Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Cara Mengendalikan Wereng Coklat

dan Tungro
Padi banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia. Dalam budi-dayanya sering dijumpai ber-bagai
kendala, seperti musim, serangan hama dan penyakit, kebijakan peme-rintah sampai harga jual
yang rendah. Adanya serangan hama dan penyakit seperti wereng coklat maupun tungro masih
menjadi kendala utama bagi petani. Petani seakan sudah kehilangan akal untuk mengatasi dua
serangan ini. Kerugian yang ditimbulkan tidak sedikit dan mengancam produksi beras nasi-onal.
Akibat serangan ini, produksi bisa turun dari serangan rendah (15%) sampai serangan berat
(79%). Penu-runan produksi akibat serangan ini dapat dikurangi bila kita mengenali terlebih
dahulu karateristik hama dan penyakitnya sehingga kita dapat mencari cara yang efektif dalam
me-ngendalikannya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengendalikan kedua musuh ini

Gejala Serangan

Pada padi yang terserang wereng coklat terlihat helaian daun padi yang paling tua berangsur-
angsur berwarna kuning. Bila hal itu dibiarkan akan ditandai dengan adanya massa berupa jamur
jelaga. Serangan wereng coklat dengan tingkat populasi yang tinggi akan menyebabkan warna
daun dan batang tanaman menjadi kuning kemudian berubah menjadi coklat dan akhirnya seluruh
tanaman menjadi kering seperti terbakar. Berkembangnya serangan wereng coklat ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya (1) wereng coklat adalah serangga yang mampu berkembang
biak dengan cepat dimana dalam masa reproduksinya, satu buah induk betina wereng coklat
mampu menghasilkan 100-600 butir telur. Dengan daya sebar yang cepat dan ganas serta
kemampuan menemukan sumber makanan, membuat serangan wereng coklat ini semakin meluas.
(2) penanaman varietas padi yang peka/tidak tahan terhadap wereng coklat, kemudian (3) adanya
pola tanam yang tidak teratur dan (4) penggunaan pestisida yang kurang tepat sehingga tidak
efektif dalam membasmi wereng coklat tersebut.

Berbeda dengan serangan hama wereng coklat, serangan penyakit tungro ini disebabkan oleh
virus. Penyebaran serangan penyakit ini sangat cepat karena dibantu oleh vektor (serangga
penular) yaitu we-reng hijau (Nephotettix virescens dan N. nigropictus). Adapun gejala / tanda
kerusakan yang ditimbulkan dari penyakit ini adalah : Gejala serangan awal di lahan biasanya
khas dan menyebar secara acak. Daun padi yang terserang virus tungro mula-mula berwarna
kuning oranye dimulai dari ujung-ujung, kemudian lama-kelamaan berkembang ke bagian bawah
dan tampak bintik-bintik karat berwarna hitam. Bila keadaan ini dibiarkan jumlah anakan padi
akan mengalami pengurangan, tanaman menjadi kerdil, malai yang terbentuk lebih pendek dari
malai normal selain itu banyak malai yang tidak berisi (hampa) sehingga tidak bisa menghasilkan.
Seperti halnya wereng coklat, penyebaran penyakit ini juga sangat cepat. Cepatnya perkem-
bangan penyakit tungro disebabkan antara lain oleh : (1) cepatnya perkembangan serangga
penular (wereng hijau),(2) masih dilakukannya penanaman bibit padi yang tidak diketahui asal
usul dan kesehatannya, terutama dari daerah endemis tungro, (3) adanya penanaman varietas tidak
tahan tungro yang didu-kung pola tanam tidak teratur, dan (4) para petani masih enggan
melakukan pemusnahan (eradikasi) pada tanaman yang terkena serangan tungro akibatnya tanam
padi sehat yang lain ikut terkena penyakit ini.

Penyebaran dan Siklus Hidup

Pengendalian hama wereng coklat dan penyakit tungro ini akan lebih efektif bila kita mengetahui
bagaimana gejala, sistem penularan dan siklus hidup serangga penyebar penyakit itu. Penularan
penyakit tung-ro pada padi bersumber dari singgang (sisa tanaman padi setelah dipanen) dan
rumput-rumput yang berada di sekitar tanaman padi. Virus tungro ini dibawa oleh wereng hijau
dengan menghisap tanaman sakit dan me-nyebarkannya melalui jaringan tanaman padi. Penularan
penyakit oleh wereng hijau ini berlangsung secara non persisten, yaitu segera terjadi dalam waktu
2 jam setelah menghisap tanaman, dan menimbulkan tanda serangan setelah 6 – 9 hari kemudian.
Selain wereng hijau dewasa, nimfa (larva) dari serangga ini pun dapat menularkan virus tungro.
Virus ini tidak dapat ditularkan melalui : telur wereng hijau, biji padi, atau gesekan antara
tanaman sehat dengan tanaman sakit. Berdasarkan hal itu, maka bila kita ingin mengendalikan
penyakit akibat virus ini, maka yang perlu kita kendalikan adalah faktor penyebarnya yaitu
wereng hijau, tanaman yang sakit dan singgang-singgang sebagai sumber penyakit.

Dalam siklus hidupnya wereng coklat terbagi kedalam 3 fase yaitu telur, nimfa dan serangga
dewasa. Wereng coklat betina meletakkan telur-telurnya di dalam pelepah dan tulang daun.
Setelah 7-9 hari kemudian telur-telur tersebut menetas dan menjadi nimfa. Pada fase nimfa inilah
serangga wereng coklat berbahaya karena pada fase ini nimfa-nimfa bersaing untuk men-dapatkan
sumber makanan agar bisa tumbuh menjadi serangga dewasa. Dalam menunjang
perkembangannya menjadi dewasa itulah nimfa ini kemudian merusak tanaman dengan cara
memakan dan menghisap cairan yang ada dalam tanaman padi. Nimfa ini sendiri terbagi ke dalam
5 instar sesuai warnanya. Instar pertama ber-warna putih dan selanjutnya berubah menjadi warna
coklat. Pada umur 13-15 hari, nimfa sudah berkembang menjadi serangga dewasa. Wereng cok-
lat mempunyai keistimewaan yaitu mampu membentuk biotipe baru. Pembentukan biotipe ini
terjadi bila terjadi pergantian varietas padi yang tahan wereng. Penggunaan perstisida yang
kurang benar akan menimbulkan biotipe baru yang menyebabkan wereng tersebut semakin kebal
ter-hadap insektisida yang diberikan.

Langkah Pengendalian

Pengendalian wereng coklat dapat dilakukan dengan mencegah penyebaran dan


perkembangbiakan hama tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan hama ini adalah ;

Pertama yaitu melakukan pemantauan secara rutin dan terjadwal yang dilakukan dengan cara
mengamati areal tanaman padi dalam interval waktu tertentu (misalnya seminggu sekali), sejak
awal persemaian, penanaman sampai panen. Pemantauan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kepadatan populasi wereng coklat di tiap lokasi sehingga dapat dijadikan pedoman apakah perlu
dilakukan tindakan pengendalian atau tidak. Semakin tinggi kepadatan populasi wereng coklat,
semakin cepat kita harus melakukan tindakan pengendalian. Adapun pedoman untuk menetapkan
gejala serangan wereng dengan menggunakan 3 kunci pendugaan. Yaitu tipe A, B dan C.
Pendugaan tipe A ini terjadi pada saat persemaian. Kerusakan dianggap berat bila pada saat umur
30 hari terdapat 50 ekor betina makrop per 25 kali ayunan jaring. Pada tipe B, fase ini terjadi saat
padi berumur 20 – 30 HST. Tingkat serangan dianggap merugikan bila ditemukan 2 – 5 ekor
betina dalam satu rumpun. Tipe C yaitu pada saat padi berumur 20 – 30 HST dan 50 – 60 HST.
Kerusakan dianggap berat bila ditemukan 2 – 5 ekor betina berakhip dalam 1 rumpun padi.
Pemantauan ini sebaiknya dilakukan bersamasama dalam satu kelompok tani dan hasilnya
dibahas untuk menentukan langkah pengendaliannya.

Kedua adalah memusnahkan singgang (sisa tanaman) yang terserang virus kerdil rumput dan
kerdil hampa dengan cara mengolah tanah sesegera mungkin setelah tanaman padi dipanen.
Dengan kita membiarkan lahan tersebut, maka kemungkinann timbulnya serangan virus akan
lebih besar saat kita memulai penanaman kembali.

Ketiga adalah menanam padi varietas unggul tahan hama. Penanaman varietas tahan hama
terbukti mampu dan efektif mengurangi serangan wereng coklat. Penggunaan bibit padi yang
merupakan keturunan dari benih asli/bersertifikat akan membuat tanaman menjadi lebih
peka/rentan terhadap serangan hama, sehingga disarankan untuk selalu menggunakan benih F-1-
nya. Saat ini ada sekitar 17 varietas yang tergolong tahan wereng diantaranya : Cisadane, IR-50,
Krueng Aceh, Sadang, Cisokan, Cisang-garung, IR-64, Dodokan, IR-66, Way Seputih, Walanae,
Membramo, Cilo-asri, Digul, Maros, Cirata dan Way Opo Buru. Namun , perlu diketahui pula
bahwa diantara verietas tersebut, ada beberapa varietas diantaranya yang rentan terhadap biotipe
wereng tertentu diantaranya : Cisadane, Krueng Aceh, Sadang dan Cisokan, yang hampir
semuanya meskipun tahan wereng biotipe B2, namun agak rentan terhadap B1 dan rentan
terhadap biotipe B3.
Keempat yaitu melakukan pemusnahan selektif terhadap tanaman padi yang terserang ringan.
Artinya memilih tanaman padi yang terserang dengan cara mengambilnya untuk kemudian
dibuang/dibakar di tempat lain. Bila terjadi serangan berat, maka perlu dilakukan pemusnahan
(eradikasi) total.

Kelima yaitu melakukan penyemprotan dengan insktisida anjuran seperti Winder 25WP bila
populasiwereng coklat telah mencapai batas-batas : populasi wereng mencapai lebih dari 10 ekor
per rumpun saat padi berumur kurang dari 40 HST dan populasi wereng mencapai lebih dari 40
ekor per rumpun saat tanaman padi berumur lebih dari 40 HST.

Keenam yaitu ada saat melakukan penyemprotan sebaiknya dimulai dengan membuka
(“membiak”) antara barisan tanaman, kemudian menyemprot tanaman dengan mengarahkan
semprotan ke bagian batang bawah. Hal ini dilakukan karena biasanya wereng coklat berada di
bagian batang bawah.

Untuk pengendalian penyakit tungro dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Pertama adalah mengatur pola tanam pada areal padi dengan melakukan pergiliran tanamn bukan
padi untuk memutus siklus hidup wereng hijau dan meniadakan sumber penyakitnya.

Kedua adalah melakukan pengolahan tanah sesegera mungkin setelah pemanenan. Hal ini
dimaksudkan untuk memusnahkan singgang tanaman padi sebagai inang vektor.

Ketiga adalah menanam varietas tahan penyakit tungo. Saat ini ada beberapa varietas padi yang
tahan terhadap serangan tungro diantaranya : IR-50, IR-64, Citanduy, Dodokan, IR –66, IR-70,
Barumun, kelara, memberamo, IR-36, IR-42, Semeru, Ciliwung , Kr. Aceh, Sadang, Cisokan,
Bengawan , Citarum dan terakhir adalah serayu. Pengendalian akan lebih efektif bila dilakukan
pergiliran varietas setiap menanam padi.

Keempat adalah mengupayakan penanaman secara serempak dalam satu hamparan.

Kelima yaitu melakukan pemantauan secara terjadwal sejak awal dimulai di singang-singgang
sehabis panen, dilanjutkan pada persemaian dan tanaman muda (saat tanaman kritis umur 2-6
minggu setelah tanam), khususnya di daerah endermis tungro. Hasil pengamatan dibahas dalam
kelompok guna menentukan gerakan pengendalian.

Keenam yaitu pada saat persemaian benih disebar paling cepat 5 hari setelah pengolahan tanah,
mengingat virus tungro yang ada di singgang dan tubuh wereng hijau telah hilang setelah periode
waktu tersebut. Kemudian pada daerah kronis tungro sebelum melakukan penyebaran benih
sebaiknya tanah diberi insktisida bahan aktif carbofuran sebanyak 4 kg/500 m2 dengan cara
dibenamkan bersamaan dengan pengolahan tanah. Bibit sebaiknya tidak menggunakan dari daerah
yang terdapat serangan tungro. Bibit yang terinfeksi tungro harus dicabut dan kemudian
dimusnahkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah. Kemudian melakukan penyemprotan
dengan insektisida anjuran bila populasi vektor (wereng hijau) mencapai 20 ekor per 25 ayunan
jaring.

Ketujuh yaitu pengendalian saat tanaman muda. Pengendalian dilakukan dengan mengatur saat
tanam sedemikian rupa agar saat populasi wereng hijau tinggi, tanaman padi sudah berumur lebih
60 HST. Selain itu dilakukan eradikasi selektif secara kesinambungan dan melakukan
penyemprotan insktisida anjuran bila populasi wereng hijau minimal 3 ekor per 25 ayunan jaring.

Anda mungkin juga menyukai