SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata-1
Pada Program Ilmu Hubungan Internasional
Oleh:
Putri Wulandari
192030290
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata-1
Pada Program Ilmu Hubungan Internasional
Oleh:
PUTRI WULANDARI
192030290
i
HALAMAN PERSETUJUAN/PENGESAHAN
Oleh:
NAMA MAHASISWA
NIM
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN/PENGESAHAN........................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xiv
BAB I...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4
BAB III........................................................................................................................8
iii
METODE PENELITIAN...........................................................................................8
BAB IV.......................................................................................................................10
BAB V........................................................................................................................15
KESIMPULAN.........................................................................................................15
5.1. Kesimpulan.................................................................................................15
5.2. Saran...........................................................................................................15
REFERENSI..............................................................................................................17
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
oleh perempuan di India bisa dikatakan cenderung mengalami peningkatan,
meskipun ada tahun yang mengalami penurunan tetapi tidak terlalu jauh.
Semakin tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan di India,
pemerintah India memperketat sistem hukum khususnya undang undang anti
kekerasan, salah satu undang undang yang di revisi adalah Racangan Undang-
Undang (RUU) Hukum Pidana tahun 2013 menambahkan beberapa beberapa poin
baru dianataranya seperti menambah masa kurungan penjara, menerapakan
hukuman mati bagi pelaku berulang atau menyebabkan koma (Noviyanti, 2021) .
India merupakan salah satu negara berkembang di Asia yang memiliki
banyak penduduk kedua setelah tiongkok sehingga terjadi masyarakat dan budaya
yang heterogen salah satunya adalah budaya sistem kasta mereka, terdapat empat
kasta yang diakui di india. ada satu kasta yang tidak di akui di india atau sering
mendapat diskriminasi yaitu kasta dalit bahkan ketika orang orang dalit berjalan
mereka harus mengikat pohon di pinggang mereka yang digunakan untuk
meghapus jejak kotor mereka serta membawa penampung ludah yang diikat ke
leher supaya ludah mereka tidak jatuh di jalan dan tidak mengotori warga lain.
Dalam banyak kasus pengadilan gagal dalam menegakan hukum karena
bersifat apatis dan agresif dari aparat negara yang membuat banyak laporan
kekerasan dan pelanggaran yang terjadi terhadap kasta Dalit yang tidak bisa di
proses untuk menangani hal tersebut pemerintah India menerbitkan The
Scheduled Castes and Scheduled Tribes (Preventation Of Atrocities) AEC tahun
1989 diamandemenkan kembali pada tahun 2016 yang memuat mengenai
pemberlakuan hukuman bagi pejabat pemerintah yang mengabaikan tugas
(Vundru, n.d.).
Di level internasional, India sudah menandatangani International
Convention of All Forms of Discrimination against Women (ICEDAW) dan
ICERD. namun, pada saat proses yang diasosiasikan dengan diskriminasi serta
perlakuan tidak baik atas dasar kasta dan gender menunkjukkan bahwa kurang
berjalannya upaya untuk memenuhi jaminan dan janji yang dibuat oleh
pemerintah India secara internasional maupun konstitusional terhadap perempuan
Dalit (Vini, 2018).
2
India beberapa kali meratifikasi dan konversi internasional yang
menyangkut mengenai diskriminasi dan kesetaraan hak, dianataranya UDHR
(Universal Declaration of Human Rights) pada 1948, ICERD (International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) pada 1968,
ICCPR (The International Covenant on Civil and Political Rights) pada 1979,
CEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimation
Againts Women) pada 1993, dan beberapa konvensi lainnya.
(Universal Periodic Review - India, 2017)
undang-undang diberlakukan pemerintah untuk melarang
diskriminasi dan kekerasan terhadap Dalit, namun realitas menujukkan Dalit
masih tetap teerpinggirkan. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi
mengenai kefefktifan penyelesaian permasalahan diskriminasi kasta terhadap
perempuan dalit di India.
Faktor pertama mengenai undang undang dan hukum yang di terapkan
masih belum sempurna terealisasikan kepada masyarakat India. Pemerintah India
memang mengakui bahwa diperlukannya penanganan diskriminasi kasta secara
lebih lanjut, kebujakan nasional yang di buat hanya berfokus pada bidang
kesetaraan pendidikan, belum mencakup sektor lain. mengenai perencanaan dan
budget di India lebih memfokuskan terhadap perempuan secara keseluruhan yang
berarti perencaan untuk perempuan dalit tidak wajib dilakukan.
Faktor kedua yaitu kontrol pemerintah India dalam menentrukan aktor
domestik yang mana diizinkan untuk mendapatkan akses terhadap jaringan dan
pendanaan asing. Tercantum dalam sebuah undang undang yang di tetapkan pada
tahun 2010 oleh pemerintah India yaitu Foreign Contribution Regulation Act
(FCRA) disusun untuk mengatur tentang pendanaan asing terhadap organisasi non
pemerintah namun di pandang gagal karena ketidaksesuaian perarturan ini dengan
hukum, prinsip dan standar internasional. Pada tahun 2014 pemerintah India
menggunakan peraturan ini untuk memberhentikan pendanaan asing terhadap
organisasi non pemerintah yang mengkritik tindakan dan kebijakan pemerintah.
gerakan dan organisasi yang dijalankan oleh kelompok Dalit dan muslim menjadi
pihak yang mendapat dampak atas tindakan tersebut, karena kehadirannya di
pandang membawa gesekan di tengah masyarakat dan pemerintah sendiri.
3
Faktor ketiga yaitu minimnya kepatuhan India terhadap norma dan hukum
yang berlaku. Sebuah laporan yang didasarkan pada analisis Indian Penal Code
atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) India menjelaskan bagaimana
Hukum Pidana India digunakan untuk membatasi dan menekan kebebasan
berbicara di India, khususnya untuk membatasi aktivitas wartawan dan organisasi
nonpemerintah yang memiliki agenda yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
pemerintah. (Vini, 2018) hukum ini salah satu tantangan yang besar bagi aktivis
minoritas seperti agama dan suku serta diskriminasi berdasarkan kasta, khususnya
para aktivis Dalit.
Pada perkembangan nya India telah beberapa kali menyusun aturan serta
meratifikasi perjanjian internasional dalam rangka melindungi hak hak perempuan
dalit namun pada penerapannya undang undang dan hukum yang di berlakukan
tidak sesuai pada penerapannya dengan upaya yang di lakukan. berbanding
terbalik justru hukum malah menjadikan hak hak sipil sipil perempuan dan
masyarakat dallit ditekan oleh karena itu di perlukan upaya yang lebih efektif
nuntuk mendorong proses penerapannya dan hukum yang adiul terhadap
perempuan Dalit di India serta memastikan hak hak mereka sebagi warga negara.
Sistem kasta di India menempatkan Dalit sebagai kasta paling rendah di
India sehingga keberadaannya sering tidak dianggap. kasta Dalit disebut juga
sebagai 'untouchable' atau tidak tersentuh karena di negara india sendiri masih
menerapakan sistem kasta. Empat sistem kasta yang di akui yaitu, brahmana,
ksatrya, weisya, dan sudra. Kasta dalit adalah kelompok yang masih mendapat
perlakuan tidak layak atau diskriminasi dari kasta atas karena dalit di anggap
sebagai orang buangan.
Dilansir dari National Geographic ada sekitar 25% dari populasi india
dengan jumlah 1,3 miliar orang yang tergolong dalam kasta Dalit dan suku Adivas
yang dimana kaduanya telah terpinggirkan secara sosial dan ekonomi
(Rusdiana, 2022)
. kaum Dalit tidak memiliki pekerjaan yang layak kebanyakan dari mereka
hanya bisa, menjadi pemulung, bekerja di tempat batu bara dan melakukan
pekerjaan kotor sebagian besar mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang
layak kebanyakan mereka tinggal di trotoar dengan mendirikan tenda. Pada tahun
1950 sudah diberlakukan penghapusan sistem kasta oleh pemerintah india yang
4
bertujuan untuk mengurangi disriminasi kasta yang terjadi namun sistem kasta
tersebut sudah turun temurun dan susah untuk dihapuskan sehingga penghapusan
tersebut dilakukan hanya untuk formalitas saja khusnya untuk masyarakat
pedesaan (Rusdiana, 2022). karena sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil
perempuan dari kasta rendah yaitu Sampat Pal Devi kelahiran 1960 merupakan
seorang aktivis Feminis indiayang membentuk upaya pergerakan kesetaraan
gender dengan membuat sebuah kelompok yang bernama “Gulabi Gang” yang
secara resmi di bentuk pada tahun 2006 dan pertama kali muncul di negara bagian
Uttar Pradesh (Miller, 2010). Pal Devi mendapat banyak kesulitan salah satunya
ia tidak bisa menyelesaikan sekolahnya kemudian pal devi juga sering membantu
korban yang mengalami ketidakadilan sehingga hal tersebut yang
melatarbelakangi pal devi menjadi pendiri kelompok “Gulabi Gang” tersebut.
Menurut data hasil sensus kependudukan yang dilakukan oleh Departemen
Dalam Negeri Pemerintah India pada tahun 2011, jumlah populasi scheduled
caste atau dapat disebut Dalit yaitu 16,6% (sekitar 201,4 juta jiwa) dari
keseluruhan populasi di India pada waktu itu yang berjumlah 1,2 milyar jiwa.
Jumlah populasi Dalit ini meningkat 35 juta jiwa dari 1 dekade sebelumnya
menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2001. Hingga pada tahun 2018 jumlah
populasi di India berjumlah 1,35 milyar jiwa. Hingga pada tahun 2018 jumlah
populasi di India berjumlah 1,35 milyar jiwa. diperkirakan jumlah populasi Dalit
pun meningkat, meskipun pemerintah India belum mengeluarkan data resmi
dikarenakan sensus dilakukan per-10 tahun.
Grafik 1.2
Persebaran Kasta Dalit di India
5
Sumber: Census of India 2011 - Registrar General & Census Commissioner,
MinistryofHomeAffairs,India,http://www.censusindia.gov.in/2011Census/pes/
Pesreport.pdf, diakses pada tanggal 1 Maret 2023.
6
Gambar 1: “Varnas” atau Kategori Kasta di India
Sumber: All India Dalit Mahila Adhikar Manch (2021)
7
ketika mencari sumber daya publik atau menuntut keadilan usai kekerasan yang
sudah terjadi kepada mereka sedangkan dalam ranah pribadi perempuan dalit di
serang oleh suami mereka sendiri karena dianggap tidak bisa menjadi istri yang
berbakti atau tidak melahirkan anak laki-laki khusunya serta tidak membawa
mahar banyak pada saat pernikahan. terdapat kebiasaan sosial dan praktik
keaagaman dalam masyarakat hindu terhadap perempuan dalit yaitu devadasi atau
pelacuran kuil yang dimana wanita di bawah umur dinikahkan orangtuanya
dengan dewa desa serta di eksploitasi secara seksual oleh orang kaya dan
memiliki kekeuasaan di desa tersebut. perempuan Dalit selalu menjadi subjek
eksploitasi dan kekerasan karena berasal dari kasta rendah sehingga tidak pantas
untuk dihormati.
Perempuan Dalit menyuarakan permasalahan mengena permasalahan kasta
ke ruang publik diskriminasi kekerasan dan kerugian yang di alami oleh
perempuan Dalit masih berlangsung hingga saat ini. diantaranya kekerasan yang
terjadi pada perempuan Dalit terjadi pada 14 september 2020 seorang perempuan
kasta Dalit berumuir 19 tahun telah menjadi korbaqn pemerkosaan oleh empat
orang pria di kota hathras, uttar prdes (husaain 2020). Diskriminasi terhadap
perempuan Dalit selalu mengalami peningkatan di setiap tahunyya, kejahatan
pelanggaran HAM di kasta Dalit sangat besar dibuktikan dengan beberapa tajuk
internasional, dianataranya: ‘Under India's caste system, Dalits are considered
untouchable. The coronavirus is intensifying that slur’ (sur, 2020) ‘Dalit Children
Beaten to Death in India for Open Defecation’ (Aljazeera.com, 2019) ‘The Indian
Dalit Man Killed for Eating in Front of Upper Caste’ (Khare Vineet, 2019).
Dalam keadaan sekarang isu-isu minoritas, etnis, gender, kasta memiliki
menjadi debat kebijakan meskipun, diskriminasi berbasis kasta dan gender diakui
sebagai satu hambatan utama untuk mencapai kesetaraan dan pemberdayaan
gender perempuan Dalit. di India, perempuan Dalit menderita diskriminasi
berbagai diskriminasi telah menyebabkan perempuan Dalit dikucilkan secara
ekstrim di lembaga publik, masyarakat dan keluarga. mereka tidak memainkan
peran yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam keluarga,
komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih besar. Jadi, mereka terletak di dasar
semua bentuk pengucilan. wanita muda sering menikah di usia yang sangat dini
8
sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka, mengakibatkan buta huruf
yang tinggi tarif dan ketidakmampuan untuk mandiri dan berkontribusi secara
finansial untuk keluarga. Perempuan Dalit mendapat skor paling bawah untuk
sebagian besar indikator sosial di Nepal, sepertimelek huruf (12%), umur panjang
(42 tahun) 1, kesehatan dan partisipasi politik. Gadis-gadis Dalit kurang
beruntung dan menderita secara tidak proporsional dari efek kekurangan gizi,
kematian bayi dan kurangnya pendidikan.” (International Dalit Solidarity
Network,2013).
Dalam mengatasi diskriminasi kasta di India International Dalit Solidarity
Network (IDSN) mempunyai tujuan untuk mengadvokasi atau menangani hak
asasi manusia Dalit untuk meningkatkan masalah Dalit secara nasional maupun
internasional (International Dalit Solidarity Network, n.d.) . IDSN aktif
menyeruakan masalah diskriminasi kasta di dunia. IDSN didirikan oleh orang
India dan aktivis dari luar negeri, yang bekerja di organisasi internasional lain
sebelumnya (E Zabilit, 2010) . IDSN tercatat menjadi organisasi resmi pada
2003 dan memiliki sekretariat di Copenhagen, Denmark. IDSN memiliki dampak
yang signifikan bagi kasus diskriminasi kasta sebagai pelanggaran hak asasi
manusia.
Sejak tahun 2005 hingga saat ini IDSN aktif dalam memperjuangkan hak
Dalit dan mengeluarkan annual report. IDSN merupakan jaringan atau platform
tingkat nasional dari berbagai negara yang terkena kasta serta jaringan solidaritas
bagi kaum Dalit di negara lain yang perduli terhadap hak asasi manusia yang
seharusnya diterima oleh setiap manusia tanpa adanya batasan perbedaan
mengenai kasta. Anggota yang tergabung dalam IDSN terdapat di beberapa
negara selain India seperti Nepal, Bangladesh, Pakistan. Semua anggota IDSN
diharapkan menyetujui dan sejalan dengan maksud serta tujuan dari IDSN.
dengan melibatkan PBB dan Uni Eropa dan lembaga multilateral lainnya IDSN
mempunyai dampak yang signifikan terhadap kasus diskriminasi kasta ssebagai
masalah hak asasi manusia.
IDSN membuat input penting dalam bentuk dokumentasi dan melakukan
lobi di tingkat nasional maupun internasional. IDSN bekerjasama dengan negara
negara lain seperti Jepang, Inggris dan Nepal dan negara lainya yang memiliki
9
masalah yang sama. IDSN berusaha untuk mengakhiri bentuk diskriminasi kasta
khusnya terhadap perempuan di india melalui bentuk advokasi nyata. Hubungan
erat antara National Campaign on Dalit Human Rights (NCDHR) dan
International Dalit Solidarity Network (IDSN) merupakan kekuatan penting dari
gerakan hak-hak Dalit. dengan bekerja sama dengan satu sama lain, kedua
organisasi telah memaksimalkan efektivitas mereka. IDSN memfasilitasi aliran
sumber daya material, keahlian dan keterampilan ke India sementara NCDHR
memastikan bahwa organisasi eksternal mendapatkan informasi penting mengenai
kondisi lokal, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan
advokasi atas nama Dalit (Burger man, 1998).
Dalam hal ini, peranan PBB sebagai rezim internasional terkuat di dunia
sangat dibutuhkan untuk mendisiplinkan India agar bertindak sesuai dengan
standar serta norma internasional mengingat negara ini merupakan penandatangan
dari berbagai perjanjian HAM internasional. akan tetapi, permasalahan
diskriminasi kasta dan gender masih merupakan hal baru dalam kerangka kerja
PBB. dibutuhkan keterlibatan, peranan serta upaya dari berbagai organisasi
nonpemerintah lokal dan global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
isu ini di PBB.
IDSN melakukan perannya melalui tiga cara, yaitu melalui peran advokasi,
peran pengawasan, dan peran fasilitator. Pada tahun 2019 IDSN menjalin
kerjasama dengan Office of the United Nations High Commissioner for Human
Rights (OHCHR) salah satu organisasi dari PBB yang bekerja untuk melindungi
hak hak asasi manusia, yang ada dalam hukum internasional dan Deklarasi
Universal Hak tahun 1948 (IDSN, 2019). beberapa delegasi IDSN berpartisipasi
pada acara PBB dan konsultan advokasi IDSN mengadakan pertemuan dengan
pejabat negara Asia yang relevan dan staf OHCHR lainnya, pada pertemuan
tersebut membahas menangani kekerasan terhadap perempuan, bisnis dan hak
asasi manusia, perbudakan dan bidang terkait lainnya.
Sejak tahun 2021, IDSN telah bekerja sama dengan Asia Floor Wafe
Alliance (AFWA) untuk menarik perhatian hingga pemerkosaan dan pembunuhan
wanita muda Dalit, Jeyasre Kathiravel, oleh pengawas kasta dominannya di
sebuah garmen pabrik yang memasok merek pakaian global. Pada April 2021,
10
IDSN mengeluarkan pernyataan bersama ‘Act Now” untuk mengakhiri kekerasan
dan diskriminasi berbasis kasta dan gender di industri garmen menyerukan
perjanjian yang mengikat tentang kekerasan berbasis kasta dan gender’. IDSN
mempromosikan pernyataan melalui semua saluran komunikasi IDSN. IDSN juga
mengirimkan pernyataan kepada European Members Parliament (MEP), delegasi
dan pejabat PBB dan lainnya pemangku kepentingan utama UE dan PBB.
Oleh karena itu penulis tertarik meneliti mengenai pola dan strategi
advokasi organisasi IDSN dalam level domestik dan internasioal. Berdasarkan
penjabaran diatas maka peneliti ingin menganalisa lebih lanjut mengenai strategi
dan pola pergerakan organisasi IDSN secara internasional, serta impikasi dari
advokasi dalam memperjuangkan dan menyuarakan hak-hak kelompok Dalit yang
selama ini mengalami diskriminasi di India. Sehingga kedepannya dapat menjadi
11
acuan dalam penelitian lain sekaligus membantu menyuarakan isu diskriminasi
kasta Dalit di India. Maka berdasarkan latar belakang serta permasalahan yang
telah dipaparkan, penulis mengangkat fenomena ini menjadi sebuah penelitian
yang berjudul “UPAYA INTERNASIONAL DALIT SOLIDARITY
NETWORK DALAM MENGATASI DISKRIMINASI TERHADAP
PEREMPUAN KASTA DALIT DI INDIA”
12
1.4.1. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan yang dilakukan IDSN
dalam Kurun waktu 2019-2021 dan bagaimana rekomendasi atau
advokasi yang di lakukan sebagai upaya untuk memperjuangkan hak hak
perempuan Dalit untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan di
India.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwasannya kekerasan yang
dialami perempuan Dalit bukan hanya disebabkan oleh kekerasan
langsung dan struktural, namun juga dapat terjadi karena adanya
perbedaan kasta yang menjadi pendorong terjadinya kekerasan. Hal ini
berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan. bahwasanya
kekerasan yang dialami oleh perempuan Dalit di India benar-benar
memprihatinkan. Sehingga dengan adanya penelitian ini semoga bisa
menjawab rumusan masalah yang telah dibuat penulis.
13
b. Bagi Khalayak dan Universitas
Penelitian ini dapat dijadikan sumber untuk penelitian selanjutnya,
dapat membantu pengembangan riset di universitas serta diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam bentuk informasi bagi
mahasiswa di jurusan Hubungan Internasional dalam mengkaji dan
memahami konsep Organisasi Internasional dan Kerjasama
Internasional.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini memuat mengenai ringkasan tertulis seperti jurnal, artikel,
buku dan dokumen lain yang mendeskripsikan teori serta informasi yang relavan
dengan fokus penelitian dan mengorganisasikan pustaka ke dalam topik dan
dokumen yang dibutuhkan untuk proposal penelitian:
Literatur pertama, yaitu “Peran UN Women Dalam Mempengaruhi
Kebijakan Pemerintah India Terkait Kasus Kekerasan terjadjap Perempuan Tahun
2011-2015 milik (Sabilina Mareta) Universitas Airlangga. Jurnal ini membahas
mengenai peran UN Women dengan pemerintah dan masyarakat sipil India, yang
melakukan kerjasama dalam bidang pemberdayaan digital perempuan melalui
program Information and Communication Technoloqy (ICT). Teknologi tersebut
diperkenalkan sejak bulan Desember 2004 dan direvisi ditahun 2010 untuk
memberi kesempatan pada masyarakat tahap menengah sehingga
mengembangkan kapasitas dengan bantuan komputer. Information and
Communication Technoloqy (ICT) di kembangkan di 16 distrik yang terbagi
dalam lima negara bagian India seperti Madhya Pradesh, Andra Pradesh,
Karnataka, Odisha dan Rajastha untuk membuat posisi perwakilan perempuan
terpilih dan pemimpin dalam penyedia layanan dan pengguna informasi. UN
Women merupakan penghubung dalam menjalin kerjasama dengan organisasi
lainnya seperti Kutch Mahila Vikas Sangathan (KMVS), IT for Change from
Karnataka dan Area Networking and Development Initiatives (ANANDI) (Taylor
2012).
Hasil dari penelitian ini UN Women menerapkan program dalam
menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di India yaitu
melalui beberapa program sehingga mampu mempengarhi kebijakan pemerintah
India dengan melakukan pemberdayaan perempuan serta sebagai fasilitator guna
memasukan perempuan dalam sistem perpolitikan di India. program yang
dilakukan diantaranya adalah Department of Peacekeeping Operations (DPKO)
dan The Centre for United Nations Peacekeeping (CUNPK) serta pembentukan
Justice Verma Committee. upaya yang dilakukan UN Women menunjukan bahwa
organisasi internasional tersebut mampu mempengaruhi kebijakan meskipun
kasus kekerasan perempuan yang terjadi di India belum mampu ditekan secara
signifikan.
Secara signifikan, penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan seperti fokus yang di bahas mengenai kekerasan perempuan yang
terjadi di India seperti serangan fisik, pemerkosaan, pemukulan dan penyiksaan.
perbedaan dari penelitian ini dapat dilihat dari Organisasi Internasional yang
menangani kekerasan perempuan di India dalam jurnal ini organisasi yang
menangani adalah Un Women sedangkan dalam penelitian saya adalah
Internasional dalit solidarity network (IDSN) serta kekerasan perempuan yang di
bahas adalah kekerasan kultural berbasis kasta yaitu kasta Dalit.
Selanjutnya Literatur kedua, yakni “Tulisan The Situation of Dalit Rural
Woman yang ditulis oleh Navsarjan dan Fedo”. tulisan ini membahas terkait
situasi perempuan pedesaan Dalit. perempuan pedesaan Dalit memiliki akses dan
kendali yang sangat terbatas atas tanah, yang pada gilirannya menyebabkan
kekurangan pangan. mereka juga kekurangan akses ke air dan sumber daya
komunal lainnya ketika sumber daya tersebut berada di daerah nonDalit, para
wanita diserang karena mencoba menggunakannya. dalam hal infrastruktur dan
sumber daya di komunitas Dalit, pemerintah seringkali mengabaikan area tersebut
dan tidak mengalokasikan dana yang diperlukan untuk memastikan kesetaraan
akses ke sumber daya. selanjutnya, perempuan Dalit tidak memiliki pilihan
pekerjaan dan peluang mata pencaharian lainnya, lebih dari rekan laki-laki Dalit
mereka. di India, perempuan Dalit sering menghadapi kekerasan ketika mencoba
untuk menuntut hak-hak mereka di bidang-bidang seperti akses ke perumahan, air
minum, sistem distribusi publik (PDS), pendidikan atau ruang terbuka untuk
buang air besar sembarangan. Dalam sebuah studi tentang 'ketidaktersentuhan' di
1.589 desa di Gujarat, LSM Navsarjan Trust menemukan bahwa orang Dalit tidak
diperbolehkan mengambil air dari keran di daerah non-Dalit di 71,4 persen desa
16
tersebut. Dalam 66,2 persen dari mereka, bidan non-Dalit menolak melayani
perempuan Dalit.
17
peran yang dimainkan oleh perempuan Dalit secara konsisten berada di bawah
rekan laki-laki mereka. terdapat persamaan mengenai fokus yang di bahas yaitu
kekerasan perempuan Dalit dan yang menjadi perbedaan disini adalah
rekomendasi yang di buat tulisan ini adalah rekomendasi dari penulis dan tidak
menjelaskan organisasi yang terlibat atau menangani kekerasan tersebut.
Terakhir, literatur keempat: Jurnal Torture on Dalit Women in India, yang
ditulis Rohani Dahiya. Jurnal ini membahas mengenai aspek-aspek penyiksaan
yang menjadi ciri dari kehidupan perempuan Dalit di India. Dan tulisan ini juga
membahas terkait undang-undang untuk menentang terhadap kekerasan
perempuan Dalit serta efektivitas undang-undang dalam mengungkap pola
impunitas (Dahiya 2021). Secara keseluruhan tulisan ini membantu mengungkap
ketidaktampakan penderitaan perempuan Dalit dan mengusulkan bahwa analisis
titik-temu menjadi keharusan dalam memahami penyiksaan berlipat ganda yang
mereka hadapi.
Kesimpulan dari jurnal ini adalah Momen dalam waktu menuntut analisis
Law and Policy yang komprehensif kerangka kerja yang sebagai penjelasan
alternatif terhadap penyiksaan dan diskriminasi memahami sifat konstitutif dari
struktur kekuasaan dan norma yang berbeda dan mengatasinya dengan lebih baik
kasus marjinalisasi perempuan Dalit yang semakin parah di India. Namun,
persimpangan pandangan akan lama terpinggirkan jika negara dan masyarakat
sipil terus berpandangan diskriminasi dan penyiksaan melalui lensa pendekatan
eksklusif. sehingga berdasarkan jurnal tersebut penulis bisa melihat persamaan
fokus yang di bahas yaitu kekerasan terhadap perempuan dalit serta perbedaan nya
terletak dalam teori yang di gunakan jurnal ini menerapkan sudut pandang Law
and Policy untuk menangani kekerasan perempuan dalit.
18
English School memiliki elemen-elemen penting dari kedua perspektif teoretis
yang berbeda tersebut seperti realisme, English school mengakui adanya anarki
dalam hubungan internasional dan setiap negara harus mengupayakan sendiri
keamanan dan kelangsungan hidupnya (Ghilda Fitrisia, 2015).
19
anarki internasional di pusat teori HI. Posisi ini secara luas sejajar dengan
realisme arus utama dan neorealisme dan dengan demikian berkembang dengan
baik dan dipahami dengan jelas. Hedley Bull mendefinisikan International
System yang dibentuk apabila dua negara atau lebih memiliki kontak dua arah dan
memiliki dampak yang cukup pada keputusan satu sama lain yang menyebabkan
mereka berperilaku sebagai bagian darikeseluruhan. Berdasarkan definisi tersebut,
International System secara utama adalah mengenai kekuatan politik diantara
negara-negara yang tindakannya dikondisikan berdasarkan struktur anarki
internasional.
International Society (Grotius) menjelskan bahwa pelembagaan
kepentingan dan identitas bersama di antara negara-negara, dan Rasionalisme
menempatkan penciptaan dan pemeliharaan norma, aturan, dan institusi bersama
di pusat teori HI. Posisi ini memiliki beberapa kesetaraan dengan teori rezim
tetapi jauh lebih dalam, memiliki implikasi konstitutif daripada sekadar
instrumental. masyarakat internasional telah menjadi fokus utama pemikiran
English School, dan konsepnya berkembang cukup baik dan relatif jelas.
International Society mempunyai fokus pada hubungan antar negara dan
bagaimana norma dan institusi internasional membantu untuk memelihara
hubungan negara. International Society memainkan peran penting dalam
memelihara perdamaian dan stabilitas internasional, dan bahwa negara-negara
harus menghormati norma dan institusi yang ada untuk memastikan hubungan
yang baik dan stabil antar negara. Oleh karena itu, International Society
memegang peran penting dalam menjaga kedamaian dan mengatasi konflik antar
negara (Barry Buzzan, 2004).
World Society menurut Barry Buzan, masyarakat internasional merupakan
sekelompok masyarakat yang melembagakan ide-ide bersama yang kemudian
berujung pada rezim internasional Rezim internasional yang dimaksud seperti
misalnya undang-undang dan hukum internasional (Barry Buzzan, 2004).
Masyarakat internasional dianggap dapat menciptakan perdamaian dunia jika para
anggotanya mematuhi hukum atau norma yang disepakati bersama yang menjadi
kontrol untuk bersikap menahan diri. Namun, pernyataan ini dikritik terlalu west–
oriented. dan masyarakat internasional berjalan dalam suasana balance of power.
20
World Society (Kant) menjadikan individu, organisasi non-negara, dan
akhirnya populasi global secara keseluruhan sebagai fokus identitas dan
pengaturan masyarakat global, dan Revolusionisme menempatkan transendensi
sistem negara di pusat teori HI. Revolusionisme sebagian besar tentang bentuk
kosmo-universalis politanisme. Itu bisa termasuk komunisme, tetapi seperti yang
dicatat Wæver, hari-hari ini biasanya diartikan sebagai liberalisme. posisi ini
memiliki beberapa kesejajaran dengan transnasionalisme, tetapi membawa
hubungan yang jauh lebih mendasar dengan teori politik normati (Barry Buzzan,
2004).
Solidaritas masyarakat internasonal merupakan wujud atau hasil dari
kosmopolitanisme atau pengembangan nilai-nilai pada tingkat individu. Pada
maret tahun 2002 terbentuk organisasi International Dalit Solidarity Network
karena banyak terjadi kekerasan terhadap kasta Dalit dan menjadi salah satu bukti
penerapan prinsip World Society, di mana solidaritas masyarakat internasional
terkait isu hak hak msyarakat Dalit utamanya perempuan yang terkena
diskriminasi menjadi awal terbentuknya forum IDSN tersebut.
21
We call them advocacy networks because advocates plead the causes of
others or defend a cause or proposition; they are standins for persons or
ideas. Advocacy captures what is unique about these transntional networks –
they are organized to promote causes, principled ideas and norms, and often
involve individuals advocating policy changes that cannot be easily linked to
their ‘interests’. (Margaret E. Keck Kathryn Sikkink, 1998).
22
orang yang peduli akan sebuah masalah dan siap mengeluarkan biaya yang
signifikan dan bertindak untuk mencapai tujuannya. Aktivis akan membentuk
jaringan ketika mereka percaya itu akan memajukan misi organisasi dengan
berbagi informasi, mendapatkan visibilitas yang lebih besar, mendapatkan akses
ke publik yang berbeda, memperbanyak saluran akses kelembagaan, dan
sebagainya (Oliver & Marwell, n.d.).
23
2. Strategy symbolic politics
Kemampuan untuk menyampaikan secara simbolik menggunakan narasi,
tindakan, atau cerita yang mampu mewakili penggambaran isu yang dibawa ke
masyarakat luas. politik simbolik didasarkan pada mobilisasi simbol, aksi, atau
cerita yang memiliki legitimasi tinggi sebagai bagian dari proses persuasi yang
akan menciptakan kesadaran (Kateryna Pishchikova, 2006) . dilakukan dengan
mengadakan ceremony, peringatan kejadian atau hari-hari istimewa yang terkait
dengan isu yang diperjuangkan sehingga masyarakat memperhatikan issue
tersebut.
3. Starategi leverage Politics
Strategi mengumpulkan orang-orang berpengaruh untuk memperkuat
pergerakan jaringan. dalam meningkatkan
kesadaran moral, komunitas
internasional mengenal istilah ‘naming and shaming’ (Thomas Risse, 1999) .
Kelompok yang lebih inferior akan memperoleh pengaruh yang melampaui
kemampuannya dengan bantuan pengaruh moral dan material yang dihasilkan dari
mobilisasi rasa malu, misal dengan World Bank, PBB, WHO, UNICEF, dan
lainnya.
4. Strategi accountability politics
Strategi untuk selalu mengingatkan pemerintah agar
mempertanggungjawabkan kebijakannya sesuai dengan nilai-nilai yang telah
disepakati. Menurut Keck dan Sikkink, keberhasilan TAN dalam memobilisasi
dukungan sangat ditentukan oleh kekuatan dan kerapatan jaringan, kelemahan
atau tingkat kerawanan target.
Dalam penerapan Trans Advokasi Network, Strategi Levearge Politics
dilakukan Dengan melibatkan PBB dan Uni Eropa dan lembaga multilateral lain
nya IDSN mempunyai dampak yang signifikan terhadap kasus diskriminasi kasta
sebagai masalah hak asasi manusia. Information Politic terwujud pada April 2021,
IDSN mengeluarkan pernyataan bersama ‘Act Now” untuk mengakhiri kekerasan
dan diskriminasi berbasis kasta dan gender di industri garmen menyerukan
perjanjian yang mengikat tentang kekerasan berbasis kasta dan gender’. IDSN
mempromosikan pernyataan melalui semua saluran komunikasi IDSN seperti
Tweeter, Facebook dll.
24
2.3. Asumsi Penelitian
International dalit solidarity Network (IDSN) memilih pola strategi
komprehensif sesuai dengan teori Transnational Advocacy Network (TAN) yaitu
dengan memanfaatkan jejaring internasional untuk membuat isu diskriminasi
terhadap perempuan Dalit menjadi masalah hak asasi manusia internasional.
Strategi ini dipilih karena mampu memberi bargaining position atas afiliasi
dengan organisasi serupa di negara lain, terlebih dengan PBB dan Uni Eropa.
keikutsertaan India dalam keanggotaan PBB, dan posisi India sebagai salah satu
partner strategis Uni Eropa menjadi keuntungan bagi IDSN dalam menyoroti
ketidakmampuan pemerintah India dalam menyelesaikan masalah diskriminasi
terhadap perempuan yang terus berlangsung dari dulu hingga sekarang. Jaringan
solidaritas dan aktivisme internasional akan mempermudah mobilisasi isu,
sehingga India merasakan tekanan global atas masalah pelanggaran HAM
terhadap perempuan Dalit. Jejaring yang dibangun turut serta mengawal sehingga
kelompok Dalit merasa terlindungi dan bisa menyuarakan isu kekerasan melalui
berbagai forum internasional.
Situasi Kekerasan
terhadap perempuan
Dalit di India
IDSN
bekerjasama Rekomendasi dan Trans Advokasi Network:
dengan Asia Floor Advokasi IDSN Strategi Levearge
Wafe Alliance Politics
(AFWA Information
Politic
25
Solidarity dan Anti lingkup atas kasus
kekerasan terhadap perempuan Dalit
BAB III
METODE PENELITIAN
26
ada, kemudian berdasarkan pada kerangka pemikiran disusun secara sistematis
sehingga dapat menghasilkan sebuah hubungan antar fakta diharapkan dari
penelitian ini dapat menjelaskan secara menyeluruh mengenai peranan IDSN
menangani kekerasan perempuan dalit di India.
Pengertian dari analisis data ialah mengatur secara sistematis bahan hasil
dari wawancara maupun observasi, lalu menafsirkannya hingga akan
menghasilkan sebuah pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang baru
(Raco, 2010)
. terdapat empat tahapan aktivitas yang dilakukan dalam melakukan analisis
data setelah data telah terkumpul, yakni data collection, data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification (Milles & Huberman, 1992).
a. Data collection
Tahapan pertama analisis data yaitu mengumpulkan semia sumber data
hasil observasi baik dalam dokumentasi, wawancara, atau yang berkaitan dengan
variabel-variabel yang kemudian akan dikategorikan dan diberikan penajaman
sehingga berbentuk rangkaian informasi.
b. Data reduction
Data yang diperoleh dilapangan berjumlah banyak, sehingga harus
dipangkas dan disesuaikan. Reduksi data bertujuan untuk mensederhanakan data
agar mempermudah penulis untuk memahami data yang diperoleh di lapangan.
Data kualitatif dapat disederhanakan dengan cara merangkum, melakukan seleksi
27
data pokok, digolongkan berdasarkan poin-poin, dan lainnya. Reduksi data mejadi
hal penting mengingat data di lapangan cukup banyak, kompleks dan rumit
sehingga dapat dipahami dalam bentuk yang sederhana.
c. Data display
Setelah data di reduksi untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan
maka bagian selanjutnya adalah mendisplay data. Penyajian data dapat dilakukan
dalam bentuk uraian, bagan, flowchart, dan lainnya (Sugiyono, 2009, p. 95).
Dimana dalam proses ini dilakukan penyusunan informasi yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data bertujuan untuk
menguraikan data pokok yang telah diperoleh secara sistematis sesuai dengan
rumusan masalah, serta menghubungkan variabel-variabel yang ada.
d. Conclusion drawing/verification
Pengambilan kesimpulan digunakan untuk mencari makna, interpretasi dan
penjelasan dari data yang terkumpul yang diharapkan dapat menjawab rumusan
masalah. Dimana makna yang muncul dari data harus diuji validitasnya dan perlu
diverifikasi agar dapat dipertanggung jawabkan.
skripsi ini maka penulisan skripsi ini dilakukan dengan sistematika pembahasan
sebagai berikut:
28
perbandingan penelitian orang lain yang
memiliki kedekatan dengan topik yang di
ambil. di kerangka teoritis menjelaskan
mengenai teori yang di gunakan dalam
penelitian yaitu English School dan
terdapat Asumsi penelitian menjelaskan
mengenai kesimpulan sementara, yakni
kelompok Dalit merasa terlindungi dan
bisa menyuarakan isu kekerasan melalui
berbagai forum internasional.
29
REFERENSI
Agusti, S. (2022). Analisis kekerasan kultural perempuan Dalit India di era Pemerintahan
public. Aljazeera.Com.
Barry Buzzan. (2004). The English School of International Relations: A Case for
http://www.ukc.ac.uk/politics/englishSchool/
(IDSN).
<https://Www.Journals.vu.Lt/Acta-Orientaliavilnensia/Article/View/3649>.
J. Clyde MIitchell. (1973). Networks, norms and institutions (1st ed.). Network
Junita Chirstine Silitonga. (2021). United Nations Women dan Isu Perempuan
Dalit Di India.
31
Kateryna Pishchikova. (2006). Lost in Translation: USAID Assistance to
Khare Vineet. (2019). The Indian Dalit man killed for eating in front of upper-
https://doi.org/10.4324/9781315690827-21
Oliver, P. E., & Marwell, G. (n.d.). Mobilizing Technologies For Collective Action.
32
Sivakumar, I., & Manimekalai, K. (2021). Journal of International Women’s
Studies Masculinity and Challenges for Women in Indian Culture. 22(5), 427–
436.
sur, priyaly. (2020). Under India’s caste system, Dalits are considered
Tsutsui, K., Smith, J., Snow, D. A., Soule, S. A., Kriesi, H., & McCammon Wiley
Pelajar.
Universal Periodic Review - India. (2017). United Nations Human Right Council.
23.
Https://Www.Tribuneindia.Com/.
33