Penulis: Henry Manampiring Penerbit: Penerbit Buku Kompas Tahun Terbit: 2019 Tempat Terbit: Jakarta Tebal Buku: xxiv +320 halaman Harga Buku: Rp 98.000,00 Peresensi: Nabilah Adhaini WidyargasariStatus: Mahasiswa Farmasi, Universitas Muhammadiyah Malang Buku Filosofi Teras adalah karya dari Henry Manampiring. Alasan beliau menulis buku Filosofi Teras karena pernah didiagnosis menderita Major Depressive Disorder atau depresi pada tahun 2017. Pada saat menjalani proses atau masa pengobatan, beliau menemukan sebuah buku berjudul How to Be a Stoic karya Massimo Piglucci yang berisikan ajaran stoisisme atau filsafat stoa. Setelah membaca buku tersebut, beliau merasa menemukan sebuah terapi tanpa obat dalam menangani depresi. Dengan membaca dan melakukan ajaran yang ada pada buku tersebut beliau merasa menjadi lebih tenang dan dapat mengendalikan emosi negatif yang dimilikinya. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menulis buku Filosofi Teras karena belum banyak buku berbahasa Indonesia yang membahas mengenai filsafat stoa. Beliau berharap dengan adanya buku ini dapat menjadi pemicu untuk menimbulkan atau menciptakan minat baik bagi para pembaca. Dengan begitu, diharapkan pembaca dapat memperoleh hidup yang lebih tenang. Filosofi Teras adalah buku yang berisikan ajaran filsafat stoa. Filsafat stoa adalah nama dari sebuah aliran filsafat Yunani yang diciptakan oleh Zeno. Stoa adalah tempat favorit Zeno dalam mengajar filosofinya kepada muridnya (kaum stoa) sehingga nama filsafatnya disebut dengan stoisisme. Alasan penulis memberi judul Filosofi Teras karena terdapat banyak orang yang sulit menyebutkan “stoisisme” sehingga menggunakan terjemahan dari kata stoa, yaitu teras. Penulis Filosofi Teras membagi tulisannya menjadi dua belas bab yang menarik, yaitu survei khawatir nasional, sebuah filosofi yang realistis, hidup selaras dengan alam, dikotomi kendali, mengendalikan interpretasi dan persepsi, memperkuat mental, hidup di antara orang yang menyebalkan, menghadapi kesusahan dan musibah, menjadi orang tua, citizen of the world, tentang kematian, dan penutup. Ajaran yang terdapat pada buku Filosofi Teras dapat diterapkan oleh siapa saja dan tidak bersifat memaksa sehingga pembaca bebas boleh menerapkannya atau tidak. Ajaran filsafat stoa yang terdapat pada buku Filosfi Teras bertujuan agar pembacanya atau yang menerapkan mampu hidup dengan tenteram dengan cara bebas dari emosi negatif, seperti sedih, marah, cemburu, curiga, baper, dan lain- lain. Selain itu, filsafat stoa juga memiliki tujuan agar para pembacanya dalam menajalani kehidupan untuk dapat mengasah kebajikan. Ada empat kebajikan utama yang diajarkan, yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan menahan diri. Buku Filosofi Teras juga mengajarkan kita sebagai manusia untuk wajib hidup selaras dengan alam. Maksudnya adalah kita harus hidup dengan menggunakan nalar. Hal ini disebabkan karena yang membedakan manusia dengan binatang adalah manusia memiliki nalar, akal sehat, rasio, dan kemampuan penggunaannya untuk hidup berkebajikan. Terdapat salah satu bab atau ajaran yang paling menarik dan bermanfaat bagi pembaca Filosofi Teras, yaitu ajaran dikotomi kendali. Dikotomi kendali adalah sebuah ajaran yang menjelaskan bahwa dalam hidup ada hal yang dapat kita kendalikan dan ada yang tidak dapat kita kendalikan. Jika hidup hanya berfokus pada apa yang dapat kita kendalikan maka kita akan bahagia. Namun, apabila hanya memikirkan apa yang tidak dapat kita kendalikan maka itulah penyebab kita tidak bahagia. Jika kita menggunakan prinsip ini maka dapat membantu kita untuk tidak mudah khawatir terhadap suatu hal atau kejadian yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Dalam pandangan filsafat stoa, definisi bahagia adalah ketika kita hidup bebas dari emosi negatif, bukan saat banyak memiliki emosi positif. Dengan adanya emosi negatif yang terus bersarang pada diri manusia maka bisa menyebabkan timbul rasa khawatir dan cemas yang berlebihan. Timbulnya rasa khawatir biasanya disebabkan oleh opini yang tidak rasional ataupun opini dari orang lain. Padahal, opini orang lain adalah salah satu hal yang tidak dapat kita kendalikan. Oleh karena itu, sebaiknya kita mulai bisa menerima hal-hal yang bukan dalam kendali kita agar dapat mengurangi rasa cemas sehingga tidak menyebabkan stres. Ketika kita mulai merasakan emosi negatif, kita dapat melakukan langkah- langkah S-T-A-R (Stop, Think & Assess, Respond) untuk mengatasinya. Filosofi Teras sangat memperhatikan hubungan antar manusia. Dalam berkehidupan sosial ada saja orang yang menyebalkan, bahkan terkadang dapat membuat kita tersinggung. Terlebih lagi, saat ini kita hidup melekat dengan media sosial yang dapat menjadi tempat orang untuk berkomentar negatif atas hidup orang lain. Buku ini mengingatkan kita bahwa bisa saja orang-orang bersikap menyebalkan karena mereka tidak tahu, bukan karena disengaja. Jadi, saat kita merasa tersinggung oleh perkataan atau perbuatan orang lain, itu adalah salah kita sendiri. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kita dapat mengendalikan persepsi dan pikiran kita sendiri. Filosofi Teras memang berisikan ajaran filsafat, tetapi gaya bahasa yang digunakan oleh penulis terkesan santai dan tidak memberatkan pembaca karena disampaikan dengan cara yang mudah dipahami. Ilustrasi yang ditampilkan juga sangat menarik. Selain itu, isi buku ini juga didapatkan dari data survei, psikiatri, bahkan wawancara dengan praktisi media sosial. Dengan begitu, buku ini berisikan hal-hal yang memang dialami oleh generasi milenial saat ini. Namun, isi dan beberapa bahasan dari buku ini diulang-ulang sehingga dapat membuat pembaca menjadi bosan. Terlepas dari kekurangan yang dimilikinya, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa yang ingin hidupnya lebih tenang, terutama para generasi milenial yang sering merasa cemas. Dengan menerapkan ajaran filsafat stoa dalam keseharian kita, dapat membuat hidup lebih tenang. Oleh karena itu, sebaiknya kita mulai bisa menerima hal-hal yang bukan dalam kendali kita agar dapat mengurangi rasa cemas sehingga tidak menyebabkan stres. Ketika kita mulai merasakan emosi negatif, kita dapat melakukan langkah-langkah S-T-A-R (Stop, Think & Assess, Respond) untuk mengatasinya. Filosofi Teras sangat memperhatikan hubungan antar manusia. Dalam berkehidupan sosial ada saja orang yang menyebalkan, bahkan terkadang dapat membuat kita tersinggung. Terlebih lagi, saat ini kita hidup melekat dengan media sosial yang dapat menjadi tempat orang untuk berkomentar negatif atas hidup orang lain. Buku ini mengingatkan kita bahwa bisa saja orang-orang bersikap menyebalkan karena mereka tidak tahu, bukan karena disengaja. Jadi, saat kita merasa tersinggung oleh perkataan atau perbuatan orang lain, itu adalah salah kita sendiri. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kita dapat mengendalikan persepsi dan pikiran kita sendiri. Filosofi Teras memang berisikan ajaran filsafat, tetapi gaya bahasa yang digunakan oleh penulis terkesan santai dan tidak memberatkan pembaca karena disampaikan dengan cara yang mudah dipahami. Ilustrasi yang ditampilkan juga sangat menarik. Selain itu, isi buku ini juga didapatkan dari data survei, psikiatri, bahkan wawancara dengan praktisi media sosial. Dengan begitu, buku ini berisikan hal-hal yang memang dialami oleh generasi milenial saat ini. Namun, isi dan beberapa bahasan dari buku ini diulang-ulang sehingga dapat membuat pembaca menjadi bosan. Terlepas dari kekurangan yang dimilikinya, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa yang ingin hidupnya lebih tenang, terutama para generasi milenial yang sering merasa cemas. Dengan menerapkan ajaran filsafat stoa dalam keseharian kita, dapat membuat hidup lebih tenang.