Anda di halaman 1dari 6

NAMA : SHEREN DYAS PRISCILLA APDARA

NPM : 110110180082

KELAS : HUKUM ARBITRASE DAN PENYELESAIAN SENGKETA / B

UJIAN AKHIR SEMESTER

Perkembangan dan Urgensi ODR di Indonesia.

Konsepsi pemikiran bahwa hukum merupakan salah satu sarana pembaruan dan
pembangunan masyarakat sudah diterima di Indonesia. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat
adalah keharusan mutlak, karena merupakan penjelmaan dari keinginan masyarakat dalam usaha
pembangunan dan pembaruan demi terjaganya ketertiban dan keteraturan. Di sisi lain, hukum sebagai
sarana pembangunan merupakan penyalur arah kegiatan manusia sebagaimana yang dikehendaki oleh
pembaruan tersebut. (Mochtar Kusumaatmadja, 1986:88) Dalam hal ini, bagian dari pembaruan dan
pembangunan bidang bisnis Indonesia adalah melalui sarana penyelesaian sengketa. Hal ini kemudian
mendorong terbentuknya pengaturan penyelesaian sengketa bisnis yang lebih cepat, dan kemudian
pada tahun 1999 disahkan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun 1999) yang membuka lebar-lebar kesempatan untuk
menyelesaikan perkara-perkara bisnis di luar pengadilan. UU No. 30 Tahun 1999 merupakan suatu
undang-undang yang sangat baik untuk menjamin kepada para pebisnis yang enggan untuk
menyelesaikan kasus mereka ke Pengadilan Nasional Indonesia untuk memilih jalur-jalur lain yang
lebih sesuai dan nyaman bagi mereka dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Pasal 1 angka
10 UU No. 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pola-pola penyelesaian sengketa di luar pengadilan
adalah antara lain yaitu Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Penilaian ahli (expert), dan
Arbitrase (perwasitan). Enam macam pilihan tersebut memberikan peluang kepada pihak-pihak yang
bersengketa untuk dapat memilih cara yang terbaik bagi mereka dalam menyelesaikan sengketa yang
terjadi.

Penyelesaian sengketa elektronik (e-commerce) pada dasarnya termasuk ke dalam ranah


hukum perjanjian sehingga berlaku asas kebebasan berkontrak, artinya para pihak bebas melakukan
pilihan hukum dan pilihan forum penyelesaian sengketa yang akan dipakai apabila terjadi sengketa
keperdataan diantara mereka. Kemudian dengan berkembangnya cara penyelesaian sengketa melalui
teknologi dan komunikasi, maka penyelesaian sengketa yang terjadi dalam hal keadaan geografis
terpisah bukan menjadi penghalang lagi. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mengatur pola-pola penyelesaian
sengketa di luar pengadilan, sesuai dengan perkembangan zaman yang mengalami modernisasi. Jika
dilihat dari praktek perdagangan bisnis sekarang ini, maka pola-pola penyelesaian sengketa di luar
pengadilan tersebut dapat dikembangkan sehingga memberikan peluang adanya alternatif
penyelesaian sengketa secara online.

Mekanisme penyelesaian sengketa secara online membebaskan penentuan dan penggunaan


pilihan hukum, kemudian banyak menawarkan efektifitas dan efisiensi yang besar dibandingkan
dengan penyelesaian sengketa secara konvensional, khususnya biaya yang terkadang jauh lebih mahal
dari proses litigasi dapat diminimalisir. Penyelesaian sengketa secara online atau ODR sendiri serupa
dengan alternatif penyelesaian sengketa, hanya saja dalam ODR, pendaftaran perkara, pemilihan
arbiter/mediator, pembuatan putusan, penyerahan dokumen, permusyawarahan arbitrator/mediator,
serta pemberitahuan akan adanya putusan dilakukan secara online. Dalam situs penyedia jasa Online
Dispute Resolution (www.odrnews.com), arbitrase online bekerja seperti di persidangan dimana
arbitrator bertindak sebagai hakim yang setelah mendengarkan para pihak dapat menjatuhkan putusan
yang bersifat mengikat ataupun tidak mengikat tergantung persetujuan para pihak. Teknis
penyelesaiannya dilakukan secara online melalui jaringan internet sehingga para pihak tidak harus
bertatap muka secara langsung dengan arbitrator karena dapat menggunakan fasilitas yang telah
disediakan oleh penyedia jasa layanan (provider) seperti e-mail, video conferencing, radio button
electronic fund transfer, web conference, online chat dan teknologi informasi lainnya. Keuntungan
bagi konsumen dan pelaku usaha transaksi e-commerce dalam penyelesaian sengketa melalui ODR,
antara lain:

1. Time and Cost Savings


Penyelesaian sengketa secara online tentunya dapat mengefisiensikan waktu bagi para
pebisnis antar negara yang terlibat dalam suatu sengketa yang timbul dari aktifitas
bisnis/perdagangan internasional secara online. Penggunaan internet untuk menyelesaikan
suatu sengketa dapat mempercepat prosedur penyelesaian sengketa para pihak, hal ini
dikarenakan ODR memberikan kebebasan bagi para pihak untuk menentukan waktu
untuk proses penyelesaian atau dapat disebut bahwa ppara pihak memiliki waktu yang
fleksibel para pebisnis lintas negara, penyelesaian sengketa yang tidak perlu adanya suatu
pertemuan akan memudahkan bagi pebisnis yang terlibat sengketa, selain pebisnis
tersebut dapat menyelesaikan sengketanya secara online, sebagian waktunya dapat ia
sisihkan untuk tetap bekerja. Kecepatan ODR adalah salah satu keuntungan dasarnya.
Pihak-pihak dan pihak netral tidak perlu melakukan perjalanan untuk bertemu, mereka
tidak perlu ada di waktu yang sama, jangka waktu antara penyerahan dapat singkat,
penyelesaian dapat berdasarkan dokumen saja. Selain itu, dikarenakan tidak adanya suatu
pertemuan untuk menyelesaikan sengketa, mengingat pada para pihak ini dibatasi jarak
yang jauh, maka para pihak dapat menghemat/menyimpan uang (cost savings)
dikarenakan tidak adanya keperluan akomodasi untuk saling bertemu dalam penyelesaian
sengketanya.
2. Convenience of the Procedure ODR
ODR menyediakan penggunaan komunikasi yang menggunakan sistem
asynchronous. sistem teknologi informasi dan komunikasi yang menunjang penyelesaian
sengketa melalui ODR dengan memanfaatkan program yang terkendali untuk pengguna
tanpa harus menunggu proses dan tidak memakan waktu yang lama. Sistem ini
memudahkan para pihak untuk saling bertukar pendapat tanpa harus saling merasa
terintimidasi. Biasanya para pihak yang bersengketa enggan melakukan pertemuan
dengan pihak lawan, hal ini dikarenakan pada umumnya pihak yang dituntut memiliki
perasaan takut akan diintimidasi oleh pihak lawan. Jika para pihak enggan melakukan
tatap muka, dapat menghindari pertemuan dengan pihak lawannya. Para pihak dapat
menghindarkan diri perasaan takut akan diintimidasi dalam proses. Hal ini merupakan
persoalan psikologis.
3. Selection of The Third Parties
Manfaat ODR lainnya adalah dalam hal proses penunjukan arbiter. Pada ODR para
pihak dapat mengontrol lebih atas proses (misalnya pemilihan waktu) dalam
menyelesaikan sengketanya tersebut. Selain itu para pihak dapat memilih pihak ketiga
yang dirasa tepat untuk menyelesaikan sengketanya dan menentukan prosesnya. Adanya
alasan kurangnya efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa yang konsensual dan non-
adjudikatif, adjudikasi di pengadilan yang seringkali tidak kooperatif karena pertentangan
antara teritorialitas pengadilan dan karakter global ruang maya (cyberspace), serta
penyelesaian sengketa secara online (ODR) lebih efektif dan tanpa melihat teritorial,
menjadikan penyelesaian sengketa melalui ODR diharapkan dapat memberikan manfaat
yang besar untuk penyelesaian sengketa dalam ruang cyber. Selain prinsip kebebasan
memilih cara penyelesaian sengketa, prinsip kebebasan memilih hukum juga menjadi
prinsip yang mendasar dalam menyelesaikan sengketa terkait perdagangan. Prinsip ini
merupakan sumber di mana pengadilan akan memutuskan sengketa berdasarkan prinsip
keadilan, kepatutan atau kelayakan atas suatu penyelesaian sengketa terkait perdagangan
tersebut.Prinsip kebebasan memilih hukum ini tidak mutlak diberikan oleh para pihak.
Kebebasan memilih hukum (lex cause) tentunya dibatasi dengan beberapa ketentuan yaitu
dalam memilih hukum haruslah hukum yang tidak bertentangan dengan undang-undang
atau ketertiban umum, kebebasan tersebut harus dilaksanakan dengan iktikad baik, hanya
berlaku untuk hubungan bisnis (kontrak), hanya berlaku dalam bidang hukum bisnis
(dagang), tidak berlaku untuk menyelesaikan sengketa tanah, dan tidak untuk
menyelundupkan hukum.

Dengan demikian, apabila ODR diterapkan di Indonesia akan memberikan manfaat antara
lain: kerahasiaan para pihak terjaga, dapat menumbuhkan etika bisnis bagi pengusaha, adanya
kepastian hukum, waktu dan mekanisme yang cepat, murah dan sederhana, pihak netral yang ahli di
bidangnya, hubungan para pihak tetap harmonis dan tidak berpihak. ODR juga meletakkan kebebasan
masyarakat atau individu khususnya untuk memilih hukum apa yang akan digunakan untuk
menyelesaikan sengketanya.

Perkembangan Arbitrase Komersial Internasional dan Arbitase Penanaman Modal di


Indonesia.

Negara yang sedang berkembang biasanya melakukan penanaman modal asing yang
berkaitan dengan persoalan ekonomi, politis dan hukum. Aspek-aspek ekonomi, politis dan hukum
tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap masuknya dan efektivitas operasional modal asing
antar negara, terutama negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan masuknya modal asing ke
negara berkembang merupakan bagian rencana pembangunan ekonomi negara tersebut. Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan pengertian terkait dengan
modal yang merupakan aset baik berbentuk uang atau bentuk lainnya yang memiliki nilai ekonomis.
Terkait modal asing didefinisikan sebagai suatu modal yang dimiliki baik oleh perorangan warga
negara asing, badan usaha dan badan hukum asing, serta badan hukum Indonesia yang modalnya
sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh pihak asing. Perusahaan multinasional memainkan peranan
yang penting terkait penanaman modal asing yang dilakukan oleh negara maju kepada negara
berkembang. Penanaman modal asing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional merupakan
strategi yang tepat dalam meningkatkan pembangunan ekonomi jika dibandingan dengan melakukan
pembelian lisensi atau pinjaman luar negeri dan lain sebagainya yang dilakukan oleh perusahaan
dalam negeri. Perusahaan multinasional biasanya melakukan kegiatan penanaman modal dengan cara
usaha patungan, mendirikan cabang atau anak perusahaan, dan memiliki afiliasi terbesar yang tersebar
di berbagai negara. Penanaman modal asing bertujuan untuk mendapatkan laba melalui penciptaan
suatu produksi atau jasa yang dilakukan pihak asing disuatu negara. Penanaman modal memiliki
pengertian sebagai segala kegiatan penanaman modal dari dalam negeri atau modal asing yang
bertujuan untuk melakukan berbagai usaha di wilayah Indonesia. Terkait dengan penanaman modal
asing didefinisikan sebagai penanaman modal yang dilakukan oleh pihak asing dengan modal
sepenuhnya atau berpatungan dengan pemilik modal dalam negeri untuk melakukan usaha di wilayah
Indonesia. Penanaman modal asing di wilayah Indonesia dapat dilakukan oleh warga negara asing
baik orang perorang maupun kelompok, badan usaha dan juga pemerintah asing. Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa ketentuan dalam
undang-undang ini berlaku untuk penanaman modal di semua sektor. Penanaman modal yang
dilakukan di semua sektor wilayah Indonesia sebagaimana yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 2
merupakan penanaman modal langsung dan bukan merupakan penanaman modal tidak langsung atau
portofolio. Namun, ketentuan tersebut tidak memberikan secara rinci terkait dengan bidang-bidang
yang diperbolehkan bagi penanaman modal asing langsung di wilayah Indonesia. Terkait dengan
penanaman modal asing langsung memiliki komponen yang berbeda mengenai kepemilikan modal
yang merupakan penanaman modal asing di suatu negara yang melakukan pembelian saham milik
perusahaan yang berada di negara lain.

Undang-undang Penanaman Modal telah mengatur setidaknya tiga cara penyelesaian sengketa
penanaman modal yakni penyelesaian berdasarkan musyawarah mufakat, melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa serta melalui pengadilan. Dalam hal sengketa penanaman modal
asing, yang melibatkan negara dan investor asing, maka mekanisme yang ditempuh berdasarkan
undang-undang adalah penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional yang disepakati.6 Selain
berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga
diselesaikan berdasarkan perjanjian penanaman modal bilateral atau Bilateral Investment Treaty (BIT)
yang disepakati antara Indonesia dengan negara lain. Saat ini Indonesia menjadi pihak pada 26 BIT
yang berlaku mengikat (in force). Pada semua BIT yang disepakati tersebut terdapat ketentuan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Hampir semua BIT merujuk mekanisme penyelesaian
sengketa melalui arbitrase ICSID. Sebagian kecil lainnya melalui arbitrase International Chamber of
Commerce (ICC) ataupun melalui arbitrase ad hoc dengan mempergunakan prosedur arbitrase United
Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL). Apa yang diatur dalam Undang-
Undang Penanaman Modal maupun dalam BIT menunjukkan keterbukaan Indonesia terhadap rezim
hukum penanaman modal internasional yang di dalamnya memuat penyelesaian sengketa penanaman
modal khususnya natara negara dan investor asing (Investor State Dispute Settlement).

Apa yang diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal merupakan kecenderungan umum
yang terjadi dalam hukum penanaman modal di berbagai negara yang juga berkaitan dengan hal-hal
yang diatur dalam berbagai perjanjian internasional dalam penanaman modal. Salah satu di antaranya
adalah adanya ketentuan mengenai penyelesaian sengketa. Berdasarkan data United Nations onTrade
and Developemnt (UNCTAD) arbitrase internasional merupakan mekanisme penyelesaian sengketa
yang paling banyak dirujuk dalam sebagain besar undang-undang penanaman modal diikuti
penyelesaian sengketa melalui pengadilan kemudian alternatif penyelesaian sengketa seperti konsiliasi
dan mediasi.9 Data ini menunjukkan bahwa dalam arus penanaman modal internasional, penyelesaian
sengketa melalui arbitrase merupakan mekanisme populer yang diatur dalam berbagai instrumen
hukum baik hukum dalam negeri maupun perjanjian internasional. Oleh karena itu, familiaritas
terhadap arbitrase merupakan sesuatu yang niscaya. Selain itu karena penanaman modal pada sektor-
sektor tertentu juga berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara luas maka sengketa yang terjadi
bisa saja tidak hanya merugikan para pihak yang bersengketa namun dalam perspektif yang lebih luas
dapat saja akibat dari penanaman modal yang dipersengketakan berkaitan dengan kepentingan umum
sehingga masyarakat pun dalam hal ini memiliki hak utnuk tahu dan ikut bersuara terhadap substansi
sengketa yang diselesaikan melalui proses arbitrase. Namun, hal ini dapat menjadi kendala sebab
arbitrase merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di mana jaminan atas kerahasiaan menjadi
karakteristiknya dan untuk itu mekanisme tersebut banyak dipilih para pihak. Terkait hal tersebut, isu
kepentingan umum menjadi penting untuk dibahas dan melihatnya sebagai alasan untuk
mengesampingkan aspek kerahasiaan. Di ranah global isu keterlibatan pihak lain, dalam hal ini, pihak
ketiga dalam proses arbitrase telah banyak dibahas khususnya untuk arbitrase yang berkaitan dengan
kepentingan umum. Isu ini menjadi menarik untuk dibahas dalam konteks dalam negeri sebab sektor
yang menjadi objek penanaman modal bisa saja sektor yang berkaitan dengan kepentingan umum
apalagi bila dikaitkan dengan sektor-sektor yang merupakan cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta sumber daya alam sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945).

Dalam penyelesaian sengketa penanaman modal secara internasional, arbitrase merupakan


mekanisme yang banyak ditempuh para pihak. Oleh karena itu, pemahaman dan penguasaan tentang
arbitrase perlu diperkuat dengan memperhatikan setiap ketentuan yang menyangkut arbitrase yang
berlaku secara internasional. Kepatuhan terhadap aturan yang berlaku secara internasional yang juga
diakui dalam negeri perlu selalu ditunjukkan secara konsisten untuk memberikan kepercayaan
terhadap publik internasional mengenai sistem hukum dalam negeri. Posisi pengadilan dalam
memeriksa keberatan terhadap putusan arbitrase asing perlu memperhatikan ketentuan tentang
pengakuan terhadap putusan arbitrase internasional bahkan meskipun tidak sepakat dengan substansi
putusan dengan tetap memperhatikan aspek kepentingan umum dalam persoalan yang
dipersengketakan. Selain itu, sejalan dengan perkembangan global juga perlu diatur keterlibatan pihak
ketiga dalam proses arbitrase dengan mengakomodir konsep hak gugat organisasi, class action dan
citizen lawsuit yang juga sudah diakui dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan oleh
pengadilan. Keterlibatan pihak ketiga atau amicus curiae penting sebagai bentuk kontrol publik
khususnya pada sengketa yang berkaitan dengan kepentingan umum. Konsep ini dapat diterapkan
pada kasus-kasus arbitrase yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti sengketa di bidang
pertambangan dan lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai