KELOMPOK 4:
Anysah Tatsbita J0313201166
Gilang Dzulfi Ramadhan J0313201106
Hakiem Nashrulloh J0313201059
Siti Abdiyah Wandani J0313201061
Lailia Kusuma Ningrum J0313201157
Viola Aqillah Refianda Olii J0313201013
PENDAHULUAN
2.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengelolaan limbah cari indutri tahu dan
limbah padat domestik melalui metode composting serta menganalisis pengaruh
pengaplikasian kompos cair terhadap pertumbuhan tanaman kangkung.
BAB 2
12 November
14 November
15 November
17 November
Tanggal Perlakuan
P1 P1
19 November
21 November
Menurut Aliyenah et al. (2015), pH limbah sebelum dan sesudah melalui proses
komposting cenderung asam yang disebabkan oleh adanya proses penguraian bahan
organik akibat aktivitas bakteri asam laktat, asam asetet, asam pirenat, dan asam-asam
organik. Nazarudin (2000) dalam Lulan (2019) menyebutkan, pada umumnya kisaran
derajat keasaman (pH) media yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kangkung adalah
pada kisaran pH netral. pH air yang digunakan pada perlakuan cenderung berada pada
rentang pH netral. Hal ini menjadi faktor pendukung tanaman kangkung pada perlakuan
100% air (P3) tumbuh lebih cepat dari kedua perlakuan lainnya.
Unsur hara makro dan unsur hara mikro mempengaruhi keberhasilan pengaplikasian
kompos cair. Unsur hara makro dan unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dapat
terpenuhi, selain itu juga adanya perbaikan sifat fisik tanah dan sifat biologis tanah,
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil buah yang tinggi.
Sesuai dengan pendapat Lingga dan Marsono (2003) pemberian pupuk organik selain
memperbaiki kesuburan tanah, juga dapat memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah.
Dengan adanya perbaikan sifat-sifat tanah tersebut, maka tanaman dapat tumbuh dengan
baik dan dapat menghasilkan produksi buah yang tinggi. (Lidya dan Rahmi 2019).
Pengamatan terhadap pertumbuhan kangkung (tinggi tanaman, jumlah daun dan warna
daun) menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada setiap perlakuan dengan
pemberian pupuk kompos cair. Hasil menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah
daun, dan warna daun dengan pada perlakuan dengan pupuk kompos cair lebih baik
dibandingkan tanpa pupuk kompos cair. Hal ini disebabkan tingginya kandungan unsur
hara pada pupuk kompos cair salah satunya unsur hara nitrogen pada, fungsi nitrogen
sangat esensial sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan klorofil yang
penting dalam proses fotosintesis dan penyusunan komponen inti sel yang menentukan
kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Semakin banyak jumlah klorofil yang tersedia di
daun, menyebabkan pigmen warna hijau semakin pekat dan hasil fotosintesis juga
meningkat. Kandungan klorofil yang cukup dapat membentuk atau memacu pertumbuhan
tanaman terutama merangsang organ vegetatif tanaman. Pembentukan akar, batang dan
daun terjadi dengan cepat jika persediaan makanan yang digunakan untuk proses
pembentukan organ vegetatif tersebut dalam keadaan atau jumlah yang cukup sehingga
unsur nitrogen sangat diperlukan dalam pembentukan organ baru khususnya daun tanaman
(Angraeni et al. 2018).
Kompos memiliki kriteria khusus untuk dapat digunakan kepada tanah. Ciri-ciri
kompos matang ditandai dengan warnanya berubah menjadi coklat kehitam-hitaman, tidak
mengeluarkan bau, memenuhi SNI kompos. Kompos organik domestik diatur dalam SNI
19-7030-2004. Berdasarkan SNI 19-7030-2004 kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-
hal seperti C/N ratio (10-20), suhu yang sesuai dengan air tanah, berwarna kehitaman dan
teksturnya seperti tanah, berbau tanah, memiliki pH 6.5-7.5, kadar air <25%, struktur
remah dan tidak menggumpal, dan daya absorbsi tinggi. Kompos yang baik juga memiliki
kandungan unsur yang seimbang atau biasa dikenal dengan istilah C/N ratio, karena unsur
inilah yang akan membantu memenuhi kebutuhan hara tanah. Pada proses pengomposan
harus memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu pengomposan.
Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan diantaranya suhu, kelembapan, C/N
ratio,jumlah mikroorganisme yang terkandung didalamnya, dan kandungan nutrisi yang
cukup.
d Dokumentasi
e. Hasil Pembuatan Kompos (Deskripsi Kompos Yang Sudah Dibuat Dari Segi Fisik)
Berdasarkan hasil pengomposan bahan organik selama 2 minggu, kompos yang dihasilkan
sudah menunjukkan ciri/karakteristik bahwa kompos tersebut sudah matang atau sudah dapat
diproduksi. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, kompos yang sudah matang berwarna
kehitaman, teksturnya remah dan tidak menggumpal, dan berbau tanah. Akan tetapi proses
pengomposan tersebut tidak menghasilkan air lindi. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan
yang tidak terlalu banyak menghasilkan air (tidak mengandung banyak air), serta terlalu
banyak tanah yang dicampurkan dengan bahan lainnya, sehingga kondisi yang dihasilkan pada
saat masa aktif komposting hingga akhir komposting tidak dalam kondisi yang lembab akan
tetapi dalam kondisi kering.
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke
dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 80 cm atau di dalam
permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi
dengan sampah organik. Menurut Brata & Nelistya (2008) dalam Widyatuty et al. (2019)
mengemukakan bahwa agar lubang biopori tetap berfungsi optimal maka secara rutin diisi
dengan bahan organik, sehingga di dalam lubang resapan biopori akan tetap berlangsung
proses pengomposan secara aerobik oleh mikroorganisme tanah. Bahan organik yang
digunakan dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain sampah dapur rumah tangga,
potongan/pangkasan tanaman, sisa produksi pertanian yang tidak dimanfaatkan dan
sebagainya. Keberhasilan teknologi lubang resapan biopori sangat tergantung pada
ketersediaan bahan makanan mikroorganisme yang berasal dari sampah organik.
Lubang biopori pada perumahan dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 30
cm. Kedalamannya sekitar 100 cm. Lubang biopori yang telah selesai dibuat kemudian
dilengkapi dengan penutup dari papan pada bagian permukaannya dan dinding bagian atas
diperkuat dengan adukan semen sehingga tidak mudah runtuh/ambrol. Kemudian mengisi
lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur dan dilanjutkan dengan
pemeliharaan dan perawatan lubang biopori, yaitu dengan menambahkan sampah organik jika
isi lubang biopori sudah berkurang atau menyusut akibat proses pelapukan. Setelah ± 3 minggu
sampah dapur telah menjadi pupuk kompos. Hasil pupuk kompos tersebut diambil dan
kemudian dianalisis kadar NPK di Laboratorium Unit Ilmu Tanah (Halifa dan Achmad 2019).
Guna mempertahankan kesehatan tanah atau lahan perkebunan, maka perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan dalam praktek pertanian. Konservasi merupakan cara yang tepat untuk
mengurangi kerusakan tanah atau memulihkan tanah-tanah yang sudah termasuk pada kategori
rusak. Teknik konservasi yang biasanya digunakan diperkebuan kelapa sawit adalah berupa
pengawetan tanah seperti pembuatan rorak, penanaman tanaman penutup tanah, aplikasi bahan
organik seperti tandan kosong dan pola penyusunan pelepah kelapa sawit, Pembuatan lubang
biopori (Simangunsong 2011 dalam Manurung 2017). Teknik-teknik tersebut diharapkan dapat
mengurangi erosi, meningkatkan daya infiltrasi tanah sehingga pada areal-areal yang memiliki
keterbatasan air akan menyimpan air lebih banyak dan memiliki cadangan air pada musim
kemarau.
Lubang biopori dibuat pada piringan tanaman kelapa sawit dengan posisi lubang
membentuk empat garis jari-jari. Cara pembuatan lubang biopori yaitu tanah dibor dengan
diameter lubang 10 cm, dan kedalaman 100 cm dan jarak antara lubang biopori 30 cm dan
dalam 1 pirimgan dibuat lubang biopori sebanyak 16 lubang. Setelah pembuatan lobang selesai
dilanjutkan dengan pengisian TKKS kedalam lobang biopori. Pembuatan piringan dengan cara
mencangkol tanah di sekeliling batang tanaman kelapa sawit hingga bagian dalam lebih rendah
dibandingkan dengan bagian luar piringan. Dengan jari-jari piringan 1,5 m maka piringan
tanaman kelapa sawit benar-benar membentuk piring yang diharapkan dapat menahan laju
aliran air. Rumput tahan naungan ditanam pada gawangan mati tanaman kelapa sawit. Tanah
untuk areal penanaman terlebih dahulu digemburkan dengan cangkol hingga kedalaman 20 cm
sehingga rumput yang tahan naungan dapat hidup (Manurung 2017).
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Air limbah domestik mengandung bahan organik (protein, karbohidrat, dan lemak) dan
anorganik (butiran, garam, dan metal) baik tersuspensi maupun terlarut. Jenis limbah cair yang
dapat dimanfaatkan menjadi kompos cair yaitu yang memiliki kandungan bahan organik yang
tinggi seperti protein. Metode pengolahan limbah cair dengan composting dapat dilakukan secara
aerob dan anaerob. Teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair domestik dan
limbah cair industri seperti mesin berkas elektron, bioaktivator dan komposting anaerobik.
Penggunaan teknologi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar MA, Sukainah A, Kadirman K. 2018. Efektivitas pupuk kompos dari hasil lubang resapan
biopori terhadap tanaman sawi (brassica juncea l.). J Pendidikan Teknologi Pertanian. 4(1):
68-76.
Aliyenah, Napoleon A, Yudono B. 2015. Pemanfaatan limbah cair industri tahu sebagai pupuk
cair organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans
Poir). J Penelitian Sains. 17(3): 102-110.
Amalia RN, Devy SD, Kurniawan AS, Hasanah N, Salsabila ED, Ratnawati DAS, Fadil FM, Syarif
NA, Aturdin GA. 2022. Potensi limbah cair tahu sebagai pupuk organik cair di rt 31
kelurahan lempake kota samarinda. J Pengabdian Masyarakat Universitas Mulawarman.
1(1): 36-41.
Angraeni F, Kasi P, Suaedi, Saiful S. 2018. Pemanfaatan pupuk organik cair rebung bambu untuk
pertumbuhan kangkung secara hidroponik. J Biology Science & Education. 7(1): 42-46.
Dahlianah I. Pemanfaatan sampah organik sebagai bahan baku pupuk kompos dan pengaruhnya
terhadap tanaman dan tanah. Klorofil. 10(1): 10-13.
Dewi YS, Treesnowati. 2012. Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga Menggunakan Metode
Komposting. J Ilmiah Fakultas Teknik. 8(2): 35-48.
Dini YM, Zumtoturida AA, Nurhalisa S, Saptra BH. 2020. Pengelolaan Limbah Domestik Rumah
Tangga Menjadi Biokomposter Mikroorganisme Dengan Metode Aerob-Anaerob. J
Pengendalian Pencemaran Lingkungan. 2(1): 1-7.
Fanani F, Hananto FS, Hastuti E. 2020. Monitoring profil berkas elektron menggunakan sensor
chatode Ray Tube. J Health Sains. 1(1): 47-51.
Filliazati M, Isna A, Titin AZ. 2013. Pengolahan limbah cair domestik dengan biofilter aerob
menggunakan media bioball dan tanaman kiambang. J Teknologi Lingkungan Lahan Basah.
1(1): 1- 10.
Halifa N, Achmad M. 2019. Pembuatan lubang biopori sebagai wadah pengomposan sampah
organik di perumahan vatutela Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore Kota Palu dan
pemanfaatannya sebagai media pembelajaran. Journal of Biology Science and Education.
7(1): 422-427.
Hariyadi, Winarti S, Basuki. 2020. Kompos dan pupuk organik cair untuk pertumbuhan dan hasil
cabai rawit (Capsicum frutescens) di tanah gambut. Journal of Environment and
Management. 2(1): 61-70.
Istirokhatun T, Nugraha WD. 2019. Pelatihan pembuatan ecobricks sebagai pengelolaan sampah
plastik di RT 01 RW 05, Kelurahan Kramas, Kecamatan Tembalang, Semarang. Jurnal
Pasopati “Pengabdian Masyarakat Dan Inovasi Pengembangan Teknologi. 1(2): 85-90.
Karuniastuti N. 2014. Teknologi biopori untuk mengurangi banjir dan tumpukan sampah organik.
Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas. 4(2): 60-68
Larasati AA, Pupikawati SI. 2019. Pengolahan sampah sayuran menjadi kompos dengan metode
takakura. J Ikesma. 15(2): 60-68.
Lidya E, Rahmi A. 2019. Pengaruh pupuk kompos dan pupuk organik cair nasa terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) varietas misano F1. J
AGRIFOR 18(2): 231-240.
Lulan DLAN. 2019. Pengaruh ph tanah yang mendapatkan perlakuan (air cucian beras) dan
perlakuan (air biasa) terhadap pertumbuhan tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans
poir). J Dosen Unstar Rote.
Manurung S. 2017. Evaluasi sifat tanah pada beberapa teknik konservasi tanah dan air di
perkebunan kelapa sawit. J Agro Estate. 1(1): 82-68.
Martini S, Yuliwati E, Kharismadewi D. 2020. Pembuatan teknologi pengolahan limbah cair
industri. J Distilasi. 5(2): 26-33.
Mufida DK. 2015. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan Menggunakan
Kombinasi Sistem Anaerobik-Aerobik pada Pabrik Tahu “Duta” Malang. [Skripsi].
Universitas Brawijaya. Malang.
Nainggolan R, Pratama AL, Lopang I, Kusumawati E. 2018. Pengolahan air limbah domestic
dengan menggunakan tanah gambut dan tanaman air. J Teknik dan Ilmu Komputer. 7(26):
183-189.
Nugraha N, Anggraeni ND, Ridwan M, Fauzi O, Yusuf D. 2017. Rancang bangun komposter
rumah tangga komunal sebagai solusi pengolahan sampah mandiri Kelurahan Pasirjati
bandung. CR Journal. 3(2): 1-114.
Poernomo H. 2007. Kajian teknologi pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair pra
penyamakan kulit pasca iradiasi. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi
Akselerator dan Aplikasinya; 1007 November; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID):
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan. 193-202.
Rakhmayani I, Aulia NS, Noviyanti, Jati DR, Apriani I. 2020. Pembuatan pupuk kompos cair dari
air buangan industri tahu. J Teknologi Lingkungan Lahan Basah. 8(2): 97-103.
Sepriani et al. 2016. Pengaruh limbah cair industri tahu terhadap kualitas air sungai paal 4
kecamatan tikala kota manado. J Chemistry Progress. 9(1): 29-33.
Sinaga R, Christy J, Haloho RD. 2021 Rancang bangun komposter aerob dan anaerob untuk
mengurangi sampah organik rumah tangga. J Agroteknosains. 5(2): 65-74.
Sunarsih E. 2014. Konsep pengolahan limbah rumah tangga dalam upaya pencegahan pencemaran
lingkungan. J Ilmu Kesehatan. 5(1): 162-167.
Tanti N, Nurjannah, Kalla R. 2019. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Cara Aerob. J ILTEK.
14(2):2053-2056.
Utami AR. 2013. Pengolahan limbah cair laundry dengan menggunakan biosand filter dan
activated carbon. J Teknik Sipil Untan. 13(1): 59-72.
Widyastuty AASA, Adnan AH, Atrabina NA. 2019 Pengolahan sampah melalui komposter dan
biopori di desa sedapurklagen benjeng gresik. J Abadimas Adi Buana. 3(1): 21-32.
Yohana C, Griandini D, Muzambeq S. 2017.Penerapan Pembuatan Teknik Lubang Biopori
Resapan Sebagai Upaya Pengendalian Banjir. J Pemberdayaan Masyarakat Madani. 1(2):
296–308.