Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kubis/kol merupakan sayuran daun yang cukup populer di Indonesia. Di


beberapa daerah orang lebih sering menyebutnya sebagai kol dengan nama ilmiah
Brassica olaracea). Kol memiliki ciri-ciri diantaranya daun saling menutup satu sama
lain dan membentuk krop atau telur. Pada tahun 2020 produksi kol di Provinsi Jambi
mencapai 42.165 ton (BPS, 2021). Produksi kol tiap tahunnya mengalami
peningkatan sehingga limbah yang dihasilkan juga meningkat. Dari pengamatan di
lapangan diketahui bahwa beberapa daun bagian luar kol dibuang sebanyak 25% dari
berat sayur segar karena kondisinya yang tidak layak dikonsumsi manusia. Dengan
demikian, limbah kol yang tersedia di Provinsi Jambi pada tahun 2020 diperkirakan
sebanyak 25% x 42.165 ton = 10.542 Ton.
Pemanfaatan limbah kol yang berasal dari pasar ini belum optimal digunakan
sebagai pakan ternak karena sulit memanfaatkannya secara langsung. Limbah kol
memiliki kandungan nutrisi dengan kadar BK 10.22%, protein kasar (PK) 22.47%,
lemak kasar (LK) 3.05%, serat kasar (SK) 22.09% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN) 34.96% (Sugara et al., 2020). Namun penggunaannya sebagai pakan ternak
terkendala dengan kadar air yang tinggi yaitu sebesar 89,62% (Marantika et al., 2020)
yang menyebabkan limbah kol mudah busuk sehingga diperlukan pengolahan yang
cepat dan tepat (Utama dan Mulyanto, 2009). Salah satu cara pengolahan limbah
sayuran sebagai pakan yang dapat dilakukan dengan menjadikannya sebagai
komponen dalam pembuatan wafer ransum komplit (WRK).
Jenis hijauan lain berupa rumput kumpai juga potensi sebagai sumber serat
untuk ternak ruminansia karena potensi produksinya yang tinggi 34.560 kg/ha/panen
dan nilai gizi yang cukup baik (Fariani et al., 2008). Menurut Rohaeni et al., (2005)
rumput kumpai minyak memiliki kandunganPK berkisar 6,21 - 8,97% dan serat kasar
27,85 - 34,59%. Namun ternak kesulitan dalam merumputnya karena rumput tersebut
tumbuh di rawa-rawa dan pinggir aliran sungai. Oleh karena itu penggunaannya akan
lebih efektif dilakukan secara (cut and carry) dan dikonservasi agar peternak tidak
tiap hari turun ke rawa/sungai memanen rumput kumpai. Salah satu Teknik
konservasi yang patut diterapkan adalah pembuatan WRK.
WRK adalah suatu pengolahan pakan ternak yang dalam proses
pembuatannya meliputi pencampuran, pengukusan, pemadatan dan pemanasan (60 0)
(Jayusmar, 2000). Bahan penyusun WRK terdiri atas pakan sumber serat berupa
hijauan makan ternak, pakan konsentrat dan bahan perekat. Bahan tersebut disusun
sedemikian rupa sehingga memiliki kandungan nutrisi yang seimbang dan memenuhi
kebutuhan ternak untuk status fisiologi tertentu. Untuk menjaga kebutuhan nutrisi
tersebut, pertama-tama harus memperhatikan kualitas fisik WRK. Sifat fisik
merupakan bagian dari karakteristik kualitas yang berhubungan dengan nilai
kepuasan pelanggan terhadap material. Selain itu, pengetahuan tentang sifat fisis juga
digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu proses penanganan, pengolahan dan
penyimpanan (Nursita, 2005).
Pada penelitian ini bahan pembuatan WRK terdiri dari limbah kol, rumput
kumpai, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, mineral mix dan garam.
Namun sejauh ini belum diketahui bagaimana fenomena kombinasi rumput kumpai
dan limbah kol sebagai penyusun WRK. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh kombinasi rumput kumpai dan
limbah kol sebagai penyusun WRK ditinjau terhadap karakteristik fisik.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian untuk mengetahui level yang optimum antara rumput
kumpai (RK) dan limbah kol (LK) sebagai penyusun WRK ditinjau dari karakteristik
fisik

1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Sebagai pakan altenatif pada musim kemarau bagi peternak.
3. Mengurangi pencemaran lingkungan.
4. Meningkatkan nilai guna limbah.

Anda mungkin juga menyukai