Anda di halaman 1dari 57

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU

KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KEDOKTERAN KELUARGA


“Primimuda dengan Riwayat Partus Prematurus Imminens”

Oleh:
Lillah Faizah
H1A321087

Pembimbing:

dr. I Komang Gerudug, MPH

Dr. dr Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM

dr. Cut Warnaini, MPH

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS NARMADA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya, penyusunan tugas laporan kasus kedokteran keluarga dengan judul ”
Primimuda dengan Riwayat Partus Prematurus Imminens” dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk memenuhi penugasan dalam
proses kepaniteraan klinik di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram di Unit Pelayanan Teknis Badan Layanan Umum Daerah
Puskesmas Narmada, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan
petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. I Komang Gerudug, MPH, dr. Cut Warnaini, MPH,
Dr. dr. Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM, dan dr. I Dewa Gede Ngurah Agung yang
telah banyak memberikan bimbingan serta semua pihak yang berkontribusi memberikan
dukungan kepada penulis dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
lebih sempurnanya makalah ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat yang
meningkatkan dan memperluas pemahaman pembaca.

Mataram, Juni 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang. Secara global di dunia tiap tahun diperkirakan sekitar 15
juta kasus persalinan terjadi preterm. Berdasarkan data WHO kasus persalinan preterm
mencapai 9,5% dari total kelahiran yang ada.1,2 Etiologi kelahiran preterm sebenarnya
bukan kondisi tunggal, ada berbagai penelitian yang menyatakan kondisi tersebut adalah
suatu sindrom dengan etiologi yang multifaktor. Wanita yang pertama kali hamil sedangkan
umurnya dibawah 20 tahun disebut pimigravida muda. Faktor risiko kelahiran preterm bisa
terjadi pada periodeprakonsepsi atau bisa pada periode kehamilan. Tata laksana wanita
hamil dengan dugaan persalinan preterm adalah kedaruratan untuk menentukan apakah
persalinan benar segera terjadi atau masih presentasi awal. Berbagai kemungkinan etiologi
segera dicari untuk penanganan yang tepat.3,4

1.2 Profil Puskesmas Narmada

a. Kondisi Geografis

Puskesmas Narmada merupakan Puskesmas Perawatan yang terletak di Dusun


Karang Kates, Desa Mekar Sari, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat dengan
luas Wilayah Kerja49.15 Km2, dengan batas-batas wilayah:
Sebelah Timur: Wilayah kerja Puskesmas Sedau, Kecamatan Narmada
Sebelah Barat: Wilayah kerja Puskesmas Cakranegara, Kota Mataram
Sebelah Utara: Wilayah kerja Puskesmas Lingsar, Kecamatan Lingsar
Sebelah Selatan: Wilayah kerja Puskesmas Kediri, Kecamatan Kediri
Secara administratif Wilayah Kerja Puskesmas Narmada terdiri atas 11 Desa dengan
69 Dusun. Desa terluas adalah Desa Gerimax Indah dengan luas mencapai 8.26 Km2 dan
Desa yang mempunyai wilayah terkecil adalan Desa Dasan Tereng dengan luas hanya 1.98
Km2. Berikut adalah Desa tersebut:

4
b. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja UPT Puskesmas Narmada pada tahun 2022
mencapai 47.678 Jiwa, dengan rincian 22.924 Laki–laki dan 24.754 Perempuan, dan terbagi
dalam 15.963 Kepala Keluarga (KK) dengan kepadatan penduduk 970 jiwa/Km2.
Puskesmas Narmada memiliki 11 wilayah kerja.

5
c. Sarana dan Prasarana

1. Sarana Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan terdiri dari RS Umum, RS Khusus, Puskesmas dan


jaringannya, sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan sarana pelayanan lainnya
(seperti balai pengobatan/klinik, Praktek Dokter Bersama, Praktek Dokter Perorangan dan
Praktek Pengobatan Tradisional).
 Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum yang berada di wilayah kerja UPT Puskesmas Narmada adalah
Rumah sakit awet muda Narmada (RSAM) yang terletak di Desa Dasan Tereng.
 Puskesmas dan Jaringannya

Puskesmas Namada termasuk Puskesmas rawat inap yang dibangun pada Tahun
2016 yang terbagi dalam beberapa ruang Pelayanan dan ruang Administrasi atau ruang
Program dan ruang penunjang, antara lain:
 Ruang UGD 24 jam yang dilengkapi dengan pelayanan one day care
 Ruang pelayanan rawat jalan yang yaitu Poli Anak, Poli Umum, Poli Gigi
 KIA/KB, Poli Lansia
 Ruang Rawat Inap yang terdliri dari Ranap Umum dan Ranap Persalinan
 Poned
 Ruang Konseling
 Ruang Laboratorium
 Apotik
 Gudang Obat
 Gudang Alat-alat Kesehatan
 Ruang Perpustakan
 Aula
 Ruang Program
 Dapur Umum
 Ruang Kepala Puskesmas
 Ruang Kepala Tata Usaha
 Ruang Tata Usaha

6
Selain itu, dalam operasionalnya Puskesmas Narmada ditunjang oleh 5 Puskesmas
Pembantu, yaitu:
 Puskesmas Pembantu Tanak Beak di Desa Tanak Beak
 Puskesmas Pembantu Batu Kuta di Desa Batu Kuta
 Puskesmas Pembantu Sembung di Desa Sembung
 Puskesmas Pembantu Dasan Tereng di Desa Dasan Tereng
 Puskesmas Pembantu Nyurlembang di Desa Nyurlembang

Dan 11 Poskesdes yaitu:


 Poskesdes Nyurlembang
 Poskesdes Narmada
 Poskesdes Lembuak
 Poskesdes Tanak Beak
 Poskesdes Batu Kuta
 Poskesdes Keramajaya
 Poskesdes Badrain
 Poskesdes Sembung
 Poskesdes Mekar Sari
 Poskesdes Dasan Tereng
 Poskesdes Gerimax Indah
 Sedangkan puskesmas keliling hanya 1 unit
 Sarana Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Sarana produksi dan distribusi kefarmasian yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Narmada yang ada hanya apotek sebanyak 9 sarana.

7
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Partus Prematurus Imminens

2.1.1 Definisi

Partus Prematurus Imminens (PPI) adalah persalinan yang berlangsung

pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir

(HPHT). WHO menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada

usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan prematur adalah persalinan

dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500

gram. Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena berpotensi

meningkatkan kematian perinatal sebesar 70%.1,3

2.1.2 Epidemiologi

Secara global di dunia tiap tahun diperkirakan sekitar 15 juta kasus

persalinan terjadi preterm. Berdasarkan data WHO kasus persalinan preterm

mencapai 9,5% dari total kelahiran yang ada. Data persalinan preterm di negara

maju seperti Amerika Serikat menunjukkan kecenderungan penurunan sejak

terjadinya kasus tertinggi persalinan preterm mencapai 12,8% pada tahun 2006.

Tahun tersebut terjadi peningkatan kasus persalinan preterm karena mulai

seringnya penggunaan ultrasonografi untuk mengukur usia kehamilan sehingga

pengukuran usia kehamilan menjadi lebih tepat. Sesudah itu angkanya mulai

menurun karena telah banyak dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan yang

baik. 1,2 Untuk di Indonesia sendiri, angka persalinan preterm masih cukup tinggi.

Berdasarkan data WHO, Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi kasus

persalinan preterm pada tahun 2015 yaitu mencapai 675.700 kasus dengan

8
kelahiran bayi preterm mencapai 15,5 kasus per 100 kelahiran hidup.5

Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada

wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion

utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini

sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi

pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15%

terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada

usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia

kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan

angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah

kelahiran preterm atas indikasi.6

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi kelahiran premature sebenarnya bukan kondisi tunggal, ada

berbagai penelitian yang menyatakan kondisi tersebut adalah suatu sindrom

dengan etiologi yang multifaktor, di antaranya1,2,7:

 Inflamasi intraamnion, biasanya karena infeksi asenden dari vagina

(Bacterial vaginosis, trichomoniasis, viral infection)

 Perdarahan desidua dan kelainan vaskular, seperti abrupsio plasenta,

plasenta previa atau lesi plasenta yang menyebabkan underperfusion arteri

plasenta Penuaan desidua (premature decidual senescence)

 Inkompetensi serviks, misalnya karena trauma atau setelah tindakan cone

biopsy

 Distorsi uterus, misalnya kelainan duktus müllerian, fibroid uterus, atau

overdistensi uterus akibat gemeli atau polihidramnion

 Infeksi ekstrauterin, seperti pyelonephritis, malaria, pneumonia

9
 Perubahan hormonal, yaitu menurunnya progesteron yang bisa diperantarai

oleh stres maternal atau stres fetal

 Fetal juga berperan mempercepat proses persalinan apabila mengenali

lingkungan intrauterin yang tidak baik, dengan mengaktivasi fetal-placental

parturition pathway

Faktor risiko kelahiran premature bisa terjadi pada periode prakonsepsi

atau bisa pada periode kehamilan. Halimi et al. melakukan penelitian mengenai

epidemiologi dan faktor risiko terkait persalinan preterm, dan mendapatkan faktor

risiko persalinan preterm adalah hubungan seksual pada minggu awal kehamilan,

ibu dengan riwayat multiparitas, jarak kehamilan saat ini terlalu dekat dengan

kehamilan sebelumnya, preeklampsia, hipertensi gestasional, anomali janin,

ketuban pecah dini, dan bocor air ketuban (amniorrhea).3

Berbagai studi lain menyatakan faktor risiko lain, di antaranya2,7,8:

 Kondisi ibu hamil : usia terlalu muda atau terlalu tua (<17 tahun atau >35

tahun), berat badan kurang sebelum hamil, tingkat sosio ekonomi rendah

 Riwayat kelahiran preterm sebelumnya

 Stres ibu yang menyebabkan meningkatnya kadar hormon kortisol dalam

darah

 Insufisiensi uteroplasenta yang bisa disebabkan karena komorbid

hipertensi, diabetes mellitus insulin-dependent, penyalahgunaan obat-

obatan, merokok atau konsumsi alkohol

 Perawatan antenatal yang buruk

2.1.4 Diagnosis

Kelahiran preterm dapat dikelompokkan kembali berdasarkan risiko

prematuritas yang dihadapi. Klasifikasi berdasarkan usia kehamilan didapatkan

10
beragam dari berbagai publikasi. Klasifikasi derajat prematuritas yang paling

sering digunakan adalah sebagai berikut9:

 Extremely preterm: kelahiran pada usia kehamilan kurang dari 28+0 minggu.

 Very preterm: kelahiran pada usia kehamilan 28+0 sampai 31+6 minggu.

 Moderate to late preterm: kelahiran pada usia kehamilan 32+0 sampai 36+6

minggu.

Diagnosis persalinan preterm secara tradisional ditegakkan hanya

berdasarkan kriteria klinis berupa kontraksi uterus yang ritmik disertai dengan

perubahan serviks seperti dilatasi dan atau penipisan serviks. Dengan

menggunakan kriteria tradisional tersebut, diagnosis yang berlebihan sering terjadi

(40-70%), dan hanya kurang dari 10% pasien terjadi persalinan dalam waktu 7

hari setelah gejala muncul. American College of Obstetricians and Gynecologists

(ACOG) mengusulkan kriteria persalinan preterm yaitu (1) kontraksi terjadi 4 kali

dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit disertai dengan perubahan serviks; (2)

dilatasi serviks lebih dari 1 cm, penipisan lebih dari atau sama dengan 80%.9

Akurasi diagnosis persalinan preterm dapat ditingkatkan dengan

penggunaan pemeriksaan panjang serviks dengan menggunakan ultrasonografi

transvaginal. Apabila dilakukan dengan tepat, pasien dengan panjang serviks lebih

dari 30 mm mengindikasikan tidak akan terjadinya persalinan preterm meskipun

pasien dengan gejala kontraksi. Pada pasien dengan gejala kontraksi dan pada

pemeriksaan ultrasonografi transvaginal didapatkan panjang serviks <20 mm

dapat menegakan diagnosis persalinan preterm.9,10

2.1.5 Tatalaksana

11
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah

morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah4,9,10:

1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :

a) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8

jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi

berulang. dosis maintenance 3x10 mg.

b) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat

digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.

Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan per oral: 4 mg,

2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15

μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg

setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:

hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru

c) Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara

bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini

jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu

ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada,

dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).

d) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat

menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases

(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan

penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular

pada janin. Sulindac memiliki efek yang lebih kecil daripada indometasin.

Sedangkan nimesulide ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.

Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu

12
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.

Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine

terbukti tidak baik, seperti:

a) Oligohidramnion

b) Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini

c) Preeklamsia berat

d) Hasil nonstrees test tidak reaktif

e) Hasil contraction stress test positif

f) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien

stabil dan kesejahteraan janin baik

g) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan

h) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

i) Hasil nonstrees test tidak reaktif

j) Hasil contraction stress test positif

k) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien

stabil dan kesejahteraan janin baik

l) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan

m) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan

paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah

perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang

akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana

usia kehamilan kurang dari 35 minggu.

Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian

13
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian

siklus tunggal kortikosteroid ialah:

a) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.

b) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing

hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang

kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen

inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan

dalam pembentukan surfaktan.

3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.

Mercer dan Arheart menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat

dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.

Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya

infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah

eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500

mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin.

Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

2.1.6 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi kelahiran preterm dapat terjadi pada ibu, dan juga pada bayi.

Komplikasi maternal seperti risiko kardiovaskular, sedangkan komplikasi neonatal

adalah semua morbiditas yang bisa dialami bayi kelahiran prematur.1,11,12

Komplikasi Maternal

Persalinan preterm berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas dan

morbiditas kardiovaskular, yang biasanya mulai muncul beberapa tahun kemudian

setelah persalinan dengan alasan yang belum diketahui. Selain itu kejadian

14
peningkatan risiko perdarahan dan infeksi pasca kelahiran.

Komplikasi Neonatal

Kelahiran prematur berhubungan dengan outcome yang buruk terhadap

perkembangan sistem saraf neonatus. Masalah yang dihadapi antara lain gangguan

kemampuan kognitif, defisit motorik, cerebral palsy, dan kemungkinan untuk

mengalami kehilangan penglihatan dan pendengaran. Risiko tersebut meningkat

seiring dengan semakin dininya usia kehamilan saat persalinan. Permasalahan

tingkah laku seperti ansietas, depresi, autism spectrum disorders, dan attention

deficit hyperactivity disorder (ADHD) juga berhubungan dengan persalinan

preterm. Komplikasi neonatal yang mungkin dialami dapat dibagi menjadi jangka

pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara lain distress napas,

necrotizing enterocolitis dan imaturitas otak. Komplikasi jangka panjang seperti

cerebral palsy, retardasi mental, perdarahan intraventrikular, bronchopulmonary

dysplasia, retinopathy of immaturity dan tumbuh kembang yang lemah.

Setiap tahunnya, lebih dari satu bayi di antara 10 kelahiran hidup lahir secara

prematur. Bayi yang lahir dari persalinan preterm tersebut umumnya memiliki

prognosis yang buruk. Kelahiran preterm adalah penyebab utama tunggal

kematian neonatus yang mencapai angka 35% dan penyebab kedua tersering

kematian anak dibawah usia 5 tahun. Selain itu sepertiga dari bayi yang lahir

preterm akan mengalami gangguan neurologis berat jangka panjang seperti

cerebral palsy atau retardasi mental.

2.2 Primimuda

15
Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali.

Wanita yang pertama kali hamil sedangkan umurnya dibawah 20 tahun disebut

pimigravida muda. Usia terbaik untuk seorang wanita hamil antara usia 20 tahun

hingga 35 tahun. Primigravida muda atau primimuda termasuk didalam kehamilan

risiko tinggi (KRT) dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam.13

Setiap tahun, diperkirakan 21 juta anak perempuan berusia 15–19 tahun di negara

berkembang hamil dan sekitar 12 juta di antaranya melahirkan. Secara global,

angka kelahiran ibu berusia < 20 tahun telah menurun dari 64,5 kelahiran per

1000 wanita pada tahun 2000 menjadi 42,5 kelahiran per 1000 wanita pada tahun

2021. Namun, tingkat perubahan tidak merata di berbagai wilayah di dunia dengan

penurunan paling tajam di Asia Selatan, dan penurunan yang lebih lamban di

wilayah Amerika Latin dan Karibia dan sub-Sahara Afrika. Meskipun penurunan

telah terjadi di semua wilayah, Amerika Latin dan Karibia dan sub-Sahara Afrika

terus memiliki angka tertinggi secara global masing-masing pada 101 dan 53,2

kelahiran per 1000 wanita pada tahun 2021.14

Kehamilan pada usia muda di Indonesia masih cukup banyak, setiap tahun

kira-kira 15 juta remaja berusia 15- 19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi,

dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual (PMS). Hal ini

disebabkan majunya perkembangan bidang informasi dan tekhnologi sehingga

anak-anak remaja mendapatkan informasi yang tidak tepat mengenai masalah

seksologi dan kurang efektifnya penyaringan berita seputar masalah pronografi di

dunia maya. Selain itu masih adanya kebiasaan untuk mengawinkan anak-anak

wanita yang masih di bawah umur (20 tahun ke bawah).13

2.2.1 Faktor Risiko

16
Pada beberapa dasawarsa terakhir, kehamilan remaja telah menjadi

masalah kesehatan yang penting di sejumlah besar negara, baik di negara maju

dan di negara berkembang. Peningkatan kehamilan remaja tentunya akan memicu

peningkatan masalah kesehatan ibu dan anak. Permasalahan lain terkait kehamilan

remaja antara lain adalah tingkat pendidkan ibu yang rendah, status pernikahan

yang tidak jelas dan dampak sosial dari lingkungan sekitarnya yang menganggap

bahwa kehamilan remaja. Banyak sekali alasan yang mendorong untuk

terjadinya perkawinan dan

kehamilan usia dini, seperti adanya kebiasaan faktor tuntutan untuk kawin muda

dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, kekerasan

seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup yang popular. Rata-rata

usia kawin pertama yang rendah dari penduduk suatu daerah mencerminkan

keadaan sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah dari daerah tersebut.13

Menurut WHO, beberapa faktor berkontribusi terhadap primimuda.

Pertama, di masyarakat masih banyak dijumpai anak perempuan berada di bawah

tekanan untuk menikah dan melahirkan anak. Pada tahun 2021, perkiraan jumlah

pengantin anak secara global adalah 650 juta, pernikahan anak menempatkan anak

perempuan pada peningkatan risiko kehamilan karena anak perempuan yang

menikah dini biasanya memiliki otonomi terbatas untuk memengaruhi

pengambilan keputusan tentang penundaan melahirkan anak dan penggunaan

kontrasepsi. Di banyak tempat, anak perempuan memilih untuk hamil karena

mereka memiliki prospek pendidikan dan pekerjaan yang terbatas. Seringkali

dalam masyarakat seperti itu, keibuan di dalam atau di luar perkawinan/persatuan

dihargai, dan perkawinan atau persatuan dan melahirkan anak mungkin

merupakan pilihan terbatas terbaik yang tersedia bagi gadis remaja.14

17
2.2.2 Permasalahan Kehamilan dengan Primimuda

Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi,

karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan

fungsinya. Uterus akan siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20

tahun,

karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. Pada usia 15-19

tahun, sistem hormonal belum stabil.13

a) Kehamilan

 Preeklampsia

Kehamilan yang pertama pada umumnya memiliki resiko yang lebih besar

untuk terjadinya preeklamsi/eklampsi, hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme

imunologis yang terjadi pada tubuh seorang wanita. Reaksi antigen antibodi yang

terjadi menyebabkan terjadinya preeklamsi/eklampsi. Usia yang muda

meningkatkan hipertensi dalam kehamilan walaupun mekanismenya belum

diketahui dengan pasti. Kehamilan dengan umur yang masih sangat muda

mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsi. Keadaan ini

kemungkinan disebabkan karena belum matangnya perkembangan psikis dan

fisik, perkembangan uterus yang belum sempurna, perawatan antenatal yang

kurang dan diet yang tidak memadai.15,16

 Perdarahan antepartum

Plasenta previa dan solutio plasenta merupakan dua penyebab dari

perdarahan antepartum. Plasenta previa disebabkan karena buruknya pertambahan

berat badan ibu akibat perawatan diri yang kurang, yang akan berpengaruh

terhadap perkembangan pembuluh darah pada sirkulasi uteroplasenter, sehingga

kemungkinan plasenta previa akan bertambah mudah dengan meluasnya ukuran

18
plasenta. Pada solusio plasenta, keadaan ini terjadi dapat berhubungan dengan

adanya preeklamsi/eklampsi karena sebab terjadinya solusio palsenta sebagian

besar disebabkan oleh adanya hipertensi dalam kehamilan.15,16

 Anemia

Pada sebuah studi analitik observasional dengan rancangan penelitian cross

sectional yang dilakukan di Surakarta menemukan bahwa hamil primigravida

muda dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia sebesar hampir 8,4 kali

(OR=8,40, CI95% = 3,22-21,93, p=0,00). Dijelaskan bahwa risiko kejadian

anemia pada kehamilan lebih tinggi pada golongan primigravida muda

dibandingkan pada golongan primigravida usia reproduksi sehat hal ini

menandakan kurangnya kualitas ANC dan langkah-langkah yang dilakukan ibu

hamil dalam mencegah anemia misalkan kurang tercukupinya asupan tablet

tambah darah serta diet yang kurang bergizi. Pada penelitian Indranil Dutta dkk di

Rural Medical College- Hospital Karnataka India tahun 2013, anemia merupakan

komplikasi yang cukup tinggi sebanyak 68,4% pada primigravida jika

dibandingkan primigravida usia reproduksi sehat 33,32%. Terdapat hubungan

yang signifikan (p< 0,001) antara rata

– rata kadar Hb dengan usia ibu hamil pada primigravida dimana semakin muda

usia ibu semakin rendah kadar Hb nya.13,17

b) Anak

 Prematuritas

Pada sebuah studi analitik observasional dengan rancangan penelitian cross

sectional yang dilakukan di Surakarta menemukan bahwa terdapat perbedaan

bermakna antara primigravida muda dan primigravida usia reproduksi sehat dalam

hal prematuritas. Primigravida muda dapat meningkatkan risiko terjadinya

19
prematuritas sebesar hampir 2,9 kali (RR = 2,9, CI95% =1,16- 7,25, p=0,01)

dibandingkan promugravida usia reproduksi sehat. Sedangkan pada penelitian

yang

dilakukan di Rural Medical College-Hospital Karnataka India tahun 2013, oleh

Indranil Dutta, Kumar Dutta dan Prashant Joshi riskio terjadinya prematuritas

pada primigravida muda sebanyak 4 kali jika dibandingkan pada primigravida usia

reproduksi.13,17 Kejadian prematuritas pada primigravida muda, dipicu oleh faktor

psiko-sosial dimana sering terjadinya kecemasaan, depresi dan stress pada seorang

primigravida muda. Stres pada ibu hamil dapat meningkatkan kadar katekolamin

dan kortisol yang akan mengaktifkan placental corticotropin releasing hormone

dan mempresipitasi persalinan melalui jalur biologis. Stres juga mengganggu

fungsi imunitas yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi atau infeksi

intraamnion dan akhirnya merangsang proses persalinan.

 Pertumbuhan Janin Terhambat

Kehamilan usia muda merupakan emotional stress yang berat, kondisi ini

akan meningkatkan norepinephrin yang menyebabkan berkurangnya sirkulasi

uteroplasenter dan berdampak kurangnya nutrisi yang dibawa ke janin. Hipotesis

lain mengatakan bahwa dengan adanya kondisi stress emosional pada ibu akan

mengurangi keinginan mereka makan, meningkatkan hormon antidiuretik,

meningkatnya protein melalui urin, serta menurunnya daya tahan terhadap infeksi,

sehingga menjadi penyebab pertumbuhan janin terhambat.16

c) Masa Nifas

Komplikasi pada masa nifas akibat persalinan usia muda kebanyakan

berupa febris, tromboflebitis, abses payudara, luka episotomi/luka

20
operasiterinfeksi dan perdarahan postpartum. Secara umum pada masa nifas akibat

kehamilan usia muda tidak lebih berat dibandingkan dengan wanita usia

reproduksi. Kebanyakan infeksi nifas disebabkan karena daya tahan tubuh yang

lebih rendah di samping adanya tindakan pada persalinan.18

d) Psikologis

Kehamilan usia muda, banyak tidak dikehendaki sebelumnya dan akan

memberikan dampak terhadap perkembangan psikologisnya hal ini akan

meningkatkan intensitas gangguan emosi, aborsi, dan bahkan cenderung ke arah

bunuh diri. Menikah pada usia muda masih berada dalam pencarian identitas dan

relatif belum menemukannya, sehingga akan membawa resiko psikologis dalam

hal penyesuaian diri dengan partnernya, kemantapan dalam kehidupan pernikahan,

stabilitas cinta dan kesetiaan. Dalam hal mendidik anak, kesulitan baru timbul

oleh karena ibu tersebut secara psikologis belum dewasa dan tidak dapat menjadi

pendidik yang baik bagi anaknya. Mereka dapat melahirkan dan menjadi ibu

biologis tapi sulit untuk menjadi ibu psikologis yang bertugas untuk mengasuh

dan mendidik anak.14,18

2.2.3 Penanganan

Kehamilan usia muda umumnya tidak direncanakan dan tidak diinginkan.

Hal ini membuat remaja rentan terhadap risiko khusus yang membutuhkan elemen

perawatan yang unik dan layak dikelola oleh petugas perawatan antenatal,

persalinan, dan nifas yang terampil. Kehamilan usia muda cukup kompleks,

karena sering dikaitkan dengan keterlambatan datang ke fasilitas kesehatan,

rendahnya kunjungan ke fasilitas Kesehatan, kelas prenatal, dan kehamilan risiko

tinggi.19

Bukti yang memandu penatalaksanaan kehamilan usia muda terbatas,

21
dengan sebagian besar penelitian berfokus pada faktor risiko dan outcome

kehamilan. Dokter umum memiliki peran kunci dalam deteksi dini kehamilan

remaja dan mendorong perawatan antenatal yang optimal. National Institute for

Health and Care Excellence merekomendasikan bahwa wanita di bawah 20 tahun

harus ditawari seorang bidan yang ditunjuk dan harus bertanggung jawab

memberikan sebagian besar perawatan antenatal ibu dan memberikan nomor

telepon sambungan langsung. Perawatan multidisiplin sangat penting dan idealnya

harus melibatkan bidan klinis spesialis kehamilan remaja, dokter kandungan

dengan minat kehamilan remaja, dan dokter umum. Bergantung pada keadaan,

kelompok lain juga dapat terlibat dalam pengasuhan ibu remaja, termasuk pekerja

sosial, kelompok pendukung pengasuhan remaja, kelompok remaja menyusui,

konsultan laktasi, perawat kesehatan masyarakat, bidan komunitas, keluarga, dan

pengasuh asuh. Uji coba secara acak menunjukkan bahwa program kunjungan

rumah berbasis komunitas setelah kelahiran meningkatkan sikap pengasuhan dan

kelanjutan ibu remaja di sekolah tetapi tidak mengurangi kemungkinan mereka

untuk mengulangi kehamilan atau depresi atau mencapai koordinasi dengan

perawatan primer.20

Penekanan manajemen kehamilan pada rema/usia muda harus fokus pada

nutrisi yang baik, dan konsumsi vitamin ibu hamil sebelum melahirkan harus

dianjurkan karena remaja sering memiliki pola makan yang buruk dan

pengetahuan yang buruk tentang nutrisi yang tepat. Pada sebuah studi diet ibu

(pendidikan dan dukungan nutrisi, termasuk rekomendasi diet dan makanan

substitusi) telah dikaitkan dengan penurunan kejadian bayi berat lahir rendah di

kalangan ibu remaja (dari 11% menjadi 3%). Asam folat harus dimulai sesegera

mungkin dan suplemen vitamin kehamilan direkomendasikan.20

22
Orang muda berusia 15-24 tahun mengalami tingkat infeksi menular

seksual tertinggi, banyak di antaranya dapat mengakibatkan hasil kehamilan yang

merugikan. Dari semua wanita berusia 16-19 tahun dengan diagnosis infeksi

menular seksual pada tahun 2009, setidaknya 11% terinfeksi kembali dalam satu

tahun, menekankan pentingnya pendidikan dan metode kontrasepsi. Peningkatan

risiko ini mungkin merupakan kombinasi dari hubungan seksual tanpa pelindung,

interaksi yang lebih sedikit dengan layanan kesehatan, dan banyak hubungan

(menjalin hubungan dengan lebih dari 1 pasangan). Infeksi menular seksual yang

relevan termasuk klamidia, gonore, kutil kelamin, trikomonas, dan, baru-baru ini,

HIV dan sifilis. Akibatnya, anamnesis sensitif yang hati-hati sangat penting dan

skrining serta pengobatan yang tepat jika diindikasikan.20

Persalinan sectio caesarea untuk melahirkan janin dalam rahim memiliki

berbagai indikasi yang dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas pada

ibu dan bayi. ada beberapa indikasi persalinan SC yang perlu di perhatikan yaitu

indikasi mutlak, indikasi janin, indikasi relatif, dan indikasi social. Indikasi SC

yang di sebabkan oleh faktor ibu meliputi umur beresiko, riwayat SC, partus tak

maju, posdate (usia kehamilan lebih dari hari perkiraan lahir), induksi gagal,

Kelainan ketuban (ketuban pecah dini/KPD, air ketuban keruh, oligohidramnion,

polihidramnion), penyakit ibu (PER, PEB/eklamsi, Asma, Anemia), gawat janin. 21

Usia ibu saat hamil yang berisiko tinggi adalah usia kurang dari 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun memiliki

risiko untuk mengalami komplikasi saat persalinan 3 sampai 4 kali lebih besar

daripada ibu yang berusia 20 – 35 tahun. Usia ibu pada saat kehamilan merupakan

salah satu yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Usia

reproduksi sehat yang aman untuk seorang wanita hamil dan melahirkan adalah

23
20-35. Wanita hamil pada umur muda (< 20 tahun) dari segi biologis

perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya optimal. Dari segi psikis

belum matang dalam mengahadapi tuntutan beban moril, dan emosional.

Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun, elastisitas dari otot-otot panggul dan

sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya mengalami kemunduran,

kadang terdapat penyakit degenerasi seperti hipertensi yang dapat berkembang ke

arah preeklamsi, juga wanita pada usia ini besar kemungkinan akan mengalami

kelelahan jika dilakukan persalinan normal.21

2.2.4 Rencana Kehamilan Berikutnya

Menurut WHO, kontrasepsi tidak mudah diakses oleh remaja di banyak tempat.

Bahkan ketika remaja dapat memperoleh alat kontrasepsi, mereka mungkin

kekurangan agen atau sumber daya untuk membayarnya, pengetahuan tentang

dimana mendapatkannya dan bagaimana cara menggunakannya dengan benar.

Mereka mungkin menghadapi stigma ketika mencoba untuk mendapatkan alat

kontrasepsi. Selanjutnya, mereka sering berisiko lebih tinggi untuk menghentikan

penggunaan karena efek samping, dan karena perubahan keadaan hidup dan niat

reproduksi. Undang-undang dan kebijakan yang membatasi mengenai penyediaan

alat kontrasepsi berdasarkan usia atau status perkawinan merupakan hambatan

penting bagi penyediaan dan penggunaan alat kontrasepsi di kalangan remaja. Hal

ini sering dikombinasikan dengan bias petugas kesehatan dan/atau kurangnya

kemauan untuk mengakui kebutuhan kesehatan seksual remaja.14

Kurangnya pengetahuan tentang seks dan keluarga berencana serta

kurangnya keterampilan untuk menerapkan pengetahuan tersebut menempatkan

remaja pada risiko kehamilan. Pendidikan seksualitas yang efektif masih kurang di

banyak negara. Cakupan global yang terkait dengan pendidikan seksualitas pada

24
pria dan wanita muda berusia 15-24 tahun di daerah berkembang memiliki

pengetahuan yang komprehensif dan benar tentang HIV/AIDS masing-masing

menunjukan hanya 36% dan 24%. Peningkatan pengetahuan tentang seks dan

keluarga berencana tidak hanya akan mencegah kehamilan dini dan tidak

diinginkan tetapi juga infeksi HIV.14

Kontrasepsi yang memadai sangat penting untuk semua ibu remaja. Sekitar

seperempat ibu remaja memiliki anak kedua dalam waktu dua tahun sejak

kelahiran pertama. Kehamilan berulang yang cepat dikaitkan dengan peningkatan

morbiditas, dengan penelitian kohort besar menunjukkan peningkatan dua kali

lipat hasil kehamilan yang merugikan, termasuk prematuritas berat (risiko relatif

2,5, interval kepercayaan 95% 1,25 hingga 4,3) dan lahir mati (2,6, 1,3 hingga

5,3). Faktor yang berhubungan dengan kehamilan berulang antara lain tingkat

pendidikan yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah, ketidaksukaan

sekolah/putus sekolah, dan dukungan keluarga yang buruk. Sebagian besar ibu

remaja melaporkan niat untuk menghindari kehamilan dalam waktu dekat.

Akibatnya, agen kontrasepsi reversibel jangka panjang dianjurkan sesegera

mungkin setelah melahirkan dalam upaya memutus siklus kehamilan yang tidak

direncanakan dan tidak diinginkan. Ini termasuk kontrasepsi intrauterin/IUD atau

implan, yang secara signifikan mengurangi tingkat kehamilan berulang yang

cepat. Mereka yang tidak menggunakan agen kontrasepsi reversibel jangka

panjang memiliki risiko 35 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan berulang

dengan cepat dibandingkan dengan mereka yang menggunakan agen tersebut.

Akibatnya, agen kontrasepsi reversibel jangka panjang harus dipertimbangkan

sebagai pilihan yang disukai remaja yang mencari kontrasepsi. Kontrasepsi

penghalang (alat kontrasepsi yang digunakan ketika penetrasi dilakukan saat

25
berhubungan seks) juga harus dianjurkan untuk mencegah penularan infeksi

menular seksual.21

26
BAB III

KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

Identitas Pasien Keterangan

Nama Ny. LA Istri

Umur 17 tahun

Alamat Batu kuta

Jenis kelamin Perempuan

Agama Islam

Pendidikan SMP

Pekerjaan IRT

Status perkawinan Menikah

Alergi obat Tidak ada

Telah diobati sebelumnya Pernah

Sistem Pembayaran JKN

BAB IV

IDENTITAS KELUARGA

Keluarga yang dibina dalam kasus ini adalah Ny. LA. Bentuk keluarga pasien
adalah keluarga inti (Nuclear Family). Pasien tinggal bersama suami dan 1 orang anak laki-
laki, di Batu Kuta Lenting, Kecamatan Narmada, Nusa Tenggara Barat. Berikut adalah
identitas keluarga yang diperoleh saat dilakukan wawancara pada 12 Juni 2023:

27
Anggota Keluarga Keterangan
Nama Tn. L Suami
Umur 20 tahun
Alamat Batu Kute. Lenting
Agama Islam
Pendidikan S1
Pekerjaan SMP
Status Menikah

Anggota Keluarga Keterangan

Nama An. P Anak pertama

Umur 1 bulan

Alamat Batu Kute, Lenting

Agama Islam

Keluarga Ny. LA digambarkan dalam pohon kelurga sebagai berikut:

28
Gambar 2.1. Genogram Keluarga Pasien

Gambar 2.2 Denah rumah Pasien

BAB V

29
DATA STATUS KESEHATAN KELUARGA

Data Kesehatan keluarga diperoleh saat anamnesis di Puskesmas Narmada pada


Minggu, 12 Juni 2023.

Anggota Usia BB Keluhan Status Gizi Ket.


Keluarga

Ny. LA 17 43 kg Nyeri kepala, Gizi Berat badan


tahun demam, lemas, Kurang kurang
tidak bisa tidur
(underweight)

Tn. L 21 54 kg Tidak ada keluhan Normal -


tahun

An. P 1 bulan 3 kg Tidak ada keluhan Normal -

BAB VI

30
DATA MEDIS

6.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. LA

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Batu Kute Lenting

Suku : Sasak

Agama : Islam

Pekerjaan : Guru

Berat Badan (BB) : 48 kg

Tinggi Badan (TB) : 156 cm

IMT : 17.7 kg/m (kurus)

Tanggal Pemeriksaan : 12 Juni 2023

6.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Nyeri kepala dan badan terasa lemas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poli umum Puskesmas Narmada dengan keluhan


nyeri kepala, selain itu juga pasien mengeluhkan badan terasa lemas,
keluhan tersebut membuat pasien tidak bisa tidur. Keluhan dirasakan 2 hari
sebelum datang ke puskesmas. Pasien juga mengaku sering merasa galau,
serta menangis, dan merasa tidak ada keluarga yang membantu mengurus
anak.

Riwayat Penyakit Dahulu

31
Saat melahirkan anak pertama pasien memiliki riwayat partus
premuturus iminens.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga pasien riwayat hipertensi, asma, diabetes, tuberkulosis


dan penyakit jantung disangkal.

Riwayat Pengobatan
Saat hamil pasien mengkonsumsi Nipedipine.

Riwayat Alergi
Tidak terdapat riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan
tertentu.

Riwayat Sosial dan Perilaku


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, pasien mengaku saat
usia kandungan 34 minggu pasien berhubungan dengan suami setelah itu
mengalami pecah ketuban dan saat ini pasien tinggal bersama suami, dan
satu anak laki-lakinya. Suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang
ada di sekitaran Narmada. Saat ini pasien dan sekeluarga tinggal dalam satu
rumah berukuran sekitar 20 m x 10 m. Terkait keperluan MCK, keluarga
pasien mengaku melakukan aktivitas mandi dan buang air menggunakan
kamar mandi pribadi dan sudah mempunyai jamban sendiri. Sumber air
untuk keperluan sehari-hari berasal dari air sumur. Sumber air minum juga
berasal dari air sumur, pasien mengatakan untuk air minum biasanya
langsung dari air sumur yang dimasak terlebih dahulu. Kegiatan memasak
dilakukan di dapur yang berada disamping kamar mandi. Pasien
menggunakan kompor gas untuk memasak.

6.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Juni 2023:


KU/ Kesadaran : Baik/Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90x/mnt
Respirasi : 18x/menit

32
Suhu : 36.8oC
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 156 cm
IMT : 17.7 kg/m (underweight)
Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Hitam, lurus,
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk dan fungsi normal, serumen (-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Toraks
Inspeksi:
 Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, pergerakan dinding dada
simetris.
 Penggunaan otot bantu napas: tidak ada
 Tipe pernapasan: torako-abdominal.
Palpasi:
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
 Gerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan.
 Fremitus vocal: simetris kiri dan kanan.

Perkusi:
 Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi: BIOLOGIS
MELITUS
 Cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
Usia: 14 bulanmerupakanusia ang
 Pulmo: Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru.
DIABETES
rentanterhadapinfeksikarenadayataha
 Wheezing (-/-), rhonki (-/-)yangMELITUS
ntubuh masihrendah

DIABETES
Abdomen MELITUS
PERILAKU LINGKUNGAN
DIABETES
33
MELITUS
Ventilasirumah yang kurang.
Ibu Jarak rumah yang berhimpitan
kurangadekuatdalampember
DIABETES dan padatpenduduk
Anemia dan ISPA
Mengurangikonsumsi snack tampaklembab
agar DIABETES
pasientidakcepatkenyang
Kurang
MELITUS
aktifnyaibumengajarkananak
-anaknyaterkaitcucitangan DIABETES
yang benar.
Ibu MELITUS
Inspeksi:
kurangmemperhatikankeber
sihanmakananpasien
 Bentuk: simetris, tidak membuncit
pasienbeberapa kali
DIABETES
PELAYANAN
masihdiberikanpasienmakan
 Umbilikus: masuk merata KESEHATAN
MELITUS
andewasa
 Permukaan kulit: tanda-tanda DIABETES
inflamasi (-), ikterik (-), massa (-), distensi (-)
Kurangnyainformasimengenaiapaitu
Auskultasi: MELITUS
anemia dan bahanmakananapasaja yang
mengandungzatbesi
 Bising usus (+) Kurangnyainformasimengenaitanda-
DIABETES
tanda dan pencegahan anemia
 Metallic sound (-) MELITUS
 Bising aorta (-)
DIABETES
Perkusi:
MELITUS
 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
 Nyeri ketok (-) DIABETES
MELITUS
Palpasi:
 Nyeri tekan epigastrium (-) DIABETES
 Massa (-) MELITUS
 Hepar/lien/ren: tidak teraba DIABETES
 Shifting dullness (-) MELITUS
Ekstremitas
DIABETES
Tungkai Atas Tungkai bawah
MELITUS
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + DIABETES
+ + +
MELITUS
Edema - - - -
Sianosis - DIABETES
- - -
MELITUS

6.4 Diagnosis DIABETES


MELITUS
P1A0H1 dengan Primimuda dan Riwayat Partus Prematurus Imminens
DIABETES
6.5 Tatalaksana
MELITUS
- Farmakologis
o Asam Mafenamat 3x1 DIABETES
o Paracetamol 3x1 MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
34
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
-Non Farmakologis MELITUS
1) Mengedukasi penanganan depresi paska melahirkan :
DIABETES
o Pentingnya dukungan keluarga terutama suami tidak hanya bayinya saja
yang diperhatikan
MELITUS
o Ada yang membantu mengasuh bayinya
DIABETES
o Mengajak bicara mengenai perasaannya
MELITUS
o Dilakukan konseling oleh tenaga puskesmas
2) Mengedukasi pasien menganai :
DIABETES
o Pentingnya mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam yang
MELITUS
mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah-
buahan. DIABETES
o Kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan pertama adalah 14
MELITUS
gelas sehari dan 6 bulan kedua adalah 12 gelas sehari.
o Menjaga kebersihan diri,DIABETES
termasuk kebersihan daerah kemaluan, ganti
pembalut sesering mungkin. MELITUS
o Istirahat cukup, saat bayi tidur ibu istirahat.
o Melakukan aktivitas fisik DIABETES
pasca melahirkan dengan intensitas ringan sampai
MELITUS
sedang selama 30 menit, frekuensi 3-5 kali dalam seminggu.
o Cara menyusui yang benar dan hanya memberi asi saja selama 6 bulan
o Jangan membiarkan bayi DIABETES
menangis terlalu lama karena akan membuat bayi
stress. MELITUS
o Lakukan stimulasi komunikasi dengan bayi sedini mungkin bersama suami
dan keluarga DIABETES
MELITUS
6.6 Prognosis
DIABETES
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
MELITUS
Ad sanationam : dubia ad bonam
DIABETES
6.7 KIE
MELITUS
1) Mengedukasi pasien mengenai faktor risiko pasca melahirkan :
DIABETES
o Pada masa nifas seperti MELITUS
abses payudara dan febris dapat terjadi karena
infeksi nifas disebabkan oleh daya tahan tubuh yang rendah.
o Perkembangan psikologis, karena kehamilan dengan usia muda dapat
DIABETES
memberikan dampak terhadap MELITUSperkembangan psikologis dan akan
meningkatkan intensitas gangguan emosi, bahkan cendrung kearah bunuh
DIABETES
diri. Menikah pada usia muda masih berada dalam pencarian identitas dan
relatif belum menemukannya, sehingga akan membawa risiko psikologis
MELITUS
dalam hal penyesuaian diri dengan partnernya, kemantapan dalam
DIABETES
kehidupan pernikahan, stabilitas cinta dan kesetiaan.
MELITUS

DIABETES
35
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
3) Mengedukasi pasien untuk dapat mengikuti kelas ibu balita agar memperoleh
informasi penting terkait bagaimana melakukan pola asuh sesuai tahapan usia
DIABETES
anak, memperoleh informasi penting tentang tumbuh kembang, imunisasi, gizi,
MELITUS
perawatan bayi, dan anak balita serta penyakit yang sering ditemukan, serta
mendapat teman berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan
DIABETES
pemenuhan pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan. MELITUS
4) Mengedukasi pasien untuk perawatan ibu nifas mulai 6 jam hingga 42 hari
DIABETES
pasca bersalin oleh tenaga kesehatan minimal 4 kali kunjungan nifas.
MELITUS
Pertama : 6 jam-2 hari setelah persalinan
Kedua : 3-7 hari setelah persalinan
DIABETES
Ketiga : 8-28 hari setelah persalinan
Keempat : 29-42 hari setelah MELITUS
persalinan

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
36
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
BAB VII

DIABETES
KONDISI FAKTOR RESIKO
MELITUS
7.1 Keadaan Lingkungan
DIABETES
Pasien tinggal di rumah pribadi bersama suami, dan satu anak laki-lakinya di
MELITUS
Kawasan Batu Kute Lenting, Narmada, dengan ukuran rumah kurang lebih sekitar 20m x
10m dengan 1 kamar, 1 ruang keluarga, 1DIABETES
kamar mandi pribadi, dan ruangan dapur. Langit-
langit tertutup plafon dan terlihat bersih.MELITUS
Setiap ruangan terdapat jendela dengan ventilasi
udara dan pencahayaan yang cukup. Adanya jendela di rumah sesekali dibuka karena jarak
DIABETES
MELITUS Tiap ruangan disekat dengan tembok.
rumah dengan rumah tetangga terlalu berdekatan.
Lantai rumah pasien yaitu lantai semen yang beberapa bagiannya sudah rusak. Sehari-hari
DIABETES
pasien menggunakan karpet plastik.
MELITUS
Lingkungan pasien merupakan lingkungan padat penduduk, jarak antar rumah
DIABETES
hanya sekitar 1-2 meter. Disekitar rumah pasien tidak ada tanah kosong dan tipe rumah
MELITUS
tetangga mirip dengan pasien.
DIABETES
MELITUS
Terkait keperluan MCK, keluarga pasien mengaku melakukan aktivitas mandi dan
buang air menggunakan kamar mandi pribadi dan sudah mempunyai jamban sendiri.
DIABETES
Sumber air untuk keperluan sehari-hari berasal dari air sumur dan air PDAM. Sumber air
MELITUS
minum juga berasal dari air sumur, pasien mengatakan untuk air minum biasanya langsung
DIABETES
dari air sumur dan dimasak terlebih dahulu. Untuk mandi, mencuci pakaian dan peralatan
MELITUS
rumah tangga menggunakan air PDAM.
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
NO KOMPONEN KRITERIA NILAI BOBOT
DIABETES
MELITUS

DIABETES
37
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
RUMAH YG
DIABETES
DINILAI
MELITUS
I KOMPONEN RUMAH    
31
DIABETES
      MELITUS  

1 Langit-langit a. Tidak ada 0  


DIABETES
b. Ada, kotor, sulit
dibersihkan,MELITUS
dan rawan
    kecelakaan 1  
c. Ada, bersih dan tidak
   
DIABETES
rawan kecelakaan 2 
MELITUS
a. Bukan tembok (terbuat
2 Dinding dari anyaman bambu/ilalang) 1  
b. Semi permanen/setengah
DIABETES
    tembok/pasangan bata 2  
MELITUS
ataubatu yang tidak
diplester/papan yang tidak
    kedap air.  
DIABETES
c. Permanen
    MELITUS
(Tembok/pasangan batu
bata yang diplester) 
    DIABETES
papan kedap air. 3
MELITUS
3 Lantai a. Tanah 0  
b. Papan/anyaman bambu
DIABETES
dekat dengan
    tanah/plesteran 1  
MELITUS
    yang retak dan berdebu.
c. DIABETES
Diplester/ubin/keramik/papan
MELITUS
    (rumah panggung). 2  

4 Jendela kamar tidur DIABETES


a. Tidak ada 0  
MELITUS
    b. Ada 1  

5 Jendela ruang keluarga


DIABETES
a. Tidak ada 0  
MELITUS
    b. Ada 1  
DIABETES
6 Ventilasi a. Tidak ada 0  
MELITUS
b. Ada, lubang ventilasi
    dapur < 10% dari luas lantai 1  
DIABETES
c. Ada, lubang ventilasi >
    MELITUS
10% dari luas lantai 2  

7 Lubang asap dapur a. Tidak ada 0


    DIABETES
b. Ada, lubang ventilasi 1   
dapur < 10%MELITUS
dari luas lantai

DIABETES
38
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
dapur MELITUS
b. Ada, lubang ventilasi
dapur > 10% dari luas lantai
DIABETES
dapur(asap keluar dengan
    sempurna) MELITUS
atau ada exhaust  
    fanatau ada peralatan lain  
    yang sejenis. 2  
DIABETES
a. Tidak terang, tidak dapat
dipergunakanMELITUS
untuk
8 Pencahayaan membaca 0  

   
DIABETES 1   
b. Kurang terang, sehingga
kurang jelasMELITUS
untuk membaca
    dengan normal  
c. Terang dan tidak silau
DIABETES
    sehingga dapat 2
dipergunakanMELITUS
untukmembaca dengan
    normal.  
DIABETES
      MELITUS
25
II SARANA SANITASI   DIABETES
     
MELITUS

1 Sarana Air Bersih DIABETES


a. Tidak ada 0  
MELITUS
b. Ada, bukan milik sendiri
dan tidak memenuhi syarat
  (SGL/SPT/PP/KU/PAH). kesh. 1  
DIABETES
c. Ada, milik sendiri dan tidak
    memenuhi MELITUS
syarat kesh. 2  
e. Ada, milik sendiri dan
    memenuhi syarat kesh. 3   
DIABETES
d. Ada, bukan milik sendiri
    dan memenuhiMELITUS
syarat kesh. 4  

DIABETES
a. Tidak ada. 0  

MELITUS 1  
b. Ada, bukan leher angsa,
tidak ada tutup, disalurkan
kesungai / DIABETES
kolam  
MELITUS
c. Ada, bukan leher angsa, 2  
2 Jamban (saran
ada tutup, disalurkan ke
  pembuangan kotoran). DIABETES
sungaiatau kolam  
   
   
MELITUS
d. Ada, bukan leher angsa,
    ada tutup, septic tank 3  
    DIABETES
e. Ada, leher angsa, septic
    tank. 4  
MELITUS
a. Tidak ada, sehingga
3 Sarana Pembuangan
  Air Limbah (SPAL) tergenang tidak teratur di
    halaman DIABETES 0  
    b. Ada, diresapkan tetapi
   
MELITUS
mencemari sumber air (jarak 1  

DIABETES
39
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
sumber air MELITUS
(jarak dengan
sumber air < 10m).  
DIABETES
c. Ada, dialirkan ke selokan
terbuka 2
MELITUS
d. Ada, diresapkan dan tidak
mencemari sumber air (jarak 3   
dengan DIABETES
sumber air >
10m). MELITUS  

e. Ada, dialirkan ke selokan 4  


DIABETES
tertutup (saluran kota) untuk
MELITUS
diolah lebih lanjut.  

4 Saran Pembuangan a. Tidak ada 0  


DIABETES
Sampah/Tempat b. Ada, tetapi tidak kedap air
  Sampah MELITUS
dan tidak ada tutup 1  
c. Ada, kedap air dan tidak
    bertutup DIABETES 2  
d. Ada, kedap air dan
MELITUS
    bertutup. 3  

DIABETES
MELITUS
 

III PERILAKU PENGHUNI  


DIABETES
44
MELITUS
     
DIABETES
1 Membuka Jendela a. Tidak pernah dibuka 0  
MELITUS
  Kamar Tidur b. Kadang-kadang 1  
DIABETES
    MELITUS
c. Setiap hari dibuka 2  

       
DIABETES
2 Membuka jendela MELITUS
a. Tidak pernah dibuka 0  

  Ruang Keluarga b. Kadang-kadang


DIABETES 1  

    MELITUS
c. Setiap hari dibuka 2  

      DIABETES  
MELITUS
3 Mebersihkan rumah a. Tidak pernah 0  

  dan halaman DIABETES


b. Kadang-kadang 1  
MELITUS
    c. Setiap hari 2  
DIABETES
       
MELITUS

DIABETES
40
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
a. Dibuang MELITUS
ke
sungai/kebun/kolam
4 Membuang tinja bayi sembarangan 0  
DIABETES
b. Kadang-kadang ke
  dan balita ke jamban jamban MELITUS 1  
c. Setiap hari dibuang ke
    jamban DIABETES 2  

      MELITUS  
a. Dibuang ke sungai / kebun
5 Membuang sampah DIABETES
/ kolam sembarangan 0  
b. Kadang-kadang
MELITUS dibuang
  pada tempat sampah ke tempat sampah 1  
c. Setiap hari dibuang ke
    DIABETES
tempat sampah. 2  
MELITUS
       

   
DIABETES
TOTAL HASIL PENILAIAN    
MELITUS

DIABETES
Keterangan : MELITUS
: NILAI x BOBOT
Hasil Penilaian : 848 (Rumah Tidak Sehat)
Kriteria :
DIABETES
1) Rumah Sehat MELITUS
= 1068 - 1200
2) Rumah Tidak Sehat = <1068
DIABETES
MELITUS
7.2 Kondisi Sosial Ekonomi
DIABETES
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Aktivitas sehari-hari pasien hanya
MELITUS
mengurus rumah. Pasien mengatakan tidak sering bersosialisasi dengan tetangga karena
DIABETES
tetangga pasien merupakan keluarga dari suami pasien. Pasien mengaku mertua pasien
MELITUS
tidak perduli akan dirinya dan cenderung cuek sehingga membuat pasien merasa mengurus
DIABETES
anak sering sendiri saat suami pasien bekerja. Status ekonomi keluarga pasien termasuk
dalam kategori menengah. Suami pasien MELITUS
bekerja sebagai karyawan stasta sementara pasien
tidak bekerja. Sumber penghasilan keluarga di dapat dari pekerjaan suami. Berdasarkan
DIABETES
keterangan, penghasilan suami berkisar ±MELITUS
Rp. 2.500.000,00 per bulan dan dari keterangan
pasien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
DIABETES
MELITUS
7.3 Keadaan Budaya dan Perilaku Keluarga pasien

DIABETES
Keluarga pasien merupakan warga suku Sasak asli. Terkait masalah kesehatan
keluarga, suami dan pasien sudah lebih MELITUS
paham bahwa berobat harus di tenaga kesehatan

DIABETES
41
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
seperti bidan/klinik atau puskesmas. Keluarga pasien tidak terlalu memegang aturan adat
istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Pasien tidak pernah pergi ke dukun atau pengobatan
DIABETES
alternatif lainnya.
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
42
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
BAB VIII
MELITUS
MASALAH KESEHATAN KELUARGA
DIABETES
8.1 Identitas Masalah
MELITUS
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari anamnesis terhadap keluarga
DIABETES
pasien, maka dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan dalam keluarga Ny. LA
MELITUS
tersebut beserta dengan kemungkinan penyebab masalah kesehatannya yang disajikan
dalam tabel sebagai berikut: DIABETES
Anggota
Masalah
MELITUS
Kemungkinan Penyebab
No Keluarg Keterangan
Kesehatan Masalah Kesehatan
a DIABETES
1 Ny. LA P1A0H1  MELITUS
Menikah usia muda Masalah kesehatan
primimuda dan  Kehamilan pertama diketahui melalui
riwayat partus  Menyusui anamnesis dan
DIABETES
prematurus  Stress pemeriksaan fisik di
MELITUS
imminens Puskesmas Narmada
dan saat kunjungan
DIABETES di rumah pasien
MELITUS

2. Tn. L Normal DIABETES


- Masalah kesehatan
MELITUS diketahui melalui
anamnesis pasien.
3. An. P Normal DIABETES
- Masalah kesehatan
MELITUS diketahui melalui
anamnesis pasien.
DIABETES
MELITUS
Berdasarkan penjelasan diatas yang diperoleh saat wawancara, masalah kesehatan
dalam keluarga pasien dialami oleh pasien (Ny. LA), jika ditinjau dari aspek kesehatan
DIABETES
MELITUS
masyarakat, maka masalah kesehatan tersebut terkait dengan determinan kesehatan yang
ada yaitu aspek perilaku,aspek biologis/genetik, aspek lingkungan, dan aspek pelayanan
DIABETES
kesehatan. MELITUS

8.2 Rencana Upaya Intervensi DIABETES


MELITUS
Dari hasil anamnesis yang dilakukan tersebut mulai diperoleh masalah kesehatan
DIABETES rencana upaya intervensi yang akan
masing-masing anggota keluarga dan memperkirakan
dilakukan. MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
43
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
Anggota Masalah Rencana Upaya Intervensi Ket.
No Keluarga Kesehatan DIABETES
1 Ny. LA Primimuda - MELITUS
Edukasi mengenai tanda depresi paska
dengan melahirkan atau post partum depression
riwayat DIABETES
seperti baby blues dapat terjadi setelah
partus melahirkan
MELITUS dan memuncak dalam
prematurus beberapa hari hingga 2 minggu dengan
imminens gejala perasaan tidak stabil, mudah
DIABETES
cemas dan mudah tersinggung. Selain itu
MELITUS
depresi paska melahirkan yang terjadi
sekitar 4 minggu setelah melahirkan,
DIABETES
minimal selama 2 minggu berturut-turut
dengan
MELITUS gejala merasa sangat sedih,
tertekan, sulit konsentrasi, gangguan
tidur, tidak selera makan/banyak makan,
DIABETES
mudah tersinggung, mudah marah,
MELITUS
merasa lelah, tidak bergairah pada
aktivitas harian, perasaan bersalah,
DIABETES
khawatir tidak dapat menjadi ibu yang
baik, pikiran untuk melukai diri/bayinya
MELITUS
dan merasa menderita terhaddapt gejala
yang dialami.
DIABETES
- Edukasi mengenai pencegahan depresi
MELITUS
paska melahirkan seperti ibu hamil dan
paska melahirkan dapat mengenali dan
DIABETEStanda-tanda atau gejala-gejala
memahami
MELITUS
masalah kesehatan jiwa, mengkonsumsi
makanan sehat bergizi dan vitamin,
deteksi
DIABETESdini faktor risiko pada paska
melahirkan, dukungan dan perhatian dari
MELITUS
suami, keluarga dan teman selama paska
melahirkan.
DIABETES
2. Tn. L Normal - MELITUS
Edukasi mengenai penanganan depresi
paska melahirkan seperti dukungan
DIABETES
keluarga terutama suami tidak hanya
MELITUS
bayinya saja yang diperhatikan, ada yang
membantu mengasuh bayinya, mengajak
DIABETES
bicara mengenai perasaannya, mengikuti
MELITUS
program kunjangan rumah oleh tenaga
puskesmas, melakukan konseling oleh
DIABETES
tenaga kesehatan.
4. An. P Normal - MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
44
MELITUS

DIABETES
DIABETES
MELITUS

DIABETES
BAB IX
MELITUS
PENGKAJIAN MASALAH KESEHATAN
9.1 Determinan Masalah Kesehatan
DIABETES
MELITUS
BIOLOGIS/PERSONAL
DIABETES
MELITUS
 Perempuan, usia 17 tahun,
DIABETES
 Riwayat Partus Prematurus Imminens
MELITUS
PERILAKU LINGKUNGAN
DIABETES
MELITUS
 Fisik
 Aktivitas fisik sehari – hari o Kualitas udara yang
DIABETES
mengurus bayi seperti mandi buruk (rumah tidak sehat)
MELITUS
dan menyusui o Ventilasi dan
 Sering berdiam diri di kamar pencahayaan rumah yang
DIABETES
P1A0H1 primimuda dengan
kurang baik
dan jarang bersosialisasi riwayat partus prematurus
 Merasa tidak ada bantuan dari MELITUSimminens  Non-fisik
keluarga membuat pasien o Ekonomi (status ekonomi
merasa sangat sedih, merasa DIABETES keluarga pasien
lelah, tidak bergairah pada MELITUS menengah)
aktivitas harian, gangguan tidur. o Stressor dari mertua
DIABETES o Kecemasan pada pasien
MELITUS
PELAYANAN o Tidak KB karena saran
KESEHATAN suami
DIABETES
MELITUS
 Pasien menjadi anggota JKN
 Akses ke faskes cukup dekat
DIABETES
 Pasien rutin ANC/ memeriksakan
MELITUS
kehamilannya serta sesekali ke dokter
spesialis
 PasienDIABETES
belum mengikuti posyandu dan
MELITUS
kelas ibu hamil

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
45
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
9.1.1 Diagnosis Holistik MELITUS
a. Aspek personal
 DIABETES
Alasan: pasien datang dengan keluhan nyeri kepala, badan terasa lemas dan
MELITUS
tidak bisa tidur
 DIABETES
Harapan: pasien berharap penyakitnya ini tidak berlanjut menjadi penyakit yang
MELITUS
lebih membahayakan pasien dan berpengaruh terhadap anak
 Kekhawatiran: pasien khawatir penyakitnya ini menimbulkan komplikasi ke
DIABETES
penyakit lain dan berpengaruhMELITUS
pada bayinya selama proses menyusui
 Persepsi: penyakit yang diderita pasien ini merupakan penyakit cukup serius
DIABETES
karena kurang istirahat yang dapat membuat pasien khawatir tidak bisa
MELITUS
mengurus bayinya
b. Aspek klinis DIABETES
MELITUS
 P1A0H1 primimuda dengan riwayat partus prematurus imminens
c. Aspek risiko internal DIABETES
MELITUS
Pasien adalah seorang perempuan berusia 17 tahun. Berdasarkan usia, pasien
digolongkan dalam primigravida muda. Primigravida muda adalah wanita yang
DIABETES
pertama kali hamil saat umurnya dibawah 20 tahun. Primigravida muda termasuk
MELITUS
didalam kehamilan risiko tinggi (KRT) dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi
DIABETESusia muda datang dari mereka yang
dapat terancam. Banyak dari kehamilan
MELITUS
memiliki latar belakang sosial ekonomi rendah, pendidikan yang kurang dan
kesehatan yang tidak memenuhi standar.
DIABETES Dapat juga dari mereka yang kurang gizi,
MELITUS
memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol dan penyakit menular seksual. Pada
pasien pendidikan terakhir yaitu SMP serta IMT (Indeks Masa Tubuh) sebelum
DIABETES
hamil 17,7 dengan kategori underweight.
MELITUS Gizi merupakan salah satu masalah yang
penting. Pada wanita yang hamil usia muda dengan tingkat social ekonomi rendah
DIABETES
sering ditemukan kurangnya pasokan kalori dan terjadi defissiensi besi.
MELITUS

DIABETES
d. Aspek risiko eksternal dan psikososial
Pada kasus ini pasien dikatakanMELITUS
tinggal bersama suaminya. Pasien mengaku

DIABETES
rumah mertuanya dekat dengan rumahnya namun pasien mengaku mertuanya cenderung
MELITUS
jarang membantu mengurus cucu dan jarang mengajak bicara dirinya sehingga membuat
DIABETES
pasien merasa kesepian. Selain itu pasien juga sering merasa galau, dan sering menangis
MELITUS
46
DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
karena merasa tidak ada keluarga yang membantu mengurus anak. Pasien juga
MELITUS
mengatakan sering tidak bisa tidur sehingga pasien merasa lelah fisik dan psikisnya.
DIABETES
MELITUS

DIABETES
e. Derajat fungsional keluarga pasien
MELITUS
Sementara untuk derajat fungsional pasien dinilai dari kualitas hidup pasien dengan
penilaian menggunakan skor 1-5 berdasarkan disabilitas dari pasien. Penilaian tersebut
DIABETES
dapat dilihat di tabel berikut: MELITUS

DIABETES
Aktivitas menjalankan fungsisosial Sko Keterangan
MELITUS
dalam kehidupan r
DIABETES1
Mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum Mandiri dalam perawatan diri, bekerja
sakit MELITUS di dalam dan luar rumah
Mampu melakukan pekerjaan ringan sehari- 2 Mulai mengurangi aktivitas kerja
DIABETES
hari di dalam dan luar rumah Kantor
MELITUS
Mampu melakukan perawatan diri tetapi tidak 3 Mandiri dalam perawatan diri, tidak
mampu melakukan pekerjaan ringan DIABETES mampu bekerja ringan
MELITUS4
Dalam keadaan tertentu masih mampu merawat Tidak mampu melakukan aktivitas
diri, tetapi sebagian besar aktivitasnya hanya kerja, tergantung pada keluarga
DIABETES
mampu duduk dan berbaring
MELITUS
Perawatan diri berbaring pasif 5 Tergantung pada pelaku rawat
DIABETES
Pasien memiliki derajat fungsional dengan skor 1 (satu), yang artinya pasien mampu
MELITUS
melakukan aktivitas seperti sebelum sakit dan pasien masih mampu melakukan aktivitas
mandiri di luar rumah. DIABETES
MELITUS
9.2 Pengaruh Keluarga dalam Kesehatan
DIABETES
f. Fungsi Keluarga
MELITUS
1. Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah fungsi DIABETES
keluarga yang utama untuk mengajarkan segala
MELITUS
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
DIABETES individu dan psikososial anggota
MELITUS
keluarga.12 Adapun fungsi afektif dalam keluarga pasien (Ny. LA) sebagai berikut.
 Hubungan afektif suami (Tn. L) dan pasien (Ny. LA) tergolong baik.
DIABETES
 Hubungan afektif pasien (Ny. LA) dengan anaknya (An. P) tergolong baik
MELITUS
47
DIABETES
MELITUS
2. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina
sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.12 Dalam
kehidupan sehari-hari, keluarga dan pasien (Ny. LA) tidak dapat bersosialisasi
dengan tetangga-tetangga sekitar. Berdasarkan pengamatan saat kunjungan
keluarga, tak tampak tetangga pasien berkunjung ke rumah pasien untuk sekedar
mengobrol. Suami pasien juga dikatakan tidak memiliki banyak teman.
3. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. Pasien (Ny. LA)
menikah dengan suami kurang lebih jalan 2 tahun hingga saat ini telah memiliki 1
orang anak laki – laki. Pasien tidak menggunakan KB karena suami pasien tidak
mengizinkan.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.11 Penghasilan
suami berkisar +/- Rp 2.500.000,00 per bulan, sementara pasien tidak bekerja.
Pasien menyebutkan gaji suami mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan


Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function)
adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan adalah:
- Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya
- Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
- Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

48
- Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarganya
- Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan
Pada keluarga ini, fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan diperlukan
oleh semua anggota keluarga. Suami pasien mendukung pasien untuk rutin
memeriksakan kondisinya. Bahkan, suami pasien juga menyarankan pasien untuk
mengonsumsi makanan yang bergizi. Pada keluarga ini, pasien, suami dan anak
telah terdaftar dalam kepersertaan JKN.
9.3 Skor APGAR

Skor APGAR (Adaptation, Partnership, Growth, Affection, and Resolve) digunakan


untuk menilai fungsi fisiologis keluarga dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, dan
hampir tidak pernah = 0. Skor APGAR akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-4 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.11
Tabel. Skor APGAR dalam keluarga Ny. N
Kategori Skor Keterangan

0 1 2

1. Adaptation  Kemampuan anggota keluarga tersebut


beradaptasi dengan anggota keluarga yang
lain, serta penerimaan, dukungan, dan saran
dari anggota keluarga yang lain.

2. Partnership  Menggambarkan komunikasi, saling membagi,


saling mengisi antara anggota keluarga dalam
segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.

3. Growth  Menggambarkan dukungan keluarga terhadap


hal baru yang dilakukan anggota keluarga
tersebut.

4. Affection  Menggambarkan hubungan kasih sayang dan


interaksi antaranggota keluarga.

5. Resolve  Menggambarkan kepuasan anggota keluarga


tentang kebersamaan dan waktu yang
dihabiskan bersama anggota keluarga lain.

49
Skor fungsi fisiologi keluarga Ny. LA adalah 6, yang dikategorikan dalam kategori
sedang. Kategori sedang (skor 4-6) menunjukan keluarga yang dinilai adalah kurang sehat
dalam arti hubungan antar keluarga masih perlu ditingkatkan.

9.4 Indikator Keluarga Sehat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun


2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK), terdapat 12 indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah
keluarga.Analisisindikator PIS-PK pada keluarga pasien, sebagai berikut:
1. Keluarga Mengikuti Program KeluargaBerencana(KB)
2. Ibu Melakukan Persalinan Di Fasilitas Kesehatan
3. Bayi Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap
4. Bayi MendapatAir Susu Ibu (ASI) Eksklusif
5. Balita Mendapatkan Pemantauan Pertumbuhan
6. Penderita TB Mendapatkan Pengobatan Sesuai Standar
7. Penderita Hipertensi Melakukan Pengobatan Secara Teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak diterlantarkan
9. Anggota Keluarga Tidak Merokok
10. Keluarga Sudah Menajadi Anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga Mempunyai Akses Sarana Air Bersih
12. Keluarga Mempunyai Akses Atau Menggunakan Jamban Sehat
Berdasarkan 12 indikator PIS-PK, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat
(IKS) dari keluarga pasien, sebagai berikut:

50
Ny. N Anak
No Indikator Tn. L Nilai
(pasien) (P)

Keluarga mengikuti program


1. N T 0
KB

Ibu melakukan persalinan di


2. Y 1
fasilitas Kesehatan

Bayi mendapat imunisasi


3. Y 1
lengkap

Bayi mendapat air susu ibu


4. Y 1
(ASI) eksklusif

Balita dipantau
5. Y 1
pertumbuhannya

Penderita TB paru
6. mendapatkan pengobatan sesuai N N N N
standar

Penderita hipertensi melakukan


7. N N N N
pengobatan secara teratur

Penderita gangguan jiwa


8. mendapatkan pengobatan & N N N N
tidak ditelantarkan

Anggota keluarga tidak ada


9. T Y Y 0
yang merokok

Keluarga sudah menjadi


10. anggota jaminan kesehatan Y Y Y 1
nasional (JKN)

Keluarga memiliki akses air


11. Y Y Y 1
bersih

Keluarga memiliki akses dan


12. Y Y Y 1
menggunakan jamban sehat

7/(12-
Jumlah indikator bernilai 1/(12 – jumlah N)
3)

Indeks Keluarga Sehat (IKS) 0.7

51
Berdasarkan 12 indikator keluarga sehat, keluarga ini termasuk ke keluarga pra-sehat (0.5-
0.8).

BAB X

KESIMPULAN DAN SARAN

10.1 Kesimpulan

Seorang perempuan berusia 17 tahun. Pasien mengeluhkan nyeri kepala dan badan
terasa lemas serta sulit tidur. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan
diagnosis klinis P1A0H1 dengan primimuda. Telah dilakukan penilaian faktor resiko, dan
diagnosis holistik oleh penulis, determinan kesehatan yang terkait dengan masalah
kesehatan pada laporan kedokteran keluarga ini meliputi aspek biologis, aspek lingkungan,
aspek perilaku, dan aspek pelayanan kesehatan. Berdasarkan penilaian fungsi keluarga
dengan instrumen skor APGAR, didapatkan bahwa fungsi fisiologis keluarga pasien
tergolong dalam kategori sedang. Pada penilaian indikator keluarga sehat, keluarga pasien
termasuk ke dalam keluarga pra-sehat dengan skor IKS 0.5. Selain itu, berdasarkan
penilaian rumah sehat, rumah pasien termasuk dalam kriteria rumah tidak sehat dengan
skor 756. Oleh sebab itu, penanganan masalah keluarga harus dilakukan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk
melakukan pembinaan keluarga melalui rencana upaya intervensi yang telah disusun oleh
penulis.8.2
10.2 Saran

10.2.1 Saran bagi pasien


1) Menyarankan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam yang
mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah-buahan.
2) Menyarankan pasien untuk minum air sesuai kebutuhan ibu menyusui yaitu air
minum pada ibu menyusui pada 6 bulan pertama adalah 14 gelas sehari dan 6
bulan kedua adalah 12 gelas sehari.
3) Menyarankan pasien istirahat cukup, saat bayi tidur ibu istirahat.
4) Melakukan aktivitas fisik pasca melahirkan dengan intensitas ringan sampai
sedang selama 30 menit, frekuensi 3-5 kali dalam seminggu.
5) Menyarankan pasien untuk mengenal faktor risiko pasca melahirkan :
o Pada masa nifas seperti abses payudara dan febris dapat terjadi karena
infeksi nifas disebabkan oleh daya tahan tubuh yang rendah.
o Baby blues atau depresi paska melahirkan akibat perkembangan psikologis,
karena kehamilan dengan usia muda dapat memberikan dampak terhadap

52
perkembangan psikologis dan akan meningkatkan intensitas gangguan
emosi, bahkan cendrung kearah bunuh diri. Menikah pada usia muda masih
berada dalam pencarian identitas dan relatif belum menemukannya,
sehingga akan membawa risiko psikologis dalam hal penyesuaian diri
dengan partnernya, kemantapan dalam kehidupan pernikahan, stabilitas cinta
dan kesetiaan.
6) Menyarankan pasien untuk dapat mengikuti kelas ibu balita agar memperoleh
informasi penting terkait bagaimana melakukan pola asuh sesuai tahapan usia
anak, memperoleh informasi penting tentang tumbuh kembang, imunisasi, gizi,
perawatan bayi, dan anak balita serta penyakit yang sering ditemukan, serta
mendapat teman berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan pemenuhan
pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan.
7) Menyarankan pasien untuk perawatan ibu nifas mulai 6 jam hingga 42 hari pasca
bersalin oleh tenaga kesehatan minimal 4 kali kunjungan nifas.
Pertama : 6 jam-2 hari setelah persalinan
Kedua : 3-7 hari setelah persalinan
Ketiga : 8-28 hari setelah persalinan
Keempat : 29-42 hari setelah persalinan

10.2.2 Saran bagi keluarga


Menyarankan suami dan mertua terkait penanganan depresi paska melahirkan :
o Pentingnya dukungan keluarga terutama suami tidak hanya bayinya saja
yang diperhatikan
o Ada yang membantu mengasuh bayinya
o Mengajak bicara mengenai perasaannya

10.2.3 Saran bagi Fasilitas Pelayanan kesehatan


o Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengenal tanda dan gejala
masalah kesehatan jiwa pada ibu pasca melahirkan agar dapat melakukan
pencegahan dan penanganan
o Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat melakukan pelayanan
perawatan ibu nifas seperti:
- menanyakan kondisi ibu nifas secara umum
- pengukuran tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan, dan nadi
- pemeriksaan lokhia dan perdarahan
- pemeriksaan kondisi jalan lahir dan tanda infeksi
- pemeriksaan kontraksi rahim dan tinggi fundus uterus
- pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Ekslusif
- pemberian kapsul vitamin A
- pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
- tatalaksana pada ibu nifas atau ibu nifas dengan komplikasi

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Suman V, Luther EE. Preterm Labor. StatPearls Publishing; 2022.


2. Romero R, Dey SK, Fisher SJ. Preterm labor: one syndrome, many causes.
Science [Internet]. 2014;345(6198):760–5. Available from:
http://dx.doi.org/10.1126/science.1251816
3. Norman JE, Marlow N, Messow C-M, Shennan A, Bennett PR, Thornton S, et
al. Vaginal progesterone prophylaxis for preterm birth (the OPPTIMUM
study): a multicentre, randomised, double-blind trial. Lancet [Internet].
2016;387(10033):2106–16. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(16)00350-0

4. Rundell K, Panchal B. Preterm labor: Prevention and management. Am Fam


Physician [Internet]. 2017 [cited 2023 Mar 31];95(6):366–72. Available from:
https://www.aafp.org/afp/2017/0315/p366.html
5. Preterm birth [Internet]. Who.int. [cited 2023 Mar 31]. Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/preterm-birth
6. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. 2010;
7. Preterm labor [Internet]. Medscape.com. 2021 [cited 2023 Mar 31]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/260998-overview
8. Shimaoka M, Yo Y, Doh K, Kotani Y, Suzuki A, Tsuji I, et al. Association
between preterm delivery and bacterial vaginosis with or without treatment.
Sci Rep [Internet]. 2019;9(1):509. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/s41598-018-36964-2
9. Panduan persalinan preterm [Internet]. POGI. 2021 [cited 2023 Mar 31].
Available from: https://pogi.or.id/publish/download/panduan persalinan-preterm/

10. Practice bulletin no. 171: Management of preterm labor: Management of


preterm labor. Obstet Gynecol [Internet]. 2016;128(4):e155–64. Available
from: http://dx.doi.org/10.1097/aog.0000000000001711
11. Reddy UM, Rice MM, Grobman WA, Bailit JL, Wapner RJ, Varner MW, et
al. Serious maternal complications after early preterm delivery (24-33 weeks’
gestation). Am J Obstet Gynecol [Internet]. 2015;213(4):538.e1-9. Available

54
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajog.2015.06.064
12. Corporate Compliance, Strategy B. Short and long-term effects of preterm
birth [Internet]. UK HealthCare. 2017 [cited 2023 Mar 31]. Available from:
https://ukhealthcare.uky.edu/wellness-community/health-information/short
long-term-effects-preterm-birth

13. Raharja S, Emilia O, Rochjati P. Profil Primigravida Muda dan Luaran


Persalinan di Rumah Sakit Dr.Oen Surakarta. J Kesehat Reproduksi
[Internet]. 2018 [cited 2023 Apr 17];5(1):39. Available from:
https://jurnal.ugm.ac.id/jkr/article/view/37993
14. Adolescent pregnancy [Internet]. Who.int. [cited 2023 Apr 17]. Available
from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescent-
pregnancy

Cavazos-Rehg PA, Krauss MJ, Spitznagel EL, Bommarito K, Madden T, Olsen


MA, et al. Maternal age and risk of labor and delivery complications. Matern
Child Health J [Internet]. 2015 [cited 2023 Apr 17];19(6):1202–11. Available
from: http://dx.doi.org/10.1007/s10995-014-1624-7
15. Demirci O, Yılmaz E, Tosun Ö, Kumru P, Arınkan A, Mahmutoğlu D, et al.
Effect of young maternal age on obstetric and perinatal outcomes: Results
from the tertiary center in turkey. Balkan Med J [Internet]. 2016 [cited 2023
Apr 17];33(3):344–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.5152/balkanmedj.2015.150364
16. Joshi P, Dutta DK. Outcome of Teenage Pregnancy in Rural India with
Particular Reference to Obstetrical Risk Factors and Perinatal Outcome. J
SAFOG [Internet]. 2013 [cited 2023 Apr 17];5(3):102–6. Available from:
https://www.jsafog.com/abstractArticleContentBrowse/JSAFOG/6/5/3/7224/a
bstractArticle/Article

17. Najati N, Gojazadeh M. Maternal and neonatal complications in mothers aged


under 18 years. Patient Prefer Adherence [Internet]. 2010;4:219–22.
Available from: http://dx.doi.org/10.2147/ppa.s11232
18. Malek KA, Abdul-Razak S, Abu Hassan H, Othman S. Managing adolescent
pregnancy: The unique roles and challenges of private general practitioners in
Malaysia. Malays Fam Physician. 2019;14(3):37–45.

55
19. McCarthy FP, O’Brien U, Kenny LC. The management of teenage pregnancy.
BMJ [Internet]. 2014;349(oct15 14):g5887. Available from:
http://dx.doi.org/10.1136/bmj.g5887

20. Safitri M, Kes SSMH, ST. M. KM. Kes LRS. Indikasi persalinan
sectio caesarea Dan komplikasi Pasca persalinan sectio caesarea: Narrative
review. Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta; 2022

56
57

Anda mungkin juga menyukai