RIZKY PATTIASINA
Makalah Kode ( D )
DISUSUN OLEH
RIZKY PATTIASINA
INTERMEDIATE TRAINING
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG MERAUKE 29 JANUARI – 05 FEBRUARI 2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kepada
penulis hingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa kekurangan suatu
apapun.
Dewasa ini dunia telah mencapai aspek kehidupan manusia yang mengalami
perubahan akibat adanya arus globalisasi. Perubahan tersebut menyentuh bidang
ekonomi, sosial, budaya dan politik. Globalisasi merupakan mengglobalnya sosiokultur
antar bangsa sehingga kultur antar bangsa di dunia “seolah – olah telah melebur menjadi
kultur dunia (global).” Akibatnya hubungan antar bangsa semakin dekat. HMI sebagai
organisasi mahasiswa harus menentukan posisi dan arah pergerakan ditengah arus
globalisasi, sehingga terus bisa eksis dan menawarkan gagasan – gagasan baru.
Makalah ini disusun untuk membedah dan merumuskan konsep untuk HMI.
Syukur Alhamdulillah, makalah yang bertema “FORMULASI HMI DALAM
MENJAWAB PROSPEK DAN TANTANGAN GLOBAL” mampu terselesaikan
dengan baik. Didalam makalah ini, penulis berusaha menyajikan gambaran umum
globalisasi, potensi, tantangan, harapan organisasi dan relevansi gerakan HMI dalam
dunia global.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
menterjemahkan tantangan – tantangan internal atau eksternal organisasi, bahkan
individu dalam organisasi. Sebagai organisasi perjuangan makanya HMI harus terus
berjuang dengan dinamika yang terjadi. Selain itu sebagai kader umat dan bangsa
maka HMI harus mencetak kader yang survive untuk terus mewujudkan tujuan HMI
yaitu “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
Subhanahu wata’ala”. Dengan segala potensi yang dimiliki HMI, maka rumusan
konsep action harus disusun dalam sebuah gerakan yang terstruktur dan sistematis.
peran sebagai cendikiawan mesti di upgrade ke titik maksimal dan bersiap pada
seluruh dinamika kebangsaan dan juga pada skala global. Sebab kecenderungan
berkembangnya globalisasi semakin tak terbendung, saat yang sama kita belum bisa
merumuskan bagaimana HMI menghadapi hal tersebut.
Permasalahan yang yang ingin dinampakkan dalam kajian makalah ini sebagai
berikut :
3) Tantangan apa yang dihadapi HMI kini dan yang akan datang ?
1.3 Tujuan
1.4 Metodologi
5
menggunakan metode pustaka, berbagai referensi dari artikel koran serta pencarian
situs website dan sebagainya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Globalisasi
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur – unsur baru akibat adanya arus
pertukaran informasi melalui media cetak dan elektronik melampaui batas ruang dan
waktu. Globalisasi menciptakan kondisi perubahan yang cepat, semua jalan
perubahan dari revolusi cyber hingga liberalisasi perdagangan, homogenisasi barang-
barang konsumsi dan jasa di seluruh dunia dan ekspor berorientasi pertumbuhan,
semua merupakan komponen dari fenomena globalisasi (Hucysnki et al., 2002).
Globalisasi terbentuk karena adanya perkembangan teknologi informasi yang
semakin pesat, sehingga memudahkan setiap individu untuk berkomunikasi satu
dengan yang lain meski di pisahkan oleh letak geografis yang jauh. Artinya dengan
perkebangan teknologi informasi menyebabkan hilangnya batas ruang dan waktu
yang berlaku di seluruh dunia. Kemudian, penemuan – penemuan alat komunikasi,
transportasi, produksi, dll, telah mengakselerasi proses globalisasi sehingga
memunculkan perubahan sosial akibat dari perkembangan teknologi yang
memfasilitasi terjadinya pertukaran budaya dan transaksi ekonomi internasional.
Dalam konteks ini, gagasan globalisasi tampak sering dipakai untuk memaknai
perluasan dan pendalaman arus perdagangan, modal, teknologi, informasi
internasional dalam sebuah pasar global yang saling terintegrasi. Pandangan lain dari
globalisasi yang dikemukakan oleh held (2000: 397), menyatakan bahwa globalisasi
dapat dipahami sebagai perubahan – perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial
yang berkombinasi dengan pembentukan kesalinghubungan regional dan global yang
unik, yang lebih ekstensif dan intensif dibandingkan dengan periode sebelumnya,
yang menantang dan membentuk kembali komunitas politik, dan secara spesifik,
negara modern.
Perubahan yang dimaksud di antaranya adalah bidang hak asasi manusia,
yang memastikan bahwa kedaulatan nasional tidak dapat menjamin legitimasi suatu
negara dalam hukum internasional; fenomena lingkungan, dalam bentuk pemanasan
global akibat kebocoran lapisan ozon dan meningkatnya gas emisi; revolusi di bidang
informasi dan teknologi informasi yang semakin memperluas 5 jangkauan dan
7
intensitas semua alat jaringan sosiopolitik dalam lintas batas teritorial negara bangsa;
dan deregulasi pasar – pasar kapital yang semakin memperkuat kekuasaan kapital
dengan memberinya sejumlah pilihan untuk „keluar („exit‟) dalam hubunganya
dengan buruh dan negara (Winarno, 2007).
Bila semua pandangan itu kombinasikan, idea atau gagasan globalisasi dapat
kita pahami sebagai suatu kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan
masyarakat domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Artinya,
bahwa suatu bentuk perilaku kehidupan, seperti pertukaran barang dan jasa, tidak
hanya pertukaran modal, tetapi juga hal-hal lain semacam perkembangan ide-ide
mengenai demokratisasi, hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup, migrasi
atau berbagai fenomena human trafficking yang melintas batas-batas lokalitas dan
nasional kini merupakan fenomena umum yang berlangsung hingga ke tingkat
komunitas paling lokal sekalipun (Arfani 2010: 1).
Globalisasi terjadi bila mana beberapa faktor penyebabnya sudah mengalami
perubahan. Globalisasi terjadi karena faktor – faktor nilai budaya luar, seperti :
a) Selalu meningkatkan pengetahuan
b) Patuh hukum
c) Kemandirian
d) Keterbukaan
e) Rasional
f) Kemampuan memprediksi
g) Efisiensi dan produktifitas
h) Keberanian bersaing
i) Manajemen resiko.
Globalisasi dapat terjadi melalui berbagai saluran. Dimana saluran tersebut
akan mempermudah pengaruh yang akan berpontensi menimbulkan perubahan –
perubahan dalam sosial-kultur, individu – kelompok, masyarakat – umat. Saluran
tersebut di antaranya :
a) Lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan
b) Lembaga keagamaan
c) Indutri internasional dan lembaga perdagangan
d) Wisata mancanegara
8
e) Saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional
f) Lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional.
Akibat yang ditimbulkan dari sebuah fenomena globalisasi tidak sepenuhnya
negatif. Ada sisi lain yang bernilai positif dari globalisasi. Berikut adalah dampak
yang bernilai positif dan negatif dari globalisasi.
9
1. Meningkatkan pembelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup,
pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa
lain yang telah maju.
2. Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin,
mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagtainya.
Dampak negatif globalisasi bidang sosial budaya :
1. Semakin mudahnya nilai-nilai barat masuk ke Indonesia baik melalui
internet, media televisi, maupun media cetak yang banyak ditiru oleh
masyarakat.
2. Semakin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal yang
melahirkan gaya.
3. Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka
merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya.
Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk social.
4. Semakin lunturnya semangat gotong-royong, solidaritas, kepedulian, dan
kesetiakawanan sosial sehingga dalam keadaan tertentu/ darurat,
misalnya sakit,kecelakaan, atau musibah hanya ditangani oleh segelintir
orang.
10
3. Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa
4. Kurang bersaingnya produk-produk lokal dengan produk luar yang
membanjiri pasar di masyarakat.
Ibarat seorang manusia yang memiliki masa – masa optimal dalam hidupnya,
begitu juga dengan HMI. Diusia yang tidak muda lagi yaitu 75 tahun HMI saat ini
telah memasuki masa dimana mengalami banyak kejumudan dan permasalah yang
semakin kompleks. Prof. DR. H. Agussalim Sitompul dalam bukunya 44 Indikator
Kemunduran HMI, telah mengungkapkan secara gamblang kemunduran yang dialami
HMI sejak tahun 1980, selama 26 tahun. Banyaknya persoalan yang dihadapi HMI
termasuk konflik internal. Namun regenerasi organisasi tidak akan sama dengan
manusia. Organisasi akan kembali muda lagi bergantung dengan komitmen dan
konsistensi pengurusnya mulai dari pengurus besar (PB), cabang hingga komisariat
serta kader dan aggota HMI. Apabila satu generasi diukur setiap 25 tahun, berarti
anggota aktif HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sekarang sudah di ujung generasi
ketiga; dan jika masih terus eksis 7 tahun lagi, HMI mulai memasuki generasi
keempat di usi 75 tahun. Pengurus HMI hari ini akan menuai kesuksesan hasil
perkaderan yang telah dilakukannya sekitar 10 – 20 tahun mendatang, atau beberapa
diantaranya bisa lebih cepat lagi (Aziz, 2016). Tiap generasi HMI memiliki tantangan
dan peluangnya masing – masing, karakter zaman berbeda dan berubah (Chaldun,
1962: 38). Pada generasi pertama, anggota dan alumni HMI membangun fondasi
organisasi dan secara bersamaan ikut mempertahankan kemerdekaan bangsa dalam
pancaroba politik negara muda, yakni Indonesia (Sitompul, 2010:2). Pada generasi
kedua, organisasi ini mulai menujukkan kedewasaanya dan ikut berperan membangun
bangsa. Agussalim Sitompul (2010), menyatakan bahwa generasi kedua berkiprah
sejak 1969 sampai sekarang pada fase ketujuh, yaitu fase partisipasi HMI dalam
pembangunan. Pada generasi ketiga HMI, baik alumni maupun mahasiswa aktif,
menghadapi perubahan yang tidak terbayang sebelumnya: complicated,
interconnected, dan globalized (Aziz, 2016). Dunia menyatu, jarak dan waktu
menyempit, tetapi sekaligus terpisah (Piliang, 2011b). Bila pada generasi pertama,
semangat komunal menonjol: maka generasi ketiga, budaya dan kopetensi individu
11
mengkristal (Aziz, 2016). Teknologi memang telah membuat manusia menjadi
individu, dan informasi masuk ke ruang individu dengan carav yang sangat
individualistik (Piliang, 2011b:109-111).
Kado manis untuk generasi ketiga HMI yang disampaikan oleh Prof. Dr. H.
Nurcholish Madjid, memberikan peringatan keras terhadap HMI ketika menjelang
Kongres ke-23 HMI di Balikpapan tahun 2002. Nurcholish dalam peringatan itu
mengatakan bahwa apabila HMI tidak bisa melakukan perubahan, lebih baik
membubarkan diri (Sitompul, 2010). Peringatan itu sebagai shock therapy, dengan
harapan, HMI dapat dan mampu melakukan perubahan terhadap dirinya yang banyak
kalangan dipandang bahwa dalam tubuh HMI ditemukan berbagai kekurangan yang
sifatnya negatif (Sitompul, 2010).
Kondisi demikian membuat bermunculan stigma negatif terhadap HMI yang
meliputi berbagai aspek seperti tetang keislaman, keindonesiaan, kemahasiswaan,
keorganisasian, keHMIan, kedisiplinan, kurang respon terhadap berbagai masalah
yang berkembang dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan beragama, HMI
tidak diminati lagi oleh mahasiswa, HMI hanya pandai berpendapat, HMI tidak bisa
melahirkan gagasan nyata (action), HMI sangat lemah dalam hal networking
(jaringan), HMI sangat lemah dalam bidang informasi, publikasi, dokumentasi,
banyak anggota HMI tidak memiliki sifat amanah, pamrih dalam berjuang, kurang
dilandasi dengan semangat ikhlas.
Kemunduran HMI telah ditulis oleh Didik J. Rachbini, sudah terjadi sejak tahun
1980, berarti sudah 26 tahun. Seperempat abad lebih HMI tidak dapat mengikuti
perkembangan realitas sosial budaya yang berkembang pesat. HMI tidak bisa benar –
benar hadir ditengan keresahan masyarakat akan persoalan – persoalan yang meraka
hadapi. Sebagai organisasi perjuangan HMI seakan – akan kabur atas apa yanng di
perjuangkan karna hari ini HMI tidak memiliki musuh bersama (Commoun Enemy).
Agusalim Siompul (2010), Menyatakan bahwa walaupun HMI ada, tetapi laksana
bergerak di tempat dan sangat lamban memberi respon terhadap setiap perkembangan
yang muncul, dengan bermacam – macam perubahan. HMI seakan berada di
pinggiran, tidak mampu tampil lagi dalam orbit yang semestinya, malah dengan
keberadaan serta akses yang lemah jika dibandingkan terhadap supra sistemnya, yaitu
masyarakat yang terus berkembang dan mengalami perubahan.
12
Selain itu kemunduran yang sangat terasa adalah minimnya gagasan – gagasan
intelektual kader HMI yang ditawarkan untuk persoalan kemahasiswaa, keislaman
dan keindonesiaan. Hal ini karena tradisi intelektual ditinggalkan oleh kader. Tradisi
intelektual itu adalah berkurangnya kemauan membaca, menulis dan berdikusi
seorang aktivis HMI. Mengutip ungkapan Anas Urbaningrum: “ketika garis politik
menjadi mainstream (arus utama), maka dinamika akademisintelektual menjadi
menyempit. Sebaliknya, ketika garis intelektual menjadi mainstream, terlihat bahwa
kecerdasan dan ketajaman politik organisasi tidak pernah tumpul,”18 Ibnu Khaldun
pun mengingatkan bahwa tanda-tanda sebuah peradaban adalah ketika
berkembangnya ilmu pengetahuan, namun hal itu tidak berkembang dan hidup tanpa
adanya komunitas yang aktif mengembangkannya.
Perlu dilakukan pembinaan dan pemeliharaan kesadarannya bahwa segala sesuatu
di luar organisasi tengah mengalami perubahan dengan berbagai konsekuensi dan
pengaruh yang lebih besar. Perlu disadari oleh HMI, bahwa perubahan – perubahan
yang terjadi dalam masyarakat, bisa merupakan kekuatan untuk mengembangkan
organisasi (Sitompul, 2010).
13
4. Masalah efektifitas HMI memecahkan masalah yang dihadapi bangsa,
karena banyak organisasi sejenis maupun yang lain, dapat tampil lebih
efektif mengambil inisiatif terdepan memberi solusi terhadap problem
yang dihadapi bangsa Indonesia.
14
8. Kondisi umat Islam Indonesia yang dalam kondisi belum
bersatu.
Oleh karena itu, untuk mengatasi tantangan yang frontal maka diperlukan
kesadaran, kader dan pengurus secara simultan dan sinergi. Untuk menumbuhkan
kesadaran simultan dan sinergis makan NDP, 5 kualitas insan cita, 5 ciri kader.
Masa depan merupakan proyeksi keadaan di masa yang akan datang dengan
segala kondisi zaman yang berbedah. HMI sebagai organisasi perkaderan tentunya
memiliki banyak alumni yang telah tersebar diberbagai bidang. Dengan melihat
kondisi HMI masa dulu dan masa kini serta tantangan eksternal maupun internal yang
dihadapi sangat kompleks sekali, maka keberadaan HMI di masa depan ada 3
kemungkinan (Sitompul, 2010) :
Pertama, HMI akan tetap eksis dan bangkit kembali dari kemunduran dan
keterpurukan yang melandanya selama 29 tahun. Hal itu dapat dicapai apabila HMI
mampu melakukan perubahan, dengan agenda-agenda perubahan.
15
Kedua, HMI Status Quo. Keadaan HMI akan tetap seperti yang sekarang dengan
segala kekurangan dan kelebihannya. Hal itu terjadi karena HMI enggan melakukan
perubahan, dan tantangan yang dihadapinya pun tidak kunjung terselesaikan. Bahkan
kondisi saat ini akan lebih parah lagi untuk di masa-masa mendatang, apabila HMI
tetap merasa dirinya sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua, sebagai
kesombongan historis yang kini menghinggapinya. Lebih dari itu, HMI tidak mau
mendengar dan memperhatikan kritik yang konstruktif baik dari luar maupun dari
intern HMI yang banyak dialamatkan pada HMI. Kritikan dan saran perbaikan itu oleh
PB HMI dan cabang-cabang HMI seluruh Indonesia dianggap angin lalu saja.
Ketiga, HMI akan hilang dari peredaran untuk tidak dikatakan bubar. Hal itu
terlihat, terdapatnya 44 indikator kemunduran HMI, yang hingga kini belum ada tanda-
tanda perubahan ke arah perbaikan yang semestinya sesuai dengan tuntutan
kontemporer. Hal ini lebih diperparah lagi karena saat ini HMI sedang mengalami
krisis kepemimpinan, yang antara lain ditandai dengan pecahnya HMI menjadi dua
kubu, pada dua periode terakhir PB HMI yang masing-masing kelompok mengklaim
dirinya yang paling benar. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh HMI sendiri. Akan tetapi
mengapa para pemegang kendali pimpinan HMI saat ini, tidak kunjung mampu
melakukan langkah-langkah strategis, sehingga dalam waktu singkat mampu
mencegah HMI dari ancaman bubar.
Ada empat hal yang yang perlu dilaukan berkaitan tentang masa depan HMI
menghadapi globalisasi. Yaitu, menciptakan aktivis yang baik, menciptakan akademisi
yang baik, memiliki sifat profesionalisme serta harus menghasilkan entrepreneur
(kalla dalam hasan, 2015).
Pertama, sebagai aktivis, kader HMI akan menjadi politisi dan mewarnai dunia
politik Tanah Air. Melihat suasan politik negeri hari ini, selalu identik dengan politik
trasaksional, sarat money politic, politikus populer, korupsi, politisi pemburu rente,dll.
Masyarakat sepertinya menjadi objek politik yang digunakan untuk mensukseskan
salah satu kandidat untuk duduk di posisi yang di perebutkan. Ketika politisi tersebut
sudah duduk di posisi trategis, maka prioritas memperjuangkan rakyat lebih sedikit
dibanding mengejar keuntungan pribadi. Memang tidak semua politisi negri ini seperti
itu, ada beberapa oknum yang terjerat dan melakukan hal tersebut. HMI hadir sebagai
16
candradimuka yang seharusnya bisa mencetak politisi – poilitisi yang memiliki
kapasitas, kapabilitas, dan akuntabilitas dengan kuatnya akar muslim, intelektual, dan
profesional.
Sebagai seorang politisi muslim maka kader HMI yang terjun di dunia politik
negeri ini tentunya harus menghindari segala macam suap atau fasilitas yang hanya
memperkaya diri sendiri. Namun, perjuangan mereka adalah murni untuk rakyat atau
kaum mustadafin serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Kedua, HMI harus menciptakan kader akademisi yaitu dia yang akan menjadi
pendidik dan peneliti dengan berbagai hasil karya ilmiah. Dalam era globalisasi
berbagai kemajuan teknologi banyak datang dari dunia barat. Maka terkadang
kemajuan tersebut sangat terpengaruh oleh mainsteam kapitalisme, liberalisme, dan
neo-kapitali-liberal. Kader HMI yang sebagai akademisi juga harus menawarkan
berbagai penemuan yang lahir dari buah pikiran seorang muslim. Dimana penemuan
yang diciptakan harus memberikan kemaslahatan ummat.
Ketiga, kader harus bisa memimpin institusi secara profesional dengan segala
aspek keilmuan yang kemampuan yang dimilikinya. Sifat profesional ini harus
dibangun dan ditanamkan saat menjadi mahasiswa dan berproses di HMI. Kader yang
profesional akan bertindak sesuai dengan kewenangan dan kapasitasnya dengan
totalitas pengabdian pada bidang yang akan ditekuni. Profesional berkaitan dengan
sifat kepemimpinan dalam setiap posisi di bidang yang ditekuni. Seorang kader HMI
harus mampu menjadi pemimpin yang paripurna dan mampu memimpin secara
profesional. Menjadi pemimpin itu bukan soal kecerdasan, karisma, komunikasi,
tampilan, dan segala macam atribut yang biasa dilekatkan pada figur pemimpin.
Disebut pemimpin atau tidak ini adalah soal ada atau tidaknya yang mengikuti.
Hadirmya pengakuan kepengikutan itu yang mengubah seseorang menjadi pemimpin.
Menjadi pemimpin adalah soal pengakuan dari yang menjadi pemimpin (Anis
Baswedan dalam Hasan, 2016). Dunia kerja yang digeluti alumni HMI pun beragam,
mulai dunia politik, baik politik partai, negara, maupun daerah; birokrasi di pemerintah
pusat dan lembaga negara serta pemerintah daerah termasuk RW (Ruku Warga) dan
RT (Rukun Tetangga); dunia pendidikan dan pendidikan tinggi dengan menjadi guru,
17
dosen, dan guru kader; dunia usaha dengan menjadi pengusaha kecil, menengah, dan
besar; serta di dunia profesional sebagai kaum profesional (Effendy, 2011).
Mewujudkan masa depan HMI yang lebih baik maka perlu ada agenda – agenda
yang perlu dilakukan oleh pengurus, anggota dan alumni secara bersama – sama dan
sinergi. Beberapa langkah – langkah pokok dan mendasar untuk membawah
perubahan dalam tubuh HMI, antara lain :
18
Islam itu tergambar jelas dalam lambang HMI. Semestinya pengetahuan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan hakekat Islam itu bagi setiap
anggota HMI harus mendarah daging dan kental, sempurna atau secara kaffah
baik yang menyangkut rukun Iman dengan segala totalitasnya, maupun yang
menyangkut rukun Islam secara totalitas, maupun yang menyangkut masalah
akhlaq atau moral. Hakekat Islam yang meliputi 3 aspek itu harus menjadi
sumber inspirasi, sumber motivasi, sumber berbuat dan bertindak dalam setiap
melakukan apapun dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan
berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.
Dalam prespektif Islam, gerakan intelektual HMI dilakukan dengan
manifestasi prinsip – prinsip Islam secara intelektual ke dalam aspek – aspek
kehidupan umat manusia. Karena itu, ketika HMI telah memiliki pendekatan
intelektual sebagai model gerakan, tak dapat tidak. Harus membuat dua buah
langkah besar. Pertama, menyajikan tafsiran dan pemanifestasian prinsip –
prinsip ajaran islam sedemikian rupa sehingga hal tersebut cukup aplikable
dalam aspek – aspek kehidupan manusia. Kedua, menyiapkan aspek – aspek
kehidupan yang riil untuk menerima ajaran – ajaran islam, termasuk di
dalamnya adalah mengembangkan kemampuan intelektual umat manusia, agar
siap menerima ajaran – ajaran Islam yang sempurna.
Forum – forum diskusi dan pertemuan HMI hari ini jauh akan tradisi
intelektual yang dulu pernah ada. Lunturnya minat baca, diskusi dan menulis
serta berkarya bagi anggota HMI. Kurangnya program kerja pengurus
komisariat yang menitik beratkan pada hasil karya ilmiah. Keunggulan tradisi
intelektual HMI harus dikembalikan, sehingga kiprah HMI di bidang
intelektual ini harus dikembangkan dan ditingkatkan lagi, sehingga reputasi
tradisi intelektual HMI baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional
dengan bukti nyata. Qua Ilmiah anggota-anggota HMI harus menonjol,
semangat belajarnya harus prima, pemikiran ilmiah dan karya ilmiahnya harus
dibina dan ditingkatkan, sehingga terhindar dari kemiskinan intelektual.
Kelulusannya harus mencapai prestasi yang paling tinggi.
19
4. Mempelajari dan Memperdalamm Pengetahuan Ke-HMI-an tanpa Batas
Titik pusat kelemahan HMI saat ini terletak pada kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang kurang berkualitas, untuk tidak dikatakan “tidak
berkualitas”, baik di kalangan pengurus, sejak dari PB HMI sampai pengurus
Komisariat, maupun anggota-anggotanya. Turunnya kualitas anggota dan para
Pengurus HMI sudah berlangsung secara berkesinambungan dan turuntemurun
selama 26 tahun, 1980-2006. Realitas ini menyebabkan terdapatnya 44
Indikator Kemunduran HMI. Sesuai dengan fungsi HMI sebagai organisasi
kader, dan merupakan urat nadi kehidupan HMI. Maka pembaharuan
perkaderan sesuai dengan tuntutan kontemporer mutlak dilakukan di sini dan
kini, yang meliputi antara lain, 1) Tujuan dan arah perkaderan, 2) Sistem dan
Metode Perkaderan, 3) Pendekatan, 4) Jenjang Training, 5) Kurikulum dan
Silabi Perkaderan, 6) Kompetensi Kader, 7) Tenaga Pengajar (Instruktur), 8)
Sarana dan Prasarana Perkaderan, 9) LPL, 10) Literatur Perkaderan, 11) Follow
Up Perkaderan dan 12) Evaluasi Perkaderan.
20
6. Menggembalikan Basis Pergerakan Melalui “HMI BackTo Campus” dan
“HMI untuk Rakyat”
HMI memiliki banyak komisari, cabang dan badko dari setiap element
memiliki rutinitas kegiatan yang berbeda. Berbagai seremonial pelantikan,
workshop, seminar, diskusi, dialog publik, intermediet dan advance training.
Dalam konteks ini, maka harus ada pelurusan pergerakan ke arah yang
semestinya.
Melalui arah gerakan tersebut HMI dapat kembali menunjukkan
eksistensinya untuk dilakukan ke depan. Pertama, gerakan “HMI Back To
Campus” tidak bisa terelakkan menjadi kebutuhan dalam mempertahankan
status organisasi. Dibutuhkan kebijakan dari setiap level kepengurusan untuk
membawa segala aktivitas HMI ke dalam kampus, atau menyesuaikan aktivitas
kampus untuk mendorong prestasi kader – kader HMI. Diskusi, rapat, dan
kegiatan yang lain harus bisa ditarik kedalam ruang – ruang kampus.
Kedua, gerakkan “HMI untuk Rakyat” adalah kemestian yang tak
terelakkan dari setiap level kepengurusan. Model pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat madiri harus menjadi ladang garapan HMI. Karna
penggerak perubahan dalam masyarakat jika bukan mahasiswa lantas siapa,
jika bukan dimulai dari kader HMI kita akan kehilangan momentum untuk turut
andil menentukan perbaikan kehidupan masyarakat (hasan, 2016).
Agenda – agenda diatas mutlak dilakukan oleh seluruh element HMI,
mulai dari anggota, aktivis, kader, dan pengurus serta alumni. Dengan agenda
– agenda tersebut setiap aktivitas yang dilakukan oleh anggota dan pengurus
maupun aparat organisasi HMI akan memiliki dampak
21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3. Tantangan HMI Kedepan sangat berat karna adanya perubahan zaman yang
membuat terjadinya pergeseran – pergeseran dalam segi kehidupan
berbangsa dan bernegara serta kehidupan masyarakat dan umat. HMI
dimasa depan harus bisa mencetak aktivis yang baik, akademisi yang baik,
profesional yang memiliki profesionalitas tinggi dan harus mampu
melahirkan seorang entrepreneur yang baik.
22
3.2. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Arfani, Riza noer. 2004. Globalisasi : karateristik dan Implikasi Ekonomi Politik. Digital
jaournal Al-manar edisi 1.
Budi,Winarno. Globalisasi dan Masa Depan Demokrasi. Artikel online. UGM Press.
Hasan, Arif Rosyid. 2015. Merebut Optimisme : HMI dan Masa Depan Indonesia. PB
HMI Publishing.
Safinuddin, Ahmad Syafi‟i. 2003. HMI dan Revolusi Sosial. Hijau Hitam Press.
Suharsono. 1997. HMI Pemikiran dan Masa Depan. CIIS Press. Tanja, Victor. (1982).
Himpunan Mahasiswa Islam: Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakangerakan
Muslim Pembaharu di Indonesia. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Aziz, Harry Azhar. 2016. Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesejahteraan: Konteks
Indonesia. INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia,
1(1) February 2016. Tersedia online.
Satria, Hariqo Wibawa. 2010. Lafran Pane, Jejak Hayat dan Pemikirannya. Penerbit
Lingkar : Jaksel
24
CURUCULUM VITAE LK II TINGKAT NASIONALHMI CABANG
MERAUKE 2023
Hormat Saya,
Merauke, 23 Januari 2023
Photo 3x4
RIZKY PATTIASINA
25