Anda di halaman 1dari 25

DEPARTEMEN IKM-IKK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL


2023
UNIVERSITAS KHAIRUN

LAPORAN KASUS PUBLIC HEALTH


“TUBERKULOSIS PARU”

Disusun oleh :
Luluk Ayu Safira
NPM : 10119210032

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2023
2
ANALISIS KASUS PUBLIC HEALTH
TB PARU

Identitas Pasien
 Nama : Tn. S.I
 Umur : 47 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Tukang ojek
 Alamat : Toboleu
 Pendidikan terakhir : SMP

A. Problem
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Batuk lama
b. Anamnesis Terpimpin
Pasien datang dengan keluhan batuk lama yaitu kurang lebih dalam 2
bulan terakhir, batuk berlendir berwarna kuning, batuk dirasakan
hilang timbul, pasien merasa keluhan batuk tersebut memberat saat
malam hari dan disaat pasien merasa lelah. Saat batuk, pasien merasa
nyeri pada dadanya dan merasa sesak. Pasien juga mengeluhkan
demam dan keringat dingin saat malam hari. Pasien mengaku pernah
batuk dengan lendir bercampur darah 1 minggu yang lalu. Nyeri
kepala tidak ada, pusing tidak ada, nyeri menelan tidak ada, mual
tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, nyeri perut tidak
ada. Nafsu makan menurun, dan pasien merasa badannya semakin
kurus dalam 2 bulan terakhir.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- DM (+)
- Hipertensi (-)

1
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- DM (+)
- Hipertensi (-)
- Batuk lama (-)
e. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah dirawat di RS 1 minggu yang lalu saat pasien batuk
berdarah
f. Riwayat Sosial Ekonomi
- Merokok (-)
- Alkohol (-)
2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 130/70 mmHg
 Nadi : 86 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,2 C
 Kepala : Rambut hitam, tidak mudak dicabut, distribusi merata, wajah
simetris
 Mata : Pupil isokor, bulat, refleks langsung (+/+), tak langsung (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Pendengaran baik
 Hidung : Rhinore (-/-)
 Mulut : Lidah bersih
 Leher : Trakea di tengah, KGB tidak membesar
 Thoraks
- Inspeksi : Pengembangan dinding dada simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Fremitus raba simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+/+)
- Auskultasi :vesikuler (+/+), rhonki (+/+) di apeks, wheezing (-/-)

2
 Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas kanan jantung di linea parasternalis dextra. Batas
kiri jantung di linea midclavicula sinistra
- Auskultasi : BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
- Perkusi : Timpani
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus & Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Pemeriksaan Penunjang
TCM : MTB detected medium
B. Hypothesis

Tuberkulosis Paru

C. Mechanism

Tuberkulosis adalah penyakit yang menular lewat udara (airborne


disease). Penularannya melalui partikel yang dapat terbawa melalui udara
(airborne) yang disebut dengan droplet nuklei, dengan ukuran 1 – 5 mikron.
Droplet nuklei dapat bertahan di udara hingga beberapa jam tergantung dari
kondisi lingkungan. Droplet nuklei memiliki sifat aerodinamis yang
memungkinkannya masuk ke dalam saluran napas melalui inspirasi hingga
mencapai bronkiolus respiratorius dan alveolus. Bila inhalasi droplet nuklei
yang terinhalasi berjumlah sedikit, kuman TB yang terdeposisi pada saluran
napas akan segera difagosit dan dicerna oleh sistem imun nonspesifik yang
diperankan oleh makrofag. Namun jika jumlah kuman TB yang terdeposit
melebihi kemampuan makrofag untuk memfagosit dan mencerna, kuman TB

3
dapat bertahan dan berkembang biak secara intraseluler di dalam makrofag
hingga menyebabkan pneumonia tuberkulosis yang terlokalisasi. Kuman yang
berkembang biak di dalam makrofag ini akan keluar saat makrofag mati.
Sistem imun akan merespon dengan membentuk barrier atau pembatas di
sekitar area yang terinfeksi dan membentuk granuloma. Jika respon imun
tidak dapat mengontrol infeksi ini, maka barrier ini dapat ditembus oleh
kuman TB.
Kuman TB, dengan bantuan sistem limfatik dan pembuluh darah, dapat
tersebar ke jaringan dan organ yang lebih jauh misalnya kelenjar limfatik,
apeks paru, ginjal, otak, dan tulang. Kuman TB yang masuk melalui saluran
napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut fokus primer. Fokus primer ini dapat timbul di
bagian mana saja dalam paru. Dari fokus primer akan terjadi peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu kejadian sebagai berikut :
1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3) Menyebar dengan cara:
a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman TB akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.

4
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan.
c) Penyebaran secara limfogen ke kelenjar limfa sekitar dan dapat
menyebabkan limfadenitis TB. Sistem limfatik paru menyediakan
rute penyebaran M.tuberculosis secara langsung dari fokus infeksi
awal pada paru ke kelenjar limfa sekitarnya di mana respon imun
selanjutnya terbentuk. Pada pembuluh limfa sendiri terjadi inflamasi
progresif sebagai bagian dari proses infeksi primer. Kuman M.
tuberculosis akan menyebar di saluran pembuluh limfa pada awal-
awal infeksi. Penyebaran pada penjamu yang memiliki defek imun
baik lesi pada paru maupun kelenjar limfa dapat bersifat progresif.
Penyebaran infeksi ke ekstra paru biasanya berawal dari penyebaran
ke kelenjar limfa. Penyebaran dari simtem limfatik ini dapat
berlanjut ke penyebaran hematogen melalui duktus torasikus.
d) Penyebaran secara hematogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobacillosis Landouzy.
D. More Information

1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu
pneumonia, yaitu pneumonia yang disebaban oleh M. tuberculosis.
Tuberkulosis paru mencangkup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit
tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis
ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah
terinfeksi kuman M.tuberculosis.1,2,3
2. Epidemiologi

5
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2020 yang diterbitkan oleh
WHO, diperkirakan pada tahun 2019 terdapat:4
- Insidens kasus : 10 juta (8,9 – 11 juta)
- Kasus meninggal (HIV negatif) : 1,2 juta (1,1 – 1,3 juta)
- Kasus meninggal (HIV positif) : 208.000 (177.000-242.000)
Di Indonesia sendiri diperkirakan pada tahun 2019 terdapat 845.000
(770.000 – 923.000) kasus baru TB Paru, sebanyak 19.000 kasus baru di
antaranya merupakan kasus TB-HIV positif. Diperkirakan terdapat 92.000
kematian pada kasus TB-HIV negatif dan 4.700 kematian pada pasien
TB-HIV positif.4
3. Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.5
a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
1) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
2) Tuberkulosis paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan
tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M. tuberculosis.
b. Berdasarkan tipe pasien

6
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan.
2) Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali
lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi
dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka
harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,
keganasan dll)
 TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
3) Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. (5)
4) Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
5) Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan
kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
6) Kasus Bekas TB:
 Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)
dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak
aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

7
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

c. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput
otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.5
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi
anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat
dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang
kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5
4. Diagnosis
a. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru
maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ
yang terlibat).1-6
1) Gejala respiratorik
Batuk > 2 minggu, sesan napas, nyeri dada. Batuk darah
dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberculosis, bronkiektasis,
abses paru, Ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara
banyak penyebab, yang paling sering adalah tuberculosis. Adanya
infeksi pada paru dapat menyebabkan nekrosis pada parenkim
paru yang akan menimbulkan proses perkejuan. Apabila
dibatukkan, bahan cair dari perkejuan tersebut akan keluar dan
meninggalkan lubang yang disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama
akan menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah
besar dan terjadilah sklerotik. Jika terjadi peradangan arteri di
dinding kavarne akan mengakibatkan pecahnya vasa darah. Jika

8
vasa darah pecah maka darah akan dibatukkan keluar dan
terjadilah hemoptisis.1-6
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.1-6
2) Gejala sistemik
Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada
penyakit tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya muncul
pada sore hari. Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme
yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis oleh
leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis,
sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut
sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan
prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat
termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi
demam atau panas.1-6
Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam,
anoreksia dan berat badan menurun. Keringat malam ini
kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang menginfeksi
penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh
penderita sehingga terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya,
keringat yang disebut disini tidak hanya terjadi pada malam hari
saja tetapi juga terjadi setiap saat. Namun, pada pagi dan siang
hari umumnya penderita melakukan aktivitas fisik jadi keringat
akibat metabolisme kuman tersebut menjadi samar.1-6
3) Gejala tuberkulosis ekstraparu

9
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala
sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.1-6
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang
didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan
S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma
dan mediastinum.1-6
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi “cold abscess”.1-6
c. Pemeriksaan Bakteriologik
1) Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi

10
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).6
2) Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
 Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Pagi (keesokan harinya)
 Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau
setiap pagi 3 hari berturut-turut.6
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,
berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut
dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum
dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat
dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan
biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium.6
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke
laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas
saring melalui jasa pos.6
3) Pemeriksaan Mikroskopik
- Mikroskopik biasa menggunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen
- Mikroskopik fluoresens menggunakan pewarnaan auramin-
rhodamin (khususnya untuk screening)

11
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negatif.
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis
jumlah basil yang ditemukan.
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +
(1+).
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
(2+).
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++
(3+).
4) Pemeriksaan biakan bakteri TB
Pemeriksaan biakan bakteri merupakan baku emas (gold
standard) dalam mengidentifikasi M.tuberculosis. Biakan bakteri
untuk kepentingaan klinis umum dilakukan menggunakan dua
jenis medium biakan, yaitu:
- Media padat (Lowenstein-Jensen).
- Media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube/MGIT).
5) Tes Cepat Molekuler
Uji tes cepat molekular (TCM) dapat mengidentifikasi MTB
dan secara bersamaan melakukan uji kepekaan obat dengan
mendeteksi materi genetik yang mewakili resistensi tersebut. Uji
TCM yang umum digunakan adalah GeneXpert MTB/RIF (uji
kepekaan untuk Rifampisin). Saat ini mulai umum dikenal uji
TCM lain meskipun belum dikenal secara luas.
Xpert MTB/RIF adalah uji diagnostic cartridge-based,
automatis, yang dapat mengidentifikasi MTB dan resistensi
terhadap Rifampisin. Xpert MTB/RIF berbasis Cepheid
GeneXPert platform, cukup sensitive, mudah digunakan dengan

12
metode nucleic acid amplification test (NAAT). Metode ini
mempurifikasi, membuat konsentrat dan amplifikasi (dengan real
time PCR) dan mengidentifikasi sekuenses asam nukleat pada
genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai memakan waktu
1- 2 jam. Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring kasus
suspek TB-RO secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 99%.
d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan
foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform).6
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier.
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) adalah gambaran radiologi yang
menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.6

13
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus
BTA negatif) :
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus
vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
e. Pemeriksaan Penunjang Lain
1) Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan
pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan
kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel
limfosit dominan dan glukosa rendah.6,7
2) Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah
pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :6,7
 Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah
bening (KGB)
 Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,
Cope dan Veen Silverman)
 Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB)
dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA,
biopsi paru terbuka).
 Otopsi

14
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu
sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke
laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang
kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.7,8
3) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator
yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.7,8
4) Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang
tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan
dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi
HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.7,8
5. Pengobatan
Pemberian OAT adalah komponen terpenting dalam penanganan
tuberkulosis dan merupakan cara yang paling efisien dalam mencegah
transmisi TB. Prinsip pengobatan TB yang adekuat meliputi:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang meliputi
b. minimal empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
c. terhadap OAT.
d. OAT diberikan dalam dosis yang tepat.
e. OAT ditelan secara teratur dan diawasi oleh pengawas menelan
f. obat (PMO) hingga masa pengobatan selesai.
g. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup, meliputi
tahap awal/ fase intensif dan tahap lanjutan.

15
Pada umumnya lama pengobatan TB paru tanpa komplikasi dan
komorbid adalah 6 bulan. Pada TB ekstraparu dan TB dengan komorbid,
pengobatan dapat membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan. Pada tahap
awal/fase intensif, OAT diberikan setiap hari. Pemberian OAT pada tahap
awal bertujuan untuk menurunkan secara cepat jumlah kuman TB yang
terdapat dalam tubuh pasien dan meminimalisasi risiko penularan. Jika
pada tahap awal OAT ditelan secara teratur dengan dosis yang tepat,
risiko penularan umumnya sudah berkurang setelah dua minggu pertama
tahap awal pengobatan. Tahap awal juga bertujuan untuk memperkecil
pengaruh sebagian kecil kuman TB yang mungkin sudah resisten terhadap
OAT sejak sebelum dimulai pengobatan.
Durasi pengobatan tahap awal pada pasien TB sensitif obat (TB-SO)
adalah dua bulan. Pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjutan.
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa kuman TB
yang tidak mati pada tahap awal sehingga dapat mencegah kekambuhan.
Durasi tahap lanjutan berkisar antara 4 – 6 bulan.
Paduan OAT untuk pengobatan TB-SO di Indonesia adalah: 2RHZE /
4 RH. Pada fase intensif pasien diberikan kombinasi 4 obat berupa
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) selama
2 bulan dilanjutkan dengan pemberian Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
selama 4 bulan pada fase lanjutan. Pemberian obat fase lanjutan diberikan
sebagai dosis harian (RH) sesuai dengan rekomendasi WHO.Pasien
dengan TB-SO diobati menggunakan OAT lini pertama. Dosis OAT lini
pertama yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

16
Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah
dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Satu tablet
KDT RHZE untuk fase intensif berisi Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75
mg, Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275 mg. Sedangkan untuk fase
lanjutan yaitu KDT RH yang berisi Rifampisin 150 mg + Isoniazid 75 mg
diberikan setiap hari. Jumlah tablet KDT yang diberikan dapat
disesuaikan dengan berat badan pasien. Secara ringkas perhitungan dosis
pengobatan TB menggunakan OAT KDT dapat dilihat pada Tabel 2.

Efek Samping OAT


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping
sehingga pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat
ringan atau berat. Jika efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simtomatis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
a. Isoniazid

17
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda gangguan pada
syaraf tepi berupa kesemutan, rasa terbakar di kaki, tangan, dan nyeri
otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada
Keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah gejala defisiensi piridoksin (sindrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat
timbul pada kurang lebih 0,5% pasien.
b. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simptomatis adalah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil, dan nyeri tulang.
- Sindrom dispepsia berupa sakit perut, mual, penurunan nafsu
makan, muntah, diare.
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi adalah :
- Hepatitis imbas obat dan ikterik, bila terjadi maka OAT harus
diberhentikan sementara.
- Purpura, anemia hemolitik akut, syok, dan gagal ginjal.
Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera
dihentikan dan jangan diberikan lagi meskipun gejala telah
menghilang.
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.
Rifampisin dapat menyebabkan warna kemerahan pada air seni,
keringat, air mata, dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid
Efek samping berat yang dapat terjadi adalah hepatitis imbas
obat. Nyeri sendi juga dapat terjadi dan dapat diatasi dengan
pemberian antinyeri, misalnya aspirin. Terkadang dapat terjadi
serangan artritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan penurunan

18
ekskresi dan penimbunan asam urat. Terkadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain.
d. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
penurunan ketajaman penglihatan dan buta warna merah dan hijau.
Namun gangguan penglihatan tersebut tergantung pada dosis yang
dipakai, sangat jarang terjadi pada penggunaan dosis 15-25 mg/kg
BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.
Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada
anak karena risiko kerusakan saraf okuler sulit untuk dideteksi,
terutama pada anak yang kurang kooperatif.
e. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek
samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis
yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat
pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek
samping yang dapat dirasakan adalah telinga berdenging (tinitus),
pusing, dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan dapat berlanjut dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah, dan eritema pada kulit.
Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulut dan telinga berdenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gram. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta
sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil karena dapat
merusak fungsi pendengaran janin

19
6. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik
sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai
pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Gagal napas
- Gagal jantung
Pada keadaan komplikasi harus dirujuk ke fasilitas yang memadai.
E. Don’t Know

1. Apa yang dimaksud dengan TB paru?


2. Bagaimana penularan TB paru?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari TB paru?
4. Bagaimana pengobatan untuk TB paru?

F. Learning Issue

1. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi


kuman mycobacterium tuberculosis.
2. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang penularannya melalui
partikel yang dapat terbawa melalui udara (airborne).
3. Batuk > 2 minggu, sesan napas, nyeri dada, demam yang biasanya hilang
timbul, biasanya muncul pada sore hari. Gejala lain adalah malaise,
hilangnya nafsu makan, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
4. Pemberian OAT adalah komponen terpenting dalam penanganan
tuberkulosis dan merupakan cara yang paling efisien dalam mencegah
transmisi TB. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang

20
meliputi minimal empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap OAT. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup,
meliputi tahap awal/ fase intensif dan tahap lanjutan. Pada umumnya lama
pengobatan TB paru tanpa komplikasi dan komorbid adalah 6 bulan.Pada
tahap awal/fase intensif, OAT diberikan setiap hari. Pemberian OAT pada
tahap awal bertujuan untuk menurunkan secara cepat jumlah kuman TB
yang terdapat dalam tubuh pasien dan meminimalisasi risiko penularan.
Durasi pengobatan tahap awal pada pasien TB sensitif obat (TB-SO)
adalah dua bulan. Pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjutan.
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa kuman TB
yang tidak mati pada tahap awal sehingga dapat mencegah kekambuhan.
Durasi tahap lanjutan berkisar antara 4 – 6 bulan.

G. Problem Solving

1. Terapi Farmakologis
OAT KDT
2. Terapi Non Farmakologis
 Diet: Makan teratur.
 Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita
pasien dan penatalaksanaannya serta pencegahannya.
 Edukasi pasien mengenai efek samping obat
 Jika ada keluhan, segera berobat ke pelayanan medis terdekat

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H. Mukty HA, Infeksi tuberculosis paru dalam: Dasar-dasar ilmu


penyakit paru, Surabaya: Airlangga University Press, 2006: 73-109.
2. Amin Z. Bahar A, Tuberkulosis paru dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi IV, Jakarta, 2007: 988-93.
3. Price SA. Standridge MP, Tuberkulosis Paru dalam: Patofisiologi Edisi VI,
Jakarta : EGC, 2006: 852-62.
4. Djojodibroto Darmanto, Tuberkulosis paru dalam: Respirologi respiratory
medicine, Jakarta: EGC, 2007: 151-68.
5. WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104., Available at:
http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.

22
6. Soeroso Luhur, Tuberkulosis primer dengan infeksi sekunder dalam: Mutiara
paru atlas radiologi dan ilustrasi kasus, Jakarta: EGC, 2005: 48-9.
7. Setyanto DB, Tuberkulosis pada anak dalam: Manajemen kasus respirtorik
anak dalam praktek sehari-hari, Jakarta, Yapnas sddhaprana, 2007: 61-81.
8. Mansjoer A. Triyanti K. et all, Pulmonologi tuberculosis paru dalam: Kapita
selekta kedokteran, Jilid I Edisi 3, Jakarta, Media Aesculapius, 2001: 472-6.
9. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National Programmes 3 rd ed. WHO
– Geneva, 2003.

23

Anda mungkin juga menyukai