Anda di halaman 1dari 9

1) Jenis-Jenis Klon Karet

Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara
langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan
berkembangnya industri kayu karet, sasaran program pemuliaan tidak hanya
menghasilkan klon unggul yang memiliki potensi hasil lateks tinggi tetapi juga
produksi kayu yang tinggi.
Penemuan teknik perbanyakan vegetatif secara okulasi pada tahun 1916 telah
memberikan peluang bagi pemulia untuk melakukan seleksi pohon induk sehingga
menghasilkan klon-klon unggul primer sebagai bahan tanaman komersial.

Selanjutnya kegiatan pemuliaan dan seleksi berlangsung lebih intensif melalui


program persilangan buatan dan sampai saat ini telah menghasilkan sejumlah klon
karet unggul yang direkomendasikan sebagai bahan tanaman komersial.
Sasaran program pemuliaan tanaman karet sejak tahun 1985 diarahkan pada
upaya menghasilkan klon unggul yang memiliki potensi hasil lateks yang tinggi dan
juga produksi kayu yang tinggi. Paradigma berkebun karet untuk menghasilkan lateks
dan kayu harus dikembangkan dengan dukungan teknologi yang tepat untuk
mewujudkan industri perkebunan karet yang sehat dan berdaya saing tinggi. Sistem
rekomendasi pengembangan klon karet disesuaikan dengan Undang-Undang nomor
12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Perkebunan yang bertujuan untuk
melindungi petani dan konsumen dari peredaran benih palsu.
Seiring dengan perkembangan penelitian dan pengembangan tanaman karet
khususnya bidang pemuliaan tanaman, maka telah diciptakan banyak klon yang
tujuannnya adalah untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Potensi keunggulan
suatu klon karet akan dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan dan dibandingkan
dengan klon standar yang digunakan sebagai kontrol. Sebagai klon pembanding
biasanya digunakan klon-klon yang banyak dikembangkan pada saat pengujian
berlangsung, dalam hal ini adalah Gondang Tapen (GT) GT 1.
Untuk melihat potensi keunggulan klon dapat dilihat dari produksi lateks,
pertumbuhan lilit batang dan tebal kulit, sifat sekunder terutama ketahanan terhadap
penyakit daun dan juga spesifikasi dari mutu lateks serta karet yang sesuai untuk
pengolahan produk tertentu.
Sumber: http://randompost-deni.blogspot.com/2016/06/nama-atau-singkatan-klon-
karet.html
Gambar 4. 3. Ragam jenis klon karet
Klon-klon unggul yang dihasilkan berdasarkan kegiatan pemuliaan dapat
dikelompokkan dalam empat periode (generasi), yaitu:
(a) Generasi I (Periode 1910-1935) dengan klon dari semaian terpilih,
(b) Generasi II (Periode 1935 1960) dengan klon Tjir 1, Tjir 16, AVROS 352,BD 5,
GT 1, PR 107, LCB 1320,
(c) Generasi III (Periode 1960-1985) dengan klon AVROS 2037, BPM 1. BPM24,
PR 255, PR 261, PR 300, PR 303 dan
(d) Generasi IV (Periode 1985-2010) dengan klon BPM 107, PB 260, IRR 42,IRR
104, dan IRR 118.
Rekomendasi untuk klon unggulan dikelompokan menjadi dua, yaitu:
(a) Kelompok klon anjuran komersil
(b) Kelompok klon anjuran harapan
Klon anjuran komersial adalah klon unggul yang dianjurkan untuk
pengembangan komersial yang menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 disebut
sebagai Benih Bina dan pelepasannya dilakukan secara resmi melalui Surat
Keputusan Menteri.·
Klon harapan adalah klon-klon yang pada pengujian pendahuluan terbukti
memiliki sifat keunggulan lebih baik dari klon anjuran komersial, namun belum teruji
secara luas. Klon harapan dianjurkan masuk pengembangan skala terbatas oleh
pekebun melalui kerjasama pengembangan dengan Pusat Penelitian.
Pusat Penelitian Karet telah mengidentifikasi klon-klon menurut potensinya.
Pengelompokan ini berdasarkan potensi lateks yang dapat dihasilkan dan juga potensi
kayu bila ditebang nanti. Klon ini juga merupakan klon anjuran komersil. Jenis-jenis
klon yang dimaksud adalah:
1. Klon Penghasil lateks
2. Klon Penghasil Lateks-Kayu
3. Klon Penghasil Kayu
Dengan adanya pengelompokan klon tersebut, pengguna/pekebun dapat memilih jenis
klon sesuai tujuannya. Berikut kita bahas satu-persatu.
1) Klon Karet Penghasil Lateks.
Klon-klon yang tergolong dalam kelompok ini memiliki potensi hasil lateks
tinggi sampai sangat tinggi, sedangkan potensi kayunya kecil sampai sedang. Lateks
adalah hasil/produk tanaman karet yang diambil melalui penyadapan untuk diolah
selanjutnya menjadi bahan olah karet. Klon-klon ini sangat cocok ditanam jika
tujuannya untuk mendapatkan produksi lateks yang tinggi, biasa digunakan oleh
perusahaan-perusahan besar yang beorientasi pada hasil lateks untuk keperluan
pabriknya. Klon anjuran komersial untuk tahun 2006-2010 yang dikeluarkan oleh
Pusat Penelitian Tanjung Morawa untuk karet penghasil lateks adalah : BPM 24,
BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217, PB 260
2) Klon Karet Penghasil Lateks Kayu
Kelompok ini dicirikan dengan potensi hasil lateks yang sedang sampai tinggi
dan hasil kayunya juga tinggi. Klon-klon jenis ini sangat dianjurkan untuk petani
karena selain untuk mendaptkan produksi lateks yang tinggi juga dapat diambil kayunya
untuk biaya peremajaan. Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan perkebunan karet
berbasis HTI atau Hutan Tanaman Rakyat juga sangat tertarik dengan klon-klon ini. Klon
anjuran komersial untuk tahun 2006-2010 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanjung
Morawa untuk karet penghasil lateks dan kayu adalah: AVROS 2037, BPM 1, RRIC 100,
PB 330, PB 340, IRR 5, IRR 32, IRR
39, IRR 42, IRR 112, IRR 118.
3) Klon Penghasil Kayu
Ciri dari kelompok ini adalah potensi kayunya yang sangat tinggi sedangkan potensi
lateksnya rendah. Biasanya klon-klon jenis ini tumbuh tinggi-besar sehingga potensi
kayunya sangat tinggi. Klon-klon ini bisa menjadi pilihan jika tujuan penanamannya
untuk penghijauan dan untuk diambil kayunya. Contohnya adalah: IRR 70, IRR 71, IRR
72, IRR 78.
4) Klon Anjuran Harapan
Klon anjuran harapan terdiri dari beberapa klon yaitu: IRR 2, IRR5, IRR13, IRR17,
IRR21, IRR24, IRR41, IRR42, IRR54, IRR1OO, IRR104, IRR105, IRR107, IRR111 dan
IRR 118.
Saat ini klon-klon anjuran semakin berkembang dan bervariasi, berdasarkan
metabolismenya klon-klon dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu metabolisme tinggi
dan metabolisme rendah. Kelompok klon dengan metabolisme sedang dan rendah
dikelompokkan pada klon dengan pola produksi slow starter, sedangkan kelompok klon
dengan metabolisme tinggi dikelompokkan pada klon dengan produksi quick starter.
Untuk mendapatkan produksi yang optimal, masing-masing kelompok klon tersebut
disadap dengan sistem panen yang berbeda atau dikenal sebagai sistem panen yang
spesifik-diskriminatif.
Klon-klon yang termasuk metabolisme rendah dan sedang dengan pola produksi
slow starter antara lain GT 1, BPM 1, BPM 24, PR 255, PR261, PR 300, PB

330, RRIC 100, RRIM 717, AVROS 2037, BPM 107,BPM 109,PB 217, PR 303,
RRIC 102, TM 2, TM 6, TM 8 dan TM 9.
Klon-klon quick starter seperti PB 235, PB 260, PB 280, PB 340, RRIM712,
IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR 106, IRR 107, IRR 109, IRR 110,IRR 111, IRR
112, IRR 117, IRR 118, IRR 119, IRR 120.
5) Klon dengan Ketahanan Genetik Terhadap Penyakit Gugur Daun
Penyakit gugur daun utama pada tanaman karet antara lain disebabkan oleh jamur
Colletotrichum gloeosporioides, Oidium heveae dan Corynespora cassiicola. Ketiga
penyakit daun tersebut merupakan penyakit penting karena dapat menyerang tanaman di
pembibitan, tanaman muda, tanaman menghasilkan maupun di kebun kayu
okulasi/entres. Pada tanaman menghasilkan, penyakit ini dapat merugikan karena daun-
daun muda berguguran, yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, produksi
lateks menurun bahkan mengakibatkan kematian tanaman.
Pada tanaman karet di lapangan serangan C. gloeosporioides mengakibatkan
gugurnya daun-daun muda sehingga tajuk tanaman tipis, perkembangan lilit batang
terhambat dan tertundanya matang sadap. Serangan Oidium mengakibatkan daun- daun
muda yang baru terbentuk menjadi hitam dan akhirnya gugur, yang juga diikuti gugurnya
tangkai daun, sedangkan serangan penyakit gugur daun C. cassiicola mengakibatkan
gugurnya daun karet terus menerus sepanjang tahun karena dapat menyerang daun muda
maupun tua, sehingga tanaman tidak dapat berproduksi dan lambat laun mengalami
kematian.
Di Indonesia, perakitan klon unggul baru penghasil lateks tinggi dan tahan penyakit
gugur daun, menjadi program utama dalam pemuliaan karet dengan memanfaatkan
berbagai klon tahan penyakit sebagai tetua persilangan. Tersedianya berbagai klon
introduksi merupakan sumber keanekaragaman genetik (plasma nutfah) karet yang sangat
bermanfaat untuk digunakan dalam persilangan buatan. Tetua yang dipilih adalah klon-
klon tahan penyakit dan klon produksi tinggi yang digunakan

dalam program persilangan secara luas dengan teknik resiprocal cross maupun back
cross.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyakit gugur daun
antara lain :
(1). Memilih bibit karet yang berasal dari klon unggul untuk dibudidayakan. Hindari
menanam klon karet yang rentan di daerah-daerah yang terindikasi rawan serangan
jamur Oidium heveae. Klon-klon tersebut antara lain GT1, PR255, dan WR101.
(2). Memberikan rangsangan tertentu untuk mempercepat pertumbuhan daun sehingga
terhindar dari serangan penyakit, khususnya pada waktu musim penghujan. Cara yang
dilakukan dengan memberikan pupuk nitrogen sesuai dosis anjuran.
(3). Memberikan perlindungan terhadap tanaman sehingga terhindar dari serangan
penyakit gugur daun. Anda bisa mengaplikasikan fungisida Bayfidan 250 EC,
Bayleton 250 EC, belerang atau Tilt 250 EC seminggu sekali sebanyak 5 kali dimulai
saat tanaman telah membentuk daun mencapai 10 persen.
Pengendalian penyakit embun tepung pada tanaman karet dapat bersifat tidak
ekonomis dikarenakan pencegahan masih menjadi metode yang paling direkomendasikan.
Khusus untuk tanaman menghasilkan, pencegahan pertumbuhan jamur O. heveae dapat
dilakukan melalui pemberian pupuk ekstra pada awal dan akhir musim penghujan.
Hasil pengujian lab berbagai klon karetintroduksi terhadap penyakit gugur daun
Colletotrichum gloeosporioides, O. heveae dan C. cassiicola menunjukkan klon RRIC
100 dan PB 260 memiliki ketahanan yang paling baik terhadap ketiga penyakit gugur
daun,menyusul klon yang tergolong moderat resisten yaitu PB 254, PB 312, PB 314 dan
RRIM 921.
4) Keterangan Tentang Singkatan Nama-Nama Klon
GT : Gondang Tapen
WR : Wangun Reja
PR : Proefstation Rubber
LCB : Landbouw Caoutchuc Bedrijf
AVROS : Algemene Vereniging van Rubberplanters ter Ooskust van Sumatra
PPN : Perusahaan Perkebunan Negara
Tjir : Tjirandji
GYT : Good Year Type
RRIM : Rubber Research Institute of Malaysia RRIC
: Rubber Research Institute of Ceylon IAN
: Instituto Agronomico dede Norte (Brazil)
BPM : Balai/Pusat Penelitian Perkebunan Medan
BPPJ : Balai/Pusat Penelitian Perkebunan Jember
RCG : Rubber Research Center Getas
IRR : Indonesian Rubber Research

c. Teknik Pemilihan Klon Karet sesuai Agroekologi


1) Agroekologi Wilayah
a) Ekologi
Kata ekologi pertama kali dikemukakan oleh ahli zoologi berkebangsaan Jerman
bernama Ernest Haeckel pada tahun 1866. Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik di antara makluk hidup dan dengan lingkungan abiotiknya. Istilah
ini berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang bermakna rumah tangga dan logos yang
bermakna kajian tentang rumah tangga. Ekologi merupakan cabang dari bidang biologi.
Definisi ekologi yang sederhana terdapat sangat banyak dalam disiplin ilmu yang
mendukung keberadaannya disebabkan karena kaitan Ekologi Tumbuhan dengan Bidang
Ilmu Lainnya. Dengan demikian, untuk memudahkan di dalam

mempelajari ekologi, maka Kajian ekologi tumbuhan dapat dibagi dalam dua pendekatan,
yaitu:
 Autekologi merupakan ilmu yang kajiannya membahas tentang individu-individu yang
menyusun suatu spesies ataupun populasi yang terkait dengan faktor lingkungan.
Autekologi sering juga disebut ekologi populasi. Autekologi tumbuhan adalah kajian
mengenai interaksi ekologi spesies atau populasi tumbuhan dengan lingkungannya.
Contoh dari kajian ini adalah bagaimana distribusi populasi tumbuhan bambu di
sepanjang gradasi lingkungan.
 Sinekologi merupakan ilmu yang memusatkan kajiannya pada komunitas sebagai
komponen dari ekosistem. Kajian ini bertujuan untuk memahami bagaimana asal mula,
perkembangan, dan cara komunitas mempertahankan keberlangsungannya, serta
tercakup di dalamnya adalah klasifikasi vegetasi. Sinonim dari sinekologi adalah
ekologi komunitas, ekologi vegetasi, geobotani, ilmu vegetasi, dan pytososiologi. Asal
mula sinekologi sangat dipengaruhi oleh ilmu geografi tumbuhan.
Lingkungan dapat dimaknai sebagai gabungan dari seluruh kondisi eksternal dan faktor-
faktor yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan dari suatu organisme.
Lingkungan dapat berupa:
 Lingkungan biotik yakni unsur dari lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup
berupa manusia, tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme.
 Lingkungan abiotik yakni unsur dari lingkungan yang terdiri atas benda tak hidup
seperti tanah, udara, dan air.
Lingkungan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan cakupan ruangnya, yaitu:
 Lingkungan Makro
 Lingkungan Mikro
Di dalam Undang-Undang Rep. Indonesia no. 32 tahun 2009 disebutkan bahwa
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup


lain.
Lingkungan dapat berjalan berdasarkan ruang maupun waktu. Tetapi, Kondisi
lingkungan dapat berubah sesuai dengan perubahan ruang maupun waktu. Organisme
akan hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan ini. Interaksi organisme dengan
lingkungan dapat dilakukan dalam suatu ekosistem. Ekosistem merupakan bagian dari
suatu sistem dalam satu kesatuan yang utuh dari lingkungan dan makhluk hidup yang
saling mempengaruhi .
Ekologi tumbuhan sangat terkait erat dengan vegetasi.
 Vegetasi merupakan seluruh flora yang menyusun suatu kawasan dan juga bagaimana
tumbuhan yang terdapat pada kawasan tersebut berdistribusi di dalam ruang dan
berubah seiring dengan perubahan waktu. Komunitas tumbuhan merupakan sinonim
dari vegetasi yang memiliki makna yang paling mendekati, tetapi vegetasi sering kali
dapat diterapkan dalam skala ruang yang lebih luas, contohnya hutan pada kawasan
karst, hutan bambu, tegakan mangrove di tepian pantai, tumbuhan padi pada petak
sawah, dan komunitas gulma yang tumbuh di tepian jalan, yang semuanya tercakup ke
dalam vegetasi.
 Flora adalah daftar spesies tumbuhan atau checklist yang berada pada area yang sedang
dalam kajian. Dengan demikian flora bukanlah vegetasi.
b) Ekosistem
Ekosistem diartikan sebagai suatu sistem yang di dalamnya terjalin hubungan
(interaksi) saling ketergantungan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem
tersebut, baik berupa makhluk hidup maupun makhluk yang tidak hidup. Hubungan
(interaksi) tersebut berlangsung secara dinamis dan sangat terorganisir sehingga terjadilah
keseimbangan lingkungan. Ekosistem memperlihatkan keragaman yang besar dalam hal
ukuran, struktur, komposisi, dan sebagainya. Namun demikian seluruh ekosistem dicirikan
oleh fitur-fitur dasar tertentu dalam hal struktur dan fungsi. Komposisi dan organisasi dari
komunitas biologi dan komponen abiotik dapat

menyusun struktur dari suatu ekosistem. Karakteristik Struktural Ekosistem, diuraikan


sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai