Anda di halaman 1dari 73

Natalku

Bukan
Sekadar
Pohon Natal
Menimba Inspirasi Iman
dari Tokoh-Tokoh yang
Terlibat dalam peristiwa
Natal
• Natal Ora Suwe. Moment–nya sebentar, tapi harus
memiliki daya ubah sepanjang waktu.
• Merayakan Natal berarti
menyadari kembali bahwa
Yang Ilahi menjadi insani,
agar yang insani menjadi
ilahi.

• Kira beruntung, Memiliki


Iman di mana pewahyuan
Allah terwujud dalam bentuk
“Manusia/pribadi” (bukan
benda mati)
Bila Dia memasuki dunia
manusia, itu berarti ke-
manusia-an berharga dan
bernilai.

Kenangan dan kesadaran itu


kemudian juga menjadi
sebuah tugas dan tanggung
jawab bagi semua orang
yang merayakannya:
“mengusahakan agar yang
tidak manusiawi menjadi
manusiawi”.
• Kemanusiaan yang terluka.
• Bencana alam, kecelakaan,
kebencian, hasutan dan
permusuhan
• Orang bicara tentang politik,
kepentingan, agama, konspirasi,
segregasi, namun lupa
membicarakan aktor utama dari
semuanya itu: manusia.
• Manusia hanya menjadi tumbal
arus dunia, dikotak-kotakkan sesuka
hati, tanpa pernah disadarkan
betapa martabat mereka sebagai
ciptaan mulia itu sama.
• 200 tahun silam, lagu "Silent
Night" pertama kalinya
dikumandangkan .
• Ungkapan kekaguman pada
sosok bayi kecil yang lelap dalam
damai.
• kini kita tetap saja kesulitan
untuk mengagumi sesama kita
dengan kekaguman yang sama
seperti ketika kita mengagumi
Sang Bayi di palungan.
• Kecurigaan, penghakiman, dan
pikiran negatif selalu saja datang
mendahului cinta kasih.
• Kita sering lupa untuk
memandang dan mengagumi
kemanusiaan yang kecil dan
rapuh; mengagumi manusia
"karena dia manusia", bukan
karena atribut apa pun yang
melekat padanya.

• Natal : peristiwa Iman yang


sungguh manusiawi: kelahiran
seorang Anak Manusia.
• Namun, di dalam yang
manusiawi itu kita menjumpai
wajah Tuhan.
• Itulah yang kerap kita abaikan,
bahwa mereka yang kita
rendahkan pun pernah
mengalami kelahiran yang
sama seperti Sang Penebus.

• Wajah manusia mereka adalah


juga wajah Kristus.

• Kita begitu sibuk memuliakan


diri, namun enggan
memuliakan manusia-manusia
di sekitar kita.
"Natal : Panggilan untuk menjadi
Sahabat bagi Semua Orang"

• Naif?
• Ketika semakin sedikit orang yang
bisa dipercaya, bagaimana
mungkin malah diminta menjadi
sahabat bagi "semua orang"?

• Lingkaran persahabatan kita


menjadi semakin sempit: hanya
menyangkut sedikit orang saja.
• Dalih : “Lebih baik sedikit saja,
tapi sungguh-sungguh",

• Lalu mulai menyingkirkan


“orang-orang asing“ dalam
hidup kita; mereka yang tak
mendukung atau mengganggu
kepentingan kita.

• Melepaskan kepentingan diri


dan memberi hati pada
kepentingan orang lain sudah
jadi sedemikian langka.
• Yesus dilahirkan sebagai orang asing.
• "Orang dekat" Yesus ketika Ia dilahirkan hanya orang
tuanya.
• Dua tanggapan terhadap kehadiran Yesus: menerima dan
menolak. Kita yang mana?
• Apakah seperti Herodes: menolak
Yesus -si orang asing- karena
mengancam jabatan kita,
mengancam kenyamanan kita
berdosa,
• bahkan membunuh dengan
membabi buta atas nama penolakan
itu?

• Ataukah seperti pemilik penginapan:


• menolak orang-orang asing yang tak
menguntungkan bisnis kita?
• Menolak membantu orang-orang
kecil yang jelas-jelas memerlukan
bantuan karena sibuk mencari
keuntungan?
• Ataukah seperti para gembala dan
Sarjana dari Timur: mencari,
menyambut kehadiran, bahkan
memberi hadiah pada orang-orang asing
itu?
• Mereka meninggalkan pekerjaan
mereka dan mau turut bersukacita atas
kelahiran-Nya; karena menemukan
wajah Allah dalam bayi kecil di
palungan itu.

• Tindakan kasih pada “orang asing”


semacam itulah yang banyak
menginspirasi.
• Kristus hadir, saat ini, dalam diri “orang-
orang asing“ di sekitar kita
Palungan : tempat Sang
Raja Damai terletak

• Mereka yang berjumpa


denganNya merasakan
damai,
• sementara mereka yang jauh
dariNya (di istana, di rumah-
rumah penginapan) tidak
merasakan damai itu.
• Mereka tenggelam dalam
kesibukan mereka.
• Tanyakanlah pada hati
kecilmu: sudahkah damai itu
bersemi di sana?
• Bila hati kita tak pernah merasa
damai, jangan-jangan kita tak
pernah berjumpa denganNya?

• Kita punya 2 pilihan:


membiarkan keruhnya situasi
di sekitar mempengaruhi hati
kita sehingga turut jadi keruh,
• atau punya damai dalam hati
yang menjernihkan keruhnya
situasi di sekitar
• Kita sudah merayakan Natal
bukan ketika kita berfoto di
depan gua Natal, pohon Natal,
mengunggah foto kita yang
tampak bahagia, membuat
ucapan selamat Natal yang
berwarna warni.
• Kita sudah merayakan Natal
ketika kita mampu mengampuni
mereka yang selama ini tak
sanggup kita ampuni;
• Ketika kita mampu berdamai
dengan masa lalu, diri kita
sendiri, dan orang lain.
Natal bernuansa tenang, syahdu,
dan damai.

• Apakah situasi di sekitar kelahiran


Yesus dulu itu memang tenang dan
damai? Rasanya tidak! Sensus
penduduk besar-besaran membuat
situasi begitu riuh.
• Penginapan-penginapan penuh dan
pemiliknya kewalahan;
• banyak orang melakukan
perjalanan panjang berhari-hari;
• tentara Romawi berjaga di mana-
mana;
• belum lagi di tengah situasi
tersebut Maria hendak
melahirkan.
• Aroma panik, lelah, bingung,
dan kesal bercampur
menyesaki udara kota.
• Lantas, mengapa kita sekarang
mengenang Natal sebagai
peristiwa tenang dan damai?

• Sederhana saja: karena suasana


hati tokoh utama peristiwa
Natal, keluarga Kudus, tetap
tenang dan damai.
• Di tengah keriuhan, Bunda
Maria tetap tenang;
menyerahkan diri pada kehendak
Allah.
• Santo Yusuf tetap berkepala
dingin; kreatif mencari jalan
keluar di setiap masalah.
• Mereka tidak terbawa atau
menyalahkan situasi.

• Semua itu bersumber pada


Yesus, Sang Raja Damai, yang
selalu menyertai mereka dalam
perjalanan.
• Kitalah "tokoh utama" dalam
cerita hidup kita.

• Merenungkan Natal sebagai


suasana damai menyadarkan
kita, betapa kerapkali kita
terbawa situasi panik dan
kalut sehingga cerita hidup
kita ikut riuh.
• Bahkan kadang situasinya
biasa saja, namun lantaran
hati kita bergolak hebat,
maka seolah suasananya
begitu kacau.
• Cerita hidup kita jadi
menegangkan dan melelahkan.

• Karena itu, bawalah selalu Sang


Raja Damai dalam perjalanan
hidup kita, seperti keluarga
Kudus.

• Tempatkan Ia sebagai pusat


hidup kita, sehingga damai
meliputi hati dan seluruh kisah
hidup kita.
MARIA: "ketaatan yang
menyelamatkan"

• Adakah kita memiliki ketaatan


seagung Maria?
• Malaikat Gabriel tidak pernah
memberikan tawaran apakah Maria
mau menerima Sang Bayi atau tidak.
• Pilihan Maria terhadap rencana Allah
itu: taat, atau membangkang.
• Ia bisa saja membangkang dengan
menelantarkan Sang Bayi, namun ia
memilih untuk taat.
• Karena ketaatan Maria itulah, kita
beroleh keselamatan.
• Ada aroma kebebasan yang
berhembus terlalu kencang
dalam hidup kita saat ini.
• Seolah, seluruh hidup kita
adalah urusan kita sendiri dan
hanya kitalah yang berhak
mengaturnya.
• Ketaatan tak lagi punya tempat.
• Benarkah demikian?
• Nyatanya, kita memang bebas
menentukan tindakan kita,
namun kita tak pernah bebas
menentukan apa yang terjadi di
sekitar kita.
• Tuhan tidak selalu
memberikan tawaran.
• Kadang, rencanaNya terjadi
begitu saja atas dirimu.

• Kita pun frustrasi seumur


hidup untuk menolak semua
yang tak sesuai rencana kita
itu.
• Lantas, kita dengan arogan
menyalahkan orang lain,
menyalahkan keadaan,
bahkan menyalahkan Tuhan.
• Itu semua demi menutupi
kelemahan kita: kita tak mampu
taat pada kehendakNya;
• kita merasa dengan
sombongnya, bahwa semua
yang terjadi harus sesuai
dengan rencana kita.

• Tanpa kita sadari, pikiran kita


yang selalu ingin bebas itu justru
membelenggu kita.
• Sebaliknya, kesediaan untuk taat
akan membuat kita merasa
bebas.
"Rencana"

• 2022 hampir berakhir.


• Sembari mempersiapkan Natal,
mari kita lihat kembali rencana-
rencana yang kita buat di awal
tahun.
• Barangkali menyakitkan ketika
menyadari banyak sekali hal yang
harusnya terlaksana tahun ini,
namun tidak dapat terlaksana.
• Atau terlaksana, namun tidak
seperti yang dibayangkan.
• Demikianlah yang dialami
Bunda Maria, ketika malaikat
datang pada hari biasa; ketika
Maria tengah beraktivitas
harian.
• Kabar malaikat menggedor
keseharian Maria;
• menggantinya dengan
rencana Allah yang lebih
agung, namun juga lebih
berat.
• Tentu, Maria terkejut.
• Bagaimana dengan rencana-
rencana kita tahun ini yang
tidak terlaksana?
• Mari meneladan Maria yang
memilih berbincang dengan
Allah.
• Bertanya, lalu mendengarkan
dan taat pada rencanaNya.
• Rencana Allah hanya bisa
dipahami dan diterima dalam
hening doa; dalam komunikasi
intim denganNya.
• RencanaNya bagi kita sangat
personal.
• Meskipun kita menghadapi
situasi yang sama, rencanaNya
bisa berbeda-beda antara
seorang dengan yang lain.
• Tidak ada jawaban umum atas
pertanyaan, "apa rencana Tuhan
pada kita?" Jawabannya sangat-
sangat personal.
• Maukah kita memberi waktu
untuk bertanya padaNya dan
mendengarkan jawabanNya?
Maria Perawan
Keheningan

• “Diamlah!!”
• Penjelmaan
Tuhan adalah
misteri yang tak
mungkin
ditangkap dan
diutarakan dalam
kata-kata.
Maria : Teladan sikap diam.
• Maria tak mengerti misteri yang dialaminya, mengapa
Tuhan memilihnya.
• Namun, ia diam dan menerima segala hal yang harus
terjadi padanya karena rencana Allah.
• Tetapi ia tidak memakai ketidakmengertiannya
sebagai bahan untuk dipersoalkan dan dibicarakan.
• Ia menerimanya dengan diam, sampai di kaki salib
Putranya.
• Mungkin hati dan pikirannya memberontak.
• Tetapi sikap diamnya mengalahkan dan meneduhkan
perlawanannya.
• Dan, ia menjadi tenang dan diam dalam
ketidakmengertiannya.
Maria : teladan utama,
bagaimana kita harus
diam di hadapan Allah.
• Dengan diamnya, Maria
menjadi seluruhnya terbuka
bagi Tuhan dan sesama.
• Dengan diam-diam pula
Tuhan bekerja di dalam
dirinya. (bdk. Tumbuhan)
• Maria selalu menimbang
sabda Allah dengan hening
dan diam.
• Itulah sebenarnya inti
terdalam dari kehidupan doa
kita.
• Meneladan Maria: tinggal
diam, terbuka, dan
mempersilakan Tuhan masuk
dan bekerja dalam diri kita.
• Maria tidak banyak berpikir, ia
hanya memberikan diri
dengan penuh cinta kepada
Putranya.
• Itu dikerjakannya dengan
diam, karena memang ia
tidak memahami misteri hidup
yang sedang terjadi padanya.
• Sumeleh neng ora ngepleh- “
epleh”
• Hanya dengan diam, kita
bisa merasakan Tuhan.
Diam ini tak bisa
dipaksakan dengan teknik;
harus muncul dari dalam
diri kita.

• Dalam diam macam ini,


kita dapat membuka diri
untuk berjumpa dengan
Tuhan, dan dengan
bantuan Sabda-Nya, kita
bisa melangkah maju ke
arah yang Dia tentukan.
• "Yusuf, anak Daud, janganlah
engkau takut mengambil Maria
sebagai isterimu..."

• Awalnya, Yusuf memang


bermaksud memperistri Maria.
• Dalam perkataan malaikat di
atas, tampak bahwa keputusan
Yusuf untuk menceraikan Maria
menjadi keliru karena muncul
dari rasa takut.
• Karena itulah, malaikat
mengatakan "jangan takut".
• Jangan mengubah keputusan yang
sudah baik hanya karena rasa
takut!
• Yakinlah dalam keputusan kita
sebelumnya!

• Ambillah keputusan bukan


berdasarkan ketakutan, namun
berdasarkan keselarasan dengan
kehendak Allah.
• Bukankah seringkali kita sudah
membuat keputusan yang baik,
namun kemudian karena ragu dan
takut, kita mengubah keputusan
itu?
• Padahal, ketakutan itu tidak
lebih besar dibandingkan
kebaikan yang dibawa oleh
keputusan semula.
• Kadang kita sudah memutuskan
untuk berbuat baik, namun
terhenti karena takut dikatakan
sok suci.
• Kadang sudah memutuskan
untuk memiliki waktu hening
dan doa setiap hari, namun
gagal karena takut dijauhi
teman-teman kita yang marah
kalau kamu sulit dihubungi.
• Kadang kita sudah siap melangkah
memasuki ruang pengakuan dosa,
namun kemudian memalingkan
langkah karena takut mengulang
dosa lagi.
• Kadang kita ingin menjadi orang
yang memegang prinsip-prinsip
kebaikan, namun takut kehilangan
teman-teman akrab kita yang
sudah terbiasa berbuat tidak baik.
• Kadang kita sudah memutuskan
untuk hidup sederhana, namun
takut dinilai tidak gaul, kurang
piknik.
• Saat keputusan kita yang baik
dicekat ketakutan, berdoalah.
• Relasi kita dengan Allah tidak
sedekat Yusuf, yang langsung
disupport malaikat dalam mimpinya.
• Kita mungkin mesti menyediakan
waktu hening dan berdoa dengan
sungguh-sungguh.
• Namun yakinlah, apa pun yang baik
dan sesuai kehendak-Nya, sekalipun
berat, akan mendatangkan kelegaan
buat kita.
Keluarga Kudus Nazaret

• Keluarga Kudus Nazaret :


keluarga yang bertumbuh
dengan belajar:
• belajar memahami satu sama
lain dan belajar memahami
kehendak Allah.
• Sumber utama untuk belajar
menjadi keluarga tak lain
adalah kehendak Allah dalam
diri setiap anggota keluarga
itu sendiri.
• "Nak, mengapakah Engkau berbuat
demikian terhadap kami? Bapa-Mu
dan aku dengan cemas mencari
Engkau."

• "Mengapa kamu mencari Aku?


Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku
harus berada di dalam rumah
Bapa-Ku?“

• Peristiwa Bait Allah menunjukkan


betapa Maria dan Yusuf masih
terus belajar mengenali kehendak
Allah dalam diri Yesus, putera
mereka.
• Semoga keluarga kita adalah
keluarga yang mau belajar satu
sama lain:
• anak yang belajar memahami
keinginan orang tuanya;
• orang tua yang belajar memahami
pilihan dan panggilan anaknya;
• suami-istri yang belajar menerima
kekurangan satu sama lain,
• dan semuanya belajar untuk setia
sebagai keluarga dengan selalu
berserah pada Kristus, sumber
kesetiaan sejati.
• Semoga, keluarga kita bukan
keluarga yang gemar belajar
dari sumber-sumber yang tak
jelas: tips-tips rumah tangga
asing yang bergentayangan di
internet dan grup WA;
• foto-foto manis keluarga di
medsos yang tak semanis
realitanya;
• atau gambaran "keluarga ideal"
di iklan-iklan dan film-film yang
tak lebih dari rakitan aktor-aktris
yang tak punya hubungan
apapun.
• Semoga, keluarga
kita bukan keluarga
yang menghabiskan
waktu menatap
layar ponsel hingga
semakin gagap dan
bodoh dalam
membaca wajah
satu sama lain.
Luk 2:22-23

“Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut


hukum Taurat Musa, Maria dan Yosef membawa
Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya
kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum
Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus
dikuduskan bagi Allah"
• Maria (dan Yosep) tidak melupakan
kewajiban iman mereka.
• Mereka membawa dan
mempersembahkan Yesus kecil di
Kenisah.
• Mereka mengenalkan Yesus kecil
pada kewajiban dan nilai-nilai
religius, sebagaimana mereka hidupi
dengan sungguh-sungguh;
• Nilai-nilai yang membuat mereka
sanggup membungkukkan diri di
hadapan kehendak Allah yang
begitu berat mereka panggul.
• Mereka tidak berpikir, "ah, anak
ini kan Putera Allah? Nggak
usah diajari pun nantinya dia
pasti memiliki iman yang kuat".

• Mewariskan iman, yang dihidupi


dalam ritual maupun tindakan
sehari-hari, bagi mereka adalah
kewajiban mutlak.

• Mereka percaya, warisan iman


yang baik dan benar adalah
landasan kokoh bagi Allah untuk
berkarya dalam diri seseorang.
• Mereka tidak berpikir sok kekinian
dengan mengatakan, "iman itu kan
urusan pribadi? Biarkan dia nantinya
bebas memilih. Nggak usah kita
paksa mengikuti yang kita imani";

• Ungkapan yang dipakai untuk lari


dari tanggung jawab mewariskan
iman kepada anak-anak;

• Indikasi : orang tua tidak meyakini


dan menghidupi nilai-nilai religius
apa pun, sehingga tidak yakin
bahwa yang diwariskan adalah
sesuatu yang amat baik.
• Bukankah kita selalu
menghendaki yang
terbaik untuk anak-anak
kita?

• Apakah kita tidak yakin


bahwa nilai-nilai yang
diajarkan Kristus
sungguh baik, sehingga
tak mau mewariskan
iman akan Kristus pada
mereka?
• Bersyukurlah bila kita telah
mewariskan yang baik untuk anak-
anak kita;
• bila kita tekun dalam kewajiban
rohani kita, sehingga anak-anak kita
belajar dari kita;
• bila kita taat dalam iman, sehingga
anak-anak kita tidak ragu untuk
menyampaikan, "aku mau jadi
Romo";
• Bila kita menghidupi cinta kasih,
pengampunan dan kesetiaan,
sehingga anak-anak kita pun
menghidupi nilai-nilai yang sama.
• WARISAN IMAN
PARA MAJUS

“Sesudah Yesus dilahirkan di


Betlehem, datanglah orang-
orang majus dari Timur ke
Yerusalem dan bertanya-tanya:
"Di manakah Dia, raja orang
Yahudi yang baru dilahirkan
itu? Kami telah melihat
bintang-Nya di Timur dan
kami datang untuk menyembah
Dia.“ (Mat 2:1-2)
• Barangkali, kita pun
seperti para Majus:
seorang asing yang tahu
tentang Yesus, namun
masih harus mencari
untuk dapat berjumpa
denganNya.

• Barangkali, kita pun


seperti para Majus: keliru
mencariNya di istana;
Istana : lambang dari
kesombongan-kesombongan
iman kita,
keangkuhan-keangkuhan hati
kita yang merasa bahwa Ia
hanya dapat ditemui dalam :
• kegembiraan besar,
• perayaan meriah,
• orang-orang terpandang
yang menguntungkan kita,
• dan saat-saat kita merasa
lebih diberkati ketimbang
orang lain.
• Barangkali, kita belum seperti para
Majus.
• Kita belum mencariNya di
Betlehem hati kita yang sunyi,
dalam diri orang-orang sederhana:
• pengamen yang kita tolak, petani
yang kita rampas lahannya,
penjual kelontong yang kita
abaikan demi belanja di
minimarket, penjual sayur di pasar
yang selalu kita tawar lebih
murah,, juga sisi diri kita yang
lemah, kecil, dan kita benci.
• Yesus sudah turun ke dunia ini
demi kita.
• Ia dekat dengan kita.
• WajahNya adalah wajah orang-
orang di sekitar kita.
• Jangan kita seenaknya
melemparkan Ia kembali ke
surga:
• berdoa menengadah jauh ke
langit, namun enggan
membantuNya dalam diri
mereka yang kesusahan di
sekitar kita
"Mereka pun membuka tempat harta
bendanya dan mempersembahkan
persembahan kepada Anak itu, yaitu
emas, kemenyan dan mur."

• Apa yang diharapkan orang-orang


Majus itu ketika memberikan barang-
barang berharga pada bayi kecil itu?
• Apakah mereka berharap mendapat
keuntungan atau balasan atas
kebaikan mereka?
• Keluarga yang mereka beri itu
sederhana; dan bayi yang mereka
beri hadiah itu masih begitu kecil!
• Jelas, mereka memberi bukan
karena "mengharapkan"
sesuatu, namun karena
"percaya" sesuatu.
• Mereka percaya : Allah ada
dalam diri bayi kecil dan
keluarga sederhana itu.
• Karena itulah, mereka rela
memberikan kekayaan
mereka.
• Barang-barang itu bukan lagi
sekadar hadiah, namun
menjadi sebuah
persembahan.
• Apakah motif kita ketika
memberikan sesuatu itu
lebih karena
"mengharapkan" atau
karena "percaya"?

• Apakah kita memberikan


sesuatu dengan bahagia
hanya bila ada harapan
akan dibalas atau mendapat
keuntungan dari pemberian
kita itu?
• Ataukah kita juga mau
memberi sesuatu pada
mereka yang sederhana,
kecil dan asing karena
percaya Yesus hadir
dalam diri mereka?

• Bukankah sebagai figur


demikianlah Yesus
menampakkan diri pada
para gembala dan
orang-orang Majus? Dan
juga pada dunia ini?
• Kita seringkali memberi banyak
hal berharga karena berharap
mendapat keuntungan, berharap
orang lain mencintai kita dan
menganggap kita baik, berharap
dinilai pemurah, dan lain
sebagainya.
• Itu adalah pemberian, namun
bukan persembahan.
• Sebab, persembahan : ketika kita
memberi sesuatu dan percaya
bahwa Tuhan sendirilah yang
menerimanya.
• Dan kita tak akan
mengharapkan balasan,
sebab Tuhan sudah jauh lebih
banyak memberi kita kebaikan
sepanjang hidup kita.
• Persembahan itu adalah
ucapan terima kasihmu pada-
Nya.
• Maka, berikanlah sesuatu
pada mereka yang tak
mungkin membalas kebaikan
kita; mereka yang menjadi
wajah kehadiran Allah di dunia
ini.
• “Karena diperingatkan dalam
mimpi supaya jangan kembali
kepada Herodes, mereka pun
pulang ke negerinya lewat jalan
lain."
• Kata "Majus" diterjemahkan dari
istilah Latin "Magus" yang dalam
konteks Injil diartikan sebagai
"Raja", "orang pandai", atau
"orang bijaksana".
• Tentu, mereka kaum terpelajar
yang punya perhitungan matang
dalam rencana-rencana mereka.
• Namun, inilah istimewanya: dua
kali rencana mereka dibelokkan
Allah, dan mereka taat.
• Pertama, mereka tak
menemukan Sang Mesias di
istana, lantas mencari di tempat
lain.
• Dan kedua, mereka pulang ke
negerinya lewat jalan yang tak
direncanakan.
• Bukankah awal tahun 2023 nanti
pun kita datang pada Sang Bayi
dalam doa-doa dan harapan kita?
• Barangkali, pengalaman tahun
2022 membuat kita ragu untuk
membuat rencana-rencana atau
resolusi, karena khawatir tidak
bisa menepatinya lantaran situasi
yang masih tidak jelas.
• Jangan takut!
• Persembahkanlah rencana-
rencana berharga itu di hadapan
Tuhan, seperti tiga orang Majus
yang mempersembahkan barang
berharga mereka di tepi
palungan!
• Ketakutan bisa muncul lantaran kita
kadang begitu rinci dalam
perhitungan rencana-rencana dan
resolusi kita sehingga tak rela bila
rencana itu dibelokkan Tuhan.
• Tentu, tak ada yang salah dengan
membuat rencana yang matang.
• Namun, seperti orang Majus,
persembahkanlah rencana-rencana
itu dengan kerendahan hati dan
ketaatan;
• rendah hati dan taat bila Tuhan
menghendaki sesuatu yang lain di
luar rencana kita.
• Bukankah kita juga bisa
menerawang tahun 2022, bukan
sebagai "tahun di mana
rencanaku berantakan", namun
sebagai "tahun di mana Tuhan
membuat banyak kejutan tak
terduga dalam hidupku"?

• Keterbukaan pada rencana Allah


dan kerendahan hati membuat
kita lebih bisa menerima dan
mensyukuri perubahan-
perubahan dalam hidup kita.
"Manusia manakah dapat
mengenal rencana Allah,
atau siapakah dapat
memikirkan apa yang
dikehendaki Tuhan? Pikiran
segala makhluk yang fana
adalah hina, dan
pertimbangan kami ini tidak
tetap." (Keb 9:13-14)

Kita sering lupa betapa


rencana manusia itu rapuh
dan mudah keliru; betapa
keinginan manusia itu
seringkali egois dan
mengorbankan orang lain.
Itu kita ungkapkan dalam
keluhan-keluhan:
• ketika keadaan tak sesuai
keinginan kita;
• dalam kebencian, ketika
perbuatan baik kita tak dipuji;
• dalam doa-doa yang
mengancam Tuhan untuk
mengabulkan keinginan kita;
• dalam alasan-alasan semu yang
kita gunakan untuk
menegaskan betapa gagasan
kita jauh lebih baik daripada
kehendak Allah.
Yesus bersabda, "setiap
orang di antara kamu yang
tidak melepaskan diri dari
segala miliknya, tidak dapat
menjadi murid-Ku."

• Mungkin kita kerap


mengartikan "milik" itu
sebagai harta benda.
• Namun, bukankah milik
yang paling susah
dilepaskan adalah
keinginan, hasrat dan
obsesi kita yang seringkali
bertentangan dengan
kehendak Allah?
• Maka, peluklah kehendak-Nya
dalam doa-doa kita.
• Jadilah murid-Nya yang taat.
• Ketika ia yang anda cintai
meninggalkan anda,
• ketika usaha baik yang anda
lakukan dicaci maki,
• ketika akal budimu ingin membela
tindakanmu yang salah,
• juga ketika kau hanya menjumpai
langit kelabu dan derai hujan
dalam hidupmu, katakanlah: "aku
mencintai kehendak-Mu, lebih
dari langit biru..."
• Jadilah padaku menurut
kehendakMu
: yogie_scj
TERIMA KASIH. TUHAN MEMBERKATI
• Diundang untuk
membantu kebutuhan
pendidikan calon Imam
SCJ di Skolastikat SCJ
Yogyakarta
• Ada 60 Frater yang
sedang
mempersiapkan diri
menjadi Romo.
• Butuh waktu belasan
tahun untuk bisa
menjadi Romo.
• Tentu butuh dana.
Transfer :

Rek. BCA No. 8610555111


a.n. Kongregasi Imam-Imam Hati
Kudus Yesus

Rm. Marwoto SCJ ( 08112636246)

Anda mungkin juga menyukai