Modul PKPD Am Perdici - Rovina2012
Modul PKPD Am Perdici - Rovina2012
n.ruslami@gmail.com
Learning objective:
a. Parameter farmakokinetik (Cmax, Tmax, AUC0-24, T½, Vd, Cl, MIC, MPC)
b. Obesitas
1
PENDAHULUAN
Pengobatan infeksi dengan sepsis pada penyakit kritis masih merupakan tantangan bagi
para klinisi karena masih tingginya morbiditas dan mortalitas. Pada penanganan penyakit
kritis pemberian antimikroba (AM) secara dini dan tepat merupakan salah satu pilar
penting disamping penanganan sumber infeksi1. Oleh karena itu optimalisasi penggunaan
sangat penting untuk memaksimalkan luaran terapi, tanpa harus meningkatkan resiko
mengalami toksisitas dan meminimalkan resiko resistensi AM. Pemahaman akan konsep
yang dikenal dengan konsep PK/PD suatu AM dapat membantu kita dalam menggunakan
AM secara tepat.
Antimikroba (AM) merupakan obat dengan karakteristik yang khas, targetnya adalah
mikroorganisme, dan daya bunuhnya tergantung kepada karakter PK/PD nya. Berbicara
seberapa besar tubuh pasien terpapar AM yang diberikan pada rentang waktu 24 jam),
distribution: menggambarkan seberapa luas suatu AM tersebar dalam tubuh), T½ (half life
= waktu paruh: waktu yang diperlukan untuk membuat konsentrasi suatu obat menjadi
bersihan tubuh dari suatu AM). Secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.
2
Gambar 1. Parameter Farmakokinetik dan kurva AUC
dibutuhkan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisma secara in vitro) dan istilah MPC
terjadinya muatsi suatu mikroorganisme). MPC lebih besar dari MIC dengan konsekuensi
logis dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk mencapai suatu MPC (gambar 1).
konsentrasi AM, makin besar daya bunuhnya. Contoh AM yang bersifat concentration-
AM lain bisa bersifat time-dependent dimana daya bunuhnya lambat dan terus menerus2,3,
Efeknya berhubungan dengan seberapa lama AM berada di dalam tubuh dengan kadar
berada di atas kadar efektif maka makin baik daya penekanan pertumbuhan
3
Untuk AM golongan ini, tidak diperlukan konsentrasi AM yang tinggi; daya bunuh akan
maksimal pada konsentrasi AM sekitar 4-5x MIC4. Jika konsentrasi AM berada dibawah
jauh di atas MIC tidak akan memberikan nilai tambah dari segi efikasi4.
Disamping itu, AM juga mempunyai sifat yang disebut dengan PAE (Post Antibiotic
sekalipun kadarnya di dalam darah sudah tidak ada. Sifat PAE ini umumnya dimiliki oleh
tidak memiliki PAE. PAE berhubungan dengan tingginya Cmax dan lamanya waktu tubuh
4
Perubahan PK/PD Antimikroba pada penyakit kritis
Pada kondisi sepsis terjadi perubahan fisiologis tubuh yang menyebabkan berubahnya
skematis. Pada fase awal terjadi peningkatan hemodinamik sebagai respons tubuh terhadap
Sebaliknya pada fase lanjut dimana sudah terjadi disfungsi organ metabolisme dan ekskresi
(hati dan ginjal) maka Cl akan menurun dan T½ akan memanjang. Kondisi ini
dosis yang tetap/sama dibanding pasien yang tidak dalam kondisi kritis.
penyakit kritis supaya luaran terapi adalah kesembuhan bagi pasien, bukan kegagalan
terapi akibat kadar yang suboptimal, atau malah toksisitas5. Pada sepsis tahap awal perlu
5
sedangkan pada sepsis tahap lanjut perlu dipertimbangkan penyesuaian cara pemberian
Penyesuaian dosis suatu AM adalah berdasarkan karakteristik PK/PD nya. Prinsip utama
adalah tetap memberikan dosis inisial (dosis penuh) berupa bolus untuk mencapai
konsentrasi puncak yang diharapkan dengan segera, dan dilanjutkan dengan pemberian
relatif lebih aman, penyesuaian dosis baru dilakukan jika klirens kreatinin menurun cukup
bersifat nefrotoksik, diekskresi melalui ginjal, dan pasien dengan kondisi kritis sering
mengalami gangguan fungsi ginjal, namun penyesuaian dosis yang paling tepat adalah:
“dengan tetap memberikan dosis penuh setiap kali pemberian dengan memperpanjang
interval pemberian”6. Setelah dosis awal diberikan secara bolus, diikuti dengan pemberian
dosis pemeliharaan (setelah dihitung kebutuhan harin) dengan dosis penuh juga, namun
adanya PAE maka penekanan pertumbuhan AM tetap terjadi2,4. Pemberian dengan interval
yang sama namun dengan dosis yang lebih kecil akan menghasilkan konsentrasi yang lebih
rendah sehingga daya bunuh terhadap mikroorganisme juga akan lebih rendah (efikasi
kadar obat selama mungkin di atas MIC adalah lebih utama. Hal ini dapat dicapai dengan
6
pemberian bolus”7-9. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah pemilihan cairan pelarut,
dan kestabilan obat pada suhu kamar; kondisi ini tidak sama untuk setiap AM. Untuk AM
yang tidak stabil pada suhu kamar dalam waktu yang lama, tidak dianjurkan pemberian
pada suhu kamar sekitar 8 jam, maka pemberian untuk AM ini dilakukan secara bolus
intermittent3 atau extended infusion (pemberian selama 3 jam – setiap 8 jam). Pemberian
meropenem secara extended infusion lebih baik dibanding pemberian secara bolus
intermittent10
Pada populasi khusus dimana terdapat perubahan farmakokinetik suatu AM, maka
pemberian suatu AM dengan dosis yang sama akan menghasilkan konsentrasi AM yang
mungkin lebih rendah atau lebih tinggi dari yang diharapkan. Untuk itu perlu dilakukan
Untuk AM yang ekskresi utamanya melalui ginjal, dosis pemeliharaan dihitung sesuai
dengan kondisi ginjal (tergambar dari GFR atau klirens kreatinin); sedangkan untuk
AM yang ekskresi terutama melalui sistem bilier, tidak memerlukan penyesuaian dosis
dependent atau time-dependent) seperti telah diuraikan di atas. Jika pasien mengalami
7
yang terdialisis (dialyzable) maka pemberian hendaknya sesudah pasien mengalami
dialisis, atau perlu diberikan dosis tambahan setelah pasien mengalami dialisis.
Pasien dengan obesitas mempunyai jaringan lemak yang lebih banyak, sehingga obat-
peningkatan Vd yang akhirnya akan menurunkan efikasi. Selain itu pada pasien dengan
obesitas jumlah cairan interstisial juga meningkat yang menyebabkan Vd obat yang
bersifat hidrofilik (seperti aminoglikosida) juga akan meningkat. Pada obesitas klirens
Pada prinsipnya penghitungan dosis inisial dan dosis pemeliharaan pada pasien dengan
obesitas adalah sama dengan pasien lainnya. Hanya pada pasien dengan obesitas,
pasien dengan obesitas (Berat Badan pasien > 130% Berat Badan Ideal) maka klirens
Keterangan:
Wt: berat badan (kg)
Ht: tinggi badan = TB (m)
Scr: kreatinin serum
Terapi Deeskalasi
Prinsip terapi deeskalasi HANYA diindikasikan untuk infeksi berat yang belum diketahui
kuman penyebabnya. Per definisi terapi deeskalasi adalah pemberian AM yang lebih
powerful pada tahap awal terapi untuk periode waktu yang singkat dan kemudian segera
8
mengganti dengan AM yang kurang powerful jika penyebab infeksi sudah diketahui dan
kondisi infeksi terkontrol (Prinsip “hit hard, hit fast” dan “magic bullet theory”). Disini
pemberian AM adalah secara empirik, berdasarkan peta kuman lokal. Dengan deeskalasi
diharapkan luaran terapi dapat diperbaiki, resistensi AM dapat ditekan dan juga
memperbaiki cost-effectiveness.
Tahapannya adalah14:
1. Pemberian AM inisal yang adekuat dengan cara penggunaan AM dengan spektrum luas
2. Lalu segera menyesuaikan dengan hasil mikrobiologi (kultur & test sensitifitas kuman)
berupa sarana lab mikrobiologi yang memadai, meningkatkan kesadaran seluruh tenaga
kesehatan terlibat tentang pentingnya pengambilan spesimen yang tepat dengan cara yang
tepat, dan juga kepatuhan dokter dalam mengikuti panduan (SOP) yang sudah dibuat
RINGKASAN
Pada penyakit kritis terapi empiris hampir selalu menggunakan lebih dari 1 macam AM
dengan sifat PK/PD yang berbeda (concentration- & time-dependent), dan pada saat
inisiasi pemberian AM belum ada hasil pemeriksaan mikrobiologi. Pada pasien dengan
penyakit kritis terjadi perubahan fisiologis tubuh yang menyebabkan terjadinya perubahan
PK/PD suatu AM. Pemahaman konsep PK/PD akan membantu pencapaian luaran terapi
yang baik tanpa pasien harus mengalami toksisitas dan juga dapat mencegah resistensi AM.
Aplikasi konsep PK/PD pada penyakit kritis adalah dengan memberikan AM golongan
9
KEPUSTAKAAN
10