Anda di halaman 1dari 28

KODE JURNAL (C)

“Role Model Perkaderan Di Era Virtual Space”

FARHAN WILDAN MUHARAM


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG KABUPATEN BANDUNG
KOMISARIAT SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sebagai utusan Allah yang membawa petunjuk dan cahaya bagi umat
manusia.

Makalah ini bertujuan untuk mengkaji tentang kode makalah (C) dengan tema
“perkaderan HMI di Era Virtual Space. Dari tema tersebut peneliti mengambil
judul “Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era Disrupsi 5.0”

Alhamdulillah Makalah ini selesai tepat pada waktunya, besar harapan saya
semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi pribadi dan bagi para pembacanya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan
tentang Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era Disrupsi 5.0.

Bandung, 14 Juli 2023

Farhan Wildan Muharam

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang Permasalahan............................................................................3
B. Rumusan Penelitian.............................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................6
E. Metode Penelitian.................................................................................................8
F. Kerangka Konseptual..........................................................................................8
BAB II...............................................................................................................................7
PEMBAHASAN...............................................................................................................7
A. Integrasi-Interkoneksi Perkaderan.....................................................................7
a. Pengertian Integrasi-Interkoneksi..................................................................7
b. Pengertian Perkaderan....................................................................................8
c. Pengertian Kader.............................................................................................9
d. Maksud Dan Tujuan Perkaderan.................................................................10
B. Era Society 5.0....................................................................................................11
a. Pengertian Era Society 5.0.............................................................................11
b. Latar belakang terjadinya era society 5.0....................................................12
c. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Perkaderan HMI di Era
Disrupsi 5.0.............................................................................................................13
d. Virtual Reality sebagai Solusi Perkaderan HMI di Era Disrupsi 5.0.........15
C. Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era Society 5.0........................................17
BAB III...........................................................................................................................19
KESIMPULAN..............................................................................................................19
A. Kesimpulan.........................................................................................................19
B. Penutup...............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Suatu organisasi tentu perlu meningkatkan kualitas kaderisasi
internalnya secara terukur dan terencana, sebagai penanda
keberlangsungan di masa depan. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang
merupakan organisasi mahasiswa Islam dengan fungsinya sebagai
organisasi perkaderan dan berperan sebagai organisasi perjuangan secara
sadar dituntut terus untuk melaksanakan perkaderan, guna membentuk
kader-kader umat dan bangsa sebagai harapan yang mampu memberikan
darma baktinya untuk pembangunan nasional. Hal tersebut dapat dilihat di
Anggaran Dasar HMI pasal 9.
Sebagai organisasi kemahasiswaan tertua dan terbesar di Indonesia,
HMI sukses mencetak kader-kader andal untuk melanjutkan estafet
pembangunan bangsa kedepan, hal ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah
tokoh bangsa yang lahir dari Rahim HMI baik di ranah politik, birokrat,
ulama, akademisi dan pengusaha.
Semenjak didirikan, komitmen keislaman dan keindonesiaan bisa kita
temui dalam rumusan tujuan mula HMI didirikan: Pertama,
mempertahankan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam.
Kehadiran HMI berlandaskan dua arus pemikiran yang tak bisa dipisahkan
satu sama lain yaitu ‘keislaman dan keindonesiaan. Islam hadir sebagai
rahmatan lil alamin (ajaran universal) yang membimbing manusia agar
hidup sesuai fitrahnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dunia
dan akhirat. (Asysyari, 2022).
Dalam tujuan yang sudah disempurnakan di kongres X HMI di
Palembang tahun 1971 yang berbunyi
“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan
islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang di ridhoi Allah SWT" (Anggaran dasar HMI Pasal 4)

1
2

Pada dasarnya HMI merupakan wadah berproses untuk pengembangan


potensi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas insan cita. Untuk
mencapai tujuan mulia tersebut tentu diperlukan suatu proses dan usaha-
usaha yang terukur yakni melalui perkaderan yang sistematis. Dalam
konteks Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), maka pengertian perkaderan
adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis
selaras dengan pedoman perkaderan HMI. (Pedoman Perkaderan HMI,
2021).
Dengan demikian proses perkaderan tersebut diharapkan HMI
melahirkan kader muslim, intelektual professional yang berakhlakul
karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifa fil ardh
dalam upaya mencapai tujuan organisasi
Sebagai organisasi kader, ini mengindikasikan bahwa perkaderan
merupakan jantung dari organisasi yang telah dijabarkan di awal bahwa
masa depan HMI berada di tangan kader-kadernya untuk keberlangsungan
organisasi, umat, dan bangsa Indonesia.
Seorang kader seharusnya mampu menjalankan cita-cita perjuangan
secara konsisten disetiap waktu, situasi, dan tempat. Berdasarkan
fungsinya, dalam menjadi kader himpunan yang berkualitas, setiap
anggota terlebih dahulu wajib melalui latihan, pendidikan serta praktikum.
Pendidikan seorang kader baiknya dilaksanakan secara rapi, berencana dan
berkelanjutan.
Pada zaman sekarang ini kita tengah menghadapi yang namanya era
Society, Era Society merupakan era dimana muculnya inovasi-inovasi
teknologi yang ada dalam aktivitasnya mampu menggeser pola-pola lama
kehidupan sosial bahkan menciptakan anomali. Perubahan akan terus
terjadi seiring dengan berjalannya waktu, hal ini selaras dengan istilah
Bahwa “ tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri ” yang hidup
dalam lingkungan masyarakat. Perubahan yang dapat ditemui dalam
berbagai aspek kehidupan.
3

Dengan adanya teknologi terbarukan akan semakin menguatkan


transformasi kehidupan manusia. Misalnya saja digitalisasi di hampir
seluruh bidang kehidupan manusia terutama pada masa pandemi seperti
sekolah daring, bekerja dari rumah, tur virtual, bahkan beribadah yang
tidak lepas dari digitalisasi. Pergerakan manusia yang dibatasi serta
teknologi yang semakin mempermudah manusia mendorong manusia
menjadi seorang yang destruktif serta inovatif.
Seorang kader seharusnya mampu menjalankan cita-cita perjuangan
secara konsisten disetiap waktu, situasi, dan tempat. Berdasarkan
fungsinya, dalam menjadi kader himpunan yang berkualitas, setiap
anggota terlebih dahulu wajib melalui latihan, pendidikan serta praktikum.
Pendidikan seorang kader baiknya dilaksanakan secara rapi, berencana dan
berkelanjutan yang disertai dengan ilmu dan pengalaman yang mumpuni
untuk mengatasi segala problematika yang ada.
Namun pada kenyataannya seringkali kita melihat ada peristiwa
dimana perkaderan hanya dilakukan sebagai cara yang normative untuk
menggugurkan kewajiban dari tiap tingkatan struktural di HMI tanpa
meninggalkan nilai dan tradisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Sehingga terjadi pendikotomian ilmu dan meninggalkan sisi
perkembangan zaman yang semakin berkembang.
Era Society sebagai teknologi yang terus berkembang dan
mendapatkan popularitas yang semakin luas membuat HMI harus mampu
beradaptasi dalam mengembangkan berbagai aplikasi dalam perkaderan,
khususnya dalam pelatihan, simulasi, dan pengalaman partisipatif.
Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk lebih lanjut meneliti
tentang apa saja yang menjadi hambatan dan memberikan solusi tentang
permasalahan perkaderan HMI di Era Virtual Space ini dengan judul
“Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era Society 5.0”
B. Rumusan Penelitian
Rumusan Penelitian yang ingin peneliti angkat dalam makalah
penelitian ini adalah:
4

1) Apa itu Integrasi-Integrasi-interkoneksi Perkaderan?


2) Bagaimana Hambatan dan Pendorong Perkaderan di Era Society 5.0?
3) Bagaimana Solusi untuk mengatasi Permasalahan Perkaderan Di
EraSociety 5.0?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengenai integrasi-interkoneksi perkaderan di
eraSociety 5.0 dapat mencakup beberapa aspek berikut:
1) Untuk mengetahui potensi dari integrasi-interkoneksi perkaderan
dalam meningkatkan proses perkaderan di HMI
2) Untuk mengevaluasi efektivitas program pelatihan dan simulasi dalam
meningkatkan interaksi, komunikasi, dan kolaborasi antara Lembaga
di HMI. Hal ini dapat melibatkan analisis perbandingan dengan
metode pelatihan tradisional serta pengukuran tingkat keterlibatan dan
kepuasan peserta.
3) Memberikan implikasi yang signifikan yang mempengaruhi integrasi-
interkoneksi perkaderan menggunakan teknologiSociety 5.0, termasuk
aspek teknis, sosial, dan psikologis.
Tujuan penelitian ini akan membantu dalam pemahaman lebih lanjut
tentang potensi, efektivitas, dan implikasi penggunaanSociety 5.0 dalam
memperkuat integrasi-interkoneksi perkaderan di era digital.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Secara Teoritis
Dilihat secara teoritis, manfaat dari penelitian ini diharapkan
mampu untuk:
1) Meningkatkan kesiap-siagaan dan respons darurat dengan
pengalaman yang realistis dan impresif antara pengelola,
pengurus dan panitia dapat dilatih secara psikomotorik dan
mengembangkan kepercayaan diri yang diperlikan untuk
menghadapi situasi darurat yang lebih efektif.
5

2) Meningkatkan nteraksi dan Kolaborasi yang lebih erat antara


stake holder terkait dalam lingkunganSociety yang
memungkinkan percakapan, kerja tim, dan koordinasi yang
lebih baik, unsur perkaderan dapat belajar dari satu sama lain,
membangun hubungan yang lebih kuat, dan meningkatkan
efektivitas dalam menjalankan tugas-tugas perkaderan.
3) Meningkatkan Pelatihan dan Pembelajaran dalam konteks
perkaderan,Society 5.0 dapat menyediakan pengalaman yang
mendalam dan realistis. Penelitian ini dapat membantu
mengidentifikasi metode dan teknik yang efektif dalam
menggunakanSociety 5.0 untuk melatih perkader dengan
lebih baik, termasuk dalam hal keahlian medis, keterampilan
pertolongan pertama, atau strategi manajemen bencana.
b. Secara Praktis
Ditinjau secara Praktis, manfaat dari penelitian ini diharapkan
mampu:
1) Dengan menggunakanSociety 5.0, unsur-unsur perkaderan
dapat terlatih dalam simulasi situasi darurat tanpa
menghadapi risiko fisik yang sebenarnya atau biaya yang
tinggi. Penelitian ini dapat membantu mengukur dampak
penggunaan teknologi ini dalam mengurangi risiko dan biaya
pelatihan, sambil meningkatkan efektivitas dan kualitas
kesiapsiagaan perkaderan.
2) Dengan mempelajari integrasi dan interkoneksi perkaderan di
eraSociety 5.0, penelitian ini dapat merangsang inovasi dan
pengembangan teknologi yang lebih baik untuk keperluan
perkaderan. Hal ini dapat melibatkan pengembangan aplikasi
atau perangkat keras yang lebih canggih, penggunaan data
virtual yang lebih cerdas, atau pengembangan metode
pelatihan yang lebih efektif.
6

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang manfaat


penggunaanSociety 5.0 dalam perkaderan, penelitian ini dapat
memberikan kontribusi signifikan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan, respons darurat, dan efektivitas kerja perkaderan
dalam menghadapi berbagai tantangan di era digital.
E. Metode Penelitian
Karena metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain
secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah. Metode penelitian kualitatif muncul karena terjadi
perubahan paradigma dalam memandang suatu fenomena atau realitas atau
gejala. Dalam penggunaan metode penelitian kualitatif, maka perlu untuk
memahami tentang metode tersebut.
Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif menggabungkan
kedua variabel tersebut dengan tujuan untuk mendeskripsikan Integrasi-
Interkoneksi Perkaderan Di EraSociety yang berorientasi pada relevansi
pelatihan dengan menggunakan metode analisis komparatif.
F. Kerangka Konseptual
Kerangka Penelitian adalah konsep pada penelitian yang saling
berhubungan, dimana penggambaran variable satu dengan lainnya bisa
terkoneksi secara detail dan sistematis. Hal tersebut dilakukan agar
penelitian lebih dipahami karena nantinya dalam laporan penelitiannya
bisa runtut.
Tujuan diciptakannya kerangka konsep ini adalah erat kaitannya
dengan isu dan topik permasalahan yang hendak diteliti. Dimana kerangka
ini adalah hasil analisis dan tinjauan pustaka. Adapun kerangka konseptual
dari makalah ini adalah:
7

Kerangka konseptual ini menggambarkan hubungan kompleks antara


Integrasi-Interkoneksi Perkaderan,Society 5.0, dan pencapaian organisasi
yang ideal.
Pengaruh positif dari kepemimpinan transformasional dan motivasi
intrinsik pada individu dan organisasi berpotensi menciptakan lingkungan
kerja yang dinamis, termotivasi, dan berhasil:

Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di EraSociety 5.0

Pengertian Integrasi-Interkoneksi Perkaderan


di Era Society 5.0 Permasalahan Perkaderan HMI Di era Society
Faktor Penghambat dan Pendukung 5.0
Perkaderan di era Society 5.0 Faktor Penghambat dan Pendukung Perkaderan
Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era HMI di Era Society 5.0
Society 5.0” Virtual Reality sebagai Solusi Perkaderan di
Era Society 5.0

Hasil Pembahasan
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Integrasi-Interkoneksi Perkaderan
a. Pengertian Integrasi-Interkoneksi
Integrasi dan interkoneksi merupakan dua kata yang saling
berkaitan integrasi berkaitan dengan memadukan atau menyatukan
sedangkan interkoneksi berkaitan dengan keterhubungan (Sugilar,
2019).
Diskursus integrasi-interkoneksi sejak kemunculannya
dipermukaan sepuluh tahun silam, dewasa ini kian gencar
diperbincangkan (Hidayat, 2014).
“Integrasi-interkoneksi” memang kata yang mudah diucapkan,
akan tetapi “sulit” diimplementasikan. Sebab menjelaskan
pemahaman, wawasan, penguasaan tidak hanya satu disiplin ilmu yang
menjadi fokus keahliannya saja, akan tetapi juga persinggungan
(intersection) dengan ilmu-ilmu yang lain, bahkan inter dan
multidispliner. Tidak hanya itu, kemampuan mendialogkan,
menghubungkan, dan praktik-aplikatif ilmu juga sangat diperlukan
untuk menjadikan konsep integrasi-interkoneksi benar-benar
membumi dan applicable.
Konsep dan praktik integrasi-interkoneksi sangat dibutuhkan untuk
mempersempit ruang dualisme atau dikotomi ilmu yang memisahkan
antara pendidikan umum dari pendidikan agama yang kemudian
berdampak pada pemisahan dan pemilahan kesadaran keagamaan dan
ilmu pengetauan umum. Hal ini pada tataran operasionalnya nampak
pada pemisahan antara madrasah dan sekolah, mata pelajaran umum
dan mata pelajaran agama, Fakultas Agama dan Fakultas Umum, dan
lain-lain (Machali, 2016).

7
Pandangan dikotimistis ini menurut Fazlur Rahman, menjadi
penyebab kemunduran penguasaan ilmu pengetahuan di dunia Islam,
meskipun problem dikotomik sesungguhnya bukanlah hal yang baru

8
7

Integrasi adalah upaya memadukan ilmu umum dan ilmu agama


(Islam). Integrasi ini dalam pandangan Amin Abdullah akan
mengalami kesulitan dalam memadukan studi Islam dan umum yang
kadang tidak saling akur karena keduanya ingin saling mengalahkan,
oleh karena itu diperlukan adanya gagasan interkoneksi (Machali,
2016).
Interkoneksi menurut Amin Abdullah adalah usaha memahami
kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia,
setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama (termasuk
agama Islam, dan agama-agama lain) keilmuan sosial, humaniora,
maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerjasama, saling
tegur sapa, saling membutuhkan, saling koreksi, dan saling
berhubungan antardisiplin keilmuan.
b. Pengertian Perkaderan
Dalam sehari-hari perkaderan bisa juga disebut terminologi
training ataupun pelatihan. Dalam hasil kongres HMI di Kediri
disebutkan bahwa perkaderan adalah usaha organisasi yang
dilaksanakan secara sadar dan sistematis, selaras dengan pedoman
perkaderan HMI (Pedoman Perkaderan HMI, 2021) sehingga
memungkinkan seorang kader HMI mengaktualisasikan potensi
dirinya menjadi seorang kader muslim, intelektual professional yang
memiliki kualitas insan cita. Dalam sebuah perkaderan pasti terdapat
macam-macam Latihan atau training yang ada di dalamnya.
Pelatihan merupakan hal yang penting, karena keduanya
merupakan cara yang digunakan organisasi untuk mempertahankan,
menjaga, memelihara anggota dalam organisasi dan sekaligus
produktivitasnya (Teguh, 2003). Lain halnya dengan Andrew E.Sikula
mengemukakan bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses
pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis
dan terorganisir (Mangkunegara, 2006).
8

Pelatihan atau kaderisasi merupakan hal terpenting dalam


organisasi. Tanpa adanya kaderisasi, organisasi tidak akan dapat
meneruskan eksistensinya. Bisa dibilang, urat nadi organisasi adalah
kaderisasi sehingga hampir seluruh organisasi memiliki sebuah
biro/divisi kaderisasi. Kaderisasi merupakan alat atau cara cara yang
digunakan untuk menanamkan pemahaman/doktrin kepada calon
anggota agar mereka dapat mengenal organisasi lebih mendalam
sehingga memahami karakteristik, kultur, potensi, arah dan tujuan
organisasi tersebut. Oleh karena itu, sebuah keharusan bagi setiap
organisasi untuk melakukan kaderisasi.
c. Pengertian Kader
Berbicara tentang perkaderan (training) tentunya tidak lepas dari
objek atau individu yang diberikan pelatihan (training) yang mana
dalam HMI individu tersebut dinamakan kader. Eksistensi suatu
organisasi apapun, apalagi lembaga-lembaga kemahasiswaan sebagai
sumber rekruitmen kepemimpinan bangsa di masa depan, pasti
memerlukan kader.
Kader adalah anggota inti organisasi, mereka ini adalah ujung
tombak dan penggerak organisasi (organizational mover). Karenanya
mereka harus memiliki pandangan, visi, dan ideologi organisasi
tersebut. Sebagaimana disebutkan bahwa setiap kader memerlukan
sosialisasi politik dan pendidikan politik.
Menurut AS Hornby (dalam Kamusnya Oxford Advance Learner’s
Dictionary) dijelaskan, pengertian kader adalah sekelompok orang
yang terorganisir secara terus menerus dan akan mejadi tulang
punggung bagi kelompok yang lebih besar. Hal ini dapat dijelaskan,
first, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal
aturan-aturan permainan organisasi dan tidak bermain sendiri (alone
play) sesuai dengan selera pribadi. Dalam pemahaman memaknai
perjuangan (struggle) sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-
nilai keislaman (islamic values) yang membebaskan (leberation force),
9

dan memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas


(musthadafin).Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi adalah
AD/ART HMI, pedoman perkaderan dan pedoman serta ketentuan
organisasi lainnya. second, seorang kader mempunyai komitmen yang
terus-menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi
utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan dan
melkasankan kebenaran. third, seorang kader memiliki bobot dan
kualitas sebagai
tulang punggung (backbone) atau kerangka yang mampu
menyangga kesatuan komunitas (community unity) manusia yang
lebih besar. Jadi fokus penekanan kaderisasi adalah pola aspek
kualitas. fourth, seorang kader memiliki visi dan perhatian yang serius
dalam merespon dinamika lingkungannya dan mampu melakukan
“sosial engineering”.
Tugas kader-kader HMI adalah untuk melibatkan sisi-sisi derivasi
anekaragam pemikiran, dengan peningkatan intensitas dan kualitas
diskursus keislaman di setiap tingkat organisasi. Jika bisa dilaksanakan
dengan baik, maka bisa diperkirakan akan muncul generasi baru
pemikir Islam di Indonesia.
d. Maksud Dan Tujuan Perkaderan
Maksud dan tujuan perkaderan adalah usaha yang dilakukan
dalam rangka mencapai tujuan orgnanisasi melalui proses sadar dan
sistematis sebagai alat transformasi nilai keislaman (islamic value)
dalam prosres rekayasa peradaban melalui pembentukan kader
berkualitas muslim-intelektual-profesional sehingga berdaya guna
dan berhasil guna sesuai dengan pedoman perkaderan HMI.
Segala usaha pembinaan yang mengarah pada peningkatan
kemampuan mentransformasikan ilmu pengetahuan kedalam
perbuatan nyata sesuai denagn disiplin ilmu yang ditekuninya secara
konsepsional, sistematis dan praktis untuk mencapai prestasi kerja
yang maksimal sebagai perwujudan amal saleh.
10

Penjelasan dari membentuk kader yang muslim-intelektual-


profesional ialah, muslim (integritas watak dan kepribadian
muslim), yakni kepribadian yang terbentuk sebagai pribadi muslim
yang menyadari tanggung jawab kekhalifahannya di muka bumi,
sehingga citra akhlakul kharimah senantiasa tercermin dalam pola
pikir, sikap dan perbuatannya, dan juga intelektual yakni segala
usaha pembinaan yang mengarah pada penguasaan dan
pengembangan ilmu (science development) pengetahuan (knowledge)
yang senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai Islam (islamic values).
Serta profesional sehingga berdaya guna dan berhasil guna sesuai
dengan pedoman perkaderan HMI. Segala usaha pembinaan yang
mengarah pada peningkatan kemampuan, mentransformasikan
pengethuan kedalam kedalam perbuatan nyata sesuai dengan disiplin
ilmu yang ditekuninya secara konsepsional, sistematis, dan praksis
untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal sebagai perwujudan
amal saleh.
Setelah melihat berbagai penjelasan di atas, peneliti dapat
meyimpulkan pentingnya integrasi dan interkoneksi dalam perkaderan,
serta peran penting kader dalam mewujudkan tujuan organisasi. Dalam
perkaderan, kaderisasi menjadi kunci untuk membentuk individu yang
memiliki pemahaman mendalam tentang organisasi dan mampu
berkontribusi secara maksimal. Tujuan perkaderan adalah menciptakan
kader yang berintegritas, berpengetahuan, dan profesional dalam
mewujudkan nilai-nilai keislaman.
B. Era Society 5.0
a. Pengertian Era Society 5.0
Era disrupsi merupakan masa terjadinya inovasi dan perubahan
secara massif. Masifnya inovasi itulah yang bisa mengubah berbagai
sistem dari pola lama ke baru. Menurutny, mahasiswa bisa turut
berkontribusi seminimal mungkin dengan cara beradaptasi dengan
segala perubahan. Hal ini disebabkan oleh evolusi cepat teknologi
11

informasi dan komunikasi membawa perubahan drastis bagi


masyarakat dan industri. Transformasi digital akan menciptakan nilai-
nilai baru dan menjadi pilar kebijakan industri di banyak negara.
Untuk mengantisipasi tren global seperti itu, "Masyarakat 5.0"
disajikan sebagai konsep inti dalam Rencana Dasar Sains dan
Teknologi ke-5, yang diadopsi oleh Kabinet Jepang pada bulan Januari
2016. Itu diidentifikasi sebagai salah satu strategi pertumbuhan untuk
Jepang. Masyarakat 5.0 juga merupakan bagian inti dari "Strategi
Investasi untuk Masa Depan 2017: Reformasi untuk Mencapai
Masyarakat 5.0” (Handayani, 2020).
Jika ditinjau dengan analisis sosial evolusi yang signifikan dan
tidak terduga ini dinamakan Era VUCA (Volatility, Uncertainty,
Complexity, dan Ambiguity) Istilah ini diciptakan oleh Warren
Bennis dan Burt Nanus, dua orang pakar ilmu bisnis dan
kepemimpinan dari Amerika. Dunia VUCA artinya dunia yang kita
hidupi sekarang, dimana perubahan sangat cepat, tidak terduga,
dipengaruhi oleh banyak faktor yang sulit dikontrol, dan kebenaran
serta realitas menjadi sangat subyektif. Perkembangan teknologi dan
informasi menjadi salah satu pengaruh terbesar dari perubahan ini.
b. Latar belakang terjadinya era society 5.0
Latar belakang dari era Society 5.0 dapat dipahami melalui
perkembangan masyarakat dan teknologi yang merupakan kelanjutan
dari perkembangan teknologi dalam Revolusi Industri keempat
(Industry 4.0). Revolusi Industri keempat ditandai dengan adopsi
teknologi digital seperti kecerdasan buatan, robotika, internet of things,
dan komputasi awan. Pada era ini, terjadi integrasi antara dunia fisik
dan dunia digital, yang mengubah cara kerja dan kehidupan manusia.
Society muncul sebagai tanggapan terhadap tantangan sosial yang
kompleks dan mendesak yang dihadapi oleh manusia, seperti
perubahan iklim, urbanisasi yang cepat, perubahan demografi,
kesenjangan sosial, dan masalah kesehatan. Era ini menekankan pada
12

penggunaan teknologi untuk mencari solusi yang berkelanjutan dan


inklusif terhadap tantangan-tantangan tersebut.
Di mana dalam Perkembangannya lahirnya teknologi kecerdasan
buatan, big data, analitik, dan konektivitas telah memungkinkan
pengumpulan, analisis, dan penggunaan data yang besar dan kompleks.
Hal ini membuka peluang untuk mengoptimalkan pengambilan
keputusan, pelayanan publik, dan pengelolaan sumber daya melalui
pemanfaatan teknologi cerdas dan Perkembangan teknologi
komunikasi, terutama internet dan perangkat mobile, telah mengubah
cara orang berinteraksi dan berbagi informasi. Akses yang mudah
terhadap informasi dan konektivitas global telah membuka peluang
baru untuk berkolaborasi, berkomunikasi, dan berpartisipasi dalam
skala yang lebih besar.
Di era ini juga terdapat pergeseran nilai-nilai dan paradigma dalam
masyarakat, di mana manusia semakin menyadari pentingnya
keberlanjutan, inklusivitas, dan keseimbangan antara kemajuan
teknologi dan kesejahteraan manusia. Era Society 5.0 menekankan
pada pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana teknologi
digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, pemerataan
kesempatan, dan keadilan sosial.
Melalui perkembangan tersebut, era Society 5.0 muncul sebagai
konsep yang menggabungkan kecerdasan buatan, teknologi digital, dan
nilai-nilai kemanusiaan untuk menciptakan masyarakat yang lebih
berkelanjutan, inklusif, dan inovatif. Era ini menawarkan peluang
untuk memanfaatkan teknologi secara bijak guna mengatasi berbagai
tantangan sosial dan mencapai kesejahteraan yang lebih baik bagi
seluruh masyarakat
c. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Perkaderan HMI di
Era Disrupsi 5.0
Dalam era disrupsi 5.0, perkaderan HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam) dihadapkan pada sejumlah faktor penghambat dan pendukung
13

yang dapat mempengaruhi jalannya perkaderan. Berikut adalah


beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkaderan HMI di era
disrupsi 5.0:
Adapun Faktor-faktor Penghambat Perkaderan di Era Disrupsi di
antara lain
1) Perubahan Pola Pemikiran: Disrupsi 5.0 dapat membawa
perubahan pola pemikiran dan nilai-nilai dalam masyarakat yang
dapat mempengaruhi minat dan partisipasi dalam perkaderan.
Mungkin ada tren yang lebih individualistik atau kurangnya minat
dalam keterlibatan dalam organisasi seperti HMI.
2) Persaingan Teknologi dan Media Sosial: Perkembangan teknologi
dan media sosial dapat menyebabkan gangguan dalam perkaderan.
Siswa mungkin lebih tertarik dengan media sosial dan platform
online lainnya, sehingga mengurangi waktu dan minat mereka
dalam berpartisipasi dalam kegiatan perkaderan.
3) Kurangnya Kesadaran akan Keberagaman: Era disrupsi 5.0 juga
dapat menyebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya inklusi
dan keberagaman dalam perkaderan. Jika tidak ada upaya yang
cukup untuk mempromosikan keberagaman dan inklusi dalam
HMI, hal ini dapat menjadi penghambat dalam menarik minat
anggota baru.
4) Perubahan Lingkungan Pendidikan: Perubahan dalam lingkungan
pendidikan, termasuk penekanan yang lebih besar pada pencapaian
akademik dan persaingan yang lebih intens, dapat mengalihkan
perhatian siswa dari keterlibatan dalam perkaderan. Faktor-faktor
ini dapat menyebabkan kurangnya waktu dan energi yang tersedia
untuk berpartisipasi secara aktif dalam organisasi.
Adapun Faktor Pendukung dari Perkaderan HMI di Era Disrupsi di
antara lain:
1) Teknologi sebagai Alat Komunikasi dan Pengorganisasian: Era
disrupsi 5.0 juga menyediakan teknologi yang dapat digunakan
14

untuk komunikasi dan pengorganisasian yang lebih efisien.


Penggunaan aplikasi, platform daring, dan media sosial dapat
memfasilitasi komunikasi antar-kader dan mempermudah
koordinasi kegiatan perkaderan.
2) Akses terhadap Informasi dan Sumber Daya: Kemajuan teknologi
informasi memberikan akses yang lebih luas terhadap informasi
dan sumber daya yang relevan dengan perkaderan. Anggota HMI
dapat mengakses bahan bacaan, riset, dan pengalaman dari sumber-
sumber online yang dapat memperkaya pengetahuan dan
keterampilan mereka.
3) Kesadaran akan Tantangan dan Perubahan Sosial: Era disrupsi 5.0
juga meningkatkan kesadaran akan tantangan dan perubahan sosial
yang mempengaruhi masyarakat. Ini dapat memotivasi kader HMI
untuk terlibat dalam upaya perubahan dan pengembangan
masyarakat yang lebih baik.
4) Kolaborasi dan Jaringan: Era disrupsi 5.0 juga memungkinkan
kolaborasi yang lebih mudah antara organisasi dan individu
melalui platform daring. HMI dapat memanfaatkan kolaborasi dan
jaringan ini untuk mengembangkan program dan proyek yang lebih
efektif dan berdampak positif.
Dalam menghadapi faktor-faktor penghambat dan pendukung ini,
HMI perlu mengembangkan strategi yang adaptif dan responsif untuk
menjaga relevansi dan daya tarik organisasi di era disrupsi 5.0. Hal ini
dapat mencakup penggunaan teknologi secara efektif, meningkatkan
kesadaran akan keberagaman dan inklusi, serta berkolaborasi dengan
pihak lain untuk mencapai tujuan perkaderan yang lebih luas.
d. Virtual Reality sebagai Solusi Perkaderan HMI di Era Disrupsi
5.0
Dalam era disrupsi 5.0, Virtual Reality (VR) dapat menjadi solusi
yang inovatif dalam perkaderan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
15

Berikut ini adalah beberapa cara di mana VR dapat digunakan sebagai


solusi perkaderan HMI di era disrupsi 5.0 di antara lain:
1) Simulasi Kegiatan dan Pengalaman Interaktif: VR memungkinkan
kader HMI untuk mengalami simulasi kegiatan dan pengalaman
interaktif yang realistis. Misalnya, mereka dapat menggunakan VR
untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan, simulasi debat atau
dialog antaragama, atau pengalaman lapangan dalam pengabdian
masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan keterlibatan dan
pemahaman kader dalam konteks yang aman dan terkendali.
2) Pelatihan Keterampilan: VR dapat digunakan untuk melatih
keterampilan yang relevan dengan perkaderan, seperti kemampuan
berbicara di depan umum, keterampilan negosiasi, atau manajemen
konflik. Melalui penggunaan VR, kader HMI dapat berlatih secara
intensif dalam lingkungan virtual yang mirip dengan situasi nyata,
sehingga meningkatkan kompetensi mereka.
3) Keterlibatan Virtual dalam Diskusi dan Kolaborasi: Dalam era
disrupsi 5.0, di mana pertemuan fisik sering sulit diatur, VR dapat
menjadi alternatif untuk kader HMI terlibat dalam diskusi dan
kolaborasi. Mereka dapat menggunakan platform VR untuk
berpartisipasi dalam pertemuan virtual, diskusi kelompok, atau
proyek bersama, sehingga tetap terhubung dan produktif dalam
lingkungan virtual yang imersif.
4) Peningkatan Aksesibilitas dan Inklusivitas: VR dapat membantu
meningkatkan aksesibilitas dan inklusivitas perkaderan HMI.
Dengan menggunakan teknologi VR, anggota HMI yang berada di
lokasi yang jauh atau memiliki keterbatasan fisik dapat tetap
terlibat dan merasakan pengalaman yang serupa dengan anggota
lainnya. Hal ini dapat memperluas basis anggota dan meningkatkan
partisipasi aktif dalam perkaderan.
5) Penggunaan Konten Pendidikan dan Inspiratif: VR dapat
digunakan untuk menghadirkan konten pendidikan dan inspiratif
16

yang menarik dan memotivasi kader HMI. Mereka dapat


mengunjungi situs-situs bersejarah, masjid-masjid terkenal, atau
melihat presentasi yang menginspirasi dalam lingkungan VR. Hal
ini dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih
mendalam dan mendorong semangat dalam perkaderan.

C. Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era Society 5.0


Penggabungan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Era Society 5.0
menuntut integrasi antara ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mencapai
kemajuan yang lebih besar dalam perkaderan. Para kader HMI perlu
memadukan pengetahuan tentang agama, ilmu sosial, ilmu komputer,
kecerdasan buatan, dan teknologi lainnya agar dapat beradaptasi dengan
cepat dalam era yang terus berubah.
Integrasi dan interkoneksi perkaderan melibatkan interaksi antara
berbagai disiplin ilmu, seperti agama, politik, sosial, ekonomi, dan
teknologi. Para kader HMI perlu memiliki pemahaman yang holistik dan
mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi
kompleksitas masalah yang dihadapi oleh masyarakat, seperti kecerdasan
buatan, big data, Internet of Things (IoT), dan komputasi awan, untuk
memperkuat integrasi dan interkoneksi. Misalnya, penggunaan aplikasi,
platform daring, dan media sosial dapat memfasilitasi komunikasi,
kolaborasi, dan pertukaran informasi antara kader HMI.
Integrasi-interkoneksi perkaderan di era Society 5.0 juga mencakup
pemahaman multikultural dan penghargaan terhadap keragaman
masyarakat. Para kader HMI perlu mampu memahami dan menghargai
perbedaan budaya, agama, dan pandangan dunia untuk menciptakan
lingkungan yang inklusif dan memperkuat hubungan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat.
Era Society 5.0 dihadapkan pada tantangan sosial yang kompleks,
seperti perubahan iklim, kesenjangan sosial, dan transformasi teknologi.
Integrasi-interkoneksi perkaderan melibatkan pemahaman mendalam
17

tentang tantangan-tantangan ini dan upaya kolaboratif untuk


menghadapinya. Para kader HMI perlu memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman yang holistik untuk berkontribusi secara
efektif dalam mengatasi tantangan-tantangan ini.
Integrasi-interkoneksi perkaderan di era Society 5.0 memberikan
kesempatan untuk menciptakan perkaderan yang lebih efektif dan adaptif
dalam menghadapi dinamika masyarakat.
Dengan memadukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai
manusia, perkaderan dapat menjadi kekuatan yang kuat dalam membawa
perubahan positif dan memajukan masyarakat ke arah yang lebih
berkelanjutan dan inklusif.
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Integrasi-Interkoneksi Perkaderan merujuk pada konsep
menggabungkan dan menghubungkan berbagai aspek dan elemen dalam
perkaderan. Ini melibatkan penggabungan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dari berbagai disiplin ilmu, keahlian, dan pengalaman untuk
mencapai tujuan perkaderan yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Integrasi-Interkoneksi Perkaderan bertujuan untuk menciptakan
perkaderan yang lebih efektif, holistik, dan adaptif dalam menghadapi
dinamika masyarakat dan tantangan zaman. Melalui pendekatan ini,
perkaderan dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam
mencapai perubahan positif, pembangunan sosial, dan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Adapun yang menjadi hambatan dalam proses perkaderan di Era
Disrupsi 5.0 diantaranya:
1) Perubahan Pola Pemikiran
2) Persaingan Teknologi dan Media Sosial
3) Kurangnya Kesadaran akan Keberagaman
4) Perubahan Lingkungan Pendidikan
Adapun Faktor Pendukung dari Perkaderan HMI di Era Disrupsi di
antara lain:
1) Teknologi sebagai Alat Komunikasi dan Pengorganisasian
2) Akses terhadap Informasi dan Sumber Daya
3) Kesadaran akan Tantangan dan Perubahan Sosial
4) Kolaborasi dan Jaringan
Dalam era disrupsi 5.0, Virtual Reality (VR) dapat menjadi solusi yang
inovatif dalam perkaderan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Berikut ini
adalah beberapa cara di mana VR dapat digunakan sebagai solusi
perkaderan HMI di era disrupsi 5.0 di antara lain:

18
19

1) Simulasi Kegiatan dan Pengalaman Interaktif


2) Pelatihan Keterampilan
3) Keterlibatan Virtual dalam Diskusi dan Kolaborasi
4) Peningkatan Aksesibilitas dan Inklusivitas
5) Penggunaan Konten Pendidikan dan Inspiratif

B. Penutup
Alhamdulillah, Peneliti dapat menyelesaikan makalah penelitian yang
berjudul " Integrasi-Interkoneksi Perkaderan di Era Society 5.0".
Penulis sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, peneliti
membutuhkan kritik membangun guna perbaikan makalah ini
Kedepannya.
Atas segala kebaikan dan dan bantuannya penulis ucapkan terimakasih

Bandung, 14 Juli 2023

Farhan Wildan Muharam


20

DAFTAR PUSTAKA

 Asysyari Abdullah, S. M. (2022, Februari Rabu). UIN Sultan Syarif Kasim


Riau. Retrieved from HMI di Era Society 5.0 (Catatan Diesnatalis ke-75
HMI): https://www.uin-suska.ac.id/2022/02/16/hmi-di-era-society-5-0-
catatan-diesnatalis-ke-75-hmi-oleh-assyari-abdullah-s-sos-m-i-kom/

 Handayani, N. N. ( 2020). Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era Society


5.0. Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya.

 HASIL-HASIL KONGRES KE XXX, SURABAYA. (n.d.).

 Hidayat, M. (2014). PENDEKATAN INTEGRATIF-INTERKONEKTIF:


TINJAUAN PARADIGMATIK DAN IMPLEMENTATIF DALAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. TA’DIB, 277.

 Islam, H. M. (2021). Pedoman Perkaderan HMI. Surabaya: Himpunan


Mahasiswa Islam.

 Machali, I. (2016). PENDEKATAN INTEGRASI-INTERKONEKSI


DALAM KAJIAN MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
ISLAM. Jurnal El-Tarbawi, 33.

 Mangkunegara, A. P. (2006). Perencanaan dan Pengembangan Sumber


Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama.

 Sugilar, H. (2019). Integrasi, Interkoneksi Matematika Agama dan


Budaya. Jurnal Analisa. Retrieved from
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/index

 Teguh, A. (2003). Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Graha


Ilmu.
21

CURICULUM VITAE
CALON PESERTA INTERMEDIATE TRAINING LATIHAN KADER II
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG TASIKMALAYA 2023
a. Biodata

Nama : Farhan Wildan Muharam


Tempat Tanggal Lahir : Garut, 28 Maret 2001
Alamat : Jl. Subyadinata Kp. Mekarsari Ds. Jayaraga RT
03/05 Kec. Tarogong Kidul Kab. Garut

E-mail : farhanwildan04@gmail.com
No Hp : 0859-6233-8518
Jenjang Pendidikan : S-1 (Agroteknologi)
Moto Hidup : Berpikir Keras, Lakukan Dengan Cerdas

b. Jenjang Pendidikan

Jenjang Pendidikan Nama Instansi Tahun


SD/Se-Derajat SDN Jayaraga 1 Garut 2007-2013
SMP/Se-Derajat MTsN I Garut 2013-2016
SMA/Se-Derajat MAN I GARUT 2016-2019
S-1 UIN SGD BANDUNG 2019-Sekarang
S-2
S-3

c. Jenjang Pelatihan di HMI

Jenjang Pelatihan Komisariat/Cabang/Badko Tahun


LK-1 HMI Komisariat Saintek Cabang 2019
Kabupaten Bandung
LK-II
LK-III
Senior Course
LKK
Training Lainnya
22

d. Pengalaman Organisasi

Asal Instansi Jabatan Periode


Himpunan Mahasiswa Anggota Sosial 2019-2020
Agro Teknologi Kemasyarakatan
(HIMAGI)
Himpunan Mahasiswa Anggota Sosial 2020-2021
Agro Teknologi Kemasyarakatan
(HIMAGI)
Himpunan Mahasiswa Ketua Umum 2021-2022
Agro Teknologi
(HIMAGI)

e. Pengalaman Organisasi Di HMI

Tingkatan Jabatan Periode

Komisariat Anggota P3A 2021-2022

Cabang

Badko

PB

Bandung, 14 Juli 2023


Tertanda

Anda mungkin juga menyukai