Anda di halaman 1dari 193

Antalogi Puisi Guru

Meramu Karsa
Jilid 2

Hasil Lokakarya
Tim MGMP Bahasa Indonesia Kab. Cilacap
Meramu Karsa Dua
Copyright @Tim MGMP Bahasa Indonesia SMK Kab. Cilacap

Penulis:
Tim MGMP Bahasa Indonesia SMK Kab. Cilacap

ISBN (No Jilid Lengkap):


978-623-6662-62-5

ISBN (Jilid 2)
978-623-6662-63-2

Editor dan Tata Letak:


Ika Amanda Fitriyani

Desain Sampul :
Eny Rifatul Hidayah

Penerbit:
CV EMBRIO KITA

Alamat:
CV Embrio Kita
Pulutan Kidul RT 2 RW 3 Salatiga
No Hp 089515329805
Email: embriokita@gmail.com

Cetakan Pertama, Maret 2021


xiii + 179 hlm, 14,8 x 21 cm
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

i
SAMBUTAN KEPALA BALAI BAHASA
PROVINSI JAWA TENGAH

Sulitkah memahami dan menulis puisi itu? Tidak


dapat kita mungkiri, sejauh ini masih banyak guru bahasa
Indonesia yang lemah dalam hal pembelajaran sastra. Ada
kemungkinan kelemahan tersebut karena para guru itu
memiliki persepsi yang keliru atau negatif terhadap sastra.
Ada anggapan memahami karya sastra itu sulit, apalagi
menuliskannya. Oleh karena itu pula, mengajarkan sastra pun
menjadi rumit.

Sehubungan dengan problematik itu, pembelajaran


sastra sebenarnya dapat dilihat dari dua dimensi. Pertama,
pembelajaran sastra untuk kepentingan ilmu sastra,
khususnya untuk kepentingan akademis di lingkungan
perguruan tinggi. Yang termasuk ke dalam wilayah ilmu
sastra adalah teori sastra (studi tentang prinsip, kategori, dan
kriteria sastra), sejarah sastra, dan kritik sastra. Untuk
kepentingan ini, pembelajaran ditujukan untuk memperoleh
pengetahuan tentang teori sastra, sejarah sastra, dan kritik
sastra.

Kedua, pembelajaran sastra untuk kepentingan


pendidikan di sekolah. Pembelajaran sastra untuk
kepentingan ini harus merupakan bagian keseluruhan dari
pendidikan dengan melibatkan para siswa agar mampu
mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung dalam sastra itu
sendiri. Untuk kepentingan ini, titik beratnya pada
pengalaman apresiasi.

ii
Oleh karena itu, pembelajaran sastra di sekolah harus
bersifat apresiatif, bukan bersifat akademis. Pengajaran yang
menekankan pengetahuan dan sejarah sastra cenderung
menjadi beban yang membosankan siswa. Yang terpenting
dalam pengajaran apresiasi sastra adalah apa yang dilakukan
dengan teks sastra daripada bagaimana mengajarkan teks
sastra. Oleh karena itu, pembelajaran sastra di sekolah bukan
hanya mengajarkan struktur cerita, permainan bahasa, atau
memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis sastra, angka
tahun, serta nama-nama sastrawan untuk dihapalkan.

Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif


menekankan pada pemberian kesempatan dan dorongan
kepada siswa untuk membaca sendiri karya-karya sastra anak
yang unggul. Dalam pembacaan yang bersifat personal ini,
anak berpeluang besar untuk menemukan kesenangan atau
kenikmatan membaca. Kesenangan dalam membaca atau
belajar sastra ini sangat penting sebagaimana yang
dikemukakan oleh ahli pendidikan Jerman, Friedrich Froebel
(1782--1852).

Kata kunci untuk memahami pengertian apresiasi


sastra dalam pembelajaran sastra adalah tanggapan-sensitif,
yaitu pengajaran yang mengacu pada aspek afektif
(berkenaan dengan perasaan) siswa terhadap nilai-nilai yang
dikandung karya sastra.

Satu lagi, kata kunci untuk mengejawantahkan


apresiasi sastra adalah mengenal dan mencintai sastra. Jika
gurunya saja tidak menyukai sastra, bagaimana bisa ia
mengajarkan sastra secara benar kepada siswanya. Padahal,
belajar sastra itu gampang dan menyenangkan.

iii
Salah satu cara agar guru “mengenal dan mencintai
sastra” adalah terlibat langsung dalam penciptaan karya
sastra itu sendiri. Guru harus merasakan bagaimana
“mudah” dan “mengasyikkannya” menulis sebuah puisi,
misalnya—yang selama ini dianggap karya sastra yang sulit
dipahami. Untuk menuliskan sebuah karya sastra tidak harus
membutuhkan waktu khusus. Kalau sudah suka dan
mencintai sastra, khususnya puisi, kita tidak akan sulit
menciptakan sebuah puisi. Setidaknya, antologi puisi karya
para guru ini telah membuktikan bahwa menulis puisi itu
mudah dan banyak tema yang bisa diangkat untuk dituliskan;
mulai dari perihal kecil seperti dilema sebuah sapaan atau
kesedihan karena cinta bertepuk sebelah tangan hingga
masalah rumit seperti pandemik Covid-19.

Saya yakin, insyaallah, para guru yang telah mengikuti


Lokakarya Penulisan dan Publikasi Sastra bagi Guru tahun
2020 dan karyanya dimuat dalam antologi ini bisa
mengatakan bahwa memahami dan menulis puisi itu tidak
sulit! Mengapa? Karena, dengan merasakan langsung
bagaimana menulis puisi, kita mulai mengenali sifat-sifat
“sastra”, khususnya puisi, serta unsur-unsurnya yang dengan
mudah dikenali dan dituliskan. Selain itu, bukankah
sebenarnya kita sudah mengenal bentuk-bentuk sastra,
seperti puisi itu, sejak kita masih kanak-kanak? Khususnya
Anda yang tinggal di Pulau Jawa, kita telah mengenal puisi
dalam bentuk sajak dan lagu dalam dolanan anak-anak. Kita
juga telah lama mengenal puisi dalam tembang-tembang
yang didendangkan ibu dan berkenalan dengan suluk-suluk
dalam pementasan wayang.

iv
Akhir kata, salut dan tahniah untuk para guru yang
karya puisinya termuat dalam antologi berharga ini. Balai
Bahasa Provinsi Jawa Tengah berbangga hati menjadi bagian
kecil dari lahirnya karya-karya ini.

Semarang, ujung tahun 2020

Ganjar Harimansyah
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa
Tengah

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan Antologi puisi “Meramu Karsa”.
Antologi puisi ini merupakan kumpulan puisi hasil karya
peserta Lokakarya Penulisan dan Publikasi Karya Sastra Bagi
Guru yang diselenggarakan oleh MGMP Bahasa Indonesia
SMK Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan Balai Bahasa
Provinsi Jawa Tengah.
Penerbitan antologi puisi ini sejalan dengan tujuan
kegiatan lokakarya, yaitu memberikan fasilitasi kepada para
guru untuk terus mengembangkan kompetensi menulis yang
dimiliki. Menulis merupakan salah satu kompetensi bahasa
yang harus dikuasai oleh peserta didik sehingga guru juga
harus terlebih dulu menguasainya dengan baik sebagai bukti
keteladanan seorang pendidik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Balai Bahasa
Provinsi Jawa Tengah atas semua bantuan yang diberikan
baik berupa kesempatan, dukungan, arahan, dan bimbingan
selama proses pelaksanaan pelatihan maupun selama
penyusunan antologi puisi ini. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada seluruh peserta yang telah berpartisipasi
secara aktif dan berkontribusi mengirimkan hasil karyanya
untuk diterbitkan menjadi sebuah buku. Tidak lupa kami juga
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan sehingga antologi puisi ini dapat
tersusun dengan baik dan dapat diterbitkan menjadi karya
bersama.

vi
Harapan kami, kehadiran antologi puisi ini dapat
meningkatkan motivasi menulis bagi para guru sehingga guru
tidak akan pernah berhenti berkarya. Selain itu, antologi puisi
ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
bahan ajar bagi pembelajaran sastra di sekolah,
menumbuhkan kecintaan peserta didik terhadap karya
sastra, mengembangkan daya imajinatif dan daya kritis, serta
menguatkan karakter positif dalam diri setiap peserta didik.
Buku antologi puisi ini tentu tidaklah sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan sebagai bahan perbaikan di masa yang akan
datang.

Cilacap, Desember 2020

Pipit Dwi Komariah, S.S.,M.Pd.


Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMK
Kabupaten Cilacap

vi i
DAFTAR ISI

Sambutan ................................................................... ii
Kata Pengantar ……………………………………………………………..vi
Daftar Isi ……………………………………………………………………..viii

1. Cinta Seorang Ibu ........................................................ 1


2. Damailah Negeriku ...................................................... 2
3. Apa Kabar Indonesia? .................................................. 3
4. Aku Ingin .................................................................... 4
5. Akhir Sepertiga Malam ................................................ 5
6. Dua Sisi Dunia ............................................................. 6
7. Dia Zaminaa ................................................................ 7
8. Anarki Bukan Solusi ..................................................... 8
9. Ibu............................................................................ 10
10. Bidadariku ................................................................ 11
11. Mahkota Terindah..................................................... 12
12. Indahnya Sepertiga Malam ........................................ 13
13. Jiwa Manusia ............................................................ 14
14. Pucat ........................................................................ 15
15. Dear Ayah................................................................. 16
16. Dia............................................................................ 17
17. Mempertemukan Rindu............................................. 18
18. Merapalmu............................................................... 19
19. Anak Laut.................................................................. 20
20. Menang .................................................................... 21

vi i i
21. Sang Pejuang............................................................. 22
22. Belahan Jiwa Ku ........................................................ 23
23. Pesan Hujan.............................................................. 24
24. Sajak Ice Cream......................................................... 25
25. Lelah ........................................................................ 26
26. Malam Rembulan...................................................... 27
27. Lara Hati ................................................................... 28
28. Sudut Kecewa ........................................................... 29
29. Rasa Tak Sampai........................................................ 31
30. Seseorang yang Tak Tergantikan ................................ 32
31. Salam Tak Sampai...................................................... 33
32. Bimbang ................................................................... 34
33. Pengantarku ............................................................. 36
34. Aurora ...................................................................... 37
35. Wanita...................................................................... 39
36. Sedikit saja................................................................ 41
37. Rindu di Perbatasan................................................... 42
38. Rasa Sakit ................................................................. 43
39. Luka dalam penantian ............................................... 44
40. Bungaku ................................................................... 45
41. Menerka................................................................... 46
42. Terima kasih pahlawanku........................................... 47
43. Aku Ingin Mengunjungi-Mu........................................ 48
44. Puisi Untuk Dua Bidadariku........................................ 49
45. Belajar Hidup ................................................................ 50
46. Pendidikan Wajahku.................................................. 52

ix
47. Ratapan Masa Lalu .................................................... 54
48. Rindu Ibu.................................................................. 55
49. Ikhlas Rinduku........................................................... 57
50. Diamku..................................................................... 58
51. Kabar Dari Ibu .......................................................... 60
52. Senja Di Gubug Kecil ................................................ 61
53. Bahasa Untuk Negeri................................................. 62
54. Gelombang Kecil ...................................................... 63
55. Hanya Sebatas Impian ............................................... 65
56. Kepada Tuhan ........................................................... 66
57. Sri Kandi Aceh.......................................................... 67
58. Nasihat Ibu untuk Anaknya ........................................ 68
59. Sajak Pelangi ............................................................ 69
60. Aku dan kamu adalah kita .......................................... 70
61. Narasi Hilang Asa ..................................................... 71
62. Tak Bertepi ............................................................... 73
63. Menualah Bersamaku .................................................... 74
64. Ketika Hutan Terkoyak.............................................. 76
65. Ibu ........................................................................... 77
66. Senandung Gadis Kecil Berkepang Dua...................... 78
67. Doa Ibu .................................................................... 80
68. Lemah ...................................................................... 81
69. Harapanku ................................................................ 83
70. Angin Surga.............................................................. 84
71. Miskin Hati............................................................... 85
72. Guruku, Pahlawanku ................................................. 86

x
73. Bebas ....................................................................... 87
74. Corona...................................................................... 88
75. Kerinduan ................................................................. 89
76. Harapan .................................................................... 91
77. Aku Pasrahkan Rasa................................................... 92
78. Kuberpasrah.............................................................. 93
79. Ironi ......................................................................... 95
80. Motivator.................................................................. 96
81. Penantian .................................................................. 97
82. Sobatku .................................................................... 98
83. Untuk Anakku........................................................... 99
84. Pasrah.............................................................................100
85. Ibu ..........................................................................101
86. Keindahan Tanah Pengabdianku................................102
87. Sanjung Mimpi ........................................................103
88. Seperti Seharusnya ...................................................104
89. Merelakan................................................................106
90. Tahajudku................................................................107
91. Sembilu ...................................................................108
92. Mahesa....................................................................109
93. Waktu Yang ku Khianati...........................................110
94. Rindu di Musim Kemarau .........................................111
95. Dear Ulfa.................................................................113
96. Asa yang Tergores....................................................114
97. Derita Negeriku........................................................116
98. Doaku......................................................................118

xi
99. Klandestin ...............................................................120
100. Senyum di Gerimis ...................................................121
101. Hujan ......................................................................122
102. Secangkir Kopi ........................................................123
103. Suara Hati................................................................124
104. Buka-Tutup..............................................................125
105. Sajak Negeri Hari Ini ................................................127
106. Balada Tikus Tua dan Petani .....................................129
107. Serpihan Hati ...........................................................131
108. Asaku ......................................................................132
109. Bayangan Pekat........................................................133
110. Bertahan Atau Melepaskan .......................................134
111. Mengejar Waktu.......................................................135
112. Surat........................................................................136
113. Mengapa Rindu ........................................................138
114. di Pojok Warung Penjual Tahu ..................................139
115. Indahnya Bertamu ....................................................140
116. Nona Kopi ...............................................................141
117. Semut ......................................................................142
118. Ternoda ...................................................................143
119. Senja Kala Itu .........................................................144
120. Menanti Malaikat Kecil ............................................145
121. Sahabat....................................................................147
122. Jogyakarta ...............................................................148
123. Belajar di Rumah .....................................................149
124. Jam Pelajaran Kosong...............................................150

xi i
125. Rindu seorang Ibu ....................................................151
126. Catatan bah yang melanda.........................................152
127. Kesepian yang Merenda............................................153
128. Terluka Mencintaimu ...............................................154
129. Lagu Rindu untuk Ayah ............................................156
130. Simponi di Ujung Senja .............................................157
131. Guruku ....................................................................158
132. Ibu ..........................................................................159
133. Semangatku .............................................................160
134. Rintik Hujan ............................................................161
135. Rapuh ......................................................................162
136. Ujian Nasional ................................................................163
137. Tentang Kamu .........................................................165
138. Pandemi...................................................................167
139. Seperti Cermin .........................................................169
140. Menangkap Senja ............................................................170
141. Ibu ..........................................................................171
142. Bayangmu ...............................................................172
143. Penjajah Tak Bernyawa ............................................173
144. Cinta yang Bertamu ..................................................174
145. Katanya ...................................................................175
146. Kabut terakhir ..........................................................176
147. Syair Luka ...............................................................178
148. Asmaraloka..............................................................179

xi i i
1
Cinta Seorang Ibu
Oleh: Noviatin

Ibu...
Dalam senyummu kau sembuyikan lelahmu
Dalam diammu kau sembunyikan sakitmu

Engkau berjuang memberikan yang terbaik untukku


Engkau memberi tanpaku meminta
Tak peduli jiwa yang kan tinggalkan raga
Engkau memberikan siraman kasih sayang
Yang tidak ada tandingannya

Terimakasih Ibu
Terimakasih telah menjagaku
Memberikan yang terbaik
Memberikan semua cinta tanpa putus asa

1
2
Damailah Negeriku
Oleh: Noviatin

Negeriku kini telah hancur


Rakyatmu tak peduli denganmu
Rakyatmu acuh denganmu

Kegaduhan terjadi dimana-mana


Perselisihan terjadi hanya karena hal tak bermutu
Rasa empati tak ada lagi
Negeriku sudah berubah

Sampai kapan negeriku menangis?


Mana negeriku yang dulu?
Yang penuh kedamaian

Sudah cukup negeriku menangis


Sudah cukup negeriku menjerit
Damailah negeriku Indonesia

2
3
Apa Kabar Indonesia?
Oleh: Nur Anif

Apa kabar Indonesia?


Apakah engkau baik-baik saja?
Kurasa demikian ...
Sebentar, tapi aku salah mengartikan
Perlahan, kubuka mataku lekat-lekat
Hidung tersumbat masih terselubung embun pagi yang
melekat
Aku menelisik,
Para demonstran menjeritkan salam ketidakadilan,
Tangan-tangan medis berjuang membasmi virus mematikan,
Dan kudengar seorang anak kecil diregas nyawanya,
Akibat laki-laki yang tak punya rasa kemanusiaan.
Sementara itu, para elit politik saling berkompetisi demi
kekuasaan.
Apa kabar Indonesia?
Apakah engkau baik-baik saja?
Semoga saja,
Suatu hari nanti, tentu akan kubuktikan
Bahwa aku, tak sehina dina mereka
Aku akan selalu menyapamu,
Dan akan kubuktikan bahwa kau memang baik-baik saja.

3
4
Aku Ingin
Oleh: Nur Anif

Aku ingin menjadi biji kopi,


Yang menyerbak aroma ketika disedu.
Aku ingin menjadi kunang-kunang,
Yang terbang di atas cahaya lampu temaram.
Dan aku ingin menjadi cahaya,
Yang memancar kesejukan ketika tanganku menengadah.
Aku ingin menjadi biji kopi
Yang disedu bersama kunang-kunang di atas
cahaya,
Lalu, berdoa mengaminkan inginku
Bersamamu,
Meramu rayu,
Menjaga malaikat kecilku.

Profil Penulis
Nur Anif, tinggal di desa Krakal, RT 01/02, Alian, Kebumen.
Saat ini bekerja di SMK Negeri Nusawungu, Kabupaten Cilacap
dan mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kritik dan
saran dari pembaca bisa dilayangkan kepada penulis melalui
nomor HP 083843921546 atau bisa melalui surat elektronik:
anifnur92@gmail.com atau bisa juga melalui media sosial
whatssapp dengan nomor 083843921546 dan instagram:
a_nif92.

4
5
Akhir Sepertiga Malam
Oleh: Nur Hidayah

Hening malam menyapa


Kala raga lelah, lelah yang mendera
Antara waktu yang mustajab
Mustajabnya munajat yang terpanjat
Insan yang menang
Menang dari bisikan setan
Membisikkan kenikmatan sekejab mata
Insan yang berjaya
Berjaya dari dekapan nafsu dunia
Merayu, mengarungi samudra bahagia sesaat
Memilih…
Bercengkrama dengan Sang Maha
Menumpah ruahkan
Segala harapan dan cita
Menghadiahkan….
Ampunan untuk diri berlumur dosa hina

5
6
Dua Sisi Dunia
Oleh: Nur Hidayah

Dunia itu surga


Jangan sia-siakan
Mumpung…, tak kan pernah terulang
Hidup sekali saja
Puaskan menikmatinya
Tak perlu aturan
Bak tali pengikat yang mengekang
Karena bagi sang pecinta
Dunia itu surga yang nyata
Dunia itu ladang
Waktunya menanam
Benih kebaikan dan ketakwaan
Waktu tak kan terulang
Jangan siakan hanya untuk kesenangan
Kesenangan sesaat
Bila kelak tiba waktu memanennya
Tak ingin penyesalan yang menyesak
Karena bagi yang mengerti
Surga akhiratlah yang abadi

6
7
Dia Zaminaa
Oleh: Nur Melisa

Nada-nada manis sudah terlahir


Menggema di dinding rumah setiap pagi
Dia sudah bisa berlari, oh lucu sekali
Perawakannya yang mungil, namun lincahnya bukan main
Giginya meringis dari senyumnya yang tipis
Aku mengajak dia berbicara dengan penuh cerita
Dia membalas dengan kicauan khasnya “Ya..! Ha..!”
Aku tidak bisa menahan tawa, dia sungguh ceria
Dia menggoda ku dan berkata “Ba!”
Dia mengajakku untuk bermain “Ciluk ba” ketika suara
marahku mengudara
Dia mengajariku untuk ikhlas berkarya…
Menemaniku sambil bekerja
Aku mengatakan padanya kalau aku sayang dia...
Dan dia mengangguk kepala
Aku berbisik pada semesta
Aku ingin dia selalu bahagia
Aku merayu pada Tuhan ku
Aku ingin dia selalu bersamaku

7
8
Anarki Bukan Solusi
Oleh: Nur Melisa

Ku dengar langkah kaki di sunyinya malam yang tak bertepi,


Menggebu-gebu karena terdorong sedikit emosi,
Emosi yang bisa meledak kapanpun tanpa menunggu sumbu
di sambar api,
Sedikit demi sedikikit teriakan berubah anarki,
Tanpa peduli darimana kita bangun semua ini
Keringat kita, pengorbanan kita seolah tak berarti,

Entah siapa yang harus ku bela, naluri atau nurani?


Siapa yang harus ku jaga, jati diri atau harga diri
Semua sudah berlalu silih berganti.
Tinggal kenangan yang seolah tak bertepi,
Hanya hayalan indah yang membekas di hati,
Semua sudah hancur karena ego yang berubah anarki,

Salah siapa? Sehingga yang harus menjadi korban adalah


negeri ini.
Biar saja kami yang meneriaki,
Walau hanya terdengar nyaring di telinga sendiri,
Paling tidak sudah berusaha untuk bersuara sekuat hati,
Dari pada hati timbul benci yang berujung emosi,
Tembok tak bersalah kami tulisi,
Batu yang terdiam terbang menghampiri,

8
Kenapa semua ini harus terjadi?
Apakah tak ada jalan selain anarki?
Kalau seperti ini siapa yang rugi ?
Jawabannya ada pada hati yang memiliki nurani.

Profil Penulis

Assalamualaikum, Hai perkenalkan nama saya Nur


Melisa, saya dari korea….koreangkobar hehe
banjarnegara, tinggal di desa yang mendaki
gunung…lewati lembah…sungai mengalir indah. Saya
lulusan S1 Bimbingan Konseling dan sekarang mengabdi
di SMK Negeri 1 Wanayasa sebagai guru BK tidak tetap.

“Moto: Persona tidak menjanjikan bahwa kamu telah tua


atau masih muda, kuncinya adalah bahagiakan dirimu
namun tetap shalihah.”

9
9
Ibu
Oleh: Nurcahya Wuryandani

Ibu adalah wanita yang hebat


Kau selalu jaga anakmu ini
Kau laksana sang surya

Ibu
Kau melahirkanku
Kau membesarkanku
Dengan pengorbaaan

Oh ibu
Kau selalu mendoaku
Kau yang ada disetiap aku sedih
Maafkan anakmu ini
Yang selalu merepotkanmu

Ibu
Aku sayang ibu
Sayang ibu selalu

10
10
Bidadariku
Oleh: Nurcahya Wuryandani

Dua bidadariku
Dia itu Raisha dan salwa gina
Bedanya empat tahun

Oh bidadariku….
Kau berdua cahaya di saat gelap
Karena gelak tawamu
Menyejukkan hatiku

Dua bidadariku
Kau harapanku
Kau kesayanganku
Kau adalah buah hatiku

11
11
Mahkota Terindah
Oleh: Nurkhanifah

Bergetar hati tanpa disadari


Gejolak jiwa tanpa kurasa
Antara suka, senang dan bahagia
Memenuhi relung jiwa yang hampa

Untaian kata keluar lembut dari lisanmu


Kata yang menghapuskan batas diantara kita
Tuhan menjadi saksi sebuah ikatan
Dalam bingkai hubungan yang dihalalkan

Seketika duniaku pun berubah


Kewajiban pun bertambah
Status baru melekat begitu indah
Istri solehah
Bidadari surga
Mahkota mulia setiap wanita

12
12
Indahnya Sepertiga Malam
Oleh: Nurkhanifah

Hembus angin malam meratap


Menembus dingin tulang belulang
Suasana tenang tentram
Kau sapa jiwa-jiwa penuh harap

Dalam ketidakberdayaan
Aku ceritakan semua beban derita
Aku tumpahkan semua rasa dijiwa
Aku hempaskan diri penuh dosa
Tenggelam dalam belaian Sang Pencipta

Aku rapatkan jari-jemariku


Aku panjatkan untaian do’a pengharapan
Aku nikmati indahnya waktu sepertiga malam
Hingga waktu fajar menjelang

13
13
Jiwa Manusia
Oleh: Nurul Chusniah

Jika cinta tak lagi ada


Ingatan pun penuh prasangka
Wajah yang penuh dusta
Air muka pun tak lagi ceria

Masukan dan nasihat tak lagi melekat


Angkara bercokol dalam jiwa yang berkarat
Norma agama tak lagi terpatri dalam diri
Urusan pun jadi tak terkendali
Segala rasa jadi binasa
Indahnya tak lagi terasa
Ah, manusia…

14
14
Pucat
Oleh: Nurul Chusniah

Bapak…
Anakmu kini tak lagi sendiri
Meratapi nasib yang entah sampai kapan berhenti
Menanti jejak-jejak kaki pujaan hati

Hari ini…
Dengan kuasa ilahi
Sang pangeran berdiri di pintu hati
Tuk melamar anakmu yang sudah tak lagi suci

Profil Penulis
Nurul Chusniah, lahir di Surakarta 19 Maret 1966. SD hingga
SMA dihabiskan di Kota Kertosono. Kuliah S1 Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Kini mengajar di SMP Negeri 1 Kawunganten.

15
15
Dear Ayah
Oleh: Panji Pradana

Tanpa mengeluh adalah ambisimu,


Pantang menyerah adalah candumu,
Dan pekerja keras adalah semangat mu ...
Fajar yang beku adalah tekad mu,
Bercengkrama dengan rasa lelah seperti bermain air bagimu
Jiwa yang penuh tekad dan tanggung jawab adalah beban
mulia
Yang engkau taruh dalam lubuk hatimu ...
Ayah, Engkau sungguh manusia terhebat ku

16
16
Dia
Oleh: Panji Pradana

Sejak hadirnya,
Perasaan yang dulu hancur bagaikan serpihan abu
mulai kembali utuh,
Layaknya kepompong yang menjadi kupu - kupu
Dan sejak hadirnya ...
Tawa ku yg dulu hilang telah kembali ,
Secepat seperti dilahirkan lagi,
Oleh seungkap hal sederhana yang buat ku bahagia
Tuhan, terima kasih ...
Telah mengirim sosok sehebat dia

17
17
Mempertemukan Rindu
Oleh: Prastyo Condro Saputro

Aku ingin berjalan bersamamu


Dalam gelap dan derasnya hujan
Agar kita berdua terkuyupi oleh rindu-rindu yang turun dari
angkasa
Menghujam deras seiring rinai air mata rindu yang tertahan
dengan kehadiran

Aku ingin berjalan bersamamu


Dalam riuh dan ramainya kota
Agar semesta menyaksikan kita yang telah ditunggu lama
Dan tak sengaja meninggalkan dunia dan kesibukannya
karena ada dia

Aku ingin berjalan bersamamu


Meninggalkannya, dan datang kepadamu
Membawa segudang rindu
Dilain waktu~

Cilacap, 2020

18
18
Merapalmu
Oleh: Prastyo Condro Saputro

Kau adalah ilham dari masa lalu


Bermula repihan debu yang mengharu
Menyatu menjadi angan abadi
Pemecah hening sepi

Kau adalah ilham dari masa lalu


Telah tetap dalam abangga di sini
Dating dengan angan abadi itu
Tanpa melihat dengan sebelah mata
Menjadikanku ingin
Ingin berabadi dengan sosok itu
Yang tersimpan rapi sebagai ganjaran
Betapa sabar menunggu dalam istiqomah,
Namun kan indah di waktunya

Cilacap, 2020

Profil Penulis
Prastyo Condro Saputro, lahir di Jakarta, 29 Maret 1994. Saat
ini, ia mengajar Bahasa Indoneisa di SMK Boedi Oetomo 2
Gandrungmangu. Ia tinggal di Perumahan Tegal Asri, Cilacap
Selatan. Selain menulis, ia juga menyukai olahraga terutama
sepak bola dan mendaki gunung.
Email: pcsaputro@gmail.com.

19
19
Anak Laut
Oleh: Siti Khaniroh, S.Pd.I

Anak kecil bermain di tepi laut


Tertawa, bercanda ria, berbinar dalam tawa
Dan menari di gulungan ombak putih

Aku berlari di kolong langit biru


Menjemput burung yang terbang tinggi
Menghampiri nyiur yang bergoyang melambai

Oh, indahnya alam dunia ini


Oh, lepasnya hati dalam beraspirasi

Ku bersujud,
Dan tak henti memuji keagungan alam
Ciptaan Illahi Robbi

Aku tak lagi anak kecil yang berlari


Dan tertawa bercanda dengan paman nelayan
Di tepi pantai penuh kenangan

Tapi hatiku terus hidup


Di taman impian dan
Demi menggapai suatu harapan

20
20
Menang
Oleh: Siti Khaniroh, S.Pd.I

Jangan biasakan hidup selalu menyerah


Pasrah dan gundah
Tidak dapat melangkah lagi
Dan untuk kalah lagi

Kenapa hatimu mudah berputus asa


Dan larut dalam duka nestapa
Tanpa cita-cita

Perjalanan manusia bukan bulan purnama


Juga bukan seindah jalan ke roma
Yang tak kenal badai dan goda serta coba

Apa yang harus aku katakan


Hidup itu milik mereka yang bertahan
Dalam pedih dan harapan
Dalam kering dan kemakmuran
Kita harus menjadi kaum yang menang

21
21
Sang Pejuang
Oleh: Muhituni’am, S. Pd. I

Di bawah teriknya matahari


Kulihat sang pejuang sangat kuwat
Tertatih membawa beban
Di atas bumi yang ia jalani

Pandangan hina yang ia terima


Tapi tak pernah ia hiraukan
Senyumnya penuh dengan ketulusan
Seakan hidup tanpa beban

22
22
Belahan Jiwa Ku
Oleh: Muhituni’am, S. Pd. I

Di kala dua hati saling menyapa


Getaran hati tercipta menghantarkan rasa
Bagaikan misteri yang terpecahkan
Begitulah dua hati yang saling memadu cinta

Walaupun benih-benih cinta penuh rintangan


Keihlasan jiwa menghantarkan sebuah kesetiaan
Seakan hempasan ombak menghadang
Begitulah dua hati yang saling terikat cinta

23
23
Pesan Hujan
Oleh: Retno

Kalau saja aku mampu


Menerbitkan matahari di kala hujan
Berharap pelangi kan menari
Kegirangan…

Sudah lama beku,membisu


Kau dekat tapi jauh
Kuraba tak terasa
Jiwaku dan jiwamu kini hampa

Gemericik air hujan adalah suara hatiku


Riuh tapi tak terdengar olehmu
Dengar, dengar dan rasakan
Setiap tetesnya membawa pesan untukmu

“jangan sembunyikan rindu itu”


“karna degup kita masih seirama”
Tunggulah pesan hujan malam nanti
Biar kutemani membacanya
Sampai malam berganti pagi.

Ret_nov2020

24
24
Sajak Ice Cream
Oleh: Retno

Untuk ketiga buah hatiku


(syafiq,talita,rayyan)
Aku ingin menjadi ice cream
Cantik seperti pelangi
Lembut bagaikan sutra
Menyelimuti tubuh-tubuh mungilmu

Aku ingin menjadi ice crem


Yang aromanya bak wangi surga
Manisnya seperti janji Tuhan
Yang kan memberimu bidadari di dunia ini

Tapi aku bukan ice cream


Rapuh,meleleh kemudian hilang
Aku adalah ibumu
Yang kan menenangkan jiwa,
Mendamaikan rasa,
Menyejukanmu di kala panas dunia menyapa.

Ret_nov2020

25
25
Lelah
Oleh: Ratimah

Kemana pergi
Tak ada tujuan kini
Dimana diri
Tak ada yang mencari dan dicari
Tak ada yang menanti dan dinanti
Sepenggal asa yang pernah kau tulis di angkasa
Telah kau pindah ke bawah
Jauh ke bawah
Dan telah berujung…..
Lelah

26
26
Malam Rembulan
Oleh: Ratimah
Pertemuan kita telah usai
Meski anganku belum tersampai
Aku seperti lalai
Dan waktu pun tergadai

Ku kan bersemayam
Tinggalkan kamu dalam kegelapan
Lekat dalam ingatan
Cahayamu menyorot di kegelapan

Malam rembulan..
Moga esok kita jumpa..
Dalam saat yang beda
Namun tetap sama

Aku dan kamu akan bercerita


Tentang semua
Yang telah kita lewati
Bersama

Profil Penulis
Ratimah, biasa disapa Imah, adalah seorang guru Sekolah
Dasar kelahiran Sukoharjo, 8 Mei 1973. Hobinya menulis sejak
kecil untuk mengekspresikan rasa yang ada dalam jiwanya.
Pernah menuliskan beberapa karyanya dalam sebuah platform
online wattpad dengan nama pena @imahbunda.

27
27
Lara Hati
Oleh: Ratna S.

Kau datang padaku dengan kasih


Ketika aku belum bisa menyayangi
Kau ajari aku mengasihi
Laksana hembusan angin pada daun
Semilirnya menyapa
Nyaris membuatku lupa pada kecewa yang dulu kurasa
Kau yakinkan aku, mencintaiku dengan caramu
Kuyakinkan jiwa, menitipkan hati untuk kau menjaganya
Namun
Semilir angin mulai membawa resah
Pada sikapmu yang kembali mengingat dia
Yang membuatku terluka
Tak mengapa
Andai sayangku tak bisa menyatukan rasa
Biarlah aku mengalah dalam lara.

Karimun, 25 Oktober 2020

28
28
Sudut Kecewa
Oleh: Ratna S.

Kupersilakan kau menempati ruang hatiku


Bersama mengukir harapan dan bahagia
Pada dinding hati yang merona
Hingga kuterlupa tak mempersiapkan sudut kecewa
Tempat untuk kumeraung pilu
Aku berani menyajikan rasa di atas percaya
Karena kuterlanjur menaruh harap bahagia
Yang tidak semuanya berjalan di atas harapan jiwa
Sungguh tak kusangka
Semua yang kuberikan tak kau balas dengan setia
Kau hapus lukisan bahagia dengan luka
Genggaman harapan telah luruh dan jatuh
Bersama dengan titik air mata
Ruang hatiku telah kau hancurkan
Badai penghianatan telah memporak-porandakkan
Kau tinggalkan aku tanpa sudut untuk kumengadu.

Karimun, 26 Oktober 2020

29
Profil Penulis
Ratna Sulistyowati, yang akrab disapa ‘Mbak e’ lahir di
Wonogiri 39 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 23 Mei
1981. Menyelesaikan pendidikan S1 di FKIP Universitas
Muhammadiyah Surakarta adalah pilihannya. Hobi
melamunnya telah membawa pada dua buku kumpulan puisi.
Buku karya pertamanya telah diterbitkan dengan judul “
Renjana di Langit Wonogiri” (Pena Indis, 2019).

E-mail : ratnaaelani@gmail.com
Facebook : Ratna Zeyla

30
29
Rasa Tak Sampai
Oleh : Rendy Pamungkas

Akankah cinta ini hanya sesaat untuk ku rasa


Akankah kasih ini tak kau rasa sepenuhnya
Dan haruskah
Cinta ini ku tinggalkan
Mungkinkah cinta ini sia-sia
Harapku adalah tuk memilikimu selamanya

Apakah cintaku hanya sebatas lilin


Yang akan menyinarimu hanya untuk sesaat
Apakah cinta ini hanya sebatas mimpi
Yang akan kau rasa saat kau terlelap sepi

Mungkin. . .
Semua akan berubah begitu cepat
Dan takkan lagi bersatu.

Cilacap, 31 Oktober 2020

31
30
Seseorang yang Tak Tergantikan
Oleh : Rendy Pamungkas

Banyak kisah pahlawanmu yang seseorang ceritakan


kepadaku
Kisah nyata yang engkau alami pada masa kecil
Hidup yang begitu keras seperti halnya batu

Tetapi kau terus berusaha seorang diri untuk bertahan hidup


Engkau yang terus menerima hinaan dari setiap orang
Tetapi engkau selalu menerimanya
Dan menjadikan kekuatan hidup

Ejekan, hinaan, sampai tak dianggap oleh seseorang


Betapa sakitnya hinaan pada waktu itu
Tetapi . . .
Engkau tetap tegar, terus mengayuh dan mendorong hidup
Supaya di masa yang akan datang lebih baik dari masa lalu
Terimakasih atas pengorbananmu.

Cilacap, 31 Oktober 2020


Profil Penulis

Rendy pamungkas, lahir di Cilacap 20 Oktober 1997.


Hobinya adalah menulis puisi, sepak bola, catur, dan fotografer.
Saya anak ketiga dari tiga bersaudara. Saya buah dari
pasangan Suyanto dan Darsiti.

32
31
Salam Tak Sampai
Oleh: Rifngati

Pernah kutitipkan salam pada angin


Yang berhembus dengan malu-malu
Tentang sebuah rindu …
Rindu akan kedamaian sebuah negeri yang damai
Di mana setiap ruh yang berwujud tersenyum sumringah
Bebas melambungkan semua asa…harapan..dan cinta
Pernah kutitipkan salam pada mentari
Agar ia tak terik kejam tapi hangat yang mendamaikan
Agar semua makhluk yang bernama manusia dapat merdeka
Dengan segala harap dan pinta yang terwujud
Tapi….mungkin salamku tak pernah sampai…
Atau mungkin salamku hanyalah ilusi kosong
Yang aku tau kini..
Nyatanya negeri yang kuimpinkan kini luka
Berkoreng dan bernanahMembusuk dan menyengat
Bahkan ribuan lalat berdengung pongah mengerubuti, dengan
penuh kepuasan
Bah…melihatpun aku begah
Sampai napas terengah-engah seperti meregang nyawa
Tapi, sepertinya malaikat pencabut nyawa masih belum dapat
perintah
Untuk mencabut nyawa jiwa -jiwa yang sudah lelah
Pada negeri yang hancur bedebah
Yang entah kapan akan bisa berubah
Dan…semoga saja

33
32
Bimbang
Oleh: Rifngati

Membebaskan mungkin tak mudah


Tapi ,terikat tanpa asa jauh lebih susah
Lalu…buat apa kita berharap pada surya..
Kalau iya saja tak pernah ada di waktu gelapnya malam
Pada…bulan?
Sama saja dia…apalagi dia pemalu dan hanya menampakan
indahnya
Di tengah bulan yang belum tentu hati saat berbunga
Sudah…berdirilah dengan kokohnya kaki dan jiwa sendiri
Tak perlu berpegang meminta-minta
Karena jiwa belum tentu berhati
Lepas…lepaskan saja apa yang kau tak suka
Bebas..bebaskan saja semua gundah yang tak berfaedah
Buat sedikit jiwamu berdendang riang
Meski kau tak tau apa yang kamu harapkan
Dalam rumitnya kebimbangan
Cukup kau tau pada siapa semua berpulang
Semua yang ada dalam permainan kehidupan
Satu jalan…satu pegangan..satu tujuan
Dialah ….Tuhan
Satu -satunya harapan
Dalam dua kehidupan

34
Profil Penulis
Saya dilahirkan di sebuah desa kecil dipinggiran kota kecil
yang bernama Gombong. Terlahir sebagai anak nomor 3 dari
pasangan Abdul Jalil dan Ibu Yumniya. Menikah pada tahun
2002 dengan Puji Handoko. Memiliki dua anak, laki-laki dan
perempuan. Nama anak laki-laki Habib Aulia Raihan dan Nadia
Islamica Raihan. Pendidikan terakhir s1 PGSD. Sekarang
mengajar di sebuah sekolah dasar di Kecamatan karanganyar,
tepatnya di SD N 1 Pohkumbang Karanganyar.

35
33
Pengantarku
Oleh: Rini Rahmawati

Detak dua jarum jam


Iringi setiap langkahku
Menyapa tetesan embun pada rerumputan
Bersahabat dengan legamnya aspal jalanan

Si roda empat
Setia mengantarkanku
Ke tempatku menimpa ilmu
Di sebuah universitas cita-cita masa kecilku

Tiap hari kau tak lelah menyambutku


Bersama berpasang-pasang kaki aneka tujuan
Menggapai asa
Melanjutkan hidup

Pagi ini…
Kau tampak berbeda
Sekawanan mata asing menatapku
Penuh tanda tanya
Aku menghela nafas kecewa
Sangat kecewa…
Kau tak membawaku serta
Hari ini engkau disewa
Tertulis Bus Pariwisata

36
34
Aurora
Oleh: Rini Rahmawati

Semampai seorang dara


Dengan senyumnya yang memikat rasa
Sepasang mata laksana mutiara
Jemari lembut berjuta daya

Hatimu bercahaya
Pesona kemuliaan karya
Uluran tangan memeluk jiwa-jiwa yang hampa

Tersakiti…
Tetap tegar
Kokoh berdiri

Cahayamu istimewa
Nadimu penuh warna
Hijau, ungu, jingga

Hanya elang bersayap emas


Yang sanggup memenangkan
Sang bidadari dalam dekapan

37
Profil Penulis

Rini Rahmawati, di Sukoharjo pada tanggal 16 Maret 1984.


Pendidikan terakhir penulis adalah S1 P.IPS (Pendidikan
Ekonomi) Universitas Sebelas Maret. Saat ini penulis bertugas
di SMP Negeri 4 Sukoharjo sebagai guru IPS. Buku yang
pernah ditulis adalah novel berjudul Aurora dan buku
pendidikan dengan judul LITERASEANA (Sebuah Literasi
Tentang ASEAN).

38
35
Wanita
Oleh: Ririn Retnawati

Wahai wanita,
Kau seumpama perhiasan terindah di dunia
Menarik pandang setiap mata
Menarik ingin semua massa

Wahai wanita,
Kau layaknya penyelamat masa depan
Banyaklah berilmu agama
Tebarlah kasih ikhlas dan kebaikan
Terhadap seisi bumi sekalian

Wahai wanita,
Genggam kuat syariat
Tutup auratmu, jaga lisan dan perhiasanmu
Jauhi tabarruj dan menunduklah
Jadilah wangi tapi bukan karena parfum
Jadilah cantik tapi bukan karena riasan
Jangan sibuk mempercantik diri tapi lupa ibadah
Karena di surga tidak ada pintu bertuliskan “Khusus wanita
cantik”

39
Sadarlah akan keindahanmu
Sadarlah akan kewajibanmu
Sadarlah akan bahaya fitnahmu
Sadarlah dengan yang semu
Sadarlah jangan sampai jemu

Wahai wanita, jadilah cerdas dan pemalu


Muliakan diri dengan akhlak dan ilmu

24 Oktober 2020

40
36
Sedikit saja
Oleh: Ririn Retnawati

Sedikit saja,
Sempatkan pegang kitab-Nya
Senangkan hati membukanya
Merdukan suara membacanya
Hayati maknanya dan amalkan isinya

Sedikit saja,
Desahkan istighfar
Di sela nafas, di sisi sempat

Sedikit saja,
Lantunkan tasbih, tahmid, dan takbir
Atas semua nikmat, sehat, dan sempat

Sedikit saja,
Resahkan kematian
Waspadakan atas semua perbuatan
Minimalkan kesalahan
Perbanyak bekal dan amal kebaikan

Sedikit saja,
Renungkan hakikat kehidupan
Tidak ada yang kebetulan
Hidup adalah pilihan
24 Oktober 2020

41
37
Rindu di Perbatasan
Oleh: Ririn Retnawati

Sekian lama tak bersapa


Menengok alam di masa muda
Menilik hati yang pernah berpaut
Mengusik kabar angin bersambut
Menyiram kuncup merebak riak
Menggelombang menerjang
Pusaran dosa terselubung
Menggoyah relung
Menggulung mahligai bahagia

Rinduku
Menggelayut di riuhnya rutinitas
Mengetuk di harmonisnya keluarga
Menggelantung di tingginya angan
Mengangkasa
Menunggu kembang tak bertuan

Namun rindu beradu ragu


Hilang menyusut
Menyisa sesal
Malu mengendap

24 Oktober 2020

42
38
Rasa Sakit
Oleh: Rohmahwati

Bila rasa sakit datang mendera


Tubuh terasa ngilu, lelah serta menggigil
Lidahpun pahit tak mampu menelan

Cobaan kan selalu datang pada setiap hamba yang beriman


Menguji manusia sesuai dengan takaran kemampuan
Agar mereka bersujud dan menunaikan kewajiban
Sebagai insan yang bertuhan

Sakit kan terasa menyiksa,


Jika kau hanyut dalam buruknya perbuatan
Namun bila sakit itu kau rasakan dengan penuh kesabaran
Kau rasakan penuh keikhlasan
Niscaya Sang Maha Kuasa pun akan membuka lebar pintu
ampunan

43
39
Luka dalam penantian
Oleh: Rohmahwati

Hujan turun lagi.....dan lagi...


Air sungai pun dapat mengalir kembali
Anak-anak pun bersorak menyambutnya
Tertawa serta mandi bersama teman sebayanya

Hujan turun lagi...dan lagi...


Membuat tanah lapang becek serta berlumpur
Anak lelaki pun riang gembira bermain bola serta beradu
lumpur
Senyum ku pun terkembang melihat canda mereka
membaur
Aku bersama penantianku di ujung senja ini
Menunggu kekasih yang entah kapan akan kembali
Namun ku selalu berharap kuncup bunga kan mekar pada
saatnya
Begitu pula harapanku, bahagia selamanya kan tercipta

Ingin rasanya ku menyatu dengan hujan


Dan merasakan dinginnya hantaman kerinduan
Agar tiada orang tau setiap tetes kepiluan yang kurasakan
Dan pedihnya menahan luka dalam penantian

Profil Penulis

Rohmahwati, S.Ag., lahir di Cilacap, 10 Juli 1975. Seorang


guru Pendidikan Agama Islam

44
40
Bungaku
Oleh: Rokhmaniyah, S.Pd.I

Warnamu merona
Menyejukkan mata
Meneduhkan jiwa

Saat pagi kau berayun ditiup angin pagi


Sinar matahari menambah kecantikanmu
Kala mentari menuju tenggelampun
Kau masih fasih menyuarakan lembayung sore’

Kau benar-benar mendatangkan ketenanganku


Membuatku duduk berayun di kursi malas
Sambil menghitung kemurahan Tuhan

45
41
Menerka
Oleh: Rokhmaniyah, S.Pd.I

Siapa dia
Tak rupawan
Pun seadanya

Bukanlah siapa
Sangka manusia
Tak ada guna
Dendang hati yang melihatnya

Salah kaprah pada pemandangan kita


Yang baik rupa saja yang mulia

Tapi Tuhan menerima siapa saja


Yang datang membawa kesalihannya

46
42
Terima kasih pahlawanku
Oleh: Romelah, S. Pd. AUD

Karena jasamu aku bisa


Hidup di ujung barat hingga timur
Tanpa takut dan gugup

Kau rela lelah demi aku


Kau luangkan waktu demi aku
Tenaga dan pikiran kau curahkan
Demi membimbingku

Berkatmu indonesia berilmu


Mengepak sayap melesat langit
Berkatmu indonesia bisa jaya
Menembus zaman hingga canggih
Terima kasih Guruku
Kau lah pahlawanku

47
43
Aku Ingin Mengunjungi-Mu
Oleh: Rusyanti S.Ag
(SMP N 1 Karangpucung)

Di sini
Di hati ini
Bergemuruh asa, satu demi satu saling berkejaran
Berlompatan saling mendahului
Asa itu semakin menjadi, semakin tertancam kuat di
sanubari

Hati ini merindu


Mengunjungi tanah harapanku
Mengunjungi tanah suci-MU
Mengunjungi tanah kebanggaan-MU
Mengunjungi rumah-MU

Namun apalah dayaku


Sayap sayapku belum mampu…
Menembus gunung yang menjulang
Melewati lautan yang membentang

Hijrahkan rizki-MU ya Robb


Sibakkkan tirai penghalang
Agar aku bias bertamu ke rumah-MU
LABAIKALLUHAMMALABAIK….

48
44
Puisi Untuk Dua Bidadariku
Bidadari bidadariku
Masih terbayang jelas dalam ingatanku
Ketika melahirkan kalian,meregang nyawa,totalitas pasrah
kepada yang kuasa
Segunung rasa syukur ,membuncah menemani kedatangan
kalian ke dunia

Masih melekat kuat dalam ingatan


Saat pertamakali kalian mengucap kata,memanggilku,,,
Saat pertama kali kalian tertatih menapakan kaki kelantai
Saat pertama kali kalian bermain berkejaran
Saat pertamakali belajar mengeja huruf huruf Al quran
Saat pertama kali menggunakan baju seragam

Kini…
Kalian telah dewasa nak
Do a yang kuberikan lewat nama semoga bisa terwujud
Menjadi putri yang beruntung
Menjadi putri yang sempurna
Aamiin…

49
45
Belajar Hidup
Oleh: Satar, S. Pd.

Belajar kehidupanku
Buku kehidupanku
Sekolah kehidupanku
Kehidupanku yang abdi di dunia
Semangat belajar adalah semangatku

Belajar untuk menuntut ilmu


Ilmu pengetahuan harapan utama
Ilmu sosial impian hidup bermasyarakat
Belajar, belajar, belajar dan belajar
Tanpa belajar hidup tidak berwarna
Tanpa belajar hidup sangat hampa

Jurnal belajar
Rangkuman kehidupan manusia
Dari kecil hingga dewasa
Dari tidak bisa menjadi bisa
Jurnal belajar alias buku kehidupan
Gambaran hidup di dunia

Belajar, buku, dan sekolah


Pola kehidupan dalam belajar
Sekolah sarana berteduh belajar
Dingin, panas, sejuk semangat membuka buku ilmu
Wahai sekolah rumah abadiku
Kan kuingat pengabdianmu

50
Semangat, semangat dan semangat
Ilmu itu kekal
Ilmu itu abadi
Jangan kau sia-siakan
Demi masa depanmu
Demi hidupmu
Di sela-sela menghadapi tua
Dan masa lampau menghujung uzur

51
46
Pendidikan Wajahku
Oleh : Satar, S.Pd

Hidupmu tersusun wajah-wajah abadi buku


Kerutan wajah bagian pena yang menjulur
Pendidikan baju kehidupan seorang anak manusia
Dasar pokok, problematika lanjut ideologi
Positif, negatif, sensitif hiruk-pikuk dalam hidupmu

Pendidikan
Jika kau hidup dalam sanubari
Kulihat kau dalam kacamata mimpi
Seru, mandiri tak berair mata
Gagasan dari seluk-beluk terjadi
Kau tampilkan dalam wajah-wajah sepi

Murid tampilan fase kehidupanmu


Walau hanya sekilas batas di tengah sepi
Aku bangga dengan bola mata pancaran
Pancaran ilmu wujud pendidikan inti

Kau tak berkeluh


Kau tak berkilah
Hidupmu lari ke depan
Walau jalan berkelok sepi

52
Wahai ilmu yang jelita
Kehidupan pendidikan sejati
Diantara sepi dan riuh
Kau tak akan lari pergi

Pendidikan
Kehidupan
Yang akan terus abadi

Profil Penulis

Satar, S.Pd, Penulis adalah seorang guru mata pelajaran


Bahasa Jawa di SMP Negeri 2 Kalimanah Kabupaten
Purbalingga. Sampai saat ini penulis sudah menghasilkan
beberapa karya berupa 10 artikel ilmiah populer yang terbit
pada media masa baik lokal maupun regional dan ada juga
yang terbit pada media masa nasional. Disamping juga 3
antologi puisi, Cerpen dan geguritan juga sempat pula
diciptakan dan sudah diterbitkan. Alamat penulis berada di
salah satu desa terpencil di wilayah Kabupaten Banyumas,
yaitu Desa Klinting RT 2 RW 2, Kecamatan Somagede,
Kabupaten Banyumas.

53
47
Ratapan Masa Lalu
Oleh: Siti Fatimah

Kuambil selembar kertas putih


Kugoreskan beberapa garis tipis
Garis itu menjadi hitam
Kuhapus garis-garis itu
Kutorehkan garis-garis tipis
Berulang-ulang dengan berbagai warna
Me ji ku hi bi ni u…
Terlihat begitu indah, bagai pelangi yang datang
Mengiringi cahaya setelah hujan pergi
Semua mata tertuju padanya
Berdetak kagum pada Sang Pencipta

Kutengok ke belakang
Kuratapi masa laluku
Ternyata begitu gelap
Seakan tak ada cahaya
Kumenunduk berbisik pada Sang Kuasa
Memohon ampun atas segala dosa
Dalam hatiku kubertekad
Tak akan mengulangi salah lagi
Walau pelan-pelan
Kuakan warnai hidupku
Dengan berbagai kebaikan
Semoga aku bisa memberi manfaat

54
48
Rindu Ibu
Oleh: Siti Fatimah

Di penghujung jalan
Kutatap ke arah kanan
Tempat dimana kamu akan datang
Walau debu beterbangan
Walau panas matahari begitu menyengat
Tak aku hiraukan
Tiba-tiba langit menghitam
Diiringi sapaan sang petir
Satu persatu tetesan air hujan turun
Membasahi tubuhku
Walau basah sekujur tubuh
Tak terasa dalam kalbuku
Harapanku
Kau akan datang
Dengan wajah penuh senyum
Kau julurkan tanganmu
Akan kugenggam erat tanganmu
Dan kupeluk erat dirimu
Bertahun-tahun kita tak jumpa
Begitu rindu diri ini
Menantikan dirimu
Wahai ibuku datanglah
Kurindu dekapan hangatmu
Yang membuat hatiku damai

55
Profil Penulis

Siti Fatimah, S.Pd. lahir di Banyumas, 15 Februari 1987.


Sejak tahun 2013 menjadi pengajar di SD Negeri Mujur
04, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Sebelumnya
mengajar di SD Negeri Mulyadadi 02, Kecamatan Cipari,
Kabupaten Cilacap.

56
49
Ikhlas Rinduku
Oleh: Siti Fatimah, S.Pd.I

Aku hanya mampu membalut rinduku


Dengan doa keikhlasan hati
Bukan mainan semata
Ketika kuyakin dengan segala kejujuran rasa

Namun aku juga tiada berdaya


Diantara riak rasa
Hanya mampu berserah tanpa bicara

Tuhan
Peluklah rinduku di dalam keabadian
Keagungan-Mu
Di mana aku bicara
Di mana aku mengadu

Rasa cinta dan rinduku pada-Nya


Dihadapan-Mu
Dengan keikhlasan yang menguatkanku

57
50
Diamku
Oleh: Siti Fatimah, S.Pd.I

Hari demi hari


Bulan ke bulan
Tahun ke tahun
Aku bertahan menahan sabar
Sedayu mungkin...

Tapi aku insan yang lemah


Tabah kesabaran mana mungkin bertahan
Apakah daya tahan tangisan
Yang mampu kulakukan
Di luar senyuman dan senda gurau

Diamku bukan mengalah


Diamku untuk mancari ridha
Diamku bukan membenci
Diamku untuk ketenangan saja

Biarlah orang buat aku


Jangan sekali aku buat orang
Aku serahkan segalanya pada takdir
Aku percaya ada hikmahnya di balik peristtiwa

Dan aku percaya


Allah bersama orang yang penuh sabar penuh ridha

58
Profil Penulis

Siti Fatimah, S.Pd.I., seorang guru PAI di SD Negeri


Kesugihan Kidul 01. Asal dari Kesugihan Kabupaten
Cilacap Provinsi Jawa tengah.

59
51
Kabar Dari Ibu
Oleh: Siti Hajiyati

Pergi ke dunia luas anakku sayang pergi ke laut bebas


Selama angin masih angin pertiup dan matahari
Menyinari daun-daunan dalam rimba dan padang hijau
Pergi ke laut lepas,anakku sayang pergi ke alam bebas

Selama hari belum petang warna senja belum kemerah-


merahan
Menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar dan elang laut pulang ke sarang
Angin bertiup ke pulau

Tiang-tiang kering sendiri nahkoda sudah tahu pedoman


Boleh engkau datang padaku
Kembalilah pulang anakku sayang
Kembali ke balik malam jika kapalmu telah rapat ke tepi

60
52
Senja Di Gubug Kecil
Oleh: Siti Hajiyati

Kali ini tidak ada yang mencari anak


Diantara semak-semak yang ada di samping rumah
Bambu-bambu kecil menghiasi indahnya permadani
Hari semakin senja burung-burung kembali ke sarangnya

Gerimis mempercepat kelam ada juga kelepak elang


Menyinggung muram desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan
Tidak bergerak...
Dan kini tanah dan air tidur hilang tertiup angin

Tiada lagi aku sendiri, berjalan


Menyisir di perbukitan dengan suara air gemricik
Sekali sampai di hamparan bukit yang luas
Dari kaki gunung sendu penghabisan bisa terdekap

Profil Penulis

Siti Hajiyati, lahir di Kedungpuji Gombong, tanggal 15


September 1963. Lahir dari seorang ibu nama Hajiatun dan
ayahnya bernama Kartawijaya, kegiatan sehari-hari berdagang
di pasar Karangayar. Kedua orang tua sudah meninggal, ibu
meninggal dunia tahun 2000 dan ayah meninggal dunia tahun
2010. Menikah tanggal 6 Desember 1986, di Desa Kedungpuji
dengan suami bernama Munawii, dan memiliki 3 anak. Penulis
lulusan S.1 mengajar di SD NEGERI 1 Pohkumbang.

61
53
Bahasa Untuk Negeri
Oleh: Siti Musyarofah

Hanya untaian makna dan aksara


Namun mampu menunjukkan bangsa
Hanya olahan kalimat
Namun mampu mengguncang dunia

Bahasa adalah senjata


Bahasa adalah pengingat
Bahasa adalah tali pengikat
Dan bahasa adalah pertiwi

Ia mampu mencerai berai kedamaian


Hanya dengan sedikit kata
Tanyakan pada sang proklamator kita
Bagaimana ia mengguncang dunia

Melahirkan tanah air pusaka


Tujuh puluh lima tahun sudah negeri ini berdiri
Dengan beragam kekayaan budaya
Dari Sabang sampai Merauke
Dari Miangas sampai Pulau Rote

Tetap satu dalam balutan Bhinneka Tunggal Ika


Hai … Kamu …
Jangan buat pertiwi terseduh lagi
Jangan buat darah tertumpah lagi
Jangan buat angkasa menghitam kembali

Tenangkan dia dengan santunnya bahasa ibu


Tetap satu tekad, satu nusa, satu bangsa, satu bahasa
Indonesia

62
54
Gelombang Kecil
Oleh: Siti Musyarofah

Gelombang kecil pecah di ujung pantai


Membasuh lukisan hati bersanding sepasang kekasih
Hilang bentuk musnah bersalin buih
Menghapus habis simpul-simpul hati

Ksatria ksatria pengemban amanah


Gelombang kecil pecah di pantai

Tiada duka pun sesal


Karena ….
Gelombang itu harus ada
Karena ….
Gelombang itu dinamika

Kekuatan alam penghapus tabir


Tampak jelas tiada batas siapa, apa, bagaimana

Gelombang pecah di ujung pantai


Sisakan buih bias menghias harapan
Di balik gelombang mutiara tampak

63
Profil Penulis
Siti Musyarofah, S.Pd.SD., lahir pada tanggal 31
Desember 1983 di Cilacap. Sekarang, bertempat tinggal
di Jalan Masjid Jami Al Huda RT 01 RW 01 Desa
Panisihan Kecamatan Maos. Penulis bekerja menjadi
seorang guru di SD Negeri Maoslor 02 Korwil Bidang
Pendidikan Kecamatan Maos pada Maret 2018 sampai
sekarang. Sebelumnya penulis pernah mengajar di SD
Negeri Adipala 01 Korwil Bidang Pendidikan Kecamatan
Adipala mulai Juli tahun 2004 sampai dengan Maret 2018.

64
55
Hanya Sebatas Impian
Oleh: Siti Noer Hanna
(SMA Negeri 1 Majenang)

Ingin ku gapai mimpiku di masa depan


Dengan meniti dan menapaki setiap jalanan hidup
Kuinginkan masa mendatang penuh dengan kenyataan
Yang membuatku damai di hari tua

Jalan terjal berliku dan jalan sempit pun pernah kulalui


Luka di kakiku tak pernah bisa kurasakan
Perih di hatiku tak pernah bisa ku hilangkan
Detak jantungku mulai tidak bernada,
Ingin rasanya kubenahi

Ingin aku menggapai , menapaki hari tua yang panjang


Dengan kaki yang kuat
Dengan hati yang damai
Dengan detak jantung yang berirama

Semua itu menjadi dambaanku


Dan jangan hanya sebatas mimpi

65
56
Kepada Tuhan
Oleh: Siti Zulaikhah

Tuhanku
Kusebut nama-Mu sungguh
Meskipun dalam laku kadang ku mengingkar-Mu
Memohon dan bersimpuh di hadap-Mu
Merengek dan berderai di pelukan-Mu

Ah, Tuhanku …
Kurasa Engkau lebih tahu siapa aku
Buih di laut lepas
Seonggok daging bernyawa
Seuntai kata dalam luasnya leksikologi bahasa

(Kebumen, 21 Oktober 2020)

66
57
Sri Kandi Aceh
Oleh: Siti Noer Hanna
(SMA Negeri 1 Majenang)

Gerakanmu lincah dan sangat cepat


Bagai anak panah lepas dari busurnya
Tangkas, dalam mainkan pedang
Di atas kuda engkau lihai gerakkan pedang
Untuk menghunus musuh rakyat

Semangatmu bagai kobaran api yang menyala


Keberanianmu menerjang penjajah
Bagai kilatan bunga api listrik
Niat sucimu membebaskan rakyat tidak pernah pudar
Engkaulah Cut Nya Dien wanita perkasa Sri Kandi Aceh

67
58
Nasihat Ibu untuk Anaknya
Oleh: Siti Zulaikhah

“Nak, kala kau besar nanti jadilah pribadi yang selalu


berbakti. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi,
memperdalam ilmu tentang Illahi, memperluas arti hakikat
diri”.
“Nak, kala kau besar nanti jadilah pribadi yang selalu
mengabdi. Patuh pada perintah Robbi, mengikrarkan diri
sebagai manusia sejati, berbakti pada ibu pertiwi”.
“Nak, kala kau besar nanti jadilah pribadi yang anggun dan
berdikari. Berkarya untuk negeri, bermanfaat sebagai
pribadi, jadikan segalanya lillahi Robbi”.

68
59
Sajak Pelangi
Oleh: Siti Zulaikhah

Kala hujan menyerbu bumi


Kanak-kanak riang bermain air
Saling melempar tawa tiada henti

Kala hujan menyerbu bumi


Anak ayam menciap berlari
Mencari induknya
Berbaur berteduh di bawah sayap
Hangat induknya

Kala hujan menyerbu bumi


Ada asa yang cemas menanti
Munculmu wahai pelangi

Profil Penulis

Siti Zulaikhah, lahir di Kebumen, 27 September 1986.


Menempuh pendidikan S1 di UNS Surakarta tahun 2004 dan
lulus tahun 2008. Sejak Januari 2010 mengabdikan diri
mengajar di SMK Ma’arif 9 Kebumen. Hingga kini telah
dikaruniani dua orang buah hati yang berusia 5 dan 3 tahun

69
(60)
Aku dan kamu adalah kita
Oleh: Slamet Rusdiyanto

Aku bukan Rangga yang bertanya dalam puisinya,


“Ada apa dengan Cinta?”
Aku bukan Rhama yang kesepian lantas bertanya,
“Siapa yang membawa lari istriku Shinta?”

Aku adalah samudra


Yang perlu kau selami untuk kau pahami
Pun aku adalah udara
Yang hadirnya kau rasa pun kau sadari

Kamu ibarat terjalnya bukit


Yang menarik didaki meski sulit
Memahamimu seperti memahami sebuah kaidah
Yang tak mudah bukan berarti tak indah

Kamu adalah senja


Kala dimana bumi seisinya melayangkan puja
Pun kamu adalah candu
Ketiadaanya mendatangkan siksa rindu

Aku dan kamu ibarat langit dan bumi


Meski berjarak namun saling memahami
Meski langit menghujam lewat badai dan hujan
Aku dan kamu paham ini hanya keping-keping cobaan
Kuasa Tuhan menciptakan langit dan bumi dalam semesta
Kuasanya pula menyatukan aku dan kamu, kita

70
61
Narasi Hilang Asa
Oleh: Slamet Rusdiyanto

Ketika ku berlari
Mereka telah berada di sana
Ketika kukatakan sedang berusaha
Mereka sudah dapatkan segalanya

Ketika manual ditantang teknologi tingkat tinggi


Segala apa yang kupunya tak berarti
Ketika modernitas merasuki celah-celah komunitas
Sulit kutemukan ruang menghela nafas

Ketika akal penuh terisi udara hampa


Pesimis menyerbu bersama pasukan putus asa
Ketika pada titik itu aku berada
Realita berkata aku bukanlah apa-apa

Ketika sejenak kuselami dalamnya hati


Kudengar jerit tangis penuh siksa
Ketika kumencoba beranjak berdiri
Jiwaku telah terbang tinggalkan aku pergi
Ketika mataku melihat, ketika dalam hati kumerasakan
Betapa mereka sesungguhnya terbang meninggi
Aku justru menggali kedalaman bumi
Hanya mampu melihat mereka bersinar bak bintang
Berharap menyinariku yang berada di sedalam-dalamnya
kegelapan

71
Profil Penulis

Slamet Rusdiyanto adalah seorang guru mata pelajaran


Bahasa Inggris yang pernah mempunyai hobi menulis. Pria
yang pernah bercita-cita menerbitkan novel ini kini mengajar di
SMKN 1 Binangun Kabupaten Cilacap. Di tengah kesibukan
mengajarnya, dia pernah melahirkan beberapa puisi yang
kemudian dia rangkum dalam sebuah buku antologi puisi
bersama dengan rekan-rekannya. Kerinduannya dalam hal
tulis-menulis memunculkan hasratnya untuk kembali belajar
berkarya sastra.

72
62
Tak Bertepi
Oleh: Sri Astuti Rahmadewi M.

Di Ujung Stasiun
Gadis manis duduk terpaku
Tatap matanya pudar
Tertutup derai airmata

Di sudut terminal
Lelaki kurus tergolek
Matanya terpejam
Hatinya mengembara

Waktu telah membawa duka


Bagi dua hati yang berselimut lara
Menanti dan meninggalkan
Mengikat janji dalam balut keyakinan

Perlahan asa terkikis


Terbawa angin pada musim yang setia berganti
Berbaur debu yang melekat setiap saat

Gadis manis dan lelaki kurus itu


Adalah pertaruhan rasa dan asa
Atas nama cinta dan genggaman masa depan

73
63
Menualah Bersamaku
Oleh: Sri Astuti Rahmadewi M.

Menualah bersamaku
Membersamaiku
Dalam cinta yang tak terbantahkan
Melanjutkan mimpi
Yang sempat terabaikan

Menualah bersamaku
Melukis rasa dalam kanvas kehidupan
Merajut asa dalam benang kenyataan

Menualah bersamaku
Saling menguatkan dalam kelemahan
Saling berbagi dalam keterbatasan

Menualah bersamaku
Karena kau bagian dariku
Karena kau penyempurna hidupku

74
Profil Penulis

Sri Astuti Rahmadewi Maharani, M.Pd., dilahirkan di


Ciamis pada tanggal 23 Maret 1974. Gelar S.Pd. diperoleh di
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada
tahun 1999, sedangkan gelar M.Pd., diperoleh di Program
Magister (S2) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah
Purwokerto tahun 2014 dengan predikat cumlaude. Saat ini
bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di SMPN 9 Cilacap.
Buku yang sudah ditulis adalah Model pembelajaran Jigsaw
dan Cooperative Learning dalam Pembelajaran Teks Drama
di SMP/MTs dan Antologi Cerita Rakyat Pulebahas : Legenda
Raja Nusakambangan.

75
64
Ketika Hutan Terkoyak
Oleh: Sri Giyanti

Ketika mesin senso datang memecah kesunyian


Kesunyian hutan belantara beralih jadi jeritan ketakutan
Satu hentakan sudah merobek luas celah kawasan
Dan ada jutaan gerak yang akan meratakan hutan

Anak burung kelihan pucat ketakutan


Seekor katak melompat tanpa arah
Tupai lari meninggalkan sarang
Rusa-rusa pecah dari gerombolan

Keesokan terdengar aungan tangis


Tangis gajah yang kelaparan
Ikan-ikan mati karena terkurasnya sungai
Burung-burung mulai cara hinggap di dahan
Dan manusia mulai memanen keuntungan

Manusia punya rumah baru untuk handai tolannya


Satwa-satwa kehilangan family dan rumahnya
Para satwa jadi musafir dunia
Tapi manusia acuhkan nyinyir

76
65
Ibu
Oleh: Sri Giyanti

Ibu …
Di sini kutulis cerita tentangmu
Nafas yang tak pernah sirna
Harapan yang tak habis oleh waktu
Sebesar apapun sakitnya ibu tetap penuh cinta

Ibu……
Tak lelah kau layani aku
Dengan penuh rasa kasih sayang
Tak terlintas sejenak pikirkan lelahmu
Kau terus menapak di antara kerikik-kerikil

Ibu….
Ku berharap tak ingin cepat tua dan renta
Termakan oleh waktu dan usia
Selalu berharap ibu terus menemaniku
Menatap hari- hari penuh cinta dan sayangmu

Ibu…..
Kaulah belahan jiwaku
Yang selalu terukir dalam jiwa ragaku
Penghapus duka lara penuh kasih sayangmu
Sampai akhir hayat …oh ibuku

77
66
Senandung Gadis Kecil Berkepang Dua
Oleh: Sri Hartati

Menatap gadis kecil berbayang asa dilubuk hati


menyodorkan luka
Panjang rambutnya berkepang dua tanpa kicau
Serasa diri ingin menjadi ciderala bun, tanya manis pada
buaiannya
“Bunda bolehkah aku sekolah” melayang jauh pikirnya
mendikte awan
Aku suka menggambar pisang bun...
apakah bunda dapat membelikanku buku gambar?

Bias tanya dalam kelunya, galau berbatas pilu serangkai


bunga tak mengharumi
Gadis kecil berkepang dua, tertatih mengayuh diantara duka
lara, sepi sunyi
Mengkhayal....tangan menengadah serapah seandainya
terdampar di puri istana
Mungkin tak sebimbang yang terbersit dihamparan
kedukaan
Jalan terkayuh tanpa batasan di saat jiwa terbalut rintihan
rindu

78
Gadis kecil berkepang dua,
dikau mutiara dalam cinta bunda
Peluhpun menjadi perisai kasih sayang, tanpa berbalas
Sayang...
Sungguh ingin terkabul segala ingin...
walau badan luluh lantah
Untuk bahagia hilang nestapa

Hidup kelam di kedalaman warna


Hitam berbalut putih engkau gadis kecil berkepang dua
Menjadi ada tapi tiada, ada diantara kilauan cahaya kerdip
bintang kemilau senja

Majenang, 26 0ktober 2020

79
67
Doa Ibu
Oleh: Sri Hartati

Kalau kutatap daun yang hijau itu,


Sayup sepoi angin membaca gundah gulana terbaca makna
Angin sampaikan salam hormat cinta
Dan keagungan hingga surga pun bak engkau singgasana
Kecil direngkuh diayunan, digendong dalam kasih sayang
dan kemuliaan
Tak sanggup merangkai kata sekejappun

Hanyalah apa tiada tanpamu


Tak terengkuh satupun bahagia
Yang berharap doa diantara banyak doa
Hanya untukku saja

Kuncup bunga pagi hari menanti siramanmu


Seperti aku yang selalu merindumu
Sepanjang jalan kasihmu yang tak ternilai
Mahligai ibu dalam hidupku
Semoga doamu selalu termaktub dalam untukku
Sampai dunia tak ada, kasihmu sampailah ke langit tujuh
Membahana pada kursi keagungannya.

Majenang 2 November 2020, untuk ibuku

80
68
Lemah
Oleh: Sri Lestari

Terlalu lemah aku


Disini tanpamu
Saat kau tinggalkanku
Pergi menjauh...

Senyum tangis tawa menyatu


Riang canda semua berlalu
Indah cinta dulu jadi begini...

Tertatih hatiku menunggumu


Tak kan lelah ku menanti
Berharap kau kan kembali lagi...

Pulanglah kau bintangku yang hilang


Hapuskan perih luka perpisahan kita...

Bingkai indah semua kenangan


Hilang satu terindah kau bintang penerang

Tentangmu tentang semua yang kau ajarkan


Beritahukanku arti cinta yang ku tak tahu
Dan senyummu telah mengajarkanku...

81
Riang canda tawamu ajarkanku suatu ceria
Buatlah ku tersenyum lagi...
Kan tetap bendenrang
Bak bintang terang dalam hati yang kan
Selalu memuja kan dirimu...

82
69
Harapanku
Oleh: Sri Lestari

Gemericik air melantun irama nan merdu


Seindah irama lantunan Ayat – ayat suciMU
Tetesan air mata mulai mengalir disela wajahmu
Disepanjang malam dalam sujudku padaMU

Ya Tuhan
Peluklah aku
Aku yang terkadang lalai dalam nikmatMu
Aku yang terkadang acuh akan teguranMu

Dalam hati kecil ini


Kumenangis teramat lirih
Bergetar didalam qolbu
Doa yang selalu kutuju

Berharap engkau mengampuni dosa – dosaku


Menuntunku hingga ke jannah-Mu

83
70
Angin Surga
Oleh: Sri Mulyani,S.Pd

Untaian makna yang tersirat indah,


Meluluhkan hati nan gulana,
Mampu pula menyentuh darah yang membeku,
Mencair bersama jiwa yang teduh.

Indahnya terdengar,
Seiring dentingan melodi yang mengalun,
Merdu mengiringi langkah-langkah pilu,
Yang tak lagi menyatu.

Putihnya suasana menjadi hitam,


Terbuai akan syair-syair indah,
Hingga menuai amarah tak berdamai,
Hingga darah ini tak lagi bersahabat.

Rapuh raga ini dalam kabut kehidupan,


Menyatu dalam benak meraih asa,
Hinggap selalu dalam kata,
Indahnya angin surga.

84
71
Miskin Hati
Oleh: Sri Mulyani,S.Pd

Bagiku kau bukan yang hebat,


Bagiku kau bukan beruang,
Bagiku kau bukan dewa,
Bagiku kau bukan segalanya,

Katamu aku miskin,


Katamu luluh lantahkan jiwa ini,
Katamu memberi hati yang terkoyahkan,
Katamu tak lagi rasional,
Jangan banyak bicara dengan orang yang tak punya uang
Cuma aku yang punya uang!
Mereka itu goblok, miskin dan gak becus kerja !
Meronta batin ini seribu bahasa membisu,
Geram rasa itu dengan darah yang membeku,
Tak mampu ku menatap dalam kesedihan.

Cerita hidup memang berbeda,


Ketulusan langkah ini membawa hidup dalam kesatuan,
Mengejar mimpi kilauan masa lalu,
Hingga tersadarnya kaulah miskin hati.

85
72
Guruku, Pahlawanku
Oleh: Sri Suwarti, S.Pd.AUD

Aku mengenangmu…
Wahai pembimbingku
Kisah tlah jauh melaju
Masa yang tak tampak oleh waktu

Ku ingat petuahmu
Di saat aku lupa
Ku ingat petunjukmu
Untuk merengkuh asa

Guruku…
Pembimbingku…
Kaulah pahlawanku…
Akan ku kenang selalu…

86
73
Bebas
Oleh: Sri Utami

Aku ingin seperti bidadari surga yang bisa terbang bebas


Kutelusuri ribuan ruang yang tak terbatas
Bebas seperti burung yang selalu berkelana
Apakah bisa kuraih bebas tanpa batas
Apakah itu hanya mimipi yang takkan penah terjadi

Semua bisa berekspresi mana suka


Mau yang kuning, hijau, merah, terserah
Tuntun hatimu mau kemana?
Putih atau hitam selalu tersedia
Hati yang akan menjawab

Bangun negeri ini dengan tanganmu !


Menghiasi bagian kecil Indonesiaku
Amat berarti untuk bangsaku
Butuh uluran tanganmu
Tuk mengukir negeri diakui dunia

87
74
Corona
Oleh: Sri Utami

Engkau ada seperti bayang-bayang


Selalu menghantui setiap insan
Serang insan yang lemah dengan mudah
Udah berapa nyawa melayang sangat mudah

Klaster baru jangan sampai ada


Jangan biarkan korban terus berjatuhan
Hidup bersih selalu diterapkan
Tuk memutus rantai sebaran

Hidup normal bukan sekadar harapan


Bertukar ilmu, berkantor, berdagang
Bukan isapan jempol tapi nyata
Berlalulah Corona

Profil Penulis

Sri Utami, lahir di Banyumas, 14 April 1975. Pendidikan


terakhir S1 Bahasa dan sastra Indonesia. Pengajar
Bahasa Indonesia di SMKN Nusawungu, Cilacap.

88
75
Kerinduan
Oleh: Sri Wahyuni

Kala terbayang wajah datang menyapa


Mengepakkan sejuta kerinduan
Melukiskan sejuta kenangan
Menghadirkan hasrat yang tersisa
Menggoyak relung hati terdalam

Hati remuk ketika mengingat


Raga berkelana tak terjaga
Hanya genangan air mata
Menghapusnya

Tidak ada lagi kata yang terucap


Selain...rindu...

Rindu
Yang menancap direlung hati
Menembus sanubari
Menyanyat hati yang semakin menyepi
Bagai tersayat sebilah pedang
Merenggut kebahagiaan angan

Rindu....
Sejak ajal datang menjemputmu
Dunia begitu menjadi sunyi

89
Kurebahkan pada sandara rindu
Kuserahkan pada jentera revolusi waktu
Dalam rintih harapan jiwa
Melepas asa kerinduan yang semu
Membelenggu dalam kalbu

90
76
Harapan
Oleh: Sri Wahyuni

Baju Toga menjadi saksi bisu


Topi, sleber, samir, map pelengkap
Aksesoris kebanggaan
Buah hasil dari perjuangan semata
Senyum tipis menghiasi bibir

Langkahkan kaki yang kian pasti


Tema apa yang dibentuk
Alur apa yang akan dikisahkan
Tuk mencari jati diri

Pancaran sinar mata memberikan harapan


Tuk mengarungi lautan kehidupan
Mengejar mimpi yang sejati
Meraih harapan yang kian jadi

Harapan...
Angan dan ingin selalu menggebu
Niat yang semakin teguh
Mengusik ketentraman jiwa
Tekad yang semakin kuat
Menembus sukma
Merambah cakrawala

91
77
Aku Pasrahkan Rasa
Oleh: Sri Yuliati

Kutitipkan rasa atas luka


Ternyata bukan solusi aku bahagia
Tetapi hanya bertemu dengan resah
Karena dunia hanyalah bermain rasa

Mau kemanakah rasa singgah?

Lelah hati penyulut langkah yang salah


Atas rasa yang berpindah
Dari sapa yang tak tentu arah
Semua akan kembali dilorong gelisah

Bungkam seribu bahasa jadi pilihan rasa


Atas takdir yang tak ramah menyapa
Tak satupun mampu menyibaknya
Hanya waktu yang jadi penentunya

Pasrah hanyalah jalan keluarnya


Kutitipkan resah hanya pada-Nya
Sepertiga malam jalan keluarnya
Semua takdir atas kehendaknya

Purbalingga, 28 Oktober 2020

92
78
Kuberpasrah
Oleh: Sri Yuliati

Kutitipkan rasa atas luka


Ternyata bukan solusi aku bahagia
Tetapi hanya bertemu dengan resah
Karena dunia hanyalah bermain rasa

Mau kemanakah rasa singgah?

Lelah hati penyulut langkah yang salah


Atas rasa yang berpindah
Dari sapa yang tak tentu arah
Semua akan kembali dilorong gelisah

Bungkam seribu bahasa jadi pilihan rasa


Atas takdir yang tak ramah menyapa
Tak satupun mampu menyibaknya
Hanya waktu yang jadi penentunya.

Pasrah hanyalah jalan keluarnya


Kutitipkan resah hanya pada-Nya
Sepertiga malam jalan keluarnya
Semua takdir atas kehendaknya

Purbalingga, 28 Oktober 2020

93
Profil Penulis

Sri Yuliati,S.Pd, dilahirkan di Purbalingga, dari pasangan


Bapak Sikun Siswo Sumarto dan Ibu Sutirah. Sejak kecil ia
bercita-cita untuk menjadi guru. Kini ia mengajar di SMP Negeri
3 Kemangkon, Purbalinngga, Jawa tengah. Ia mempunyai hobi
menulis dan berkebun.
Contact Person : 085291134448.

94
79
Ironi
Oleh: Sugiyanto

Tiga orang besar


Tersenyum lebar melambaikan tangan
Datang ke KPK
Malam itu

Ini baru kami bertiga


Mencoba baju tahanan baru
Untuk korupsi yang disangkakan kepada kami
Tiga tahun lalu

95
80
Motivator
Oleh: Sugiyanto

Mau kukatakan maaf, ini hanya …


Kau malah bilang: “bukan, itu sesuatu!”

Mau kukatakan iya, tapi ini …


Kau bahkan bilang: “ tidak, percayalah !”

Ingin kukatakan aku ini pemula


Nanti kaubilang: “itu awal yang hebat !”

Mau kutanyakan maksudku, pantaskah …


Kausuruh aku: “tulis namamu di bawah judul !”
puisimu!

Sesungguhnya belum kukatakan apa pun


kepadamu kau bentak aku:
“Kau sudah lakukan yang orang lain belum
pikirkan !”

96
81
Penantian
Oleh: Suhardiman

Tahun berganti tahun


Usia pun semakin menahun
Tak disangka hujan pun turun
Sampai aku tertegun

Sewindu sudah ku berjalan dalam kegelapan


Cita-cita ku masih diangan-angan
Harapan cuma harapan
Seperti bunga yang tertiup topan

Seratus hari yang penuh dengan untaian air mata


Baru menginjak dan menikmati cinderamata
Bagai peluh perjuangan yang penuh mata-mata
Engkau hapus nikmat dengan serta merta

Kemana harus mengadu


Sudah tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari bahkan seratus
hari
Buat apa penantian ini kalau hanya menunggu
Nanti diujung sana siap menanti.

97
82
Sobatku
Oleh: Suhardiman

Senyum salam sapa


Itu menu wajib tiap pagi
Untuk apa kau berikan itu
Hanya sekedar ucapan belaka

Senyum salam sapa


Meskipun dalam dunia maya
Tak memandang pangkat dan derajat
Dari ufuk timur sampai ufuk barat

Senyum salam sapa


Ucapan dan tindakan yang penuh makna
Kau berikan tanpa mengenal upah
Tanpa ada sumpah serapah

Senyum salam sapa


Penuh dengan suka dan nestapa
Bukan karena cinta
Tapi karena tresna

98
83
Untuk Anakku
Oleh: Sukarti

Anakku,
Jadilah anak hebat
Tekun menggapai cita-cita

Jadilah anak kuat


berusaha dan bertawakal

Usirlah ketakutan, enyahkan kelemahan


Ambillah kesempatan

Meski ada luka dan air mata


Tetaplah berjuang

Meski terjatuh dan lara


Bangkitlah berulang

Ribuan, bahkan jutaan doa kurangkaikan


Setiap saat kupanjatkan
Menemani jalan kehidupan
Anakku

99
84
PASRAH
Oleh: Sukarti

Lama bertahan
Aku selalu terluka

Lama bertahan
Hatiku tak lagi bisa menerima

Hatiku patah dan bernanah


Hatiku pecah bersimbah darah

Aku menyerah
Menghentikan langkah menutup kisah

Kisah indah sepasang anak manusia


Yang bercerita tentang cinta

Aku pasrah . . .

100
85
Ibu
Oleh: Sumarwati, S.Pd.

Nama yang tak pernah lekang dalam jiwaku


Kegigihanmu inspirasi hidupku
Kesabaranmu menuntunku untuk maju
Kaulah sumber kehidupanku
Kau besarkan putra-putrimu
Dengan penuh cinta dan kasihmu
Saat ku terpuruk pilu
Kau berikan kekuatan untukku
Akankah ku dapat sepertimu
Menjadi ibu yang diteladani putriku
Doaku senantiasa untukmu
Tuhan, berkahi dan sayangi ibuku…

101
86
Keindahan Tanah Pengabdianku
Oleh: Sumarwati, S.Pd.

Sang fajar telah mengelebatkan ekornya


Untuk menyambut hadirnya sang surya
Mentaripun perlahan keluar dari peraduannya
Asri… itulah satu kata untuk mengungkapmu
Riuh kicauan burung nan syahdu
Warnai barisan gundukan hijau itu
Alangkah indahnya panorama pagimu
Tiada kulupa panjatkan doaku
Inilah wahai tanah pengabdianku
Untukmu kutetapkan langkahku
Mengabdikan diri tuk cerdaskan anak negeri
Pelita yang kan menjadi penerang hidup ini
Janjiku padamu wahai tanah pengabdianku
Akan kusingkirkan ragu dalam diri
Yah... kan selalu kutetapkan langkah ini
Abdikan diri tuk putra-putri negeri

Profil Penulis
Sumarwati, S.Pd., mengajar di SDN Karangsari 01
Cimanggu. Saya lahir di Cilacap pada 11 September 1984. Saya
merupakan alumni Universitas Terbuka tahun 2016.

102
87
Sanjung Mimpi
Oleh: Supriyati Setiyo Hastuti, S.Pd.

Dua malam
Dua mimpi bertemu
Saksikan keajaiban
Pelupuk mata kau dan aku
Membasah membasuh
Kerinduan ...

Dua mimpi
Dua malam jelmakan
Jemari bersatu bersama
Mengusik sedih pilu
Terbang menjauh
Hingga langit ke-tujuh
Tak kembali ...

Dua mimpi
Dua malam beranjak
Pergi berlalu tak berjejak
Melebur resah selamanya
Tak pernah kembali
Jelang esok pagi tak berelegi.

103
88
Seperti Seharusnya
Oleh: Supriyati Setiyo Hastuti, S.Pd.

Gerimis berjatuhan
Beberapa waktu berikutnya
Berubah air berjatuhan
Deras mengguyur bebatuan
Tampak tenang langit
Sembunyi di balik awan
Kelabu lalu berubah
Gelap ...

Sekian waktu
Air mengguyur kaki langit
Berlagu menjelma irama
Kidung romantis
Membawa lantunan indah
Semesta tunjukkan nuansanya

Sesaat lirih angin berebut


Romantika atas jelajah angan
Menuntun temui perpecahan
Perbedaan sebelum dan sesudah
Langit berawan berubah gelap
Ketika semua sudah saatnya
Memudar lalu berwarna kembali
Seperti seharusnya.

104
Profil Penulis

Supriyati Setiyo Hastuti, S.Pd, lahir pada 26 April 1975,


anak pertama dari enam bersaudara. Setelah
menamatkan gelar sarjananya dari IKIP Semarang tahun
1998, saat ini menjadi tenaga pendidik di SMK Negeri 1
Adiwerna Kabupaten Tegal.

105
89
Merelakan
Oleh: Surtinah

Kutemukan cinta merasuk jiwa


Namun bagiku cinta adalah merelakan
Membiarakan dia pergi
Dengan pilihannya

Bahagia tidak harus bersama


Bersama bukan berarti bahagia
Karena hadirmu tak meredam pilu
Kepergianmupun tak membuang masa lalu

Tak berpihak padaku rasanya perih


Tak kunjung pulih
Akhirnya letih dan tertatih
Tanpa tahu rasanya memilih
Bahkan tak akan pernah dipilih

106
90
Tahajudku
Oleh: Surtinah

Disepertiga malam aku terjaga


Terdengar lirih bisik memanggil
Kutemukan keheningan yang menggetarkan
Saat semua terlelap dalam mimpi malam
Dingin air mensucikan diri
Kubentangkan sajadah panjang
Kupasrahkan diri dan hati
Menghadap kepada-Mu ya Robbi…

Melalui sujud malamku


Kutumpahkan seluruh rasa dalam hati
Cerita hina hamba yang sering tak tahu diri
Tenggelam dalam kesombongan dan keangkuhan hati
Terhanyut dalam kenikmatan duniawi
Yaa Allah ya Robbi…
Bersimpuh aku dalam kepasrahan
Merintih, menangis aku dihadapan-Mu
Mengharap belas kasih
Memohon ampunan atas dosa-dosaku
Ya Allah ya Robbi…
Dalam sujudku, aku mohon kepada-Mu
Dalam tahajud malamku, aku mengharap ridho-Mu
Disisa-sisa akhir hayatku
Tuntunlah aku meniti jalan kebenaran-Mu

107
91
Sembilu
Oleh: Susi P.S.

Sembilu yang dulu menjadi benalu


Sembilu yang ia lukis saat itu
Sembilu yang selalu membalut relung jiwaku
Sembilu yang menyayat batinku
Sembilu yang bersarang di rongga dadaku
Sembilu bak derai ombak yang mengalir dari kedua mataku
Sembilu yang patahkan harapku
Sembilu senyap setiap malamku
Sembilu redup saat siangku
Sembilu yang kini kian berlalu
Sembilu masa lalu

108
92
Mahesa
Oleh: Susi P.S.

Fajar sudah sejajar


Aku duduk terdiam dan mulai berdebar
Siang menyingsing dengan teriknya
Aku masih tertahan dan menunggu
Senja mulai tampak memerah
Aku mencoba tegak namun akhirnya didekap
Mega menggelap namun aku tak terlelap
Sampai pada sepertiga malam kau datang dengan tangisan
memecah keheningan kala itu
Kau pelengkap peranku, pengobat sepiku, tujuan rinduku,
candu bagi riang gembiraku
Tempat curahan segala suka citaku
Kaulah mahesaku, benih dari rasa cintaku

Profil Penulis
Susi Puspita Sari, lahir di Cilacap, 12 November 1992, anak
ketiga dari 4 bersaudara. Terlahir dari keluarga sederhana,
ayahnya adalah seorang seniman (dalang wayang kulit),
sedangkan ibunya adalah (sinden). Hobi menyanyi (penyanyi
kamar mandi), cita-cita menjadi pengajar dan pendidik, saat ini
sedang aktif sebagai guru di SMK KARYA MANDIRI
NUSAWUNGU, mengampuh mata pelajaran Bahasa
Indonesia.

109
93
Waktu Yang ku Khianati
Oleh: Syehfudit

Pada ujung senja yang mulai menghilang dalam pelukan jingga


Kuhitung kembali banyaknya waktu yang terbuang sia-sia
Dalam lipatan Perjalanan hidup yang sudah tak tersisa
Walau lewat sekedar titik dan koma dari setiap langkah
hidupku
Yang kuhitung dengan tidak sabar
Berharap akan kembali kutemukan secuil catatan dari segala
perbuatan
Yang telah kuhabiskan dengan segala kebusukan dari waktu
yang telah aku bunuh
Ingin ku putar kembali dan kuhidupkan kembali waktu
Sekedar untuk mengisinya dengan sejarah hidup yang wangi
dalam bingkai
Kebajikan walau hanya dalam satu titik
Kini dirimu telah pergi dan hilang
Ditelan dunia yang tidak lagi dapat aku kenali
Meninggalkan segala yang fana
Tanpa kabar atau pun pesan
Ketika batas siang dan malam tidak lagi hadir dan mengikat
Yang tak lagi terang walau matahari, bulan dan bintang
bersinar
Membelit batinku dalam kesedihan yang teramat sunyi
Hanya untuk menanti masa perhitungan akan hidup ini
Pada segala apa-apa yang aku perbuat dan lalui
Berharap mendapat ampunan dari ilahi
Atas segala waktu yang ku khianati

110
94
Rindu di Musim Kemarau
Oleh: Syehfudit

Dalam dunia yang terasing batinku mengembara


Mencari sketsa hakikat diri Mu yang sudah mulai pudar
Dalam dekapan jejak duka atau nestapa yang datang silih
berganti
Terpatri dalam penjara hati yang teramat gelap dan sunyi
Menuntun langkah ini beranjak dari kekeringan batin jiwaku
ini
Meninggalkan dan melupakan Mu
Meneriakannya dalam tiap serpihan sajak dan cerita epic
dalam elegi
Yang bergaung terus menerus pada tiap tetesan embun
yang telah membeku
Berharap terdengar atau mungkin terkabarkan
Rasa rindu ku ini untuk bersemi pada rindu di musim
kemarau
Berharap ku temukan kembali seluruh rinduku kepada Mu
Dalam lipatan pendulum waktu yang telah berlalu dan
membeku
Yang hanya menyisakan seculi penyesalan diriku kepada Mu
Sebagai hamba yang tidak tahu malu

111
Profil Penulis

Syehfudit, lelaki kelahiran Kebumen, 22 Februari


1983. Menyelesaikan SD, SMP, dan SMA di Kabupaten
Kebumen. Menyelesaikan Program S1 Bahasa dan Sastra
Inggris di Universitas Muhammadiyah Purworejo dan Program
S1 Jurusan PGSD pada Universitas Terbuka. Menulis (puisi,
cerpen, esai, karya ilmiah ) adalah salah satu aktivitas
kesukaannya di waktu luangnya selain kesibukan hariannya
sebagai Kepala Sekolah. “Anomali” adalah buku kumpulan puisi
yang pernah ia terbitkan.

112
95
Dear Ulfa
Oleh: Titin Dwi Sumartin

Setiap saat terbersit, sesak menusuk kalbu,


Ingin kupanggil namamu,Ulfa
Maaf jika kamu merasa aku terlalu berharap,
Memang terkadang kita akan menjadi salah,
Hanya karena terlalu sayang,
Yang perlu kamu pahami itu satu,
Cintanya orang diam itu, sangatlah dalam,
Tak terlukiskan oleh kata-kata bersama senyapnya malam.

Terkadang aku berharap diinginkan juga olehmu,


Oh tidak, maaf Ulfa...
Jangan diinginkan, terlalu jauh nampaknya buat aku,
Kau mengetahui keberadaanku saja, itu sudah cukup bagiku,
Bahagiamu lukisan jiwaku,
Cinta tulus tak terhalang oleh waktu,
Kulangkahkan laju hasrat penuh rasa tahu diri.

Aku sadar, masih harus berjuang entah sampai kapan,


Ikhlas hati tak terukur lekangnya waktu
Menyenangkan bisa mengetahui dirimu ada, Ulfa...
Semoga kau akan selalu begitu, berbahagia,
Sudah dulu ya Ulfa, jika kau baca,
Ini ditulis oleh seseorang,
Yang hanya ingin memelukmu lewat doa-doa
Biarkan waktu dan kuasa-Nya menuntun takdir baiknya.

113
96
Asa yang Tergores
Oleh: Titin Dwi Sumartin

Terbangun aku seiring kumandang adzan shubuh....


Mantapkan hati dan niatkan penuh ikhlas melangkah
Terbayang senyum tersungging di raut wajah penuh asa...
Kususuri jalan yang panjang,
Ditemani pengapnya udara pagi, suara bising
dan riuhnya jalanan...
Ku bunuh rasa takut tiap kali menyusuri luasnya
hamparan air,
Namun aku harus tetap kokoh berdiri

Langkahku terhenti di ujung puncak desa


Tangan-tangan kecil menyambutku,
salam terucap dari bibir mungilnya
Di raut wajah lugu tersirat setetes harapan
Aku coba langkahkan niatku dengan tugas baru
Dari lubuk hati satu persatu kukumpulkan ceceran serpihan
Kurajut jadi satu visi, demi masa depan gemilang

Waktu terus berjalan....


Asa ku terus bergejolak
Semangatku terus bergelora....
Walau jalanku cukup tertatih,
Namun aku tak putus asa tuk secercah harapan...

114
Aku rajut serpihan yag tercecer dengan peluh
dan cinta kasih,
Bersama semilirnya angin dan ganasnya ombak
mengantarku menuju ke tepi
Setitik goresan yang mengusik ketenangan kalbu,
Ku ingin menjerit, dan berontak ...
Kutahan sekuat hati, tak terasa air mata ini menetes...
Tersadar...jalan hidup tak semulus asaku...

115
97
Derita Negeriku
Oleh: Tri Sumarni

Wabah corona belum usai,


Kini datang bencana banjir silih berganti
Mengguncang negeri menabur pedih.
Bulan Maret 2020 kau datang,siapakah engkau, Corona?
Engkau mengusir kami dari jalan-jalan, mall, pasar, kantor-
kantor, sekolah, kampus-kampus,
bahkan dari rumah ibadah kami.
Padahal kami selalu tak mampu untuk keluar dari keramaian
dalam kepala kami.
Virus corona menguji hati, menciptakan ketakutan menutup
langit gelap dalam pandangan.
Semua merasakan kecemasan meski tersembunyi
dalam perasaan.
Bangkitlah ibu pertiwi menghadapi pandemi,
Bukan sekali dua kali engkau diuji dengan sesuatu
yang mengiris hati.
Kita bangsa pejuang, kita bangsa yang memiliki keberanian.
Melangkah pasti walau kaki memijak bara, pandangan ke
depan menyambut mentari pagi.
Akhir Oktober 2020, bumi berteriak, langit menangis,
tercurah deras air mata langit membasahi bumi.
Air mata langit mengalir ke segala arah di bumi,

116
Menegur seisi penghuni bumi atas kelengahan dan
keserakahan manusia.
Bumi ditelanjangi dengan gundulnya hutan,
Akar hutan yang setia menyimpan air mata langit
tak ada lagi,
Alur air mata pun dangkal dan tersumbat sampah,
Kemana lagi air mata langit akan disimpan dan mengalir?
Manusia telah melupakan alam dan tak peduli lagi,
Alam membalas dengan kekuatannya menerjang segala
rintangan dengan dasyatnya,
Manusia terpana oleh kuatnya alam, banjir bandang.

117
98
Doaku
Oleh: Tri Sumarni

Di penghujung malam nan hening


dan udara menusuk tulang
Ku bersujud pada-Mu dengan penuh harap
Ya Rabb…
Kala ku mencinta seseorang
Jadikan cinta itu seperti butiran embun pagi yang
menyejukan wajahku
Sesejuk air wudlu, sehingga aku tak pernah lupa
menyembah-Mu
Ya Rabb…
Kala ku mengagumi seseorang
Ku ingin orang itu jadi panutan langkahku
Agar ku tetap lurus berjalan di jalan-Mu
Ya Rabb…
Kala ku memilih seseorang
Ku ingin dia jadi teman sejati yang selalu ada
Membimbing dan mengingatkanku tuk selalu
Bertakwa kepada-Mu
Ya Rabb…
Berikan kami cahaya
Yang selalu menjadi pelita dalam diri kami
Sehingga kami tak akan tersesat
Ketika berada di dunia yang memikat
Dan jadikan kami,
Insan yang kelak menjadi penghuni janah-Mu yang abadi

118
Profil Penulis

Tri Sumarni, lahir di Cilacap, 19 Januari 1975. Bertempat


tinggal di Klumprit, RT 01,RW 06, Nusawungu, Cilacap.
Pendidikan terakhir S1 Bahasa Indonesia. Dan sekarang
mengajar di SMK Karya Mandiri Nuswungu.

119
99
Klandestin
Oleh: Tri Winarno

Berhentilah memandangku
Jika matamu berdarah
Aku tak kan bisa menggantinya dengan seribu kamboja
Berhentilah memandangku
Seperti hujan yang seharusnya reda
Kala berhenti membasuh bunga kamboja
Bersama sekerat mahdah semesta
Mewarna dalam suka duka
Mencium harum wangi nirwana
Ah selalu saja tentang kamboja
Biar tenang dalam pelukan makam
Seusai badai di pagi buta
Digantikan embun sesaat saja
Saat embun pagi menggoda
Beningnya sampai ke jiwa
Menerawang dalam suksma
Menggelora berpendar cahaya
Lalu musnah laksana udara berkelana
Kau tetap di sini
Embun walau hilang rupa
Sang sukma menjelma rasa
Meretas dalam tiada
Menjadi pesona hidup sorgaloka

120
100
Senyum di Gerimis
Oleh: Tri Winarno

Dalam gerimis
Menggamitmu dalam seulas senyum
Tapi, jauh dalam bayang
Samar…
Namun, tetap ingin kunyatakan
Walau gelap semoga benderang
Rinduku tak terhitung
Bersama gerimis yang turun membasah
Meruah dalam tanah
Menyatu dalam hening
Melesap dalam hisap
Lenyap dalam fana

Profil Penulis
Tri Winarno, lahir di Klaten, Jawa Tengah. Sejak tahun 2009
sampai saat ini menjadi guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri
2 Klaten. Buku solo pertamanya terbit di tahun 2017 dengan
judul Berjalan di Pendidikan (Kumpulan esai). Guru Generasi
Milenial (2018) merupakan buku kumpulan esai keduanya.
Buku ketiganya berupa antologi puisi berjudul Menulis dalam
Api (2020). Selain buku-buku solo, beberapa tulisannya yang
dibukukan bersama-sama dengan penulis lain ialah Ngombe
(2018), Khatam (2018), dan Rembuyung (2018). Selain dalam
bentuk buku, beberapa tulisannya juga pernah nyanthol di
harian Solo Pos dan majalah BASIS. Korespondensi dengan
penulis dapat dilakukan via e-mail ke 3win78@gmail.com atau
WA 085647171739.

121
101
Hujan
Oleh: Umar Haris Setiyadi

Ada hujan di kanan dan kiriku


Suaranya seperti kutipan kalimat syahdu
Tumpahan air nya bagaikan secawan madu
Yang menetes di gelasku

Ada hujan di depan dan belakangku


Dua mata ini mulai membisu
Seperti waktu yang terus beradu

Ada hujan di tubuhku


Namun
Bukan payung yang aku butuhkan
Bukan pula jaket kulit yang diharapkan
Akan tetapi
Sebatang lidi sebagai tempat bersandar

122
102
Secangkir Kopi
Oleh: Umar Haris Setiyadi

Secangkir kopi di pagi hari


Semerbak harumnya bagaikan parfum buah kastruri
Secangkir kopi di siang hari
Setiap adukannya bercampur dengan rindu yang belum
terobati
Secangkir kopi di sore hari
Secangkir kopi di malam hari
Selembut cinta antara aku dan dirinya yang membara
Semerbak musik irama berdendang ria

Profil Penulis
Umar Haris Setiyadi, lahir di Banyumas pada tanggal 30 Mei
1993 tepatnya di desa terpencil dan jauh dari pusat keramaian
kota. Saya adalah anak ke-3 dari 4 bersaudara dengan latar
belakang orang tua saya juga sama-sama berprofesi sebagai
guru. Mungkin pilihan menjadi seorang guru bukan berarti
pilihan saya sendiri. Semua itu tidak lepas dari nasehat dan
didikan dari orang tua yang menginginkan anak-anaknya
mangikuti jejak sebagai guru.

123
103
Suara Hati
Oleh: Umniyatuz Zahro

Api semangat membakar raga


Sinar bahagia di ujung mata
Gelegar suara memenuhi angkasa
Membentuk pelangi indah di langit jiwa
Menjemput asa yang kian membumbung tinggi di udara
Namun, apa daya
Ketika tangan tak bisa menggapai
Langkah kaki terhenti,
Suara pun berubah menjadi angin lalu
Tak lagi terdengar nyanyian pembela
Biarlah semua hanya angan
Yang hanya bisa diwujudkan dalam mimpi
Kata suara hati,
Bangun saja istana cinta
Di sudut ruang hatimu,
Tak usah hiraukan mereka
Biarkan mereka tertawa hari ini
Dan biarkan air matamu mengalir hari ini
Namun pastikan suatu saat
Kau akan berjaya di masa mendatang
Bahagialah…
Bahagialah…
Bahagialah…

Sidareja, 19 Oktober 2020

124
104
Buka-Tutup
Oleh: Umniyatuz Zahro

Jangan kau tutup matamu


Sehingga kau buta terhadap penderitaan mereka
Jangan kau tutup telingamu
Sehingga kau tuli mendengar jerit pilu mereka
Jangan kau tutup akal pikirmu
Sehingga mereka tertolak datang mengiba belas kasihmu
Jangan kau tutup jendela hatimu
Sehingga tak kau rasakan kesusahan mereka
Jangan kau tutup mulutmu
Sehingga kau enggan mengatakan kebenaran
Yang membuat mereka terkungkum dalam kisah kelam
Sadarlah wahai engkau
Ya, engkau…
Engkau, manusia yang punya mata
Engkau, manusia yang punya telinga
Engkau, manusia yang punya akal pikiran
Engkau, manusia yang punya hati
Engkau, manusia yang punya mulut
Bukalah kebahagiaan untuk menutup derita mereka
Bukalah tawa untuk menutup jerit pilu mereka
Bukalah canda untuk menutup kesusahan mereka
Bukalah kegembiraan untuk menutup kisah kelam mereka
Bukalah semua,
Sebelum Sang Maha Pembuka menutup semua kenikmatan
dari dirimu

Cipari, 19 Oktober 2020

125
Profil Penulis
Umniyatuz Zahro adalah seorang guru sekolah swasta di
SMK Darul Ulum Sidareja. Wanita yang lahir di Cilacap, 32
tahun yang lalu ini memiliki hobi membaca sejak kecil. Dia
menghabiskan masa kecilnya di tempat kelahirannya di
Kesugihan, Cilacap. Setelah lulus Madrasah Aliyah, dia
melanjutkan pendidikannya di Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto. Setelah lulus pada tahun 2011,
wanita pecinta kartun Detective Conan ini mengabdi di MA
MINAT Kesugihan selama satu tahun. Tahun 2012, dia
mengakhiri masa lajangnya dan pindah tempat tinggal
mengikuti suami di Cipari, Cilacap dan menjadi guru SMK
hingga sekarang.

126
105
Sajak Negeri Hari Ini
Oleh: Utami N.L.

Hari ini
Jumlah pasien di rumah sakit meningkat
Bukan pasien kolera, atau malaria, melainkan corona
Manusia bisa hidup dengan udara
Udara yang diambil dengan Cuma-Cuma
Kini yang Cuma-Cuma itu mahal harganya
Karena yang Cuma-cuma kini berbahaya

Hari ini
Kawanku datang sebagai relawan
Ujung senjata tak takut melawan
Sebelumnya banyak dokter dan perawat tak mampu
menahan
Virus yang datang menyakitkan dan mematikan

Hari ini
Banyak pasien yang mati
Bukan karena tak diobati
Tapi banyak yang tak tau diri
Membiarkan penyakit berlari-lari tanpa permisi

127
Hari ini
Kawanku datang sebagai relawan
Bukan mendaftarkan diri untuk bertemu kematian
Tapi karena kemanusiaan

Kemanusiaan seperti apa Ibu Pertiwi?


Jika saat ini zona negeri menghitam
Wajah anak-anak semakin suram
Dan semua orang hanya bisa diam

Hari ini
Aku datang sebagai relawan
Untuk menjemputmu kawan

Akan dikenang, 2020 silam

128
106
Balada Tikus Tua dan Petani
Oleh: Utami N.L.

Pada suatu hari


Hiduplah seorang petani
Bukan . . .
Tapi sedesa petani
Yang hidup harmoni dengan ilalang dan belalang
Yang hidup romantis dengan burung dan mendung
Setelah kemarau panjang

Panen telah usai


Lalu tiba saatnya menanam benih
Hujan turun, tanah basah
Keong-keong mengintip dari sela-sela tanah yang tak lagi
kering
Bangun dari tidur panjangnya di dalam sana
Melepas dahaga dari puasa panjangnya di dalam sana

Petani menyebar padi-padi dari genggamannya


Seminggu kemudian muncul akarnya
Seminggu kemudian muncul daun kecilnya
Seminggu kemudian petani tersenyum melihatnya

Seminggu kemudian bendera perang dikibarkan


Oleh sedesa tikus sawah yang kelaparan
Digigitnya leher anak-anak padi yang baru tumbuh itu

Para petani mengadu pilu


Tak sampai seminggu kemudian

129
Petani datang bawa senapan
Racun tikus disebarkan
Tongkat kayu diayunkan

Terbirit-biritlah para tikus


Merasa harapannya telah pupus
Namun datanglah seekor tikus yang lebih tua usia
Mengatakan,“Kami juga ingin makan”
Dalam Bahasa tikus tentunya

Lalu . . .
“Plakk”
Si tikus tua pingsan dengan sedikit darah
pada kayu yang diayunkan
Si tikus tua masuk keranjang
Dan siap dihanyutkan

Profil Penulis

Utami Ngudi Lestari, S.Pd., Gr., seorang guru Bahasa


Indonesia di SMK Negeri 1 Cilacap. Menyukai pelajaran
Bahasa Indonesia semenjak duduk di sekolah dasar. Masih
haus ilmu sastra dan masih berusaha belajar tentang ekspresi
tulis-lisan sastra sampai saat ini.

130
107
Serpihan Hati
Oleh: Utari Tri Hartati

Malam mulai membayang pekat


Merayapi detak kerinduan
Yang semakin kering
Bergolak memecah dinding kalbu

Merona, merah membara


Meninggalkan hati yang terluka
Yang semakin hari semakin merana
Damba kasih dan kedamaian

Bukakan mataku Tuhan…


Untuk menapaki hari-hariku
Yang semakin hari semakin kering
Suram dan gelap

Ada tanya yang tak pernah henti


Apa arti hidup ini ?
Yang seakan tenggelam dalam temaram senja

Kendal, 28 Oktober 2020

131
108
Asaku
Oleh: Utari Tri Hartati

Udara malam menusuk kalbuku


Bayangan kenangan melintas dalam anganku
Senang…sedih…suka…tawa…duka
Mengiringi langkah waktu

Sampailah aku dalam pencarian


Yang sekian lama dalam penantian
Waktu terus berjalan, penantian itu kudapatkan

Malam ini… hanya berharap dan memohon


Pada Illahi Robbi yang mengatur semua
Agar yang telah kuraih tiada lepas tuk selamanya

Kendal, 28 Oktober 2020

Profil Penulis

Utari Tri Hartati, penulis asli Kendal. Saat ini masih aktif
mengajar di SMK Negeri 4 Kendal

132
109
Bayangan Pekat
Oleh : Vera Anggraeni

Masih selalu ku ingat


Dan akan terus selalu ku ingat
Ketika bayangan hitam begitu pekat
Terus mengikuti ku hingga terlalu dekat

Pernahkah sesekali kau rasa dan kau lihat?


Irisan-irisan kayu terjatuh sebab terpahat
Menggores luka yang sungguh teramat
Bahkan benci dan marah pun tak lagi bisa ku sekat

Bisakah tak lagi kau mendekat


Apalagi hingga tega kau pikat
Ia yang sudah terikat
Dengan ku, hingga akhir hayat

133
110
Bertahan Atau Melepaskan
Oleh : Vera Anggraeni

Kembali ku temui sepi


Dalam sajak yang ku dengar lirih
Hadir, namun tak pernah singgah abadi
Berkelana entah apa yang dicari

Aku…
Layaknya mentari pagi yang menyinari bumi
Namun tak pernah memberi arti

Bagai nada yang ku dengar samar


Bagai noda yang tak bisa memudar
Bagai roda yang tak juga berputar
Bahkan nadi yang tak kunjung bergetar

Pernah ku bertanya pada hati nurani


Mempukah bertahan dengan kesakitan
Atau melepasnya dengan keikhlasan

Profil Penulis
Vera Anggareni, kelahiran Cilacap 7 Maret 1994. Lulusan S1
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa di Universitas
Negeri Semarang pada tahun 2016. Saat ini bekerja sebagai
guru bahasa Jawa di SMP Negeri 1 Karangpucung - Cilacap.
Memiliki hobi menulis. Karya-karyanya pernah dimuat dalam
buku antologi, yaitu antologi Crita Cekak Sekaring
Pasamuwan, Antologi Esai berbahasa Jawa Warnaning
Warana dan antologi pentigraf Jawa Niti Ukara.

134
111
Mengejar Waktu
Oleh: Vicky Kurnia Rahman

Pada jalanan yang tak mau tahu


Wajah kecil penghuni perempatan
Berlari-lari di antara deru-deru kendaraan
Berlari-lari di antara debu-debu angin jalanan
Tangan kecil kurus menggenggam lembaran koran
Setengah ia berteriak
“ tuan bantulah aku “
Tal menolak tak juga mengiyakan
“tuan-tuan aku mengharapkan”
Bukankah kau punya kelebihan ?
Kenapa tak kau berikan ?
Kaki kecil terus melaju
Mengejar waktu
Di hembus setiap nafas-nafas sang ibu
Keringat menetes seperti bernafsu
Pada jalanan ia mengadu
Pada impian ia berburu
Kaki kecil terus berpacu
Mengejar waktu
Di deretan keluh kesah sang ibu
Pada jalanan yang tak mau tahu
Ia terus saja memburu.

135
112
Surat
Oleh: Vicky Kurnia Rahman

Kau serupa aktor akhir tahun


Bermula di sebuah kota nan jauh disana
Kemudian merebak kemana-mana
Tiba tanpa ada kalimat sapa
Kau pula serupa api yang membakar belukar
Menyulut hingga ke tepian
Lantas meranggas ke daun-daun yang rebah
Kau mengancam di keramaian
Kau muncul di ruangan -ruangan besar hingga tepian jalan
Mendesak tanpa ampun
Melenggang bebas tanpa perasaan
Lantas kau terbahak dan berkacak pinggang di perempatan
Menatap jiwa-jiwa yang menetap
Kau buat ingat pada hakikat
Tapi, apa memang harus dengan cara jahat ?
Kutulis surat ini
Bait yang ingin kuteriakan di depanmu
Lantas merangsekmu pulang
Mengembalikan kehidupan yang aman
Mendwa pada hari-hari penuh kewajaran
Tanpa kau, tanpa adanya pesakitan
Surat ini untukmu,
Wahai aktor kondang
Terlampau banyak, jiwa yang kau buat susah
Tangis yang kau buat berdarah
Raga-raga yang lelah
Surat ini untukmu, pulanglah.

136
Profil Penulis
Vicky Kurnia Rahman, lahir di Demak pada
tanggal 23 Setember 1993. Penulis memulai
mengenyam pendidikan di SDN karangawen
1, di Mts AL Hadi Giri Kusuma dan di SMA Al
Ahsriyyah Nurul Iman jurusan bahasa.
Kemudian melanjutkan kuliah di UNNES
jurusan teknik mesin Semarang dan pernah
mengenyam pendidikan di pon-pes Nurul iman di Bogor.
Profesi penulis sekarang adalah sebagai tenaga pendidik
di SMKN Jawa Tengah di Pati.

137
113
Mengapa Rindu
Oleh: Wahyu A.

Mengapa rindu itu selalu saja menyiksa


Seperti mendung yang tak tentu hujan
Entah ini aturan, atau alasan
Yang jelas apapun itu

Itu sudah ungkapanku


Melalui tulisan milikku
Yang sempat membuatmu ragu dan gagu
Merasa tak percaya dan membisu

Apakah itu rindu atau sendu


Yang jelas cinta dan
Rindu . . .
Dua hal yang satu

138
114
Di Pojok Warung Penjual Tahu
Oleh: Wahyu A.

Crik . . crik . . crik suara gelang gemericik


Menyeruak masuk telinga dan menggelitik
Bersahutan dengan jangkrik krik krik krik
Bersama iringan hujan yang deras dan memercik

Saat dingin malam menambah sunyi kala itu


Saat hatiku sedang tersandar kaku dan kalu
Mengingatkan pertemuanku denganmu malam itu
Di pojok warung penjual tahu

139
115
Indahnya Bertamu
Oleh: Wasiran

Atmosfer terasa begitu mengudara


Tenang dan damai dalam satu muara
Ketukan pintu terdengar berirama
Bentuk salam untuk saling bersua

Terlihat mata yang saling bicara


Meyuarakan rindu yang kian lama
Akan tegur sapa yang sempat purna
Dari saudara yang jauh disana

Senyum terukir begitu sempurna


Curahan hati akan suka cita
Yang hadir menyapa jiwa
Akan silaturahim yang terlaksana

140
116
Nona Kopi
Oleh: Wasiran

Rintik hujan menyapa penuh rayuan


Membawa rindu akan sebuah kenangan
Secangkir kopi hadir membawa ketenangan
Menghangatkan hati yang kedinginan

Pahitnya rasa yang tertelan


Serupa ujian dalam kehidupan
Menghampiri diri tanpa membedakan
Mengajarkan syukur akan segala keadaan

Profil Penulis

Wasiran, guru SDN Ciwuni 01 yang lahir di Cilacap, 8


September 1970. Penulis mulai aktif menulis sejak 2010 yang
awalnya hanya sekedar hobi yang dilakukan untuk mengisi
waktu luang. Motto hidup, syukurilah apapun yang kita miliki
maka kebahagiaan akan datang menghampiri kita dengan
sendirinya.

141
117
Semut
Oleh: Widodo Lestari, S.Pd
(SMK Negeri 1 Cilacap)

Ku lihat sekumpulan semut berbaris


Berjejer rapi menuju sarang
Mereka saling bertegur sapa dengan ramah
Seolah menanyakan Kabar berita .

Sekumpulan semut tertatih-tati


Memanggul rejeki hari ini
Walau beban lebih besar dari tubuh mereka
Dengan suka cita dibawanya ke sarang
Haruskah Manusia belajar pada semut
Berkomunikasi dan kerjasama.

142
118
Ternoda
Oleh: Widodo Lestari, S.Pd
(SMK Negeri 1 Cilacap)

Ku tatap nun jauh disana


Gunung tinggi menggapai langit
Menghijau laksana permadani
Sungai jernih mengalir bak kristal
Mengundangku tuk bergumul
Menikmati segarnya…
Sampai ke tulang rusuk.

Keindahan dan kesegaranmu


Kini ternoda sudah…
Kau kini tampak hitam dan kusam
Aromamu menari-nari menusuk rongga hidungku
Memualkan dan memuntahkan isi perutku.

Ku ingin melihat pesona wajahmu


Berseri kembali
Ingin ku nikmati segarnya nafasmu
Gemulai tubuhmu yang Indah
Tuk memukau Insan yang memandang…

143
119
Senja Kala Itu
Oleh: Windawati

Sang mentari perlahan pergi


Tinggalkan terangnya siang hari
Menuntunku menjemput mimpi-mimpi
Membuatku s’lalu mentafakuri tiada henti
Betapa indahnya alam ini

Kilau emasnya manjakan pandangan


Akan kusimpan dalam angan
Sungguh nikmat kurasakan
Wahai senja yang rupawan

Sembari menikmati senja kala itu


kupandangi tarian ombak pembawa rindu
Membawa kabar bahagia dari pujaan hatiku
Bersama buih-buih rindu ia datang menyapaku
Menyentuh lembut jari-jari kakiku

Ya Rabb-ku ....
Berpayung megahnya langit ciptaan-Mu
Berkahilah s’lalu hari-hariku
Hujani aku dengan tulus kasih cintamu

144
120
Menanti Malaikat Kecil
Oleh: Windawati

Hadirmu bagaikan mimpi terindahku


Rupamu sejak lama ingin kusentuh
Tuk mengobati hatiku yang mulai rapuh
Andai hidup boleh memilih
Aku akan memilih bersamamu sekarang juga
Tapi apalah daya
Semua itu bagai mimpi belaka
Ku tak tahu kapan kau hadir di dunia nyata

Di sepertiga malamku....
Kupanjatkan doa-doa kepada sang Illahi Robbi
Bersama untaian tasbih
Ku berserah diri memanjatkan doa-doa dengan fasih

Ya Tuhan...
Hadirkan dia dalam hidupku
Janganlah Engkau membuatku menunggu
Telah lama ku nantikan
Ku ingin memeluk dan memanjakan
Raga mungil nan menggemaskan

145
Profil Penulis
Windawati, S.Pd., lahir di Cilacap, 4 Januari
1992. Menyelesaikan Sekolah Dasar di SD
Negeri Pesahangan 02 tahun 2004, jenjang
SMP ditempuh di SMP Negeri 2 Cimanggu
dan lulus tahun 2007, melanjutkan ke SMA
Negeri 1 Majenang lulus tahun 2010.
Menyelesaikan pendidikan sarjana pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Universitas Galuh Ciamis dan
lulus pada tahun 2014. Sejak tahun 2015 hingga sekarang
penulis adalah salah seorang guru di SMK Alma Ata Majenang.
Pada tahun 2013 penulis pernah menerbitkan buku kumpulan
puisi dengan judul Kidung Lembayung.

146
121
Sahabat
Oleh: Wiwi Retnaningsih, S. Pd.

Hadirmu dalam gersangnya jiwa ini


Begitu berharga dalam hidupnya jiwaku
Bak mentari yang tak pernah lelah pancarkan suryanya
Sinari jiwa yang gersang tanpa harap imbalan

Sahabat,
Kau datang saat jiwa ini kering
Hadirmu bak tetesan embun di padang nan kerontang
Ayat demi ayat untaian nasihat
Kau teteskan penuh keikhlasan

Sahabat,
Kaulah teman sejati yang tak pernah patah semangat
Kau selalu hadir membawa cahaya
Kau slalu ada saat ku khilaf
Semoga silturahmi ini slalu terjaga erat
Hingga sampai di akhir hayat

147
122
Jogyakarta
Oleh: Wiwi Retnaningsih, S. Pd.

Kau meninggalkan beribu kenangan


Bagi para pejuang masa depan
Berjuta harapan kau berikan
Bagi para pejuang asa yang tak kenal putus harapan

Kau terbuka untuk semua umat


Yang berharap kan segala nikmat
Hiburan, kesenian, ilmu, dan masa depan

Kau tebarkan keramahtamahan di setiap sudut


Kau tawarkan segala karya di setiap tempat
Indah, ramah, aman, dan nyaman
Segala yang ada di sana tak kan bisa dilupakan
Selamat pagi kota impian
Kota yang menyimpan beribu kenangan dan harapan
Semoga selalu menjadi dambaan para pejuang masa depan

148
123
Belajar di Rumah
Oleh: Wiwi Widyaningsih

Belajar di rumah, awalnya enak dan leluasa


Namun lama kelamaan terasa tak enak dan merasa
terkekang
Dan juga terasa menjenuhkan
Tak dapat bertemu kawan-kawan maupun guru

Belajar di rumah tanpa kawan tak dapat bertukar pikiran


Lama kelamaan terasa kesepian
Karena kita tak dapat bertemu kawan
Apalagi bertatap muka dengan guru
Untuk bertanya pelajaran yang kurang paham
Tiada lagi canda tawa dan keceriaan bersama kawan-kawan
Corona membuat diriku harus belajar di rumah
Jalanan sepi, yang biasanya ramai kendaraan
Motor, angkot, mini bus yang ditumpangi anak sekolah
Kulihat rumah pemukiman, lingkungan pun sepi
Kini, diriku terkurung sepi

Corona jahat sekali


Tak hanya pendidikan yang seolah mati
Tapi ekonomi dan sektor lainpun lumpuh
Korbanpun berjatuhan baik jiwa maupun raga
Cepatlah engkau pergi, enyahlah
Agar kami dapat belajar di sekolah kembali
Dan suasana dapat segera normal ,pulih lagi

149
124
Jam Pelajaran Kosong
Oleh: Wiwi Widyaningsih

Betapa bahagia siswa


Jam kosong tak ada guru terasa oleh siswa
Telah menjadi tradisi, umumnya siswa
Mereka senyum bahagia tertawa ria

Dan di sudut kanan atau kiri


Siswa mulai menyibukan diri, lupa tugas yang guru beri
Ada yang membangkit senyum dari tidurnya
Ada yang membaca buku lalu mentertawakannya
Ada satu atau dua siswa yang mengerjakan tugas
Ada pula yang mencela, kosong, tugas lagi tugas lagi

Begitulah suasana
Pelajar, siswa-siswi saat ini
Yang gembira kala pelajaran kosong
Namun saat ini dengan corona belajar di rumah tanpa guru
Siswa-siswi, orang tua atau wali , bertanya “kapan masuk
sekolah ? “
Kami ingin belajar bersama bapak ibu guru
Agar kami lebih mengerti
Dan ilmu dapat kami miliki
Orang tua tak mengeluh lagi

150
125
Rindu seorang Ibu
Oleh: Yuli A.M.

Segurat wajah tua berdiri menatap dunia


Mengenang kisah kecil kehidupan lama
Setetes air jatuh dari matanya
Mengingat ia yang jauh di mata

Sebuah asa terajut dalam jiwa


Terselimut doa pada semata wayangnya
Lama nian kabar diterima
Memberi tanya apa kabar dia di sana

Tawanya yang menggaris senyum


Tangisnya yang menyayat kalbu
Terkenang indah dalam hati seorang ibu

Bulir hujan turun dengan syahdu


Menggelitik hati tuk mengucap rindu
“Anakku, sungguh ibu rindu padamu”

151
126
Catatan Bah yang Melanda
Oleh: Yuli A.M.

Mentari masih bersembunyi di peraduannya


Ketika kentong dibunyikan
Tangisan bayi-bayi
Riuh anak kecil
Dan wajah tua mereka
Menjadi saksi bah yang melanda tanpa kabar berita

Sepi menyapa
Rindu tak berdaya
Hitam kelam asa di dada

Dulu, aku hanya melihat


Dan sekarang aku merasanya
Dulu, aku yang tak acuh
Sekarang, aku yang trenyuh

Sungguh malunya diriku.


Tak peduli pada sahabatku kala itu

Tapi, begitulah Tuhan menegurku


Peduli pada mereka
Peduli pada diriku

152
127
Kesepian yang Merenda
Oleh: Cahya W Yuly
Ku langkahkan kaki lemah gontai
Terasa kaku seakan terjerat jeruji berantai
Ku lintasi teralis gerbang sekolah
Terasa sunyi tak berpenghunikah?
Pandanganku menerawang ke segala penjuru arah
Kalut menahan air mata yang perlahan tumpah

Ku telusuri barisan teras kelas


Namun tak ku jumpai gelak tawa senyum puas
Rinduku pada pencari ilmu
Murid-muridku yang menjadi penyemangatku
Sumber inspirasi pada setiap coretan tintaku
Saat ini harus terisolasi kebijakan yang mengharu biru
Ku rasa semua berubah hampa dan semu
Seolah menyita warna dalam filosofiku

Virus corona berpijak membalut semesta


Menumpas tanpa ampun dan menggelegar dengan serakah
Hadirnya telah menahan ego dan memenjarakan raga
Yang ikhtiar untuk bersua, bertatap muka
Seiring sejalan merajut cita-cita penuh makna

Ya Allah...
Ku tengadahkan jemari beku seraya bersimbah
Agar pandemi hebat yang merajalela masa
Bergulir menjadi nuansa penuh mega
Dan membunuh kesepian yang merenda

153
128
Terluka Mencintaimu
Oleh: Cahya W Yuly

Selayaknya insan di kawah putih asmara


Panas terasa, membara menepis asa
Bersama membangun deposito kebahagiaan
Berbunga harapan dan bermandikan angan-angan
Begitu seharusnya progres sebuah jalinan

Namun ku rasa sakit mencintamu,


Karena benang cinta kita tersangkut masa lalumu
Yang tak mampu kau hindarkan
Bahkan tak kuasa engkau tepiskan
Walaupun itu semua hanya secuil kenangan
Yang harusnya perlahan hilang terkubur masa depan

Lalu apa arti hadirku dalam hidupmu?


Kau ikrarkan lafal ijab dihadapan ayahku
Kau janjikan kesetiaan menyelimuti pernikahan
Dan kau jaminkan hidupmu untuk selalu mencintaiku
Tapi kenapa kau sisakan juga cintamu untuknya
Aku sakit dan tak kau pahami itu

154
Apakah kita akan selalu bersama?
Hanya hembusan bayu yang mampu menjawab raguku

Karena kau hanya tertunduk diam membisu


Tak pernah kau utarakan sebuah pernyataan jelas
Bahwa kau tlah meninggalkan cinta lalumu di ambang batas
Entahlah, aku tak tau apa yang menjadi inginmu
Hanya kau dan Tuhan yang tau

Profil Penulis

Yuli Cahyawati, Lahir di Brebes, 30 Juli 1985. Guru Bahasa


Inggris SMP, Hobi membaca dan menulis. Ibu dari dua anak,
yang bernama Muhammad Aufar dan Mikhail Willy. Cita-cita
penulis ingin menulis buku. Motivation word: Success is not a
final, only an achievement.

155
129
Lagu Rindu untuk Ayah
Oleh: Yulia Lestari, S.Pd.
(SMK Komputama Majenang)

Aku rindu Ayah …


Yang mengenalkan aku warna merah
Nan indah
Aku rindu Ayah ...
Yang mengajarkan aku bersawah
Tidak untuk hidup mewah
Aku rindu Ayah …
Yang melatih aku memanah
Agar tak hilang arah
Aku rindu Ayah…
Yang membuatku berbenah
Karena hidup pasti punah
Aku rindu Ayah…
Yang telah kembali ke rumah
Tanpa ramah tamah

Saat risau menjelma pisau


Saat angin enggan mendesau
Aku kehilangan arah
Tanpamu Ayah
Peluklah aku Ayah …
Meski …
Di atas sajadah
Di dalam mujahadah

156
130
Simponi di Ujung Senja
Oleh: Yulia Lestari, S.Pd.
(Guru SMK Komputama Majenang)

Pada suatu kamis manis


Ditemani rintik gerimis

Aku mengetuk pintu hatimu bertubi-tubi


Aku memanggil namamu berulang-ulang
Aku menuliskan kisahmu berkali-kali

Jadilah kata kita …


Merajut asa
Melukis senja
Bersama berserah
Menjahit kisah
Hingga istirah

Profil Penulis
Yulia Lestari, lahir pada 2 Juli 1986 di Cilacap Kota
bercahaya. Alumnus Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta ini mendedikasikan
dirinya di dunia pendidikan sejak tahun 2008. Kini ia mengajar
di SMK Komputama Majenang.

157
131
Guruku
Oleh: Yulianti

Guruku . . .
Kau adalah pelita dalam hidupku
Kau adalah idolaku
Yang selalu membimbingku
Hingga aku dapat meraih Cita-citaku

Guruku . . .
Kaulah tauladan terindah bagiku
Segala tutur katamu
Menjadikan semangat dalam hidupku
Untuk menjemput masa depan

Guruku . . .
Jasamu takkan pernah aku lupakan
Akan aku ingat selalu pesan yang kau berikan
Supaya aku bisa menjadi kebanggaan bagi keluarga dan
bangsa

158
132
Ibu
Oleh: Yulianti

Ibu
Kau adalah wanita yang tangguh
Kau adalah pahlawan bagiku
Karena kau selalu ada untuk meludungiku

Ibu
Takkan pernah kulupa jasamu
Kau besarkan aku dengan kasih sayangmu
Kau bimbing aku dengan sepenuh cintamu

Ibu
Ingin aku membalas semua itu
Tapi apalah dayaku
Aku hanya bisa berdoa untuk kesehatan dan kebahagiaanmu

159
133
Semangatku
Oleh: Desi Satriyaningrum

Entahlah
Hidupku seperti tak hidup
Pasrahku adalah jalan hidupku
Kekecewaan adalah bentuk kecil kebahagiaanku
Kan ku jalani meski rapuh hati
Kan ku jalani meski tertatih lagi
Karena kini semangatku adalah rapuhku
Semangatku adalah dari kelamnya hidupku

160
134
Rintik Hujan
Oleh: Desi Satriyaningrum

Kutemukan indahnya kebahagiaan di rintik hujan


Hujan bagaikan menari berlenggak lenggok di tanah basah
Ku ingat kembali sebuah kenangan
Kenangan indah yang tak kan pernah kulupakan
Indah bagai pelangi yang muncul setelah basahnya tanah
Wangi semerbak tanah yang dapat menggembirakan hati
Ingin kupeluk rintik hujan yang dapat menghilangkan rindu
Ingin ku tatap pelangi yang dapat membuat tenangnya hati
Kerinduan ku akan dirimu yang semakin menggebu – gebu
setelah kulihat rintik hujanku

161
135
Rapuh
Oleh: Dyah Wuri Setyasih

Sengatan surya membakar jiwa


Hanguskan nurani yang tertatih
Lebur semua asa yang membara
Luluhkan raga yang mulai letih

Semilir bayu terbangkan ambisi


Hingga jauh dari angan dan harapan
Tak mampu lagi ‘tuk tangisi
Sebuah rasa yang terpuruk di kegelapan

Terbakar...
Tiada berbekas
Terbang...
Tiada arah

Hati
Jiwa
Kalbu
Nurani
Tak terjabarkan lagi
Ketika rasa ini tak berbentuk lagi

162
136
Ujian Nasional
Oleh: Dyah Wuri Setyasih

Menunggu waktu berlalu


Serasa jiwa terbelenggu
Jenuh dan bosan pun ikut mengganggu
Duhai waktu...aku menunggu

Dua jam harus terlewati


Seperti janji harus ditepati
Menumbuhkan rasa empati
Bagi putra negeri sejati

Bayu pagi semilir berhembus


Mengibas akal yang tak pernah pupus
Cerah mentari belum menghangus
Lima jiwa yang masih lurus

(4 Mei 2010)

163
Profil Penulis
Dyah Wuri Setyasih lahir dan besar di Cilacap, Jawa Tengah.
Mengenyam pendidikan di SD Negeri Kesugihan 07, SMP
Negeri 1 Kesugihan, SMA Negeri 1 Maos, dan menamatkan
Program Strata Satu di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Anak ketiga dari lima bersaudara ini memilih menuruti kemauan
orang tuanya dengan terjun ke dunia pendidikan. Mimpinya
menghasilkan karya sastra belum juga terwujud meskipun
senang menulis puisi. Berbicara dengan diri sendiri (Empety
Chair) adalah caranya untuk mengumpulkan inspirasi sampai
melahirkan tulisan. Wuri, begitu panggilan kesehariannya bisa
dihubungi lewat:
Facebook: dyahwurisetyasih@facebook.com
Email: dyahwuri_setyasih@yahoo.co.id
dyahwurisetyasih@gmail.com
WA: +62853-2703-4205

164
137
Tentang Kamu
Oleh: Khotimah

Ingatkah kamu,
Saat tangisku memecah keheningan malam
Ingatkah kamu,
Saat hadirku jadi penyempurna nasabmu
Setelah penantian panjangmu

Tergambar jelas senyum bahagia diwajahmu


Terukir indah suka cita dalam fase hidupmu

Kita lewati bersama,


Masa-masa sulit dan bahagia
Masa jatuh bangun menata hidup ini

Kau mengajariku dunia ini


Dunia yang bukan menjadi akhir tujuan hidup
Kau mengajariku arti ketulusan
Segalanya tak harus bernilai materi

Kini saat semua tertata


Saat kehidupan kita membaik
Saat itulah ragamu tak lagi disisi
Purna sudah tugasmu

165
Kini kita terpisahkan ruang dan waktu
Tak ada lagi titahmu
Tak ada lagi canda tawamu
Tak ada lagi senyummu

Namun kami tahu,


Dia lebih menyanyangimu
Lebih dari kami
Meski kau bawa separuh kami

Kau mati sekali


Namun hidup selamanya
Dalam hati kami

166
138
Pandemi
Oleh: Khotimah

Dia datang.
Membawa duka berkepanjangan
Dia datang,
Meluluhlantahkan tatanan hidup
Dia datang,
Menghancurkan kesombongan diri
Dia datang,
Membawa ketakutan

Orang bilang, dia tak kasap mata


Orang bilang, dia mematikan
Orang bilang, dia menyerang siapapun

Hampir satu tahun


Dia menjadi teman kita
Hampir satu tahun
Dia memPHKan banyak orang
Hampir satu tahunP
Dia mengulungtikarkan usaha
Hampir satu tahun
Anak-anak lupa rasanya disiplin
Hampir satu tahun
Tempat ibadah seperti museum

167
Darinya kita belajar banyak hal
Bahwa dunia hanyalah sementara
Harta hanyalah titipan
Ini bukan salahnya
Tapi sudah kehendakNya

Profil Penulis
Khotimah lahir di Cilacap, 15 September 1986. Penyair
merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Sekarang
penyair sudah mempunyai sebuah keluar kecil dengan suami
yang sangat menyayangi keluarga dan dua orang putri kecil
yang sangat cantik. Penyair bekerja di sebuah sekolahan
swasta.

168
139
Seperti Cermin
Oleh: Listyani Prawesti

Aku ingin seperti cermin


Berkata apa adanya tanpa dusta
Membiaskan lubuk rasa dan jiwa
Tanpa nestapa, takut, dan paksa

Aku ingin seperti cermin


Bukan untuk merias wajah
Tapi merefleksi berbagai salah
Yang terkadang menyisakan keluh kesah

Aku ingin seperti cermin


Memberitahumu kabar bahagia
Menangkal dusta manusia
Hai jiwa yang terenggut bisik sumbang
Masihkah kau tak takut?
Jika cermin berkata

Andai semua orang seperti cermin


Andai semua orang melihat cermin
Semua salah akan membuatmu gusar
Semua benar yang tergambar takkan pudar

169
140
Menangkap Senja
Oleh: Listyani Prawesti

Aku suka menangkap senja


Yang kuabadikan dalam sebingkai kenangan
Semburat jingganya menghangatkan
Mega merahnya menguatkan
Bias cakrawala meneduhkan jiwa
Senja, biarkan aku berpeluk lebih lama
Satu jam, satu menit, atau satu detik saja

Setiap kota memiliki sudut senja


Dengan rasio yang berbeda
Namun, senja akan tetap indah bagi penikmatnya

Senja adalah ruang waktu


Menjadi pengingat yang selalu ditunggu

Profil Penulis
Listyani Prawesti, S.Pd., Gr., lahir di Cilacap, 27 Juni 1992.
Menempuh Pendidikan S 1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Pendidikan
Profesi Guru di Universitas Negeri Suarabaya. Menjadi guru
sejak tahun 2014. Pernah mengabdikan diri sebagai guru SM-
3T angkatan V di SMP Negeri 1 Dabun Gelang Kabupaten
Gayo Lues Provinsi Aceh pada tahun 2015. Sekarang menjadi
guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 1 Cilacap.

170
141
Ibu
Oleh: Lusi Rahayu

Namamu selalu terukir di dalam hatiku


Setiap detik ku mengingatmu
Tak ada yang lain selain dirimu
Pengorbananmu begitu besar untukku

Ibu….
Tak ada yang bisa mematahkan senyumu
Senyum yang begitu berharga bagiku
Kau adalah semangat hidupku

171
142
Bayangmu
Oleh: Lusi Rahayu

Malam ini terasa sepi


Aku hanya seorang diri
Hatiku terasa sunyi

Tidur beratapkan bintang-bintang


Dingin menggigit kulit
Akupun mulai memejamkan mata
Tapi tak ku sangka
Bayangmu hadir dalam mimpi

Profil Penulis
LUSI RAHAYU lahir pada tanggal 21 Agustus 1990.
Beralamat di Jalan Telaga Bening Rt 02 Rw 01 Sampang –
Cilacap dengan nomer kontak 081390841010. Saat ini bekerja
di SMK Muhammadiyah Sampang-Cilacap.

172
143
Penjajah Tak Bernyawa
Oleh: Meli Hartanti

Heei…
Penjajah telah tiba
Menembus hiruk pikuk kehidupan
Menyerang membabi buta
Melumpuhkan sayap-sayap kehidupan

Muka bengisnya di mana-mana


Tak menilai miskin atau kaya
Menyerang imun jiwa siapa saja
Tanpa memberi tanda-tanda

Hari-hari penuh kekawatiran


Ratusan ribu jiwa tak berdosa
Mati sis-sia merenggang nyawa
Menambah daftar panjang korban

Bumiku kembali berperang


Mengutuk musuh tak bernyawa
Bumiku kembali berperang
Menumbangkan musuh tak bernyawa

173
144
Cinta yang Bertamu
Oleh: Meli Hartanti

Rembulan sabit sempurna


Awan bergelayut manja
Pelahan semua jadi kelabu
Selepas cinta bertamu
Otak membeku
Hati membatu

Segala impresi tentangnya menguar


Memenuhi imaji
Mencerai ragkaian asa yang kucipta
Merenda pilu mecipta elegi

174
145
Katanya
Oleh: Nopia Agustin
Mata berbinar menatap nanar
Sekumpul orang berjalan gementar
Menyuarakan diatas tatar kehidupan
Katanya sudah merdeka ?
Katanya sudah terbebas dari jajahan
Itu katanya

Suara serak berdengung


Bersorak tak didengar
Riuh gemuruh
Dimana
Kemana

Tak terlihat tak kasat


Sedang dimana
Sedang apa
Nyanyian itu terdengar pilu
Inikah lukisan negara maju

Si kecil
Terperangkap tak berdaya
Melawan tak ada upaya
Si kaya
Semakin bergelimang harta
Mengeruk semua yang ada
Negeri makmur katanya
Majenang, November 2020

175
146
Kabut terakhir
Oleh: Nopia Agustin

Malam sepi sunyi tak bertepi


Sayup-sayup kudengar angin bernyanyi
Lirih menyanyat hati
Pilu sembilu
Gerangan apa yang terjadi

Angin tak lagi lirih


Malam tak lagi bergemintang
Kebaca alam dalam diam
Seakan mengisyaratkan kejadian

Subuh tak lagi sejuk


Hawa dingin yang menusuk menghilang membusuk
Kabut subuh kemarin yang terakhir
Kini telah bergulir

Mentari tak lagi teduh


Siang menggosongkan tubuh
Terasa panas membakar peluh

Isyarat apa yang dibawa


Kepada penduduk bumi yang serakah
Mengambil tanpa menganti
Menebang tanpa reboisasi

Majenang, November 2020

176
Profil Penulis
Nopia Agustin, penulis muda lahir di Cilacap, 04 November
1996. Menyelesaikan pendidikan di Universitas Galuh Ciamis,
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pengajar mata
pelajaran Bahasa Indonesia dan BK di SMK Komputama
Pesahangan Kec. Cimanggu Kab. Cilacap. Penulis Penyuka
sastra dan gunung, hatinya sudah terpaut dengan sastra sejak
remaja dengan goresan pena dan sajak-sajak kecil yang ditulis
dalam lembaran putih. Karya perdana penulis bergiat di
Komunitas Cipta Sastra Indonesia (KCSI) Program
DIKsastrasiaa dan kelompok musikalisasi “ Rijani “ 2016 telah
dipublikasikan adalah “Perampas Negeri” tahun 2016, Saat ini
penulis bergiat di Komunitas Cipta Sastra Indonesia (KCSI)
Program DIKsastrasiaa dan kelompok musikalisasi “ Rijani “
2016 penulis mempublikasikan karya pertamanya yaitu
kumpulan puisi berjudul “ Perampas Negeri “ yang diterbitakan
pada tahun 2016. Pada tahun 2018 puisinya terhumpun dalam
Antologi Puisi berjudul “Suara dari Sudut Bumi” gabungan 25
karya penulis muda berbakat. Karya lain yaitu naskah Drama
dari dramatisasi puisi yang berjudul Kolonial Nasionalis.

177
147
Syair Luka
Oleh: Wiwin Yulis Setiowati

Nyanyian angin tak lagi berirama seperti dulu,


Aku merangkai air mata dalam puisi lelah dan syair luka,
Jiwaku perlahan luruh, tersudut di ruang sunyi,
Sendiri untuk menikmati keterasingan diri, dan bertanya..
Kapan ini berakhir??

Peluhku telah luluh, hancur karena jujur..


Hujat terus menyayat dan sindir terus menyinyir,
Lelah membuatku marah,
dan sedih membuatku sedih,
Namun, hanya DIAM. Itu yang kupilih.

Cilacap, 26 Juli 2020

178
148
Asmaraloka
Oleh: Wiwin Yulis Setiowati

Siang bukan hanya tentang terang


Senja bukan hanya tentang semu
Malam juga bukan tentang gelap

Kulihat setiap cahaya langit-Mu adalah rinduku


Kulihat setiap rona yang turun
adalah belayan kasih sayang-Mu
Rinduku tertuang dalam syair di sepertiga malamku,
untuk bertemu dengan-Nya yang aku rindu
Ketika kubersimpuh bermunajat dalam dzikir dan doa
Kuberharap langit-Mu terbuka
dan memancarkan cahayanya..

Cilacap, 26 Juli 2020

179

Anda mungkin juga menyukai