Anda di halaman 1dari 82

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BALAI PELAKSANAAN JALAN NASIONAL ACEH

SPEKSIFIKASI TEKNIS

Untuk Pekerjaan

Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP)

TAHUN ANGGARAN 2023


2

SPEKSIFIKASI TEKNIS
KELUARAN (OUTPUT) KEGIATAN TA 2023

Kementerian Negara : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Bina Marga
Satuan Kerja : Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh
Kegiatan : Dukungan Manajemen Ditjen Bina
Rincian Output : Layanan Prasarana Internal
Jenis Keluaran (Output) : Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP)
Volume Keluaran (Output) : 715 M’
Satuan Ukur Keluaran : Meter
(Output)
Pagu : Rp. 2.898.358.000,-
HPS : Rp. 2.898.358.000,-

A. LATAR BELAKANG

1. Dasar Hukum
o Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
o Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi;
o Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan
atas peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa
Pemerintah;
o Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
SMK3,
 Pasal 5 Ayat 1 Menyebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan
SMK3
 Pasal 5 Ayat 2 menyebutkan bahwa kewajiban berlaku bagi : perusahaan
yang mempekerjakan Pekerja/Buruh paling sedikit 100 orang atau
mempunyai potensi bahaya tinggi.
o Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 04/PRT/M/2013 tentang Sistem
Manajemen Mutu;
o Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi;
3

o Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor : 10 Tahun


2021 tentang pedoman sistem manajemen keselamatan kontruksi.
o Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor : 01 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Perkiraan Biaya
Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
o Peraturan Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/jasa pemerintah Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan
barang/jasa pemerintah melalui penyedia;
o Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
17/SE/M/2021 Tahun 2021 tentang Mekanisme Pembayaran Pengadaan Jasa
Konstruksi dalam Penanganan Keadaan Darurat di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat;
o Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
19/SE/M/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Tertib Evaluasi
Kewajaran Harga pada Tender Pekerjaan Konstruksi di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.

2. Gambaran Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat mempunyai wewenang dan bertanggung jawab dalam pembinaan sarana
transportasi jalan darat yang berstatus lokal, Provinsi maupun Nasional. Dengan
adanya aset Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh (AMP) yang berlokasi Desa
Seuneubok Padang Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, dipandang perlu
untuk membangun pagar pengaman beserta gerbang utama yang akan dilaksanakan
pada Tahun Anggaran 2023.

3. Keterkaitan Program dengan Kegiatan


Lokasi kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP) berada di bidang tanah
yang merupakan aset Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh. Dalam rangka
mendukung kegiatan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh di bidang Barang Milik
Negara (BMN).
4

B. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

1. Uraian Kegiatan dan Keluaran


Lingkup kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP) meliputi Pekerjaan
Pondasi, Pekerjaan Struktur, Pekerjaan Pasangan, Plesteran, Pengecatan dan
pekerjaan lainnya.
2. Indikator Kinerja
Indikator kinerja dari kegiatan tersedianya fasilitas Pagar Pengaman Aset BPJN
Aceh.
3. Batasan Kegiatan
Batasan kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP) meliputi sisi depan yang
mengarah Jalan Nasional Calang – Meulaboh, Sisi kanan berbatasan dengan tanah
milik Subki, Sisi kiri berbatasan dengan tanah milik H.Syafruddin IB, dan sisi
belakang berbatasan dengan tanah negara yang digarap oleh masyarakat setempat.

C. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud Kegiatan
Tersedianya bangunan pagar pengaman aset (AMP) Balai Pelaksanaan Jalan
Nasional Aceh.

2. Tujuan Kegiatan
Menyediakan bangunan pagar pengaman aset (AMP) Balai Pelaksanaan Jalan
Nasional Aceh.

D. INDIKATOR KELUARAN, VOLUME DAN SATUAN UKUR

1. Indikator Keluaran (output)


Indikator Keluaran (output) berupa bangunan pagar pengaman aset (AMP) dengan
pencapaian pada Pondasi, Struktur, Pasangan dan gerbang utama sesuai dokumen
yang telah direncanakan perencanaan.
2. Volume dan Satuan Ukur
Volume berupa pagar pengaman dengan pintu gerbang sepanjang 715 m’.

E. LINGKUP PEKERJAAN DAN TAHAP PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan dan tahap pelaksanaan kegiatan pelaksanaan meliputi:
1. Pekerjaan Persiapan;
5

2. Pekerjaan Galian Tanah dan Pondasi Batu Gunung;


3. Pekerjaan Struktur;
4. Pekerjaan Pasangan dan Plesteran;
5. Pekerjaan Pengecatan, dan
6. Pekerjaan Lainnya.

2. Ruang Lingkup Kegiatan


Ruang Lingkup Pelaksanaan Kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP)
adalah :
1) PEKERJAAN PERSIAPAN;
2) PEKERJAAN GALIAN DAN PONDASI BATU GUNUNG;
 Pekerjaan galian
o Galian Tanah Pondasi;
o Urugan Pasir Alas Dipadatkan.
 Pasangan Pondasi batu Gunung
o Pas. Batu Kosong (Aanstamping)
o Pas. Pondasi Batu Gunung Mortar
o Angkur Pasangan Batu dia. 12 mm Panjang 1,2 M Jarak 50 cm
o Pipa Drain Pondasi Ø 2,5" (Dalam Pasangan Batu Gunung tiap Jarak 3 m)
3) PEKERJAAN STRUKTUR;
 Pekerjaan Pondasi Tapak;
o Mutu Beton f’c = 21,7 Mpa (K-250);
o Besi Polos
o Bakesting Tapak
 Kolom Pedestal 25x25
o Mutu Beton f’c = 21,7 Mpa (K-250);
o Besi Polos
o Bakesting Kolom
 Sloof 18 x 25 cm
o Mutu Beton f’c = 21,7 Mpa (K-250);
o Besi Polos
o Bakesting Sloof
 Kolom 25 x 25 cm
o Mutu Beton f’c = 21,7 Mpa (K-250);
o Besi Polos
o Bakesting Kolom
 Balok Bawah Pagar 20 x 20 cm (Dudukan Rel)
o Mutu Beton f’c = 26,4 Mpa (K-300);
6

o Besi Polos
o Bakesting Kolom

4) PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN


 Pas 1/2 Bata1 Pc : 4 Ps (Dinding);
 Plesteran 1 Pc : 4 Ps, Tebal 15 mm (Dinding) termasuk Top Pagar;
 Acian Beton.

5) PEKERJAAN PENGECATAN
 Pengecatan Dinding;
 Pengecatan Permukaan Baja.

6) PEKERJAAN LAINNYA
 Siku 40 X 40 Kawat Duri;
 Pemasangan Kawat Duri;
 Pintu Pagar Cuting Plat dengan Rangka Pipa Gip Finishing Cat dan
Terpasang Lengkap Rel;
 Pembersihan Akhir

F. PEKERJAAN UTAMA
Uraian Pekerjaan utama kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP) adalah:

No. Uraian Pekerjaan Ket.


Pondasi
1 Pekerjaan Galian
Pondasi
2 Pasangan Pondasi batu Gunung

3 Pondasi Tapak, Kolom Pedestal 25x25 Struktur

Struktur
4 Sloof 18 x 25 cm, Balok Bawah Pagar 20 x 20 cm
Pasangan
5 Pas 1/2 Bata1 Pc : 4 Ps (Dinding)

Plesteran 1 Pc : 4 Ps, Tebal 15 mm (Dinding) Plesteran


6
termasuk Top Pagar
7

G. PEKERJAAN MATA PEMBAYARAN UTAMA


Pekerjaan yang menjadi mata pembayaran utama pada Kegiatan Pembuatan Pagar
Pengaman Aset (AMP) adalah :

No. Uraian Pekerjaan Ket


PEK. GALIAN TANAH DAN PONDASI BATU GUNUNG
Pasangan pondasi batu Gunung
1. Pas. Pondasi Batu Gunung Mortar
PEKERJAAN STRUKTUR
Pondasi Tapak
2. Besi Polos

Kolom Pedestal 25x25 cm

3. Besi Polos

4. Bekisting Kolom

Sloof 18 x 25 cm

5. Besi Polos

6. Bekisting Sloof

Kolom 25 x 25 cm

7. Mutu Beton f'c = 21,7 Mpa (K-250)

8. Besi Polos

9. Bekisting Kolom

Balok Bawah Pagar 20 x 20 cm (Dudukan Rel)

10. Besi Polos

Pekerjaan Pasangan Dan Plesteran

11. Pas 1/2 Bata1 Pc : 4 Ps (Dinding)

12. Plesteran 1 Pc : 4 Ps, Tebal 15 mm (Dinding) termasuk Top Pagar

Pekerjaan Pengecatan

13. Pengecatan Dinding

Pekerjaan Lainnya

14. Pemasangan Kawat Duri


8

H. ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN (AHSP)

Untuk perhitungan analisa harga satuan pekerjaan (AHSP) mengacu kepada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 01/PRT/M/2022 Tentang Pedoman
Penyusunan Perkiraan Biaya Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.

I. PERALATAN KERJA

Daftar kebutuhan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan meliputi :

No. Jenis Kapasitas Minimal Jumlah


1 Stamper 4 Hp 2 Unit
2 Concrete Mixer 0,30 m3 2 Unit
3 Cutter Besi Beton 8 mm 2 Unit
4 Bender Besi Beton 8 mm 2 Unit
5 Peralatan Welder 6 mm 2 Unit

Daftar peralatan utama yang dikompetisikan :

No. Jenis Kapasitas Minimal Jumlah


1 Stamper 4 Hp 2 Unit
2 Concrete Mixer 0,30 m3 2 Unit
9

J. TEMPAT PELAKSANAAN KEGIATAN

Lokasi kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP) yaitu pada Desa Seuneubok
Padang Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya. Gambar satellite untuk lokasi pekerjaan
dapat dilihat gambar dibawah ini.

Gambar: lokasi Pekerjaan

K. PELAKSANA DAN PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN

1. Pelaksana Kegiatan
Kegiatan Pembuatan Pagar Pengaman Aset (AMP) dilaksanakan oleh PPK
Preservasi, BPJN Aceh.
2. Penanggung Jawab Kegiatan
Pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan Pembuatan Pagar
Pengaman Aset (AMP) adalah PPK Preservasi Balai Pelaksanaan Jalan Nasional
Aceh.
3. Penerima Manfaat
Penerima manfaat adalah instansi Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh.

L. PERSONIL MANAGERIAL YANG DIBUTUHKAN

Personil Managerial yang dibutuhkan meliputi:


10

Pengalaman
No. Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Ket.
(tahun)
Pelaksana Lapangan Pekerjaan
1. Pelaksana 2 Gedung
Petugas
2. Keselamatan 0 Petugas Keselamatan Konstruksi
Konstruksi

M. PENETAPAN RENCANA KESELAMATAN KONSTRUKSI (RKK)

Penyedia menyampaikan pakta komitmen dan penjelasan manajemen risiko serta penjelasan
rencana tindakan sesuai tabel jenis pekerjaan dan identifikasi bahayanya di bawah ini :

Tingkat
No. Jenis/Tipe Pekerjaan Identifikasi Bahaya
Resiko
1 Bedeng Pekerja Terkena alat kerja 1
2 Galian Tanah Pondasi Terluka alat kerja 2
Pasangan Pondasi Batu Gunung
3 Tertimpa material 2
Mortar
4 Bekisting Kolom Terluka alat kerja 3
Pasangan 1/2 Bata1 Pc : 4 Ps Terjatuh, tertimpa
5 material 2
(Dinding)
Terpeleset, terjatuh dari
6 Pengecatan Dinding ketinggian 3
7 Pemasangan Kawat Duri Terjatuh dari ketinggian 4

berdasarkan identifikasi resiko diatas, maka pekerjaan “Pembuatan Pagar Pengaman Aset
(AMP) berada pada tingkat RESIKO KECIL dan dipilih untuk dimasukan kedalam
dokumen pemilihan seperti diuraikan sebagai berikut:

No. Jenis/Tipe Pekerjaan Identifikasi Bahaya

1 Pemasangan Kawat Duri Terjatuh dari ketinggian

N. PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI


Penyedia jasa ditekankan untuk sedapat mungkin menggunakan produk dalam negeri pada
pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
11

O. JADWAL KEGIATAN

Waktu pelaksanaan yang dibutuhkan adalah 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2023.

Masa pemeliharaan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari kalender

P. BIAYA

Untuk pelaksanaan kegiatan ini diperlukan biaya sesuai dengan nilai perkiraan sendiri (HPS)
yaitu sebesar Rp. 2.898.358.000,- (Dua Milyar Delapan Ratus Sembilan Puluh Delapan Juta
Tiga Ratus Lima Puluh Delapan Ribu Rupiah) termasuk PPN, sumber dana berasal dari
APBN DIPA Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh, Tahun Anggaran 2023.

Demikian Uraian Pekerjaan ini disusun sebagai Acuan Pelaksanaan Kegiatan Pembuatan
Pagar Pengaman Aset (AMP). Uraian Pekerjaan ini disusun dengan memperhatikan
peraturan dan ketentuan yang berlaku, namun apabila dalam pelaksanaannya dipandang
perlu untuk dilakukan penyesuaian, maka revisi dapat dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan dan ketentuan terkait yang berlaku.
12

SPEKSIFIKASI KHUSUS

Pasal 1 : Penanggung Jawab Pelaksanaan ( Kontraktor Pelaksana )

1. Berdasarkan Kontrak Kerja yang dibuat oleh PPK dengan Penyedia


Jasa Pelaksana Konstruksi, maka Kontraktor Pelaksana untuk proyek
seperti yang disebutkan dalam BAB I diatas adalah Perusahaan seperti
yang disebutkan dalam Kontrak Kerja Fisik.

2. Kontraktor Pelaksana harus menyelesaikan pekerjaan secara


seluruhnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam Dokumen
Kontrak.

3. Tugas dan kegiatan Kontraktor Pelaksana adalah seperti yang


disebutkan dalam Keputusan Menteri Permukiman Umum Nomor :
22/PRT/M/2018 Tentang Pemkonstruksi Konstruksi Gedung Negara

4. Kontraktor Pelaksana harus mengajukan struktur organisasi pelaksana


lapangan proyek kepada PPK yang didalamnya tercantum beberapa
tenaga ahli Kontraktor Pelaksana dengan posisi minimal seperti berikut
atau sesuaiyang diajukan:
1) Project/Site Manager
2) Tenaga Ahli Arsitektur
3) Quality Engineer
4) Quantity Engineer
5) Pengawas K3
6) Supervisior Lapangan
7) Surveyor/Juru Ukur Konstruksi Gedung
8) Drafman
9) Administrasi Proyek.

5. Jumlah personil atau tenaga ahli yang ditempatkan harussesuai dengan


bobot pekerjaan yang ditangani dan disetujui oleh Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan dan PPK.
13

6. Semua tenaga ahli yang namanya tercantum dalam struktur organisasi


lapangan proyek yang diajukan oleh Kontraktor Pelaksana harus
berada dilokasi pekerjaan minimal selama jam kerja.

7. Pengantian tenaga ahli oleh Kontraktor Pelaksana selama proses


pelaksanaan pekerjaan harus diketahui dan disetujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan.

8. Project Manager harus mengajukan ijin tertulis kepada PPK dan


diketahui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan serta tim
Teknis jika hendak meninggalkan lokasi pekerjaan dalam jangka
waktu lebih dari 3 hari. Dan menempatkan personil yang bertanggung
jawab penuh untuk pengganti Project Manager Dalam waktu tersebut.

9. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak mengajukan


kepada PPK untuk pengantian tenaga ahli Kontraktor Pelaksana yang
berada dilokasi pekerjaan jika tenaga ahli tersebut dinilai menghambat
pekerjaan dan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik secara
tertulis dan disertakan alasan teknis lainnya.

10. Tenaga ahli yang ditempatkan dilokasi pekerjaan oleh Kontraktor


Pelaksana harus mampu memberikan keputusan yang bersifat teknis
dan administratif di lokasi pekerjaan.

Pasal 2 : Sub Pelaksana Pekerjaan / Sub Kontraktor


1. Penunjukan Sub Pelaksana pekerjaan / Sub Kontraktor hanyalah dapat
dilakukan dengan sepengatahuan dan rekomendasi tertulis dari
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan serta mendapat
persetujuan dari PPK.

2. Apabila hasil pekerjaan Sub Pelaksana tidak memenuhi semua


persyaratan di dalam kontrak Kerja ataupun tidak memenuhi target
prestasi yang harus dicapai pada suatu tahap pekerjaan, maka
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak menginstruksikan
kepada Kontraktor Pelaksana untuk menganti Sub Pelaksana
pekerjaan

5
14

tersebut dengan yang lain, dan yang disetujui oleh Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangandan Kontraktor Pelaksana harus
menjalankan instruksi tersebut.

3. Kontraktor Pelaksana tidak dibenarkan untuk meninggalkan


kewajibannya dengan cara menyerahkan Kontrak Kerja sebagian atau
seluruhnya kepada pihak lain (Sub Pelaksana Pekerjaan) tanpa seijin
atau persetujuan PPK/Pengguna Anggaran.

4. Apabila tidak disebutkan dalam Kontrak Kerja, maka Kontraktor


Pelaksana tidak dibenarkan untuk men-sub-kan sebagian pekerjaan
yang menjadi kewajibanya tanpa persetujuan PPK dan Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan.

5. Dalam hal sudah mendapat persetujuan PPK dan Konsultan Supervisi


atau Direksi Lapangan, maka Kontraktor Pelaksana tetap bertanggung
jawab penuh atas segala kelalaian dan kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh Sub Kontraktor, sehingga kesalahan dan kelalaian tersebut
merupakankesalahan dan kelalaian Kontraktor Pelaksana sendiri.

6. Sub Kontraktor adalah pihak-pihak yang mempunyai Kontrak Kerja


langsung dengan Kontraktor Pelaksana, yaitu dalam menyediakan dan
mengerjakan bagian-bagian pekerjaan khusus sesuai dengan
keahliannya.

7. Kontraktor Pelaksana tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil


pekerjaan Sub Kontraktor.

Pasal 3 : Gambar Pelaksanaan ( Shop Drawing )

1. Kontraktor dengan biaya sendiri harus membuat Gambar Pelaksanaan


(Shop Drawing) untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukannya,
terutama untuk pekerjaan- pekerjaan yang Gambar Detailnya tidak
dijelaskan dalamGambar Bestek.
2. Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan Shop Drawing ditentukan oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dalam masa konstruksi.

3. Kontraktor Pelaksana tidak dibenarkan melakukan pekerjaan sebelum


Shop Drawing yang menjadi kewajibannya di setujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan.

14
15

4. Shop Drawing tidak boleh merubah/merevisi Gambar Bestek kecuali


atas persetujuan Konsultan Supervisi.

5. Shop Drawing tidak boleh merubah, memperbesar dan memperkecil


kuantitas maupun kualitas pekerjaan tanpa persetujuan Konsultan
Supervisi.

Pasal 4 : Gambar Lapangan Dan Dokumen Lapangan

1. Kontraktor Pelaksana harus menyediakan satu set Gambar Bestek


/Gambar Revisi dalam format kertas A2, kertas A3 (sementara), satu
set Shop Drawing, satu set Spesifikasi Teknis dan satu set Bill of
Quantity dilokasi pekerjaan padasetiap kantor lapangan.

2. Gambar Bestek, Gambar Revisi, Shop Drawing, Spesifikasi Teknis,


dan Bill of Quantity ditempatkan pada tempat yang baik dan dalam
kedaan yang rapi.

Pasal 5 : Buku Instruksi Dan Buku Tamu

1. Kontraktor Pelaksana harus menyediakan satu buah Buku Instruksi


dan Buku Tamu dilokasi pekerjaan pada setiap kantor lapangan dan
ditempatkan pada tempat yang baik.

2. Buku Instruksi berisikan instruksi-instruksi dilokasi pekerjaan yang


dikeluarkan oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK
untuk dilaksanakan oleh Kontraktor Pelaksana yang berhubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan.
3. Buku Instruksi harus mencantumkan tanggal instruksi, waktu instruksi,
nama dan jabatan yang memberi instruksi, dan tanda tangan yang
memberi instruksi.

4. Instruksi Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK yang


berada dalam Buku Instruksi harus diketahui dan ditanda tangani oleh
Kontraktor Pelaksana minimal Supervisior Lapangan atau yang
ditunjuk oleh Project Manager untuk dilaksanakan.

5. Kontraktor Pelaksana juga harus menyediakan buku tamu di kantor


lapangan yang diletakan pada tempat yang baik. Semua tamu yang
berkunjung ke lokasi pekerjaan harus terdata dan mengisi buku tamu
ang telah disediakan oleh Kontraktor Pelaksana.

15
16

Pasal 4 : Gambar Hasil Pelaksanaan ( Asbuilt Drawing )

1. Kontraktor dengan biaya sendiri harus membuat Gambar Hasil


Pelaksanaan (Asbuilt Drawing) yang sesuai dengan hasil pelaksanaan
pekerjaan dilapangan sebelum serah terima tahap pertama dilakukan.

2. Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan As Built Drawing


adalah pekerjaan Mekanikal, Elektrikal, Site Plan,
Landscaping dan pekerjaan –pekerjaan lain yang
ditentukan oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

3. As Built Drawing yang dibuat oleh Kontraktor Pelaksana harus


disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan, dan PPK.

4. Kontraktor Pelaksana diwajibkan menyerahkan 5 set As Built


Drawing yang telah disetujui kepada Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan, PPK kepada PPK.

5. Satu set As Built Drawing yang telah disetujui harus disimpandi tempat
yang baik pada konstruksi oleh PPK atau pengguna konstruksi.

Pasal 5 : Rencana Waktu Pelaksanaan

1. Jangka waktu pelaksanaan selama 6 (Enam) bulan dengan sistem kerja


disarankan dibuat 2 shift, dengan tenaga kerja yang berbeda dan
dengan waktu kerja masing-masing shift selama 8 jam.

2. Kontraktor Pelaksana harus mengajukan rencana waktu penyelesaian


pekerjaan (time schedule) keseluruhan kepada Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan dan PPK sebelum dimulainya pelaksanaan
pekerjaan kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja.

3. Kontraktor Pelaksana harus menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan


rencana waktu penyelesaian pekerjaankeseluruhan yang telah disetujui
oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK kecuali
ditentukan lain dalam Kontrak Kerja.

4. Kontraktor Pelaksana harus menyerahkan rencana waktu penyelesaian


pekerjaan keseluruhan yang telah disetujui oleh Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan dan PPK kepada Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.
5. Kontraktor Pelaksana juga harus mengajukan rencana waktu

16
17

penyelesaian pekerjaan mingguan pada tahap pelaksanaan pekerjaan


kepada Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan diketahui oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

6. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak untuk tidak


menyetujui rencana penyelesaian pekerjaan mingguan yang diajukan
oleh Kontraktor Pelaksana dengan memberikan alasan-alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan secara teknis.

7. Keterlambatan Kontraktor Pelaksana dalam menyelesaikan pekerjaan


karena kesalahan dalam menyusun waktu penyelesaian pekerjaan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor Pelaksana.

8. Keterlambatan Kontraktor Pelaksana dalam menyelesaikan pekerjaan


karena factor cuaca seperti hujan yang lebih dari 1 hari kerja dan
dibuktikan dengan atan cuaca dalam Laporan Harian yang disetujui
oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan harus diperhitungkan
untuk penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan.

9. Keterlambatan Kontraktor Pelaksana dalam menyelesaikan pekerjaan


karena factor-factor non teknis yang lebih dari 3 hari kerja dan
diketahui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan seperti
permasalahan dengan tanah/lahan pekerjaan sehingga Kontraktor
pelaksanan tidak bisa memasuki dan memulai pekerjaan, ganguan
keamanan dari masyarakat setempat harus diperhitungkan untuk
penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan.

10. Keterlambatan Kontraktor Pelaksana dalam menyelesaikan pekerjaan


karena permasalahan yang berhubungan dengan Spesifikasi Teknis,
Gambar Disain, Bill of Quantity dan Kontrak Kerja dimana tidak ada
keputusan yang pasti dari Konsultan Supervisi Konstruksi, Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan, Konsultan Supervisi dan PPK lebih
dari 3 hari kerja harus diperhitungkan untuk penambahan waktu
pelaksanaan pekerjaan.

11. Keterlambatan Kontraktor Pelaksana dalam menyelesaikan pekerjaan


yang disebabkan oleh hal-hal selain seperti yang disebutkan dalam
point 6, point 7 dan point 8 tidak boleh diperhitungkan untuk
penambahan waktu pelaksanaan kecuali ditentukan lain dalam
KontrakKerja dengan persetujuan Konsultan Supervisi dan PPK.
12. Lamanya penambahan waktu atau jumlah hari kerja tambahan yang
diberikan kepada Kontraktor Pelaksana karena alasan-alasan seperti

17
18

yang disebutkan pada point 6, point 7 dan point 8 adalah menurut


keputusan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK.

Pasal 6 : Request Material dan Request Pekerjaan

1. Kontraktor Pelaksana harus mengajukan permohonan penggunaan


semua material konstruksi (request material) sebelum material
konstruksi tersebut dipakai dan dimasukan kelokasi pekerjaan.

2. Request Material yang diajukan Kontraktor Pelaksana harus disertai


dengan contoh material dan disetujui oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan dan PPK.

3. Persetujuan Request Material yang diajukan oleh Kontraktor


Pelaksana dianggap sah dan diakui apabila disetujui minimal oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

4. Kontraktor Pelaksana harus menyediakan dan menyerahkan satu set


contoh material yang telah disetujui kepada Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

5. Material konstruksi yang tidak disetujui oleh Konsultan Supervisi atau


Direksi Lapangan, dan PPK tidak boleh dipakai sebagai material
konstruksi dan harus dikeluarkandari lokasi pekerjaan.

6. Kontraktor Pelaksana juga harus mengajukan permohonan (request


pekerjaan) untuk pekerjaan yang akan dikerjakan.

7. Request Pekerjaan yang diajukan oleh Kontraktor Pelaksana harus


disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

8. Kontraktor pelaksana tidak dibenarkan melakukan pekerjaan tanpa


Request Material atau jika Request Pekerjaan yang diajukan belum
disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

9. Item-item pekerjaan yang memerlukan Request Pekerjaan ditentukan


oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

18
19

Pasal 7 : Metode Pelaksanaan

1. Kontraktor Pelaksana harus mengajukan Metode Pelaksanaan terhadap


pekerjaan Pembesian, serta pekerjaan-pekerjaan lain yang
memerlukanya.

2. Metode Pelaksanaan yang diajukan oleh Kontraktor Pelaksana harus


disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

3. Kontraktor Pelaksana tidak dibenarkan melakukan pekerjaan jika


Metode Pelaksanaan yang diajukan belum disetujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan.

4. Item-item pekerjaan yang memerlukan Metode Pelaksanaan


ditentukan oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

5. Kontraktor diwajibkan membuat Rencana Mutu Kontrak yang


disetujui oleh Konsultan Supervisi dan PPK.

Pasal 8 : Rencana Material Dan Peralatan

1. Kontraktor Pelaksana harus mengajukan rencana material dan


peralatan mingguan yang akan digunakan untuk penyelesaian
pekerjaan setiap minggu kepada Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

2. Semua material dan peralatan sesuai dengan rencana material dan


peralatan mingguan yang diajukan oleh Kontraktor Pelaksana harus
berada dilokasi pekerjaan.

3. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak untuk tidak


menyetujui rencana material dan peralatan mingguan yang diajukan
oleh Kontraktor Pelaksana dengan memberikan alasan-alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan secara teknis.

Pasal 9 : Rencana Tenaga Kerja

1. Kontraktor Pelaksana harus mengajukan rencana pengunaan tenaga


kerja mingguan untuk masing-masingshift yang akan digunakan untuk
penyelesaian pekerjaan setiap minggu kepada Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan.

19
20

2. Kontraktor Pelaksana harus menggunakan tenaga kerja yang berbeda


untuk setiap shift kerja.

4. Semua tenaga kerja sesuai dengan rencana tenaga kerjamingguan yang


diajukan oleh Kontraktor Pelaksana harus berada dilokasi pekerjaan.

5. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak untuk tidak


menyetujui rencana penggunaan tenaga kerja mingguan yang diajukan
oleh Kontraktor Pelaksana dengan memberikan alasan-alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan secara teknis.

Pasal 10 : Pekerjaan Diluar Jam Kerja

1. Pekerjaan-pekerjaan diluar jam kerja normal yang dilakukan oleh


Kontraktor Pelaksana dengan alasan mempercepat proses
penyelesaian pekerjaan harus diketahui oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

2. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh personil Konsultan Supervisi


atau Direksi Lapangan untuk pengawasan pekerjaan diluar jam kerja
normal yang dilakukan oleh Kontraktor Pelaksanasepenuhnya menjadi
tanggung jawab Kontraktor Pelaksana yang telah disepakati bersama.

3. Kontraktor Pelaksana dan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan


bertanggung jawab terhadap kualitas pekerjaan yang dilakukan diluar
jam kerja normal atau pada malam hari.

Pasal 11 : Laporan Pelaksanaan

1. Kontraktor Pelaksana wajib membuat laporan harian, laporan


mingguan, dan laporan bulanan kepada Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan dan diketahui serta diperiksa oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan tentang kemajuan pelaksanaan
pekerjaan.

2. Format laporan harian, laporan mingguan, dan laporan bulanan yang


dibuat oleh Kontraktor pelaksana harus disetujui oleh Konsultan
Supervisi Konstruksi.

3. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak untuk melakukan


pemeriksaan langsung kelapangan akan kebenaran data yang ada

20
21

dalam laporan harian, laporan minnguan, dan laporan bulanan yang


dibuat oleh Kontraktor Pelaksana.

4. Laporan harian, laporan mingguan, dan laporan bulanan dibuat dalam


rangkap 4 (empat). Salah satu tembusan laporan harian, laporan
mingguan, dan laporan bulanan harus berada pada lokasi pekerjaan.
Masing-masing
Laporan harian, laporan mingguan dan bulanan harus diserahkan
kepada Konsultan Supervisi Konstruksi, Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan dan PPK.

Pasal 12 : Surat Menyurat Dan Komunikasi

1. Segala surat-menyurat yang dilakukan oleh Kontraktor Pelaksana


yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya
administratif harus melalui dan ditujukan kepada Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan juga diketahui oleh PPK.

2. Segala surat-menyurat yang dilakukan oleh Kontraktor Pelaksana


yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya teknis
harus melalui dan ditujukan kepada Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan juga diketahui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan serta PPK.

3. Surat menyurat atau perizinan yang berhubungan denganInstansi lain di


luar proyek tidak perlu melalui dan diketahui oleh Konsultan Supervisi
Konstruksi. Kontraktor Pelaksana tetap wajib memberikan informasi
tentang hal tersebut kepada Konsultan Supervisi Konstruksi.

Pasal 13 : Rapat Koordinasi Pelaksanaan Konstruksi

1. Pada awal proyek diselenggarakan rapat koordinasi awal atau PCM


(Pre Contruction Meeting) yang dilaksanakan Minggu Pertama
Pelaksanaan Konstruksi.

2. Rapat koordinasi diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali


setiap minggu, dipimpin oleh PPK atau Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

3. Kontraktor Pelaksana wajib hadir dalam rapat koordinasi dengan


diwakili minimal oleh Site Manager atau Personil yang bertanggung

21
22

atas pokok pembahasan rapat.

4. Konsumsi rapat koordinasi tersebut disiapkan oleh Kontraktor


Pelaksana kecuali ditentukan lain oleh PPK.

5. Rapat lapangan (site meeting) diselenggarakan sekurang- kurangnya 1


(satu) kali setiap minggu, dipimpin oleh PPK atau Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan.

Pasal 14 : Wewenang PPK (Pemberi Tugas) Memasuki Lokasi


Pekerjaan

1. PPK (Pemberi Tugas) dan para wakilnya mempunyai wewenang untuk


memasuki lokasi pekerjaan dan bengkel kerja atau tempat-tempat lain
dimana KontraktorPelaksana melaksanakan pekerjaan untuk Kontrak.

2. Jika pekerjaan dilakukan pada tempat-tempat lain yang dilakukan oleh


Sub Kontraktor Pelaksana menurut ketentuan dalam Sub Pelaksanaan,
maka Kontraktor Pelaksana harus memberikan jaminan agar supaya
PPK dan para wakilnya mempunyai wewenang untuk memasuki
bengkel kerja dan tempat-tempat lain kepunyaan Sub Pelaksana
pekerjaan.

3. PPK atau Staf Ahli ( Engineer ) berhak memberikaninstruksi langsung


dilapangan kepada Kontraktor Pelaksana dan Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan untuk suatu perbaikan atau perubahan jika dalam
proses pelaksanaan pekerjaan ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan Gambar Bestek, Spesifikasi Teknis, Bill of Quantity dan
Kontrak Kerja.

4. PPK atau Staf Ahli ( Engineer ) berhak memerintahkan Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan secara tertulis untuk menghentikan
proses pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh Kontraktor
Pelaksana sementara waktu jika ditemukan hal- hal yang tidak sesuai
dengan Gambar Bestek, Spesifikasi Teknis, Bill of Quantity dan
Kontrak Kerja.

5. Kontraktor Pelaksana harus menjamin dan bertangung jawab penuh


akan keselamatan PPK dan para wakilnya selama berada dilokasi
pekerjaan.

22
23

Pasal 15 : Progress Payment

1. Jika tidak ditentukan lain dalam Kontrak Kerja maka Hasil Pekerjaan
Kontraktor Pelaksana di bayar berdasarkan metode Progress Payment.
Artinya Tagihan Kontraktor Pelaksana dibayar berdasarkan Progress
Realisasi Pekerjaan yang telah diselesaikan dilapangan.

2. Progress Payment Kontraktor Pelaksana diajukan kepada Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan dan diperiksa kebenaran realisasi
pekerjaan dilapangannya oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

3. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dapat menunda atau


membatalkan Progress Payment Kontraktor Pelaksana jika
berdasarkan pengamatan sendiri atau laporan/rekomendasi Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan tentang adanya pekerjaan-pekerjaan
yang tidak sesuai Gambar Bestek, Spesifikasi Teknis dan Bill of
Quantity.

4. Progress Payment Kontraktor Pelaksana baru dapat dibayar oleh PPK


jika telah disetujui secara tertulis oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

Pasal 16 : Penanggung Jawab Pelaksana

1. Sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan Kontraktor Pelaksana


harus menempatkan seorang penanggung jawab pelaksanaan yang
ahli dan berpengalaman dan harus selalu berada di lapangan/site,
yang bertindak selaku wakil dari Kontraktor Pelaksana dan
mempunyai kemampuan memberikan keputusan teknis, dan
bertanggung jawab penuh dalam menerima segala instruksi-
instmksi dariKonsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

2. Penanggung jawab tersebut harus berada ditempat pekerjaan


selama jam kerja dan pada saat diperlukan dalam pelaksanaan,
atau pada pada saat yang dikehendaki ohh Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan petunjuk, dan perintah pengawas di dalam
pelaksanaan harus disampaikan langsung kepada pihak Pembomg
melalui penanggung jawab Kontraktor Pelaksana.

23
24

3. Struktur Organisai Proyek dibuat dalam format kertas A3 dan


diletakan pada posisi yang mudah dilihat dan dibaca pada Direksi
Keet ( Kantor Kontraktor ) dan Kantor Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan

Pasal 17 : Perubahan, Penambahan Dan Pengurangan Pekerjaan

1. Pelaksanaan pekerjaan yang menyimpang dari gambar-gambar


rencana yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan harus
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

2. Dalam merubah gambar rencana tersebut, Kontraktor Pelaksana


harus menyerahkan gambar perubahan yang dimaksud Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan pengawas lapangan dalam
rangkap lima untuk disetujui.

3. Pengaduan dan perubahan material, gambar rencana dan lain


sebagainya, harus diajukan oleh Kontraktor Pelaksana kepada
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan secara tertulis.
Perubahan-perubahan material dan gambar rencana yang
mengakibatkan pekerjaan tambah kurang harus disetujui secara
tertulis oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 18 : Kesalahan Pekerjaan

1. Kontraktor Pelaksana harus memperbaiki dengan biaya sendiri semua


kesalahan pekerjaan baik pada tahap pelaksanaan maupun pada saat
sebelum Serah Terima Tahap Pertama (PHO) dan pekerjaan
dinyatakan selesai 100%.

2. Kesalahan pekerjaan adalah hasil pemeriksaan bersama antara


Kontraktor Pelaksana, Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan
PPK sebelum Serah Terima Tahap Pertama (PHO) dan pekerjaan
dinyatakan selesai 100%.

3. Kesalahan pekerjaan dari hasil pemeriksaan oleh Pelaksana,


Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK dicantumkan
dalam sebuah Daftar Pekerjaan yang ditandatangani oleh ketiga pihak
tersebut.

24
25

4. Konsultan Supervisi atau PPK harus membuat Berita Acara Hasil


Pemeriksaan Pekerjaan untuk ditandatangani oleh Kontraktor
Pelaksana, Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK.

5. Semua kesalahan pekerjaan yang ada dalam Daftar Pekerjaan menjadi


tanggung jawab Kontraktor Pelaksana memperbaikinya dengan biaya
sendiri.

6. Kesalahan-kesalahan pekerjaan yang dilakukan oleh Kontraktor


Pelaksana dikarenakan kurang memahami Gambar dan kurangnya
kontrol terhadap pekerja sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Kontraktor Pelaksana untuk memperbaiki dengan biaya sendiri.

7. Kesalahan pekerjaan yang dilakukan oleh Kontraktor Pelaksana


karena lemahnya pengawasan dan kontrol oleh Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan dan bukan atas dasar perintah tertulis dari
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan tetap menjadi tanggung
jawab Kontraktor Pelaksana untuk memperbaikinya.

8. Kerusakan pada konstruksi akibat pemakaian atau sebab-sebab lain


tanpa ada unsur-unsur kesengajaan yang dapat dibuktikan dalam masa
pemeliharaan konstruksi tetap menjadi tanggung jawab Kontraktor
Pelaksana untuk memperbaikinya dengan biaya sendiri kecuali
ditentukan lain dalam Kontrak Kerja.

9. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan berhak setiap saat


memerintahkan Kontraktor Pelaksana untuk memperbaiki kesalahan
pekerjaan pada masa pelaksanaan.

10. Hasil perbaikan terhadap kesalahan pekerjaan harus disetujui oleh


Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 19 : Buku Petunjuk Penggunaan Konstruksi (Operation Hand-Book) bila ada

1. Kontraktor Pelaksana bersama dengan Konsultan Supervisi harus


membuat Buku Petunjuk Penggunaan atau system operasi (Operation
Hand-Biook) sebelum masa Serah Terima Pertama untuk semua
peralatan yang ada dalam konstruksi seperti :
a. Instalasi Listrik;
b. Instalasi pintu pagar Rel

25
26

2. Operation Hand-Book harus diserahkan kepada PPK dan pengguna


konstruksi dengan memberikan penjelasan yang diperlukan.

3. Operation Hand-Book harus disimpan dengan baik dalam konstruksi


pada tempat yang ditentukan oleh PPK atau pengguna konstruksi.

Pasal 20 : Penyelesaian Dan Serah Terima Pekerjaan

1. Setelah pekerjaan dianggap terlaksana 100% berdasarkan Progress


100% yang diajukan oleh Kontraktor Pelaksana dan telah disetujui
oleh Konsultan Supervisi Konstruksi, Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan dan PPK , maka pihak Konsultan Supervisi
Konstruksi, Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan, Kontraktor
Pelaksana dan PPK bersama-sama menandatangani Berita Acara
Serah Terima Pertama (PHO) kecuali ditentukan lain oleh PPK.

2. Sebelum Berita Acara Serah Terima Pertama ditandatangani


berdasarkan klaim progress 100% yang diajukan Kontraktor
Pelaksana, maka Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan,
Kontraktor Pelaksana dan PPK bersama-sama melakukan Pemeriksaan
Lapangan.

3. Pekerjaan-pekerjaan tidak sempurna dan tidak sesuai kualitas maupun


kuantitas terutama dari segi fungsi konstruksi yang ditemukan dalam
Pemeriksaan Lapangan adalah menjadi kewajiban Kontraktor
Pelaksana memperbaikinya sebelum Serah Terima Pertama
ditandatangani dan hal ini harus dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan dalam bentuk Daftar Pekerjaan.

4. Kontraktor pelaksana juga harus menyerahkan Asbuilt Drawing dan


Buku Petunjuk Penggunaan Konstruksi (Hand Book) yang telah
disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK
sebelum Berita Acara SerahTerima Pertama ditandatangani.

5. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan akan mengeluarkan


rekomendasi tertulis akan realisasi perbaikan dari semua item dalam
Daftar Pekerjaan dan Asbuilt Drawing yang telah selesai dilaksanakan
oleh Kontraktor Pelaksana untuk keperluan penandatanganan Berita
Acara Serah Terima Pertama (PHO).

6. Setelah masa pemeliharaan dilampaui dan sesudah semua perbaikan-


perbaikan dilaksanakan dengan baik, Konsultan Supervisi atau Direksi

26
27

Lapangan akan mengeluarkan rekomendasi tertulis mengenai


selesainya pekerjaan dan perbaikan yang berarti Serah Terima Kedua (
FHO ) kedua dari pihak Kontraktor Pelaksana kepada PPK.

Pasal 21 : Pemanfaatan Konstruksi Oleh Pemilik/Pengguna Konstruksi


1. Pemanfaatan dan penggunaan konstruksi oleh Pemilik Konstruksi
hanya boleh dilakukan setelah Berita Acara Serah Terima antara PPK
(Pemberi Tugas) dengan Pemilik/Konstruksi ditanda tangani.

2. Pemilik Konstruksi tidak boleh menempati, menggunakan konstruksi


dan memanfaatkan semua fasilitas yang ada dalam konstruksi selama
konstruksi masih dalam proses Serah Terima antara Kontraktor
Pelaksana dengan PPK.

3. Pemanfaatan konstruksi oleh siapapun sebelum Serah Terima antara


PPK dan Pemilik Konstruksi ditandatangani harus dengan persetujuan
PPK dan Kontraktor Pelaksana.

4. Kontraktor Pelaksana bertanggung jawab penuh terhadap perbaikan


dengan biaya sendiri semua kerusakan yang timbul akibat
penggunaan konstruksi oleh Pemilik Konstruksi yang telah
disetujuinya bersama dengan PPK.

Pasal 22 : Penanggung Jawab Pengawasan

1. Berdasarkan Kontrak Kerja yang dibuat oleh PPK dengan Penyedia


Jasa Konsultasi, maka Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan
untuk proyek seperti yang disebutkan dalam BAB I diatas adalah
Perusahaan seperti yang disebutkan dalam Kontrak Kerja Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan.

2. Tugas dan kegiatan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan adalah


seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Permukiman Dan
Prasarana Wilayah Nomor : 22/PRT/M/2018 Tanggal 14 September
2018 Tentang Penyedia Jasa Pengawas Konstruksi atau menurut
perubahannya jika ada kecuali ditentukan lain oleh PPK dalam
Kontrak Kerja Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

3. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan harus mengajukan struktur


organisasi pengawasan lapangan proyek kepada Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan dan PPK dimana didalamnya tercantum

27
28

beberapa tenaga ahli Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan


dengan posisi minimal seperti berikut atau seperti yang diajukan :
1. Site Engineer/Team Leader;
2. Tenaga Ahli Arsitektur
3. Tenaga Ahli Quantity & Quality
4. Inspector;
5. Tenaga Administrasi; dan
6. Operator Computer.

4. Semua tenaga ahli yang namanya tercantum dalam struktur organisasi


pengawasan lapangan proyek yang diajukan oleh Konsultan Supervisi
atau Direksi Lapangan harus berada dilokasipekerjaan minimal selama
jam kerja.

5. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan harus menyerahkan


Struktur Organisasi pengawasan lapangan proyek yang telah disetujui
oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK kepada
Kontraktor Pelaksana.

6. Pengantian tenaga ahli oleh Konsultan Supervisi atau Direksi


Lapangan selama proses pelaksanaan pekerjaan harus diketahui dan
disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK.

7. Team Leader harus mengajukan ijin tertulis kepada PPK dan diketahui
oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan jika hendak
meninggalkan lokasi pekerjaan dalam jangka waktu lebih dari 3 hari.

8. Kontraktor Pelaksana berhak mengajukan kepada Konsultan Supervisi


atau Direksi Lapangan dan PPK untuk pengantian tenaga ahli
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan yang berada dilokasi
pekerjaan jika tenaga ahli tersebut dinilai menghambat pekerjaan dan
tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

9. Tenaga ahli yang ditempatkan dilokasi pekerjaan oleh Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan harus mampu memberikan keputusan
yang bersifat teknis di lokasi pekerjaan.

10. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan harus membuat laporan


mingguan dan laporan bulanan kepada Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangandan diketahui oleh PPK atas segala hal yang
menyangkut pelaksanaan pekerjaan oleh Kontraktor pelaksana.

28
29

11. Bentuk, format, dan isi laporan Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan adalah berdasarkan hasil diskusi dan konsultasi dengan
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK.

Pasal 23 : Instruksi Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan

1. Kontraktor Pelaksana harus mematuhi dan melaksanakan semua


instruksi atau perintah yang dikeluarkan oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan yang berhubungan denganpelaksanaan pekerjaan.

2. Semua instruksi yang dikeluarkan oleh Konsultan Supervisi atau


Direksi Lapangan harus dalam bentuk tulisan.

3. Instruksi Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dalam bentuk


lisan dibenarkan dan harus diikuti oleh Kontraktor Pelaksana selama
disertai oleh alasan-alasan yang jelas dan sesuai dengan
Spesifikasi Teknis.

4. Instruksi dari Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dapat berupa


hal-hal seperti disebutkan dibawah ini :
a) Teguran atas sesuatu cara pelaksanaan yang salah sehingga
membahayakan bagi konstruksi, atau pekerjaan finishing yang
kurang baik atau hal-hal lain yang menyimpang dari Spesifikasi
Teknis dan Gambar Bestek.

b) Perintah untuk menyingkirkan material/bahan konstruksi yang


tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis.

c) Perintah untuk mengantikan Pelaksana lapangan dari Kontraktor


Pelaksana yang dianggap kurang mampu.

d) Perintah untuk melakukan penambahan tenaga kerja dengan alasan


untuk mempercepat prosespelaksanaan pekerjaan.

e) Perintah untuk melakukan perubahan-perubahan pada metode


pelaksanaan Kontraktor Pelaksana yang dianggap tidak tepat
sehingga dapat mengurangi kualitas dan memperlambat proses
penyelesaian pekerjaan.

29
30

Pasal 24 : Perubahan-Perubahan Desain Dan Perbedaan-Perbedaan

1. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dengan persetujuan


Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan serta PPK berhak
mengadakan perubahan-perubahan pada Gambar Bestek, Spesifikasi
Teknis dan Bill of Quantity yang wajib dilaksanakan oleh Kontraktor
Pelaksana.

2. Kontraktor Pelaksana dengan alasan apapun tidak boleh melakukan


perubahan pada Gambar Bestek, Spesifikasi Teknis dan Bill of
Quantity tanpa persetujuan Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

3. Perubahan-perubahan akan Gambar Bestek dan Spesifikasi Teknis


harus disampaikan secara tertulis kepada Kontraktor Pelaksana untuk
dilaksanakan.

4. Perubahan-perubahan pada Gambar Bestek dan Spesifikasi Teknis


yang dilakukan oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan,
Konsultan Supervisi, dan PPK secara lisan atau tidak tertulis tidak
wajib untuk dilaksanakan oleh Kontraktor Pelaksana. Resiko karena
melaksanakan Instruksi tidak tertulis sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Kontraktor Pelaksana.

5. Perubahan-perubahan akan Gambar Bestek dan Spesifikasi Teknis


tidak boleh menambah biayapelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan
dari biaya pelaksanaan yang ada dalam Kontrak Kerja kecuali
ditentukan lain dalam Kontrak Kerja atau oleh PPK.

6. Perhitungan kuantitas/volume pekerjaan dan biaya karena perubahan


Gambar Bestek dan Spesifikasi Teknis dilakukan oleh Konsultan
Supervisi diketahui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan
dan disetujui oleh PPK.

7. Kontraktor berhak memeriksa hasil perhitungan akankuantitas/volume


pekerjaan dan biaya yang dilakukan oleh Konsultan Supervisi.

8. Jika dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan ketidak sesuaian antara


Gambar Bestek, Spesifikasi Teknis, dan Bill of Quantity Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan tidak dibenarkan mengambil
keputusan secara sepihak tetapi harus melaporkannya
kepadaKonsultan Supervisi atau Direksi Lapangan untuk tindakan

30
31

selanjutnya.

9. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dengan persetujuan


Konsultan Supervisi dan PPK berhak menentukan acuan mana yang
harus dipegang bila terjadi perbedaan antara Gambar Bestek,
Spesifikasi Teknis, dan Bill of Quantity kecuali ditentukan lain dalam
Kontrak Kerja.

10. Kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja atau oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan, jika terjadi perbedaan antara Gambar
Bestek, Spesifikasi Teknis dan Bill of Quantity maka urutan acuan
yang harus dipegang ditentukan seperti berikut :
a) Kontrak Kerja;
b) Bill of Quantity;
c) Daftar Merk Barang;
d) Gambar Bestek dan Gambar Revisi; dan
e) Spesifikasi Teknis.

Pasal 25 : Struktur Organisasi Proyek

1. Struktur Organisasi Proyek dibuat oleh Konsultan Supervisi atau


Direksi Lapangan dengan persetujuan PPK.

2. Struktur Organisasi Proyek harus dapat menjelaskan secara umum


hubungan antara semua pihak yang terlibat dalam proyek.

3. Struktur Organisasi Proyek adalah pedoman administratif yang harus


diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam proyek.

4. Perubahan-perubahan pada Struktur Organisasi Proyek harus segera


diberitahukan secara tertulis kepada semua pihak yang terlibat dalam
proyek.

5. Struktur Organisai Proyek dibuat dalam format kertas A3 dan


diletakan pada posisi yang mudah dilihat dan dibaca pada Direksi Keet
( Kantor Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan ) dan Kantor
Kontraktor Pelaksana.

Pasal 26 : Ketentuan Lain

1. Spesifikasi Teknis ini adalah ketentuan yang mengikat bagi Kontraktor


Pelaksana dan merupakan bagian dari Kontrak Kerja yang harus

31
32

dipatuhi dan dilaksanakan.

2. Semua aturan dan persyaratan yang terdapat dalam Spesifikasi Teknis


harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh Kontraktor Pelaksana walaupun
hal tersebut tidak disebutkan dalam Gambar Bestek dan Bill of
Quantity kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja atau oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dengan Persetujuan PPK.

3. Jika terjadi perbedaan antara aturan yang terdapat dalam Spesifikasi


Teknis dan aturan dalam Kontrak Kerja maka aturan yang menjadi
acuan adalah aturan yang terdapat dalam Kontrak Kerja.

4. Hal-hal yang belum ditentukan dalam Spesifikasi Teknis ini akan


ditentukan kemudian oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan
dengan persetujuan PPK dalam proses pelaksanaan pekerjaan dan
menjadi satu ketentuan yang mengikat serta wajib diikuti oleh
Kontraktor Pelaksana.

5. Hal-hal yang ditentukan kemudian oleh Konsultan Supervisi atau


Direksi Lapangan tersebut harus tetap mengacu pada Kontrak Kerja
yang telah ada.

6. Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dengan persetujuan PPK


dapat mengubah sebagian besar atausebagian kecil aturan yang terdapat
dalam Spesifikasi Teknis dan Kontraktor Pelaksana wajib mengikuti
aturan perubahan tersebut.

32
33

PEKERJAAN PERSIAPAN

Pasal 1 : Papan Nama Proyek

1. Kontraktor harus membuat dan memasang Papan Nama Proyek yang


memuat tentang identitas proyek dan memasangnya di awal
pelaksanaan proyek.

2. Papan nama proyek mengunakan ukuran minimal 150 cm x 250 cm


kecuali ditentukan lain oleh PPK.

3. Papan nama proyek rangka dan kakinya terbuat dari kayu dengan
kualitas terbaik sehingga sanggup bertahan minimal sampai selesainya
pengerjaan proyek. Latar papan nama dapat berupa papan kayu tebal
minimal 2 cm atau multiplek dengan tebal minimal 12 mm.
Penggunaan bahan dan material lain harus dengan persetujuan
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

4. Papan nama proyek belatar belakang putih dengan tulisan warna


hitam, kecuali untuk logo atau simbul dapat dipakai warna yang
bervariasi.

5. Papan nama proyek harus mencantumkan Instansi Penyandang Dana,


Instansi Pemilik Konstruksi, Kontraktor Pelaksana, Konsultan
Supervisi dan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

6. Papan juga harus mencantumkan besar anggaran pelaksanaan proyek,


waktu mulai proyek, dan waktu penyelesaian proyek.

Pasal 2 : Kantor Lapangan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan ( Direksi Keet )

1. Kontraktor Pelaksana sesuai dengan RAB dalam kontrak harus


menyediakan kantor Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan
(Direksi Keet)untuk keperluan operasional Supervisi.

2. Direksi Keet disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan konstruksi


dan menjadi tanggung jawab Kontraktor.

Pasal 3 : Kantor Lapangan Kontraktor Pelaksana

1. Kontraktor Pelaksana untuk keperluan operasional pelaksanaan

33
34

pekerjaan.

2. Kantor Lapangan disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan


konstruksi dan menjadi tanggung jawab Kontraktor.

Pasal 4 : Gudang Penyimpanan Material

1. Kontraktor Pelaksana sesuai dengan biaya kontrak harus menyediakan


Gudang penyimpanan material untuk melindungi material yang tidak
segera dipakai.

2. Pemanfaatan konstruksi lama dilokasi pekerjaan untuk keperluan


Gudang Penyimpanan Material harus dengan persetujuan Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan dan PPK.

Pasal 5 : Barak Pekerja

1. Kontraktor Pelaksana harus menyediakan Barak Pekerja untuk


keperluan pekerja yangmenginap di lokasi pekerjaan.

2. Barak Pekerja disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan konstruksi


dan menjadi tanggung jawab Kontraktor

Pasal 6 : Bengkel Kerja / Pabrikasi

1. Kontraktor Pelaksana harus menyediakan Bengkel Kerja atau tempat


Pabrikasi terutama untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kayu
dan baja profil dan baja tulangan.

2. Bengkel Kerja / Pabrikasi disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan


konstruksi dan menjadi tanggung jawab Kontraktor.

Pasal 7 : Perlengkapan Keamanan Kerja Dan P3K

1. Kontraktor Pelaksana wajib dan harus menyediakan perlengkapan


keamanan kerja untuk semua pekerja yang berada dalam lokasi
pekerjaan dan tamu yangberkunjung kelokasi pekerjaan.

2. Perlengkapan keamanan kerja dapat berupa alat-alat seperti berikut ini


:
1. Helm Pelindung Kepala;

34
35

2. Sepatu untuk melindungi kaki;


3. Pemadam Kebakaran atau Apar; dan
4. Kotak P3K untuk pertolongan pertama pada
kecelakaan kerja.

3. Jika terjadi kecelakaan kerja di lokasi pekerjaan yang berhubungan


dengan pelaksanaan pekerjaan maka Kontraktor Pelaksana diwajibkan
mengambil segala tindakan guna kepentingan si korban.

35
36

PEKERJAAN AWAL

Pasal 1 : Pembersihan Lapangan

1. Kontraktor Pelaksana harus membersihkan lokasi pekerjaan dari segala


sesuatu yang dapat menggangu pelaksanaan pekerjaan seperti
konstruksi lama, hasil bongkaran konstruksi lama, pepohonan, semak
belukar, dan tanah humus.

2. Kontraktor Pelaksana harus melakukan pengupasan terhadap tanah


humus setebal minimal 20 cm sebelum dilakukan pekerjaan
konstruksi.

3. Yang dimaksud dengan Muka Tanah Dasar pada GambarBestek adalah


muka tanah yang telah bersih dari pepohonan, semak belukar, dan
lapisan tanah humus atau muka tanah timbun yang telah dipadatkan
kecuali diitentukan lain dalam Gambar Bestek.

4. Hasil bongkaran konstruksi lama dan pengupasan tanah humus tidak


boleh dipakai sebagai material timbunan atau diolah kembali untuk
dipakai sebagai material konstruksi.

7. Material yang dihasilkan dari bongkaran konstruksi lama dan


pengupasan lapisan humus harus dikeluarkan dari lokasi pekerjaan dan
dibuang sejauh mungkin dari lokasi pekerjaan atau ketempat yang
tidak menggangu lingkungan hidup.

8. Hasil bongkaran konstruksi lama dan pengelupasan lapisan humus


tidak boleh berada dilokasi pekerjaan lebihdari 3(tiga) hari.

36
37

Pasal 2 : Penentuan Posisi Konstruksi ( Setting Out )

1. Kontraktor Pelaksana harus melakukan Setting Out atau pengukuran


kembali akan kebenaran posisi konstruksi yang akan dibangun
seperti yang telah ada dalam Lay Out konstruksi pada Gambar
Bestek.

2. Pekerjaan Setting Out yang dilakukan oleh Kontraktor Pelaksana


harus diketahui dan didampingi oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan, Konsultan Supervisi, PPK dan Pemilik Konstruksi.

3. Pekerjaan Setting Out tidak boleh dilakukan secaramanual tetapi harus


menggunakan alat ukur seperti Theodolit dan Waterpas.

4. Hasil pekerjaan Setting Out harus menghasilkan satu ketetapan


bersama yang pasti akan elevasi tanah, elevasi konstruksi, posisi
penempatan konstruksi dan batas- batas lahan kerja. Ketetapan akan
elevasi dan posisi konstruksi harus direalisasikan dilapangan dengan
memasang patok-patok sementara dari kayu ukuran 5/7 cm yang
ditanam minimal 30 cm dalam tanah dan ujungnya ditandai dengan
minyak.

5. Hasil pekerjaan Setting Out tidak boleh berbeda dengan Lay Out
konstruksi yang ada dalam Gambar Bestek kecuali dengan alasan-
alasan kondisi lahan existing yang berubah dan alasan-alasan teknis
yang disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

6. Perubahan-perubahan posisi konstruksi karena alasan keterbatasan


lahan atau berubahanya kondisi existing lahan harus disetujui oleh
Konsultan Supervisi, Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan
PPK.

7. Kontraktor Pelaksana harus membuat gambar hasil pekerjaan Setting


Out dan disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan
PPK.

Pasal 4 : Pemasangan Bouwplank

1. Kontraktor Pelaksana harus melakukan pemasangan Bouwplank


sebagai acuan tetap pada semua konstruksi yang akan dikerjakan.

37
38

2. Bouwplank dibuat dari tiang-tiang kayu ukuran 5/7 cm yang ditanam


dalam tanah minimal 40 cm dan dengan jarak maksimal setiap tiang
adalah 2 meter. Untuk keperluan acuan elevasi dipakai papan kayu
2,5/25 cm atau kayu ukuran 2,5/7 cm yang dipaku pada tiang-tiang
kayu 5/7 cm. Pemasangan bouwplank harus sesuai dengan keliling
pagar sekurang-kurangnya 715 meter.

3. Bouwplank harus mempunyai posisi dan elevasi yang tetap terhadap


konstruksi yang akan dibangun dan tidak boleh berubah posisi dan
elevasinya sebelum struktur konstruksi yang paling rendah seperti
pondasi dan sloof selesai dikerjakan.

4. Posisi penempatan bouwplank harus sesuai dengan hasil pekerjaan


Setting Out.

5. Hasil pekerjaan pemasangan bouwplank harus disetujui oleh


Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 5 : Administrasi dan Dokumentasi

1. Kontraktor Pelaksana wajib membuat dokumen RKK dan RMPK


kepada Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

2. Kontraktor Pelaksana wajib membuat dan mengikuti prosedur dan


instruksi kerja sesuai dengan arahan Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

3. Kontraktor Pelaksana wajib menyusun laporan penerapan SMKK


kepada Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

4. Laporan setiap kegiatan pekerjaan berupa foto progress, dimana foto


tersebut bisa menggambarkan dari kegiatan awal sampai dengan
selesainya pekerjaan. Foto visual kemajuan pekerjaan (sekurang-
kurangnya 0%, 50% dan 100%).

Pasal 6 : Sistem Penyediaan Tenaga Listrik

1. Sistem penyediaan tenaga listrik sementara akan didesain, dipasang,


dan dipelihara oleh Kontraktor Pelaksana.

2. Kontraktor Pelaksana akan mengecek ketersediaan tenaga listrik di


tempat terdekat ke lokasi pekerjaan dan memenuhi kebutuhan

38
39

kapasitas pekerjaan.

3. Sumber tenaga darurat seperti generator dengan kapasitas yang cukup


untuk pelaksanaan pekerjaa konstruksi juga harus disediakan oleh
Kontraktor Pelaksana.

39
40

PEKERJAAN QUALITY CONTROL

Pasal 1 : Ruang Lingkup

1. Pekerjaan Quality Control atau Pemeriksaan Kualitas meliputi semua


percobaan-percobaan dan pengujian- pengujian terhadap material
konstruksi serta pemeriksaan-pemeriksaan terhadap hasil kerja
Kontraktor Pelaksana.

2. Yang dimaksud dengan Pekerjaan Quality Control atau Pemeriksaan


Kualitas dalam Proyek ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan
oleh Kontraktor Pelaksana berikutini :
a. Pemeriksaan dan Pembuatan Job Mix Disain Beton;
b. Pemeriksaan Kualitas Material Beton;
c. Pemeriksaan Mutu Beton;
d. Pemeriksaan Kuat Tarik Baja Tulangan;
e. Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisik Material Timbunan; dan
f. Pemeriksaaan-Pemeriksaan Lain yang disyaratkan dan diminta
oleh Konsultan Supervisi, Kosultan Supervisi dan PPK.

3. Semua material konstruksi harus diperiksa dan dibuktikan kualitasnya


dengan biaya sendiri oleh Kontarktor Pelaksana dengan cara-cara yang
disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

5. Semua pekerjaan Quality Control yang dilakukan oleh Kontraktor


Pelaksana harus diketahui, dihadiri dan disetujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan, Konsultan Supervisi serta PPK.

Pasal 2 : Peralatan Quality Control

1. Kontraktor Pelaksana wajib mengadakan peralatan Quality Control


atas biaya sendiri yang tersebut sepertidibawah ini :
a. Peralatan Slump Test (Lengkap Dengan Plat Besi Alas 60 x 60 cm,
dan Besi Diameter 16 mm Panjang 80 cm).
b. Silinder Beton Sampel Uji atau Kubus 15 x 15 cm sebanyak 6 Unit
setiap pengecoran dan atau setiap volume pengecoran tercapai
sesuai SNI SNI 2847-2013 dan SNI 2847-2019
c. Dan Peralatan Lainya yang diminta Oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

40
41

Pasal 3 : Biaya Quality Control

1. Semua biaya yang harus dikeluarkan untuk pekerjaan Quality Control


seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 adalah menjadi tanggungan dan
dibebankan kepada Kontraktor Pelaksana walaupun tidak disebutkan
dalam Billof Quantity.

41
42

PEKERJAAN TANAH DAN PASIR

Pasal 1 : Galian Pondasi

1. Sebelum dilakukan pekerjaan galian pondasi Kontraktor Pelaksana


harus memastikan lokasi disekitar pengalian bersih dari pepohonan,
semak belukar, dan tanah humus.

2. Posisi galian pondasi harus tepat benar dengan posisi perletakan


konstruksi menurut hasil Setting Out atau Lay Out daerah galian
pondasi yang ada dalam GambarBestek.

3. Pekerjaan galian pondasi dilakukan dengan main power (manual) dan


tidak boleh merusak struktur tanah disekitar galian pondasi.

4. Bentuk galian dan kedalaman galian pondasi sesuai dengan Gambar


Bestek.

5. Pengalian pondasi harus mempunyai lebar yang cukup untuk


membangun maupun memindahkan rangka/beskiting yang diperlukan
dan juga untuk mengadakan pembersihan.

6. Jika diperlukan Kontraktor Pelaksana harus membuat Shop Drawing


untuk pekerjaan galian pondasi ini untuk kemudahan pekerjaan
dilapangan.

7. Kesalahan pengalian sehingga kedalaman galian melebihi dari


kedalaman yang diperlukan, maka kelebihi kedalaman tersebut harus
diurug kembali dengan biaya sendiri dari Kontraktor Pelaksana.

8. Dasar galian yang telah selesai digali harus dipadatkan kembali


dengan alat pemadat sehingga mencapai kepadatan yang cukup
menurut Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

9. Jika pada saat pengalian ditemukan akar-akar tumbuhan lama atau


puing-puing konstruksi lama maka akar dan puing tersebut harus
diangkat serta diurug kembali dengan pasir urug hingga mencapai
elevasi kedalaman yang diperlukan.

42
43

10. Hasil galian pondasi yang akan dipakai kembali untuk urugan pondasi
harus ditempatkan dengan jarak tertentu sehingga tidak masuk kembali
kedalam lubang galian dan tidak menggangu pekerjaan konstruksi
pondasi.

11. Dimensi, ukuran, dan kedalaman galian harus tetap dan tidak berubah
sebelum pekerjaan konstruksi pondasi plat lantai selesai dikerjakan.

12. Kontraktor Pelaksana harus membuat dinding penahan tanah


sementara jika tanah disekitar galian adalah tanah agresif, labil, dan
mudah runtuh sehingga membahayakanpekerjaan pengalian.

13. Hasil pekerjaan galian pondasi harus disetujui oleh Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 2 : Timbunan Tanah (Urugan) Galian Pondasi

1. Urugan galian pondasi dikerjakan setelah pekerjaankonstruksi pondasi


selesai dikerjakan 100%.

2. Untuk urugan pondasi dapat digunakan tanah hasil galian pondasi atau
material lain yang disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

3. Jika untuk urugan pondasi dipakai tanah lain dan bukan tanah hasil
galian pondasi maka tanah tersebut harus melalui proses pemeriksaan
di Laboratorium Tanah sebelum dipakai sebagai material urugan
pondasi dan hal ini harus diketahui serta disetujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan. Semua biaya yang dikeluarkan untuk
pengadaan material tanah dan proses pemeriksaan di Laboratorium
Tanah dibebankan kepada Kontraktor Pelaksana.

4. Tanah Humus atau tanah hasil pembersihan lapangan setebal 30 cm


dari muka tanah dasar tidak boleh digunakan sebagai urugan pondasi.

5. Tanah urugan pondasi harus dipadatkan dengan alat pemadat Stemper


atau alat lain yang disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

6. Pemadatan dilakukan lapis berlapis dengan ketebalan minimal setiap


lapisanya adalah 30 cm.

43
44

7. Hasil pekerjaan urugan pondasi harus disetujui oleh Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 3 : Lapisan Pasir Alas Bawah Pondasi.

1. Sebelum pekerjaan pondasi dilakukan pekerjaan lapisan pasir alas


bawah lantai setebal minimal 5 cm kecuali ditentukan lain dalam
Gambar Bestek.

2. Pasir urugan harus bersih dari kotoran-kotoran dan akar- akar kayu,
serta sampah lainnya.

3. Lapisan pasir alas harus dipadatkan sampai mencapai kepadatan yang


diinginkan dengan alat Stemper atau alat pemadat mekanik lain. Tidak
dibenarkan melakukan pemadatan secara manual.

44
45

PEKERJAAN PONDASI

7. PONDASI TAPAK
7.1. Persyaratan Bahan
7.1.1. Semen
1. Digunakan Portland Cement menurut NI – 8 tahun 1972 dan
memenuhi S – 400 menurut Standar Cement Portland yang
digariskan oleh Asosiasi Semen Indonesia (NI 8 tahin 1972).
2. Semen yang telah mengeras sebagian maupun seluruhnya dalam
satu zak semen, tidak diperkenankan pemakaiannya sebagai bahan
campuran.
3. Penyimpanan harus sedemikian rupa sehingga terhindar dari tempat
yang lembab agar semen tidak cepat mengeras. Tempat
penyimpanan semen harus ditinggikan 30 cm dan tumpukan paling
tinggi 2 m. setiap semen baru yang masuk harus dipisahkan dari
semen yang telah ada agar pemakaian semen dapat dilakukan
menurut urutan pengiriman.

7.1.2. Pasir Beton


Pasir beton harus berupa butir-butir tajam dan keras, bebas dari bahan-
bahan organis, lumpur dan sejenisnya serta memenuhi komposisi. Butir
serta kekerasan sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dalam SK
SNI T-15.1919.30.

7.1.3. Kerikil
 Kerikil yang digunakan harus bersih dan bermutu baik, serta
mempunyai gradasi dan kekerasan sesuai yang disyaratkan dalam
SK SNI T-15.1919.03.
 Penimbunan kerikil dengan pasir harus dipisahkan agar kedua jenis
material tersebut tidak tercampur untuk menjamin adukan beton
dengan komposisi material yang tepat.

7.1.4. Air
Air yang digunakan harus air tawar, tidak mengandung minyak, asam
alkali, garam, bahan-bahan organis atau

45
46

bahan-bahan lain yang dapat merusak beton atau baja tulangan. Dalam
hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.

7.1.5. Besi Beton


Baja Tulangan Deform ( ulir ) adalah dari jenis BJTS420B dengan Kuat
Tarik minimal 4000 kg/cm2 atau 400 Mpa, Baja Tulangan Polos adalah
dari jenis BJTP 280 dengan Kuat Tarik minimal 2800 kg/cm2 atau 280
Mpa dan hanya dipakai untuk Begel atau Sengkang dengan diameter
minimal 8 mm, kecuali ditentukan lain dalam gambar bestek.
Baja tulangan harus dijaga dari kotoran, lemak, minyak, karat lepas dan
bahan lainnya.
Besi beton harus disimpan dengan tidak menyentuh tanah dan tidak
boleh disimpan diudara terbuka dalam jangka waktu panjang.
Membengkok dan meluruskan tulangan harus dilakukan dalam keadaan
batang dingin. Tulangan harus dipotong dan dibengkokkan sesuai
gambar dan harus diminta persetujuan Direksi terlebih dahulu.
Jika pemborong tidak berhasil memperoleh diameter besi sesuai
dengan yang ditetapkan dalam gambar, maka dapat dilakukan
penukaran dengan diameter yang terdekat dengan atan :
Harus ada persetujuan Direksi
Jumlah besi persatuan panjang atau jumlah besi ditempat tersebut tidak
boleh kurang dari yang tertera dalam gambar (dalam hal ini yang
dimaksud adalah jumlah luas). Biaya tambahan yang diakibatkan oleh
penukaran diameter besi menjadi tanggung jawab pemborong.

7.1.6. Cetakan (Bekisting)


Bahan yang digunakan untuk cetakan (Bekisting) kayu kelas III harus
bermutu baik sehingga hasil akhir konstruksi mempunyai bentuk,
ukuran dan batas-batas yang sesuai dengan yang ditunjukkan oleh
gambar rencana dan uraian pekerjaan.
Pembuatan cetakan (Bekisting) harus memenuhi ketentuan-ketentuan
didalam SK SNI T-15.1919.03.

46
47

7.2. Pedoman Pelaksanaan


7.2.1. Kecuali ditentukan lain dalam Rencana kerja dan syarat- syarat ini,
maka sebagai pedoman tetap dipakai SK SNI T- 15.1919.03
7.2.2. Pemborong wajib melaporkan secara tertulis pada Direksi apabila ada
perbedaan yang didapat didalam gambar konstruksi dan gambar
arsitektur.
7.2.3. Adukan beton
Pengangkutan adukan beton dari tempat pengadukan ketempat
pengecoran harus dilakukan dengan cara yang disetujui oleh Direksi,
yaitu :
 Tidak berakibat pemisahan dan kehilangan bahan- bahan
 Tidak terjadi perbedaan waktu pengikatan yang menyolok antara
beton yang sudah dicor dan yang akan dicor, dan nilai slump untuk
berbagai pekerjaan beton harus memenuhi SK SNI T-15.1919.03.

7.2.4. Pengecoran
Pengecoran beton hanya dapat dilaksanakan atas persetujuan tertulis
Direksi. Selama pengecoran berlangsung pekerja dilarang berdiri dan
berjalan-jalan diatas penulangan. Untuk dapat sampai ketempat-tempat
yang sulit dicapai harus digunakan papan-papan berkaki yang tidak
membebani tulangan. Kaki-kaki tersebut harus sudah dapat dicabut
pada saat beton dicor.
Apabila pengecoran beton harus dihentikan, maka tempat
penghentiannya harus disetujui oleh Direksi. Untuk melanjutkan bagian
pekerjaan yang diputus tersebut, bagian permukaan yang mengeras
harus dibersihkan dan dibuat kasar kemudian diberi additive yang
memperlambat proses pengerasan. Kecuali pada pengecoran, adukan
tidak boleh dicurahkan dari ketinggian yang lebih tinggi 1,5 m.

7.2.5. Perawatan Beton


Beton yang sudah dicor harus dijaga agar tidak kehilangan lembaban
paling sedikit selama 14 (empat belas) hari. Untuk keperluan tersebut
ditetapkan cara sebagai berikut :
 Dipergunakan karung-karung goni yang senantiasa basah sebagai
penutup beton.

47
48

 Hasil pekerjaan beton yang tidak baik seperti sarang kerikil,


permukaan tidak mengikuti bentuk yang diinginkan, munculnya
pembesian pada permukaan beton, dan lain-lain yang tidak
memenuhi syarat, harus dibongkar kembali sebagian atau
seluruhnya menurut perintah Direksi. Untuk selanjutnya diganti
atau diperbaiki segera atas resiko pemborong.

7.3. Pengukuran dan Pembayaran


7.3.1. Pengukuran dan Pembayaran dilakukan berdasarkan satuan, volume
dan harga satuan yang tertera dalam kontrak.
7.3.2. Harga ini sudah mencakup harga bahan, upah, peralatan dan alat-alat
bantu yang dibutuhkan untuk melaksanakanpekerjaan ini. Segala akibat
yang timbul atas kesalahan Kontraktor sehingga mengakibatkan
penambahan volumen dan biaya.

48
49

PEKERJAAN BETON

Pasal 1 : Pasir Beton

1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering,


apabila lebih dari 5% maka pasir tersebut harus dicuci sebelum
dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal pasir beton adalah 6 mm dan ukuran minimal pasir


beton adalah butiran yang tertahan pada saringan nomor 100.

7. Pasir beton tidak mengandung zat alkali atau zat-za lain yang dapat
merusak beton.

8. Pasir yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Jika Dalam Job Mix Disain disebutkan bahwa Pasir Beton harus dicuci
untuk menghilangkan kadar lumpur maka Kontraktor Pelaksana harus
mengajukan Metode Pencucian yang disetujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan atau mengikuti Metode Pencucian
yang disarankan oleh Konsultan Supervisi.

10. Metode Pencucian Pasir Beton yang diajukan oleh Kontraktor


Pelaksana harus menjamin bahwa kadar lumpur

49
50

dalam Pasir Beton akan berkurang setelah pencuciansampai dibawah


toleransi yang diijinkan.

11. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk PasirBeton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku jugapada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 2 : Kerikil Beton

1. Kerikil yang digunakan harus bersih dan bermutu baik, sertamempunyai


gradasi dan kekerasan sesuai yang disyaratkan dalam SK SNI T-
15.1919.03.

2. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam serta bersifat kekal.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat kering,


apabila lebih dari 1% maka kerikil tersebut harus dicuci sebelum
dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal kerikil beton adalah 31 mm dan ukuran minimal


pasir beton adalah 6 mm.

7. Tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak
beton.

8. Kerikil yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui


proses penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Jika Dalam Job Mix Disain disebutkan bahwa Kerikil harus dicuci
untuk menghilangkan kadar lumpur maka Kontraktor Pelaksana harus
mengajukan Metode Pencucian yang disetujui oleh Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan atau mengikuti Metode Pencucian
yang disarankan oleh Konsultan Supervisi.

50
51

10. Metode Pencucian Kerikil yang diajukan oleh Kontraktor Pelaksana


harus menjamin bahwa kadar lumpur dalam Kerikil akan berkurang
setelah pencucian sampai dibawahtoleransi yang diijinkan.

11. Pengunaan batu pecah sebagai penganti kerikil beton diperbolehkan


dengan syarat ukuran butiran batu pecah adalah antara 30 mm sampai
10 mm.

12. Persyaratan yang berlaku pada kerikil beton juga berlaku pada
material batu pecah.

13. Jumlah batuan pipih dalam setiap meter kubik batu pecah tidak boleh
lebih dari 5%.

14. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Kerikil Beton
dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi
Teknis ini.

Pasal 4 : Semen Portland

1. Terdaftar dalam merk dagang.

2. Merk Semen Portland yang dipakai harus sesuai peruntukan semua


pekerjaan beton structural maupun beton non struktural.

3. Mempunyai butiran yang halus dan seragam.

4. Tidak berbungkah-bungkah/tidak keras.

5. Semen yang dipakai untuk semua pekerjaan struktur beton adalah


Portland Cement menurut NI – 8 tahun 1972 dan memenuhi S – 400
menurut Standar Cement Portland yang digariskan oleh Asosiasi
Semen Indonesia (NI 8 tahun 1972).

6. Semua peraturan tentang pengunaan semen portland di Indonesia


untuk konstruksi gedung berlaku juga padaspesifikasi teknis ini.

7. Semen yang telah mengeras sebagian maupun seluruhnya dalam satu


zak semen, tidak diperkenankan pemakaiannya sebagai bahan
campuran.

51
52

8. Penyimpanan harus sedemikian rupa sehingga terhindar dari tempat


yang lembab agar semen tidak cepat mengeras. Tempat penyimpanan
semen harus ditinggikan30 cm dan tumpukan paling tinggi 2 m. setiap
semen baru yang masuk harus dipisahkan dari semen yang telah ada
agar pemakaian semen dapat dilakukan menurut urutan pengiriman.

Pasal 5 : Air

1. Secara visual air harus bersih dan bening, tidak berwarna dan tidak
berasa.

2. Tidak mengandung minyak, asam alkali, garam dan zat organic yang
dapat merusak beton atau baja tulangan.

3. Dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.Air
setempat dari sumur dangkal atau sumur bor serta yang didatangkan
dari tempat lain kelokasi pekerjaan harus mendapat persetujuan
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan sebelum digunakan.

Pasal 6 : Zat Aditif

1. Pemakaian zat aditif pada campuran beton untuk segala alasan yang
berhubungan kemudahan dalam pengerjaan beton atau Workability
harus disetujui olehKonsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

2. Penggunaan zat aditif dalam campuran beton harus melalui proses


penelitian dan percobaan dilaboratorium beton dengan biaya sendiri
dari Kontraktor Pelaksana.
3. Kerusakan dan kegagalan struktur akibat penggunaan zat additive yang
dapat dibuktikan secara teknis sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Kontraktor Pelaksana.

4. Zat aditif untuk mempercepat proses pengerasan dan pengeringan


beton dapat dipakai Sikamen LN, produk dariSIKA.

5. Cairan Sikamen LN yang dicampurkan langsung di molen ketika


mencampur beton. Aditif ini dicampurkan terakhir kali, ketika beton
akan dikeluarkan dari molen. Warnanya merah gelap seperti darah
yang mengering.

52
53

6. Air yang dipakai untuk campuran beton bahkan bisa dikurangi sampai
15 – 20%

7. Kontraktor Pelaksana harus menunjukan standar, aturan, dan syarat


yang berlaku secara umum mengenai zat additive yang akan dipakai.

8. Kesalahan yang terjadi adalah menuangkan volume aditif yang tidak


sesuai takaran yang mengakibatkan betonlebih dulu mengeras sebelum
dituang.

Pasal 7 : Tulangan Beton

1. Bebas dari karatan. Toleransi terhadap karatan pada baja tulangan


ditentukan oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

2. Baja tulangan diatas diameter ≥12 mm adalah Baja Ulir atau


ditentukan lain dalam gambar rencana.

3. Baja tulangan sengkang/begel atau dibawah diameter


≤12 mm adalah baja polos.

4. Baja Tulangan Deform ( ulir ) adalah dari jenis BJTS 420B dengan
Kuat Tarik minimal 4200 kg/cm2 atau 420 MPa.

5. Baja Tulangan Polos adalah dari jenis BJTP 280 dengan Kuat Tarik
minimal 2800 kg/cm2 atau 280 Mpa dan hanya dipakai untuk
Begel atau Sengkang dengan diameter minimal 8 mm dan maksimal 8
mm.

6. Kebenaran akan tegangan tarik/luluh baja tulangan harus dibuktikan


dengan percobaan Uji Tarik pada Laboratorium Beton dengan minimal
3 sampel tulangan untuk masing- masing diameter.

7. Baja tulangan mempunyai bentuk dan penampang yang sesuai dengan


yang dibutuhkan atau sesuai Gambar Bestek.

8. Baja ulir yang telah sekali dibengkokkan tidak boleh dibengkokkan


lagi dalam arah yang berlawanan.

9. Baja tulangan harus disimpan sedemikian rupa sehingga terlindung


dari hubungan langsung dengan tanah danterlindung dari air hujan.

53
54

10. Semua peraturan tentang baja tulangan di Indonesia untuk konstruksi


gedung berlaku juga pada spesifikasiteknis ini.

Pasal 8 : Selimut Beton

1. Kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Supervisi dalam Bill of


Quantity dan Gambar Bestek maka aturan ketebalan selimut beton
mengikuti SNI
2. Untuk konstruksi beton yang dituangkan langsung pada tanah dan
selalu berhubungan dengan tanah berlaku suatu tebal penutup beton
minimal yang umum sebesar 70mm.

Pasal 9 : Rancangan Campuran Beton (Job Mix Disain)

1. Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran beton struktural dengan


mutu K-250 sampai mutu K-300 dan lainya sebagaimana disyaratkan
Kontraktor Pelaksana harus membuat Rancangan Campuran Beton
(Job Mix Desain).

2. Yang dimaksud dengan Mutu Beton adalah Kuat Tekan Karakteristik


yang diperoleh dari pengujian benda uji kubus umur 28 hari minimal
dengan 2 benda uji.

3. Mutu beton untuk masing-masing komponen struktur kecuali


ditentukan lain dalam Gambar Bestek dan Bill of Quantity adalah
seperti berikut:
1. Pondasi Tapak f’c = 21,7 Mpa (K-250)
2. Kolom Pedestal f’c = 21,7 Mpa K-250
3. Sloof f’c = 21,7 Mpa K-250
4. Kolom f’c = 21,7 Mpa K-250
5. Balok Bawah Pagar f’c = 26,4 Mpa (K-300)

4. Job Mix Disain adalah hasil pekerjaan ahli beton pada Laboratorium
Beton yang diakui oleh Pemerintah.

5. Material Pasir dan Kerikil Beton yang dipakai untuk Job Mix Disain
haruslah material yang akan dipakai nantinya pada pelaksanaan
dilapangan dan material tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup
dilokasi pekerjaan sampai volume pekerjaan beton selesai dikerjakan.

54
55

6. Pengantian material dengan material selain material dalam Laporan


Job Mix Disain pada tahap pelaksanaan pekerjaan beton tidak
dibenarkan.

7. Pengantian material dengan material selain material dalam Laporan


Job Mix Disain pada tahap pelaksanaan pekerjaan beton
mengharuskan Kontraktor Pelaksana untuk membuat Job Mix Disain
baru.

8. Laporan Job Mix Disain untuk masing-masing mutu beton minimal


harus mencantumkan :
1. Laporan hasil penelitian Pasir Beton;
2. Laporan hasil penelitian Kerikil Beton;
3. Komposisi Pasir Beton;
4. Komposisi Kerikil Beton;.
5. Komposisi Air Beton;
6. Komposisi Zat Additive jika digunakan;
7. Nilai Slump Rencana; dan
8. Nilai Faktor Air semen.

9. Job Mix Disain yang dibuat oleh Kontraktor Pelaksana harus disetujui
oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan sebelum
dilaksanakan.

10. Semua aturan yang disyaratkan dalam Job Mix Disain dan telah
disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan harus diikuti
dan dilaksanakan oleh Kontraktor Pelaksana.

Pasal 10 : Rencana Campuran Lapangan (Job Mix Formula)

1. Berdasarkan Job Mix Disain yang telah disetujui oleh Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan, Kontraktor Pelaksana membuat
Rencana Campuran Lapangan (Job Mix Formula) beton struktural
dengan mutu K-250 dan K-300.

2. Job Mix Formula tidak boleh berbeda dengan Job Mix Disain terutama
dari segi komposisi material beton.

3. Hasil perhitungan Job Mix Formula harus disetujui oleh Konsultan


Supervisi atau Direksi Lapangan.

55
56

4. Kontraktor Pelaksana harus membuat media standar berupa bak-bak


dari kayu atau timba-timba plastik yang dipakai untuk mentakar
komposisi material berdasarkan perhitungan Job Mix Formula.

5. Pentakaran komposisi material campuran beton dengan bak-bak


standar dilokasi pekerjaan tidak boleh mengurangi dan berbeda
dengan komposisi material beton yang ada dalam Job Mix Disain.

6. Tidak tercapainya mutu beton seperti yang diinginkan karena


kesalahan dalam perhitungan Job Mix Formula sepenuhnya menjadi
tanggung jawab Kontraktor Pelaksana.

Pasal 11 : Perakitan Tulangan

1. Perakitan tulangan balok dan kolomdapat dilakukan di bengkel kerja


oleh Kontraktor Pelaksana atau langsung pada lokasi konstruksi.

2. Khusus untuk Pondasi, Plat Lantai Beton perakitan tulangan harus


dilakukan langsung lokasi konstruksi.

3. Dimensi, model, bengkokan, jarak dan panjang penyaluran tulangan


harus sesuai dengan Gambar Bestekdan Shop Drawing atau standar
yang ada dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI).

4. Kontraktor Pelaksana harus menyediakan Shop Drawing dan daftar


bengkokan, dimensi, model, dan panjang penyaluran tulangan pada
bengkel kerja untuk menghidari kesalahan dalam pekerjaan perakitan
tulangan.

5. Tulangan balok dan kolom yang telah selesai dirakit jika tidak
langsung dipasang harus diletakan ditempat yang terlindungi dari
hujan dan tidak boleh besentuhan langsung dengan tanah.

6. Untuk tulangan plat lantai dan plat dack dirakit langsung diatas
bekisting yang telebih dahulu telah selesai dikerjakan.

7. Semua tulangan utama balok dan kolom harus terikat dengan baik oleh
sengkang dengan alat ikat kawat beton.

8. Jaring tulangan plat harus terikat dengan baik satu dengan yang lain
dengan alat ikat kawat beton.

56
57

9. Tulangan yang telah selesai dirakit tidak boleh dibiarkan lebih dari 3
hari dalam bekisting.

Pasal 12 : Sambungan Antar Tulangan

1. Sambungan antar tulangan, penjangkaran tulangan dan panjang


penyaluran tulangan pada kondisi pembeban lentur, beban tarik, beban
tekan, jika tidak ditentukan lain dalam Gambar Bestek maka harus
sesuai dengan syarat- syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SNI 2847 -2013, SNI 2847 - 2019

2. Titik-titik sambungan tulangan lewatan pada plat lantai tidak boleh


dibuat pada posisi satu garis lurus. Sambungan harus dibuat selang-
seling atau zig-zag antara batang yang disambung dengan batang yang
tidak disambung.

3. Panjang sambungan lewatan jika tidak ditentukan lain dalam Gambar


Bestek, Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SNI 2847 -2013, SNI
2847 - 2019.

4. Sambungan-sambungan harus dibuat antara sesama tulangan utama.


Tidak dibenarkan dengan alasan apapun menggunakan tulangan extra
(tulangan tambahan) untuk menyambung tulangan utama dengan
tulangan utama lain kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI T-15-1991-03, SNI2847 -2013, SNI 2847
- 2019

5. Penjangkaran tulangan atau kait-kait pada posisi pemutusan tulangan


jika tidak ditentukan lain dalam Gambar Bestek maka harus sesuai
dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI T-15-1991-03, SNI 2847 -2013, SNI
2847 - 2019

6. Sambungan-sambungan pada kondisi pembeban tarik dan lentur pada


komponen balok, plat lantai dan plat dack ujung-ujung sambungan
harus dibuat kait (hook) kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI T-15-1991-03, SNI 2847 -2013, SNI 2847
- 2019

7. Sambungan tulangan kolom harus dilakukan pada posisi diluar Sendi


Plastis atau pada posisi tengah bentang kolom, balokserta plat lantai.

57
58

Penyambungan pada posisi selain pada posisi tersebut dengan alasan


apapun tidak dibenarkan.

8. Sambungan-sambungan lewatan tidak boleh berada pada daerah Sendi


Plastis atau pada daerah 2 kali tinggi efektif balok dari muka kolom
untuk balok serta pada daerah 2 kali tinggi efektif kolom dari muka
sloof/plat lantai.

9. Semua sambungan lewatan harus diperhitungkan menerima beban


tarik sehingga ujung-ujungnya harus diberi kait (hook).

Pasal 14 : Acuan / Bekisting

1. Bahan utama bekisting adalah multiplek 9 mm yang diperkuat oleh


balok-balok kayu 5/7 cm atau 5/10 cm darikayu kelas kuat III.

2. Penggunaan papan kayu sebagai bekisting dengan alasan apapun tidak


diperbolehkan.

3. Pengantian material bekisting dengan material selain yang disebutkan


pada point 1 harus dengan persetujuan Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

4. Kontraktor pelaksana harus mengajukan Shop Drawing untuk bentuk


konstruksi bekisting balok, kolom, plat lantai, dan plat atap serta
konstruksi lain yang dianggap perlu oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

5. Penggunaan bekisting system bongkar pasang dari bahan besi harus


disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

6. Permukaan bekisting harus dilumuri atau dioleskan dengan cairan


Residu atau cairan Ter supaya hasil campuran beton tidak menempel
pada bekisting waktu akan dibuka sehingga dapat menghasilkan
permukaan beton yangrapi.

7. Bentuk bekisting harus menghasilkan konstruksi akhir sesuairencana.

8. Bekisting harus kokoh dan rapat sehingga pada waktu diisi dengan
campuran beton tidak bocor atau berubah bentuknya.

58
59

9. Hasil pekerjaan bekisting harus diperiksa kembali kebenaran elevasi


,kelurusannya terhadap arah vertikal oleh Kontraktor Pelaksana
dengan alat Theodolit dan Waterpass.Pemeriksaan secara manual tidak
dibenarkan.

10. Hasil pekerjaan bekisting harus disetujui oleh Konsultan Supervisi


atau Direksi Lapangan sebelum dilakukan pekerjaan pengecoran beton.

11. Bekisting yang telah dicor beton tidak boleh dibuka kurang dari 28 hari
terhitung sejak waktu pengecoran kecuali ditentukan lain oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan karena alasan penggunaan
zat additive yang dapat mempercepat proses pengerasan beton atau
alasan-alasan teknis yang dapat dipertanggung jawabkan .

12. Pekerjaan membuka bekisting tidak boleh merusak permukaan beton


jika hal ini terjadi Kontraktor Pelaksana harus memperbaikinya
dengan pekerjaan acian beton.

13. Perbaikan permukaan beton yang rusak akibat kesalahan pembukaan


bekisting atau sebab lain harus disetujui oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

Pasal 16 : Pengecoran Beton ( Casting Concrete )

1. Sebelum memulai pekerjaan pengecoran Kontraktor Pelaksana harus


memastikan Acuan/bekisting telah selesai 100% dan telah disetujui
oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

2. Pengecoran beton structural mutu K-250 sampai K-300 hanya boleh


dilakukan oleh Kontraktor Pelaksana jika Job Mix Disain, Job Mix
Formula, Perakitan Tulangan, Bekisting, Request Pekerjaan dan hal-
hal lain yang diperlukan dan berhubungan dengan pekerjaan
pengecoran sudah disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

3. Sedapat mungkin untuk melakukan sekali pengecoran untuk setiap


bagian konstruksi sehingga dapat menghindari sambungan-sambungan
beton.

2. Pengecoran dalam kondisi cuaca hujan tidak dibenarkan kecuali


Kontraktor Pelaksana menjamin bahwa bekisting dan hasil pengecoran
tidak berhubungan langsung dengan air hujan.

59
60

5. Pengecoran beton harus dilakukan dengan Beton Ready-Mix dan tidak


diperbolehkan melakukan pengecoran dengan cara pengadukan
manual kecuali untuk beton- beton dengan mutu dibawah K-125 atau
nonstruktural.

6. Urutan pemasukan material beton dimulai dengan Kerikil Beton, Pasir


Beton, Semen, Air, dan Zat Additive (jika ada).Urutan ini bisa dirubah
dengan persetujuan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

7. Beton segar hasil pengadukan molen dapat diangkut dengan kereta


dorong oleh pekerja kelokasi bekisting untuk dituang.

8. Beton segar harus segera dituang kedalam bekisting dan tidak boleh
dibiarkan lebih dari 10 menit berada dalam wadah kereta sorong atau
bak tampungan beton. Penggunaan zat additive seperti Super
Plasticizer juga tidak membolehkan beton segar terlalu lama dalam
wadah tampungan kecuali disetujui oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

9. Beton segar yang telah dituangkan harus dipadatkan dengan Concrete


Vibrator sampai mencapai kepadatan optimum.

10. Tinggi jatuh penuangan beton untuk bekisting kolom minimal 1,5
meter.

11. Penulangan beton dalam balok, plat lantai, plat atap, dan kolom tidak
boleh menciptakam sangkar kerikil atau penumpukan kerikil pada
posisi tententu pada saatbekisting dibuka.

12. Jika terjadi sangkar kerikil Kontraktor Pelaksana harus memperbaiki


bagian itu dengan mempergunakan beton campuran zat kimia khusu
untuk sambungan (joint) seperti Produk SIKA atau produk lain dengan
persetujuan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

13. Pengecoran beton tidak boleh dilakukan langsung diatas tanah


Kontraktor Pelaksana harus membuat lantai kerja dari campuran 1 Sm
: 3 Ps : 6 Kr sehingga air semen tidak meresap dalam tanah dan bentuk
penampang betonsesuai dengan yang direncanakan.

14. Antara pengecoran pertama dengan pengecoran keduauntuk konstruksi


yang sama tidak boleh lebih dari 1 hari.

60
61

15. Hasil pekerjaan pengecoran dengan Ready Mix/Site Mix sepenuhnya


menjadi tanggung jawab Kontraktor Pelaksana.

Pasal 17 : Pemadatan Beton

1. Beton Segar yang telah berada dalam Acuan/Bekisting harus


dipadatkan dengan cara mekanik menggunkan alatConcrete Vibrator.

2. Pemadatan harus dilakukan dengan sehati-hati mungkin sehingga


ujung Conctere Vibrator tidak bersentuhan dengan besi tulangan
(Bekisting)/bekisting.

3. Pemadatan harus dilakukan secara merata untuk semua beton segar


yang ada dalam acuan/bekisting sampaimencapai kepadatan optimum.

4. Cukup tidaknya dan lamanya pemadatan dengan Concrete Voibrator


adalah bedasarkan petunjuk Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

5. Pemadatan tidak boleh dilakukan secara berlebihan karena akan


berakibat terjadinya Bleeding dimana air semen akan naik
kepermukaan beton.

Pasal 18 : Perawatan Beton ( Curing )

1. Kontraktor Pelaksana harus melakukan perawatan dan pemeliharaan


terhadap beton yang telah selesai dituang dalam bekisting.

2. Perawatan dapat berupa menutup permukaan beton dengan karung


goni kemudian menyiram air secara rutin kepermukaan beton sampai
beton berumur 28 hari. Penggunaan metode lain untuk perawatan
beton harus disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 19 : Quality Control

a. Slump Test

1. Pemeriksaan kekentalan beton (kosistensi) harus dilakukan setiap


beton dituangkan dari Concrete Mixer atau Beton ready Mix minimal
setiap 3 m3 pekerjaan beton padasetiap mutu beton.

61
62

2. Pemeriksaan kekentalan beton dilakukan dengan metode Slump Test


dimana nilai slump yang diperoleh harus sesuai dengan nilai slump
rencana yang ada pada Job Mix Disain.

b. Benda Uji Beton

1. Kontraktor Pelaksana harus mengambil benda uji beton dalam bentuk


kubus dan slinder standar. Ukuran kubus adalah 15 x 15 cm dan
ukuran silinder tinggi 30 cm dan diameter 15 cm.

2. Benda uji beton harus diambil minimal 20 benda uji untuk setiap mutu
beton yang berbeda.

3. Benda uji beton harus dirawat dalam bak dan terendam dalam air
sampai berumur 28 hari.

4. Pada benda uji beton harus dicantumkan mutu beton, nama benda uji,
dan tanggal pengambilan benda uji yang tidak mudah hilang dan
luntur.

c. Kuat Tekan Beton

1. Kontraktor Pelaksana harus melakukan pemeriksaan terhadap kuat


tekan beton yang telah selesai mereka kerjakan minimal sebelum
pekerjaan pengecoran melebihi50% dari total pekerjaan pengecoran.

2. Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Beton


dengan minimal 2 benda uji kubus atau silinder untuksetiap pengecoran
diumur beton 28 hari.

3. Pemeriksaan kuat tekan beton pada Laboratorium Beton oleh


Kontraktor Pelaksana harus didampingi oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan. Pemeriksaan kuat tekan beton tanpa didampingi oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan hasilnya dianggap tidak
sah.

4. Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pemeriksaan kuat


tekan beton ini dibebankan kepadaKontraktor Pelaksana.

5. Hasil pemeriksaan kuat tekan beton harus menghasilkan kuat tekan

62
63

beton karakteristik yang sesuai dengan yang direncanakan dalam Job


Mix Disain.

6. Kuat tekan beton yang kurang dari 95% dari kuat tekan beton rencana
dianggap gagal dan beton yang telah selesai dikerjakan dilapangan
harus dibongkar kecuali diputuskan lain oleh Konsultan Supervisi
dengan disertakan Rekomendasi Ahli beton.

7. Kontraktor Pelaksana tidak diperbolehkan melanjutkan pekerjaan


pengecoran beton jika hasil pemeriksaan kuat tekan beton
menghasilkan kuat tekan yang berbeda dengan kuat tekan beton
rencana.

8. Perencanaan ulang untuk Job Mix Disain harus dilakukan oleh


Kontraktor Pelaksana untuk beton yang gagal dalam uji kuat tekan jika
dalam pemeriksaan oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan
bersama dengan Kontraktor Pelaksana kegagalan kuat tekan
disebabkan oleh kesalahan dalam perencanaan campuran dan bukan
karena kesalahanpada tahap pelaksanaan.

9. Pemeriksaan kuat tekan beton selain dengan uji tekan pada


laboratorium beton harus disetujui oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

10. Laporan hasil pemeriksaan kuat tekan beton harus disetujui oleh
Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

d. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton Dengan Cara Lain

1. Jika pemeriksaan Kuat Tekan Beton dengan cara Uji Tekan Kubus
Beton hasilnya meragukan dan tidak disetujui oleh Konsultan
Supervisi, Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan atau PPK, maka
cara pemeriksaan mutu beton dengan uji langsung pada konstruksi
beton harus dilakukan.

2. Pemeriksaan mutu beton dengan uji langsung ke konstruksi beton jika


tidak ditentukan khusus oleh Konsultan Supervisi maka harus
dilakukan dengan salah satu metode seperti dibawah ini :
a. Metode Core Drill.
b. Metode Hammer Test.

3. Konsultan Supervisi berhak menentukan metode mana yang akan

63
64

dipakai untuk pemeriksaan kuat tekan beton langsung ke konstruksi


beton.
4. Posisi dan lokasi pengujian untuk masing-masing komponen struktur
ditentukan oleh Konsultan Supervisi atau Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

5. Jumlah titik pengujian jika tidak ditentukan oleh Konsultan Supervisi,


maka harus diambil minimal 10 titk untuk masing-masing komponen
struktur dan masing-masing mutu beton.

6. Data Kuat Tekan yang diperoleh dari hasil uji langsung kuat tekan pada
konstruksi beton harus dikalkulasi kembali oleh Kontarktor Pelaksana
untk memperoleh Kuat Tekan karakteristik Beton (mutu beton).

7. Kuat Tekan Beton Karakteristik yang diperoleh dari uji langsung ke


konstruksi beton adalah hasil final yang harus diakui oleh Konsultan
Supervisi, Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan, Kontraktor
Pelaksana dan PPK.

Pasal 20 : Sambungan Antar Beton

1. Penyambungan-penyambungan antara beton lama dengan beton baru


sebaiknya dihindari pada konstruksi beton kecuali sambungan antar
kolom tiap lantai.

2. Jika penyambungan terpasak dilakukan permukaan beton lama harus


dibersihkan dan dikasarkan sebelum disambung dengan beton baru.

3. Penyambungan pada posisi tengah kolom dan tengah bentang balok


tidak diperbolehkan.

4. Untuk sambungan pada balok dan plat lantai harus dilakukan pada
posisi 100 cm dari tumpuan sedangkan untuk kolom harus disambung
pada posisi tumpuan kedua(lantai 2).

5. Bentuk akhir dari konstruksi beton lama (plat lantai dan balok) harus
dibuat sedemikian rupa sehingga ketika disambung beton baru akan
menumpu pada beton lama.

6. Penyambungan pada kondisi beton lama yang sudah berumur lebih


dari 3 hari harus dilakukan dengan Bonding Agent dan hal ini harus

64
65

dengan persetujuan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

7. Penggunaan zat-zat kimia untuk memperkuat sambunganharus dengan


persetujuan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 21 : Lain - Lain

1. Persyaratan pekerjaan beton dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 20


berlaku untuk semua item pekerjaan beton yang ada dalam Proyek ini.

2. Hal-hal yang belum ditentukan dan diperlukan penjelasannya dalam


proses pelaksanaan pekerjaan ditentukan kemudian oleh Konsultan
Supervisi bersama dengan Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan
dalam proses pelaksanaan pekerjaan dengan persetujuan PPK.

3. Hal-hal yang ditentukan kemudian tersebut menjadi satu ketentuan


yang mengikat dan wajib untuk dilaksanakan oleh Kontraktor
Pelaksana.

65
66

PEKERJAAN DINDING DAN PASANGAN

Pasal 1 : Batu Bata

1. Batu bata harus mempunyai dimensi dan ukuran yang standar sesuai
Peraturan Bahan Konstruksi yang berlaku.

2. Batu bata adalah dari hasil pembakaran yang sempurna dari pabrik
batu bata dimana kondisinya tidak rapuh dan tidak mudah hancur
ketika diangkut dan diturunkan padalokasi pekerjaan.

3. Batu bata bentuknya harus sempurna tidak melengkung dan


permukaanya benar-benar rata untuk semua sisinya.

4. Batu bata mempunyai Kuat Tekan minimal 30 kg/cm2.

5. Perubahan-perubahan pada dimensi dan ukuran batu bata karena


mengikuti dimensi dan ukuran yang berlaku pada daerah tertentu
harus disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangane.

6. Toleransi hanya diperbolehkan untuk dimensi dan bukan untuk


kualitas.

Pasal 2 : Pasir Pasang / Pasir Halus

1. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir dengan ukuran butiran halus dan
tidak lagi memerlukan proses penyaringan/ayakan jika hendak
digunakan.

2. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah apsir yang dipakai untuk keperluan


Pasangan Batu Gunung, Pasangan Batu Bata, Pasangan Keramik, dan
Plasteran Dinding.

3. Pasir Pasang tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat
kering, apabila pasir pasang tersebut m engandung Lumpur lebih dari
5% maka pasir tersebutharus dicuci sebelum dipergunakan.

4. Pasir Pasang/Pasir Halus harus mempunyai butiran yang tajam dan


keras.

66
67

5. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari

6. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir yang berasal dari Sungai dan
bukan Pasir yang berasal dari laut.

Pasal 3 : Pasangan Dinding Batu Bata ½ Bata Campuran 1 Pc : 3 Ps

1. Pasangan batu bata ½ bata campuran 1 Pc : 3 Ps dikerjakan hanya


pada dinding-dinding yang langsung berhubungan dengan air seperti
dinding Toilet dan KamarMandi serta bak air.

2. Perekat atau spesi yang dipakai adalah dari campuran 1 Pc : 3 Ps


dengan ketebalan maksimal 1,5 cm dan minimal 1 cm.

3. Pasir yang dipakai adalah Pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Batu bata harus disiram terlebih dahulu dengan air sebelum dipasang.

5. Batu bata harus dipasang dengan posisi lapis demi lapis saling
bersilangan dan tidak satu garis sambungan.

6. Untuk dinding selain kamar mandi dan tempat whuduk tinggi


pasangan batu bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 3 Ps minimal 40
cm.

5. Untuk dinding kamar mandi dan tempat whuduk tinggi pasangan batu
bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 3 Psminimal 180 cm.

6. Pasangan batu bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 3 Psharus kedap air


(trasram).

7. Pasangan batu bata tidak boleh melengkung dalam arah vertikal dan
dalam arah horizontal.

8. Setiap tinggi 30 cm pemasangan bata harus disediakan benang-benang


untuk ketepatan elevasi dan kedataran permukaan.

9. Hasil pemasangan batu bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 3 Ps harus


disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

67
68

Pasal 4 : Pasangan Dinding Batu Bata ½ Bata Campuran 1 Pc : 4 Ps

1. Pasangan batu bata ½ bata campuran 1 Pc : 4 Ps dikerjakan pada


semua dinding kecuali dinding-dinding yang langsung berhubungan
dengan air.

2. Perekat atau spesi yang dipakai adalah dari campuran 1 Pc : 4 Ps


dengan ketebalan maksimal 1,5 cm dan minimal 1 cm.

3. Pasir yang dipakai adalah Pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Batu bata harus disiram terlebih dahulu dengan air sebelum dipasang.

5. Batu bata harus dipasang dengan posisi lapis demi lapis saling
bersilangan dan tidak satu garis sambungan.

6. Pasangan batu bata tidak boleh melengkung dalam arah vertikal dan
dalam arah horizontal.

7. Setiap tinggi 30 cm pemasangan bata harus disediakan benang-benang


untuk ketepatan elevasi dan kedataran permukaan.

8. Hasil pemasangan batu bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 4 Ps harus


disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan.

Pasal 5 : Plesteran Campuran 1 Pc : 3 Ps

1. Sebelum dilakukan plesteran terlebih dahulu permukaan hasil


pemasangan bata harus disiram dengan air dengan merata.

2. Plesteran dari campuran 1 Pc : 3 Ps .

3. Pasir yang dipakai adalah pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Tebal plesteran dinding minimal 1,5 cm.

5. Plesteran campuran 1 Pc : 3 Ps dilakukan pada pasangan dinding bata


dengan campuran 1 Pc : 3 Ps.

6. Plesteran harus menghasilkan permukaan yang rata untuk semua


bidang dinding yang diplester.

68
69

7. Plesteran tidak boleh meninggalkan sambungan- sambungan antara


plesteran lama dengan plesteran baruyang tidak rata.

8. Lama antara plesteran lama dengan plesteran baru tidak boleh lebih
dari satu hari kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

9. Hasil pekerjaan plesteran harus benar-benar halus permukaannya


sehingga ketika dilakukan pekerjaan dinding tidak menimbulkan
bekas.

10. Hasil pekerjaan plesteran harus disetujui oleh Konsultan Supervisi


atau Direksi Lapangan.

Pasal 6 : Plesteran Campuran 1 Pc : 4 Ps

1. Sebelum dilakukan plesteran terlebih dahulu permukaan hasil


pemasangan bata harus disiram dengan air dengan merata.

2. Plesteran dari campuran 1 Pc : 4 Ps .

3. Pasir yang dipakai adalah Pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Tebal plesteran dinding minimal 1,5 cm.

5. Plesteran campuran 1 Pc : 4 Ps dilakukan pada pasangan dinding bata


dengan campuran 1 Pc : 4 Ps.

6. Plesteran harus menghasilkan permukaan yang rata untuk semua


bidang dinding yang diplester.

7. Plesteran tidak boleh meninggalkan sambungan- sambungan antara


plesteran lama dengan plesteran baruyang tidak rata.

8. Lama antara plesteran lama dengan plesteran baru tidak boleh lebih
dari satu hari kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Supervisi atau
Direksi Lapangan.

8. Hasil pekerjaan plesteran harus benar-benar halus permukaannya


sehingga ketika dilakukan pekerjaan dinding tidak menimbulkan

69
70

bekas.

9. Hasil pekerjaan plesteran harus disetujui oleh Konsultan Supervisi


atau Direksi Lapangan.

70
71

PEKERJAAN PENGECATAN

Pasal 1 : Referensi

1. Seluruh Pekerjaan Pengecatan harus sesuai denganstandard-


standard sebagai berikut :
a. Petunjuk-petunjuk yang diajukan oleh pabrik pembuat.
b. NI-3 1970
c. NI-4

Pasal 2 : Persyaratan Material

1. Bahan dasar dan akhir yang akan dipakai adalah buatan pabrik merk
Dulux dari kualitas terbaik.

2. Bahan Cat harus dalam bungkus dan kemasan asli dimana tercantum
merk dagang, spesifikasi, dan aturan pakai.

3. Cat yang dipakai adalah dari Merk Dulux Standar ICI untuk pengunaan
besi, kayu, beton baik Exterior, dan Interior.

4. Kontraktor Pelaksana harus memperlihatkan contoh material yang


digunakan untuk disetujui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi
Lapangan.

5. Jenis , warna dan type yang akan dipakai pada semua posisi konstruksi
kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Supervisi dan PPK dalam masa
pelaksanaan atau dalam Gambar Bestek adalah seperti dalam tabel
berikutini :

6. Jenis, Warna dan Type dapat diganti oleh Konsultan Supervisi dengan
persetujuan PPK dalam masapelaksanaan.

71
72

7. Jika terjadi perbedaan antara pemakaian warna dan spesifikasi yang


ada dalam Spesifikasi Teknis (tabel point 5) dengan yang ada dalam
Gambar Bestek maka acuan yang dipakai adalah menurut keputusan
Konsultan Supervisi.

8. Perubahan-perubahan warna dari seperti yang telah ditentukan dalam


tabel point 5 yang dilakukan oleh PPKharus disertai keterangan tertulis
dan diketahui oleh Konsultan Supervisi atau Direksi Lapangan dan
Konsultan Supervisi.

9. Perubahan-perubahan warna yang tidak disertai keterangan tertulis


adalah kesalahan Kontraktor Pelaksana dan dengan biaya sendiri
Kontraktor Pelaksana harus mengantinya dengan warna seperti yang
telah ditentukan dalam tabel point 5, termasuk biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengelupasan dan pembersihan apabila pekerjaan
pengecatan telah terlanjur selesai dikerjakan.

10. Pengecatan seluruh pekerjaan sesuai dengan NI 3 dan NI 4 atau sesuai


dengan spesifikasi dan anjuran dari pabrik.

11. Bahan Cat merupakan produksi dari pabrik terkenal dan bermutu
baik.

12. Bahan yang akan digunakan harus berada dalam kaleng yang masih
disegel, tidak pecah dan bocor serta mendapat persetujuan Konsultan
Supervisi atau Direksi Lapangan. Seluruh permukaan harus
dibersihkan dengan sikat baja untuk menghilangkan karat, sisa - sisa
serpihan las sebelum dimulai pengecatan.

Pasal 3 : Pelaksanaan

1. Pekerjaan Persiapan
Sebelum pekerjaan pengecatan dilaksanakan, pekerjaanlangit-langit
dan lantai telah selesai dikerjakan.
Selanjutnya diadakan persiapan sebagai berikut
- Dinding atau bagian yang akan di telah selesai dandisetujui
oleh Manager Konstruksi
- Bagian yang retak-retak, pecah atau kotoran-kotoran yang
menempel dibersihkan
- Menunggu keringnya dinding atau baglan yang akandi karena
masih basah dan lembab

72
73

- Menyiapkan dan mengadakan pengecatan untukcontoh warna


Pemborong harus mengatur waktu sedemikian rupa sehingga. terdapat
urutan-urutan yang tepat mulai dari pekerjaan dasar sampai dengan
pengecatan akhir.

Semua pekerjaan pengecatan harus mengikuti petunjuk dari pabrik


pembuat tersebut.

2. Pekerjaan Pengecatan
 Pengecatan tembok luar atau tembok dalam
 Tembok yang akan di harus mempunyai cukup waktu untuk
mengering, setelah permukaan tembok kering maka persiapan
dilakukan dengan membersihkan permukaan tembok tersebut
terhadap pengkristalan/pengapuran (efflorescene) yang biasanya
terdapat pada tembok baru, dengan amplas kemudian dengan lap
sampai benar-benar bersih.
 Selanjutnya dilapis tipis dengan plamur merk dulux
 Pada bagian-bagian dimana banyak reaksi denganalkali dan
rembesan air harus diberi lapisan wall sealer
 Setelah kering permukaan tersebut diamplas lagisampai halus
 Kemudlan di dengan lapisan pertama
 Bagian-bagian yang masih kurang baik, diberi plamurlagi dan
diamplas halus setelah kering.
 Pengecatan logam dan baja
 Bersihkan debu, minyak, gemuk dan kotoran lainnya dengan
white spirit atau solvent
 Untuk baja galvanise, amplas dengan kertas amplas ukuran 360
sebelum diprimer
 Dianjurkan Oleskan 1 (satu) lapis Metal Primer Chromate A540
-49020 produksi Vinilex
 Setelah primer kering (kurang lebih 6 jam), bersihkan dari debu
dan kotoran lainnya, kemudian dimulal dengan dasar dulux
 Setelah dasar kering (kurang lebih 6 jam), teruskan dengan akhir
dulux
 Bahan-bahan logam yang tertanam di dalam pasangan atau beton
tidak diijinkan untuk dimeni.

 Pengecatan kayu
 Semua permukaan kayu yang berhubungan dengan plesteran
diberi dasar meni
 Permukaan kayu yang akan di harus diamplas kemudian

73
74

diplamur bila. terdapat retak, celah atau lobang. Kemudian


permukaan kayu yang telah diplamur diratakan
 Permukaan kayu yang kecil harus diberi 2 lapisan plamur yang
tipis
 Pekerjaan pengecatan dengan kwas untuk bidang kecil dan
semprot untuk bidang luas
 Hasil pengecatan harus mulus, tidak menggelembung atau ca-ca
lainnya

74
75

PEKERJAAN LAINNYA

Pasal 1 : Lingkup Pekerjaan


1. Pekerjaan ini meliputi pekerjaan konstruksi baja profil, pintu plat
besi baik bahan dasar maupun bahan penyambung, peralatan baja dan
alat-alat bantu lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik dan aman.
2. Pekerjaan pengukuran yang mencakup kondisi lapangan yang ada,
seperti hasil pekerjaan beton yang sudah dilaksanakan, maupun segala
penyimpangan yang terjadi, sehingga dalam gambar kerja diperlukan
penyesuaian.
3. Kontraktor harus menyediakan tenaga ahli yang berpengalaman di
lokasi pekerjaan, sehingga dapat menyelesaikan segala masalah yang
timbul di lapangan secara cepat dan benar.
4. Kontraktor harus membuat gambar kerja secara detail, sebelum
pekerjaan dimulai, termasuk penyesuaian dengan kondisi lapangan
sampai mendapatkan persetujuan dari Konsultan Pengawas.
5. Setelah pekerjaan dilaksanakan, Kontraktor wajib membuat gambar
terlaksana sesuai dengan struktur yang dilaksanakan, dan diserahkan
kepada Pemberi Tugas sesuai dengan kontrak.

Pasal 2 : Peraturan – peraturan


Kecuali ditentukan lain dalam persyaratan selanjutnya,
maka sebagaidasar pelaksanaan digunakan peraturansebagai berikut :

75
76

1. Peraturan Perencanaan Konstruksi Baja Indonesia 1984(PPBBI),


2. American Institute of Steel Construction Specifiion (AISC),
3. American Society for Testing and Materials (ASTM),
4. American Welding Society - Structural Welding Code (AWS),dan
5. Persyaratan Umum Bahan Konstruksi Indonesia (PUBBI-1982).

Pasal 3 : Material
1. Baja Profil/Plat
Jika tidak disebutkan secara spesifik di dalam gambar, maka semua material
untuk konstruksi baja profil harus menggunakan baja yang baru dan merupakan
"Hot rolled structural steel" dengan mutu baja ST 37 (PPBBI-83) atau ASTM A
36 atau SS 41 (JIS. U 3101- 1970), yang memiliki tegangan leleh (yield
stress) minimal, Fy =
240 Mpa BjP41 (SS41) Baja jenis ini umum disebut baja karbon (Carbon Steel)
yang mengandung karbon antara 0.25 - 0.29 %.
Semua material baja
harus baru, bebas/bersih dari karat, lobang-lobang dan kerusakan lainnya, lurus,
tidak terpuntir, tanpa tekukan, serta memenuhi syarat toleransi sesuai dengan
spesifikasi ini.

2. Baut
Kecuali ditentukan lain dalam gambar, baut penyambung yang digunakan
adalah HTB A325 yang memiliki tegangan tarik putus nominal antara 105 -
120 ksi (735 - 840 Mpa). Baut penyambung harus merupakan material baru,
dan panjang ulir harus sesuai dengan yang diperlukan. Jika tidak disebutkan
khusus di dalam gambar maka baut yang dimaksud adalah type A325-X (ulir
terletak di luar bidang geser). Baut harus dilengkapi dengan 2 ring, masing-
masing 1 buah pada kedua sisinya. Mutu pelat ring harus sesuai dengan mutu
baut.

3. Elektroda Las
Jika tidak disebutkan secara khusus di dalam gambar struktur, maka elektoda

76
77

las yang digunakan adalah E70XX, sesuai dengan lokasi penggunaannya.

4. Angkur
Kecuali ditentukan lain di dalam gambar, maka angkur yang digunakan harus
memiliki kualitas BJTS 420B, dengan panjang penjangkaran minimal sedalam
40 kali diameter. Angkur harus memiliki ulir yang cukup sehingga pada saat
digunakan benar- benar dapat berfungsi secara benar.

Pasal 5 : Toleransi

1. Toleransi dimensi
Dimensi yang tercantum di dalam gambar rencana adalah dimensi sesuai
dengan yang tertera di dalam tabel pabrik pembuat baja. Di dalam pembuatan
terjadi variasi yang menyebabkan terjadinya perbedaan dengan dimensi
rencana. Perbedaan terhadap panjang, lebar serta tebal diizinkan sebesar harga
terkecil antara 1/32 inci (0.75 mm) atau 5 % dari dimensi rencana.

2. Toleransi panjang
Untuk elemen baja (balok, kolom) yang dipasang merangka satu terhadap
lainnya, toleransi panjang diizinkan sebesar 1/16 inci (1.50 mm) untuk
elemen dengan panjang kurang dari 9.00 meter dan sebesar 1/8 inci (3.00 mm)
untuk panjang lebih dari 9.00 meter.

3. Toleransi Kelurusan
Kelurusan dari elemen baja dibatasi sebesar 1/500 bentang di antara 2 titik
tumpunya, kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas.

Pasal 6 : Syarat-syarat Pelaksanaan


1. Gambar kerja/ Shop drawing
Sebelum fabrikasi dimulai, Kontraktor harus membuat gambar- gambar kerja
yang diperlukan dan menyerahkan gambar kerja untuk diperiksa dan disetujui
Konsultan Pengawas. Bilamana disetujui, Kontraktor dapat mulai pekerjaan

77
78

fabrikasinya. Pemeriksaan dan persetujuan Konsultan Pengawas atas gambar


kerja tersebut hanya menyangkut segi kekuatan struktur saja seperti :
a. Ukuran/dimensi profil, ketebalan plat-plat, ukuran/jumlah baut/las,
tebal pengelasan. Ketepatan ukuran-ukuran panjang, lebar, tinggi atau
posisi dari elemen-elemen konstruksi baja yang berhubungan dengan
pengangkutan menjadi tanggung jawab Kontraktor. Dengan kata lain
walaupun semua gambar kerja telah disetujui Konsultan Pengawas,
tidaklah berarti mengurangi atau membebaskan Kontraktor dari
tanggung jawab ketidaktepatan serta kemudahan dalam erection
elemen-elemen konstruksi baja.
b. Pengukuran dengan skala dalam gambar sama sekali tidak
diperkenankan.

c. Pada gambar kerja harus sudah terlihat bagian-bagian tambahan yang


diperlukan untuk keperluan montase serta cara-cara montase yang
direncanakan.

2. Fabrikasi
a. Selama proses fabrikasi Konsultan Pengawas harus menempatkan
staffnya yang berpengalaman dalam fabrikasi baja secara penuh untuk
mengawasi pelaksanaan fabrikasi di bengkel kerja Kontraktor.
b. Kontraktor harus memberikan Fabriion Manual Procedure termasuk
Procedur Quality Control kepada Konsultan Pengawas untuk disetujui.
c. Fabrikasi dari elemen-elemen konstruksi baja harus dilaksanakan oleh
tukang-tukang yang berpengalaman dan diawasi oleh mandor-mandor
yang ahli dalam konstruksi baja.
d. Semua elemen-elemen harus difabrikasi sesuai dengan ukuran-ukuran
dan/atau bentuk yang diinginkan tanpa menimbulkan distorsi-distorsi
atau kerusakan-kerusakan lainnya dengan memperhatikan persyaratan
untuk penanganan sambungan-sambungan serta las di lapangan dan
sebagainya.
e. Pemotongan-pemotongan elemen-elemen harus dilaksanakan dengan
rapi dan pemotongan besi harus dilakukan dengan alat pemotong

78
79

(brender) atau gergaji besi. Pemotongan dengan mesin las sama sekali
tidak diperbolehkan.

3. Tanda-tanda pada konstruksi baja


a. Semua konstruksi baja yang telah selesai difabrikasi harus dibedakan
dengan kode yang jelas sesuai bagian masing-masing agar dapat
dipasang dengan mudah.
b. Kode tersebut ditulis dengan agar tidak mudah terhapus.
c. Plat-plat sambungan dan bagian elemen lain yang diperlukan untuk
sambungan-sambungan di lapangan, harus dibaut/diikat sementara dulu
pada masing-masing elemen dengan tetap diberi tanda-tanda.

4. Pengelasan
a. Pengelasan harus dilaksanakan sesuai AWS atau AISC Specifiion dan
baru dapat dilaksanakan setelah mendapatkan ijin tertulis dari Konsultan
Pengawas. Pengelasan harus dilakukan dengan las listrik, bukan dengan
las karbit.
b. Kawat las yang dipakai adalah harus dari produk yang disetujui oleh
Konsultan Pengawas. Ukuran kawat las disesuaikan dengan tebal
pengelasan.
c. Kontraktor harus menyediakan tukang las yang berpengalaman dengan
hasil pengalaman yang baik dalam dalam melaksanakan konstrksi baja
sejenis. Hal ini harus dibuktikan dengan menunjukkan sertifikat yang
masih berlaku.
d. Kontraktor harus memperhatikan dengan seksama tipe dan ukuran las
yang tercantum di dalam gambar (las sudut, las tumpul dan lain-lain), dan
Kontraktor harus mempunyai alat untuk mengukur tebal las sehingga
dengan mudah dapat diketahui apakah tebal las sudah sesuai dengan
gambar atau tidak.

e. Permukaan bagian yang akan dilas harus dibersihkan dari , minyak, karat
dan bekas-bekas potongan api yang kasar dengan menggunakan

79
80

mechanical wire brush dan untuk daerah-daerah yang sulit dapat


digunakan sikat baja. Bekas potongan api harus dihaluskan dengan
menggunakan gerinda agar permukaan baja menjadi baik. Kerak bekas
pengelasan harus dibersihkan dan disikat.
f. Metode pengelasan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
timbul distorsi dan tegangan residual pada elemen konstruksi baja yang
dilas. Pengelasan pada pertemuan elemen-elemen yang padat seperti pada
tumpuan harus dilakukan dengan teknik preheating.
g. Pada pekerjaan las dimana terjadi banyak lapisan las (pengelasan lebih
dari satu kali), maka sebelum dilakukan pengelasan berikutnya lapisan
terdahulu harus dibersihkan dahulu dari kerak-kerak las/slag dan
percikan-percikan logam yang ada. Lapisan las yang berpori-pori atau
retak atau rusak harus dibuang sama sekali.
h. Untuk memudahkan pelaksanaan serta mendapatkan mutu pengelasan
yang baik, maka pada dasarnya semua pekerjaan pengelasan harus
dilakukan di bengkel. Bila akan mengadakan pengelasan lapangan harus
seijin tertulis dari Konsultan Pengawas.
i. Perhatian khusus diberikan pada pengelasan yang dilakukan di lapangan
(field weld), dimana posisi dari tukang las harus sedemikian sehingga
dapat dengan mudah melakukan pengelasan dengan hasil yang baik tanpa
mengabaikan keselamatan kerja.
j. Pada semua pengelasan harus dilakukan pemeriksaan visual untuk
mengetahui apakah :
 persiapan pengelasan sudah dilakukan denganbaik (bersih,
gap yang cukup dan lain-lain).
 las yang ada tidak berpori, undercut, retak
permukaan.
 ukuran dan tipe las sudah sesuai gambar.
k. Pada jumlah lokasi 30% dari seluruh lokasi pengelasan juga harus
dilakukan "Liquid Penetrant Test" sesuai dengan AWS D 1.1-90. Lokasi
pengetesan ditentukan oleh Konsultan Pengawas.
l. Laboratorium uji las yang ditunjuk harus mendapat persetujuan

80
81

Konsultan Pengawas dan semua biaya pengujian las menjadi tanggung


jawab Kontraktor.

Pasal 8 : Kawat Duri Galvanize/Zink


Secara umum kawat duri berbahan baku baja dan dilapisi galvanize atau zinc-alloy
membuat jenis kawat duri ini memiliki ketahanan terhadap cuaca yang lebih tinggi.
Pemasangan kawat duri mengikuti gambar bestek.

Pasal 9 : Pembersihan Akhir


Sebelum diadakan Serah Terima Pekerjaan, Kontraktor Pelaksana wajib membersihkan
semua bagian Pekerjaan, terutama pembersihan semua Bekas tumpahan cat areal
pengecatan. Kontraktor Pelaksana juga harus membersihkan barang bekas dan peralatan
kerja. Semua sisa material yang tidak digunakan lagi harus dibawa ke luar dari
lingkungan pekerjaan, sehingga halaman benar-benar bersih dan rapi. Pembersihan
lahan sesuai dengan area pagar sepanjang 715 meter.

81

Anda mungkin juga menyukai