Laporan Akhir Kajian Kontur Tanah
Laporan Akhir Kajian Kontur Tanah
KATA PENGANTAR
Maha Esa atas kesempatan, kesehatan, dan waktu yang berharga telah diberikan
pada kami sehingga laporan akhir ini dapat diselesaikan tepat waktu. Kami juga
Karangligar. Dari kajian ini nantinya akan teridentifikasi karakteristik bencana dan
kajian ini juga akan menghasilkan arahan berupa alternatif dan solusi untuk
kelemahan dan kelebihan. Untuk itu, kami selalu terbuka untuk masukan yang
membangun dari berbagai pihak yang terkait. Sekali lagi kami mengucapkan
terima kasih pada BPBD Kabupaten Karawang serta semua pihak yang telah
Hormat Kami,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Fisiografi Regional................................................................................................. 8
Kebencanaan .................................................................................................................. 30
Guna Lahan...................................................................................................................... 33
Geologi .............................................................................................................................. 49
Geomorfologi........................................................................................................ 49
Kesimpulan ...................................................................................................................... 80
Rekomendasi .................................................................................................................. 82
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Deskripsi Satuan Batuan di Sekitar Kecamatan Telukjambe Barat ....... 13
Tabel 2.2 Tabel Koefisien Aliran Permukaan DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014
............................................................................................... 19
Tabel 2.5 Tabel Tutupan Lahan DAS Ciatarum Hulu Tahun 2013...................... 23
Tabel 2.7 Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu Tahun 2001-2011 .. 25
(unit) ....................................................................................... 27
Tabel 3.1 Kejadian Bencana di Desa Karangligar Januari 2016-April 2017 ......... 31
Tabel 3.2 Peta Fungsi Lahan Desa Karangligar Tahun 2014 ............................. 33
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.8 Koefisien Aliran Permukaan DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014 . 19
Gambar 2.9 Koefisien Regim Sungai DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014 ...... 21
Gambar 2.10 Koefisien Regim Sungai DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014 ...... 22
2015 (unit)............................................................................ 28
Karawang ............................................................................. 29
Gambar 3.2 Peta Penggunaan Lahan Pertanian Karangligar Tahun 2014 ......... 35
Gambar 3.3 Peta Titik Observasi Lahan Pertanian Di Desa Karangligar ............ 38
Gambar 3.6 Peta Titik Observasi Kondisi Jalan Di Desa Karangligar ..... 44
Gambar 3.8 Peta Lokasi Fasilitas Sosial dan Kantor Desa Karangligar ............. 45
Gambar 3.11 Peta Lokasi Sumur eksplorasi PT Pertamina EP dan SP Cicauh ...... 48
Gambar 3.12 Perahu Karet Milik dan Layout layout APAR, Hydrant, Fire Hose, dan
Gambar 3.14 Citra Satelit yang Diambil Dari Tahun 2000 Hingga 2016 ............. 51
Gambar 3.15 Peta Kontur di Desa Karangligar dan Sekitarnya pada tahun 2007
Dari Barat-Timur.................................................................... 56
Gambar 3.19 Peta Geologi Teknik Desa Karangligar dan Sekitarnya ................. 57
Gambar 3.23 Rembesan Yang Terjadi Di Sungai Di Sebelah Barat Desa Karangligar
........................................................................................... 63
Gambar 4.3 Jarak Dari Genangan Eksting ke Sungai Citarum dan Cibeet ........ 71
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai bagian pendahuluan Kajian Kontur Tanah dan
maksud dan tujuan kajian, ruang lingkup kajian, kerangka pemikiran, serta
sistematika penulisan.
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan pesat yang tidak
tanah. Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
lahan pertanian yang mengalami alih fungsi. Padahal pada tahun 2010 disebutkan
tertinggi di Jawa Barat dimana Jawa Barat merupakan sentra produksi nasional
Seringkali alih fungsi lahan dianggap sebagai salah satu jawaban atas
lahan pertanian yang juga dapat berfungsi sebagai daerah untuk resapan air.
laju limpasan air (run off) yang menggenangi daerah dengan kontur tanah yang
diakibatkan adanya eksploitasi atau pemanfaatan berlebih pada air bawah tanah.
daerah dengan kerentanan tertinggi akan bencana banjir dan penurunan kontur
permasalahan penurunan kontur tanah dan bencana banjir yang kerap kali
pemanfaatan lahan. Labih lanjut, kajian ini dimaksudkan pula agar pemanfaatan
maksud tersebut, tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun alternatif solusi dan
Barat.
Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan kajian ini akan diurutkan dari latar belakang hingga
berikut ini.
Penelusuran Identifikasi
Identifikasi
terhadap kebijakan permasalahan
karakteristik bencana
pemerintah di dalam penurunan kontur
di Desa Karangligar
dokumen tanah di Desa
perencanaan Karangligar
Analisis
Analisis karakteristik
ketidaksesuaian
dan susunan tanah
pemanfaatan lahan
dan batuan Desa
dengan daya dukung
Karangligar
lingkungan
Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan antara Kajian Kontur Tanah dan Karakteristik
ini.
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai bagian pendahuluan Kajian Kontur Tanah Dan
maksud dan tujuan kajian, ruang lingkup kajian, kerangka pemikiran, serta
sistematika penulisan.
Bab ini menjelaskan mengenai kajian lapangan Desa Karangligar meliputi kondisi
lahan; sosial ekonomi; prasarana, sarana, dan utilitas; aktivitas eksplorasi dan
TANAH
Bab ini menjabarkan mengenai upaya mitigasi dan adaptasi yang perlu dilakukan
KAJIAN KEWILAYAHAN
Geologi Regional
Pembahasan mengenai geologi regional terdiri dari fisiografi dan
Fisiografi Regional
Penelitian gerakan tanah ini dilakukan di daerah Karawang, Jawa Barat,
untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Van
Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona
fisiografi, yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta, dan Zona
bagian utara Jawa membentang barat-timur mulai dari Serang, Jakarta, Subang,
penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai dan endapan gunung api muda.
Stratigrafi Regional
Martodjojo (2003) dalam tesis doktornya membagi daerah Jawa Barat
Cekungan Bogor, dan Mandala Banten. Dasar pembagian mandala ini umumnya
berdasarkan ciri dan penyebaran sedimen Tersier dari stratigrafi regional di Jawa
fisiografi van Bemmelen (1949) yaitu Zona Bogor, Zona Bandung dan
Pegunungan Selatan. Mandala ini dicirikan oleh endapan aliran gravitasi yang
umumnya berupa fragmen batuan beku dan sedimen, seperti andesit, basalt, tufa,
dan gamping.
terdiri dari tiga siklus pengendapan, diawali dengan diendapkannya sedimen laut
dalam hasil mekanisme aliran gravitasi dari arah selatan menuju utara. Kemudian
pada Miosen Awal diendapkannya endapan gunung api yang berasal dari selatan
Bogor kearah utara dimulai pada Miosen Tengah menghasilkan Formasi Subang
sampai transisi.
Pada Miosen Akhir terendapkan suatu fasies turbidit lokal akibat adanya
Anggota Cikandung (Martodjojo, 1984), yang terbentuk pada tahap akhir dari
proses pendangkalan Cekungan Bogor. Pada kala Pliosen Cekungan Bogor telah
berubah menjadi darat yang kemudian diendapkan Formasi Citalang. Lebih lanjut,
batuan basalt andesit dan tufa berumur Kapur hingga Eosen yang merupakan
Formasi Jatibarang. Di atas formasi ini diendapkan secara tidak selaras Formasi
Cibulakan yang berumur Miosen Tengah. Ciri litologi formasi ini adalah berupa
bagian bawah, batugamping berwarna putih kotor dengan sisipan serpih dan
pasir tipis di bagian tengah, dan pasir gampingan berselang-seling dengan napal
dan lempung di bagian atas. Lingkungan pengendapan dari formasi ini berupa
marin dangkal.
ini, formasi ini berubah fasies menjadi Formasi Bojongmanik dengan lingkungan
Bojongmanik ini memiliki kisaran umur yang hamper sama dengan Formasi
Formasi Parigi. Ciri litologi Formasi Subang berupa lempung berlapis yang
semakin ke atas berubah menjadi pejal dan tak berlapis dan lempung berwarna
coklat. Formasi Subang ditutupi secara selaras oleh Formasi Kaliwangu yang
(Gambar 2.3 dan Tabel 2.1) yang memperlihatkan adanya Satuan Endapan Sungai
Muda (Qa), Satuan Endapan Dataran Banjir (Qaf), dan Satuan Batupasir
Tabel 2.1.
Endapan Kuarter (Q) merupakan satuan tanah atau batuan yang berumur
terkonsolidasi tersebut terkena beban tambahan dari atas, maka lapisan tanah
lempung Formasi Subang yang khas. Sifat batuan Formasi Subang yang dapat
derajat pelapukan.
gambaran umum Wilayah Sungai (WS) Citarum, pola curah hujan, kinerja DAS
Propinsi Jawa Barat Dengan panjang sungai 269 km dan total area DAS Citarum
sebesar 12.000 km2. Penduduk yang dilayani adalah sebanyak 25 juta jiwa (15 Juta
Jiwa di Jawa Barat, dan 10 juta jiwa di DKI Jakarta). Sungai Citarum merupakan
sumber air baku bagi 80% penduduk Jakarta. Tiga Bendungan di Citarum
meliputi: Jatiluhur (1963), Saguling (1986), dan Cirata (1988). Daya listrik yang di
Bekasi, Indramayu serta Kota Bandung, Bekasi dan Cimahi. Total potensi air di
Wilayah Sungai Citarum adalah sebesar 13 milyar m3/tahun. Potensi air yang
sudah dimanfaatkan sebanyak 7.5 milyar m3/tahun (57,9%) dan yang belum
Wilayah Sungai ini meliputi 5 DAS yaitu DAS Citarum, DAS Cipunegara, DAS
Cilamaya, DAS Cilalanang dan DAS Ciasem. Wilayah Sungai Citarum dapat dilihat
Saguling
269 km. Sungai ini bermula dari mata air di Gunung Wayang (Kabupaten
Gembong, Laut Jawa. Skema Sungai Citarum digambarkan pada Gambar 2.5.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hilir dibagi menjadi 8 sub-DAS, yaitu:
Cibeet. Skematisasi sungai-sungai yang ada di Citarum Hilir terlihat pada Gambar
2.6.
Karangligar adalah karena luapan dari Sungai Cibeet. Menurut data dari BBWS
Citarum Tahun 2013, Sungai Cibeet memiliki panjang sungai 60 km dengan luas
DAS sebesar 480 km2. Sumber Mata Air sungai ini berasal dari Gunung
dengan debit maksimal 212,46 m3/detik dan debit minimal 2,19 m3/detik. Selain
itu, Sungai Cibeet memiliki 5 Anak Sungai dan 1 Bendungan. Pos Cibeet
pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun yang
sama juga terjadi banjir besar di Desa Karangligar dan mulai membentuk
genangan permanen.
Kota Cimahi (1,76%), Kabupaten Sumedang (5,5%), dan Kabupaten Garut (0,71%).
DAS. Sub DAS yang paling luas adalah Cirasea (16,51%) yang diikuti Cisangkuy
(12,12%), Citarik (9,94%), Ciwidey (9,61%), dan Cikeruh (8,24%) (Hidayat et al.
2013).
dengan tinggi curah hujan. Lalu untuk koefisien Aliran Permukaan DAS Citarum
Hulu Tahun 2009-2014 dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Tabel Koefisien Aliran Permukaan DAS Citarum Hulu Tahun 2009-
2014
Tahun Koefisien Aliran Sungai
2009 0,41
2010 0,55
2011 0,43
2012 0,31
2013 0,52
2014 0,64
Rata-rata 0,48
Sumber: Tommi, 2016
Citarum Hulu dari tahun 2009 sampai tahun 2014 adalah 0,48. Nilai tersebut
pada kriteria sedang. Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa curah hujan rata-
rata di DAS Citarum Hulu dari tahun 2009-2014 yang menjadi aliran permukaan
kurang dari 50%. Kondisi ini juga menunjukkan curah hujan yang masuk ke dalam
tanah masih lebih banyak. Menurut Peraturan Ditjen Rehabilitasi Lahan Desa
Sosial Tahun 2009 kriteria kinerja DAS masih pada tingkat sedang.
0.7 0.64
0.6 0.55
Koefisien Aliran Sungai (C)
0.52
0.5 0.43
0.41
0.4
0.31
0.3
0.2
0.1
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 2.8 Koefisien Aliran Permukaan DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014
Sumber: Tommi, 2016
tahunnya. Tahun 2010 dan 2013-2014 termasuk dalam kinerja yang buruk.
Sedangkan untuk Tahun 2009 dan 2011-2012 berada dalam kinerja yang sedang
dengan debit aliran minimum dalam suatu DAS/Sub DAS. Selanjutnya, pada Tabel
2.3 ditunjukkan koefisien regim sungai DAS Citarum Hulu selama rentang tahun
Nilai KRS yang cukup tinggi yaitu sebesar 321,7 yang mana nilai tersebut
termasuk ke dalam kriteria buruk. Nilai KRS yang tinggi menujukkan adanya
perbedaan debit yang tinggi antara musim hujan dan kemarau. KRS buruk
menunjukan tidak ada kontinuitas aliran air dan kemampuan lahan dalam
menyimpan air hujan dan mengeluarkan air rendah. Luas hutan yang berkurang
di daerah hulu menyebabkan ketika hujan air tidak tersimpan pada tegakan,
serasah dan tanah lebih lama dan ketika kemarau sungai mengalami kekurangan
Koefisien KRS dari tahun 2009-2012 masuk dalam kriteria baik dan tahun
2014 dalam riteria sedang. Namun pada tahun 2013 dengan nilai KRS 1751,8
Kondisi ini membuat daerah hulu ketika musim hujan tidak mampu menahan air
dan mengalirkannya ke dalam tanah, sehingga air hujan jatuh melimpas menjadi
aliran permukaan dan dialirkan ke sungai. Jumlah hujan yang tinggi dalam waktu
yang sangat singkat menyebabkan daerah hilir sering terjadi banjir, sebaliknya
pada musim kemarau sering terjadi kekeringan karena debit sungai yang sangat
rendah. Koefisien aliran permukaan dan nilai KRS yang tinggi sangat dipengaruhi
2000
1751.8
1800
Koefisien Regim Sungai (KRS)
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200 41.3 42.3 27.8 57.1
9.5
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 2.9 Koefisien Regim Sungai DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014
Sumber: Tommi, 2016
Laju Sedimentasi
Sedimentasi adalah jumlah material tanah berupa kadar lumpur dalam air
oleh aliran air sungai yang berasal dari hasil proses erosi di hulu yang diendapkan
pada suatu tempat di hilir. Selanjutnya, pada Tabel 2.4 ditunjukkan laju
sedimentasi DAS Citarum Hulu selama rentang tahun 2009 sampai dengan tahun
2014. Dari tahun 2009 hingga 2014, rata-rata laju sedimentasi DAS Citarum Hulu
sebesar 1,28 mm/tahun yang dapat dikatakan masuk dalam kriteria baik.
Tabel 2.4 Tabel Qs DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014
Tahun Qs (mm/tahun)
2009 1,31
2010 2,57
2011 1,30
2012 2,32
2013 0,10
2014 0,10
Rata- 1,28
rata
Sumber: Tommi, 2016
3
2.57
2.5 2.32
Laju Sedimentasi (mm/tahun)
0.5
0.1 0.1
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 2.10 Koefisien Regim Sungai DAS Citarum Hulu Tahun 2009-2014
Sumber: Tommi, 2016
Laju sedimentasi tertinggi ada pada tahun 2010 dengan nilai 2,57 yang
termasuk dalam kriteria sedang. Lalu pada tahun 2012, laju sedimentasi termasuk
dalam kriteria sedang. Sedangkan untuk tahun 2009, 2011, dan 2013-2014
Indeks Erosi
Erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari
suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pengikisan dan pengangkutan
tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin. (Arsyad, 2006)
DAS Citarum Hulu dengan luas 232.986 ha berada pada kisaran 50000-
didapatkan bahwa SDR untuk DAS Citarum Hulu sebesar 0,0824 atau 8,24 %. Nilai
erosi aktual DAS Citarum Hulu rata–rata yang didapat dari tahun 2009 hingga
2014 adalah 15,54 ton/ha/tahun. Kondisi tanah di DAS Citarum Hulu sebagian
besar kondisinya lapisan bawahnya padat dan telah mengalami pelapukan maka
Berdasarkan perhitungan nilai IE, maka nilai IE untuk DAS Citarum Hulu sebesar
3,47. Nilai IE DAS Citarum Hulu berdasarkan kriteria termasuk dalam kriteria
buruk. Nilai tersebut menunjukkan erosi yang terjadi di DAS Citarum Hulu sangat
Citarum Hulu selama rentang tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. Luas
vegetasi permanen yang terdapat di DAS Citarum Hulu yaitu luas hutan hanya
18% dari luas DAS Citarum Hulu maka nilai tersebut berdasarkan kriteria
monitoring dan evaluasi kinerja DAS maka termasuk dalam kriteria buruk karena
nilainya <30%. Luas hutan <30 % menyebabkan erosi di daerah hulu terus
pada meningkatnya eksploitasi ruang dan sumber daya air. Tekanan penduduk
Zona Permasalahan
semakin tinggi yang mengakibatkan sedimentasi di palung
sungai, waduk, bahkan masuk ke jaringan prasarana air.
Degradasi fungsi konservasi sumber daya air yang
mengakibatkan peningkatan run off aliran permukaan
Tingkat pengambilan air tanah yang diluar kendali dimana
sebagian besar pengambilan air tanah tidak terregistrasi
Zona Pencemaran Waduk Saguling akibat sampah rumah tangga,
Citarum sampah padat, dan industri, serta adanya penambangan pasir
Tengah menyebabkan terjadinya pendangkalan waduk akibat sedimentasi.
Banyaknya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi
permukiman akibat berkembangnya permukiman tanpa
perencanaan yang baik.
Terjadinya degradasi prasarana pengendali banjir
Menurunnya fungsi prasarana jaringan irigasi
Kurangnya prasarana pengendali banjir di muara
Banjir pada tahun 2010 yang terjadi disebabkan oleh curah
Zona hujan tinggi yang berlangsung terus menerus, Waduk Jatiluhur
Citarum tidak mampu menampung debit banjir sehingga limpas di
Hilir pelimpah dengan tinggi maksimum 141 cm. Akibatnya aliran
keluar dari waduk mengalir ke Sungai Citarum adalah sebesar
700 m3/detik. Bersamaan dengan meluapnya Sungai Cikao di
Purwakarta mengakibatkan banjir Sungai Cibeet di Karawang
yang mengalir ke Sungai Citarum, sehingga alur Sungai Citarum
di Karawang tidak mampu lagi menampung debit banjir dari
hulu, sehingga terjadi banjir di Telukjambe, Karawang Kulon,
Karawang Wetan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.
Sumber: Rencana Penanganan Terpadu Wilayah Sungai Citarum 2010-2025
terjadi pengurangan luas hutan seluas 1356,89 Ha; pertanian lahan kering seluas
1.903,65 Ha; sawah seluas 24,16 Ha; dan tanah terbuka seluas 1.241,10.
dikarenakan debit sungai yang makin tinggi banyak membawa material dari hulu
Tabel 2.7 Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu Tahun 2001-2011
Persentase Penggunaan
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
Penggunaan Lahan Lahan (%)
2001 2011 Perubahan 2001 2011 Perubahan
Badan Air 2246,29 2246,29 0 0,97 0,97 0
Hutan 14191,59 12834,70 -1356,89 6,11 5,52 -0,59
Hutan Tanaman 25851,20 26512,32 661,12 11,13 11,41 0,28
Perkebunan 421558 4256,41 40,83 1,81 1,83 0,02
Pertanian Lahan
6597,94 44694,29 -1903,65 20,06 19,24 -0,82
Kering
Pertanian Lahan
31296,68 32350,83 1054,15 13,47 13,92 0,45
Kering Campuran
Permukiman 38899,15 41562,40 2663,25 16,74 17,89 1,15
Semak Belukar 1603,98 1710,43 106,45 0,69 0,74 0,05
Sawah 64689,00 64664,84 -24,16 27,84 27,83 -0,01
Tanah terbuka 2732,25 1491,15 -1241,10 1,18 0,64 -0,54
Sumber: Megandana, 2013
dan pemukiman banyak tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung yang
menyebabkan air hujan sulit meresap ke dalam tanah sehingga aliran permukaan
musim kemarau sangat rendah. Curah hujan di DAS Citarum Hulu yang cukup
tinggi dan penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan menyebabkan
Peningkatan aliran permukaan, debit sungai ketika musim hujan, dan sedimentasi
Halim (2014) berpendapat bahwa daerah hulu dengan hilir DAS saling
berhubungan dan mempengaruhi dalam unit ekosistem DAS. Maka dari itu dalam
hanya dilakukan di Kabupaten Karawang saja namun juga perlu dilakukan di DAS
pengelolaan kawasan tanah dan air dalam kawasan aliran sungai secara terpadu.
DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi
(Amri 2008). Perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu dari hutan
hujan yang tinggi sehingga sering menyebabkan erosi dan banjir (Rohmat 2010).
Berdasarkan hasil analisis kerusakan DAS Citarum, KRS DAS Citarum masih
terlihat tinggi pada periode tahun 2009-2014. Selain itu nilai Indeks Erosi (IE) juga
masih tinggi. Tingginya nilai erosi dan KRS di DAS Citarum Hulu juga disebabkan
oleh masih sedikitnya tutupan lahan hutan di daaerah tersebut. Hal ini terlihat
dari nilai indeks penutupan lahan (IPL) masih 18%. Nilai IPL tersebut masih di
bawah kriteria baik yaitu 30%. Dari nilai-nilai tersebut perbaikan DAS Citarum
Hulu harus diarahkan pada perbaikan nilai KRS, erosi, dan juga penutupan lahan.
air pembuangan lambat atau bahkan terhenti, daya tampung air berkurang
sehingga air mudah meluap atau banjir. Selain itu menurut Oktavianti et al. (2014)
untuk pemenuhan irigasi dan air baku meningkat berbanding lurus dengan
permasalahan banjir yang terjadi di daerah hilir Sungai Citarum, peningkatan luas
areal irigasi teknis dan pemenuhan kebutuhan air baku. Berdasarkan Studi
Pada akhir tahun 2016, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum
kelayakan (FS). Apabila Waduk Cibeet dinyatakan layak dibangun maka akan
hilir Waduk Cibeet diperkirakan akan mengurangi banjir di Karawang sebesar 9%.
timur yaitu Kota Bukit Indah City Kecamatan Cikampek; Kawasan Industri di
industri dari tahun ke tahun mulai tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Tabel 2.8
Jenis Tahun
No
Industri 2011 2012 2013 2014 2015
A. Industri Besar
1. PMA 371 486 495 540 511
2. PMDN 213 213 226 237 226
3. Non
179 207 217 224 217
Fasilitas
Sub Total 763 906 938 1001 954
B. Industri Kecil 9014 9025 9025 9290 9290
Total 9764 9920 9963 10026 10224
Sumber: Dinas Perindagtamben dan BPMPT Kabupaten Karawang
10300 10224
10200
terlalu pesat. Selanjutnya pada tahun 1998 industri sudah mulai terbangun dan
mulai berkembang cukup pesat sampai dengan tahun 2011, sama halnya dengan
bor tanah menjadikan kuantitas air tanah di Kabupaten Karawang semakin lama
pesat bisa mengurangi kawasan resapan air juga. Kekosongan cadangan air yang
berada di bawah tanah tersebut dapat berdampak pada penurunan muka tanah
di atasnya.
Desa
Karangli
gar
Kawasan
Industri
1998 1992
Gambar 2.12 Perkembangan Kawasan Perkotaan dan Kawasan Industri Kabupaten Karawang
Sumber: Google Earth, 1992-2016
Bab ini menjelaskan mengenai kajian lapangan Desa Karangligar meliputi kondisi
lahan; sosial ekonomi; prasarana, sarana dan utilitas; aktivitas eksplorasi dan
Kebencanaan
Menurut data yang ada di BPBD Kabupaten Karawang, selama periode
banjir. Wilayah yang sering tergenang air adalah di Dusun Kampek dan Dusun
Pengasinan. Sumber banjir berasal dari Sungai Cibeet di Desa Parungsari melalui
petani di Dusun Pangasinan untuk mengairi lahan pertanian mereka. Jika Sungai
Cibeet meluap maka Dusun Pangasinan akan banjir karena lokasi yang berbentuk
cekung dan berada dibawah Sungai Cibeet. Banjir yang terjadi tidak hanya lahan
meter. Dampak lahan sawah yang tergenang adalah petani mengalami gagal
sering terjadi adalah bencana banjir. Dari 14 kali kejadian bencana yang terjadi
selama periode tersebut, bencana banjir terlama terjadi pada November 2016,
dimana bencana terjadi selama kurang lebih 10 hari. Sedangkan dilihat dari
jumlah jiwa terdampak, bencana banjir pada akhir Februari dan awal Maret 2017
Dampak
Guna Lahan
Jika dilihat dari fungsi lahan Desa Karangligar, penggunaan lahan untuk
kegiatan pertanian cukup dominan dengan 77,23% dari total luas wilayah Desa
memiliki fungsi untuk jalan lokal, ruang terbuka hijau, dan badan sungai. Sebaran
penggunan lahan di Desa Karangligar dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Gambar
3.1.
Tabel 3.2 Peta Fungsi Lahan Desa Karangligar Tahun 2014
No Fungsi Lahan Luas (ha) Persentase
1 Pertanian 318,46 77,23%
2 Permukiman 84,54 20,50%
3 Jalan Lokal 4,49 1,09%
4 RTH 4,35 1,05%
5 Badan Sungai 0,49 0,12%
Total 412,33 100%
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karawang
penggunaan lahan untuk sawah cukup dominan. Penggunaan lahan untuk sawah
yang 2 kali ditanami padi paling besar dengan persentase 57,99% dari total
yang 3 kali ditanami padi sebesar 39,26%. Sisanya merupakan kawasan pertanian
semusim lahan basah sebesar 1,45% dan kawasan pertanian semusim lahan
kering sebesar 1,30%. Pada Tabel 3.3 berikut ditunkukkan mengenai penggunaan
Sosial Ekonomi
Desa Karangligar terdiri dari 2 Dusun, 5 Rukun Warga, dan 15 Rukun
Tetangga. Jumlah penduduk Desa Karangligar adalah sebanyak 5.625 jiwa pada
tahun 2015. Sedangkan pada tahun yang sama, jumlah rumah tangga di desa ini
berjumlah 1.562. Kepadatan penduduk Desa Karangligar adalah 1.406,25 per Km2.
dalam rentang 4 tahun terakhir dimana pada dari tahun 2011 ke tahun 2015
terjadi laju pertumbuhan sebesar 0,37%. Pada rentang tahun yang sama, jika
lebih banyak dari penduduk perempuan dengan sex ratio berkirar pada rentang
Karangligar mengalami kenaikan dari tahun 2011 ke tahun 2013 namun pada
tahun selanjutnya di tahun 2014 mengalami penurunan dan pada tahun 2015
Dusun Kampek Desa Karangligar. Dilihat dari jumlah penduduk yang terdampak
payah menyelamatkan tanaman padi dari rendaman banjir. Sambil membawa arit
setinggi 1,5 meter. Kemudian mereka memotong tanaman padi siap panen dan
dikumpulkan di jalan setapak yang kondisinya tidak terendam banjir. Para petani
yang areal sawahnya terendam banjir pesimistis hasil panen mereka di tengah
kondisi banjir tersebut bisa terjual ke tengkulak atau Bulog (Badan Urusan
sehingga akan sulit untuk dijual. Salah seorang petani menuturkan bahwa seluas
(pasundanekspres.com)
menurut Ellis (2000) dalam Tommi (2015), nafkah (livelihood) adalah mata
pencaharian terdiri dari aset (alam, manusia, finansial, dan modal sosial), kegiatan
dan akses masuk (dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersama-
sama menentukan hidup yang diperoleh oleh individu atau rumah tangga. Berikut
2) Modal alam merujuk pada sumber daya alam dasar (tanah, air, pohon)
4) Modal sosial merujuk pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang
5) Modal finansial merujuk pada persediaan uang tunai yang dapat diakses
Nilai kerentanan ekonomi Dusun Pangasinan lebih tinggi dari pada Dusun
Kampek. Namun untuk Dusun Pengasinan paling rentan adalah modal fisik yaitu
dampak banyak petani yang tidak memiliki traktor dan mesin pompa disebabkan
rendah) dan modal manusia (masih banyaknya petani yang hanya memiliki
Kondisi ini agak berbeda dengan Dusun Kampek walaupun secara modal
fisik dan modal alam kerentanannya cukup tinggi namun karena modal manusia
yang lebih tinggi dari Dusun Pengasinan membuat modal finansialnya cukup
kuat. Hal ini terjadi karena banyak yang memiliki sumber penghasilan lain selain
dari bertani sehingga pendapatan petani di Dusun Kampek sedikit lebih tinggi
juga ikut membuat modal finansial petani yang terlihat dari jumlah petani yang
aktif dalam organisasi lebih banyak sehingga banyak petani yang mendapatkan
bantuan bibit ketika terkena banjir sehingga petani sedikit terbantu dalam biaya
produksi ulang.
menjadi lemah. Sebelum sering terjadi banjir banyak petani yang memiliki lahan
sawah, hewan ternak, dan lahan garapan yang luas. Namun sejak banjir sering
terjadi banyak petani yang mulai kehilangan lahan sawah pribadinya, lahan
garapannya, hewan ternak, dan juga perabotan rumah. Banjir juga membuat
modal finansial petani menjadi lemah hal ini dikarenakan banjir membuat
bertambah.
pembentuk strategi nafkah, yakni dari onfarm, off-farm, dan non farm. Onfarm
merupakan sumber nafkah yang diperoleh dari hasil pertanian dalam arti luas,
sebagainya. Off farm merupakan aktifitas ekonomi yang diperoleh dalam bentuk
upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), dan lain-
lain. Non farm adalah sumber pendapatan yang diperoleh dari luar kegiatan
pertanian seperti bekerja sebagai buruh pabrik, buruh panggul, buruh bangunan
dan lain-lain.
yaitu rumah tangga yang terkena banjir akan bergantung terhadap anggota
rumah tangga lainnnya yang bekerja dalam bidang non farm serta kepala rumah
tangga akan mencari pekerjaan lain diluar bidang pertanian yang digunakan
untuk menafkahi rumah tangga selama periode tidak ada hasil tanam. Lapisan
rumah tangga yang ada lebih banyak berada di wilayah sedang hal ini
dan lapisan atas (26,67%). Lapisan bawah lebih banyak dari pada lapisan atas
karena lapisan bawah cenderung tidak memiliki pekerjaan lain ketika musim
hujan dan pada saat tidak bisa tanam setelah banjir. Sedangkan pada lapisan atas
warga memiliki pekerjaan lainnya diluar bertani, dimana lapisan atas memiliki
pekerjaan di luar pertanian atapun memiliki lebih dari satu anggota rumah
tangga yang ikut bekerja untuk mendapatkan tambahan uang. Pada lapisan
menengah rumah tangga sebagian besar bekerja sebagai petani dan memilki
lainnya walaupun tidak sebanyak penghasilan lapisan atas. Pada lapisan bawah
bekerja sebagai kuli bangunan atau buruh tani pada daerah non banjir.
yang didominasi oleh kegiatan non farm dan anggota rumah tangga lainya.
Kontribusi paling besar pada pendapatan rumah tangga lapisan bawah di wilayah
banjir adalah sektor non farm. Hal tersebut dilakukan karena sektor on farm dan
off farm sudah tidak dapat memberikan penghasilan akibat sawah tidak bisa
ditanami. Rumah tangga lapisan menengah di wilayah banjir sudah mulai
didominasi oleh sektor non farm, tidak ada rumah tangga yang masih
bergantung pada sektor on farm dan off farm. Pendapatan dari sektor non farm
lebih sedikit daripada pendapatan anggota rumah tangga lainnya. Hal ini
didominasi oleh struktur ekonomi non farm dan pendapatan dari anggota rumah
tangga lainnya.
Nilai indeks kerentanan Desa Karangligar tergolong tinggi. Hal ini berarti
petani di Desa Karangligar sangat rentan sekali terhadap bahaya banjir dan masih
belum mampu dalam menghadapi banjir. Hal itu terlihat dari kerugian yang
dialami petani sangat besar sekali. Kerentanan petani yang tinggi di Desa
Karangligar banyak disebabkan oleh faktor sensitivitas ekonomi. Hal itu terlihat
dari kepemilikan lahan yang sedikit dan juga tingkat pendapatan yang masih
rendah. Kondisi tersebut tentunya akan berdampak sangat besar ketika terjadi
banjir. Banjir di desa ini sangat sering menyebabkan gagal panen pada saat
menjelang panen. Petani di desa ini yang masih banyak tidak memiliki pekerjaan
sampingan tentunya akan kehilangan pendapatan. Selain itu, dengan modal yang
sedikit petani tidak langsung mampu menanam padi lagi. Petani butuh waktu
yang agak lama hingga tersedianya modal. Kondisi ini tentu saja membuat petani
dimulai pada tahun 2009, dimana Desa Karangligar dilanda banjir namun pada
saat itu jika dibandingkan desa-desa sekitar Desa Karangligar paling parah.
Area persawahan yang sudah tergenangi air tersebut saat ini tidak bisa
3.6. Beberapa ruas jalan rusak cukup parah dengan kondisi berlubang di
sepanjang ruasnya. Hal ini diakibatkan oleh banjir yang sering menggenangi jalan
tersebut. Selain itu juga terdapat jalan yang berada dalam kondisi baik. Jalan
Selain itu, dampak dari banjir di Desa Karangligar ini seringkali membuat
jalan penghubung antar desa tergerus air. Sehingga, jalan tersebut tak bisa dilalui
mengkhawatirkan. Hal ini karena permukaan air irigasi lebih tinggi dari
tersebut antara lain SMPN 1 Telukjambe Barat, SDN Karangligar II, dan SMK
Jayabeka 02.
Gambar 3.8 Peta Lokasi Fasilitas Sosial dan Kantor Desa Karangligar
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2017
akibat bencana banjir. Adapun SDN Karangligar 2 merupakan lokasi yang sering
Selanjutnya, terdapat signage (tanda) jalur evakuasi di jalan di depan kantor desa.
Kantor Desa Karangligar ini memang sering digunakan para warga desa yang
terdampak bencana untuk mengungsi. Akan tetapi karena luas genangan banjir
yang semakin meluas di Karangligar ikut merendam Kantor Desa. Oleh karena itu
perlu dicari lokasi alternatif lain ketika terjadi banjir dan perbaikan jalur evakuasi.
bumi. Hingga saat ini, sumur yang masih aktif sebanyak 4 sumur. Kegiatan
produksi terjadi mulai tahun 1990 dan hingga tahun 2017 sudah mencapai ± 27
tahun. Semua sumur ini bermuara ke Stasiun Pengumpul Cicauh. Selama kegiatan
yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor hulu bidang minyak dan gas
Pertamina EP terbagi ke dalam lima asset dan operasinya terbagi menjadi 21 field.
SP Cicauh termasuk ke dalam wilayah kerja Asset 3 dan operasi Subang Field.
Pertamina EP Asset Subang Field bekerja sama CARE LPPM IPB dan pemerintah
pada tahun 2016. Biopori merupakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan
yang berguna untuk mempercepat peresapan air hujan. Kegiatan ini sebagai
Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengunggah kesadaran dan partisipasi masya-
rakat, bahwa ada teknologi sederhana, yakni biopori untuk mencegah banjir.
terendam air cukup dalam. Meskipun beberapa fasilitas produksi milik Pertamina
minyak dan gas, demi kelangsungan pasokan energi untuk kebutuhan nasional.
Selain itu SP Cicauh juga dilengkapi dengan layout APAR, Hydrant, Fire Hose, dan
Gambar 3.12 Perahu Karet Milik dan Layout layout APAR, Hydrant, Fire
Hose, dan Jalur Evakuasi di SP Cicauh
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2017
Geologi
Pembahasan mengenai kondisi geologi Desa Karangligar terdiri dari
Geomorfologi
Bentukan bentang alam mencerminkan proses-proses geologi yang telah
proses geologi yang terjadi dan membentuk bentang alam pada masa kini.
ada tiga, yaitu struktur, proses, dan tahapan (Lobeck, 1939). Struktur memberikan
memodifikasi bentukan asli dari bentang alam tersebut. Proses yang membentuk
bentang alam saat ini dikontrol oleh litologi dan struktur geologi. Litologi yang
resisten akan memberikan bentukan yang terjal, sedangkan litologi yang lunak
bentang alam untuk membuat bentukan yang terlihat pada saat ini. Tahapan
geomorfik diurutkan menjadi 3 tahap, yaitu tahap muda, tahap dewasa, dan
tahap tua.
analisis peta topografi, analisis citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM),
kontur, pola aliran sungai, bentuk lembah sungai, litologi, dan struktur geologi.
berada pada interval 12-37 mdpl. Titik terendah permukaan tanah berada pada
penelititan terdiri dari lembahan dengan relief yang sangat landai (Gambar 3.13).
Hanya di daerah selatan saja yang memiliki ketinggian 37 mdpl. Lembahan yang
lembahan tersebut terdapat suatu bentukan cekungan yang telah diisi oleh air
membentuk genangan dan rawa. Luas genangan dan rawa diperkirakan mencapai
dikontrol oleh perbedaan tingkat resistensi dari tanah terhadap proses eksogen
yang terjadi.
berubah-ubah, hal tersebut terlihat dari Citra satelit yang diambil tahun 2000
hingga 2016 (Gambar 3.14) dan peta kontur pada tahun 2007 dan 2015 (Gambar
lahan pertanian yang tergenang pada tahun 2014. Daerah yang tergenan diberi
simbol area berwarna biru muda, sedangkan wilayah Desa Karangligar diberi
simbol area berwarna hijau muda. Berdasarkan peta kontur tahun 2007 dan 2015
terlihat adanya perubahan luasan area kontur 12,5 m. Hal tersebut dapat
Gambar 3.14 Citra Satelit yang Diambil Dari Tahun 2000 Hingga 2016
langsung melalui peta topografi pola aliran sungai di daerah penelitian berupa
pola aliran sungai meander (Gambar 3,16). Sungai berpola meander hadir secara
dominan seperti yang terlihat di Sungai Citarum dan Cibeet. Sungai dengan pola
ini sangat umum dijumpai pada daerah dataran rendah dan lembahan yang
relatif datar.
Satuan Geomorfologi
Tahapan geomorfik suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor.
terhadap tahap geomorfik daerah penelitian. Selain itu, hal yang harus
bentukan bentang alam berupa dataran rendah. Hal ini diakibatkan oleh sifat
dan erosi. Morfologi lembahan pada daerah penelitian dijumpai di bagian tengah
Desa Karangligar. Sedangkan tanah yang lebih keras memiliki sifat ketahanan
yang lebih resisten terhadap proses pelapukan dan erosi. Oleh karena itu,
daerah penelitian yaitu di bagian ujung selatan. Proses erosi yang berkembang di
daerah penelitian didominasi oleh erosi horizontal yang terlihat dari bentukan
lembah sungai yang umumnya lebar dan sungai bermeander. Proses sedimentasi
yang berlangsung dapat dilihat pada dasar genangan yang umumnya terdiri dari
Satuan ini menempati 11% luas daerah penelitian yang terdapat dibagian
selatan daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan relief kasar yang
memiliki elevasi berkisar antara 28-47 mdpl. Pola kontur satuan ini cukup
bahwa satuan ini terdiri dari endapan yang cukup resisten terhadap erosi.
kecil yang mengalir ke kaki lereng dan menyatu dengan sungai besar di
Satuan ini menempati 89% luas daerah penelitian yang terdapat di bagian
utara daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan relief yang sangat
datar dan memiliki elevasi berkisar antara 12-18 mdpl. Pola kontur satuan
Morfologi pada satuan ini berupa lembahan dengan arah relatif barat-
bahwa satuan ini terdiri dari tanah hasil pengendapan suatu dataran
percabangan dari Sungai Citarum dan Sungai Cibeet. Proses eksogen yang
daerah penelitian. Tetapi dapat dibuat suatu satuan geologi teknik berdasarkan
data observasi lapangan dan acuan dari penelitian sebelumnya. Penentuan satuan
didasarkan pada intepretasi dan kolerasi bawah permukaan dari data observasi
lapangan dan penelitian sebelumnya. Dari hal tersebut, maka satuan geologi
teknik daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Tanah
(Gambar 3.19).
Satuan ini terdiri dari tanah residual batupasir yang berasal dari pelapukan
batupasir konglomeratan (Gambar 3.20). Pada satuan ini dijumpai adanya erosi-
erosi ke hulu tahap erosi parit. Satuan ini memiliki ciri berwarna coklat tua
dengan tebal diperkirakan 5 meter. Dibagian kaki lereng masih ditemui fragmen-
Hasil laboratorium dari sampel tanah yang diambil pada kedalaman 0,5 m
memberikan hasil kadar air (Wn): 28,7%, berat jenis (ϒn): 1,7 g/cm3, jenis tanah:
clayey SILT, warna: dark BROWN, plastisitas indeks (IP): 16,6%, batas cair (LL):
45,14% (high plastic), Kelas: ML, sudut geser dalam (θ): 32,3°, kohesi (c): 0,05
kg/cm2, koefisien permeabilitas (k): 0,000119 cm/detik, specify gravity (Gs): 2,41,
Tanah yang ada di satuan ini didominasi oleh lanau lempungan yang
memiliki tingkat plastisitas yang tinggi dan sudut geser dalam yang cukup tinggi.
Dari hasil pengujian laboratorium terlihat bahwa satuan ini memiliki nilai
permeabilitas yang kecil yang menyebabkan air sukar masuk kedalam tanah.
batas dengan Satuan Tanah Residual Batupasir hingga ke utara. Satuan ini
Satuan ini kebanyakan digunakan untuk area pertanian dan perikanan. Selain itu,
di bagian barat Desa Karangligar terbentuk area rawa dan umumnya tergenang
Satuan ini berasal dari tanah tertranspor oleh medium air. Satuan ini
memiliki ciri berwarna coklat tua dan lunak (Gambar 3.21). Karena satuan ini
merupakan tanah hasil transpor suatu tanah dari tempat lain dan diendakan di
sekitar 0,5 m memberikan hasil kadar air (Wn): 42,4%, berat jenis (ϒn): 2,4 g/cm3,
jenis tanah: silty CLAY, warna: dark BROWN, plastisitas indeks (IP): 36,4%, batas
cair (LL): 64,25% (high plastic), Kelas: CH, sudut geser dalam (θ): 20,5°, kohesi (c):
0,06 kg/cm2, koefisien permeabilitas (k): 0,000038 cm/detik, specify gravity (Gs):
0,007.
Tanah yang ada di satuan ini didominasi oleh lempung lanauan yang
memiliki tingkat plastisitas yang tinggi dan sudut geser dalam yang rendah. Dari
hasil pengujian laboratorium terlihat bahwa satuan ini memiliki nilai permeabilitas
yang sangat kecil yang menyebabkan air sangat sukar masuk kedalam tanah.
dengan produk volkanik dari Formasi Cisubuh. Produk volkanik dari Formasi
DAS sungai kecil maupun besar seperti Sungai Citarum dan Cibeet. Satuan ini
tersingkap jalur sungai yang merupakan cabang dari Sungai Cibeet. Ditemukan
banyak erosi di lereng-lereng yang tersusun oleh satuan ini. Sehingga dibeberapa
Satuan ini berasal dari tanah tertranspor oleh medium air. Satuan ini
memiliki ciri berwarna abu-abu tua dan lunak (Gambar 3.22). Karena satuan ini
merupakan tanah hasil transpor suatu tanah dari tempat lain dan diendakan di
Hasil laboratorium dari sampel tanah dari satuan ini memberikan hasil
kadar air (Wn): 32,2%, berat jenis (ϒn): 2,5 g/cm3, jenis tanah: silty CLAY, warna:
dark BROWN, plastisitas indeks (IP): 37,1%, batas cair (LL): 65,04% (high plastic),
Kelas: CH, sudut geser dalam (θ): 21°, kohesi (c): 0,06 kg/cm2, koefisien
Tanah yang ada di satuan ini didominasi oleh lempung lanauan yang
memiliki tingkat plastisitas yang tinggi dan sudut geser dalam yang rendah. Dari
hasil pengujian laboratorium terlihat bahwa satuan ini memiliki nilai permeabilitas
yang sangat kecil yang menyebabkan air sangat sukar masuk kedalam tanah.
konstan, diperkirakan tanah permukaan akan mampat setebal sekitar 4,6 meter.
Pemampatan yang terjadi sangat besar karena satuan ini merupakan tanah hasil
endapan sungai yang memiliki material lepas-lepas yang mudah tertranspor oleh
jalur sungai.
tergantung dari litologi dan bentang alamnya. Airtanah umumnya mengalir dari
elevasi muka airnya lebih tinggi dari muka tanah pada umumnya, sehingga di
beberapa tempat yang terjadi rembesan pada tanggul sungai membentuk rawa
di sekitarnya (Gambar 3.19). Hal tersebut harus segera ditanggulangi agar area
Air yang mensuplai genangan di Desa Karangligar berasal dari sungai hasil
percabangan Sungai Citarum dan Sungai Cibeet. Air yang berasal dari sungai
±3°. Air yang berasal dari Sungai Cibeet berasal dari Sungai Cidawolong yang
Sungai Cibeet. Suplai air juga ditambahkan dari sungai irigasi yang dibuat, baik
Bab ini menjabarkan mengenai upaya mitigasi dan adaptasi yang perlu dilakukan
yang terjadi di Desa Karangligar bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah
satunya dapat berupa penurunan muka tanah, volume air permukaan yang terlalu
terjadi karena faktor alami dan faktor manusia. Kondisi penurunan muka tanah
pada lapisan tanah jenuh. Ketika suatu lapisan tanah jenuh mengalami kenaikan
tekanan, nilai tekanan air pori akan meningkat secara tiba-tiba. Kenaikan tekanan
air pori akan diikuti oleh berkurangnya volume dari massa tanah. Karena aliran
yang cepat dari air pori akan menyebabkan terjadinya settlement dan konsolidasi.
Kondisi ini akan terlihat di permukaan dengan terjadinya penurunan muka tanah
(land subsidence).
perencanaan; dan
berupa jalur penyelamatan atau ruang untuk mengungsian harus terpisah dari
yang harus diperhatikan adalah jalur tersebut dapat dilalui dengan baik dan
cepat, menjauhi sumber ancaman dan efek dari ancaman untuk jalur evakuasi di
luar bangunan hendaknya bisa memuat dua kendaraan jika saling berpapasan
(Henita, 2014)
massal yaitu pola menyebar ke arah daerah yang ditetapkan sebagai area
evakuasi dengan jalan raya radial yang dilengkapi dengan jalan lingkar (ring road)
Selain itu terdapat hal-hal yang harus dipersiapkan pasca bencana seperti
dilakukan agar air dari sungai tidak langsung masuk ke pemukiman penduduk
diuji coba saat operasi darurat dan pemulihan bencana. Adanya Pusdalops
dan prosedur yang jelas serta efektif. Dukungan tersebut juga dari kemampuan
dan kapasitas relawan dan personil yang memiliki kemampuan teknis dan siaga
selama 24 jam setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk melihat efektivitas operasi
rasio biaya investasi pra bencana dan biaya pemulihan perlu dibangun kerjasama
dengan mekanisme yang jelas dan efektif antara pemerintah, akademisi dan
menjadikan produktivitas riset dapat menjadi daya guna bagi upaya meredam
kemitraan dalam forum yang dibentuk adalah optimalisasi peran dunia usaha
Menurut Sarwono (2006) faktor paling dasar dan paling awal yang
menyebabkan orang merasa perlu atau tidak perlu melakukan adjustment adalah
kesadaran (awareness).
tradisional mereka
masyarakat
penting untuk dilakukan seperti gejala munculnya bencana, gejala awal bencana,
rencana evakuasi atau tindakan lain yang harus diambil selama periode waspada.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui brosur, informasi media cetak dan
dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu upaya struktur dan non struktur. Upaya
struktur antara lain seperti waduk, floodway, perbaikan alur sungai, danau retensi
Zooning dan Flood Forecasting and Warning System (FFWS) atau sistem prediksi
dan peringatan dini banjir yang meliputi kegiatan prediksi (prakiraan) besar dan
sumber anggaran dan dapat memobilisasi sumber daya yang dimiliki oleh seluruh
daya ini perlu diperkuat dalam sebuah mekanisme yang disepakati bersama.
drainase yang ada sehingga air hujan dapat segera tersalurkan. Padahal konsep
untuk air meresap ke dalam tanah. Selama ini konsep drainase konvensional
menimbulkan masalah lain yaitu berkurangnya pasokan air tanah karena air tidak
diresapkan ke tanah. Oleh karena itu diperlukan sistem pengendalian banjir yang
langkah mitigasi penurunan tanah di Desa Karangligar. Salah satu upaya yang
untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan air/sungai. Fungsi lain
dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang
digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan
langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga
kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan
Konsep dasar dari kolam retensi adalah menampung volume air ketika
kolam retensi akan memangkas besarnya puncak banjir yang ada di sungai,
badan/saluran air seperti jaringan irigasi atau sungai dan bagian desa yang
untuk penyimpanan sementara air hujan atau luapan dari Sungai Cibeet maupun
Sungai Citarum di dalam area yang sekarang telah menjadi genangan permanen.
Selain itu dibangun stasiun pemompaan air untuk memompa air dari kolam
Apabila melihat kondisi eksisting jalur dari kolam retensi ke Sungai Cibeet
dan Sungai Citarum akan akan melewati bagian jalan atau bangunan. Oleh karena
itu, saluran air dari kolam retensi ke sungai maupun sebaliknya dapat berbentuk
sipon. Sipon adalah bangunan air yang berfungsi untuk mengalirkan air dengan
menggunakan gravitasi yang melewati bagian bawah jalan, jalan kereta api dan
bangunan lainnya. Pada sipon air mengalir karena tekanan. Perencanaan hidrolis
pada peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku
sipon serta kehilangan pada peralihan keluar. Jarak dari genangan eksisting di
Gambar 4.3 Jarak Dari Genangan Eksting ke Sungai Citarum dan Cibeet
Sumber: Hasil Analisis, 2017
banjir dan tergenang maka kegiatan pertanian tersebut tidak dapat lagi
dilakukan. Maka dari itu untuk adaptasi kegiatan ekonomi yang sesuai dengan
kondisi saat ini, daerah genangan yang ada dapat dipergunakan untuk kegiatan
dalam evaluasi lahan untuk budidaya budidaya perikanan air tawar meliputi
infrastruktur. Selain itu Poernomo (1979) menyatakan bahwa aspek penting yang
perikanan air tawar adalah aspek ekologi dan topografi, tanah, dan biologi. Aspek
rekayasa, kualitas tanah, kualitas air, dan fasilitas infrastruktur adalah aspek yang
dipertimbangkan oleh Karthik et al. (2005) dalam evaluasi lahan untuk budidaya
terjadi pada lahan sawah di Kota Pekalongan yang terlantar akibat terendam rob
Budidaya telah berhasil memanfaatkan lahan sawah yang terendam air laut
tersebut menjadi budidaya perikanan ikan dengan teknik pen culture atau jaring
bidaya tersebut adalah para petani dapat melakukan panen 4 kali dalam setahun.
bantuan bibit dan pompa pada beberapa budidaya perikanan percontohan pada
udang
hingga lebih dari 800 kepala keluarga (KK), namun dengan mulai dilakukannya
budidaya udang, jumlah warga miskin di wilayah tersebut berkurang menjadi 160
dan kanan palung sungai di antara garis sempadan dan tepi palung
sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500
km2 dan sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari
berjarak 100 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang
ditentukan paling sedikit berjarak 5 meter dari tepi luar kaki tanggul
1 meter;
maksimum 2 meter;
rentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa air minum, pipa gas,
umum; dan
satu ruang.
b. Jalur evakuasi dapat dilalui dengan baik dan cepat, menjauhi sumber
sebagai area evakuasi dengan jalan raya radial yang dilengkapi dengan
Air Tawar
kehidupan bermasyarakat.
macam kebutuhan
tanah
Air kotor didaur ulang pada instalasi pengolah air sesuai standar
kembali
air minum
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian hingga laporan akhir ini maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut ini. Pertama, dari hasil kajian eksternal kewilayahan
Desa Karangligar terhadap DAS Citarum menunjukkan bahwa kondisi DAS yang
mengalami erosi dan sudah tidak bisa menampung air menyebabkan daerah hilir
sering terjadi banjir, sebaliknya pada musim kemarau sering terjadi kekeringan.
Hal ini diperparah dengan luas vegetasi permanen yang terdapat di DAS Citarum
Hulu yaitu luas hutan hanya 18%. Permasalahan banjir terjadi tidak hanya
diakibatkan permasalahan yang ada di lokasi yang terkena banjir saja namun
terkait juga dengan masalah yang terjadi di daerah hulu sampai dengan hilirnya.
dampak dari bahaya banjir di Desa Karangligar. Selain itu kajian eksternal
fakta bahwa sari seluruh industri yang berada di Kabupaten Karawang sekitar 5-
Karangligar.
prasarana seperti irigasi sudah tidak dapat menampung air yang berdampak pada
kerusakan jalan karena tergenang banjir. Selain itu juga terdapat aktivitas
eksplorasi dan produksi migas oleh Pertamina EP yang juga turut menjadi korban
terendam air cukup dalam. Terdapat 8 sumur eksplorasi dan produksi gas bumi
dan yang masih aktif sebanyak 4 sumur, yang bermuara ke Stasiun Pengumpul
Cicauh. Kegiatan produksi terjadi mulai tahun 1990 dan hingga tahun 2017 sudah
mencapai ± 27 tahun. Selain itu terdapat kegiatan “Biopori for Karangligar” untuk
tersusun atas morfologi perbukitan dan lembah yang berada pada interval 12-37
mdpl. Sungai berpola meander yang ditunjukan oleh kenampakan sungai besar
yang berkelak-kelok dan pola lembah sungai yang lebar dan panjang. Di tengah
Desa Karangligar terbentuk suatu genangan dan rawa yang luasnya diperkirakan
2007 dan 2015 didapatkan penurunan muka tanah di Desa Karangligar sekitar 2
meter.
yaitu Satuan Tanah Residual Batupasir, Satuan Endapan Dataran Banjir, Satuan
termampatkan ±2,5 meter, dan Satuan Endapan Sungai akan termampatkan ±4,6
Rekomendasi
Dari hasil kajian terhadap bentuk mitigasi terhadap bencana di Desa
ekonomi pertanian ke perikanan air tawar. Sedangkan dari sisi mitigasi non
yang lebih presisi mengenai penurunan kontur tanah nantinya, maka dapat
supaya tidak bertambah dan lahan pertanian yang tersisa saat ini tetap produktif
serta ditetapkan menjadi LP2B. Hal ini sesuai jika masyarakat memiliki keinginan
lahan pertanian dapat dilakukan dengan perbaikan total jaringan irigasi dan
6. Bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian
a. Mendapatkan air pasok yang bebas hama penular dan logam berat yang
berbahaya;
yang rendah;
lingkungan dan
Pasokan kualitas air yang baik merupakan faktor yang penting bagi
kelangsungan hidup organisme aquatik (Chien, 1992). Apabila sumber air untuk
kualitas air pada kolam akan terganggu dan kerentanan terhadap penyakit lebih
genangan sebagai kolam retensi atau embung (retention ponds). Hal ini adalah
Upaya yang harus dilakukan untuk menjadikan genangan sebagai embung adalah
penyediaan akses khusus ke salah satu sumur milik Pertamina yang terganggu,
serta pengalihan fungsi kegiatan pertanian menjadi perikanan air tawar dan
pengembangan masyarakatnya.
Menjadikan
Adaptasi masyarakat
genangan sebagai
dengan fenomena alam
embung (retention Pembangunan dan Perbaikan
yang terjadi
ponds) jaringan drainase
Pengembalian fungsi
sempadan sungai dan jaringan
Penyebab:
irigasi
Penurunan tanah secara
alami yang masih
berlangsung Pengalihan fungsi kegiatan
pertanian menjadi perikanan air
tawar beserta pengembangan
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Achdan, A. dan Sudana, D. 1992. Peta Geologi Lembar Karawang, Jawa, Skala
Madrid.
Imansyah, Muhammad Fadhil. Studi Umum Permasalahan dan Solusi DAS Citarum
11, April 2012. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan ITB.
Kaku, Kazuya, and Alexander Held. 2013. Sentinel Asia: A space-based disaster
Kunaifi, Azwar Annas. 2017. Kolam Retensi (Retarding Basin) Sebagai Alternatif
Martodjoyo, S.. 1984. Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat. Disertasi Doktor.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana
Penanggulangan Bencana
Sagala, Saut, Dodon Yamin, Alpian A. Pratama, and Elisabeth Rianawati. 2016. 13
260.
Van Bemmelen, R. W.. 1949. The Geology of Indonesia. Govt. Printing Office: The
Haque