Anda di halaman 1dari 12

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN

KELOMPOK 5:

 RAKA AULIA MAS


 MUHAMMAD RIF’AN MAULANA
 RISALDI
 LUKMANUL HAKIM
 FEBRI ILHAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt. berkat rahmat serta inayah-Nya
penyusun berhasil menuntaskan makalah ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa
tercurahlimpahkan kepada junjunan alam, Nabi Muhammad Saw., kepada keluarga,
sahabat, serta umatnya yang setia hingga akhir zaman. Aamiin.
Makalah berjudul Landasan Sosiologis Pendidikan ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan. Dalam penyusunannya, penyusun banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penyusun ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga
Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran membangun sangat penyusun harapkan
demi kemajuan bersama.
Akhir kata, semoga makalah ini mampu memberikan wawasan kepada kita
semua. Aamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................


A. Latar Belakang Masalah .............................................................
B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Tujuan Penulisan .........................................................................
D. Metode Penulisan .......................................................................
E. Sistematika Penulisan .................................................................

BAB II URAIAN PEMBAHASAN ...............................................................


A. Pengertian Sosiologi .................................................................
B. Latar Belakang Historis Perkembangan Sosiologi Pendidikan...
C. Landasan Sosiologis Pendidikan................................................
D. Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan..........
E. Landasan Sosiologis Pendidikan di Indonesia............................
F. Pendidikan sebagai Pranata Sosial..............................................

BAB III PENUTUP .......................................................................................


A. Simpulan .....................................................................................
B. Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Hal demikian
menunjukkan bahwa begitu mulianya tujuan yang dicita-citakan dari sebuah proses pendidikan.
Salah satu proses atau kegiatan yang mengarah pada terealisasinya tujuan tersebut adalah
kegiatan belajar mengajar.
Proses belajar mengajar adalah inti dari kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Dalam
proses belajar mengajar tersebut tidak akan terealisasi tanpa adanya landasan yang menopangi.
Landasan yang dimaksud adalah landasan pendidikan. Landasan pendidikan diperlukan agar
pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat.
Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia
menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan intelektual semata
tanpa membangun karakter peserta didiknya. Pembangunan karakter tersebut dapat dilakukan
oleh seorang tenaga pendidik terhadap muridnya, maka disinilah proses interaksi berlangsung.
Proses interaksi ini dapat dikatakan sebagai proses sosiologis dalam pendidikan. Banyaknya
proses interaksi yang kurang selaras di dunia pendidikan mengakibatkan para pelajar tidak
tercetak secara optimal.
Untuk itu, sangatlah penting sebuah interaksi antara tenaga pendidik dengan muridnya di
dunia pendidikan agar mampu mencetak para pelajar secara optimal.
Bagaimana Pengertian Sosiologi? Bagaimana Latar Belakang Historis Perkembangan
Sosiologi Pendidikan? Bagaimana Landasan Sosiologis Pendidikan? Bagaimana Ruang Lingkup
dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan? Bagaimana Landasan Sosiologis Pendidikan di
Indonesia? Bagaimana Pendidikan sebagai Pranata Sosial?
Makalah “Landasan Sosiologis Pendidikan” ini yang akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan di atas.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa hal yang perlu
dirumuskan dalam makalah ini di antaranya.
1. Pengertian Sosiologi.
2. Latar Belakang Historis Perkembangan Sosiologi Pendidikan.
3. Landasan Sosiologis Pendidikan.
4. Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan.
5. Landasan Sosiologis Pendidikan di Indonesia.
6. Pendidikan sebagai Pranata Sosial.
BAB II
URAIAN PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SOSIOLOGI

Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang
masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat.
Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798 – 1857).
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok –
kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri – ciri :
1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari
kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang
bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3. Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya
perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada
teori yang lebih baik.
4. Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu –
individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Adapun pengertian sosiologi secara tepat yaitu hubungan atau interaksi antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok.
Di dalam proses interaksi tersebut tentu terdapat hal atau faktor-faktor yang mendasari.
Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Imitasi. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif.
2. Sugesti. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau
sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas. Di sekolah yang berwibawa
misalnya guru, yang berwewenang misalnya kepala sekolah dan yang mayoritas misalnya
pendapat sebagian besar temannya. Sugesti ini memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi
dirinya. Namun kalau anak terlalu sering mensosialisasi sugesti dapat membuat daya berpikir
yang rasional terhambat.
3. Identifikasi. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi. Ia berusaha atau
mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun dibawah sadar.
4. Simpati. Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial. Simpati
akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memang
penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrab perlu dikembangkan antara guru dengan
peserta didik agar simpati ini mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak – anak akan
tertib mematuhi peraturan – peraturan kelas dalam belajar.

B. LATAR BELAKANG HISTORIS PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association pada tahun 1883,
Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis, menyampaikan pidato pengukuhan dengan
menekankan bahwa sumber utama perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah
perbedaan dalam memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan.
Orang berpendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan memiliki
kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor pembeda antara kelas-kelas
sosial yang cukup merisaukan.

Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak pemerintahnya agar


menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, dan wajib belajar di USA berlangsung
11 tahun, sampai tamat Senior High School (Rochman Natawidjaja, et. al., 2007: 78). Buah
pikiran Ward dijadikan landasan untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu
yang baru dalam sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi
Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79).

Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan pendidikan sebagai


alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus memberikan rekomendasi untuk
mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri. Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat
sambutan luas dikalangan universitas di USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang
menyelenggarakan perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, pada
tahun 1923 dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of
Educational Sociology dan menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada tahun 1948,
organisasi progesional yang mandiri itu bergabung ke dalam seksi pendidikan dari American
Sociological Society. Pada tahun 1928 Robert Angel mengeritik Educational Sociology dan
memperkenalkan nama baru yaitu Sociology of Education dengan focus perhatian pada
penelitian dan publikasi hasilnya, sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber data
dan informasi ilmiah, serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan teori dan ilmu
sendiri.
Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin segar dan
menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. Maka diubahlah
nama Educational Sociology menjadi Sociology of Education dan Journal of Educational
Sociology menjadi Journal of the Sociology of Education (1963). Serta seksi Educational
Sociology dalam American Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of
Education yang berlaku sampai sekarang. Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan
Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II. Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa
karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu empiris yang memperoleh
pijakan yang kokoh. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-
1857) pada tahun 1839 (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor
sosiologi pendidikan yang terkemuka adalah Durkheim (1858-1917), merupakan Guru Besar
Sosiologi dan Pendidikan pada Universitas Sorbonne.

Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat,


dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para pendukung politis etis di
Negeri Belanda saat itu melihat adanya keterpurukan kehidupan orang Indonesia. Mereka
mendesak agar pemerintah jajahan melakukan politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan
melalui edukasi, irigasi, dan emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu amat
elitis, lama kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai
penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat itu antaralain: Van
Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.

C. LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN

Manusia adalah mahkluk sosial. Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar
masyarakat dan individu dengan masyarakat. Hidup di masyarakat itu merupakan manifestasi
bakat sosial anak. Oleh karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu
dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar jadi matang. Di samping tugas
pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu
anak dalam upaya mengembangkan dirinya, maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses
pendidikan. Dan menurut para ahli bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah bahwa mendidik
itu bertujuan membimbing agar kelak dapat hidup serasi dengan masyarakat tempat hidupnya.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial.
Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi , salah satunya
sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola –
pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Aspek sosial melekat pada diri individu yang
perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar jadi matang.
Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri
sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya mengembangkan dirinya, maka segi sosial
ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan.
Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi :
1. Interaksi guru – siswa.
2. Dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah.
3. Struktur dan fungsi sistem pendidikan.

D. RUANG LINGKUP DAN FUNGSI KAJIAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN


Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari :
a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b. Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan.
c. Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan
kebudayaan.
d. Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.
e. Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau
kelompok – kelompok dalam masyarakat.
2. Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi :
a. Sifat kebudayaann sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.
b. Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari :
a. Peranan sosial guru.
b. Sifat kepribadian guru.
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak – anak.
4. Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok
sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
a. Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.
b. Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas kaum
tidak terpelajar.
c. Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
d. Faktor – faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.

Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan dituntut


melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang
termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan
melalui berbagai media komunikasi.
2. Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan
akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, tuntutan masyarakat akan
berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke
dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan
dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
3. Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan
lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan
pendidikan sendiri.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-
fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui
pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka
mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara
khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi
sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta
didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang
hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

E. LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur


pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus untuk jalur
pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga
adalah sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang pertaman bagi setiap
manusia. Proses sosialisasi akan dimulai dari keluarga, dimana anak mulai mengembangkan diri.
Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga dalam
mendidik anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab keluarga merupakan lembaga sosial
pertama yang dikenal oleh anak. Dalam keluarga dapat ditanamkan nilai dan sikap yang dapat
mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga sangat
dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Seperti kelompok keagamaan,
organisasi pemuda dan pramuka, dan lain – lain.
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari
norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi
dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang
rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-
norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing
anggota masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut
oleh pengikutnya, yaitu:
1. Paham individualisme, Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka
dan hidup merdeka. Masing – masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan
tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang
yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam
masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat
satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
2. Paham kolektivisme, Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada
masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi
masyarakatnya.
3. Paham integralistik, paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota
masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam
konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat
secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
1. Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
2. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat..
3. Negara melindungi warga negaranya.
4. Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas
manusia secara orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

F. PENDIDKAN SEBAGAI PRANATA SOSIAL

Theodorson G. A. mendefinisikan pranata sosial (social institution) sebagai “an


interrelated system of social roles and norms organized about the satisfaction of an important
social need or function” (Sudarja Adiwikarta, 1988). Pranata sosial adalah suatu sistem peran
dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi di sekitar pemenuhan kebutuhan
atau fungsi sosial yang penting. Komblum menggunakan istilah institusi untuk menjelaskan
pranata sosial, ia mendefinisikannya sebagai “suatu struktur status dan peranan yang diarahkan
kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar anggota masyarakat” (Kamanto Sunarto, 1993).
Adapun Koentjaraningrat (1984), dalam definisinya secara tersurat menyebutkan juga peralatan-
peralatan dan manusia-manusia yang melaksanakan peranan-peranan itu. Redaksi definisi-
definisi di atas memang berbeda namun mengandung pengertian yang relatif sama. Esensinya
bahwa pranata sosial merupakan suatu sistem aktivitas yang khas dari suatu kelakuan berpola;
aktivitas yang khas ini dilakukan oleh berbagai individu atau manusia yang mempunyai status
dan peran masing-masing yang saling berhubungan atau mempunya struktur; mengacu kepada
sistem ide, nilai dan norma atau tata kelakuan tertentu; dilakukan dengan menggunakan berbagai
peralatan; dan aktivitas khas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarakat.
Pendek kata, pranata sosil adalah perilaku berpola yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dasarnya (basic needs).
Pranata pendidikan merupakan salah satu pranata sosial dalam rangka proses
sosialisasi dan atau enkulturasi untuk mengantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbudaya, serta untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan kebudayaannya.
Melalui pranata pendidikan sosialisasi dan atau enkulturasi diselenggarakan masyarakat,
sehingga demikian eksistensi masyarakat dan kebudayaannya dapat bertahan sekalipun individu-
individu anggota masyarakatnya berganti karena terjadinya kelahiran, kematian, dan
perpindahan.
Dala hubungan dengan keadaan serta harapan masyarakat serta kebudayaannya,
pranata pendidikan mempunyai dua fungsi utama, yaitu:
1. Fungsi Konservasi
Dalam hal ini, pranata pendidikan berfungsi untuk mewariskan atau melestarikan nilai-nilai
budaya masyarakat dan mempertahankan kelangsungan eksistensi masyarakat.
2. Fungsi Inovasi/kreasi/transformasi
Dalam hal ini, pranata pendidikan berfungsi untuk melakukan perubahan dan pembaharuan
masyarakat beserta nilai-nilai budayanya.
Fungsi konservasi dan fungsi inovasi pendidikan bagi masyarakat dan kebudayaannya
dapat kita pahami dan riil terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Namun apakah pendidikan
akan berfungsi konservasi saja, atau inovasi saja, atau kedua-duanya, hal ini akan sangat
tergantung kepada pola-pola pendidikan yang diselenggarakan masyarakat yang bersangkutan.
Secara teoritis, memang dapat ditemukan adanya teori yang mengklasifikasikan seperti itu.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-
fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui
pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka
mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan
informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan
dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas
sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

B. SARAN
a. Kita sebagai pelajar dan calon pendidik harus lebih memahami bagaimana tata cara mendidik
anak didik kita. Baik itu dilihat dari segi psikologis, psikis khususnya sosiologis agar cita-cita
pengoptimalisasian upaya belajar mengajar dapat terealisasi dengan sempurna.
b. Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah
kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
c. Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah
ini.

Anda mungkin juga menyukai