Anda di halaman 1dari 4

HUKUM RESELLER DROPSHIP DALAM ISLAM

Oleh : Melly Ummu Kahla


Apakah boleh menjual barang orang lain TANPA MEMILIKI BARANG? Atau sekarang ini lebih
familiar dengan sebutan Reseller Dropship. Yakni reseller menjual barang, namun barangnya
ada di supplier, dan supplier langsung yang mengirimkan barangnya ke konsumen.
Dalam Islam hal ini diperbolehkan. Pada dasarnya Secara akad, dropship itu seperti jual beli
biasa, dan jual beli diperbolehkan dalam islam sebagaimana dalil:
“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (Al-Baqarah ayat 275)

Dan sebuah Perkataan Ibnu Abbas : “Tidak mengapa seseorang berkata kepada temannya,: “Jual-
lah baju ini, bila kamu bisa menjual dengan harga lebih dari sekian dan sekian, maka itu
untukmu”

Begitu juga dikuatkan dengan perkataan Ibnu Sirrin : “Bila seseorang berkata kepada
temannya : “Jual-lah barang ini dengan harga sekian, jika ada keuntungan, maka itu untukmu
atau untuk kita berdua, maka hal itu dibolehkan.”

Namun disamping itu, sistem Reseller dropship itu harus memenuhi ketentuan yang benar
menurut fiqh muamalah, diantaranya :

1. Obyek yang diperjual belikan halal dan jelas, dan sebaiknya barang yang dijual tingkat
kepentingannya primer, sekunder, jelas diketahui sifatnya, bentuknya dan takarannya.

2. Dari sisi akad ada 2 jenis peran dalam sistem reseller dropship ini :

a. Peran sebagai Agen/ wakalah.


Artinya Dropshiper mendapat fee atau ujrah dari supplier dengan jumlah yang
disepakati. Harap digaris bawahi bahwa jumlah komisi atau fee harus jelas
dikatakan diawal, sebagaimana dalil :

"Diceritakan oleh Abi said al-khudri r,a dari Nabi Muhammad SAW bersabda"barang siapa
memperkerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya''.  (H. R.  Abdurrazaq).

Model ujrah/fee Reseller/marketer dari akad ini ada 2:


1. upah tersebut bisa berbentuk nominal atau prosentase, misal penjual menjual
jilbab 50rb, supplier mengatakan bahwa dari setiap jilbab yang terjual
dropshipper mendapatkankomisi 15rb
2. Dengan sistem keuntungan bebas, yakni supplier memberikn harga dasar barang
kepada reseller, lalu reseller bebas menentukan untung yang ingin dia dapatkan
berapa.
Madzhab Hanabilah membolehkan seseorang memberikan upah kepada
Marketer dalam bentuk prosentase.

Berkata al-Bahuti di dalam Kasyaf al-Qina’ (11/ 382) :

“ Kalau seseorang memberikan hamba sahayanya atau kendaraannya  kepada


orang yang bisa mempekerjakannya dengan imbalan upah dari sebagian
hasilnya, maka dibolehkan. Begitu juga dibolehkan  jika dia memberikan baju
kepada yang bisa menjahitnya, atau  kain kepada yang bisa menenunnya dengan
imbalan upah dari sebagian keuntungannya.”

Mereka berdalil dengan hadist Amru bin ‘Auf bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalambersabda :

“ Seorang muslim itu terikat kepada syarat yang telah disepakatinya, kecuali
syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesuatu yang
haram” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dan berkata Tirmidzi : Hadist ini hasan
shohih)

b. Peran Sebagai Penjual


Mekanismenya seperti ini :
Pesanan masuk kepada dropshipper, lalu dropshipper memesan barang kepada
supplier dan barangnya dikirim langsung dari Suplier , untuk peran sebagai penjual
ini, resiko barang menjadi tanggungan penjual (dropshipper), tapi jika jika perannya
sebagai wakalah atau agen dari supplier, maka resiko barang menjadi tanggungan
supplier

3. Ada ijab Kabul, serah terima fisik maupun non fisik (melalui online)

Ada Beberapa Larangan dalam jual beli sistem Dropshipper ini secara fiqh, yakni :
1. Tidak ijin pada supplier . tidak semua supplier membuka sistem dropship, bahkan di
marketplace pun biasanya penjual diperkenankan membuka fitur dropship atau tidak.
Maka Pastikan dulu supplier membuka sistem dropship atau tidak , jika mereka
membuka sistem dropship maka ijin dulu, kita harus diijinkan terlebih dahulu menjadi
wakalah/wakil/marketer dari seorang suplier, jangan asal ambil foto produk orang lain,
atau yang familiar saat ini disebut “cabut gambar” artinya mengambil gambar dari situs,
atau akun penjual tanpa ijin, lalu memajang gambar-gambar tersebut di akun kita,
setelah ada yang membeli baru menghubungi supplier untuk membeli.
Jual beli sistem dropship model seperti ini disepakati oleh mayoritas ulama sebagai
haram, kecuali mazhab Hanafi yang masih membolehkan, asalkan ia mengetahui ciri-ciri
umum dari barang.

Sebagian dari kalangan Syafi’iyah juga masih ada yang menyatakan boleh, namun
sifatnya hanya terbatas pada barang tertentu yang mudah dikenali dan tidak gampang
berubah ciri khasnya. Contoh marketer sepeda motor dengan merek Jupiter Z1, atau
marketer mobil dengan merek Avanza.

Baik sepeda motor maupun mobil Avanza adalah merupakan jenis barang yang tidak
gampang berubah dan mudah dikenali oleh pembelinya, meskipun barangnya itu tidak
ada di tempat penjualnya. Untuk jual beli barang seperti ini termasuk jual beli ainun
ghaibah, yaitu jual beli barang yang belum ada di tempat.

Pangkal hukum yang memperlemah status kebolehan dropshipping sistem ini adalah
masalah izin yang belum didapatkan oleh dropshipper dari supplier. Itulah sebabnya ia
dikelompokkan dalam sistem samsarah (makelar) yang hanya di mazhab Hanafi saja
yang membolehkannya.

Salah satu ulama dari kalangan Malikiyyah, yakni Syekh Wahbah Zuhaily juga
menyatakan kebolehan dari akad samsarah ini. Dalam Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu,
beliau menyampaikan:

Artinya: “Jual beli makelaran adalah boleh. Dan upah yang diambil oleh makelar adalah
halal karena ia didapat karena adanya amal dan jerih payah yang masuk akal.” (Lihat:
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tt.,:
5/21).

Namun, sayangnya dalam mazhab Maliki tetap mensyaratkan adanya al-ajru, yaitu upah
bagi makelar, yang berarti harus ada izin langsung dari pihak supplier. Jadi, satu-satunya
mazhab yang membolehkan dalam masalah ini adalah mazhab Hanafi saja.

2. Bohong saat transaksi terkait keberadaan barang. kadang ada dropshiper yang bohong,
dalam kondidi saat ia ditanya calon pembeli : “apakah preoduk ini ready atau tidak, lalu
dijawab ready, padahal blm bertanya pada supliernya, atau misal jika calon pembeli
bertanya, barang ini lokasinya dimana, penjual menjawan ditempat saya, untuk
berusaha meyakinkan calon pembeli, padahal barangnya ada ditempat supplier, atau
misal jika ditanya : “ini produk buatan sendiri atau orang lain?”, dijawab buatan sendiri,
maka ini haram hukunya.

Dalilnya adalah sebagai berikut :


“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan,
dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia
pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat
kerusakan.” (Q.S AsySyu’araa(26): 181-183)

Betapa pentingnya berkata jujur dalam jual beli, sampai beliau bersabda : “Wahai para
pedagang, sesungguhnya jual beli ini kadang diselingi dengan kata-kata yang tidak
bermanfaat dan sumpah (palsu), maka perbaikilah dengan (memberikan) sedekah“
(Shahih, HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)

3. Seorang Dropshipper Membuka sistem dropship kepada dropshipper lain , Karena


berarti dropshipper yang terakhir menjual barang dari orang yang tak punya barang.
Kecuali kita seorang reseller yang menyetok barang, boleh membuka sistem dropship
kepada yang lain.

4. Melebihkan harga jual dari harga baku yang telah ditentukan oleh supplier dengan
tujuan supaya mendapat untung yang lebih besar kecuali jika akadnya reseller diberi
harga tertentu dan bebas mengambil untung atau lebihan dari harga yang telah
diberikan oleh suplier

Allah berfirman tentang jujur berjual beli :

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S Al
lsraa(17): 35)

“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu.” (Q.S Ar Rahmaan(55): 9)

Demikian penjelasan dari Hukum Reseller Dropship dalam Hukum Islam.Wallahu’alam


Bishawab.

Anda mungkin juga menyukai