Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN SEBAGAI SOSIOLOGIS

Dosen Pengampu :

AGUS SYARIFUDDIN, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :

1. EVI AMALIA
2. DIDIK YUDI PRASETYO
3. AYU ISYANA DEVI PURBA
4. RISTIANA AFRIANA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PARIS BARANTAI
KOTABARU
2019

i
ii
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikiran.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bantuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Karang Bintang, April 2019

Penulis

iii
Daftar Isi

Cover………………………………………………....………………………………....... i

Kata Pengantar ………………………..………………..…………………………......... ii

Daftar Isi ……...……………………………………………………………………....... iii

BAB I
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………......... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………....…………………........ 2

BAB II
2.1 Pengertian Landasan Sosiologis................................................................................ 3
2.2 Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan.................................................................... 5
2.3 Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan.................................................................... 5
2.4 Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan......................................................... 6
2.5 Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan......................................................... 7
2.6 Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan...................................................... 8
2.7 Aplikasi Landasan Sosiologis Terhadap Bimbingan Dan Konseling.......................... 9
BAB III
3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 11
3.2 Saran........................................................................................................................... 12

Daftar Pustaka

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya
manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang
dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani
hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai
manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya
berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia
harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Di lain pihak manusia juga
memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang
lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk
membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi
kepentingan hidupnya.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi,
agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap
terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan
kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur
sosial budaya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Tak hanya
perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari
pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir,
dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya
arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal
tersebut secara baik dan bijak yang berlandaskan sosiologi.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologis pendidikan ?
b. Bagaimana sejarah lahirnya landasan sosiologi pendidikan ?
c. Apa yang menjadi landasan dalam sosiologi pendidikan ?
d. Bagaimana implementasi landasan sosiologis pendidikan ?
e. Apa fungsi kajian dalam landasan sosiologis pendidikan ?
f. Apa saja ruang lingkup landasan sosiologis pendidikan ?
g. Bagaimana aplikasi landasan sosiologis terhadap bimbingan dan konseling ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Landasan Sosiologis


Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang
masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi
sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama
sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun
1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari masyarakat.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial.
Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti
sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan,
sosiologi pendidikan, dan lain-lain.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan
dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan
pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk
oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan
meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah
cabang sosiologi pendidikan. Ciri-ciri sosiologis pendidikan :
a. Empiris adalah adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu, Sebab bersumber dan
diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
b. Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk
budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada
generasi muda.
c. Komulatif adalah sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai
konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori
itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
d. Nonetis adalah karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat
beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau
buruk.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh
pengikutnya:
a. Paham individualisme
b. Paham kolektivisme
c. Paham integralistik

3
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup
merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-
masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme
menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas
kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara
anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan
dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang
dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang
memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota
masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. dalam
masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat
saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
a. Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
b. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat.
c. Negara melindungi warga anegaranya
d. Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia
orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan
potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena
beberapa faktor berikut:
a. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
b. Sifat adaptability dan intelegensi.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai
landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar
manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan
kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.

4
2.2 Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang
masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi
sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama
sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857), sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari tentang masyarakat.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial.
Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti
sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan,
sosiologi pendidikan.
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari
tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert
Spencer, Karl Marx,Emile Durkheim, Ferdinand Tonnies, George Simmel, Max Weber,
dan Pitirim Sorokin (semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar
menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna
untuk perkembangan sosiologi.Emile Durkheim (ilmuwan sosial Perancis) berhasil
melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile memperkenalkan
pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai
elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial. Pada tahun
1876 di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan sosiologi dan memperkenalkan
pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia,
sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama
lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap
konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.

2.3 Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan


Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari
norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami
kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada
pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk
terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai
sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat
kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota
masyarakat.

5
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut
oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3)
paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan
hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya,
asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini,
usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu
dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada
masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah
sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing
anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis
merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak
secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi
dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan
diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik
yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong
royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama
menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan
(4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan
di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang.

2.4 Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan


Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman
pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk,
maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertical masih
dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman
penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat politik yang kuat
menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam
berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang

6
kokoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan
tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin
mendapat perhatian yag semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan
local di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan
masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia
dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi memahami dan
menyatu dengan lingkungan.dilakukan, baik melalui jalur sekolah (seperti mata
pelajaran PKn, pendidikan sejarah) maupun jalur pendidikan luar sekolah
(penataran, P4, Pemasyarakaatn P4 non penaratan ) telah mulai menumbuhkan
benih-benih.

2.5 Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan


a. Fungsi Eksplanasi
Menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke
dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep,
proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil
dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian
lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain,
serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi
yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan
wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang
dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui
berbagai media komunikasi.
b. Fungsi Prediksi
Meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan
muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, tuntutan masyarakat
akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan
eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi.
Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan
pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.

7
c. Fungsi Utilisasi
Menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial,
kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan
masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.

Jadi, secara umum sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-


fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi)
melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan,
dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam
kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk
menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang
terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang
hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang
hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

2.6 Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan


Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan namanya,
Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology)
adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh professional
dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para
mahasisiwa serta professional sosiologi.
Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan
adanya empat pokok bahasan berikut:

a. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain


b. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
c. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
d. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik, Rochman Natawidjaja (2007:
81).
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai
bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu,
atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan
masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.

8
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang
memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan
pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi
social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada
kehidupan peserta didik. Rochman Natawidjaja (2007: 82).

2.7 Aplikasi Landasan Sosiologis Terhadap Bimbingan Dan Konseling


Landasan sosilogis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai
faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada
dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak
lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku
sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam
memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari
lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi
individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses
pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor
dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan
budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima
macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan
penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-
verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya
penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna
yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung
menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka
subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain
disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula
menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu

9
memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing.
Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya
dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa,
dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor
dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut
perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya
(2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa
bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk
lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling
dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di
atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal
pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan
yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik
masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses social di
dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi empat bidang :
a. hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain
b. hubungan sekolah dengan komunitas sekitar
c. hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
d. pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma
kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan
antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya
kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang
dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi eksplanasi,
(2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi pendidikan bertujuan
untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui pengkajian fenomena-
fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang
lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem
pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan
pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah
dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat
terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an, baik melalui
kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

11
3.2 Saran
Manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap manusia seharusnya menjadikan
sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena
memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang
dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta
peradaban tinggi melalui pendidikan. Maka perlu adanya komitmen dari pemerintah
untuk memberikan suatu pengembangan yang memadai tentang sosiologi
pendidikan. Seperti tampak seperti ini seharusnya pendidikan melaksanakan
pengembangan, yang dilaksanakan umumnya tidak memilih salah satu tetapi
seharusnya diupayakan seimbang antara pelestarian dan pengembangan sosial.

12
Daftar Pustaka

Tirtarahardja, U. & Sula, S. L. L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Ruswandi, Uus & Hermawan Heris, A. 2008. Nurhamzah. Landasan Pendidikan.


Bandung: CV. Insan Mandiri.

Sutikno Sobry. M. 2008. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect.

Natawidjaya. R. Sukmadinata,.N.S. Ibrahim. Djohar. A. 2007. Ilmu Rujukan


Filsafat, Teori, dan Praksis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukardjo, M. & Komarudin, Ukim. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan


Aplikasinya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

13

Anda mungkin juga menyukai