Anda di halaman 1dari 40

UPAYA INTERNATIONAL DALIT SOLIDARITY

NETWORK (IDSN) DALAM MENGATASI


DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN KASTA
DALIT DI INDIA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata-1
Pada Program Ilmu Hubungan Internasional

Oleh:
Putri Wulandari
192030290

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2022
UPAYA INTERNATIONAL DALIT SOLIDARITY
(IDSN) DALAM MENGATASI DISKRIMINASI
TERHADAP PEREMPUAN KASTA DALIT DI INDIA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata-1
Pada Program Ilmu Hubungan Internasional

Oleh:
PUTRI WULANDARI
192030290

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN/PENGESAHAN

KEBIJAKAN JUDUL TUGAS AKHIR FONT TIMES


NEW ROMAN UKURAN 16

Oleh:
NAMA MAHASISWA
NIM

Disetujui untuk diujikan pada tanggal


………………………………….

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nama dosen pembimbing Nama dosen pembimbing


NIDN: NIDN:

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Hubungan Internasional

Dr. M. Budiana, S.IP., M.Si. Drs. Alif Oktavian, M.H.


NIDN: 0402047002 NIDN:

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN/PENGESAHAN........................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................xi

DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................xiv

BAB I...........................................................................................................................1

PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1.1. Latar Belakang Penelitian..................................................................................1

1.2. Perumusan Masalah............................................................................................1

1.3. Pembatasan Masalah..........................................................................................1

1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................................................3

1.4.1. Tujuan Penelitian......................................................................................3

1.4.2. Kegunaan Penelitian.................................................................................3

BAB II..........................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4

2.1. Tinjauan Literatur..............................................................................................4

2.2. Kerangka Teoritis/Konseptual...........................................................................5

2.2.1. Teori yang di gunakan dalam penelitian...................................................5

2.2.2. Teori yang digunakan dalam penelitian....................................................6

2.3. Asumsi/Hipotesis Penelitian................................................................................6

2.4. Kerangka Analisis...............................................................................................7

BAB III........................................................................................................................8

iii
METODE PENELITIAN...........................................................................................8

3.1. Desain Penelitian.................................................................................................8

3.2. Teknik Pengumpulan..........................................................................................8

3.3. Teknik Analisis Data...........................................................................................8

3.4. Sistematika Penelitian.........................................................................................8

BAB IV.......................................................................................................................10

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN........................................................10

4.1. Pembahasan Variabel Peneliti............................................................................5

4.1.1. Sub – Bab Pembahasan Penelitian...........................................................5

4.1.2. Sub – Bab Pembahasan Penelitian...........................................................6

4.2. Pembahasan Variable Penelitian........................................................................5

BAB V........................................................................................................................15

KESIMPULAN.........................................................................................................15

5.1. Kesimpulan.................................................................................................15

5.2. Saran...........................................................................................................15

REFERENSI..............................................................................................................17

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tinjauan Literatur ......................................................................10


Tabel 4.1. Total Biaya Kerugian Perang Oleh Jepang Untuk Negara-
Negara yang Dijajah Sejak Tahun 1941 Hingga 1945 ............49

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Komleksitas Keamanan Kawasan...............................................18


Gambar 4.1. Diagram Poling Asahi Shimbun...................................................83

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Diskriminasi terhadap perempuan di India merupakan permasalahan yang
serius yang melanggar hak asasi manusia. kerap kali perempuan mendapat
diskriminasi atau kekerasan dari kaum laki-laki. kaum perempuan selalu di
pandang sebelah mata dalam hal apapun karena faktor budaya, kasta, adat dan
tradisi. dimana laki-laki ditempatkan pada sistem kekuatan teratas dan memiliki
hak istimewa (Rafiun, 2020). diskriminasi yang terjadi pada kasta dalit terjadi ke
berbagai kalangan sepeerti remaja, anak dan khusnya perempuan. sudah menjadi
fenomena global dan tidak dapat di pungkiri keberaadaannya bahwa kekerasan
terhadap perempuan di anggap sebagai salah satu bentuk diskriminasi dan
pelanggaran atas hak asasi manusia, perempuan merupakan salah satu objek yang
rentan mendapatkan perlakuan kekerasan (Agusti, 2022). India memiliki budaya
patriarki melalui simbolisme bahwa perempuan yang sejati yaitu perempuan yang
rela berkorban dan menunjukan dirinya. perempuan dituntut untuk tidak
menentang diskriminasi, subordinasi, dan eksploitasi. ruang gerak perempuan di
beri batasan untuk memiliki pendapat maupun aspirasi di luar pernikahan. sampai
perempuan tersebut belum menikah perempuan tersebut dikendalikan oleh laki-
laki sepenuhnya, perlindungan dan kesucianya dianggap sebagai tanda
kehormatan sang ayah (Sivakumar & Manimekalai, 2021).
Isu kekerasan terhadap perempun menjadi hal yang krusial di india dalam
kurun waktu 2019-2021 tercatat bahwa tingkat kekerasan terhadap perempuan
mengalami kenaikan hal ini dapat dilihat dari data National Crime Records
Bureau (NCRB). bahwa pada tahun 2019 tercatat sebanyak 405326 kasus
kekersan terhadap perrempuan di India, karena di tahun 2016-2018 kekerasan
terhadap perempuan menempati angka 338954 di tahun 2016, 359849 kaus di
tahun 2017, dan 378277 kasus di tahun 2018 (Crime in India, 2018). setiap tahun
laporan dari tindak kejahatan seperti kekerasan dan diskriminasi yang diterima

1
oleh perempuan di India bisa dikatakan cenderung mengalami peningkatan,
meskipun ada tahun yang mengalami penurunan tetapi tidak terlalu jauh.
Semakin tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan di India,
pemerintah India memperketat sistem hukum khususnya undang undang anti
kekerasan, salah satu undang undang yang di revisi adalah Racangan Undang-
Undang (RUU) Hukum Pidana tahun 2013 menambahkan beberapa beberapa poin
baru dianataranya seperti menambah masa kurungan penjara, menerapakan
hukuman mati bagi pelaku berulang atau menyebabkan koma (Noviyanti, 2021) .
India merupakan salah satu negara berkembang di Asia yang memiliki
banyak penduduk kedua setelah tiongkok sehingga terjadi masyarakat dan budaya
yang heterogen salah satunya adalah budaya sistem kasta mereka, terdapat empat
kasta yang diakui di india. ada satu kasta yang tidak di akui di india atau sering
mendapat diskriminasi yaitu kasta dalit bahkan ketika orang orang dalit berjalan
mereka harus mengikat pohon di pinggang mereka yang digunakan untuk
meghapus jejak kotor mereka serta membawa penampung ludah yang diikat ke
leher supaya ludah mereka tidak jatuh di jalan dan tidak mengotori warga lain.
Dalam banyak kasus pengadilan gagal dalam menegakan hukum karena
bersifat apatis dan agresif dari aparat negara yang membuat banyak laporan
kekerasan dan pelanggaran yang terjadi terhadap kasta Dalit yang tidak bisa di
proses untuk menangani hal tersebut pemerintah India menerbitkan The
Scheduled Castes and Scheduled Tribes (Preventation Of Atrocities) AEC tahun
1989 diamandemenkan kembali pada tahun 2016 yang memuat mengenai
pemberlakuan hukuman bagi pejabat pemerintah yang mengabaikan tugas
(Vundru, n.d.).
Di level internasional, India sudah menandatangani International
Convention of All Forms of Discrimination against Women (ICEDAW) dan
ICERD. namun, pada saat proses yang diasosiasikan dengan diskriminasi serta
perlakuan tidak baik atas dasar kasta dan gender menunkjukkan bahwa kurang
berjalannya upaya untuk memenuhi jaminan dan janji yang dibuat oleh
pemerintah India secara internasional maupun konstitusional terhadap perempuan
Dalit (Vini, 2018).

2
India beberapa kali meratifikasi dan konversi internasional yang
menyangkut mengenai diskriminasi dan kesetaraan hak, dianataranya UDHR
(Universal Declaration of Human Rights) pada 1948, ICERD (International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) pada 1968,
ICCPR (The International Covenant on Civil and Political Rights) pada 1979,
CEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimation
Againts Women) pada 1993, dan beberapa konvensi lainnya.
(Universal Periodic Review - India, 2017)
undang-undang diberlakukan pemerintah untuk melarang
diskriminasi dan kekerasan terhadap Dalit, namun realitas menujukkan Dalit
masih tetap teerpinggirkan. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi
mengenai kefefktifan penyelesaian permasalahan diskriminasi kasta terhadap
perempuan dalit di India.
Faktor pertama mengenai undang undang dan hukum yang di terapkan
masih belum sempurna terealisasikan kepada masyarakat India. Pemerintah India
memang mengakui bahwa diperlukannya penanganan diskriminasi kasta secara
lebih lanjut, kebujakan nasional yang di buat hanya berfokus pada bidang
kesetaraan pendidikan, belum mencakup sektor lain. mengenai perencanaan dan
budget di India lebih memfokuskan terhadap perempuan secara keseluruhan yang
berarti perencaan untuk perempuan dalit tidak wajib dilakukan.
Faktor kedua yaitu kontrol pemerintah India dalam menentrukan aktor
domestik yang mana diizinkan untuk mendapatkan akses terhadap jaringan dan
pendanaan asing. Tercantum dalam sebuah undang undang yang di tetapkan pada
tahun 2010 oleh pemerintah India yaitu Foreign Contribution Regulation Act
(FCRA) disusun untuk mengatur tentang pendanaan asing terhadap organisasi non
pemerintah namun di pandang gagal karena ketidaksesuaian perarturan ini dengan
hukum, prinsip dan standar internasional. Pada tahun 2014 pemerintah India
menggunakan peraturan ini untuk memberhentikan pendanaan asing terhadap
organisasi non pemerintah yang mengkritik tindakan dan kebijakan pemerintah.
gerakan dan organisasi yang dijalankan oleh kelompok Dalit dan muslim menjadi
pihak yang mendapat dampak atas tindakan tersebut, karena kehadirannya di
pandang membawa gesekan di tengah masyarakat dan pemerintah sendiri.

3
Faktor ketiga yaitu minimnya kepatuhan India terhadap norma dan hukum
yang berlaku. Sebuah laporan yang didasarkan pada analisis Indian Penal Code
atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) India menjelaskan bagaimana
Hukum Pidana India digunakan untuk membatasi dan menekan kebebasan
berbicara di India, khususnya untuk membatasi aktivitas wartawan dan organisasi
nonpemerintah yang memiliki agenda yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
pemerintah. (Vini, 2018) hukum ini salah satu tantangan yang besar bagi aktivis
minoritas seperti agama dan suku serta diskriminasi berdasarkan kasta, khususnya
para aktivis Dalit.
Pada perkembangan nya India telah beberapa kali menyusun aturan serta
meratifikasi perjanjian internasional dalam rangka melindungi hak hak perempuan
dalit namun pada penerapannya undang undang dan hukum yang di berlakukan
tidak sesuai pada penerapannya dengan upaya yang di lakukan. berbanding
terbalik justru hukum malah menjadikan hak hak sipil sipil perempuan dan
masyarakat dallit ditekan oleh karena itu di perlukan upaya yang lebih efektif
nuntuk mendorong proses penerapannya dan hukum yang adiul terhadap
perempuan Dalit di India serta memastikan hak hak mereka sebagi warga negara.
Sistem kasta di India menempatkan Dalit sebagai kasta paling rendah di
India sehingga keberadaannya sering tidak dianggap. kasta Dalit disebut juga
sebagai 'untouchable' atau tidak tersentuh karena di negara india sendiri masih
menerapakan sistem kasta. Empat sistem kasta yang di akui yaitu, brahmana,
ksatrya, weisya, dan sudra. Kasta dalit adalah kelompok yang masih mendapat
perlakuan tidak layak atau diskriminasi dari kasta atas karena dalit di anggap
sebagai orang buangan.
Dilansir dari National Geographic ada sekitar 25% dari populasi india
dengan jumlah 1,3 miliar orang yang tergolong dalam kasta Dalit dan suku Adivas
yang dimana kaduanya telah terpinggirkan secara sosial dan ekonomi
(Rusdiana, 2022)
. kaum Dalit tidak memiliki pekerjaan yang layak kebanyakan dari mereka
hanya bisa, menjadi pemulung, bekerja di tempat batu bara dan melakukan
pekerjaan kotor sebagian besar mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang
layak kebanyakan mereka tinggal di trotoar dengan mendirikan tenda. Pada tahun
1950 sudah diberlakukan penghapusan sistem kasta oleh pemerintah india yang

4
bertujuan untuk mengurangi disriminasi kasta yang terjadi namun sistem kasta
tersebut sudah turun temurun dan susah untuk dihapuskan sehingga penghapusan
tersebut dilakukan hanya untuk formalitas saja khusnya untuk masyarakat
pedesaan (Rusdiana, 2022). karena sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil
perempuan dari kasta rendah yaitu Sampat Pal Devi kelahiran 1960 merupakan
seorang aktivis Feminis indiayang membentuk upaya pergerakan kesetaraan
gender dengan membuat sebuah kelompok yang bernama “Gulabi Gang” yang
secara resmi di bentuk pada tahun 2006 dan pertama kali muncul di negara bagian
Uttar Pradesh (Miller, 2010). Pal Devi mendapat banyak kesulitan salah satunya
ia tidak bisa menyelesaikan sekolahnya kemudian pal devi juga sering membantu
korban yang mengalami ketidakadilan sehingga hal tersebut yang
melatarbelakangi pal devi menjadi pendiri kelompok “Gulabi Gang” tersebut.
Menurut data hasil sensus kependudukan yang dilakukan oleh Departemen
Dalam Negeri Pemerintah India pada tahun 2011, jumlah populasi scheduled
caste atau dapat disebut Dalit yaitu 16,6% (sekitar 201,4 juta jiwa) dari
keseluruhan populasi di India pada waktu itu yang berjumlah 1,2 milyar jiwa.
Jumlah populasi Dalit ini meningkat 35 juta jiwa dari 1 dekade sebelumnya
menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2001. Hingga pada tahun 2018 jumlah
populasi di India berjumlah 1,35 milyar jiwa. Hingga pada tahun 2018 jumlah
populasi di India berjumlah 1,35 milyar jiwa. diperkirakan jumlah populasi Dalit
pun meningkat, meskipun pemerintah India belum mengeluarkan data resmi
dikarenakan sensus dilakukan per-10 tahun.

Grafik 1.2
Persebaran Kasta Dalit di India

5
Sumber: Census of India 2011 - Registrar General & Census Commissioner,
MinistryofHomeAffairs,India,http://www.censusindia.gov.in/2011Census/pes/
Pesreport.pdf, diakses pada tanggal 1 Maret 2023.

Grafik di atas menunjukkan bahwa persebaran populasi Dalit yang berada


di bagian India dengan jumlah terbesar berada di Uttar Pradesh. India memiliki 29
negara bagian dan 7 union territories (UT). dari keseluruhan wilayah tersebut,
populasi Dalit tersebar hampir di seluruh wilayah India yaitu berada di 28 negara
bagian dan 5 UT. tindak diskriminasi yang diterima oleh Dalit bermacam-macam,
mulai dari mereka yang tidak diperbolehkan memasuki rumah milik orang yang
kastanya berada di atas mereka, tidak boleh mengambil air minum dengan tempat
yang sama seperti penduduk lainnya, dipaksa untuk mengerjakan pekerjaan yang
kotor, sampai perempuan-perempuan Dalit yang kerap menjadi sasaran tindak
pelecehan seksual karena dianggap tidak punya kekuatan.

6
Gambar 1: “Varnas” atau Kategori Kasta di India
Sumber: All India Dalit Mahila Adhikar Manch (2021)

Gambar di atas menjelaskan susunan kasta dari yang terendah hingga


tertinggi yang di tempati oleh kasta Brahim. kasta Dalit adalah mereka yang
disebut sebagai avarnas, chandalas, panchamas, anatayas, antyavasan, dan
atishudras. Yang dalam kitab suci agama Hindu Dalit berarti “Orang-orang
Rusak”. Dalit adalah suatu istilah yang yang di adopsi oleh dalit sendiri untuk
melihatkan fakta bahwa dalit adalah bagian yang tertindas di eksploitasi dan tidak
manusiawi dari masyarakat (Ramaiah, 1998). sistem kasta di India yang patriarki
menganggap bahwa perempuan dalit menjadi subjek eksploitasi dan kekerasan
karena berasal dari kasta rendah sehingga tidak pantas untuk di hormati. secara
rutin perempuan Dalit menjadi korban pekecehan verbal, pelecehan seksual dan
kelalaian medis dan menjadi sasaran serangan fisik. Salah satu fakta bahwa dokter
tidak memeriksa korban pemerkosaan dengan benar dan tidak membuat laporan
yang lengkap setelah hasil visum karena perempuan dalit mendapat tekanan dari
terdakwa yang mayoritasnya dari kasta atas atau masyarakat yang berpengaruh.
dan mengintimidasi para korban dan keluarga Dalit untuk tidak mendaftarkan
kasus apapun (C.J. Fuller, 1996) . perempuan dalit sering mendapat perlakuan
yang tidak adil dari masyarakat kasta atas dimana mereka tidak mendapatkan
akses kesehatan pendidikan, pekerjaan, partisipasi politiuk dan upacara adat yang
layak (Ansari, 2016) .
Dalam ranah publik maupun privat perempuan Dalit sering mengalami
kekerasan verbal, fisik, dan seksualitas. di ranah publik perempuan Dalit di serang

7
ketika mencari sumber daya publik atau menuntut keadilan usai kekerasan yang
sudah terjadi kepada mereka sedangkan dalam ranah pribadi perempuan dalit di
serang oleh suami mereka sendiri karena dianggap tidak bisa menjadi istri yang
berbakti atau tidak melahirkan anak laki-laki khusunya serta tidak membawa
mahar banyak pada saat pernikahan. terdapat kebiasaan sosial dan praktik
keaagaman dalam masyarakat hindu terhadap perempuan dalit yaitu devadasi atau
pelacuran kuil yang dimana wanita di bawah umur dinikahkan orangtuanya
dengan dewa desa serta di eksploitasi secara seksual oleh orang kaya dan
memiliki kekeuasaan di desa tersebut. perempuan Dalit selalu menjadi subjek
eksploitasi dan kekerasan karena berasal dari kasta rendah sehingga tidak pantas
untuk dihormati.
Perempuan Dalit menyuarakan permasalahan mengena permasalahan kasta
ke ruang publik diskriminasi kekerasan dan kerugian yang di alami oleh
perempuan Dalit masih berlangsung hingga saat ini. diantaranya kekerasan yang
terjadi pada perempuan Dalit terjadi pada 14 september 2020 seorang perempuan
kasta Dalit berumuir 19 tahun telah menjadi korbaqn pemerkosaan oleh empat
orang pria di kota hathras, uttar prdes (husaain 2020). Diskriminasi terhadap
perempuan Dalit selalu mengalami peningkatan di setiap tahunyya, kejahatan
pelanggaran HAM di kasta Dalit sangat besar dibuktikan dengan beberapa tajuk
internasional, dianataranya: ‘Under India's caste system, Dalits are considered
untouchable. The coronavirus is intensifying that slur’ (sur, 2020) ‘Dalit Children
Beaten to Death in India for Open Defecation’ (Aljazeera.com, 2019) ‘The Indian
Dalit Man Killed for Eating in Front of Upper Caste’ (Khare Vineet, 2019).
Dalam keadaan sekarang isu-isu minoritas, etnis, gender, kasta memiliki
menjadi debat kebijakan meskipun, diskriminasi berbasis kasta dan gender diakui
sebagai satu hambatan utama untuk mencapai kesetaraan dan pemberdayaan
gender perempuan Dalit. di India, perempuan Dalit menderita diskriminasi
berbagai diskriminasi telah menyebabkan perempuan Dalit dikucilkan secara
ekstrim di lembaga publik, masyarakat dan keluarga. mereka tidak memainkan
peran yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam keluarga,
komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih besar. Jadi, mereka terletak di dasar
semua bentuk pengucilan. wanita muda sering menikah di usia yang sangat dini

8
sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka, mengakibatkan buta huruf
yang tinggi tarif dan ketidakmampuan untuk mandiri dan berkontribusi secara
finansial untuk keluarga. Perempuan Dalit mendapat skor paling bawah untuk
sebagian besar indikator sosial di Nepal, sepertimelek huruf (12%), umur panjang
(42 tahun) 1, kesehatan dan partisipasi politik. Gadis-gadis Dalit kurang
beruntung dan menderita secara tidak proporsional dari efek kekurangan gizi,
kematian bayi dan kurangnya pendidikan.” (International Dalit Solidarity
Network,2013).
Dalam mengatasi diskriminasi kasta di India International Dalit Solidarity
Network (IDSN) mempunyai tujuan untuk mengadvokasi atau menangani hak
asasi manusia Dalit untuk meningkatkan masalah Dalit secara nasional maupun
internasional (International Dalit Solidarity Network, n.d.) . IDSN aktif
menyeruakan masalah diskriminasi kasta di dunia. IDSN didirikan oleh orang
India dan aktivis dari luar negeri, yang bekerja di organisasi internasional lain
sebelumnya (E Zabilit, 2010) . IDSN tercatat menjadi organisasi resmi pada
2003 dan memiliki sekretariat di Copenhagen, Denmark. IDSN memiliki dampak
yang signifikan bagi kasus diskriminasi kasta sebagai pelanggaran hak asasi
manusia.
Sejak tahun 2005 hingga saat ini IDSN aktif dalam memperjuangkan hak
Dalit dan mengeluarkan annual report. IDSN merupakan jaringan atau platform
tingkat nasional dari berbagai negara yang terkena kasta serta jaringan solidaritas
bagi kaum Dalit di negara lain yang perduli terhadap hak asasi manusia yang
seharusnya diterima oleh setiap manusia tanpa adanya batasan perbedaan
mengenai kasta. Anggota yang tergabung dalam IDSN terdapat di beberapa
negara selain India seperti Nepal, Bangladesh, Pakistan. Semua anggota IDSN
diharapkan menyetujui dan sejalan dengan maksud serta tujuan dari IDSN.
dengan melibatkan PBB dan Uni Eropa dan lembaga multilateral lainnya IDSN
mempunyai dampak yang signifikan terhadap kasus diskriminasi kasta ssebagai
masalah hak asasi manusia.
IDSN membuat input penting dalam bentuk dokumentasi dan melakukan
lobi di tingkat nasional maupun internasional. IDSN bekerjasama dengan negara
negara lain seperti Jepang, Inggris dan Nepal dan negara lainya yang memiliki

9
masalah yang sama. IDSN berusaha untuk mengakhiri bentuk diskriminasi kasta
khusnya terhadap perempuan di india melalui bentuk advokasi nyata. Hubungan
erat antara National Campaign on Dalit Human Rights (NCDHR) dan
International Dalit Solidarity Network (IDSN) merupakan kekuatan penting dari
gerakan hak-hak Dalit. dengan bekerja sama dengan satu sama lain, kedua
organisasi telah memaksimalkan efektivitas mereka. IDSN memfasilitasi aliran
sumber daya material, keahlian dan keterampilan ke India sementara NCDHR
memastikan bahwa organisasi eksternal mendapatkan informasi penting mengenai
kondisi lokal, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan
advokasi atas nama Dalit (Burger man, 1998).
Dalam hal ini, peranan PBB sebagai rezim internasional terkuat di dunia
sangat dibutuhkan untuk mendisiplinkan India agar bertindak sesuai dengan
standar serta norma internasional mengingat negara ini merupakan penandatangan
dari berbagai perjanjian HAM internasional. akan tetapi, permasalahan
diskriminasi kasta dan gender masih merupakan hal baru dalam kerangka kerja
PBB. dibutuhkan keterlibatan, peranan serta upaya dari berbagai organisasi
nonpemerintah lokal dan global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
isu ini di PBB.

IDSN melakukan perannya melalui tiga cara, yaitu melalui peran advokasi,
peran pengawasan, dan peran fasilitator. Pada tahun 2019 IDSN menjalin
kerjasama dengan Office of the United Nations High Commissioner for Human
Rights (OHCHR) salah satu organisasi dari PBB yang bekerja untuk melindungi
hak hak asasi manusia, yang ada dalam hukum internasional dan Deklarasi
Universal Hak tahun 1948 (IDSN, 2019). beberapa delegasi IDSN berpartisipasi
pada acara PBB dan konsultan advokasi IDSN mengadakan pertemuan dengan
pejabat negara Asia yang relevan dan staf OHCHR lainnya, pada pertemuan
tersebut membahas menangani kekerasan terhadap perempuan, bisnis dan hak
asasi manusia, perbudakan dan bidang terkait lainnya.

Sejak tahun 2021, IDSN telah bekerja sama dengan Asia Floor Wafe
Alliance (AFWA) untuk menarik perhatian hingga pemerkosaan dan pembunuhan
wanita muda Dalit, Jeyasre Kathiravel, oleh pengawas kasta dominannya di
sebuah garmen pabrik yang memasok merek pakaian global. Pada April 2021,

10
IDSN mengeluarkan pernyataan bersama ‘Act Now” untuk mengakhiri kekerasan
dan diskriminasi berbasis kasta dan gender di industri garmen menyerukan
perjanjian yang mengikat tentang kekerasan berbasis kasta dan gender’. IDSN
mempromosikan pernyataan melalui semua saluran komunikasi IDSN. IDSN juga
mengirimkan pernyataan kepada European Members Parliament (MEP), delegasi
dan pejabat PBB dan lainnya pemangku kepentingan utama UE dan PBB.

IDSN menyerukan tindakan untuk mengakhiri kekerasan berbasis kasta


dan gender di industri garmen, IDSN mengeluarkan rekomendasi mengenai
pengarahan tentang kasta dan kekerasan gender dan diskriminasi dalam rantai
pasokan garmen global, dibagikan kepada PBB dan UE dalam menangani ujuran
kebencian kasta dalam konteks global. IDSN juga merilis publikasi "Keadilan
Kasta dan Gender: mewujudkant tujuan global PBB untuk perempuan dan anak
perempuan Dalit 2019.

Diskriminasi kasta yang diterima oleh perempuan Dalit merupakan suatu


kasus yang melanggar hak asasi manusia. IDSN berusaha memperjuangkan hak-
hak yang seharusnya diterima kaum Dalit sebagai seorang manusia. Dalam
penelitian ini akan lebih fokus pada diskriminasi yang terjadi pada perempuan
Dalit di India. Sikap kejahatan berdasarkan perbedaan kasta ini sudah cukup lama
menjadi permasalahan yang terjadi di India, namun tidak mudah untuk
mengatasinya. Berbagai aktor yang terlibat, seperti IDSN beserta anggotanya baik
pada tingkat nasional maupun internasional, terus berusaha untuk membela hak
asasi manusia kaum Dalit yang tertindas di berbagai negara, seperti yang terjadi di
India. Bagaimanapun peran IDSN diharapkan akan sangat membantu mengurangi
sedikit demi sedikit permasalahan diskriminasi berdasarkan kasta yang terjadi di
India.

Oleh karena itu penulis tertarik meneliti mengenai pola dan strategi
advokasi organisasi IDSN dalam level domestik dan internasioal. Berdasarkan
penjabaran diatas maka peneliti ingin menganalisa lebih lanjut mengenai strategi
dan pola pergerakan organisasi IDSN secara internasional, serta impikasi dari
advokasi dalam memperjuangkan dan menyuarakan hak-hak kelompok Dalit yang
selama ini mengalami diskriminasi di India. Sehingga kedepannya dapat menjadi

11
acuan dalam penelitian lain sekaligus membantu menyuarakan isu diskriminasi
kasta Dalit di India. Maka berdasarkan latar belakang serta permasalahan yang
telah dipaparkan, penulis mengangkat fenomena ini menjadi sebuah penelitian
yang berjudul “UPAYA INTERNASIONAL DALIT SOLIDARITY
NETWORK DALAM MENGATASI DISKRIMINASI TERHADAP
PEREMPUAN KASTA DALIT DI INDIA”

1.2. Perumusan Masalah


Mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah yang sudah
dipaparkan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai
berikut “Bagaimana upaya Advokasi transnasional IDSN dalam mengatasi
diskriminasi terhadap perempuan kasta Dalit di India Tahun 2019-2021?”

1.3. Pembatasan Masalah


Penelitian ini termasuk bagian dari studi Transnasionalisme Global yang
mana fokus penulis pada penelitian ini terletak pada upaya International Dalit
Solidarity Network dalam mengatasi diskriminasi dan kekerasan perempuan Dalit
di India. Perempuan Dalit dipilih karena peneliti melihat diskriminasi terhadap
perempuan Dalit terus terjadi masih terjadi hingga sekarang. masyarakat Dalit
merupakan kasta terendah di India. dilihat dari kekerasan terhadap perempuan
Dalit tahun 2019-2021 bahkan mengalami kenaikan. walaupun telah dibuat
beberapa undang undang untuk perlindungan dan penghormatan terhadap
perempuan Dalit namun kekerasan dan diskriminasi tetap terjadi.
Perempuan Dalit yang masih mendapatkan perlakuan kekerasan atau tidak
adil di ranah publik dan privat di sebabkan oleh masyarakat India yang masih
menganut budaya patriarki yang sangat tinggi. kemudian, pada penelitian ini ada
batasan waktu yang di teliti yaitu pada tahun 2019-2021 karena terjadi kenaikan
pada tahun 2020. Sehingga terjadi pembaharuan dari penelitian sebelumnya dan
memasukan data-data mengenai diskriminasi kasta yang dialami perempuan Dalit
pada jangka waktu tersebut.

1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

12
1.4.1. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan yang dilakukan IDSN
dalam Kurun waktu 2019-2021 dan bagaimana rekomendasi atau
advokasi yang di lakukan sebagai upaya untuk memperjuangkan hak hak
perempuan Dalit untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan di
India.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwasannya kekerasan yang
dialami perempuan Dalit bukan hanya disebabkan oleh kekerasan
langsung dan struktural, namun juga dapat terjadi karena adanya
perbedaan kasta yang menjadi pendorong terjadinya kekerasan. Hal ini
berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan. bahwasanya
kekerasan yang dialami oleh perempuan Dalit di India benar-benar
memprihatinkan. Sehingga dengan adanya penelitian ini semoga bisa
menjawab rumusan masalah yang telah dibuat penulis.

1.4.2. Kegunaan Penelitian


Adapun kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kegunaan teoritis diharapkan penelitian ini dapat memeberikan kontribusi
ilmiah mengenai IDSN dan isu kekerasan terhadap perempuan Dalit di
india dan memberikan pemahaman mengenai kajian jaringan advokasi
baik dalam teori maupun konsep terhdap penstudi ilmu Hubungan
Internasional. serta bermanfaat untuk mengembangkan kajian hubungan
internasional dalam bidang budaya melalui upaya organiasasi idsn dalam
mengatasi kekerasan terhdap perempuan kasta Dalit.
2. Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Penulis
Secara Praktis, penelitian ini bermanfaat Sebagai prasyarat kelulusan
mata kuliah skripsi dalam program studi Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas Pasundan dan menjadi sarana yang bermanfaat dalam
pengiplementasian penegtahuan dan mampu meneganalisis mengenai
tema tersebut

13
b. Bagi Khalayak dan Universitas
Penelitian ini dapat dijadikan sumber untuk penelitian selanjutnya,
dapat membantu pengembangan riset di universitas serta diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam bentuk informasi bagi
mahasiswa di jurusan Hubungan Internasional dalam mengkaji dan
memahami konsep Organisasi Internasional dan Kerjasama
Internasional.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Literatur

Pada bab ini memuat mengenai ringkasan tertulis seperti jurnal, artikel,
buku dan dokumen lain yang mendeskripsikan teori serta informasi yang relavan
dengan fokus penelitian dan mengorganisasikan pustaka ke dalam topik dan
dokumen yang dibutuhkan untuk proposal penelitian:
Literatur pertama, yaitu “Peran UN Women Dalam Mempengaruhi
Kebijakan Pemerintah India Terkait Kasus Kekerasan terjadjap Perempuan Tahun
2011-2015 milik (Sabilina Mareta) Universitas Airlangga. Jurnal ini membahas
mengenai peran UN Women dengan pemerintah dan masyarakat sipil India, yang
melakukan kerjasama dalam bidang pemberdayaan digital perempuan melalui
program Information and Communication Technoloqy (ICT). Teknologi tersebut
diperkenalkan sejak bulan Desember 2004 dan direvisi ditahun 2010 untuk
memberi kesempatan pada masyarakat tahap menengah sehingga
mengembangkan kapasitas dengan bantuan komputer. Information and
Communication Technoloqy (ICT) di kembangkan di 16 distrik yang terbagi
dalam lima negara bagian India seperti Madhya Pradesh, Andra Pradesh,
Karnataka, Odisha dan Rajastha untuk membuat posisi perwakilan perempuan
terpilih dan pemimpin dalam penyedia layanan dan pengguna informasi. UN
Women merupakan penghubung dalam menjalin kerjasama dengan organisasi
lainnya seperti Kutch Mahila Vikas Sangathan (KMVS), IT for Change from
Karnataka dan Area Networking and Development Initiatives (ANANDI) (Taylor
2012).
Hasil dari penelitian ini UN Women menerapkan program dalam
menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di India yaitu
melalui beberapa program sehingga mampu mempengarhi kebijakan pemerintah
India dengan melakukan pemberdayaan perempuan serta sebagai fasilitator guna
memasukan perempuan dalam sistem perpolitikan di India. program yang
dilakukan diantaranya adalah Department of Peacekeeping Operations (DPKO)
dan The Centre for United Nations Peacekeeping (CUNPK) serta pembentukan
Justice Verma Committee. upaya yang dilakukan UN Women menunjukan bahwa
organisasi internasional tersebut mampu mempengaruhi kebijakan meskipun
kasus kekerasan perempuan yang terjadi di India belum mampu ditekan secara
signifikan.
Secara signifikan, penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan seperti fokus yang di bahas mengenai kekerasan perempuan yang
terjadi di India seperti serangan fisik, pemerkosaan, pemukulan dan penyiksaan.
perbedaan dari penelitian ini dapat dilihat dari Organisasi Internasional yang
menangani kekerasan perempuan di India dalam jurnal ini organisasi yang
menangani adalah Un Women sedangkan dalam penelitian saya adalah
Internasional dalit solidarity network (IDSN) serta kekerasan perempuan yang di
bahas adalah kekerasan kultural berbasis kasta yaitu kasta Dalit.
Selanjutnya Literatur kedua, yakni “Tulisan The Situation of Dalit Rural
Woman yang ditulis oleh Navsarjan dan Fedo”. tulisan ini membahas terkait
situasi perempuan pedesaan Dalit. perempuan pedesaan Dalit memiliki akses dan
kendali yang sangat terbatas atas tanah, yang pada gilirannya menyebabkan
kekurangan pangan. mereka juga kekurangan akses ke air dan sumber daya
komunal lainnya ketika sumber daya tersebut berada di daerah nonDalit, para
wanita diserang karena mencoba menggunakannya. dalam hal infrastruktur dan
sumber daya di komunitas Dalit, pemerintah seringkali mengabaikan area tersebut
dan tidak mengalokasikan dana yang diperlukan untuk memastikan kesetaraan
akses ke sumber daya. selanjutnya, perempuan Dalit tidak memiliki pilihan
pekerjaan dan peluang mata pencaharian lainnya, lebih dari rekan laki-laki Dalit
mereka. di India, perempuan Dalit sering menghadapi kekerasan ketika mencoba
untuk menuntut hak-hak mereka di bidang-bidang seperti akses ke perumahan, air
minum, sistem distribusi publik (PDS), pendidikan atau ruang terbuka untuk
buang air besar sembarangan. Dalam sebuah studi tentang 'ketidaktersentuhan' di
1.589 desa di Gujarat, LSM Navsarjan Trust menemukan bahwa orang Dalit tidak
diperbolehkan mengambil air dari keran di daerah non-Dalit di 71,4 persen desa

16
tersebut. Dalam 66,2 persen dari mereka, bidan non-Dalit menolak melayani
perempuan Dalit.

Kesimpulan dari tulisan ini perempuan Dalit mengalami kekerasan


berbasis gender dan kasta. terdapat catatan tentang kekerasan terhadap perempuan
di India yang di tuliskan pelapor khusus PBB mencatat bahwa “perempuan Dalit
mendapat kekerasan yang ditargetkan, bahkan pemerkosaan dan pembunuhan,
oleh aktor negara dan anggota kuat dari kasta dominan yang digunakan untuk
memberikan pelajaran politik dan menghancurkan perbedaan pendapat dalam
masyarakat.” Ketidaksetaraan gender yang disucikan oleh norma agama dan
budaya merendahkan perempuan dan memperkuat tatanan patriarki,
memungkinkan kekerasan terhadap mereka dilakukan di dalam rumah dan dalam
komunitas mereka sendiri. Persamaan dalam penelitian ini dapat dilihat dari
kekerasan yang terjadi pada perempuan dalit di India. sedangkan perbedaan dalam
penelitian ini tulisan di atas menjelaskan terkait kekerasan perempuan yang terjadi
di pedesaan dalit dalam berbagai aspek serta implementasi rekomendasi
perempuan dalit di Nepal.
Literatur ketiga, yaitu tulisan “Critical Insight on Status of Dalit Women
in India”: yang ditulis oleh Singh dan Vashistha: Universitas Bangsawan Bhupal,
Udaipur Rajasthan, India. di mana dalam tulisan ini menjelaskan bahwa di India
status sosisal seseorang dilihat dari kasta mereka. kelompok Dalit yang dikenal
sebagai kelompok yang tidak tersentuh sehingga menjadi yang paling tertindas
dan tereksploitasi di India. India telah menerapkan beberapa kebijkakan untuk
melindungi kelompok Dalit namun kebijakan tersebut tidak berjalan dengan baik
Dalit tetap mendapat perlakuan yang tidak semestinya dari kasta atas, terutama
perempuan Dalit.
Dikarenakan masyarakat India sudah mempunyai sistem hierarkis yang
sudah mengakar. Sehingga perempuan Dalit harus menanggung tiga beban yaitu
kasta, gender dan kemiskinan. di jelaskan dalam tulisan ini perempuan Dalit
mengalami penderitaan tidak hanya berdasarkan kasta, namun India menerapkan
sistem kuota atau sistem reservasi yang berlaku bagi Dalit untuk memiliki kursi di
panchayat lokal atau untuk melindungi hak mereka (pertemuan kota). Namun

17
peran yang dimainkan oleh perempuan Dalit secara konsisten berada di bawah
rekan laki-laki mereka. terdapat persamaan mengenai fokus yang di bahas yaitu
kekerasan perempuan Dalit dan yang menjadi perbedaan disini adalah
rekomendasi yang di buat tulisan ini adalah rekomendasi dari penulis dan tidak
menjelaskan organisasi yang terlibat atau menangani kekerasan tersebut.
Terakhir, literatur keempat: Jurnal Torture on Dalit Women in India, yang
ditulis Rohani Dahiya. Jurnal ini membahas mengenai aspek-aspek penyiksaan
yang menjadi ciri dari kehidupan perempuan Dalit di India. Dan tulisan ini juga
membahas terkait undang-undang untuk menentang terhadap kekerasan
perempuan Dalit serta efektivitas undang-undang dalam mengungkap pola
impunitas (Dahiya 2021). Secara keseluruhan tulisan ini membantu mengungkap
ketidaktampakan penderitaan perempuan Dalit dan mengusulkan bahwa analisis
titik-temu menjadi keharusan dalam memahami penyiksaan berlipat ganda yang
mereka hadapi.
Kesimpulan dari jurnal ini adalah Momen dalam waktu menuntut analisis
Law and Policy yang komprehensif kerangka kerja yang sebagai penjelasan
alternatif terhadap penyiksaan dan diskriminasi memahami sifat konstitutif dari
struktur kekuasaan dan norma yang berbeda dan mengatasinya dengan lebih baik
kasus marjinalisasi perempuan Dalit yang semakin parah di India. Namun,
persimpangan pandangan akan lama terpinggirkan jika negara dan masyarakat
sipil terus berpandangan diskriminasi dan penyiksaan melalui lensa pendekatan
eksklusif. sehingga berdasarkan jurnal tersebut penulis bisa melihat persamaan
fokus yang di bahas yaitu kekerasan terhadap perempuan dalit serta perbedaan nya
terletak dalam teori yang di gunakan jurnal ini menerapkan sudut pandang Law
and Policy untuk menangani kekerasan perempuan dalit.

2.2. Kerangka Teoritis/Konseptual

2.2.1. English School

English School adalah sebuah pandangan dalam studi Hubungan


Internasional yang menghubungkan perbedaan yang ada di dalam realisme dan
liberalisme. Sehingga hal ini membuat perantara, English school tidak berusaha
mengkombinasikan realisme dan liberalisme melainkan menggambarkan bahwa

18
English School memiliki elemen-elemen penting dari kedua perspektif teoretis
yang berbeda tersebut seperti realisme, English school mengakui adanya anarki
dalam hubungan internasional dan setiap negara harus mengupayakan sendiri
keamanan dan kelangsungan hidupnya (Ghilda Fitrisia, 2015).

Definisi English School Menurur Barry Buzan:


“The English School is an underutilized research resource and deserves a
larger role in IR than it currently has. Its distinctive elements are its
methodological pluralism, its historicism, and its interlinking of three key
concepts: international system, international society and world society.”

Tujuan utama dari English school adalah untuk menjelaskan bahwa


keberadaan tatanan yang berkembang di antara berbagai komunitas politik yang
merdeka tanpa harus mengacu pada otoritas sentral yang lebih besar, seperti
kondisi anarki. English school menunjukkan bahwa dalam sejarah terdapat ada
beberapa contoh mengenai perkembangan masyarakat internasional, meskipun
hanya berlangsung dalam periode yang sangat singkat. English School
menganggap Hubungan Internasional sebagai sebuah ‘masyarakat’ negara dimana
aktor utamanya adalah negarawan seperti diplomat dan pemimpin negara (Ghilda
Fitrisia, 2015). Organisasi-organisasi internasional bukan merupakan aspek utama
tetapi tetap diperlukan adalam hubungan internasional. Bukan sebagai pengontrol
tetapi cenderung sebagai wadah norma dan nilai-nilai yang harus dipatuhi dan
ditaati.
Menurut Buzzan English School adalah satu variasi yang dimana dalam
memahmi hubungan internasional tidak hanya membahas kekuatan semata,
namun tentang normatif dan perilaku manusia, English School memeiliki tiga
konsep utama yaitu Internationa system, International sosiety, dan Word society.
Yang mana konsep tersebut seringkali dikategorisasikan sebagai teori dalam
hubungan internasional, yakni realism, rationalism dan revolutionism
(Barry Buzzan, 2004)
.
International System (Hobbes/Machiavelli) adalah politik kekuasaan antar
negara, seperti Realisme system internasional menempatkan struktur dan proses

19
anarki internasional di pusat teori HI. Posisi ini secara luas sejajar dengan
realisme arus utama dan neorealisme dan dengan demikian berkembang dengan
baik dan dipahami dengan jelas. Hedley Bull mendefinisikan International
System yang dibentuk apabila dua negara atau lebih memiliki kontak dua arah dan
memiliki dampak yang cukup pada keputusan satu sama lain yang menyebabkan
mereka berperilaku sebagai bagian darikeseluruhan. Berdasarkan definisi tersebut,
International System secara utama adalah mengenai kekuatan politik diantara
negara-negara yang tindakannya dikondisikan berdasarkan struktur anarki
internasional.
International Society (Grotius) menjelskan bahwa pelembagaan
kepentingan dan identitas bersama di antara negara-negara, dan Rasionalisme
menempatkan penciptaan dan pemeliharaan norma, aturan, dan institusi bersama
di pusat teori HI. Posisi ini memiliki beberapa kesetaraan dengan teori rezim
tetapi jauh lebih dalam, memiliki implikasi konstitutif daripada sekadar
instrumental. masyarakat internasional telah menjadi fokus utama pemikiran
English School, dan konsepnya berkembang cukup baik dan relatif jelas.
International Society mempunyai fokus pada hubungan antar negara dan
bagaimana norma dan institusi internasional membantu untuk memelihara
hubungan negara. International Society memainkan peran penting dalam
memelihara perdamaian dan stabilitas internasional, dan bahwa negara-negara
harus menghormati norma dan institusi yang ada untuk memastikan hubungan
yang baik dan stabil antar negara. Oleh karena itu, International Society
memegang peran penting dalam menjaga kedamaian dan mengatasi konflik antar
negara (Barry Buzzan, 2004).
World Society menurut Barry Buzan, masyarakat internasional merupakan
sekelompok masyarakat yang melembagakan ide-ide bersama yang kemudian
berujung pada rezim internasional Rezim internasional yang dimaksud seperti
misalnya undang-undang dan hukum internasional (Barry Buzzan, 2004).
Masyarakat internasional dianggap dapat menciptakan perdamaian dunia jika para
anggotanya mematuhi hukum atau norma yang disepakati bersama yang menjadi
kontrol untuk bersikap menahan diri. Namun, pernyataan ini dikritik terlalu west–
oriented. dan masyarakat internasional berjalan dalam suasana balance of power.

20
World Society (Kant) menjadikan individu, organisasi non-negara, dan
akhirnya populasi global secara keseluruhan sebagai fokus identitas dan
pengaturan masyarakat global, dan Revolusionisme menempatkan transendensi
sistem negara di pusat teori HI. Revolusionisme sebagian besar tentang bentuk
kosmo-universalis politanisme. Itu bisa termasuk komunisme, tetapi seperti yang
dicatat Wæver, hari-hari ini biasanya diartikan sebagai liberalisme. posisi ini
memiliki beberapa kesejajaran dengan transnasionalisme, tetapi membawa
hubungan yang jauh lebih mendasar dengan teori politik normati (Barry Buzzan,
2004).
Solidaritas masyarakat internasonal merupakan wujud atau hasil dari
kosmopolitanisme atau pengembangan nilai-nilai pada tingkat individu. Pada
maret tahun 2002 terbentuk organisasi International Dalit Solidarity Network
karena banyak terjadi kekerasan terhadap kasta Dalit dan menjadi salah satu bukti
penerapan prinsip World Society, di mana solidaritas masyarakat internasional
terkait isu hak hak msyarakat Dalit utamanya perempuan yang terkena
diskriminasi menjadi awal terbentuknya forum IDSN tersebut.

2.2.2. Trans Advokasi Network


Margareth E. Keck dan Catherin Sikkink mengeluarkan konsep hubungan
internasional yaitu Transnational Advocacy Network (TAN). Jaringan advokasi
transnasional mencakup para aktor yang bekerja secara internasional dalam suatu
masalah, yang diikat oleh nilai-nilai bersama, wacana umum, dan pertukaran
informasi dan layanan yang padat (J. Clyde MIitchell, 1973).
Jaringan advokasi mempunyai peran yang signifikan secara transnasional,
regional dan domestik. Jaringan ini menjadi utama terbentuknya konvergensi
norma sosial dan budaya yang dapat mendukung proses integrasi regional dan
internasional, Dengan membangun hubungan baru di antara para aktor dalam
masyarakat sipil, negara dan organisasi internasional, TAN melipat gandakan
peluang adanya perluasan isu yang mempercepat aksi
(Cok Laksmi Pradna Paramita, 2010).

21
We call them advocacy networks because advocates plead the causes of
others or defend a cause or proposition; they are standins for persons or
ideas. Advocacy captures what is unique about these transntional networks –
they are organized to promote causes, principled ideas and norms, and often
involve individuals advocating policy changes that cannot be easily linked to
their ‘interests’. (Margaret E. Keck Kathryn Sikkink, 1998).

Terdapat banyak aktor dalam jaringan advokasi, namun tidak semuanya


selalu terlibat. Penelitian menunjukkan bahwa NGO domestik dan internasional
memainkan peran sentral dalam sebagian besar jaringan advokasi, biasanya dalam
inisiasi dan menekan aktor yang lebih kuat untuk mengambil posisi. LSM
memperkenalkan ide-ide baru, memberikan informasi, dan melobi untuk
mendorong perubahan kebijakan Aktor-aktor utama dalam jaringan advokasi
(Margaret E. Keck Kathryn Sikkink, 1998)dapat meliputi:
a. LSM internasional dan domestik, organisasi penelitian dan
advokasi;
b. Local-social movements;
c. Yayasan;
d. Media;
e. Gereja, serikat pekerja, organisasi konsumen, intelektual;
f. Intergovernmental organizations lingkup regional dan
internasional;
g. Bagian eksekutif/pemerintah Jaringan advokasi transnasional dapat
terjalin karena ada pengangkatan sebuah isu yang dapat muncul
karena:
Pertama, adanya hambatan antara kelompok domestik dan pemerintah
sehingga tidak efektif untuk menyelesaikan konflik, atau dalam ‘boomerang
pattern’ pada karakteristik jaringan ini. Kedua, aktivis atau ‘political
entrepreneurs’ percaya bahwa jejaring akan memajukan misi dan kampanye serta
secara aktif mempromosikannya; Ketiga, konferensi internasional dan bentuk
kontak internasional lainnya menciptakan wadah untuk membentuk dan
memperkuat jaringan (Margaret E. Keck Kathryn Sikkink, 1998) . Aktivis adalah

22
orang yang peduli akan sebuah masalah dan siap mengeluarkan biaya yang
signifikan dan bertindak untuk mencapai tujuannya. Aktivis akan membentuk
jaringan ketika mereka percaya itu akan memajukan misi organisasi dengan
berbagi informasi, mendapatkan visibilitas yang lebih besar, mendapatkan akses
ke publik yang berbeda, memperbanyak saluran akses kelembagaan, dan
sebagainya (Oliver & Marwell, n.d.).

Jaringan advokasi lintas negara terutama di motivasi oleh kesamaan


gagasan atau nilai-nilai dan mereka tukar menukar informasi secara sukarela,
timbal balik dan horizontal. Menurut E Keck dan Kathryn Sikkink menulis buku
yang berjudul “Activist Beyonds Border: Advocacy Network in International
Politics.” ketika hubungan antar kelompok masyarakat dengan pemerintah di
negaranya terhambat atau upaya untuk melakukan resolusi konflik dirasa tidak
efektif.
Pengaruh globalisasi pada aktivisme transnasional mampu menjelaskan
bagaimana struktur politik dapat ditegakkan dalam lingkup internasional. nuansa
aktivisme transnasional yang melampaui aktivisme lokal ini mengungkapkan
bagaimana pengaruh jaringan strategi advokasi transnasional terhadap politik
dunia seperti yang dikemukakan oleh Keck dan Sikkink. hanya saja hukum
internasional dapat menjadi penghalang bagi para aktivis untuk memperoleh
peluang politik tersebut.
Keck dan Sikkink mengkalsifikasikan strategi advocacy tersebut dalam
information politics, symbolic politics, leverage politics dan accountability
politics. 1. Strategi information politics
Peran sentral informasi yakni membantu menjelaskan dorongan untuk
menciptakan jaringan, dimana semua aktor bergantung pada informasi untuk
memeprluas legitimasinya dan membantu memobilisasi informasi di sekitar target
kebijakan tertentu. dengan mebentuk wacana dan narasi, advokat memanfaatkan
publisitas sebagai perangkat politik utama (Mahmood Monshipouri, 2016) .
dilakukan dengan mengumpulkan dan menyediakan informasi bagi masyarakat
serta mendramatisir fakta melalui pernyataan-pernyataan korban dan sebagainya
sehingga menarik perhatian.

23
2. Strategy symbolic politics
Kemampuan untuk menyampaikan secara simbolik menggunakan narasi,
tindakan, atau cerita yang mampu mewakili penggambaran isu yang dibawa ke
masyarakat luas. politik simbolik didasarkan pada mobilisasi simbol, aksi, atau
cerita yang memiliki legitimasi tinggi sebagai bagian dari proses persuasi yang
akan menciptakan kesadaran (Kateryna Pishchikova, 2006) . dilakukan dengan
mengadakan ceremony, peringatan kejadian atau hari-hari istimewa yang terkait
dengan isu yang diperjuangkan sehingga masyarakat memperhatikan issue
tersebut.
3. Starategi leverage Politics
Strategi mengumpulkan orang-orang berpengaruh untuk memperkuat
pergerakan jaringan. dalam meningkatkan
kesadaran moral, komunitas
internasional mengenal istilah ‘naming and shaming’ (Thomas Risse, 1999) .
Kelompok yang lebih inferior akan memperoleh pengaruh yang melampaui
kemampuannya dengan bantuan pengaruh moral dan material yang dihasilkan dari
mobilisasi rasa malu, misal dengan World Bank, PBB, WHO, UNICEF, dan
lainnya.
4. Strategi accountability politics
Strategi untuk selalu mengingatkan pemerintah agar
mempertanggungjawabkan kebijakannya sesuai dengan nilai-nilai yang telah
disepakati. Menurut Keck dan Sikkink, keberhasilan TAN dalam memobilisasi
dukungan sangat ditentukan oleh kekuatan dan kerapatan jaringan, kelemahan
atau tingkat kerawanan target.
Dalam penerapan Trans Advokasi Network, Strategi Levearge Politics
dilakukan Dengan melibatkan PBB dan Uni Eropa dan lembaga multilateral lain
nya IDSN mempunyai dampak yang signifikan terhadap kasus diskriminasi kasta
sebagai masalah hak asasi manusia. Information Politic terwujud pada April 2021,
IDSN mengeluarkan pernyataan bersama ‘Act Now” untuk mengakhiri kekerasan
dan diskriminasi berbasis kasta dan gender di industri garmen menyerukan
perjanjian yang mengikat tentang kekerasan berbasis kasta dan gender’. IDSN
mempromosikan pernyataan melalui semua saluran komunikasi IDSN seperti
Tweeter, Facebook dll.

24
2.3. Asumsi Penelitian
International dalit solidarity Network (IDSN) memilih pola strategi
komprehensif sesuai dengan teori Transnational Advocacy Network (TAN) yaitu
dengan memanfaatkan jejaring internasional untuk membuat isu diskriminasi
terhadap perempuan Dalit menjadi masalah hak asasi manusia internasional.
Strategi ini dipilih karena mampu memberi bargaining position atas afiliasi
dengan organisasi serupa di negara lain, terlebih dengan PBB dan Uni Eropa.
keikutsertaan India dalam keanggotaan PBB, dan posisi India sebagai salah satu
partner strategis Uni Eropa menjadi keuntungan bagi IDSN dalam menyoroti
ketidakmampuan pemerintah India dalam menyelesaikan masalah diskriminasi
terhadap perempuan yang terus berlangsung dari dulu hingga sekarang. Jaringan
solidaritas dan aktivisme internasional akan mempermudah mobilisasi isu,
sehingga India merasakan tekanan global atas masalah pelanggaran HAM
terhadap perempuan Dalit. Jejaring yang dibangun turut serta mengawal sehingga
kelompok Dalit merasa terlindungi dan bisa menyuarakan isu kekerasan melalui
berbagai forum internasional.

2.4. Kerangka Analisis

Aktor yang terlibat:


Pola hubungan Aktor : Diskriminasi terhadap  IDSN
Jaringan aktor Perempuan Dalit  India

Situasi Kekerasan
terhadap perempuan
Dalit di India

IDSN
bekerjasama Rekomendasi dan Trans Advokasi Network:
dengan Asia Floor Advokasi IDSN  Strategi Levearge
Wafe Alliance Politics
(AFWA  Information
Politic
25
Solidarity dan Anti lingkup atas kasus
kekerasan terhadap perempuan Dalit

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Metode dalam penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Metode


penelitian kualitatif didefinisikan sebagai cara atau metode yang di gunakan untuk
menjawab dan mengeksplorasi suatu masalah (Umar suryadi, 2015) . Metode
kualitatif yang digunakan ialah studi pustaka, dimana penulis akan melakukan
analisis dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis data yang
berhubungan dengan isu yang di ambil yang merujuk pada suatu masalah atau
fenomena sosial yang menarik. Maka penelitian ini memperhatikan setiap tahap
dan proses peristiwa tersebut.
Tipe penelitian yang di gunakan adalah deskriptif. D iartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang telah di selidiki dengan menggambarkan
keaadan subjek atau objek dapat berupa manusia, lembaga asyarakat dan lainya
yang berdasarkan fakta fakta (Junita Chirstine Silitonga, 2021) . pada penelitian
deskriptif, penulis umumnya membuat gambaran sistematif dengan
mendeskripsikan dan mengnterpretasi data yang tampak tanpa adanya penelusuran
yang mendalam. Pendekatan ini juga dilakukan untuk menelaah report yang di
terbitkan IDSN selama 2019-2021 untuk mendapatkan data yang di butuhkan.
metode ini memberikan penejelasan menyeluruh mengenai peran International
Dalit Solidarity Network (IDSN). dalam mengatasi kasus diskriminasi pada
perempuan yang terjadi di India dengan cara pengumpulan data dan fakta yang

26
ada, kemudian berdasarkan pada kerangka pemikiran disusun secara sistematis
sehingga dapat menghasilkan sebuah hubungan antar fakta diharapkan dari
penelitian ini dapat menjelaskan secara menyeluruh mengenai peranan IDSN
menangani kekerasan perempuan dalit di India.

3.2. Teknik Pengumpulan

Metode pengumpulan data yang digunakan ialah studi literartur. Yang


dimana studi literatur sendiri berasal dari sumber sekunder seperti buku, jurnal,
berita serta data-data yang dikeluarkan oleh badan-badan yang meneliti hal yang
terkait dengan kekerasan perempuan Dalit di India, kemudian berbagai sumber
tersebut dielaborasi untuk mendukung analisis penulis (Agusti, 2022).

3.3. Teknik Analisis Data

Pengertian dari analisis data ialah mengatur secara sistematis bahan hasil
dari wawancara maupun observasi, lalu menafsirkannya hingga akan
menghasilkan sebuah pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang baru
(Raco, 2010)
. terdapat empat tahapan aktivitas yang dilakukan dalam melakukan analisis
data setelah data telah terkumpul, yakni data collection, data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification (Milles & Huberman, 1992).
a. Data collection
Tahapan pertama analisis data yaitu mengumpulkan semia sumber data
hasil observasi baik dalam dokumentasi, wawancara, atau yang berkaitan dengan
variabel-variabel yang kemudian akan dikategorikan dan diberikan penajaman
sehingga berbentuk rangkaian informasi.
b. Data reduction
Data yang diperoleh dilapangan berjumlah banyak, sehingga harus
dipangkas dan disesuaikan. Reduksi data bertujuan untuk mensederhanakan data
agar mempermudah penulis untuk memahami data yang diperoleh di lapangan.
Data kualitatif dapat disederhanakan dengan cara merangkum, melakukan seleksi

27
data pokok, digolongkan berdasarkan poin-poin, dan lainnya. Reduksi data mejadi
hal penting mengingat data di lapangan cukup banyak, kompleks dan rumit
sehingga dapat dipahami dalam bentuk yang sederhana.
c. Data display
Setelah data di reduksi untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan
maka bagian selanjutnya adalah mendisplay data. Penyajian data dapat dilakukan
dalam bentuk uraian, bagan, flowchart, dan lainnya (Sugiyono, 2009, p. 95).
Dimana dalam proses ini dilakukan penyusunan informasi yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data bertujuan untuk
menguraikan data pokok yang telah diperoleh secara sistematis sesuai dengan
rumusan masalah, serta menghubungkan variabel-variabel yang ada.
d. Conclusion drawing/verification
Pengambilan kesimpulan digunakan untuk mencari makna, interpretasi dan
penjelasan dari data yang terkumpul yang diharapkan dapat menjawab rumusan
masalah. Dimana makna yang muncul dari data harus diuji validitasnya dan perlu
diverifikasi agar dapat dipertanggung jawabkan.

3.4. Sistematika Penelitian

Untuk memudahkan dalam menyusun seluruh uraian dan pembahasan pada

skripsi ini maka penulisan skripsi ini dilakukan dengan sistematika pembahasan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN : Pada bab pertama ini, memuat beberapa


sub-bab yang diantaranya; latar belakang
masalah yang membahas mengenai
permasalahan diskriminasi perempuan
kasta dalit di India, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Pada bab kedua, berisi beberapa sub-
bagian yang diantaranya; tinjauan
literatur yang mana terdapat 4 review
karya ilmiah. Review tersebut merupakan

28
perbandingan penelitian orang lain yang
memiliki kedekatan dengan topik yang di
ambil. di kerangka teoritis menjelaskan
mengenai teori yang di gunakan dalam
penelitian yaitu English School dan
terdapat Asumsi penelitian menjelaskan
mengenai kesimpulan sementara, yakni
kelompok Dalit merasa terlindungi dan
bisa menyuarakan isu kekerasan melalui
berbagai forum internasional.

BAB III METODE PENELITIAN : Bab ini berisikan beberapa sub di


antaranya terdapat metode penelitian
yang mana dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, teknik
pengumpulan data. Metode pengumpulan
data yang digunakan ialah studi literartur.
Teknik analisis data yang digunakan
adalah …dan sistematika penulisan.
BAB IV HASIL PEMBAHASAN: Pada bab ini penulis akan menguraikan
jawaban dari permasalahan-permasalahan
yang sudah penulis tulis di identifikasi
masalah diantaranya: Sistem dan d
iskriminasi kasta di India, Kekerasan
terhadap erempuan Dalit, Rekomendasi
IDSN dalam mengatasi diskriminasi
kasta di india dan Kerjasama IDSN untuk
mengatasi diskriminasi perempuan Dalit.

BAB V PENUTUP : Bab ini meliputi kesimpulan dan saran

dari hasil penelitian yang dibahas.

29
REFERENSI

Agusti, S. (2022). Analisis kekerasan kultural perempuan Dalit India di era Pemerintahan

Narendra Modi. 8.5.2017, 2003–2005.

Aljazeera.com. (2019). Dalit children beaten to death in India for defecating in

public. Aljazeera.Com.

Ansari, K. (2016). Hindu Nationalism in Theory and Practice Faculty Advisor:

Dr . Irene Silverblatt Cultural Anthropology. March, 113.

Barry Buzzan. (2004). The English School of International Relations: A Case for

Closure. In Review of International Studies (Vol. 27).

http://www.ukc.ac.uk/politics/englishSchool/

C.J. Fuller. (1996). Caste Today. Oxford University Press.

Cok Laksmi Pradna Paramita. (2010). International Dalit Solidarity Network

(IDSN).

E Zabiliūtė. (2010). Reconstructing caste: Post-colonialism, transnational

activism and Dalit human right’. Acta Orientalia Vilnensia.

<https://Www.Journals.vu.Lt/Acta-Orientaliavilnensia/Article/View/3649>.

IDSN. (2019). Annual Report Idsn.

International Dalit Solidarity Network. (n.d.). working Globaly Against Caste-

Based Discriminations. Idsn.Org.

J. Clyde MIitchell. (1973). Networks, norms and institutions (1st ed.). Network

Analysis Study in Human Interaction.

Junita Chirstine Silitonga. (2021). United Nations Women dan Isu Perempuan

Dalit Di India.

31
Kateryna Pishchikova. (2006). Lost in Translation: USAID Assistance to

Democracy Building in Post-communist Ukraine. Rozenberg Publishers.

Khare Vineet. (2019). The Indian Dalit man killed for eating in front of upper-

caste men. Bbc.Com.

Mahmood Monshipouri. (2016). Information Politics, Protests, and Human Rights

in the Digital Age. Cambridge University Press.

Margaret E. Keck Kathryn Sikkink. (1998). Activists beyond Borders: Advocacy

Networks in International Politics. Cornell University Press.

Marry Buzzan. (2004). An English School. The English Vision, 7, 69–79.

https://doi.org/10.4324/9781315690827-21

Miller, K. (2010). The Gulabi Gang as a Social Movement: An Analysis of

Strategic Choice. 1–119.

Noviyanti. (2021). Peran Un Women Dan Pemerintah India.

Oliver, P. E., & Marwell, G. (n.d.). Mobilizing Technologies For Collective Action.

Raco. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan

Keunggulanya. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rafiun, I. P. (2020). Pengaruh CARE India Dalam Upaya Mengatasi Kekerasan

Berbasis Gender di India.

Ramaiah, A. (1998). The Plight of Dalits: A challenge to the social work

profession. The Indian Journal of Social Work, 295–296.

Rusdiana. (2022). Dalit, Kasta yang Haram Disentuh dalam Stratifikasi

Masyarakat India. Solopos.Com.

32
Sivakumar, I., & Manimekalai, K. (2021). Journal of International Women’s

Studies Masculinity and Challenges for Women in Indian Culture. 22(5), 427–

436.

sur, priyaly. (2020). Under India’s caste system, Dalits are considered

untouchable. The coronavirus is intensifying that slur. Cnn.Com.

Thomas Risse, S. C. R. (1999). The Power of Human Rights International Norms

and Domestic Change. Cambridge University Press.

Tsutsui, K., Smith, J., Snow, D. A., Soule, S. A., Kriesi, H., & McCammon Wiley

Blackwell, H. (n.d.). Human Rights and Social Movements: From the

Boomerang Pattern to a Sandwich Effect.

Umar suryadi. (2015). Metode Penelitian Hubungan Internasional. Pustaka

Pelajar.

Universal Periodic Review - India. (2017). United Nations Human Right Council.

Vini, A. (2018). Upaya International Movement Against All Forms of

Discrimination and Racism (IMADR) Dalam Menyuarakan Isu Diskriminasi

Kasta dan Gender Terhadap Perempuan Dalit India di PBB (2008-2018). 1–

23.

Vundru, R. S. (n.d.). The scourge of untouchability continues.

Https://Www.Tribuneindia.Com/.

33

Anda mungkin juga menyukai