Anda di halaman 1dari 1

Gereja sebagai Kebun Anggur Allah

(Yesaya 5:1-7)
Sedemikian
Apa yang paling diharapkan dari tanaman anggur pada sebuah kebun?
Tentu bukan akarnya yang dalam, walaupun akar yang dalam juga diperlukan oleh tanaman itu
sendiri.
Tentu juga bukan batangnya yang besar, meskipun batang yang kokoh penting untuk
menopang tanaman itu sendiri.
Juga bukan lebatnya daun, walaupun rimbunnya daun bisa dipakai untuk beteduh.
Bukan akar, batang dan daunnya.
Namun Sang Pemilik sangat mengharapkan buah yang banyak dihasilkannya dan bukan
sembarang buah melainkan buah yang manis, buah anggur yang baik, bukan yang masam
rasanya.

Demikian pula kerinduan Allah akan bangsa Israel, yaitu menghasilkan buah-buah yang manis
dan baik dalam hidup, yaitu keadilan dan kebenaran. Sebagai kaum yang sedemikian dirawat,
dipelihara, dibersihkan bahkan dijaga oleh Allah, bangsa Israel dipanggil untuk menjadi kebun
anggur kegemaran atau kesayangan Allah sendiri. Namun sayang, yang dihasilkannya bukanlah
anggur yang baik, namun justru yang masam, sebab yang ada hanyalah kelaliman dan keonaran
belaka yang dilakukan bangsa itu. Padahal, Allah menyebut bangsa itu sebagai kekasih, yang
menunjukkan betapa dekatnya hubungan Allah dan Israel, bahkan Yesaya 5 juga menyebutkan
semua hal sudah dilakukan dan diberikan oleh Allah kepada bangsa Israel. Tentu betapa
kecewanya Allah dan agaknya Ia marah kepada bangsa itu.

Bagaimana dengan gereja hari ini? Buah-buah seperti apa yang dihasilkannya? Baik dan manis
atau kecut dan masam? Panggilan kita sebagai gereja adalah mengoperasionalkan atau
mengerjakan apa yang telah Tuhan ajarkan. Memang tak mudah, namun bukankah Allah
sebagaimana pemilik kebun anggur yang telah menyediakan dan melakukan apapun agar
bertumbuh dan berbuah. Ia mencangkul, menjaga, membuang batu-batu dan banyak lagi.

Apalagi dalam kondisi seperti ini. Dalam gerak dan ruang terbatas karena pandemi. Namun,
menurut saya, perenungan akan firman Tuhan pada hari ini menjadi berita yang penting bagi
kita untuk tetap menjadi gereja yang produktif, gereja yang tetap berkarya. Konsisten dan
disiplin untuk memelihara apa yang yang sudah ditanam menjadi kunci penting untuk menjadi
gereja yang produktif. Juga pandai melihat situasi dan konteks sebagai peluang untuk
mengoperasionalkan ajaran yang telah diajarkan, dibicarakan, dan diprogramkan Sekali lagi,
mungkin kita masih sulit untuk melihat kapan persisnya pandemi ini akan berakhir, namun
semoga situasi ini menjadi peluang bagi gereja untuk tetap produktif dalam menghasilkan
buah-buah yang baik, dengan ide-ide dan gagasan yang baru.

Anda mungkin juga menyukai