PANDUAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN UNTUK MAHASISWA S1 BIOLOGI
Oleh:
Atin Supiyani
Penulis:
ATIN SUPIYANI
ISBN:
Penyunting:
Nur Shofwah Luthfiyani
Penerbit:
Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta
Gd Hasjim Asjari (FMIPA) Lt. 9
Jl. Rawamangun muka, Rt 11/14 Rawamangun, Pulo Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 13220
Cetakan Pertama
Panduan Praktikum Fisiologi Hewan untuk Mahasiswa S1 Biologi/ Supiyani, A.
iii+22 hlm.: 17,6 x 25 cm
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
ijin dan rahmatNya buku “Panduan Praktikum Fisiologi Hewan untuk Mahasiswa S1 Biologi”
ini dapat penulis rampungkan. Buku ini merupakan buku edisi pertama yang disusun
sebagai petunjuk praktis dalam kegiatan Praktikum Fisiologi Hewan Mahasiswa S1 Biologi.
Buku Panduan Praktikum Fisiologi Hewan ini dibuat untuk mempermudah
mahasiswa mempelajari dan mempraktikkan konsep-konsep dalam kajian ilmu Fisiologi
Hewan yang sangat kompleks. Teknik dasar dalam praktik dibuat secara sederhana dan
sistematis agar mahasiswa dapat mempraktikan secara mandiri. Buku ini berisi tentang
praktik yang menganalisis kerja fisiologis tubuh hewan dari mulai biolistrik, enzim
pencernaan, osmoregulasi, kerja sistem syaraf, termoregulasi, sistem sirkulasi darah dan
jantung, mekanisme kerja organ respirasi hewan, kontraksi otot dan sistem reproduksi
hewan.
Buku panduan praktikum ini dapat digunakan untuk tingkat perguruan tinggi baik
untuk mahasiswa, dosen, peneliti bidang Fisiologi Hewan. Buku ini juga dapat digunakan
untuk guru Biologi di Sekolah Menengah Atas sebagai bahan ajar pembanding atau rujukan
dalam pratikum biologi di sekolah.
Tidak ada gading yang tak retak, begitulah sekiranya buku ini disusun tidak terlepas
dari peran banyak pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu. Buku ini masih
terus memerlukan penyempurnaan dan perbaikan ke depannya. Untuk ini penulis sangat
menghargai saran dan kritik dari para pengguna buku panduan praktikum ini, agar buku ini
dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat secara luas.
Atin Supiyani
Dosen MK. Fisiologi Hewan
Program Studi Biologi FMIPA
Universitas Negeri Jakarta
DAFTAR ISI
PRAKATA iii
DAFTAR ISI iv
PENDAHULUAN PRAKTIKUM 1
A. DESKRIPSI MATA KULIAH 1
B. TATA TERTIB PRAKTIKUM 1
C. LAPORAN PRAKTIKUM 2
D. PENILAIAN PRAKTIKUM 2
PRAKTIKUM 1. POTENSIAL AKSI PADA SEL SYARAF 3
PRAKTIKUM 2. PENGARUH STRESS TERHADAP AKTIVITAS HEWAN 4
PRAKTIKUM 3. OSMOREGULASI HEWAN AQUATIS 7
PRAKTIKUM 4. MEKANISME KERJA OTOT JANTUNG 10
PRAKTIKUM 5. THERMOREGULASI 13
PRAKTIKUM 6. UJI KEHAMILAN 15
PRAKTIKUM 7. KERJA ENZIM PENCERNAAN 18
PRAKTIKUM 8. SISTEM RESPIRASI 21
DAFTAR PUSTAKA 23
PENDAHULUAN PRAKTIKUM
10. Praktikan harus membersihkan seluruh alat/bahan praktikum yang dipakai dan
memeriksa kelengkapan alat/bahan yang ada untuk kemudian dicocokan dengan
list alat dan bahan yang telah disediakan pada baki objek.
11. Praktikan wajib menjaga kebersihan laboratorium, membuang sampah pada
tempat yang telah disediakan dan harus melaksanakan tugas piket laboratorium
sesuai jadwal yang telah ditentukan.
12. Setiap pelanggaran terhadap tata tertib praktikum akan dicatat dalam berita acara
praktikum dan akan diberikan sanksi sesuai kesepakatan dosen dan asisten.
C. Laporan Praktikum
Penyusunan laporan praktikum dilakukan setelah kegiatan praktikum selesai dengan
aturan sebagai berikut:
1. Ukuran kertas adalah A4 dengan batas margin atas dan kiri 3 cm serta margin
kanan dan bawah 2,5 cm.
2. Spasi 1 dengan huruf times new roman 12.
3. Penulisan laporan berupa jurnal mengikuti alur penulisan sebagai berikut:
a. Judul Praktikum
b. Nama Kelompok dan Anggota Kelompok Praktikum
c. Tujuan Praktikum
d. Metodologi: Alat, bahan dan cara kerja tiap kegiatan praktikum
e. Hasil Pengamatan: Tabel, Foto, Grafik
f. Pembahasan
g. Kesimpulan
h. Daftar Pustaka
D. Penilaian Praktikum
Penilaian Praktikum dihitung dengan rincian sebagai berikut:
1. Kehadiran 5%
2. Quiz 10%
3. Aktivitas kerja 25%
4. Laporan 30%
5. Ujian Akhir Praktikum 30%
Tujuan Praktikum:
● Mempelajari proses biolistrik pada syaraf
● Menghitung kecepatan syaraf pada kondisi normal, dirangsang dan dihambat oleh
larutan kimia.
Landasan Teori:
Saraf khas pada vertebrata seperti katak terdiri dari beberapa ribu akson. Misalnya,
saraf vagus pada manusia terdiri dari lebih dari 100.000 serat. Badan sel akson ini terletak
di sistem saraf pusat (untuk serat motorik), atau dalam sistem saraf perifer (misalnya
ganglia akar dorsal, untuk serat sensorik). Serat ada yang berukuran besar (15-25 μm) dan
myelinated, atau kecil (sekitar 0,2 μm) dan unmyelinated. Terlepas dari jenis atau ukuran
serat, mereka semua memiliki sifat-sifat tertentu yang sama; misalnya, mereka semua
melakukan potensi tindakan non-decremental. Namun, ada juga perbedaan tertentu,
misalnya kecepatan konduksi serat berbeda, tergantung pada ukuran (diameter) dan
apakah mereka myelinated atau non-myelinated.
Secara umum, serat kecil (kurang dari 25mm), myelinated dan unmyelinated
terdapat pada vertebrata, sedangkan besar (hingga 500 mm atau lebih besar), serat
unmyelinated ada pada invertebrata (misalnya cumi-cumi). Pada vertebrata (termasuk
manusia), seluruh saraf terbungkus dalam selubung jaringan ikat yang disebut Epineurium.
Akson selanjutnya dikelompokkan menjadi bundel yang disebut fasciculi (tunggal:
fasciculus), yang masing-masing juga terbungkus dalam selubung jaringan ikat yang disebut
Perineurium. Setiap serat individu selanjutnya dikelilingi oleh selubung jaringan ikat halus
yang disebut Endoneurium. Nerve Sciatic katak hanya terdiri dari satu bundel serat,
dikelilingi oleh perineum dan epineurium longgar. Saraf sciatic ini akan digunakan untuk
mengamati Potensial Aksi.
Potensial aksi tejadi di seluruh membran sel hewan yang terjadi akibat perbedaan
konsentrasi ion natrium dan kalium antara intra-seluler dan ekstra-seluler. Perbedaan
konsentrasi ion tersebut dipertahankan oleh adanya suatu enzim pada membran sel yang
disebut dengan enzim Na-K ATPase atau pompa Na-K. Pompa Na-K ini bekerja dengan cara
mentranfer 3 ion Natrium keluar sel serta 2 ion Kalium ke dalam sel. Gradien konsentrasi
ini menyebabkan adanya potensial positif di luar membran sel dan potensial negatif di
dalam sel. Perbedaan potensial membran ini disebut sebagai Resting Membrane Potential.
Ketika suatu saluran ion tertentu terbuka maka akan terjadi perpindahan ion menuruni
gradien konsentrasinya. Potensial aksi merupakan suatu perubahan yang cepat pada
membran sel saraf akibat terbukanya saluran ion Natrium dan terjadi influks Natrium
menuruni gradien konsentrasinya. Akibatnya meningkatnya jumlah Natrium di dalam sel,
sedangkan jumlah Kalium tetap maka terjadi perubahan potensial listrik membran dimana
potensial listrik intraseluler menjadi lebih positif dibandingkan ektraseluler. Setelah terjadi
depolarisasi maka resting membrane potential akan dikembalikan lagi melalui suatu proses
yang disebut dengan repolarisasi. Pada proses ini saluran Natrium yang tadi terbuka akan
menutup dan diikuti dengan terbukanya saluran Kalium. Kalium akan berpindah keluar sel
menuruni gradien konsentrasinya dan mengembalikan potensial membran dalam sel
menjadi negatif.
Prosedur Kerja:
1. Dalam percobaan ini, praktikan merangsang saraf Skiatik (N. Sciaticus) katak yang
akan mengaktifkan sejumlah besar serabut saraf individu secara bersamaan, dan
menghasilkan aktivitas listrik agregat yang dihasilkan, yaitu Compound Action
Potential (CAP) dan dapat diamati dari munculnya kontraksi otot yang diinervasi
oleh saraf tersebut.
2. Untuk dapat menghasilkan CAP yang baik, praktikan harus berhati-hati saat
membedah saraf Sciatic sepanjang mungkin dan dalam keadaan lembab, sehingga
syaraf dapat responsif saat dihubungkan dengan arus listrik.
3. Katak diterminasi, kemudian dibedah untuk mendapatkan area kaki belakang
seperti gambar dibawah ini. Saraf skiatik katak ke kanan menunjukkan jalur saraf
dari titik penyisipan tulang belakang ke pergelangan kaki.
4. Diseksi saraf sciatic katak adalah operasi yang rumit. Selama diseksi, saraf tidak
boleh disentuh dengan jari-jari, memotong otot, kulit katak, atau dengan
instrumen logam. Perawatan harus diambil untuk menjaga persiapan lembab
setiap saat, dan untuk tidak meregangkan saraf terlalu.
5. Probe kaca digunakan untuk membedah saraf skiatik katak, dengan lembut
memisahkan saraf dari massa otot di sekitarnya. Perhatian besar harus diambil
ketika membebaskan saraf dari tendon di sendi pinggul dan lutut. Diinginkan untuk
mendapatkan saraf sepanjang mungkin, dari kolom vertebral ke kaki.
6. Sebagian kecil tulang /otot dibiarkan melekat pada saraf di ujung proksimal.
Sepotong benang diikat ke saraf di ujung distal.
7. Setelah ujung-ujung saraf terfiksasi dengan benang, kemudian dipindahkan ke
cawan petri.
8. Tahap potensial aksi pada sel saraf diberikan dengan menghubungkan kutub positif
dan negatif pada baterai dengan kabel. Masing-masing kabel ditempelkan pada
tiap ujung saraf. Amati dan catat waktu dan kekuatan kontraksi dari otot.
9. Tambahkan 5-10 tetes larutan KCl 0,7% di sekitar saraf, lalu tempelkan kembali
kabel pada tiap ujung saraf. Amati dan catat waktu dan kekuatan kontraksi dari
otot.
10. Serap sebagian larutan KCL dengan tissue. Kemudian tambahkan 5-10 tetes
larutan NaCl 0,7% disekitar saraf, lalu tempelkan kembali kabel pada tiap ujung
saraf. Amati dan catat waktu dan kekuatan kontraksi dari otot.
Pembahasan:
Simpulan:
Tujuan Praktikum:
● Mengetahui efek stres karena pengekangan (stressing) terhadap aktivitas
● Memahami prosedur uji forced swim test dan tail suspension test pada mencit
Landasan Teori:
Sistem saraf merupakan sistem paling vital dalam mengendalikan kerja tubuh baik
secara otonom maupun somatik. Mekanisme kerja sistem saraf dalam menerima stimulus,
mengolahnya dan memberikan respon yang cepat dan sesuai adalah serangkaian proses
elektrokimiawi yang kompleks pada level seluler. Gangguan-gangguan pada mekanisme
kerja tersebut akan bermanifestasi kepada kinerja tubuh hewan misalnya munculnya
kontraksi otot yang berlebihan, kejang-kejang atau bahkan hilangnya kesadaran dan
kontrol motorik.
Stres adalah salah satu gangguan pada sistem
saraf yang berdampak destruktif. Terjadinya stres
dapat diinduksi oleh berbagai hal, salah satunya
adalah pengekangan (restraining). Dalam kondisi
terkekang, biasanya individu akan mengalami
pelonjakan hormon stres dengan teraktivasinya aksis
hipotalamus-pituitari-adrenalin (HPA axis). Hal ini
akan menyebabkan penurunan motivasi pada hewan.
Penurunan motivasi inilah yang kemudian dapat
diamati melalui uji tingkah laku hewan.
Prosedur Kerja:
Pengkondisian stres dan non-stres pada hewan coba: Sediakan 6 ekor ikan air tawar kecil,
tempatkan 3 ekor masing-masing dalam bejana berisi air (kontrol) dan air+garam (Stress).
Biarkan masing-masing berada pada bejana selama 5 menit. Setelah perlakuan stressing,
ikan segera dikeluarkan dari bejana dan diuji tingkat aktivitasnya. Lakukan uji yang sama
terhadap ikan kontrol.
1. Tail suspension test: Masing-masing hewan uji dikeluarkan dari bejana dan diletakkan
diatas papan bedah, lalu ekornya difiksasi pada papan bedah menggunakan selotip.
Durasi perlakuan ini selama 3 menit. Dalam kurun waktu tersebut, catat dengan
stopwatch lamanya waktu immobile (ikan tidak bergerak/ diam). Kondisi immobile
ini dapat berlangsung berulang-ulang dimana ikan kemudian bisa bergerak kembali
dan immobile kembali. Oleh sebab itu, pengukuran durasi immobile harus dilakukan
berkesinambungan selama pengujian. Catat total waktu immobile dan bandingkan
dengan total waktu mobilenya dalam satuan detik selama 3 menit tersebut. Buat
grafik perbandingan durasi mobile dan immobile pada masing-masing ikan (stres vs
kontrol).
2. Forced Swim test: Isi cawan petri dengan air ledeng sebanyak 10-15 ml. Selanjutnya
masukkan ikan ke dalamnya dan amati pergerakan ikan dalam air yang sedikit selama
3 menit. Dalam kurun 3 menit tersebut, hitung total waktu dimana hewan tersebut
berhenti bergerak (immobile). Aktivitas immobile dapat berlangsung berulang kali
dimana mencit kemudian akan bergerak kembali lalu immobile kembali. Oleh sebab
itu, pencatatan waktu dengan stopwatch harus dilakukan dengan seksama sehingga
total waktu immobile yang berulang-ulang tersebut dapat dihitung dengan tepat.
Rekam total data immobile dan mobile dalam satuan sekon selama total waktu
perlakuan 3 menit. Bandingkan total waktu imobile dan mobile antara ikan stres
dengan ikan kontrol dan buat data dalam grafik batang (gunakan nilai mean±SD).
Gambar Grafik:
Tail Suspension Test Forced Swim Test
Pembahasan:
Simpulan:
Tujuan Praktikum:
● Untuk mengetahui perubahan fisiologis dan tingkah laku hewan aquatis akibat
gangguan osmoregulasi
● Untuk mengetahui efek peningkatan salinitas pada ikan air tawar
Landasan Teori:
Salinitas merupakan faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap fisiologis
hewan- hewan aquatis baik vertebrata maupun invertebrata. Masing-masing spesies
memiliki rentang toleransi fisiologis yang spesifik terhadap faktor tersebut sehingga
mekanisme adaptasinyapun juga berbeda. Kadar garam atau salinitas berhubungan erat
dengan sifat osmolaritas cairan tubuh dan lingkungan eksternal, sehingga jika terjadi
perubahan salinitas yang signifikan akan diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis yang
berupaya untuk menyeimbangkan kondisi di dalam tubuh dan di luar tubuh (homeostasis).
Faktor tersebut juga berperan dalam hal regulasi ion dan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida pada respirasi dalam air.
Hewan vertebrata seperti ikan biasanya cenderung memiliki kemampuan toleransi yang
lebih baik terhadap perubahan-perubahan faktor eksternal seperti salinitas. Ikan memiliki
mekanisme osmoregulasi yang sangat baik
guna menjaga stabilitas fisiologis pada
kondisi yang tidak menguntungkan. Akan
tetapi tetap ada suatu batas toleransi yang
spesifik dimana hewan tersebut masih
mampu bertahan atau tidak dapat lagi
menyeimbangkan kondisi fisiologisnya
sehingga berujung pada kematian. Ikan akan
terlihat banyak mengeluarkan sekret pada
salinitas yang tinggi dan akan mempercepat
laju respirasi dengan meningkatnya frekuensi
gerakan operculum.
Gambar 4. Pengaruh perubahan salinitas terhadap ikan
Prosedur Kerja:
1. Sediakan tiga larutan dengan konsentrasi garam berbeda (kontrol/air biasa, NaCl
0.5% dan 5%) dengan volume masing-masing larutan 500-1000 ml.
2. Selanjutnya masukkan 3 ekor ikan yang masih hidup ke dalam masing-masing larutan
dan catat kondisi awal ikan (parameter pengamatan lihat di tabel) setelah 1 menit di
dalam larutan.
3. Selanjutnya, biarkan selama 10 menit lalu amati kembali kondisi ikan tersebut di
dalam larutan. Setelah selesai, ikan diangkat dan ditempatkan di dalam air biasa
(tanpa campuran garam) untuk memulihkan kondisinya.
4. Bandingkan hasil pengamatan pada ketiga jenis perlakuan tersebut dengan
parameter berikut ini.
No. Parameter Pengamatan Keterangan
1. Gerakan Normal/pasif/aktif/sangat aktif
2. Kondisi ekor Normal/perdarahan
3. Kondisi mata Normal/perdarahan
4. Frekuensi buka tutup operkulum x/menit
5. Sekresi Lendir/urin/feses ada/tidak
Pembahasan:
Simpulan:
Tujuan Praktikum:
● Melihat sifat otomatis dan ritmis dari tiap-tiap bagian jantung
● Memahami peran sinus venosus pada kontraksi otot jantung
● Mengamati pengaruh beberapa faktor ekstrinsik terhadap aktivitas jantung
Landasan Teori:
Otot jantung berbeda dari otot rangka dalam hal struktur dan fungsinya. Untuk
berkontraksi otot jantung tidak memerlukan stimulus sebab otot jantung memiliki sifat
otomatis. Pada sel otot jantung dapat terjadi peristiwa depolarisasi secara spontan tanpa
ada stimulus. Selain itu otot jantung juga memiliki sifat ritmis, peristiwa depolarisasi dan
repolarisasi berjalan menurut irama tertentu.
Keefektifan kerja jantung dikendalikan
oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik adalah sistem nodus yang mengantarkan
rambatan depolarisasi dari pacu jantung (sinus
venosus) ke bagian-bagian lain dari jantung.
Meskipun kontraksi otot jantung tidak tergantung
pada impuls saraf tetapi laju kontraksinya
dikendalikan oleh saraf otonom. Selain itu
aktivitas jantung juga dipengaruhi oleh
bermacam-macam bahan kimia, hormon, ion-ion
dan metabolit. Gambar jantung katak.
Gambar 5. Sistem Jantung Katak
Alat Dan Bahan:
• Papan dan alat seksi • Kait logam/ peniti • Larutan Ringer
• Cawan petri • Benang • KCl 0,9%
• Pipet tetes • Jarum pentul • CaCl 1%
• Lup/ kaca pembesar • Katak • NaCl 0,7%
Prosedur Kerja:
1. Sifat Otomatis dan Ritmis Jantung
o Single pith seekor katak, cepat buka rongga dadanya. Buka perikardium dan hitung
denyut jantung per menit
o Pisahkan jantung dari tubuh dan letakkan dalam cawan Petri yang berisi larutan
Ringer. Hitung denyutnya per menit, dan amati apakah denyutnya berirama atau
tidak.
o Pisahkan sinus venosus dari jantung, amati dan hitung denyutnya per menit. Bila
tidak berdenyut, pelan-pelan sentuh dengan batang gelas.
o Pisahkan atrium dari ventrikel. Amati apakah masing-masing bagian itu masih
berdenyut dan hitung denyutnya per menit.
2. Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Aktivitas Jantung
o Single pith seekor katak, buka rongga sehingga jantung jelas terlihat. Buka
perikardium sehingga jantung nampak jelas terlihat. Hitung denyut jantung per
menit.
o Tetesi jantung dengan larutan Ringer 5°C, hitung denyut jantung permenit.
o Buang dengan pipet larutan Ringer dingin dan ganti dengan larutan Ringer normal.
Amati sampai terlihat denyut jantung mendekati normal.
o Tetesi jantung dengan larutan Ringer 40°C, hitung denyut jantung permenit.
o Buang dengan pipet larutan Ringer panas dan ganti dengan larutan Ringer normal.
Amati sampai terlihat denyut jantung mendekati normal.
o Tetesi jantung dengan asetilkolin, hitung denyut jantung permenit.
3. Pengaruh Ion terhadap Aktivitas Jantung
o Single pith seekor katak, cepat buka rongga dadanya. Hitung denyut jantung per
menit.
o Bukalah peniti kecil atau menggunakan kait logam kecil yang diikat dengan
benang.
o Pisahkan jantung dari tubuh dan letakkan dalam cawan Petri yang berisi larutan
Ringer. Hitung denyutnya per menit, dan amati apakah denyutnya berirama atau
tidak
o Dengan cara yang sama, beri perlakuan jantung dengan CaCl2 1%, NaCl 0,7% dan
KCl 0,9%.
Lembar Kerja Praktikum:
No. Perlakuan Frekuensi (x/menit) Ritme jantung
1. Otomasi Jantung Normal
Jantung
Sinus Venosus
Atrium
Ventrikel
2. Faktor Suhu Normal
Ringer 5°C
Ringer 40°C
3. Faktor Ion Normal (Ringer)
CaCl2 1%
NaCl 0,7%
KCl 0,9%
Pembahasan:
Simpulan:
PRAKTIKUM 5. THERMOREGULASI
Tujuan Praktikum:
Mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh hewan poikiloterm (katak)
dan homoiterm (mencit).
Landasan Teori:
Suhu tubuh hewan dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya. Avertebrata
umumnya tidak mampu mengatur suhu tubuhnya, sehingga suhu tubuhnya sangat
tergantung kepada temperature lingkungannya. Pada vertebrata mekanisme pengaturan
suhu tubuhnya berjalan dengan baik. Suhu tubuh diatur dengan menyeimbangkan antara
produksi panas dengan kehilangan panas. Terkecuali reptilia, ampibi dan pisces,
termeoregulasi pada hewan ini tidak berkembang sempurna, suhu tubuh parallel dengan
suhu lingkungannya, hewan ini digolongkan kedalam hewan thermoconformer/
poikiloterm. Kelompok hewan unggas dan mamalia mampu mengatur suhu tubuhnya pada
kisaran suhu yang sempit, suhu tubuhnya relative tidak berubah meskipun suhu lingkungan
berubah-ubah, hewan ini digolongkan ke dalam hewan thermoregulator/homoiterm.
Prosedur Kerja:
1. Siapkan 3 kandang hewan dari bahan plastik, buat 3 variasi suhu lingkungan
o Suhu lingkungan suhu kamar dengan menempatkan air di dalam wadah dan
tempatkan dalam kandang
Pembahasan:
Simpulan:
Tujuan Praktikum:
● Mendeteksi kehamilan secara biologik yaitu menggunakan makhluk hidup lain
● Mendeteksi kehamilan menggunakan test pack
Landasan Teori:
Fertilisasi atau pembuahan merupakan pusat kejadian dari seluruh proses
reproduksi seksual. Fertilisasi merupakan penyatuan atau fusi dua sel, gamet-gamet
jantan dan betina, untuk membentuk satu sel, zygot. Fertilisasi adalah satu proses
ganda meliputi pengaktifan ovum oleh spermatozoa dan pemasukan faktor-
faktor hereditas pejantan ke dalam ovum sesudah proses ovulasi, dimulailah masa
kebuntingan yang diakhiri pada waktu kelahiran.
Diagnosa kebuntingan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada ternak besar
seperti sapi, kerbau, kuda, cara yang paling praktis dan dapat diandalkan adalah
diagnosa melalui palpasi rektal. Pada manusia, cara yang mudah, praktis dan
dapat dilakukan sendiri adalah dengan menggunakan test pack. Test pack di
dalamnya memiliki zat yang bereaksi dengan hormon kehamilan, Human Chorionic
Gonadotropin (HCG). HCG dihasilkan oleh chorion pada plasenta wanita hamil kira-
kira 30 sampai 60 hari sesudah menstruasi terakhir dan diekskresikan melalui urine.
Prosedur Kerja:
1. Suntikkan 4-5ml air seni wanita hamil di area perut kira-kira 1 cm depan kloaka
dengan cara mencubit/menarik kulit katak dengan pinset.
2. Fiksasi katak selama beberapa saat dengan posisi sama seperti waktu penyuntikan.
3. Kembalikan katak ke tempat yang telah diberi sedikit air
4. Tunggu selama 1 jam
5. Ambil katak dari tempatnya
6. Gunakan sarung tangan dan beri rangsangan pada
daerah kloaka
7. Tempatkan cawan petri di bawah kloaka, untuk
menampung cairan yang keluar dari kloaka
8. Ambil cairan tersebut dengan pipet tetes.
Teteskan diatas obyek glass
9. Amati di bawah mikroskop. Apabila pada
pengamatan ditemukan sperma, berarti urin
wanita tersebut positif hamil.
Pembahasan:
Simpulan:
Tujuan Praktikum:
● Untuk mengetahui laju gastric emptying terhadap makanan tinggi lemak dan tinggi gula
● Untuk mengetahui fungsi cairan empedu dalam pencernaan lemak
Landasan Teori:
Saluran cerna memiliki fungsi tersendiri, berbeda dengan kelenjar pencernaan.
Pada saluran pencernaan terjadi beberapa fungsi yaitu penerimaan, pengolahan,
penyerapan dan pembuangan sisa zat makanan. Bervariasinya proses yang terjadi pada
saluran pencernaan disesuaikan dengan perubahan bentuk dan ukuran makanan dari satu
proses ke proses lainnya. Disamping itu, masing-masing fungsi memiliki intensitas waktu
kerja yang tak sama.
Fungsi kerja yang terjadi pada saluran cerna sangat ditentukan oleh status
metabolisme energi organisme tersebut (dalam kondisi lapar ‘appetite state’ atau kenyang
‘satiety state’) dan kondisi kesehatan saluran cerna. Dalam kondisi lapar, makanan yang
ditelan akan diproses dengan cepat di ventriculus untuk kemudian segera diteruskan ke
intestinum sehingga lambung cepat kembali kosong (gastric emptying). Proses ini dapat
diamati dengan scan (non-invasive) atau dapat pula dengan cara menimbang ventriculus
(hanya dilakukan dalam eksperimen). Prinsip dasarnya adalah bahwa berat lambung dalam
kurun waktu tertentu akan berubah-ubah tergantung kepada jumlah makanan yang ada di
dalamnya.
Prosedur Kegiatan:
1. Laju Gastric emptying terhadap makanan tinggi lemak dan tinggi gula
o Siapkan 2 kelompok mencit dipuasakan selama 12 jam sebelumnya.
o Timbang berat badan mencit
o Cekok pada kelompok 1 dengan 0,5 ml minyak dan 0,5 ml air gula.
o Diamkan selama 30-60 menit. Lalu timbang berat badan mencit.
o Bedah mencit secara dekapitasi servikal, ambil darah dari jantung dan ukur kadar
glukosa darah dengan alat Glukometer.
o Pisahkan organ percernaan dari bagian lambung, usus halus, usus besar. Timbang
masing-masing organ.
2. Fungsi cairan empedu
o Siapkan 2 gelas bening yang bersih.
o Masukkan kedalam masing-masing gelas 2 ml aquades + 2 ml minyak
o Pada gelas B tambahkan cairan empedu dari ayam yang sudah disiapkan.
o Aduk kedua gelas menggunakan pengaduk selama 1 menit. Amati emulsi yang
terbentuk
Pembahasan:
Simpulan:
Tujuan Praktikum:
● Untuk mengetahui sistem respirasi hewan melalui alat respirasi primer dan sekunder
pada ikan.
● Untuk memahami kemampuan sistem respirasi ikan dalam kondisi lingkungan tinggi
CO2.
Landasan Teori:
Respirasi secara sederhana didefinisikan sebagai proses pertukaran gas berupa
oksigen dan karbondioksida antara jaringan tubuh hewan dengan lingkungan tempat
hidupnya. Proses respirasi tersebut dikenal dengan proses bernafas atau respirasi
eksternal. Pada dasarnya peristiwa respirasi melibatkan mekanisme produksi energi (ATP)
yang merupakan manifestasi proses yang terjadi pada level intraseluler (sitoplasama dan
mitokondria) atau lebih dikenal dengan respirasi seluler. Tujuan utama dari respirasi adalah
untuk menghasilkan energi (ATP) dan menetralisir senyawa buangan hasil metabolisme
berupa karbondioksida dari dalam tubuh.
Proses respirasi sangat erat kaitannya dengan dinamika perubahan kuantitas gas
oksigen yang dikonsumsi oleh tubuh dan karbondioksida yang dikeluarkan. Oleh sebab itu
salah satu cara untuk menaksir laju respirasi dapat dilakukan dengan menghitung jumlah
oksigen yang dikonsumsi per satuan waktu. Dan karena faktor massa jaringan sangat
menentukan level oksigen yang dikonsumsi maka laju respirasi lebih tepat diukur dalam
satuan volume oksigen yang dikonsumsi per waktu per berat badan. Laju respirasi sangat
bervariasi pada hewan dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor internal seperti aktivitas, usia, jenis
kelamin, dan status kesehatan serta faktor-faktor
eksternal seperti temperatur, kadar oksigen dan
keberadaan gas-gas lainnya di lingkungan.
Umumnya hewan-hewan invertebrata memiliki
efisiensi respirasi yang lebih tinggi daripada hewan
vertebrata.
Gambar 1. Sistem difusi gas pada insang ikan
Alat dan Bahan:
● Ikan mas, ikan lele
● Air kapur
● Papan bedah
● Gelas Beaker
● Alat bedah
Prosedur Kerja:
1. Amati struktur dan warna insang pada ikan lele dan ikan mas. Bandingkan !
2. Masukkan ikan mas dan ikan lele kedalam air kapur pada gelas beaker yang berbeda,
diamkan selama 10 menit. Amati kembali warna insangnya
3. Bedah ikan mas dan ikan lele: koleksi alat-alat respirasi primer dan sekunder yang
dimiliki kedua ikan tersebut. Bandingkan !
Pembahasan:
Simpulan:
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G.A. T.D. Fahey, T.P. White. 1996. Exercise Physiology: Human Bioenergetics and
Its Applications. 2nd Ed. Mayfield Publishing Co.
Campbell, N. A, J. B. Reece, and L. G. Mitchell. 2000. Biology: Concept and Conections. 3 rd
Edition. Addison Wesley Longman Inc.
Fregly MJ., and Blatteis CM., 1996, Handbook of Physiology: Environmental Physiology,
Oxford University Press, New York.
Ganong, W.F. 1995. Review of medical physiology. Prentice-Hall International Mc,London.
Ian Kay, 1998. Introduction to Animal Physiology. Bios Scientific publisher, Guildford.
Marshall, P.T., and G.M. Hughes. 1980. Physiology of Mammal and Other
Vertebrates.Cambridge University Press. Cambridge.
Prosser, C. L. 1991. Comparative Animal Physiology. Fourth Edition. Wiley-Liss. New York.
Prosser, CL. (Edit). 1991. Comparative animal physiology. John Wiley & Sons, New York.
Sanlon, V. C., T. Sanders. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology Fifth Edition. Davis
Company. Philadelphia.
Schnidt-Nielsen, K. 1997. Animal Physiology: Adaptation and Environment. Fifth Edition.
Cambridge University press.
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth
edition. McGraw-Hill Companies.
Simmons, A. 1980. Technical Hematology. Third Edition. J.B. Lippincott Company.
Philadelphia.