Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
1. EVI AMALIA
2. DIDIK YUDI PRASETYO
3. AYU ISYANA DEVI PURBA
4. RISTIANA AFRIANA
i
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikiran.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bantuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
iii
Daftar Isi
Cover………………………………………………....………………………………....... i
BAB I
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………......... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………....…………………........ 2
BAB II
2.1 Pengertian Landasan Sosiologis................................................................................ 3
2.2 Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan.................................................................... 5
2.3 Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan.................................................................... 5
2.4 Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan......................................................... 6
2.5 Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan......................................................... 7
2.6 Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan...................................................... 8
2.7 Aplikasi Landasan Sosiologis Terhadap Bimbingan Dan Konseling.......................... 9
BAB III
3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 11
3.2 Saran........................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologis pendidikan ?
b. Bagaimana sejarah lahirnya landasan sosiologi pendidikan ?
c. Apa yang menjadi landasan dalam sosiologi pendidikan ?
d. Bagaimana implementasi landasan sosiologis pendidikan ?
e. Apa fungsi kajian dalam landasan sosiologis pendidikan ?
f. Apa saja ruang lingkup landasan sosiologis pendidikan ?
g. Bagaimana aplikasi landasan sosiologis terhadap bimbingan dan konseling ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup
merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-
masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme
menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas
kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara
anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan
dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang
dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang
memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota
masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. dalam
masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat
saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
a. Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
b. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat.
c. Negara melindungi warga anegaranya
d. Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia
orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan
potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena
beberapa faktor berikut:
a. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
b. Sifat adaptability dan intelegensi.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai
landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar
manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan
kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.
4
2.2 Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang
masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi
sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama
sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857), sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari tentang masyarakat.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial.
Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti
sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan,
sosiologi pendidikan.
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari
tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert
Spencer, Karl Marx,Emile Durkheim, Ferdinand Tonnies, George Simmel, Max Weber,
dan Pitirim Sorokin (semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar
menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna
untuk perkembangan sosiologi.Emile Durkheim (ilmuwan sosial Perancis) berhasil
melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile memperkenalkan
pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai
elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial. Pada tahun
1876 di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan sosiologi dan memperkenalkan
pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia,
sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama
lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap
konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
5
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut
oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3)
paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan
hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya,
asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini,
usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu
dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada
masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah
sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing
anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis
merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak
secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi
dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan
diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik
yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong
royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama
menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan
(4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan
di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang.
6
kokoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan
tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin
mendapat perhatian yag semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan
local di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan
masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia
dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi memahami dan
menyatu dengan lingkungan.dilakukan, baik melalui jalur sekolah (seperti mata
pelajaran PKn, pendidikan sejarah) maupun jalur pendidikan luar sekolah
(penataran, P4, Pemasyarakaatn P4 non penaratan ) telah mulai menumbuhkan
benih-benih.
7
c. Fungsi Utilisasi
Menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial,
kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan
masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.
8
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang
memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan
pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi
social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada
kehidupan peserta didik. Rochman Natawidjaja (2007: 82).
9
memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing.
Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya
dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa,
dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor
dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut
perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya
(2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa
bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk
lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling
dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di
atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal
pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan
yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik
masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses social di
dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi empat bidang :
a. hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain
b. hubungan sekolah dengan komunitas sekitar
c. hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
d. pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma
kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan
antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya
kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang
dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi eksplanasi,
(2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi pendidikan bertujuan
untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui pengkajian fenomena-
fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang
lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem
pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan
pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah
dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat
terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an, baik melalui
kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
11
3.2 Saran
Manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap manusia seharusnya menjadikan
sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena
memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang
dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta
peradaban tinggi melalui pendidikan. Maka perlu adanya komitmen dari pemerintah
untuk memberikan suatu pengembangan yang memadai tentang sosiologi
pendidikan. Seperti tampak seperti ini seharusnya pendidikan melaksanakan
pengembangan, yang dilaksanakan umumnya tidak memilih salah satu tetapi
seharusnya diupayakan seimbang antara pelestarian dan pengembangan sosial.
12
Daftar Pustaka
13