Anda di halaman 1dari 19

PERTEMPURAN BADAR

KLIPING

Oleh :

Donitha Safitri Selviananda

Kelas 7A

SMP IT INSAN CENDIKIA

TENGGARONG SEBERANG
2022
Biodata Penyusun Kliping

Nama : Donitha Safitri Selviananda

Tempat, tanggal lahir : Kutai Kartanegara, 14 September 2010

Agama : Islam

Alamat : Jln. Sungkai No. 36 RT 7 Ds. Bangun Rejo Tgr Seberang


Daftar Isi

Biodata Penyusun Kliping.......................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................ii

A. Pertempuran Badar Secara Ringkas...................................................1

B. Latar Belakang....................................................................................3

C. Pertempuran........................................................................................5

D. Setelah Pertempuran...........................................................................12
A. Pertempuran Badar Secara Garis Besar

Pertempuran Badar (bahasa Arab: ‫در‬4444‫زوة ب‬4444‫غ‬, translit. gazwah


badr), adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan
musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret
624). Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur
menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang.
Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim
menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian
mundur dalam kekacauan.

Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah


telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata skala kecil antara
akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut
semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran
Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua
kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam
usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja
pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy
yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin
bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil
menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan
beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr
bin Hisyam.

Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena


merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk
mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah
satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan
kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa
suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas
Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat
Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai
memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim
di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.

Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan


mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar
setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.

Rasulullah mengadakan persiapan untuk keluar bersama 313 atau


hingga 317 orang, yang terdiri dari 82 hingga 86 dari Muhajirin, 61 dari
Aus, dan 170 dari Khazraj. Mereka tidak mengadakan pertemuan khusus
dan tidak membawa perlengkapan yang banyak. Kudanya pun hanya dua
ekor; seekor milik Az-Zubair bin Al-Awwam dan seekor lagi milik Al-
Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi. Untanya ada 70 ekor, Satu ekor dinaiki
dua atau tiga orang. Rasulullah naik seekor unta bersama Ali bin Abu
Thalib dan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi.

Rasulullah SAW, mengangkat Ibnu Ummi Makhtum menjadi


wakil beliau di Madinah. Namun, setibanya di Ar-Rauha', beliau
menyuruh Abu Lubabah bin Abdul Mundzir agar kembali ke Madinah dan
menggantikan posisi Ibnu Ummi Makhtum sebagai wakil beliau. Bendera
komando tertinggi yang berwarna putih diserahkan kepada Mush'ab bin
Umair Al-Qurasyi Al-Abdari. Pasukan kaum Muslimin dibagi menjadi dua
batalion:
 Batalion Muhajirin. Benderanya diserahkan kepada Ali bin Abu
Thalib.
 Batalion Anshar. Benderanya diserahkan kepada Sa'ad bin Mu'adz.

Komando sayap kanan diserahkan kepada Az-Zubair bin Al-


Awwam' dan sayap kiri diserahkan kepada Al-Miqdad bin Amr, karena
hanya mereka berdualah yang naik kuda dalam pasukan itu. Sementara
titik pertahanan garis belakang diserahkan kepada Qais bin Sha'sha'ah.
Komando tertinggi berada di tangan Rasulullah.

B. Latar Belakang Pertempuran Badar

Pada awal peperangan, Jazirah Arab dihuni oleh suku-suku yang


berbicara dalam bahasa Arab. Beberapa diantaranya adalah suku Badui;
bangsa nomad penggembala yang terdiri dari berbagai macam suku;
beberapa adalah suku petani yang tinggal di oasis daerah utara atau daerah
yang lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman).
Mayoritas bangsa Arab menganut kepercayaan politeisme. Beberapa suku
juga memeluk agama Yahudi, Kristen (termasuk paham Nestorian),
dan Zoroastrianisme.

Nabi Muhammad lahir di Mekkah sekitar tahun 570 dari


keluarga Bani Hasyim dari suku Quraisy. Ketika berumur 40 tahun, ia
mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima wahyu ketika sedang
menyendiri di suatu gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekkah. Ia mulai
berdakwah kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada
umum. Dakwahnya ada yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang
menentangnya. Pada periode ini, Muhammad dilindungi oleh
pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal dunia sekitar tahun
619, kepemimpinan Mekkah diteruskan kepada salah seorang musuh
Muhammad, yaitu Amr bin Hisyam,[3] yang menghilangkan perlindungan
kepada Muhammad serta meningkatkan penganiayaan terhadap
komunitas Muslim.

Pada tahun 622, dengan semakin meningkatnya kekerasan terbuka


yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum Muslim di Mekkah,
Muhammad dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal ini menandai
dimulainya kedudukan Muhammad sebagai pemimpin suatu kelompok
dan agama.

Setelah kejadian hijrah, ketegangan antara kelompok masyarakat di


Mekkah dan Madinah semakin memuncak dan pertikaian terjadi pada
tahun 623 ketika kaum Muslim memulai beberapa serangan (sering
disebut ghazawāt dalam bahasa Arab) pada rombongan dagang kaum
Quraisy Mekkah. Madinah terletak di
antara rute utama perdagangan Mekkah. Meskipun kebanyakan kaum
Muslim berasal dari kaum Quraisy juga, mereka yakin akan haknya untuk
mengambil harta para pedagang Quraisy Mekkah tersebut; karena
sebelumnya telah menjarah harta dan rumah kaum muslimin yang
ditinggalkan di Mekkah (karena hijrah) dan telah mengeluarkan mereka
dari suku dan kaumnya sendiri, sebuah penghinaan dalam kebudayaan
Arab yang sangat menjunjung tinggi kehormatan. Kaum Quraisy Mekkah
jelas-jelas mempunyai pandangan lain terhadap hal tersebut, karena
mereka melihat kaum Muslim sebagai penjahat dan juga ancaman terhadap
lingkungan dan kewibawaan mereka.

Pada akhir tahun 623 dan awal tahun 624, aksi ghazawāt semakin


sering dan terjadi di mana-mana. Pada bulan September 623, Muhammad
memimpin sendiri 200 orang kaum Muslim melakukan serangan yang
gagal terhadap rombongan besar kafilah Mekkah. Tak lama setelah itu,
kaum Quraisy Mekkah melakukan "serangan balasan" ke Madinah,
meskipun tujuan sebenarnya hanyalah untuk mencuri ternak kaum
Muslim. Pada bulan Januari 624, kaum Muslim menyerang kafilah dagang
Mekkah di dekat daerah Nakhlah, hanya 40 kilometer di luar kota Mekkah,
membunuh seorang penjaga dan akhirnya benar-benar
membangkitkan dendam di kalangan kaum Quraisy Mekkah. Terlebih lagi
dari sudut pandang kaum Quraisy Mekkah, penyerangan itu terjadi pada
bulan Rajab; bulan yang dianggap suci oleh penduduk Mekkah. Menurut
tradisi mereka, dalam bulan ini peperangan dilarang dan gencatan
senjata seharusnya dijalankan. Berdasarkan latar-belakang inilah akhirnya
Pertempuran Badar terjadi.

C. Pertempuran

Di musim semi tahun 624, Muhammad mendapatkan informasi


dari mata-matanya bahwa salah satu kafilah dagang yang paling banyak
membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh Abu Sufyan dan dijaga oleh
tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam perjalanan
dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau
karena beberapa kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya,
Muhammad mengumpulkan pasukan sejumlah lebih dari 300 orang, yang
sampai saat itu merupakan jumlah terbesar pasukan Muslim yang pernah
diterjunkan ke medan perang.

Jumlah lengkap dari pasukan Nabi Muhammad yang dikumpulkan


adalah 313 orang laki-laki. Namun, hanya 305 orang saja yang akhirnya
mengikuti pertempuran. 8 orang lainnya tertinggal karena berbagai sebab
yang berbeda.

Dari kaum Muhajirin terdapat tiga orang yang tidak bertempur,


sedangkan dari kaum Anshar ada lima orang. Dari kaum Muhajirin
ada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa'id bin Zaid. Utsman
bin Affan tidak dapat berangkat ke pertempuran karena menemani istrinya
yaitu Ruqayyah binti Muhammad yang dalam keadaan sekarat hingga
akhirnya ia wafat. Sedangkan Thalhah bin Ubaidillah dan Sa'id bin Zaid
diutus oleh Nabi Muhammad untuk menyelidiki informasi tentang kafilah
dagang suku Quraisy.

Dari kaum Anshar terdapat 5 orang yang tidak mengikuti


pertempuran, yaitu Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, Ashim bin Adi Al-
Ajlani, Al-Harits bin Hathib Al-Amri, Al-Harits bin Ash-Shamah, dan
Khawwat bin Jubair. Abu Lubabah bin Abdul-Mundzir dipilih oleh Nabi
Muhammad untuk mewakili dirinya sebagai pemimpin di Madinah. Ashim
bin Adi Al-Ajlani dipilih oleh Nabi Muhammad untuk mewakili dirinya
sebagai pemimpin di Aliyah. Al-Harits bin Hathib Al-Amri dipulangkan
ke Bani Amr bin Auf di Rauha'. Alasannya adalah tersebar kabar buruk
tentang Bani Amr bin Auf. Sedangkan Al-Harits bin Ash-Shamah, dan
Khawwat bin Jubair mengalami patah tulang.

Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak


panglima utamanya, termasuk pamannya Hamzah dan para
calon Khalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin
Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa
70 unta dan 3 kuda, yang berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga
sampai empat orang duduk di atas satu unta. Namun, banyak sumber-
sumber kalangan Muslim pada awal masa itu, termasuk dalam Al-Qur'an
sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan yang
serius, dan calon khalifah ketiga Utsman bin Affan juga tidak ikut karena
istrinya sakit.
Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu
Sufyan mulai mendengar mengenai rencana Muhammad untuk
menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama Damdam ke Mekkah
untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan. Segera
saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000
orang untuk melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan
kaum Quraisy Mekkah yang turut bergabung, termasuk di antaranya Amr
bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin
Khalaf. Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa
ikut karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah
dagang tersebut, yang lain ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-
Hadrami, penjaga yang tewas di Nakhlah, dan sebagian kecil ikut karena
berharap untuk mendapatkan kemenangan yang mudah atas kaum
Muslim. Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya
seorang bangsawan, yaitu Umayyah bin Khalaf, agar ikut serta dalam
penyerangan ini. 

Di saat itu pasukan Muhammad sudah mendekati tempat


penyergapan yang telah direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu
lokasi yang biasanya menjadi tempat persinggahan bagi semua kafilah
yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan tetapi, beberapa
orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya
oleh para pengintai kafilah dagang Quraisy tersebut dan Abu Sufyan
kemudian langsung membelokkan arah kafilah menuju Yanbu
"Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu
dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu
menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang
untukmu,[17] dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir". Al-Anfal: 7

Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai
keberangkatan pasukan dari Mekkah. Muhammad segera menggelar
rapat dewan peperangan, disebabkan karena masih adanya kesempatan
untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja
masuk Islam (disebut kaum Anshar atau "Penolong", untuk
membedakannya dengan kaum Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya
berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-pasal dalam Piagam
Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat
meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam
(sirah), dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang. Sa'ad bin
Ubadah, salah seorang kaum Anshar, bahkan berkata "Seandainya engkau
(Muhammad) membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar
mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu."[18] Akan tetapi,
kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran
terbuka, dan terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.

Pada tanggal 11 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu


hari perjalanan dari Badar. Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa
sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah berkuda di depan barisan
utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari pasukan
Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika
mendengar para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah
dagang, melainkan berasal dari pasukan utama Quraisy. Karena menduga
bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli kedua tawanan
tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang.
Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Muhammad kemudian
menghentikan tindakan tersebut.[18] Beberapa catatan tradisi juga
menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para bangsawan Quraisy
yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata "Itulah Mekkah. Ia telah
melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya."[19] Hari
berikutnya Muhammad memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan
ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum pasukan Mekkah.

Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu


lembah yang bernama "Yalyal". Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah
bukit besar bernama "'Aqanqal". Ketika pasukan Muslim tiba dari arah
timur, Muhammad pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada
sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil
diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan
ke arah barat dan menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan
Quraisy. Muhammad kemudian memerintahkan agar sumur-sumur yang
lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang
melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber
air yang tersisa.

Di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai


perjalanan pasukan Quraisy sejak saat mereka meninggalkan Mekkah
sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar, beberapa hal penting
dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa istri
dan anak-anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama
pertempuran, tetapi tidak dilakukan pasukan Mekkah pada perang ini.
Selain itu, kaum Quraisy juga hanya sedikit atau sama sekali tidak
menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak tersebar di
seluruh Hijaz. Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy
kekurangan waktu untuk mempersiapkan penyerangan tersebut, karena
tergesa-gesa untuk melindungi kafilah dagang mereka.

Ketika pasukan Quraisy sampai di Juhfah, sedikit di arah selatan


Badar, mereka menerima pesan dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang
telah aman berada di belakang pasukan tersebut, sehingga mereka dapat
kembali ke Mekkah. Pada titik ini, menurut penelitian Karen Armstrong,
muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin
Hisyam ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani
Zuhrah dan Bani 'Adi, segera kembali ke Mekkah. Armstrong
memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap kekuasaan yang akan
diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim.
Sekelompok perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang
melawan saudara sesukunya, turut pergi bersama kedua suku tersebut. Di
luar beberapa kemunduran itu, Amr bin Hisyam tetap teguh dengan
keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar "Kita tidak akan kembali
sampai kita berada di Badar". Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa
orang dari kafilah dagang turut bergabung dengan pasukan utama.

Di saat fajar tanggal 13 Maret, pasukan Quraisy membongkar


kemahnya dan bergerak menuju lembah Badar. Telah turun hujan pada
hari sebelumnya, sehingga mereka harus berjuang ketika membawa kuda-
kuda dan unta-unta mereka mendaki bukit 'Aqanqal (beberapa sumber
menyatakan bahwa matahari telah tinggi ketika mereka berhasil mencapai
puncak bukit). Setelah menuruni bukit 'Aqanqal, pasukan Mekkah
mendirikan kemah baru di dalam lembah. Saat beristirahat, mereka
mengirimkan seorang pengintai, yaitu Umair bin Wahab, untuk
mengetahui letak barisan-barisan Muslim. Umair melaporkan bahwa
pasukan Muhammad berjumlah kecil, dan tidak ada pasukan pendukung
Muslim lainnya yang akan bergabung dalam peperangan. Akan tetapi ia
juga memperkirakan akan ada banyak korban dari kaum Quraisy bila
terjadi penyerangan (salah satu hadits menyampaikan bahwa ia melihat
"unta-unta (Madinah) yang penuh dengan hawa kematian"). Hal tersebut
semakin menurunkan moral kaum Quraisy, karena adanya kebiasaan
peperangan suku-suku Arab yang umumnya sedikit memakan korban, dan
menimbulkan perdebatan baru di antara para pemimpin Quraisy.
Meskipun demikian, menurut catatan tradisi Islam, Amr bin Hisyam
membungkam semua ketidak-puasan dengan membangkitkan rasa harga
diri kaum Quraisy dan menuntut mereka agar menuntaskan hutang darah
mereka.

Pertempuran diawali dengan majunya pemimpin-pemimpin kedua


pasukan untuk berperang tanding. Tiga orang Anshar maju dari barisan
Muslim, akan tetapi diteriaki agar mundur oleh pasukan Mekkah, yang
tidak ingin menciptakan dendam yang tidak perlu dan menyatakan bahwa
mereka hanya ingin bertarung melawan Muslim Quraisy. Karena itu, kaum
Muslim kemudian mengirimkan Ali, Ubaidah bin al-Harits, dan Hamzah.
Para pemimpin Muslim berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin
Mekkah dalam pertarungan tiga lawan tiga, meskipun Ubaidah mendapat
luka parah yang menyebabkan ia wafat.

Selanjutnya kedua pasukan mulai melepaskan anak panah ke arah


lawannya. Dua orang Muslim dan beberapa orang Quraisy yang tidak jelas
jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran berlangsung, Muhammad telah
memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang dengan
senjata-senjata jarak jauh mereka, dan bertarung melawan kaum Quraisy
dengan senjata-senjata jarak pendek hanya setelah mereka mendekat.
Segera setelah itu ia memberikan perintah untuk maju menyerbu, sambil
melemparkan segenggam kerikil ke arah pasukan Mekkah; suatu tindakan
yang mungkin merupakan suatu kebiasaan masyarakat Arab, dan berseru
"Kebingungan melanda mereka!" Pasukan Muslim berseru "Ya manshur,
amit!!" dan mendesak barisan-barisan pasukan Quraisy. Besarnya
kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat al-
Qur'an, yang menyebutkan bahwa ribuan malaikat turun dari Surga pada
Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy. Haruslah dicatat
bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara
harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang
membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di dalam
pertempuran tersebut. Apapun penyebabnya, pasukan Mekkah yang kalah
kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang segera saja tercerai-berai
dan melarikan diri. Pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa
jam dan selesai sedikit lewat tengah hari.

D. Setelah Pertempuran

Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah


tujuh puluh orang tewas dan tujuh puluh orang tertawan. Hal ini berarti
15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Kecuali bila ternyata
jumlah pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit, maka
persentase pasukan yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan
Muslim umumnya dinyatakan sebanyak empat belas orang tewas, yaitu
sekitar 4% dari jumlah mereka yang terlibat peperangan. Enam orang
berasal dari kaum Muhajirin dan 8 orang dari kaum Anshar.

Nama korban meninggal dari kaum Muhajirin yaitu Ubaidah bin


Al-Harits, Umair bin Abi Waqqas, Dzusy Syimalain bin Abdu Amr, Aqil
bin Al-Bukair, Mihja', dan Shafwan bin Baidha'. Sedangjan korban
meninggal dari kaum Anshar berasal dari Bani Aus dan Bani Khazraj.
Korban meninggal dari Bani Aus ada dua orang, yaitu Sa'ad bin
Khaitsamah dan Mubasysyir. Sedangkan dari Bani Khazraj ada enam
orang, yaitu Yazid bin Al-Harits, Umair bin Al-Husam, Rafi' bin Al-
Mu'alla, Haritsah bin Suraqah, Auf bin Afra' dan Mu'awwadz bin Afra'.

Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah korban luka-


luka dari kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban
keseluruhan antara kedua belah pihak menimbulkan dugaan bahwa
pertempuran berlangsung dengan sangat singkat dan sebagian besar
pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.

Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil


menawan beberapa orang Quraisy Mekkah. Perbedaan pendapat segera
terjadi di antara pasukan Muslim mengenai nasib bagi para tawanan
tersebut. Kekhawatiran awal ialah pasukan Mekkah akan menyerbu
kembali dan kaum Muslim tidak memiliki orang-orang untuk menjaga
para tawanan. Sa'ad dan Umar berpendapat agar tawanan dibunuh,
sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan. Muhammad akhirnya
menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan
hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah
menantu Muhammad), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan
harapan bahwa suatu saat mereka akan masuk Islam (dan memang
kemudian sebagian melakukannya). Setidak-tidaknya dua orang penting
Mekkah, Amr bin Hisyam dan Umayyah, tewas pada saat atau setelah
Pertempuran Badar. Demikian pula dua orang Quraisy lainnya yang
pernah menumpahkan keranjang kotoran kambing kepada Muhammad
saat ia masih berdakwah di Mekkah, dibunuh dalam perjalanan kembali ke
Madinah. Bilal, bekas budak Umayyah, begitu berkeinginan
membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya
bahkan sampai melukai seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal
Umayyah.

Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Muhammad


memberikan perintah agar mengubur sekitar dua puluh orang Quraisy
yang tewas ke dalam sumur Badar. Beberapa hadits menyatakan kejadian
ini, yang tampaknya menjadi penyebabkan kemarahan besar pada kaum
Quraisy Mekkah. Segera setelah itu, beberapa orang Muslim yang baru
saja ditangkap sekutu-sekutu Mekkah dibawa ke kota itu dan dibunuh
sebagai pembalasan atas kekalahan yang terjadi.

Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja


yang memiliki hubungan darah dengan mereka yang tewas di Badar,
haruslah merasa terpanggil untuk melakukan pembalasan terhadap orang-
orang dari suku-suku yang telah membunuh kerabat mereka tersebut.
Pihak Muslim juga mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan
pembalasan, karena telah mengalami penyiksaan dan penganiayaan oleh
kaum Quraisy Mekkah selama bertahun-tahun. Akan tetapi selain
pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya yang masih
hidup kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah
dan mendapat perlakuan yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai
sumber potensial untuk mendapatkan uang tebusan.

Pertempuran Badar sangatlah berpengaruh atas munculnya dua


orang tokoh yang akan menentukan arah masa depan Jazirah Arabia pada
abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah Muhammad, yang dalam
semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekkah, menjadi
salah seorang pemimpin utama. Menurut Karen Armstrong, "selama
bertahun-tahun Muhammad telah menjadi sasaran pencemoohan dan
penghinaan; tetapi setelah keberhasilan yang hebat dan tak terduga itu,
semua orang di Arabia mau tak mau harus menanggapinya secara
serius." Marshall Hodgson menambahkan bahwa peristiwa di Badar
memaksa suku-suku Arab lainnya untuk "menganggap umat Muslim
sebagai salah satu penantang dan pewaris potensial terhadap kewibawaan
dan peranan politik yang dimiliki oleh kaum Quraisy." Kemenangan di
Badar juga membuat Muhammad dapat memperkuat posisinya sendiri di
Madinah. Segera setelah itu, ia mengeluarkan Bani Qainuqa' dari Madinah,
yaitu salah satu suku Yahudi yang sering mengancam kedudukan
politiknya. Pada saat yang sama, Abdullah bin Ubay, seorang Muslim
pemimpin Bani Khazraj dan penentang Muhammad, menemukan bahwa
posisi politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya
mampu memberikan penentangan dengan pengaruh terbatas kepada
Muhammad.

Tokoh lain yang mendapat keberuntungan besar atas terjadinya


Pertempuran Badar adalah Abu Sufyan. Kematian Amr bin Hisyam, serta
banyak bangsawan Quraisy lainnya telah memberikan Abu Sufyan
peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi pemimpin bagi
kaum Quraisy. Sebagai akibatnya, saat pasukan Muhammad bergerak
memasuki Mekkah enam tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh
yang membantu merundingkan penyerahannya secara damai. Abu Sufyan
pada akhirnya menjadi pejabat berpangkat tinggi dalam Kekhalifahan
Islam, dan anaknya Muawiyah kemudian melanjutkannya dengan
mendirikan Kekhalifahan Umayyah.

Keikutsertaan dalam pertempuran di Badar pada masa-masa


kemudian menjadi amat dihargai, sehingga Ibnu Ishaq memasukkan secara
lengkap nama-nama pasukan Muslim tersebut dalam biografi Muhammad
yang dibuatnya. Pada banyak hadits, orang-orang yang bertempur di Badar
dinyatakan dengan jelas sebagai sebentuk penghormatan, bahkan
kemungkinan mereka juga menerima semacam santunan pada tahun-tahun
belakangan. Meninggalnya veteran Pertempuran Badar yang terakhir,
diperkirakan terjadi saat perang saudara Islam pertama. Menurut Karen
Armstrong, salah satu dampak Badar yang paling berkelanjutan
kemungkinan adalah kegiatan berpuasa selama Ramadan, yang
menurutnya pada awalnya dikerjakan umat Muslim untuk mengenang
kemenangan pada Pertempuran Badar. Meskipun demikian pandangan ini
diragukan, karena menurut catatan tradisi Islam, pasukan Muslim saat itu
sedang berpuasa ketika mereka bergerak maju ke medan pertempuran.
Daftar Pustaka

Pertempuran Badar diakses melalui


https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Badar pada Jumat, 25 November 2022

Anda mungkin juga menyukai