Anda di halaman 1dari 110

KONSTRUKSI ISU KEKERASAN PADA ANAK DI MEDIA

ONLINE
(analisis framing berita kekerasan pada anak di media online
tirto.id)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh
Kalingga Ramadhan
NIM: 1113051000211

PROGRAM STUDI JURNALISTIK


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Kalingga Ramadhan

NIM : 1113051000211

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “KONSTRUKSI ISU


KEKERASAN PADA ANAK DI MEDIA ONLINE (analisis framing berita
kekerasan pada anak di media online tirto.id)” secara keseluruhan adalah hasil
penelitian/karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya
cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 29 Juli 2020

Kalingga Ramadhan
NIM. 1113051000211

ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

KONSTRUKSI ISU KEKERASAN PADA ANAK DI MEDIA


ONLINE
(analisis framing berita kekerasan pada anak di media online
tirto.id)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh
Kalingga Ramadhan
NIM. 1113051000211

Pembimbing

Bintan Humaira, M.Si


NIP. 197711052001122002

PROGRAM STUDI JURNALISTIK


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M

iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi berjudul “KONSTRUKSI ISU KEKERASAN PADA ANAK DI


MEDIA ONLINE (analisis framing berita kekerasan pada anak di media
online tirto.id)” telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 28 Juli 2020.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
program Strata Satu (S1) pada jurusan Konsentrasi Jurnalistik.
Jakarta, 28 Juli 2020
Sidang Munaqasah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Kholis Ridho, M.Si Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A


NIP. 19781142009121002 NIP. 197104122000032001

Anggota

Penguji I Penguji II

Siti Nurbaya, M.Si Syamsul Rijal, MA, Ph.D


NIP. 197908232009122002 NIP. 197810082006041002

Pembimbing

Bintan Humaira, M.Si


NIP. 197711052001122002

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ ii


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 11

D. Metodologi Penelitian .................................................................................. 12

E. Teknik Analisis Data .................................................................................... 14

F. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 17

BAB II .................................................................................................................. 20
A. Pengertian Konstruksi Sosial ....................................................................... 20

B. Media Massa dan Konstruksi Realitas ......................................................... 23

C. Definisi dan Karakteristik Media Massa ...................................................... 26

D. Media dan Kekerasan pada Anak ................................................................ 27

E. Pengertian Framing ..................................................................................... 30

F. Framing Model Robert N. Etman ................................................................ 34

G. Media Online ............................................................................................... 39

H. Berita ........................................................................................................... 43

BAB III ................................................................................................................. 48


A. Sejarah Tirto.id ........................................................................................... 48

v
B. Profil Tirto.id ............................................................................................... 50

C. Penghargaan Media Tirto.id ........................................................................ 52

BAB IV ................................................................................................................. 54
A. Analisis Framing Robert N. Entman ............................................................ 54

B. Interpretasi .................................................................................................. 70

BAB V................................................................................................................... 81
A. Kesimpulan .................................................................................................. 81

B. Saran ........................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83


LAMPIRAN ......................................................................................................... 89

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perangkat Framing Robert N. Entman........................................... 16


Tabel 2.1 Dimensi Framing Robert N. Entman ............................................. 34
Tabel 2.2 Perangkat Framing Robert N. Entman........................................... 36
Tabel 4.1 : Hasil Analisis Berita KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus
Perkosaan P2TP2A Lampung ........................................................................ 54
Tabel 4.2 : Hasil Analisis Berita Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng
Negara & Pentingnya RUU PKS ................................................................... 60
Tabel 4.3 : Hasil Analisis Berita Ironi Predator di Rumah Aman dan Negara
yang Gagal Lindungi Korban ........................................................................ 65

vii
ABSTRAK

Nama : Kalingga Ramadhan


NIM : 1113051000211
KONSTRUKSI ISU KEKERASAN PADA ANAK DI MEDIA ONLINE
(analisis framing berita kekerasan pada anak di media online tirto.id)
Tingkah laku kriminal kekerasan seksual memiliki tingkat kuantitas yang
cukup tinggi di Indonesia, dan tak jarang yang menjadi korban dalam kasus
kriminalitas jenis ini adalah anak yang usianya masih dibawah umur. Alasan
mengapa anak sering kali menjadi target kekerasan seksual karena anak selalu
berada pada posisi yang lebih lemah dan kesadaran orang tua dalam
mengantisipasi tindak kejahatan pada anak yang rendah. Kasus kekerasan yang
terjadi di Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
menjadi sorotan bagi banyak media dan juga pemerhati anak. Kasus kekerasan
tersebut dilakukan oleh salah satu anggota dari Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak, selain melakukan kekerasan seksual, pelaku
juga memperdagangkan korban. Kasus ini telah menjadi pekerjaan rumah bagi
pihak kepolisian dan pemerintah. Khususnya Kemen PPA yang merupakan induk
yang bertugas untuk melindungi dan mendampingi anak.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana
Framing Media Online Tirto.id dalam pemberitaan kekerasan seksual yang terjadi
di Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak?.
Penelitian ini menggunakan teori media dan konstruksi realitas yang
menunjukkan bahwa realitas tidak dapat hadir secara alamiah, namun merupakan
hasil konstruksi sosial. Peneliti juga menggunakan paradigma kostruktivis dan
pendekatan kualitatif, dengan Teknik analisis teks framing model Robert N.
Entman yang melihat bangunan teks dalam empat elemen, yaitu Problem
Identification (identifikasi masalah), Causal Interpretation (mencari penyebab
masalah), Make Moral Judgment (membuat keputusan moral) dan Treatment
Recommendation (solusi atas masalah).
Frame Media Online Tirto.id tentang kasus kekerasan seksual yang terjadi
di Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak lebih
menekankan terhadap korban dan juga tentang hak – hak korban, serta sebuah
kritik dan saran terhadap pihak pemerintah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media online Tirto.id
membingkai isu kekerasan pada anak sebagai bentuk kritik pada pemerintah,
karena persoalan kekerasan anak bukan sekedar persoalan individu semata akan
tetapi melibatkan negara sebagai penanggung jawab atas warga negara, khususnya
pada anak – anak. Hal itu sesuai dengan fungsi pers sebagai kontrol sosial dimana
pers diharapkan beperan aktif dalam sistem pemerintahan sehingga terjadi
transparasi dalam sistem pemerintahan terhadap masyarakat.
Kata Kunci: Kekerasan Anak, Konstruksi Sosial, Analisis Framing, Media online
Tirto.id

viii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat

berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat dan serta salam juga

tidak lupa ditunjukkan kepada Rasulullah Muhamad SAW.

Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh penulis saat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga

mendapatkan pelajaran bahwa tanpa adanya usaha dan kerja keras maka tidak

akan membuahkan hasil.

Setelah perjuangan beberapa bulan dalam mengerjakan penelitian ini,

penulis mendapat beragam tantangan dalam pengerjaannya. Namun, dengan

adanya dukungan dan semangat dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed., Wakil Dekan Bidang
Akademik, Dr. Siti Napsyiah, Wakil Dekan Bidang Administrasi
Umum dan Keuangan, Dr. Sihabuddin Noor, M.Ag., dan Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan, Drs. Cecep Sastra Wijaya, M.A.
2. Ketua Program Studi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si., Sekertaris
Program Studi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A yang
begitu bijaksana, sabar, dan telah meluangkan waktunya untuk
berkonsultasi dan membantu dalam hal perkuliahan.
3. Bintan Humaira, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan ilmu dan waktunya kepada penulis di tengah
kesibukannya yang padat, serta membimbing penulis dengan sabar
hingga skripsi ini selesai dengan baik.

ix
4. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat dan senantiasa sabar dalam memberikan membelajaran.
5. Orang tua tercinta, Bapak Santoso Harjono dan Ibu Ratna Maya Siti
Rahayu. Kakak saya Satria Dharma Setha, Istri kakak saya Nur
Hikmah dan keponakan kesayangan saya Makaila Kamila Salifah
yang telah berjuang dan mendukung sekuat tenaga agar saya meraih
pendidikan setinggi-tingginya, berkat usaha dan doa mereka saya bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Kawan-kawan Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
angkatan 2013 yang telah membantu dan tetap menyemangati saya
untuk menyelesaikan skripsi.
7. Keluarga besar Lembaga Pers Mahasiswa Journo Liberta. Terima
kasih sudah memberikan penulis kesempatan untuk belajar serta
menjadi bagian dari keluarga LPM Journo Liberta.
8. Teman-teman Yobok Supmak, Fakhri, Ejon, Dolah, Denny, Bisri,
Arief, Singgih, Boja, Rizal, Agung, Irhas, Fathra, Arfan, Irfan yang
telah berjuang bersama-sama sampai titik darah penghabisan.
9. Teman - teman Karang Taruna RW 08 Bukit Indah, Amal, Eky,
Gabriel, Aufa, Aal yang terus memberi saya semangat dan juga
bantuannya baik dikala senang maupun susah.
10. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis dalam menyelesaikan


skripsi ini, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi civitas akademika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun bagi khalayak luas.

Jakarta, 29 Juli 2020

Kalingga Ramadhan

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tingkah laku kriminal kekerasan seksual memiliki tingkat kuantitas yang

cukup tinggi di Indonesia, dan tak jarang yang menjadi korban dalam kasus

kriminalitas jenis ini adalah anak yang usianya masih dibawah umur. Menurut

data yang dikumpulkan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 21.869.797 kasus

kekerasan seksual anak, yang tersebar di 34 provinsi, dan 179 kabupaten dan

kota. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak itu, katanya, merupakan

kejahatan seksual terhadap anak.1 Selain itu Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyoroti banyaknya kasus

kekerasan anak selama masa pandemi COVID-19. Merujuk data Sistem

Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) terdapat

3000 kasus kekerasan terhadap anak sejak 1 Januari hingga 19 Juni 2020 yang

didominasi oleh kasus kekerasan seksual dengan angka mencapai 1.848 kasus.

Artinya kasus-kasus ini banyak sekali dijumpai meskipun tidak secara langsung.2

Mirisnya, sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang

dikenal oleh korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari si anak, paling

sering adalah saudara laki-laki, ayah, paman, atau sepupu; sekitar 60% adalah

kenalan lainnya seperti ‘teman’ dari keluarga, pengasuh, atau tetangga, orang

asing adalah pelanggar sekitar 10% dalam kasus penyalahgunaan seksual anak.

1
www.kemkopmk.go.id
2
Alfian Putra Abdi, 2020. “Kemen PPA Catat 3000 Kasus Kekerasan Anak Selama Pandemi
COVID-19”,https://tirto.id/kemen-pppa-catat-3000-kasus-kekerasan-anak-selama-pandemi-covid-
19-fK3j
2

Kasus – kasus kekerasan yang menimpa anak – anak, tidak saja terjadi di

perkotaan tetapi juga di pedesaan. Namun sayangnya belum ada data yang

lengkap mengenai ini. Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa anak

perempuan pada situasi sekarang ini, sangatlah rentan terhadap kekerasan

seksual. Alasan pada umumnya pelaku adalah sangat beragam, selain tidak

rasional juga mengada-ada. Sementara itu usia korban rata-rata berkisar antara 2

– 15 tahun bahkan diantaranya dilaporkan masih berusia 1 tahun 3 bulan. Para

pelaku sebelum dan sesudah melakukan kekerasan seksual umumnya melakukan

kekerasan, dan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat dan serangkaian

kebohongan.3

Ada beberapa alasan mengapa anak sering kali menjadi target kekerasan

seksual yaitu: anak selalu berada pada posisi yang lebih lemah dan tidak berdaya,

moralitas masyarakat khususnya pelaku kekerasan seksual yang rendah, kontrol

dan kesadaran orang tua dalam mengantisipasi tindak kejahatan pada anak yang

rendah. Dari beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya dapat dilihat bahwa

jarang kekerasan seksual terhadap anak dilakukan oleh orang asing (tidak dikenal

oleh korban).4

Untuk mengenali bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak sesungguhnya

tidaklah jauh dari sekitar kita. Realitas kekerasan seksual yang dialami anak–anak

sampai saat ini masih menjadi masalah yang cukup besar di Indonesia. Lihat saja

pemberitaan media cetak dan elektronik mengenai kekerasan seksual pada anak
3
Diesmy Humaira B, Nurur Rohmah, dkk, KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK: TELAAH
RELASI PELAKU KORBAN DAN KERENTANAN PADA ANAK. PSIKOISLAMIKA. Jurnal
Psikologi Islam (JPI) copyright © 2015 Pusat Penelitan dan Layanan Psikologi. Volume 12.
Nomor 2, Tahun 2015
4
Wisnu, Sri Hertinjung. The dynamic of causes of child sexul abuse based on availability of
personal space and privacy. (UMS; 2009)
3

dapat dijumpai setiap hari. Bentuk dan modus operandinya pun juga cukup

beragam. Berdasarkan ketentuan Konvensi Hak Anak (1989) dan protokol

tambahannya KHA (option protocol Convention on the Rights of the Child)

bentuk-bentuk kekerasan dibagi dalam empat bentuk. Kekerasan seksual meliputi

eksploitasi seksual komersial termasuk penjualan anak (sale children) untuk

tujuan prostitusi (child prostitution) dan pornografi (child phornography).

Kekerasan seksual terhadap atau dengan sebutan lain perlakuan salah secara

seksual bisa berupa hubungan seks, baik melalui vagina, penis, oral, dengan

menggunakan alat, sampai dengan memperlihatkan alat kelaminnya, pemaksaan

seksual, sodomi, oral seks, onani, pelecehan seksual, bahkan perbuatan incest.5

Bentuk lainnya, menyentuh alat kelamin korban atau memaksa korban

untuk menyentuh alat kelaminnya; melibatkan anak-anak dalam pornografi,

misalnya memperlihatkan gambar atau tulisan erotis dengan tujuan

membangkitkan nafsu birahi, termasuk juga memperlihatkan kepada anak-anak

alat-alat seperti kondom, gambar orang tanpa busana dan sebagainya.

Menurut Resna dan Darmawan, tindakan penganiayaan seksual dapat

dibagi atas tiga kategori yaitu perkosaan, incest, dan eksploitasi. Pada eksploitasi

termasuk prostitusi dan pornografi. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai

berikut. (a) Perkosaan, Pelaku tindakan perkosaan biasanya pria. Perkosaan

biasanya terjadi pada suatu saat dimana pelaku (biasanya) lebih dulu mengancam

dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Jika anak diperiksa dengan

segera setelah perkosaan, maka bukti fisik dapat ditemukan seperti air mata,

darah, dan luka memar yang merupakan penemuan yang mengejutkan dari

5
http://www.lbh-apik.or.od/
4

penemuan suatu akibat penganiayaan. Apabila terdapat kasus pemerkosaan

dengan kekerasan pada anak, akan merupakan suatu resiko terbesar karena

penganiayaan sering berdampak emosi tidak stabil. Khusus untuk anak ini

dilindungi dan tidak dikembalikan kepada situasi di mana terjadi tempat

perkosaan, pemerkosa harus dijauhkan dari anak. (b) Incest, didefinisikan sebagai

hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya antara individu yang mempunyai

hubungan dekat, yang perkawinan di antara mereka dilarang oleh hukum maupun

kultur. Incest biasnya terjadi dalam waktu yang lama dan sering menyangkut

suatu proses terkondisi. (c) Eksploitasi, Eksploitasi seksual meliputi prostitusi

dan pornografi, dan hal ini cukup unik karena sering meliputi suatu kelompok

secara berpartisipasi. Hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau di luar

rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan dengan anak-anak

dan merupakan suatu lingkungan seksual. Pada beberapa kasus ini meliputi

keluarga-keluarga, seluruh keluarga ibu, ayah, dan anak-anak dapat terlibat dan

anak-anak harus dilindungi dan dipindahkan dari situasi rumah. Hal ini

merupakan situasi patologi di mana kedua orangtua sering terlibat kegiatan

seksual dengan anak-anaknya dan mempergunakan anak-anak untuk prostitusi

atau untuk pornografi. Eksploitasi anak-anak membutuhkan intervensi dan

penanganan yang banyak secara psikiatri.6

Kekerasan seksual pada anak dibawah umur sudah menjadi ancaman di

Indonesia, melonjaknya kekerasan seksual di Indonesia membuat semua orang

harus waspada karna kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk penyiksaan

6
Diesmy Humaira B, Nurur Rohmah, dkk, KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK: TELAAH
RELASI PELAKU KORBAN DAN KERENTANAN PADA ANAK. PSIKOISLAMIKA. Jurnal
Psikologi Islam (JPI) copyright © 2015 Pusat Penelitan dan Layanan Psikologi. Volume 12.
Nomor 2, Tahun 2015
5

terhadap anak, dimana orang dewasa atau remaja menggunakan anak sebagai

rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual pada anak termasuk meminta atau

menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, memberikan paparan

yang tidak selayaknya untuk ditampilkan pada anak. Berikut terdapat beberapa

istilah-istilah tentang kekerasan seksual, diantaranya:

Menurut WHO kekerasan terhadap anak adalah suatu penganiayaan atau

perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual

melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara

nyata ataupun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup,

martabat atau pengembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang

bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.7

Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan (UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak).

Kekerasan seksual adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan yang

dilakukan seseorang atau sejumlah orang, namun tidak disukai dan tidak di

harapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif

seperti ras malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan

kesucian, dan sebagainya pada orang yang menjadi korban.8

Meskipun kekerasan seksual terjadi secara berulang dan terus menerus,

namun tidak banyak masyarakat yang memahami dan peka tentang pesoalan ini.

Kekerasan seksual seringkali dianggap sebagai kejahatan terhadap kesusilaan

7
https://www.who.int/indonesia
8
Supardi dan Sadarjoen. 2006. “Dampak Psikologis Pelecehan Seksual pada Anak Perempuan”,
http//www.kompas.com/Kesehatan/news/0409/12/201621.htm
6

semata. Pandangan semacam ini bahkan didukung oleh negara melalui muatan

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP kekerasan

seksual seperti perkosaan dianggap sebagai pelanggaran terhadap kesusilaan.

Pengkategorian ini tidak saja mengurangi derajat perkosaan yang dilakukan,

namun juga menciptakan pandangan bahwa kekerasan seksual adalah persoalan

moralitas semata.9

Berita tentang kasus kekerasan seksual pada media, seperti yang dikutip

dari menjadi berita yang menarik karena mengandung salah satu unsur yang

dapat menaikkan oplah berita yaitu seks. Pada pemberitaannya, media mengambil

keuntungan dalam menaikkan oplah berita dengan melakukan pornographizing,

yaitu mengeksploitasi berita sedemikian rupa sehingga yang ditampilkan

menimbulkan rangsangan atau imaji seksual pembaca, serta tidak memandang

apa yang dirasakan oleh korban.10

Kekerasan seksual tampil di media bagai dua mata pisau, pada satu sisi

pemberitaan terkait kekerasan seksual ini bermaksud untuk memberikan efek jera

bagi pelaku, namun di sisi lain gambaran berita kekerasan seksual pada media

menjadikan korban kekerasan seksual menjadi korban untuk kedua kalinya saat

diberitakan media. Pemberitaan seperti hal tersebut dilakukan untuk

meningkatkan jumlah pembaca berita, dan kini medan kompetisi media di

Indonesia bertambah dengan muculnya media daring atau media online yang

mengutamakan kecepatan berita, sehingga penggunaan diksi yang populer

9
www.komnasperempuan.or.id
10
Rossy, Analisis Isi Kekerasan Seksual Dalam Pemberitaan Media Online Detik.Com. Jurnal
UIN Alauddin Makassar tahun 2015
7

menjadi senjata dalam meningkatkan pengunjung situs dan pembaca berita pada

media online tersebut.11

Berita tentang peristiwa kekerasan khususnya kekerasan seksual seringkali

dinilai oleh media sebagai berita yang menarik. Karena berita ini mengandung

salah satu unsur yang dapat menaikkan tiras berita yaitu seks. Tidaklah heran jika

hadir pameo yang mengatakan bad news is a good news (berita buruk adalah

berita yang baik). Hal ini terjadi dikarenakan berita kekerasan adalah berita yang

paling banyak diminati khalayak.

Dalam pandangan kaum konstruksionis, berita yang kita baca pada

dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaedah baku

jurnalistik, semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber,

pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana

realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.12 Berkaitan dengan proses menjadi

berita, tentunya akan terdapat upaya-upaya untuk membuat, dan memproses

sampai dengan disajikan kepada khalayak. Proses untuk sampai pada khalayak,

maka ada proses yang disebut “framing”. Framing adalah pendekatan untuk

mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan

untuk menyeleksi isu dan menulis berita.13

Dari sekian banyak topik pemberitaan yang bisa diberitakan di media cetak

ada salah satu pemberitaan yang sedang hangat dibicarakan, yaitu tentang

11
Siregar. Media dan Kekerasan Terhadap Anak (Analisis Isi Berita Kekerasan Terhadap Anak
dalam Harian Media Pos). Jurnal Universitas Sumatera Utara tahun 2014
12
Eriyanto, Analisis Framing : Kontruksi,Idiologi,dan Politik Media (Yogyakarta:Lkis.2002),h.
102
13
Nugroho Bimo,Eriyanto dan Frans Surdiasis, Politik Media Mengemas berita. Yogyakarta;
Institut Study Arus Informasi. 1999. h. 20
8

pelecehan seksual pada anak di bawah umur. Saat ini tidak sedikit berita yang

menampilkan pemberitaan tentang seksualitas, namun sayangnya pemberitaan

yang disajikan media bukanlah pemberitaan yang bisa menempatkan seksual

dijadikan sebagai pembelajaran positif, melainkan bisa memberikan contoh

negatif untuk masyarakat.

Misalnya banyak pemberitaan tentang praktek kekerasan seksualitas terhadap

anak di bawah umur, sehingga menjadi acuan bagi para pelaku kekerasan seksual

untuk meniru apa yang telah diberitakan di media. Secara tidak langsung media

di sini menjadi contoh untuk para pelaku kekerasan seksual dalam menjalankan

praktek kekerasannya yang dilakukan terhadap korbannya. Maka dari itu

pentingnya sebuah pembingkaian berita (framing), agar maksud dari pemberitaan

tersebut bisa sampai dengan tepat sasaran kepada khalayak umum dan tidak

menjadi salah pemahaman.

Dikarenakan belakangan ini beredar pemberitaan tentang kasus pelecehan

seksual yang terjadi pada anak di bawah umur. Penulis tertarik untuk meneliti

tentang pemberitaan kasus tersebut. Pemberitaan tentang kasus seperti ini sangat

menarik, karena berhubungan dengan berbagai macam aspek di kehidupan, yaitu

dari sisi moral, psikologis, edukasi, hukum dan lain-lain. Karena berita ini

mengandung banyak aspek, jadi sangat menarik untuk dibahas mengenai

bagaimana masing-masing media yang ada di Indonesia mengemas sebuah

pemberitaan, agar tidak terjadi salah pemahaman informasi, khususnya di Media

Online Tirto.id.
9

Pada kesempatan kali ini, peneliti akan membahas tentang pemberitan

kekerasan seksual yang terjadi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak di daerah Lampung Timur. Hampir seluruh media

memberitakan kekerasan seksual yang terjadi di Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak di daerah Lampung Timur termasuk Media

Online Tirto.id. Peneliti memilih Media Online Tirto.id sebagai objek penelitian,

karena setelah penulis teliti Media Online Tirto.id lebih mengikuti perkembangan

kasus ini dibandingkan dengan media online lainnya. Hal tersebut dilihat dari

unggahan berita Media Online Tirto.id mengenai kasus kekerasan seksual pada

anak di Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

selalu mengalami perkembagan dari hari ke hari apabila dibandingan dengan

media online yang lainnya.

Setiap media memiliki cara tersediri dalam membingkai sebuah pemberitaan

termasuk Media Online Tirto.id. Untuk itu penulis ingin mengetahui bagaimana

Media Online Tirto.id membingkai pemberitaannya, memframe pemberitaannya

dan mengetahui kecenderungan pemberitaan yang diberitakan oleh Media Online

Tirto.id sebelum beritanya disampaikan kepada khalayak. Meskipun berita –

berita yang dimuat dalam masing – masing surat kabar relatif sama, namun tentu

memiliki perbedaan dalam hal framing atau pembingkaian berita. Framing

merupakan metode penyajian realitas, dimana kebenaran tentang suatu kejadian

tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan

memberikan penonjolan terhadap aspek tertentu, dan menggunakan istilah-istilah


10

yang mempunyai konotasi tertentu, serta dengan menggunakan bantuan foto,

karikatur dan alat ilustrasi lainnya.14

Alasan lain peneliti memilih Media Online Tirto.id karena merupakan media

pertama di Indonesia yang berhasil lolos verifikasi oleh Jaringan Periksa Fakta

Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) pada Januari

2018 silam. Peneliti juga melihat media Tirto sangat serius memberitakan

mengenai kasus kekerasan anak, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa berita

Tirto mengenai kasus kekerasan anak yang sangat yang dikemas secara

mendalam dan juga detil. Berdasarkan latar belakang tersebut, Peneliti tertarik

meneliti dan menulis skripsi yang berjudul “KONSTRUKSI ISU

KEKERASAN PADA ANAK DI MEDIA ONLINE (analisis framing berita

kekerasan pada anak di media online tirto.id)”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terfokus, penulis membatasi pemberitaan

mengenai kekerasan anak yang dimuat oleh media online Tirto.id.

2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana media online

Tirto.id membingkai pemberitaan kekerasan seksual pada anak?

14
Rachmat Kriyantono. Tekni Praktis Riset Komunikasi :Disertasi Contoh Praktis Riset Media,
Public Relatoins,Advertising,Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasyaran, (Jakarta:
Kencana
Prenada Media Group,3007), cet ke-2, h. 251
11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

pembingkaian mengenai berita kekerasan seksual pada anak di media online

Tirto.id.

Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah

pengetahuan akademik mengenai analisis framing media massa,

terutama dengan penggunaan teori analisis framing Robert N. Etman.

Selain itu peneliti berharap hasil penelitian ini dapat diguanakan sebagai

sumber data dan juga referensi bagi mahasiswa di Fakultas Ilmu

Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, khususnya jurusan Jurnalistik.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

berarti bagi proses kejurnalistikan secara praktis di kalangan mahasiswa

jurnalistik khususnya dan masyarakat umum serta insan pers, selain itu

penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan bagi

penelitan serupan, serta dapat memberikan informasi mengenai

bagaimana cara media membingkai sebuah berita dan bagaimana frame

terbentuk.
12

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis.

Di mana paradigma ini melihat bahwa bahasa tak lagi hanya dilihat sebagai

alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari

subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap

subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-

hubungan sosialnya.15

Paradigma konstruktivis memperhatikan interaksi kedua belah pihak,

komunikator dan komunikan untuk menciptakan pemaknaan atau tafsiran

dari suatu pesan. Paradigma konstruktivis menekankan pada politik

pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang

realitas.

2. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Seperti yang diutarakan Bogdan dan Tylor, pendekatan kualitatif

adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang

(subjek) itu sendiri.16

3. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek Penelitian

15
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2009), h. 5
16
Ellys Lestari Pambayun, One Stop: Qualitative Research Methodology In Communication,
(Jakarta: Penerbit Lentera Ilmu Cendekia, 2013), h.5.
13

Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapatkan data

yang valid maka subjek penelitian adalah tim redaksi Tirto.id.

b. Objek Penelitian

Objek yang dimaksud adalah teks pemberitaan tentang kekerasan

pada anak.

4. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan tahapan-

tahapan sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah instrument pengumpulan data yang sering

digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data yang bertujuan

untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan

interpretasi data.17

Penulis mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan

penulis bahas yang berhubungan dengan objek yang akan dikaji yaitu

teks berita yang dimuat oleh Tirto.id. Pengumpulan melalui

lembaga/institusi/buku/internet.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses dalam memperoleh

keterangan atau informasi dari pihak yang bersangkutan dan dianggap

memahami masalah atau suatu peristiwa dan fenomena tertentu untuk

tujuan penelitian dengan proses tanya jawab antara pewawancara

17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h.120.
14

dengan yang diwawancarai.18 Wawancara dilakukan sebagai metode

pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi

langsung dari narasumbernya.19

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara

terstruktur yaitu wawancara yang dilakukan dengan terstruktur atau

tersusun sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan

terlebih dahulu. Wawancara ini dilakukan sebagai pendukung untuk

mendapatkan data dalam menganalisis.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini mengguanakan analisis wacana dengan teori framing.

Bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai.20 Analisis framing adalah

pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang

digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara

pandang atau perspektif itu yang pada akhirmya akan menentukan fakta apa yang

diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa

kemana berita tersebut.21 Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan

elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan, sumber, latar informasi,

pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan. Frame

18
Moh.Nazim, Metodologi Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h.234.
19
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 35
20
Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2005), h. 10.
21
Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1,
h.92.
15

berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa,

dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.22

Peneliti menggunakan Analisis Framing model Robert N. Entmant.

Robert N. Entman adalah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar bagi analisis

framing untuk studi isi media. Dalam konsepsi Entman, framing sering

digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek

tertentu dari realitas oleh media. Framing dipandang sebagai penempatan

informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga suatu isu mendapatkan

alokasi lebih besar daripada isu lain. Perbedaan analisis framing model Entman

dengan analisis framing model lain yakni model Entman bergerak pada level

bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan membongkar bagaimana

pemilihan fakta yang ditampilkan oleh media massa. Berbeda dengan model

framing Pan dan Kosicki yang lebih menekankan mengenai penggunaan elemen

retoris untuk menunjukan perangkat framing, dan model gamson yang

menekankan mengenai penandaaan dalam bentuk simbolik dan retorika.

Model framing Entman tidak merinci secara detail mengenai elemen

retoris, meski dalam tingkatan analisisnya Entman tidak sepenuhnya

mengabaikan elemen tersebut. Oleh karena itu, Robert N. Entman

menggambarkan framing dengan empat perangkat yang dimilikinya yakni

Problem Identification, Causal Interpretation, Make Moral Judgment, dan

Treatment Identification.

22
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacan, Analisis Smiotika, dan
Analisis Framing. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 175.
16

Tabel 1.1
Perangkat Framing Robert N. Entmant

Problem Identification Bagaimana peristiwa


(Pendefinisian dimaknai oleh
Masalah) wartawan. Sebagai
apa? Atau sebagai
masalah apa?
Causal Interpretation Membingkai siapa
(Memperkirakan masalah yang dianggap
atau sumber masalah)
sebagai aktor atau
penyebab dari suatu
peristiwa.

Make Moral Memberikan


Judgment argumentasi atau
( Membuat Pembenaran pada
keputusan moral) pendefinisian
masalah yang sudah
dibuat. Nilai moral
apa yang dipakai
untuk menjelaskan
masalah dan
mendelegitimasi
suatu tindakan?
17

Treatment Jalan apa yang


Recommendation dikehendaki oleh
(Menekankan Wartawan untuk
Penyelesaian) menyelesaikan
masalah.
Penyelesaian apa
yang ditawarkan
Untuk mengatasi
Suatu isu atau
masalah?

F. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi di Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat beberapa skripsi yang

memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Penulis juga meninjau beberapa

skripsi yang sangat berguna sebagai bahan referensi. Adapun beberapa kajian

pustaka tersebut ialah:

1. Skripsi Putri Husnul Aprilia Mahasiswi Jurnalistik Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Konstruksi Isu

Agama Dalam Media Online. Perbedaan skripsi Putri dengan peneliti

adalah di objek penelitiannya dan juga referensi media yang

dipergunakan.

2. Skripsi Rahma Sari Mahasiswi Jurnalistik Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah yang berjudul Analisis Framing Pemberitaan

Hukum Kebiri Pada Harian Umum Republika. Perbedaan skripsi


18

Rahma dengan peneliti adalah objek penelitiannya dan juga referensi

media yang dipergunakan.

3. Skripsi Nurul Huda Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya yang berjudul Analisis Framing Model Robert N Entman

Tentang Pemberitaan Hoax Ratna Sarumpaet Di Detik.com

Rentang Waktu 3-31 Oktober 2018. Perbedaan skripsi Nurul dengan

peneliti adalah di objek penelitiannya dan juga referensi media yang

dipergunakan.

G. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang

diterbitkan oleh CEQDA (Centre for Quality Development and Assurance)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metolodogi penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini berisikan landasan teori, penjelasan paradigma yang

digunakan dalam penelitian, metode analisis isi, teori konstruksi sosial, media

massa dan konstruksi realitas, definisi dan karakteristik media massa, media dan

kekerasan pada anak, penjelasan mengenai media online, penjelasan mengenai

berita, dan penjelasan mengenai kekerasan anak.


19

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini membahas mengenai sejarah singkat, visi media, dan struktur

redaksi media online Tirto.id.

BAB IV TEMUAN ANALISIS

Bab ini menjelaskan hasil analisis melalui pendekatan analisis framing

Robert N. Etman dalam pemberitaan kekerasan anak pada laman media online

Tirto.id.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran peneliti.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Konstruksi Sosial

Istilah Contructivism oleh Little John dipakai untuk menjelaskan suatu

teori yang menyatakan bahwa setiap individu menafsirikan sesuatu dan

berperilaku menurut katagori – katagori konseptual dari pikirannya. Realitas

tidaklah muncul begitu saja dalam bentuk mentah melainkan harus disaring sesuai

cara pandang seseorang mengenai setiap hal yang ada1. Para konstruktivis percaya

bahwa untuk mengetahui “dunia arti” atau “world of meaning”, mereka harus

menginterpretasikannya. Mereka harus menyelidiki proses pembentukan arti yang

muncul dalam bahasa atau aksi-aksi sosial para aktor2.

Dengan demikian, perspektif konstruktivisme memandang ilmu sosial

sebagai analisis sistematis terhadap “aksi sosial yang berarti” (Socially

Meaningfull Action) melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap para

pelaku sosial dalam setting sehari – harianya yang alamiah, agar mampu

memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan

menciptakan, memelihara, atau mengelola dunia sosial mereka.

Menurut Schwandt, pemikiran konstruktivisme memiliki model yang

beragam. Salah satunya adalah pendekatan konstruktionisme yang dipakai oleh

Peter L. Berger yang oleh Kenneth Gergen disebut sebagai “Teori

1
Littlejohn, W. Stephen, Theories of Human Coomunication. Fifth Edition. (Belmont: Wadsworth,
1999). h. 112 - 113
2
Schwandt, T. A. Constructivist, Interpretivist Approaches to Human Inquiry. In Handbook of
Qualitative Research, Ed. Lincoln, (California: Sage Publication, 1994). h. 118
21

Konstruksionisme Sosial” (Social Constructionism Theory)3. Peter L. Berger

memandang bahwa manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis,

dinamis dan plural secara terus – menerus.4. Kalangan konstruktivisme meyakini

bahwa media bukanlah entitas yang mencerminkan realitas atau fenomena sosial

tapi media adalah agen yang melakukan konstruksi realitas. Peter L. Berger

bersama Thomas Lucman menulis risalah teoritisnya tentang konstruktivisme

dalam buku berjudul “Pembentukan Realitas Secara Sosial” atau “The Social

Contruction of Reality”.

Sebagaimana halnya setiap pendekatan atau aliran berfikir lainnya,

konstruksionisme Sosial memiliki varian yang beragam. Meskipun demikian,

sebagian besar pendekatan ini memiliki asumsi- asumsi yang sama. Robyn

Penman5 merangkum asumsi-asumsi itu sebagai berikut:

1. Tindakan komunikatif yang bersifat sukarela, seperti halnya

persepektif “interaksionisme simbolis”. Kebanyakan

konstruksionis sosial memandang komunikator sebagai makhluk

pembuat pilihan. Ini tidak berarti orang memiliki pilihan bebas.

Lingkungan sosial memang membatasi apa yang dapat dan sudah

dilakukan, tetapi dalam kebanyakan situasi, ada elemen pilihan

tertentu.

3
Schwandt, T. A. Constructivist, Interpretivist Approaches to Human Inquiry. In Handbook of
Qualitative Research, Ed. Lincoln, (California: Sage Publication, 1994). h. 125-128
4
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideology dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS, 2002).
h. 13
5
Zen, Fathuruin. NU Politik Analisis Wacana Media. (Yogyakarta: LkiS, 2004). h. 50.
22

2. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukanlah

sesuatu yang ditemukan secara objektif, tetapi diturunkan dari

interaksi di dalam kelompok – kelompok sosial. Bahasa

selanjutnya membentuk realitas dan pengertian menentukan apa

yang kita ketahui.

3. Pengetahuan bersifat kontekstual. Pengertian kita terhadap

peristiwa selalu merupakan produk interaksi pada tempat dan

waktu serta pada lingkungan sosial tertentu. Pemahaman kita

terhadap suatu hal berubah seiring berjalannya waktu.

4. Teori – teori menciptakan dunia – dunia. Teori – teori dan aktifitas

ilmiah serta penelitian pada umumnya, bukanlah alat – alat objektif

untuk penemuan. Mereka ikut serta lebih dalam penciptaan

pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan sosial selalu menyela

dalam proses – proses yang tengah dikaji. Pengetahuan itu sendiri

membawa pengaruh apa yang sedang diamati dan diteliti.

5. Pengetahuan bersifat sarat nilai. Apa yang kita amati dalam suatu

penelitian atau apa yang kita jelaskan dalam suatu teori senantiasa

dipengaruhi oleh nilai – nilai yang tertanam di dalam pendekatan

yang dipakai.

Penman menguraikan empat kualitas komunikasi apabila dilihat dari

persepektif konstruksionis. Pertama, komunikasi itu bersifat “konstitutif”, artinya

komunikasi itu sendiri menciptakan dunia kita. Kedua, komunikasi itu bersifat

“kontekstual”, artinya komunikasi hanya dapat dipahami dalam batas-batas waktu

dan tempat tertentu. Ketiga, komunikasi itu bersifat “beragam”, artinya bahwa
23

komunikasi itu terjadi dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Terakhir, komunikasi

itu bersifat “tidak lengkap”, maksudnya, komunikasi itu ada dalam proses, selalu

berjalan dan berubah6. Dalam industri media, proses dialektika tersebut juga

berlangsung. Setiap awak media, baik karyawan maupun wartawan, masing –

masing memiliki dunia realitas subjektifnya sendiri. Ketika mereka bergabung

dalam satu organisasi media, setiap awak media harus mampu menghubungkan

realitasnya dengan realitas orang lain dalam organisasi itu. Dengan demikian

“realitas objektif” dari sebuah organisasi media adalah produk subjektif dari

semua orang yang terlibat.

B. Media Massa dan Konstruksi Realitas

Media massa dapat berperan dalam mengkonstruksi realitas sosial suatu

peristiwa. Menurut Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan perhatiannya

pada proses ketika individu menanggapi peristiwa yang terjadi di sekitar mereka

berdasarkan pengalaman mereka7

Dalam pandangan konstruktivisme, media massa bukan hanya

menyampaikan pesan kepada khalayak, tetapi juga menjadi subjek yang

mengkonstruksi realitas beserta pandangan, bias dan pemihakan. Media massa

dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas terhadap

peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Media membentuk opini publik dengan melakukan tiga kegiatan. Pertama,

menggunakan simbol – simbol untuk memunculkan pengenalan. Kedua,

6
Zen, Fathuruin. NU Politik Analisis Wacana Media. (Yogyakarta: LkiS, 2004). h. 50.
7
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), h. 83.
24

melakukan strategi pengemasan pesan supaya pesan yang dikonsumsi oleh publik

sesuai dengan apa yang media harapkan. Ketiga, melakukan agenda media untuk

menentukan prioritas pesan yang akan disampaikan kepada khalayak.

Pelaksanaan ketiga kegiatan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal berupa kebijakan redaksional yang didasari oleh

keberpihakan media dalam mendukung tokoh – tokoh maupun kelompok tertentu.

Sementara faktor eksternal seperti tekanan pasar khalayak, sistem hukum negara

dan kekuatan – kekuatan publik lainnya.

Khalayak media seharusnya menyadari bahwa media harus dipandang

sebagai hasil konstruksi dari realitas – realitas yang dikemas hingga sedemikian

rupa. Media massa menjadi media pembentuk citra oleh para penguasa dan

menjadi pintu gerbang bagi setiap kelompok sosial melakukan propaganda untuk

memengaruhi opini publik.

Saat melakukan konstruksi atas sebuah realitas, media massa melakukan

tiga tindakan yang berpengaruh terhadap pembentukan citra atas realitas tersebut,

yaitu:8

1. Pemilihan kata atau simbol (bahasa); ketika media menyajikan

sebuah laporan mengenai peristiwa, pemilihan kata atau simbol

tertentu akan memengaruhi seseorang dalam memaknai sebuah

reaalitas.

8
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta: LkiS, 2001),h. 2-
4.
25

2. Mekanisme framing; digunakan media untuk menyederhanakan

sebuah berita karena adanya tuntutan teknis. Dalam menentukan

sebuah bingkai, media memiliki kepentingan internal maupun

eksternal yang bersifat teknis, ekonomis, politis maupun ideologis.

Dari kepentingan – kepentingan tersebut dapat dilihat arah media

dalam menentukan berita.

3. Adanya agenda setting media; ketika media menyediakan ruang

dan waktu dalam menampilkan sebuah informasi, maka realitas itu

akan mudah diterima oleh khalayak. Media memiliki kekuatan

besar ketika menyampaikan sebuah peristiwa. Saat media

menganggap penting sebuah peristiwa, maka masyarakat pun akan

melihat peristiwa tersebut sebagai peristiwa yang dianggap

penting.

Bahasa merupakan unsur terpenting dalam konstruksi realitas. Bahasa

merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan realitas dalam sebuah

peristiwa. Bahasa merupakan alat konseptualiasi dan alat narasi.9 Konten media

massa adalah bahasa, baik itu bahasa verbal maupun non verbal. Bahasa verbal

dapat berupa lisan dan tulisan sementara bahasa non verbal dapat berupa gambar,

foto, grafik, angka tabel dan lain – lain.

Kaum konstruktivis menganggap bahasa dalam media massa sebagai faktor

sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan sosial. Bahasa tidak hanya

dilihat sebagai alat untuk menggambarkan realitas objektif dan dipisahkan dari

9
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Study Critical Discourse
Analysis, (Jakarta: Granit, 2004), h. 12.
26

subjek penyampai pesan. Bahasa memiliki kemampuan untuk mengontrol maksud

– maksud tertentu dalam sebuah wacana.

C. Definisi dan Karakteristik Media Massa

Media massa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi

dari sumber kepada khalayak. Media massa adalah sarana yang secara

terorganisasi digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dengan cara

terbuka dalam jangka waktu singkat.10 Ada tiga jenis media massa yang dikenal

masyarakat yaitu media cetak, media elektronik dan media online (new media).

Menurut Cangara, karakteristik media massa adalah:11

1. Bersifat melembaga; artinya pihak yang mengelola media bukan

hanya satu orang melainkan terdiri atas banyak orang yang terlembaga

mulai dari proses mengumpulkan, mengelola hingga menyajikan

informasi.

2. Bersifat satu arah; artinya komunikasi yang dilakukan bersifat

monolog, yakni tidak ada dialog antara komunikator dan komunikan.

3. Meluas dan serempak; artinya masyarakat di manapun bisa

mendapatkan informasi dalam waktu seksama.

4. Memakai peralatan teknis dan mekanis seperti radio, televisi, surat

kabar dan sebagainya.

5. Bersifat terbuka; artinya dapat diterima oleh siapa saja dan di mana

saja tanpa mengenal usia, ras, jenis kelamin dan agama.


10
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),h. 198
11
Elvinaro Ardianto Dan Lukianti Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007),h. 50-57
27

D. Media dan Kekerasan pada Anak

Kekerasan didefinisikan sebagai tindakan yang mendasarkan diri pada

kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan12. Kekerasan tidak hanya

dapat berbentuk fisik, namun bisa berupa tekanan yang bersifat psikologis yang

secara mental dapat menghancurkan pribadi seseorang. Kekerasan mengandung

sikap dominasi terhadap seseorang dalam berbagai bentuk seperti fisik, verbal,

mental, moral, dan psikologis. Pemuatan kekerasan dalam pemberitaan media

berdasar pada prinsip supplay dan demand (penawaran dan permintaan). Berita

yang dapat berupa tulisan atau visual (gambar) digolongkan sebagai komoditi

yang di dalamnya terkandung komponen pihak yang menawarkan, yang meminta

serta pihak yang tertarik yang ketiganya memiliki hubungan searah (linear) dan

mutualisme (saling menguntungkan). Kenyataan ini yang menyebabkan

kekerasan/tindakan kriminal merupakan aspek yang menarik dan berpotensi

untuk dieksploitasi oleh kepentingan ekonomi.

Kekerasan dalam film, fiksi, siaran, pemberitaan dan iklan menjadi

bagian dari industri budaya yang tujuan utamanya mengejar rating program

tinggi dan sukses pasar. Tayangan dan pemberitaan tentang kekerasan sangat

jarang mempertimbangkan aspek pendidikan, etika, dan efek traumatisme

penonton13. Berdasarkan tujuan dan orientasi pemberitaan, tayangan dan

pemberitaan kekerasan di media cetak dan media elektronik memiliki kesamaan

yang hampir identik walaupun efek yang dihasilkan antara kedua media

12
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi.(Yogyakarta: Kanisius, 2007)h. 14

13
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi.(Yogyakarta: Kanisius, 2007)h. 16
28

tersebut berbeda. Dibandingkan dengan media cetak, media elektronik,

khususnya televisi memiliki daya dekriminalisasi dan desentifikasi yang

jauh lebih tinggi kepada masyarakat 14. Kriminalitas dan kekerasan yang ter-

gambarkan secara audio visual memiliki efek yang lebih mengkhawatirkan,

karena apa yang ditampilkan hampir mendekati kenyataan dan rawan untuk

ditiru oleh pemirsanya.

Kekerasan dalam media berbahaya, karena berpeluang menciptakan

penularan kekerasan media menjadi kekerasan nyata dalam kehidupan

sosial. Pemuatan berita tentang kekerasan yang tanpa kendali akan

memberikan dampak membahayakan di kemudian hari, khususnya pada

konsumen yang berada pada rentang usia anak – anak hingga remaja.

Paparan informasi tentang kekerasan dapat mempengaruhi persepsi dan

perilaku anak tentang tindakan kekerasan. Informasi tentang kekerasan juga

dapat menciptakan kegelisahan publik, sehingga membangkitkan sikap

represif masyarakat. Hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di

Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada tahun 1995

menyimpulkan 3 (tiga) dampak dari pemuatan berita kekerasan oleh media,

yaitu: pertama, mempresentasikan program kekerasan meningkatkan

perilaku agresif; kedua, memperlihatkan secara berulang tayangan

kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan

penderitaan korban; dan ketiga, tayangan kekerasan dapat meningkatkan

rasa takut, sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa,

14
Wirodono, Sunardian. Matikan TV-Mu!: Teror Media Televisi di Indonesia. (Yogyakarta: Resist
Book, 2005)h. 35
29

betapa berbahayanya dunia 15. Pada kajian lain, ditemukan bahwa

pemberitaan media tentang kekerasan mempengaruhi kondisi psikologis ibu

rumah tangga yang merupakan salah satu konsumen rutin media 16. Berita

kriminal, khususnya yang ditayangkan di televisi mempengaruhi kecemasan

ibu rumah tangga, yaitu semakin tinggi intensitas ibu rumah tangga

menyaksikan tayangan berita kriminal, maka semakin tinggi pula kecema san

ibu rumah tangga tersebut terhadap tindak kekerasan yang terjadi pada anak

dan sebaliknya, semakin rendah intensitas ibu rumah tangga menyaksikan

tayangan berita kriminal, maka semakin rendah pula kecemasan ibu rumah

tangga tersebut akan tindak kejahatan pada anak.

Bentuk kekerasan dan objek penderita kekerasan yang ditampilkan

media beragam. Tindak kekerasan yang umumnya ditayangkan dalam media

dialami oleh berbagai rentang usia, mulai dari anak – anak hingga dewasa.

Wanita merupakan salah satu objek kekerasan yang sering dimuat dalam

pemberitaan media dan merupakan tema utama nomor 3 (tiga) pem-

beritaan media 17. Kondisi ini menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran

paradigma dalam masyarakat tentang kesadaran untuk memberikan per-

lindungan kepada wanita dan anak – anak, di mana mereka sebagai makhluk

lemah dapat dijadikan objek pelampiasan emosi yang kemudian

15
Wirodono, Sunardian. Matikan TV-Mu!: Teror Media Televisi di Indonesia. (Yogyakarta: Resist
Book, 2005)h. 38
16
Bernardus, Liat W. 2012. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal Di Televisi Terhadap
Kecemasan Ibu Rumah Tangga Akan Tindak Kejahatan Pada Anak Di RW 06 Kelurahan Polehan
Kecamatan Blimbing Kota Malang. www.fpsikologi.wisnuwardhana.ac.id. Diunduh pada 28 Mei
2013 pukul 15.05 WIB.
17
Aliansi Jurnalis Independen. 10 Desember 2012. “Masih ada Kekerasan pada Perempuan di
Media”. www.ajiindonesia.or.id.
30

berimplikasi pada terjadinya kekerasan terhadap wanita dan anak-anak. Bentuk

kekerasan juga tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik dan psikologis18,

namun juga dapat berupa kekerasan dokumen (penampilan gambar kekerasan

yang berupa dokumen atau fakta kekerasan), kekerasan fiksi dan simulasi

(acara yang mirip dengan kondisi riil, seperti tayangan video permainan) dan

kekerasan simbolik (kekerasan berupa cara berpikir, bahasa, cara kerja dan

cara bertindak yang biasanya beroperasi melalui iklan).

E. Pengertian Framing

Dalam penelitian teks media, analisis framing merupakan salah satu

metode dari beberapa metode yang digunakan para peneliti untuk membongkar

strategi konstruksi yang dilakukan oleh media massa. Metode framing pertama

kali digagaskan oleh Beterson pada tahun 1995, metode ini dikembangkan

lebih lanjut oleh Goffman pada tahun 1997. Goffman melihat framing sebagai

kepingan – kepingan seorang individu dalam membaca sebuah realitas.19

Analisis framing sebagai suatu metode analisis teks banyak mendapat

pengaruh dari teori sosiologi dan psikologi serta mengadopsi paham

konstruksionis. Konsep mengenai konstuksionis diperkenalkan oleh Peter L.

Berger. Menurutnya, realitas tidak di bentuk secara alamiah tetapi realitas di

bentuk dan di konstruksi. Melalui pemahaman ini, realitas menjadi berwajah

ganda dan setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda – beda atas

18
Haryatmoko. Etika Komunikasi.(Yogyakarta: Kanisius, 2007)h. 25

19
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 70
31

suatu realitas.20

Dalam perspektif ini, Peter L. Berger dan Thomas Luckmann

menyatakan bahwa pengertian dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul

akibat komunikasi dengan orang lain. Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih

dari sekadar hasil konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu. Pendekatan

konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan dan

berita dilihat. Penilaian tersebut adalah fakta atau peristiwa merupakan hasil

konstruksi, dimana bagi sebagian kaum konstruksionis realitas itu bersifat

subjektif, hal tersebut hadir karena konsep subyektif wartawan. Disini tidak ada

realitas yang bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan

pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda – beda, tergantung pada bagaimana

konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai

pandangan yang berbeda.21

Dalam Paradigma Konstruksionis realitas sosial tidaklah dipandang

sebagai suatu yang natural melainkan merupakan produk dari kegiatan

konstruksi.22

Framing tidak hanya berkaitan dengan skema individu saja, tetapi

berkaitan juga dengan proses produksi berita seperti rutinitas organisasi media.

Sebuah peristiwa dibingkai bukan hanya dari sudut pandang individu

wartawan, tetapi juga dari sudut pandang media tempat dimana wartawan

bekerja. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan institusi mengontrol pola kerja

20
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 15
21
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 22
22
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 68
32

wartawan yang mengharuskan wartawannya melihat sebuah peristiwa dalam

kemasan tertentu yang diinginkan, atau hal tersebut terjadi karena wartawan

merasa dirinya sebagai bagian dari anggota institusi sehingga menyerap nilai –

nilai yang ada dalam institusi.23

Media memiliki aspek – aspek pendukung dalam melakukan framing

sebuah pemberitaan, aspek tersebut meliputi pemilihan bahasa atau kata yang

digunakan, penempatan headline, serta pemilihan latar tempat suatu berita.

Dengan memperhatikan aspek – aspek ini, seorang peneliti mampu

membongkar strategi media dalam mengemas suatu pemberitaan.24 Media

melihat bahwa sebuah peristiwa bukan sebagai sesuatu yang harus diterima dan

didistribusikan kepada khalayak secara apa adanya, melainkan sebagai suatu

bahan konstruksi yang bisa diolah secara aktif oleh media berdasarkan ideologi

dan nilai – nilai yang dimilikinya. Realitas yang hadir dalam suatu peristiwa

dikembangkan oleh media sebelum dihadirkan kepada khalayak. Sehingga,

yang menjadi titik perhatian dalam analisis framing bukanlah apakah media

memberitakan dengan cara negatif atau posistif, melainkan membongkar

bingkai yang dikembangkan oleh media untuk menyajikan realitas dari sebuah

peristiwa.25

Dalam framing terdapat dua konsepsi menurut Eriyanto, yaitu konsepsi

psikologis dan konsepsi sosiologis. Pada konsepsi psikologis, framing dilihat

sebagai strategi wartawan dalam mengemas dan menekankan suatu pesan

23
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 115
24
Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikas (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006), h. 92
25
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 7
33

menjadi lebih menonjol serta bermakna sehingga menarik perhatian banyak

khalayak. Sedangkan dalam konsepsi sosiologis suatu pemberitaan dibuat

secara bersama – sama didalam praktik profesional struktur media, ini

menunjukan bahwa dalam proses pembuatan suatu berita wartawan bukanlah

satu – satunya yang memiliki peran dalam membingkai sebuah berita, terdapat

faktor – faktor lain yang ikut mempengaruhinya, salah satunya adalah struktur

organisasi dan kebijakan perusahaan media.26

Terdapat dua aspek dalam framing, pertama memilih fakta dan yang

kedua menuliskan fakta. Pertama proses pemilihan suatu fakta ini didasarkan

pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif

sehingga pemahaman atas suatu peristiwa akan menghasilkan berita yang

berbeda antara media satu dengan lainnya. Dalam memilih fakta ini selalu

terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (include) dan apa yang dibuang

(exclude). Media melihat peristiwa hanya dari sisi tertentu yang sesuai dengan

prespektif yang dikehendakinya. Kedua, bagaimana menulis fakta, penulisan

fakta ini berhubungan dengan penonjolan sebuah realitas yang dilakukan

dengan penekanan, penekanan tersebut menggunakan perangkat tertentu seperti

pemakaian kata, penempatan berita, pengulangan, pemakaian grafis,

pemakaian label. Semua aspek – aspek itu dilakukan untuk mengkonstruksi

berita menjadi makna yang akan diingat oleh khalayak.27

Menurut Burhan Bungin nilai dan norma yang direpresentasikan oleh

redaktur dan desk sebuah media massa tak jarang dipengaruhi oleh kekuasaan

26
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 80
27
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 85
34

kapitalisme termasuk budayanya, sehingga nilai – nilai kapitalisme

mendominasi pemberitaan media massa yang ikut mempengaruhi kehidupan

sosial-kultural masyarakat. Kesalahan media massa mengkonstruksi suatu

pemberitaan berujung pada dampak negatif yang timbul di masyarakat.

Dampak dan nilai – nilai yang ditampilkan oleh media massa inilah yang

mempengaruhi kehidupan sosial-kultural masyarakat.28

Dengan menggunakan analisis framing seorang peneliti berusaha

memahami dan menafsirkan makna dari suatu teks dengan cara menguraikan

bagaimana media bercerita dan membingkai peristiwa. Hal ini dikarenakan

cara bercerita yang diperlihatkan media dalam produk media massa dapat

mempengaruhi hasil dari konstruksi realitas.29

F. Framing Model Robert N. Etman

Robert N. Entman merupakan salah seorang ahli yang merumuskan

dasar-dasar framing dalam penelitian isi media. Entman membagi framing

menjadi dua dimensi besar, yaitu Seleksi Isu dan Penekanan Aspek-aspek

Realitas.

Tabel 2.1
Dimensi Framing Robert N. Entman

28
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Pranada Media Group, 2006), h. 233
29
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Pranada Media Group, 2006), h. 10
35

Aspek ini berhubungan dengan

Seleksi Isu pemilihan fakta. Dari realitas yang

kompleks dan beragam itu, aspek

mana yang diseleksi untuk

ditampilkan? Dari proses ini selalu

terkandung didalamnya ada bagian

berita yang dimasukkan, tetapi ada

juga berita yang dikeluarkan. Tidak

semua aspek atau bagian dari isu

ditampilkan, wartawan memilih

aspek tertantu dari suatu isu.

Aspek ini berhubungan dengan

Penonjolan Aspek penulisan fakta. Ketika aspek

tertentu dari isu tertentu dari suatu

peristiwa/isu tersebut telah dipilih,

bagaimana aspek tersebut ditulis?

Hal ini sangat berkaitan dengan

pemakaian kata, kalimat gambar,

dan citra tertentu untuk ditampilkan

kepada khalayak.30

Aspek penyeleksian isu terjadi oleh pihak redaksi dimana ada pemilihan

isu yang nantinya disebarkan lewat pemberitaannya atau tulisan dimedia

30
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 222
36

massanya. Tidak semua bisa ditampilkan oleh pihak media, oleh karenanya, isu

yang sudah diterima oleh khalayak adalah hasil penyeleksian dari wartawan

dan redaksi media tersebut. Entman mengatakan bahwa framing bahkan bisa

menjadi sebuah paradigm sendiri, ini dikarenakan proses dari praktik

jurnalistik yang demikian. Ada pemilihan dan penonjolan isu sendiri yang akan

diangkat oleh pihak redaksi dari media bersangkutan.

Dalam konsepsi Entman terdapat empat elemen didalam framing, elemen

– elemen tersebut adalah Problem Identification (Pendefinisian Masalah),

Causal Interpretation (Mencari Penyebab Masalah), Make Moral Judgment

(Membuat Keputusan Moral), dan Treatment Recommendation (Solusi Atas

Masalah). Konsep framing Entman pada dasarnya merujuk kepada pemberitaan

definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk

menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diberitakan

oleh media.

Tabel 2.2
Perangkat Framing Robert N. Entman

Problem Identification Bagaimana suatu isu dilihat?

(Pengindentifikasian Sebagai apa? Atau sebagai

Masalah) masalah apa?

Peristiwa itu dilihat disebabkan

Causal Intrepretation oleh apa? Apa yang dianggap

(Mencari Penyebab Masalah) sebagai penyebab dari suatu

masalah? Siapa (aktor) yang

dianggap sebagai penyebab


37

masalah?

Nilai moral apa yang disajikan

Make Moral Judgement untuk menjelaskan masalah?

(Membuat Keputusan Moral) Nilai Moral apa yang dipakai

untuk melegitimasi atau

mendelegitimasi suatu tindakan?

Penyelesaian apa yang ditawarkan

Treatment Recommendation untuk mengatasi masalah/isu?

(Solusi Atas Masalah) Jalan apa yang ditawarkan dan

harus ditempuh untuk

mengatasi masalah?

Problem Identification (pendefinisian masalah) adalah elemen pertama

dari konsep framing Entman. Elemen ini merupakan elemen paling utama dari

konsep framing Entmant. Elemen ini melihat bagiamana suatu peristiwa

dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana isu

tersebut dipahami, sebab peristiwa yang sama dapat dipahami dan dibingkai

secara berbeda – beda sehingga mengakibatkan pemahaman suatu realitas yang

berbeda pula.

Elemen kedua dalam framing Entman adalah Causal Interpretation

(Mencari Penyebab Masalah). Entman menyebutkan bahwa Causal

Interpretation adalah pengidentifikasian kekuatan yang menyebabkan masalah.


38

Penyebab masalah tidak harus terpaku oleh apa (What?), namun juga siapa

aktor (Who?), yang dalam wacana tersebut dituding sebagai penyebab masalah.

Melalui elemen ini dapat terlihat bagaimana wartawan memahami sebuah

peristiwa dan bagaimana ia menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai

sumber masalah dalam peristiwa.

Elemen ketiga adalah Make moral judgment (Membuat Keputusan

Moral). Elemen ini dipakai untuk memberi argumentasi pada pendefinisian

masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah telah diketahui serta penyebab

masalah telah ditemukan, maka dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat

untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan

dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

Elemen yang terakhir adalah Treatment Recommendation (Solusi Atas

Masalah). Dengan elemen ini, dapat mencari apa yang sebenarnya ditawarkan

penulis sebagai solusi atas masalah yang diangkat sebagaimana yang ada di

pengidentifikasian masalah. Penyelesaikan tersebut tentu sangat tergantung

pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai

penyebab masalah.

Keempat elemen diatas merupakan alat untuk memilah dan mengetahui

framing yang dipakai oleh media untuk mengemas suatu peristiwa atau berita.

Karenanya, frame dapat dideteksi atau diselidiki melalui kata, citra, gambar

tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita. Kosakata dan gambar

itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol dibandingkan bagian lain

dalam teks. Itu dilakukan lewat pengulangan, penempatan yang lebih menonjol
39

atau menghubungkan dengan bagian lain dalam teks berita, sehingga bagian itu

lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat dan lebih mempengaruhi khalayak.

Dalam penelitian isi media, pendekatan analisis framing memandang

pemberitaan sebagai arena perang simbolik antara pihak-pihak yang

berkepentingan dan pokok persoalan wacana. Masing-masing pihak

menyajikan sudut pandang untuk memberikan pemaknaan terhadap suatu

persoalan agar diterima oleh khalayak. Dampak perang simbolik media

menghasikan efek mendukung dan menentang, yang dalam bentuk konkretnya

berupa penggambaran positif mengenai diri sendiri dan penggambaran dengan

nada negatif pihak lawan bicara.31

G. Media Online

1. Pengeritan Media Online

Seiring dengan berkembangannya zaman dan juga teknologi sekarang ini

media massa tradisional sudah mulai tergantikan dengan kemunculan media

massa baru salah satunya adalah media online. Media online merupakan media

yang menggunakan internet, sepintas lalu orang akan menilai media online

merupakan media elektronik, tetapi para pakar memisahkannya dalam

kelompok tersendiri.

Alasannya media online menggunakan gabungan proses media cetak

dengan menulis informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi

juga hubungan dengan komunikasi personal yang terkesan perorangan.

Media online adalah media massa yang dapat kita temukan di internet.

31
Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2011), h. 150
40

sebagai media massa, media online juga menggunakan kaidah – kaidah

jurnalistik dalam sistem kerja mereka. Internet sebagai media online ialah

sebagi media baru, internet memiliki beberapa karakteristik, seperti media yang

berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, potensi interaktif, berfungsi secara

privat dan publik, memiliki aturan yang rendah, dan berhubungan. Internet juga

menciptakan pintu gerbang baru bagi organisasi yang dapat diakses secara

global dari berbagai penjuru dunia.32

Dengan media massa manusia memenuhi kebutuhannya akan berbagai

hak. Salah satunya dengan media online yang tergolong media paling baru.

Media online merupakan tipe baru jurnalisme karena memiliki sejumlah fitur

dan karakteristik dari jurnalisme tradisional. Fitur – fitur uniknya mengemuka

dalam teknologinya, menawarkan kemungkinan – kemungkinan tidak terbatas

dalam memproses dan menyebarkan berita.33

Pengertian Media Online dibagi menjadi dua pengertian yaitu secara

umum dan khusus:

1. Pengertian media online secara umum, yaitu segala jenis atau

format media yang hanya bisa diakses melalui internet

berisikan teks, foto, video, dan suara. Dalam pengertian umum

ini, media online juga bisa dimaknai sebagai sarana

komunikasi secara online. Dengan pengertian media online

secara umum ini, maka email, mailing list (milis), website,

32
Maria Assumpta Rumanti, Dasar-Dasar Public Relation : Teori dan Praktik, (Jakarta, PT
Grasindo, 2002), h. 101
33
Santana K,Septiawan,Jurnalime Kontemporer, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 52
41

blog, whatsapp, dan media sosial (sosial media) masuk dalam

kategori media online.

2. Pengertian media online secara khusus, terkait dengan

pengertian media dalam konteks komunikasi massa. Media

adalah singkatan dari media komunikasi massa dalam bidang

keilmuan komunikasi massa mempunyai karakteristik tertentu,

seperti publisitas dan periodisitas.34

Kehadiran media baru seperti media online bukan untuk menghapuskan

media tradisional, namun meningkatkan intensitasnya. Teori konvergensi

menyatakan bahwa perkembangan bentuk media terus merentang dari awal

siklus penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut merupakan

perpanjangan, atau evolusi, dari model-model terdahulu. Internet adalah

medium baru yang mengkonvergensikan seluruh karakteristik dari bentuk –

bentuk terdahulu. Karena itu, hal yang berubah terdapat pada mode produksi

dan perangkat yang digunakan bukanlah pada subtansi media itu sendiri.35

Hadirnya media online memperlihatkan perubahan – perubahan dalam

penerapan proses komunikasi. Kecepatan, aktualitas, harga komunikasi,

kapasitas, dan efisiensinya sebagai sebuah medium adalah keunikan dan

kelebihan dari sebuah media online. Kini khalayak bisa mendapatkan berbagai

informasi secara lebih cepat dan dapat diakses dimana pun mereka berada.

34
M.Romli, Asep Syamsul. Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online,
(Bandung, Nuansa Cendekia, 2012), h. 34
35
Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,
2005), h.135
42

Penerapan bentuk media cyber telah dilakukan oleh hampir seluruh

perusahaan media. Perusahaan media tradisional kini sudah memiliki web yang

hadir dalam berbagai bentuk. Namun, yang dilakukan media berita tradisional

hanyalah sekedar membentuk edisi online dari medium induk sebelumnya. isi

orisinil sebuah berita diciptakan kembali kedalam versi internet dengan cara

mengintensifkan isi dengan kapabilitas teknis dari cyberspace. Sejumlah fitur

interaktif dengan fungsi – fungsi media ditambahkan dan isinya diperbarui

lebih sering dari pada medium induknya.36

2. Kelebihan dan Kelemahan Media Online

Media Online jelas memiliki kecepatan untuk melakukan sebuah

interaksi, lebih efisien, lebih murah, dan lebih cepat untuk mendapatkan sebuah

informasi terbaru hanya dengan jaringan internet. Media online masuk ke

dalam kategori komunikasi massa, karena pesan yang disampaikan kepada

khalayak luas lewat media online.

Selain memiliki kelebihan, Media online juga memiliki kekurangnya.

Kelemahan media online terletak pada peralatan dan kemampuannya

penggunanya. Media online harus menggunakan perangkat komputer dan

jaringan internet yang sampai saat ini biayanya cukup mahal khususnya di

Indonesia, belum semua wilayah memiliki jaringan internet secara merata,

disamping itu diperlukan keahlian khusus guna memanfaatkanya, dan mungkin

juga belum banyak yang menguasainya. Jhon Vivian mengatakan dalam buku

Teori Komunikasi Massa yang disusunya terdapat permasalahan yakni banyak

belahan dunia yang belum bisa mengakses internet. Semua negara di Timur

36
Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.136
43

Tengah dan Afrika secara keseluruhan hanya punya 7,5 juta pengguna web.

Termasuk Indonesia yang masih sangat minim dalam akses internet.37

Internet merupakan salah satu teknologi komunikasi baru memiliki

kemampuan untuk membantu kita memilih dan mengatur informasi yang kita

inginkan atau perlukan dengan lebih efisien. Secara garis besar, internet jauh

leih luwes dalam menjembatani waktu dan jarak dibandingkan media – media

yang sudah ada terlebih dahulu.

Sebagai media komunikasi, internet mempunyai peranan penting sebagai

alat (channel) untuk menyampaikan pesan (message) dari

komunikator/penyalur pesan (source) kepada komunikan/penerima pesan

(receiver). Sifat dari internet sebagai media komunikasi adalah transaksional,

dalam artian terdapat interaksi antar individu secara intensif dan ada umpan

balik (feedback) dari antar individu dalam setiap interaksi tersebut.

Menurut Bagdakian, Internet juga dianggap memiliki kapasitas besar

sebagai media baru. Tidak hanya memperkecil jarak dalam

mengkomunikasikan pesan, teknologi komputer dan internet juga telah

berkembang dan mengeliminasi penggunaan koneksi kabel, namun tetap bisa

memfasilitasi taransmisi informasi dengan cepat ke seluruh dunia.

H. Berita

1. Pengeritan Berita

Istilah berita berasal dari bahasa Sansekerta, yakni vrit yang kemudian

masuk dalam bahasa inggris menjadi write, yang memiliki arti “ada” atau

“terjadi.” Berita juga dalam bahasa inggris yakni “news”. Sebagian ada yang

37
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta, Pranada Media Group, 2008), h. 286
44

menyebutnya vritta artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi.” Vritta masuk

dalam bahasa indonesia menjadi “berita” atau “warta.”38 Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia arti berita adalah laporan mengenai kejadian atau peristiwa

yang hangat.39 Menurut AS Haris Sumadiria, nilai berita atau news adalah

laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi,

interprestasi yang penting, menarik dan masih baru harus secepatnya di

sampaikan.40

Terdapat beberapa definisi tentang berita, di antaranya:

1. Paul De Massenner, news atau berita adalah sebuah informasi

yang penting dan menarik serta minat khalayak pendengar.

2. Charnley dan James M. Neal, berita adalah laporan tentang

suatu peristiwa, opini kecenderungan, situasi, kondisi,

interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus

secepatnya disampaikan kepada khalayak.

3. Doung Newsom dan James A. Wollert, berita adalah apa saja

yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh

masyarakat.

4. J. B. Wahyudi mendefinisikan menulis berita sebagai laporan

tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting

dan menarik sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan

secara luas melalui media massa. Peristiwa atau pendapat tidak

38
Totol Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000) h. 46
39
KBBI, Kemendikbud, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/berita
40
Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis dan
Profesional, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 64
45

akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan media massa

secara periodik.

5. Amak Syarifudin mengartikan berita adalah suatu kejadian

yang ditimbulkan sebagai bahan yang menarik perhatian

publik mass media.

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang

benar, menarik atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media

berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online Internet. Secara

ringkas berita dapat dikatakan yaitu jalan cerita tentang peristiwa. Ini berarti

bahwa suatu berita setidaknya mengandung dua hal, yaitu peristiwa dan jalan

ceritanya. Jalan cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak

dapat disebut berita.41

2. Jenis - Jenis Berita

Pada dasarnya setiap berita yang disajikan kepada pembaca haruslah

memiliki unsur akurat, lengkap, adil, berimbang, objektif, ringkas, jelas dan

hangat. Terdapat berbagai jenis berita yang popular dan sering digunakan di

media, yakni :

1. Berita Langsung (Straight News), yakni jenis berita yang ditulis

secara langsung. Artinya, informasi yang dituangkan dalam

berita tersebut diperoleh secara langsung dari narasumber

beritanya. Jenis berita ini biasanya diungkapkan dalam bentuk

pemaparan (descriptive). Pada penulisan jenis ini lebih

41
Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis dan
Profesional, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 64-65
46

mengutamakan aktualitas informasinya. Berita langsung

biasanya dibuat dengan gaya memaparkan sebuah peristiwa

dengan sejelas – jelasnya.

2. Berita Mendalam (Depth News), yakni berita yang merupakan

pengembangan dari berita yang sudah muncul, dengan

pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan. Berita

mendalam bermula dari sebuah berita yang masih belum selesai

pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali (follow up

system). Pendalaman dilakukan dengan mencari informasi

tambahan dari narasumber atau berita terkait.

3. Berita Penyelidikan (Investigative News), yaitu adalah berita

yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan penelitian atau

penyelidikan dari berbagai sumber. Berita penyelidikan ini

disebut pula penggalian karena wartawan menggali informasi

dari berbagai pihak, bahkan melakukan penyelidikan langsung

ke lapangan,bermula dari data mentah atau berita singkat, Berita

yang berdasarkan investigasi ini sering disebut sebagai berita

eksklusif. Artinya, berita tersebut jarang terjadi.

4. Berita Penjelasan (Explanatory News), yakni jenis berita yang

sifatnya menjelaskan dengan menguraikan sebuah peristiwa

secara lengkap, penuh data. Fakta diperoleh dijelaskan secara

rinci dengan beberapa argumentasi atau pendapat penulisnya.


47

Berita jenis ini biasanya panjang lebar sehingga harus disajikan

secara bersambung dan berseri.

5. Berita Interpretatif (Interpretative News), adalah bentuk berita

yang biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa

– peristiwa kontroversial. Namun demikian fokus laporan

beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti bukan

opini. Dalam jenis laporan ini, reporter menganalisis dan

menjelaskan, karena laporan interpretatif bergantung kepada

pertimbangan nilai “opini”.

6. Editoral writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di

depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajiaan fakta

dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan

mempengaruhi pendapat umum.

7. Karangan Khas (feature), yakni bagian dari penyajian berita

yang cara menulisnya dengan mengabaikan pegangan utama

dalam penulisan berita yakni 5W dan 1H. Selain itu berita

feature merupakan jenis berita yang lebih meningkatkan daya

human interest. Kelebihan berita Ini, teknik jurnalistiknya yang

disajikan secara khas, berbeda dengan penulisan berita biasa

yang disajikan lurus dan cenderung singkat serta kurang padat.42

42
Totok Djuroto, M.Si, Manajemen Penerbitan Pers, h.49-66
48

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Tirto.id

Media Online www.tirto.id mulai didiskusikan oleh para pendirinya pertama

kali pada Desember 2015. Berdiri pada Januari 2016, tanggal 29 Februari 2016,

media online www.tirto.id mulai dilengkapi dengan website, kantor dan karyawan.

Walau begitu, dengan persiapan yang matang media online www.tirto.id baru

diluncurkan pada 3 Agustus 2016 lalu.

Pada lamannya, Tirto.id menjelaskan mengenai profil dan seluk-beluk

media yang layak diketahui oleh pembaca. Nama “tirto” diambil dari alternatif

pengucapan kata “tirta” yang berarti air, nama Tirto juga dipilih sebagai ungkapan

rasa hormat kepada Tirto Adhi Soerjo (1880- 1918) yang merupakan Bapak Pers

Indonesia (ditetapkan pada 1973) sekaligus Pahlawan Nasional (Keppres RI no

85/TK/2006).

Pada zamannya, mendiang Tirto terlibat dalam penerbitan Soenda Berita,

Medan Prijaji, dan Putri Hindia, dan pembentukan Sarekat Dagang Islam. Dengan

memanfaatkan surat kabar sebagai alat perlawanannya, beliau dengan kecerdasan

dan sikap kritisnya ikut melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial

Hindia Belanda. Pramoedya Ananta Toer (Sastrawan besar Indonesia) menjuluki

Tirto sebagai Sang Pemula‖. Hal ini didasari oleh jasa-jasa Tirto yang mengawali

upaya pencerahan pada masa itu berupa kesadaran kebangsaan melalui jurnalisme

di Indonesia.

Media online www.tirto.id menerjemahkan visi nya melalui ketiga ciri dari
49

filosofi air. Ketiga ciri tersebut antara lain jernih, mengalir dan mencerahkan.

Adapun visinya tersebut antara lain:

a. Jurnalisme presisi yang menyajikan tulisan-tulisan Jernih, didukung

data kuantitatif dan kualitatif.

b. Penyampaian yang baik dan menarik agar terus Mengalir, dengan

harapan dapat memenuhi kebutuhan informasi para pengambil

kebijakan.

c. Menjadi sumber informasi yang terpercaya dan Mencerahkan, di

tengah anggapan umum bahwa jurnalisme online lepas dari konteks,

dangkal, dan tidak enak dibaca.

Dalam visinya, Tirto.id menerjemahkan kata mencerahkan pada visinya

sebagai keharusan menyajikan tulisan-tulisan yang jernih (clear), mencerahkan

(enlighten), berwawasan (insightful), memiliki konteks (contextual), mendalam

(indepth), investigatif, faktual yang juga didukung dengan data-data kuantitatif

dan kuantitatif, baik sekunder maupun primer, serta dapat

dipertanggungjawabkan.43

Logo yang digunakan Tirto.id menggunakan paduan warna biru sebagai

reresentasi air jernih nan dalam dan pemilihan huruf kecil sebagai wujud jari diri

media daring ini yang rendah hati dan selalu terbuka namun tidak harus merasa

paling benar dan jumawa.

Tirto.id mempunyai tim yang terampil serta berpengalaman baik dalam ilmu

sosial, riset, olah statistik maupun penulisan jurnalistik. Tirto.id memfokuskan

pemberitaannya dalam jurnalisme presisi (precision journalism) dengan

43
https://tirto.id/insider/tentang-kami
50

memanfaatkan data berwujud foto, kutipan, rekaman peristiwa serta data statistik

yang ditampilkan baik secara langsung maupun melalui infografik dan juga video

infografik. Selain itu, Tirto.id melengkapi produk-produknya dengan hasil analisis

ratusan media massa dari seluruh Indonesia yang disarikan ke dalam bentuk

tiMeter (pengukuran sentimen) atas tokoh, lembaga, serta kasus yang dibicarakan

dalam tiap-tiap laporan mendalam.

Tirto.id yakini bahwa laporan-laporan/berita dengan kekuatan data akan

tersampaikan dengan baik, namun tak abai pada kecepatan adalah sumber

informasi yang layak diperoleh oleh masyarakat Indonesia sekarang ini, terutama

untuk para pengambil keputusan, dan pengendali perubahan. Tirto.id berdiri di

atas dan untuk semua golongan, serta non-partisan, tidak bekerja untuk

kepentingan politik manapun. Media daring ini menyajikan laporan-laporannya

dalam tiga rubrik yaitu, Indepth, Mild Report dan Current Issue.

Tirto.id kini merupakan media online yang terdaftar di Dewan Pers

Indonesia. Pendanaannya dilakukan secara mandiri oleh Sapto Anggoro

(Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab), Teguh Budi Santoso (Chief Content

Officer) dan Nur Samsi (Chief Technology Officer). Dalam kurun waktu tiga

tahun, terhitung sejak 2016, nilai perusahaan ini diproyeksikan akan mencapai

lebih dari Rp400 miliar.44

B. Profil Tirto.id

Era digitalisasi berpengaruh pada industri media. Penyampaian pesan oleh

media arus utama tidak melulu terbatas pada bentuk cetak dan penyiaran. Bentuk

baru yang saat ini banyak bermunculan adalah media online atau dalam jaringan

44
https://tirto.id/insider/tentang-kami
51

(daring). Dalam maraknya kemunculan media daring, Tirto.id hadir sebagai

pembeda. Ia hadir dengan karakteristik yang tidak serupa sebagaimana media

daring pada umumnya. Khalayak biasa disajikan berita daring yang cepat, singkat

dan selalu berkenaan dengan unsur kontinuitas. Namun, Tirto.id memiliki

penyajian berita lain. Ia cenderung memberitakan secara mendalam dan

komprehensif.

Tirto.id menuliskan suatu isu secara runtut. Banyak dari laporan Tirto.id

justru bersifat depth reporting dan investigative reporting. Sesuai dengan moto

yang diusung oleh Tirto.id yaitu Jernih, Mengalir, Mencerahkan dan

Mencerdaskan, dalam produk jurnalistik yang dibuat oleh Tirto.id biasanya

ditampilkan dalam majalah cetak dengan tulisan panjang, hal tersebut dilakukan

Tirto.id untuk memberikan pengetahuan yang lebih bagi para pembaca/khalayak.

Melalui cara kerja yang berbasis pengumpulan data dan penyajian berita yang

mereka lakukan, Tirto.id menjadi pionir media daring di Indonesia melalui

halaman daringnya memberi penjelasan terkait karakteristik khas dalam penyajian

beritanya.

Ketika berfikir mengenai media online, hal pertama yang terlintas

dibayangkan orang kebanyakan adalah kecepatan. Begitu tercampur dengan

kenangan yang diromantisir tentang media cetak, asumsi itu mengembang:

jurnalisme media online adalah jurnalisme yang asal mengundang klik, banyaknya

halaman dibuka (page views), lepas dari konteks, dangkal, dan tidak enak dibaca.

Orang- orang tersebut seakan berpikir bahwa di dunia ini gerak dan manfaat

muskil berbaur karena faktor inheren masing- masing. Tapi pandangan itu tak

sepenuhnya benar. Di alam, air menunjukkan bahwa hal-hal itu tidaklah


52

bertentangan. Air mengalir, mengisi ceruk, sekaligus jernih - menunjukkan

kedalaman. Air selalu dibutuhkan. Mencita-citakan jurnalisme yang demikian,

kami menamai diri Tirto, yaitu alternatif pengucapan dari tirta yang berarti air.45

C. Penghargaan Media Tirto.id

Walaupun Tirto.id masih baru didalam dunia jurnalistik, Tirto.id mampu

membuktikan kemampuan serta kredibilitasnya. Hal tersebut dibuktikan dengan

sederet penghargaan yang berhasil diraih oleh media daring ini dalam kurun

waktu kurang dari tiga tahun. Pada tahun 2016, Tirto.id mendapat penghargaan

dari Organisasi Buruh Internasional yang bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis

Independen (AJI) untuk reportase terbaik mengenai perlindungan Pekerja

Rumah Tangga dan penghapusan Pekerja Rumah Tangga di bawah umur pada

23 November 2016 untuk dua kategori yaitu Feature Articles dan Photo Story.

Selain itu juga mendapat penghargaan sebagai laman Berita dan Media Terbaik

dalam ajang ‘ID Website Awards 2016’ oleh Pengelola Nama Domain Internet

Indonesia (PANDI).46

Lalu pada tahun 2017, Tirto.id mendapat penghargaan khusus sebagai

Media Siber Terinovatif dari Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2017 yang

diselenggarakan setiap tahun oleh PWI. Penghargaan tersebut berdasarkan

konsistensi prinsip 5W+1H, kelengkapan berita dengan infografis dan

independensi dapur redaksi. Pada 7 Desember 2018, salah satu jurnalis Tirto

mendapat penghargaan Hassan Wirajuda Award mengenai liputan anak buruh

45
https://tirto.id/insider/tentang-kami
46
https://tirto.id/tirtoid-raih-gelar-laman-berita-terbaik-versi-pandi-bZf7
53

migran. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Retno

Marsudi.

Selain deretan penghargaan tersebut, media daring ini pun dinyatakan

sebagai media pertama di Indonesia yang berhasil lolos verifikasi oleh Jaringan

Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN)

pada Januari 2018 silam.47

47
https://mediaharapan.com/hpn-2018-jawa-pos-raih-anugerah-adinegoro-2017-tirto-id-sebagai-
media-siber-terinovatif/
54

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Untuk melihat pembingkaian isu kekerasan anak yang dimuat oleh portal

berita online Tirto.id dalam laporan utama pada yang diunggah pada tanggal 6, 7

dan 17 Juli 2020, peneliti akan menguraikan dan menganalisis pemberitaan

tersebut dengan menggunakan Robert N. Etman dan Gerald M. Kosicki. Tiga

berita yang dimuat oleh Tirto.id tersebut memberitakan seputar kekerasan anak.

A. Analisis Framing Robert N. Entman

Analisis Pemberitaan “KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus

Perkosaan P2TP2A Lampung”

Rilis : 06 Juli 2020

Tabel 4.1 : Hasil Analisis Berita

Elemen - elemen framing Robert Temuan Data

N. Entman

KPAI: Pemerintah

Perangkat Analisis Kecolongan di Kasus

Perkosaan P2TP2A

Lampung
55

Problem Identification Kekerasan seksual pada anak dapat

(Pendefinisian Masalah) terjadi dimana saja dan pelakunya

bisa siapa saja.

Causal Interpretation Kondisi sosial semasa pandemic

(Memperkirakan penyebab COVID-19 merubah manusia secara

masalah) drastic.

Make Moral Judgement Tercorengnya lembaga pemerintahan

(Membuat Pilihan Moral) dalam upayah melindungi anak

Treatment Recommendation Mengkaji kembali prosedur serta

(Penekanan Penyelesaian) protocol yang ketat dalam pemilihan

M ketua dan perekrutan anggota

elal

ui Tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa Tirto.id mengemas pemberitaan

sebagai berikut:

Problem Identification (Pendefinisian masalah), dalam aspek ini

tampak Tirto.id menunjukan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak

bisa saja terjadi dimana saja dan pelakunya juga bisa siapa saja. Hal ini

dapat dilihat dari penggalan teks pemberitaan berikut ini :


56

“Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)


menyayangkan terjadinya kasus pemerkosaan dan penjualan
anak yang diduga dilakukan oleh Kepala Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di
Lampung.”
“Anak tersebut berinisial NF (14) yang sebelumnya menjadi
korban pemerkosaan oleh orang tak bertanggung sehingga
harus dititipkan di P2TP2A. Namun setelah dititipkan,
korban malah mengalami hal serupa.”48
Melalui pemberitaan ini Media Tirto.id ingin memberitahukan

kepada masyarakat Indonesia bahwa kekerasan anak itu tidak mengenal

tempat, dimanapun bisa terjadi seperti di Pusat Pelayanan Terpadu

Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Lembaga pemerintah yang

seharusnya melindungi dan mendampingi anak – anak dari tindak

kekerasan, ternyata menjadi tempat terjadinya tindak kekerasan tersebut.

Selain itu pelaku yang melakukan tindak kekerasan tersebut

merupakan seorang Kepala Pusat yang memiliki posisi penting dan

tanggung jawab yang besar dalam melindungi dan mendampingi anak –

anak korban kekerasan.

Casual Interpretation (Memperkirakan Penyebab Masalah) dalam

aspek ini tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa keadan sosial merupakan

salah satu indicator kenapa kekerasan pada anak dapat terjadi, terlebih lagi

pada masa pandemi COVID-19 ini dimana segala sektor kehidupan

mengalami dampak goncangan yang begitu besar, hal ini ditunjukan oleh

Tirto.id melalui pernyataan dari Komisioner KPAI Jasra Putra sebagai

berikut :

48
https://tirto.id/kpai-pemerintah-kecolongan-di-kasus-perkosaan-p2tp2a-lampung-fNW4
57

“Ini sudah menjadi peringatan keras untuk para pemangku


kepentingan anak. Bahwa situasi COVID-19 membuat
petugas berubah drastis, dan ketika berurusan dengan anak-
anak, semakin rentan menjadi pelaku kekerasan seksual.”49
Seperti yang diucapakan oleh Komisioner KPAI, dalam situasi

COVID-19 ini membuat orang berubah secara drastis, anak – anak pun yang

pada dasarnya masih sangat lemah dalam membela dirinya menjadi target

mudah dalam melampiaskan emosi sehingga menjadi semakin lebih rentan

menjadi korban kekerasan.

Selain itu selama COVID-19 kasus kekerasan anak meningkat,

terdapat 3.000 kasus kekerasan anak dalam kurun waktu dari tanggal 1

Januari sampai dengan 19 Juni, dimana dari 3.000 kasus tersebut didominasi

oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu sebanyak 1.848 kasus.50

Make Moral Judgement (Membuat pilihan moral), dalam aspek ini

tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa kejadian ini membuat nama

lembaga negara menjadi tercoreng dalam upayah melindungi anak, hal ini

ditunjukan oleh narasumber Komisioner KPAI dihadirkan Tirto.id dalam

pemberitaan. Komisioner KPAI, Jasra Putra yang menyayangkan kejadian

tersebut. Padahal peran lembaga tersebut merupakan kepanjangan tangan

dari pemerintah pusat. Hal itu ditunjukan olehnya dalam teks berita berikut

ini :

"Peristiwa kepala P2TP2A menodai peran pemerintah pusat


dalam perlindungan anak yang terdepan telah ternodai,"
“Ia heran dengan perbuatan Kepala P2TP2A yang dipilih
berdasarkan syarat ketat. Meliputi rekam jejak hingga

49
https://tirto.id/kpai-pemerintah-kecolongan-di-kasus-perkosaan-p2tp2a-lampung-fNW4
50
https://tirto.id/kemen-pppa-catat-3000-kasus-kekerasan-anak-selama-pandemi-covid-19-fK3j
58

pemberlakuan standar operasional prosedur. Namun ternyata


kecolongan juga. Selain itu, pelaku juga merupakan seorang
Aparatur Sipil Negara (ASN)”. 51
Pelaku yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga

menjabat sebagai Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan

dan Anak (P2TP2A) yang dipilih berdasarkan seleksi, rekam jejak dan juga

prosedur yang ketat seharusnya tahu bahwa apa yang ia lakukan sudah

merupakan pelanggaran besar dalam jabatan yang ia pegang. Pelaku yang

seharusnya mendampingi dan melindungi anak – anak yang menjadi korban

kekerasan malah melakukan kekerasan tersebut kepada anak – anak.

Dalam pemberitaan ini Tirto.id melihat sepertinya ada kesalahan

didalam Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak

(P2PTP2A) yang merupakan lembaga negara. Kesalahan tersebut dapat

dilihat dari penggunaan judul berita yang diberikan oleh Tirto.id yakni

“KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan P2TP2A

Lampung”. Penggunaan kata “Kecolongan” pada judul berita

memperlihatkan seperti adanya kesalahan yang terjadi tanpa sepengetahuan

pemerintah. Hal ini dikarenakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) kata “Kecolongan” memiliki arti sesuatu yang terjadi di luar

pengawasan atau pengamatan.

Treatment Recommendation (Menekankan Penyelesaian) dalam

aspek ini tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa penyelesaian masalah

dari pemberitaan ini adalah Mengkaji kembali prosedur serta protocol yang

ketat dalam pemilihan Kepala P2TP2A dan perekrutan anggota. Meskipun

51
https://tirto.id/kpai-pemerintah-kecolongan-di-kasus-perkosaan-p2tp2a-lampung-fNW4
59

sebelumnya dalam pemilihan Kepala P2TP2A sudah melalui proses seleksi

yang ketat, akan tetapi menurut Komisioner KPAI Jasra Putra hal tersebut

masih kurang. Jasra mendesak Kementrian agar melakukan pembenahan

sehingga kejadian serupa tidak terjadi lagi, seperti yang terlihat dalam

penggalan teks berita berikut :

“Ia mendesak kepada Kementerian PAN-RB untuk mengkaji


kembali dan membuat protokol ketat yang nantinya akan
diterapkan untuk jabatan ASN pelindung anak di kantor-
kantor pemerintah yang memiliki rumah aman, balai, tenaga
pendamping atau kontrak yang dibayar. Agar benar-benar
melakukan tahapan perekrutan petugas dengan benar”.
"Dicek apakah masih ada yang bolong, sehingga kecolongan
menempatkan predator di tempat berlindung anak”.
“Pasalnya, kejadian peristiwa seperti ini tidak hanya terjadi di
rumah aman P2TP2A Lampung saja, tetapi juga di Kota
Padang dan pada profesi pendamping anak yang pernah
terlaporkan”.52
Dengan adanya pengkajian yang lebih mendalam dan juga protocol

yang lebih ketat diharapkan bisa meminimalisir kejadian serupa agar tidak

terulang kembali, sehingga Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan

Perempuan dan Anak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam

melindungi dan juga mendampingi. Perlindungan terhadap anak merupakan

salah satu kewajiban negara, hal tersebut sudah tertuang dalam undang –

undang anak, hal ini lah yang ditonjolkan oleh Tirto.id dalam

pemberitaannya.

52
https://tirto.id/kpai-pemerintah-kecolongan-di-kasus-perkosaan-p2tp2a-lampung-fNW4
60

Analisis Pemberitaan “Pelecehan Seksual di Lampung:

Mencoreng Negara & Pentingnya RUU PKS”

Rilis : 07 Juli 2020

Tabel 4.2 : Hasil Analisis Berita

Elemen - elemen framing Temuan Data

Robert N. Entman

Pelecehan Seksual di

Perangkat Analisis Lampung Mencoreng

Negara & Pentingnya

RUU PKS

Problem Identification Masih kurangnya perlindungan

(Pendefinisian Masalah) terhadap anak meskipun sudah berada

di “rumah aman”

Causal Interpretation Lemahnya lembaga negara dalam

(Memperkirakan penyebab menyeleksi pimpinan lembaga

masalah) perlindungan anak

Terjadinya kekerasan anak yang

Make Moral Judgement dilakukan oleh salah satu Kepala

(Membuat Pilihan Moral) Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu

Perlindungan Perempuan dan Anak


61

• Pemerintah perlu mengekaji

Treatment Recommendation kembali bagaimana proses

(Penekanan Penyelesaian) seleksi pemimpin lembaga

perlindungan anak dan juga

standar operasional prosedur

lembaga perlindungan anak

• Pentingnya RUU PKS bagi

korban kekerasan seksual agar

M mereka mempunyai payung

elal hukum yang kuat dalam

ui mendapatkan hak – hak

Tab perlindungannya.

el 4.2 diatas menunjukan bahwa Tirto.id mengemas pemberitaan sebagai

berikut:

Problem Identification (Pendefinisian Masalah), dalam aspek ini tampak

Tirto.id mengidentifikasi bahwa permasalahan terlihat pada masih kurangnya

perlindungan terhadap anak oleh lembaga perlindungan anak Pusat Pelayanan

Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). hal ini diperlihatkan oleh

Tirto.id dalam penggalan teks berita berikut ini;

“NV adalah korban pemerkosaan sebelum dititipkan ke P2TP2A


lampung. Ayahnya, Sugiyanto, 50 tahun, menitipkan korban ke
“rumah aman” ini dengan harapan agar anaknya mendapat
pendampingan dan terutama perlindungan. Sayangnya, bukan
melindungi, DA malah memerkosa dan bahkan ‘menjual’ NV ke
orang lain. NV terakhir kali diperkosa pada 28 Juni 2020.”53

53
https://tirto.id/pelecehan-seksual-di-lampung-mencoreng-negara-pentingnya-ruu-pks-fPam
62

Dari penggalan teks diatas, Tirto.id mengidentifikasikan kurangnya

perlindungan anak oleh meskipun sang anak sudah berada di “rumah aman”. Hal

tersebut dikarenakan NV sebelumnya merupakan korban pemerkosaan sebelum

sang ayah, Sugiyanto menitipkan sang anak ke Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan harapan agar sang anak mendapatkan

pendampingan serta perlindungan setelah menjadi korban pemerkosaan. Namun

ironisnya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang

seharusnya memberikan perlindungan serta pendampingan untuk NV, malah

melakukan tindak kekerasan seksual tersebut kepadanya.

Causal Interpretation (Memperkirakan penyebab masalah), dalam aspek

ini tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa masih lemahnya lembaga negara

dalam menyeleksi pimpinan lembaga perlindungan anak merupakan penyebab

masih kurangnya perlindungan terhadap anak oleh lembaga perlindungan anak.

Hal ini ditunjukan oleh tanggapan Komisioner Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) Jasra Putra dalam teks berita berikut ini:

“Menurutnya, kasus ini adalah bukti bertapa tidak ketatnya


pemerintah pusat menyeleksi pimpinan lembaga, seleksi asal –
asalan yang “menempatkan predator di tempat berlindung anak”.
Selain Komisioner KPAI, Jasra Putra, Komisioner Sub Komisi

Pemantauan Komnas Perempuan Siti Aminah juga menyatakan kekecewannya

kepada pemerintah pusat atas terjadinya kasus ini, Hal ini dapat dilihat dalam teks

berita berikut ini:

“Komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan Siti


Aminah juga menyatakan kekecewaannya dan mengutuk keras
kasus ini, ia juga meminta pemerintah mengevaluasi rekrutmen
para pengelola rumah aman maupun staf di P2TP2A. ia
63

menyarankan agar tidak menempatkan laki- laki pada jabatan


pimpinan”.54
Melalui tanggapan kedua narasumber yang dihadirkan diatas oleh Tirto.id

yaitu Komisioner KPAI Jasra Putra dan juga Komisioner Sub Komisi Pemantauan

Komnas Perempuan Siti Aminah. Penyeleksian pimpinan yang dilakukan oleh

pemerintah pusat masih lemah sehingga bisa adanya predator yang masuk di

tempat perlindungan anak, perlu adanya evaluasi dalam pemilihan baik pemimpin,

pengelolah rumah aman maupun staf di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan

Perempuan dan Anak agar kedepannya nanti kejadian serupa tidak terulang

kembali.

Make Moral Judgement (Membuat pilihan moral), dalam aspek ini

tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa Terjadinya kekerasan anak yang

dilakukan oleh salah satu Kepala Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu

Perlindungan Perempuan dan Anak, hal tersebut terdapat pada penggalan paragraf

berikut ini;

“Seorang anak perempuan berinisial NV, 13 tahun, diduga


mengalami pelecehan seksual oleh DA, Aparatur Sipil Negara
(ASN) yang bekerja sebagai Kepala Pusat Pelayan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten
Lampung, lembaga yang ironisnya didirikan untuk “melindungi
perempuan dan anak dari berbagai jenis diskriminasi dan tindak
kekerasan”.55
Melalui penggalan teks diatas, Tirto.id melihat bahwa pelaku kekerasan

seksual anak bisa siapa saja, tak terkecuali Kepala Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Kasus kekerasan seksual pada anak yang

dilakukan oleh DA yang menjabat sebagai Kepala P2TP2A ini sangat

54
https://tirto.id/pelecehan-seksual-di-lampung-mencoreng-negara-pentingnya-ruu-pks-fPam
55
https://tirto.id/pelecehan-seksual-di-lampung-mencoreng-negara-pentingnya-ruu-pks-fPam
64

disayangkan. DA yang seharusnya mendampingi dan melindungi anak malah

melakukan kekerasan kepada anak.

Treatment Recommendation (Penekanan Penyelesaian), dalam aspek ini

tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa penyelesaian masalah dari pemberitaan

ini adalah pemerintah perlu mengekaji kembali bagaimana proses seleksi

pemimpin lembaga perlindungan anak dan juga standar operasional prosedur

lembaga perlindungan anak, seperti yang terlihat didalam teks berikut:

“Jasra lalu mendesak kementrian PAN-RB untuk mengkaji


Kembali dan membuat protocol ketat penyeleksian. Ini penting
karena nanti aka nada jabatan ASN pelindung anak baik dirumah
aman atau balai. “Dicek [lagi] apakah masih ada yang bolong.”
“Selain itu kasus ini juga membuktikan betapa lemahnya
penegakan strandar operasional prosedur ditempat – tempat seperti
“rumah aman” itu. Soal ini ia berharap Lembaga Pengaduan Saksi
dan Korban (LPSK) sebagai lembaga pengawas rumah aman
melakukan evaluasi. Evaluasi penting karena peristiwa seperti ini
tidak hanya terjadi di P2TP2A Lampung saja. Di Kota Padang hal
serupa pernah terjadi, dengan pelaku juga pendamping anak.”
Teks diatas menunjukkan perlunya evaluasi dan juga pembenahan yang

dilakukan oleh Pemerintah dan juga Lembaga Pengaduan Saksi dan Korban.

Dengan ketatnya proses penyeleksian diharapkan kedepannya kejadian serupa

tidak terulang kembali dan lembaga perlindungan bisa menjalankan fungsinya

dengan semestinya.

Selain itu, dalam pemberitaan ini Tirto.id juga mengatakan perlunya

pengesahan RUU PKS bagi korban kekerasan seksual agar mereka mempunyai

payung hukum yang kuat dalam mendapatkan hak – hak perlindungannya. Hal ini

terlihat pada teks:


65

“Siti Aminah mengatakan kasus ini membuktikan betapa


pentingnya pengesahan Rancangan Undang – undang (RUU)
Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).”
“Karena di dalam RUU PKS terdapat hak korban kekerasan
seksual untuk mendapatkan hak pemulihan dari sejak pelaporan
sampai putusan pengadilan dan juga hak restitusi,” Katanya.56
Dengan adanya RUU PKS diharapkan bisa membuat korban kekerasan

seksual bisa mendapatkan hak – haknya. Terlebih lagi apabila korban tersebut

merupakan anak – anak yang masih sangat rentan mendapatkan bentuk kekerasan.

Analisis Pemberitaan “Ironi Predator di Rumah Aman dan

Negara yang Gagal Lindungi Korban”

Rilis : 17 Juli 2020

Tabel 4.3 : Hasil Analisis Berita

Elemen - elemen framing Temuan Data

Robert N. Entman

Ironi Predator

Perangkat Analisis di Rumah Aman dan

Negara

yang Gagal Lindungi

Korban

Problem Identification Gagalnya negara dalam melindungi

(Pendefinisian Masalah) korban kekerasan seksual.

56
https://tirto.id/pelecehan-seksual-di-lampung-mencoreng-negara-pentingnya-ruu-pks-fPam
66

Causal Interpretation Tidak jelasnya status lembaga Pusat

(Memperkirakan penyebab Pelayanan Terpadu Pemberdayaan


M
masalah) Perempuan dan Anak.
elalui

Tabel
Make Moral Judgement Perlunya evaluasi dan juga pedoman
4.3
(Membuat Pilihan Moral) kebijakan perlindungan di lembaga
diatas
layanan anak.
menun

jukan
Treatment Recommendation Perlindungan anak merupakan
bahwa
(Penekanan Penyelesaian) kewajiban bersama.
Tirto.i

menge

mas pemberitaan sebagai berikut:

Problem Identification (Pendefinisian Masalah), dalam aspek ini

tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa permasalahan yang muncul adalah

gagalnya negara dalam melindungi korban kekerasan seksual. Hal ini

diperlihatkan oleh Tirto.id melalui penggalan teks berita sebagai berikut:

“Sempat melarikan diri, Dian Ansori akhirnya menyerahkan


diri ke Polda Lampung pada 10 Juli 2020. Ia memerkosa
seorang perempuan, NV, Berusia 13 tahun, saat tengah
berlindung dirumah aman Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung
Timur. NV dikirim ayahnya kesana karena berstatus korban
pemerkosaan.”
“Sementara Koordinator Advokasi Ending The Sexual
Exploitation of Children (ECPAT) Indonesia Rio Hendra
67

mendesak pemerintah Menyusun pedoman kebijakan


perlindungan di lemaga layanan yang berhubungan langsung
dengan anak. Ini penting karena dalam kasusu Lampung
Timur, perekrutan anggota terbukti buruk”.57
Dari penggalan teks berita diatas, Negara dianggap kurang

mengawasi kinerja lembaga perlindungan anak sehingga kasus kekerasan

seksual ini bisa terjadi, bagaimana tidak dianggap kurang mengawasi, kasus

kekerasan seksual yang terjadi pelakunya merupakan anggota di Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang seharusnya

menjadi tempat perlindungan bagi para korban kekerasan. Dian Ansor

sebagai anggota yang seharusnya melakukan perlindungan dan juga

pendampingan kepada korban, sebaliknya melakukan kekerasan seksual

kepada korban.

Causal Interpretation (Memperkirakan Penyebab Masalah), dalam

aspek ini tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa tidak jelasnya status

lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

menyebabkan kenapa kasus kekerasan seksual terhadap anak ini bisa terjadi.

Hal ini ditunjukkan oleh Tirto.id melalui teks berita berikut ini:

“Nahar menjelaskan lebih jauh posisi P2TP2A Lampung


Timur, ia mengatakan badan ini sebenarnya sudah tidak ada.
Ia sedang masa transisi untuk menjadi Unit Pelaksana Teknis
Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PAA).
Proses transisi ini tak mulus karena terganjal masalah pada
akhir 2019”.
“Karena UPTD belum dibentuk, unit pelayanan belum
memiliki rumah aman. Oleh sebab itulah NV ditampung
semetara dirumah anggota, yang salah satunya Dian Ansori
(Pemerkosaan terjadi saat itu. Selain oleh Dian Ansori

57
https://tirto.id/ironi-predator-di-rumah-aman-dan-negara-yang-gagal-lindungi-korban-fRqv
68

sendiri, NV “dijual” pula ke orang lain. NV terakhir kali


diperkosa pada 28 Juni 2020).”
“NV sendiri tetap bisa dikirim ke P2TP2A Lampung Timur
karena pada saat itu UPTD belum disahkan, maka P2TP2A
masih melaksanakan tugas.”58

Seperti yang tertera pada teks diatas, status Pusat Pelayanan Terpadu

Permberdayaan Perempuan dan Anak di Lampung Timur sesungguhnya

sudah tidak ada dan sedang mengalami transisi untuk menjadi Unit

Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak. Meskipun

masih belum terbentuknya UPTD, NV tetap dapat dikirm ke P2TP2A

Lampung Timur karena mereka masih tetap melaksanakan tugasnya, Selain

itu juga denga belum sahnya UPTD maka unit pelayanan masih belum

mempunyai rumah aman dan hal tersebut membuat NV harus ditampung

dirumah anggota untuk sementara waktu.

Make Moral Judgement (Membuat pilihan moral) dalam aspek ini

tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa Perlunya evaluasi dan juga

pedoman kebijakan perlindungan di lembaga layanan anak. hal ini dapat kita

lihat melalui tanggapan dari kedua narasumber yang dihadrikan oleh Tirto.id

yaitu Komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan Siti Aminah

dan juga Koordinator Advokasi Ending the Sexual Exploitation of Children

(ECPAT) Indonesia Rio Hendra, pada penggalan teks berita berikut ini:

“Ia (Siti Aminah) juga mendesak pemerintah pusat dan


daerah untuk mengevaluasi kompetensi para petugas di
rumah aman maupun staf yang bekerja di P2TP2A. Evaluasi
mulai dari tahapan perekrutan. Kompetensi, standar
operasional prosedur, hingga sarana prasarana yang tersedia.
58
https://tirto.id/ironi-predator-di-rumah-aman-dan-negara-yang-gagal-lindungi-korban-fRqv
69

orang – orang yang bertugas disana semestinya bukan


sembarang ASN, tapi yang menyadari dan memahami secara
benar tugas dan fungsinya sebagai representasi negara untuk
melindungi korban.”
“Sementara Koordinator Advokasi Ending the Sexual
Exploitation of Children (ECPAT) Rio Hendra mendesak
pemerintah menyusun pedoman kebijakan perlindungan di
lembaga layanan yang berhubungan langsung dengan anak.
Ini penting karena dalam kasusu Lampung Timur, perekrutan
anggota masih terbukti buruk.”
“Apakah tidak ada seleksi ketat dalam perekrutan staf yang
akan bekerja? Menurut penjelasan Kemen PPPA, pelaku
diangkat melalui surat keputusan Bupati Lampung Timur,”
ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima reporter
Tirto.59
Melalui tanggapan kedua narasumber diatas, Tirto,id melihat perlu

adanya evaluasi dan juga pedoman kebijakan perlindungan di lembaga

layanan anak. seperti yang di utarakan oleh Rio Hendra, pelaku merupakan

anggota yang diangkat melalui surat Bupati Lampung Timur. Seharusnya

proses perekrutan staf melalui seleksi yang ketat apabila pengangkatannya

melalui surat dari Bupati. Selain perekrutan, pemerintah juga harus

mengevaluasi kembali kompetensi anggota, anggota yang dipilih seharusnya

bukan sembarang ASN, tapi yang sadar akan tugas dan kewajibannya.

Selain itu ada juga strandar operasional prosedur dan juga sarana dan

prasarana yang tersedia.

Treatment Recommendation (Penekanan Penyelesaian) dalam aspek

ini tampak Tirto.id mengidentifikasi bahwa penyelesaian masalah yang

ditawarkan dalam pemberitaan ini adalah perlindungan anak merupakan

kewajiban kita bersama. Ini dapat kita lihat pada teks berita berikut:

59
https://tirto.id/ironi-predator-di-rumah-aman-dan-negara-yang-gagal-lindungi-korban-fRqv
70

“Komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan


Siti Aminah mencoba memahami status transisi tersebut.
Namun, terlepas dari itu, ia tetap mendorong peran baik
pemerintah pusat daerah untuk tetap menindaklanjuti kasus –
kasus kekerasan seksual. “Saya piker semua pihak memiliki
kewajiban saling menguatkan P2TP2A, rumah aman, agar
kepentingan pelayanan perempuan dan anak bisa maksimal,”
ujarnya kepada reporter Tirto.
“Dalam masa transisi ini, kata Nahar, semua tanggung jawab
dikembalikan kepada pemerintah daerah. “Karena
pembentukannnya oleh kepala daerah, lalu didalam
pembentukannya itu ditegaskan bahwa dikelolah oleh
masyarakat bekerjasama dengan pemerintah daerah,”
ujarnya.60
Dari teks diatas menjelaskan bahwa perlindungan anak merupakan

kewajiban dan tanggung jawab semua pihak, baik itu pemerintah,

lembaga perlindungan ataupun masyarakat mereka semua berkewajiban

untuk ikut aktif dalam perlindungan anak. dengan saling membantu

diharapkan dapat memperkuat lembaga perlindungan anak agar

pelayanannya bisa lebih maksimal.

B. Interpretasi

Berdasarkan pandangan konstruktivisme, realitas merupakan hasil dari

sebuah konstruksi. Dengan begitu sebuah fakta yang tercipta tergantung dari

seperti apa dilihat dan dimaknai. Sementara itu dalam teori konstruksi realitas

sosial merujuk pada tindakan dan interaksi sehingga menggambarkan proses

sosial, yang mana individu menciptakan secara subyektif atas realitas yang

dimiliki dan diamini.

Sedangkan untuk konstruksi realitas pada bidang media massa bukan

hanya menyampaikan pesan kepada khalayak, tetapi juga menjadi subjek yang
60
https://tirto.id/ironi-predator-di-rumah-aman-dan-negara-yang-gagal-lindungi-korban-fRqv
71

mengonstruksi realitas beserta pandangan, bias dan pemihakan. Media massa

dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas terhadap

peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Media Online Tirto melihat isu kekerasan anak memiliki nilai berita yang

yang membuat isu ini layak disajikan kepada khalayak. Berikut beberapa nilai

berita yang terkandung dalam isu kekerasan anak yakni proximity (kedekatan),

Human Interest dan juga Sex. Pada nilai Proximity isu kekerasan anak bisa

terjadi kepada siapa saja, tanpa terkecuali orang – orang yang berada didekat

kita. Pada nilai Human Interest isu kekerasan anak kerap menghadirkan cerita –

cerita sedih yang dialami oleh sang korban, terakhir pada nilai Sex isu

kekerasan anak, anak sering sekali menjadi korban kekerasan seksual, terutama

anak perempuan.

Melalui analisis framing, peneliti menemukan adanya frame atau

pembingkaian yang dilakukan Media Online Tirto.id dalam memberitakan

kekerasan anak yang diunggah pada tanggal 6, 7 dan 17 Juli. Dari tiga berita,

yaitu “KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan P2TP2A Lampung”,

“Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng Negara & Pentingnya RUU

PKS”, dan “Ironi Predator di Rumah Aman dan Negara yang Gagal Lindungi

Korban”, Media Online Tirto.id ingin membentuk atas persepsi khalayak

terhadap pemberitaan tersebut dan menyampaikan kepada pembaca bahwa

Pemerintah patut untuk dikritisi karena dalam kasus kekerasan ini melibatkan

pelaku yang statusnya adalah anggota dari salah satu lembaga perlindungan

anak yang berada dibawah naungan pemerintah. Seperti yang dikatakan oleh

Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan perhatianya pada proses ketika


72

individu menanggapi peristiwa yang terjadi di sekitar mereka berdasarkan

pengalaman mereka.

Hal tersebut dapat dilihat dari pemberitaan di Tirto.id yang menunjukan

korban kekerasan seksual pada anak diakibatkan masih adanya pelaku yang

berada di lingkungan organisasi lembaga perlindungan anak, dalam hal ini

adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

“Ya sebenarnya ini sangat disayangkan bisa terjadinya


kekerasan seksual ini ya, terlebih lagi hal ini dilakukan oleh
Aparatur Sipil Negara dan dilakukannya juga parahnya itu
di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak, mereka yang seharusnya melindungi dan
mendampingi anak korban kekerasan seksual malah
berbalik melakukan kekerasan tersebut.”61

Adanya pelaku di lembaga perlindungan anak bisa jadi dikarenakan

adanya kelemahan dalam sistim yang pemerintah buat, baik itu dari sistim

perekrutan, sistim pelaksaan prosedur atau mungkin dari sistim pelaksanaannya

sehingga bisa ada predator anak didalam lembaga perlindungan anak.

Kekerasan didefinisikan sebagai tindakan yang mendasarkan diri pada

kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan62. Kekerasan tidak hanya

dapat berbentuk fisik, namun bisa berupa tekanan yang bersifat psikologis yang

secara mental dapat menghancurkan pribadi seseorang. Dalam berita dijelaskan

bahwa pelaku selain melakukan tindak kekerasan seksual, ia juga menjual

korban kepada lelaki hidung belang dan memberikan ancaman akan membunuh

keluarganya kepada korban apabila korban menceritakan apa yang terjadi.

61
Hasil Wawancara dengan Riyan Setiawan, Wartawan Media Online Tirto.id pada 20 Juni 2020
62
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi.(Yogyakarta: Kanisius 2007 ) h. 14
73

Banyak pihak yang menyayangkan terjadinya hal ini, kenapa bisa lembaga

yang berada dibawah naungan pemerintah dan bertugas untuk melindungi dan

mendampingi anak dari tindak kekerasan malah berbalik melakukan tindak

kekerasan kepada anak. pihak – pihak yang menyayangkan hal tersebut adalah

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Advokasi Ending The Sexual

Exploitation of Children (ECPAT) Indonesia dan Komisi Nasional (Komnas)

Perempuan. Dalam hal ini ketiga pihak tersebut tampak menunjukan

kekecewaanya kepada pemerintah karena menganggap pemerintah masih

belum serius dalam upaya pemerintah untuk melindungi anak dan apa yang

dilakukan oleh anggota lembaga perlindungan anak menurut prespektif mereka

merupakan sebuah tindakan keliru yang keluar batas.

Komnas Perempuan pun sempat menyinggung mengenai Rancangan

Undang – Undang Pengapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam kasus

ini, ketidakjelasan akan kapan RUU PKS ini merupakan salah satu bukti

pemerintah masih belum serius dalam melindungi anak korban kekerasan

seksual. Komnas Perempuan mengatakan bahwa didalam RUU PKS tertera

jelas bahwa korban kekerasan seksual akan mendapatkan haknya dari awal

sampai dengan akhir siding putusan diberikan.

Selain Komnas Perempuan, ECPAT Indonesia juga berkomentar mengenai

lemahnya pemerintah dalam merekrut calon anggota dan juga staf, pemerintah

harus mengevaluasi kembali mengenai hal tersebut karena pelaku dari kasus

kekerasan anak merupakan anggota dari lembaga perlindungan anak. ECPAT

Indonesia heran kenapa anggota yang proses penyeleksiannya melalui prosedur

yang ketat bisa menjadi predator anak, hal ini pun menimbulkan pertanyaan
74

terhadap kinerja pemerintah.

KPAI pun sependapat dengan ECPAT Indonesia, pemerintah perlu

mengadakan pengkajian serta pengevaluasian terhadap lembaga perlindungan

anak, hal tersebut untuk meminimalisir agar kedepannya tidak terjadi kembali

kasus – kasus seperti ini di lembaga perlindungan anak.

Isu Kekerasan Anak menurut Media Online Tirto merupakan hal penting

yang perlu diberitakan kepada masyarakat dikarenakan kekerasan kepada anak

sudah mencederai hak yang dimiliki oleh anak, yaitu hak untuk menerima

perlindungan dan rasa aman dari segala bentuk tindak kekerasan.

“Berita kekerasan terhadap siapapun ya menurut kami itu


sangat penting untuk dipublikasikan ya terutama mungkin
anak – anak yang di mana mereka memang tidak memiliki
kekuatan dan juga apa lagi ini sensitif karena
membicarakan perempuan ya, terlebih lagi pemberitaan ini
juga mengenai kasus kekerasan seksual pada anak
perempuan yang mirisnya itu terjadi di lembaga
perlindungan anak”63

Terjadi pergeseran paradigma dalam masyarakat tentang kesadaran bahwa

perempuan dan anak – anak merupakan makhluk yang lemah dapat dijadikan

objek pelampiasan emosi yang kemudian berimplikasi pada terjadinya

kekerasan terhadap perempuan dan anak – anak. Hal ini yang membuat Media

Online Tirto cenderung memiliki keberpihakan kepada korban – korban

kekerasan, meskipun begitu penulisan yang dilakukan oleh Tirto.id tetap

mengutamakan fakta – fakta yang didapatkan. Hal itu diungkapkan oleh

wartawan Tirto.id Riyan Setiyawan.

“Apalagi Tirto itu memiliki keberpihakan terhadap korban


– korban yang merasa kurang terlindungi dan Tirto juga

63
Hasil Wawancara dengan Riyan Setiawan, Wartawan Media Online Tirto.id pada 20 Juni 2020
75

bertanggung jawab untuk memblow-up kasus ini ya


terlepas media lain juga ikut ya, tapi Tirto juga harus
mengambil peran gitu terhadap isu – isu kekerasan.”64
“Dalam penulisan berita haruslah sesuai dengan fakta –
fakta yang didapatkan dilapangan, contohnya dalam berita
ini ya, penulisannya sesuai fakta yang didapat dilapangan,
yaitu berdasarkan pengakuan dari si polisi inilah dan juga
korban, akan tetapi kan kalau korban disampaikan melalui
polisi, ya ibarat polisi ini menjadi pihak ketiga yang
menceritakan fakta yang ada dilapangan, dan juga gua cari
– cari dimedia lain juga secara garis besar fakta dilapangan
seperti itu. Jadi gitu berdasarkan fakta dilapangan.”65

Dalam pemberitannya berjudul “KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus

Perkosaan P2TP2A Lampung“ Tirto.id menggunakan diksi yang tidak

konsisten dalam menerangkan kasus pelecehan seksualitas di lembaga

perlindungan anak negara, beberapa bahasa yang digunakan terkadang lugas

sehingga mempermudah bagi para membaca untuk memahami isi berita yang

disampaikan. Selain itu pemilihan narasumber yang dihadirkan oleh Tirto.id

merupakan narasumber yang didominasi oleh ahli serta pakar anak dan hukum

anak seperti KPAI, Komnas Perempuan dan ECPAT Indonesia sehingga data

dan juga fakta yang didapat kredible dan mampu mendukung frame

mereka.seperti pada kutipan berikut:

“Menurut Jasra, ini sudah menjadi peringatan keras untuk para


pemangku kepentingan anak. Bahwa situasi COVID-19 membuat
petugas berubah drastis, dan ketika berurusan dengan anak-anak,
semakin rentan menjadi pelaku kekerasan seksual”66

Akan tetapi pada kalimat lain Tirto.id menujukan gaya bahasa yang kaku dan

banyak menggunakan istilah teknis, peniliti berpendapat bahwa hal tersebut

64
Hasil Wawancara dengan Riyan Setiawan, Wartawan Media Online Tirto.id pada 20 Juni 2020
65
Hasil Wawancara dengan Riyan Setiawan, Wartawan Media Online Tirto.id pada 20 Juni 2020
66
Baca selengkapnya di artikel "KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan P2TP2A
Lampung", https://tirto.id/fNW4”
76

dapat mempersulit pembaca. Salah satu ciri yang menonjol dari bahasa

jurnalistik adalah demokratis.

“Ia heran dengan perbuatan Kepala P2TP2A yang dipilih


berdasarkan syarat ketat. Meliputi rekam jejak hingga
pemberlakuan standar operasional prosedur. Namun ternyata
kecolongan juga. Selain itu, pelaku juga merupakan seorang
Aparatur Sipil Negara (ASN).”67

Diberita yang kedua yang berjudul “Pelecehan Seksual di Lampung:

Mencoreng Negara & Pentingnya RUU PKS”68 berita ini menerangkan tentang

lembaga negara dalam hal ini Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak tercoreng oleh kelakuan pelaku yang melakukan tindak

kekerasan seksual kepada anak dan perlunya pengesahan RUU PKS demi

memenuhi hak – hak korban.

“Komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan Siti


Aminah juga menyatakan kekecewaannya dan mengutuk keras
kasus ini. Ia juga meminta pemerintah mengevaluasi rekrutmen
para pengelola rumah aman maupun staf di P2TP2A. Ia
menyarankan agar tidak menempatkan laki-laki pada jabatan
pimpinan.”69
“Siti Aminah mengatakan kasus ini membuktikan betapa
pentingnya pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU)
Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). "Karena di dalam RUU
PKS terdapat hak korban kekerasan seksual untuk mendapatkan
hak pemulihan dari sejak pelaporan sampai putusan pengadilan dan
juga hak restitusi," katanya.70

67
Baca selengkapnya di artikel "KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan P2TP2A
Lampung", https://tirto.id/fNW4 “

68
Baca selengkapnya di artikel "Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng Negara & Pentingnya
RUU PKS", https://tirto.id/fPam
69
Baca selengkapnya di artikel "Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng Negara & Pentingnya
RUU PKS", https://tirto.id/fPam
70
Baca selengkapnya di artikel "Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng Negara & Pentingnya
RUU PKS", https://tirto.id/fPam
77

Pemberitan ini memudahkan pembaca untuk memahami pesan pokok yang

ingin disampaikan oleh Tirto.id, hal ini yang memperkuat framing Tirto.id.

Framing secara esensial merupakan kegiatan penyeleksian dan penonjolan,

yaitu mulai menyeleksi narasumber, pernyataan, dan menonjolkan bagian

(yang dianggap mempunyai nilai berita dan menyembunyikan yang dinilai

tidak penting). Jadi, fakta atau realitas dikonstruksi sedemikian rupa oleh

pekerja media massa.71

Dalam hal kebahasaaan Tirto.id lebih menenkankan pada ketepatan bahasa

dalah hal ini agar mudah dipahami oleh pembaca akan tetapi karakter tulisan

wartawan Tirto.id yang beda – beda menjadikan bentuk kebahasaaan yang

berbeda-beda. Seperti yang dikatakan oleh Riyan Setiawan saat wawancara di

kantor redaksi Tirto.id :

“karakter wartawan dalam penulisan berbeda-beda ada yang to the


point, ada yang tipikalnya mengulur, bhakan ada yang satir sekali
dalam menyampaikan bahasa.”72

penggunaan dan pemilihan kata-kata atau diksi yang ditampilkan dalam

pemberitaan tidak hanya sekedar teknis jurnalistik, namun merupakan bentuk

politik bahasa, dimana bahasa dapat menciptakan realitas dan mengarahkan

khalayak pada cara pikir dan keyakinan tertentu73

Tirto.id tampak menggunakan narasumber – narasumber kredibel yang

mampu mendukung frame mereka. Terlihat dari teks pemberitaan, Tirto.id

menghadirkan Siti Aminah sebagai narasumber yang memiliki kredibilitas

71
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS
Yogyakarta, 2002), h. 162
72
Hasil Wawancara dengan Riyan Setiawan, Wartawan Media Online Tirto.id pada 20 Juni 2020
73
Septiawan Santana K, “Jurnalisme Kontemporer”, ( Jakarta :2005, Yayasan Obor
Indonesia), h. 18-19
78

tinggi dengan berbagai latar belakang jabatan yang didudukinya seperti

komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan.

Penyebutan berbagai latar belakang jabatan pada narasumber menunjukan

bahwa Tirto.id ingin meraih simpati dan kepercayaan para pembaca akan pesan

atau nilai yang disampaikan pada pemberitaan. Hal ini seperti yang dikatakan

oleh Stuart Hall bahwa penggunaan kelompok elit yang diidentifikasi sebagai

sumber yang kredibel oleh media tidak hanya sebatas sumber untuk

memperoleh informasi, namun sumber bisa menjadi pendefinisi utama dari

realitas yang ditampilkan media (Primary Definers).

Terdapat tiga sudut pandang yang terlihat dari tiga pemberitaan Tirto.id

yang berjudul : “KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan P2TP2A

Lampung“, “Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng Negara & Pentingnya

RUU PKS” dan “Ironi Predator di Rumah Aman dan Negara yang Gagal

Lindungi Korban”: Pertama Tirto.id melihat perlu adanya evaluasi terhadap

kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak oleh

pemerintah. Hal ini terlihat dari konstruksi yang dilakukan Tirto.id pada teks

pemberitaan “KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan P2TP2A

Lampung” yaitu;

“Ia heran dengan perbuatan Kepala P2TP2A yang dipilih


berdasarkan syarat ketat. Meliputi rekam jejak hingga
pemberlakuan standar operasional prosedur. Namun ternyata
kecolongan juga. Selain itu, pelaku juga merupakan seorang
Aparatur Sipil Negara (ASN).”

“Ia mendesak kepada Kementerian PAN-RB untuk mengkaji


kembali dan membuat protokol ketat yang nantinya akan
diterapkan untuk jabatan ASN pelindung anak di kantor-kantor
pemerintah yang memiliki rumah aman, balai, tenaga pendamping
atau kontrak yang dibayar. Agar benar-benar melakukan tahapan
perekrutan petugas dengan benar”.
79

Kedua, Tirto.id melihat permasalahan kekerasan pada anak sebagai akibat

lambannya pengesahan RUU PKS di DPR. Hal ini terlihat dari teks yang

ditampilkan dalam pemberitaan “Pelecehan Seksual di Lampung: Mencoreng

Negara & Pentingnya RUU PKS” yaitu :

“Karena di dalam RUU PKS terdapat hak korban kekerasan


seksual untuk mendapatkan hak pemulihan dari sejak pelaporan
sampai putusan pengadilan dan juga hak restitusi,"

Tapi RUU PKS tak jadi dibahas tahun ini, alias dikeluarkan dari
daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. Wakil Ketua
Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan mereka menarik
pembahasan ini "karena pembahasannya agak sulit." Belakangan
mereka berdalih peraturan ini baru dapat dibahas jika RKUHP
rampung. Tujuannya agar peraturan pidana pelecehan seksual
dapat diselaraskan. Terkait alasan ini Aminah pernah bilang:
"Kalau menunggu RKUHP yang entah kapan disahkannya, kita
mau tunggu berapa banyak lagi korban?"

Ketiga Tirto.id secara tidak langsung ikut mendesak agar pelaku segera

dijatuhi sanksi oleh penegak hukum dan sanki oleh lembaga ditempat ia

bekerja, yakni seperti ditampilkan pada paragraph berikut :

“Setelah diketahui bahwa Dian Ansori memang melakukan


pemerkosaan kepada NV, dia dinonaktifkan sebagai anggota. Ini
hasil koordinasi Kemen PPPA dengan pemerintah kabupaten
Lampung Timur. “Menteri PPPA juga mengatakan kalau dia
melanggar hukum, tegakkan saja hukum,” ujar Nahar.

Selain ke pemerintah, ia berharap polisi segera memproses pelaku


dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pasal tersebut ancaman maksimalnya 15 tahun
penjara dan denda Rp5 miliar. "Ditambahkan pidana sepertiga dari
ancaman [hukuman] karena dilakukan oleh pelaksana perlindungan
anak," ujarnya sebagaimana yang diatur di dalam ayat 3 pasal 81
UU 35/2014. Ia menegaskan selain kekerasan seksual, apa yang
diperbuat DA juga termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO).
80

Melalui konstruksi yang dilakukan tampak bahwa Media Online Tirto.id

ingin pembaca menyadari bahwa pentingnya peran pemerintah untuk

menangani persoalan kekerasan pada anak. Di sini Tirto.id mengkritik

pemerintah atas terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak di lembaga

perlindungan anak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Wanita dan Anak.

selain itu Tirto.id melihat sangat mendukung untuk disahkannya RUU PKS

oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).


81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis berdasarkan temuan data pada bab empat

yang terdiri dari tiga berita berjudul “KPAI: Pemerintah Kecolongan di

Kasus Perkosaan”. yang diunggah tanggal enam Juli 2020, “Pelecehan

Seksual di Lampung: Mencoreng Negara & Pentingnya RUU PKS” yang

diunggah tanggal tujuh Juli 2020, dan” Ironi Predator di Rumah Aman dan

Negara yang Gagal Lindungi Korban” yang terbit pada edisi 17 Juli 2020.

Berikut kesimpulan dari hasil analisis skripsi yang berjudul Analisis Framing

Berita Kekerasan Anak Pada Media Online Tirto.id.

Dari hasil riset ini, peneliti menemukan bahwa frame yang dibentuk

oleh Tirto.id di dalam tiga berita tersebut banyak diisi oleh pernyataan dari

narasumber yang didominasi oleh ahli serta pakar anak dan hukum yang

mengungkapkan fakta bahwa penyebab kekerasan pada anak ialah

kurangnya pengawasan terhadap lembaga perilundangan anak.

Dengan diterbitkannya ketiga berita tersebut Tirto.id bertujuan

memaparkan fakta yang sebenar-benarnya. Tirto.id semata-mata hanya

bermaksud memberikan informasi sedalam-dalamnya agar masyarakat

memiliki perspektif setelah membaca pemberitaan yang telah Tirto.id

unggah. Selain itu Tirto.id ingin membuat ruang pada korban untuk

berbicara pada publik.


82

B. Saran

1. Saran Akademis

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan bahwa

penelitian ini bisa dilanjutkan kembali dengan menggunakan sudut

pandang dan metode lain untuk memperkaya data riset dan skripsi

khususnya di bidang ilmu jurnalistik.

2. Saran Praktis

a. Hendaknya media massa mulai dari majalah, koran, maupun online

agar mempunyai sikap independen dan objektif dalam mengonstruksi

sebuah peristiwa dan fakta ke dalam sebuah berita seperti yang Tirto.id

lakukan.

b. Kepada pembaca ataupun penikmat berita, alangkah lebih untuk tidak

hanya menerima informasi dari satu sumber saja. Tetapi mencari lebih

banyak lagi informasi dari media dan sumber lain agar terhindar dari

hoax.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

A.R. M.Fikri, 2018. Sejarah Media: Transformasi, Pemanfaatan, dan Tantangan.

Malang: UB Press.

Asep Syamsul. dan M. Romli. 2012. Jurnalistik Online: Panduan Praktis

Mengelola Media Online. Bandung: Nuansa Cendekia.

Aviandari. Istia. 2010. Analisis Situasi Hak Anak untuk Isu-isu Tertentu.

Yogyakarta: Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia.

Bungin. Burhan. 2006. Analisis Penelitian Data Kualitatif. Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Bungin. Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Bungin. Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Djuroto. Totok. 2000. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya.

Elvinaro Ardianto dan Lukianti Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa:

Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Eriyanto. 2002. Analisis Framing Konstruksi, Ideology dan Politik Media.

Yogyakarta: LkiS.

Eriyanto. 2005. Analisis Framing. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara


84

Eriyanto. 2009. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

LKIS.

Fathuruin. Zen. 2004. NU Politik Analisis Wacana Media. Yogyakarta: LkiS.

Hamad. Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Study

Critical Discourse Analysis. Jakarta: Granit.

Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius.

Jumroni. 2006. Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta

Press.

Kurnia. Septiawan Santana. 2005. “Jurnalisme Kontemporer”. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

M.Romli dan Asep Syamsul. 2012. Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola

Media Online. Bandung: Nuansa Cendekia.

Muhammad Rifefan. Muhammad. 2014. “Penggunaan Media Online dalam

Memenuhi Kebutuhan Akademik” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan

Humaniora, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mulyana. Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya.

Nasrullah. Rulli. 2014. Teori dan Riset Media Siber (cybermedia). Jakarta.

Prenadamedi Group.

Nazim. Moh. 1994. Metodologi Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia.


85

Nurani Soyomukti. Nurani. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media.

Pambayun. Ellys Lestari. 2013. One Stop: Qualitative Research Methodology In

Communication. Jakarta: Penerbit Lentera Ilmu Cendekia.

Rachmat Kriyantono. Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi.

Radita Goran dan Irwanto. 2015. Hukum, Etika, dan Kebijakan Media (Regulasi,

Praktik, dan Teori). Yogyakarta: Deepublish.

Rumanti. Maria Assumpta. 2002. Dasar-Dasar Public Relation : Teori dan Praktik.

Jakarta: PT Grasindo.

Sendjaja. Sasa Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sobur. Alex. 2012. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacan,

Analisis Smiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudibyo. Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LkiS.

Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis

Jurnalis dan Profesional, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2005), h.

64

Sunardian. Wirodono. 2005. Matikan TV-Mu!: Teror Media Televisi di

Indonesia. Yogyakarta: Resist Book.

T. A. Schwandt. 1994. Constructivist, Interpretivist Approaches to Human

Inquiry. In Handbook of Qualitative Research, Ed. Lincoln. California:

Sage Publication.
86

Vivian. John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Pranada Media Group.

W. Stephen. Littlejohn. 1994. Theories of Human Coomunication. Fifth Edition.

Belmont: Wadsworth.

Wasty Soemanto. Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Internet

Alfian Putra Abdi. 2020. Kemen PPPA Catat 3000 Kasus Kekerasan Anak selama

Pandemi COVID-19. https://tirto.id/kemen-pppa-catat-3000-kasus-kekerasan-

anak-selama-pandemi-covid-19-fK3j

Aliansi Jurnalis Independen. 2012. “Masih ada Kekerasan pada Perempuan di

Media”. www.ajiindonesia.or.id.

Bayu Septiano. 2019. 123 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual di Sekolah

Selama 2019, https://tirto.id/123-anak-jadi-korban-kekerasan-seksual-di-

sekolah-selama-2019-ep3D

Bernardus, Liat W. 2012. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal Di Televisi

Terhadap Kecemasan Ibu Rumah Tangga Akan Tindak Kejahatan Pada

Anak Di RW 06 Kelurahan Polehan Kecamatan Blimbing Kota Malang.

www.fpsikologi.wisnuwardhana.ac.id.

Definisi KLA. https://www.kla.id/

Gerintya Scholastica. 2017. 73,7 Persen Anak Indonesia Mengalami Kekerasan di

Rumahnya Sendiri. https://tirto.id/737-persen-anak-indonesia-mengalami-

kekerasan-di-rumahnya-sendiri-cAnG
87

KBBI. Kemendikbud. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/berita

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2018. Indonesia Bebas

Kekerasan 2030,

https://kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1756/indonesia-bebas-

kekerasan-2030

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. UNDANG-UNDANG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK, https://www.kpai.go.id/hukum/undang-

undang-republik-indonesia-nomor-35-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-

undang-undang-nomor-23-tahun-2002-tentang-perlindungan-anak

Konten Redaksi Kumparan. 2018. KPAI: 153 Kekerasan Anak Terjadi di Sekolah,

Pelakunya Mayoritas Guru, https://kumparan.com/kumparannews/kpai-

153-kekerasan-anak-terjadi-di-sekolah-pelakunya-mayoritas-guru-

1sXmURDSLlI/full

Media Harapan. 2018. HPN 2018, Jawa Pos Rai Anugerah Adinegoro 2017,

Tirto.ID Sebagai Media Siber Terinovatif. https://mediaharapan.com/hpn-

2018-jawa-pos-raih-anugerah-adinegoro-2017-tirto-id-sebagai-media-

siber-terinovatif/

Putu Agung Nara Indra. 2016. Tirto.id Raih Gelar Laman Berita Terbaik versi

PANDI. https://tirto.id/tirtoid-raih-gelar-laman-berita-terbaik-versi-pandi-

bZf7
88

Riyan Setiawan. 2020. KPAI: Pemerintah Kecolongan di Kasus Perkosaan

P2TP2A Lampung. https://tirto.id/kpai-pemerintah-kecolongan-di-kasus-

perkosaan-p2tp2a-lampung-fNW4

Tirto.id. https://tirto.id/insider/redaksi

Tirto.id. https://tirto.id/insider/tentang-kami

Vidya Pinandhita, 2020. Kekerasan pada anak tak menurun,

https://lokadata.id/artikel/2020-kekerasan-pada-anak-tak-menurun
89

LAMPIRAN

Transkip Wawancara Tirto.id

Narasumber : Riyan Setiawan (Wartawan Tirto.id)

Tempat dan Waktu Wawancara : Kantor Media Tirto.id, 20 Juli 2020

1. Bagaimana Media Tirto.id memandang isu kekerasan/pelecehan


seksual terhadap anak?
Media Tirto memandang bahwa setiap bentuk kekerasan mau itu fisik atau
seksual baik terhadap anak – anak atau tidak, itu sangatlah penting untuk
diberitakan kepada masyarakat. Apalagi Tirto itu memiliki keberpihakan
terhadap korban – korban yang merasa kurang terlindungi dan Tirto juga
bertanggung jawab untuk memblow-up kasus ini ya terlepas media lain
juga ikut ya, tapi Tirto juga harus mengambil peran gitu terhadap isu – isu
kekerasan.

2. Apakah ada kriteria tertentu dalam pemilihan narasumber untuk


proses pembuatan berita? Terutama Ketika meliput kasus
kekerasan/pelecehan terhadap anak?
Pasti ada tentunya, narasumber yang dipilih haruslah mengerti tentang
duduk perkara atau kasus yang akan diberitakan, tidak bisa sembarang
memilih narasumber agar informasi yang didapat kredible. Contohnya
dalam berita kasus kekerasan anak yang terjadi di Lampung Timur ini.
Pertama karena kasus ini dari polisi, berarti gua harus menghubungi Polda
Lampung Timur pada saat itu, setelah itu gua mencoba menghubungin
LSM – LSM yang mengurusi kasus – kasus anak yaitu ada KPAI.
Kemudian ada juga Komnas Perempuan karena ini menyangkut tentang
perempuan dan juga ada juga LSM perempuan yaitu GERAK Perempuan,
sama satu lagi karena ini ngomong tentang RUU PKS, gua juga
memasukan Komisi 8 ke dalam list, karena ya memang mereka yang
berwenang membahas RUU PKS.
90

3. Apa sajakah persiapan yang anda lakukan sebelum mulai menggali


info mengenai berita ini?
Awalnya persiapan gua itu yang pertama harus gua siapin adalah
melakukan riset mengenai informasi tersebut. Kalau bahasanya tuh gua
harus mengetahui duduk perkara atau kronologis permasalahan dari kasus
tersebut. Nah setelah gua pelajari lebih dalam mengenai kasus tersebut,
ternyata dikasus tersebut terjadi pelecehan seksual terhadap anak dan
kebetulan anak itu perempuan yang sebelumnya sudah pernah menjadi
korban pelecehan seksual. Kemudian yang sangat disayangkan pelecehan
seksual itu dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara dan dilakukannya juga
parahnya itu di Pusat Perlindungan Anak. Lalu yang kedua gua liat juga
data – data kekerasan seksual terhadap anak, terhadap perempuan dan
kemudian setelah gua tau duduk perkaranya dan persiapkan data –
datanya, Gua coba menglist siapa aja sih kira kira narasumber yang
kredible untuk membicarakan kasus ini. Ya intinya persiapan yang harus
gua lakukan pertama kali ada mencari duduk perkara, menyiapkan data –
data, menglist siapa saja narasumber yang harus gua hubungi dan
membuat daftar pertanyaan untuk masing – masing narasumbernya.

4. Apakah terdapat faktor pengahambat atau pendukung dalam proses


pembuatan berita?
Kalau bicara mengenai faktor penghambat atau pendukung, kita lihat lagi
siapa narasumber utamanya. Didalam kasus kekerasan anak ini
narasumber utamanya adalah Polisi dan juga Pusat Perlindungan Anak.
Kalau dari Polisi dan juga Polda Lampung Timur kemarin syukurnya
mereka sangat terbuka dan membenarkan adanya kasus pelecehan seksual
terhadap anak perempuan di daerah lampung timur. Tapi yang namanya
polisi kan tidak bisa mengshare segala informasi ya, kadang mereka juga
ada lah beberapa hal – hal yang masih belum bisa dishare, begitulah kalau
di Polda Lampung. Kemudian di Pusat Perlindungan Anak juga belum
bisa memberikan komentar, itu karena ini masalah masih masalah internal
91

ibaratnya gitulah. Biasanya mereka mengklarifikasinya dengan membuat


release, ya biasanya kalau masalah – masalah ini mereka itu terkadang
belum berani ngeshare, nah akhirnya berlanjutlah ke KPAI karena ini
kasus kan tentang anak ya biasanya kan KPAI lebih vokal ya mengenai
kasus – kasus seperti ini, KPAI disini posisinya sebagai pendorong untuk
membantu agar kasus ini terus diusut sampai tuntas.

5. Sebagai penulis teks berita, apakah penulisan anda dipengaruhi oleh


kepentingan media atau murni sesuai fakta – fakta yang anda
dapatkan?
Dalam penulisan berita haruslah sesuai dengan fakta – fakta yang
didapatkan dilapangan, contohnya dalam berita ini ya, penulisannya sesuai
fakta yang didapat dilapangan, yaitu berdasarkan pengakuan dari si polisi
inilah dan juga korban, akan tetapi kan kalau korban disampaikan melalui
polisi, ya ibarat polisi ini menjadi pihak ketiga yang menceritakan fakta
yang ada dilapangan, dan juga gua cari – cari dimedia lain juga secara
garis besar fakta dilapangan seperti itu. Jadi gitu berdasarkan fakta
dilapangan.

6. Menurut anda pribadi sebagai wartaman, bagaimana anda melihat


isu kekerasan/pelecehan terhadap anak?
Kalau menurut gua pribadi, berita kekerasan terhadap siapapun ya menurut
gua itu sangat penting untuk dipublikasikan ya terutama mungkin anak –
anak yang dimana mereka memang tidak memiliki kekuatan dan juga apa
lagi ini sensitif karena membicarakan perempuan ya, terlebih lagi
pemberitaan yang gua tulis juga mengenai kasus kekerasan seksual pada
anak perempuan yang mirisnya itu terjadi di lembaga perlindungan anak.
Ya maksud gua ini berita kekerasan apapun ini perlu untuk dipublikasikan
gitu. Pertama ya biar publik tau bahwa kondisi kekerasan di Indonesia ini
memang banyak gitu, luas semua bisa menjadi korban, mungkin hari ini si
korban yang mengalami dan kita ngga bakal tau besok atau beberapa tahun
kedepan mereka (korban) yang menjadi pelaku. Nah mungkin dari kasus
92

ini juga bisa mengunggah gitu kesadaran bahwa kasus kekerasan itu
memang ada dan banyak di Indonesia dan kemudian ini juga penting untuk
para penegak hukum gitu untuk melakukan tindakan secara tegas. Ini juga
bisa menjadi masukan untuk lembaga perlindungan anak agar mereka
kedepan melakukan evaluasi dalam menyeleksi orang – orang yang akan
menduduki jabatan sentral. Kemudian ini juga bisa menjadi pelajaran bagi
para orang tua bagaimana caranya mereka bisa menjaga anak – anak
mereka agar anak – anak mereka itu tidak menjadi korban kekerasan atau
bahkan mendidik anak – anak mereka agar tidak menjadi pelaku kekerasan
nah seperti itu intinya lah.
93

Berita 1
94
95

Berita 2
96
97
98

Berita 3
99
100

Bukti Foto Penulis telah melakukan wawancara dengan Riyan Setiawan selaku

wartawan Tirto.id

Anda mungkin juga menyukai