Anda di halaman 1dari 130

PERAN INTELEJEN TNI GUNA MENGHADAPI

ANCAMAN TRADISIONAL DALAM RANGKA


MENDUKUNG KEAMANAN NASIONAL

Oleh:

Yudha Marathona
8221211422

TESIS

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian


guna memperoleh gelar Magister Hubungan Internasional
di Program Pascasarjana HI FISIP Unjani

MAGISTER HUBUNGAN INTERNASIONAL


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL AHMAD YANI
CIMAHI – 2023
LEMBAR PERSETUJUAN
PERAN INTELEJEN TNI GUNA MENGHADAPI
ANCAMAN TRADISIONAL DALAM RANGKA
MENDUKUNG KEAMANAN NASIONAL

Oleh:
Yudha Marathona
8221211422

TESIS

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian


guna memperoleh gelar Magister Hubungan Internasional
di Program Pascasarjana HI FISIP Unjani

Cimahi, 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Nama Nama
NIDN NIDN

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian........................................................................1
1.2 Fokus Masalah.............................................................................................10
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................11
1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian...................................................................12
1.4.1 Tujuan Penelitian...................................................................................12
1.4.1.1 Tujuan Umum.................................................................................12
1.4.1.2 Tujuan Khusus................................................................................12
1.4.2 Manfaat Penelitian.................................................................................12
1.4.2.1 Manfaat Teoritis..............................................................................12
1.4.2.2 Manfaat Praktis...............................................................................13
1.5 Sistematika Penulisan...........................................................................13
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA...............15
2.1 Kerangka Pemikiran...............................................................................15
2.1.1 Pendekatan Realisme.............................................................................15
2.1.2 Kerangka Teori dan Konsep..................................................................19
2.1.2.1 Konsep National Security..............................................................19
2.1.2.2 Konsep Pertahanan..........................................................................24
2.1.2.3 Teori Intelejen.................................................................................32
2.1.2.4 Konsep Peran..................................................................................44
2.2. Asumsi...................................................................................................45
2.3 Definisi operasional...............................................................................46
2.4 Tinjauan Pustaka...................................................................................47
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................53
3.1 Metode Penelitian.................................................................................53
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................................54
3.2.1. Lokasi Penelitian..................................................................................54
3.2.2. Waktu Penelitian...................................................................................55

ii
3.3 Instrumen Penelitian..............................................................................55
3.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................56
3.5 Teknik Analisis Data..............................................................................56
3.6 Rencana Pengujian Keabsahan Data......................................................57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................59
4.1. Hasil Penelitian......................................................................................59
4.1.1. Hakekat Ancaman Keamanan Nasional Indonesia...............................59
4.1.2. Isu Globalisasi dan Ancaman terhadap Keamanan Nasional RI..........69
4.1.2.1. Lingkungan Global........................................................................75
4.1.2.2. Pengaruh dan Kepentingan Negara-negara Besar.........................84
4.1.2.3. Isu Keamanan Perairan Kawasan...................................................87
4.1.2.4. Isu Perbatasan Antar Negara..........................................................89
4.1.3. Perspektif Historis Intelijen Indonesia.................................................95
4.2. Pembahasan...............................................................................................102
4.2.1. Peran intelligent estimates (melakukan prediksi ancaman)...............109
4.2.2. Peran dalam upaya deteksi dini dan peringatan dini (Net Assesment)
......................................................................................................................114
4.2.3. Peran dalam upaya cegah dini (threat assessment)............................116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................120
5.1. Kesimpulan................................................................................................120
5.2. Saran..........................................................................................................122
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................125

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Berakhirnya perang dingin belum menjamin bagi terwujudnya

keamanan dan perdamaian dunia. Konflik antar etnis/ras, terorisme,

pencucian uang, penyelundupan manusia, perdagangan ilegal, narkoba

adalah ancaman non tradisional, dan merupakan ancaman terhadap

keamanan domestik, regional, dan global. Sedangkan ancaman tradisional

seperti senjata pemusnah masal, sengketa antar negara, dan perlombaan

senjata tetap merupakan isu laten. Ancaman tradisional maupun ancaman

non-tradisional tetap menimbulkan kekuatiran bagi masyarakat

internasional karena merupakan bentuk ancaman terhadap perdamaian

dunia yang dapat berkembang menjadi ancaman berskala besar.1

Kecenderungan keamanan dunia diwarnai oleh isu keamanan

non-tradisional yang semakin marak, disamping isu keamanan tradisional

yang belum dapat diabaikan sama sekali. Kompleksitas keamanan global

semakin bertambah dengan adanya upaya mengembangkan dan

mempertahankan hegemoni melalui penguatan aliansi, pengembangan

kemampuan militer, keunggulan teknologi, maupun dengan

mempertahankan keunggulan ekonomi.

Globalisasi yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi

1
Departemen Pertahanan RI. 2008. Buku Putih Pertahanan Indonesia. Jakarta.

1
2

telah menghadirkan perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dunia.

Akses  informasi semakin mudah dan cepat, dapat mencapai tempat lain

tanpa memandang jarak dan batas negara.  Batas suatu negara seakan-

akan menjadi kabur dan seolah-olah menghadirkan dunia tanpa batas.

Hakekat kedaulatan negara mendapat tantangan karena kewenangan

negara berkurang jangkauannya dalam aspek tertentu. Seperti menghadapi

arus informasi, negara tidak dapat sepenuhnya mengatur arus informasi,

walaupun informasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku warga

negaranya. Segala kemudahan yang diperoleh dalam proses globalisasi

mendorong ketergantungan antar negara, namun juga memaksakan

kompetisi antar umat manusia, antar golongan, dan antar negara. Negara

dan bangsa yang memiliki keunggulan akan mampu memenangkan

kompetisi, berarti mampu mengejar kepentingan nasionalnya dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seiring dengan kemajuan

tersebut,  tindakan ilegal dan kriminal lintas negara juga meningkat,

dalam bentuk ancaman baru seperti terorisme, penyelundupan manusia,

atau drug traficking yang dilakukan secara terorganisasi.

Kecenderungan hubungan masyarakat internaisonal dan hubungan

antar negara dibangun atas dasar saling percaya dan saling menghormati.

Penciptaan kondisi seperti itu memberikan peluang yang sangat baik bagi

suatu dialog guna menghadapi perbedaan pandangan atas suatu isu

bersama. Dialog dan diplomasi menjadi sarana penting untuk meredam

konflik dan memperoleh penyelesaian secara damai.  Namun, perbedaan


3

posisi dan lebarnya kesenjangan antar negara maju dengan negara

berkembang di bidang ekonomi, teknologi dan militer menjadi salah satu

faktor penghalang dalam suatu dialog. Upaya memperoleh dukungan dari

negara lain atau merebut pengaruh arat negara lain, mengembangkan dan

mempertahankan hegemoni di berbagai bidang, tidak jarang menjadi

sumber potensi konflik antar bangsa.

Sejak tragedi yang menimpa World Trade Center (WTC) di

Amerika Serikat pada 11 September 2001, terorisme internasional

menjadi bentuk baru perang, merupakan ancaman asimetri dan menjadi

ancaman nyata bagi dunia. Pembentukan definisi terorisme internasional

dan resolusi PBB untuk mengatasinya merupakan upaya masyarakat

internasional untuk memerangi terorisme internasional. Kampanye global

memerangi terorisme dilakukan dengan langkah-langkah konkrit secara

intensif. Setiap negara wajib menyelidiki kelompok teroris,

mengidentifikasi sumber dan aliran dana teroris serta menghentikannya,

kemudian melaporkannya ke PBB. Negara-negara maju melakukan

tindakan memberikan bantuan teknik dan pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan negara lain dalam menghadapi terorisme. Upaya nyata dan

kerja keras masyarakat internasional dalam memerangi terorisme

internasional belum mampu sepenuhnya menghentikan aksi terorisme

internasional. Bahkan setahun setelah tragedi WTC, teroris beraksi

kembali di Bali dan dikenal sebagai tragedi Bali 12 Oktober 2002.


4

  Selain dua tragedi tersebut yang mengguncangkan dunia, aksi

terorisme dalam skala kecil terjadi di berbagai negara. Tindakan terorisme

selalu menimbulkan korban jiwa, mengancam keselamatan publik,

menimbulkan kekacauan yang luas sehingga mengancam keselamatan

bangsa dan kedaulatan negara. Konflik di Timur Tengah, Asia Selatan,

maupun di Asia Tenggara merupakan bentuk terorisme sehingga ancaman

terorisme internasional masih terus membayangi dunia. Terorisme

internasional menjadi musuh bersama masyarakat dunia sehingga harus

diperangi secara bersama-sama oleh masyarakat internasional.

  Kegiatan ilegal dan kejahatan lintas negara seperti penyelundupan

manusia, senjata, perdagangan obat-obatan terlarang, pencucian uang,

imigran gelap, menunjukan peningkatan yang tajam. Tindakan ilegal dan

kejahatan lintas negara umumnya menimbulkan kerugian terhadap negara

lain, dan sangat mungkin berkembang mengganggu keamanan kawasan

sera mengganggu hubungan antar bangsa. Peningkatan tersebut antara lain

didorong oleh masalah politik, kesenjangan ekonomi, serta adanya

jaringan kejahatan lintas negara berskala internasional. Pergolakan politik

dan  disparitas ekonomi di beberapa negara telah menimbulkan migrasi

berskala besar yang berusaha mencari peluang kerja dan iklim kehidupan

yang lebih baik di negara lain. Di samping itu, dampak kesulitan ekonomi

yang menyebabkan kesulitan mendapatkan lapangan kerja, juga

mendorong manusia untuk melakukan segala cara agar dapat bertahan


5

hidup. Kejahatan lintas negara dilakukan secara terorganisasi dalam suatu

jaringan antar negara, digerakkan oleh aktor dengan dukungan teknologi

dan finansial sehingga diperlukan upaya yang sistemati dan kerjasama

antar negara untuk mengatasinya.

    Runtuhnya Uni Soviet diikuti dengan perubahan drastis atas

struktur kekuatan dunia, yang semula bipolar berubah menjadi multipolar

serta memunculkan Amerika Serikat menjadi satu-satunya kekuatan

adidaya. Meskipun dunia didominasi oleh kekuatan Amerika Serikat,

namun Rusia, Uni Eropa, Cina, dan Jepang merupakan negara besar yang

mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat internasional.

Dengan kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya, negara-

negara tersebut tidak dapat diabaikan dan mempunyai kemampuan yang

signifikan dalam menentukan keamanan kawasan dan perdamaian dunia.

   Di samping polarisasi kekuatan masyarakat, organisasi

internasional seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Gerakan Non

Blok (GNB) mempunyai peran yang signifikan dalam memelihara

ketertiban dunia. PBB terus berusaha meningkatkan eksistensi dan

perannya dalam memecahkan masalah-masalah internasional di sejumlah

kawasan. Pada dasa warsa terakhir ini, PBB giat mengembangkan konsep

keamanan kemanusiaan (human security concept). Konsep tersebut

diarahkan untuk menyelamatkan umat manusia dari tindakan

kesewenang-wenangan.
6

   Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang

menghadirkan kemudahan dalam melakukan akses informasi, aktivitas

perekonomian berkembang pesat melampaui batas negara. Kemajuan

tersebut telah mendorong globalisasi ekonomi yang membentuk pasar

bebas. Regionalisme dan aliansi ekonomi berkembang pesat dengan

hadirnya aliansi-aliansi ekonomi seperti Asia-Pasific Economic

Cooperation (APEC), ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), Nort

American Free Trade Agreement (NAFTA), dan European Union (EU).

Pemberlakuan pasar bebas dan perdagangan bebas menciptakan iklim

kompetisi yang ketat, mendorong setiap negara mengembangkan produk-

produk unggulan yang kompetitif. Ketidakmampuan negara berkembang

dalam berkompetisi akan menjadikannya hanya sebagai pasar bagi

produk-produk negara maju. Ketimpangan persaingan ekonomi negara

maju terhadap negara berkembang akan menimbulkan peluang bagi

munculnya ketidakpuasan dan tindakan proteksi, sehingga akhirnya

memicu konflik dan krisis yang dapat menggangu stabilitas keamanan.

Isu kerusakan lingkungan hidup semakin meningkat dan menjadi

titik perhatian masyarakat dunia. Konferensi Tingkat Tinggi Lingkungan

Hidup dan Pembangunan (KTT Bumi) Rio de Janeiro tahun 1992, serta

KTT Johanesburg 2002, mencanangkan diadopsinya prinsip

pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Prinsip

pembangunan berkelanjutan dimaksudkan untuk menyelamatkan


7

lingkungan hidup akibat tindakan sewenang-wenang masyarakat. Namun

kenyataan menunjukan bahwa praktek pembakaran hutan, perambahan

hutan tanpa memperhatikan ekosistem, pembuangan limbah kelaut oleh

negara-negara tertentu di wilayah negara lain, masih terus berlangsung

yang menyebabkan kerusakan lingkungan makin bertambah.

Proses deforestasi yang terjadi, tidak diimbangi dengan penurunan

emisi dunia, bahkan ada kecenderungan Protokol Kyoto masih ditanggapi

setengah hati oleh negara tertentu. Kerusakakan lingkungan yang terus

berlanjut, akan mengakibatkan kelangkaan sumber daya alam. Kerusakan

lingkungan yang semakin parah tanpa diimbangi dengan upaya

konstruktif  untuk memperbaikinya, akan menimbulkan kesengsaraan

umat manusia yang sulit dicegah. Meningkatnya kesadaran umat manusia

terhadap lingkungan hidup telah menjadikan lingkungan hidup tersebut

sebagai isu global yang penting.

Indonesia yang merupakan negara terbuka, tidak bebas dari

pengaruh perkembangan global dan regional seperti tersebut di atas.

Kondisi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan Indonesia yang terbentuk

selama ini, tidak berdiri sendiri namun dipengaruhi juga oleh faktor

eksternal. Isu domestik yang dihadapi Indonesia pada dekade terakhir ini

tidak terlepas dari kontribusi faktor-faktor eksternal, baik langsung

maupun tidak langsung, sehingga faktor yang saling berhubungan perlu


8

dicermati.

Perkembangan lingkungan strategis internasional, regional dan

nasional memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap NKRI melalui

berbagai gangguan, seperti melakukan serangan Asymmetric Warfare

dengan pendekatan soft power agar mereka dapat secara leluasa menguasai

perbatasan jalur laut, memanfaatkan 4 jalur Alur Laut Kepulauan

Indonesia (ALKI), melakukan berbagai kejahatan transnasional serta

mengeksplorasi secara ilegal sumber daya laut Indonesia yang sangat luas

dan potensial. Lemahnya kekuatan pertahanan di laut serta lemahnya

kemampuan intelijen sebagai pilar bangsa dalam melaksanakan tugas

deteksi dan cegah dini di halaman depan NKRI, merupakan celah yang

dapat memudahkan terjadinya infiltrasi sabotase lawan yang apabila tidak

segera diatasi dapat berujung pada rusaknya sendi keamanan nasional

diseluruh strata Ipoleksosbudhankam dan kondisi ini harus segera

dihentikan dengan suatu komitmen, yang diikuti good will seluruh

komponen bangsa untuk menggunakan laut sebagai halaman depan

NKRI.2

Dalam konsep keamanan dan ketahanan nasional adalah penting

untuk selalu mempertimbangkan dan mengedepankan kesejahteraan

(prosperity) dan keamanan (security), dengan kesadaran bahwa untuk

mewujudkan kondisi keamanan nasional yang mampu menjaga dan

2
Anshory Tadjudin, “Peran Intelejen TNI dalam Mendukung Tugas Keamanan Nasional”, Jurnal
Yudhagama, Volume 30 No. 3 September 2010.
9

mengawasi seluruh wilayah NKRI dari berbagai gangguan dan kegiatan

ilegal, dipersyaratkan tersedianya kekuatan pertahanan dan intelijen yang

mampu melaksanakan deteksi dan cegah dini melalui teknologi informasi

yang modern berbasiskan C5-ISR (Command, Control, Communication,

Computer, Combat, Intelegence Surveillance and Reconnaisancce),

sehingga dapat memberikan rasa aman dan damai kepada masyarakat,

yang pada ujungnya berefek langsung kepada kesejahteraan masyarakat

karena dapat memenuhi hajat hidupnya dengan tenang melalui berbagai

kegiatan menggali potensi kekayaan bangsa.3

Konsekuensi logis terhadap penggunaan teknologi C5-ISR yang

juga digunakan lawan, maka intelijen TNI perlu memiliki kewenangan

untuk melaksanakan kontrol terhadap sistem komunikasi nasional, baik

melalui kepemilikian satelit mata-mata dan juga membangun karakter

HUMINT yang andal IQ, EQ, dan SQ agar mudah diterima lawan maupun

kawan. Selain itu, perlu pula memperkuat dan memperluas network

berbasiskan media elektronik maupun cetak, dalam rangka mempertajam

pencapaian hasil penggalangan untuk merebut hati masyarakat, baik secara

fisik maupun elektronik. Selanjutnya diperkuat dengan memperbanyak

jaringan melalui komunikasi sosial, seperti jaringan radio swasta, blog,

website dan jaringan pertemanan sosial.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan sesuai dengan

pengalaman tugas peneliti, dalam rangka penyusunan tugas akhir atau

Tesis di Jurusan Pasca Sarjana Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu


3
Ibid.
10

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Achmad Yani (FISIP

UNJANI) maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

”Peran Intelejen TNI Guna Menghadapi Ancaman Tradisional Dalam

Rangka Mendukung Keamanan Nasional”.

1.2 Fokus Masalah

Fokus Penelitian ini, secara materi ditekankan pada Peranan Intelejen

TNI dalam mendukung tugas keamanan negara dalam menghadapi ancaman

tradisional yaitu ancaman militer atau perang yang berasal dari luar negeri.

Peran intelejen dalam Tesis ini dibatasi pada peran intelijen pertahanan atau

intelijen startegis, yang merupakan instrumen dalam perumusan strategi

pertahanan, yang menjadi dasar penyusunan kebijakan umum pertahanan

negara dan kebijakan penyelenggaraan pertahanan negara. Dalam perspektif

ini, intelijen pertahanan merupakan serangkaian kegiatan yang diharapkan

dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti: Pertama, seberapa besar jumlah

dan jenis kekuatan militer yang dimiliki musuh, serta dimana kekuatan

tersebut digelar? Kedua, berdasarkan kekuatan militer yang dimiliki musuh,

tindakan apa yang harus diambil untuk mengatasinya? Ketiga, berdasarkan

perkiraan motif, kesempatan, kelemahan, halangan dan preseden masa lalu,

tindakan militer seperti apa yang mungkin dilakukan oleh musuh? Keempat,

dengan dukungan dan aliansi yang dimiliki musuh, bagaimana kemungkinan

keberhasilan kegiatan militer yang dilakukan musuh?


11

Pembatasan waktu atau periode adalah pada masa pemerintahan

Jokowi-Ma’aruf Amin. Tahun 2014 diambil sebagai starting point

pembahasan karena saat itu awal mula Pemerintahan Jokowi sebagai

Presiden, sedangkan tahun 2019 sebagai akhir pembahasan merupakan akhir

dari pemerintahan Jokowi periode pertama.

1.3 Rumusan Masalah


The Liang Gie, seperti yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto 4

mengemukakan bahwa “Masalah ialah kejadian atau keadaan yang

menimbulkan pernyataan dalam hati kita tentang kedudukanya, kita tidak

puas dengan melihatnya saham melainkan kita ingin mengetahuinya lebih

mendalam. Masalah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu senantiasa

mengajukan pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.”

Berdasarkan latar belakang penelitian dan fokus masalah yang

dikemukakan di atas, maka penulis berusaha menjawab permasalahan

penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

”Bagaimana Peran Intelejen TNI Guna Menghadapi Ancaman

Tradisional Dalam Rangka Mendukung Keamanan Nasional”.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian


1.4.1 Tujuan Penelitian
1.4.1.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan kondisi keamanan nasional Indonesia


4
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta.
12

serta ancaman-ancaman potensial yang bisa berasal dari

ancaman yang bersifat tradisional.

1.4.1.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menganalisa

dan mengeksplanasikan peran intelejen TNI dalam

menghadapi potensi ancaman yang bersifat guna

mendukung terciptanya keamanan nasional Indonesia yang

stabil dan mantap.

1.4.2 Manfaat Penelitian


1.4.2.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai sumbangan bagi pengembangan studi

Hubungan Internasional pada umumnya.

2. Sebagai referensi dan bahan kajian bagi pihak lain

yang tertarik untuk mempelajari maupun meneliti lebih

lanjut mengenai peran Intelejen TNI dalam

menciptakan dan menjaga keamanan nasional

Indonesia yang dihadapkan pada ancaman tradisional.


13

1.4.2.2 Manfaat Praktis


Sebagai salah satu syarat untuk pembuatan tugas akhir

dalam menempuh ujian sidang Sarjana Strata Satu ( S-1 )

pada jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Achmad Yani

1.5 Sistematika Penulisan


Penyusunan Usulan Tesis ini dibagi kedalam tiga bab yang disesuaikan

dengan penelitian ini. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang melandasi penyusunan penulisan

yang berisi antara lain : Latar Belakang Penelitian; Fokus Masalah;

Perumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian; dan Sistematika

Penelitian.

BAB II : KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang kajian/ studi litelatur yang membahas masalah

yang sama atau dengan penggunaan teori yang relevan dengan penelitian ini.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Realisme dengan

Teori atau konsep tentang Pertahanan, National Security, Teori Intelejen,

Teori Peranan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan secara singkat tentang tipe penelitian kulitatif;

lokasi dan waktu penelitian; instrumen penelitian; teknik pengumpulan data


14

yang dilakukan melalui Studi Kepustakaan; teknik analisis data, serta rencana

pengujian keabsahan data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisis dan pembahasan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, yaitu mengenai objek penelitian, yaitu Peran Intelejen TNI guna

menghadapi ancaman tradisional dan non tradisoinal dalam rangka menjaga

keamanan nasional Indonesia.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran

baik bagi pihak-pihak terkait, maupun bagi penelitian selanjutnya.


BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Pemikiran


Untuk membantu mempermudah proses penelitian dan juga sebagai

landasan untuk memperkuat analisis, maka peneliti menggunakan pendekatan

yang sesuai dengan masalah yang ada untuk dijadikan sebagai pedoman.

Pendekatan, dalam pengertian yang sederhana adalah suatu cara untuk

melihat dan kemudian menjelaskan sebuah fenomena tertentu. 5 Bab ini juga

akan membahas mengenai landasan teoritis dan kerangka konseptual yang

digunakan sebagai tool of analisys dalam membahas permasalahan yang

menjadi topik pada penelitian ini.

2.1.1 Pendekatan Realisme


Pendekatan yang digunakan dalam Tesis ini adalah pendekatan

realis, karena menurut peneliti pendekatan realis dianggap mampu

menjelaskan dan mempermudah dalam menganalisa kebijakan sebuah

negara. Pendekatan ini menyatakan bahwa politik seharusnya

dimainkan dalam corak yang realistis.

Empat asumsi utama dari pendekatan Realis ini , yaitu6:

1. Negara adalah actor utama dan terpenting dalam hubungan

internasioanl, sehingga negar merupakan unit analisis utama untuk

mendapatkan penjelasan atas peristiwa internasional. Studi

5
J.C. Johari. 1985. International Relations and Politics: Theoritical Perspective. New Delhi:
Streling Publisher. 91.
6
Viotti. Paul R. dan Mark V. Kauppi. 1999. International relations theory: realism, Pluralism,
Globalism, and Beyond. Third Edition New York: MacMillan Publishing Company.5-7

15
16

hubungan internasional, menurut kaum realis adalah studi tentang

hubungan di antara unit-unit ini.

2. Negara dipandang sebagai aktor tunggal (unitary actor). Negara

yang menentukan suatu policy menanggapi isu tertentu pada suatu

waktu tertentu pula.

3. Secara essensial Negara merupakan aktor rasional (national actor).

Suatu proses pembuatan keputusan luar negeri yang rasional

mencakup suatu pernyataan tentang sasaran kebijakan luar negeri,

pertimbangan atas semua alternatife yang feasible menyangkut

kemampuan yang dimliki Negara, kemungkinan relative bagi

pencapaian sasaran-sasaran kebijakan dengan berbagai alternatf

yang dipertimbangkan secara matang serta keuntungan dan biaya

pencapaiannya.

4. Isu internasional utama bagi kaum realis adalah rasional security.

Focus utama realis adalah pada konflik aktual maupun potensial

diantara aktor-aktor Negara, dengan menjelaskan bagaimana

stabilitas internasional dapat dicapai dan dipelihara, bagaimana

stabilitas ini pecah, penggunaan kekuatan sebagai alat memecahkan

perselisihan dan pencegahan terhadap pelanggaran intergritas

territorial. Realis memandang bahwa dunia dipenuhi dengan

konflik dan perjuangan , dan karena hal tersebut, persaingan

diantara unit-unit politik seperti Negara, yang merupakan symbol

resmi dari politik.


17

Bagi kaum realis, politik dianggap sebagai perjuangan untuk

mendapatkan power, yang bisa didefinisikan sebagai suatu hubungan

yang bersifat psikologis dimana salah satu aktor mampu

mengendalikan perilaku aktor lain dimana yang dijadikan aktor dalam

pendekatan realis ini adalah negara sebagai aktor utama.

Kaum realis juga mengingatkan bahwa suatu perang yang

dilakukan dengan mengatasnamakan prinsip-prinsip moral yang luhur

tidak akan titik akhirnya kecuali dominasi total. Dalam pendekatan

realis sangat dianjurkan bagi para pemimpin untuk menggunakan

teknik-teknik yang berorientasi pada power.7 Dan kaum realis pun

memandang bahwa politik sebagai perjuangan untuk mendapatkan

power. Power merupakan konsep sentral pertama mereka, dimana

untuk bertindak secara rasional sesuai dengan kepentingannya,

seseorang harus berusaha mencari power dalam rangka usaha

mengembangkan kepentingan berarti memenuhi ketentuan dasar hukum

alam karena pada dirinya manusia secara alami melekat kekuatan-

kekuatan yang dapat dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan. Kaum

realis beranggapan bahwa manusia dalam bertindak harus secara

rasional dan ciri utama insan politik adalah bijaksana atau hati-hati

(prudent).8

Negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional

yang bersifat rasional dan monolith, jadi bisa memperhitungkan cost


7
Morgenthau, Hans J. 1978. Politics among nations. New York: Alfred A. Knopf, Ed.5 Rev.
8
Mas`oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES. 222.
18

and benefit dari setiap tindakannya demi kepentingan keamanan

nasional sehingga fokus dari penganut realism adalah struggle for

power atau realpolitik. Kemudian realism berpendapat bahwa sifat

dasar interaksi dalam system internasional yakni anarki, kompetitif,

kerap kali konflik, dan kerjasama dibangun sama untuk kepentingan

jangka pendek. Ketertiban dan stabilitas hubungan internasional hanya

akan dicapai melalui distribusi kekuatan (power politics).

Konsep sentral kedua dalam pemikiran kaum realis adalah

“kepentingan” (interest). Seorang actor yang rasional (rasional actor)

adalah seorang yang bertindak untuk menigkatkan atau memajukan

kepentingannya.9 ”konsep kepentingan nasional merupakan salah satu

konsep dasar yang penting untuk dipahami. Kepentingan nasional pada

dasarnya merupakan sarana dan tujuan dari tindakan suatu negara untuk

bertahan hidup di dalam politik internasional.” 10 Kepentingan nasional

juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu

akhir dari suatu negara di dalam merumuskan kebijakan luar negerinya.

Kepentingan nasional suatu negara secara khusus terdiri dari unsur-

unsur penting dari negara tersebut seperti situasi pertahanan, keamanan,

ekonomi, sosial dan politik.

9
Wolfe T.A Coulombis. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional : Keadilan dan Power. Jakarta:
Abardin.Hal 7
10
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani.2006.Pengantar Ilmu Hubungan
Interansional. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
19

2.1.2 Kerangka Teori dan Konsep


2.1.2.1 Konsep National Security
Dalam pandangan kaum realis, dalam hirarki isu-isu

internasional, national security (keamanan nasional)

merupakan konsep yang penting. Keamanan nasional

merupakan landasan bagi terciptanya terciptanya power atau

kekuasaan sebagai tujuan dari kepentingan nasional.

Keamanan nasional terutama sekali disebabkan negara

mendominasi beberapa kondisi yang menentukan keamanan

pada dua tingkatan lain, dan negara nampak tidak mampu

berada pada waktu yang bersamaan dalam keselarasan.

Dalam rangka memiliki pemahaman yang sesuai tentang

masalah keamanan nasional, pertama harus memahami

konsep keamanan.

Dalam studi Hubungan Internasional keamanan

(security) merupakan konsep yang kerap kali digunakan serta

dianggap merupakan ciri yang konstan dari Hubungan

Internasional.11

Disini penulis akan mengemukakan pengertian

keamanan dari kedua aliran pemikiran tersebut yang dapat

disimpulkan sebagai berikut: “Sebuah konsep yang dapat

digunakan untuk memahami studi hubungan internasional

11
Barry Buzan,. 1983. People, State, and Fear : The National Security Problem in International
Relations, Sussex : Wheat Sheat Books ltd, Hal. 2-12.
20

dan memberi manfaat yang lebih besar daripada kalau

menggunakan konsep kekuatan dan perdamaian.”12

Keamanan telah dipandang terutama dalam

terminologi kekuatan nasional oleh pembuat kebijakan dan

ahli strategi, sebagai suatu dominasi ketidaksamaan yang

sangat tidak membantu. Ketika Perang Dingin dan struktur

bipolar sistem internasional setelah perang mulai terurai

selama kahir tahun 1980-an, ada anggapan bahwa keamanan

berkembang ke dalam konsep yang lebih disukai dalam

hubungan dengan politik dalam sistem internasional Pasca

Perang. Konsep national security atau keamanan nasional

kini tidak hanya didominasi oleh militer tetapi pengertiannya

lebih komprehensif dan bersifat multidimensi.

Melalui pendekatan ini tiga hal setidaknya muncul

sebagai dasar studi ini:

1. Negara merupakan objek rujukan utama dari keamanan

dan dalam kerangka ini maka keamanan nasional menjadi

isu sentral dalam bahasan mengenai keamanan suatu

negara.13 Konsep ini menurut Arnold Wolfers mengacu

pada kondisi ketidakadaan ancaman dan kekhawatiran

yang ingin dicapai negara, untuk mencapai nilai-nilai.14


12
Bantarto Bandoro. 1993. ASEAN dan Tantangan Satu Asia Tenggara, (Jakarta : CSIS), Hal. 4-
5
13
Ibid, hal. 10-11.
14
Daniel j. Kaufmann. Et.al. (eds). 1986. US National Security, a Framework for Analysis,
Lexington : Lexington Press, Hal.4.
21

2. Dalam sistem hubungan antar negara yang bersifat anarki,

dimana upaya suatu negara untuk meningkatkan

keamanannya akan dilihat oleh negara lain sebagai

ancaman terhadap keamanan nasionalnya yang akhirnya

akan membawa pada kondisi “Security Dilemma”.

3. Masalah yang mendasari keamanan nasional suatu negara

berasal dari adanya kerawanan dan ancaman yang dimiliki

negara dan dirasakan oleh para pembuat kebijaksanaan

luar negeri.15

Di dalam kasus keamanan, pembahasan adalah

tentang pencapaian kebebasan dari ancaman. Ketika

pembahasan ini berkaitan dengan sistem internasional,

keamanan adalah tentang kemampuan negara dan

masyarakat untuk memelihara identitas independen mereka

dan integritas fungsional mereka. Dalam pencarian

keamanan, negara dan masyarakat yang kadang-kadang

selaras dengan pihak lain, kadang-kadang bertentangan.

Garis dasarnya adalah sekitar kelangsungan hidup, tetapi

juga meliputi suatu cakupan perhatian substansial tentang

kondisi eksistensi. Keamanan primer adalah nasib seluruh

manusia, dan keamanan sekunder adalah keamanan pribadi

setiap individu.

15
Ibid, hal. 36-90.
22

Di dalam sistem internasional saat ini, satuan standar

keamanan adalah kedaulatan wilayah negara. Tipe ideal

adalah bangsa-negara, di mana garis batasnya adalah budaya

dan etnis dengan politik, seperti di Jepang dan Denmark.

Tetapi karena bangsa dan negara tidak bisa hidup bersama di

beberapa tempat, tidak semua negara, negara-negara tertentu

juga menjadi suatu unit analisa yang penting. Karena

struktur atau sistem internasional adalah anarkis (tanpa

otoritas pusat) dalam semua dimensi organisatoris utamanya

(politik, ekonomi, sosial), fokus perhatian keamanan yang

alami adalah unit itu sendiri. Karena negara adalah unit

dominan, “keamanan nasional” adalah masalah sentral,

tetapi referensi pada negara dan beberapa aplikasi

langsungnya pada unit etnis dan budaya. Karena beberapa

ancaman militer dan lingkungan mempengaruhi kondisi

kelangsungan hidup semua planet, ada juga suatu pengertian

penting dimana aplikasi keamanan pada kolektivitas

manusia secara keseluruhan.

Keamanan berkaitan dengan masalah kelangsungan

hidup (survival). Keamanan sebuah negara dibagi dalam

lima dimensi, yaitu politik, militer, ekonomi, sosial, dan

lingkungan. Tiap-tiap dimensi keamanan memiliki unit


23

keamanan, nilai dan karakteristik survival dan ancaman yang

berbeda-beda.16

Dalam pandangan realis, konsep keamanan nasional

merupakan sebuah kondisi yang terbebas dari ancaman

militer atau kemampuan suatu negara untuk melindungi

negara-bangsanya dari serangan militer yang berasal dari

lingkungan eksternalnya.17 Satu-satunya instrumen untuk

melindungi dan mempertahankan kepentingan keamanan

nasional adalah dengan meningkatkan military power yang

dimiliki suatu negara-bangsa.18 Namun peningkatan

military power suatu negara akan mendorong terciptanya

dilema keamanan (security dilema), artinya hubungan antar

negara yang bersifat zero-sum game dalam perspektif

keamanan tradisional bermakna bahwa setiap upaya negara

untuk meningkatkan keamanan, memiliki implikasi negatif

terhadap keamanan negara lain yang mengganggu

keseimbangan atau kekuatan. Hal ini mendorong negara

untuk melakukan dua pilihan kebijakan, meningkatkan

kekuatan militer atau membentuk aliansi dalam bentuk

pakta pertahanan (collective defense) dengan negara lain.19

16
Buzan, Barry. Op.Cit. Hal.23.
17
Hafterdorn, Helga. 1991. ”The Security Puzzle: Theory building and Discipline in
International Security” dalam International Studies Quarterly. Vol. 35. No.1. Hal. 3-17.
18
Hopkins, Raymond F dan Richard W. Mansbach. 1979. Structure and Process in
International Politics. New York: Harper and Row Publishers. Hal. 103-104.
19
Anak Agung Banyu Perwita. OpCit. Hal. 126.
24

Keamanan nasional (national security) dipahami

sebagai keamanan fisik teritorial, yaitu upaya melakukan

penjagaan terhadap wilayah kedaulatan suatu negara agar

tidak diinvasi, diagresi dan diokupasi oleh negara lain

melalui instrumen militer. Keamanan nasional disusun

untuk menghadapi berbagai macam ancaman yang

mengancam keutuhan wilayah negara. Untuk

mengantisipasi ancaman tersebut, sebuah negara memiliki

kebijakan untuk memperkuat struktur dan kapasitas

persenjataan, personal militer, dan menggelar pertahanan

keamanan nasional yang dapat menangkal kekuatan militer

asing yang akan menyerang negara bersangkutan.

2.1.2.2 Konsep Pertahanan.


Pertahanan adalah20 Perihal bertahan

(mempertahankan); Pembelaan (negara dsb); Kubu atau

benteng (yang dipakai untuk membela diri atau menangkis

serangan). Pertahanan nasional adalah segala usaha untuk

mencegah dan menangkis lawan, melindungi dan membela

kepentingan nasional terhadap segala macam paksaan

dengan kekerasan dan serangan dari pihak lain. Dimana

Kekuatan, kemampuan, daya tahan, dan keuletan yang

menjadi tujuan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan,

ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar


20
Balai Bustaka. 1989. Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
25

ataupun dari dalam, yang secara langsung atau tidak

langsung membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan

negara. Pertahanan negara adalah kesiapan negara untuk

menghadapi ancaman yang berbentuk kekerasan terhadap

kedaulatan negara, disintegrasi dan keselamatan bangsa.

Titik awal penyelenggaraan pertahanan negara

dimulai dengan merumuskan strategi raya pertahanan, untuk

menghasilkan sebuah landasan dalam perumusan kebijakan

negara untuk penggunaan kekuatan bersenjata yang

dimilikinya. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan

umum pertahanan maupun kebijakan penyelenggaraan

pertahanan. Variabel-variabel yang menjadi determinan

dalam perumusan strategi raya mencakup prinsip-prinsip

nasional yang dijabarkan melalui kepentingan dan tujuan

nasional, dinamika lingkungan strategis, analisis ancaman,

teknologi militer, dan sumberdaya pertahanan.

Pertama, tujuan dan kepentingan nasional. Pada

tingkatan strategi raya, setiap pemerintahan memiliki tujuan

masing-masing yang saling berbeda. Tujuan tersebut dapat

berupa mencari kekuasaan (struggle for power), bahkan

berupa ekspansi teritorial. Ada negara yang berusaha

menjaga power dan pengaruh eksternal yang dimiliki,

namun ada pula negara yang lebih fokus kepada pancapaian


26

tujuan-tujuan domestik, seperti meningkatkan

kesejahteraan. Beberapa negara lainnya berusaha untuk

lebih aktif dalam memberikan berbagai macam bentuk

bantuan. Sebagian kecil negara dengan sengaja

mengucilkan diri dari pergaulan antar bangsa21.

Kepentingan keamanan nasional merupakan bentuk

keinginan dan kebutuhan suatu negara dalam rangka

melindungi rakyat, wilayah, gaya hidup, institusi dan nilai-

nilai yang dianut. Dengan demikian, cakupan kepentingan

keamanan nasional dapat berbeda antara suatu negara

dengan negara lain, terutama antara negara adikuasa dengan

negara yang cenderung lebih lemah. Untuk tujuan

melindungi keamanan nasionalnya, negara adikuasa

berusaha mempertahankan superioritasnya dengan

penguasaan akan semua perairan, daratan dan ruang

angkasa. Sedangkan untuk negara yang lebih lemah,

perhatiannya lebih tertuju pada penguasaan wilayah

nasional dan regional. Keamanan nasional suatu negara

ditentukan oleh beberapa aspek yaitu : kehidupan politik,

ekonomi, militer, sosial, ideologi, agama, moral, dan

motivasi emosional. Berdasarkan sifatnya, national security

interest dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama adalah


21
Edward N. Luttwak, ”Strategy: The Logic of War And Peace, Revised And Enlarged Edition”,
(England: The Belknap Prees of Harvard University Press, 2001), hlm. 89-90.
27

kepentingan yang secara universal memiliki persamaan

nilai, yaitu national survival, homeland defense, domestic

tranquillity, military power, national credibility, dan

freedom of action. Kedua adalah kepentingan yang terdapat

di setiap negara namun memiliki nilai dan ukuran berbeda-

beda, yaitu perdamaian, stabilitas, kesejahteraan, ideologi,

posisi geostrategis, dan moralitas nasional22.

Kedua, lingkungan strategis yaitu ”one construct

includes four distinct, interrelated parts: national security,

domestic, military, and international environment. Strategic

environment must consider many factors and actors. This

construct is neither a template nor checklist-nor recipe for

perfection. This framework recognizes the fact that ones

must conceptualise in both of political and military realms.

Additionally, it illustrates how strategic environment is

interrelated, complementary, and contradictory.”23

Ketiga, analisis ancaman merupakan produk dari

dinamika yang terjadi pada lingkungan strategis. Ancaman

merupakan suatu konsep multidimensional yang memiliki

empat dimensi utama, yaitu militer-non militer,


22
John M. Collins, Military Strategy: Principles, Practices, And Historical Perspectives,
Washington D.C.: Brassey’s Inc., 2002, hlm 13-14.

23
W. Michael Guilliot, ”Strategic Leadership: Defining the Challenge”, Air & Space Journal,
Maxwel AFB: Winter 2003, Vol 17, Iss4 hlm 67, yang diakses melalui http://www.
airpower.maxel.af.mil/airchronicle/apj/apj03/guillot.html, pada tanggal 5 januari 2020.
28

konvensional-non konvensional, langsung-tidak langsung,

eksternal-internal. Perpaduan dari empat dimensi tersebut

menghasilkan berbagai tipologi ancaman. Namun demikian,

tidak berarti penyelenggaraan pertahanan ditujukan untuk

menghadapi seluruh tipologi ancaman24. Berdasarkan

sumbernya, ancaman dapat berupa ancaman eksternal,

ancaman internal, dan ancaman azymuthal25. Ketiga bentuk

ancaman tersebut bermanifestasi menjadi tiga jenis konflik,

yaitu konflik antara negara (inter-state conflict), konflik

internal (intra-state conflict), dan konflik transnasional

(transnational conflict). Bentuk-bentuk konflik itu tersebar

dalam spektrum konflik, yang berdasarkan intensitasnya

dapat dibedakan menjadi konflik intensitas rendah (low

intensity conflict), konflik intensitas menengah (mid

intensity conflict), dan konflik intensitas tinggi (high

intensity conflict)26.

Selanjutnya adalah teknologi pertahanan. Dampak

militer yang disebabkan oleh perkembangan teknologi

mempengaruhi hubungan antara negara, baik berupa

penciptaan koalisi dan aliansi ataupun memicu terjadinya

24
Working Group on Security Sector Reform, Monograph No-3: Kaji Ulang Strategi Pertahanan
Nasional, Jakarta: ProPatria, 2004, hlm. 2-3.
25
Kusnanto Anggora, ”Pertahanan dan Keamanan Negara Pada Milenium ke Tiga”, dalam
ProPatria, Keamanan, Demokrasi, dan Pemilu 2004, Jakarta: Propatria, 2004, hlm.44.
26
John M. Collins, Op.cit, hlm. 24.
29

pertikaian27. Teknologi militer mencerminkan nilai yang

melekat pada masing-masing negara. Perbedaan nilai-nilai

pada setiap negara tersebut ditentukan oleh beberapa hal, di

antaranya adalah asumsi politik, perdagangan, proses

interaksi, teknologi yang tak terlihat, sistem teknologi, dan

juga keunggulan teknologi28.

Berbagai perkembangan yang terjadi pada teknologi

militer, menyebabkan terjadinya revolusi dalam hubungan

militer (Rovolution in Military Affair-RMA). RMA memicu

perubahan karakter perang modern, dengan pengecualian

perang untuk menggulingkan rejim, tidak lagi didominasi

oleh perang teritorial yang dilakukan dengan konsep-konsep

perlawanan bersenjata secara gerilya, melainkan merupakan

perang yang menekankan pada penghancuran infrastruktur

vital atau centre of gravity.29

Terakhir, sumberdaya pertahanan hendaknya

memperhitungkan dan dibangun berdasarkan sumberdaya

ekonomi dan manusia yang dimiliki negara, dan juga

memperhatikan aspek moral bangsa. Perencanaan mengenai

sumberdaya pertahanan juga mengatur distribusi kekuatan

27
Barry Buzan, People, States, and Fear 2nd Edition: An Agenda for International Security
Studies In The Post Cold War Era, Hertfordshire: Harvester Whealsheaf, 1991, hlm 270 & 272.
28
Eliot Cohen, dalam Baylis et.al, Strategy in the Contemporary World: an Introduction to
Strategic Studies, New York: Oxford University Press Inc., 2002, hlm 17. hlm 237.
29
Working Group on Security Sector Reform, Monograph No-3: op.cit, hlm. 20.
30

antar kekutan bersenjata yang ada, serta hubungan kekuatan

bersenjata dengan sektor industri pendukung30.

Kebijakan pertahanan negara yang didasari strategi

raya pertahanan akan tercermin pada postur pertahanan

yang dikembangkan oleh negara yang bersangkutan.

Menurut buku Strategi dan Postur Pertahanan Keamanan

Negara Dalam Jangka Panjang Kedua Tahun 1994-2018

(Revisi TA 1997-1998) yang diterbitkan Departemen

Pertahanan, postur pertahanan (defence posture) merupakan

”wujud kemampuan dan kekuatan serta gelar pertahanan

keamanan negara (hankamneg) yang diharapkan dapat

mendukung pelaksanaan strategi dalam mencapai sasaran

dan tujuan hankamneg.”

Menurut pengertian di atas, postur pertahanan

memiliki tiga aspek utama, yakni kemampuan (capability),

kekuatan (force) dan gelar (deployment). Menurut Oxford

Dictionary of U.S. Military, kemampuan adalah ”forces or

resources giving a country or state the ability to undertake

a particular kind of military action” (kekuatan atau

sumberdaya yang memberi kebisaan sebuah negara untuk

menjalankan tindakan militer tertentu). Sementara, secara

luas, kekuatan dapat didefinisikan sebagai elemen-elemen

30
Basil H. Liddell Hart, Strategy: Second Edition, London: Meridian, 1967, hlm 322.
31

tempur dari keseluruhan struktur pertahanan (the fighting

elements of all defence structure), yang terdiri dari dua

aspek, yakni struktur kekuatan (force structure) dan tingkat

kekuatan (force level). Yang dimaksud dengan tingkat

kekuatan adalah jumlah seluruh peralatan pertahanan –

seperti jumlah pesawat tempur, kapal perang, pasukan, dan

lainnya— yang diperlukan militer dalam menjalankan misi

atau tugas yang diberikan pemerintah kepadanya.

Sementara, struktur kekuatan adalah komposisi, baik

masing-masing angkatan maupun keseluruhan angkatan,

dalam hal jumlah unit tempur dan dukungan, serta

hubungannya satu sama lain. Gelar adalah tata sebar dari

kekuatan, yang ditempatkan dalam wilayah tertentu. Ketiga

aspek tersebut –kemampuan, kekuatan dan gelar- melalui

suatu sinergi, ditujukan untuk mendukung strategi dalam

mencapai tujuan pertahanan negara.

2.1.2.3 Teori Intelejen


Studi intelijen merupakan salah satu studi yang

berkembang dalam area studi keamanan. Selama ini, studi

intelijen kurang dieksplorasi karena karakteristik dasar

intelijen yang berkaitan erat dengan faktor kerahasiaan.

Namun dalam evolusi studi keamanan, studi intelijen negara

merupakan salah satu isu yang secara signifikan


32

berkembang terutama setelah peristiwa penyerangan

terhadap menara kembar di New York, Amerika Serikat.

Intelijen negara setidaknya berkaitan dengan dua

hal. Intelijen sebagai sebuah fungsi dan intelijen sebagai

sebuah organisasi dalam struktur ketatanegaraan. Sebagai

sebuah fungsi, intelijen berkaitan dengan penginderaan awal

atau yang lebih dikenal dengan earlywarning system. Hal

ini akan mengakibatkan intelijen memiliki tugas untuk

mengumpulkan, menganalisa dan memberikan informasi

yang diperlukan kepada pembuat kebijakan dalam

penentuan kebijakan yang terbaik untuk mencapai tujuan.

Sebagai sebuah organisasi, intelijen terkait dengan

struktur, hubungan antar institusi, personil serta mekanisme

pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan. Sebagai

sebuah fungsi, intelijen akan cenderung bersifat statis.

Dalam hal ini, apapun jenis situasi dan kondisinya, intelijen

akan tetap berfungsi sebagai instrumen penginderaan awal

bagi para pembuat kebijakan dalam pembuatan sebuah

keputusan. Sementara sebagai sebuah organisasi, intelijen

harusnya akan berkembang mengikuti situasi dan kondisi

tertentu, misalnya struktur organisasi intelijen dalam negara

demokratis harusnya berbeda dengan struktur organisasi

intelijen dalam negara yang tidak demokratis.


33

Apabila hendak diteliti lebih lanjut, studi mengenai

intelijen sebagai sebuah organisasi adalah studi yang

kompleks. Hal ini terutama disebabkan karena karakteristik

dasar intelijen pada dasarnya akan bertentangan dengan

prinsip dasar penadbiran yang baik (good governance)31.

Intelijen pada dasarnya akan berkaitan erat dengan prinsip

prinsip kerahasiaan sementara prinsip good governance

akan menuntut transparansi dan keterbukaan. Akan tetapi

kedua kondisi ini bukan berarti tidak dapat ditemukan titik

tengahnya. Dengan demikian jelas bahwa studi intelijen

harus lebih memfokuskan diri pada penemuan titik tengah

antara karakteristik alami intelijen dengan prinsip prinsip

good governance.

Pada dasarnya studi intelijen harus memfokuskan

pembahasan terhadap tiga dimensi intelijen. Dimensi

pertama adalah jenis produk informasi intelijen. Dimensi

kedua adalah dimensi aktivitas intelijen dan dimensi ketiga

adalah dimensi organisasi intelijen. Dalam dimensi

informasi, intelijen memiliki setidaknya tiga jenis produk

intelijen yang kesemuanya berupa informasi.

31
http://www.unescap.org/huset/gg/governance.htm diakses 5 januari 2020.
34

Jenis produk intelijen pertama adalah current

intelligence atau oleh John Keegan dikategorikan sebagai

real-time intelligence32.

Produk intelijen ini pada umumnya berupa informasi

yang dapat menjawab pertanyaan apa, bagaimana, di mana

serta kapan. Keegan memberikan contoh sistem hakaras di

India yang terbukti secara efektif mampu memberikan

informasi-informasi dasar mengenai lawan semasa periode

masuknya Inggris dan New Zealand ke India33.

Shulsky dan Schmitt menambahkan bahwa dalam

kategori ini, informasi utama yang diperlukan sangat

dipengaruhi oleh prioritas pembuat kebijakan yang

seharusnya terkait erat dengan prioritas kepentingan

nasional34. Bila ditelaah lebih lanjut, jelas bahwa kategori

ini akan menjadi sangat dinamis dan dipengaruhi oleh

perubahan kepentingan serta tujuan jangka pendek.

Misalnya kepentingan negara yang berbeda secara

signifikan apabila berada dalam kondisi perang yaitu untuk

memenangkan perang saja dan kepentingan negara dalam

kondisi damai yaitu untuk keselamatan serta

keberlangsungan bangsa dan negara.

32
Keegan, John, Intelligence in War, New York: Vintage Books, 2004, hlm. 18-19.
33
Loc.cit
34
Shulsky, Abram N. & Schmitt, Gary J., Silent Warfare: Understanding the World of
Intelligence, 3rd edition, Washington D.C.: Brassey’s Inc., 2002, hlm. 57.
35

Jenis produk intelijen kedua dikategorikan oleh

Keegan sebagai produk strategik intelijen. Strategik

intelijen terdiri dari setidaknya dua jenis informasi. Basic

intelligence adalah jenis produk strategik intelijen yang

pertama. John Keegan memberikan gambaran yang sangat

komprehensif bagaimana jenis produk intelijen ini telah

terbukti sangat berguna membantu Alexander Agung

menaklukan Turki35. Produk intelijen dasar ini meliputi

informasi mendasar dalam sebuah situasi. Misalnya,

informasi mengenai infra struktur suatu daerah yang akan

diserang serta informasi mengenai keadaan cuaca di daerah

tersebut.

Jenis produk berikutnya adalah intelligence

estimates. Produk ini meliputi informasi intelijen yang

berupa allternatif alternatif pilihan kebijakan yang

diperlukan oleh para pembuat kebijakan dalam membuat

keputusan36. Secara kualitas, dimensi ini dapat dikatakan

bersifat sebagai konstanta karena pada dasarnya kualitas

intelijen haruslah selalu akurat, aktual dan faktual. Namun

apabila dilihat dari ragamnya, maka dimensi ini merupakan

sebuah variabel. Ragam informasi yang harus dicari pada

masa damai bisa jadi tidak selalu sama dengan ragam

35
Keegan, Op.cit, hlm. 7-8
36
Shulsky & Schmitt, Op.cit, hlm. 60 – 61.
36

informasi yang harus dicari pada masa perang. Pada masa

damai, diasumsikan negara akan memiliki prioritas

kepentingan nasional yang relatif berbeda dibandingkan

selama masa perang sehingga konsekuensinya jenis

informasi intelijen yang dibutuhkan juga akan berbeda.

Dimensi berikutnya adalah dimensi aktivitas

intelijen. Secara umum aktivitas intelijen dapat dibagi ke

dalam beberapa jenis. Aktivitas pertama adalah

pengumpulan informasi. Berdasarkan metode pengumpulan

informasi, aktivitas intelijen dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis antara lain pengumpulan informasi dari

sumber data publik (open source intelligence), aktivitas

yang mengandalkan kemampuan manusia atau yang lebih

dikenal dengan human intelligence (humint), aktivitas yang

lebih mengandalkan kemajuan teknologi atau yang dikenal

dengan technological inteligence (techint), aktivitas yang

menggunakan simbol, signal dan lambang atau yang lebih

dikenal dengan signal intelligence (sigint) serta aktivitas

yang menggunakan foto satelit atau yang lebih dikenal

dengan imagery intelligence (imint).

Aktivitas intelijen berikutnya adalah analisis.

Aktivitas ini terkait erat dengan aktivitas pengumpulan data

sehingga para pembuat keputusan mampu merumuskan


37

keputusan terbaik sesuai dengan informasi dan analisis

informasi yang dihasilkan oleh intelijen. Keegan menyebut

tahapan aktivitas ini sebagai tahapan interpretasi. karena

informasi yang telah dikumpulkan baru akan memiliki arti

setalah dianalisis dan diinterpretasikan sebelum disalurkan

kepada pihak pembuat keputusan. Misalnya, apabila

terdapat informasi mengenai pengembangan kekuatan

Angkatan Laut Indonesia, maka tidak selamanya berarti

Indonesia akan menyerang negara lain. Oleh karena itu,

interpretasi dan analisis data menjadi sangat krusial dalam

penentuan kebijakan negara lain untuk merespon adanya

peningkatan kekuatan Angkatan Laut Indonesia tersebut.

Aktivitas ketiga adalah aktivitas yang berkaitan

dengan operasi rahasia atau yang disebut dengan covert

action. Aktivitas ini adalah aktivitas yang selama ini selalu

dikaitkan dengan kerja intelijen. Pada dasarnya informasi

ini berkaitan dengan informasi yang tidak dapat didapatkan

dari sumber informasi publik dan membutuhkan sebuah

operasi yang bersifat rahasia37. Aktivitas ini merupakan

aktivitas yang sangat mengandalkan faktor manusia atau

yang biasa disebut dengan human intelligence dalam studi

intelijen.

Anggoro, Kusnanto, ”Konsolidasi Negara, Politik Transisi dan Fungsi Intelijen” dalam Andi
37

Widjajanto ed., Reformasi Intelijen Negara, Jakarta: Pacivis, 2005, hlm. 173 – 175.
38

Aktivitas keempat adalah aktivitas counter-

intelligence. Aktivitas ini berkaitan dengan kegiatan untuk

memberikan persepsi dan informasi yang tidak tepat kepada

lawan dan/atau menjaga distribusi informasi hanya kepada

pihak yang memiliki hak sehingga pihak lawan tidak

berhasil mengambil keuntungan yang dapat merugikan.

Lebih lanjut aktivitas ini juga terkait erat dengan kebutuhan

akan manajemen proteksi data sehingga setiap jenis

informasi bisa diakses oleh pihak yang berkepentingan

dengan otorisasi yang sesuai dengan kapasitasnya.

Hakekat mendasar dari keberadaan intelijen bukan

merupakan salah satu bentuk power dari negara melainkan

instumen bagi negara yang memberikan panduan dalam

penggunaan power yang dimilikinya38. Dengan demikian,

tujuan akan keberadaan intelijen adalah untuk memahami

sifat berbagai ancaman bagi keamanan dan mengantisipasi

perubahan-perubahan radikal yang terjadi. Bertolak

belakang dengan asumsi ini, penggunaan intelijen di

negara-negara otoriter ditujukan oleh negara untuk

memperoleh dukungan publik atas kebijakan pemerintah,

daripada sebagai pemandu bagi para pembuat kebijakan.

38
John Ferris, dalam L. V. Scott & Peter Jackson, ”Understanding Intelligence in The Twenty-
First Century: Jouney in Shadows”, London: Routledge, 2004, hlm. 3.
39

Secara umum, intelijen dipahami menjadi empat

makna, yaitu intelijen sebagai informasi, proses,

serangkaian misi, dan organisasi39. Jika memaknai intelijen

sebagai informasi, maka intelijen merupakan produk

terukur, yang dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk

memperoleh kesan yang lebih mendalam mengenai kondisi

politik dan militer di seluruh dunia. Sebagian besar

informasi tersebut dapat diperoleh melalui sumber terbuka

(65%), seperti jurnal ilmiah, sumber internet, artikel koran,

informasi kantor berita dan lainnya. Informasi lainnya,

sekitar 25%, didapat dari sumbersumber terbatas (grey

literature), seperti hasil konferensi, laporan diplomatik,

kajian kontrak, laporan keuangan, dan lainnya. Untuk

memperoleh infomasi yang berasal dari grey literature

tersebut, pengakses informasi sebagian mengandalkan para

diplomat dan atase pertahanan. Dari sekian banyak

informasi intelijen, hanya 15% yang benar-benar

merupakan informasi tertutup, dan hanya dapat diperoleh

dengan menggunakan technical intelligence (imagery

intelligence/photographic intelligence, communications

intelligence, measurement and signature intelligence,

electronic intelligence, telemetry intelligence) dan human

Lock K. Johnson, ”Secret Agencies: U.S. Intelligence in a Hostile World”, New York: Yale
39

University, 1996, hlm. 2-5


40

intelligence. Walaupun hanya sebagian kecil, informasi

yang berasal dari sumber-sumber terbatas kerap terbukti

sebagai informasi yang paling berharga.

Sebagai proses, intelijen merupakan serangkaian

tindakan yang saling berkaitan, umumnya dikenal dengan

daur intelijen (intelligence cycle). Kegiatan intelijen dimulai

dengan perencanaan mengenai informasi yang ditargetkan,

berlanjut pada pengumpulan informasi, kemudian informasi

tersebut dikelola dan diproses (organised and processed),

dipelajari dan dianalisis, setelah menjadi ”produk yang siap

guna” informasi tersebut disajikan (dissemination) kepada

pengguna akhir (end user), yaitu presiden dan anggota

sangat terbatas di parlemen. Dalam proses pengumpulan

informasi dikenal terminologi mengumpulkan

(gathering/collecting) dan mendapatkan (acquiring). Untuk

menunjukkan proses pengelolaan dan pengolahan

informasi, biasanya digunakan terminologi information

generating dan knowledge processing. Ketika informasi

dipelajari secara mendalam atau dianalisis, istilah yang

digunakan adalah information analysing atau information

possessing. Proses penyebarluasan informasi yang menjadi

produk intelijen biasa disebut dengan dissemination of

information / making use of information / information


41

exploitation / knowledge using40 Rangkaian kegiatan dalam

intelligence cycle ditujukan untuk mengindentifikasi dan

menginterpretasikan ancaman-ancaman yang sedang dan

akan dihadapi berserta bentuk bangunan ancaman.

Perspektif ketiga melihat intelijen sebagai

sekumpulan misi yang harus dijalankan oleh-apa yang

selama ini diistilahkan dengan agen rahasia. Kumpulan

kegiatan ini dimulai dengan menjalankan intelligence cycle;

kedua kontra-intelijen (counter intelligenace), berupa

tindakan untuk mengatasi tindakan-tindakan rahasia yang

ditujukan oleh entitas-entitas yang menunjukkan sikap tidak

bersahabat, yang (harusnya) berasal dari luar negeri;

berikutnya covert action, merupakan intervensi yang

dilakukan secara rahasia terhadap urusan dalam negeri

negara lain. Intelijen sebagai suatu misi atau operasi dapat

dibelah lagi menjadi bentuk-bentuk kegiatan yang lebih

mendetail dan tingkatan eskalasi tertentu.

Operasi intelijen dibedakan menjadi pengumpulan

informasi (collection of intelligence), pengamanan

(security), kontra mata-mata (counterespionage),

propaganda rahasia (covert propaganda), aksi rahasia di

bidang politik (political covert action), aksi rahasia di


40
Berdasarkan kajian atas beberapa literatur yang digunakan, para pakar menggunakan beragam
terminologi untuk menunjukkan berbagai bentuk kegiatan di masing-masing daur intelijen. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada L. V. Scott & Peter Jackson & Lock K. Johnson.
42

bidang ekonomi (economic covert action), aksi rahasia di

bidang kemiliteran (paramilitary covert action). Sementara

tingkat eskalasi operasi intelijen, dimulai dari yang paling

rendah, adalah operasi rutin, berupa kegiatan rutin seperti

pengamanan kedutaan, pelatihan dan bantuan pengadaan

peralatan pengamanan, dan pertukaran informasi pada

resepsi kedutaan. Kedua, gangguan pada skala rendah

(modest intrusion), dimana tingkat gangguan mulai

bereskalasi, dan dengan sendirinya melibatkan resiko ketika

pilihan-pilihan operasi intelijen digunakan.

Ketiga, pilihan yang beresiko tinggi (high-risk

options), yakni operasi yang mulai menjurus kepada

kegiatan rahasia yang berbahaya dan dapat menyulut

tanggapan negara yang merusak norma-norma

internasional. Sementara operasi pada skala tertinggi

(extreme operations), berupa operasi intelijen yang dapat

menyebabkan jatuh korban pada kelompok masyarakat

yang tidak bersalah dan melibatkan penggunaan senjata-

senjata berat.

Pemahaman terakhir tentang intelijen merujuk

struktur atau organisasi yang melaksanakan kegiatan-

kegiatan di atas. Intelijen dalam pengertian ini merupakan

jejaring petugas dan badan yang terlibat dalam berbagai


43

kegiatan yang terkait dengan informasi, dan juga aktor-

aktor yang merencanakan dan mengimplementasikan

counter intelligence dan covert action.

Hal lain yang juga harus diketahui adalah

menyangkut faktor-faktor penyebab kegagalan intelijen

untuk mengantisipasi situasisituasi di atas. Berbagai faktor

tersebut dapat berupa: (1) ketidakmampuan petugas

intelijen melaksanakan perannya di lingkungan yang tidak

dikenal (humint failure); (2) kegagalan mengorganisasikan

dan mengkoordinasikan informasi beserta analisis informasi

yang berasal dari berbagai dinas intelijen; (3) keterbatasan

sumberdaya untuk mengumpulkan, menterjemahkan, dan

menganalisis informasi; (4) kegagalan pemimpin politik

untuk memahami makna dan keterbatasan intelijen; (5)

politisasi (merekayasa) produk intelijen, agar sesuai dengan

keinginan pemimpin politik; (6) analisis dilakukan

berdasarkan kepercayaan terhadap sesuatu yang seolah-olah

benar (wishful thinking as self delusion); (7) ego-sentris;

dan (8) hubungan kerjasama yang tidak berjalan baik antara

petugas intelijen dengan pembuat kebijakan41.

41
L. V. Scott & Peter Jackson, Op.cit, hlm. 22 & Ibid, hlm. 26-20.
44

2.1.2.4 Konsep Peran


Pengertian peran (role) adalah “suatu pola perilaku yang

diharapkan dari seseorang (kelompok) oleh orang lain (kelompok

lain) bila ia melakukan interaksi dengan mereka atau apabila ia

menduduki suatu posisi tertentu.”42 Peran harus dilihat dalam

konteks sosial, artinya kita tidak akan dapat menjelaskan peran dan

perilaku seseorang atau kelompok jika terlepas dari konteks sosial

dan interaksi dengan sesamanya. Konsep Peran menegaskan bahwa

“perilaku politik (institusi) ……. adalah perilaku dalam

menjalankan peran politik”. Teori ini berasumsi bahwa sebagian

besar perilaku politik adalah akibat tuntutan atau harapan terhadap

peran yang sedang dipegang oleh aktor politik, individu maupun

kelompok.

Menurut John Wahlke, teori peran mempunyai dua

kegunaan bagi analis politik. Pertama, ia menunjukkan bahwa

aktor politik umumnya berusaha menyesuaikan perilakunya yang

berlaku dalam peran yang dijalankan. Kedua, teori peran

mempunyai kemampuan mendeskripsikan institusi secara

behavioral.43

Dengan teori peran ini, maka penelitian ini bertujuan untuk

melihat Peran Intelijen sebagai badan/organisasi yang merupakan

42
Heinz Eulau dikutip dalam Alan Isaak, Scope and Methods of Political Science, dalam buku
Mohtar Mas’oed, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi, Jogjakarta,
PAU-UGM
43
Ibid, hal. 44
45

Satuan/ Badan/Organisasi Intelijen yang disusun, dilengkapi dan

dibekali secara khusus untuk melaksanakan pembinaan dan atau

penggunaan Intelijen dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.44

2.2. Asumsi
Asumsi adalah pernyataan yang dapat diuji kebenarannya secara

empiris.45 Dalam penelitian ini asumsi yang dikemukakan peneliti adalah

sebagai berikut :

1. Kedaulatan wilayah dan keamanan nasional merupakan salah satu

kepentingan nasional vital suatu Negara.

2. Setiap negara akan selalu berusaha untuk mempertahankan

kedaulatan dan keamanan nasionalnya, dan akan menggunakan

segala cara dan strategi untuk mempertahankan kedaulatan dan

integrasi wilayahnya

3. Setiap Negara cenderung bertindak rasional dan berusaha

memaksimalkan keuntungan dalam berhubungan dengan Negara

lain.

4. Keamanan nasional akan sangat tergantung pada kekuatan militer

yang dipunyai oleh sebuah negara.

44
Ibit Hal 108.
45
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 1996. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi
Aksara. Hal. 36.
46

2.3 Definisi operasional


Definisi operasional adalah serangkaian prosedur yang

mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan apabila kita hendak

mengetahui eksistensi empirik suatu konsep. Definisi operasional ialah suatu

definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa

yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa

konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang

dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang

lain.

Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu: ”Peran Intelejen TNI Guna

Menghadapi Ancaman Tradisional Dalam Rangka Mendukung Keamanan

Nasional”, peneliti membuat definisi operasional dan variabel-variabel yang

terkait berdasarkan pendapat dari John Keegan, yaitu tentang strategic

intellegent, sebagai berikut:

Tabel 2.1. Definisi Operasional

Variabel Dimensi Indikator

Peran Intelejen TNI Strategic Intelllegent a. intelligent


Guna Menghadapi /Teknis Operasional estimates
Ancaman
Tradisonal Dalam b. net assessment
Rangka Mendukung
c. threats assessment
47

Keamanan
Nasional.

2.4 Tinjauan Pustaka


Sebagai bahan perbandingan bagi penulis dalam mengkaji tentang

peran intelejen TNI dalam menghadapi ancaman dalam rangka menciptakan

keamanan nasional, maka penulis meninjau referensi dari penelitian

terdahulu yang penulis anggap cukup relavan dengan permasalahan yang

akan diteliti, yaitu buku yang berjudul “Negara, Intel dan Ketakutan”,

dengan editor Andi Widjajanto, yang diterbitkan PACIVIS, Center for

Global Civil Society Studies, University of Indonesia, tahun 2006.

Buku ini menggunakan pendekatan historis dan studi literatur dalam

mengkaji tentang keberadaan dan fungsi-fungsi intelejen di Indonesia.

Menurut para penulisnya, keberadaan intelejen di sebuah negara adalah hal

yang mutlak harus ada karena merupakan bagian atau instrumen militer

yang berfungsi untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional pada

masa damai maupun masa perang. Buku ”Negara, Intel, dan Ketakutan”

merupakan kumpulan karya para aktivis gerakan masyarakat sipil yang

menyuarakan kepedulian dan kegelisahannya tentang sifat omnipresence

dari intelijen Indonesia. Buku ”Negara, Intel, dan Ketakutan” ini ditujukan

untuk tidak hanya untuk merekam beberapa sudut-sudut gelap Indonesia

yang pernah tersentuh oleh aktivitas dinas-dinas intelijen, tetapi juga untuk

menghadirkan beberapa gagasan tentang pengaturan ideal dinas-dinas


48

intelijen. Rekaman jejak intelijen Indonesia dan gagasan-gagasan ideal

untuk mentransformasi dinas-dinas intelijen Indonesia disajikan dalam

tulisan-tulisan yang elaboratif. Tulisan-tulisan tersebut merupakan hasil

diskusi panjang antara para aktivis gerakan masyarakat sipil dan para

akademisi yang difasilitasi oleh PACIVIS-UI dalam beberapa ”writers

workshops” (Mei-Juli 2006).

Bab I dan dan BAB XI merupakan bab pengantar dan penutup yang

berusaha untuk memberikan pemetaan umum dan kesimpulan rekomendatif

tentang intelijen Indonesia. Bab II ”Intelijen: Masa Perang dan Masa

Damai” ditulis oleh peneliti CSIS, Alexandra Retno Wulan. Di bab ini,

Wulan memaparkan gagasan ideal tentang pemisahan antara intelijen masa

perang dan masa damai. Namun, untuk Indonesia, pemisahan tersebut sulit

dilakukan terutama karena aktor-aktor keamanan Indonesia tidak pernah

putus digelar untuk mengatasi letupan ancaman-ancaman eksternal, internal,

dan transnasional yang terus terjadi. Hal ini menyebabkan sistem intelijen

masa perang menjadi dasar pembentukan sistem intelijen masa damai.

Dinas-dinas intelijen Indonesia bergerak berdasarkan logika perang yang

lebih mengandalkan operasi-operasi tertutup dan represif.

Bab III ”Intelijen Pertahanan: Tinjauan Literatur dan Perspektif

Historis Indoensia” dikerjakan secara kolaboratif oleh T. Hari Prihartono

dan Yandry K. Kasim, untuk memperkuat intelijen pertahanan yang harus

dikendalikan oleh Departemen Pertahanan. Kedua penulis mengusulkan

transformasi dinas intelijen militer sehingga Departemen Pertahanan dapat


49

lebih mengendalikan lingkaran proses kerja intelijen militer yang nantinya

diharapkan dapat memperkuat produk-produk intelijen militer.

Bab IV ”Intelijen Negara dan Intelijen Keamanan: Perspektif

Kepemimpinan Politik dan Efektivitas Koordinasi” ditulis oleh Muradi yang

bersama RIDEP telah melakukan advokasi reformasi kepolisian. Temuan

menarik yang diungkap dalam Bab ini adalah (1) kinerja intelijen kepolisian

sangat dipengaruhi oleh pertarungan elit politik di tingkat nasional; dan (2)

kinerja intelijen kepolisian tereduksi oleh dominasi intelijen militer dan

dikooptasi oleh berbagai lembaga keamanan ad-hoc di tingkat nasional

seperti Kopkamtib dan Bakorstanas. Bagi Muradi, kinerja intelijen

kepolisian bisa ditingkatkan dengan mengembalikan kompetensi utama

intelijen kriminal ke lembaga kepolisian serta mengembangkan mekanisme

koordinasi yang lebih padu antar dinas-dinas intelijen.

BAB V ”Sumberdaya Human Intelligence (Humint) dalam Perang

Melawan Terorisme” merupakan kontribusi pemikiran Otto Pratama.

Pratama mempermasalah kecenderungan perluasan wewenang intelijen

untuk menjalankan strategi kontra-terorisme. Bagi Pratama, kecenderungan

yang juga berlangsung di tingkat global ini harus diimbangi dengan adopsi

prinsip-prinsip demokrasi, HAM, dan kebebasan sipil terutama untuk

mengawasi aktivitas intelijen yang mengandalkan human intelligence.

BAB VI yang berjudul ”Menagih Pertanggungjawaban Kejahatan

Intelijen di Depan Pengadilan: Keterbatasan dan Alternatif Perbaikan”

digagas oleh Zainal Abidin dan Indriaswati Dyah Saptaningrum dari Elsam.
50

Tulisan Abidin dan Saptaningrum dalam bab ini mengarah kepada usulan

reformasi sistem peradilan militer di Indonesia terutama untuk mencegah

impunitas anggota-anggota intelijen (yang berasal dari dinas kemiliteran).

Reformasi sistem peradilan militer yang ditawarkan Abidin dan

Saptaningrum tidak hanya menjabarkan masalah-masalah utama yang ada

dalam sistem peradilan militer saat ini, tapi juga menawarkan beberapa

usulan substantif untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum

bagi anggota-anggota intelijen.

BAB VII ”Mereformasi Negara Intel Orde Baru: Kasus Penembak

Misterius Era 1980-an” merupakan gagasan bersama Edwin Partogi dan

Usman Hamid. Kedua aktivis KontraS ini memaparkan secara rinci

perluasan kewenangan bagi aparat keamanan yang dilakukan secara

ekstensif. Bagi Partogi dan Hamid, perluasan kewenangan ini dilakukan

semata-mata secara subjektif demi kepentingan stabilitas politik rejim.

Perluasan kewenangan ini secara signifikan mengurangi kepastian dan

kewibawaan hukum di Indonesia karena proses penegakan hukum dapat

dipotong dan bahkan disubstitusi leh suatu operasi tertutup yang

mengandalkan metode-metode represif.

Bab VIII ”Intelijen, Sensor, dan Negeri Kepatuhan” yang disajikan

sangat rinci oleh Stanley YAP dari ISAI. Bab ini secara lugas menunjukkan

sifat omnipresence dari intelijen Indonesia. Intelijen Indonesia –yang

dijadikan instrumen stabilisasi oleh rejim politik, masuk hampir dalam

semua dimensi kehidupan. Stanley menilai bahwa di masa Orde Baru,


51

secara naif, negara berpikir bahwa nilai, ideologi, gagasan, dan bahkan ilmu

pengetahuan dapat dikendalikan dengan cara membatasi produk-produk

yang dilempar ke masyarakat luas. Intelijen menjadi bagian dari kontrol

represif negara terhadap film, teater, buku, diseminasi gagasan, dan bahkan

proses belajar mengajar. Bagi Stanley, kontrol represif negara tersebut

akhirnya menumbuhkan secara relatif sikap kepatuhan semu masyarakat

terhadap negara yang justru kontradiktif bagi perkembangan kreativitas,

inovasi, dan gagasan kritis warga negara.

BAB IX ditulis oleh J. Danang Widoyoko dari Indonesian

Corruption Watch (ICW). Widoyoko memaparkan suatu dimensi kecil

intelijen yang mempengaruhi kehidupan sehari-sehari. Bab ini berhasil

menunjukkan bagaimana intelijen muncul dalam uang rupiah; intelijen ada

dalam perangko; bayang-bayang intelijen ada di meterai dan surat berharga.

Bagi Widoyoko, intrusi intelijen dalam percetakan kertas-kertas

berpengamanan ini menarik untuk diangkat karena menunjukkan perluasan

wewenang intelijen di luar kompetensi utamanya. Sayangnya, perluasan

wewenang ini juga disertai dengan indikasi terjadinya korupsi yang

melibatkan beberapa anggota intelijen. Solusi normatif yang ditawarkan

Widoyoko adalah reduksi kewenangan intelijen di luar sektor pertahanan

dan sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilis dalam proses

pengadaan.

Bab X ”Wewenang Penangkapan Intelijen Tidak Diperlukan”

merupakan tulisan terakhir di buku ini yang mengangkat salah satu usulan
52

kontroversial dari draft RUU Intelijen Negara versi Maret 2006. Bab yang

ditulis oleh A. Patra M. Zen (YLBHI) menawarkan satu argumentasi dasar

bahwa kewenangan anggota intelijen berbeda dengan kewenangan aparat

penegak hukum. Bagi Zen, anggota intelijen memiliki kewenangan terbatas

dalam pembentukan sistem peringatan dini dan sistem informasi sistem

strategis. Anggota intelijen tidak memiliki kewenangan penegakan hukum.

Karena itu, secara tegas, Zen menyatakan bahwa UU Intelijen Negara tidak

perlu dan tidak boleh memberikan kewenangan penangkapan bagi dinas dan

anggota intelijen. Lontaran gagasan dalam bab-bab substansi buku ini,

walaupun terkesan menghadirkan sudut-sudut gelap intelijen Indonesia,

pada dasarnya ditujukan untuk menopang program reformasi intelijen

negara. Program reformasi intelijen negara diluncurkan untuk

mengembangkan kualitas demokrasi dan ukuran-ukuran (governance

effectiveness) yang semakin jelas untuk menilai kinerja sistem intelijen

negara bagi keamanan nasional.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif. Alasan menggunakan metode penelitian kualitatif karena objek

penelitian yang merupakan realitas sosial dipandang sebagai suatu gejala

atau fenomena yang bersifat dinamis, holistik, kompleks, dan penuh makna.

Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek alamiah, atau natural setting,

sehingga metode penelitian ini sering disebut metode naturalistik, dimana

peneliti menggambarkan objek penelitian secara apa adanya berdasarkan

data yang didapat melalui pengamatan fenomena, studi literatur dan

wawancara yang menempatkan peneliti sebagai instrumen penelitian.46

Dalam menganalisa dan membahas fenomena yang diteliti,

berdasarkan keterkaitan variabel, peneliti menggunakan beberapa tipe

penelitian, yaitu:

1. Historis Analisis

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, berdasarkan

maksud dan penggunaannya, yang dimaksud dengan penelitian historis

analisis47 yaitu tipe penelitian yang menganalisa keterikatan fenomena

yang terjadi pada masa lampau guna menjelaskan keterikatan selanjutnya

pada masa sekarang dan untuk memprediksi masa depan. Tipe ini

46
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hal. 5.
47
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 1996. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung:
Bumi Aksara. Hal. 4.

53
54

digunakan sebagai penjelas yang mendukung keterangan waktu dari

fenomena yang diteliti.

2. Deskriptif Analisis

Penelitian deskriptif analitis yaitu metode yang menggambarkan

fenomena atau kejadian berdasarkan kenyataan yang sebenarnya.

Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fakta-

fakta yang relevan dengan fenomena yang diteliti berdasarkan sumber data

yang diperoleh. Dalam penelitian ini, tipe deskriptif analitis digunakan

untuk mendeskripsikan dan menganalisa peran intelejen TNI guna

menghadapi ancaman tradisional dan non tradisional dalam rangka

menciptakan keamanan nasional Indonesia.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan

penyusunan Tesis ini, penulis mengadakan penelitian pada tempat-

tempat berikut ini:

1. Departemen Pertahanan Negara Republik Indonesia, Jl. Medan

Merdeka Barat No.13-14 Jakarta Pusat

2. Perpustakaan Nasional Jakarta

3. Perpustakaan FISIP UNJANI, Jl. Terusan Jenderal Sudirman

PO BOX 148, Cimahi


55

3.2.2. Waktu Penelitian


Waktu yang diperlukan peneliti dalam pelaksanaan

penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan

Juni 2023, seperti yang terlihat dari tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Waktu Penelitian 2023


No Kegiatan
Tahun/ Bulan / Minggu
Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
Judul
2 Penyusunan
Proposal
3 Proses
Pengumpulan
Data
4 Analisis Data
5 Seminar
Usulan Pen.
6 Revisi UP
7 Penyusunan
Draft Tesis
8 Sidang Draft
9 Perbaikan
Tesis
10 Sidang Tesis

3.3 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini, instrument yang digunakan dalam melakukan

penelitian adalah penulis atau peneliti sendiri. Hal ini dikarenakan dalam

penelitian kualitatif, peneliti sekaligus berperan sebagai instrumen

penelitian. Peneliti menjadi pengumpul data, pemilih data, pengolah data

dan penganalisis data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.


56

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua

tehnik yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan

data secara primer dilakukan dengan teknik obeservasi

langsung/partisipan, dimana peneliti ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan

yang dilakukan dalam melakukan tugas-tugas intelejen, seperti

pencegahan, penindakan, pelaporan kejadian dan ancaman terhadap

keamanan nasional yang lainnya.

Selain itu penulis juga menggunakan data sekunder atau melalui

studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan cara mengkaji dan

mempelajari data-data yang diperoleh dengan mendayagunakan sumber

informasi yang terdapat di perpustakaan dan berbagai jasa informasi yang

tersedia. Hal ini dilakukan dengan cara memanfaatkan berbagai pustaka,

seperti buku, laporan periodik, jurnal, majalah, artikel, koran internet dan

tulisan-tulisan lain yang relevan dengan permasalahan yang ada.

3.5 Teknik Analisis Data


Tehnik analisa data yang digunakan pada penelitian ini yaitu

bersifat induktif, berkaitan dengan tipe penelitian kualitatif yang

digunakan. Tehnik induktif ialah analisis yang didasarkan pada data yang

diperoleh, lalu dikembangkan untuk kemudian ditarik sebuah

kesimpulan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisa melalui

teknik analisis data, yaitu:


57

1. Analisis domain, peneliti memperolah gambaran umum mengenai

objek penelitian

2. Analisis taksonomi, peneliti menjabarkan dan memilih data untuk

ditetapkan sebagai fokus penelitan. Pengumpulan data terus

dilakukan melalui perbaharuan data dan observasi mengenai masalah

terkait.

3. Analisis komponensial, peneliti melakukan analisis pencarian data

yang sama melalui observasi, dan studi kepustakaan, sehingga akan

banyak ditemukan data yang berbeda dari sumber-sumber tersebut

untuk memperoleh data yang lebih spesifik lagi.

4. Analisis data yang dilakukan ialah mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke

dalam kategori, menjabarkan unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun pola, memilih data yang penting, mempelajari dan

membuat kesimpulan agar mudah dipahami oleh peneliti sendiri dan

orang lain.48

3.6 Rencana Pengujian Keabsahan Data


Untuk mendaptkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan

teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Namun yang

utama adalah uji kredibilitas data yang dalam penelitian ini dilakukan

melalui :

48
Sugiyono. 2007. OpCit. Hal. 89.
58

a. Mengadakan Member Check, dimana kegiatan ini dilakukan ntuk

mendapatkan keyakinan atas data yang diperoleh dari sumber-

sumber data yang diperoleh dari data primer yang dilakukan dengan

konfirmasi ulang terhadap narasumber, sehingga apabila ada

kekeliruan akan dapat diperbaiki dan diperbaharui apabila ada

informasasi baru.

b. Diskusi dengan teman sejawat, dimana pemeriksaan yang dilakukan

dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan seprofesi dan sebaya, yang

memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang diteliti,

sehingga secar bersama-sama peneliti dapat mereview persepsi,

pandangan, dan analisis yang sedang dilakukan.

c. Menggunakan Bahan Referensi, untuk mendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, pendukung

tersebut dapat berupa hasil foto, catatan wawancara, atau dokumen

otentik sehingga dapat diperkecil kemungkinan adanya kekeliruan.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Hakekat Ancaman Keamanan Nasional Indonesia
 Ancaman pada hakikatnya adalah setiap usaha dan kegiatan,

baik yang berasal dari luar negeri atau bersifat lintas negara maupun yang

timbul di dalam negeri, yang dinilai membahayakan kedaulatan negara,

keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Dalam

Doktrin Pertahanan Negara, terminologi ancaman mencakup setiapan

ancaman termasuk gangguan yang dapat membahayakan kedaulatan

negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa atau yang

bersifat penghambat atau penghalang terhadap kepentingan nasional.

Identifkasi tentang ancaman merupakan faktor utama yang menjadi dasar

dalam penyusunan desain Sistem Pertahanan Negara.49

Upaya pertahanan negara diselenggarakan untuk mencegah dan

mengatasi setiap ancaman, baik yang bersifat aktual maupun

yangpotensial, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di

dalamnegeri. Setiap bentuk ancaman memiliki karakteristik serta tingkat

risiko yang berbeda yang mempengaruhi pola penanganannya. Identifikasi

terhadap ancaman diselenggarakan dengan menganalisis perkembangan

lingkungan strategis sebagai faktor luar yang berpengaruh, baik

langsungmaupun tidak langsung terhadap kepentingan nasional yang


49
Departemen Pertahanan RI. 2008. Doktrin Pertahanan Semesta. Jakarta.

59
60

berwujud peluang, tantangan, dan hakikat ancaman, serta kondisi dalam

negeri yang dapat berkembang dan berakumulasi menjadi ancaman.

Dalam penyelenggaraan pertahanan negara, hal yang mendasar

adalah penilaian tentang ancaman yang didasari oleh kemampuan untuk

memahami, mengidentifikasi, dan menganalisis ancaman. Penilaian

tentang ada atau tidaknya ancaman dari negara lain ditentukan oleh

sejumlah faktor dominan yang meliputi faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor eksternal berkaitan dengan aktor atau pelaku yangmeliputi

niat, tujuan, indikasi, serta besarnya kekuatan dan kemampuan, sedangkan

faktor internal merupakan faktor-faktor yang memfasilitasi atau

memberikan ruang terjadinya ancaman, baik yang bersifat statis maupun

dinamis. Penilaian tentang faktor eksternal terkait dengan geopolitik dan

geostrategi Indonesia yang terkait dengan posisi silang Indonesia.

Implikasi dari posisi silang Indonesia yakni antara Benua Asia

dan Australia serta antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik,

menempatkan Indonesia dikelilingi oleh sejumlah negara yang memiliki

perbedaan latar belakang budaya dan sosial, pandangan dan paham politik,

serta tingkat kemajuan. Beberapa di antaranya adalah negara maju yang

menjadi kekuatan utama dunia. Negara-negara tersebut memiliki kekuatan

militer dan ekonomi yang jauh lebih kuat daripada kekuatan yang dimiliki

Indonesia. Di sisi lain, juga terdapat negara-negara yang tingkat ekonomi

dan kemajuannya setara dan ada pula yang berada di bawah kekuatan

Indonesia. Interaksi antarnegara dengan kondisi dan tingkat kemampuan


61

yang berbeda-beda tidak dapat dimungkiri sering menimbulkan implikasi

yang berdimensi politik, ekonomi, dan pertahanan. Dalam skala tertentu,

implikasi tersebut dapat berpotensi menjadi suatu ancaman.

Penilaian ancaman juga mencermati faktor-faktor internal

baik yang bersifat statis maupun yang bersifat dinamis. Faktor yang

bersifat statis meliputi karakteristik dan kondisi geografi sebagai negara

kepulauan yang luas dan terbuka dengan garis pantai yang panjang serta

banyaknya pulau-pulau kecil terluar yang tidak berpenghuni, kondisi dan

komposisi demografi yang sangat beragam, serta sumber daya alam yang

bernilai strategis. Sebaliknya, faktor internal yang bersifat dinamis

mencakupfaktor-faktor yang berkembang menjadi sumber-sumber

terjadinya suatu ancaman atau konflik. Faktor dinamis diantaranya berupa

paham-paham yang mengancam nilai-nilai kebangsaan, persaingan politik

yang mengarah kepada penguatan identitas lokal, primordialisme,

benturan nilai akibat kemajemukan masyarakat, termasuk ancaman yang

diakibatkan oleh peredaran narkoba.

Dengan mencermati konteks strategis global, kepentingan negara-

negara maju yang menonjol dalam beberapa dekade yang akan datang

adalah mencapai keunggulan yang maksimal dalam globalisasi dan

perdagangan bebas. Kondisi tersebut akan mendorong terjadinya

persaingan antar negara, baik di kalangan negara maju, antara negara maju

dan negara berkembang, maupun antarnegara berkembang. Bersamaan

dengan itu, dalam menggerakkan roda perekonomian dan industri negara-


62

negara maju akan selalu bergantung pada kebutuhan energi dan sumber

daya alam sehingga kelak dapat mendorong persaingan antarnegara dimasa

mendatang.

Di satu sisi, negara-negara maju memiliki keunggulan dibidang

teknologi, modal dan sumber daya manusia yang berkemampuan tinggi,

tetapi memiliki keterbatasan dalam hal sumber energi dan sumberdaya

alam untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri. Di sisi lain,

negara-negara berkembang memiliki kemampuan di bidang sumber daya

energi dan sumber daya alam, namun memiliki keterbatasan dalam hal

kemampuan teknologi, modal dan sumber daya manusia. Paradoks antara

kelangkaan sumber daya alam dan peningkatan kebutuhan yang besar

berpotensi mendorong konflik antar negara di masa datang. Semakin

rendah daya tangkal suatu negara, akan semakin tinggi kemungkinan

potensi ancaman untuk berkembang menjadi ancaman nyata.

Pada tataran internal, distribusi hak-hak politik dan kesejahteraan

serta penegakan hukum yang buruk dapat menjadi faktor pendorong

terciptanya ketidakstabilan yang kemudian berkembang menjadi ancaman.

Kondisi tersebut menjadi fenomena global sehingga mendorong

berkembangnya kejahatan baik lintas negara dan bentuk-bentuk

gangguankeamanan yang timbul di dalam negeri.

 Ancaman dapat digolongkan ke dalam jenis, sumber, dan aktor.

Berdasarkan jenisnya, ancaman pertahanan negara digolongkan dalam


63

ancaman militer dan ancaman nirmiliter. Jika dilihat dari sumbernya,

ancaman yang dihadapi Indonesia dapat berasal dari luar Indonesia atau

kejahatan lintas negara, baik yang dilakukan oleh aktor negara maupun

aktor yang bukan negara, serta ancaman yang timbul di dalam negeri. 

Ancaman tersebut secara sistematis mengancam atau diperkirakan dapat

mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan

bangsa.50

 Ancaman militer memiliki karakteristik serta spektrum yang dapat

mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan

keselamatan bangsa, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Karakteristik ancaman militer tersebut berimplikasi terhadap kebutuhan

akan kesiapsiagaan kekuatan pertahanan baik dalam kapasitas sebagai

kekuatan penangkal maupun kekuatan pertahanan untuk kebutuhan

responsif.  Ancaman militer memiliki beberapa karakter. Ancaman militer

dapat berupa jenis ancaman yang sifatnya terorganisasi dengan

menggunakan kekuatan bersenjata yang dinilai mempunyai kemampuan

yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan

keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat pula berupa jenis

ancaman yang dilakukan oleh militer suatu negara atau ancaman

bersenjata yang datangnya dari gerakan kekuatan bersenjata yang dinilai

mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah

negara, dan keselamatan segenap bangsa.

50
Ibid.
64

Dari batasan tentang ancaman seperti diuraikan di atas, ancaman

yang dikategorikan sebagai ancaman militer yang dapat membahayakan

kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dapat

berupa agresi atau invasi, pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi

teror bersenjata, pemberontakan bersenjata, ancaman keamanan laut atau

udara, serta perang saudara atau yang sering disebut konflik komunal. 

Agresi atau invasi merupakan bentuk ancaman militer yang

dilakukan oleh suatu negara dengan penggunaan kekuatan bersenjata yang

mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan

segenap bangsa. Agresi militer atau invasi suatu negara ditempatkan pada

tingkat paling tinggi dalam susunan kategorisasi ancaman pertahanan

negara. Penempatan ancaman agresi pada tingkat yang paling tinggi adalah

berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan oleh ancaman tersebut, yakni

dapat memorak porandakan struktur dan eksistensi kedaulatan, keutuhan

wilayah negara, dan keselamatan bangsa. Agresi militer atau invasi dari

suatu negara bahkan dapat menghancurkan secara total suatu negara.

Selain agresi militer atau invasi, terdapat pula bentuk ancaman

militer yang tingkat risikonya dapat merugikan eksistensi dan kepentingan

nasional. Ancaman militer tersebut adalah bombardemen senjata, blokade

sebagian atau seluruh wilayah Indonesia, atau serangan unsur angkatan

bersenjata negara lain. Keberadaan atau tindakan unsur kekuatan

bersenjata asing dalam wilayah NKRI yang bertentangan dengan ketentuan

atau perjanjian yang disepakati, tindakan suatu negara yang membantu


65

negara yang hendak menyerang Indonesia, tindakan unsur tentara negara

lain yang melakukan kekerasan di wilayah Indonesia, atau pengiriman

kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan tindak

kekerasan di wilayah NKRI merupakan ancaman yang dikategorikan

sebagai agresi.

Wilayah yang sangat luas dan berada pada posisi silang berpotensi

bagi terjadinya pelanggaran wilayah oleh negara lain. Pelanggaran wilayah

yang secara sengaja dan sistematis dilakukan oleh negara lain merupakan

bentuk ancaman militer yang mengancam kedaulatan negara Indonesia.

Bentuk ancaman tersebut dapat terjadi setiap waktu secara cepat sehingga

memerlukan mekanisme pengambilan putusan yang khusus pada tingkat

nasional untuk mengatur pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan

yang dilibatkan. Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia

yang sah merupakan bentuk ancaman militer yang dapat merongrong

kewibawaan negara dan jalannya roda pemerintahan Indonesia.

Dalam sejarah perjalanan bangsa, Indonesia pernah mengalami

sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan

radikal, seperti Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII), Kahar

Muzakar, serta G-30-S/PKI. Sejumlah aksi pemberontakan bersenjata

tersebut tidak hanya mengancam pemerintahan yang sah, tetapi juga

mengancam tegaknya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam beberapa dekade terakhir, pemberontakan bersenjata telah

berkembang dalam bentuk gerakan separatisme yang pola


66

perkembangannya seperti api dalam sekam. Gerakan radikal di masa lalu

serta sisa-sisa G-30-S/PKI berhasil melakukan regenerasi dan berubah

bentuk ke dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dengan

memanfaatkan dinamika Reformasi untuk masuk ke segala lini dan elemen

nasional. Kecenderungan tersebut memerlukan kecermatan dengan

membangun kewaspadaan nasional dari seluruh komponen bangsa

Indonesia untuk mewaspadai perkembangannya.

Indonesia memiliki sejumlah objek vital nasional dan instalasi

strategis yang rawan terhadap aksi sabotase sehingga harus dilindungi. 

Aksi-aksi sabotase tersebut didukung oleh adanya kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak lawan

untuk merancang ancaman sehingga memiliki intensitas yang lebih tinggi

dan kompleks. Fungsi pertahanan negara ditujukan untuk memberikan

perlindungan, di antaranya, terhadap objek vital nasional dan instalasi

strategis dari setiap kemungkinan aksi sabotase. Hal ini dilakukan dengan

menggelar kekuatan pertahanan serta mempertinggi kewaspadaan yang

didukung oleh teknologi yang mampu mendeteksi dan mencegah secara

dini setiap kemungkinan ancaman.

Pada abad modern, kegiatan spionase dilakukan oleh agen-agen

rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara lain.

Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sehingga tidak mudah

dideteksi. Kegiatan tersebut merupakan bentuk ancaman militer yang


67

memerlukan penanganan secara khusus dengan pendekatan kontra

spionase untuk melindungi kepentingan pertahanan dari kebocoran yang

akan dimanfaatkan oleh pihak lawan. 

Aksi teror bersenjata merupakan bentuk kegiatan terorisme yang

mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan yang

mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa

perikemanusiaan. Sasaran aksi teror bersenjata dapat menimpa siapa saja

sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa.

Perkembangan aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris pada

dekade terakhir meningkat cukup pesat dengan mengikuti perkembangan

politik, lingkungan strategis, dan iptek. Sejak terorisme internasional

berkembang menjadi ancaman global, aksi teror bersenjata yang berskala

lokal ikut pula mengadopsi pola dan metode terorisme internasional atau

bahkan berkolaborasi dengan jaringan-jaringan teroris internasional yang

ada. Sejumlah aksi teror yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia

menunjukkan adanya hubungan dengan jaringan teroris internasional,

terutama jaringan teroris yang beroperasi di wilayah Asia Tenggara.

Kondisi masyarakat dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan

ekonomi rendah menjadi incaran para tokoh teroris untuk memperluas

jaringan dengan membangun kader-kader baru.

Guna menjamin dan melindungi keselamatan bangsa dari ancaman

terorisme, terutama aksi teror bersenjata, fungsi pertahanan militer melalui

unsur-unsur intelijen, unsur-unsur Komando Kewilayahan, berkewajiban


68

untuk meningkatkan kewaspadaan dengan mengefektifkan fungsi deteksi

dan cegah dini. Dalam hal penanggulangan aksi terorbersenjata yang

dilakukan teroris, kesiapan dan kemampuan pasukan khusus antiteror yang

dimiliki oleh TNI harus terus ditingkatkan dan dikembangkan, dan

penggunaannya sesuai keputusan politik dan peraturan perundang-

undangan.

Gangguan keamanan di laut dan udara merupakan bentuk ancaman

militer yang mengganggu stabilitas keamanan wilayah yurisdiksi

nasionalIndonesia. Kondisi geografi Indonesia dengan wilayah perairan

sertawilayah udara Indonesia yang terbentang pada pelintasan transportasi

dunia yang padat, baik transportasi maritim maupun dirgantara,

berimplikasi terhadap tingginya potensi gangguan ancaman keamanan laut

dan udara. Bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara yang

memiliki tingkat risiko membahayakan kepentingan nasional dan

kehormatan bangsa meliputi pembajakan atau perompakan,

penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan lain yang

dapat membahayakan keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara

ilegal, atau pencurian kekayaan di laut, termasuk pencemaran lingkungan.

Konflik komunal pada dasarnya merupakan gangguan keamanan dalam

negeri yang terjadi antarkelompok masyarakat, yang dalam skala besar

dapat membahayakan keselamatan bangsa.


69

4.1.2. Isu Globalisasi dan Ancaman terhadap Keamanan Nasional RI


Implikasi dari perkembangan yang terjadi pada lingkup global

dan regional ikut mempengaruhi perubahan pada situasi keamanan

dunia dengan munculnya isu-isu keamanan baru. Isu-isu keamanan

yang dimasa lalu lebih menonjolkan aspek geopolitik dan geostrategi,

seperti pengembangan kekuatan militer dan senjata strategi serta

hegemoni mulai bergeser ke arah isu-isu keamanan seperti terorisme,

perompakan dan pembajakan, penyelundupan manusia, senjata dan

bentuk-bentuk kejahatan lainnya. Isu-isu ini menunjukan peningkatan

cukup tajam dan berkembang menjadi isu keamanan dunia.

Bentuk-bentuk kejahatan tersebut makin kompleks karena

dikendalikan oleh aktor-aktor dengan jaringan lintas negara yang

sangat rapi, serta memiliki kemampuan teknologi dan dukungan

finansial. Di samping itu, isu-isu keamanan domestik seperti

separatisme bersenjata, radikalisme dan konflik komunal masih

melanda sejumlah negara terutama negara-negara berkembang. Isu-isu

keamanan dunia yang makin kompleks tersebut memerlukan cara

penanganan yang lebih komprehensif.

Seiring dengan perkembangan global tersebut, di Indonesia

juga berlangsung proses perubahan melalui format Gerakan Reformasi

yang terjadi di seluruh wilayah nasional dari Sabang sampai Merauke.

Gerakan reformasi tersebut menuntut suatu perubahan pada segenap

aspek yang memungkinkan tatanan kehidupan masyarakat yang

demokratis dapat terwujud.


70

Silang hubungan yang berlangsung dalam proses perubahan

global, regional dan domestik telah membentuk spektrum ancaman

dan gangguan keamanan nasional Indonesia yang kompleks dan

multidimensi. Kondisi tersebut tidak dapat diabaikan dan harus segera

diatasi, sehingga stabilitas keamanan nasional dapat tercipta bagi

terselenggaranya pembangunan nasional. TNI dan Polri yang di masa

lalu berada dalam satu wadah Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia, telah mengalami reformasi dengan pemisahan ke dua

institusi diikuti penataan peran masing-masing Undang Undang

Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Kebijakan pertahanan negara disusun berdasarkan kondisi

obyektif yang dihadapi Indonesia serta dengan memperhatikan

perkembangan konteks strategis baik global maupunregional. Isu

keamanan nasional Indonesia yang dihadapi saat ini sangat komplek

dan berdampak serius pada keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan

bangsa. Ancaman nyata terhadap Indonesia cenderung meningkat baik

yang bersifat lintas negaramaupun yang timbul di dalam negeri. Isu-

isu keamanan tersebut perlu penanganan serius dan mendesak, karena

itu menjadi prioritas dalam kebijakan pertahanan.

Pada sisi lain, isu keamanan regional dan global juga

memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan

perdamaian dan ketertiban dunia. Munculnya ancaman terorisme serta

kejahatan lintas negara lainnya, maka dalam rangka menumpasnya


71

memerlukan kesatuan usaha kerjasama antar negara. Oleh karena itu,

di samping mengembangkan kebijakan pertahanan negara yang

diarahkan untuk mengatasi isu-isu keamanan aktual dalam negeri,

juga perlu dikembangkan kerjasama keamanan dengan negara lain.

Kerjasama antar negara diwujudkan dengan prinsip saling percaya dan

saling menghormati hak kedaulatan masing-masing negara, dan tidak

saling mengintervensi urusan internal negara lain. Bagi Indonesia,

kerjasama keamanan dengan negara lain berdasarkanpada politik luar

negeri Indonesia yang bebas-aktif dan sebagai bangsa merdeka yang

berdaulat. Kerjasama dengan negara lain tersebut diarahkan untuk

kepentingan bilateral, sekaligus mewujudkan keamanan kawasan dan

perdamaian dunia.

Geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak

di antara benua Asia dan Australian serta Samudera Pasifik dan

Samudera Hindia, menyebabkan kondisi nasional sangat dipengaruhi

oleh perkembangan konteks strategis. Posisi seperti ini, berimplikasi

pada terjalinya kepentingan negara-negara lain dengan kepentingan

nasional Indonesia.

Mencermati dinamika konteks strategis, baik global, regional

maupun domestik, maka ancaman yang sangat mungkin dihadapi

Indonesia ke depan, dapat berbentuk ancaman keamanan tradisonal

dan ancaman keamanan non-tradisional. Ancaman kemanan

tradisional berupa invansi atau agresi militer dari negara lain terhadap
72

Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Peran PBB dan reaksi

dunia internasional diyakini mampu mencegah, atau sekurang-

kurangnya membatasi penggunaan kekuatan bersenjata oleh suatu

negara untuk memaksakan kehendaknya terhadap negara lain.

Ancaman dari luar lebih besar kemungkinan bersumber dari

kejahatan terorganisir lintas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor

non-negara, dengan memanfaatkan kondisi dalam negeri yang tidak

kondusif. Perkiraan ancaman dan gangguan yang dihadapi Indonesia

ke depan, meliputi terorisme, gerakan separatisme, kejahatan lintas

negara(penyelundupan, penangkapan ikan ilegal), pencemaran dan

perusakan ekosistem, imigrasigelap, pembajakan/perampokan, aksi

radikalisme, konflik komunal, dan dampak bencana alam.

Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,

kepentingan nasional Indonesia adalah menjaga dan melindungi

kedaulatan negara, keutuhan wilayah NegaraKesatuan Republik

Indonesia, keselamatan dan kehormatan bangsa, serta ikut secara

aktifdalam usaha-usaha perdamaian dunia. Berangkat dari amanat

UUD 1945, maka kepentingan strategis pertahanan Indonesia harus

dapat menjamin tercapainya kepentingan nasional. Berangkat dari

esensi tersebut, maka kepentingan strategis pertahanan negara

Kesatuan Republik Indonesia, keselamatan dan kehormatan bangsa,

serta ikut secara aktif dalam usaha-usaha perdamaian dunia.

Berangkat dari amanat UUD 1945, maka kepentingan strategis


73

pertahanan Indonesia harus dapat menjamin tercapainya kepentingan

nasional. Berangkat dari esensi tersebut, maka kepentingan strategis

pertahanan negara kedepan, meliputi kepentingan strategis yang

bersifat tetap, kepentingan strategis yang bersifat mendesak, dan

kerjasama internasional di bidang pertahanan.

Kepentingan pertahanan negara yang bersifat tetap adalah

penyelenggaraan usaha pertahanan negara untuk menjaga dan

melindungi kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia, serta keselamatan dan kehormatan bangsa dari

setiap ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di

dalam negeri. Meskipun perkiraan ancaman menunjukan bahwa

ancaman fisik dari luar yang mengarah pada ancaman kedaulatan kecil

kemungkinannya, namun sebagai negara merdeka, berdaulat dan

bermartabat, kepentingan strategis untuk mempertahanankan diri

harus selalu disiapkan dan dilaksanakan tanpa memandang ada atau

tidaknya ancamannya.

Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak pada

dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kepentingan strategis pertahanan

yang bersifat tetap. Isu keamanan aktual seperti diuraikan sebelumnya

menunjukan peningkatan yang cukup berarti terutama pada dekade

terakhir. Oleh karena itu, maka kepentingan strategis yang bersifat

mendesakdiarahkan untuk mengatasi isu-isu keamanan aktual

dimaksud, agar keutuhan wilayah NKRI, keselamatan dan kehormatan


74

bangsa dapat terjamin. Dengan demikian maka perioritas

penyelenggaraan pertahanan negara diarahkan untuk mengatasi isu-isu

keamanan yang timbul di dalam negeri.

Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia tidak

dapat melepaskan diri dari keterkaitan dengan dunia luar. Oleh karena

itu kebijakan pertahanan ke depan, juga diarahkan dalam kerangka

menjalin hubungan dengan negara-negara lain, baik di kawasan

regional maupun lingkup yang lebih luas. Kerjasama pertahanan

dengan negara-negara lain, diletakkan diatas prinsip-prinsip kerjasama

luar negeri pemerintah Indonesia, serta diarahkan untuk kepentingan

pembangunan dan pengembangan sektor pertahanan negara, maupun

untuk tujuan menciptakan stabilitas keamanan kawasan regional dan

dunia. Keterlibatan sektor pertahanan secara fisik tersebut

dilaksanakan atas keputusan politik pemerintah.

Dalam tingkat strategis, isu politik, ekonomi, dan tindakan

ilegal lintas negara, memiliki jangkauan wilayah nasional, regional,

serta global, dan isu tersebut merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap keamanan nasional, regional, dan global. Isu politik,

ekonomi, dan keamanan memiliki keterkaitan yang sangat erat dan

saling mempengaruhi, selanjutnya isu tersebut akan selalu menjadi

perhatian masyarakat internasional karena akan menyangkut pada

kepentingan nasional masing-masing negara. Indonesia yang

merupakan negara terbuka, tidak bebas dari pengaruh perkembangan


75

global dan regional. Kondisi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan

Indonesia yang terbentuk selama ini, tidak berdiri sendiri namun

dipengaruhi juga oleh faktor eksternal. Isu domestik yang dihadapi

Indonesia pada dekade terakhir ini tidak terlepas dari kontribusi

faktor-faktor eksternal, baik langsung maupun tidak langsung,

sehingga faktor yang saling berhubungan perlu dicermati. Isu-isu dan

ancaman yang berpotensi berpengaruh terhadap keamanan nasional

Indonesia diantaranya adalah51 :

4.1.2.1. Lingkungan Global


Berakhirnya perang dingin belum menjamin bagi

terwujudnya keamanan dan perdamaian dunia. Konflik antar

etnis/ras, terorisme, pencucian uang, penyelundupan manusia,

perdagangan ilegal, narkoba adalah ancaman non tradisional, dan

merupakan ancaman terhadap keamanan domestik, regional, dan

global. Sedangkan ancaman tradisional seperti senjata pemusnah

masal, sengketa antar negara, dan perlombaan senjata tetap

merupakan isu laten. Ancaman tradisional maupun ancaman non-

tradisional tetap menimbulkan kekuatiran bagi masyarakat

internasional karenamerupakan bentuk ancaman terhadap

perdamaian dunia yang dapat berkembang menjadi ancaman

berskala besar menimbulkan kekuatiran bagi masyarakat

internasional karena merupakan bentuk ancaman terhadap

51
Departemen Pertahanan RI. 2008. Op. Cit. Hal. 29.
76

perdamaian dunia yang dapat berkembang menjadi ancaman

berskala besar.

Kecenderungan keamanan dunia diwarnai oleh isu

keamanan non-tradisional yang semakin marak, disamping isu

keamanan tradisional yang belum dapat diabaikan sama sekali.

Kompleksitas keamanan global semakin bertambah dengan adanya

upaya mengembangkan dan mempertahankan hegemoni melalui

penguatan aliansi, pengembangan kemampuan militer, keunggulan

teknologi, maupun dengan mempertahankan keunggulan ekonomi.

Globalisasi yang didukung oleh kemajuan teknologi

informasi telah menghadirkan perubahan besar dalam kehidupan

masyarakat dunia. Akses informasi semakin mudah dan cepat,

dapat mencapai tempat lain tanpa memandang jarak dan batas

negara. Batas suatu negara seakan-akan menjadi kabur dan seolah-

olah menghadirkan dunia tanpa batas.

Hakekat kedaulatan negara mendapat tantangan karena

kewenangan negara berkurang jangkauannya dalam aspek tertentu.

Seperti menghadapi arus informasi, negara tidak dapat sepenuhnya

mengatur arus informasi, walaupun informasi tersebut dapat

mempengaruhi perilaku warga negaranya. Segala kemudahan yang

diperoleh dalam proses globalisasi mendorong ketergantungan

antar negara, namun juga memaksakan kompetisi antar umat

manusia, antar golongan, dan antar negara. Negara dan bangsa


77

yang memiliki keunggulan akan mampu memenangkan kompetisi,

berarti mampu mengejar kepentingan nasionalnya dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seiring dengan kemajuan

tersebut, tindakan ilegal dan kriminal lintas n egara juga

meningkat, dalam bentuk ancaman baru seperti terorisme,

penyelundupan manusia, atau drugtraficking yang dilakukan secara

terorganisasi.

Kecenderungan hubungan masyarakat internaisonal dan

hubungan antar negara dibangun atas dasar saling percaya dan

saling menghormati. Penciptaan kondisi seperti itu memberikan

peluang yang sangat baik bagi suatu dialog guna menghadapi

perbedaan pandangan atas suatu isu bersama. Dialog dan diplomasi

menjadi sarana penting untuk dibangun atas dasar saling percaya

dan saling menghormati. Penciptaan kondisi seperti itu

memberikan peluang yang sangat baik bagi suatu dialog guna

menghadapi perbedaan pandangan atas suatu isu bersama. Dialog

dan diplomasi menjadi sarana penting untuk meredam konflik dan

memperoleh penyelesaian secara damai. Namun, perbedaan posisi

dan lebarnya kesenjangan antar negara maju dengan negara

berkembang di bidang ekonomi, teknologi dan militer menjadi

salah satu faktor penghalang dalam suatu dialog. Upaya

memperoleh dukungan dari negara lain atau merebut pengaruh arat

negara lain,mengembangkan dan mempertahankan hegemoni di


78

berbagai bidang, tidak jarang menjadi sumber potensi konflik antar

bangsa.

Sejak tragedi yang menimpa World Trade Center (WTC) di

Amerika Serikat pada 11 September 2001, terorisme internasional

menjadi bentuk baru perang, merupakan ancaman asimetri dan

menjadi ancaman nyata bagi dunia. Pembentukan definisi terorisme

internasional dan resolusi PBB untuk mengatasinya merupakan

upaya masyarakat internasional untuk memerangi terorisme

internasional. Kampanye global memerangiterorisme dilakukan

dengan langkah-langkah konkrit secara intensif. Setiap negara

wajib menyelidiki kelompok teroris, mengidentifikasi sumber dan

aliran dana teroris serta menghentikannya, kemudian

melaporkannya ke PBB. Negara-negara maju melakukan tindakan

memberikan bantuan teknik dan pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan negara lain dalam menghadapi terorisme. Upaya nyata

dan kerja keras masyarakat internasionaldalam memerangi

terorisme internasional belum mampu sepenuhnya menghentikan

aksi terorisme internasional. Bahkan setahun setelah tragedi WTC,

teroris beraksi kembali di Balidan dikenal sebagai tragedi Bali 12

Oktober 2002.

Selain dua tragedi tersebut yang mengguncangkan dunia,

aksi terorisme dalamskala kecil terjadi di berbagai negara.

Tindakan terorisme selalu menimbulkan korban jiwa, mengancam


79

keselamatan publik, menimbulkan kekacauan yang luas sehingga

mengancam keselamatan bangsa dan kedaulatan negara. Konflik di

Timur Tengah, Asia Selatan, maupun di Asia Tenggara merupakan

bentuk terorisme sehingga ancaman terorisme internasional masih

terus membayangi dunia. Terorisme internasional menjadi musuh

bersama masyarakat dunia sehingga harus diperangi secara

bersama-sama oleh masyarakat internasional.

Kegiatan ilegal dan kejahatan lintas negara seperti

penyelundupan manusia, senjata, perdagangan obat-obatan

terlarang, pencucian uang, imigran gelap, menunjukan peningkatan

yang tajam. Tindakan ilegal dan kejahatan lintas negara umumnya

menimbulkan kerugian terhadap negara lain, dan sangat mungkin

berkembang mengganggu keamanan senjata, perdagangan obat-

obatan terlarang, pencucian uang, imigran gelap, menunjukan

peningkatan yang tajam. Tindakan ilegal dan kejahatan lintas

negara umumnya menimbulkan kerugian terhadap negara lain, dan

sangat mungkin berkembang mengganggu keamanan kawasan sera

mengganggu hubungan antar bangsa. Peningkatan tersebut antara

lain didorong oleh masalah politik, kesenjangan ekonomi, serta

adanya jaringan kejahatan lintas negara berskala internasional.

Pergolakan politik dan disparitas ekonomi di beberapa negara telah

menimbulkan migrasi berskala besar yang berusaha mencari

peluang kerja dan iklim kehidupan yang lebih baik di negara lain.
80

Di samping itu, dampak kesulitan ekonomi yang menyebabkan

kesulitan mendapatkan lapangan kerja, juga mendorong manusia

untuk melakukan segala cara agar dapat bertahan hidup. Kejahatan

lintas negara dilakukan secara terorganisasi dalam suatu jaringan

antar negara, digerakkan oleh aktor dengan dukungan teknologi

dan finansial sehingga diperlukan upaya yang sistemati dan

kerjasama antarnegara untuk mengatasinya.

Runtuhnya Uni Soviet diikuti dengan perubahan drastis atas

struktur kekuatan dunia, yang semula bipolar berubah menjadi m

ultipolar serta memunculkan Amerika Serikat menjadi satu-satunya

kekuatan adidaya. Meskipun dunia didominasi oleh kekuatan

Amerika Serikat, namun Rusia, Uni Eropa, Cina, dan Jepang

meripakan negara besar yang mempunyai kekuatan untuk

mempengaruhi masyarakat internasional. Dengan kekuatan politik,

ekonomi, dan militer yang dimilikinya, negara-negara tersebut di

atas tidak dapat diabaikan dan mempunyai kemampuan yang

signifikan dalam menentukan keamanankawasan dan perdamaian

dunia.

Di samping polarisasi kekuatan masyarakat, organisasi

internasional seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan

Gerakan Non Blok (GNB) mempunyai peran yang signifikan dalam

memelihara ketertiban dunia. PBB terus berusaha meningkatkan


81

eksistensidan perannya dalam memecahkan masalah-masalah

internasional di sejumlah kawasan.

Pada dasa warsa terakhir ini, PBB giat mengembangkan

konsep keamanan kemanusiaan (human security concept). Konsep

tersebut diarahkan untuk menyelamatkan umat manusia dari

tindakan kesewenang-wenangan. Dalam konsep tersebut, UN

Charter Chapter VII dapat digunakan sebagai alat legitimasi untuk

melakukan intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention) ke

dalam wilayah suatu negara, dengan mengabaikan kedaulatan

negara yang bersangkutan. Namun alat legitimasi UN Charter

Chapter VII tersebut belum diterima oleh semua negara, terutama

karena perbedaan kepentingan serta adanya karakteristik bangsa

yang berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang

menghadirkan kemudahan dalam melakukan akses informasi,

aktivitas perekonomian berkembang pesat melampaui batas negara.

Kemajuan tersebut telah mendorong globalisasi ekonomi yang

membentuk pasar bebas. Regionalisme dan aliansi ekonomi

berkembang pesat dengan hadirnya aliansialiansi ekonomi seperti

Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC), ASEAN Free Trade

Agreement (AFTA), Nort American Free Trade Agreement

(NAFTA), dan European Union (EU). Pemberlakuan pasar bebas

dan perdagangan bebas menciptakan iklim kompetisi yang ketat,


82

mendorong setiap negara mengembangkan produk-produk

unggulan yang kompetitif.

Keterbatasan kemampuan terutama sektor permodalan,

kualitas sumber daya manusia, dan teknologi, serta aturan pasar

bebas yang sangat ketat, telah melahirkan kekuatiran bagi negar-

negara berkembang. Ketidakmampuan negara berkembang dalam

berkompetisi akan menjadikannya hanya sebagai pasar bagi

produk-produk negara maju. Ketimpangan persaingan ekonomi

negara maju terhadap negara berkembang akan menimbulkan

peluang bagi munculnya ketidakpuasan dan tindakan proteksi,

sehingga akhirnya memicu konflik dan krisis yang dapat

menggangu stabilitas keamanan.

Isu kerusakan lingkungan hidup semakin meningkat dan

menjadi titik perhatian masyarakat dunia. Konferensi Tingkat

Tinggi Lingkungan Hidup dan Pembangunan (KTT Bumi) Rio de

Janeiro tahun 1992, serta KTT Johanesburg 2002, mencanangkan

diadopsinya prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable

development). Prinsip pembangunan berkelanjutan dimaksudkan

untuk menyelamatkan lingkungan hidup akibat tindakan sewenang-

wenang masyarakat. Dalam mengeksploitasi lingkungan hidup

untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, diharapkan masyarakat

jangan sampai merusak lingkungan hidup sehingga menimbulkan

kerugian bagi umat manusia dan mengorbankan generasi


83

berikutnya. Namun kenyataan menunjukan bahwa praktek

pembakaran hutan, perambahan hutan tanpa memperhatikan

ekosistem, pembuangan limbah kelaut oleh negara-negara tertentu

di wilayah negara lain, masih terus berlangsung yang menyebabkan

kerusakan lingkungan makin bertambah.

Proses deforestasi yang terjadi, tidak diimbangi dengan

penurunan emisi dunia, bahkan ada kecenderungan Protokol Kyoto

masih ditanggapi setengah hati oleh negara tertentu. Kerusakan

lingkungan yang terus berlanjut, akan mengakibatkan kelangkaan

sumber daya alam. Kerusakan lingkungan yang semakin parah

tanpa diimbangi dengan upaya konstruktif untuk memperbaikinya,

akan menimbulkan kesengsaraan umat manusia bahkan ada

kecenderungan Protokol Kyoto masih ditanggapi setengah hati oleh

negara tertentu. Kerusakan lingkungan yang terus berlanjut, akan

mengakibatkan kelangkaan sumber daya alam. Kerusakan

lingkungan yang semakin parah tanpa diimbangi dengan upaya

konstruktif untuk memperbaikinya, akan menimbulkan

kesengsaraan umat manusia yang sulit dicegah. Meningkatnya

kesadaran umat manusia terhadap lingkungan hidup telah

menjadikan lungkungan hidup tersebut sebagai isu global yang

penting.

Perkembangan dan kecenderungan global merupakan salah

satu faktor yang sangat mempengaruhi dinamika keamanan


84

regional. Faktor-faktor lain yang juga sangat berpengaruh, adalah

peran dan kepentingan negara-negara besar, ditambah dengan

permasalahan hubungan antar negara di kawasan.

4.1.2.2. Pengaruh dan Kepentingan Negara-negara Besar


Kecenderungan keamanan Asia Tenggara yang dihadapi

adalah terjadinya pergeseran pada permasalahan keamanan

regional, seperti adanya berbagai konflik yang bersumber dari

klaim teritorial, keamanan jalur komunikasi laut dan jalur

perdagangan melalui laut, sampai kepada masalah keamanan non-

tradisional seperti terorisme,perompakan dan pembajakan di laut ,

penyelundupan senjata, migrasi ilegal, ataupun penangkapan ikan

ilegal. Selain dipengaruhi oleh negara-negara yang mendiami

kawasan, dinamika keamanan kawasan, khususnya kawasan Asia

Tenggara ikut dipengaruhi oleh kekuatan negara-negara besar

karena adanya kepentingan mereka di Asia Tenggara.

Amerika Serikat (AS) yang merupakan satu-satunya negara

adidaya, memiliki kepentingan yang sangat besar di seluruh

kawasan dunia, termasuk di kawasan Asia Tenggara, baik

kepentingan polotik, ekonomi, maupun keamanan. Tekad AS untuk

mempertahankan dan mewujudkan kepentingannya di berbagai

belahan dunia tidak diragukan karena mereka memiliki

kemampuan untuk melakukannya. Keunggulan AS sebagai

kekuatan dunia didukung oleh adanya penguasaan teknologi,


85

kekuatan ekonomi, kekuatan militer, maupun dukungan politik

dalam negeri, dan hal tersebut akan tetap dipertahankannya untuk

mewujudkan kepentingan nasionalnya. Karena itu, AS tetap

memiliki perhatian dan peran yang sangat signifikan pada isu

keamanan kawasan dan global.

Perkembangan ekonomi Republik Rakyat Cina (RRC) yang

pesat telah menempatkan Cina sebagai salah satu negara besar dan

penting secara regional maupun global. Untuk mempertahankan

kemajuan yang telah diperolehnya, maka upaya memenuhi

kepentingan nasional Cina akan menjangkau berbagai belahan

dunia. Pemenuhan kepentingannya itu akan dilakukan dengan

menggunakan instrumen hubungan internasionalnya. Negara-

negara besar maupun negara-negara di kawasan Asia Pasifik tidak

dapat mengabaikan peran Cina bagi keamanan kawasan, karena

Cina memiliki kepentingan dan mempunyai kekuatan yang harus

diperhitungkan dalam menentukan stabilitas keamanan kawasan.

Maka sangat beralasan menyatakan bahwa interaksi hubungan Cina

dengan kekuatan utama di kawasan seperti Amerika Serikat,

Jepang, Ruasia dan Uni Eropa, merupakan faktor yang berpengaruh

dalam peta keamanan kawasan, khususnya di Asia Pasifik. Dalam

kaitan keamanan kawasan, hubungan politik RRC dengan Cina

Taiwan masih dilanda ketegangan dan belum menunjukan tanda-

tanda penyelesaian secara damai. Hubungan RRC - Cina Taiwan


86

ini tetap menjadi fokus perhatian isu keamanan kawasan bagi

masyarakat internasional. Ketidakjelasan penyelesaian damai Cina

– Taiwan akan mewarnai prospek keamanan kawasan Asia Pasifik

dan dunia pada umumnya.

Jepang, merupakan negara yang kuat di bidang ekonomi,

negara pemasok hasil industri, serta pengimpor terkemuka atas

minyak dan gas bumi. Perekonomian Jepang menjangkau seluruh

pelosok dunia dan perdagangan internasionalnya merupakan bagian

dari upaya pemenuhan kepentingan nasionalnya. Keamanan

perekonomian Jepang sangat dipengaruhi oleh keamanan wilayah

perdagangan internasionalnya, sehingga Jepang sangat

memperhatikan keamanan regional dan global. Karena itu, Jepang

memiliki kepentingan yang kuat atas stabilitas keamana dunia.

Jepang juga memiliki pengaruh dalam upaya mewujudkan

keamanan regional dan global. Karena itu, sikap politik Jepang

akan selalu diperhitungkan oleh negara-negara besar dunia, dan

merupakan salah satu kekuatan penyeimbang bagi stabilitas

keamanan kawasan.

Uni Eropa (EU) sebagai organisasi yang beranggotakan

negara -negara industri, memiliki kekuatan ekonomi cukup besar

serta mempunyai peran dan pengaruh yang besar dalam

perekonomian global. Hubungan ekonomi anggota UE dengan

negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah berkembang


87

sedemikian rupa sehingga negara-negara UE memiliki kepentingan

politik dan ekonomi yang besar atas kawasan Asia Tenggara, baik

sebagai pasar maupun pemasok bahan mentah. Karena itu

keamanan kawasan Asia Tenggara memiliki nilai strategis bagi Uni

Eropa.

4.1.2.3. Isu Keamanan Perairan Kawasan


Berdasarkan data Internasional Maritime Bureau (IMB)

Kuala Lumpur tahun 2001, dari 213 laporan pembajakan dan

perompakan yang terjadi di perairan Asia dan kawasan Samudera

Hindia, 91 kasus diantaranya terjadi di perairan Indonesia. Namun

data pemerintah Indonesia yang dikeluarkan oleh TNI-AL,

menyatakan bahwa selama tahun 2001 terjadi 61 kasus yang murni

dikatagorikan sebagai aksi pembajakan dan perompakan dengan

lokasi tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Meskipun

terdapat perbedaan angka oleh kedua institusi tersebut, namun data

tersebut menunjukan bahwa keamanan perairan Indonesia pada

dekade terakhir memiliki ancaman dan gangguan keamanan yang

cukup serius dan perlu penangan segera.

Internasional Maritime Organization (IMO) menyatakan

bahwa aksi perompakan yang terjadi diperairan Asia Pasifik,

khususnya kawasan Asia Tenggara adalah yang tertinggi di dunia.

Pelaku perompakan tidak hanya menggunakan senjata tradisional,

tetapi juga senjata api dan peralatan berteknologi canggih.


88

Keamanan di laut merupakan masalah yang kompleks karena upaya

untuk mengatasi perompakan di laut tidak dapat dilakukan hanya

oleh satu negara saja, tetapi melibatkan berbagai negara dan

organisasi internasional. Karena itu upaya mewujudkan keamanan

di laut memerlukan kerja sama yang erat antarnegara.

Disamping masalah perompakan, penyelundupan manusia

melalui perairan kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara,

juga cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian selatan

kawasan Asia Tenggara, merupakan salah satu negara tujuan para

imigran gelap. Hal tersebut menjadikan perairan di kawasan Asia

Tenggara, termasuk perairan Indonesia, menjadi jalur laut menuju

benua tersebut. Penyelundupan manusia tidak dapat dipandang

sebagai masalah yang sederhana. Upaya penanggulangannya

melibatkan beberapa negara dengan berbagai kepentingan yang

berbeda, terutama keamanan, kemanusiaan, ekonomi, dan politik.

Kegiatan migrasi ilegal berskala besar kerap kali dilakukan oleh

organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi ilegal

memberikan dampak negatif terhadap negara tujuan dan negara

transit sehingga sering menimbulkan persoalan politik, sosial

ekonomi, dan ketegangan hubungan antarnegara. Disamping

migrasi ilegal, kasus penyelundupan manusia, seperti

penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan bayi, atau wanita ke

negara lain melalui wilayah perairan juga marak akhir-akhir ini.


89

Kegiatan penyelundupan melalui wilayah perairan antar

negara yang tidak kalah maraknya pada dekade terakhir ini di

kawasan Asia Tenggara adalah penyelundupan senjata, amunisi,

dan bahan peledak. Kegiatan ilegal tersebut memiliki aspek

politik,ekonomi, dan keamanan antar negara maupun di negara

tujuan. Di bidang keamanan, penyelundupan senjata menimbulkan

masalah yang sangat serius karena secara langsung akan

mengancam stabilitas keamanan negara tujuan.

Perompakan di laut dan penyelundupan yang diuraikan di

atas merupakan tindakan ilegal lintas negara yang menimbulkan

kerugian bagi negara-negara di kawasan maupun bagi negara-

negara yang menggunakan lintas perairan. Tindakan ilegal lintas

negara itu cukup signifikan dan semakin menguatirkan negara-

negara di kawasan. Tindakan ilegal tersebut diorganisasi dengan

rapi, sehingga perlu kerjasama antar negara untuk mengatasinya.

4.1.2.4. Isu Perbatasan Antar Negara


Belum tuntasnya penentuan garis batas suatu negara

terhadap negara lain dapat berpotensi menjadi sumber

permasalahan hubungan keduanya di masa datang. Di samping

garis batas, masalah pelintas batas, pencurian sumber daya alam,

dan kondisi geografi juga merupakan sumber masalah yang dapat

menggangu hubungan antar negara. Di kawasan Asia Tenggara,

ketidakjelasan batas antar dua negara dialami oleh beberapa negara


90

yang berbatasan, termasuk di laut Cina Selatan. Indonesia juga

memiliki permasalahan perbatasan dengan negara-negara lain,

terlebih lagi mengingat demikian luasnya wilayah darat dan

perairan. Indonesia memiliki sepuluh negara tetangga yang

berbatasan, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina,

Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau dan Timor Leste.

1) Perbatasan Indonesia-Singapura.

Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau

yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah

berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk

jutaan ton pasir setiap hari dan mengaki batkan kerusakan

ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata

pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut,

terganggu oleh akibatpenambangan pasir laut. Kerusakan

ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah

menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.

Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan

sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya

kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut

menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan

perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada

penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.

2) Perbatasan Indonesia-Malaysia.
91

Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa

bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke

dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering

menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan

nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Demikian pula dengan

perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas

disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua

negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan

penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan

Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC),

merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah

perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.

3) Perbatasan Indonesia-Filipina.

Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara

Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan s elatan Pulau

Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-

Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint

Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki

agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani

permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.

4) Perbatasan Indonesia-Australia.

Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian

batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)


92

mengacu pada Perjanjian RIAustralia yang ditandatangani pada

tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di

sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral

bersama Timor Leste.

5) Perbatasan Indonesia-Papua Nugini.

Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah

darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala

kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian.

Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang

terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap

hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks

di kemudian hari.

6) Perbatasan Indonesia-Vietnam.

Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan

Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih

dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua,

masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua

negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan

perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan

tersebut. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan

perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan

tersebut.

7) Perbatasan Indonesia-India.
93

Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di

Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas

kontinen yang terletak pada titik –titik koordinat tertentu di

kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah

disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua

negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh

kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.

8) Perbatasan Indonesia-Thailand.

Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya

masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu

kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan

Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian

Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di

kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman.

Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah

perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di

samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan

masalah sosioekonomi karena keberadaan masyarakat pantai

Indonesia.

9) Perbatasan Indonesia-Republik Palau.

Sejauh ini kedua negara belu sepakat mengenal batas

perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara

Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang


94

pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua

pihak.

10) Perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada

diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa

Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan

masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan

antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat

menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat

berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu,

keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah

Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menyebabkan

klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi

masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan

pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia

dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan

perbatasan di kemudian hari.

4.1.3. Perspektif Historis Intelijen Indonesia


Berbicara mengenai intelijen pertahanan Indonesia akan lebih

baik apabila didahului dengan melihat evolusi institusi intelijen itu

sendiri secara keseluruhan. Literatur yang komprehensif


95

mendeskrisikan evolusi intelijen Indonesia dapat dilihat pada karya

Ken Conboy yang berjudul ”Intel: Inside Indonesia’s Intelligence

Service”52. Melalui karya Conboy tersebut diketahui bahwa eksistensi

organisasi intelijen Indonesia pertama kali didirikan pada bulan

Agustus 1945 oleh Zulkifli Lubis dengan nama Badan Istimewa (BI).

Keberadaan BI pada saat itu merefleksikan urgensi keadaan di masa-

masa awal proklamasi kemerdekaan. Kemudian pada tanggal 7 Mei

1946 kembali Zulkifli Lubis merubah BI menjadi Badan Rahasia

Negara Indonesia (BRANI) yang langsung memberikan laporan

kepada Presiden Soekarno.

Di lain pihak, Departemen Pertahanan di bawah Amir

Sjarifuddin menginginkan semua fungsi-fungsi intelijen dilepaskan

dari organisasi militer dan diletakkan di bawah otoritas sipil. Amir

Sjarifuddin kemudian membentuk organisasi intelijen di Departemen

Pertahanan, yang kemudian dikenal dengan Badan Pertahanan B.

Tanggal 30 April 1947 BRANI dan Badan Pertahanan B dilebur

menjadi satu organisasi intelijen di bawah Departemen Pertahanan

dengan nama Bagian V. Setelah Angkatan Perang terbentuk pada awal

1950, disusul dengan pembentukan organisasi intelijen untuk

kepentingan militer pada tahun 1952 dengan nama Biro Informasi Staf

Angkatan Perang (BISAP). BISAP merupakan organisasi intelijen

pertama yang secara formal berada di bawah naungan militer.

52
Ken Conboy, Intel: Inside Indonesia’s Intelligence Service, Jakarta: Equinox Publishing, 2004
96

Pada perkembangan selanjutnya, Soekarno membentuk

organisasi intelijen yang baru pada tanggal 5 Desember 1958 dengan

nama Badan Koordinasi Intelijen (BKI) yang kemudian berganti nama

menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) pada tanggal 10 November 1959.

BPI berada dibawah kendali Soebandrio, yang sesuai dengan

dinamika sejarah Tanah Air berikutnya, menjadi salah satu instansi

yang paling ”dibersihkan” pasca peristiwa G30S/PKI.

Dalam rangka mengatasi berbagai keadaan yang dipicu oleh

peristiwa G30S/PKI, Soeharto membentuk Komando Operasi

Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB) dengan

Soeharto sendiri sebagai panglimanya.di bawah KOPKAMTIB,

Soeharto mengoperasikan beberapa instansi yang melakukan fungsi

intelijen. Pertama, membentuk Satuan Tugas Intelijen (STI).

Kemudian pada tanggal 22 Agustus 1966 dibentuk badan intelijen

strategis yang langsung berada di bawah perintah panglima

KOPKAMTIB dengan nama Komando Intelijen Negara (KIN). KIN

memberikan laporan mengenai dinamika keamanan baik internasional

maupunnasional yang meliputi bidang-bidang politik, sosial, ekonomi,

dan perkembangan militer yang terjadi di dalam dan luar negeri.

Berbagai aset BPI, yang sebelumnya telah dibekukan, dilebur ke

dalam KIN. Unit lainnya yang tetap dipertahankan menjalankan

fungsi intelijen adalah Operasi Khusus (OPSUS) yang dipimpin oleh


97

Ali Moertopo. OPSUS telah ada sejak era kampanye perebutan Irian

Barat dan Ali Moetopo berada di bawah komando Soeharto.

Pada perkembangannya KIN kemudian berganti nama pada

tanggal 21 Mei 1967 menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara

(BAKIN) yang dirancang sebagai badan intelijen sipil. Pada periode

ini juga dibentuk Satuan Khusus Pelaksana Intelijen (Satsus Pintel)

yang kemudian disingkat menjadi Satuan Khusus Intel (Satsus Intel).

Satsus Intel dengan segera menjelma menjadi satuan tugas yang

menjalankan fungsi kontra intelijen. Perkembangan berikutnya, Ali

Moertopo mendapat sorotan tajam dan kritikan yang sangat keras dari

berbagai elemen masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa. Hal

ini memicu Soeharto untuk membubarkan OPSUS secara organisasi

dan berbagai kegiatannya dialihkan ke Deputi III BAKIN, dengan

fungsi utamanya adalah melakukan penggalangan.

Penggunaan nama BAKIN kemudian secara konsisten

dipertahankan selama Orde Baru, walaupun tetap mengalami beberapa

kali restrukturisasi. Pada tahun 1983 intelijen strategis dibakukan

menjadi Badan Intelijen Strategis (BAIS). BAIS, disebabkan oleh

nuansa birokratis yang ada di dalamnya dan mandat yang diembannya,

mengadopsi berbagai metode investigasi dan menerapkan kekuasaan

yang sebelumnya dimiliki oleh KOPKAMTIP. Selain itu, seluruh

atase militer Indonesia yang ditempatkan di seluruh dunia mulai

memberikan laporan kepada BAIS. Pada tahun 1993, BAIS


98

direstrukturisasi menjadi Badan Intelijen ABRI dengan struktur

organisasi yang lebih kecil dan pengurangan mandat yang

diembannya.

Memasuki era reformasi terjadi perubahan besar dalam

penyelenggaraan sektor keamanan di Indonesia, termasuk di

dalamnya intelijen negara. Pada tahun 1999 BIA dikembalikan

namanya menjadi BAIS. Pada tahun 2000 Presiden Abdurrahman

Wahid menyetujui rencana perubahan seluruh penyelenggaraan

intelijen negara. Perubahan tersebut diusulkan dengan membentuk

institusi baru yang disebut dengan Lembaga Intelijen Negara (LIN)

yang berada di bawah Menteri Pertahanan. LIN secara konseptual

akan mengelola badan intelijen militer, dan secara signifikan seluruh

atase militer Indonesia yang berada di luar negeri tidak lagi

menyampaikan laporan kepada BAIS, melainkan kepada LIN.

Seterusnya, pada bulan Januari 2001, BAKIN dirubah menjadi

Badan Intelijen Negara (BIN). Berdasarkan uraian evolusi tersebut

ditarik pemahaman bahwa intelijen pertahanan, dalam konteks

intelijen strategis, bukan merupakan fungsi intelijen yang

mendapatkan perhatian besar dalam perkembangan intelijen di

Indonesia. Di lingkungan militer, tercatat minimal hanya dua kali

preseden yang berkaitan dengan pembentukan intelijen. Pertama

adalah pembentukan BISAP, namun hal ini lebih merupakan intrik

rivalitas di tubuh militer untuk membatasi ruang gerak Zulkifli Lubis.


99

Kemudian adalah pembentukan BAIS, namun BAIS pada era Orde

Baru lebih berupa kepanjangan dari kekuasaan KOPKAMTIB, yang

berusaha untuk menciptakan stabilitas dalam negeri dengan

”menertibkan” berbagai elemen masyarakat yang memiliki padangan

politik berbeda dan dianggap dapat mengancam kelansungan

eksistensi rezim Orde Baru di bawah Soeharto. Selama ini peran BAIS

tidak hanya memetakan masalah-masalah yang menyangkut

ipoleksosbudhankam, tetapi mengatur semua hal. Bahkan, seperti

mengatur siapa yang akan menjadi direktur pun diurusi oleh badan

intelijen tersebut.

Sebagai badan intelijen strategis, BAIS belum dapat dikatakan

memiliki catatan luar biasa terkait dengan penanganan isu-isu

keamanan internasional, dan pengalamannya lebih terasah melalui

operasi-operasi intelijen dalam negeri untuk meredam daerahdaerah

yang bergolak, seperti Aceh, Irian Jaya, dan Timor Timur (sebelum

menjadi negara sendiri). Hal ini kemudian menjadikan BAIS sebagai

organisasi keamanan paling berkuasa di Indonesia untuk menangani

masalah-masalah keamanan dalam negeri. Untukmendukung

pengumpulan dan analisis informasi intelijen, BAIS mengendalikan

unit-unit operasi intelijen sendiri dan juga seringkali memegang

kendali operasi yang dilakukan oleh KOPASSUS53.

53
John B. Haseman, SECURITY POLICY IN INDONESIA: BY GUESS, OR BY GOLLY?
Honolulu: A paper prepared for the Asia-Pacific Center for Security Studies symposium, 2001.
100

Di era reformasi, saat ini keberadaan BAIS, sebagai dinas

intelijen di lingkungan MABES TNI, ditujukan untuk mendukung

berbagai operasi militer yang dilakukan oleh TNI, baik itu berupa

operasi militer perang maupun operasi militer selain perang. Selain

itu, beberapa perumusan kebijakan dan kegiatan operasional BAIS

dialihkanke Departemen Pertahanan, sementara kegiatan-kegiatan

intelijen domestik dan tugas-tugas pemeliharaan keamanannya

dialihkan menjadi fungsi BIN, yang resminya merupakan intelijen

sipil. Fungsi intelijen strategis yang menunjang perumusan kebijakan

pertahanan saat ini dijalankan oleh Direktorat Analisa Lingkungan

Strategis (DIR ANLINGSTRA), yang berada di bawah Direktorat

Jenderal Strategis Pertahanan, Departemen Pertahanan. Namun

dengan sumberdaya yang dimiliki saat ini, DIR ANLINGSTRA

terbatas hanya pada menjalankan fungsi analisis mengenai berbagai

aspek yang terkait dengan penyusunan kebijakan pertahanan dan

belum dapat melakukan fungsi pengumpulan informasi. Informasi

yang dianalisis berasal dari bantuan instansi lain seperti BAIS dan

MABES TNI, serta instansi terkait lainnya. Namun kerjasama antara

instansi ini (jika dapat dikatakan demikian) belum terstruktur secara

formal.

Apabila dikaitkan dengan pembagian intelijen strategis pada

awal skripsi ini, maka penyelenggaraan intelijen pertahanan Indonesia

terbatas pada intelijen taktis. Penyelenggaraan domain intelijen taktis


101

di Indonesia ditangani oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes

TNI pada SATINDUK yang memasok kebutuhan materi intelijen

untuk ketiga matra. Dalam konteks ini patut dipertanyakan, sejauh

mana SATINDUK BAIS dapat menyiapkan muatan strategis untuk

memenuhi kebutuhan intelijen matra. Intelijen yang dimaksud hanya

mungkin dapat dikembangkan apabila ada kekuatan yang berimbang

pada ketiga intelijen matra, mulai dari lini Badan Pengumpul

(BAPUL), dapur pengolahan yang baik, sampai dengan lini dukungan

yang memadai. Seandainya peta ”pembagian kapling” tersebut dapat

diterima, persoalan berikutnya adalah menata badan pengumpul.

Penataan BAPUL intelijen strategis tidak akan sama dengan BAPUL

taktis, dan hal ini perlu diatur dalam prosedur pelaksanaan yang jelas.

Jajaran atase pertahanan sudah pasti berada pada tataran

strategis yang menggeluti intelijen pertahanan yang berada di bawah

naungan BAIS, wadah intelijen pertahanan di dalam Dephan. Fungsi

BAPUL berada berada pada Komando Teritorial (KOTER) dan/atau

KOOPS. Pada tataran Markas Besar TNI kegiatan utama adalah

menghimpun dan mengevaluasi masukan dari BAPUL. Fungsi ini

dapat diemban oleh SINTEL KASUM TNI yang diperkuat dari yang

ada sekarang. Pengertian diperkuat di sini adalah pemberian tugas

yang tidak bisa diserahkan kepada komando yang lebih rendah.


102

4.2. Pembahasan
Globalisasi sendiri merupakan fakta yang tidak bisa terbendung dan ini

bukan gejala baru. Fenomena ini memang semakin terasa beberapa dekade

terakhir berkat semakin majunya teknologi transportasi dan komunikasi.

Namun sebenarnya telah mulai terbentuk ratusan tahun silam, ketika masa

penjelajahan seberang lautan yang didorong motif-motif ekonomi, politik dan

militer dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa. Argumen-argumen pro dan

kontra globalisasi telah habis dikupas namun yang pasti ancaman globalisasi

terhadap kepentingan nasional memang begitu menakutkan hingga beberapa

negara saat ini, seperti Korea Utara dan Kuba, secara efektif mengisolasi diri.

Bahkan di negara-negara industri maju pun, banyak segmen masyarakat yang

khawatir terhadap ancaman globalisasi perekonomian terhadap kepentingan

mereka. Di Amerika Serikat, lobi industri pertanian sangat kuat untuk

melakukan proteksi, mungkin belajar dari pengalaman penduduk asli, kaum

Indian, yang punah menjadi korban pertama dari gelombang globalisasi.

Di Indonesia perdebatan mengenai dampak negatif dari globalisasi

serta pengaruh dan dominasi asing semakin menghangat terutama mengenai

pengaruh IMF dalam krisis ekonomi dan dominasi perusahaan-perusahaan

asing pada industri-industri strategis seperti perbankan, telekomunikasi,

pertambangan serta minyak dan gas bumi. Perdebatan juga semakin

diperhangat dengan diskusi mengenai teori-teori konspirasi yang berkaitan

dengan globalisasi ekonomi, yang antara lain dipicu oleh kontroversi buku

Confessions of an Economic Hitman, karya John Perkins.54


54
R, Masri, “KEBANGKITAN NASIONAL DAN TANTANGAN
103

Terlepas dari benar atau tidaknya klaim-klaim yang disebutkan dalam

berbagai teori konspirasi tersebut, sejarah menunjukkan bahwa globalisasi

memang memiliki sifat mengancam yang menakutkan. Dua kali perang dunia

pada abad lalu dipicu oleh persaingan global untuk memperebutkan sumber

daya ekonomi. Contoh paling mutakhir: pendudukan Amerika Serikat atas

Irak yang telah berlangsung 4 tahun juga menunjukkan hal yang sama

meskipun dibungkus dengan berbagai argumen.

Namun demikian, suka atau tidak suka, globalisasi adalah fakta yang

harus dihadapi. Belum pernah dalam sejarah terdapat suatu negara yang

mampu secara konsisten menghadapi globalisasi dengan menutup diri. Isolasi

hanya mengakibatkan terhambatnya pertukaran gagasan dan teknologi yang

mengakibatkan kemunduran. Cina merupakan contoh paling klasik. Politik

isolasi China dimulai ketika teknologi navigasi kelautan dipandang mulai

memberikan ancaman sebagai sumber masuknya pengaruh asing. Namun pada

akhir abad ke-19 China yang lemah dalam hal teknologi dan ekonomi tidak

mampu menahan penggerogotan yang dilakukan kekuatan-kekuatan asing.

Jepang menutup diri setelah misi dagang Eropa dipandang mulai

melakukan aktifitas-aktiftas yang mengancam kepentingan nasional, namun

200 tahun kemudian pada pertengahan abad ke-19 sekelompok kecil kapal

Angkatan Laut Amerika Serikat berhasil memaksa Jepang yang ketinggalan

jaman untuk membuka diri terhadap perdagangan global. Secara alamiah

GLOBALISASI”http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070525075833
104

masyarakat memiliki kebutuhan untuk berinteraksi, dan berkompetisi. Politik

isolasi menghambat proses alamiah tersebut.

Klise untuk diucapkan bahwa kunci sebenarnya bukanlah menghindari

globalisasi namun mengelola tantangan yang dibawa oleh globalisasi. Namun

memang demikian yang terjadi. Jelas terdapat banyak negara dan masyarakat

yang hancur dan terbelenggu oleh dominasi asing yang dibawa oleh

globalisasi, namun banyak juga yang dengan cerdik mengambil manfaat dan

berhasil berjuang menghadapinya. Jepang, Korea Selatan, Singapura dan

Taiwan, misalnya, adalah negara-negara yang ‘dikuasai’ dan ‘dimanfaatkan’,

kalau tidak bisa disebut sebagai sekutu oleh Amerika Serikat dan kekuatan

barat lainnya. Namun negara-negara ini mampu memanfaatkan ‘kedekatan’

mereka dengan Amerika Serikat untuk membangun fondasi ekonomi dan

teknologi yang solid untuk kepentingan mereka sendiri. Bandingkan dengan

Indonesia, Pakistan dan Filipina misalnya, yang juga merupakan ‘sekutu’

Amerika Serikat dalam perang dingin, namun tetap mengalami kebangkrutan.

Dominasi dan intervensi asing dalam berbagai aspek kehidupan di berbagai

negara merupakan sesuatu yang secara alamiah pasti terjadi. Dan di banyak

negara bentuk-bentuk intervensi tersebut bahkan mungkin jauh lebih tinggi

intensitasnya.

Jepang merupakan contoh yang sangat tepat. Menjadi musuh Amerika

Serikat dalam Perang Dunia kedua, kalah, dijajah selama enam tahun, Jepang

mampu menjadi superpower ekonomi dalam waktu cukup singkat. Pada tahun

1985 ketika Amerika Serikat merasa produk-produk otomotif Jepang mulai


105

mengancam industrinya, Jepang dipaksa menerima Plaza Accord yang

menaikkan nilai tukar Yen dan mengakibatkan harga produk-produk Jepang

menjadi luar biasa mahal. Industri otomotif Jepang bereaksi dengan

memindahkan pabrikasi mereka ke negara-negara lain (termasuk ke Amerika

Serikat) dan memperkuat integrasi regional untuk menghindari biaya tinggi.

Tidak sampai satu dekade kemudian Jepang justru berhasil mendominasi

perekonomian Amerika, bahkan juga menguasai sektor-sektor yang strategis

dan prestigius seperti properti, media dan hiburan.

Contoh lain adalah China dan India. China tetap merupakan musuh

ideologis Amerika Serikat, namun tidak menghalanginya untuk membangun

diri menjadi superpower ekonomi yang baru. Sebagai sekutu dekat Uni Sovyet

selama perang dingin, India jelas mengalami ‘pembalasan dendam’ setelah

berakhirnya perang dingin yang dimenangkan Amerika Serikat. Namun hal

tersebut tidak menghalangi India untuk mengembangkan industri teknologi

informasi yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonominya.

Pada industri minyak dan gas yang seringkali disebut sebagai contoh

yang sangat relevan dalam hal penguasaan asing juga terdapat beberapa

contoh di mana negara-negara berkembang mampu mengembangkan industri

dan perusahaan nasionalnya di tengah tekanan globalisasi. Malaysia, Brazil

dan Norwegia merupakan beberapa contoh negara yang mampu

mempertahankan penguasaan mereka dalam industri minyak dan gas nasional

dan bahkan mengembangkan perusahaan-perusahaan nasional mereka ke


106

skala global dengan berupaya mengatasi tantangan-tantangan pasar bebas

yang dipaksakan oleh proses globalisasi.

Perkembangan dan kecenderungan dalam konteks strategis memberi

indikasi bahwa ancaman tradisional berupa agresi atau invasi sesuatu negara

terhadap negara lain kemungkinannya masih ada. Sedangkan kecenderungan

keamanan global memunculkan ancaman baru, yakni ancaman keamanan

yang bersifat nontradisional yang dilakukan oleh aktor non - negara.

Ancaman kemanan non tradisional tersebut pada awalnya merupakan

ancaman terhadap kemanan dan ketertiban publik. Namun pada tingkat

eskalasi tertentu, ancaman dapat berkembang sampai pada taraf yang

membahayakan keselamatan bangsa. Untuk mencegah dampak yang lebih

luas dan mengatasi ancaman yang mungkin timbul, diperlukan kehadiran

kekuatan militer.

Dalam tingkat strategis, isu politik, ekonomi, dan tindakan ilegal

lintas negara, memiliki jangkauan wilayah nasional, regional, serta global,

dan isu tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keamanan

nasional, regional, dan global. Isu politik, ekonomi, dan keamanan memiliki

keterkaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, selanjutnya isu

tersebut akan  selalu menjadi perhatian masyarakat internasional karena akan

menyangkut pada kepentingan nasional masing-masing negara.

Bagi Indonesia, secara konstitusional, keamanan nasional yang hendak

diwujudkan adalah untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana ditegaskan


107

dalam pembukaan UUD 1945 bahwa, ”negara melindungi segenap bangsa

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban

dunia.” Untuk mencapai tujuan nasional ini, pemerintahan memiliki fungsi

menyelenggarakan segala upaya untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan

dan keutuhan wilayah NKRI, terjaminnya keamanan dan kelangsungan hidup

bangsa dan negara, perikehidupan rakyat, masyarakat dan pemerintah yang

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan kondisi keamanan yang berlaku

dalam ruang lingkup sebagian atau seluruh wilayah NKRI.

Persoalannya adalah mengapa negara sebesar NKRI seringkali bisa tak

berdaya menghadapi lingkungan global sehingga menurut beberapa pengamat

menggambarkan NKRI sebagai negara yang lemah dan diambang

kehancuran. Walaupun para pakar telah mengembangkan pelbagai analisa,

namun hingga kini belum memiliki solusi yang tepat bagaimana dan cara

jalan keluarnya. Secara umum, analisa dari berbagai pengamat mengarah

pada pendapat bahwa penyebab terkoyaknya kedaulatan bangsa dapat terjadi

karena selama 65 tahun merdeka NKRI belum sepenuhnya berdaulat. Hal ini

tergambar dari adanya konspirasi global negara adidaya dengan 10 negara

yang berbatasan laut maupun darat dengan Indonesia wilayah teritorial laut

yang menjadikan NKRI sebagai backyard halaman belakang mereka, dengan

tujuan “menguasai serta balkanisasi” NKRI yang SDAnya berlimpah dan

sekaligus karena SDM muslimnya yang terbesar di dunia.55

55
Ibid Hal. 42..
108

Di sisi lain, Perang dan damai merupakan dua fenomena yang konstan

muncul dalam kehidupan manusia. Dalam periode Pasca Perang Dingin, di

tingkatan global antara tahun 1990 – 2004, tercatat rata rata setiap tahun

terjadi 24 konflik bersenjata56. Karakteristik perang pun mengalami cukup

banyak perubahan yang signifikan. Ivan Arreguín-Toft melihatnya sebagai

perang simetrik dan asimetrik dimana karakteristik perang dilihat dari

kekuatan aktor dan strateginya57. Pembedaan serupa juga dilakukan oleh

Colin S. Gray dengan tipe perang regular dan irregular-nya58.

Pada dasarnya perubahan karakteristik perang dapat dilihat

berdasarkan aktor-aktor yang terlibat, faktor pemicu dan penyebab dasarnya,

strategi serta teknologi senjata yang digunakan. Pada saat yang bersamaan

fenomena damai adalah fenomena antitesis dari perang yang masih terus

diupayakan oleh manusia. Bagi kaum realis, damai merupakan kondisi untuk

mempersiapkan perang, sementara bagi kaum liberalis damai merupakan

kondisi yang harus terus diwujudkan dan dipertahankan untuk kepentingan

bersama lain yang jauh lebih penting59. Tapi jelas bagi dua pandangan

tersebut, damai merupakan suatu kondisi yang juga signifikan dalam evolusi

kehidupan manusia, terutama di area studi keamanan.

56
SIPRI Yearbook 2005: Armaments, Disarmaments and International Security, Oxford: Oxford
University Press, 2005, hlm. 122.
57
Arreguín-Toft, Ivan, ”How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric Conflict”,
International Security, Volume 26, No.1, Summer, 2001, hlm. 93 – 128.
58
Gray, Colin S., Another Bloody Century: Future Warfare, London: Weidenfeld & Nicholson,
2005, hlm. 19.
59
Burchill, Scott, ”Realism and Neo-realism” dalam Burchill, Scott & Linklater, Theories of
International Relations, UK: Macmillan Press, 1996,hlm. 67 - 73.
109

Di sisi lain, intelijen muncul sebagai salah satu isu penting dalam area

keamanan. Kebutuhan dan tuntutan publik terhadap intelijen, khususnya

intelijen negara semakin meningkat. Peristiwa penyerangan terhadap Amerika

Serikat pada September 2001 merupakan bukti yang semakin menguatkan

kebutuhan negara dan masyarakat terhadap intelijen negara yang dapat

diandalkan. Dalam perkembangannya, studi mengenai intelijen dipandang

perlu terutama dalam konteks studi keamanan mengenai perang dan damai.

Intelijen dipandang berperan penting dalam mencegah maupun memenangkan

perang dan di sisi lain intelijen juga dipandang perlu untuk mewujudkan

perdamaian. Adanya perbedaan mendasar antara karakteristik masa damai

dan masa perang tampaknya akan menyebabkan keharusan bagi negara untuk

membedakan intelijen yang digunakan dalam kedua kondisi tersebut.

4.2.1. Peran intelligent estimates (melakukan prediksi ancaman)


Intelijen pertahanan negara merupakan elemen vital dalam pertahanan

negara untuk mendapatkan dan mengolah informasi. Intelijen adalah lapis yang

menentukan pertahanan negara dengan fungsi memberikan dukungan

informasi intelijen sejak kondisi damai, pada spektrum keamanan

nasional dalam konflik intensitas rendah, sampai keadaan perang.

Instrumen intelijen terdiri atas intelijen pertahanan militer dan

intelijen lainnya untuk pertahanan nirmiliter sesuai dengan fungsinya

masing-masing. Fungsi intelijen tidak saja untuk memberikan

dukungan informasi tentang lawan, tetapi juga memberikan

perlindungan dari usaha-usaha intelijen pihak lawan. Sesuai dengan


110

perkembangan di bidang teknologi dan militer, kualfikasi intelijen yang

diperlukan ke depan mencakupi intelijen berbasis manusia (human

intelligence), intelijen citra, intelijen perhubungan danpengukuran

(measurement and signal intelligence), intelijen komunikasi, intelijen

telemetri, intelijen elektronik, dan intelijen terbuka.

Pada dasarnya fungsi intelejen TNI dalam rangka menjaga

keamanan nasional Indonesia terkait dengan beberapa hal, yaitu:

Pertama, intelligence estimate. Di bidang pertahanan, kegiatan

intelijen merupakan usaha untuk menginterpretasikan fakta-fakta yang

berhasil diperoleh tentang keseluruhan national power, baik yang

dimiliki oleh negara-negara yang menunjukkan sikap bermusuhan,

negara sahabat, maupun negara-negara netral. Tahapan berikutnya,

interpretasi tersebut dilekatkan dengan asumsi-asumsi yang

dibandingkan dengan konteks masa lalu, kekinian, dan perkiraan akan

situasi di masa yang akan datang. Setelah itu, rancangan estimasi

untuk jangka waktu pendek, menengah, dan panjang disusun

berdasarkan indikasi tindakan yang mungkin dilakukan oleh negara

tertentu maupun entitas-entitas substate di waktu dan tempat

tertentu.Dalam rangkaian kegiatan ini perlu pula dipertimbangkan

simpangan kesalahan marjinal (marginal error),mengingat berbagai

ketidakpastian sebuah perkiraan, walaupun didasari oleh kondisi

terbaik sekalipun.
111

Pada dasarnya, intelligence estimate di bidang pertahanan

berusaha untuk mengungkapkan dua hal, yaitu kemampuan militer

negara asing dan intensi negara lain untuk menggunakan kekuatan

militer yang mereka miliki demi mencapai tujuan dan kepentingan

tertentu. Untuk mengetahui kemampuan militer suatu negara intelijen

pertahanan harus dapat menjawab pertanayaan: jika hendak

menggunakan kekuatan militernya, apa yang dapat dilakukan oleh

suatu negara? Apakah menangkal (deter)? Menyerang (attack)?

Pertahanan (defend)? Mengelabui (deceive)? Apakah memiliki

kemampuan untuk memperkuat pasukan (reinforce)? Ataukah

menarik mundur pasukan (withdraw)?

Kemampuan militer negara lain hanya dapat diketahui apabila

intelijen pertahanan dapat memperkirakan kekuatan militer negara

yang bersangkutan. Kekuatan tersebut terdiri dari kekuatan yang

bersifat kuantitatif dan kualitatif, didukung oleh faktor-faktor yang

dapat memadukan kedua bentuk kekuatan tersebut, dan sangat

ditentukan oleh kepemimpinan dan kehendak politik pemimpin

negara. Kekuatan militer kuantitatif merujuk pada berbagai hal yang

dapat dihitung seperti jumlah pasukan, jumlah dan kondisi sistem

persenjataan, sarana pendukung pergerakan pasukan dan persenjataan,

serta dukungan fasilitas tempur (suplai logistik, evakuasi, medis, dan

sebagainya). Sedangkan indikator-indikator untuk melihat kekuatan

yang bersifat kualitatif adalah; (1) sikap dan disiplin pasukan; (2)
112

standar seleksi penerimaan pasukan; (3) materi pendidikan dan

pelatihan pasukan; (4) karakteristik sistem persenjataan, amunisi,

perlengkapan dan suplai yang ada pada saat ini dan proyeksi ke depan,

(5) kemampuan logistik; dan (6) pengalaman tempur. Faktor-faktor

yang memadukan kedua sifat kekuatan di atas lebih berupa perangkat-

perangkat lunak yang senantiasa melekat di setiap angkatan

bersenjata. Perangkat-perangkat lunak tersebut meluputi peran, fungsi,

misi, struktur organisasi, kebijakan, strategi, taktik, doktrin, rantai

komando, dan sistem komunikasi antar jawatan terkait.

Bagian kedua dari intelligence estimates adalah intensi. Intensi

penggunaan kekuatan militer menjadi relevan karena kekuatan militer

yang ampuh hanya akan menjadi ancaman yang berbahaya apabila

disertai oleh keinginan untuk menggunakannya. Namun karena intensi

bergerak dalam subjektivitas alam pikiran pemimpin atau klik tertentu

dalam kepemimpinan suatu negara, menjadi tidak mudah untuk

meramalkannya (perplexities). Salah satu usaha untuk mengatasi

perplexities tersebut adalah dengan merumuskan pola-pola tingkah

laku aktor-aktor kunci pembuat keputusan suatu negara. Perumusan

pola tingkah laku tersebut membantu dalam mengidentifikasi intensi

melalui penginterpretasian kecenderungan empiris.

Pada hakikatnya, intelijen tidak dapat hanya didefinisikan

sebagai organisasi, ilmu dan kegiatan serta tidak dapat juga dikatakan

hanya sebagai mata dan telinga, namun lebih jauh lagi intelijen TNI
113

adalah hati sanubari bangsa dan negara. Pengertian ini berkaitan erat

dengan tugas intelijen dalam mendukung tugas keamanan nasional,

yaitu ikut berperan menciptakan Indonesia yang aman dan damai

melalui dua sasaran pokok. Sasaran pertama, semakin kokohnya

NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sasaran kedua, semakin

mening-katnya rasa aman dan damai di seluruh wilayah NKRI. Oleh

karenanya, intelijen harus dapat memberikan kontribusinya secara

terus-menerus, pada masa damai maupun perang.

Salah satu peran pokok intelijen TNI dalam mendukung sistem

keamanan nasional adalah melakukan prediksi ancaman yang datang

dari luar, dinilai berdasarkan analisis perkembangan lingkungan

strategis terhadap tinjauan keamanan global, regional dan nasional.

Intelijen TNI juga melakukan prediksi ancaman nonmiliter yang

dinilai ber-dasarkan analisis tinjauan situasi keamanan nasional.

Bentuk perkiraan ancaman yang dibuat oleh intelijen TNI berupa

perkiraan keadaan jangka pendek (Kirkadek) yaitu perkiraan keadaan

untuk masa satu tahun kedepan, perkiraan jangka menengah

(Kirkamen) yaitu perkiraan keadaan untuk masa sepuluh tahun

kedepan.

Perkiraan keadaan tersebut memberikan gambaran tentang

berbagai bentuk, jenis dan spektrum ancaman yang dinilai berpotensi

mengganggu dan membahayakan kedaulatan, keutuhan dan

keselamatan NKRI serta berisi kemungkinan kontijensi yang perlu


114

diper-siapkan untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul.

Perkiraan keadaan ini juga sangat dibutuhkan oleh para pemegang

stick holder dalam rangka membuat, menyusun perencanaan dan

penentuan kebijakan yang bersifat strategis maupun taktis.

4.2.2. Peran dalam upaya deteksi dini dan peringatan dini (Net
Assesment)
Net assessment pada dasarnya adalah usaha untuk mengamati

lingkungan strategis eksternal dengan mengkategorikan negara-negara

sahabat dan negara-negara yang menunjukkan sikap yang tidak

bersahabat untuk mengkalkulasikan perimbangan kekuatan (balance

of power). Kedua kelompok negara tersebut dinilai berdasarkan

ketidakseimbangan statistik (assessing statistical asymmetries) dan

ketidakseimbangan kualitatif (assessing qualitative asymmetries).

Ketidakseimbangan statistik menguraikan data statistik, karena

superioritas kuantitatif, ekualitas, dan inferioritas akan berdampak

positif atau negatif mapun netral berdasarkan kondisi yang ada. Data

statistik tersebut digunakan untuk menghitung kekuatan aktif (active

forces) dan komponen cadangan (reserve components). Sementara

assessing qualitative asymmetries akan lebih rumit untuk dinilai

dibandingkan dengan data statistik yang bersifat kuantitatif di atas.

Berbagai hal seperti kecepatan pesawat tempur, kesiapan tempur,

keandalan, dan hal-hal lainnya yang sejenis seringkali menjadi sumber

spekulasi.
115

Pada era globalisasi yang sarat akan penggunaan dan

pemanfaatan teknologi modern terutama teknologi penginderaan,

maka intelijen TNI juga memanfatkan berbagai kemampuan dan

peralatan yang di-milikinya untuk melakukan penginderaan terhadap

ber-bagai obyek potensial yang berasal dari dalam maupun luar negeri

yang diindikasikan dapat mengancam keamanan nasional.

Penempatan dan penyebaran pos-pos mo-nitoring dan penginderaan

satuan tugas operasi intelijen ke berbagai wilayah baik yang berada di

dalam maupun luar negeri, bertujuan sebagai sarana peringatan dini

yang memonitor setiap perubahan situasi dan keganjilan.

Intelijen TNI melakukan operasi intelijen strategis dalam

rangka mengumpulkan keterangan strategis secara terus-menerus

dengan me-manfaatkan system C5- ISR (Command, Control,

Communication, Computer, Intelligence Surveillance and

Reconnaissance) yang telah tergelar. Upaya pengumpulan berbagai

informasi yang berasal dari dalam dan luar negeri dibutuhkan untuk

mengetahui berbagai bentuk, jenis dan spektrum ancaman, tantangan

dan hambatan dan gangguan yang berpengaruh langsung pada kondisi

keamanan nasional. Proses pengumpulan informasi tersebut dilakukan

secara terorganisasi, terkendali dan terus menerus dalam bentuk

kegiatan intelijen dan operasi intelijen.

Tujuan pengumpulan informasi agar diperolah seawal

mungkin informasi yang paling mengandung nilai ancaman sehingga


116

dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan, penanggulangan

dan antisipasi. Coverage area informasi yang dikumpulkan oleh

intelijen TNI tidak hanya terbatas pada aspek pertahanan keamanan,

namun meliputi juga bidang ideologi, politik, ekonomi dan sosial

budaya karena kesemua aspek tersebut erat kaitannya dengan masalah

keamanan nasional. Peran intelijen dalam peringatan dini akan mampu

senantiasa memberikan berbagai sinyal perubahan situasi dan kondisi

keamanan nasional dan menghindarkan kita dari upaya pendadakan.

4.2.3. Peran dalam upaya cegah dini (threat assessment)


Bentuk ancaman militer yang mungkin akan dihadapi suatu

negara, sekurang-kurangnya dapat dikelompokkan menjadi delapan

kategori. Kategori tersebut meliputi: (1) ancaman yang regional dan

global; (2) ancaman yang dihadapi untuk jangka waktu pendek,

menengah, dan panjang; (3) intensitas ancaman yang rendah, sedang,

dan tinggi; (4) pergerakan ancaman yang dapat melemah, meluas,

ataupun tetap; (5) ancaman yang berasal dari negara

tunggal/unilateral, multinasional, dan subnasional; (6) ancaman militer

dan non-militer; (7) ancaman yang mematikan dan tidak mematikan;

dan (8) ancaman konvensional dan non-konvensional.

Disebabkan oleh berbagai kompleksitas tersebut, penilaian

ancaman pada tataran nasional lebih merupakan seni daripada sains.

Pembuat kebijakan dan para ahli strategi harus bekerja dengan


117

seksama berdasarkan berbagai perkiraan dan penilaian yang disusun

oleh intelijen pertahanan, belajar dari pengalaman, memilih pilihan

yang dirasa paling tepat, dan cepat beradaptasi dengan perubahan

situasi.

Peran ini memungkinkan kita menangkal berbagai

kemungkinan kegiatan dan ancaman dari kegiatan operasi intelijen

pihak lawan terhadap seluruh potensi nasional yang akan

mengakibatkan dan membahayakan keamanan nasional. Kegiatan

operasi intelejen dari pihak lawan harus senantiasa diantisipasi dan

dilakukan pencegahan agar dampak resiko yang ditimbulkan dapat

dicegah. Intelijen TNI akan senantiasa memberikan berbagai penilaian

terhadap kemungkinan cara bertindak pihak lawan berdasarkan waktu

dan tempat serta memberikan saran, solusi pencegahan agar dampak

resiko yang mungkin timbul.

Intelijen TNI melakukan upaya cegah dini terhadap

kemungkinan berkembangnya gerakan separatis dan kelompok

radikalisme yang diprioritaskan pada daerah-daerah tertentu seperti

Aceh, Maluku, Poso dan Papua. Intelijen TNI juga melakukan upaya

penggalangan dan kontra pelanggaran serta pengawasan tapal batas

wilayah NKRI dengan negara tetangga terutama di daerah

Kalimantan. Bentuk upaya cegah dini lain yang dilakukan oleh

intelijen TNI yaitu kegiatan mencegah penyusupan pihak asing


118

kedalam negeri dengan melakukan kerjasama interdep yaitu kegiatan

clearance house dan security clearance.

Selain itu, dalam rangka menjaga keamanan nasional

Indoneisa, TNI juga punya peran yang cukup penting yaitu

mendorong kerjasama dengan negara-negara lain, khususnya dibidang

keamanan. Kerjasama intelijen antara Indonesia dan beberapa negara

sahabat telah dilakukan dan terus dikembangkan efektifitasnya

terutama untuk kegiatan tukar menukar informasi, peningkatan

kualitas SDM, peningkatan kualitas alat peralatan dan peningkatan

kualitas piranti lunak intelijen.

Penempatan pos-pos Athan RI di berbagai negara sahabat juga

merupakan salah satu langkah upaya yang dilakukan oleh intelijen

TNI guna membangun dan memelihara serta meningkatkan kerjasama

di bidang pertahanan khususnya kerjasama di bidang intelijen.

Intelijen TNI juga mengupayakan dan mendorong efektifitas kinerja

forum Kominda yang merupakan forum koordinasi interdep

khususnya di bidang intelijen di tingkat daerah guna memperoleh

kesamaan sudut pandang terhadap suatu masalah dan mampu

memberikan penilaian, potensi ancaman yang mungkin timbul di

daerah sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah pemberian

peringatan dini maupun upaya pencegahan dini.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Ancaman pada hakikatnya adalah setiap usaha dan kegiatan,

baik yang berasal dari luar negeri atau bersifat lintas negara

maupun yang timbul di dalam negeri, yang dinilai membahayakan

kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan

segenap bangsa. Dalam Doktrin Pertahanan Negara, terminologi

ancaman mencakup setiapan ancaman termasuk gangguan yang

dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI

dan keselamatan bangsa atau yang bersifat penghambat atau

penghalang terhadap kepentingan nasional. Identifkasi tentang

ancaman merupakan faktor utama yang menjadi dasar dalam

penyusunan desain Sistem Pertahanan Negara.

2. Upaya pertahanan negara diselenggarakan untuk mencegah dan

mengatasi setiap ancaman, baik yang bersifat aktual maupun yang

potensial, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di

dalamnegeri. Setiap bentuk ancaman memiliki karakteristik serta

tingkat risiko yang berbeda yang mempengaruhi pola

penanganannya. Identifikasi terhadap ancaman diselenggarakan

dengan menganalisis perkembangan lingkungan strategis sebagai

faktor luar yang berpengaruh, baik langsungmaupun tidak langsung

terhadap kepentingan nasional yang berwujud peluang, tantangan,

120
121

dan hakikat ancaman, serta kondisi dalam negeri yang dapat

berkembang dan berakumulasi menjadi ancaman.

3. Mencermati dinamika konteks strategis, baik global, regional

maupun domestik, maka ancaman yang sangat mungkin dihadapi

Indonesia ke depan, dapat berbentuk ancaman keamanan tradisonal

dan ancaman keamanan non-tradisional.

4. Ancaman militer memiliki karakteristik serta spektrum yang dapat

mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan

keselamatan bangsa, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Karakteristik ancaman militer tersebut berimplikasi terhadap

kebutuhan akan kesiap siagaan kekuatan pertahanan baik dalam

kapasitas sebagai kekuatan penangkal maupun kekuatan pertahanan

untuk kebutuhan responsif. 

5. Dalam rangka mendukung keamanan nasional dari ancaman

tradisional, maka Intelejen TNI mempunyai fungsi dan peran yang

dapat dijalankan secara bersamaan atau terpisah, yaitu peran

sebagai Peran intelligent estimates (melakukan prediksi ancaman),

dimana dalam bidang pertahanan, kegiatan intelijen merupakan

usaha untuk menginterpretasikan fakta-fakta yang berhasil

diperoleh tentang keseluruhan national power, baik yang dimiliki

oleh negara-negara yang menunjukkan sikap bermusuhan, negara

sahabat, maupun negara-negara netral; Peran dalam upaya deteksi

dini dan peringatan dini (Net Assesment), yang pada dasarnya


122

adalah usaha untuk mengamati lingkungan strategis eksternal

dengan mengkategorikan negara-negara sahabat dan negara-negara

yang menunjukkan sikap yang tidak bersahabat untuk

mengkalkulasikan perimbangan kekuatan (balance of power);

Peran dalam upaya cegah dini (threat assessment), peran ini

memungkinkan TNI menangkal berbagai kemungkinan kegiatan

dan ancaman dari kegiatan operasi intelijen pihak lawan terhadap

seluruh potensi nasional yang akan mengakibatkan dan

membahayakan keamanan nasional. Kegiatan operasi intelejen dari

pihak lawan harus senantiasa diantisipasi dan dilakukan

pencegahan agar dampak resiko yang ditimbulkan dapat dicegah.

Intelijen TNI senantiasa memberikan berbagai penilaian terhadap

kemungkinan cara bertindak pihak lawan berdasarkan waktu dan

tempat serta memberikan saran, solusi pencegahan agar dampak

resiko yang mungkin timbul.

5.2. Saran
1. Mencermati setiap perkembangan pada lingkungan strategis

dewasa ini di tengah masa transisi, intelijen strategis TNI

memerlukan penataan konseptual dan kelembagaan yang harus

memadai.

2. Kegiatan intelijen yang military tactical heavy ini hendaknya mulai

dikembangkan pada tingkat Sekolah Staf dan Komando (SESKO).

Dengan asumsi ini maka intelijen yang harus dipersiapkan pada


123

tingkat Mabes TNI adalah intelijen bagi penggunaan kekuatan.

Sedangkan pada tingkat Komando Operasi (KOOPS) intelijen yang

harus dipersiapkan adalah untuk pengerahan kekuatan. Adapun lini

BAPUL tetap akan dipertahankan dengan cakupan himint dan

techint.

3. Secara umum, kendala yang dihadapi oleh Indonesia terkait dengan

penyelenggaraan intelijen dimulai dari kompleksitas susunan

organisasi. Sampai dengan saat ini, penyelenggaraan intelijen

pertahanan terkumpul di BAIS, baik untuk penyelenggaraan

intelijen strategis (pertahanan) maupun untuk intelijen militer

(taktis).

4. Berdasarkan realitas yang ada dan dalam konteks ini, dorongan

bagi reformasi intelijen semakin menemukan relevansinya agar

institusi-insitusi intelijen dapat hadir sesuai dengan harapan akan

keberadaannya dalam alam demokrasi. Keberadaan intelijen

pertahanan juga perlu didukung dengan berbagai technical

intelligence yang berupa imagery intelligence/photographic

intelligence, communications intelligence, measurement and

signature intelligence, electronic intelligence,telemetry

intelligence.

5. Upaya untuk mewujudkan kehadiran intelijen pertahanan tidak

terlepas dari keseluruhan rangkaian reformasi intelijen negara

secara keseluruhan. Dalam rangka reformasi institusi intelijen


124

Indonesia sekarang ini minimal dapat dilakukan dengan dalam tiga

dimensi. Dimensi-dimensi tersebut adalah: (1) lingkup pengetahuan

yang diinginkan; (2) menyentuh organisasi untuk mencapai saran

yang diinginkan; dan (3) sumberdaya manusia yang diharapkan

dapat mengawaki institusi intelijen yang dimaksud.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani.2006.Pengantar Ilmu
Hubungan Interansional. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Andi Widjajanto (ed.). 2005. Reformasi Intelijen Negara, Jakarta: Pacivis.

----------------- (Ed). 2006. “Negara, Intel dan Ketakutan”, Jakarta: PACIVIS,


Center for Global Civil Society Studies, University of Indonesia.

Balai Bustaka. 1989. Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Barry Buzan,. 1983. People, State, and Fear : The National Security Problem in
International Relations, Sussex : Wheat Sheat Books.

Basil H. Liddell Hart. 1967. Strategy: Second Edition, London: Meridian.

Bantarto Bandoro. 1993. ASEAN dan Tantangan Satu Asia Tenggara, Jakarta :
CSIS

Baylis, John (et.al). 2002. Strategy in the Contemporary World: an Introduction


to Strategic Studies, New York: Oxford University Press Inc.

Burchill, Scott & Linklater. 1996, Theories of International Relations, UK:


Macmillan Press.

Conboy, Ken. 2004. Intel: Inside Indonesia’s Intelligence Service, Jakarta:


Equinox Publishing.

Daniel J. Kaufmann. Et.al. (eds). 1986. US National Security, a Framework for


Analysis, Lexington : Lexington Press

Departemen Pertahanan RI. 2008. Buku Putih Pertahanan Indonesia. Jakarta.

----------------------------------------. 2009. Doktrin Pertahanan Semesta. Jakarta.

Edward N. Luttwak, 2001. ”Strategy: The Logic of War And Peace, (Revised And
Enlarged Edition)”, England: The Belknap Prees of Harvard University
Press.

Ferris, John, L. V. Scott & Peter Jackson, 2004. Understanding Intelligence in


The Twenty-First Century: Jouney in Shadows, London: Routledge.

125
126

Gray, Colin S. 2005. Another Bloody Century: Future Warfare, London:


Weidenfeld & Nicholson.

Haseman, John B. 2001. SECURITY POLICY IN INDONESIA: BY GUESS, OR


BY GOLLY? Honolulu: A paper prepared for the Asia-Pacific Center for
Security Studies symposium.

Hopkins, Raymond F dan Richard W. Mansbach. 1979. Structure and Process in


International Politics. New York: Harper and Row Publishers.

Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 1996. Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara.

J.C. Johari. 1985. International Relations and Politics: Theoritical Perspective.


New Delhi: Streling Publisher

John M. Collins, 2002. Military Strategy: Principles, Practices, And Historical


Perspectives, Washington D.C.: Brassey’s Inc.

Keegan, John, 2004. Intelligence in War, New York: Vintage Books.

Kusnanto Anggoro. 2004. Pertahanan dan Keamanan Negara Pada Milenium ke


Tiga. Jakarta: Propatria.

Lock K. Johnson, 1996. Secret Agencies: U.S. Intelligence in a Hostile World,


New York: Yale
University.

Mas`oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.


Jakarta: LP3ES.

-----------------------. 1989. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan


Teorisasi, Jogjakarta, PAU-UGM

Morgenthau, Hans J. 1978. Politics among nations. New York: Alfred A. Knopf,
(Ed.5 Rev.)

Shulsky, Abram N. & Schmitt, Gary J., 2002. Silent Warfare: Understanding the
World of Intelligence, (3rd edition), Washington D.C.: Brassey’s Inc.

SIPRI Yearbook 2005: Armaments, Disarmaments and International Security,


Oxford: Oxford University Press.

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta


127

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,


Jakarta: Rineka Cipta.

Viotti. Paul R. dan Mark V. Kauppi. 1999. International Relations Theory:


Realism, Pluralism, Globalism, and Beyond. Third Edition New York:
MacMillan Publishing Company

Wolfe T.A Coulombis. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional : Keadilan dan


Power. Jakarta: Abardin.

Working Group on Security Sector Reform, 2004. Monograph No-3: Kaji Ulang
Strategi Pertahanan Nasional, Jakarta: ProPatria.

Jurnal / Media Massa


Anshory Tadjudin, “Peran Intelejen TNI dalam Mendukung Tugas Keamanan
Nasional”, Jurnal Yudhagama, Volume 30 No. 3 September 2010.

Arreguín-Toft, Ivan, ”How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric


Conflict”, International Security, Volume 26, No.1, Summer, 2001, hlm.
93 – 128.

Hafterdorn, Helga. 1991. ”The Security Puzzle: Theory building and Discipline in
International Security” dalam International Studies Quarterly. Vol. 35.
No.1.

Working Group on Security Sector Reform, Monograph No-3

Internet
W. Michael Guilliot, ”Strategic Leadership: Defining the Challenge”, Air & Space
Journal, Maxwel AFB: Winter 2003, Vol 17, Iss4 hlm 67, yang diakses
melalui http://www.
airpower.maxel.af.mil/airchronicle/apj/apj03/guillot.html.

R, Masri, “Kebangkitan Nasional Dan Tantangan Globalisasi”.


http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070525075833

Anda mungkin juga menyukai