Anda di halaman 1dari 49

N HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN

PERILAKU CYBERBULLYING PADA REMAJA

DI KOTA BANDUNG

METODOLOGI RISET II

Oleh :

MUHAMAD PAUZI RAMADAN

200207149

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa selalu melimpahkan

rahmat, hidayah beserta karunia-Nya dan salam selalu tercurah pada junjungan

kita Nabi Muhammad SAW tanpa terputus khususnya kepada penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kontrol

Diri dengan Perilaku Cyberbullying pada Remaja di Kota Bandung”. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

kontrol diri dengan perilaku cyberbullying pada remaja di Kota Bandung. Dalam

penyusunan Proposal ini peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan

dan masih jauh dari sempurna, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini. proposal ini diajukan

dan disusun dalam rangka memenuhi tugas Ujian Tengah Semester pada mata

kuliah Metodologi Riset II.

Demikian pengantar sederhana dari peneliti semoga berkesan dihati

pembaca dan tentu saja dapat memberi manfaat bagi semuanya.

Sumedang, 26 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 8

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10

A. Cyberbullying ....................................................................................................... 10

B. Kontrol Diri ............................................................................................................ 14

C. Remaja .................................................................................................................... 18

D. Dinamika Interaksi Antar Variabel .................................................................... 21

E. Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 25

F. Hipotesis Penelitian .............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 41

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penskoran Skala Likert............................................................................... 32

Tabel 3.2 Blueprint Skala Cyberbullying................................................................. 33

Tabel 3.3 Blueprint Skala Kontrol Diri (Self Control) ........................................... 34

Tabel 3.4 Garis Waktu Penelitian .............................................................................. 39

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi perkembangan teknologi dan informasi sudah tidak

bisa dihindari lagi, banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari perkembangan

ini, seperti dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan bisnis, manfaat yang

diperoleh dari hal tersebut antara lain: penghematan dan ketepatan waktu,

peningkatan produktivitas, dan akurasi informasi yang lebih baik (Sudaryono).

Namun, disisi lain ternyata ada dampak negatif dari adanya perkembangan

teknologi dan informasi ini.

Kita mengenal istilah media sosial saat ini yang dimana banyak berbagai

jenis atau platform yang bisa di sebut sebagai media sosial yang menyajikan

berbagai informasi menarik yang bisa memberitahu kita hal apa yang sedang

terjadi di belahan dunia lainnya, ditambah lagi akses internet yang semakin

mudah didapatkan. Hal ini tentunya menjadi pengaruh pandangan manusia

terhadap sesuatu dan sedikit demi sedikit akan mempengaruhi pola pikir dan

budaya pada masyarakat. Hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam

setiap lini kehidupan manusia, baik itu pengaruh positif maupun negatif (Subarjo

& Setianingsih, 2020).

Nasrullah (2015) menyatakan bahwa media sosial adalah platform media

yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam

beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu media sosial dapat dilihat sebagai

medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna

sekaligus sebuah ikatan sosial secara virtual. Perkembangan penggunaan media

sosial di Indonesia sangat berkembang pesat. Berdasarkan laporan Digital 2022

yang dilansir We are Social and Hootsuite oleh Kemp (2020), sekitar 175,4 juta jiwa

penduduk Indonesia telah menggunakan internet, dan 160 juta jiwa sebagai

pengguna media sosial aktif. Sebanyak 210,3 juta jiwa di antaranya berusia 13-17

1
tahun menduduki peringkat pertama sebagai pengguna internet, dan menduduki

peringkat ketiga dalam menggunakan media sosial (Kemp, 2020). Hal ini tentunya

harus menjadi perhatian penting, terlebih kepada para remaja. Perlunya

pengawasan supaya dampak negatif dari penggunaan media sosial ini bisa

dikendalikan. Selanjutnya pada Laporan digital tahun 2023 menunjukan total

populasi masyarakat di indonesia sebesar 276,4 juta jiwa, pengguna perangkat

mobile yang terhubung 353,8 juta jiwa (128 % dari total populasi, kemudian

pengguna internet sebesar 212,9 juta (77% dari total populasi) dan pengguna

media sosial aktif 167 juta (60,4 & dari total populasi dan naik beberapa persen

dari data di tahun 2020).

Salah satu yang menjadi masalah di dunia media sosial yang sangat sering

terjadi adalah perundungan atau penghinaan terhadap seseorang yang dilakukan

oleh orang lain baik itu secara sengaja ataupun tidak sengaja atau yang kita kenal

dengan istilah cyberbullying. Cyberbullying berasal dari cyber (Internet) dan bullying

(ancaman). Cyberbullying dapat dipahami sebagai perundungan

online, perundungan yang dilakukan di dunia digital atau di dunia maya

atau media sosial. Pelecehan ini dapat dilakukan melalui pesan teks, email, pesan

instan, game online, situs web , ruang chat, atau melalui jaringan sosial (Kowalski

& Limber, 2013).

Dilansir dari Tribunnews.com berdasarkan hasil penelitian Center for

Digital Society (CfDS) per Agustus 2021 bertajuk Teenager-Related Cyberbullying Case

in Indonesia yang dilakukan pada 3.077 siswa SMP dan SMA usia 13-18 di 34

provinsi di Indonesia. Menunjukan asil bahwa 1.895 siswa (45,35%) mengaku

pernah menjadi korban, sementara 1.182 siswa (38,41%) lainnya menjadi pelaku.

Pada data tersebut bisa kita amati bahwasannya masih banyak remaja yang

menjadi pelaku dan juga korban dari perilaku cyberbullying(Fahlevi 2023,

Tribunnews). Remaja diartikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak

menuju masa dewasa. Di masa ini juga setiap individu akan mengalami

2
perkembangan di berbagai aspek, seperti kognitif (pengetahuan), sosial,

emosional serta moral. (Tyas Mayasari, 2021)

Diusia remaja memang sangat rawan untuk melakukan perilaku

cyberbullying ini karena mereka belum memiliki kontrol diri yang baik, sebab

pengendalian emosi mereka belum matang. Kematangan emosi sangat diperlukan

sebagai pendewasaan diri. Individu dengan kematangan dalam hal emosi dapat

diidentifikasikan sebagai individu yang mampu menilai situasi secara kritis

terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya

seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (Hurlock, 1994: 213). Individu

yang telah mencapai kematangan emosi mampu mengontrol dan mengendalikan

emosinya, dapat berpikir secara baik dengan melihat persoalan secara obyektif

dan mampu mengambil sikap dan keputusan akan suatu hal yang tepat (Walgito,

1984: 42).

Sementara Bullying dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan atau perilaku

agresif yang sengaja dilakukan oleh seseorang ataupun oleh sekelompok orang

secara terus menerus dilakukan kepada korban dengan tujuan menjatuhkan

korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya. (Kathryn Gerald, 2013). Hal

kecil dari perilaku ini yaitu penghinaan seperti menghina bentuk badan, warna

kulit ataupun hal-hal yang berkaitan dengan fisik. Dengan kata lain adanya

penyalahgunaan kekuasaan dari satu pihak kepada pihak lain yang

mengakibatkan kerugian bagi korbannya.

Selain itu kasus cyberbullying yang saat ini marak terjadi adalah

penyebaran foto maupun video seseorang yang dirasa tidak senonoh atau

kontroversial, yang dimana mengarah kepada satu orang. Namun, keaslian dari

berita ini juga belum dapat di pastikan kebenarannya dan mengakibatkan adanya

korban perundungan di media sosial. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Terry

Brequet, Cyberbullying adalah bentuk intimidasi yang pelaku lakukan untuk

3
melecehkan korbannya melalui perangkat teknologi. Pelaku ingin melihat

seseorang terluka, ada banyak cara yang mereka lakukan untuk menyerang

korban dengan pesan kejam dan gambar yang mengganggu dan disebarkan untuk

mempermalukan korban bagi orang lain yang melihatnya.

Dilansir dari Sonoro.id (Fauzi Ramadhan, 2022) Salah satu kasus

cyberbullying yang berujung tragis dan sempat menggemparkan dunia adalah

kasusnya Amanda Todd, seorang gadis berusia 15 tahun yang pernah viral di

platform youtube pada tahun 2012. Amanda tidak menyangka jika foto-foto fulgar

dia tersebar di internet dan hal yang mengejutkan adalah pelaku penyebar foto-

fotonya itu adalah temannya sendiri yang bernama Aydin Coban. Selain

menyebarkan pelaku juga memeras amanda, hingga akhirnya amanda menjadi

bahan olok-olok atau menerima perilaku bullying di dunia nyata dan dunia maya.

Amanda yang tidak tahan dengan semua itu memilih untuk mengakhiri

hidupnya.

Dalam kasusnya Amanda kita bisa melihat jika orang-orang yang tidak

mengenal amanda saja bisa ikut serta melakukan perilaku bullying, hal ini bisa

terjadi karena kontrol diri mereka yang rendah. Di Indonesia sendiri banyak kasus

cyberbullying, salah satunya yang sempat viral dan berujung laporan ke pihak

kepolisian adalah bullying yang dilakukan warganet kepada Bilqis putri dari

pedangdut Ayu Ting-Ting (Ernes, Yogi, 2021). Kasus cyberbullying yang kita

ketahui muncul di publik mungkin hanya sebagian kecil saja, bisa jadi banyak

diluar sana yang menjadi korban cyberbullying namun mereka tidak berani untuk

melapor atau angkat bicara.

Self control atau kontrol diri merupakan kemampuan untuk menyusun,

membimbing, mengatur serta mengarahkan bentuk perilaku yang positif serta

merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu

selama proses proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi

4
yang terdapat di lingkungan sekitarnya. (Ramadona & Supriatna, 2019). Papalia,

Olds, dan Feldman (Setianingrum, Amalia, 2015) mengatakan jika masa remaja

ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, emosi, dan sosial. Sedangkan menurut

Hurlock (2011) mendeskripsikan masa remaja digambarkan sebagai masa

kekacauan emosi. Keadaan yang ekstrim, pandangan tentang masa “storm and

stress” atau juga disebut masa badai dan tekanan karena di masa remaja ini adalah

saat dimana meningkatnya fluktuasi emosi yang kurang stabil pada remaja

disebabkan oleh perubahan hormon yang dialami remaja tersebut. Demi mencapai

kematangan emosi, remaja harus mengetahui tentang situasi yang menimbulkan

reaksi emosional, dapat berbagi untuk menyelesaikan masalahnya dengan orang

lain, atau dapat menggunakan katarsis emosi dalam menyalurkan 6 emosinya,

seperti melakukan latihan fisik, bekerja, menangis, tertawa (Hurlock, 2011).

Kontrol diri juga berkaitan dengan cara individu mengendalikan emosi

serta dorongan dari dalam dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan

mengambil tindakan yang efektif sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral

dan harapan sosial (deRidder, dkk, dalam Malihah & Alfiasari, 2018). Berdasarkan

konsep Averill (Setianingrum, Amalia, 2015), terdapat tiga aspek pada kontrol diri

(self control), yaitu: Kontrol perilaku, kontrol kognitif dan kontrol keputusan.

Dilihat dari aspek kontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk

memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau

disetujuinya, kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan

adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk

memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Marsela & Supriatna (2019) mengungkapkan bahwa salah satu tugas

perkembangan remaja yaitu memperkuat self-control (kemampuan

mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

Remaja yang memiliki kontrol diri, akan memungkinkan remaja dapat

5
mengendalikan diri dari perilaku-perilaku yang melanggar aturan dan norma-

norma yang ada di masyarakat.

Penelitian yang dilakukan Muhammad Azief Fatwa (2021) terhadap 204

subjek, dilihat bahwa hasil uji korelasi product moment pada satu variabel terikat

yaitu kontrol diri dan satu variabel bebas yaitu perilaku cyberbullying, diperoleh

koefisien korelasi rxy = 0.360 dengan (p= > 0,05) yang menunjukkan adanya

korelasi yang signifikan dan disimpulkan bahwa Ha diterima, yaitu terdapat

hubungan yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku

cyberbullyingData tersebut membuktikan bahwa semakin rendah kontrol diri

pada remaja maka semakin tinggi perilaku cyberbullying muncul pada remaja, dan

berlaku juga sebaliknya semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah juga

perilaku cyberbullying dapat terjadi.

Banyak dampak yang korban cyberbullying rasakan, dampaknya antara

lain: fisik (seperti sakit kepala, sakit perut, gangguan tidur, kelelahan, dll),

psikologis dan emosional (takut, perasaan teror, kecemasan, penderitaan,

kesedihan, stres dan gejala depresi), aktivitas sekolah (kurangnya motivasi dan

penurunan nilai akademik) dan psikososial (merasa kesepian, dikucilkan)

(Navarro, Yubero & Larranaga (2016)). Selain itu dampak yang paling mengerikan

bagi korban adalah keinginan untuk mengakhiri hidupnya.

Dalam penelitian Sukmawati & Kumala (2020) cyberbullying pada remaja

di media sosial memiliki dampak yang begitu besar yang mempengaruhi segala

aspek kehidupan mulai dari aspek psikologis, fisik, dan juga sosial. Dampak

cyberbullying yang dirasakan bukan hanya pada korban saja, melainkan pelaku,

pelaku dan korban juga akan berdampak. Pelaku pun bisa terjerat kasus hukum

bilamana pihak korban melaporkan pelaku ke pihak berwajib, selain itu pelaku

juga bisa mendapatkan kecaman dari masyarakat karena aksinya yang terlebih

lagi jika hal ini sudah masuk ke dunia maya, pelaku bisa menjadi bulan-bulanan

6
warganet. Pada bulan juli lalu Polrestabes Bandung menerima laporan dengan

kasus perundungan dengan nomor registrasi LP/B/554/VI/2023/POLRESTABES

BANDUNG/POLDA JAWA BARAT. Dalam laporannya orang tua korban

melaporkan 11 pelajar SMP di wilayah Cicendo Kota Bandung, bahkan aksi

mereka di rekam dan tersebar di media sosial (Alhamidi, R. 2023, Juni 9).

Dari hasil data awal yang peneliti lakukan secara random kepada 22 subjek

di Kota Bandung pada bulan oktober 2023 mendapati bahwa mereka mengetahui

apa itu perilaku cyberbullying, kemudian 40 % dari mereka mengakui mengalami

atau menjadi korban dari perilaku cyberbullying, 86% dari mereka mengakui

menyaksikan atau melihat perilaku cyberbullying di media sosial yang berupa

komentar negatif yang melecehkan/menghina kepada seseorang pemilik

akun. Salah satu dari subjek pernah bercerita jika dia menyaksikan sendiri

temannya menjadi korban cyberbullying oleh mantan pacar temannya sendiri yakni

berupa penghinaan, pencemaran nama baik sampai fitnah yang membuat korban

merasa takut dan trauma untuk bermain media sosial lagi, salah satunya pada

kasusnya public figur Fujianti Utami Putri (Fuji) dia mendapat cibiran dari netizen

karena mengupload foto menggunakan filter dari aplikasi. Selain itu ada salah

satu subjek yang mengakui jika dirinya pernah menjadi korban cyberbullying,

yakni berupa pemerasan. Jadi awalnya ada akun tidak dikenal dan di privasi

mengirim subjek pesan, salah satunya berupa foto yang di edit menggunakan

wajah subjek dengan penampilan yang tidak senonoh, kemudian akun tidak di

kenal ini mengancam akan menyebarkan foto ini jika subjek tidak mengirimkan

uang. Namun subjek tidak ambil pusing dan dia langsung memblokir akun tidak

dikenal tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah

penelitian tentang hubungan kontrol diri terhadap perilaku cyberbullying pada

remaja di Kota Bandung. Akhir-akhir ini banyak sekali berita tentang pembulian

atau perundungan remaja, khususnya pada media sosial. Hal ini harus jadi

7
perhatian penting dari semua pihak demi kesejahteraan remaja, terlebih lagi

kontrol diri pada usia remaja ini masih sangat labil. Maka dari itu pentingnya

memiliki kontrol diri yang baik supaya bisa menghindari perilaku cyberbullying.

Maka dari itu peneliti akan mengangkat penelitian yang berjudul “Hubungan

Antara Kontrol Diri dengan Perilaku Cyberbullying Pada Remaja di Kota Bandung”

1.2 Rumusan Masalah

Apakah hubungan antara kontrol diri dengan perilaku cyberbullying pada

remaja di Kota Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri

dengan perilaku cyberbullying pada remaja di Kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini bisa menjadi sumbangsih untuk

pengembangan konsep dan teori pada ilmu psikologi khususnya terkait

kontrol diri (Self Control) dan Cyberbullying serta penelitian ini bisa di

gunakan sebagai referensi untuk peneliti lainnya dengan tema yang sama

dan menjelaskan mengapa remaja lebih cenderung terlibat dalam perilaku

cyberbullying.

8
b. Manfaat Secara Praktis

Harapannya semoga penelitian ini bisa menambah wawasan untuk

masyarakat umum, berkontribusi pada pendidikan remaja tentang

pentingnya perilaku online yang aman dan etis. Serta memberikan

pemahaman dari dampak tikdakan cyberbullying dan bagaimana kontrol

diri dapat membantu remaja menghindari perilaku tersebut.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cyberbullying

1. Definisi

Cyberbullying berasal dari kata cyber (internet), dan bullying

(perundungan). Cyberbullying merupakan perilaku perundungan online,

perundungan ini dilakukan dalam dunia maya atau dunia digital atau juga dalam

media sosial. Perundungan ini dapat dilakukan melalui pesan teks, e-mail, pesan

instan, permainan online, situs web, chat rooms, atau melalui jejaring sosial

(Kowalski & Limber, 2013).

Cyberbullying adalah istilah yang digunakan pada saat seseorang atau

kelompok dengan sengaja melukai orang lain baik dalam bentuk tulisan, visual

atau gambar, dan/ komunikasi oral menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi (Nartgün & Cicioğlu, 2015; Nixon, 2014; Nordahl, Beran, & Dittrick,

2013; Süreci, 2016). Louisiana (dalam Patchin & Hinduja, 2015)

mendefinisikan cyberbullying sebagai transmisi dari pesan elektronik apapun baik

secara tulisan, visual atau gambar, video dan/ komunikasi oral dengan niat yang

disengajakan untuk menyakiti, menyiksa, atau mengintimidasi seseorang.

Menurut Chadwick (2014), cyberbullying dapat didefinisikan sebagai

penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, atau

menargetkan orang lain. Cyberbullying biasanya melibatkan komunikasi dalam

jangka waktu yang lama. Penindasan siber mirip dengan penindasan biasa, hanya

saja sebagian besar pelakunya tidak diketahui identitasnya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa cyberbullying

adalah perilaku perundungan yang disengaja dilakukan di dunia digital atau

media sosial dengan tujuan untuk melecehkan, mengancam, menindas orang lain

10
dengan cara pesan teks, gambar, video yang bisa menyakiti korbannya dan

pelakunya anonim.

2. Aspek-aspek Cyberbullying

Chadwick (2014) menjelaskan bahwa cyberbullying terbagi menjadi delapan

tipe berikut :

a. Harassment/Pelecehan, berulang kali mengirimkan pesan-pesan yang

menyinggung perasaan, kasar, dan menghina sering kali dikirimkan pada

siang dan malam. Ada yang bahkan menempelkan pesan mereka ke forum

publik, chat room atau papan pengumuman yang bisa dilihat orang lain.

b. Denigration/Kritik, mendistribusikan informasi tentang orang lain yang

melecehkan dan tidak benar melalui postingan di halaman Web,

mengirimkannya kepada orang lain melalui surel atau pesan instan, atau

mengirim foto-foto yang diubah secara digital dari seseorang.

c. Flaming/Menyalahkan, "bertengkar" di internet atau beradu argumen

pesan elektronik di dalam chat, pesan instan atau via email dengan bahasa

pemarah dan vulgar. Penggunaan huruf besar, gambar dan simbol

menambah emosi pada argumen.

d. Impersonation/Menyalahkan, menyusup ke akun posnel atau jejaring

sosial dan menggunakan identitas daring orang itu untuk mengirim atau

memposting hal-hal yang keji atau memalukan kepada atau mengenai

orang lain.

e. Masquerading/Menyamar, berpura-pura menjadi orang lain dengan

membuat fake acccount nama pengirim pesan instan. Mereka juga mungkin

menggunakan fake acccount orang lain sehingga akan tampak seolah-olah

ancaman telah dikirim oleh orang lain.

f. Pseudonyms/Nama Samaran, menggunakan nama samaran atau nama

panggilan online untuk menjaga identitas rahasia mereka (anonim). Orang

11
lain secara online hanya mengenal mereka dengan nama samaran ini yang

mungkin berpikir bahwa mereka tidak berbahaya atau merugikan.

g. Outing and Trickery/Tipuan, tampilan publik atau penerusan komunikasi

pribadi seperti pesan teks, email atau pesan instan. Berbagi rahasia atau

informasi yang memalukan, atau menipu seseorang untuk

mengungkapkan rahasia atau informasi yang memalukan dan

mengirimkannya kepada orang lain.

h. Cyber Stalking, ini adalah bentuk pelecehan. Pelaku akan berulang kali

mengirim pesan yang berisi ancaman bahaya dan mengintimidasi korban,

sehingga nantinya korban akan merasa takut dengan keselamatan dia.

3. Dampak Cyberbullying

Dampak dari cyberbullying biasanya menimbulkan masalah

emosional & psikologis. Masalah ini menyebabkan korban bisa mengalami

depresi karena tidak sanggup menerima apa yang dialaminya, menarik

diri dari masyarakat, kehilangan kepercayaan diri, stres dan bahkan ketika

dirinya tidak mampu lagi menangani hal tersebut dapat berakibat ke

bunuh diri. Pengaruh dari cyberbullying berbeda-beda pada setiap

individunya. Hal ini tergantung dari cara individu tersebut menyikapi

permasalahan atau perundungan yang ia dapatkan di media sosial

(Azizah, 2016).

Menurut Navarro, Yubero & Larranaga (2016) dalam Agustin ,

dampak dari cyberbullying yaitu:

a. Fisik: remaja mengalami sakit kepala, sakit perut, gangguan tidur,

kelelahan, sakit punggung, kehilangan nafsu makan dan masalah

pencernaan.

12
b. Psikologis dan Emosional: remaja merasakan takut, perasaan teror,

kecemasan, penderitaan, kesedihan, stres dan gejala depresi.

c. Sekolah terkait: remaja kurang termotivasi untuk ke sekolah dan

penurunannya tingkat konsentrasi atau nilai akademik.

d. Psikososial: remaja memiliki perasaan isolasi dan kesendirian,

pengucilan dan bahkan penolakan sosial. Dampak negatif dari

perilaku bullying dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan

(psikologis, fisik maupun sosial) yang akan terus mempengaruhi

perkembangan selanjutnya.

4. Faktor yang mempengaruhi perilaku Cyberbullying

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi, H. A., Suryani, &

Sriati, A. (2020), mendapati bahwa faktor perilaku cyberbullying dari 15

artikel dan didapatkan lima faktor yang mempengaruhi cyberbullying pada

remaja yaitu faktor individu diantaranya pengalaman kekerasan, persepsi,

gander, usia, kontrol psikologis, dan penggunaan zat adiktif. Faktor

keluarga meliputi pola asuh, dukungan keluarga, dan stress orang tua.

Faktor teman berupa dukungan. Faktor sekolah yaitu jenis sekolah. Faktor

terakhir yaitu penggunaan internet berupa intensitas dan kompetensi

media etis.

Pandie & Weismann (2016) menambahkan jika faktor yang

mempengaruhi perilaku cyberbullying pada individu adalah faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal seperti gagalnya individu dalam

mengontrol diri, artinya individu tidak bisa mengendalikan naluri (instik)

dan dorongan-dorongan primitifnya kepada perbuatan yang bermanfaat

dan lebih berbudaya.

13
B. Kontrol Diri

1. Definisi Kontrol Diri

Menurut Hortet (Juliyanti, 2017), self control atau kontrol diri adalah suatu

sistem diri dalam proses saling berhubungan, sistem ini meliputi berbagai

komponen, salah satu diantaranya adalah pengaturan diri (self regulation) yang

memusatkan perhatian dan pengontrolan diri, dimana proses tersebut

menjelaskan cara diri mengatur dan mengendalikan emosinya. Dalam kontrol

diri yang dikemukakan oleh Lazarus (Projo, K; dkk, 2022) mengungkapkan

terkait keputusan yang diambil seseorang dengan mempertim bangkan kognitif

yang digunakan sebagai penyatuan perilaku untuk dapat meningkatkan hasil

serta tujuan tertentu. Kemampuan mengontrol diri dirasa perlu untuk dilakukan

individu yang dapat mengarahkan suatu perilaku sesuai dengan aturan atau

norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya dengan menggunakan

kemampuan yang dimilikinya. Di dalam setiap lingkungan tentu memiliki

norma-norma yang pelanggarnya dapat diberikan suatu sanksi atau hukuman

sesuai ketentuan yang berlaku.

Sedangkan kontrol diri itu sendiri menurut Chaplin (Kusumawardhani;

dkk, 2018) merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh individu untuk

membimbing tingkahlakunya agar dapat menekan impuls-impuls dari perilaku

impulsif. Blackhart menyatakan, kontrol diri adalah kemampuan untuk

mengendalikan dan meregulasi impuls atau dorongan, emosi, keinginan,

harapan, dan perilaku lain yang berada di dalam diri.

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri

(self control) adalah kemampuan individu dalam membaca keadaan untuk bisa

mengelola ataupun mengendalikan pikirannya untuk berperilaku positif, tidak

merugikan orang lain ataupun diri sendiri guna dapat menyesuaikan diri

dengan norma yang berlaku. Selain itu, kontrol diri juga berhubungan dengan

14
cara individu mengendalikan emosi serta dorongan dalam dirinya untuk

menggunakan sikap yang rasional sehingga mampu membuat keputusan dan

mengambil tindakan yang efektif.

2. Aspek-Aspek Kontrol Diri

Menurut Averill terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu:

a. Kontrol Perilaku (Behavior Control)

Kontrol perilaku adalah kesiapan atau kemampuan seseorang

untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan mengontrol perilaku ini berupa diperinci menjadi dua

komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan

kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).

Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu

untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan.

Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan

kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan

menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus

merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan

suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara

yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus,

menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang

sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktu berakhir

dan membatasi intensitasnya.

b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu untuk

mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara

15
menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam

suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk

mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu

memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian

(appraisal). Dengan infomasi yang dimiliki oleh individu dapat

mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.

Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan

menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara

memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Kontrol dalam Mengambil Keputusan (Decession Making)

Kontrol dalam mengambil keputusan merupakan kemampuan

seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan

sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam

menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu

kesempatan, kebebasan ataukemungkinan pada diri individu untuk

memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Menurut Block dan Block ada tiga jenis kualitas kontrol diri

yaitu, Over Control, Under Control dan Appropriate Control. Over Control

merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara

berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam

bereaksi terhadap stimulus. Under Control merupakan suatu

kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas

tanpa perhitungan yang masak. Sementara Appropriate Control

merupakan kontrol individu dalam upaya mengendaikan impuls

secara tepat.

16
3. Faktor Faktor yang memperngaruhi Kontrol Diri

Kontrol diri tidak terjadi begitu saja, seperti halnya faktor

psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara

garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri ini terdiri

dari:

a. Faktor Internal (dari diri individu)

Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah

usia dan kematangan. Semakin bertambah usia seseorang, maka

semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. Kematangan

merupakan urutan perubahan yang dialami individu secara teratur

yang ditentukan oleh faktor genetik. Pada dasarnya individu

berkembang dalam cara yang terpola secara genetik, kecuali jika

gangguan atau hambatan oleh faktor lingkungan

(pengalaman/sesuatu yang diperoleh dalam kehidupan) yang bersifat

merusak.

b. Faktor Ekstemal (lingkungan individu)

Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana

mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (2000)

menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin

orangtua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya

kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila orangtua

menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini,

dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang

dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka

17
sikap kekonsistensian ini akan di internalisasi anak. Di kemudian akan

menjadi kontrol diri baginya.

C. Remaja

1. Definisi Remaja

Menurut Hurlock (Setianingrum, Amalia, 2015) remaja merupakan

fase pertumbuhan dan perkembangan ketika seseorang berada pada

rentang usia 11 – 18 tahun. Perkembangan adalah proses bertambahnya

kematangan seseorang. Senada dengan Papalia, Olds, dan Feldman

(Setianingrum, Amalia, 2015), masa remaja adalah masa perkembangan

antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar

pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial.

Masa remaja menjadi masa peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa remaja. Masa remaja sering diidentikkan sebagai masa individu

mulai berusaha mengenal diri melalui eksplorasi dan penilaian

karakteristik psikologis diri sendiri sebagai upaya untuk dapat diterima

sebagai bagian dari lingkungan. Sebagian remaja mampu melewati masa

peralihan ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami

kenakalan remaja mulai dari kenakalan ringan hingga kriminal, termasuk

di dalamnya kenakalan-kenakalan berbentuk cyberbullying (Malihah,

2018).

Menurut Santrock (2012), masa remaja dimulai pada sekitar usia 10

sampai 12 dan berakhir pada usia tahun 18 sampai 22 tahun. Masa remaja

akan mulai untuk melakukan segala sesuatu secara mandiri dan mulai

mencari jati dirinya. Peralihan menuju masa dewasa ditandai dengan

berkembangnya aspek kognitif seperti berkembangnya pola pikir

seseorang menjadi lebih abstrak dan idealis. Selain itu, perubahan masa

remaja juga mencakup perubahan pada aspek biologis dan sosio-

18
emosional yang mencakup perkembangan fungsi seksual dan kemandirian

seseorang (Santrock, 2012)

Dari berapa pengertian di atas maka dapat di simpulkan bahwa

remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, masa

remaja dimulai pada usia 10 dan berakhir pada usia 22 tahun. Pada masa

remaja individu dituntun untuk bisa melalui tahap perkembangan

meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial.

2. Ciri-ciri Remaja

Hurlock (Setianingrum, Amalia, 2015) menjelaskan masa remaja

mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan

sesudahnya. Seperti :

a. Periode Peralihan

Peralihan tahapan masa remaja ini sangat bergantung dari

masa sebelumnya, karena peralihan yang disebut disini bukan bersifat

putus tetapi menerus dari fase sebelumnya. Seperti dijelaskan

Osterrienth (Setianingrum, Amalia, 2015) struktur psikis anak remaja

berasal dari kanak-kanak, dan banyak ciri umum anak remaja sudah

terlihat dari masa kanak-kanak akhir.

b. Periode Perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa

remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan yang hampir

terjadi pada remaja seperti, meningginya emosi, perubahan fisik, minat

dan peran dalam kelompok sosial, perubahan nilai dan keinginan

untuk lebih bebas.

c. Masa Mencari Identitas

19
Fase saat remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa

perannya dalam masyarakat, status dalam keluarga sebagai anak atau

orang dewasa. Salah satu cara yang dilakukan oleh remaja dapat

dengan menggunakan simbol-simbol status yang ada dalam

masyarakat. Seperti, menggunakan mobil, berpakaian, merokok, atau

melakukan perilaku menyimpang.

d. Periode yang Penting

Perkembangan fisik yang cepat yang disertai perkembangan

mental yang cepat, terutama masa awal remaja. Hal tersebut menjadi

hal yang penting karena akibat baik jangka pendek ataupun jangka

panjang dari perkembangan yang cepat tersebut dapat memberikan

dampak yang tidak diduga pada fase selanjutnya. Menjadi penting

bagi orang tua dalam mengawasi dan membentuk sikap dan

membentuk sikap dan nila-nilai pada fase.

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Tugas-tugas perkembangan tersebut dikaitkan dengan fungsi belajar,

karena pada hakikatnya perkembangan kehidupan manusia dipandang sebagai

upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan dan upaya

mempelajari norma kehidupan dan dan budaya masyarakat agar ia (mereka)

mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik di dalam kehidupan nyata.

Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (dalam Ali.M

dan Asrori.M, 2016) antara lain:

a. Mampu mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara

lebih memuaskan dan matang;

b. Mampu mencapai perasaan seks dewasa yang diterima secara

sosial;

20
c. Mampu menerima keadaan fisiknya;

d. Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa;

e. Mencapai kebebasan ekonomi;

f. Memilih dan menyipkan suatu pekerjaan;

g. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga;

h. Mengembangkan ketrampilan dan kosep intelektual yang perlu

bagi warga Negara yang kompeten;

i. Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung

jawab secara sosial;dan

j. Mampu menggapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai

pedoman tingkah laku.

D. Dinamika Interaksi Antara Kontrol Diri dengan Perilaku Cyberbullying

Hadirnya internet termasuk media sosial seolah menjadi pembuka

gerbang antar negara di seluruh dunia (Saiful, 2019), memudahkan segalanya

karena pasalnya dengan internet yang kaitannya media sosial semua informasi

dan komunikasi bisa dengan sangat cepat merebak luas. Dalam sebuah perubahan

yang dilakukan tentu menginginkan dampak positif yang signifikan, namun tak

dapat disangkal ia akan diiringi oleh dampak negatif dan salah satunya adalah

cyberbullying (Agustina, 2019; Syah & Hermawati, 2018), sebagai dampak

penggunaan teknologi yang negatif (Rahayu, 2013).

Perkembangan media online dan gadget memang memberikan dampak

positif dan negatif terhadap penggunanya. Kasus tentang bullying sudah sering

terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dan sudah berlangsung kurang lebih dari

tiga puluh tahun lalu (Fadli, 2017). Bullying merupakan perilaku agresif yang di

tandai dengan tindakan berulang. Biasanya bullying melibatkan tindakkan

21
melecehkan dan mengancam seseorang secara verbal, mengejek, menyebarkan

rumor, menghasut, mnegucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), atau menyerang

secara fisik (mendorong, menampar, atau memukul). Metode lain yang umum

dilakukan adalah dengan posting informasi memalukan atau memalukan tentang

seseorang dalam forum publik online. Oleh karena itu, Cyberbullying melibatkan

pelecehan atau penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban yang

jauh secara fisik. Dampak dari cyberbullying untuk para korban tidak berhenti

sampai pada tahap depresi saja, melainkan sudah sampai pada tindakan yang

lebih ekstrim, yaitu bunuh diri (Fadli & Gazi, 2017).

Masa remaja menjadi masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa. Masa remaja sering diidentikkan sebagai masa individu mulai berusaha

mengenal diri melalui eksplorasi dan penilaian karakteristik psikologis diri sendiri

sebagai upaya untuk dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan (Sukmawati

& Kumala, 2020) . Sebagian remaja mampu melewati masa peralihan ini dengan

baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami kenakalan remaja mulai dari

kenakalan ringan hingga kriminal, termasuk di dalamnya kenakalan-kenakalan

berbentuk cyberbullying (Malihah, 2018). Cyberbullying yang terjadi pada remaja

tidak muncul begitu saja. Namun, cyberbullying juga memiliki faktor yang

mempengaruhi seseorang berperilaku cyberbullying, seperti faktor keluarga,

kegagalan dalam mengontrol diri, dan faktor lingkungan (Pandie & Weismann,

2016).

Menurut Kay (Ramadona & Mamat, 2019) mengungkapkan bahwa salah

satu tugas perkembangan remaja yaitu memperkuat self-control (kemampuan

mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

Remaja yang memiliki kontrol diri, akan memungkinkan remaja dapat

mengendalikan diri dari perilaku-perilaku yang melanggar aturan dan norma-

norma yang ada di masyarakat.

22
Stephen dan Wilcox (Prawira, 2013) mengemukakan bahwa individu yang

mempunyai kontrol diri yang rendah akan menyebabkan masalah-masalah social

seperti agresi dan melakukan tindakan kekerasan tanpa mempertimbangkan

konsekuensi yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang, dkk.

(2021) pada karyawan di United States. Hasil penelitiannya yaitu kontrol diri yang

rendah pada karyawan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi

pelaku cyberbullying. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Peker (2017) pada

menunjukkan bahwa kontrol diri memberikan pengaruh kuat terhadap perilaku

cyberbullying. Pengaruh tersebut diberikan melalui kecederungan kekerasan siber

(cyber victimization) yang mengarah ke perilaku cyberbullying.

Selanjutnya Bulan dan Wulandari (2021) mengemukakan bahwa kontrol

diri memiliki pengaruh negative terhadap cyberbullying yang artinya adalah

semakin tinggi kontrol diri yang dilakukan oleh individu tertentu, akan

menurunkan kecenderungan untuk melakukan tindakan cyberbullying. Maka

hubungan antara kontrol diri dan cyberbullying bersifat negatif, dimana apabila

kontrol diri rendah, maka perilaku cyberbullying akan meningkat. Kontrol diri

yang rendah membuat individu tidak mampu mengatur dan mengarahkan

perilakunya. Hal ini tidak dialami oleh remaja dengan kontrol diri (self-control)

yang tinggi akan berkorelasi dengan kualitas hubungan yang lebih baik,

meningkatkan empati serta kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain

(Malihah & Alfiasari, 2018)

Rendahnya kontrol diri (self-control) pada seseorang dapat memberikan

kontribusi yang tinggi dalam tindakan agresif yang dapat pula menyertakan

kekerasan. Agresivitas yang mendesak menjadi aktif, kontrol diri (self-control)

dapat membantu seseorang mengabaikan keinginan untuk berperilaku agresif,

dan akan membantu seseorang merespon sesuai standar sosial yang dapat

menekan perilaku agresifnya (Denson, Finkel, & DeWall, dalam Setianingrum,

Amalia, 2015).

23
Penelitian yang dilakukan Muhammad Azief Fatwa (2021) terhadap 204

subjek, dilihat bahwa hasil uji korelasi product moment pada satu variabel terikat

yaitu kontrol diri dan satu variabel bebas yaitu perilaku cyberbullying, diperoleh

koefisien korelasi rxy = 0.360 dengan (p= > 0,05) yang menunjukkan adanya

korelasi yang signifikan dan disimpulkan bahwa Ha diterima, yaitu terdapat

hubungan yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku

cyberbullyingData tersebut membuktikan bahwa semakin rendah kontrol diri

pada remaja maka semakin tinggi perilaku cyberbullying muncul pada remaja, dan

berlaku juga sebaliknya semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah juga

perilaku cyberbullying dapat terjadi.

Pada penelitian yang telah di lakukan oleh Valen dan Mario (2021)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self

control dan cyberbullying dibuktikan dengan hasil signifikansi p sebesar 0,000 ( p

< 0,005 ) dan hasil koefisien korelasi yaitu r sebesar -0,496 yang menunjukkan

antara self control dan cyberbullying memiliki hubungan yang negatif dengan

taraf kategori sedang. Artinya, bahwa semakin positif self control maka remakin

rendah perilaku cyberbullying pada remaja, sebaliknya semakin negatif self

control maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada remaja.

24
E. Kerangka Pemikiran

Perilaku Cyberbullying

pada remaja

Remaja

Kontrol diri Perilaku Cyberbulllying


(Self-Control) Chadwick (2014) menjelaskan
Menurut Averill, dkk (dalam
bahwa cyberbullying terbagi
Ghufron & Risnawati, 2016)
menjadi 8 tipe berikut :
terdapat 3 aspek self control
yang digunakaan dalam
Harassment, Denigration,
kehidupan sehari-hari, yaitu:
Flaming, Impersonation,
a. Kontrol perilaku
(behavioral control) Masquerading, Pseudonyms,
b. Kontrol kognitif (cognitive Outing and Trickery, Cyber
control) Stalking
c. Kontrol dalam pengambilan
s keputusan (decisional control)

25
F. Hipotesis Penelitian

Ha : Terdapat hubungan antara kontrol diri dengan perilaku cyberbullying

pada remaja di Kota Bandung

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif adalah sebuah desain penelitian yang dimana peneliti

menekankan analisisnya pada data-data numerial atau angka-angka

dengan pengolahannya menggunakan perhitungan statistika, sehingga

akan di peroleh signifikasi hubungan antar variabel (Azwar, 2017). Metode

penelitian kuantitatif disebut juga sebagai metode konfirmatif atau

pembuktian.

B. Identifikasi dan Operasionaliasai Variabel

1. Identifikasi Variabel

Menurut Kerlinger variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat

yang akan di pelajari. Selain itu, Kerlinger juga menyatakan bahwa

variabel sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda

(different Values) sehingga variabel itu adalah suatu yang bervariasi

(Sugiono, 2017). Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yakni variabel

bebas (Independen) dan variabel terikat (Dependen).

a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi

atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (terikat)

b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat yang disebabkan variabel bebas.

Adapun variabel yang menjadi objek pada penelitian ini adalah :

1) Variabel bebas (X) : Kontrol diri (Self Control)

2) Variabel terikat (Y) : Cyberbullying

2. Devinisi Konseptual

27
a. Cyberbullying

Perilaku cyberbullying adalah tindakan agresif, intimidatif,

atau merendahkan yang dilakukan secara berulang melalui media

elektronik atau online, yang bertujuan untuk menyakiti, menakuti,

atau merugikan individu lain. Ini dapat meliputi penggunaan pesan

teks, media sosial, surel, atau platform online lainnya untuk

menyebarkan pesan, gambar, atau informasi yang merugikan,

memalukan, atau mengintimidasi target secara psikologis atau sosial.

b. Kontrol Diri (Self Control)

Kontrol diri dalam penelitian ini mengacu pada konsep yang

dijelaskan oleh Averill (1997), yang mengartikannya sebagai

kemampuan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan membimbing

perilaku menuju konsekuensi yang positif.

3. Definisi Operasional

a. Cyberbullying

Willard menyatakan perilaku Cyberbullying adalah perilaku yang

mengirim atau mengekspos suatu material yang berbahaya atau

terlibat dalam bentuk lain dari agresi sosial melalui internet atau

teknologi digital lainnya (Agustia, 2019). Cyberbullying merupakan

perilaku perundungan online, perundungan ini dilakukan dalam

dunia maya atau dunia digital atau juga dalam media sosial.

Perundungan ini dapat dilakukan melalui pesan teks, e-mail, pesan

instan, permainan online, situs web, chat rooms, atau melalui jejaring

sosial (Kowalski & Limber, 2013).

Penelitian ini diukur berdasarkan aspek cyberbullying menurut

Chadwick (Syadza & Sugiasih, 2017) yang meliputi pertengkaran

online (flaming), berulang kali mengirimkan pesan kasar (harassment),

28
memposting rumor untuk merusak reputasi (denigration), berpura-

pura menjadi orang lain (impersonation), menyebar rahasia mengenai

orang lain (outing), menghasut (trickery), sengaja mengeluarkan

seseorang dari kelompok online secara kasar (exclusion) dan memfitnah

(cyberstalking). Kuesioner pada variabel cyberbullying diukur

menggunakan pilihan jawaban skala Likert.

b. Kontrol Diri (Self Control)

Kontrol diri dalam penelitian ini adalah sejauh mana siswa

dapat membimbing, mengarahkan dan mengendalikan perilaku

kearah yang lebih positif sehingga tidak melakukan perilaku

bullying. Hal ini tercermin dalam karakteristik sebagai berikut :

1) Behavior control: Kemampuan dalam mengontrol perilaku

dimana individu memiliki kesiapan dalam memodifikasi suatu

keadaan yang tidak menyenangkan. kemampuan mengontrol

perilaku ini terdiri dari :

 Regulated administration: Kemampuan individu dalam

mengendalikan situasi atau keadaan sesuai dengan

kemampuan dirinya.

 Stimulus modification: Kemampuan untuk mengetahui

bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak

dikehendaki dihadapi. misalnya mencegah atau menjauhi

stimulus yang negatif.

2) Cognitive control: Kemampuan individu dalam mengolah

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi

, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu

kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis demi

29
mengurangi tekanan. aspek ini terdiri dari dua komponen,

yaitu :

 Information gain: Individu dapat mengantisipasi keadaan

dengan mempertimbangkan berbagai aspek, setelah

mengetahui atau memiuliki informasi tentang suatu

keadaan yang tidak menyenangkan.

 Appraisal: Individu dapat menilai dan menafsirkan suatu

keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan

dampakdampak positif.

3) Decision control: Kemampuan dalam memilih suatu tindakan

berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui sesuai

dengan norma dan nilai yang ada di lingkungan sehingga

memperoleh hasilyang lebih baik

C. Subjek Penelitian

1) Populasi

Sugiyono (2019) menjelaskan bahwa populasi merujuk pada

kumpulan obyek atau subjek yang memiliki ciri kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

serta diambil kesimpulannya. Penentuan populasi memiliki peranan

krusial dalam penelitian karena dari populasi tersebut, peneliti bisa

memperoleh informasi atau data yang relevan dan bermanfaat bagi

penelitian yang sedang dilakukan.

Pada penelitian ini adalah seluruh remaja yang berada di kota

bandung dengan rentang usian antara 15 – 20 tahun.

2) Sampel

30
Sugiyono (2019) menjelaskan bahwa sampel merupakan bagian

yang diambil dari keseluruhan jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi. Penggunaan sampel diperlukan karena peneliti

menghadapi keterbatasan seperti waktu, tenaga, anggaran, dan jumlah

populasi yang besar. Sugiyono (2019) menyarankan bahwa ukuran

sampel yang cocok untuk penelitian berkisar antara 30 hingga 500. Di

sisi lain, Amiyani (2016) merekomendasikan bahwa penelitian

deskriptif membutuhkan setidaknya 100 sampel. Oleh karena itu,

berdasarkan teori ini, peneliti akan menggunakan sampel sebanyak 100

responden sebagai acuan dalam penelitiannya.

3) Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti menggunakan metode purposive sampling yang

digunakan untuk memilih sampel secara selektif. Sugiyono (2019)

mendefinisikan purposive sampling sebagai teknik penentuan sampel

yang dipilih berdasarkan pertimbangan khusus. Ini berarti bahwa

pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan atau kriteria spesifik

yang telah dirumuskan sebelumnya oleh peneliti. Dalam penelitian ini,

kriteria untuk sampel melibatkan remaja yang tinggal di Bandung,

berusia 15-20 tahun, memiliki akun media sosial, dan aktif

menggunakan media sosial.

D. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional

yang digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan

variabel terikat (Sugiyono, 2017). Desain penelitian memiliki peran penting

dalam memastikan efektivitas dan efisiensi jalannya penelitian. Suliyanto

(2018) menjelaskan bahwa desain penelitian menyajikan serangkaian

langkah yang diperlukan untuk memperoleh informasi yang sesuai guna

31
mengatur pendanaan serta menjawab permasalahan yang ada dalam

penelitian."

E. Instrumen Pengukuran

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini

berupa angket atau kuisioner yang diadaptari dari penelitianya

MUHAMMAD AZIEF FATWA dengan judul penelitian HUBUNGAN

ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU CYBERBULLYING

PADA REMAJA DI SURABA. Sugiyono (2014, hlm. 92) menyatakan bahwa

“Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan

untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dengan

demikian, penggunaan instrumen penelitian yaitu untuk mencari

informasi yang lengkap mengenai suatu masalah, fenomena alam maupun

sosial. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan

untuk menghasilkan data yang akurat yaitu dengan menggunakan skala

Likert. Sugiyono (2014, hlm. 134) menyatakan bahwa “Skala Likert

digunakan untuk mengukur suatu sikap, pendapat dan persepsi seseorang

atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial”.

Skala yang digunakan, dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek-

aspek dari variabel bebas dan variabel terikat yang akan diteliti. Berikut

tabel skor skala likert yang digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.1 Penskoran Skala Likert

Jawaban Skor Favorable Skor Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

32
Sangat Tidak Setuju 1 4

Tabel 3.2 Blueprint Skala Cyberbullying

Aitem Jumlah Bobot


No. Aspek Indikator Fav Unfav aitem (%)
1. Pelecehan 1. Menghina 1, 2 13, 14 4 18,4%
(Harrasment) 2. Mengirimkan pesan
berbentuk
penyerangan
2. Kritik 1. Memberikan kritik 3 15 2 9,2%
(Dennigration) buruk pada orang
lain melalui
postingan di media
sosial
3. Menyalahkan 1. Bertengkar dengan 4, 5 16, 17 4 18, 4%
(Flaming) korban melalui
media sosial

33
2. Menggunakan
bahasa yang vulgar,
penggunaan huruf
kapital

4. Peniruan 1. Menggunakan akun 6, 7 18, 19 4 18,4%


(Impersonation) orang lain untuk
memprovokasi

2. Membajak akun
korban

Tabel 3.3 Blueprint Skala Kontrol Diri (Self Control)

Aitem Jumlah Bobot


No. Aspek Indikator
Fav Unfav aitem (%)

Kontrol perilaku
1. 1. Kemampuan untuk 1, 2 6, 7 4 40%
(Behavioral
mengatur
Control)
pelaksanaan
(regulated
administration)
2. Kemampuan
mengontrol stimulus

34
2. Kontrol kognitif 1. Kemampuan 3, 4 8, 9 4 40%
mengantisipasi suatu
(Cognitif Control)
kejadian.
2. Kemampuan
menafsirkan suatu
kejadian
3. Kontrol 1. Kemampuan 5 10 2 20%
keputusan mengambil
(Decisional keputusan
Control).

Jumlah Total 10 100%

1) Validitas Alat Ukur

Validitas data yang dihasilkan dari pengukuran sangat bergantung

pada kualitas peralatan yang digunakan. Data yang valid adalah

representasi yang tepat mengenai variabel yang diukur dalam bentuk

kuantitatif. Ketika hasil pengukuran tidak konsisten, maka data yang valid

tidak dapat diperoleh. Konsistensi dalam pengujian peralatan pengukur

menjadi faktor penting untuk memastikan akurasi (Azwar, 2017).

2) Daya Beda Aitem

Daya diskriminasi suatu item mengukur seberapa baik item

tersebut dapat membedakan individu atau kelompok individu yang

memiliki atribut yang diukur dari yang tidak memiliki. Proses pengujian

ini melibatkan perhitungan korelasi antara skor yang diperoleh dari item

dengan skor keseluruhan skala. Hasil perhitungan ini akan memberikan

koefisien korelasi total dari item tersebut. Semakin tinggi nilai korelasi

positif antara skor item dan skor keseluruhan skala, semakin kuat

35
hubungan antara item dan keseluruhan skala, yang menunjukkan tingkat

daya diskriminasi yang lebih tinggi.

Untuk memilih item berdasarkan kriteria korelasi total, seringkali

digunakan batasan bahwa rᵢx ≥ 0,30. Semua item yang memiliki koefisien

korelasi setidaknya 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi yang

memadai. Sementara item dengan koefisien korelasi kurang dari 0,30

dianggap memiliki daya diskriminasi yang rendah. Pengujian daya

diskriminasi ini dalam penelitian menggunakan koefisien korelasi product

moment.

Untuk memvalidasi skor aitem dalam suatu skala rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :

𝑁𝛴𝑥𝑦−(∑𝑥) (∑𝑦)
𝑟𝑥𝑦 =
√(𝑁𝛴𝑥 2 − (∑𝑥 )2 (𝑁𝛴𝑦 2 − (𝛴𝑦)2)

𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y


𝛴𝑥 y = Jumlah perkalian antara variabel x dan Y

∑𝑥 2 = Jumlah dari kuadrat nilai X


∑𝑦 2 = Jumlah dari kuadrat nilai Y
(∑𝑥)2 = Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan
(∑𝑦)2 = Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan

3) Reliabilitas Alat Ukur

Menurut Azwar (2017) reliabilitas adalah sejauh mana hasil

suatu pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama. Uji

36
reliabilitas dilakukan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi

dari jawaban responden terhadap suatu alat ukur psikologis yang

disusun dalam bentuk kuisioner. Suatu penelitian yang reliabel

hasilnya akan tetap sama apabila diukur pada waktu yang berbeda.

Kalimat tersebut adalah sebagai berikut:

"Setelah uji validitas dilakukan, langkah selanjutnya adalah

melakukan uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach

untuk memperoleh estimasi reliabilitas yang akurat. Semakin tinggi

koefisien reliabilitas, semakin kecil kesalahan pengukuran, yang

mengindikasikan keandalan yang lebih tinggi dari alat ukur yang

digunakan. Sebaliknya, koefisien reliabilitas yang rendah akan

mengakibatkan kesalahan pengukuran yang besar dan mengurangi

keandalan alat ukur (Azwar, 2017). Koefisien reliabilitas memiliki

rentang antara 0 hingga 1,00. Semakin mendekati nilai 1,00, semakin

tinggi keandalan pengukuran (Azwar, 2017). Rumus Alpha

Cronbach adalah sebagai berikut:"

𝑘 Σ𝜎𝑖 2
𝑟=( (1 − )
𝑘−1 𝜎2

Keterangan:

r = Koefisien rebilitas

Alpha Cronbach k =

37
Jumlah aitem pertanyaan

atau soal Σ𝜎² = Jumlah

Varian aitem

𝜎² = Varians total

F. Teknik Analisis Data

Setelah pengumpulan data dari berbagai responden atau sumber

data, langkah berikutnya adalah melakukan analisis data. Proses ini

melibatkan pengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, penyusunan tabel berdasarkan variabel dari keseluruhan

responden, penyajian data untuk setiap variabel yang sedang diteliti,

perhitungan yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang

diajukan, serta pengujian hipotesis yang telah diusulkan (Sugiyono, 2017).

Berdasarkan jenis data dan hipotesis yang akan diujikan maka

teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis

product moment. Adapun rumus analisis product moment sebagai

berikut :

∑y
𝑦=
√(∑2 )(∑y 2 )

Keterangan :

rxy = Koefisiensi korelasi anatara variabel X dan variabel Y

∑𝑦 = Jumlah perkalian x dengan y

2
= Kuadrat dari x (deviasi x)

𝑦2 = Kuadrat dari y (deviasi y)

38
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dapat dilihat, apabila hasil

perhitungan statistik lebih dari signifikansi taraf kesalahan 5% (0,05), maka

hipotesis awal diterima. Namun, apabila nilai signifikansi pada

perhitungan statistik kurang dari signifikansi taraf kesalahan 5% (0,05),

maka hipotesis awal ditolak.

G. Garis Waktu

Tabel 3.4 Garis Waktu Penelitian

Bulan
September

November

Desember

Februari
Januari

Maret

No Kegiatan Penelitian
Juni
Mei

1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Penyebaran Kuesioner
Analisis dan Pengolahan
5
Data
6 Penyusunan Laporan
7 Sidang Skripsi

39
40
DAFTAR PUSTAKA

Alhamidi, R. (2023, Juni 9). Ortu Korban Perundungan Bocah di Bandung Lapor Polisi.

Retrieved from Detik Jabar: https://www.detik.com/jabar/hukum-dan-

kriminal/d-6764120/ortu-korban-perundungan-bocah-di-bandung-lapor-

polisi

Ali, M. dan Asrori, M. (2016) Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:

PT Bumi Aksara.

Anwarsyah, F. (2017, Oktober). PENGARUH LONELINESS, SELF-CONTROL,

DAN SELF ESTEEM TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA

MAHASISWA. TAZKIYA Journal of Psychology, Vol. 5 No. 2, 203 - 215.

Asmadi, E. (2018). PERAN PSIKIATER DALAM PEMBUKTIAN KEKERASAN

PSIKIS PADA KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA, Vol. 3 Nomor 1, 39-51.

Bulan & Wulandari. (2021). Pengaruh kontrol diri terhadap kecenderungan

perilaku cyberbullying pada remaja pengguna media sosial anonym.

Buletin riset psikologi dan kesehatan mental. Vol. 1 (1). 497-507.

Devia, Valen Mutiara, and Mario Pratama. "HUBUNGAN ANTARA SELF-

CONTROL DENGAN PERILAKU CYBERBULLYING DIMEDIA SOSIAL

PADA REMAJA." NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 8 No 3

(2021): Hal. 227-237.

Dewi, H. A., Suryani, & Sriati, A. (2020, Juni 2). Faktor faktor yang memengaruhi

cyberbullying pada remaja: A Systematic review. Fakultas Keperawatan,

Universitas Padjadjaran, Volume 3, 129 - 141.

Ernes, Yogi. Ayu Ting Ting Ungkap Alasan Lapor Kasus Bullying ke Polisi: Bela Anak.

Edited by Yogi Ernes. Agustus 31, 2021. https://news.detik.com/berita/d-

41
5703562/ayu-ting-ting-ungkap-alasan-lapor-kasus-bullying-ke-polisi-bela-

anak (accessed November 20, 2022).

Fahlevi, Fadhi. 1.895 Remaja Alami Perundungan Secara Siber, Pelakunya 1.182 Siswa.

Edited by Eko Sutriyanto. Februari 1, 2023.

https://www.tribunnews.com/nasional/2023/02/01/1895-remaja-alami-

perundungan-secara-siber-pelakunya-1182-siswa (accessed November 21,

2023).

Fazry, L., & Apsari, N. C. (2021). PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP

PERILAKU CYBERBULLYING DI KALANGAN REMAJA. Jurnal

Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM), Vol. 2 No.1, Hal : 28 -

36.

Juli Yanti Harahap, “HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN

KETERGANTUNGAN INTERNET DI PUSTAKA DIGITAL

PERPUSTAKAAN DAERAH MEDAN,” JURNAL EDUKASI: Jurnal

Bimbingan Konseling 3, no. 2 (3 Juli 2017): hlmn, 139,

https://doi.org/10.22373/je.v3i2.3091

Kowalski, R. M., & Limber, S. P. (2013). Psychological , Physical , and Academic

Correlates of Cyberbullying and Traditional Bullying. Journal of

Adolescent Health, 53(1), 513–520.

https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2012. 09.018

Kusumawardhani, Ika Amalia, Woro Kurnianingrum, and Naomi Soetikno, ‗Art

Therapy Untuk Meningkatkan Kontrol Diri Pada Anak Didik Lapas‘,

Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 2.1 (2018), 135.

https://doi.org/10.24912/jmishumsen.v2i1.1751

Lazarus, R. S., Pattern of Adjusment (Tokyo: McGraw-Hill, Kogakusta Ltd., 1976)

42
M. Nur Gufron dan Rini Risnawita S. Teori-teori Psikologi (Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media, 2016), 29-31.

Marsela, R. D., & Supriatna, M. (2019). Kontrol Diri : Definisi dan Faktor. Journal of

Innovative Counseling, Vol.3, No.2( 2548-3226), 65-69.

Mayasari, A. T., Febriyanti, H., & Orimadevi, I. (2021). Kesehatan Reproduksi Wanita

di Sepanjang Daur Kehidupan. Aceh: Syiah Kuaka University Press.

Mulawarman, & Nurfitri, A. D. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial beserta

Implikasinya Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan. Buletin

Psikologi, Vol. 25, No. 1, 36 - 44. doi:10.22146/buletinpsikologi.22759

Nartgün, Ş. S., & Cicioğlu, M. (2015). Problematic Internet Use and Cyber Bullying

in Vocational Shool Students. International Online Journal of Educational

Sciences, 7(3), 10-26.

Nasrullah, R. (2015). Media Sosial; Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. .

Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Navarro, Raul., Yubero, Santiago., & Larranaga, Elisa (eds). 2016. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

NINGRUM, F. S., & AMNA, Z. (2020, Juni 26). Cyberbullying Victimization dan

Kesehatan Mental pada Remaja. doi: e-ISSN 2528-5181

Nixon, C. L. (2014). Current Perspectives: The Impact of Cyberbullying on

Adolescent Health. Adolescent Health, Medicine, and Therapeutics, 143-

158.

Nordahl, J., Beran, T., & Dittrick, C. J. (2013). Psychological Impact of Cyber-

Bullying Implications for School Counsellors. Canadian Journal of

Counseling and Psychotherapy, 47(3), 383-402.

43
Pandie, M. M., & Weismann, I. T. (2016, April). PENGARUH CYBERBULLYING DI

MEDIA SOSIAL TERHADAP PERILAKU REAKTIF SEBAGAI PELAKU

MAUPUN SEBAGAI KORBAN CYBERBULLYING PADA SISWA KRISTEN

SMP NASIONAL MAKASSAR, Vol. 14, No. 1.

Pandie, M. M., & Weismann, I. T. (2016). PENGARUH CYBERBULLYING DI

MEDIA SOSIAL TERHADAP PERILAKU REAKTIF SEBAGAI PELAKU

MAUPUN SEBAGAI KORBAN CYBERBULLYING PADA SISWA

KRISTEN SMP NASIONAL MAKASSAR. JURNAL JAFFRAY, Vol. 14, No.

1, 44 - 62.

Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2015). Measuring Cyberbullying: Implications for

Research. Aggression and Violent Behavior, 1-6.

Prawira, A. E. (2013). Jejaring sosial bikin orang kehilangan kontrol diri. Diunduh

dari http://health.liputan6.com pada tanggal 11 Februari 2020.

Projo, K. D., Nuqul, F. L., & Widodo, R. W. (2022, Oktober). Pengaruh kontrol diri

terhadap agresivitas mahasiswa dalam unjuk rasa (demonstrasi) di Kota

Malang. Jurnal Psikologi Tabularasa, Vol.17(2), 107-131. Retrieved from

https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpt/index

Purbohastuti, A. W. (2017, Oktober). EFEKTIVITAS MEDIA SOSIAL SEBAGAI

MEDIA PROMOSI. Tirtayasa EKONOMIKA, Vol. 12, No. 2, 212 - 231.

Putri, M. A., Supriatna, M., & Nadhirah, N. A. (2022, Desember 2). Upaya Guru

Bimbingan dan Konseling Dalam Mencegah. Jurnal Konseling Gusjigang,

Vol. 8, No.2(Cyberbullying Bimbingan dan konseling Role playing

Bimbingan kelompok), hal. 141-149. doi:

https://doi.org/10.24176/jkg.v8i2.7700

Ramadhan, Fauzi. Kisah Tragis Amanda Todd, Gadis Belia Korban Perundungan Dunia

Maya. Edited by Qoriha Tanti. Maret 16, 2022.

44
https://www.sonora.id/read/423188015/kisah-tragis-amanda-todd-gadis-

belia-korban-perundungan-dunia-maya (accessed November 20, 2023).

Riyanto, Andi Dwi . Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2023. April

18, 2023. https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-

report-2023/ (accessed November 20, 2023).

Setianingrum, Amalia. 2015. Perngaruh Empati, Self Control, dan Self Esteem

Terhadap Pelaku Cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. Jakarta

Sukmawati, A., & Kumala, A. P. (2020, Oktober). DAMPAK CYBERBULLYING

PADA REMAJA DI MEDIA SOSIAL. Alauddin Scientific Journal of Nursing,

Vol 1, No. 1, 55-65. Retrieved from http://journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/asjn/issue/view/1328

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND. Bandung:

Alfabeta.

Zhang, S., Leidner,D., Coa,X. dan Liu, N. (2021). Workplace cyberbullying: A

criminological and routine activity perspective. Journal of Information

Technology. https://doi.org/10.1177/02683962211027888

45

Anda mungkin juga menyukai