Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH INTERMEDIATE TRAINING

“REAKTUALISASI HMI DARI KONSEP IDEALIS MENUJU REALITAS


DINAMIS DALAM KONTEKS KEKINIAN”

OLEH
ZAINAL

DIAJUKAN UNTUK MENGIKUTI


INTERMEDIATE TRAINING (LK 2)
HMI CABANG TANGERANG RAYA
JAKARTA SELATAN

i
Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena Ia telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah yang berjudul “Reaktualisasi Hmi Dari Konsep Idealis Menuju
Realitas Dinamis Dalam Konteks Kekinian” ini bisa selesai sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi meskipun di dalamnya masih banyak terdapat kesalahan.

Penulis juga berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca ataupun pendengar. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.

Kendari, 9 Januari 2019

Penulis

ii
Daftar Isi
Sampul............................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
Abstrak ..................................................................................................... iv-v
BAB I Pendahuluan .................................................................................. 1-2
A. Latar Belakang .............................................................................. 1-2
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
D. Metode Penulisan ............................................................................. 2
BAB II Pembahasan ................................................................................ 3-12
A. Konsep Idealis HMI Sesuai Kittah Perjuangan ......................... 3-4
B. Kosep HMI Sebagai Organisasi Pembebasan .......................... 4-10
1. Dimensi Teologis ..................................................................... 4-6
2. Dimensi Intelektual ................................................................. 6-7
3. Dimensi Politik ..................................................................... 7-10
C. Implementasi Konsep HMI Sesuia
Khittah Perjuangan Dalam Konteks Kekinian ........................ 7-10
BAB III Penutup ................................................................................... 13-14
A. Kesimpuan ................................................................................. 13-14
B. Saran .............................................................................................. 14
Daftar Pustaka ............................................................................................ 15

iii
Reaktualisasi HMI dari Konsep Idealis Menuju Realitas Dinamis dalam
Konteks Kekinian.
Abstrak
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi pendidikan dan
perjuangan. Pernyataan ini tercermin didalam frasa tujuan HMI itu sendiri yakni :
“Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab
atas terwujudnya tatanan masyarakat yang dirdhai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala”.
HMI juga merupakan sebuah organisasi pembebasan yang memuat unsur-unsur
teologi-islam, intelektual, dan politik. Bagi HMI antara iman, ilmu, dan amal adalah
kesatuan system yang terintegrasi. Tiga dimensi itu telah menyatu dan menjadi darah
daging secara sempurna dalam pribadi HMI. Dewasa ini, HMI sebagai salah satu
organisasi perkaderan dan perjuangan yang dimana pada kondisi kekinian belum
mampu secara total menjawab tantangan perjuangan untuk membentuk suatu tatanan
masyarakat yang di ridhai oleh Allah SWT. Hal ini disebabkan karena pola
perjuangan HMI dari struktur tertinggi hingga struktur terendah cenderung bersifat
incidental, seremonial, jangka pendek, dan parahnya bersifat sporadis.
Kata Kunci: Himpunan Mahasiswa Islam, Konsep Ideal dan Masa Kekinian.

The Implementation Of HMI Concepts Towards The Dynamic Reality Of The


Idealist In The Context Of The Present.
Abstract
Muslim students ' Association, (HMI) is an educational organization and struggle.
This statement reflected in the phrase the goal of HMI itself i.e.: "security for future
students of Islam become insan ulil albab were responsible for the realization of
public order which dirdhai by Allaah". HMI is also a Liberation Organization that
contains the elements of theology, intellectual, and political. For HMI between faith,
science, and charity is the unity of the system are integrated. Three dimensions it has
fused into blood and flesh are perfectly in the person of HMI. Today, HMI as one
organization perkaderan and the struggles of the present conditions in which hasn't

iv
been able to completely answer the challenge of the struggle to establish a public
order that is in ridhai by Allah SWT. This is because the pattern of struggle, HMI
from the tallest structure until the lowest structure tends to be incidental, ceremonial,
short term, and it gets worse are sporadic.
Keyword: Muslim students ' Association, the concept of the Ideal and the present
Time.

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan HMI adalah manifestasi atas gerakan intelektual, moral dan
spiritual di Indonesia. Tentu saja hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari beberapa
syarat utama dari kelahiran sekaligus keberadaan HMI itu sendiri. Sebagai salah satu
organisasi mahasiswa Islam tertua dan terbesar di Indonesia, HMI didirikan bukan
tanpa alasan yang jelas dan ideologis. HMI didirikan berangkat dari kekhawatiran dan
kesadaran kritis atas kondisi Islam dan Indonesia pada waktu itu. Berangkat dari
sebuah keyakinan yang diletakkan sebagai prinsip dasar kesadaran dalam berfikir dan
bertindak, yaitu keyakinan bahwa tidak ada kebenaran selain Islam, yang dimaknai
sebagai komitmen terhadap kebenaran, HMI lahir.
HMI sebagai sebuah organisasi perjuangan dan perkaderan yang telah berusia
setengah abad lebih tentunya telah banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual di
negeri ini, sehingga kader-kader HMI mempunyai kewajiban untuk melanjutkan
perjuangan tersebut dalam rangka mencapai kemaslahatan umat dan bangsa. Kini
dalam realitas kehidupan kita dihadapkan pada kondisi bangsa Indonesia yang
memperihatinkan, dimana penyelenggaraan negara tidak lagi bertumpu pada
kemaslahatan umat bangsa dan negara, yakni tidak adanya keberpihakan yang jelas
terhadap kelangsungan kehidupan rakyat yang menempati tanah air “Indonesia” ini.
Bagaimana tidak, fakta-fakta praktek dehumanisasi terjadi dimana-mana, hancurnya
lembaga penegak hukum, posisi “budaya” yang terpinggirkan, sistem pendidikan kita
tidak menghasilkan intelektual yang arif, kebudayaan yang kehilangan dasar–dasar
moralitas, praktek keagamaan yang menjadi lahan bisnis.
Dalam hubungan inilah, maka ketika peristiwa-peristiwa politik besar menjadi
masalah pada skala nasional, disitu pulah HMI berperan dalam kancah pergerakan
politik apakah semacam gerilya pada masa revolusi fisik dahulu atau semacam bentuk
pernyataan dan terkadang meledak-ledak dalam aktivitas politk praktis. Sehingga

1
sebagian besar sejarah HMI terkuras oleh kepentingan politik praktisnya yang
menimbulkan masalah organisasi sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep idealis HMI sesuai Kittah Perjuangan?
2. Bagaiamana kosep HMI sebagai organisasi pembebasan?
3. Bagaimana implementasi konsep HMI sesuia Khittah Perjuangan dalam
konteks kekinian?
C. Tujuan
Tujuan dri penulisan makalah ini adalah selain sebagai salah satu pemenuhanan
syarat untuk mengikuti LK 2 HMI Cabang Tangerang Raya, juga bertujuan untuk:
1. Mengetahui konsep idealis HMI sesuai Kittah Perjuangan
2. Mengetahui kosep HMI sebagai organisasi pembebasan
3. Mengetahui implementasi konsep HMI sesuia Khittah Perjuangan dalam
konteks kekinian
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode library research
(penelitian kepustakaan), studi kepustakaan ini penulis gunakan untuk mendalami
teori-teori dan hal lain yang ada dalam buku-buku serta tulisan-tulisan lainnya yang
berkaitan dengan judul yang dibahas dalam tulisan ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Ideal HMI Seusai Khittah Perjuangan
Sejak Himpunan Mahasiswa Islam berdiri pada 5 Februari 1947, yang
mennahbiskan dirinya sebagai salah satu organisasi pergerakan mahasiswa tertua di
Indonesia. Menurut Agussalim Sitompul bahwa, setidaknya ada tiga hal yang menjadi
factor awal berdirinya HMI, yaitu Keindinesiaan, Keislaman, dan Kemahasiswaan.
Artinya bagi HMI, keindonesiaanm keislaman, dan kemahasiswaan merupakan
sebuah komponen integral yang saling terkait anta satu dengan lainnya. Atas dasar
itu sudah menjadi keniscayaan sejarah bahwa mahasiswa yang tergabung dalam
tubuh pergerakan HMI adalah mereka yang memiliki semangat kebangsaan dan
keislaman. Dalam pasal 8 Anggaran Dasar HMI disebutkan, “ Himpunan Mahasiswa
Islam adalah organisasi perkaderan dan perjuangan”. Definisi tentang HMI telah
termaktub dengan jelas pada pasal tersebut, yaitu HMI adalah organisasi perkaderan
dan perjuangan.
Sebagai wadah, HMI menjadi arena pendidikan sekaligus arena pengabdian
bagi semua muslim yang tergabung dan menikmati segala bentuk proses yang ada
didalamnya. Pernyataan bahwa HMI sebagai wadah pendidikan dan pengabdian
tercermin didalam frasa tujuan HMI itu sendiri yakni : “Terbinanya mahasiswa Islam
menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan
masyarakat yang dirdhai oleh Allah Suhanahu Wa Ta’ala”. Frasa “Terbinanya
mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab…” bermakna bahwa HMI merupakan
organisasi perkaderan, pendidikan, atau tempat menempa karakter seseorang. HMI
sebagai wadah pendidikan diharpkan mampumenciptakan standar kader cita HMI
(insan ulil albab), yang pada akhirnya kualitas kader tersebut menjadi sumber daya
bagi oerganisasi dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagai organisasi pendidikan, HMI senantiasa memberikan
ruang gerak kepada sertiap anggotanya untuk beraktivitas agar dapat
mengembangkan berbagai potensi diri yang dimiliki. Pengembangan ini dilakukan

3
baik dari segi kognisi, afeksi, maupun psikomotorik atau skill. Semua hal tersebut
merupakan bagian dari usaha pembentukan karakter individuyang intelektual
transenden atau intelektual profetik, yaitu sosok intelektual yang menjunjung tinggi
nilai-nilai Tauhid yang dibawah dalam misi kenabian berupa kemanusiaan,
pembebasan, dan keilahian.
Frasa “…yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat
yang diridhai oleh Allah Subhanu Wa Ta’ala” menempatkan HMI sebagai organisasi
perjuangan, pengabdian, atau wadah berkarya bagi setiap kader. Frasa ini mu ncul
dari pendangan HMI bahwa Islam eksis di muka bumi sebagai agama rahmatan lil
‘alamin, yang artinya kehadiran seorang muslim adalah sebagai rahmat atau nikmat
bagi seluruh alam semesta, bukan sebagai laknat atau bencana. Dalam hal ini, setiap
aktivitas HMI baik secara pribadi ataupun institusi diperuntukn dalam rangka usaha
mewujudkan konstruksi masyarakat ideal, yaitu tatanan masyarakat yang baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur, tatanan masyarakat yang adil makmur, gemah ripah
loh jiwani, tentram kertaraharja, dan diridhai Allah.
Dalam pada itu, pendidikan dalam organisasi HMI ditujukan untuk
membentuk anggota menjadi insan ulil albab, yaitu insane yang memiliki standar-
standar karakteristik sebagi pribadi, seperti Mu’abbid (senantiasa beribadah),
Mujahid (pejuang di jalan Allah), Mujtahid (pemikir yang sungguh-sungguh), dan
Mujadid (pembaharu). Sementara pengabdian ditujukan sebagai upaya HMI melalui
anggota-anggotanya yang ulil albab tersebut untuk mewujudkan tatanan masyarakat
yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang arif yang
diridhai oleh Allah Suhanahu Wa Ta’ala.
B. Konsep HMI Sebagai Organisasi Pembebasan
Berdasarkan sejarah pendirian dan perjuangan HMI arah gerakan HMI dapat
dibagi kedalam tiga dimensi yang terdiri dari dimensi teologis, dimensi intelektual,
dan dimensi politik.
1. Diemnsi Teologis

4
Proses pendirian HMI tidak lepas dari semangat teologis yang utuh dari
seorang Lafran Pane yang berkeinginan agar Islam menjadi kerangka berpikir,
bersikap dan berperilaku dalam berbagai aspek kehidupan. Sebelum membagi Islam
kedalam tiga pola sebelumnya, Lafran Pane melanjutkan bahwa diantara ketiga
golongan itu, yang paling dominan ialah kelompok pertama dan kedua. Karena
menurut beliau agama Islam belum dipelajari secara mendalam. Dampaknya
kemudian adalah orang dan ajaran agama Islam dipandang kolot dan lebih jauh
seakan agama Islam tidak selaras dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.
Akan tetapi menurut Al Qur’an dan penyelidikannya, yang kolot bukanlah
agam Islam, melainkan penganutnya karena hakikat agama Islam tidak mampu
diterapkannya dalam praktik kehidupan sehari-hari. Disesbabkan kondisi umat yang
demikian, menurut Lafran Pane, diperlukan adanya sebuah pembaharuan yang
menyangkut berbagi aspek kehidupan agar uamat Islam terbebas dari keadaan serta
iklim yang tidak menguntungkan. Gerak pembaharu tersebut mutlak memerlukan alat
perjuangan yang dijalankan oleh suatu usaha yang teratur dan terencana, yang
digerakan oleh suatu organisasi yang rapi dan modern.
Oleh karenanya, ditengah-tengah umat Islam adalah wujud keberanian untuk
membebaskan diri dari dua tirani yang berdempet, seperti yang ditulis Ahmad Wahid
dalam catatan hariannya, yakni: (a). tirani kesombongan; sok Islam tulen, sok ikhlas,
sok modern, sok Intelek, sok moralis, sok suci, sok nuchter, dan lain sebagainya: (b).
tirani ketakutan; konservatif, atheis, kolot, kafir, disorientasi, lemah ideology,
imannya diragukan, sekularis, kebarat-baratanm dan lainnya. Keislaman yang
merupakan cirri bkhas HMI, juga harus tercermin dalam setiap sikap seluruh anggota
HMI dan hendaknya keislaman itu didalami, dihayati, dan diamalkan oleh setiap
anggota sehingga menjadi penuntun dalam kehidupan peribadinya sehari-hari, baik
hubungannya dengan Allah maupun dengan sesame umat manusia dan lingkungan
alam sekitarnya. Dengan demikian, setiap gerak langkah dan alunan napas insane
HMI, akan senantiasa ada dalam jalur amar ma’ruf nahi munkar dan menjunjung
tinggi akhlakul karimah.

5
Ahmad Syafi’i Safinudin mengatakan dalam keadaan demikian pula
semestinya kehadiran HMI dipahami sebagai keharusan sejarah dan tuntutan zaman
dan tidak dimaknai sekadar suatu refleksi atas kenyataan sosial yang kurang baik.
Sebaiknya rasa ke-HMI-an dipupuk sebagai keharusan ideologis yang bangkit secara
eternal dalam diri para kader. Andai seseorang bisa memahami pribadinya selaku
khalifah Tuhan atau mandataris-Nya, maka keagungan seseorang itu tidak akan
terpahami jika tanpa keterkaitan dengan Tuhan. Dengan menjadikan sebagai tujuan
akhir, seorang manusia akan terbebas dari derita aliensi. Dari pembahasan dimensi
teologis ini, maka sejatinya kehadiran HMI buka semata dipahami sebagai organisasi
pembaharu layaknya organisasi pembaharu lain. HMI menepatkan tauhid sebagi
sandaran teologis yang dengan sandaran itu pula HMI menjadi organisasi
pembaharuan yang membebaskan.
2. Dimensi Intelektual
Pada fase permulaan berdirinya, HMI secara spesifik memang bercorak
pengembangan intelektualitas anggotanya dengan menyelenggarakan ceramah-
ceramah ilmiah dan meluaskan pengetahuan keislaman. Lafran Pane dan HMI yang
didirikan itu dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai Islam pada diri anggotanya
serya memperluas cakrawala keilmuan mereka. Lewat HMI Lafran Pane berniat
membina cendekiawan muslim muda. Berkaitan dengan ini, terdapat tiga hal yang
harus dipahami artinya, yaitu intelektual, intelektual muslim, dan cendekiawan.
Kata intelektual menurut M. Quraish Shihab, pada dasarnya berasal dari bahas
Inggris ‘intelelectual”, menurut Idiomatic and Syintactic English Dictiona,
intellectual berarti “having or showing good mental power and understanding”.
Sedangkan “intellect” diartikan sebagai “the power of the mind by wich we know”.
Kata tersebut masuk dalam pembendaharaan Indonesia diartikan sebagai “para
pemikir yang memiliki kemapuan untuk menganalisismasalah-masalah tertentu”.
Kemudian yang dimaksud engan intelektual muslim adalah seperti yang digambarkan
dalam surah Ali ‘Imran (3) ayat 190-195. Dalam ayat tersebut digarisbawahi cirri-ciri
atau sifat-sifat berikut: a) berzikir (mengingat) Tuhan dalam segal situasi dan kondisi;

6
b) memikirkan serta memperhatikan fenomena alam raya yang padanya terdapat
manfaat ganda, yakni memahami tujuan hidup dan kebesaran Tuhan serta
memperoleh manfaat dari rahasia alam raya untuk kebahagiaan dan kenyamanan
hidup duniawi; dan c) berusaha dan berkreasi dalam bentuk nyata.
Cendekiawan sendiri bermakna orang yang terus menerus meningkatkan
kemampuan berpikirnya untuk dapat mengetahui dan memahami sesuatu. Menurut,
M. Quraish Shihab, dari Al Qur’an dapat ditemukan sifat dan peran mereka
(cendekiawan) dari sejumlah ayat yang menggunakan kata “ilmu” atau “ulama” dan
“ulil albab”. Lebih lanjut, para cendekiawan memiliki dua tuntutan besar. Pertama,
mempelajari Kitab Suci dalam rangka untuk memahami, menyebarluaskan, dan
menerapkan nilai-nilainya ditengah-tengah masyarakat yang memiliki kebutuhan dan
problem yang beragam. Kedua, mengamati ayat-ayat Tuhan di alam raya ini, baik
dalam diri manusia secara pribadi maupun berkelompok, disamping juga mengamati
fonomena alam kemudian berkreasi.
Sebagaimana ungkapan M. Amin Rais, kaum intelktual memiliki kemampuan
yang tidak dimilki sekelompok lainnya, yaitu kemampuan melahirkan idea atau
gagasan segar yang menjadi tenaga pendorong perubahan sosial. Yudi Latif
sebagiamana ditulis Arip Musthopa menggambarkan sejarah HMI dalam kontunuitas
sejarah geneologi inteligensia muslim sebagai suatu blok historis yang berperan
penting dalam upaya mewujudkan kesejahteraan Indonesia, khususnya sejak awak
abad ke-20. Karena itu tidak berlebihan ketika HMI kerap kali mengidentikan diri
sebagai anak kandung umat dan bangsa. Juga tidak belebihan manakala suatu ketika
Panglima Besar Jenderal Soedirman menyebutkan bahwa HMI bukan saja
kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Islam tetapi juga Harapan Masyarakat
Indonesia.
3. Dimensi Politik
Setelah Kongres I, rumusan dari tujuan HMI disahkan menjadi; pertama,
mempertegak dan mengembangkan agam Islam; kedua, mempertinggi derajat rakyat
dan Negara Republik Indonesia. Di dalam rumusan tujuan HMI tersebut terdpat

7
dimensi politik yang suka tidak suka, mau tidak mau harus diamini oleh setiap
anggotanya. Masuknya aspek politik itu ialah dalam rangka menjalankan amanah
yang menjadi tujuan dan cita-cita HMI, yang telah turumuskan kedalam tujuan
organisasi. Sejarah menjadi bukti bahwa keterlibatan HMI dalam dinamika
kebangsaan di awal-awal kemerdekaan dan bahkan hingga hari ini merupakan
kenyataan dimensi politik yang tidak bisa dihindarkan dalam batang tubuh organisasi
HMI.
Agussalim Sitompul menuliskan dalam fase perjuangan, pada periode 1947-
1949, HMI yang lahir dalam suasana debu dank abut revolusi yang masih menghitam
pekat, terjun kegelanggang pertempuran memanggul senjata membantu pemerintah
mengusir tentara penjajah, membela kehormatan bangsa, Negara, dan agama dari
penjajah Belanda. Agresi ini berakhir dengan “perjanjian Renvile” pada 17 Januari
1948. Pada 20 Juli 1947, Belanda kembali melakukan agresi militer setelah
menginjak-injak perjanjian Linggarjati. Anggota-anggota HMI ikut memanggul
senjata. Ketika terjadi penghianatan dan pemberontakan PKI pertma di Madium 18
September 1948, HMI ikut serta dalam penumpasan pemberontakan tersebut. Wakil
Ketua PB HMI, Ahmad Tirtosudiro, menjadi actor dengan membentuk Corp
Mahasiswa yang selain kesatuan tempur, juga bertugas memasang ranjau, intelligent,
penerangan, duduk dalam staf, dan mengarahkan segenap potensi serta kekuatan
untuk bersama-sama denga TNI menyerbu Madium untuk menghancurkan PKI.
Indonesia kembali diserang Belanda melalui agresi militer II pada 19 Desember 1948.
Pada masa itu, anggota-anggota HMI dikerahkan ke gunung-gunung untuk membantu
perang gerilya. Para anggota HMI yang terlibat dalam dalam perang bersenjata ini
disusun dalam Compi Mahasiswa (CM) dengan Komando Hartono, Ahmad
Tirtosudirjo sebagai wakil Komandan. Amir Alamsyah sebagai kepala staf, dan
empat orang lainnya. Akhirnya pada Konferensi Meja Bundar (KMB) November
1949 di Den Hag Belanda benar-benar mengakui kedaulatan Indonesia.
Fase 1964-1965 kembali terjadi tegangan ideologis dengan komunis. Dendam
Komunis terhadap HMI belum selesai, menyadari HMI sebagai salah satu musuh

8
beasarnya, melalui underbow-nya seperti Consentrasi Gabungan Mahasiswa
Indonesia (CGMI), mereka mulai menyerang, memfitnah dan menuntut pembubaran
HMI baik secara tertutup dan terbuka. Namun HMI semakin ditekan, HMI malah
semakin menentang, kuat, dan terkenal. Sampai kemudian meletus Gestapu 30
September 1965, PKI sekali lagi dikalahkan. Paska ini HMI semakin diminati, jumlah
anggotanya membludak. Meletusya G30S/PKI menimbulkan kesadaran baru ditengah
mahasiswa. Gelombang masa menyuarakan agar PKI ditumpas sampai ke akar-
akarnya karena sudah berulangkali membahayakan kehidupan bangsa. Pada saat yang
sama juga muncul tuntutan untuk stabilisasi pemerintahan yang terkooptasi komunis
serta upaya pemulihan perekonomian melalui penurunan harga.
Sejak awal orde baru, angkatan 66 yang didalamnya termasuk alumni HMI
terkomodir dalam pemerintahan. Tahun 1980-an semakin banyak terserap dalam
birokrasi melalui jaringan partai penguasa. HMI memiliki mimpi tentang Islam dan
Indonesia yang modern, maju dan bersih. HMI berharap bahwa kelompok terdidik
dan maju yang telah hidup berkecukupan ini memiliki integritas kemusliman yang
tulen. Hingga reformasi memunculkan harapan baru dari tahun 1998-2013, agenda
reformasi perlahan dilakukan.
Keterlibatan HMI dalam dinamika politik kebangsaan dapat dilihat dalam
berbagai catatan sejar HMI, bahkan keikutsertaan para anggota HMI dan alumni
secara langsung dalam gelanggangan perpolitikan nasional tak dapat lagi dimungkiri.
Kontribusi pemikiran para kader dan alumni HMI juga tak terbilang jumlahnya, baik
soal kenegaraan, ataupun hal-hal menyangkut agama. Dari sini pula dapat dipahami
bahwa dimensi politik tidak dapat dipisahkan dari organisasi HMI, meskipun,
demikian, HMI tidak membenarkan jika harus mengutamakan dimensi politik semata.
Sebaliknya, yang diharapkan justru adanya sinergi antara keislaman, keintelektualan,
dan kebangsaan.
Pada kesimpulannya bahwa HMI adalah sebuah organisasi pembebasan yang
memuat unsure-unsur teologi-islam, intelektual, dan politik. Bagi HMI antara iman,
ilmu, dan amal adalah kesatuan system yang terintegrasi. Tiga dimensi itu telah

9
menyatu dan menjadi darah daging secara sempurna dalam pribadi HMI. Dengan
jalan demikian, mengutip tulisan Anas Urbaninggrum, HMI masih berpotensi
menjadi salah satu lading bagi lahirnya kepemimpinan sipil dari kalangan Islam
moderat-religius Islam berpaham nasionalis. Sebab setiap anggota HMI dituntut tidak
hanya mampu dan matang secara politik, terampil berorganisasi, dan mahir
berkomunikasi sosial, tetapi juga dituntut untuk membangun basis dan akar politik
yang memadai. Sebagai bagian dari elemen bangsa, tulis Ahmad Shide, kader-kader
HMI harus mampu membaca dan mengambil peran untuk menutupi lubang-lubang
kebangsaan, serta menyehatkan jalan demokrasi di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
C. Implementasi Konsep HMI Sesuai Khittah Perjuangan Dalam Konteks
Kekinian
HMI sebagai salah satu organisasi perkaderan dan perjuangan yang dimana
pada kondisi kekinian belum mampu secara total menjawab tantangan perjuangan
untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang di ridhai oleh Allah SWT, kader
HMI kini menjadi kaum nihil yang mana tidak dikenal dimata rakyat yang hanya
dikenal dikalangan elit politis, mulai lupa pada mision HMI nya sendiri, ingat secara
tekstual tetapi belum mampu mengimplementasikan secara totalitas dengan penuh
rasa tanggungjawab akan beban yang diembannya sebagai kader. Hal ini disebabkan
karena pola perjuangan HMI dari struktur tertinggi hingga struktur terendah
cenderung bersifat incidental, seremonial, jangka pendek, dan parahnya bersifat
sporadis.
HMI memiliki doktrin yang Islam yang dipahami secara ketat sebagai satu-
satunya alternatif tatanan dunia untuk menuju keselamatan alam raya. Adanya
keinginan keras untuk mewujudkan doktrin Islam sebagai aturan-aturan sosial untuk
pembebasan manusia yang hakiki, merupakan bukti bahwa HMI menempatkan Islam
sebagai sumber semangat ideologisnya. HMI adalah tempat berkumpulnya
mahasiswa Islam berperisai kesadaran, ia bukan organisasi fundamentalis yang tidak
mengenal pertimbangan rasional. Bahkan merujuk pada pedoman perkaderannya,

10
muatan-muatan intelektual selalu mendampingi tema-tema spritualitas keislamannya.
Bagaimanapun juga kekuatan intelektual atau kekuatan akal dan qalbu adalah unsure
substansial sebuah refolusi peradaban. Disebut dalam teks tujuan HMI bahwa kader
cita HMI adalah kader yang berproses untuk mencapai kualifikasi insane ulil albab.
Insan Ulil Albab adalah insan yang refolusioner baik dalam konteks pemikiran
hingga konteks sosiologis. Cita-cita mewujudkan atau paling tidak mendekati kualitas
mujtahid dan mujaddid (pembaharu), muballigh, mujahid, muabbid, menjadi landasan
dalam proses melahirkan kader-kader pengawal revolusi, karena kualitas tersebut
adalah prasyarat revolusi peradaban dan revolusi sosial.
Sebagai organisasi perkaderan, HMI diharapkan mampu melahirkan sosok-
sosok insan ulil alabab, yaitu insan yang senantiasa memadukan antara pikiran dan
zikir dalam menjalani kehidupan. Sebagai komitmen atas apa yang menjadi harapan
HMI selaku organisasi perkaderan, maka segala hal yang berkaitan dengan
perkaderan baik itu model, metode, dan mauatan materinya dituangkan dalam bentuk
pedoman baku yang dikenal dengan pedoman perkaderan. Dengan pedoman
perkaderan tersebut, HMI terbukti mampu menjaga proses perkaderannya secara
terstruktur, sistematis, dan massif dari struktur terendah hingga struktur tertinggi.
Akan tetapi, keberadaan pedoman perkaderan tidak diiringi dengan adanya pedoman
perjuangan. Akibatnya, pola perkaderan HMI tidak mampu berjalan seiring dengan
proses perjuangan atau proses pengabdian dalam upaya mewujudkan tatanan
masyarakat yang diridhai oleh Allah SWT. Padahal HMI dalam Khittah Perjuangan
telah menggambarkan konstruksi masyarakat yang ideal, yaitu tatanan masyarakat
yang bersatu, adil dan makmur. Namun, dinamika kemasyarakatan yang terjadi
dewasa ini jauh dari kata ideal sebagaiman yang digambarkan HMI. Tatanan
masyarakat hari ini berada pada titik krisis yang dinamakan krisis multidimensional,
yaitu krisis yang menjalar keberbagai sektor kehidupan, baik sektor religi, sosial,
ekonomi, politik, hukum, dan pendidikan.
Melihat berbagai problematika diatas, sebagai organisasi perjuangan yang
dituntut untuk bertanggungjawab dalam mewujudkan tatanan masyarakat ideal, HMI

11
diharuskan terlibat dalam membangun dan mengembangkan tatanan masyarakat
tersebut menuju fase well-being (kesejahteraan). HMI dituntut untuk tanggap
terhadap kecenderungan-kecenderungan ini agar HMI senantiasa dapat berperan
secara aktif dan kreatif di dalam setiap perkembangannya. Untuk itu HMI harus
mampu berdialog secara aktif dengan lingkungannya serta secara positif dan kreatif
melakukan penyesuaian-penyesuaian kedalam sikap dan cara berpikir yang baru
untuk kemudian diwujudkan kedalam perilaku sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menyadari realitas tatanan masyarakat dewasa
ini yang berada pada krisis multidimensional dan pola perjuangan atau pengabdian di
HMI hari ini centang perenang akibat tidak adanya pedoman baku dalam perjuangan
HMI, menuntut adanya perbaikan dalam sistem, pola, dan metode perjuangan HMI
agar menjadi lebih baik lagi. Perbaikan itu ditujukan agar gerakan perjuangan HMI
dapat berjalan secara konstruktif, sistematis, dan transformative demi mewujudkan
tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu wadah atau tempat
beraktivitas bagi mahasiswa Islam dalam mengembangkan berbagai kemampuan atau
potensi yang dimiliki, baik dirinya sebagai mahasiswa, dirinya sebagai bagian dari
alam semesta, maupun sebagai bagian dari makhluk ciptaan Tuhan yang Esa. Sebagai
wadah, HMI menjadi pendidikan sekaligus arena pengabdian bagi semua muslim
yang tergabung dan menikmati segala bentuk proses yang ada di HMI. Pernyataan
tersebut tercermin di dalam frasa tujuan HMI itu sendiri, yakni frasa “Terbinanya
mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab…” merupakan penegasan bahwa HMI
merupakan organisasi pendidikan dan dalam khittah perjuangan disebut juga sebagai
organisasi perkaderan. Frasa “…yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya
tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah Subhanu wa Ta’ala” mengandung makna
bahwa selain menjadi organisasi pendidikan, HMI juga merupakan organisasi
perjuangan atau dalam khittah perjuangan disebut sebagai organisasi perjuangan.
Selain sebagai organisasi perjuangan dan perkaderan, HMI juga merupakan
sebuah organisasi pembebasan yang memuat unsure-unsur teologi-islam, intelektual,
dan politik. Bagi HMI antara iman, ilmu, dan amal adalah kesatuan system yang
terintegrasi. Tiga dimensi itu telah menyatu dan menjadi darah daging secara
sempurna dalam pribadi HMI. Setiap anggota HMI dituntut tidak hanya mampu dan
matang secara politik, terampil berorganisasi, dan mahir berkomunikasi sosial, tetapi
juga dituntut untuk membangun basis dan akar politik yang memadai
Dewasa ini, HMI sebagai salah satu organisasi perkaderan dan perjuangan
yang dimana pada kondisi kekinian belum mampu secara total menjawab tantangan
perjuangan untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang di ridhai oleh Allah
SWT. Hal ini disebabkan karena pola perjuangan HMI dari struktur tertinggi hingga
struktur terendah cenderung bersifat incidental, seremonial, jangka pendek, dan
parahnya bersifat sporadis. Sebagai komitmen atas apa yang menjadi harapan HMI

13
selaku organisasi perkaderan, maka segala hal yang berkaitan dengan perkaderan baik
itu model, metode, dan mauatan materinya dituangkan dalam bentuk pedoman baku
yang dikenal dengan pedoman perkaderan. Dengan pedoman perkaderan tersebut,
HMI terbukti mampu menjaga proses perkaderannya secara terstruktur, sistematis,
dan massif dari struktur terendah hingga struktur tertinggi. Akan tetapi, keberadaan
pedoman perkaderan tidak diiringi dengan adanya pedoman perjuangan. Akibatnya,
pola perkaderan HMI tidak mampu berjalan seiring dengan proses perjuangan atau
proses pengabdian dalam upaya mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhai oleh
Allah SWT.
Menyadari realitas tatanan masyarakat dewasa ini yang berada pada krisis
multidimensional dan pola perjuangan atau pengabdian di HMI hari ini centang
perenang akibat tidak adanya pedoman baku dalam perjuangan HMI, menuntut
adanya perbaikan dalam sistem, pola, dan metode perjuangan HMI agar menjadi lebih
baik lagi. Perbaikan itu ditujukan agar gerakan perjuangan HMI dapat berjalan secara
konstruktif, sistematis, dan transformative demi mewujudkan tatanan masyarakat
yang diridhai Allah SWT.
B. Saran
Karena masih kurangnya pendalaman tentang Reaktualisasi HMI Dari
Konsep Idealis Menuju Realitas Yang Dinamis Dalam Konteks Kekinian yang
dimiliki penulis, dengan ini penulis menyarankan kepada siapapun yang membaca
makalah ini untuk dapat memberikan pemikiran-pemikiran dan saran-saran yang
bersifat kostruktif demi pengembangan tulisan ini kedepan. Marilah kita pelajari
tulisan ini untuk kemudian subtansinya dapat kita internalisasikan atau
implementasikan dan juga kita jadikan sebagai landasan yang tidak hanya sebagai
sebuah formalitas belaka

14
Daftar Pustaka
Fikri Mhd. Zakiul. 2018. Dibawah Naungan Khittah Perjuangan HMI. Istana Media;
Yogyakarta.
Moerdiono, dkk. 1990. HMI Menjawab Tantangan Zaman. P.T Gunung Kalbu:
Jakarta
Safinuddin Ahmad Syafi’i. 2003. HMI dan Wacana Gerakan Sosial. Hijau Hitam;
Makasar Sulawesi Selatan.

15

Anda mungkin juga menyukai