4/Okt/2015
KEKUATAN HUKUM AKTA DI BAWAH TANGAN dalam pembuatan surat di bawah tangan
DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN1 tersebut yang tidak bermaterai dalam
Oleh: Maman Djafar2 pengadilan oleh hakim beban pembuktiannya
dikesampingkan. Dalam hal ini semua surat
ABSTRAK dibawah tangan apabila kedua pihak mengakui
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk dan menerangkan secara benar apa yang ada di
mengetahui bagaimanakah pengaturan alat dalam surat tersebut, maka surat-surat
bukti surat di Indonesia dan bagaimanakah tersebut menjadi alat bukti yang sempurna
kekuatan hukum akta di bawah tangan dalam seperti akta otentik, dan jika para pihak
pembuktian di Pengadilan. Dengan menyangkal tanda tangan tersebut. Maka
menggunakan metode penelitian yuridis kekuatan pembuktian surat tersebut dilakukan
normatif, maka dapat disimpulkan: 1. di pengadilan dan berdasarkan keputusan
Keberadaan pengaturan akta di bawah tangan hakim.
ini diatur dalam Pasal 1874-1984 KUHPerdata, Kata kunci: Kekuatan hukum, akta dibawah
Pasal 286-305 RBg dan Stbl. 1867 No. 29. tangan, praktek di Pengadilan
Terhadap akta di bawah tangan apabila ada
tanda tangan yang disangkal, maka pihak yang PENDAHULUAN
mengajukan akta di bawah tangan itu harus A. Latar Belakang Masalah
membuktikan kebenaran tanda tangan itu Di Indonesia sudah ada aturan mengenai
melalui alat bukti lain. Dengan demikian selama pembuatan akta yang dilakukan dihadapan
tanda tangan tidak diakui maka akta di bawah notaris ataupun pejabat yang berwenang,
tangan tersebut tidak banyak membawa namun masyarakat dalam pergaulan hidupnya
manfaat bagi pihak yang mengajukannya di lebih memilih melakukan akta di bawah tangan,
muka pengadilan. Namun apabila tanda tangan khususnya masyarakat yang tinggal di Desa
tersebut sudah diakui maka akta di bawah lebih sering melakukan perjanjian di bawah
tangan itu bagi yang menandatangani, ahli tangan ini atas dasar kepercayaan dan tanpa
warisnya dan orang-orang yang mendapat hak mempertimbangkan cara-cara yang telah diatur
dari mereka, merupakan bukti yang sempurna didalam perundang-undangan. Sebagaimana
seperti akta otentik yang memiliki kekuatan dijelaskan dalam Pasal 165 HIR, pengertian akta
pembuktian formil dan kekuatan pembuatan di bawah tangan adalah suatu akta yang
materil. 2. Kekuatan hukum akta di bawah ditandatangani di bawah tangan dan dibuat
tangan dalam pembuktian di pengadilan tidak tidak dengan perantaraan pejabat umum,
memiliki kekuatan bukti sempurna sama halnya seperti misalnya akta jual beli, sewa menyewa,
dengan kekuatan pembuktian akta otentik. hutang piutang, dan lain sebagainya yang di
Akta di bawah tangan ini akan mempunyai nilai buat tanpa perantara pejabat umum.3
pembuktian yang sempurna jika akta tersebut Akta di bawah tangan yang di buat oleh para
memenuhi syarat formil dan materil. pihak ini tidak memiliki kekuatan hukum dalam
Diantaranya, bilamana dalam persidangan para pembuktiannya bila para pihak menyangkal dan
pihak yang bersengketa mengakui dan tidak mengakui adanya perjanjian tersebut.
menerangkan secara benar isi dan tanda tangan Berbeda dengan akta otentik yang dibuat oleh
yang ada dalam akta tersebut, dan peryataan notaris memiliki kekuatan pembuktian yang
dari akta di bawah tangan itu merupakan sempurna. Sebagaimana yang kita ketahui
perbuatan hukum ataupun hubungan hukum. bersama, bahwa akta otentik adalah akta yang
Berdasarkan praktik pembuktian di pengadilan dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk
beberapa putusan mengenai surat di bawah membuatnya menurut bentuk dan tata cara
tangan yang dibuat oleh para pihak seperti yang ditetapkan oleh Undang-undang yang
berisikan perjanjian atau kemauan dari para
1
pihak.
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Alfreds J.
Rondonuwu, SH, MH; Dr. Johny Lembong, SH, MH; Lendy
Siar, SH, MH.
2 3
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui),
110711095 Pustaka Buana, cet. 1, Bandung, 2014, hal. 124.
103
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
104
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
syarat tertentu, tidak dianggap sebagai akta ditandatangani oleh para pihak misalnya
otentik tetapi mempunyai kekuatan sebagai kwitansi, surat perjanjian dan utang-piutang.
akta di bawah tangan. Ketidakikutsertaan pejabat yangberwenang
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan inilah yang merupakan perbedaan pokok antara
bahwa suatu akta otentik pada dasarnya akta di bawah tangan dengan akta otentik.
mengandung 3 (tiga) macam kekuatan Akta di bawah tangan ini diatur dalam Pasal
pembuktian, yaitu: 1874-1984 KUHPerdata dan pasal 286-305
a. Kekutan pembuktian formil, yang berarti RBg, diantaranya mengatur tentang:
membuktikan antara para pihak bahwa 1. Semua tulisan-tulisan di bawah tangan yang
mereka telah menerangkan apa yang di tandatangani dianggap sebagai akta
ditulis dalam akta tersebut. bawah tangan, dan jika pihak-pihak
b. Kekuatan pembuktian materil, yang tersebut menghendaki tulisan-tulisan di
berarti membuktikan antara para pihak, bawah tangan itu untuk dilegalisasi kepada
bahwa benar peristiwa dalam akta notaris atau pejabat yang berwenang.
tersebut telah terjadi. 2. Tulisan-tulisan akta di bawah tangan harus
c. Kekuatan pembuktian keluar, yang diakui oleh para pihak yang terkait
berarti disamping sebagai pembuktian didalamnya.
antara mereka, juga terdapat pihak 3. Cara untuk pembuktian akta di bawah
ketiga dimana pada tanggal, bulan, dan tangan harus diperiksa di persidangan.
tahun tersebut, telah menghadap kepada 4. Harus ditulis sendiri dan jelas maksud yang
pegawai dan menerangkan apa yang diperjanjikan.
terdapat dalam akta tersebut.7 5. Bukti surat akta di bawah tangan masing-
Pasal 1870KUHPerdata mengatur tentang masing pihak harus memilikinya.
kekuatan pembuktian akta otentik. Dalam pasal 6. Kekuatan pembuktian akta di bawah
tersebut disebutkan: “bagi para pihak yang tangan terdapat pada akta aslinya,
berkepentingan beserta para ahli warisnya sedangkan salinan-salinannya dapat
ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan dipercaya apabila dibuat atas perintah
hak dari mereka, suatu akta otentik hakim dan dihadiri oleh kedua pihak yang
memberikan suatu bukti yang sempurna bersangkutan.
tentang apa yang termuat didalamnya”. Selanjutnya dalam Stb. 1867 No. 29 juga
Akta otentik yang diajukan sebagai alat bukti mengatur tentang pembuktian terhadap akta di
dalam persidangan memiliki kekuatan bawah tangan apabila ada tanda tangan yang
pembuktian sempurna dan mengikat (volledig disangkal, maka pihak yang mengajukan akta di
en bindende bewijskracht) jika pihak lawan bawah tangan itu harus membuktikan
mengakuinya. Akan tetapi, jika akta tersebut kebenaran tanda tangan itu melalui alat bukti
tidak diakui isi dan atau tanda-tangannya, maka lain. Dengan demikian selama tanda tangan
kekuatan pembuktiannya jatuh menjadi bukti tidak diakui maka akta di bawah tangan
permulaan (begin bewijskracht). Dengan tersebut tidak banyak membawa manfaat bagi
demikian, untuk mecapai batas minimal pihak yang mengajukannya di muka pengadilan.
pembuktian, harus didukung dengan minimal Namun apabila tanda tangan tersebut sudah
satu alat bukti lain.8 diakui maka akta di bawah tangan itu bagi yang
Selanjutnya, akta di bawah tangan pada menandatangani, ahli warisnya dan orang-
dasarnya adalah suatu akta yang dibuat oleh orang yang mendapat hak dari mereka,
para pihak untuk suatu kepentingan atau merupakan bukti yang sempurna seperti akta
tujuan tertentu tanpa mengikutsertakan otentik yang memiliki kekuatan pembuktian
pejabat yang berwenang. Jadi dalam suatu akta formil dan kekuatan pembuatan materil.
di bawah tangan akta tersebut cukup dibuat Akta di bawah tangan ini memuat
oleh para pihak itu sendiri dan kemudian ketentuan-ketentuan khusus didalamnya,
diantaranya, akta di bawah tangan yang
7
Subekti R, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa, memuat suatu perikatan hutang sepihak untuk
Jakarta, 1986, hal. 68. membayar sejumlah uang atau menyerahkan
8
Ibid., hal. 596.
105
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
suatu benda yang harganya ditentukan oleh hendak dipakai, maka akta tersebut dapat
sejumlah uang harus ditulis seluruhnya dengan merupakan alat pembuktian yang sempurna
tangan sendiri oleh penandatangan. Apabila hal terhadap orang yang menandatangani serta
ini tidak dilakukan, akta di bawah tangan itu para ahli warisnya dan orang-orang yang
hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan mendapatkan hak daripadanya. Kekuatan
pembuktian dengan tulisan saja (Pasal 1871 pembuktian materil berkenaan dengan
KUHPerdata). kebenaran isi keterangan yang tercantum
Berbeda dengan surat-surat biasa yang didalam akta tersebut, keterangan yang
sering dilakukan pada prinsipnya surat biasa ini tercantum didalamnya harus dianggap benar
dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan sebagai keterangan yang dikehendaki oleh para
alat bukti, apabila ternyata di kemudian hari pihak dan mengikat kepada diri pihak-pihak
digunakan sebagai alat bukti di persidangan yang menandatangani. Syarat-syarat akta di
hanyalah bersifat insidental atau kebetulan bawah tangan dijadikan sebagai alat bukti
saja, misalnya terhadap surat cinta, buku yaitu:
catatan penggunaan uang. Sehingga surat-surat 1. Surat atau tulisan itu ditandatangani.
yang demikian itu dapat dianggap sebagai 2. Isi yang diterangkan didalamnyanya
petunjuk ke arah pembuktian dalam arti surat- menyangkut perbuatan hukum atau
surat itu dapat digunakan sebagai alat bukti hubungan hukum.
tambahan ataupun dapat pula dikesampingkan 3. Sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dari
dan bahkan sama sekali tidak dapat dipercaya. perbuatan yang disebut di dalamnyanya.9
Mengenai kekuatan pembuktian daripada surat Sering orang membuat perjanjian ditulis
biasa HIR maupun KUHPerdata tidak ada satu oleh pihak-pihak dan tidak dibuat di hadapan
Pasalpun yang mengaturnya. Dengan demikian notaris, Ada kalanya perjanjian yang dibuat di
kekuatan pembuktian surat biasa ini diserahkan bawah tangan itu, para pihak kurang puas kalau
kepada kebijaksanaan hakim sebagaimana tidak dicapkan di notaris. Notaris dalam hal ini
ditentukan dalam Pasal 1881 ayat (1e) dan (2e) dapat saja membubuhkan cap pada akta-akta di
sebagai berikut: bawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap
a) Surat-surat yang dengan tegas menyebutkan notaris, diberi nomor dan tanggal, nomor mana
tentang suatu pembayaran yang telah harus dicatat dalam buku (daftar akta),
diterima. kemudian diberikan kata-kata, dan
b) Surat yang dengan tegas menyebutkan ditandatangani oleh notaris. Membubuhkan
bahwa catatan yang telah dibuat adalah cap pada akta di bawah tangan semacam itu
untuk memperbaiki suatu kekurangan di salah satunya Legalisasi atau Pengesahan.
dalam sesuatu alas hak (title) bagi seseorang Untuk keperluan legalisasi itu, maka para
untuk keuntungan siapa surat itu penanda tangan akta itu harus datang
menyebutkan suatu perikatan. menghadap notaris, tidak boleh ditandatangani
c) Catatan yang oleh seorang berpiutang sebelumnya di rumah. Kemudian notaris
(kreditor) dibubuhkan pada suatu alas hak membacakan akta di bawah tangan itu dan
yang selamanya dipegangnya, jika apa yang menjelaskan isi dan maksud surat di bawah
ditulis itu merupakan suatu pembebasan tangan itu.
terhadap si berutang (debitor). Lain halnya dengan Waarmerking (Register),
d) Catatan-catatan yang oleh si berpiutang artinya dokumen/surat yang bersangkutan di
dibubuhkan kepada salinan dari suatu alas daftar dalam buku khusus yang dibuat oleh
hak atau tanda pembayaran, asal saja salinan Notaris. Biasanya hal ini ditempuh apabila
atau tanda pembayarannya ini berada dalam dokumen/surat tersebut sudah ditanda-tangani
tangannya si berutang. terlebih dahulu oleh para pihak, sebelum
Lain halnya dengan akta di bawah tangan
menurut Pasal 1875BW, kekuatan mengikatnya
akta di bawah tangan memiliki kekuatan
pembuktian formil jika akta di bawah tangan
diakui oleh orang terhadap siapa akta itu
9
Supomo, Loc.Cit.
106
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
107
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
diperolehnya bagi pihak yang mengajukan tadi dikehendaki oleh pasal 147 Rbg. Maka
di muka siding hakim. Inilah perbedaan utama gugatan harus dinyatakan tidak dapat
kekuatan pembuktian akta autentik dan akta di diterima.
bawah tangan, karena kekuatan pembuktian 4. Keputusan Mahkamah Agung Republik
akta di bawah tangan yang melekat dalam akta Indonesia Nomor 167 K/Sip/1959
autentik adalah sempurna dan mengikat, tidak tertanggal 20 Juni 1959 menyatakan, suatu
hanya para pihak, tetapi juga hakim. perjanjian pinjam-meminjam yang diakui
Berbeda dengan akta otentik yang dibuat tandatangannya, akan tetapi dipungkiri
oleh atau dihadapan pejabat umum yang jumlah pinjaman yang tersebut dalam surat
berwenang. Akta tersebut memberikan bukti perjanjian itu dianggap sebagai permulaan
yang cukup bagi kedua bela pihak dan ahli bukti tertulis.
warisnya serta semua orang yang mendapatkan 5. Keputusan Mahkamah Agung Republik
hak daripadanya. Beberapa unsur-unsur yang Indonesia Nomor 68 K/Sip/1973 tertanggal
dapat dikategorikan sebagai akta otentik yaitu: 17 Februari 1976 menyatakan,
a. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat resmi pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
atau yang berwenang. dibenarkan Mahkamah Agung; karena
b. Ditujukan sebagai alat bukti. produk P. VI (surat pengakuan dari minik
c. Bersifat partai (minimal dua pihak). bahwa tanah perkara kepunyaan kaum
d. Atas permintaan para partai (para pihak). Rake Radjo Nan Kajo dan penggugat
e. Mempunyai kekuatan pembuktian yang Mahjuddin kaum Rake yang berhak atas
sempurna dan mengikat.13 tanah sengketa) tidak dibuat dengan
Di Indonesia terdapat beberapa bantuan pemuka adat/ninik mamak dalam
yurisprudensi yang menegaskan bahwa masyarakat kaum yang bersangkutan dan
transaksi yang tidak dilakukan di depan pejabat tidak pula disaksikan oleh orang-orang
yang berwenang merupakan transaksi yang sepadan/sejihat, produk tersebut belumlah
tidak sah menurut hukum sehingga para pihak membuktikan kebenaran dalil penggugat.14
tidak perlu mendapat perlindungan hukum. Berdasarkan contoh putusan diatas, maka
Yurisprudensi yang dimaksud antara lain: sangatlah jelas kekuatan pembuktian hukum
1. Keputusan Mahkamah Agung Republik akta di bawah tangan di pengadilan tidak
Indonesia Nomor 598 K/Sip/1971 memiliki kekuatan bukti sempurna sama halnya
tertanggal 18 Desember 1971 menyatakan, dengan kekuatan pembuktian akta otentik.
“... dalam persidangan pengadilan ternyata Akta di bawah tangan dapat memiliki
penggugat tidak membuktikan secara rinci pembuktian di pengadilan haruslah memiliki
adanya dan besarnya kerugian yang daya kekuatan formil dan materil yaitu, sejauh
diderita oleh penggugat karena tidak mana para pihak yang bertanda tangan pada
berhasil membuktikannya, maka hakim akta itu menerangkan dan mengakui secara
menolak tuntutan pembayaran ganti rugi benar sesuai seperti yang dijelaskan dalam akta
yang diajukan penggugat tersebut”. tersebut, isi yang diterangkan merupakan
2. Keputusan Mahkamah Agung Republik perbuatan hukum atau hubungan hukum,
Indonesia Nomor 983 K/Sip/1972 sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dan
tertanggal 28 Agustus 1975 menyatakan, perbuatan atau hubungan hukum yang
Kwitansi yang diajukan oleh tergugat disebutkan didalamnya, harus bermaterai, serta
sebagai bukti, karena tidak bermaterai, isi dari akta di bawah tangan tersebut berkaitan
oleh Hakim dikesampingkan. langsung dengan pokok permasalahan dalam
3. Keputusan Mahkamah Agung Republik sengketa yang sedang dipermasalahkan.
Indonesia Nomor 106 K/Sip/1973
tertanggal 11 Juni 1973 menyatakan, surat
kuasa yang diketahui dan disahkan oleh
Camat bukanlah surat kuasa yang
14
R. Soeroso, Hukum Acara Perdata Lengkap & Praktis
13
Ibid., hal. 241. HIR, RBg, dan Yurisprudensi, SInar Grafika, 2014, hal. 6-10.
108
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
109
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
H. Salim HS dan dkk, Perancangan Kontrak & Teguh Samudra, Hukum Pembuktian Dalam
Momerandum Of Understanding (MOU), Acara Perdata, Jakarta : Alumni, Jakarta,
Jakarta, Sinar Grafika, 2007. 1992.
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Fourth Edition, Minnesota: West Publishing Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka,1999.
Co, 1968. Victor M Situmorang & Cormentyna
Marjanne ter Mar shui zen, Kamus Hukum Sitanggang, Grose Akta Dalam Pembuktian
Belanda- Indonesia, Djambatan, Jakarta, dan Eksekusi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
1999. Yahya M. Harahap, Hukum Acara
Martin (Ed). Elizabeth A, A Dictionary Of Law, Perdata,Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Fifth Edition, Oxford: Oxford Univercity Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Press, 2003. http://en.wikipedia.org/wiki/lura_novit_curia
Natsir Asnawi, Hukum Pembuktian Dalam http://irmadevita.com/2013/legalisasi-dan-
Perkara Perdata Di Indonesia, Yogyakarta : waarmerking.
UII Press, 2013. Hasyimsoska.blogspot.com/2011/06/akta-
Rasyid A. Roihan, Hukum Acara Peradilan notais.html?m=1.
Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 2006. Rahmadvai.blogspot.ca/2014/04pengertian-
Retno Wulandari Susanto Ny. dan Iskandar dan-perbedaan-akta-otentik.html?=1.
Oerip kartawinata, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju,
Bandung, 2002.
RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang
Diperbaharui), Pustaka Buana, cet. 1,
Bandung, 2014.
Syahrani Riduan, Himpunan Peraturan Hukum
Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni,
1991.
Subekti dan Tirtosudibio, Kamus Hukum,
Pradnya, Jakarta, 1980.
Subekti R, Hukum Pembuktian, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1983.
-----------, Pembuktian dan Daluwarsa,
Intermasa, Jakarta, 1986.
Soeroso R., Hukum Acara Perdata Lengkap &
Praktis HIR, RBg, dan Yurisprudensi, Sinar
Grafika, 2014.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed.
1, Cet. 6, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2001.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta,
2006.
-------------, Penemuan Hukum Sebuah
Pengantar, Liberty,Yogyakarta, 1979.
Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan
Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1972.
110