Anda di halaman 1dari 23

REFRESHING

“BBLR”

Pembimbing:

dr. Hj. Heka Majasari, Sp.A

Disusun oleh:

N.C Fasyarofa T.

20178730080

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

KEPANITERAAN KLINIK RSUD SAYANG CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya Refreshing ini dapat terselesaikan dengan baik. Refreshing ini disusun sebagai
salah satu tugas kepanitraan klinik stase pediatri Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta di RSUD Sayang Cianjur
Dalam penulisan laporan Refreshing ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Hj. Heka Majasari, Sp.A sebagai dokter pembimbing.
Dalam penulisan laporan Refreshing ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat
membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini.
Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin laporan case report ini
telah selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal Alamin.

Jakarta, Mei 2023

Penulis,

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu)
atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR).

B. Epidemiologi
Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di negara
dengan sosio ekonomi rendah. dikarenakan keadaan sosial ekonomi yang rendah,
dimana para ibu yang hamil menderita kekurangan gizi, anemia, dan komplikasi
kehamilan. Selain itu dari segi sarana peralatan, tenaga ahli, dan dana yang tidak
memadai untuk antenatal care.
Prevalensi kejadian BBLR di dunia menurut WHO tahun 2018 yaitu 20 juta (15.5%)
setiap tahunnya, dan negara berkembang menjadi kontributor terbesar yaitu sekitar
96.5%. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana prevalensi BBLR
masih cukup tinggi. Indonesia menduduki peringkat ke-9 tertinggi di dunia terkait angka
kejadian BBLR, yaitu sebesar lebih dari 15,5% dari kelahiran bayi setiap tahunnya. Di
Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2018, kejadian BBLR masih tergolong tinggi,
yaitu lebih dari 7% berdasarkan 56.6% yang memiliki catatan berat lahir

C. Klasifikasi
Klasifikasi BBLR dapat dikelompokkan berdasarkan:
• Berat badan lahir
o Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan
berat lahir 1500-2499 gram
o Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) dengan berat badan lahir 1000-1499 gram.
o Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth
weight (ELBW) dengan berat badan lahir <1000 gram
• Usia kehamilan

3
o Preterm infant atau bayi prematur adalah bayi yang lahir pada umur
kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
o Term infant atau bayi cukup bulan (mature atau aterm) adalah bayi yang
lahir pada umur kehamilan 37-42 minggu.
o Postterm infant atau bayi yang lebih bulan adalah bayi yang lahir pada
umur kehamilan sesudah 42 minggu
• Berat badan lahir dan masa gestasi
o Prematuritas murni/sesuai masa kehamilan: Bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat
badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih besar dari badannya,
kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan
jarang.
o Dismaturitas/kecil masa kehamilan: Bayi dengan berat badan kurang
dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, hal tersebut
menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine.

D. Etiologi
Penyebab kelahiran bayi berat lahir rendah dan gangguan pertumbuhan intrauterine
dapat disebabkan oleh faktor ibu, janin, dan plasenta.
• Prematuritas murni
o Faktor ibu:
§ Toksemia gravidarum, yaitu preeklampsi dan eklampsi
§ Kelainan bentuk uterus (contoh: uterus bikornis, inkompeten
serviks)
§ Tumor (contoh: mioma uteri, cystoma)
§ Ibu yang menderita penyakit, seperti typhoid, malaria (akut), TBC,
penyakit jantung, glomerulonefritis kronis (kronis)
§ Trauma pada masa kehamilan, fisik (jatuh/terbentur), psikologis
(stress)
§ Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun

4
o Faktor janin:
§ Kehamilan ganda
§ Hidramnion
§ Ketuban pecah dini
§ Cacat bawaan
§ Infeksi transplasenta (contoh: rubeolla, sifilis, toxoplasmosis)
§ Insufisiensi plasenta
§ Inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhessus, golongan darah
ABO)
o Faktor plasenta:
§ Plasenta previa
§ Solusio plasenta
§ Plasentitis villus (ec. Bakteri, virus, parasit)
§ Berat plasenta berkurang atau berongga
§ Tumor (contoh: chorioangima, mola hidatidosa)

• Dismaturitas
o Faktor ibu:
§ Kehamilan ganda.
§ Usia ibu.
§ Penyakit: DM.
§ Sosioekonomi yang rendah à gizi, kebiasaan merokok.
§ Lingkungan à faktor ketinggian tempat.
§ Faktor plasenta à besar plasenta, tempat insersi tali pusat, tempat
melekat plasenta.
o Faktor janin :
§ Kelainan janin lebih banyak pada bayi perempuan.
§ Kelainan kongenital yang berat.
§ Etnik dan ras

Berdasarkan analisis data multivariate, didapatkan faktor risiko faktor yang


paling berpengaruh yaitu usia kehamilan, preeklampsia, hidramnion, kehamilan ganda,
dan jenis kelamin.

5
E. Stadium BBLR
• Stadium I: Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering
seperti perkamen, tetapi belum terdapat noda meconium
• Stadium II: Terdapat tanda stadium I, ditambah warna kehijauan pada kulit
plasenta dan umbilikus, hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam
amnion yang kemudian akan mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta
sebagai akibat anoksia intrauteri.
• Stadium III: Terdapat tanda stadium II ditambah dengan kulit, kuku dan tali pusat
yang berwarna kuning, ditemukan juga anoksia intrauterin yang lama.

F. Manifestasi Klinis
• Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33 cm.
• Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
• Masa gestasi kurang dari 37 minggu
• Kulit tipis, transparan, rambut lanugo masih banyak, dan jaringan lemak subkutan
tipis atau kurang.
• Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar
• Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolah-
olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
• Tumit mengilap, telapak kaki halus
• Alat kelamin pada bayi pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang, testis belum
turun ke dalam skrotum. Untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora
belum tertutup oleh labia mayora
• Fungsi saraf yang belum matang, mengakibatkan reflek hisap, menelan dan batuk
masih lemah atau tidak efektif, dan tangisannya lemah
• Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan
lemak masih kurang
• Verniks kaseosa sedikit atau tidak ada

G. Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan 1 jam setelah lahir, dapat diketahui
dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

6
a. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan
mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR:
1. Umur ibu
2. Hari pertama haid terakir
3. Riwayat persalinan sebelumnya
4. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
5. Kenaikan berat badan selama hamil
6. Aktivitas
7. Penyakit yang diderita selama hamil
8. Obat-obatan yang diminum selama hamil
b. Pemeriksaan fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain:
1. Berat badan > 2500 gram
2. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
3. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan)
c. Scoring
Pemeriksaan skor Ballard
Skor Ballard digunakan untuk menetukan usia gestasi bayi baru lahir melalui
penilaian neuromuscular dan fisik.

7
d. Pemeriksaan penunjang
1. Tes kocok (shake test)
Tes kocok merupakan suatu uji diagnostik untuk mengetahui kematangan dan
kemampuan paru dalam memproduksi surfaktan. Tes kocok dilakukan dengan
cara menggunakan cairan lambung bayi baru lahir bersama etanol 96% dengan
pengenceran tertentu. Interpretasi hasil tes kocok adalah:
• Positif bila terlihat gelembung udara yang membentuk cincin diatas
permukaan cairan dalam tabung reaksi.
• Negatif bila tidak terlihat gelembung, artinya tidak terdapat surfaktan
atau paru-paru belum matang
• Ragu-ragu bila terdapat gelembung tetapi tidak terbentuk cincin, tes
harus diulang
2. Darah rutin, glukosa darah

8
3. Bila perlu dan fasilitas tersedia, diperiksa kadar elektrolit dan analisis gas darah
4. Foto rontgen dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan
kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas
5. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <35 minggu, dimulai
pada umur 3 hari dan dilanjutkan sesuai hasil yang didapat

H. Tatalaksana
1. Pemberian vitamin K
• Injeksi 1 mg IM sekali pemberian; atau
• Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6
minggu)
2. Mempertahankan suhu tubuh normal
• Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
bayi seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas,
inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat
sesuai petunjuk
Penggunaan
Kontak kulit - Untuk semua bayi
- Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau
menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4 C) apabila cara
lain tidak mungkin dilakukan
KMC Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <2500 g,
terutama direkomendasikan untuk perawat berkelanjutan bayi
dengan berat badan <1800g dan usia gestasi <34 minggu
Pemancar - Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 g atau lebih
panas - Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan
tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi
Inkubator - Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1500 g
yang tidak dapat dilakukan KMC
- Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Ruangan - Untuk merawat bayi dengan berat <2500 g yang tidak
hangat memerlukan tindakan diagnostic atau prosedur
pengobatan
- Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas
berat)

• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin


• Ukur suhu tubuh sesuai jadwal

9
o Bayi sakit: Tiap jam
o Bayi kecil: Tiap 12 jam
o Bayi sangat kecil: Tiap 6 jam
o Bayi keadaan membaik: sekali/hari

3. Pemberian nutrisi
• ASI merupakan pilihan utama
• Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali
• Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
• Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih menginginkan
dapat diberikan lagi
• Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang
tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomaly mayor saluran
cerna, NEC (necrotizing enterocolitis), IUGR berat, dan berat lahir <1000g.
• Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan
selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa
normal.
• Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan
lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut:
o Berat lahir 1750 – 2500 gram: Pada umumnya bayi dengan berat
lahir >2250 gram cukup kuat untuk mulai minum sesudah
dilahirkan. Jaga bayi tetap hangat dan kontrol infeksi, tidak ada
perawatan khusus.
• Bayi sehat
§ Mulailah pemberian ASI dalam 1 jam setelah
kelahiran, kebanyakan bayi mampu menghisap. Bayi
yang dapat menghisap harus diberikan ASI. Bayi
yang tidak bisa menyusu haris diberi ASI perah
menggunakan cangkir dan sendok, ketika bayi
mampu menghisap dari puting dan berat badan

10
bertambah, kurangi pemberian minum melalui
cangkir dan sendok.
§ Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat
bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas
minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh;
setiap 2 jam) bila perlu.
§ Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan
untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi
kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum.

• Bayi sakit
§ Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak
memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada
bayi sehat.
§ Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
o Berikan cairan intravena hanya selama 24
jam pertama
o Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2
atau segera setelah bayi stabil
o Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan
bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk
menyusu
§ Apabila masalah sakitnya menghalangi proses
menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan
ASI peras melalui pipa lambung :
o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh;
3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar berikan tambahan ASI setiap
kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila
keadaan bayi sudah stabil dan bayi

11
menunjukkan keinginan untuk menyusu dan
dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

o Berat lahir 1500-1749 gram


• Bayi sehat
§ Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila
jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan
menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi
aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan
minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan
pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila
bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini
dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya
memakan waktu lebih dari 1 minggu)
§ Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3
jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum
160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum.
§ Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui
langsung.

• Bayi sakit
§ Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam
pertama
§ Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2
dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
§ Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3
jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum
160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum.

12
§ Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/
sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi
dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
§ Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui
langsung.

o Berat lahir 1250-1499 gram


• Beri ASI peras melalui pipa lambung
• Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum
• Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
• Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

o Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)


• Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
• Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan
kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.
• Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila
bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi
masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
• Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
• Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

I. Supportive
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:
• Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau
ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk

13
• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
• Ukur suhu tubuh dengan berkala
• Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
• Jaga dan pantau patensi jalan nafas
• Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
• Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
• Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
• Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

J. Pemulangan dan Pemantauan


1) BBLR dapat dipulangkan bila
• Tidak terdapat tanda bahaya atau tanda infeksi berat
• Berat badan bertambah hanya dengan ASI
• Suhu tubuh bertahan pada kisaran normal (36-37℃) dengan pakaian terbuka
• Ibu yakin dan mampu merawatnya
BBLR harus diberikan semua vaksin yang dijadwalkan pada saat lahir dan jika ada
dosis kedua pada saat akan dipulangkan.
2) Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
• Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
• Preparat Fe sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
• Pantau berat badan bayi secara periodik
• Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10%
untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat
lahir <1500)
• Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat
lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
- Tingkatkan jumlah ASI dari 60 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 150
ml/kg/hari

14
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi
agar jumlah pemberian ASI tetap 150 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari
- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap
minggu.
3) Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan
mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang
sebagai berikut :
o Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
o Hitung umur koreksi.
o Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
o Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).
o Awasi adanya kelainan bawaan.

K. Konseling untuk pulang


Lakukan konseling pada orang tua sebelum bayi pulang mengenai :
• Pemberian ASI eksklusif
• Menjaga bayi tetap hangat
• Tanda bahaya untuk mencari pertolongan
• Timbang berat badan, nilai minum dan kesehatan secara umum setiap minggu
hingga BB bayi mencapai 2,5 kg

L. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:
1) Hipotermia: Perbedaan suhu di dalam kandungan dan lingkungan akan memberi
pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi, selain itu hipotermia dapat terjadi
karena kemampuan untuk untuk mempertahankan panas dan kesanggupan
menambah produksi panas sangat terbatas, karena pertumbuhan otot-otot yang
belum cukup matang, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf
pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan
berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
• Kaki teraba dingin

15
• Kemampuan menghisap lemah / tidak dapat menyusui
• Letargi dan menangis lemah
• Perubahan warna kulit dari pucat dan sianosis menjadi kutis marmorata atau
pletora
• Takipnea dan takikardi

Manajemen proteksi thermal:

• Persiapkan ruang melahirkan yang hangat


• Lakukan pengeringan segera setelah bayi lahir
• Lakukan metode kontak kulit dengan kulit
• Lakukan pemberian ASI segera atau IMD
• Tidak segera memandikan/menimbang bayi
• Berilah pakaian dan selimut bayi yang adekuat
• Lakukan rawat gabung bersama ibu
• Transportasi hangat
• Resusitasi hangat

2) Hipoglikemia: Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan


bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Kecepatan
glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya
hubungan plasenta dan janin yang menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.
Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam
pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini
disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia terjadi bila
kadar gula darah £ 20 mg/dL. Tanda klinis hipoglikemia:
• Gemetar
• Sianosis
• Apatis
• Kejang
• Apnea Intermiten
• Tangisan lemah atau melengking
• Kelumpuhan atau letargi
• Kesulitan minum

16
• Terdapat gerakan putar mata
• Keringat dingin
• Hipotermia
• Gagal jantung dan henti jantung

Hipoglikemia pada neonatus terjadi bila gula darah < 47 mg/dl, Pada hipoglikemia
berat didapatkan hasil gula darah < 25 mg/dl, dan hipoglikemia ringan/sedang jika
kadar gula darah >25 - <47 mg/dl.
Penatalaksanaan:
• Infus D10% 6 mg/kgBB/mnt
• Bila cukup bulan & tidak ada faktor risiko → early feeding
• Periksa ulang kadar GD 30 – 60 menit
• Bila tetap rendah: Dextrose IV (kecepatan infus IV dapat dinaikan sampai
mencapai normoglikemia)

3) Hiperbilirubinemia: Pada neonatus, ikterus jika bilirubin total serum lebih atau
sama degan 5 gr/dl. Hiperbilirubinemia terjadi karena adanya gangguan akumulasi
bilirubin yang terkonjugasi secara berlebih, sehingga menyebabkan gejala klinis
berupa kulit yang berwarna kuning dan sklera ikterik. Tatalaksana hiperbilirubin
indirek :
• ASI & kontak kulit degan kulit (teratur)
• Meningkatkan asupan dalam volume maupun kalorinya
• Hentikan obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin
• Mengoreksi hipoksia, infeksi, & asidosis
• Phototherapy dari banyak sisi
• Transfer tukar/ ganti
• Pemberian albumin

4) Respiratory distress syndrome: Sampai saat ini penyakit membrane hyaline


dianggap terjadi karena defisiensi pembentukan surfaktan pada paru bayi yang
belum matang. Surfaktan adalah zat yang penting dalam pangembangan paru dan
merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak.
Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin dan mulai terbentuk pada kehamilan 22

17
– 24 minggu dan berjumlah lengkap dan mulai berfungsi normal pada minggu ke-
35 kehamilan.
Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi
sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.
Pada aspirasi mekonium terjadi hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin
mengalami gasping dalam uterus, selain itu mekonium akan dilepaskan dan
bercampur dengan cairan amnion, cairan amnion yang mengandung mekonium
tersebut akan masuk ke dalam paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan
menderita gangguan pernafasan karena melekatnya mekonium dalam saluran
pernafasan.
Tanda klinis sindrom gawat nafas :
• Pernafasan cepat
• Sianosis perioral
• Merintih sewaktu ekspirasi
• Retraksi substernal dan interkostal

Penatalaksanaan:
• Pemberian surfaktan: Dosis survanta 4 mL/kgBB/dosis terutama pada 6 jam
pertama kehidupan
• Dukungan pernafasan: Intubasi endotrakeal & ventilasi mekanik
• Pemberian cairan & nutrisi
• Antibiotik sampai terbukti tidak ada infeksi bakteri.

5) Asfiksia: Asfiksia merupakan kegagalan bayi baru lahir dalam bernafas secara
spontan dan teratur sehingga menimbulkan gangguan metabolism, yang dapat
mengancam nyawa.
Klasifikasi Asfiksia berdasarkan APGAR Score:
• Asfiksia ringan: APGAR Score ≥ 7
• Asfiksia sedang: APGAR Score 6 – 4
• Asfiksia berat: APGAR Score ≤ 3
Penatalaksanaan:

18
• Memberikan kehangatan
• Memosisikan kepala bayi dengan sedikit menengadah kepala
• Membersihkan jalan nafas seperlunya
• Mengeringkan bayi & merangsang pernafasan
• Ventilasi tekanan positif (VTP)
o HR < 100x/mnt
o VTP 30 dtk selama 20 – 30x
o RJP
§ HR < 60x/mnt, setelah VTP 30 dtk
§ Kombinasi RJP & VTP 45 – 60 dtk (1 ventilasi & 3x kompresi)
o Pemberian epinefrin
§ Jika kompresi dada & VTP 45 – 60 dtk, HR < 60x/mnt à 0,01 –
0,03 mg/kgBB IV
§ Dapat diulang 3 – 5 mnt jika HR tidak naik

6) Sepsis pada Neonatus: Merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan gejala
sistemik dan disertai bakteremia pada bulan pertama kehidupan.
Klasifikasi:
• Sepsis awal awitan: segera sesudah lahir – 7 hari pertama
• Sepsis awal lanjutan: infeksi nosokomial dan terjadi > 7 hari
Gejala klinis:
• Umum: bayi tidak tampak sehat, tidak mau minum dan retensi cairan di
lambung banyak.
• Saluran cerna: muntah, diare, distensi abdomen, hepatomegali
• Gangguan pernafasan: merintih, pernapasan cuping hidung (dispneu dan
takipneu), retraksi Substrenal dan interkosta, apnea
• Gangguan kardiovaskular: takikardi, bradikardi, hipotensi
• Gangguan SSP: kesadaran menurun, tremor, kejang, hipotonia, apnea
• Gangguan hematologik: pucat, ikterus, perdarahan, pembesaran limpa
• Kulit: petekia, purpura
Pemeriksaan Laboratorium:
• Anemia
• Leukositosis > 25.000 – 30.000/mm3
• Neutropenia absolute < 1.000/mm3

19
• Trombositopenia
• LED, C – Reactive Protein (CRP) meningkat
Penatalaksanaan:
• Terapi awal sebelum ada kultur & resistensi:
o Kombinasi ampisilin 50 mg/kgBB/dosis IV
§ Bayi < 7 hari diberikan 2 dosis
§ Bayi ≥ 7 hari diberikan 3 – 4 dosis
o Aminoglikosid
§ < 2.500 g: 1,5 mg/kgBB/dosis IV 2x/hari
§ ≥ 2.500 g: 2,5 mg/kgBB/dosis IV 2x/hari
o Kombinasi cefotaxime + aminoglikosida (sepsis diduga karena gram
negative). Dengan dosis cefotaxime:
§ ≤ 7 hr: 100 mg/kgBB/hr i.v. dibagi 2 dosis
§ ≥7 hr: 150 mg/kgBB/hr i.v dibagi 3 dosis

7) Perdarahan intracranial: Pembuluh darah pada bayi prematur masih sangat rapuh
dan mudah pecah, sehingga perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma
lahir, diseminated intravascular coagulopathy atau trombositopenia idiopatik.
Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang
sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan.
Tanda klinis perdarahan intrakranial :
• Kegagalan umum untuk bergerak normal
• Refleks moro menurun atau tidak ada
• Letargi
• Pucat dan sianosis
• Apnea
• Kegagalan menetek dengan baik
• Muntah yang kuat
• Tonus otot menurun
• Tangisan bernada tinggi dan tajam
• Kejang
• Fontanela mayor

20
8) Apnea of Prematurity
9) Anemia

M. Masalah jangka panjang dengan bayi BBLR


• Gangguan perkembangan
• Gangguan pertumbuhan
• Gangguan penglihatan (Retinopati)
• Gangguan pendengaran
• Penyakit paru kronis
• Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
• Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

N. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) tidakan pencegahan/preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang
diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR
harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan
yang lebih mampu.
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung
dengan baik.
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi
sehat (20-34 tahun).
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat
meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.

21
O. Prognosis
Angka kematian pada BBLR berkisar antara 0,2% - 1%. Pada kebanyakan
kasus, BBLR dengan cepat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya dalam 3 bulan
pertama, dan mencapai kurva pertumbuhan normal pada usia 1 tahun.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. United Nations Children’s Fund/World Health Organization. Low


Birthweight. UNICEF, New York, 2004. Avaliable from
: http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm
2. Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan
Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable from
:http://www.digilib.litbang.depkes.go.id.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Pedoman
Pelayanan Medis. Jilid I. Jakarta : 2009
4. World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting
optimal fetal growth. Avaliable from
: http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html
5. Mutalazimah. Hunbungan Lingkar Lengan Atas dan Kadar Hb Ibu Hamil dengan Bayi
Berat Lahir Rendah di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam : Jurnal Penelitian Sains
& Teknologi. Vol. 6. 2005; 114-126.
6. Sitohang NA. Asuhan keperawatan pada bayi berat lahir rendah. Medan : Universitas
Sumatera Utara. 2004.
7. Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Available
from: http://www.eMedicine.com. Last Update: September 25, 2006.
8. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke 5

23

Anda mungkin juga menyukai