Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Glukosa

Kadar gula atau glukosa darah adalah jumlah glukosa yang terdapat dalam aliran darah manusia yang
umumnya memiliki satuan mg/dL. Tubuh secara alami mengatur kadar gula darah ini dengan bantuan
hormon insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas sebagai bagian dari homeostasis tubuh.

Kadar Gula Darah Normal dan Cara Mencegah Diabetes

Memiliki kadar gula darah normal merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit diabetes. Kadar
gula atau glukosa darah yang terlalu tinggi dapat memicu risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus.
Lalu, berapa kadar gula darah normal dalam tubuh?

Kadar gula atau glukosa darah adalah jumlah glukosa yang terdapat dalam aliran darah manusia yang
umumnya memiliki satuan mg/dL. Tubuh secara alami mengatur kadar gula darah ini dengan bantuan
hormon insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas sebagai bagian dari homeostasis tubuh.

Kadar gula darah dapat berubah sewaktu-waktu, terutama pada sebelum dan sesudah makan serta saat
tubuh akan beristirahat atau tidur. Hal ini terjadi karena setelah makan, sistem pencernaan akan mulai
memecah karbohidrat menjadi gula atau glukosa agar bisa diserap oleh tubuh dan diolah menjadi
energi.

Namun kadar glukosa tersebut akan diproses terlebih dahulu melalui bantuan hormon insulin yang
dihasilkan oleh pankreas. Setelah melewati proses tersebut, zat gula akan berubah menjadi energi yang
digunakan tubuh untuk beraktivitas atau disimpan di hati untuk dipakai ketika tubuh membutuhkan
energi tambahan.

Kadar Gula Darah Normal

Kadar gula darah akan berubah tergantung kapan waktu pengukuran dan akan berkaitan dengan waktu
makan serta berapa banyak jumlah kalori serta jenis makanannya. Oleh karena itu, terdapat nilai gula
darah normal saat puasa, dua jam setelah makan, dan gula darah sesaat. Berikut ini nilai gula darah
normal pada masing-masing waktu:

Gula Darah Puasa (GDP). Maksudnya adalah gula darah yang diukur pada saat seseorang tidak makan
atau minum sesuatu yang mengandung gula selama delapan jam terakhir. Nilai normal gula darah puasa
adalah antara 80 dan 110 mg/dL (kadar terbaik)

Gula darah 2 jam setelah makan (GDPP). Kadar gula darah yang diambil (diukur) pada saat 2 jam setelah
makan, dengan kadar gula darah kurang dari 140 mg/dL (Kadar terbaik)
Gula Darah Sesaat (GDS). Pengukuran kadar gula darah yang dilakukan kapan saja selain waktu di atas,
nilai normalnya adalah 70-200 mg/dL

Kadar Gula Darah Tinggi (Hiperglikemia)

Kadar gula darah yang melebihi batas normal disebut hiperglikemia. Jika kondisi ini terus berlangsung,
maka seseorang dapat menderita penyakit diabetes melitus atau kencing manis. Berikut ini ukuran kadar
gula darah yang tinggi:

Gula darah sewaktu > 200 mg/dL

Gula darah puasa > 126 mg/dL

Tes A1C yang sama atau lebih besar dari 6,5 persen. A1C atau HbA1C adalah tes darah yang memberikan
gambaran kadar gula darah rata-rata tiga bulan terakhir

Tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan nilai lebih dari 200 mg/dL

Beberapa gejala tingginya kadar gula darah antara lain nafsu makan meningkat tetapi berat badan tidak
naik, mudah haus dan lelah, sering buang air kecil, penglihatan menurunan, kulit kering, dan sering
mengalami infeksi pada gigi. Selain dengan melihat kadar gula darah dan ciri-ciri hiperglikemia di atas,
diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pertimbangan gejala klinis juga sehingga perlu
pemeriksaan mendalam oleh dokter.

Kadar Gula Darah Normal dan Cara Mencegah Diabetes

Kadar Gula Darah Normal dan Cara Mencegah Diabetes

Memiliki kadar gula darah normal merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit diabetes. Kadar
gula atau glukosa darah yang terlalu tinggi dapat memicu risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus.
Lalu, berapa kadar gula darah normal dalam tubuh?

Kadar gula atau glukosa darah adalah jumlah glukosa yang terdapat dalam aliran darah manusia yang
umumnya memiliki satuan mg/dL. Tubuh secara alami mengatur kadar gula darah ini dengan bantuan
hormon insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas sebagai bagian dari homeostasis tubuh.

Kadar gula darah dapat berubah sewaktu-waktu, terutama pada sebelum dan sesudah makan serta saat
tubuh akan beristirahat atau tidur. Hal ini terjadi karena setelah makan, sistem pencernaan akan mulai
memecah karbohidrat menjadi gula atau glukosa agar bisa diserap oleh tubuh dan diolah menjadi
energi.

Namun kadar glukosa tersebut akan diproses terlebih dahulu melalui bantuan hormon insulin yang
dihasilkan oleh pankreas. Setelah melewati proses tersebut, zat gula akan berubah menjadi energi yang
digunakan tubuh untuk beraktivitas atau disimpan di hati untuk dipakai ketika tubuh membutuhkan
energi tambahan.

Kadar Gula Darah Normal

Kadar gula darah akan berubah tergantung kapan waktu pengukuran dan akan berkaitan dengan waktu
makan serta berapa banyak jumlah kalori serta jenis makanannya. Oleh karena itu, terdapat nilai gula
darah normal saat puasa, dua jam setelah makan, dan gula darah sesaat. Berikut ini nilai gula darah
normal pada masing-masing waktu:

Gula Darah Puasa (GDP). Maksudnya adalah gula darah yang diukur pada saat seseorang tidak makan
atau minum sesuatu yang mengandung gula selama delapan jam terakhir. Nilai normal gula darah puasa
adalah antara 80 dan 110 mg/dL (kadar terbaik)

Gula darah 2 jam setelah makan (GDPP). Kadar gula darah yang diambil (diukur) pada saat 2 jam setelah
makan, dengan kadar gula darah kurang dari 140 mg/dL (Kadar terbaik)

Gula Darah Sesaat (GDS). Pengukuran kadar gula darah yang dilakukan kapan saja selain waktu di atas,
nilai normalnya adalah 70-200 mg/dL

Kadar Gula Darah Tinggi (Hiperglikemia)

Kadar gula darah yang melebihi batas normal disebut hiperglikemia. Jika kondisi ini terus berlangsung,
maka seseorang dapat menderita penyakit diabetes melitus atau kencing manis. Berikut ini ukuran kadar
gula darah yang tinggi:

Gula darah sewaktu > 200 mg/dL

Gula darah puasa > 126 mg/dL


Tes A1C yang sama atau lebih besar dari 6,5 persen. A1C atau HbA1C adalah tes darah yang memberikan
gambaran kadar gula darah rata-rata tiga bulan terakhir

Tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan nilai lebih dari 200 mg/dL

Beberapa gejala tingginya kadar gula darah antara lain nafsu makan meningkat tetapi berat badan tidak
naik, mudah haus dan lelah, sering buang air kecil, penglihatan menurunan, kulit kering, dan sering
mengalami infeksi pada gigi. Selain dengan melihat kadar gula darah dan ciri-ciri hiperglikemia di atas,
diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pertimbangan gejala klinis juga sehingga perlu
pemeriksaan mendalam oleh dokter.

Prediabetes

Prediabetes merupakan suatu kondisi di mana seseorang berisiko tinggi terkena diabetes. Hal ini dapat
dicegah atau ditunda agar tak jatuh ke diabetes dengan cara meningkatkan aktivitas fisik, mengonsumsi
makanan sehat, dan mempertahankan berat badan sehat agar tetap ideal.

Pra-diabetes dapat didiagnosis dengan penilaian berikut:

Glukosa darah puasa berada di antara 100-125 mg/dL

A1c antara 5,7-6,4 persen

Tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan nilai antara 140-199 mg/dL

Kadar Gula Darah Rendah (Hipoglikemia)

Hipoglikemia dapat terjadi ketika gula darah berada di bawah normal, yakni kurang dari 70 mg/dL.
Gejala yang mungkin dialami ketika gula darah terlalu rendah (hipoglikemia) meliputi:

Penglihatan ganda atau pandangan kabur

Detak jantung cepat atau berdebar

Merasa gugup

Sakit kepala

Rasa lapar

Gemetar dan pucat

Berkeringat

Kesemutan atau mati rasa pada kulit

Lemas atau lemah


Sulit berkonsentrasi

Mual

Jika tidak segera mendapat pertolongan maka bisa menyebabkan penurunan kesadaran (pingsan),
kejang, dan koma. Untuk membantu mengatasi kondisi tersebut dibutuhkan pertolongan segera dengan
mengembalikan kadar gula darah normal.

Perubahan Metabolisme Glukosa saat Kehamilan


Metabolisme glukosa akan mengalami perubahan selama masa kehamilan. Kadar gula darah puasa
dalam serum akan menurun dan kadar postprandial akan meningkat jika dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil. Setelah trimester pertama, toleransi glukosa akan menurun dan terjadi resistensi
insulin. Hal ini disebabkan oleh karena hormon plasental, yaitu human placental lactogen, glukagon, dan
kortisol. Secara normal, penurunan sensitivitas insulin diikuti dengan peningkatan sekresi insulin.
Namun, apabila terjadi kegagalan peningkatan sekresi yang adekuat, tubuh akan mengalami
hiperglikemia selama kehamilan sehingga terjadi diabetes gestasional. Terdapat sekitar 1-14% kejadian
diabetes gestasional di dunia. Wanita dengan diabetes gestasional biasanya akan terdiagnosis pada saat
usia kehamilan 24–28 minggu.[1,3]

Risiko Diabetes saat Kehamilan

Wanita dengan DM tipe 2 yang hamil memiliki peningkatan risiko terjadinya kerusakan komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular, infeksi saluran kemih, penyakit periodontal, hipertensi, preeklampsia,
operasi caesar, dan kelahiran prematur. Wanita dengan DM tipe 2 pregestasional yang tidak dapat
menjaga keseimbangan gula dalam tubuhnya memiliki 5-10% risiko melahirkan anak dengan defek
jantung, otak, atau tulang belakang.

Komplikasi pada bayi yang terjadi apabila ibunya mengalami riwayat diabetes selama kehamilan yang
tidak terkontrol adalah adanya hipoglikemia neonatus, hiperbilirubinemia neonatus, makrosomia, dan
kelainan kongenital.[2,4]

Penanganan Diabetes Mellitus dalam Kehamilan


Penanganan DM dalam kehamilan pada prinsipnya adalah sama, baik untuk diabetes mellitus tipe 1, tipe
2, maupun diabetes gestasional. Penanganan ini tentunya memerlukan perhatian dari berbagai aspek,
yaitu modifikasi gaya hidup, terapi nutrisi, dan terapi farmakologi. Perbedaan yang timbul hanya pada
terapi farmakologi, di mana diabetes mellitus tipe 1 pada kehamilan harus menggunakan insulin
sedangkan diabetes mellitus tipe 2 dan diabetes gestasional masih bisa menggunakan alternatif
antidiabetes oral.

Pemantauan Glukosa Rutin

Ibu hamil yang sebelumnya telah terdiagnosis memiliki DM memerlukan pemantauan glukosa secara
rutin. Pemeriksaan gula darah sebaiknya dimulai pada awal masa kehamilan. Mulai usia kehamilan 16
minggu, pemeriksaan sebaiknya dilakukan setiap dua minggu sekali. Berdasarkan 5th International
Workshop-Conference on Gestasional Diabetes Mellitus merekomendasikan gula darah puasa <95
mg/dL, 1 jam postprandial <140 mg/dL, dan 2 jam post prandial <120 mg/dL.[2,5]

Aktivitas Fisik dan Kontrol Berat Badan

Setiap wanita hamil dengan diabetes sebaiknya tetap melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang
selama 150 menit per minggu. Jenis aktivitas fisik yang bisa dilakukan adalah jalan kaki, berenang, atau
senam khusus ibu hamil. Selain itu, ibu hamil perlu mengontrol berat badan selama masa kehamilan.
Bagi wanita yang kegemukan/obesitas, pertambahan berat badan tidak boleh melebihi 11,5 kg. Pada
wanita dengan berat badan ideal, sebaiknya pada trimester pertama pertambahan berat badan 0,5-2,5
kg dan pada trimester selanjutnya, pertambahan berat badan 500 gram per minggu.[2,5]

Diet

Diet untuk ibu hamil yang mengalami diabetes perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing
individu. Pasien sebaiknya konsultasi dengan ahli gizi khusus. Jenis makanan harus terdiri dari kalori
yang cukup untuk kesehatan ibu dan bayi, sesuai dengan angka glikemik dan pertambahan berat badan
gestasional yang disarankan. Karbohidrat sederhana dan gula sebaiknya dikurangi dan digantikan
dengan sumber karbohidrat yang lebih sehat, seperti sayur-sayuran, buah, dan gandum utuh. Makanan
tinggi lemak dan produk olahan sebaiknya dihindari.[2,6]

Terapi Farmakologis
Insulin sudah sejak lama menjadi drug of choice dalam penatalaksanaan ibu hamil dengan diabetes.
Dengan penggunaan dosis basal-bolus (insulin kerja cepat dan kerja lambat) dapat mencapai kondisi
euglikemi dalam ibu hamil. Insulin dikatakan aman bagi ibu hamil dan janin karena insulin tidak dapat
melewati plasenta. Selain itu, obat oral secara umum tidak cukup mengatasi resistensi insulin yang
terjadi pada DM tipe 2. Namun, diperlukan pengaturan dosis yang cukup ketat untuk mencegah
terjadinya hipoglikemi. Pada trimester pertama, biasanya kebutuhan insulin tidak terlalu tinggi. Namun,
pada trimester kedua dapat terjadi peningkatan resistensi insulin yang cukup cepat sehingga diperlukan
pengaturan dosis insulin setiap 1-2 minggu agar mencapai target glikemik yang diinginkan. Oleh karena
itu, pemberian insulin pada ibu hamil sebaiknya dilakukan oleh tenaga terlatih.[2]

Khusus untuk diabetes mellitus tipe 2 dan diabetes gestasional, obat antidiabetes oral juga dapat
menjadi alternatif pengobatan. Obat antidiabetes oral yang dapat digunakan adalah metformin.
Metformin lebih dipilih terutama bila gula darah dapat terkontrol. Metformin merupakan obat oral
pilihan karena memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya hipoglikemia neonatus dan
pertambahan berat badan maternal. Meskipun demikian, metformin sedikit meningkatkan risiko
prematuritas. Sebuah meta analisis dilakukan oleh Farrar, et al. yang terdiri dari 11 Randomised Control
Trials (RCT) yang membandingkan penggunaan insulin dengan metformin pada ibu hamil. Didapatkan
risiko makrosomia, hipoglikemia neonatus, dan preeklampsia lebih rendah pada grup metformin
dibandingkan dengan grup insulin. 6 RCT pada meta analisis tersebut melaporkan terdapat 4-46% pasien
yang menggunakan metformin mengalami gangguan gastrointestinal. Meta analisis ini menyimpulkan
bahwa metformin merupakan alternatif obat yang efektif selain insulin, walaupun pada beberapa kasus
insulin suplemental tetap perlu diberikan pada sebagian ibu hamil.[2,7]

Aspirin untuk Mencegah Preeklampsia

Diabetes dalam kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko preeklampsia. Studi yang ada
merekomendasikan pemberian aspirin dosis rendah 50-150 mg/hari (biasanya dosis 81 mg/hari) pada
akhir trimester pertama kehamilan sampai dengan kehamilan bayi untuk menurunkan risiko
preeklampsia.[2]

Kesimpulan

Kadar gula atau glukosa darah adalah jumlah glukosa yang terdapat dalam aliran darah manusia yang
umumnya memiliki satuan mg/dL. Tubuh secara alami mengatur kadar gula darah ini dengan bantuan
hormon insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas sebagai bagian dari homeostasis tubuh.
Diabetes dalam kehamilan dapat meningkatkan berbagai risiko, baik maternal maupun neonatus.
Adanya gangguan homeostasis glukosa dalam kehamilan dapat meningkatkan terjadinya malformasi
kongenital, keguguran, risiko preeklampsia, kelahiran prematur, dan hipoglikemia neonatus. Oleh
karena itu, diperlukan perhatian dan penanganan menyeluruh bagi ibu hamil yang mengalami diabetes.

Pemantauan gula darah rutin, aktivitas fisik, dan terapi nutrisi menjadi manajemen nonfarmakologi yang
penting bagi ibu hamil dengan diabetes. Metformin dapat digunakan sebagai penanganan farmakologis
untuk diabetes dalam kehamilan, tetapi jika gula darah tidak dapat terkontrol, pilihan terbaik adalah
penggunaan insulin. Pemberian aspirin dosis rendah juga direkomendasikan bagi ibu hamil dengan
diabetes untuk mengurangi risiko preeklampsia.

Referensi

1. Desmond MS, Han CS, Werner EF. Diabetes Mellitus in Pregnancy. NeoRevies. 2017;18(1):33-43.

2. American Diabetes Association. Management of diabetes in pregnancy: standards of medical care in


diabetes. Diabetes Care. 2018;41(1):137-143.

3. Hall D, Toit MD, Mason D, Conradie M. Diabetes mellitus in pregnancy, still changing. Journal of
Endocrinology, Metabolism, and Diabetes of South Africal. 2015;20(3):108-114.

4. Berry DC, Boggess K, Johnson QB. Management of pregnant women with type 2 diabetes mellitus and
the consequences of fetal programming in their offspring. Curr Diab Rep. 2016;16(36):1-6.

5. Ferrara A, Hedderson MM, Albright CL, Ehrlich SF, Quesenberry CP, Peng T, et al. A pregnancy and
postpartum lifestyle intervention in women with gestasional diabetes mellitus reduces diabetes risk
factor. Diabetes Care. 2011;34:1519-25.

6. Egan, AM, Murphy HR, Dunne FP. The management of type 1 and type 2 diabetes in pregnancy. OJM:
An International Journal of Medicine. 2015:923-7.

7. Farrar D, Simmonds M, Bryant M, Sheldon T, Tuffnell D, Golder S. Treatment for gestasional diabetes:
a systematic review and meta-analysis. BMJ Open. 2017;7:1-15.

Anda mungkin juga menyukai