Anda di halaman 1dari 16

TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Mohammad Djasuli

ABSTRAKSI

Terbitnya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjadikan dana desa sesuatu hal yang
sangat menggiurkan karena nilai dana desa mencapai 1 M. Adanya kasus yang menyeret oknum
aparatur desa, menjadikan pengelolaan keuangan dana desa benar-benar sangat perlu dikawal,
dan diawasi oleh semua lapisan. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang tindak
pidana korupsi, fenomena, dampak, serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam
pengelolaan keuangan desa. Kesimpulan dari artikel ini adalah Tindak pidana korupsi dalam
pengelolaan keuangan desa merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun
perekonomian negara maupun desa.
Banyak fenomena yang menjerat aparatur desa khususnya kepala desa, dalam
pengelolaan keuangan dan dana desa. Korupsi menyebabkan kerugian bagi negara dan
masyarakat, menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan, dan korupsi berdampak pada
psikologis orang terdekat. Pemberantasan tipikor dapat dilakukan dengan upaya pencegahan
(preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Kata Kunci: Tipikor, Dana Desa, Pengelolaan Keuangan Desa, Pemberantasan Korupsi
PENDAHULUAN

Korupsi menjadi berita paling hits di negara Indonesia ini, setiap tahun ada saja pejabat
yang terseret kasus korupsi. Dari pajak, sapi hingga Al-qur‟an dikorupsi. Segala bentuk cara
telah dilakukan oleh negara untuk memberantas pergerakan korupsi namun sampai sekarang
korupsi masih berkeliaran dan tumbuh subur di seluruh wilayah Indonesia. Seolah menjadi ulat,
Korupsi terus menggerogoti negara dan melubangi keuangan negara.
Dengan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui UU Nomor 30 tahun
2002, korupsi diharapkan bisa ditekan, namun seberapa usahanya namun masih saja ada kasus-
kasus muncul. Dengan ruang lingkup yang besar pada tatanan dan pengelolaan keuangan negara
sedangkan anggota KPK yang sangat minim menyebabkan KPK kewalahan dalam mengungkap
kasus yang ada.
Apalagi dengan adanya otonomi daerah dan yang baru lagi adanya UU Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa, dimana dalam hal ini ruang lingkup dari pengelolaan keuangan negara bukan
lagi hanya sebatas pada pemerintahan dan kementerian serta pemerintah provinsi saja,
Melainkan ruang lingkup pengelolaan keungan bertambah pada sektor desa. Dengan adanya
ruang pengelolaan keuangan dana desa menjadi pusat perhatian saat ini, karena hal ini akan
menjadi tantangan baru bagi pemerintahan dan khususnya KPK dalam memberantas korupsi.
Dana desa menjadi sesuatu hal yang sangat menggiurkan bagi semua orang untuk
melakukan tindakan korupsi, apalagi ranahnya yang ada daerah kecil dan pelosok menjadikan
dana desa sangat perlu diawasi pengelolaannya. Hal ini sejalan dengan yang dihimbau KPK,
Masyarakat diharapkan berpartisipasi mulai dari perencanaan hingga pelaporan penggunaan
dana desa. Koordinasi dan pengawalan terkait dana desa ini penting mengingat besarnya
anggaran yang dikucurkan untuk program ini. Pada tahun 2016 pemerintah pusat mengucurkan
dana hingga Rp 46,9 triliun untuk 74,7 ribu desa (www.republika.co.id tanggal 19 Mei 2016).
Selain itu dengan telah adanya bukti kasus tindakan pidana korupsi yang menyeret
aparatur aktif maupun non aktif, misalnya mantan Kepala Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo,
Kabupaten Tangerang terkait kasus penyelewengan beras untuk keluarga miskin (raskin), meski
pemerintah tidak dirugikan tapi masyarakat yang dirugikan (www.bantenraya.com tanggal 27
Februari 2015). Begitu juga yang terjadi di Cianjur dan berakhir pada penangkapan Kepala Desa
karena penyalahan wewenang dalam pengelolaan keuangan desa, lalu penyaluran beras
peruntukan warga tak mampu (www.pojokjabar.com tanggal 6 Februari 2016).
Dengan adanya kasus-kasus yang menyeret oknum aparatur desa, menjadikan
pengelolaan keuangan dana desa benar-benar sangat perlu untuk dikawal, dan diawasi oleh
semua lapisan untuk mencegahnya tindakan korupsi dalam pengelolaan keuangan desa. Begitu
juga dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang turut
mendukung dalam pencegahan tindakan pidana korupsi di dana desa yakni dengan
mengeluarkan PERMENDES PDTT Nomor 24 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan
Pengaduan di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang tindak pidana korupsi,
fenomena, dampak, serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan
keuangan desa. Dan dengan adanya artikel Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan
Keuangan Desa ini, dapat membantu dalam memberi pemahaman serta solusi untuk mencegah
dan mengawal segala bentuk pengelolaan keuangan desa serta turut mendukung komitmen
pemerintah yang ingin mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa.
PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi


Tindak pidana korupsi merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan
maupun perekonomian negara. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan
dalam 13 buah pasal dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian sudah mencakup pada setiap
pasal dari pasal 1 sampai pasal 13. Sedangkan pasal 21 sampai 24 dalam UU Nomor 31
Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
menjelaskan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Dan
menurut KPK (2006), menyimpulkan bahwa yang termasuk tindak pidana korupsi yaitu:
1) Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara adalah sebagai berikut:
a) Melawan hukum untuk memeperkaya diri dan dapat merugikan keuangan
Negara
b) Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat
merugikan keuangan negara
2) Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, adalah sebagai berikut :
a) Menyuap pegawai negeri
b) Memeberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
c) Pegawai negeri menerima suap
d) Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
e) Menyuap hakim
f) Menyuap advokat
g) Hakim dan Advokat menerima suap
h) Hakim menerima suap
i) Advokat menermima suap
3) Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam Jabatan
a) Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
b) Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
c) Pegawai negeri merusakkan bukti
d) Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
e) Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti.
4) Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan :
a) Pegawai negeri memeras
b) Pegawai negeri memeras pegawai pegawai negeri lainnya
5) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
a) Pemborong berbuat curang
b) Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
c) Rekanan TNI/Polri berbuat curang
d) Pengawas rekanaan TNI/Polri membirkan perbuatan curang
e) Penerimaan barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
f) Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
6) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
a) Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
7) Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi :
a) Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK

Dan menurut KPK (2006), menyimpulkan bahwa yang termasuk tindak pidana lain
yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yaitu:

1) Merintangi proses pemeriksaan perkara


2) Tersangka tidak memeberikan keterangan mengenai kekayaannya
3) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4) Saksi atau ahli yang tidak memeberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memeberikan keterangan atau memberi
keterangan palsu
6) Saksi yang membuka identitas pelapor.

B. Pengelolaan Keuangan Desa


Desa merupakan pemerintahan terkecil dalam wilayah, dimana pemerintah desa
sekarang sudah berada dibawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi. Sejak adanya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
sekarang desa menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Dimana dalam hal ini
sudah terbukti telah dikucurkannya dana ke setiap desa yang tersebar di seluruh nusantara.
Tercatat dalam APBN-P telah dialokasikan dana desa sebesar ± Rp. 20,776 triliun kepada
seluruh desa yang tersebar di Indonesia. Jumlah desa yang ada saat ini sesuai Permendagri
39 Tahun 2015 sebanyak 74.093 desa (BPKP, 2015).
Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat (UU Nomor 60 tahun 2014). Sedangkan pengelolaan keuangan desa menurut
Permendagri Nomor 113 tahun 2014 yaitu, keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan
desa. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa mewakili
pemerintah desa, sehingga setiap kepala desa berhak untuk mengelola dan menggunakan
dana desa dalam program maupun kegiatan yang bertujuan membangun dan
mengembangkan desanya masing-masing.
Pengelolaan keuangan desa harus transparan, akuntanbel, partisipatif dan dijalankan
dengan tertip dan disiplin sesuai aturan yang berlaku. Menurut BPKP (2015), Transparan
yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapat akses informasi seluas-luasnya tetang keuangan desa. Akuntabel yaitu
perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang
mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa. Tertip dan disiplin
anggaran yaitu pengeloaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang
melandasinya.

C. Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya baik tentang tindakan pidana korupsi
maupun tentang pengelolaan keuangan desa. Sehingga dapat diartikan bahwa tindak
pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa adalah segala tindakan yang dapat
merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa. Sehingga segala
tindakan yang dilakukan dapat merugikan masyarakat desa, pemerintah desa dan semua
lapisan.
Sama halnya dengan tindakan pidana korupsi secara umum, namun bedanya
tindakan dilakukan oleh para oknum yang berkecimpung secara langsung dalam
pengelolaan keuangan desa seperti kepala desa, Kepala Urusan Keuangan, dan oknum
lainnya. Tindakan pidana korupsi yang sangat jelas dalam pengelolaan keuangan desa
misalnya, adanya suap menyuap di lingkungan pemerintah desa, adanya gratifikasi yang
diterima oleh oknum desa, penggelapan dana desa, dan tindakan lainnya yang dapat
merugikan desa, daerah, dan negara. Namun bukan berarti karena faktor secara sengaja,
melainkan tindakan tanpa sengaja pun bisa juga menyeret para aparatur desa untuk
mendekap dibalik jeruji sebagai tahanan. Berikut adalah jenis dan penyebab
penyelahgunaan dana desa yang dikemukakan oleh Sukasmanto (2014) :
1) Kesalahan karena ketidaktahuan (mekanisme)
2) Tidak sesuai rencana -> tidak jelas peruntukannya/tidak sesuai spesifikasi
3) Tidak sesuai pedoman, Juklak (Petunjuk Pelaksanaan), Juknis (Petunjuk Teknis) ->
khususnya pengadaan barang dan jasa
4) Pengadministrasian laporan keuangan: Mark-up dan Mark-down, double counting
5) Pengurangan Alokasi Dana Desa, misalnya dana desa dijadikan “pundi-pundi”
kepala desa dan perangkat untuk kepentingan pribadi
6) Tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan
7) Penyelewengan aset desa: penjualan atau tukar guling Tanah Kas Desa (Bengkok);
penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya untuk perumahan
bisnis properti;

D. Penyalahgunaan Dana Hasil Pelepasan TKD


Sedangkan untuk potensi penyebab penyalahgunaan Dana Desa akan terjadi apabila
beberapa unsur berikut masih belum kuat:
1) Menkanisme koordinasi dan pengawasan
2) Sistem pengelolaan keuangan
3) Kualitas SDM masih rendah dan belum merata
4) Motif kepentingan politik tertentu
5) Sistem perencanaan di pusat, daerah, dan desa
6) Sistem pengadaan dan pengelolaan aset di desa
7) Bimbingan teknis dan pendampingan
8) Penerapan prinsip kehati-hatian
9) Sistem sanksi administratif dan hokum
10) Fungsi kontrol di desa (BPD dan Masyarakat)
11) Fenomena Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Korupsi mulai muncul dari leluhur terdahulu, dan sampai sekarang korupsi masih
menjadi boomerang untuk negara ini. Kasus korupsi yang menjerat para Menteri dan
pejabat lainnya merupakan contoh bentuk banyaknya sisi kelemahan yang perlu diperbaiki
oleh pemerintah. Korupsi tidak hanya melekat pada mereka yang berada di jabatan atas.
Melainkan korupsi juga terjadi di ranah kecil bagian bawah. Berikut adalah beberapa
kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan desa:

1) Mantan Kepala Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang terkait kasus
penyelewengan beras untuk keluarga miskin (raskin), meski pemerintah tidak
dirugikan tapi masyarakat yang dirugikan (www.bantenraya.com tanggal 27 Februari
2015). Temuan LSM Jaringan Paralegal Indonesia (JPI) menjelaskan bahwa sebagian
kasus korupsi di tingkat desa bukan disebabkan oleh niat kejahatan Kepala Desa,
melainkan karena ketidakpahaman para Kepala Desa soal hukum
(www.news.detik.com 11 September 2015). Selain itu, berita yang menyeret Kepala
Desa dalam tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Cianjur dan berakhir pada
penangkapan Kepala Desa (www.pojokjabar.com tanggal 6 Februari 2016). Dan
Oknum Kepala Desa (Kades) Songbledek, Paranggupito, Wonogiri, Jawa tengah,
bernama Sutoto (34), resmi dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi dana desa
pada APBDes tahun anggaran 2013 hingga 2015. Ia terbukti menimbulkan kerugian
negara sebesar Rp416 Juta (www.okezone.com tanggal 8 Juni 2016).
2) Bukan hanya di jawa, kasus korupsi ini terjadi di pulau Madura. Pamekasan Jawa
Timur telah memeriksa 58 orang terkait dugaan korupsi Dana Desa di Kecamatan
Proppo, Pamekasan. Salah satu di antara ke-58 orang yang diperiksa polisi itu ialah
Camat Proppo, Pamekasan, Hambali. Sebanyak 26 kepala desa, serta dua orang staf
kecamatan juga telah dimintai keterangan terkait kasus dana desa itu
(www.antaranews.com tanggal 9 September 2016). Selain kasus di madura, Kades dan
Bendahara Desa Sigeblog Banjarmangu ditahan Kejari atas dugaan korupsi Dana
Desa. Cipi mengatakan, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 173. 996.760.
Kerugian dihitung dari penyelewengan dua kegiatan yakni pengaspalan jalan dan
pembangunan gedung TPQ yang bersumber dari DD 2015. Pada tahun 2015, di
Sigeblog ada empat kegiatan. Dua didanai DD, satu didanai ADD dan satu kegiatan
didanai Bantuan Provinsi.”Pembangunannya selesai, namun tidak sesuai RAK dan
RAB. Tidak dikerjakan semuanya,”ungkapnya (www.radarbanyumas.co.id tanggal 9
september 2016)

Gambar 1
Penangkapan Kades dan Bendes Desa Sigeblog Banjarmangu, Banjarnegara

Sumber : radarbanyumas.co.id

3) Selanjutnya, Kepala Desa Lantapan, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi


Tengah, sekira pukul 18.00 wita, di bawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapaa) Kelas
II B Tolitoli oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli terkait kasus korupsi
anggaran dana desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun 2015, dengan nilai kerugian
negara mencapai Rp121 juta.
Gambar 2
Kades Lapatan, Samsul Bahri (rompi merah) saat akan dibawa ke Lapas Kelas II B Tolitoli

Sumber : kabarselebes.com

Dan dari kasus terbaru yakni, kembali terjadi di madura. Dimana Tim Sapu Bersih
Pungutan Liar (Saber Pungli) dari Ditreskrimus Polda Jawa Timur, melakukan operasi
tangkap tangan (OTT) terhadap 7 orang diduga melakukan 'korupsi' terhadap alokasi dana
desa (ADD) dan dana desa (DD) Kecamatan Kedundung, Kabupaten Sampang. Tim juga
mengamankan barang bukti sekitar Rp 1,494 miliar. Keempat orang yang diamankan
yakni, inisial KH (Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Kedungdung), EH (staf
seksi pemberdayaan masyarakat Desa, Kecamatan Kedungdung). Serta J, Kepala Desa
Batoporo Barat dan istrinya M. Dari tersangka KH, polisi mengamankan barang bukti
uang Rp 419.650.000 dari mobilnya dan uang Rp 641.270.000 di rumahnya. Tim juga
mengamankan barang bukti uang Rp 270,5 juta dari EH. Sedangkan dari kades dan
istrinya, tim saber pungli Polda Jatim mengamankan barang bukti uang Rp 41.553.000.
Setelah dikembangkan, tim saber pungli juga mengamankan S (Kasi Kesejahteraan Sosial,
Kecamatan Kedungdung) yang juga Pj Kepala Desa Moktesareh. Polisi juga menyita uang
Rp 21.920.000. RJ, istri Kepala Desa Banjar dan H, keponakan RJ. Polisi juga menyita
uang Rp 100 juta. Total uang yang diamankan sebagai barang bukti yakni Rp
1,494.893.000. Masih banyak kasus-kasus korupsi yang menyeret aparatur Pemerintah
Desa, maupun Kecamatan dalam pengelolaan maupun penggunaan Dana Desa.

E. Dampak Tindak Pidana Korupsi


Korupsi bukan hanya pada lingkungan atas saja atau lingkungan bawah saja,
melainkan semua lingkungan. Karena korupsi ranahnya luas dan menjalar. Korupsi
merupakan tindakan melawan hukum, karena korupsi itu sendiri menyebabkan kerugian
bagi negara dan masyarakat sebagai dampak dari tindakan tersebut. Menurut Syamsul
(2013), korupsi juga sering dianggap sebagai penyakit sosial, mengingat dampak yang
korupsi ini sangat merugikan negara dan masyarakat. Sebagai penyakit sosial,
permasalahannya sejajar dengan penyakit sosial lainnya, seperti perjudian, prostitusi,
narkotika, dan kriminalitas. Korupsi sangat merugikan negara dan rakyat kecil, sehingga
dapat menghambat pembangunan infrasrtuktur dan dapat memberikan contoh yang buruk
kepada orang lain dan generasi berikutnya. Selain itu korupsi juga menghancurkan sistem
perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan
tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Korupsi juga telah terbukti melemahkan
sumber daya, meresahkan kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan
bahkan sudah menjadi masalah internasional (Dikti, 2011).
Selain dari dampak yang telah dipaparkan sebelumnya, korupsi juga memberikan
dampak terhadap psikologis orang disekitar pelaku khususnya keluarga dan kerabat dekat.
Dalam penelitian Bagus dan Meita (2013), menyebutkan bahwa subyek memiliki dampak
psikologis berupa stres akibat perilaku tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh suami
atau anak subyek. Terdapat beberapa faktor atau aspek yang berperan dalam terjadinya
stres pada subyek yaitu aspek fisiologis, aspek kognitif, aspek emosi dan aspek perilaku.
Berikut adalah dampak masif korupsi yang disebut oleh Kemedikbud dan Dirjen Dikti
dalam buku Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi (2011):
1) Dampak Ekonomi :
a) Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi
b) Penurunan Produktifitas
c) Rendahnya kualitas barang dan jasa bagi public
d) Menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak
e) Meningkatnya hutang Negara
f) Dampak Sosial dan Kemiskinan Masyarakat
g) Mahalnya harga jasa dan pelayanan public
h) Pengentasan kemiskinan berjalan lambat
i) Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin
j) Meningkatnya angka kriminalitas
k) Solidaritas sosial semakin langka dan demoralisasi
l) Runtuhnya Otoritas Pemerintah
m) Matinya etika sosial politik
n) Tidak efektifnya peraturan dan perundang-undangan
o) Birokrasi tidak efisien
2) Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi
a) Munculnya kepemimpinan korup
b) Hilangnya kepercayaan publik pada demokrasi
c) Menguatnya pluktokrasi
d) Hancurnya kedaulatan rakyat
3) Dampak Terhadap Penegakan Hukum
a) Fungsi pemerintahan mandul
b) Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga Negara
4) Dampak Pertahanan Dan Keamanan
a) Kerawanan Hankamnas karena lemahnya alutsi dan SDM
b) Lemahnya garis batas Negara
c) Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat
5) Dampak Kerusakan Lingkungan
a) Menurunnya kualitas ligkungan
b) Menurunnya kualitas hidup

F. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa


Pemberantasan korupsi telah digadang-gadang sejak lama, dan telah menjadi salah
satu fokus utama Pemerintah Indonesia pasca reformasi. Upaya demi upaya telah
dijalankan, baik dalam mencegah maupun memberantas tindak pidana korupsi (tipikor)
oleh semua lapisan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Begitu juga dalam hal
mencegah dan memberantas tipikor di tingkat desa, harus melibatkan peran dari berbagai
pihak, diantaranya adalah:
1) Pemerintah Desa selaku eksekutif sekaligus pengelola Keuangan Desa, harus lebih
berhati-hati dalam menjalankan pemerintahannya dengan disiplin mengikuti dan
memahami semua aturan. Dan harus transparan, akuntabel serta bertanggungjawab.
2) BPD (Badan Permusyawaratan Desa) selaku pengawas yang mengontrol segala bentuk
jalannya pemerintahan desa. Peran BPD dalam hal ini sangat penting dalam mencegah
terjadinya tipikor, karena bila pengendalian dan pengawasannya baik maka tindak
kecurangan bisa sangat diminimalisir.
3) Masyarakat Desa, dimana dalam hal ini masyarakat sangat berperan penting selaku
stakeholder yang harus mengetahui kinerja dan laporan keuangan dari pemerintah
desa.

Apabila semua lapisan desa berperan dengan baik, maka pengelolaan keuangan pun
bisa dijaga. Koordinasi tidak cukup dilingkungan desa saja, harus sinergi setiap lapisan.
Antara pemerintah pusat dengan daerah, pemerintah daerah ke pemerintah desa bahkan
sebaliknya. Andrew Haynes dalam Halif (2012), mengatakan bahwa paradigma baru
dalam menanggulangi kejahatan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan nafsu dan
motivasi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan, dengan cara menghalanginya untuk
menikmati hasil atau buah dari kejahatan yang dilakukannya. Selain itu, pemberantasan
tipikor oleh KPK dapat dijadikan acuan dalam menanggulangi tipikor dana desa. Adapun
pemberantasan tipikor di Indonesia pada umumnya dan di lingkungan desa pada
khususnya, ditempuh dengan melakukan:
1) Upaya pencegahan (preventif).
a) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian
pada bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tanggungjawab yang tinggi.
d) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa
tua.
e) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-
lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya
2) Upaya penindakan (kuratif).
Upaya penindakan dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan
peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh
penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an
negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito
dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3) Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
a) Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
b) Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c) Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
d) Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e) Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4) Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang
mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri
dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang
menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik.
Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI
Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan
bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang
dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun,
Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan
Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari semua uraian yang telah paparkan, maka kesimpulan dari artikel ini yakni tindak
pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa adalah segala tindakan yang dapat
merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa. Begitu banyak fenomena
kasus yang menjerat aparatur desa dalam pengelolaan keuangan dan dana desa. Dan yang
paling banyak terseret kasus tipikor pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa. Korupsi
menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat, menghancurkan sistem perekonomian,
sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial
kemasyarakatan, dan korupsi berdampak pada psikologis orang terdekat. Pemberantasan
tipikor dapat dilakukan dengan upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif),
upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat).

B. SARAN
Menanggapi kesimpulan terkait tindak pidana korupsi yang banyak menjerat kepala
desa, maka peningkatan dan kualitas SDM sangat diperlukan dengan pelatihan dan
pemahaman mendalam terkait regulasi dan teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan yang
diperuntukkan untuk semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan desa
khususnya kepala desa.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus Aditya G dan Meita Santi B. 2013. Dampak Perilaku Korupsi Ditinjau Dari Stres Pada
Keluarga. Character, Vol 1, No 2

BPKP. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa.

Halif. 2012. Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Melalui Undang-Undang
Pencucian Uang. Jurnal Anti Korupsi, Vol 2, No 2

Kemendikbud. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemendikbud

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Memahami Untuk Membasmi. Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: KPK

Sukasmanto. 2014. Potensi Penyalahgunaan Dana Desa dan Rekomendasi. Indonesia Anti-
Corruption Forum

Syamsul. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Korupsi Di Kutai Kertanegara. eJournal


Konsentrasi Sosiologi, Vol 1, No 3

___. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa

___. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penanganan Pengaduan

___. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara

___. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

___. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

___. 2015. Dana Desa Rawan Dikorupsi, Kades Perlu Didampingi Paralegal. (online, (
http://news.analisadaily.com/read/dana-desa-rawan-dikorupsi-kades-perlu-didampingi-
paralegal/169738/2015/09/11), diakses tanggal 27 Desember 2016)

___, 2015. Mantan Kades Kronjo Bisa Dijeret UU Tipikor. (Online, (


http://bantenraya.com/metropolis/metro-tangerang/10371-mantan-kades-kronjo-bisa-dijerat-uu-
tipikor), diakses tanggal 27 Desember 2016)
___. 2016. 58 orang diperiksa terkait korupsi dana desa. (Online, (
http://www.antaranews.com/berita/583418/58-orang-diperiksa-terkait-korupsi-dana-desa),
diakses tanggal 27 Desember 2016)

___. 2016. Kades dan Bendahara Desa Sigeblog Banjarmangu Ditahan Kejari Atas Dugaan
Korupsi Dana Desa. (Online, ( http://radarbanyumas.co.id/kades-dan-bendahara-desa-sigeblog-
banjarmangu-ditahan-kejari-atas-dugaan-korupsi-dana-desa/), diakses tanggal 27 Desember
2016)

___. 2016. Korupsi Dana Desa, Kades Lantapan Tolitoli Dijebloskan ke Bui. (Online, (
http://www.kabarselebes.com/2016/10/korupsi-dana-desa-kades-lantapan-tolitoli-dijebloskan-
ke-bui/), diakses tanggal 27 Desember 2016)

___, 2016. Oknum Kades di Wonogiri Terbukti Korupsi Dana Desa. (Online, (
http://news.okezone.com/read/2016/06/08/512/1409448/oknum-kades-di-wonogiri-terbukti-
korupsi-dana-desa), diakses tanggal 27 Desember 2016)

___. 2016. Tujuh Orang „Korupsi‟ Dana Desa Diringkus Tim Saber Pungli Polda Jatim. (Online,
( https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3364250/tujuh-orang-korupsi-dana-desa-diringkus-
tim-saber-pungli-polda-jatim), diakses tanggal 27 Desember 2016)

___. 2016. KPK Imbau Masyarakat Awasi Dana Desa. (online, (


http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/05/19/o7ep71282-kpk-imbau-
masyarakat-awasi-dana-desa), diakses tanggal 27 Desember 2016)

___, 2016. Ditangkap Karena Korupsi, Warga Minta Kades Dipecat. (Online, (
http://jabar.pojoksatu.id/cianjur/2016/02/06/ditangkap-karena-korupsi-warga-minta-kades-
dipecat/), diakses tanggal 27 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai