Anda di halaman 1dari 7

NAMA : NUR MUHAMMAD RAAFI

NIM : 22010179
MATA KULIAH : ASPEK HUKUM BISNIS

Tugas : Menganalisa kondisi kasus dana DPR 300 Triliun

Perjalanan misteri informasi transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 300


triliun berakhir. Padahal, saat pertama kali menyeruak ke publik, transaksi gelap hasil analisis
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu kabarnya tak pernah diurus sejak
2009 sampai 2023.

Kronologi munculnya kabar transaksi gelap ini diawali pernyataan Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md saat berada di Yogyakarta pada 8 Maret 2023.
Mahfud juga selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU).

Setelah itu, rentetan pertemuan antara Kemenkeu, Kemenko Polhukam, dan PPATK terjadi
beberapa hari terakhir, hingga akhirnya diakhiri dengan penyampaian informasi detailnya
kemarin oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Berikut ini rangkuman kronologi kasus
transaksi gelap di Kemenkeu yang sempat membuat geger publik Tanah Air:

1. Diawali Pernyataan Mahfud dari Yogyakarta

Pada Rabu (8/3/2023), Menko Polhukam Mahfud Md tengah menjadi pembicara kunci dalam
acara Town Hall Meeting dengan para mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Seusai
acara, dia menyampaikan beberapa pernyataan dihadapan para wartawan di sana.

Salah satunya mengonfirmasi beberapa temuan PPATK terkait transaksi jumbo dari rekening
Rafael Alun Trisambodo (RAT), mantan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan yang tengah diperiksa KPK. Diantaranya transaksi di rekeningnya yang
mencapai Rp 500 miliar.

Informasi ini Mahfud dapatkan karena ia merupakan Ketua Komite TPPU yang sekertarisnya
adalah Ketua PPATK. Lalu, ia sampaikanlah temuan baru pergerakan transaksi janggal di
Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun. Informasi itu ia sebut baru ia dapat pagi harinya
tanggal tersebut.

"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300
triliun, di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal
Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud saat itu.
2. Kementerian Keuangan Mengaku Belum Dapat Informasi Resmi

Kebetulan, pada siang harinya hari itu, sekitar pukul 13.30 WIB Kementerian Keuangan tengah
menggelar konferensi pers penanganan RAT yang dipimpin Inspektur Jenderal Kementerian
Keuangan Awan Nurmawan Nuh. Wartawan pun mengonfirmasi pernyataan Mahfud yang
disampaikan pagi harinya itu.

Dalam responsnya, Awan mengatakan, belum tahu menahu data yang disampaikan Mahfud. Ia
mengaku baru tahu adanya transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu dari media massa karena
belum ada surat resmi terkait itu yang disampaikan pihak Mahfud kepada Kemenkeu.

"Memang sampai saat ini kami khususnya Itjen belum tahu, tapi kami belum terima informasi
nya seperti apa, nanti kami cek. Memang masalahnya sudah tahu di pemberitaan, tapi nanti kami
cek," kata Awan.

3. Mahfud Klaim Data Itu Sudah Disampaikan Sejak 2009

Sore harinya, pada tanggal yang sama, Mahfud kembali memberikan informasi kepada wartawan
terkait transaksi janggal Rp 300 triliun itu di Universitas Islam Indonesia (UII) Terpadu
Yogyakarta. Ia menegaskan data itu sudah disampaikan sejak 2009 beserta suratnya, namun tak
pernah ditindaklanjut Itjen.

Ia bahkan menambahkan informasi bahwa sejak 2009-2023 sudah sebanyak 160 laporan lebih
yang disampaikan ke Itjen Kemenkeu karena transaksi mencurigakan itu melibatkan 460 orang
lebih di kementerian tersebut. Namun, lagi-lagi tak pernah di tindaklanjuti, kecuali ada kasus
besar seperti Gayus, Angin Prayitno, dan terakhir Rafael.

"Ini sudah dilaporkan dulu kok didiamkan. Dulu Angin Prayitno sama tidak ada yang tahu
sampai ratusan miliar, diungkap KPK baru dibongkar. Itu saya kira karena kesibukan yang luar
biasa, sehingga perlu sistem saja menurut saya," kata Mahfud.

4. Sri Mulyani Akhirnya Buka Suara, Tapi Tak Tahu Angka Rp 300 triliun

Keesokan harinya, tepatnya pada Kamis (9/3/2023), saat mendampingi Presiden Joko Widodo
kunjungan kerja di Solo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya merespons kabar
yang dilontarkan Mahfud. Ia mengaku memang kerap kali mendapat surat laporan dari PPATK.

Surat yang diterima Sri Mulyani terkait laporan PPATK ini sebanyak 196 dari 2009-2023,
namun ia menegaskan sudah merespons seluruh laporan yang disampaikan PPATK sendiri
maupun yang berasal dari permintaan Itjen Kemenkeu. Namun, ia menegaskan, tidak ada
satupun surat laporan yang berisi angka Rp 300 triliun.

"Jadi saya enggak tahu juga Rp 300 triliun itu dari mana angkanya. Nanti saya kalau kembali lagi
ke Jakarta akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan Pak Ivan angkanya itu dari mana sehingga
saya punya informasi yang sama dengan anda semuanya," ujar Sri Mulyani.
5. Wamenkeu dan Tim Datangi Kantor Mahfud Md

Hari berikutnya, pada Jumat (10/3/2023), sekembalinya ke Jakarta, Sri Mulyani memerintahkan
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, dan Irjen
Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menyambangi Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam.

Setelah pertemuan selesai, Mahfud menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu bukanlah
korupsi, melainkan diduga tindak pidana pencucian uang. Mahfud dan Suahasil berkomitmen
akan menindaklanjuti temuan itu, dan bahkan akan meneruskan ke aparat penegak hukum jika
memang terbukti peristiwa tindak pidananya.

"Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 triliun.
Bukan korupsi, tapi pencucian uang, pencucian uang itu lebih besar dari korupsi tapi tidak
mengambil uang negara," ucap Mahfud.

6. Mahfud Md Datangi Sri Mulyani Akhir Pekan

Pada Sabtu (11/3/2023) Mahfud Md mendatangi kantor Kementerian Keuangan untuk menemui
Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun itu. Namun, seusai pertemuan
pada sore harinya, Sri Mulyani masih menyatakan belum mengetahui detail angka Rp 300 triliun,
sehingga harus mengundan Kepala PPATK untuk menjelaskan temuannya itu, yang selanjutnya
diungkapkan oleh Mahfud.

"Mengenai Rp 300 triliun, sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi mengenai Rp
300 triliun itu ngitungnya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Jadi dalam hal ini
teman-teman media silakan nanti mungkin bertanya kepada Pak Ivan," ujar Sri Mulyani.

7. Ivan Yustiavandana Akhirnya Klarifikasi

Setelah polemik yang berkepanjangan dan belum ada pernyataan yang jelas, akhirnya kemarin,
Selasa (14/3/2023) Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mendatangi kantor Sri Mulyani di
Gedung Juanda Kementerian Keuangan sekitar pukul 14.15 WIB. Ivan bertemua dengan
Suahasil dan jajarannya.

Setelah rapat rampung sekitar pukul 16.00, Ivan memberikan pernyataan bahwa transaksi yang
mencurigakan tersebut bukan merupakan aktivitas dari pegawai Kemenkeu seperti yang sudah
beredar di publik. "Kami menemukan sendiri terkait dengan pegawai, tapi itu nilainya tidak
sebesar itu, nilainya sangat minim," tegasnya.

Ivan menjelaskan, dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal. PPATK
wajib melaporkan ketika ada kasus atau transaksi yang mencurigakan yang berkaitan dengan
perpajakan dan kepabeanan.
"Kasus-kasus itu lah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang
kita sebut kemarin Rp 300 triliun. Dalam kerangka itu perlu dipahami, bahwa ini bukan tentang
adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan,"
paparnya.

"Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus-kasus tindak
pidana asal yang menjadi kewajiban kami, saat melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada
Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti," terang Ivan.

Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan menambahkan, informasi ini penting untuk diketahui
masyarakat. Terkait informasi mengenai pegawai dengan transaksi mencurigakan, akan
dilakukan pemeriksaan sesuai peraturan.

"Jadi jelas, prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai di
Kementerian Keuangan," kata Awan.

"Mengenai informasi-informasi pegawai, itu kita tindak lanjuti secara baik, proper, kita panggil,
dan sebagainya. Intinya, ada kerjasama antara Kementerian Keuangan dan PPATK begitu cair,"
tambahnya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menegaskan soal transaksi janggal
Rp 300 triliun yang sempat disebut di Kemenkeu adalah tindak pidana pencucian uang atau
TPPU. Penegasan itu disampaikan di rapat bersama Komisi III DPR RI.

Rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR itu berlangsung pada Selasa (21/3/2023).
Rapat diawali dengan menampilkan video Menko Polhukam Mahfud Md. Dalam video itu,
terlihat kompilasi pemberitaan Mahfud Md yang menyebut awal mula adanya transaksi
mencurigakan Rp 300 triliun di Kemenkeu.

Setelah itu Ketua PPATK Ivan Yustiavandana memaparkan data PPATK periode 2002-2022.
Ivan menyampaikan PPATK telah mengungkap perkara TPPU dengan total angka ratusan triliun.

"PPATK telah mengungkapkan perkara TPPU dari berbagai tindak pidana asal, LHA dan LHP
terkait tindak pidana korupsi Rp 81,3 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana perjudian Rp
81 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana GFC Rp 4,8 triliun, LHA dan LHP terkait tindak
pidana narkotika Rp 3,4 triliun, LHA dan LHP terkait penggelapan dana yayasan Rp 1,7 triliun,"
ujar Ivan dalam rapat bersama Komisi III DPR, Selasa (21/3/2023).

Legislator dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa, langsung mencecar Ivan soal Rp 300
triliun lebih yang akhir-akhir ini heboh.

"PPATK yang diekspos itu TPPU atau bukan? Yang 300 (triliun) itu TPPU?" tanya Desmond.

"TPPU, pencucian uang. Itu hasil analisis dan hasil pemeriksaan, tentunya TPPU. Jika tidak ada
TPPU, tidak akan kami sampaikan," tegas Ivan.

"Jadi ada kejahatan di Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan) gitu?" tanya Desmond
lagi.

"Bukan, dalam posisi Departemen Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal sesuai dengan
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8/2010 disebutkan di situ penyidik tindak pidana asal adalah
penyidik TPPU, dan di penjelasannya dikatakan bahwa Bea Cukai dan Direktorat Jenderal
adalah penyidik tindak pidana asal," jawab Ivan.

PPATK Sebut Kalimat 'Di Kemenkeu' Salah soal Rp 300 T

Ivan menyebut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 300 triliun lebih bukan terjadi
di Kemenkeu. Desmond semula mempertanyakan apakah ada yang tidak beres secara
kelembagaan di Kemenkeu sehingga muncul tudingan transaksi janggal Rp 300 triliun lebih.

Ivan kemudian menerangkan dugaan TPPU Rp 300 triliun itu tidak semua dilakukan di
lingkungan Kemenkeu. Ivan menyinggung sektor ekspor-impor dan perpajakan.

Temuan itu lantas dilaporkan ke Kemenkeu karena menjadi tugas pokok dan fungsi Kemenkeu
sebagai penyidik tindak pidana asal.

"Jadi Rp 349.874.187.502.987, (tiga ratus empat puluh sembilan triliun, delapan ratus tujuh
puluh empat miliar, seratus delapan puluh tujuh juta, lima ratus dua ribu, sembilan ratus delapan
puluh tujuh Rupiah) ini tidak semuanya bicara tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
Kemenkeu, bukan di Kemenkeu, tapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai
penyidik tindak pidana asal. Itu kebanyakan terjadi dengan kasus impor ekspor, kasus
perpajakan. Dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor impor itu bisa ada lebih dari Rp 100
triliun, lebih dari Rp 40 triliun, itu bisa melibatkan," kata Ivan.

Ivan mengatakan dugaan TPPU Rp 300 triliun lebih itu tidak bisa diterjemahkan terjadi di
Kemenkeu. Dia lantas mengakui adanya kesalahan dalam literasi atau penyampaian ke
masyarakat.

"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidana itu di Kemenkeu, jadi kalimat
di Kemenkeu itu kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemenkeu. Sama
kalau kita menyampaikan ke kepolisian," ucapnya

"Itu sama halnya pada saat kami menyerahkan kasus korupsi ke KPK itu bukan tentang orang
KPK, tapi lebih kepada karena tindak pidana pencucian uang tindak pidananya asalnya adalah
KPK. Pada saat kita menyerahkan kasus narkotika kepada BNN itu berarti ada tindak pidana
narkotika di BNN bukan itu karena institusi BNN," lanjut Ivan.

PPATK Ditelepon Seskab

Ivan mengungkapkan mendapat telepon dari Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung saat
meminta waktu melaporkan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun kepada Presiden Jokowi.
Anggota DPR kemudian mencecar Ivan terkait telepon itu.
Ivan kala itu sedang dicecar oleh anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman.

"Saya tanya apakah boleh PPATK atau kepala komite tadi, membuka itu ke publik? Seperti yang
dilakukan Pak Menko Polhukam Mahfud Md. Dia menyampaikan secara tegas ke publik," kata
Benny saat menyampaikan tanggapan atas pemaparan Ivan.

Benny menanyakan apakah Ivan sudah menyampaikan data PPATK terkait dugaan transaksi
mencurigakan itu kepada Presiden Jokowi. Ivan mengatakan laporan itu disampaikan ke Jokowi
melalui Pramono Anung.
"Seingat saya dalam undang-undang ini, PPATK hanya melaporkan kepada Bapak Presiden dan
DPR. Apakah Saudara sudah pernah melaporkan kepada Bapak Presiden?" tanya Benny.

"Untuk kasus ini sudah kami sampaikan melalui Pak Mensetkab. Pak Seskab, Pramono Anung,"
kata Ivan.

"Nggak ke presiden?" terdengar suara pria dalam ruangan rapat itu menyahut.

"Nggak, karena beliau yang telepon," jawab Ivan.

Ivan menjelaskan saat itu dirinya meminta waktu dulu sebelum menyampaikan data tersebut ke
Jokowi. Benny pun menanyakan lagi apakah Ivan meyakini laporan PPATK yang disampaikan
ke Pramono itu betul sampai ke Jokowi.

"Sebetulnya saya minta waktu untuk menyampaikan karena Pak Mensetneg lagi sakit mau
menyampaikan data terkait ini kepada Pak Presiden," kata Ivan.

"Apakah saudara yakin laporan Anda itu sudah sampai ke meja Bapak Presiden?" tanya Benny.

"Bapak mungkin bisa tanya Pak Menko" ?kata Ivan.

"Loh saya, tidak tanya, Anda Kepala PPATK. Saudara tadi menyampaikan bahwa Anda sudah
menyampaikan itu kepada Bapak Presiden melalui Seskab dan atas inisiatif beliau," kata Benny

Anda mungkin juga menyukai