas nama orang
yang sudah meninggal dunia, kami belum mengetahui satu riwayatpun yang
menerangka n bahwa itu pernah dilakukan oleh Råsūlullǻh atau pada shåḥabat
beliau. Misalnya : “Ini adalah kurban dari si Fulan.” padahal si Fulan sudah
meninggal.
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al Utsaimin menerangkan bahwa berkurban untuk
yang mati ada tiga macam:
(a). Berkurban atas nama orang yang mati secara khusus. Ini tidak ada
sunnahnya Allǻh Azza wa Jalla berfirman:
‫َس َع ٰى َما ا َّإل ِل ْالن ْ َس ِان لَي َْس َو َأ ْن‬
ِ ِ
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya [an Najm/53:39]

Syaikh Muḥammad Shåliḥ al ‘Utsaimīn råḥimahullǻh ditanya : “Udhiyah (kurban)


itu disyariatkan bagi yang hidup atau yang mati ? Beliau råḥimahullǻh menjawab:
“Udhiyah (kurban) disyariatkan untuk yang hidup. Karena tidak ada riwayat dari
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam dan para Saḥabat nya (yang menjelaskan) bahwa
mereka pernah berkurban khusus atas nama orang yang sudah wafat. Padahal
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam punya anak, istri dan kerabat-kerabat yang
sudah wafat sebelum beliau. Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam tidak pernah
berkurban atas salah seorang di antara mereka secara khusus. Nabi Shållallǻhu

- 156 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Àlaihi wa sallam tidak berkurban atas nama Hamzah (pamannya), untuk Khådījah
(istrinya) dan Zainab binti Khuzaimah. Tidak juga untuk anak laki-laki atau
perempuan Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam. Seandainya hal tersebut adalah
sesuatu yang disyariatkan, tentulah Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam akan
menjelaskannya dalam sunnahnya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan.
[asy-Syarhul Mumti’ 7/455]

(b). Adapun apabila nama si mayit diikutsertakan dengan nama-nama orang


yang hidup, maka itu dibolehkan, sebagaimana pernah dilakukan oleh
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam.
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam berdoa:
‫⚫ اللَّهُ َّم ه ََذا ع َْن ُم َح َّم ٍد َوألِ ُم َح َّم ٍد‬
Ya Allǻh, terimalah ini dari Muḥammad dan keluarga Muḥammad .
[al-Ḥākim, al-Baihaqi]
(c). Apabila si mayit mewasiatkan untuk berkurban, maka wasiat tersebut
wajib dilaksanakan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak
Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]
058.40

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 157 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④②

BOLEHKAH BERHUTANG UNTUK BERKURBAN?


Syaikh Muḥammad bin Shālih al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muḥammad bin Shālih al-Utsaimin råḥimahullǻh ditanya,
❖ “Apa hukum ibadah kurban?
❖ Bolehkah bagi seseorang berhutang untuk melaksanakan ibadah kurban ?”

Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin råḥimahullǻh menjawab :


❖ Ibadah kurban itu hukumnya sunnah muÀkkadah (ibadah sunat yang sangat
ditekankan) bagi orang yang mampu melaksanakannya. Bahkan sebagian ahli
ilmu mengatakan bahwa ibadah kurban itu hukumnya wajib. Di antara yang
berpendapat wajib adalah imam Abu Ḥanīfah dan murid-murid beliau
råḥimahullǻh . Ini juga riwayat dari Imam Aḥmad råḥimahullǻh dan pendapat
ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah råḥimahullǻh . Berdasarkan
keterangan ini maka tidak seyogyanya bagi orang yang mampu meninggalkan
ibadah ini.
❖ Sedangkan orang yang tidak memiliki uang, maka tidak seharusnya dia
mencari hutangan untuk melaksanakan ibadah kurban. Karena (kalau dia
berhutang), dia akan tersibukkan dengan tanggungan hutang, sementara dia
tidak tahu, apakah dia akan mampu melunasinya ataukah tidak? Namun bagi
yang mampu, maka janganlah dia meninggalkan ibadah ini karena itu sunnah.
❖ Dan sebenarnya ibadah kurban itu satu untuk seseorang dan keluarganya.
Inilah yang sunnah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam. Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam berkurban
dengan seekor kambing atas nama diri beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam dan
semua keluarganya. Jika ada orang yang berkurban seekor kambing atas nama
diri dan semua keluarganya, maka itu sudah cukup untuk semua, baik yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia tanpa perlu
mengkhususkan ibadah kurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia,
sebagaimana yang dilakukan sebagian orang. Mereka melakukan ibadah
kurban khusus atas nama orang yang sudah meninggal dunia dan
membiarkan diri dan keluarga mereka. Mereka tidak melakukan ibadah
kurban atas nama diri dan keluarga mereka.
❖ Adapun melakukan ibadah kurban atas nama orang yang sudah meninggal
dunia karena wasiat yang diwasiatkannya, maka itu wajib dilaksanakan.

Wallahu a’lam.
- 158 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XV/1432H/2011M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
058.41

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 159 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④③

BOLEHKAH BERGOTONG ROYONG (IURÅN) DALAM


BERKURBAN
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta

Pertanyaan
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya :
❖ Bolehkah bergotong-royong (iuran) dalam berkurban?
❖ Berapa jumlah kaum muslimin seharusnya dalam bergotong-royong (iuran)
melakukan kurban?
❖ Apakah harus dari satu keluarga?
❖ Dan apakah bergotong-royong semacam itu bidÀh atau tidak?

Jawaban
Seorang laki-laki diperbolehkan melakukan kurban atas nama dirinya dan
anggota keluarganya dengan satu ekor kambing. Dasarnya, ḥadits shåḥiḥ dari Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam, bahwa beliau berkurban dengan satu ekor kambing,
atas nama diri beliau sendiri dan atas nama keluarganya. [Ḥadits Muttafaqun
Alaih]

Juga ḥadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Ibnu Mājah dan Tirmidzi dan
beliau menshåḥiḥkannya.

Dari Athå’ bin Yasir, ia berkata,


⚫ “Saya bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshåri, bagaimana kurban-kurban
yang sekalian (para saḥabat ) lakukan pada zaman Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam” Abu Ayyub menjawab, “Pada zaman Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam seseorang berkurban dengan satu ekor
kambing atas nama dirinya dan atas nama keluarganya. Maka mereka
memakannya dan memberi makan orang lain. Kemudian orang-orang
bersenang-senang, sehingga jadilah mereka sebagaimana yang engkau
lihat.
[HR Malik, kitab Dhåḥaya, Bab Asy-Syirkah Fi Adh- Dhåḥaya dan Ibnu Mājah ,
Shåḥiḥ Ibnu Mājah no. 2563 dan lain-lain]

Sedangkan satu ekor unta dan setu ekor sapi, sah dengan gabungan tujuh orang.
Baik mereka berasal dari satu keluarga atau dari orang yang bukan dari satu
rumah. Baik mereka punya hubungan kerabat ataupun tidak. Sebab Nabi

- 160 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Shållallǻhu Àlaihi wa sallam mengijinkan para saḥabat untuk bergabung dalam
(berkurban) unta dan sapi. Masing-masing tujuh orang. Wallǻhu a’lam.

[Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta, Fatwa No. 2416]

Pertanyaan
Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya :
Ayah seorang laki-laki meninggal dunia. Dan dia ingin menyembelih kurban atas
nama ayahnya. Tetapi ada beberapa orang menasihatinya “tidak boleh
menyembelih untuk kurban satu orang. Sebaiknya kambing saja, itu lebih utama
dari pada unta. Orang yang mengatakan kepadamu sembelihlah unta maka orang
ini keliru. Sebab unta tidak boleh untuk kurban, kecuai gabungan dari sekelompok
orang”.

Jawaban
Dibolehkah menyembelih binatang kurban atas nama orang yang telah meninggal
dunia tersebut baik dengan seekor kambing atau seekor unta. Orang yang
mengatakan, bahwa unta hanya untuk gabungan sekelompok orang, maka itu
keliru. Akan tetapi, kambing tidak sah, kecuali untuk (pelaku kurban) satu orang.
Namun pelakunya itu bisa menyertakan orang lain dari anggota keluarganya
dalam pahalanya. Adapun unta, boleh untuk pelaku satu orang atau tujuh orang,
yang mereka beriuran dalam hal harganya. Kemudian, sepertujuh dari daging
kurban unta itu merupakan kurban dari masing-masing tujuh orang. Sapi, dalam
hal ini sama hukumnya seperti unta.

[Lajnah Dā`imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta, Fatwa No. 3.055]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
058.42

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 161 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④④

ÀQIQÅH BAGI BUAH HATI


Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Islam ajaran yang paripurna telah memberikan perhatian besar dalam


perkembangan dan pertumbuhan anak agar menjadi generåsi yang kuat dan
Shåliḥ sejak hari-hari pertama kelahirannya di dunia.
Di antara bentuk perhatian itu adalah disyariatkannya aqīqåh yang dilakukan
pada hari ketujuh kelahirånnya.
APA ITU AQIQÅH?
ÀQIQÅH secara etimologis (lughåwi) adalah membelah dan memotong. Dari
pengertian ini:
Rambut bayi yang baru lahir dinamakan aqīqåh karena rambut itu akan dicukur
gundul dan dipotong
Sembelihan dinamakan aqīqåh karena binatang disembelih ketika mencukur
rambut . [Lihat lebih lengkap di kitab Lisan al-Aråb 10/255-259].
Sedangkan menurut terminologi syariah (fiqih), aqīqåh adalah hewan yang
disembelih sebagai wujud rasa syukur kepada Allǻh atas lahirnya seorang anak
baik laki-laki atau perempuan. Imam Ibnu Qudāmah al-Maqdisi råḥimahullǻh
mendefinisikan dengan: Sembelihan yang disembelih dari anak yang lahir. [al-
Mughni, 13/393].

APA HUKUMNYA DALAM SYARIÀT?


Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum aqīqåh bagi bayi dalam lima
pendapat :
① Pertama: Àqīqåh adalah wajib.
Ini pendapat al-Laits bin SaÀd dan al-hasan al-Bashri serta riwayat dalam
madzhab Hanabilah dan pendapat madzhab Zhahiriyah.
Dalil pendapat ini adalah:
Ḥadits Samuråh bin Jundub Rådhiyallahu anhu yang berkata, “Sesungguhnya Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
ُّ ُ ⚫
َّ ‫ ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم‬،‫ُك غُ َال ٍم ُم ْرَتَ َن ِب َع ِقيقَ ِت ِه‬
”‫ َو ُ ُْيلَ ُق َر ْأ ُس ُه َوي َُس َّمى‬،ِ‫السا ِبع‬
Setiap anak tergadai dengan aqīqåhnya yang disembelih pada hari ketujuh,
digunduli, dan diberi nama

- 162 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


[HR. At-Tirmidzi dalam sunannya no. 2735 dan Abu Dāwud no. 2527 dan Ibnu
Mājah no. 3165 dan dishåḥiḥkan al-Albani dalam al-Irwā’ no. 1165 dan Shåḥiḥ Abu
Dāwud ].

Saat menjelaskan sabda Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam yang artinya, Setiap
anak tergadai dengan aqīqåhnya“, Imam Aḥmad råḥimahullǻh mengatakan bahwa
maksudnya adalah tertahan dari syafaat untuk kedua orang tuanya apabila mati
masih kecil. Sehingga diserupakan dengan tidak lepasnya batang gadai dari
pemegangnya. Ini menunjukkan kewajiban aqīqåh.
Ḥadits Salmān bin Àmir Rådhiyallahu anhu yang berkata, “Aku telah mendengar
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
‫ َو َأ ِم ُيطوا َع ْن ُه ا َأل َذى‬،‫ فَأَ ْه ِري ُقوا َع ْن ُه َد ًما‬،‫⚫ َم َع ال ُغ َال ِم َع ِقيقَة‬
Setiap bayi lelaki bersama aqīqåhnya, maka sembelihlah hewan dan
hilangkanlah gangguan darinya
[HR. Al-Bukhāri].
Ḥadits ini menunjukkan bahwa aqīqåh menjadi keharusan setiap bayi yang lahir
sehingga menunjukkan kewajibannya.
Ḥadits Ummu Kurzin Rådhiyallǻhu anha yang berkata, “Aku telah mendatangi
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam di Hudaibiyah bertanya tentang daging
sembelihan hadyu, lalu aku mendengar bersabda:
‫ُض ُ ْمك ُذ ْك َرانً َاكن َْت َأ ْم انَ ًَث‬
ُّ ُ َ ‫ َوعَ ََّل الْ َجا ِري َ ِة شَ اة َإل ي‬،‫⚫ عَ ََّل الْغ َُال ِم شَ اَتَ ِن‬
ِ
Setiap bayi lelaki disembeliihi dua ekor kambing dan atas bayi perempuan
disembelihi seekor kambing, tidak masalah bagi kalian apakah kambingnya
jantan atau betina.
[HR. An-Nasā’i no, 4217 dan dishåḥiḥkan al-Albani dalam Shåhīh Sunan an-Nasā’i
dan al-Irwā 4/391].
Ḥadits À`isyah Rådhiyallahu anhuma yang berkata:
‫ َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة شَ ا ًة‬،‫ع َِن الْغ َُال ِم شَ اَتَ ِن‬: ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ ْن ن َ ُع َّق‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َم َرنَ َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan kita untuk
mengaqiqåhi bayi lelaki dengan dua kambing dan bayi perempuan dengan
seekor kambing
[HR. Ibnu Mājah no. 3163 dan dishåḥiḥkan al-Albani dalam al-Irwā’ no. 1164 dan
Shåhīh Sunan Ibnu Mājah].
Dalam ḥadits ini ada perintah aqiqåh dan perintah menunjukkan wajib.

② Kedua: AQIQÅH adalah sunnah.


Ini adalah pendapat mayoritas Ulama dalam madzhab Mālikiyah, Syāfi’iyah dan
yang masyhur dari madzhab Ḥanabilah. [Lihat at-Tamhīd 4/312-313, al-Majmū’
Syarh al-Muhadzab 8/446-447, al-Mughni 13/393].

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 163 -


[@AMAL]
Dalil pendapat ini sama dengan dalil-dalil pendapat pertama hanya saja mereka
berkata:

Semua ḥadits-ḥadits tersebut menunjukkan perintah melaksanakan aqīqåh.


Perintah ini tidak menunjukkan wajib karena ada ḥadits dari Àbdullǻh bin Àmru
bin al-Àsh Rådhiyallǻhu anhu yang berbunyi:
ُ َّ ‫ َإل ُ ُِي ُّب‬: »‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ع َِن ال َع ِقيقَ ِة؟ فَ َقا َل‬
‫» َ ََكن َّ ُه َك ِر َه‬. ‫اَّلل الْ ُع ُق َوق‬ ِ َّ ‫⚫ ُس ئِ َل َر ُسو ُل‬
ُ ‫اَّلل َص ََّّل‬
‫ َوع َِن‬،‫ َم ْن ُو ِ ََل َ َُل َو ََل فَأَ َح َّب َأ ْن يَن ْ ُس َك َع ْن ُه فَ ْل َين ْ ُس ْك ع َِن الْغ َُال ِم شَ اَتَ ِن ُم ََك ِفئَ َت ِان‬: ‫ْس َوقَا َل‬َ ْ ‫ِاإل‬
‫الْ َجا ِري َ ِة شَ اة‬
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam ditanya tentang aqīqåh? Beliau
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam menjawab: Allǻh tidak mencintai kata al-uqūq.
Seakan-akan Beliau Shållallǻhu Àlaihi wa sallam tidak menyukai nama
tersebut dan bersabda: Barangsiapa dianugerahi bayi lalu ingin
menyembelih sembelihan untuknya maka sembelihlah sembelihan dari
seorang bayi lelaki dua kambing yang baik dan dari bayi perempuan seekor
saja.
[HR Abu Dāwud no. 2842 dan dinilai sebagai ḥadits ḥasan oleh al-Albani dalam
Shåhīh Sunan Abi ‘Ā`Dāwud ]
Demikian juga hal ini dilaksanakan Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam sendiri
seperti yang ada pada ḥadits -ḥadits berikut:
Ḥadits Buråidah dari bapaknya Rådhiyallahu anhu yang berkata:
‫ َوالْ ُح َس ْ ِي‬،‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ع ََّق ع َِن الْ َح َس ِن‬ ِ ‫⚫ َأ َّن َر ُسو َل‬
ُ َّ ‫هللا َص ََّّل‬
Sesungguhnya Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam mengaqiqåhi al-
Ḥasan dan al-Ḥusein
[HR. An-Nasā’i no. 4213 dan dishåḥiḥkan al-Albani dalam Shåhīh Sunan an-Nasā’i
dan al-Irwā’ no. 1164].

Ḥadits Ibnu Abbās c yang berbunyi:


‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ع ََّق ع َِن الْ َح َس ِن َوالْ ُح َس ْ ِي َكبْشً ا َك ْبشً ا‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َّن َر ُسو َل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
Sesungguhnya Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam mengaqiqåhi al-
Ḥasan dan al-Ḥusein dengan masing-masing seekor kambing kibas.
[HR Abu Dāwud no. 2841 dan dishåḥiḥkan al-Albani dalam al-Misykah no. 4155
dan Shåhīh Sunan Abi ‘Ā`Dāwud ].
Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam selalu berbuat yang terbaik dan sempurna
sehingga menunjukkan hukumnya sunnah.
Juga adanya analogi aqīqåh terhadap kurban dan sembelihan walimah dengan
kesamaan semuanya berupa penumpahan darah tanpa adanya kejahatan dan
tidak ada nadzar, yang diperintahkan syariat dengan hukum sunnah. [Lihat al-
Majmū’ 8/426].

③ Ketiga: Aqīqåh hanyalah mubah tidak wajib dan tidak juga sunnah.

- 164 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab Ḥanafiyah

Dalil pendapat ini adalah:

Àqīqåh telah dihapus hukumnya (mansūkh) dengan kurban dengan dalil ḥadits
yang diriwayatkan dari Àli bin Abi Thålib Rådhiyallahu Ànhu , “Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
َّ ُ ‫ َوالْغ ُْس ُل ِم َن الْ َجنَاب َ ِة‬, ‫ُك َص ْو ٍم‬
َّ ُ ‫ َو َّالز َاك ُة‬, ٍ‫ُك غُ ْسل‬
‫ُك‬ َّ ُ ‫⚫ ن َ َسخَ ْ َاأل ْْضَى‬
َّ ُ ‫ َو َص ْو ُم َر َمضَ َان‬, ‫ُك َذبْ ٍح‬
‫َصدَ قَ ٍة‬
Kurban menghapus semua sembelihan dan puasa Råmadhån menghapus
semua puasa dan mandi dari janabah menghapus semua mandi dan zakat
menghapus semua sedekah.
[HR. Ad-Daråqutni dan dihukumi sebagai ḥadits lemah sekali oleh syaikh al-
Albani dalam Silsilah al-Ahādīts adh-Dhå‘īfah, no. 904]
Apabila ada naskh maka kembali kepada hukum asal mubahnya.

Ḥadits Abu Rāfi’Maula Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam yang berkata:


‫ َإل تَ ُع ِقي‬n ” ‫هللا‬ ِ ‫ فَقَا َل َر ُسو ُل‬،‫ َأ َراد َْت ُأ ُّم ُه فَا ِط َم ُة َأ ْن تَ ُع َّق ِب َكبْشَ ْ ِي‬،‫⚫ َأ َّن احل ََس َن ْب َن عَ ِ ٍل ِح َي ُو ِ ََل‬
ِ ِ‫ ُ َُّث ت ََصد َِّق ب َِو ْز ِن ِه ِم َن الْ َو ِر ِق ِِف َسبِيل‬،‫ َولَ ِك ِن ا ْح ِل ِقي شَ ْع َر َر ْأ ِس ِه‬،ُ‫َع ْنه‬
َ‫ ُ َُّث ُو ِ ََل ُح َس ْي ب َ ْعد‬، “‫هللا‬
‫ فَ َص َن َع ْت ِمثْ َل َذ ِ َِل‬،‫َذ ِ َِل‬
Sesunggunya al-Hasan bin Ali Rådhiyallahu anhuma ketika lahir, ibunya
Fathimah Rådhiyallahu anhuma ingin mengAQIQÅHinya dengan dua
kambing, lalu Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda: Janganlah
kamu melakukan aqīqåh tapi cukurlah rambut kepalanya kemudian
bersedekah dengan peråk seberåt rambut tersebut dijalan Allǻh. Kemudian
lahirlah Husein setelah itu dan Fāthimah berbuat seperti itu.
[HR Aḥmad dan diḥasankan al-Albani dalam al-Irwā’ 4/403 ketika menjelaskan
ḥadits no. 1175].
Dalam ḥadits ini bentuk larangan dan larångan tidak pas buat hukum wajib dan
sunnah. Sehingga hukumnya kembali kepada mubah.

④ Keempat: Aqīqåh hukumnya makruh.


Ini adalah satu pendapat dari madzhab Ḥanafiyah
Dalil pendapat ini adalah sama dengan dalil pendapat ketiga dengan menambah
argument berikut :
Aqīqåh termasuk amalan ahli kitab berdasarkan ḥadits Abu Huråiråh
Rådhiyallǻhu Ànhu bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda:
‫ َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة شَ ا ًة‬, ‫ فَ ُعقُّوا ع َِن الْغ َُال ِم شَ ات ْ َِي‬, ‫⚫ ا َّن الْهيَ ُو َد تَ ُع ُّق ع َِن الْغ َُال ِم َو َإل تَ ُع ُّق ع َِن الْ َجا ِري َ ِة‬
ِ

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 165 -


[@AMAL]
Sesungguhnya orang Yahudi beråqīqåh untuk bayi lelaki dan tidak untuk bayi
perempuan, Sembelihlah dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan seekor
untuk bayi perempuan.
[HR. Al-Baihaqi dalam sunan al-Kubrå 9/262 dan al-Albani menghukuminya
sebagai ḥadits lemah dalam Dhå’īf al-Jāmi’ no. 1814].

Aqīqåh adalah sebuah keutamaan dan ketika di nasakh maka tidak tersisa kecuali
makruh berbeda dengan puasa dan sedekah, karena keduanya dahulu termasuk
kewajiban dan bila di nasakh maka diperbolehkan bersunnah dengannya. (lihat
Badā’i’ ash-Shånāi’ 5/69).

⑤ Kelima: Aqīqåh disyariatkan untuk bayi laki-laki dan tidak untuk bayi
wanita.
Inilah pendapat al-Ḥasan dan Qåtādah.
Dalil mereka adalah:
Sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam :
ُّ ُ ⚫
َّ ‫ ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم‬،‫ُك غُ َال ٍم ُم ْرَتَ َن ِب َع ِقيقَ ِت ِه‬
‫ َو ُ ُْيلَ ُق َر ْأ ُس ُه َوي َُس َّمى‬،ِ‫السا ِبع‬
Setiap anak tergadai dengan aqīqåhnya yang disembelih pada hari ketujuh,
digundul rambut nya, dan diberi nama.
[HR. At-Tirmidzi dalam sunannya no. 2735 dan Abu Dāwud no. 2527 dan Ibnu Mājah
no. 3165 dan dishåḥiḥkan al-Albani dalam al-Irwā’ no. 1165 dan Shåḥīḥ Abi Dāwud]
Sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam :
»‫ َو َأ ِم ُيطوا َع ْن ُه ا َأل َذى‬،‫ فَأَ ْه ِري ُقوا َع ْن ُه َد ًما‬،‫⚫ َم َع ال ُغ َال ِم َع ِقيقَة‬
Setiap bayi lelaki bersama aqīqåhnya, maka sembelihlah hewan dan
hilangkanlah gangguan darinya
[HR. Al-Bukhāri].
Kedua ḥadits ini menunjukkan bahwa aqīqåh merupakan kekhususan bayi laki-
laki, sehingga tidak disyariatkan pada bayi perempuan. Demikian juga aqīqåh
adalah bentuk syukur nikmat yang muncul dari lahirnya anak dan ungkapan
bahagia dan itu tidak ada pada bayi perempuan.

PENDAPAT YANG RÅJIH✓


Pendapat yang KUAT dalam masalah ini adalah pendapat kedua yang
menyatakan hukumya sunnah dan disyariatkan pada bayi laki-laki dan
perempuan, karena keabsahan dan kekuatan dalil dan istidlāl mereka,
sebagaimana aqīqåh sudah dijelaskan melalui perkataan dan perbuatan
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam serta perbuatan para Shåḥabat dan yang
setelah mereka hingga hari ini.
Ini juga diråjihkan oleh syaikh Muḥammad bin Shålih al-Utsaimin råḥimahullǻh
dan syaikh bin Bāz råḥimahullǻh yang menyatakan bahwa aqīqåh adalah sunnah
muakkad dan tidak wajib untuk bayi lelaki dua kambing dan wanita satu. [Majmu
Fatwa syaikh bin Bāz 18/48].
Wallahu a’lam.

- 166 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVIII/1436H/2015M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak
Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 167 -


[@AMAL]
 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④⑤

SEPUTAR ÀQIQÅH BAGI BAYI


Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Pembaca, råḥimakumullǻh, pada edisi ke-10 dijelaskan hukum aqīqåh


disyariatkan bagi bayi yang lahir sehingga sangat diperlukan penjelasan seputar
tata cara dan hukum-hukum seputarnya. Berikut sebagian tata cara dan hukum
seputar aqīqåh.
WAKTU PELAKSANAAN AQIQÅH
Ada dua masalah berkenaan dengan waktu pelaksanān aqīqåh, yaitu:
① Waktu Sah Penyembelihan Aqīqåh
Para Ulama berbeda pendapat dalam masalah kapankah pelaksanaan aqīqåh
itu dihukumi sah? Yang råjih adalah sembelihan aqīqåh dihukumi sah jika
dilaksanakan setelah kelahiran bayi, karena saat itu penyebab
disyariatkannya aqīqåh sudah ada yaitu kelahiran bayi. Inilah pendapat
madzhab Syāfi’iyah dan Ḥanābilah (Lihat Fatḥul Bāri 9/594).
Sedangkan mengenai adanya penyebutan hari ketujuh dalam ḥadits , maka itu
hanya menunjukkan sunnahnya menyembelih aqīqåh dilakukan pada hari
ketujuh.
Sehingga seandainya disembelih sebelum hari ketujuh atau setelahnya maka
aqīqåhnya tetap sah.

② Waktu Utama Pelaksanaannya


Para Ulama Fikih sepakat aqīqåh disunnahkan pelaksanānnya pada hari
ketujuh, berdasarkan sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam dari
Samuråh bin Jundub Rådhiyallahu anhu :
‫ُك غُ َال ٍم َر ِهينَة ِب َع ِقيقَ ِت ِه ت ُْذب َ ُح َع ْن ُه ي َ ْو َم َسا ِب ِع ِه َو ُ ُْيلَ ُق‬
ُّ ُ ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل قَا َل‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َّن َر ُسو َل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
‫َوي َُس َّمى‬
Setiap anak tergadaikan dengan aqīqåhnya, disembelihkan untuknya
pada hari ketujuh, digundul rambut nya dan diberi nama.
[HR. Abu Dāwud no. 2838, an-Nasā’i no. 4220, Ibnu Mājah, no. 3165, Aḥmad
5/12. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa ḥadits ini shåḥiḥ].

Disamping juga ini akan memudahkan pelaksanān. Oleh karena itu syaikh
Shidiq Ḥasan Khon råḥimahullǻh menerangkan,

- 168 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


“Sudah semestinya ada selang waktu antara kelahiran dan waktu aqīqåh.
Pada awal kelahiran tentu saja keluarga disibukkan untuk merawat si ibu
dan bayi. Sehingga ketika itu, janganlah mereka dibebani lagi dengan
kesibukan yang lain. Dan tentu ketika itu mencari kambing juga butuh
usaha.
Seandainya aqīqåh disyariatkan di hari pertama kelahiran sungguh ini
sangat menyulitkan.
Hari ketujuhlah hari yang cukup lapang untuk pelaksanān aqīqåh.”
[Råudhatun Nadiyah Syarh ad-Duråril Bahiyah, Shidiq Hasan Khon, hlm. 349,
terbitan Darul Àqidah, cetakan pertama, 1422 H]

CARA MENGHITUNG HARI KE-7


Cara menghitungnya adalah dengan melihat waktu kelahiran bayi, di siang hari
atau malam hari dengan menjadikan penanggalan hijriyah sebagai pedomannya.
Dengan demikian hari kelahiran dihitung sebagai hari pertama dimulai dengan
Shubuh sampai waktu maghrib sebagaimana sudah dimaklumi dalam hitungan
bulan hijriyah. Inilah pendapat matoritas Ulama. Sebagaimana disampaikan dalam
al-MausūÀh al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 2/11011,
“Mayoritas Ulama pakar fiqih berpandangan bahwa waktu siang pada hari
kelahiran adalah awal hitungan tujuh hari. Sedangkan waktu malam
tidaklah jadi hitungan jika bayi tersebut dilahirkan malam, namun yang jadi
hitungan hari berikutnya.”
Misalnya ada bayi yang lahir pada hari Senin (01 Februari 2015), setelah Shubuh,
maka hitungan hari ketujuh sudah mulai dihitung pada hari Senin. Sehingga
aqīqåh bayi tersebut dilaksanakan pada hari Aḥad (07 Februari 2015).

Jika bayi tersebut lahir pada hari Senin (01 Februari 2015) setelah Maghrib, maka
hitungan awalnya tidak dimulai dari hari Senin, tapi hari Selasa keesokan harinya.
Sehingga aqīqåh bayi tersebut pada hari Senin (08 Februari 2015).

HUKUM AQIQÅH BAGI BAYI YANG MENINGGAL SEBELUM HARI


KETUJUH
❖ Apabila ada bayi yang meninggal sebelum hari ke tujuh, apakah tetap
disunnahkan melaksanakan aqīqåh atau tidak?
Ada dua pendapat Ulama dalam masalah ini:

① Pendapat pertama menyatakan aqīqåh tidak disunnahkan dilaksanakan


lagi.
Ini adalah pendapat al-Ḥasan al-Bashri råḥimahullǻh dan madzhab Malikiyah dan
sebagian Ulama Syāfi’iyah. (Lihat at-Tamhīd 4/313).

② Pendapat kedua menyatakan tetap masih disunnahkan dan inilah madzhab


Syāfi’iyah [Lihat al-Majmū’ Syarhul Muhadzdzab 8/448].

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 169 -


[@AMAL]
Pendapat kedua ini diråjihkan oleh syaikh Muḥammad bin Shålih al-Utsaimin
råḥimahullǻh .
Suatu hari Beliau råḥimahullǻh ditanya, “Jika seorang anak mati setelah ia lahir
beberapa saat, apakah harus diaqīqåhi?”

Jawabannya :
“Jika anak termasuk mati beberapa sāt setelah kelahirån, ia tetap diaqīqåhi
pada hari ketujuh. Hal ini disebabkan anak tersebut telah ditiupkan ruh sāt
itu, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat. Dan di antara faidah
aqīqåh adalah seorang anak akan memberi syafāÀt pada kedua orang
tuanya. Namun sebagian Ulama berpendapat bahwa jika anak tersebut mati
sebelum hari ketujuh, maka gugurlah aqīqåh. Alasannya, karena aqīqåh baru
disyariatkan pada hari ketujuh bagi anak yang masih hidup ketika itu. Jika
anak tersebut sudah mati sebelum hari ketujuh, maka (anjurån-red) aqīqåh
gugur. Akan tetapi, Barangsiapa diberi kelonggarån rezeki oleh Allǻh k dan
telah diberikan berbagai kemudahan, maka hendaklah ia menyembelih
aqīqåh. Jika memang tidak mampu, maka ia tidak dipaksa.” Liqå al-Bāb al-
Maftūh, kaset 14, no. 42

JENIS HEWAN AQIQÅH


Para Ulama telah bersepakat akan sahnya beråqīqåh dengan kambing, karena
ḥadits -ḥadits tentang aqīqåh hanya disebutkan penyembelihan kambing atau
domba, tidak dengan hewan lainnya. Sebagaimana telah disebutkan dalam ḥadits
Ummu Kurz Rådhiyallǻu Ànhuma :
‫⚫ ع َِن الْ ُغ َال ِم شَ اَتَ ِن ُم ََك ِفئَ َت ِان َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة شَ اة‬
Untuk anak laki-laki dua kambing yang sama dan untuk anak perempuan
satu kambing.
[HR. At-Tirmidzi]
❖ Lalu apakah aqīqåh boleh dengan selain kambing?
Inilah yang diperselisihkan para Ulama dalam dua pendapat:
①Pertama, mereka berpendapat sahnya beråqīqåh dengan hewan yang
digunakan dalam kurban seperti onta dan sapi.
Inilah madzhab mayoritas Ulama dan menjadi madzhab Ḥanafiyah, Syāfi’iyah dan
Ḥanābilah serta yang masyhur dari madzhab Mālikiyah. Pendapat ini berdalil
dengan keumuman sabda Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam :
‫⚫ َم َع الْ ُغ َال ِم َع ِقيقَتُ ُه فَأَ ْه ِري ُقوا َع ْن ُه َد ًما َو َأ ِم ُيطوا َع ْن ُه ا َأل َذى‬
Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqåhi, maka sembelihlah
(AQIQÅH) untuknya dan hilangkan gangguan darinya
[HR. Al-Bukhāri]
Demikian juga aqīqåh adalah nusuk (ibadah sembelihan), sehingga boleh
menggunakan onta dan sapi dengan cara qiyas kepada kurban.

- 170 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


② Kedua, Tidak sah kecuali dengan kambing.
Ini adalah satu riwayat dari imam Mālik dan menjadi madzhab Zhåhiriyah. Mereka
berdalil dengan adanya ḥadits -ḥadits yang berisi keterangan tentang
penyembelihan aqīqåh yang dilakukan oleh Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
dengan kambing. Ini menunjukkan bahwa itulah yang sah bukan yang lainnya.

Pendapat yang råjih adalah pendapat mayoritas Ulama.


Sehingga diperbolehkan pada hewan aqīqåh untuk menyembelih hewan
yang diperbolehkan untuk kurban.
Perbuatan dan perintah Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam untuk menyembelih
kambing difahami untuk kemudahan umatnya. Wallǻhu A’lam.

❖ Lalu bila diperbolehkan selain kambing, manakah hewan yang lebih utama?
Jelas yang råjih adalah menggunakan kambing lebih utama karena Nabi
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam hanya beråqīqåh dengan kambing dan hanya
memerintahkan untuk beråqīqåh dengan kambing.
Tentu yang diperintahkan dan dilakukan Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam
adalah yang paling utama.

JUMLAH HEWAN YANG DIAQIQÅHI


Para ahli fikih sepakat menyatakan bahwa menyembelih seekor kambing untuk
aqīqåh bayi laki-laki atau perempuan itu sah. Karena aqīqåh hukumnya sunnah,
sehingga jumlah tidak menjadi syarat namun menjadi tambahan keutamaan
dalam ibadah.
Mereka berbeda pendapat tentang yang lebih utama apakah dibedakan antara
bayi lelaki dan perempuan dalam dua pendapat:
①Pendapat pertama, menyatakan disembelih ketika aqīqåh bayi lelaki adalah dua
ekor kambing dan pada bayi perempuan satu ekor. Ini pendapat Ibnu Abbas
Rådhiyallahu anhu, ‘Ā`isyah Rådhiyallahu Ànhuma, Athå’ råḥimahullǻh dan
mayoritas Ulama fikih, diantara mereka adalah madzhab Syāfi’iyah, Ḥanābilah,
dan Zhåhiriyah serta sebagian Ulama madzhab Mālikiyah.
Diantara dalil pendapat ini adalah ḥadits -ḥadits yang berkenān dengan aqīqåh.
Dalam ḥadits -ḥadits itu dibedakan sembelihan antara bayi lelaki dan perempuan,
diantaranya:
1. Ḥadits Ummu Kurz al Ka’biyyah Rådhiyallahu anhuma :
ِ َّ ‫⚫ ع َْن ُأ ِم ُك ْر ٍز الْ َك ْع ِب َّي ِة قَالَ ْت َ َِس ْع ُت َر ُسو َل‬
‫ ع َِن الْ ُغ َال ِم شَ اَتَ ِن ُم ََك ِفئَتَ ِان َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة‬: ‫اَّلل ي َ ُقو ُل‬
‫شَ اة‬

www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 171 -


[@AMAL]
Dari Ummu Kurz al Ka’biyyah, ia berkata, saya mendengar Råsūlullǻh
Shållallǻhu Àlaihi wa sallam bersabda, “Untuk anak laki-laki dua kambing
yang sama dan untuk anak perempuan satu kambing.”
[HR. Abu Dāwud no. 2834 dan Ibnu Mājah no. 3162. Syaikh al-Albani mengatakan
bahwa ḥadits ini shåḥiḥ]

2. Ḥadits Ummul Mukminin, ‘Ā`isyah Rådhiyallahu Ànhuma :


‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل َأ َم َر ُ ُْه ع َِن الْ ُغ َال ِم شَ اَتَ ِن ُم ََك ِفئَتَ ِان َوع َِن الْ َجا ِري َ ِة شَ اة‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َّن َر ُسو َل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam memerintahkan mereka, untuk anak
laki-laki aqīqåh dengan dua ekor kambing dan anak perempuan dengan satu
ekor kambing.
[HR. At-Tirmidzi, no. 1513. at-Tirmidzi mengatakan bahwa ḥadits ini hasan
shåḥiḥ. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa ḥadits ini shåḥiḥ]
Dua ḥadits ini dengan jelas membedakan antara aqīqåh anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan
dengan satu ekor kambing.

② Pendapat kedua menyatakan bahwa untuk aqīqåh bayi lelaki dan perempuan
masing-masing satu kambing saja.
Pendapat ini merupakan pendapat madzhab Ḥanafiyah dan pendapat imam Mālik
råḥimahullǻh .
Diantara dalilnya adalah ḥadits Àbdullah bin Àbbās Rådhiyallǻhu Ànhuma.
.‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ع ََّق ع َِن الْ َح َس ِن َوالْ ُح َس ْ ِي َكبْشً ا َك ْبشً ا‬ ِ َّ ‫⚫ َأ َّن َر ُسو َل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi wa sallam pernah mengaqīqåhi al-Ḥasan dan
al-Ḥusain, masing-masing satu ekor domba.”
[HR. Abu Daud no. 2841.Syaikh al-Albani mengatakan bahwa ḥadits ini shåḥiḥ,
namun riwayat yang menyatakan dengan dua kambing, lebih shåḥiḥ]
Sementara dalam riwayat an-Nasā’i lafazhnya:
‫اَّلل َعْنْ ُ َما‬ َ ِ ‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل ع َْن الْ َح َس ِن َوالْ ُح َس ْ ِي َر‬
ُ َّ ‫ِض‬ ِ َّ ‫⚫ ع َْن ا ْب ِن َع َّب ٍاس قَا َل ع ََّق َر ُسو ُل‬
ُ َّ ‫اَّلل َص ََّّل‬
‫ِب َكبْشَ ْ ِي َكبْشَ ْ ِي‬
Dari Ibnu Àbbās Rådhiyallǻhu Ànhuma , ia berkata, “Råsūlullǻh Shållallǻhu
Àlaihi wa sallam pernah mengaqīqåhi al-Ḥasan dan al-Ḥusain, masing-
masing dua ekor domba.”
[HR. An-Nasā’i, no. 4219. Syaikh al-Albāni mengatakan bahwa hadit ini shåḥiḥ]

Mengenai ḥadits Ibnu Àbbas Rådhiyallahu anhu yang dikeluarkan oleh Abu Daud
di atas, Syaikh Muḥammad Nashiruddin al-Albani råḥimahullǻh mengatakan,
“Ḥadits Ibnu Àbbās Rådhiyallahu anhuma yang dikeluarkan oleh Abu Daud
råḥimahullǻh itu shåḥiḥ, namun dalam riwayat an-Nasā’i råḥimahullǻh
dikatakan bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa sallam menyembelih masing-
masing dua kambing. Inilah riwayat yang lebih shåḥiḥ.” Lihat Takhrīj Syaikh
al-Albāni terhadap Sunan Abu Daud. [Lihat Shåhīh Abi Daud, no. 2458]

- 172 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


Pendapat yang råjih (kuat) adalah pendapat pertama yang membedakan
antara bayi lelaki dan perempuan karena dalil mereka kuat,
sehingga Ibnu Ḥajar al-Asqålani råḥimahullǻh menyatakan, “Ḥadits -ḥadits ini
(semacam ḥadits Ummu Kurz, -pen) menjadi argumen yang kuat bagi jumhur
(mayoritas) Ulama dalam membedakan aqīqåh untuk anak laki-laki dan anak
perempuan.
Namun Imam Mālik berpendapat bahwa aqīqåh pada keduanya itu sama. Imam
Mālik råḥimaullah berålasan dengan ḥadits bahwa Nabi Shållallǻhu Àlaihi wa
sallam mengaqīqåhi al-Ḥasan dan al-Ḥusain masing-masing dengan satu ekor
kambing. Ḥadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud, namun tidak bisa dijadikan
argumen.
Ada pula riwayat yang dikeluarkan oleh Abusy Syaikh dari jalur lain dari ‘Ikrimah
dari Ibnu Àbbās Rådhiyallǻhu anhu dengan lafazh “masing-masing dua ekor
kambing”. Dikeluarkan pula dari jalan Àmr bin SyuÀib dari ayahnya dari kakeknya
riwayat yang semisalnya.
Berdasarkan riwayat Abu Daud tadi, ḥadits tersebut bukan menafikan ḥadits -
ḥadits mutawātir yang menjelaskan dengan tegas bahwa aqīqåh bagi anak laki-
laki adalah dua ekor kambing. Akan tetapi riwayat tersebut menunjukkan bahwa
beråqīqåh dengan kambing kurang dari dua ekor itu boleh. Itulah maksudnya.
Sehingga dari sini, jumlah kambing (yaitu dua ekor kambing bagi laki-laki, pen)
bukanlah syarat dalam aqīqåh, namun hanya sekedar disunnahkan (dianjurkan)
saja.” [Fatḥul Bāri, 9/592]

Demikian juga Ibnu Qudamah al-Maqdisi råḥimahullǻh mengatakan, “Aqīqåh


untuk anak laki-laki dan anak perempuan boleh sama, yaitu dengan satu ekor
kambing. Inilah pendapat kebanyakan Ulama. Ini yang dipilih oleh Ibnu Àbbās
Rådhiyallǻhu anhuma , ‘Ā`isyah Rådhiyallahu Ànha , asy-Syāfi’i, Isḥāq dan Abu
Tsaur råḥimahullǻh. Bahkan Ibnu ‘Umar Rådhiyallǻhu anhuma sendiri pernah
berkata, “Aqīqåh untuk anak laki-laki dan perempuan masing-masing dengan
seekor kambing.” [Al-Mughni, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, 11/120]

Ini juga ditegaskan oleh Syaikh Muḥammad bin Shålih al-‘Utsaimin råḥimahullǻh
yang menyatakan, “Jika seseorang tidak mendapati hewan aqīqåh kecuali satu
saja, maka maksud aqīqåh tetap sudah terwujud. Akan tetapi, jika Allǻh
memberinya kecukupan harta, aqīqåh dengan dua kambing (untuk anak laki-
laki) itu lebih baik.”
[Syarhul Mumti’, 7/49]
Demikian seputar hukum-hukum aqīqåh, Semoga beberapa penjelasan diatas
bermanfāt.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVIII/1436H/2015M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 173 -
[@AMAL]
Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079 ]
058.44

- 174 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


 ALMANHAJ.0R.ID ⓪⑤⑧ | ÀQIQÅH & QURBAN| 
⓿❺❽④⑥

BILA ORANG TUA TIDAK MAMPU MENGAQIQÅHKAN


ANAKNYA?

Pertanyaan.
❖ Jika orang tua dahulunya tidak mampu mengaqiqåhkan anaknya, apakah
masih ada keharusan untuk mengaqiqåhinya ketika mereka sudah mampu?
❖ Atau haruskah masing-masing anak itu mengaqiqåhi diri mereka sendiri
ketika sudah mampu?
Jawaban
Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin pernah ditanya tentang orang yang
belum sempat mengaqiqåhi anak-anaknya kemudian dia meninggal, apakah
keharusan mengaqiqåhi anak-anaknya menjadi gugur? Ataukah anak-anak itu
yang mengAQIQÅHi diri mereka sendiri?

Beliau råḥimahullǻh menjawab :


Aqiqåh itu sunah muakkadah (amalan sunat yang sangat ditekankan-red) bagi
orang yang mampu untuk melakukannya, yaitu penyembelihan dua ekor kambing
jika bayinya laki dan satu ekor kambing jika bayinya perempuan.
Paling bagus, hewan-hewan itu disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahiran
bayi yang diaqiqåhi. Misalnya, lahir pada hari Selasa, maka diaqiqåhi pada pada
senin berikutnya; Jika hari JumÀt, maka hari Kamis diaqiqåhi dan begitu
seterusnya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka pada hari
ke-14; Jika pada hari ke-14 juga belum bisa, maka dilaksanakan pada hari ke-21;
Jika pada hari itu juga belum bisa, maka kapan saja bisa dilaksanakan. Itulah
pendapat para Ulama ahli fikih.
Jika orang tua tidak memliki kemampuan untuk melakukannya pada hari itu,
maka keharusan melaksanakan aqiqåh itu menjadi gugur. Karena aqiqåh
disyariÀtkan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan.
Adapun orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya, maka
dia tidak dibebani untuk melakukannya, sebagaimana firman Allǻh Azza wa Jalla :
َ َّ ‫⚫ فَات َّ ُقوا‬
‫اَّلل َما ْاس تَ َط ْع ُ ُْت‬
Maka bertakwalah kamu kepada Allǻh menurut kesanggupanmu
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 175 -
[@AMAL]
[At-Taghåbun/64:16]
Dan firman-Nya:
ُ َّ ‫⚫ َإل ُي َ ِك ُف‬
‫اَّلل ن َ ْف ًسا ا َّإل ُو ْس َعهَا‬
Allǻh tidak membebani seseorang melainkan
ِ sesuai dengan
kesanggupannya.
[Al-Baqåråh/2:286]
Jadi orang tua yang sudah meninggal itu dan memiliki beberapa anak yang belum
sempat diaqiqåhi, maka kita lihat keadaannya:
Jika dia termasuk orang-orang yang memeliki kesulitan dalam masalah ekonomi
sehingga dia tidak bisa mengaqiqåhi anak-anaknya, maka anak-anak itu tidak
memiliki kewajiban untuk mengqådhḥa’ pelaksanān aqiqåh itu, karena orang tua
mereka ketika itu tidak terkena beban syariÀt ini.
Jika dia (semasa hidupnya-red) termasuk orang-orang yang kaya, akan tetapi dia
tidak mengaqiqåhi anak-anaknya karena meremehkan syariÀt ini, maka ini
tergantung keadaan dan kesepakatan ahli warisnya. Maksudnya, jika di antara
ahli warisnya ada yang memiliki keterbatasan akal, keterbelakangan mental atau
ada yang belum baligh, maka bagian mereka tidak boleh diambil untuk
melaksanakan aqiqåh ini.
Jika semua ahli warisnya mursyidūn (beråkal sehat dan memiliki kemampuan
untuk mengelola hartanya dengan baik-red) lalu mereka ingin dan sepakat untuk
menunaikan aqiqåh itu dengan menggunakan harta warisan orang tua mereka,
maka itu tidak apa-apa.
Jika itu tidak terjadi lalu masing-masing dari anak-anak itu berkeinginan untuk
mengaqiqåhi diri mereka sendiri sebagai wakil dari orang tua mereka atau sebagai
qådhḥa’ dari kewajiban orang tua mereka, maka itu juga tidak apa-apa.[1] Lihat,
Majmū’ Fatāwa wa Råsā’il asy-Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/221-222

Di tempat lain, beliau råḥimahullǻh menyebutkan perbedaan pendapat para


Ulama tentang orang yang mengaqiqåhi dirinya. Beliau råḥimahullǻh mengatakan
bahwa sebagian para Ulama memandang bolehnya seseorang mengaqiqåhi
dirinya sendiri, jika dia tahu orang tuanya belum mengaqiqåhinya. Namun
sebagian Ulama yang lainnya memandang bahwa aqiqåh dibebankan hanya
kepada orang tua. Jika orang tua melaksanakan mengaqiqåhi anaknya, maka dia
berhak mendapatkan pahala. Jika tidak, maka dia tidak mendapatkan pahala. [2]
Lihat, Majmū’ Fatāwa wa Råsā’il asy-Syaikh Muḥammad bin Shåliḥ al-Utsaimin, 25/222

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Suråkarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

- 176 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id


⓪⑤⑧
 | ÀQIQÅH & QURBAN | 
058.01. Àqiqåh -------------------------------------------------------------------------- 1
058.02. Bolehnya Orang Lain Mengurusi Sembelihan Nasikah (Àqiqåh) ---- 4
058.03. Apakah Makruh Menamakan Nasikah Dengan Àqiqåh? --------------- 7
058.04. Aḥkamul Àqiqåh -------------------------------------------------------------- 10
058.05. Perihal Àqiqåh, Kambing Jantan Atau Betina---------------------------- 19
058.06. Hewan Kurban ---------------------------------------------------------------- 22
058.07. Hukum-Hukum Yang Berkaitan Dengan Hewan Kurban ------------- 27
058.08. Àqiqåh Bagi Orang Dewasa ------------------------------------------------- 33
058.09. Jika Belum Bisa Menyelenggaråkan Àqiqåh Bagi Bayinya ------------ 37
058.10. Bolehkah Bergotong Royong (Iuran) Dalam Berkurban -------------- 39
058.11. Asal PensyariÀtan Kurban -------------------------------------------------- 42
058.12. Waktu Penyembelihan Kurban -------------------------------------------- 46
058.13. Berserikat Dalam Kurban --------------------------------------------------- 48
058.14. Syarat-Syarat Hewan Kurban ---------------------------------------------- 50
058.15. Yang Dituntut Dari Orang Yang Berkurban ------------------------------ 53
058.16. Wajibkah Melaksanakan Ibadah Kurban? ------------------------------- 58
058.17. Kurban Dan Pensyariatannya ---------------------------------------------- 63
058.18. Iuran Kurban Di Sekolah ---------------------------------------------------- 70
058.19. Bagaimana Kurban Bagi Orang Yang Sudah Meninggal? -------------- 74
058.20. Menjual Kulit Binatang Kurban? ------------------------------------------- 77
058.21. Hukum Memotong Rambut Atau Kuku Pada Sepuluh Hari Pertama
Dzulḥijjah Bagi Orang Yang Akan Menyembelih Kurban ------------- 83
058.22. Mana Yang Lebih Baik Untuk Berkurban ?------------------------------- 86
058.23. Hukum Mengirim Kurban Ke Luar Negeri ------------------------------- 91
058.24. Siapakah Orang Yang Berhak Menerima Daging Hewan Kurban? -- 94
058.25. Hukum Membawa Kurban Ke Lain Daerah ------------------------------ 96
058.26. Memahami Ḥadits (Ini Adalah Kurbanku Dan Kurban Siapa Saja
Dari Umatku Yang Belum Berkurban)‫ض ّح مِ ْن أ ُ ّمتِي‬ َ ُ‫ع ّم ْن َل ْم ي‬ َ ‫ َهذَا‬----- 101
َ ‫عنّي َو‬
058.27. Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulḥijjah Dan Amalan Yang
Disyariatkan ------------------------------------------------------------------- 109
058.28. Maksud Anak Tergadai Dalam Ḥadits Àqiqåh ? ------------------------ 115
058.29. Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulḥijjah ------------------ 120
058.30. Mari Meneladani Råsūlullǻh Shållallǻhu Àlaihi Wa Sallam Di Bulan
Dzulḥijjah ---------------------------------------------------------------------- 125
058.31. Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulḥijjah ------------------ 129
058.32. Daging Kurban Untuk Orang Kafir ---------------------------------------- 138
058.33. Memperlakukan Ari-Ari ----------------------------------------------------- 1410
058.34. Bayar Hutang Dahulu Atau Aqiqåh?--------------------------------------- 143
058.35. Aqiqåh Selain Hari Ketujuh BidÀh? --------------------------------------- 144
www.almanhaj.or.id ⓪⑤⑧ - 177 -
[@AMAL]
058.36. Aqiqåh Ketika Mampu ------------------------------------------------------- 146
058.37. Siapakah Orang Yang Berhak Menerima Daging Hewan Kurban? -- 148
058.38. Mana Yang Lebih Baik Untuk Berkurban? ------------------------------- 150
058.39. Mana Yang Lebih Baik, Kambing Ataukah Sapi? ------------------------ 151
058.40. Cara Menyembelih Hewan Kurban ---------------------------------------- 153
058.41. Pahala Kurban Untuk Yang Sudah Wafat -------------------------------- 155
058.42. Bolehkah Berhutang Untuk Berkurban? --------------------------------- 157
058.43. Bolehkah Bergotong Royong (Iuran) Dalam Berkurban -------------- 159
058.44. Àqiqåh Bagi Buah Hati ------------------------------------------------------- 161
058.45. Seputar Àqiqåh Bagi Bayi --------------------------------------------------- 166
058.46. Bila Orang Tua Tidak Mampu Mengaqiqåhkan Anaknya? ------------ 172

⓿❺❽

- 178 - [@AMAL] ⓪⑤⑧ www.almanhaj.or.id

Anda mungkin juga menyukai