Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

“Delay Speech”

Oleh :
Savira Setyoningsih

10119210043

Pembimbing:
dr. Novimaryana Drakel, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................4

A. Definisi .........................................................................................4

B. Epidemiologi ...............................................................................4

C. Etiologi .........................................................................................5

D. Anatomi Telinga. ........................................................................8

E. Fisiologi Pendengaran. .............................................................11

F. Fisiologi Bicara .........................................................................12

G. Perkembangan Bahasa Normal ..............................................13

H. Deteksi Dini Gangguan Bicara Pada Anak ............................15

I. Diagnosis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak. ...........17

J. Tatalaksanaan...........................................................................22

K. Prognosis ...................................................................................24

BAB III KESIMPULAN ............................................................................26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................27

2
BAB I PENDAHULUAN

Bahasa merupakan simbolisasi dari pikiran berupa kode yang telah kita pelajari; atau
suatu sistem yang telah disepakati yang memungkinkan kita untuk mengomunikasikan ide-
ide serta mengekspresikan keinginan dan kebutuhan kita. Membaca, menulis, gerakan
tubuh, dan berbicara adalah semua bentuk dari bahasa. Bahasa terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu bahasa reseptif: memahami apa yang tertulis atau apa yang dikatakan, dan
bahasa ekspresif: kemampuan untuk berbicara dan menulis.1
Kemampuan berbicara merupakan hal yang penting dalam kehidupan anak, yakni
kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Walaupun dengan cara lain anak
mungkin bisa berkomunikasi dengan anggota kelompok sosial, sebelum mereka mampu
berbicara dengan anggota kelompok tersebut. Seperti perkembangan dalam bidang
lainnya, tahun-tahun awal kehidupan sangat penting bagi perkembangan bicara anak,
dimana dasar untuk perkembangan bicara berada dalam masa tersebut.2,3
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan pada anak.
Menurut NCHS, berdasarkan laporan orang tua(diluar gangguan pendengaran serta
palatoskisis), terdapat 0.9% kejadian pada anak dibawah umur 5 tahun dan 1.94% pada
anak usia sekolah, dimana angka kejadianya 3.8 kali lebih tinggi dibandingkan hasil
wawancara. Berdasarkan hal ini, diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak
adalah sekitar 4-5%.1
Deteksi dini perlu ditegakkan, agar penyebab dari gangguan bicara dapat segera
dicari, sehingga pengobatan serta pemulihannya dapat dilakukan sedini mungkin.
Contohnya, pada seorang anak dengan tuli konduksi tetapi cerdas yang terlambat
mendapat alat bantu pendengaran dan terapi wicara, serta tidak diberi kesempatan
mengembangkan sistem komunikasi non verbal pada dirinya sendiri sebelum usia 3 tahun,
maka kesempatan untuk mengajarinya supaya bisa berbicara yang dapat dimengerti, jelas
dan terang telah hilang.1

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bicara dan bahasa merupakan dua istilah yang berbeda, yang mana penggunaan
istilah ini terkadang sering kali dipertukarkan. Bahasa mencakup setiap sarana
komunikasi dengan menyimpulkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan
maksud kepada orang lain, termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang
luas seperti : tulisan, bicara, bahasa, simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan
seni.1
Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakkan artikulasi atau kata untuk
menyampaikan maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling
efektif, maka penggunanya pun juga paling luas dan paling penting. Masalah bicara
dan bahasa sebenarnya berbeda
tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.2,3
Gangguan bicara adalah gangguan yang berhubungan dengan intensitas dan
penekanan bunyi dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara
atau gangguan dalam kualitas suara. Gangguan perkembangan ini berhubungan erat
dengan umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya.4,5

B. Epidemiologi
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering terdapat pada anak-
anak. Menurut National Institute on Deafness and Other Communication Disorders
(NIDCD), gangguan berbicara dan bahasa diderita 8% dari anak-anak usia prasekolah
di Amerika Serikat. Hampir 20% dari seluruh anak-anak di Amerika Serikat usia 2
tahun menderita keterlambatan perkembangan bicara dan pada umur 5 tahun 19%
anak-anak diidentifikasi memiliki gangguan berbicara dan bahasa. (6.4% gangguan
bicara, 4.6% gangguan bicara-bahasa, dan 8% gangguan berbahasa). Rasio laki-laki
yang menderita gangguan bicara dan bahasa hampir mencapai dua kali lipat
dibanding jumlah perempuan.4
Menurut NCHS (National Center for Health Statistics), berdasarkan laporan
orang tua (di luar gangguan pendengaran serta celah pada palatum), maka angka
kejadian gangguan bicara di Amerika Serikat adalah 0,9 % pada anak di bawah umur
5 tahun dan 1,94 % pada anak yang berumur 5-14 tahun. Rata-rata keseluruhan untuk
gangguan bicara dan bahasa adalah sekitar 5 % pada anak usia sekolah. Kelainan

4
tersebut meliputi kelainan suara (3%) dan gagap (1%). Insiden pada anak-anak
sekolah dasar dengan gangguan perkembangan adalah 2 – 3 %, walaupun
persentasenya menurun seiring dengan pertambahan usia. 1,6
Menurut American Speech-Language and Hearing Association (ASHA), 24.1%
anak-anak usia sekolah di Amerika Serikat pada tahun 2003 mendapatkan
penanganan khusus bagi gangguan bicara dan bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlahnya mencapai 1.4 juta anak pada rentang umur 3 – 21 tahun menderita
gangguan bicara dan bahasa. Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di
Indonesia, angka prevalensi suspek gangguan bicara dan bahasa di daerah Bantul
mencapai 8%.7

C. Etiologi

Penyebab kelainan berbahasa ada bermacam-macam yang melibatkan


berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi; antara lain kemampuan
lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain
sebagainya. Seorang anak mungkin kehilangan pendengaran sensoneural dari
sedang sampai berat. Sedangkan yang lain mungkin kehilangan pendengaran
konduksi berulang, sehingga kemampuan bicara keseluruhannya menurun.
Blagger (1981) membagi penyebab gangguan bicara dan bahasa sebagai
berikut:

Penyebab Efek pada perkembangan bicara


1. Lingkungan

a. Sosial ekonomi kurang Terlambat


b. Tekanan keluarga Gagap
c. Keluarga bisu Terlambat pemerolehan bahasa
d. Di rumah menggunakan bahasa Terlambat pemerolehan struktur bahasa
bilingual
2. Emosi

a. Ibu yang tertekan Terlambat pemerolehan bahasa


b. Gangguan serius pada orang tua Terlambat atau gangguan perkembangan
bahasa
c. Gangguan serius pada anak Terlambat atau gangguan perkembangan

5
bahasa
3. Masalah pendengaran

a. Kongenital Terlambat/gangguan bicara yang permanen


b. Didapat Terlambat/gangguan bicara yang permanen
4. Perkembangan terlambat

a. Perkembangan lambat Terlambat bicara


b. Perkembangan lambat, tetapi masih Terlambat bicara
dalam batas rata-rata
c. Retardasi mental Pasti terlambat bicara
5. Cacat bawaan

a. Palatoschizis Terlambat dan terganggu kemampuan


bicaranya
b. Sindrom down Kemampuan bicaranya lebih rendah
6. Kerusakan otak

a. Kelainan neuromuskular Mempengaruhi kemampuan mengisap,


menelan,
mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan
bicara
dan artikulasi seperti disartria
b. Kelainan sensorimotor Mempengaruhi kemampuan mengisap
dan menelan, akhirnya menimbulkan
gangguan
artikulasi, seperti dispraksia
c. Palsi serebral Berpengaruh pada pernafasan, makan dan
timbul
juga masalah artikulasi yang dapat
mengakibatkan disartria dan dispraksia
d.Kelainan persepsi Kesulitan membedakan suara, mengerti
bahasa,
simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya
menimbulkan kesulitan belajar di sekolah

6
Sedangkan Aram DM (1978), mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak
dapat disebabkan oleh kelainan di bawah ini:

1. Lingkungan sosial anak

Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan


perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan
gangguan bicara dan bahasa pada anak.

2. Sistem masukan/input

Adalah sistem pendengaran, penglihatan dan integritas taktil-kinestetik dari anak.


Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara. Anak dengan
otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami
keterlambatan kemampuan menerima ataupun mengungkapkan bahasa. Gangguan
bicara juga terdapat pada tuli oleh karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer),
tuli sensorineural (TORCH), tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli
persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi
suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autisme
infantile, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.Pola bahasa juga akan
terpengaruh pada anak dengan gangguan penglihatan yang berat, demikian pula dengan
anak dengan defisit taktil-kinestetik akan terjadi gangguan artikulasi.

3. Sistem pusat bicara dan bahasa

Kelainan susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi,


formulasi dan perencanaan bahasa, juga pada aktivitas dan kemampuan intelektual dari
anak. Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental,
misalnya pada Sindrom Down.

4. Sistem produksi

Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut, dan
mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk
berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara

7
lewat laring, faring, dan rongga mulut.

D. Anatomi Telinga.8,9

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam.

a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Telinga luar menyalurkan gelombang suara ke meatus auditorius
eksternus. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang pipih.
Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumapai kelenjar serumen.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan yaitu lapisan terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.

8
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light)
kearah ba-ah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran membran timpani kanan. Refleks cahaya cone of light itu adalah cahaya
dari luar adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di
membran timpani terdapat dua macam serabut sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang menyebabkan refleks cahaya yang berupa kerucut.

b. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis yang
terbuka melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui nasofaring
keluar. Tuba biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap
saluran ini terbuka, sehingga tekanan udara dikedua sisi telinga mengembang.
Tiga tulang pendengaran, yaitu maleus, inkus, dan stapes, terletak ditelinga
tengah. Manubrium (tangkai maleus) melekat kebelakang membran timpani.
Bagian kepala tulang ini melekat ke dinding telinga tengah, dan tonjolannya yang
pendek melekat ke inkus, yang kemudian bersendi dengan bagian kepala stapes.
Stapes di beri nama demikian karena mirip dengan sanggurdi. Lempeng kakinya
(foot plate) di lekatkan oleh ligamentum anulare ke dinding venestra ovalis. Dua
otot rangka kecil, tensor timpani dan stapedius, juga terletak di telinga tengah.
Kontraksi otot yang pertama menarik manubrium maleus kemedial dan
megurangi getaran di membran timpani, kontraksi otot stapedius menarik
lempeng kaki stapes menjauhi venestra ovalis.
Batas telinga tengah:
1. Batas luar : membran timpani
2. Batas depan : tuba eustachius
3. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
4. Batas belakang : aditus ad antrum , kanalis fasialis pars vertikalis
5. Batas atas : segmen timpani (meningen/otak)
6. Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.

9
c. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Kanalis semisirkularis saling tegak lurus satu sama lain. Sehingga kanalis ini
terletak pada 3 bidang ruangan. Didalam kanalis tulang terdapat kanalis
membranosa yang terbenam dalam perilimfe. Struktur reseptor, krista ampularis,
terletak di ujung tiap-tiap kanalis membranosa yang melebar (ampula). Setiap
krista terdiri dari sel rambut dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh pemisah
gelatinosa (kupula) yang menutup ampula.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfe skala
timpani dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli dibagian atas, skali timpani dibagian bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe,
sedangkan skala media berisi endolimfe.

10
Organ corti, struktur yang mengandung sel rambut merupakan reseptor
pendengaran yang terletak di membran basilaris. Organ ini berjalan dari apeks ke
dasar koklea, dengan demikian bentuknya seperti spiral. Tonjolan sel rambut
menembus lamina retikularis yang keras dan berbentuk seperti membran. Lamina
ini ditunjang oleh pilar corti. Sel ramput tersusun dalam empat baris tiga baris sel
rambut luar yang terletak di lateral terhadap terowongan yang dibentuk oleh pilar
corti, dan satu baris sel rambut dalam yang terletak disebelah medial terhadap
terowongan. Disetiap koklea manusia terdapat 20.000 sel rambut luar dan 3500 sel
rambut dalam. Terdapat membrana tektoria yang tipis, liat, tetapi elastis dan
menutupi barisan sel-sel rambut. Ujung sel rambut luar terbenam di dalamnya,
tetapi ujung sel rambut dalam tidak. Badan sel neuron aferen yang menyebar
disekitar dasar sel rambut terletak di ganglion spiralis di dalam modiulus, baian
tengah yang bertulang tempat koklea melingkar.

E. Fisiologi Pendengaran.8
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane timpani dan

11
tingkap lonjong. Energy getar yang telah diamplikasi ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa,
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.buku hijau

F. Fisiologi Bicara
Terdapat dua aspek dalam proses terjadinya bicara, yaitu aspek sensorik(input
bahasa) dan motorik(output bahasa). Aspek sensorik meliputi pendengaran,
penglihatan, dan rasa raba yang berfungsi untuk memahami apa yang didengar,
dilihat, dan dirasa. Aspek motorik melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.10
Otak memiliki tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat
bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta pusat
lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan
ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf
pusat.kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area
Wernicke yang merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan
(Verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis.

12
Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut
berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.1,10

Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan


masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran
timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga
tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris
untuk pendengaran yang disebut koklea. Saat gelombang suara mencapai koklea
maka impuls ini diteruskan oleh saraf vestibulokoklearis ke area pendengaran
primer di otak diteruskan ke area Wernicke. Kemudian jawaban diformulasikan dan
disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang
mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh vibrasi dari
pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru sedangkan bunyi dibentuk
oleh gerakan bibir, lidah, dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara
diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran
sangat penting.2,3,10

G. Perkembangan Bahasa Normal


Pengertian antara berbicara (speech) dan bahasa (language) sering kali
membingungkan, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Berbicara (speech)
adalah ekspresi verbal dari bahasa yang meliputi artikulasi sebagai sarananya
sehingga terbentuk kata-kata yang dapat kita dengar.Bahasa (language)
memiliki pengertian yang lebih luas, meliputi seluruh sistem pengekspresian

13
dan penerimaan informasi yang memiliki makna. Bahasa dapat dimengerti
secara pasif dan aktif melalui komunikasi – verbal, non verbal, dan tertulis.1,2

a. Di bawah 12 bulan
Penting pada anak-anak usia ini untuk diobservasi bahwa mereka
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan lingkungan mereka.
Tertawa dan mengoceh adalah fase awal dari perkembangan berbicara.
Seiring dengan pertambahan usia bayi (sekitar usia 9 bulan), mereka mulai
merangkai suara-suara, menggabungkan kata-kata dengan nada yang
berbeda, dan mengucapka kata-kata seperti “mama” dan “dada” (tanpa
mengetahui makna dari kata-kata tersebut). Sebelum usia 12 bulan, anak-
anak seharusnya sudah peka terhadap suara. Bayi yang pandangannya fokus
sekali tetapi tidak bereaksi terhadap suara mungkin memiliki gangguan pada
pendengarannya.

b. 12 sampai 15 bulan
Anak pada usia ini pada normalnya harus mengoceh lebih banyak lagi
dan sedikitnya mengeluarkan satu atau lebih kata yang bermakna (tidak
termasuk “mama” dan “dada”). Kata benda biasanya muncul lebih awal
seperti “baby” dan “ball”.Anak seharusnya juga mampu untuk memahami
dan menuruti satu perintah (contoh, “tolong ambilkan mainanmu.”).

c. 18 sampai 24 bulan
Anak sudah memiliki sekitar 20 perbendaharaan kata pada usia 18 bulan
dan 50 atau lebih kata-kata yang belum sempurna saat usia mereka mencapai
2 tahun. Ketika usia 2 tahun, anak-anak sudah belajar untuk
mengombinasikan dua kata, seperti “adik nangis” atau “ayah besar.” Seorang
anak yang berusia 2 tahun harus sudah mampu untuk melaksanakan dua buah
perintah (seperti "tolong ambilkan mainanmu dan ambil gelasmu” ).

14
d. 2 sampai 3 tahun
Pada usia ini anak akan mengalami perkembangan bahasa yang pesat dan
perbendaharaan kata yang amat meningkat. Mereka sudah bisa menggabungkan tiga
atau lebih kata-kata menjadi satu kalimat. Kemampuan anak dalam memahami
bahasa juga meningkat pada usia 3 tahun. Mereka mulai memahami apa maksud
dari “taruh di meja itu” atau “taruh itu di bawah tempat tidur.” Anak juga sudah
harus mulai bisa menyebutkan warna dan memahami konsep deskriptif (contonya
membedakan besar dan kecil).
Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan perkembangan
bicara yaitu coding, babbling, echolalia, jargon, kata dan kombinasi kata dan
pembentukan kalimat, seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
Usia Kemampuan
Neonatus Menangis (reflex vocalization)
Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung
(cooing )
Suara seperti berkumur ( gurgles)
2 – 3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti ( babbling )
4 – 6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf hidup
(vowel) dan huruf mati (konsonan) Suara berupa ocehan yang
bermakna, seperti “pa..pa, da..da”
7 – 11 bulan Dapat menggabungkan suku kata yang tidak mengandung
arti, terdengar seperti bahasa asing ( jargon)
Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri (echlallia)
Memahami arti “tidak”, mengucapkan salam.
Mulai memberi perhatian terhadap nyanyian atau musik
12 – 18 bulan Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek
Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti (true
speech)
Usia 12 - 14 bulan mengerti instruksi sederhana,
menunjukkan bagian tubuh dan nama mainannya
Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-8 kata

H. Deteksi Dini Gangguan Bicara Pada Anak


Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif
untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal
faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui
penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan,

15
stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas
pada masa proses tumbuh kembang. Upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur
perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang
optimal. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu
penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian
tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.Deteksi dini terhadap
gangguan bicara merupakan bagian dari deteksi dini mengenai penilaian
penyimpangan perkembangan.11,12
Deteksi yang sedini mungkin terhadap gangguan bicara pada anak perlu
dilakukan, agar bisa sesegera mungkin memastikan penyebab terjadinya gangguan
bicara tersebut dan untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya yang tepat
dan sesuai. Umumnya jika gangguan bicara ini semakin dini terdeteksi, maka
semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut.1,2
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan
skala khusus. USPSTF (US Preventive Task Force) merekomendasikan untuk
dilakukan skrining universal gangguan pendengaran pada bayi baru lahir
pada kelompok yang berisiko tinggi untuk menderita gangguan pendengaran
kongenital bilateral permanen dengan kriteria:
1. bayi sempat dirawat di NICU selama lebih dari sama dengan 2 hari
2. riwayat keluarga atau keturunan dengan kelainan pendengaran
sensorineural
3. abnormalitas kraniofasial
4. sindrom kongenital tertentu dan infeksi

Program skrining yang direkomendasikan oleh USPSTF adalah dengan


menggunakan langkah pertama atau kedua dari sebuah protokol yang sah. 2
langkah skrining yang lazim digunakan meliputi pemeriksaan OAE
(Otoaccoustic Emission) dan BERA, yang dilakukan pada bayi baru lahir bila
gagal pada tes skrining pertama. Bayi yang mendapatkan hasil tes skrining
yang positif harus mendapatkan evaluasi audiologik yang tepat. Semua bayi
dengan risiko tinggi untuk mendapatkan gangguan pendengaran harus
melalui skrining pendengaran sebelum usia 1 bulan, sementara bayi yang
gagal skrining harus dievaluasi audiologik dan kesehatan sebelum usia 3

16
bulan.5

I. Diagnosis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak.

American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual


of Mental Disorder (DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.2
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa resepti fekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan
gejala sepertiperbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan
dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau
membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian
akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif
utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak
dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan
gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa
berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti
bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif
juga ikut mendukung diagnosis.11
Pada gangguan bahasa campuran ekspresif reseptif, selain ditemukan
gejala-gejala gangguan bahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam
mengerti kata dan kalimat. Ciri klinis penting dari gangguan tersebut adalah
gangguan yang bermakna pada pemahaman bahasa dan ekspresi bahasa.
Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah
terlihat pada usia 2 tahun, bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau
lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif ekspresif campuran memiliki
gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses simbol visual
seperti arti suatu gambar. Mereka memiliki defisit dalam mengintegrasikan
simbol auditorik maupun visual, contohnya mengenali atribut dasar yang
umum untuk mainan truk dan mainan mobil penumpang. Anak dengan
gangguan bahasa campuran reseptif ekspresif biasanya tampak tuli.11

17
Anak dengan kesulitan bebicara memiliki masalah dalam pengucapan,
yaituberhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk
memproduksi suara.2
Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi
pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau suku kata dan sangat sering
disertai mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala.2
Secara lebih spesifik lagi gangguan bicara motorik dibagi antara lain
berupa: disartria, verbal apraxia, gangguan fonologik, gangguan bicara yang
disebabkan oleh gangguan pendengaran, serta gagap. Untuk penegakan
diagnosis gangguan bicara didasarkan dari hasil pengumpulan dan analisis
data-data yang diperoleh selama anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila
diperlukan dari pemeriksaan penunjang.2

Anamnesis
Anamnesis yang holistik meliputi keluhan utama yang jelas dan dapat langsung
mengarah pada kemungkinan diagnosis, riwayat penyakit dahulu (infeksi susunan
saraf, trauma kepala, kejang, obat-obatan), riwayat keturunan atau penyakit anggota
keluarga lainnya, riwayat kehamilan ibu (infeksi TORCH, penyakit ibu, obat-obatan),
riwayat perinatal (trauma perinatal, infeksi atau asfiksia, perdarahan intrakranial) dan
persalinan (adakah trauma perinatal, infeksi atau asfiksia saat hamil), psikososial,
riwayat pengobatan. Kemudian riwayat imunisasi, pertumbuhan dan perkembangan
anak terutama motorik dan bicara, yaitu perkembangan bicara pada anak
dikategorikan dalam kondisi bahaya, bila ditemukan.13

a. 4–6 Bulan
Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak
b. 8-10 Bulan
Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian.
Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya.
Usia 9-10 bulan, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis.
c. 12-15 Bulan
12 bulan, belum menunjukkan mimik.

18
12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti “mama”, “dada”.
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu.
15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”.
15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda.
16 bulan, belum dapat mengucapkan 13 kata.
d. 18-24 Bulan
18 bulan, belum dapat mengucapkan 610 kata.
18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian.
18-21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana.
24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat.
24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dantelepon.
24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau katakata orang lain.
24 bulan, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya.
e. 30-36 Bulan
30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga.
36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana dan pertanyaan dan tidak dapat
dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga.
f. 3-4 Tahun
3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak
memiliki minat bermain dengan sesamanya.
3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”.
4 tahun, masih gagap dan tidak dimengerti secara lengkap.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari
gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali,
anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies
Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap),
celah palatum, dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan
menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan
mengulang suku kata pa, ta, pata, pataka.4,5
Pada bayi diperhatikan respon pendengaranya dalam tingkah laku sehari-
hari, tingkah laku pre linguistik buruk, seperiti respon visual yang buruk

19
dan gagal terhadap tes dasar yang dilakukan harus diwaspadai sebagai tanda
akan terjadinya gangguan bicara.5

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan audiometri14
Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat
kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak
terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometri :
b. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang
dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi.
Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontrol
neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah
berkembang. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah
sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di
ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang
berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang
diperlihatkan anak.
c. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang
dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan
suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat
dilakukan pada usia 2-5 tahun bila anak cukup kooperatif.
d. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun
dalam silabus dalam daftar yang disebut : phonetically balance word
LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang
didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak
dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan sehari-hari
dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
e. Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.

20
2. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) 8
Istilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR), merupakan pemeriksaan
elektrofisiologik untuk menilai integritas system auditorik, bersifat obyektif,
tidak invasive. Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.
BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang
dihasilkan N.VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai
respons terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa
bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone, insert probe,
bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang paling efisien sebaiknya
digunakan insert probe. Stimulus click merupakan impuls listrik dengan onset
cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1 ms), menghasilkan respon pada
average frequency antara 2000 – 4000 Hz.
3. Timpanometri8
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran
timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga
tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif. Melalui
probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat
diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energy suara yang
dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau
bayi berusia diatas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz.
4. Otoacoustic Emission (OAE)8
Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai
fungsi koklea objektif, otomatis (menggunakan kriteria pass/lulus dan refer/tidak
lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis
sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran pendengaran bayi
baru lahir.
Pemeriksaan tidak harus diruang kedap suara, cukup diruangan yang tenang.
Pada mesin OAE generasi terakhir nilai OAE secara otomatis akan dikoreksi
dengan noise yang terjadi selama pemeriksaan. Untuk memperoleh hasil yang
optimal diperlukan pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang
telinga.

21
J. Tatalaksanaan
Gangguan bicara biasanya pertama kali dikenal pasti oleh orang tua pasien atau
pengasuh anak. Jika dicurigai gangguan bicara perlu dilakukan tes pendengaran oleh
ahli bicara dan bahasa sebagai langkah pertama. Jika memang gangguan bicara
disebabkan oleh gangguan pendengaran, dapat dipasang alat bantu dengar.21
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat
berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan berbicara dan
bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi
sulit karena diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal
atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya
kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek
kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tatalaksana dini terhadap gangguan
ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil
kelainan dimasa sekolah.2,6,7
a. Terapi bicara
Terapi bicara melibatkan dokter ahli bicara bersama anak secara perorangan
dalam sebuah kelompok kecil atau secara langsung didalam sebuah kelas untuk
mengatasi gangguan tertentu. Terapi bicara menggunakan berbagai cara termasuk
intervensi bahasa dan terapi artikulasi. Seorang terapis mungkin menggunakan objek-
objek, gambar, buku atau peristiwa penting untuk merangsang perkembangan bicara.
Terapis juga merupakan contoh terhadap pengucapan yang benar dan menggunakan
latihan mengulang sebutan untuk membangun keterampilan berbicara dan berbahasa.6
b. Terapi artikulasi
Terapi artikulasi melibatkan ahli terapis sebagai model yang benar terhadap
pengucapan yang benar untuk anak, selama kegiatan bermain. Tingkatan permainan
tersebut adalah berdasarkan umur dan sesuai dengan kebutuhan anak. Terapi ini
melibatkan fisik anak tentang bagaimana membuat suara tertentu seperti “R”. Seorang
terapis bicara seharusnya menunjukkan bagaimana cara menggerakkan lidah untuk
menghasilkan suara tertentu.6
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan untuk merubah atau
menghilangkan tingkah laku anak yang dianggap tidak layak. Terapi perilaku ini lebih
dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) yang dilakukan dengan
metode Lovas, yang dalam prakteknya menggunakan prinsip stimulus respons. Terapi
ini disukai karena terstruktur, terarah dan terukur. Yang ingin dipacu pada terapi ini

22
adalah peningkatan pemahaman dan kepatuhan akan aturan. Terapi ini diberikan pada
anak autisme, gangguan perkembangan pervasive, anak dengan ADD, anak dengan
gangguan emosional, dan sebagainya.13
d. Terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi adalah suatu pendekatan untuk menilai dan melakukan
terapi pada anak-anak yang menunjukkan masalah perilaku atau kesulitan belajar.
Dalam terapi ini, anak dibimbing untuk melakukan berbagai aktivitas yang dapat
memberikan masukan berbagai informasi sensorik, yang penting adalah partisipasi
aktif dari anak agar timbul perubahan positif yang dapat memperbaiki struktur halus
pada otak anak yang masih mempunyai daya plastisitas yang baik. Dalam
memberikan terapi, anak didukung untuk memilih kegiatan yang disukainya dan
terapis akan mengarahkan agar kegiatan yang dilakukan dapat memberikan tantangan
yang tepat. Dengan tantangan ini, maka perlahan-lahan kemampuan anak akan
bertambah. Diharapkan dengan ini fungsi otak yang lebih kompleks, seperti berfikir
secara emotif, kreatif, dan fleksibel serta pemahaman terhadap konsep-konsep abstrak
seperti berbahasa akan berkembang lebih baik. Terapi ini dirancang untuk dapat
memberikan rangsangan vestibularr, proprioseptif, taktil auditori, visual, dan
sebagainya sesuai dengan kebutuhan individual anak.13
e. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah penggunaan aktivitas yang bertujuan mengintervensi,
sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi perkembangan ke tingkat
yang lebih tinggi dari seseorang yang mengalami keterbatasan yang disebabkan
penyakit fisik, kondisi fungsional, gangguan kognitif, disfungsi psikososial, gangguan
mental, disabilitas perkembangan. Terapi okupasi bertujuan membuat individu
mandiri dalam aktifitasnya sehari-hari, memiliki produktifitas, dan pengisian waktu
luang yang sesuai usia individu tersebut. Terapi ini meliputi pengajaran keterampilan
dalam aktivitas sehari-hari (makan, minum, mandi, berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan), pengembangan keterampilan motorik, keterampilan sensori integrasi,
keterampilan bermain dan kapasitas kerja, maupun memanfaatkan waktu luang.
Selain itu, terapi okupasi berperan dalam menyediakan fasilitas untuk meningkatkan
dan memperbaiki fungsi sensorimotor, neuromuskular, emosional, kognitif, dan
kinerja psikososial.13
f. Fisioterapi
Fisioterapi digunakan sebagai metode untuk membantu rehabilitasi terhadap
anak-anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang, seperti keterlambatan dalam

23
gerak motorik kasar (tengkurap, duduk, berdiri, dan berjalan) dan motorik halus
(menggunakan fungsi tangan). Metode yang digunakan adalah metode Bobath yaitu
terapi yang berdasarkan pada perkembangan normal saraf, sehingga disebut juga
neurodevelopmental treatment. Metode ini menggunakan sensori-motor dari indera
(taktil perabaan, penglihatan, pengecapan, dan penciuman), juga perkembangan
neuropsikososial.13
Pemilihan terapi yang tepat tergantung dari tiap anak, sesuai etiologi dan
kebutuhannya. Anak dengan gangguan pendengaran, bisa menggunakan alat bantu
dengar atau implant koklea yang dikombinasikan dengan terapi bicara. Anak yang
mempunyai perilaku agresif sebaiknya diberikan lebih dahulu terapi perilaku atau
sensori integrasi.Bila anak telah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan
terapi bicara.Pemakaian beberapa bahasa di rumah, sebaiknya diseragamkan lebih
dulu.Keadaan ini diharapkan dapat membantu anak untuk menguasai satu bahasa
dahulu dengan baik.Karena terapi yang diberikan bukan pengobatan, hasil terapi
biasanya baru terlihat setelah anak menjalaninya beberapa waktu.Perlu dilakukan
evaluasi setiap 3-6 bulan untuk melihat hasil terapi yang telah diberikan. Apakah
perlu ditambah, dikurangi, atau diubah, disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan
anak saat itu.13

K. Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya.
Sebagian besar anak memberikan respon baik terhadap tata laksana yang diberikan.
Untuk gangguan yang berhubungan dengan kelainan organik seperti pada tuli
konduksi, perbaikan masalah medisnya dapat menghasilkan perkembangan bahasa
normal pada anak. Anak dengan retardasi mental memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan anak yang intelegensinya baik. Demikian juga dengan anak
yang memiliki gangguan perkembangan multiple, membutuhkan penanganan ekstra
agar tidak meninggalkan kelainan sisa. Lingkungan yang beresiko tinggi dan usia
terdeteksinya gejala turut memperburuk prognosis.2,4
Beberapa anak yang mengalami keterlambatan berbahasa dini dapat
mengalami “periode sembuh ilusi” selama bertahun-tahun usia prasekolah, tetapi
secara berturut-turut memiliki kesulitan belajar untuk membaca selama tingkat
sekolah dasar awal karena adanya maslaah fonetik (yaitu kesulitan mengenali setiap
bagian kata, misal suara atau suku kata). Sebagian besar gagap sembuh pada akhir
masa kanak-kanak, pada 1 % populasi dengan masalah jangka panjang ke dalam

24
tahun-tahun dewasa. Sayangnya terdapat data yang terbatas untuk membantu
menyususn prognosis spesifik utnuk setiap anak.12

25
BAB III KESIMPULAN

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.


Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada
sistem lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis,
emosi, dan lingkungan di sekitar anak. Diperkirakan gangguan bicara dan bahasa
pada anak adalah sekitar 4-5 %.
Secara umum, gangguan berbahasa dapat dibagi dalam tiga tipe, yaitu: (1)
Kegagalan memperoleh kemampuan berbahasa apapun. Keadaan ini misalnya
terdapat pada anak yang menderita retardasi mental berat; (2) Kendala kemampuan
bahasa yang telat didapat, yang dapat disebabkan oleh trauma fisik damupun
psikis, atau oleh gangguan neurologist; (3) Gangguan perkembangan berbahasa.
Tipe inilah yang dikategorikan dalam gangguan perkembangan spesifik. Terdapat
dua sub tipe, yaitu (a) tipe reseptif, yaitu kesukaranuntuk menrima dan mengerti
bahasa yang dibicarakan, dan (b) tipe ekspresif, yaitu kesukaran dalam
mengekspresikan bahasa secara verbal.
Deteksi dan penanganan dini pada gangguan keterlambatan bicara dan
bahasa dapat membantu baik anak atau orang tua untuk memperkecil kesulitan di
masa sekolah anak. Dalam diagnosa dan penanganannya diperlukan ahli yang
beragam seperti dokter, ahli terapi: ahli terapi bicara dan ahli fisioterapi, psikolog,
perawat, dan pekerja sosial.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta. EGC 1995. h.237-40


2. Simms MD, Schum RL. Language development and communication disorder. Dalam:
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of paediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders, 2007. h.152-61.
3. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adams, Boies highler. Gangguan bicara dan bahasa.
Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok.Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997. h 397-410
4. Yoshimasu K, Barbaresi WJ, Colligan RC, Killian JM, Voigt RG, Weaver AL, et al.
Written-language disorder among children with and without ADHD in a population-
based birth cohort. Pediatrics. 2011;128(3):e605-e12.
5. Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is Slow to
Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6
6. Nelson HD, Nygren P, Walker M, Panoscha R. Screening for speech and language
delay in preschool children: sistematic evidence review for the US Preventive Services
Task Force. Pediatrics. 2006;117(2):e298-e319.
7. Sitaresmi MN, Ismail D, Wahab A. Risk factors of developmental delay: a
community-based study. Paediatri Indonesia. 2008;48(3):161
8. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, tenggorokan, Kepala Dan Leher Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badan penerbit FKUI.2012
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 879/menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Untuk
Mencapai Sound Hearing 2030
10. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997.h. 909- 19
11. Chamidah, A Nur. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
12. Departemen Kesehatan RI, 2009, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, deteksi dan
intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak ditingkat Pelayanan Kesehatn Pasar
13. US Preventive Services Task Force. Universal Screening for Hearing Loss in
Newborns, US Preventive Services Task Force Recommendation Statement. Pediatrics
2008, vol 122. h. 143-4
14. Suwento R, Zizakausky S, Hendrawan H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan
Anak. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi ke 6. Jakarta : FKUI, 2007.h.31-42

27

Anda mungkin juga menyukai