SMAN 10 Bandarlampung
Disusun oleh:
Tim Literasi SMAN 10 Bandarlampung
Assalamualaikum wr.wb.
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua.
Tabiiiikpun.
Yang saya hormati dan banggakan, Tim Literasi SMAN 10 Bandarlampung
Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya, kita masih diberikan nikmat sehat
di tengah pandemi covid-19 ini.
Saya selaku Kepala SMAN 10 Bandarlampung mengucapkan terima kasih kepada
Tim Literasi SMAN 10 Bandarlampung yang telah menyusun “Modul Literasi SMAN
10 Bandarlampung” ini. Saya bangga dan bersyukur memiliki tim yang sangat solid,
yang selalu berusaha meningkatkan literasi yang ada di sekolah, dengan inovasi-
inovasinya, yang akhirnya menghasilkan sebuah karya, yaitu berupa tersusunnya
modul literasi ini. Hal ini juga selaras dengan program pemerintah, yaitu Gerakan
Literasi Nasional dan Gerakan Literasi Sekolah.
Kepada Tim Literasi SMAN 10 Bandarlampung, teruslah berkarya dan melakukan
inovasi-inovasi atau perubahan-perubahan untuk kemajuan literasi di SMAN 10
Bandarlampung. Teruslah menjadi motivator bagi para siswa, teman-teman guru, dan
seluruh warga SMAN 10 Bandarlampung, dengan prinsip kebersamaan, gotong
royong, dan kerja sama yang kuat menuju “Smandasa Luar Biasa”. Dengan demikian,
literasi di SMAN 10 Bandarlampung makin berkembang dan dapat berkontribusi
dalam kemajuan pembangunan yang ada di Lampung menuju “Lampung Berjaya”.
Mudah-mudahan modul yang telah dibuat ini dapat menjadi acuan bagi guru dan
siswa SMAN 10 Bandarlampung, dalam menulis cerpen, puisi, pantun, dan tulisan
lainnya. Semoga modul “Literasi SMAN 10 Bandarlampung” ini tidak hanya
bermanfaat bagi kalangan guru dan siswa SMAN 10 Bandarlampung, tetapi juga
bermanfaat bagi kalangan umum.
Sekali lagi, saya selaku Kepala SMAN 10 Bandarlampung mengucapkan selamat dan
terima kasih kepada Tim Literasi SMAN 10 Bandarlampung. Kami menunggu karya-
karya berikutnya,
Terima kasih.
Assalamuallaikum wr,wb.
Neng Rosiyati,S.Pd,MM
i
Kata Pengantar
Ketua Tim,
ii
DAFTAR ISI
Menulis ................................................................................................................ 1
Puisi .................................................................................................................... 4
Pantun ................................................................................................................. 9
iii
1
2
3
Puisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Puisi atau sajak
merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima serta penyusunan
larik dan bait. Biasanya puisi berisi ungkapan penulis mengenai emosi, pengalaman
maupun kesan yang kemudian ditulis dengan bahasa yang baik sehingga dapat
berirama dan enak untuk dibaca.
Puisi yang ingin diajarkan di SMAN 10 Bandarlampung adalah puisi lama berupa
pantun dan puisi modern. Puisi modern tidak mengutamakan bentuk atau banyak
baris dalam satu bait dan irama atau persajakan.
4
4. Citraan atau Imajinasi. Citraan dipakai untuk memancing imajinasi dari
pembaca. Kata-kata yang dipakai memberi kesan pada panca indra untuk
pembaca. Jenis- jenis citraan dalam puisi antara lain, citraan pandang,
citraan dengar, citraan rasa serta citraan pengecap
Bandarlampung, 2021
5
Jumpa Pahawang
Karya : Eva Sadestina
Bandarlampung, 2020
Bandarlampung, 2019
6
Sehelai Rambut Putih
Karya: Ari Budiningsih
Ibu
Ajari aku abjad cinta
Aku lafalkan tanpa kelu
Kenalkan aku logaritma kehidupan
yang terpatri dalam rongga aliran nadi
Bandarlampung, 2021
Bandarlampung, 2016
7
Bocah Kecil dan Perahu Kertas
Karya: Edi Purwanto
Bandarlampung, 2017
8
Pantun
Pantun merupakan salah satu bentuk puisi lama. Pantun berasal dari bahasa
Minangkabau ‘patuntun’ yang berarti penuntun. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) , pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet)
biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b). Saat ini sudah sering
dijumpai pantun dalam bentuk tertulis. Dengan berjalannya waktu, pantun telah
berkembang menjadi media penuturan pesan dengan permainan kata- kata.
Pembuatan pantun terikat dengan aturan- aturan tertentu. Karena itu sangat
penting memahami secara mendalam mengenai pantun, mulai dari ciri-ciri pantun
hingga contohnya.
Ciri-ciri pantun :
1. Terdiri dari 4 baris
2. Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata
3. Ada sampiran dan isi
4. Rima a-b-a-b
9
Rima di dalam pantun adalah a-b-a-b. Kalau diperhatikan rima akhir kalimatnya
adalah sa-la-sa-la. Pengulangan ini disebut dengan a-b-a-b.
10
4. Pantun Nasihat berisikan pesan moral dan didikan. Contoh :
Jalan- jalan ke Kota Blitar
Jangan lupa beli sukun
Jika kamu ingin pintar
Belajarlah dengan tekun
7. Pantun Peribahasa
Berakit- rakit kita ke hulu
Berenang kita ke tepian
Bersakit-sakit kita dahulu
Bersenang- senang kita kemudian
11
Masih banyak jenis pantun lainnya. Jadi pantun bisa digolongan berdasarkan isi
pantun tersebut.
Beberapa contoh pantun yang bertema literasi :
Pantun Literasi 1
Pantun Literasi 2
12
Cerita Pendek (cerpen)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cerpen adalah sastra
kisahan pendek atau kurang dari 10 ribu kata yang memberikan kesan tunggal yang
dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi atau pada suatu
ketika.
Cerpen disebut sebagai fiksi prosa, karena cerita yang disuguhkan hanya
berfokus pada satu konflik permasalahan yang dialami oleh tokoh mulai dari
pengenalan karakter hingga penyelesaian masalah yang dialami oleh tokoh.
Saat membaca cerpen biasanya sangat cepat selesai. Isi cerpen sangat
mudah dipahami karena ceritanya yang relatif pendek. Sehingga banyak orang yang
menyukai cerpen ini.
a. Tema
Tema adalah ide sentral sebuah cerita. Tema cerpen ialah dasar cerita, yaitu
konsep atau ide atau gagasan yang menjadi dasar dicipkannya sebuah cerpen. Tema
sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman) kehidpan. Tema
cerpen antara lain lingkungan, religius, pendidikan, budaya, persahabatan, sosial.
13
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita
fiksi lewat alur dalam peristiwa yang diceritakan. Dalam cerpen, tokoh tidak harus
berwujud manusia tetapi jga dapat berupa binatang atau objek yang lain.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita.
c. Alur
Alur adalah sambung-sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat.
Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa
hal itu terjadi. Dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita.
Beberapa jenis alur antara lain al maju, alur mundur, dan alur campuran.
d. Latar
Latar adalah tempat, waktu, dan suasana dalam cerita. Latar memberika pijakan
cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
f. Amanat
Amanat dapat diartikan sebgai pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca. Amanat dapat disampaikan oleh penulis melalui dua cara. Cara pertama,
amanat disampaikan secara tersurat; maksudnya, pesan yang hendak disampaikan
oleh penulis disampaikan secara langsung di dalam cerpen. Cara yang kedua, amanat
disampaikan secara tersirat; maksudnya, pesan tidak dituliskan secara langsung di
dalam teks cerpen. Pembaca diharapkan dapat menyimpulkan sendiri esan yang
terkandung di dalam cerpen yang dibaca.
Pada saat membuat cerpen penulis harus memahami struktur cerpen terlebih
dahulu. Hal ini harus dipahami agar penulis dapat menyusun kisah fiksi yang runtut,
sehingga dapat mudah diterima oleh pembaca.
14
Berikut ini struktur cerita pendek yang wajib dipahami oleh penulis cerpen :
1. Abstrak
Abstrak merupakan bagian dari cerpen yang memuat inti dari sebuah cerita atau
ringkasan pendek. Abstrak biasanya hanya terdiri dari beberapa kalimat saja
untuk membuka cerpen atau sebagai pengantar saja. Bagian ini berfungsi agar
pembaca lebih memahami kisah yang sudah dituliskan di dalam cerpen. Bagian
ini sifatnya opsional artinya boleh ada, boleh juga tidak.
2. Orientasi
Orientasi berkaitan dengan pengenalan tokoh dan latar belakang cerita. Pada
bagian ini akan ditunjukkan bagaimana karakter dari pemeran utama. Bagian lain
dari orientasi adalah pengenalan latar waktu dan suasana atas peristiwa yang ada
di dalam cerpen. Bagian ini juga menunjukkan awal mula hal-hal yang memicu
permasalahan bisa terjadi pada tokoh.
3. Komplikasi
Bagian ini menunjukkan bagaimana sang tokoh utama di dalam cerpen akan
menyikapi konflik yang dihadapi dalam kisah tersebut. Komplikasi bermula dari
mulai munculnya bibit permasalahan yang dialami oleh tokoh utama. Selanjutnya
akan terjadi peningkatan konflik akibat adanya permasalahan tersebut hingga
mencapai titik puncak atau biasa dikenal dengan istilah klimaks.
4. Evaluasi
Evaluasi berfungsi untuk mengarahkan konflik kepada penyelesaian. . Pada saat
konflik sudah mencapai klimaks, penulis akan mengarahkan alurnya menjadi
peredaman suasana. Hal ini dilakukan dengan cara mulai menunjukkan jalan
keluar atas konflik tersebut.
5. Resolusi
Resolusi berisikan fakta terkait permasalahan yang terjadi hingga paada solusi
untuk menyelesaikkanya. Semua pwrmasalahan yang sudah dialami oleh tokoh
di dalam cerpen tersebut akan segera berakhir karena solusinya sudah ditemukan.
15
Berikut ini adalah contoh cerpen yang pernah dimuat di Harian Radar Lampung
ditulis oleh Dinni Khairunnissa, siswi SMAN 10 Bandarlampung.
Memeluk Mimpi
Suara burung berkicauan menemani kayuhan sepedaku. Pagi ini, aku sangat
bersemangat ke sekolah. Lebih tepatnya, semangat untuk melihat pengumuman
pemenang lomba cerpen yang terpasang di majalah dinding.
Namaku Lastri. Usiaku lima belas tahun. Hal yang paling aku senangi adalah
membaca dan menulis. Ketika melakukan hal itu, aku merasa tengah berada di dunia
yang berbeda. Duniaku sendiri. Namun, kesetiaanku pada literasi, tak mendapat
dukungan dari ayah dan ibu. Terutama cita-citaku untuk menjadi penulis.
Sebagai anak dari keluarga yang serba pas-pasan, aku sangat berterima kasih
kepada Bu Milla, guruku di sekolah. Beliau meminjamkan komputernya padaku,
membantu mendaftar pada lomba cerpen pertamaku.
Aku berharap bisa menang. Selain untuk membuktikan pada bapak dan ibu,
bahwa aku tak salah pada hobi yang kupilih. Aku juga tak mau mengecewakan Bu
Mila, yang telah menemaniku selama persiapan lomba. Dalam setiap kayuhan
sepedaku, juga dalam setiap embus napasku, kupanjatkan doa dan harapan untuk
pengumuman yang akan kulihat hari ini.
“Selamat pagi, Bu.” sapaku setelah memarkirkan sepeda dan berlari ke arah Bu
Mila yang hendak memasuki gedung sekolah. Bu Mila tersenyum ramah. Kami pun
berjalan beriringan menuju majalah dinding sekolah.
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Bu Mila saat kami sudah semakin dekat dengan
majalah dinding.
Aku tersenyum, lalu menjawab pertanyaannya.
“Cemas, bersemangat. Gabungan dua perasaan itu membuatku gemetar.”
Bu Mila terkekeh, lalu menghentikan langkahnya di depan benda persegi empat
yang banyak menampung karya siswa itu. Aku menunduk sejenak, tak berani
melihat sebuah kertas pengumuman yang tertempel di sana. Tanganku gemetar.
Entah mengapa, aku begitu takut. Ini pertama kalinya aku mengikuti lomba. Banyak
orang menyemangatiku. Banyak pula yang menaruh harap padaku. Aku takut
mereka kecewa, jika aku gagal. Terutama, aku takut kegagalan ini akan membuat
bapak dan ibu semakin menarikku menjauh dari dunia literasi.
“Lastri.” Bu Mila mengusap kepalaku, membuatku mendongak untuk bisa
melihat wajahnya. Hal pertama yang kulihat adalah senyuman. Namun, aku tak bisa
mengartikan maksud senyuman itu.
“Kita coba lain kali,ya!” ujarnya.
16
Kalimat yang keluar dari mulut Bu Mila membuatku mengangguk pelan.
Melihatnya tersenyum, membuatku ikut memaksakan sebuah senyuman.
“Maaf ya, Bu, aku kalah.” ucapku pelan.
Bu Mila menggeleng, lalu menuntunku untuk duduk di kursi panjang depan
majalah dinding.
“Ini baru yang pertama,oke? Masih banyak lomba yang lain. Kita masih punya
banyak waktu. Kamu harus terus mengasah kemampuanmu. Banyak membaca,
banyak menulis, perhatikan sekitar, barangkali ada yang bisa menjadi inspirasi. Pada
lomba berikutnya, kamu harus tetap ikut.”
Aku mengangguk. Kali ini dikuti sebuah senyum tipis yang tak kupaksakan.
Perasaan sedih itu masih ada. Begitu pun dengan kecewa dan malu. Tapi yang Bu
Mila katakan, ada benarnya juga. Ini adalah awal. Aku baru memulainya. Tak apa,
untuk jatuh kali ini. Aku janji, akan lebih baik untuk lomba berikutnya.
*****
Satu minggu telah berlalu sejak pengumuman lomba itu. Dalam satu minggu itu,
aku terus berlatih menulis. Ku perbanyak membaca. Kuputar otak untuk bisa
membentuk kalimat yang benar dan indah. Akan ada lomba tingkat provinsi minggu
depan. Bu Mila akan membantuku mempersiapkan lomba yang kedua ini. Aku tak
ingin membuatnya kecewa. Karena itu, aku akan mengusahakan yang terbaik.
“Lastri, ayo main!” Sejak tadi, kamu terus saja membaca.” seru salah satu
temanku yang lewat di depan rumah. Kebetulan, tempat terbaikku membaca adalah
di teras rumah. Tempat itu sangat nyaman.
“Duluan saja, aku akan menyusul nanti!” balasku tanpa menatap ke arahnya.
Aku masih fokus pada bacaanku, hingga tak sadar kalau ternyata kawanku sudah
berdiri di depanku.
“Jawabanmu selalu sama dari kemarin, tapi kamu tidak pernah datang.” gerutu
temanku dengan wajah masam.
Aku menutup buku yang tengah kubaca, lalu terkikik seraya menatapnya.
“Aku bisa masuk ke tingkat nasional kalau menang di lomba kali ini. Bukan
hanya aku yang akan bangga, tapi kamu juga. Iya, kan?” kataku.
“Rani, temanku itu, duduk di teras rumah, lalu membaca buku yang kubaca tadi.
“Kamu benar ingin jadi penulis”? tanyanya tiba-tiba.
Aku mengangguk, tanpa berpikir panjang. Satu hal yang ingin ku lakukan adalah
membaca dan menulis. Aku hanya akan melakukan hal yang membuatku bahagia.
“Selain itu, aku juga ingin menambah pengetahuanku. Setidaknya, dengan
banyak membaca, pengetahuan kita akan bertambah.” jawabku.
Rani yang kurang suka membaca, malah menekuk wajahnya.mungkin ia masih
bingung, mengapa aku bisa sangat mencintai kegiatan yang menurutnya
membosankan itu.
17
“Sudahlah, aku ingin bermain dengan yang lain. Susul kami, jika kamu sudah
selesai!”
Rani bangun dari duduknya, lalu berjalan meninggalkan teras rumahku. Sebelum
dia benar-benar menghilang dari pandanganku, aku menghentikannya.
“Kenapa?” tanyanya begitu ia menoleh.
“Mulai dari hal yang kamu sukai. Kamu suka misteri dan perjalanan, kan? Aku
punya buku yang mengangkat tema itu.
“Kamu ingin membacanya?” tanyaku.
Rani terdiam sesaat. Sepertinya tengah mempertimbangkan antara kecintaannya
pada misteri dan ketidaksukaannya pada membaca.
“Sekalipun itu bukan buku pelajaran, tetap ada ilmunya, tahu. Kamu mungkin
bisa menambah pengetahuanmu dengan pemikiran si tokoh dalam menyelesaikan
masalahnya. Bagaimana? Tertarik untuk membaca? Ayolah, kamu tidak akan rugi,
kok!”
Aku sedikit merengek di akhir kalimatku. Aku ingin teman-temanku juga tertarik
pada membaca. Aku ingin membuat mereka sadar, kalau membaca tidak
membosankan, seperti yang mereka pikir.
“Oke, boleh.” Jawabnya.
Dengan semangat, aku berlari masuk ke rumah dan mengambil salah satu novel
kesukaanku. Aku memberikannya kepada Rani dengan perasaan senang.
“Semangat untuk lombamu, ya!” aku pergi dulu.
Aku mengangguk. Ya, tentu saja aku bersemangat.
*****
Sudah waktunya untuk pengumuman lomba cerpen keduaku. Kali ini, aku dan
Bu Mila memantaunya lewat sosial media. Satu menit tersisa, hingga para pemenang
diumumkan. Dalam hati, aku terus berdoa. Aku tak ingin kalah. Aku ingin berhasil
dan membuat satu desa bangga, terutama Bu Mila.
“Sudah diumumkan, Lastri. Ayo, kita lihat sama-sama!” ucap Bu Mila dengan
penuh semangat, seraya menunjukkan ponselnya padaku. Aku mengangguk, lantas
mengusap layar dan langsung melihat nama juara ketiga. Bukan namaku. Kuusap
lagi layar ponsel tersebut. Nama yang tertera pada ucapan selamat untuk juara kedua,
juga bukan namaku. Aku menggigit bibir. Rasanya takut sekali. Seakan-akan
kegagalan ini akan membuatku kesakitan.
“Tak apa, ya?” Kita coba lagi nanti.” suara Bu Mila terdengar, begitu ia
mengusap layar ponsel untuk melihat juara satunya.
Aku mengangguk, memaksa tersenyum di hadapan Bu Mila. Jujur saja, aku
sedih. Aku merasa bersalah pada Bu Mila, yang terus mengajariku tanpa lelah. Aku
juga malu. Selama ini, orang-orang di desa menganggapku sebagai kutu buku. Satu-
satunya orang yang pintar dalam bersastra di desa ini. tapi dalam lomba tingkat
18
provinsi saja, aku belum bisa menang. Aku sedih, karena harapan besar mereka
padaku tak terpenuhi.
Sepertinya Bu Mila mengerti akan kesedihanku. Saat aku berpamitan padanya
untuk pulang ia membiarkanku tanpa mengatakan apapun.
*****
“Lastri, sudahlah! Lebih baik kamu membantu bapak dan ibu di sawah.”
Itu adalah kalimat pertama yang kudengar saat aku mengatakan bahwa aku kalah
lagi. Ibu mengetahui cita-citaku sebagai penulis. Tentu saja dia menentangnya. Dia
ingin aku jadi pedagang sayuran di pasar, mengurus hasil panen, dan membantu
bapak di sawah. Tapi aku tidak ingin seperti itu. Aku tidak mau.
“Ini baru lomba kedua, Bu. Aku masih bisa menang lain kali.” jawabku takut-
takut.
Ibu menghela napas. Hanya dengan hal itu aku tahu. Ia sangat marah sekarang.
“Tidak usah memcoba lagi. Berhenti sampai di sini. Ibu tidak akan melarangmu
untuk membaca. Tapi lupakan tentang cita-cita menjadi penulis itu.
Kepalaku yang sejak tadi tertunduk, langsung mendongak begitu mendengar
perkataannya.
“Aku ingin jadi penulis.” kataku, pelan.
Telinga ibu yang tajam itu, tentu saja mendengarnya. Lalu ibu berjalan menuju
kamarku.
“Kamu ingin semua bukumu itu ibu sumbangkan? Kamu ingin ibu melarangmu
untuk membaca semua novel itu juga? Ibu sangat marah, seraya menunjuk rak kecil
yang berisi koleksi novelku.
Aku menggeleng.
“Bulan depan ada lomba lagi. Biarkan aku mencobanya untuk yang terakhir kali,
ya! Kalau aku kalah, aku akan menuruti keinginan ibu.”
Ibu menghela napas pelan, lalu mengangguk, menyetujui tawaranku. Ibu tak
pernah main-main dengan ucapannya. Dia tak akan pernah lupa untuk semua
negosiasi yang telah ia setujui. Jika aku kalah lagi, maka hilang sudah mimpiku.
*****
“Ini hadiah untukmu. Terima kasih, karena berani bertanding dengan ratusan
peserta lainnya. Kamu sudah hebat, Lastri.” ucap Bu Mila seraya menyerahkan
sebuah novel padaku. Novel berjudul “Laskar Pelangi” itu salah satu novel
favoritku. Tapi sayang, aku belum bisa membelinya. Selama ini, aku hanya
meminjam di perpustakaan sekolah. Membacanya berkali-kali, tanpa bosan.
Sekarang, novel itu menjadi milikku.
Ah, ya! Aku lupa memberi tahu kalian tentang sesuatu. Satu bulan berlalu,
semenjak negosiasiku dengan ibu. Hari ini adalah pengumuman dari lomba ketiga
yang aku ikuti. Awalnya, aku cemas akan kalah. Tapi sepertinya Tuhan sangat
19
menghargai usahaku selama ini. ia tahu keinginan terbesar yang kusimpan dalam
hati. Ya, pada lomba kali ini, aku memenangkan posisi kedua.
“Ada salah satu kutipan cantik dari novel itu. Kamu tahu?” tanya Bu Mila.
Aku mengangguk.
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” jawabku yakin.
Bu Mila tersenyum, mengangguk senang mendengar jawabanku dan mengusap
kepalaku.
“Waktu yang kamu punya masih panjang sekali. Tidak harus berhasil sekarang.
Nanti juga tidak masalah. Yang terpenting, kamu bahagia melakukan hal tersebut.
Kamu bahagia karena membaca. Kamu bahagia karena menulis. Itu poin utamanya.
Menang atau kalah adalah yang terakhir.
“Kamu bisa kasih tahu ibu poin yang kedua?”
Aku berpikir sejenak. Kebahagiaanku poin utama. Menang atau kalah poin
terakhir. Lalu, yang kedua…. Ah,ya! Aku tahu.
“Manfaatnya. Aku banyak belajar, pengalamanku bertambah, aku jadi terlatih
untuk tidak kecewa, saat hasilnya tak memenuhi ekspektasi. Aku punya banyak
keuntungan, walaupun kalah. Iya, kan, Bu? Dan perihal menang, itu hanya bonus..”
“Pintar.” Lagi-lagi Bu Mila mengusap kepalaku.
“Jangan sedih,ya, karena belum bisa mendapatkan posisi pertama. Tetap
semangat! Kerena iIbu yakin, kamu pasti berhasil. Tidak harus hari ini, masih
banyak hari yang lain.
Aku tersenyum lega. Rasa sedih, kecewa, dan malu itu perlahan menguap ke
udara. Hatiku terasa lebih ringan. Aku akan terus membaca. Aku akan terus berlatih
untuk menulis. Aku tak akan menyerah sebelum berhasil. Setidaknya, jika nanti aku
tetap gagal, aku masih punya dua keuntungan. Pertama, adalah kebahagiaan. Kedua,
adalah ilmu.
20
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka 2016.
Nuryatin dan Irawati. 2016. Pembelajaran Menulis Cerpen. Semarang:Cipta Prima
Nusantara.
Purwanto Edi, Narasi Semesta, Surabaya: Pustaka mediaguru, 2020
Purwanto Edi, Negeri Para Penyair, Bandarlampung: Pustaka LaBrak, 2018
https:// pelajarindo.com/ 2021/ 04/ cara membuat pantun yang baik dan benar sesuai
kaidah sastra
https://ruangguru.com/ 2018/04/ cara membuat puisi yang baik dan benar
https://www.gramedia.com/ 2019/ cara membuat cerpen mudah bagi pemula
aribudiningsihss.gurusiana.id
edipurwantospd.gurusiana.id
evasadestinaspd.gurusiana.id
liakristiana.gurusiana.id
21