Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah : Fiqh Mualamah Kontemporer

“DROPSHIPPER”

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan masyarakat saat ini suatu online merupakan jadi suatu fenomena yang
sangat diminati oleh banyak orang terutama dalam perkembangan teknologi dan juga informasi di
era globalisasi saat ini di mana adanya jual beli online justru semakin mendukung kemajuan dari
era teknologi informasi digital. Seperti yang telah kita ketahui,adanya sistem dropshipping
merupakan salah satu dari bentuk implementasi terhadap jual beli online masa kini. Di mana
dalam hal ini banyak diminati oleh masyarakat dan juga bisa menambah lahan penghasilan di
kalangan masyarakat serta jauh lebih mudah dan resiko yang diberikan lebih rendah dibandingkan
dengan jual beli pada umumnya. Seperti yang telah kita, ketahui dropshipping mengacu pada ada
penjualan dan pembelian tanpa adanya suatu modal di mana dalam hal ini seorang penjual tidak
lagi membutuhkan adanya modal guna untuk melakukan sistem ini di mana stok barang yang telah
disediakan pada toko-toko yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat grosir dari para
dropshipper. Sistem yang dilakukan secara dropshipper berbeda dari sistem christaller yang di
mana dalam hal ini artinya seorang penjual menjual kembali barang dagangan dari milik orang lain
tanpa mentok terlebih dahulu sehingga dengan adanya resiko yang akan terjadi justru semakin
rendah dibandingkan dengan reseller yang stok barang dengan jumlah yang banyak. Usaha untuk
menjadi dropshipper,kini banyak diminati oleh kalangan remaja terutama usia 18 hingga 25 tahun
yang mana memiliki rasa dan juga tingkat kecemasan yang tinggi sehingga tanpa nya ada stok
barang maka resiko dari kerugian juga akan jauh lebih rendah.

PEMBAHASAN

Dari perbedaan tersebut kita akan mengetahui adanya suatu dropshipping di mana adanya
hak kuasa yang menjualkan barang sebagai perwakilan dan juga adanya masalah stock terhadap
supplier dimana barang ini adanya 2 peluang atau kemungkinan yang terjadi yakni seperti
pedagang memberikan harga spesial dengan barang yang dijual atau pedagang telah berperan
sebagai orang yang mendapatkan izin guna untuk menjualkan barangnya kembali di mana dalam
hal ini Islam juga telah mengatur adanya hukum hukum dalam penjual atau perdagangan
sebagaimana yang telah dicontohkan,oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam
sistem dropshipper adanya mau Baiu Maussufi Al dzimmah yang artinya dalam melakukan jual beli
pasti akan terjadi akad di mana dalam hal ini telah terjadi antara penjual atau pedagang dengan
pembeli Ahad yang berlaku yakni disebut sebagai akad salam yang mana biasanya terdiri atas
sistem jual akad yang berpesan dengan memiliki ciri yang mana barang tersebut sudah ada di
kuasa pedagang lalu diketahui adanya rasul ma'aal atau modal pokok yang berlaku awalnya.
Seperti yang telah kita ketahui dengan adanya ikhtilaf dalam sistem dropshipping ini sebagai
pengingat bahwa hukum Islam telah mengatur adanya kebijakan secara menyeluruh mengenai
dropshipping ini dibagi menjadi dua kasus sebagai berikut :

1.Dropshipping terhadap barang yang belum mendapat izin dari pedagang asli

Seperti yang telah kita ketahui adanya suatu sistem yang melibatkan proses dropshipping ini harus
disepakati antara kedua belah pihak biasanya dalam hal ini penjual lebih langsung menjual kan
produknya tanpa adanya persetujuan masalah dropship kepada supplier dimana bisa dikatakan
Hal ini sebagai bentuk makelaran sehingga barang yang menjadi target tersebut akan menjadi
milik makalah tanpa sepengetahuan dari pedagang asli. Yang yang mana dalam hal ini adanya
suatu sistem dropship guna untuk menguntungkan justru tanpa persetujuan para mayoritas ulama
sepakat bahwa mengatakan ini sebagai haram kecuali mazhab Hanafi yang masih membolehkan
karena mengetahui adanya ciri-ciri secara umum. Menurut mayoritas ulama ini merupakan salah
satu bentuk pencurian tanpa izin dari pedagang asli di mana juga mengibaratkan sifat seperti
mengambil barang milik orang lain tanpa izin dan juga menjual tanpa nya izin Bapak hukum dalam
Islam merupakan suatu keharusan bagi dropshipping tanpa adanya persetujuan dengan pedagang
aslinya hal ini juga telah dianalisis dalam beberapa mahzab. Dalam beberapa mazhab tersebut
hanya mazhab Hanafi yang masih memperbolehkan karena masih belum ada kejelasan dari
pedagang asli apakah dia juga seorang dropshipper atau bukan. Sehingga dalam hal ini, mazhab
Hanafi masih memperbolehkan. Hal ini juga didasarkan Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, beliau
menyampaikan:

‫ ﻭاﻷﺟﺮ اﻟﺬﻱ ﻳﺄﺧﺬﻩ اﻟﺴﻤﺴﺎﺭ ﺣﻼﻝ؛ ﻷﻧﻪ ﺃﺟﺮ ﻋﻠﻰ ﻋﻤﻞ ﻭﺟﻬﺪ ﻣﻌﻘﻮﻝ‬،‫ﻭاﻟﺴﻤﺴﺮﺓ ﺟﺎﺋﺰﺓ‬

Artinya: “Jual beli makelaran adalah boleh. Dan upah yang diambil oleh makelar adalah halal
karena ia didapat karena adanya amal dan jerih payah yang masuk akal.” (Lihat: Wahbah Al-
Zuhaily, Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tt.,: 5/21).

Tetapi hal ini tidak berbeda jauh pada macam Maliki yang mana adanya suatu al-ajru yang
dikatakan sebagai bentuk upah dari makelar walaupun tanpa perizinan ini bisa dikatakan upah
sehingga memang selain dari mazhab Hanafi adanya di balik ini yang membenarkan dropshipper
tanpa nya izin.Sehingga dalam hal ini adanya dua masa yang membenarkan Mahzabi Maliki dan
Hanafi seiring dengan perkembangan mazhab Maliki untuk melihat terhadap fenomena yang telah
berlangsung di masyarakat secara menyeluruh dan juga secara pertimbangan Islami yang telah
dilakukan.

2. Dropshipping barang dengan izin dari pedagang asing atau supplier ini merupakan suatu
tindak kebenaran dan juga dibenarkan dalam Islam hal ini merupakan salah satu jalan yang aman
bagi para pedagang yang ingin menjadi seorang dropshipper. Dalam Islam telah diatur adanya
suatu perizinan merupakan bentuk keikhlasan dan keridhoan dari seseorang terhadap orang lain
untuk melakukan sesuatu atau mengambil barang dari dirinya hal ini juga sejenis terhadap
masalah sistem jual beli online secara dropshipper ini. Dengan adanya permintaan izin tersebut
maka seseorang yang melakukan usaha akan memiliki hak kuasa penuh terhadap barang yang
akan ditawarkan atau menjadi target. Dalam ajaran islam ini biasanya dikategorikan dalam bai’u
ainin ghaibah maushufatin bi al-yad. Yang mana dijelaskan pada kategori tersebut merupakan
salah satu jual beli barang yang ada dalam suatu tempat namun barang tersebut masih belum
diketahui dan mendapatkan izin dari pemiliknya. Sehingga dalam hal ini Semua mazhab
memperbolehkan adanya dropshipper dengan perizinan dari supplier atau berdagang aslinya hal
ini juga sependapat dengan Mazhab Syafi'i dalam kitab nya seba :

‫وقوله لم تشاهد يؤخذ منه أنه إذا شوهدت ولكنها كانت وقت العقد غائبة أنه يجوز‬

Artinya: “Maksud dari pernyataan Abi Syujja’ “belum pernah disaksikan”, difahami sebagai “apabila
barang yang dijual pernah disaksikan, hanya saja saat akad dilaksanakan barang tersebut masih
ghaib (tidak ada)”, maka hukumnya adalah boleh.” (Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-
Hushny, Kifâyatu al-Akhyar fi hilli Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993: 1/240)
Namun dengan adanya kebolehan tersebut Seorang pedagang tidak harus memanfaatkan
secara bebas atau bahkan dengan jalur menipu hal ini akan dilarang dan menjadi hukumnya
haram dari ajaran Islam. Seorang pedagang yang mana harus mampu mencontoh dari perjalanan
perdagangan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang mana dalam hal ini Rasul selalu
menerapkan sifat amanah jujur dan juga pribadian baik dalam menjalankan setiap usaha jual beli
kepada orang lain. Sebab itu sebagai seorang muslim harus mampu untuk mengimplementasikan
adanya sistem dropshipper secara baik dan juga sesuai dengan tuntunan agama. Selain dasar-
dasar tersebut adanya fiqih dari dropshipper ini dibagi menjadi beberapa sebagai berikut :

1.Jenis Perantara

Yang dimaksud dari jenis perantara ini adalah kesepakatan dari produk yang telah dibahas
sebelumnya mengenai

2.Hukum

Dalam hukum ini mengatur adanya suatu perizinan seperti yang telah dijelaskan ada beberapa
pendapat yang memperbolehkan ada beberapa pendapat yang tidak memperbolehkan

3. Melakukan salam tunai yaitu merupakan batas waktu perjanjian yang akan dilakukan oleh para
pedagang terhadap barang yang akan di targetkan misalnya seorang dropshipper kerjasama
dengan supplier misalnya mengambil barang selama 30 hari maka hal ini akan disetujui dan target
dari perdagangan dianggap halal secara Islami.

Dalam transaksi Ini adanya suatu kriteria berupa uang yang harus dibayar barang yang tidak tentu
dan juga merupakan suatu barang yang halal guna mempengaruhi kehalalan dalam bisnis
dropshipper yang akan dijalankan.

KESIMPULAN

Dengan penjelasan mengenai dropshipping merupakan suatu kegiatan yang tanpa modal untuk
melakukan perjualbelian antara pedagang dan juga pembeli dimana dalam hal ini dikategorikan
ada dua macam dropshipping yakni berupa masalah perizinan yang sudah diizinkan dengan yang
belum diizinkan. Hal ini tentu saja akan memberikan suatu kehalalan dan juga legalitas hukum
Islam yang berbeda apabila dropshipping tersebut disetujui oleh supplier maka hukumnya akan hal
begitu juga sebaliknya. Yang mana selain itu juga ada beberapa madzhab yang timbul dari adanya
proses dropshipping ini. Namun para ulama telah mengkaji lebih lanjut bagaimanapun dari proses
prototyping ini harus mampu untuk mendasari dari dalil-dalil Alquran,Sunnah maupun Ijtihad yang
berlaku sehingga proses dari perdagangan yang dilakukan akan bernilai ridho dan juga
menghasilkan hasil yang halal sesuai dengan ketentuan IslamiSehingga dalam berdagang kita
harus bisa untuk mengimplementasi setiap sikap dan juga strategi yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai kiblat dari perdagangan secara Islami.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, F. (2018). Integrated Supply Chain Contract Model With Drop-Shipper Players. Jurnal Teknik
Industri, 19(1), 58-72.

Nubahai, L. (2019). Konsep Jual Beli Model Dropshipping Prespektif Ekonomi Islam. MISYKAT: Jurnal Ilmu-
ilmu Al-Quran, Hadist, Syari'ah dan Tarbiyah, 4(1), 79-100.

WAFIQ, M. A. (2021). DROPSHIPPING DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN FIQH MUAMALAH (Studi
Jual-Beli Online Pada Media Sosial Instagram).

Anda mungkin juga menyukai