Anda di halaman 1dari 9

Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 2579-6429

Surakarta, 8-9 Mei 2017

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi


Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

Rizky Saraswati1), dan I Wayan Suletra2)


1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Ir Sutami 36A,
Surakarta, 57126, Indonesia
2)
Dosen Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Ir Sutami 36A, Surakarta,
57126, Indonesia
Email: saraswatirizky@gmail.com, suletra@staff.uns.ac.id

ABSTRAK
PT Pindad (Persero) adalah perusahaan BUMN yang bergerak dalam pembuatan produk militer dan
komersil di Indonesia. Pada Divisi Kendaraan Khusus (KK) yang memproduksi kendaraan khusus militer
membutuhkan pengendalian dan perencanaan persediaan bahan baku yang baik agar proses produksi
berjalan dengan lancar. Permasalahan yang terjadi di Divisi KK adalah ketidaktepatan alokasi
pengendalian dan perencanaan persediaan bahan baku pada komponen
tutup ruang transmisi panser anoa 6x6. Kondisi tersebut mengakibatkan keterlambat terganggunya
proses produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, penelitian ini difokuskan pada manajemen
pengendalian dan perencanaan persediaan bahan baku menggunakan metode material requirement
planning (MRP). Komponen yang dihitung merupakan komponen yang masuk dalam kategori A
berdasarkan analisis ABC. Pada metode MRP diusulkan dua teknik lot sizing, yaitu algoritma wagner-
within (AWW) dan lot for lot (LFL). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan teknik terbaik yang
diusulkan kepada perusahaan adalah AWW yang menghasilkan biaya minimum sebesar Rp
580.476.624 dan memiliki penghematan sebesar 26,70% dibandingkan teknik LFL yang menghasilkan
biaya minimum Rp 783.358.775.

Kata kunci: persediaan, material requirement planning, ABC analysis, lot sizing

1. Pendahuluan
Perusahaan manufaktur melakukan proses produksi dalam menghasilkan produknya. Untuk
melaksanakan fungsi produksi dengan baik, perlu adanya pengendalian dan perencanaan
persediaan bahan baku sehingga kegiatan produksi lebih terarah dan mampu memenuhi
permintaan yang telah ditetapkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku
selama proses produksi menyebabkan terjadinya ataupun kelebihan bahan baku selama proses
produksi yang pemborosan akibat penumpukan barang di gudang. Pengendalian persediaan
bahan baku juga mempengaruhi tingkat efisiensi perusahaan, maka perlu dilakukan perhitungan
secara cermat agar perusahaan mendapatkan manfaat yang maksimal.
PT PINDAD (Persero) Divisi Kendaraan Khusus (KK) departermen Perencanaan dan
Pengendalian Produksi yang memproduksi kendaraan khusus militer membutuhkan
pengendalian dan perencanaan bahan baku dalam proses produksi. Produk yang akan diteliti
adalah komponen tutup ruang transmisi panser anoa 6x6, yaitu mesin yang berfungsi untuk
melindungi mesin dan transmisi dalam melakukan perpindahan gigi percepatan secara otomatis.
PT PINDAD (Persero) menerapkan sistem Make To Order (MTO) dalam proses bisnisnya.
Perusahaan menerapkan kebijakan persediaan zero stock, yaitu persediaan yang dipesan sesuai
dengan jumlah produk yang akan dibuat, sehingga jumlah dan waktu kedatangan bahan baku
harus sesuai dengan yang dijadwalkan. Terkadang terjadi ketidaktepatan alokasi waktu dan
kebutuhan bahan baku yang mengakibatkan terganggunya proses produksi, sehingga target
produksi dan jumlah pengiriman panser anoa 6x6 kepada Kemhan sebagai customer utama PT
PINDAD (Persero) kurang dari jumlah yang ditetapkan ataupun terlambat sehingga
mendapatkan pinalty.

349
Berdasarkan permasalahan yang ada, dilakukan penelitian untuk menganalisis perencanaan
dan pengendalian persediaan bahan baku, mengingat produk yang diproduksi terdiri dari banyak
komponen dan permintaan terikat (dependent-demand) (Gaspers, 2005), yaitu permintaan untuk
sebuah jenis barang berkaitan dengan permintaan jenis barang yang lain. Untuk mengatasi
masalah tersebut, diperlukan manajemen persediaan yang baik. Manajemen persediaan adalah
semua aktivitas yang berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan untung, manajemen persediaan merupakan aspek penting yang harus dikelola
secara cermat (Rusdianto, 2012). Apabila keputusan mengenai kebijakan pengelolaan
persediaan dilakukan secara efektif dan efisien akan menimbulkan keunggulan bersaing bagi
perusahaan (Tampubolon, 2004)
Terdapat metode-metode yang berbeda dalam menangani setiap persoalan persediaan,
diantaranya adalah ABC analysis untuk mengkategorisasi komponen-komponen penyusun
produk dan Material Requirement Planning (MRP) untuk merencanakan kebutuhan bahan dan
komponen yang tergantung pada jumlah produk akhir yang diproduksi. Heizer dan Render
(2017) mendefinisikan Materials Requirement Planning (MRP) sebagai perencanaan kebutuhan
material untuk permintaan terikat yang meliputi daftar kebutuhan bahan (BOM) dan catatan
persediaan yang akurat. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diartikan bahwa MRP
merupakan teknik perencanaan dan pengendalian material yang dibutuhkan pada sebuah unit
produk yang dihasilkan. Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi
MRP adalah penggunaan teknik lot sizing yang tepat sehingga dapat meminimalkan biaya total
persediaan. Penelitian ini menggunakan dua buah teknik lot sizing yang sudah dikenal, yaitu
algoritma wagner-within (AWW) dan lot for lot (LFL). Diharapkan penelitian ini mampu
memenuhi kebutuhan produksi pada waktu yang tepat dengan pemilihan teknik lot sizing yang
menghasilkan biaya minimum terendah.

2. Metode
Pada tahap pertama, analisis data dilakukan dengan mengolah data yang didapatkan
dengan metode ABC Analysis sehingga didapatkan sub-komponen kategori A, yaitu komponen-
komponen penyusun yang paling kritis/penting yang memerlukan perencanaa dan
pengendalian persediaan yang lebih cermat dibandingkan komponen-komponen lainnya.
Menurut Herjanto (2003), analisis ABC bertujuan mengklasifikasikan persediaan berdasarkan
biaya yang tertanam pada barang-barang tersebut. Analisis ini terbagi menjadi tiga kelompok,
yaitu A (sangat penting), B (penting), dan C (kurang penting). Secara umum kelompok A
tersedia sekitar 15% dari total persediaan dengan biaya sebesar 70-80% dari total biaya
persediaan. Kelompok B tersedia sekitar 35% dari total persediaan dengan jumlah biaya
persediaan sebesar 15-25% dari total biaya persediaan, dan kelompok C tersedia sebesar
50% dari total persediaan dan memerlukan biaya persediaan sebesar 5% dari total biaya
persediaan.
Pada tahap kedua, dilakukan perhitungan kebutuhan material dengan metode Material
Requirement Planning (MRP). MRP adalah metode yang digunakan untuk merencanakan
perencanaan dan pengendalian produksi, persediaan item (komponen) berdasar tingkatan item
yang lebih tinggi (Ginting, 2007). Input dalam merencanakan MRP adalah sebagai berikut
(Ginting, 2007) :
a. Jadwal Induk Produksi (JIP)
b. Catatan status persediaa
c. Daftar material / struktur produk (Bill of Material)
Untuk mengaplikasikan metode MRP, dibutuhkan teknik lot sizing untuk menentukan
keputusan ukuran pemesanan dan waktu pemesanan yang tepat agar dapat meminimumkan total
biaya persediaan. Penelitian ini menggunakan dua teknik lot sizing, yaitu Algoritma Wagner
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 2579-6429
Surakarta, 8-9 Mei 2017

Within (AWW) dan Lot For Lot (LFL). Teknik lot sizing membutuhkan perhitungan komponen-
komponen biaya persediaan. Langkah-langkah perhitungan biaya persediaan tersebut adalah
sebagai berikut:
Tahap 1: Menentukan biaya pemesanan yang ditimbulkan:
Biaya Pemesanan = Σ pesanan x biaya/sekali pesan (1)
Tahap 2: Menentukan biaya penyimpanan yang ditimbulkan:
Biaya Penyimpanan = Σ inventory x biaya simpan/unit/bulan (2)
Tahap 3: Menentukan total biaya keseluruhan yang ditimbulkan : Total Biaya = Biaya
Pemesanan + Biaya Penyimpanan
Komponen biaya persediaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Bahagia, 2006) :
1. Ongkos pembelian (purchasing cost) : ongkos yang dikeluarkan guna memenuhi
persediaan. Besarnya tergantung jumlah dan harga satuan barang yang dibeli.
2. Ongkos pengadaan/pemesanan (procurement cost) : ongkos yang harus dikeluarkan
guna memenuhi proses pengadaan barang. Ongkos dibedakan menjadi ongkos
pemesanan (order cost) apabila barang yang dipesan dari luar sistem dan ongkos persiapan
(setup cost) apabila barang berada dari dalam sistem.
3. Ongkos simpan (holding cost) : total semua pengeluaran akibat penyimpanan barang,
diantaranya meliputi : ongkos gudang (storage cost), ongkos penyusutan dan kerusakan,
ongkos kadaluarsa (absolence cost), ongkos asuransi (insurance cost),
ongkos administrasi (administration cost), ongkos lain-lain.

Teknik Lot For Lot (LFL) lebih sederhana daripada teknik AWW. Pada teknik LFL,
pemesanan dilakukan setiap periode sejumlah kebutuhan pada periode tersebut. Jika biaya pesan
sangat rendah, teknik LFL memang cocok untuk diterapkan. Sementara teknik AWW
memerlukan perhitungan dinamis yang lebih kompleks dalam menentukan ukuran lot
pemesanan.
AWW menentukan ukuran lot optimal dengan algoritma dinamik dimana kebutuhan total
periode ke-1 hingga ke-n diakumulasikan secara bertahap sampai diperoleh biaya persediaan
(biaya pesan plus biaya simpan) yang minimum. Akumulasi kebutuhan total selama n* periode
dijadikan sebagai ukuran lot pemesanan. Perhitungan biaya total (biaya pesan dan biaya
simpan), selanjutnya didefinisikan Oen , dapat diuraikan sebagai berikut:
Oen = A +h∑n (qen - qet) t=e (3)
Untuk 1≤ e ≤ n ≤ N
Dimana :
A : Biaya pesan (Rp / pesan)
h : Biaya simpan per unit per periode ( Rp / unit / periode)
qet : t=e ∑t n = D
Dt : Permintaan pada periode t
e : Batas awal periode yang dicakup pada pemesanan qet
n : Batas maksimum periode yang dicakup pada pemesanan qet
N : Total periode yang dibutuhkan
Nilai fn adalah nilai biaya total dan pemesanan optimal yang dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut
fn= Min [Oen+ fe–1] Untuk e = 1,2,,,n dan n = 1,2,,N (4)
Solusi optimal diperoleh dari perhitungan rekursif mundur seperti berikut :
fN = Oen + fe–1 (5)
Pemesanan terakhir dilakukan pada periode e untuk memenuhi permintaan dari periode e
sampai periode N

351
fe–1 = Ore–1 + fr–1 (6)
Pemesanan sebelum pemesanan terakhir harus dilakukan pada periode v untuk memenuhi
permintaan dari periode v sampai periode e-1
fn–1 = On–1 + fO (7)
Pemesanan yang pertama harus dilakukan pada periode 1 untuk memenuhi permintaan dari
periode 1 sampai periode u-1

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di PT Pindad (Persero) Divisi Kendaraan Khusus
(KK) didapatkan data sebagai input perhitungan MRP berupa data permintaan panser anoa 6x6
selama 9 tahun terakhir mulai tahun 2007-2015, jadwal induk produksi, bill of material, catatan
status persediaan dan biaya sub-komponen penyusun tutup ruang transmisi. Pada gambar 1
berikut disajikan data permintaan panser anoa 6x6 dan pada gambar 2 disajikan Master
Production Planning (MPS) panser anoa 6x6 tahun 2015/2016.

Gambar 1. Data Permintaan Panser Anoa 6x6 Selama 9 Tahun Terakhir


Sumber : Data PT Pindad (Persero)

Gambar 2. Master Production Schedule (MPS) Panser Anoa 6x6


Sumber : Data PT Pindad (Persero)

Pada tahap pertama dilakukan penghitungan ABC Analysis untuk pemilihan komponen
panser anoa 6x6. ABC Analysis digunakan untuk mengklasifikasi sub-komponen dalam kategori
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 2579-6429
Surakarta, 8-9 Mei 2017

berdasarkan kepentingannya. Berdasarkan perhitungan ABC Analysis dari 43 jenis sub-


komponen penyusun panser anoa 6x6 yang dihitung berdasar ABC Analysis didapatkan 1 jenis
sub-komponen masuk dalam kategori A, 7 jenis sub-komponen kategori B, dan sisanya masuk
dalam kategori C. Sub-komponen renault power pack masuk dalam kategori A atau tergolong
sub-komponen penting yang menyerap 80% angaran dari dana yang dibutuhkan. Sub-
komponen renault power pack merupakan bagian dari komponen tutup ruang transmisi maka
dipilihlah komponen tutup ruang transmisi untuk dianalisis. Tutup ruang transmisi termasuk
bagian interior dari panser anoa 6x6 dan berfungsi untuk menutup atau melindungi mesin-mesin
dan transmisi dalam melakukan perpindahan gigi percepatan secara otomatis .
Tahap selanjutnya dilakukan perhitungan total biaya persediaan existing yang ditimbulkan
sesuai dengan kebijakan pengendalian dan perencanaan persediaan bahan baku yang dipakai
perusahaan. Biaya persediaan existing meliputi total biaya pesan (ordering cost) dan biaya
simpan (holding cost). Biaya pesan per unit untuk sub-komponen lokal dikenakan 10% dari
harga sedangkan sub-komponen impor dikenakan 15% dari harga. Dan tidak dikenakan biaya
simpan untuk tiap-tiap sub-komponen . Hal ini dikarenakan PT Pindad (Persero) menggunakan
kebijakan zero stock dalam proses produksinya.
Tahap terakhir dilakukan perhitungan pengendalian dan perencanaan persediaan bahan
baku serta biaya yang ditimbulkan pada komponen tutup ruang transmisi dengan metode MRP.

353
Dalam perhitungannya, kebutuhan bahan (bill of material), struktur produk, dan inventory
status. Dikarenakan tiap MRP membutuhkan input berupa jadwal induk produksi, daftar
produk panser anoa 6x6 terdiri dari satu komponen tutup ruang transmisi maka jadwal induk
produksi tutup ruang transmisi sama dengan panser anoa 6x6. Maka didapatkan output MRP
berupa offseting (rencana pemesanan), netting (kebutuhan bersih), explosion (perhitungan
kebutuhan kotor), dan lotting.
Dipilih sub-komponen renault power pack sebagai contoh perhitungan dalam metode MRP
ini dikarenakan tergolong dalam sub-komponen kategori A sehingga memiliki dampak penting
bagi perencanaan persediaan bahan panser anoa. Output offsetting pada sub-komponen renault
power pack dipesan pada periode pertama dan datang pada periode selanjutnya dikarenakan
memiliki waktu tunggu (lead time) sekitar 3 bulan lebih atau setara dengan 1 periode,
sedangkan sub-komponen lainnya dipesan pada bulan periode pertama dan datang pada periode
itu juga dikarenakan hanya memiliki waktu tunggu (lead time) sebesar 0 hingga 2 minggu.
Sedangkan, pembuatan komponen tutup ruang transmisi dimulai pada bulan pertama,
dikarenakan sebagian besar sub-komponen tidak mengalami waktu tunggu (lead time)
sehingga dapat dilakukan perakitan pada bulan pertama sembari menunggu sub-komponen
renault power pack datang pada periode selanjutnya. Ketika sub-komponen renault power
pack datang pada periode ke 2 atau sekitar 3 bulan setelah pemesanan langsung dilakukan
perakitan sub-komponen renault power pack dengan sub-komponen lain yang telah dirakit
sebelumnya tanpa proses penyimpanan. Sehingga dijadwalkan seluruh proses produksi tiap
panser anoa 6x6 berlangsung selama 4 hingga 5 bulan sesuai dengan periode/termin yang telah
ditetapkan.
Tabel 1. Netting (Kebutuhan Bersih) Komponen Tutup Ruang Transmisi
Periode 1 2 3
Kebutuhan kotor 13 10 6
Jadwal penerimaan 0 0 0
On Hand 0 0 0
Kebutuhan bersih 13 10 6
Sumber : Data PT Pindad (Persero)

Output netting ditampilkan pada tabel 1 menghasilkan hasil yang sama dengan jadwal
induk produksi. Hal ini dikarenakan perusahaan memakai sistem persediaan zero stock maka
tidak ada kebutuhan kotor atau explosion. Dikarenakan persediaan sesuai dengan kebutuhan
bersih. Output terakhir dari MRP adalah lotting dengan menggunakan dua teknik lot sizing,
yaitu algoritma wagner within (AWW) dan lot for lot (LFL). Berikut ini merupakan contoh
perhitungan lotting menggunakan teknik AWW sub-komponen renault power pack.

1. Teknik lot sizing Algoritma Wagner Within (AWW)


 Renault Power Pack – Level 2 A = Rp 174.018.000 /pesan
h = Rp 14.501.500 /unit/bulan
L = 1 termin/periode atau 4 bulan
D = Termin 1 (13) ; Termin 2 (10) ; Termin 3 (6)
Langkah 1 : Berdasarkan rumusan Oen diatas diperoleh hasil sebagai berikut.
O11 = Rp 261.027.000+Rp 14.501.500(13-13) Rp 261.027.000
O12 = Rp 261.027.000+Rp 14.501.500((23-13)+(23-23)) Rp 420.543.500
O13 = Rp 261.027.000+Rp 14.501.500 ((29-13)+(29-23)+(29-29)) Rp 580.060.000
O22 = Rp 261.027.000+Rp14.501.500(10-10) Rp 261.027.000
O23 = Rp 261.027.000+Rp14.501.500((10-13)+(10-10)) Rp 217.522.500
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 2579-6429
Surakarta, 8-9 Mei 2017

O33= Rp 261.027.000+Rp14.501.500(6-6)= Rp 261.027.000


Hasil perhitungan nilai Matriks biaya total atau Oen dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Matriks Biaya Total Sub Komponen Renault Power Pack
N
e
1 2 3
1 Rp 261.027.000 Rp 420.543.500 Rp580.060.000
2 Rp 261.027.000 Rp217.522.500
3 Rp261.027.000

Langkah 2 : Mencari nilai fn atau nilai biaya total dan pemesanan optimal.
fO = 0
f1 = Min [ O11 +fO ] = Min [261.027.000] = 261.027.000 untuk O11
f2 = Min [ O12+fO ] = Min [420.543.500+0] = 420.543.500 untuk O12
f3 = Min [ O12+fO, O22+f1] = Min [420.543.500+ 0, 261.027.000+261.027.000]
= 580.060.000 untuk O22
f4 = Min [ O13+fO] = Min [420.543.500+0] = 420.543.500 untuk O13
f5 = Min [ O13+ fO; O23+f3] untuk O23
= Min [580.060.000+0 ; 217.522.500+261.027.000]
= 580.060.000 untuk O23
f6 = Min [ O13+ fO; O23+f5 ; O33+f3]
= Min [580.060.000+0; 217.522.500+580.060.000;261.027.000+ 420.543.500]
= 580.060.000 untuk O33
Hasil perhitungan matriks biaya minimum atau fn dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Matriks Biaya Minimum (fn) Sub Komponen Renault Power Pack

Langkah 3 : Berdasarkan perhitungan di langkah sebelumnya, solusi optimal berada pada


f6 untuk O33 dengan biaya minimal fn Rp 580.060.000. Selanjutnya untuk menentukan
ukuran lot pemesanan maka dilakukan langkah sebagai berikut :
 f1 = O11 + f1 , berarti bahwa pemesanan sebesar 13 unit dilakukan pada periode 1
untuk memenuhi permintaan pada periode 1 saja, selanjutnya pesanan pada periode
sebelumnya
bergantung pada f1.
 f3 = O22 + f1 , berarti bahwa pemesanan sebesar 10 unit dilakukan pada periode 2
untuk memenuhi permintaan pada periode 2 saja, selanjutnya pesanan pada periode
sebelumnya
bergantung pada f1.
 f6 = O33 + f3 , berarti bahwa pemesanan sebesar 6 unit dilakukan pada periode 3
untuk memenuhi permintaan pada periode 3 saja, selanjutnya pesanan pada periode
sebelumnya bergantung pada f3.
Dengan demikian hasil perhitungan lotting menggunakan teknik AWW pada tabel 4.

355
Tabel 4. Lotting Sub Komponen Renault Power Pack dengan Teknik Algoritma Wagner Within

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan teknik AWW maka dapat
diketahui total biaya persediaan yang ditimbulkan, yaitu:
Biaya pesan = 1 x Rp 580.060.000 = Rp 580.060.000
Biaya simpan = 0 x Rp 174.018.000 = Rp 0
Total biaya persediaan = Rp 580.060.000+ Rp 0 = Rp 580.060.000/tahun
Dibawah ini ditampilkan contoh perhitungan lotting menggunakan teknik LFL sub-
komponen renault power pack.

2. Teknik lot sizing Lot For Lot (LFL)


 Renault Power Pack (9.3.6.20) – Level 2
a. Gross Requirement (GR)
Master Schedule (MS) atau Planned Order Release (POR1) x Quantity = 13 x 1 =
13
b. Schedulle Receipt = 0
Nilai ini didapatkan jika terdapat pesanan yang dijadwalkan akan datang pada
periode tertentu. Karena untuk (end item) tidak terdapat pesanan yang sudah
dijadwalkan maka
Schedulle Receipt = 0
c. Net Requirement (NR)
NR = (GR+OH) – OH periode sebelumnya NR = (13+0)-0 = 13
Catatan :
Projected available balance (PAB ), dan Safety Stock (SS) PAB ≥ SS, Maka NR = 0
PAB ≤ SS, Maka NR = SS – PAB
PAB ≤ 0, Maka NR = PAB 1 (Dengan syarat safety stock = 0)
d. Planned Order Receipt ( PORC) = 13
Kelipatan Terkecil dari Lot size untuk memenuhi Net Requirement (Jika tidak ada
NR maka ( PORC) juga tidak ada)
e. Planned Order Release ( POR1) = 13
Didapatkan dengan menempatkan harga ( POR1) sesuai dengan Lead Time (LT = 1
periode/termin )

Disajikan perhitungan lotting sub komponen renault power pack dengan teknik lot for
lot pada tabel 6.
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 2579-6429
Surakarta, 8-9 Mei 2017

Tabel 5. Lotting Sub Komponen Renault Power Pack dengan Teknik Lot For Lot

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan teknik LFL maka dapat
diketahui total biaya persediaan yang ditimbulkan, yaitu:
Biaya pesan = 3 x Rp 261.027.000 = Rp 783.081.000
Biaya simpan = 0 x Rp 174.018.000 = Rp 0
Total biaya persediaan = Rp 783.081.000 + Rp 0 = Rp 783.081.000/tahun
Maka dilakukan perbandingan antara total biaya persediaan antara existing dengan teknik
lot sizing yang dilakukan, yaitu lot for lot dan algoritma wagner within seperti pada tabel 6
dibawah ini.
Tabel 6. Perbandingan Total Existing dan Perhitungan Lot Sizing yang dilakukan
Existing Lot for Lot Penghematan (%) Algoritma Wagner Within Penghematan (%)
Total Biaya Pesan Rp783.223.835 Rp783.223.835 Rp - 0 Rp 580.341.684 Rp 202.882.151 25,90
Total Biaya Simpan Rp 8.703.281 Rp 134.940 Rp 8.568.341 98,45 Rp 134.940 Rp 8.568.341 98,45
Total Biaya Persediaan Rp791.927.116 Rp783.358.775 Rp 8.568.341 1,08 Rp 580.476.624 Rp 211.450.492 26,70

4. Simpulan
Dari 43 jenis sub-komponen penyusun panser anoa 6x6 didapatkan 1 jenis sub komponen
yang termasuk dalam kategori A berdasarkan ABC Analysis yaitu renault power pack dan
merupakan bagian dari komponen tutup ruang transmisi. Selanjutnya dilakukan perhitungan
pengendalian dan perencanaan persediaan komponen tutup ruang transmisi menggunakan
metode Material Requirement Planning (MRP). Dihasilkan output terakhir MRP berupa adalah
lotting dengan menggunakan dua teknik lot sizing, yaitu lot for lot dan algoritma wagner within
yang masing-masing menghasilkan total biaya persediaan masing-masing sebesar Rp
783.223.835 dan Rp 580.476.624 untuk satu tahun (satu horizon) perencanaan. Dimana
adanya penghematan sebesar Rp 8.568.341 jika menerapkan teknik lot for lot, dan
penghematan sebesar Rp 211.450.492 jika menerapkan teknik algoritma wagner within
dibandingkan dengan perencanaan existing saat ini. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari
tiap teknik lot sizing yang berbeda sehingga cara pemesanan bahan bakunya pun berbeda. Maka
diusulkan teknik algoritma wagner within yang memiliki penghematan terbesar sebesar 26,70%
untuk diterapkan di perusahaan.

Daftar Pustaka
Bahagia, Senator Nur. (2006). Sistem Inventori. Bandung : Penerbit Institut Teknik Bandung.
Garpersz, Vincent. (2005). Total Quality Management. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama. Ginting, Rosnani. (2007). Sistem Produksi. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
Heizer, Jay dan Barry Render. (2017). Operation Management (Edisi keduabelas). Jakarta :
Penerbit Salemba Empat.
Herjanto, Eddy. (2003). Manajemen Produksi dan Operasi (Edisi ketiga). Jakarta : PT Grasindo.
Rudianto. (2012). Pengantar Akutansi Adaptasi IFRS. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tampubolon, P. (2004). Manajemen Operasional (Edisi pertama). Manahan : Penerbit Ghalia
Indonesia.

357

Anda mungkin juga menyukai