Anda di halaman 1dari 4

7/12/23, 2:12 PM Hukum Jual Beli Sistem Dropship dan Reseller | NU Online

SYARIAH
Hukum Jual Beli Sistem Dropship dan Reseller
Jumat, 14 September 2018 | 07:30 WIB

Mahbib Khoiron

Jual beli online telah menjadi menjadi primadona sistem jual beli di tengah
perkembangan teknologi internet dewasa ini. Dropshipping mengacu pada istilah jual
beli yang dilakukan tanpa modal. Penjual tidak perlu menyediakan stok barang atau
melakukan proses pengiriman barang pada pembeli. Ia hanya berperan sebagai
perantara yang menghubungkan antara penjual dan pembeli. Sementara itu, supplier
berperan menyediakan stok dan melakukan pengiriman barang atas nama
dropshipper. 
Sistem ini berbeda sekali dengan sistem jual beli reseller, yaitu sistem jual beli yang
dilakukan dengan jalan menjual kembali barang yang dikulak oleh pedagang dari
pedagang stok. Dalam sistem ini, penjual harus menyediakan stok barang terlebih
dahulu sebelum bergerak selaku penjual. Tanggung jawab pengiriman barang melekat
pada dirinya sendiri.
Dengan membedakan kedua sistem antara dropshipping dan reseller ini, maka bisa
diketahui bahwa dropshipping merupakan sistem jual beli tanpa modal (urudlu al-
tijârah). Pedagang hanya bergerak selaku makelar (samsarah) atau selaku orang yang
diberi hak kuasa menjualkan barang (wakil) oleh pedagang stok (supplier). Barang
yang diperjualbelikan mengikuti klasifikasi barang yang disediakan oleh penyedia
https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/hukum-jual-beli-sistem-dropship-dan-reseller-PZRDj 1/4
7/12/23, 2:12 PM Hukum Jual Beli Sistem Dropship dan Reseller | NU Online

stok-nya. Adapun harga barang, maka ada dua kemungkinan, yaitu: pertama,
pedagang memberikan harga sendiri atas barang yang dijual, yang berbeda dengan
harga pokok pemilik stok. Kedua, pedagang hanya berperan selaku orang yang
mendapatkan izin menjualkan barang milik supplier (seharga yang sudah ditetapkan
pemilik stok, dengan tetap mendapat keuntungan sesuai kesepakatan, red). 
Untuk hukum seputar jual beli reseller, para ulama sepakat membolehkan disebabkan
karena barang sudah menjadi milik dari supplier. Sistem jual beli reseller masuk
kategori bai’u maushufin fi al-dzimmah, yaitu jual beli barang yang sudah menjadi milik
dari pedagang. Akad yang berlaku adalah akad salam, yaitu sistem jual akad pesan.
Cirinya adalah:
- Barang sudah berada dalam kuasa pedagang
- Diketahui ra’sul maal-nya (modal pokoknya)
00:00/00:00

Ikhtilaf terjadi pada sistem perdagangan dropshipping. Ada beberapa pangkal ikhtilaf
mengingat sistem jual beli dropshipping ini ada dua, sebagaimana telah dijelaskan di
atas. 
Dropshipping dengan barang yang belum mendapatkan izin dari supplier 
Biasanya sistem ini dilakukan dengan jalan, penjual membuat akun sendiri. Ia
mencantumkan banyak ragam barang yang ditawarkan, sementara barangnya masih
berada di tangan orang lain yang menjadi pedagang aslinya. Ia hanya berperan
mencarikan barang, tanpa kesepakatan imbalan (ujrah) dengan pedagang pertama.
Sebagai gambaran mudahnya adalah perdagangan ala makelaran. Barang yang
ditawarkan belum menjadi milik makelar, dan belum mendapat izin atau meminta izin
kepada pedagang aslinya, tapi dia sudah menawarkan barang. 
Jual beli sistem dropship model makelaran seperti ini disepakati oleh mayoritas ulama
sebagai haram, kecuali mazhab Hanafi yang masih membolehkan, asalkan ia
mengetahui ciri-ciri umum dari barang. Sebagian dari kalangan Syafi’iyah juga masih
ada yang menyatakan boleh, namun sifatnya hanya terbatas pada barang tertentu
yang mudah dikenali dan tidak gampang berubah ciri khasnya. Contoh makelar
sepeda motor dengan merek Jupiter Z1, atau makelar mobil dengan merek Avanza.
Baik sepeda motor maupun mobil Avanza adalah merupakan jenis barang yang tidak
gampang berubah dan mudah dikenali oleh pembelinya, meskipun barangnya itu tidak
ada di tempat penjualnya. Untuk jual beli barang seperti ini termasuk jual beli ainun
ghaibah, yaitu jual beli barang yang belum ada di tempat. 
Pangkal hukum yang memperlemah status kebolehan dropshipping sistem pertama ini
adalah masalah izin yang belum didapatkan oleh dropshipper dari supplier. Itulah
sebabnya ia dikelompokkan dalam sistem samsarah (makelar) yang hanya di mazhab
https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/hukum-jual-beli-sistem-dropship-dan-reseller-PZRDj 2/4
7/12/23, 2:12 PM Hukum Jual Beli Sistem Dropship dan Reseller | NU Online

Hanafi saja yang membolehkannya. Salah satu ulama dari kalangan Malikiyyah, yakni
Syekh Wahbah Zuhaily juga menyatakan kebolehan dari akad samsarah ini. Dalam Al-
Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, beliau menyampaikan:
‫ ﻭاﻷﺟﺮ اﻟﺬﻱ ﻳﺄﺧﺬﻩ اﻟﺴﻤﺴﺎﺭ ﺣﻼﻝ؛ ﻷﻧﻪ ﺃﺟﺮ ﻋﻠﻰ ﻋﻤﻞ ﻭﺟﻬﺪ ﻣﻌﻘﻮﻝ‬،‫ﻭاﻟﺴﻤﺴﺮﺓ ﺟﺎﺋﺰﺓ‬

Artinya: “Jual beli makelaran adalah boleh. Dan upah yang diambil oleh makelar adalah
halal karena ia didapat karena adanya amal dan jerih payah yang masuk akal.” (Lihat:
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah,
tt.,: 5/21!).
Namun, sayangnya dalam mazhab Maliki tetap mensyaratkan adanya al-ajru, yaitu
upah bagi makelar, yang berarti harus ada izin langsung dari pihak supplier. Jadi,
satu-satunya mazhab yang membolehkan dalam masalah ini adalah mazhab Hanafi
saja. 00:00/00:00

Dropshipping dengan barang yang mendapat izin dari supplier


Untuk sistem kedua ini, biasanya dilakukan dengan jalan pihak dropshipper meminta
izin kepada supplier untuk ikut menjualkan barangnya. Dengan demikian pedagang
berperan selaku orang yang diizinkan atau mendapatkan kuasa menjualkan. Selaku
orang yang mendapatkan hak kuasa, maka kedudukannya hampir sama dengan
pedagang reseller. Hanya saja, kondisi barang yang dijual belum ada di tangan
pedagang. 
Selaku orang yang diberi izin menjualkan barang, maka dropshipping sistem kedua ini
masuk kategori bai’u ainin ghaibah maushufatin bi al-yad, yaitu jual beli barang yang
belum ada di tempat namun bisa diketahui sifat dan ciri khas barangnya dan
diperbolehkan sebab pemberian kuasa. Kalangan ulama mazhab Syafi’i ada yang
memandang hukumnya sebagai boleh sebagaimana pendapat berikut ini:
‫وقوله لم تشاهد يؤخذ منه أنه إذا شوهدت ولكنها كانت وقت العقد غائبة أنه يجوز‬

Artinya: “Maksud dari pernyataan Abi Syujja’ “belum pernah disaksikan”, difahami
sebagai “apabila barang yang dijual pernah disaksikan, hanya saja saat akad
dilaksanakan barang tersebut masih ghaib (tidak ada)”, maka hukumnya adalah
boleh.” (Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Kifâyatu al-Akhyar fi hilli
Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993: 1/240)
Namun kebolehan ini disertai dengan syarat mutlak yaitu apabila contoh barang
tersebut pernah disaksikan oleh pembeli, mudah dikenali dan tidak gampang berubah
modelnya, sebagaimana pendapat ini tercermin dari pernyataan berikut ini:
https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/hukum-jual-beli-sistem-dropship-dan-reseller-PZRDj 3/4
7/12/23, 2:12 PM Hukum Jual Beli Sistem Dropship dan Reseller | NU Online

‫إن كانت العين مما ال تتغير غالبا كاألواني ونحوها أو كانت ال تتغير في المدة المتخللة بين الرؤية والشراء صح‬
‫العقد لحصول العلم المقصود‬

Artinya: “Jika barang “‘ain ghaibah” adalah berupa barang yang umumnya tidak mudah
berubah, misalnya seperti wadah (tembikar) dan sejenisnya, atau barang tersebut
tidak mudah berubah oleh waktu ketika mulai dilihat (oleh yang dipesani) dan
dilanjutkan dengan membeli (oleh yang `memesan), maka akad (jual beli ‘ain ghaibah)
tersebut adalah sah disebabkan tercapainya pengetahuan barang yang dimaksud.”
(Lihat: Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Kifâyatu al-Akhyar fi hilli
Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993: 1/241). 
Adapun akad jual beli untuk dropshipping model kedua ini adalah akad salam, yaitu
jual beli dengan sistem pemesanan. Hukumnya adalah boleh (jaiz). 
Kesimpulan  00:00/00:00

Dropshipping adalah jual beli online tanpa modal dengan barang yang masih belum
menjadi milik pihak penjual. Ada dua sistem dropshipping berdasarkan keberadaan
izin yang dipegang oleh penjual. Pertama, dropshipping tanpa izin menjualkan barang
oleh supplier. Hukumnya adalah haram menurut mayoritas ulama. Hanya mazhab
Hanafi saja yang memperbolehkan sistem jual beli ini. Akad yang dibangun dalam
sistem pertama ini adalah akad makelaran (samsarah). 
Kedua, dropshipping dengan izin menjualkan barang oleh supplier. Akad yang
dibangun dalam model kedua ini adalah akad salam. Ulama empat mazhab
menyatakan status kebolehan hukumnya. Khusus untuk mazhab Syafi’i, ada catatan
khusus terkait dengan barang yang dijual, yaitu apabila barang terdiri atas barang
yang tidak mudah berubah baik model maupun sifat barangnya. Untuk barang yang
mudah berubah model dan sifat barangnya, maka hukumnya sepakat tidak boleh.
Wallahu a’lam bi al-shawab.

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri
Putri, P. Bawean, JATIM

Editor:
Tags

https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/hukum-jual-beli-sistem-dropship-dan-reseller-PZRDj 4/4

Anda mungkin juga menyukai