KOMA
KOMA
Oleh:
Lista Yul Zamrul
10119210030
Pembimbing:
Dr. Mawardy Anwar, Sp.An
Kesadaran merupakan kondisi sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan. Kesadaran
terdiri dari 2 aspek yaitu bangun (wakefulness) dan ketanggapan (awareness). Kesadaran diatur
oleh kedua hemisfer otak dan asending reticular activating system (ARAS), yang meluas dari
midpons ke hipotalamus anterior. Gangguan pada hemisfer serebri atau ARAS dapat
menimbulkan gangguan kesadaran.1
Ketidaksadaran adalah keadaan tidak sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan dan
dapat bersifat fisiologis (tidur) ataupun patologis (koma atau keadaan vegetatif). Penyebab
kesadaran menurun beragam dengan karakteristik masing-masing. Banyak dari penyebab
penurunan kesadaran merupakan ancaman jiwa yang membutuhkan intervensi yang cepat,
karena berpotensi terhadap morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada penderita dengan gangguan kesadaran antara lain pada pemenuhan kebutuhan dasar
yaitu gangguan pernapasan, kerusakan mobilitas fisik, gangguan hidrasi, gangguan aktivitas
menelan, kemampuan berkomunikasi, gangguan eliminasi.1,2
Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apatis, delirium,
somnolen, stupor atau koma. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau
keadaan “unarousable unresponsiveness” yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan. Dalam bidang neurologi, koma kegawatdaruratan medik
yang paling sering ditemukan atau dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan
penanganan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan
susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna.
Gangguan kesadaran dapat disebabkan oleh beraneka ragam penyebab baik primer intrakranial
ataupun ektrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di tingkat korteks
serebri, batang otak atau keduanya.3
Penanggulangan koma sangat tergantung pada patologi dasarnya serta patofisiologi
gangguan kesadaran. Hal ini sangat sulit, apalagi jika riwayat penyakit dan perkembangan gejala
fisik sebelumnya tak jelas diketahui.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan
“unarousable unresponsiveness”, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.4 Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan
tindakan penanganan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin
parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya
penyembuhan sempurna.5
Kesadaran adalah suatu kondisi seseorang dengan tingkat awareness terhadap diri
yang baik dan dia mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Kesadaran terdiri atas
arousal (Kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan dalam kondisi bangun
penuh) dan awareness (kemampuan untuk menerima dan memahami isi stimulus).
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di
klinik yaitu kompos mentis, delirium, somnolen, stupor, dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara
kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. 5
Tingkat kesadaran kualitatif :
1. Compos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam
keadaan awas dan waspada.
2. Delirium berarti gangguan kesadaran dengan disertai penurunan kemampuan
untuk mempertahankan fokus atau mengalihkan perhatian yang ditandai dengan
adanya perubahan kognisi atau mengalami gangguan persepsi. Gangguan terjadi
dalam jangka waktu yang singkat.
3. Somnolen atau drowsiness atau clouding of cinsiousness, berarti mengantuk, mata
tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih
dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitar menurun.
4. Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup, dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata.
Motorik hanya berupa gerakan mengelak tehadap rangsang nyeri.
5. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan
“unarousable/unresponsiveness”,yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama
sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara,maupun reaksi motorik.3
Tingkat kesadaran kuantitatif: 3
1. Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/Mata (E), Pemeriksaan
Motorik (M) dan Verbal (V);
2. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata: E1 tidak membuka
mata dengan rangsang nyeri;
3. E2 membuka mata dengan rangsang nyeri E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan;
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk Motorik: 3
1. M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri M2 reaksi deserebrasi
dengan rangsang nyeri;
2. M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri;
3. M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran M5 reaksi
menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran;
4. M6 reaksi motorik sesuai perintah;
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk Verbal: 3
1. V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none) V2 respon
mengerang dengan rangsang nyeri (sounds);
2. V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words);
3. V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused);
4. V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated).
B. Etiologi
Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat atau dibuat jembatan keledai
menjadi kalimat “SEMENITE”. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan
manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik.4
1. S : Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark);
2. E : Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dan lain-lain;
3. M : Metabolik – akibat gangguan metabolik yang menekan/mengganggu kinerja
otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dan sebagainya);
4. E : Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium);
5. N : Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan
penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema,
bradikardi, muntah);
6. I : Intoksikasi – keracunan;
7. T : Trauma – kecelakaan;
8. E : Epilepsi.
2. Pemeriksaan fisik
Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan
melalui pemeriksaan fisik:
a. Tanda vital: hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial
dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi
b. Kulit: tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness (
keracunan CO), atau kuning
c. Napas: alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
d. Kepala: tanda fraktur, hematoma, dan laserasi
e. THT: otorea atau rinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya
duramater pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan
serangan kejang.
f. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine):
kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
3. Pemeriksaan saraf
4. Pemeriksaan Penunjang
Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien
dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus
segera dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain:
a. CT atau MRI scan Kepala: pemberian kontras diberikan apabila kita curigai
terdapat tumor atau abses. Mintakan print out dari bone window pada kejadian
trauma kepala.
b. Punksi Lumbal: dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat
ditegakkan melalui CT atau MRI kepala.
c. EEG: bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang,
keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui
pemeriksaan CT dan LP.
Terapi Umum :
1. Proteksi jalan nafas: adekuat oksigenasi dan ventilasi;
2. Hidrasi intravena: gunakan normal saline pada pasien dengan edemaserebri atau
peningkatan TIK;
3. Nutrisi: lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube,
hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan
refluks;
4. Kulit: hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan
gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin danpelindung tumit;
5. Mata: hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan
plester;
6. Proteksi jalan nafas: adekuat oksigenasi dan ventilasi;
7. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur;
E. Prognosis
Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari
dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat
lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur
intrakranial. Kemungkinan penyembuhan dari koma yang dalam selama lebih dari
beberapa jam sulit diramalkan. Jika penyebabnya adalah cedera kepala, bisa terjadi
penyembuhan, bahkan jika koma berlangsung selama beberapa minggu (tetapi tidak
lebih dari 3 bulan). Penyembuhan total setelah mengalami koma selama 1 bulan
karena jantung berhenti atau karena kekurangan oksigen, jarang terjadi. Kadang setelah
mengalami cedera kepala, kekurangan oksigen atau kerusakan otak yang berat,
penderita bisa masuk ke dalam status vegetatif.
Pola tidur dan terjaga relatif normal, penderita bisa bernafas dan menelan secara
spontan dan bahkan bisa memberikan reaksi yang mengejutkan terhadap suara keras.
Tetapi penderita kehilangan seluruh kemampuan berpikir dan perilaku sadarnya, baik
untuk sementara waktu maupun selamanya. Sebagian besar penderita memiliki refleks
abnormal yang khas, seperti kekakuan atau sentakan pada lengan dan tungkainya.
Status locked-in adalah suatu keadaan yang jarang terjadi, dimana penderita
sadar dan mampu berfikir tetapi mengalami kelumpuhan hebat, sehingga hanya bisa
berkomunikasi dengan cara membuka atau menutup matanya.
Hal ini bisa terjadi bersamaan dengan kelumpuhan saraf tepi yang berat atau
dengan stroke akut. Kehilangan kesadaran yang paling berat adalah kematian otak. Pada
keadaan ini secara permanen otak telah kehilangan seluruh fungsi vitalnya, termasuk
kesadaran dan kemampuan mempertahankan pernafasan. Tanpa bantuan respirator dan
obat-obatan, penderita akan segera meninggal. Secara hukum seseorang dikatakan
meninggal jika otaknya telah berhenti berfungsi, meskipun jantungnya masih
berdenyut. Dokter dapat menyatakan kematian otak dalam waktu 12 jam setelah
berusaha memperbaiki semua kelainan medis, tetapi otak masih tidak memberikan respon,
mata tidak bereaksi terhadap cahaya dan penderita tanpa bantuan respirator penderita
tidak bernafas. EEG (elektroensefalogram) tidak menunjukkan adanya fungsi otak.
Penderita kematian otak yang mendapatkan bantuan respirator bisa memiliki beberapa
refleks jika medula spinalisnya masih berfungsi.7,8
BAB III
KESIMPULAN