Anda di halaman 1dari 11

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

Shoffurijal Agyanur1
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
E-mail: shoffurijal@gmail.com

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa, “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara”. Hal demikian menunjukkan bahwa begitu
mulianya tujuan yang dicita-citakan dari sebuah proses pendidikan.
Salah satu proses atau kegiatan yang mengarah pada terealisasinya
tujuan tersebut adalah kegiatan belajar mengajar.
Proses belajar mengajar adalah inti dari kegiatan pendidikan secara
keseluruhan. Dalam proses belajar mengajar tersebut tidak akan terealisasi tanpa
adanya landasan yang menopangi. Landasan yang dimaksud adalah landasan
pendidikan. Landasan  pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang
berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat.
Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian
anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya
mementingkan  intelektual semata tanpa membangun karakter peserta
didiknya. Pembangunan karakter tersebut dapat dilakukan oleh seorang tenaga
pendidik terhadap muridnya, maka disinilah proses interaksi berlangsung. Proses
interaksi ini  dapat dikatakan sebagai proses sosiologis dalam pendidikan.
Banyaknya proses interaksi yang kurang selaras di dunia pendidikan
mengakibatkan para pelajar tidak tercetak secara optimal.
Untuk itu, sangatlah penting sebuah interaksi antara tenaga pendidik
dengan muridnya di dunia pendidikan agar mampu mencetak para pelajar secara
optimal.
Bagaimana Pengertian Sosiologi? Bagaimana Latar Belakang Historis
Perkembangan Sosiologi Pendidikan? Bagaimana Landasan Sosiologis
Pendidikan? Bagaimana Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan?
Bagaimana Landasan Sosiologis Pendidikan di Indonesia? Bagaimana Pendidikan
sebagai Pranata Sosial?

METODE

Penulisan ini merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan deskriptif


berupa kata – kata tertulis atau lisan, rujukan – rujukan yang tertulis yang diamati
(Moeloeng 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan


tentang masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas
dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August
Comte (1798 – 1857).
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri –
ciri :
1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan
diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2.   Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu
bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan
kepada generasi muda.
3.   Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai
konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori
itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4.   Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta
individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Adapun pengertian sosiologi secara tepat yaitu hubungan atau interaksi
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok.
Di dalam proses interaksi tersebut tentu terdapat hal atau faktor-faktor
yang mendasari. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1.    Imitasi. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif.
2.    Sugesti. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada
pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau
mayoritas. Di sekolah yang berwibawa misalnya guru, yang berwewenang
misalnya kepala sekolah dan yang mayoritas misalnya pendapat sebagian besar
temannya. Sugesti ini memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya.
Namun kalau anak terlalu sering mensosialisasi sugesti dapat membuat daya
berpikir yang rasional terhambat.
3.    Identifikasi. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi.
Ia berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara
sadar maupun dibawah sadar.
4.    Simpati. Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan
proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada
orang lain. Faktor perasaan memang penting dalam simpati. Sebab itu hubungan
yang akrab perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati ini
mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak – anak akan tertib mematuhi
peraturan – peraturan kelas dalam belajar.

  LATAR BELAKANG HISTORIS PERKEMBANGAN SOSIOLOGI


PENDIDIKAN

Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association


pada tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis,
menyampaikan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama
perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam
memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan.
Orang berpendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan
memiliki kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor
pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan.

Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak


pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, dan
wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior High School
(Rochman Natawidjaja, et. al., 2007: 78). Buah pikiran Ward dijadikan landasan
untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam
sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi
Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79).

Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan


pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus
memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu
sendiri. Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan
universitas di USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang
menyelenggarakan perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914.
Selanjutnya, pada tahun 1923 dibentuk organisasi professional bernama National
Society for the Study of Educational Sociology dan menerbitkan Journal of
educational Sociology. Pada tahun 1948, organisasi progesional yang mandiri itu
bergabung ke dalam seksi pendidikan dari American Sociological Society. Pada
tahun 1928 Robert Angel mengeritik Educational Sociology dan memperkenalkan
nama baru yaitu Sociology of Education dengan focus perhatian pada penelitian
dan publikasi hasilnya, sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber
data dan informasi ilmiah, serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan
teori dan ilmu sendiri.

Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin


segar dan menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang
pendidikan. Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of
Education dan Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology
of Education (1963). Serta seksi Educational Sociology dalam American
Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yang
berlaku sampai sekarang. Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan
Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II. Sosiologi lahir dalam abad
ke-19 di Eropa karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu
empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Nama sosiologi untuk pertama
kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839 (Umar
Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor sosiologi pendidikan
yang terkemuka adalah Durkheim (1858-1917), merupakan Guru Besar Sosiologi
dan Pendidikan pada Universitas Sorbonne.

Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan


masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda.
Para pendukung politis etis di Negeri Belanda saat itu melihat adanya
keterpurukan kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah
jajahan melakukan politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan melalui
edukasi, irigasi, dan emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu
amat elitis, lama kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis
sampai penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat
itu antaralain: Van Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN

Manusia adalah mahkluk sosial. Sosial mengacu kepada hubungan antar


individu, antar masyarakat dan individu dengan masyarakat. Hidup di masyarakat
itu merupakan manifestasi bakat sosial anak. Oleh karena itu, aspek sosial melekat
pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik
agar jadi matang. Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial,
aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya
mengembangkan dirinya, maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses
pendidikan. Dan menurut para ahli bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah
bahwa mendidik itu bertujuan membimbing agar kelak dapat hidup serasi dengan
masyarakat tempat hidupnya.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam
realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai
cabang sosiologi , salah satunya sosiologi pendidikan.   
        Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses
sosial dan pola – pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Aspek sosial
melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup
peserta didik agar jadi matang.
        Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek
itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya mengembangkan
dirinya, maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologi yang terdapat pada
pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi :
1.      Interaksi guru – siswa.
2.      Dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah.
3.      Struktur dan fungsi sistem pendidikan.

RUANG LINGKUP DAN FUNGSI KAJIAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN


Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat
bidang :
1.   Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari
:
a.   Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b.   Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan.
c.   Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan
perubahan kebudayaan.
d.   Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.
e.   Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras,
kebudayaan, atau kelompok – kelompok dalam masyarakat.
2.   Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi :
a.   Sifat kebudayaann sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di
luar sekolah.
b.   Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.
3.   Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari :
a.   Peranan sosial guru.
b.   Sifat kepribadian guru.
c.   Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d.   Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak – anak.
4.   Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah
dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
a.   Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap
organisasi sekolah.
b.   Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial
komunitas kaum tidak terpelajar.
c.   Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
d.   Faktor – faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi
sekolah.

Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan


dituntut melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :
1.    Fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang
fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Penjelasan-
penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.
2.   Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang
diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu,
tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-
faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai
media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan
pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
3.   Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran,
konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan
pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan
utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan
pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional
dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha
untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-
orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik,
tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan
tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup


semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Khusus untuk jalur pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau
dari sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting, karena keluarga
merupakan lembaga sosial yang pertaman bagi setiap manusia. Proses sosialisasi
akan dimulai dari keluarga, dimana anak mulai mengembangkan diri.
                       Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas
keluarga dalam mendidik anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab
keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak. Dalam
keluarga dapat ditanamkan nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya.
                       Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan
juga sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Seperti
kelompok keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka, dan lain – lain.
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa.
Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan
perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat
tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai,
terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma
sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-
masing anggota masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga
macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu:
1.        Paham individualisme, Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia
itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing – masing boleh berbuat apa saja
menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.  Dampak
individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti
ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu
dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
2.        Paham kolektivisme, Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang
berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara
perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
3.        Paham integralistik, paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa
masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara
organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia
tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah
pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan
diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham
integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
1.    Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
2.    Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat..
3.    Negara melindungi warga negaranya.
4.    Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan
kualitas manusia secara orang per orang melainkan juga kualitas struktur
masyarakatnya.

KESIMPULAN.
Secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan
utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan
pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional
dalam kehidupan masyarakat.
 Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun
data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat
dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan
antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan
antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

DAFTAR RUJUKAN
Rasyidin, Waini, dkk. 2013. Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator
MKDP Landasan Pendidikan Jurusan Pedagogik FIP UP

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta. Rineka Cipta.


Tirtarahardja,Umar.2005.Pengantar Pendidikan.Jakarta. PT. Asdi Mahasatya.Ahmadi,

 Abu & Uhbiyati, Nur. 2003. Ilmu Pendidikan.Jakarta. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai