3 Formasi Yesuit Kolvenbach-Lengkap
3 Formasi Yesuit Kolvenbach-Lengkap
Diterbitkan oleh
Provinsi Indonesia Serikat Yesus
Jl. Argopuro 24, Semarang 50231
Telp. : 62-24-8315004
Faks. : 62-24-8414838
Surel :ido-provincial@provindo.org,
ido-provcuria@provindo.org
Website : www.provindo.org
ii
Daftar Isi
iii
iv
Formasi
2003/22
v
situasi dan budaya yang berbeda-beda, melalui pembaruan rencana
formasi provinsi dan antarprovinsi.
Saya meminta kepada seluruh Superior Maior supaya
dokumen-dokumen ini tersedia untuk seluruh formator dan Yesuit
dalam formasi dan untuk seluruh komunitas di dalam Provinsi atau
Regio mereka. Seraya memohon supaya dokumen-dokumen ini
menjadi kriteria evaluasi masing-masing tahap formasi; saya juga
meminta supaya dokumen-dokumen ini menjadi bahan refleksi dan
discernment terus-menerus, sebagai suatu sumber inspirasi untuk
hidup dalam keterbukaan yang setia dan kreatif pada Roh, yang
memanggil kita untuk memeluk sifat Putera sebagai milik kita,
mengikuti teladan Santo Ignasius.
Peter-Hans Kolvenbach, SJ
Superior Jenderal
vi
Kata Pengantar
vii
viii
Formator Yesuit Masa Kini
3
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 14.
4
Peter-Hans Kolvenbach, Letter to The Whole Society “Loyola 2000”, dalam AR 2000, Vol. XXII,
hlm. 704.
5
Bdk. Pedro Arrupe, “To The Latin American Provincials”, dalam “The Identity of The Jesuit in
Our Times”, Sal Terrae, Santander, hlm. 367, n. 42; bdk. juga “Our Way of Proceeding”, dalam
AR 1979, Vol. XVII, hlm. 711, n. 39.
6
Bdk. Pedro Arrupe, “To The Latin American Provincials”, dalam op. cit. hlm. 678, n. 42; bdk.
juga Peter-Hans Kolvenbach, “To The Congregation of Provincials, on The State of The Society”,
Loyola, 20 September 1990, dalam AR 1990, Vol. XX, hlm. 479, n. 152.
1
Formator Yesuit Masa Kini
7
Bdk. Pedro Arrupe, “Our Way of Proceeding”, AR 1979, Vol. XVII, hlm. 711, n. 39; bdk. juga
“On The Promotion of Vocations”, dalam “The Identity of The Jesuit in Our Days”, Sal Terrae,
Santander, hlm. 323, n. 2; bdk. juga KJ 32, d. 6, n. 14.
8
Bdk. NP [61§1].
9
Bdk. NP [61, 62, 112]. KJ 32 berpendapat bahwa Yesuit dalam formasi haruslah didampingi,
tidak hanya oleh Provinsial saja, tapi juga “oleh pembesar setempat, oleh Bapa Rohani, oleh
prefek studi dan oleh para profesor, selama masa pembinaan; dalam mengintegrasikan refleksi
intelektual dengan pengalaman apostolis, baik pribadi maupun bersama di dalam komunitas,
dengan tujuan mempersiapkan orientasi apostolisnya”, (KJ 32, d. 6, n. 14).
10
Kompleksitas proses formatif diperhitungkan seperti halnya keragaman situasi di mana
formasi seorang Yesuit dilaksanakan dalam provinsi dan regio Serikat. Oleh karena itu, apa
yang dikatakan dalam dokumen ini harus diterapkan dengan senantiasa memperhatikan
keragaman situasi dan tanggung jawab nyata yang dimiliki tiap formator dalam tiap tahap
formasi yang ditentukan. Kerjasama lebih luas sangat diperlukan di antara mereka yang
bertanggung jawab untuk berbagai dimensi dan tahap formasi, untuk memfasilitasi integrasi
personal dan inkorporasi ke dalam tubuh Serikat.
2
Formator Yesuit Masa Kini
batin Putra dalam hati kaum muda.” 11 Ini adalah cara sebagaimana St.
Ignasius diperlakukan oleh Allah “seperti seorang guru sekolah
terhadap seorang anak.” 12 “Formator” kedua adalah si formandi itu
sendiri. Ia belajar bertanggung jawab untuk formasinya sendiri dan
untuk hidup sebagai Yesuit dalam kesetiaan kreatif. Ia tidak
membutuhkan pengawas atau seorang pembimbing untuk mengatakan
padanya apa yang harus ia perbuat, bahkan jika formasi personalnya
menganggap discernment yang sama. Akhirnya, ada formator yang
menjadi sarana Allah dan sarana Serikat dalam menularkan cara kita
bertindak dan menyampaikan hasrat mendalam untuk melayani Allah
dan “menolong jiwa-jiwa”, seperti St. Ignasius, terutama dengan
kesaksian hidupnya. Formator berdiri pada suatu persimpangan relasi:
dengan Allah, Serikat, Gereja, dan mereka yang sedang dibentuk.
Tanggung jawab formandi menjadi tanggung jawab bersama dengan
formator dan sebaliknya; dan tanggung jawab keduanya menjadi
tanggung jawab bersama dengan tindakan Allah. 13 Di sini, kita sedang
membicarakan tuntutan suatu tindakan yang berpusat pada Kristus,
pengejawantahan yang perlu untuk mencegah proses formasi menjadi
proses cuma-cuma semata: yakni, proses internalisasi sensus Christi14
sejalan dengan kharisma Yesuit.
3
Formator Yesuit Masa Kini
15
Pertolongan dalam mendiskresikan pilihan hidup adalah lebih tepatnya tugas magister novis.
Setelah novisiat, formator berperan membantu mereka yang berada dalam formasi, dalam
discernment terus-menerus, memperdalam dan meneguhkan pilihan hidup yang sudah dibuat.
16
Bdk. KJ 34, d. 26. yang mana Kongregasi Jenderal ini menghadirkan ciri-ciri utama cara kita
bertindak masa kini, ke arah mana formasi Yesuit harus mengarahkan diri saat ini.
17
Dokumen Kongregasi Tarekat Hidup Bhakti dan Hidup Kerasulan, “Directives about The
Formation of Religious Institutes”, n. 30 menyampaikan empat tugas atau fungsi atau dimensi
mendasar yang kita nyatakan untuk formator Yesuit masa kini.
4
Formator Yesuit Masa Kini
Ketiga fungsi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan
meliputi kegiatan yang berbeda-beda dan perspektif terpadu dari
perutusan yang unik yang diterima oleh formator yang, dengan sarana
relasi personal dan terus-menerus dengannya, 18 mendampingi Yesuit
dalam formasi dalam proses integrasi personalnya dan inkorporasi ke
dalam tubuh rasuli Serikat. 19 Hal ini adalah pokok pendampingan
Yesuit muda dalam pertumbuhan panggilannya, sadar akan kriteria
tertentu yang mengalir dari perutusan dan cara bertindak kita. 20
5
Formator Yesuit Masa Kini
Institutes for Formation”, 24-26. Perwakilan Skolastik Eropa dari berbagai provinsi untuk
pertemuan tahunan EJIF (European Jesuits in Formation) menegaskan bahwa aspek integral
dari perutusan formator Yesuit masa kini adalah formasinya yang tetap, untuk mendapatkan
dan mengembangkan talentanya dan untuk memiliki sejumlah pengalaman yang memberi ia
kualifikasi untuk perutusannya, yakni elemen-elemen pengetahuan manusiawi, talenta
organisasi, pengetahuan mendalam akan spiritualitas Ignasian, perjumpaan dengan orang
miskin, dan pengetahuan akan budaya kaum muda masa kini.
22
NP [112].
6
Formator Yesuit Masa Kini
7
Formator Yesuit Masa Kini
26
KJ 32, d. 6, n. 14.
27
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Talk with The Directors and Professors” di Bogotá, Kolombia,
28 Oktober 2001, n. 2.
28
Bdk. VC 66.
29
Bdk. Kons [727]. Adalah bergantung pada pembesar dari mereka yang berada dalam formasi
untuk menghadirkan tuntutan Serikat dalam tiap tahap formasi.
30
Tanda kedewasaan formator adalah, tanpa diragukan lagi, pengenalan dan penerimaan
kemampuan afeksi dan seksualitasnya dan kemampuan untuk menghidupi kesepian hidup
murni dan selibat dengan cara yang membangun.
8
Formator Yesuit Masa Kini
31
Bdk. VC 66.
32
Transparansi dan keterbukaan menimbulkan beberapa kesulitan tertentu di sejumlah
budaya, dan membutuhkan suatu pedagogi yang jelas dan nyata. Kepercayaan, kesabaran,
toleransi Injili, dan transparansi formator itu sendiri adalah perlu sehingga sikap transparan
terus bertumbuh dalam diri mereka yang sedang dibentuk.
33
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Talk with The Formators and Professors”, di Bogota, Kolombia,
28 Oktober 2001, n. 2. Masalah pendewasaan menimbulkan halangan dan penundaan dalam
pribadi yang dapat diatasi dengan pertolongan biasa pendampingan manusia dan kerohanian
yang baik dan, dalam waktu-waktu tertentu, dengan pertolongan psikologi yang lebih khusus.
Ketika kesulitan manusia timbul dari kepribadian yang hancur, hal terbaik adalah membawa
mereka yang berada dalam formasi untuk melayani Tuhan dengan cara yang lain.
9
Formator Yesuit Masa Kini
34
Bdk. Kons [667]. Berbicara mengenai kualitas Jenderal untuk kesatuan hati, Santo Ignasius
menyebutkan secara eksplisit “kepercayaan dan wibawa di antara para bawahan”. Secara
analogi, kita dapat mengatakan hal yang sama untuk seorang magister Yesuit.
35
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 14.
36
Kons [735]. Pernyataan ini, yang mana Santo Ignasius menunjuk pada”Preposito General”,
dapat diterapkan secara analogi kepada formator Yesuit.
10
Formasi Kerohanian di Novisiat
11
Formasi Kerohanian di Novisiat
berharga” (LR, 97). Relasi personal dan akrab dengan Kristus, yang
dihidupi dan diperdalam dalam Latihan Rohani, adalah titik awal
pembinaan; percobaan dan kehidupan sehari-hari bernovisiat – doa
harian dan Ekaristi, examen, discernment bersama, bacaan rohani,
hidup komunitas, dan karya kerasulan – dimaksudkan untuk
memperdalam dan memperkuat relasi personal ini 40.
Mulai dengan novisiat, Ekaristi harian harus menjadi pusat
hidup religius dan rasuli serta sarana utama memelihara dan
mengungkapkan cinta Tuhan serta membentuk satu tubuh rasuli yang
dibaktikan kepada perutusan Kristus dalam dunia sekarang ini. 41
Dalam Ekaristi, kita merayakan dan bersyukur atas cinta yang
dicurahkan Allah pada kita dalam wafat dan kebangkitan Kristus dan
dalam rahmat panggilan kita. Untuk mengalami Ekaristi dengan
segala kedalamannya, formasi yang memadai dalam hidup liturgi
sangatlah diperlukan. Formasi ini hendaknya menempatkan secara
jelas, makna teologis dan pastoral dari Ekaristi dalam hidup dan
perutusan Gereja.42 Bagi St. Ignasius, Ekaristi harian adalah sumber
penghiburan dan sarana terpenting bagi discernment rohani dan
rasuli.43 Menghidupi keterpusatan Ekaristi dengan cara demikian
adalah suatu pemberian dan rahmat; namun, pada saat yang
bersamaan, hal ini merupakan tugas yang menuntut suatu pedagogi
supaya para novis menghidupi Ekaristi harian, bukan sebagai “aturan
bijak tata tertib religius, namun sebagai pusat hidup kita sehari-
hari”44, sebagai dorongan dan kebutuhan yang mengalir dari hati. Jika
40
Bdk. NP [47].
41
Bdk. NP [227§§1-2].
42
Kebutuhan akan pengenalan yang memadai dan kokoh ke dalam hidup liturgi selama di
novisiat demi pengenalan dimensi Ekaristis hidup dan kerasulan Serikat, telah disinggung dalam
dokumen sebelumnya mengenai novisiat (Bdk. AR XIX [1986], hlm. 477).
43
Bdk. Spiritual Diary, 1, dst. Pater Arrupe mengungkapkan keyakinan yang sama dalam
amanatnya yang inspiratif, 17 Juni 1976: “Di sisi lain, merenungkan hidup St. Ignasius,
Konstitusi, dan surat-surat beliau, dan menyadari keseluruhan tradisi Serikat hingga saat ini,
terutama dengan mengenang para Kudus Serikat dalam tiap masa; saya menemukan bahwa
Ekaristi, Misa, tabernakel adalah sumber daya pemeliharaan, inspirasi, konsolasi, dan kekuatan
untuk tugas yang begitu besar yang telah memajukan dunia dan menjadikan Serikat, kelompok
orang yang berkumpul di sekitar Ekaristi” (Bdk. La identidad del jesuita en nuestros tiempos,
Santander, 1981, hlm. 554).
44
Bdk. Kolvenbach, Peter-Hans; La vie en l’Esprit de la Compagnie (AR XX [1989], hlm. 171).
12
Formasi Kerohanian di Novisiat
kita ingin supaya formasi personal dan kuat, formasi itu harus
berlandaskan iman yang dipelihara setiap hari dengan doa dan
Ekaristi.
Hari-hari ini, kita juga perlu menemukan kembali nilai-nilai
menjadikan Sakramen Rekonsiliasi sebagai bagian dari hidup kita,
sebagaimana sakramen ini memperdalam pengalaman tanggung
jawab kita sehubungan dengan kuasa jahat yang menyangkal
kehadiran Allah dan Kerajaan-Nya di dunia. Pada saat bersamaan,
sakramen rekonsiliasi memelihara pengalaman hidup akan kasih
Tuhan yang Maharahim, yang mengampuni dan memanggil kita
untuk bersama dan berjerih payah dengan-Nya, yang
memperdamaikan kita dengan Gereja-Nya, dan memperkenankan kita
untuk “maju dalam pengabdian kepada Allah dengan kemurnian dan
kebebasan hati”45.
Langsung sejak dari novisiat, tujuan rasuli Serikat harus
dipandang sebagai “prinsip yang menentukan seluruh pendidikan
para anggota”46. Pengalaman akan Allah dan doa yang tepat untuk
kharisma kita secara esensial bersifat rasuli. Latihan Rohani dan aneka
percobaan di novisiat hendaknya menjadi dasar pembuktian untuk
cara berdoa yang berbeda-beda yang diajukan oleh St. Ignasius, yang
memperkenankan kita untuk menemukan Allah dalam segala hal dan
menjadi kontemplatif dalam pelaksanaan perutusan kita. Tanpa
menyangkal bahwa tradisi religius yang berbeda menawarkan unsur-
unsur yang memfasilitasi relasi dengan Allah; para novis hendaknya,
di atas segalanya, mengenali dan menjadikan cara berdoa ignasian
sebagai milik mereka, sebagaimana hal itu membawa seseorang
kepada cinta personal yang mendalam akan Yesus dan kepada
penemuan akan Allah yang hadir dan berkarya dalam segala hal. Kita
mencari suatu relasi yang penuh afeksi dengan Kristus, diungkapkan
dan dipelihara setiap hari dalam saat-saat keakraban dan dalam sikap
discernment terus-menerus akan kehendak-Nya, “menginginkan dan
memilih melulu apa yang lebih membawa ke tujuan kita diciptakan”
(LR, 23). Yesus memanggil kita tidak hanya untuk menyertai Dia, tapi
45
Bdk. NP [227§3].
46
Bdk. NP [45§1].
13
Formasi Kerohanian di Novisiat
14
Formasi Kerohanian di Novisiat
48
KJ 34, d. 2, nn. 8-9 (33, 34).
49
NP [245§1].
50
Kolvenbach, Peter-Hans, Some Guidelines for The Novitiate (AR XIX [1986], hlm. 490); NP
[70]. Lih. juga Normæ directivae de institutione in religiosis institutis, n. 24 (AAS 1992, hlm.
489). Mengutip St. Ignasius, dokumen ini menyatakan kebutuhan untuk mengembangkan para
religius, pria dan wanita, mengenai pokok kesepahaman dengan dan di dalam Gereja. Karya
kerasulan di paroki-paroki diosesan selama masa novisiat dan berbagai kegiatan dengan kaum
religius pria dan wanita lainnya, sebagaimana dengan kaum awam, tentu akan membantu
dalam mengembangkan penghargaan yang lebih besar terhadap aneka kharisma di dalam
Gereja.
51
Kedewasaan manusiawi dicapai melalui pengembangan yang harmonis dan terintegrasi
sejumlah aspek atau dimensi pribadi (nilai, ideal, hasrat, kebutuhan, keterbatasan) dan melalui
interaksi membangun dengan konteks dimana seseorang hidup. Ada relasi pengkondisian
timbal balik antara kedewasaan pribadi dan pengalaman iman: kedewasaan emosional
mendorong pendewasaan relasi dengan Tuhan dan pada saatnya, menciptakan ruang untuk
pertumbuhan manusia yang lebih besar. Akan tetapi, pengalaman akan Allah hendaknya selalu
menjadi titik dasar referensi untuk discernment rohani.
15
Formasi Kerohanian di Novisiat
52
Bdk. KJ 33, d. 1, n. 13 (14). Perlu diingat bahwa, bagi St. Ignasius, penyangkalan diri dan
intensi murni penting untuk pengalaman akan Allah, identifikasi dengan Kristus dan pencarian
Allah dalam segala hal (Bdk. EG [101-103] dan Kons [288]).
16
Formasi Kerohanian di Novisiat
53
Bdk. Normæ directivae, n. 47.
54
Bdk. Kolvenbach, Peter-Hans, Surat “On Community Life”, 12 Maret 1998, khususnya nn. 2
dan 6. Lih. juga KJ 34, d. 8-9. Para novis hendaknya mengetahui dan menerima sedari
permulaan bahwa komunitas mereka meliputi seluruh tubuh universal Serikat dan bahwa
keanggotaan mereka senantiasa dinyatakan dalam komunitas dan provinsi tertentu. Bdk. KJ 32,
d. 2, n. 16.
17
Formasi Kerohanian di Novisiat
oleh St. Ignasius. Makna dan tujuan sejati dari percobaan ini adalah
untuk secara tepat, menguji dan memeriksa eksistensi panggilan
Tuhan dan kedewasaan dan kemerdekaan novis untuk suatu pilihan
definitif bagi Allah dalam Serikat.
Aneka percobaan novisiat harus disesuaikan dengan kondisi
aktual tiap provinsi atau regio serta kebudayaannya. Tujuannya bukan
untuk melakukan sesuatu yang ajaib atau luar biasa, melainkan
supaya para novis mendapatkan pengenalan langsung akan hidup yang
menantikan mereka sebagai Yesuit. Yang paling penting bagi mereka
adalah menyadari bahwa mereka pendosa; bahwa ideal kesucian yang
sedang mereka pelajari dan hendak dipeluk di novisiat tidak selalu
merupakan realitas yang hidup dalam komunitas dan kelompok
kerasulan Yesuit. Hidup bernovisiat dan pengalaman-pengalaman di
luar hendaknya membantu para novis untuk menghadapi kenyataan
yang menyakitkan ini dan merasa terpanggil untuk memainkan peran
mereka dalam menjadikan tubuh Serikat bertumbuh dalam integritas
dan kesetiaan terhadap Injil.
Percobaan ”harus menempatkan para novis dalam situasi-
situasi di mana mereka dapat memperlihatkan siapa mereka
sesungguhnya dan bagaimana mereka membuat sikap rohani panggilan
kita menjadi miliknya”55. Percobaan hendaknya memunculkan
motivasi sejati mereka, kedewasaan, dan kemampuan mereka untuk
menghadapi situasi sulit, dan sejauh mana mereka menerapkan cara
kita bertindak. Perasaan tak berdaya dalam menghadapi rasa sakit dan
penderitaan mereka dan orang lain, hendaknya membawa mereka
pada pencarian makna terdalam eksistensi manusia di dalam Yesus
dan Misteri Paskah-Nya. Lebih lanjut, ”mengabdikan diri seluruhnya
kepada Pencipta dan Tuhannya, yang telah disalibkan demi
keselamatan mereka,” dan ”melepaskan segala harapan pada uang dan
barang ciptaan lainnya, (mereka) sungguh menaruh pengharapan
pada Tuhan Penciptanya dengan kepercayaan sejati dan dengan cinta
yang bernyala-nyala”56. Jenis percobaan dan cara penugasan mereka
hendaknya memunculkan kesiapsediaan dan ketaatan para novis dan
55
Bdk. NP [46§1].
56
Bdk. EG [66-67].
18
Formasi Kerohanian di Novisiat
19
Formasi Kerohanian di Novisiat
dalam Serikat. Bagi novis, sikap “real break” ini menunjukkan cara
baru berelasi dengan keluarga dan sahabat, suatu sikap lepas bebas
dan merdeka dari materi dan harta benda dan suatu gaya hidup yang
merefleksikan dan memelihara orientasi baru ini. Hal ini tidak dapat
dicapai tanpa pemisahan dari orang-orang dan tempat dari kehidupan
sebelumnya, suatu nuansa keheningan dan ketenangan, dan irama
serta gaya hidup yang membuat asimilasi personal yang mendalam. Di
sisi lain, pemisahan ini tidaklah berarti pengisolasian. Para novis
dapat memelihara relasi di dalam dan di luar Serikat sejauh tidak
mengganggu semangat ketenangan atau untuk bergerak maju dalam
hidup afektif yang seimbang dan dalam cinta adikodrati. Cinta Kristus
yang memeluk segala hendaknya membawa mereka pada suatu cara
baru berelasi dengan orang lain, sehingga mereka akan mampu
membentuk relasi cinta dan persahabatan yang sejati dalam kerangka
pengabdian diri sepenuhnya kepada kehendak Allah dan pelayanan
pada sesama di dalam Serikat dan Gereja57.
Percobaan juga memungkinkan penemuan kemampuan
merasul yang tersembunyi. Supaya sampai pada penemuan ini, tidak
boleh ada keraguan untuk membiarkan novis menyelami pengalaman
yang bertentangan dengan kecenderungan dan kesukaan pribadi.
Tepatnya, hal ini demi mencapai kebaikan yang lebih besar
sebagaimana dituntut oleh St. Ignasius dalam semangat “agere
contra”.
57
Bdk. Kolvenbach, Peter-Hans, surat “On Community Life”; lih. juga NP [53§1]. Dengan
mengacu pada keterputusan (real-break) ini, P. Arrupe menulis kepada Magister Novis:
“Penting bahwa para novis menyadari secara psikologis dan asketis, bahwa mereka telah
memulai suatu hidup baru. ‘Kebaruan’ ini, yakni secara dasariah, Tuhan masuk ke dalam hidup
mereka ‘karena Ia mencintai mereka’, harus disadari dalam semacam keterpisahan, di mana
tidak ada alasan untuk bersembunyi dari mereka” (dalam La identidad del jesuita en nuestros
tiempos, hal. 612).
20
Formasi Kerohanian di Novisiat
58
Semakin disadari bahwa kita membutuhkan semacam “pra-novisiat” (sudah diadakan di
beberapa provinsi) sebagai saat klarifikasi dan persiapan panggilan sebelum novisiat. Selama
waktu ini, calon-calon novis dipersiapkan melalui pendampingan rohani dan personal dan pada
saat bersamaan, mereka dibantu untuk memperoleh pengenalan yang lebih tentang Serikat.
Hal ini dipandang berguna untuk memiliki kandidat yang hidup dan bekerja untuk beberapa
waktu dalam komunitas dan karya Serikat. Bdk. Normæ directivae, n. 42.
21
Formasi Kerohanian di Novisiat
22
Formasi Kerohanian di Novisiat
untuk masuk. Dalam beberapa hal, jika pada akhir novisiat, jawaban
atas pertanyaan itu negatif, mereka sebaiknya tidak diperbolehkan
untuk mengucapkan kaul.
Di akhir tahun kedua, dapat diharapkan bahwa para novis
akan memperoleh sifat bawaan awal dengan cara kita bertindak,
namun teruji dan otentik. Dengan mengingat maksud dari tahap awal
formasi ini, ciri khas hidup dan tindakan Yesuit yang ditetapkan
dalam dekret 26 dari KJ 34 dapat menjadi kriteria evaluasi pada akhir
masa novisiat. Bukanlah suatu kebetulan bahwa dekret ini
menyebutkan cinta pribadi pada Kristus sebagai ciri khas pertama
kita, yang diungkapkan dan dipelihara setiap hari. Cinta pada pribadi
Kristus adalah pusat, unsur yang memeluk hidup kita, menjadi nyata
dalam kesiapsediaan dan sikap aktif lepas bebas, dalam kemurahan
hati dan keteguhan dalam berbagi tugas komunitas, dalam
keheningan kreatif, dalam hidup komunitas yang membangun dan
penuh sukacita, dalam kemampuan mengkomunikasikan dan berbagi
pengalaman iman dan hidup, dalam sikap menerima perutusan kita
saat ini, dalam cinta kepada Gereja di sini dan saat ini (kudus, kendati
berdosa), dan dalam penyangkalan diri yang memerdekakan kita
untuk bergerak mengatasi kesukaan dan hasrat pribadi. Ini adalah
sejumlah indikator kunci dari ciri khas kharisma Serikat yang akan
menunjukkan apakah para novis telah mulai menerapkannya sebagai
milik mereka.
Sikap ini mengandaikan bahwa para novis akan mendapat
cukup pengenalan diri dan kemerdekaan batiniah yang
memperkenankan mereka untuk membuat suatu keputusan definitif
bagi Allah dan Serikat, dijamin oleh magister novis. Tanda yang tak
dapat diragukan lagi dari sikap merdeka yang dibutuhkan adalah
keterbukaan di mana mereka mempertanggungjawabkan pengalaman
pribadi mereka kepada magister dan sampai batas tertentu,
membagikannya pada sahabat mereka 61. Yang diminta adalah
61
Walaupun Kitab Hukum Kanonik menyatakan bahwa, “Pembimbing novis serta
pembantunya…hendaknya jangan mendengar pengakuan para siswa yang berdiam dalam
rumah yang sama bersamanya, kecuali jika para siswa itu dari kehendaknya sendiri
memintanya dalam kasus-kasus khusus” (KHK 985), kepercayaan dan keterbukaan di mana
seseorang mengungkapkan pertanggungjawaban batinnya kepada pembesar adalah penting
23
Formasi Kerohanian di Novisiat
sebagai cara bertindak kita. Oleh karena itu, adalah suatu praktik wajar bila bapa pengakuan
selama masa novisiat adalah magister novis. Barangsiapa menjadikan kanon ini untuk
membenarkan sikap kurang keterbukaan dan menyembunyikan sesuatu, ia tidak cocok bagi
Serikat.
62
Amanat P. Arrupe kepada para novis di Ciampino, dalam La identidad del jesuita en nuestro
tiempos, hlm. 525.
63
Kons [202], lih. juga EG [91-92].
24
Formasi Kerohanian di Novisiat
untuk saling membela terhadap serangan atau kritik yang tidak adil –
ini semua merupakan nilai-nilai dan sikap-sikap yang membentuk
”gaya atau budaya Yesuit”, ditanamkan sejak novisiat.
25
Formasi Kerohanian di Novisiat
65
Bdk. Arrupe, dalam La identidad del jesuita en nuestros tiempos, hlm. 611, n. 1. Lih. juga apa
yang dikatakan St. Ignasius mengenai kualitas dan perutusan magister novis (Kons [263]).
66
Bdk. ibid, hlm. 651-652.
26
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
27
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
akan bertekun di dalamnya” (NP [30], lih. Man 26§2); dan jika ia tidak
memiliki pemberian istimewa ini, adalah lebih baik untuk
menganjurkan kepada kandidat tersebut, suatu cara hidup lain untuk
melayani Tuhan (lih. Kons [192]).
3. Percobaan Pertama
28
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
29
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
30
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
31
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
32
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
33
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
34
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
35
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
36
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
37
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
38
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
39
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat
40
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
67
Sumber yang selalu menginspirasi bahan berikut, yang ditemukan dalam dokumen resmi
Serikat mengenai formasi, telah dituangkan dalam “Aturan Regional” dan refleksi atas
pengalaman yang dilaksanakan di pelbagai tempat, khususnya dalam tahun-tahun belakangan
ini.
41
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
68
Bdk. NP [60; 66§1].
42
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
69
Bdk. NP [66§3].
70
Bdk. NP [66§2, 73].
71
Bdk. NP [67§2].
72
Bdk. KJ 32, d. 11, nn. 35, 39; NP [227§3].
73
Bdk. NP [155§1].
74
Bdk. NP [69§1].
75
Bdk. NP [106§3].
43
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
44
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
82
Bdk. NP [106§3].
83
Ibid.
84
Bdk. NP [96§1].
85
Bdk. NP [96§2].
86
Bdk. NP [97].
45
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
17. Sejak awal hidup studi, standar karya intelektual yang tinggi
harus tetap dipertahankan 87. Standar ini mensyaratkan
definisi yang jelas akan apa yang diperoleh, ujian berkala,
dan juga – kerapkali – tugas “pribadi” tertentu. Skolastik
akan menerima banyak manfaat dari bantuan yang diberikan
oleh penasihat akademik pribadi.
18. Jika beberapa skolastik menempuh spesialisasi studi pada
tingkat doktoral, beberapa studi hendaknya ditunda hingga
sesudah tahbisan imamat.
19. Para skolastik harus belajar filsafat paling sedikit dua tahun 88.
Studi ini harus menyertakan setidaknya mata kuliah yang
ditulis pada no. 77 Normæ Generales Studiis Nostrorum
(1980), dan juga studi mengenai sejarah umum filsafat.
20. Apabila jumlah pengajar inti di suatu negara atau provinsi
tidak cukup memadai, maka negara atau provinsi itu harus
menggabungkan tenaga dan sumber dayanya dengan negara
atau provinsi lain.
21. Apabila skolastik harus menjalankan program studi filsafat
berdasarkan mata kuliah yang ditawarkan oleh fakultas
filsafat suatu universitas, mereka harus mampu
mengandalkan nasihat yang memadai dan susunan
kurikulum, sehingga sintesis filsafat yang diperolehnya sesuai
dengan tuntutan “filsafat Kristiani” 89.
46
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
90
Bdk. Anjuran Apostolik “Vita Consecrata” (VC), 65.
91
Bdk. NP [60].
47
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
92
Bdk. NP [61§1].
48
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
Serikat Yesus. Dari sudut pandang ini, panggilan untuk studi, setelah
masa novisiat, menggambarkan perutusan pertama bagi Yesuit dalam
formasi, yang dipercayakan oleh Serikat kepadanya93.
Kita dapat berusaha menggambarkan dalam beberapa goresan
pena, profil yang diharapkan Serikat, dapat ditemukan dalam diri
mereka yang menjalani formasi di dalamnya, setelah menjalani formasi
novisiat hingga Toker. Dalam momen perkembangan ini, Serikat
mengharapkan dari masing-masing pribadi, kemampuan untuk
terbuka dan bertumbuh sebagai pribadi yang mampu mencintai,
diangkat bersama Allah dan dibhaktikan secara murah hati untuk
sesama. Serikat berharap dapat menemukan dalam dirinya, ritme
hidup yang sesuai dengan bentuk panggilan kita, dimana aksi dan
kontemplasi bersatu dengan begitu akrabnya. Serikat juga berharap
dapat menemukan kompetensi intelektual yang mendalam dan kokoh,
menurut ukuran kemampuan masing-masing. Serikat ingin melihat
pengejawantahan yang tampak nyata dari semangat rasuli dan
kemurahan hati, dalam pemberian diri dan dalam cinta bagi yang
paling miskin. Sehubungan dengan Yesuit lain, Serikat ingin
menemukan dalam diri masing-masing, relasi personal yang terungkap
dalam dialog dan afeksi. Serikat mengharapkan kehadiran sensus
ecclesiae yang mendalam, dibangun atas dasar penghargaan, kesadaran
akan tanggung jawab, dan semangat iman. Akhirnya, Serikat berharap
bahwa masing-masing terbukti mampu berdiskresi sehubungan
dengan apa yang mempengaruhi baik dirinya maupun kerasulan
Serikat.
3. Formasi Rohani
93
Bdk. NP [81§4].
49
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
94
Bdk. NP [64§1].
95
Bdk. NP [155§1].
96
Bdk. NP [66§2].
97
Bdk. NP [66§3].
50
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
98
Bdk. NP [69§1].
99
Bdk. NP [67§1].
100
Bdk. NP [77§2].
101
Bdk. NP [68].
102
Bdk. NP [227§3].
103
Bdk. NP [229].
51
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
104
Bdk. NP [167, 174§2].
52
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
106
Bdk. KJ 34, d. 8, nn. 21-23.
107
Bdk. NP [75].
53
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
tugas setiap hari. Tanggung jawab itu akan menolak setiap sikap dan
kebiasaan lalai, membantu setiap orang untuk melampaui dirinya dan
berjuang melawan rintangan yang menantang usahanya untuk meraih
hidup yang tertata rapi.
Semenjak tahap awal, mereka yang bertanggung jawab harus
waspada untuk mendorong, dalam semangat dan hati para Yesuit
dalam formasi, pertumbuhan disposisi rohani yang digariskan St.
Ignasius dalam “Pedoman Kesepahaman dengan Gereja” 108.
Kenyataannya, setelah novisiat, mereka masuk sedikit demi sedikit ke
dalam Gereja yang nyata, Gereja universal, sebagaimana gereja
keuskupan mereka, di dalam kota dan paroki mereka; dan dengan
gereja inilah, mereka harus belajar mengidentifikasi diri mereka;
karena orang yang mereka jumpai akan mengharapkan dari mereka,
pemahaman akan gereja dan identifikasi dengannya. Penarikan diri
apapun ke dalam komunitas religius, yang seolah-olah merebut peran
Gereja, haruslah dicegah seperti halnya mengambil sikap kritis yang
memisahkan diri dari Gereja yang nyata. Mereka yang bertanggung
jawab terhadap formasi berperan penting dalam hal ini, baik lewat
perbuatan maupun perkataan, mendorong sensus ecclesiae sejati dan
sikap positif ke arah itu.
4. Formasi Kerasulan
108
Bdk. NP [70].
109
Bdk. NP [59§1].
54
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
110
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 22; NP [81§4].
111
Bdk. NP [107, 108§1].
112
Bdk. NP [108§2].
55
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
113
Bdk. NP [108§3].
114
Bdk. NP [108§4].
56
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
115
Bdk. NP [106§3].
116
Bdk. NP [106, 111].
57
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
117
Bdk. NP [76].
58
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
118
Bdk. NP [319].
119
Bdk. NP [70].
59
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
60
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
120
Bdk. NP [106§2].
121
Bdk. NP [106§3].
61
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
122
Bdk. Ibid.
62
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
7. Hidup Studi
123
Bdk. NP [81§2].
124
Bdk. NP [81§3; 98§1].
63
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
ada waktu bagi formasi budaya yang lebih luas. Di beberapa provinsi
yang memiliki yuniorat, selain kepada skolastik, formasi yuniorat ini
juga ditawarkan kepada para bruder, sembari tetap memberi
keleluasaan bagi penyesuaian program kursus yang ditawarkan kepada
mereka. Kemudian, masih ada masa pembekalan profesional, baik teori
maupun praktik. Waktunya bisa saja lebih singkat, ataupun lebih
panjang, atau lebih terperinci lagi, sesuai dengan kemampuan
seseorang, dan dengan melihat kebutuhan khusus provinsi. Akhirnya,
ada saatnya bagi formasi teologi (biblis, kateketik, pastoral) yang
terkait dengan pengalaman rohani dan religius dari bruder itu 125. Studi
ini ditempuh di sekolah teologi kita atau institusi religius yang sesuai
untuk itu. Bagaimanapun pula, tidak lebih dari skolastik, yaitu urut-
urutan di mana momen formasi intelektual yang berbeda ini
dilaksanakan terlalu kaku. Sejauh setiap area dikerjakan secara
sungguh-sungguh, bentangan berikutnya mungkin akan disadari secara
berbeda. Dan di setiap kasus, setiap Provinsi harus memastikan
ketentuan pendampingan bagi para bruder dalam formasi 126. Tahun
orientasi kerasulan dan tersiat akan disertakan di dalam formasi pada
waktu yang dipilih itu.
Sebelum kita mulai berpikir mengenai kemungkinan tahap-
tahap dalam formasi intelektual skolastik, harus digarisbawahi bahwa,
manfaat yang harus diperoleh pada waktu studi sesudah novisiat untuk
membantu tiap pribadi, memperoleh metode dan teknik untuk tugas
intelektual, jika ia belum menyelesaikannya. Sebagai tambahan, semua
harus berusaha sungguh-sungguh dan menantang diri untuk
meningkatkan pengungkapan diri secara lisan maupun tertulis, belajar
bagaimana menata dan menyusun gagasan, demikian juga bagaimana
mengungkapkannya kepada publik yang berbeda-beda127.
Baiklah kita mengingat kembali di sini akan tema komunikasi.
Baik diberikan secara teoretis maupun praktis, komunikasi harus
125
Bdk. NP [98§1].
126
Bdk. NP [98§2].
127
Bdk. NP [96§1].
64
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
128
Bdk. NP [96§2].
129
Mengenai pokok ini, surat 2 Februari 1987 (bdk. ARSI XIS, hlm. 1015-1016) menawarkan
kepada para Provinsial yang sedianya membutuhkannya, atas bantuan Sekretariat untuk
Komunikasi Sosial di Kuria Jenderalat dan mengacu kepada “Pedoman untuk formasi imam
masa mendatang berkaitan dengan sarana komunikasi sosial”, yang diterbitkan sebelumnya
oleh Kongregasi untuk Pendidikan Katolik.
130
Bdk. NP [97].
65
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
8. Studi Yuniorat
131
Bdk. NP [95].
132
Bdk. Ibid.
66
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
133
Bdk. NP [64§§2, 3].
134
Bdk. NP [86].
67
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
135
Bdk. NP [81§2].
136
Bdk. NP [81§1].
68
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
137
Bdk. NP [60, 66§1, 100].
69
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
138
Bdk. NP [81§1, 99§1].
70
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
71
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
143
Bdk. Normæ Generales Studiis Nostrorum, 73.
72
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
73
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
146
Bdk. Ibid.
74
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
147
Bdk. Ibid, 72.
75
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
148
Bdk. NP [62, 112].
76
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
bersama dengan Yesuit lain, dan bekerja penuh dalam kegiatan tubuh
rasuli yang menjadi bagian dalam perutusan Serikat Yesus.
2. Tahap perkembangan Yesuit ini memiliki ketentuannya dalam
kurikulum formasi. Normæ Generales Studiis Nostrorum (1979)
mengingatkan kita bahwa:
"Tujuan pertama dari TOK adalah perkembangan bagi mereka
yang terlibat di dalamnya; agar mereka berkembang di dalam
keutamaan dan kematangan psikologis, sehingga mereka menemukan
pengungkapan bakat-bakatnya dengan memikul tanggung jawab tugas
kerasulan komunal yang dipercayakan padanya. Dengan demikian,
kemungkinan untuk studi khusus dapat ditentukan. Seseorang
hendaknya juga mengapresiasi bantuan yang mereka berikan pada
tugas rasuli provinsi; mereka mengambil tanggung jawab suatu karya
juga melalui partisipasi diskusi terkait dengan karya tersebut.
TOK mungkin dilakukan setelah filsafat atau setelah periode
waktu studi tertentu yang telah diatur dengan cara-cara lain. TOK juga
dapat ditunda hingga setelah masa Teologi. 149 TOK sangat penting
demi tercapainya keseimbangan manusiawi serta inkorporasi Yesuit
muda ke dalam tubuh rasuli provinsi; maka, kelalaian untuk tidak
mengadakan TOK hendaknya dihindari.”150
3. Dokumen ini [1] hendak menjelaskan tujuan dari TOK dan apa
yang diharapkan dari Yesuit setelah menyelesaikan tahap formasi ini.
Lalu, dokumen ini [2 dan 3] memeriksa ciri khas dari hidup seorang
Yesuit di masa TOK, dimulai dengan elemen kerasulan; kemudian, [4]
aspek kerohanian dan, [5] dimensi komunitas dari TOK. Dimensi
intelektual [6] dari formasi ini akan dibahas dalam hubungannya
dengan tahap memasuki teologi. Dokumen ini akan diakhiri [7] dengan
beberapa kesimpulan atas beberapa aspek beragam dari TOK.
Diharapkan bahwa dokumen ini memberi petunjuk-petunjuk
untuk mengklarifikasi tiap aspek kehidupan dan kegiatan para TOKer
149
Bdk. NP [109§1].
150
Normæ Generales Studiis Nostrorum, 18.
77
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
151
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
7.
152
Bdk. NP [109§1].
78
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
153
Bdk. NP [163; 106§3].
154
Bdk. NP [106§1].
155
Dokumen ini kemudian berbicara mengenai TOK dalam pengertian khusus sebagai tahap
kerasulan dalam formasi. Hal ini tidak termasuk dalam pertanyaan mengenai studi khusus,
yang merupakan isu dari dokumen lain.
79
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
80
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
156
Bdk. NP [72§2].
81
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
82
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
83
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
162
Bdk. NP [109§4].
84
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
85
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
86
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
168
Bdk. NP [110].
87
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
169
Bdk. NP [65; 72§1].
88
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
89
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
90
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
91
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
92
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
93
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
176
Bdk. NP [60].
177
Bdk. NP [70].
94
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
178
Bdk. NP [109§3].
95
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan
96
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
97
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
98
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
99
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
187
Bdk. PDV 51.
188
Panduan hidup dan pemahaman dimensi imami dalam Serikat, mengalir dari “inspirasi para
pendahulu kita.” Bdk. KJ 34, d. 6, n. 1.
100
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
189
NP [143, 144 dan 146]; VC 18 dan 65.
190
NP [145].
101
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
102
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
196
NP [227§3].
197
NP [228]; bdk. juga NP [77§2]. “Lectio divina” direkomendasikan selama teologi demi
mendalami kebijaksanaan dari misteri Kristus. Bdk. NP [68].
198
LR, 249.
199
Bdk. catatan kaki 1 sebelum ini.
200
Bdk. NP [63].
103
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
201
Surat kepada seluruh Serikat tertanggal 12 Maret 1998.
202
Bdk. NP [77§§3 dan 4]. Dalam hal komunitas besar, direkomendasikan untuk memecahnya
dalam kelompok-kelompok kecil yang dikoordinasikan oleh seorang Yesuit yang matang dan
berpengalaman, sehingga dapat membangun pertukaran pengalaman rohani dan kerasulan.
203
Bdk. NP [155§1].
204
Bdk. NP [112 dan 62].
104
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
4. Studi-Studi Teologi
205
Bdk. NP [66§§2 dan 3].
206
Bdk. NP [95§1] dan “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan;” NP [83§3].
207
NP [81§2]; bdk. juga PDV 51.
105
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
106
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
107
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
108
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
217
KJ 32, d. 6, n. 26.
218
Bdk. NP [83§2, 84].
219
Bdk. MPSI, 106. Dokumen “Ordines Formationis” harus dilihat dan diperbaharui dengan
tetap mengingat panduan dari KJ 34, Konstitusi, dan Norma-Norma Pelengkap. Tiap regio dan
provinsi harus menyesuaikan studi-studi dan berbagai kegiatan yang dibutuhkan untuk formasi
imamat yang lebih spesifik.
220
KJ 34, d. 6, n. 15.
109
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
221
Bdk. NP [70].
222
Bdk. KJ 34, d. 11; bdk. juga KJ 32, d. 11, n. 33 dan KJ 33, d. 1, n. 8.
223
NP [102].
224
Bdk. NP [103§1]; bdk. juga NP [100].
225
Bdk. PDV 55.
226
KJ 32, d. 6, n. 26.
110
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
227
Bdk. NP [108§3].
228
Bdk. KJ 34, d. 6, n. 10.
229
Bdk. NP [106§§2 dan 3].
230
Bdk. NP [106§2].
111
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
112
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
113
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
114
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
bahwa ia sungguh sadar apa artinya menjadi imam di dunia masa kini,
115
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
dan merasa gembira hidup sebagai Yesuit dan wakil publik Gereja 237.
Para superior maior haruslah memperhatikan persiapan
menjelang tahbisan agar tidak diabaikan, dan hendaknya
mempercayakan program ini pada mereka yang kompeten dan
berpengalaman, beserta evaluasi rutin akan apa yang sudah dilakukan,
dengan mengikuti panduan yang dituliskan sendiri oleh Pater Arrupe
dan yang tetap sah hingga saat ini.
Seperti tertulis dalam hukum, baik Gereja maupun Serikat,
para skolastik dapat ditahbiskan menjadi diakon di akhir tahun ketiga
teologi, dan menerima tahbisan imamat pada saat menyelesaikan tahun
116
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
117
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
118
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
119
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
120
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
121
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
122
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
123
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
124
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
dirinya pada Allah dan Serikat demi kesiapsediaan kerasulan yang tak
125
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi
bersyarat244.
126
Beberapa Arahan tentang Tersiat
127
Beberapa Arahan tentang Tersiat
Ada sebuah tahap dalam formasi seorang Yesuit, entah dia itu
seorang Imam atau seorang Bruder, yang untuk sekian lama
menampakkan keasliannya, di antara institusi-insitusi religius; sesuatu
yang kini tidak lagi demikian, karena kelompok-kelompok religius lain
telah mengambil alih dengan berbagai penyesuaian. Namanya,
sebagaimana dipergunakan dalam berbagai bahasa, mengacu pada
berbagai aspek yang terkandung dalam tahap ini, seperti: masa
Novisiat kedua, Novisiat tahun ketiga, atau menurut perspektif
Ignasius sendiri, probasi yang ketiga. Probasi yang ketiga (sekaligus
yang terakhir) ini menindaklanjuti formasi Yesuit yang telah dimulai
dengan probasi yang pertama, yaitu setelah kandidat diterima ke dalam
Serikat, dan Probasi yang Kedua, yang tidak lain dan tidak bukan
adalah masa novisiat. Akan tetapi, Tersiat juga mengambil waktu
sesudah semua tahap akhir yang terjadi sejak novisiat, dan dengan
demikian mau membawa semakin dekat, ke suatu proses formasi
secara purna.
Kita mengetahui bagaimana pentingnya tahap akhir dari
formasi kita ini, dan bagaimana ini merupakan suatu kesempatan
bagus yang ditawarkan bagi banyak pihak untuk memberi dorongan
dan dinamika yang segar bagi kehidupan me-Yesuit mereka. Sifat
Probasi Tahun Ketiga ini, apabila dihayati dalam semangat panggilan
kita, akan memiliki daya yang membangkitkan vitalitas apostolis dan
religiusitas Serikat serta provinsi-provinsinya. Konstitusi
mendefinisikan tujuan tersiat sebagai berikut:
128
Beberapa Arahan tentang Tersiat
245
Bdk. NP [125§1].
246
Bdk. NP [125§2].
129
Beberapa Arahan tentang Tersiat
247
Bdk. NP [125§1].
130
Beberapa Arahan tentang Tersiat
131
Beberapa Arahan tentang Tersiat
132
Beberapa Arahan tentang Tersiat
250
LR, 5.
133
Beberapa Arahan tentang Tersiat
251
Bdk. NP [70].
134
Beberapa Arahan tentang Tersiat
252
Bdk. NP [110].
135
Beberapa Arahan tentang Tersiat
253
Bdk. KJ 32, d. 7, n. 3.
136
Beberapa Arahan tentang Tersiat
137
Beberapa Arahan tentang Tersiat
138
Beberapa Arahan tentang Tersiat
139
Beberapa Arahan tentang Tersiat
140
Beberapa Arahan tentang Tersiat
141
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
256
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 38.
257
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
n. 7.
142
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
258
Bdk. NP [97].
259
Bdk. NP [95].
260
Bdk. Kons pars IV, bab 5, 12, 15.
143
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
261
Bdk. NP [95].
262
Bdk. NP [81§2].
263
Bdk. NormæGenerales de Studiis Nostrorum (NG) 96-103.
144
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
145
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
146
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
b) Pilihan Tempat
Mereka yang bertanggung jawab dalam provinsi hendaknya
memiliki informasi yang cukup untuk menuntun pilihan mereka
sehubungan dengan tempat untuk studi. Untuk mendapatkan
informasi ini, hendak mereka berkonsultasi dengan pihak-pihak yang
bisa membantu (sebuah tim penasihat, dan narasumber Yesuit maupun
non-Yesuit); jika perlu, mereka dapat meminta bantuan Kuria
Jenderalat. Kriteria lain yang harus diperhatikan berkaitan dengan
pilihan tempat: sebagaimana akan dijelaskan di bawah, yaitu
kebutuhan akan lingkungan rohani dan komunitas.
Studi khusus seringkali dilakukan di luar provinsi yang
bersangkutan; bahkan jika dilakukan di dalam provinsi tersebut,
diharapkan bahwa cepat atau lambat, mereka akan menghabiskan
beberapa waktu di luar negeri. Kedua Provinsial yang terlibat,
hendaknya mencapai persetujuan sebelumnya mengenai segala sesuatu
yang harus dilakukan sehubungan dengan formasi Yesuit yang
menempuh studi tersebut.
c) Pilihan Waktu
Berkaitan dengan waktu pelaksanaan studi khusus, ada dua
pertanyaan yang perlu diperhatikan: kapan waktu terbaik untuk studi,
dan untuk berapa lama studi itu hendaknya atau dapat diselesaikan?
Apakah itu merupakan tahap awal studi dalam bidang khusus
ataupun menyelesaikan studi yang telah dimulai sebelumnya, jelas
bahwa beberapa tahun studi mudahnya, dapat dilakukan selama masa
147
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
formasi yang terbentang antara novisiat dan tahun orientasi 266, atau
bahkan selama tahun orientasi itu sendiri 267. Misalnya, studi bahasa,
yang dibutuhkan untuk studi lanjut eksegetik, hendaknya dimulai
sesegera mungkin, tanpa penundaan. Di sisi lain, ketika studi tersebut
membutuhkan waktu yang lebih lama dan mengarah pada spesifikasi
tertentu, normalnya, lebih baik menunda hingga tahap akhir yakni
setelah tahbisan imamat. Sebaliknya, sering terjadi ketika prioritas
dibalik, mengakibatkan kekacauan dinamika panggilan religius dan
imamat. Bagaimanapun juga, tahun-tahun yang dibhaktikan untuk
studi khusus, seharusnya tidak pernah digunakan sebagai masa
penantian yang diberikan kepada Yesuit yang lambat dalam mencapai
integrasi religius dan rasuli dari studinya.
Berkaitan dengan lamanya waktu studi, hal ini hendaknya
tidak dibiarkan tanpa rencana. Bahkan, lama waktu studi hendaknya
ditentu dengan cukup spesifik 268; waktu liburan normal dapat juga
digunakan untuk melanjutkan studi. Mereka yang bertanggung jawab
dalam provinsi hendaknya tidak ragu untuk mengakhiri studi yang
jauh melampaui batas waktu yang ditentukan. Dalam semua bidang,
bagaimanapun juga, mereka harus bertindak dengan sungguh
menyadari kenyataan. Kita harus menerima kenyataan yang tidak
tergantung pada pembesar Serikat; terutama, kita harus
memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan di negara tertentu untuk
masuk bidang studi tertentu, demikian juga struktur yang dibebankan
oleh universitas terhadap studi-studi ini.
266
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
n. 2.1.
267
Bdk. “Tahun Orientasi Kerasulan sebagai Tahap Formasi”, n. 9.
268
Bdk. NG 102.
148
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
semua aspek hidup Yesuit selama masa ini 269. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa masa studi khusus memiliki godaannya sendiri.
Dalam beberapa kasus, studi telah menyeret Yesuit yang terlibat di
dalamnya secara bertahap, kepada sikap filosofis atau ideologis anti-
Kristiani yang secara tersirat, terdapat dalam materi yang diajarkan.
Dalam kasus lain, ada pemutarbalikan prioritas secara bertahap: pada
akhirnya, kompetensi profesional yang diberi akses oleh studi, telah
meruntuhkan komitmen religius dan rasuli, atas nama studi yang
dijalankan. Bagi beberapa individu, hasilnya adalah, dinamika tindakan
dan komitmen merasul diganti dengan dinamika penelitian.
Kemudian daripada itu, Yesuit dalam formasi hendaknya
menerima semua dukungan yang dibutuhkan untuk memastikan
bahwa masa-masa studi ini juga menjadi masa-masa kemajuan di
sepanjang jalan panggilan mereka.
Jelas bahwa, pertama-tama, studi khusus tidak akan terjadi
dengan semua manfaat yang diharapkan darinya, demi pelayanan
kepada Serikat dan provinsi, kecuali kalau pribadi yang melakukan
studi, secara khusus memberikan perhatian penuh pada pertumbuhan
rohani dan rasuli, sementara bergulat dalam studi-studi ini 270.
Pertumbuhan ini tidak dapat dikorbankan demi alasan waktu dan
perhatian yang dituntut oleh studi. Masa-masa pengujian studi dapat
mempersiapkan orang secara realistis untuk “hidup profesional” di
masa mendatang. Disposisi dasar yang harus menentukan segala-
galanya adalah disposisi yang digambarkan oleh St. Ignasius ketika
berbicara tentang “intensi murni”271, yang menuntut ketaatan,
penyangkalan diri, dan persatuan dengan Allah dalam “tindakan”.
Dalam komunitas di mana mereka tinggal, Yesuit yang studi
harus diperhatikan oleh pembesar layaknya oleh seorang pembimbing
rohani yang dipilih dengan cermat. Hidup iman serta hidup rohani
yang menjadi pengungkapannya, harus menjadi obyek perhatian dan
kesetiaan yang diperbarui secara terus-menerus. Dengan demikian,
perlu bagi tiap pribadi untuk memiliki pendamping rohani yang
269
Bdk. NG 100; NP [94].
270
Bdk. NP [94].
271
Bdk. Kons, khususnya [288, 340, 360].
149
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
272
Bdk. NP [79].
273
Bdk. NP [61§1].
274
Bdk. NP [94].
150
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
275
Bdk. NP [106§1].
276
Bdk. NP [94].
277
Bdk. NP [61§1].
278
Bdk. NP [110].
151
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
152
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus
153
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
1. Pendahuluan
280
Bdk. KJ 31, d. 8, nn. 46-48 dan KJ 32, d. 6, nn. 4, 18, 19, 20, 35, 36; lih. juga laporan Pater
Pedro Arrupe mengenai status Serikat kepada Kongregasi Prokurator 27 September 1978,
dalam AR 1978, hlm. 470. Beliau mengungkapkan keyakinan yang sama dalam perbincangan
dengan para superior lokal Perancis: “The Local Superior: His Apostolic Mission”, 13 Februari
1981, dalam AR 1981, hlm. 574.
281
Amanat kepada Konferensi Para Religius Kolombia, 19 Agustus 1977 dalam “The Church of
Today and of The Future,” Mensajero dan Sal Terrae, hlm. 695, 696.
282
Ibid. Bdk. juga Laporan Status Serikat kepada Kongregasi Prokurator tahun 1978, dalam AR
1978, hlm. 470.
154
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
untuk merambatkan Sabda Allah kepada pria dan wanita zaman ini;
inilah dimensi integrasi proses “pertobatan terus-menerus” yang
sungguh besar, sesuai dengan semangat magis Ignasian. 283
Keyakinan bahwa formasi berkelanjutan merupakan pokok
yang belum terselesaikan dan bahwa sedikit Yesuit yang memahami
makna pentingnya dan pertolongan yang dapat mereka peroleh untuk
efisiensi kerasulan mereka, menggerakkan P. Arrupe untuk
menjelaskan, dan mengeluarkan pedoman berdasarkan informasi yang
akan beliau terima dalam surat ex-officio tahun 1981. Hal ini diserahkan
kepada P. Paolo Dezza, Delegat Bapa Suci, untuk menyelesaikan tugas
ini; beliau mengirimkan laporan mengenai situasi formasi
berkelanjutan kepada semua superior maior, berdasarkan informasi
yang diterima dalam surat-surat ex-officio ini.284 Laporan tersebut
menyatakan bahwa hampir tidak ada yang menyangkal penting dan
mendesaknya formasi berkelanjutan, namun banyak kalangan yakin
bahwa mereka tidak memiliki waktu, sibuk dengan karya mereka.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa formasi berkelanjutan hanya
dipandang sebagai tindakan intelektual, bukan sebagai elemen yang
membangun dari hidup rasuli dan cara bertindak kita. 285
283
Ide P. Arrupe mengenai formasi berkelanjutan sebagai “pertobatan terus-menerus”
mengungkapkan apa yang telah disampaikan KJ 31 dalam d. 8, n. 2. Walaupun KJ ini tidak
memberikan definisi yang sangat gamblang ataupun deskripsi formasi terus-menerus, apa yang
dikatakan mengenai hal itu (d. 8, nn. 46-48), haruslah diinterpretasi dalam terang apa yang
dinyatakan mengenai formasi secara umum. Formasi adalah tugas progresif yang tidak memiliki
akhir, suatu perkembangan organis dalam sejumlah tahap yang mana hidup rohani tidak boleh
dipisahkan dari dimensi formasi lainnya (bdk. d. 8, n. 6). Pandangan mengenai formasi secara
umum dan formasi berkelanjutan ini sejalan dengan tindakan kita mengikuti Kristus; dengan
keadaan kita sebagai pendosa, hal ini menjadi formasi terus-menerus (bdk. d. 8, n. 2).
284
“Report on Continuing Formation based on The Annual Letters of 1981,” dalam AR 1981,
hlm. 662-669.
285
Menurut P. Dezza dalam laporannya, kurangnya waktu atau pengganti menjadi dalih untuk
menyelubungi ketakutan akan perubahan dan ketidaknyamanan akibat cara pandang baru; hal
ini memperlihatkan kurangnya kesadaran pertumbuhan dan pendalaman dalam hidup
seseorang. Bdk. AR 1981, hlm. 663. Dalam lebih dari satu kasus, ada ketakutan untuk
“meninggalkan sarang”, jangan sampai terjadi bahwa seseorang mengambil tempatnya
sementara ia pergi sabbatikal.
155
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
286
Bdk. Perfectae Caritatis (PC) 18 dan Optatam Totius (OT) 22. Konsep pendidikan dan formasi
dalam ranah sipil telah berkembang dari model “skolastik” dan profesional yang mereduksi
sebagian besar pendidikan atau formasi ke ranah profesional dan teknis serta terjadi sekali
dalam seumur hidup kepada model lain yang memandang seluruh aspek pribadi dan
perkembangannya secara keseluruhan. Dalam ranah Gerejani, kita telah meninggalkan konsep
formasi yang menuntut sisi akademik secara mendasar dan yang telah diberikan selama tahun-
tahun awal seminari atau hidup religius (setelah itu, bagaimana menerapkan apa yang telah
dipelajari ke dalam praktik), menuju pada model formasi yang berpusat pada keseluruhan
pribadi dan perkembangannya sepanjang hidup. Bdk. PC 18. Setelah KV II, sejumlah dokumen
mengenai formasi imami dan hidup religius, menuntut dan mengembangkan konsep formasi
yang integral, global, dan berkelanjutan ini.
287
KJ 32, d. 6, n. 11.
288
Bdk. Ibid., n. 18. Konsep formasi ini diungkapkan secara jelas dalam sejumlah dokumen
Gereja mengenai formasi dalam hidup yang disucikan. Bdk. Essential Elements of Teaching of
The Church on Religious Life (EE) 46; OT 22; “Fundamental Norms for Priestly Formation”, n.
100; Vita Consecrata (VC) 65.
156
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
289
“Proses integrasi dimulai sejak novisiat…” (KJ 32, d. 6, n. 12). “Seluruh proses pembinaan
lewat berbagai jenjang sejak novisiat sampai tersiat, harus merupakan proses integrasi” (ibid.,
n. 13).
290
Ibid., n. 18. Bapa Suci dalam nasihat apostolik “Pastores Dabo Vobis” (PDV) menyatakan
bahwa formasi berkelanjutan secara alami dan tentunya mengikuti proses membentuk pribadi
yang dimulai pada formasi awal…Mulai dengan formasi awal, seseorang harus dipersiapkan
untuk formasi berkelanjutan, dengan motivasi dan dengan memastikan kondisi untuk
realisasinya. Bdk. n. 71.
291
Tampaknya ada ambiguitas atau kontradiksi dalam KJ 31 dan 32 yang dapat dijelaskan
dengan memahami formasi sebagai suatu proses progresif dari integrasi personal dan integrasi
ke dalam tubuh Serikat. KJ 31 menyatakan bahwa formasi tak akan pernah selesai (bdk. d. 8, n.
6) namun kemudian menyebutkan mengenai mereka yang telah menyelesaikan formasinya”
(ibid, 46). KJ 32 membahas tentang mereka yang “masih berada dalam formasi” (d. 11, n. 36).
Kita dapat mengatakan secara sungguh-sungguh bahwa Yesuit dapat berarti “telah terbentuk”
sekaligus masih “dalam formasi,” karena formasi adalah suatu proses yang tidak pernah
berhenti.
292
Harus ditekankan bahwa selama formasi pertama, metodologi pembelajaran, refleksi, dan
discernment hendaknya ditingkatkan sehingga dapat menolong dalam membentuk kerangka
berpikir yang terbuka terhadap ide, situasi, dan budaya baru. KJ 31 telah merekomendasikan
revisi metode pengajaran, mengurangi jumlah kuliah, waktu lebih banyak untuk studi pribadi
dan diskusi kelompok kecil, dan partisipasi murid yang lebih aktif. Bdk. d. 9, n. 26.
157
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
293
Amanat Paus mengenai kesetiaan kreatif dan dinamis dalam VC 37.
294
Peter-Hans Kolvenbach, SJ, “Loyola 2000.”
295
VC 37; bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Creative Fidelity in Mission,” dalam AR 2000, hlm. 741.
Kesetiaan kita ditempatkan dalam pengalaman kreatif St. Ignasius, yang adalah suatu jalan
menuju Allah, dan kreativitas kita ditemukan dalam cara kita bertindak (Kons [547]) yang
meminta kita untuk senantiasa melihat pada apa yang terbaik untuk mendapatkan kebaikan
sebagaimana dimaksudkan oleh Serikat (Kons [803]). Bdk. ibid.
296
Lih. 2 Tim 1:6; Potissimum Institutioni (PI) 67; PDV 70.
158
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
159
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
160
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
305
Bdk. VC 71. Dengan mengajukan lima dimensi formasi berkelanjutan ini, Bapa Suci Yohanes
Paulus II dalam Anjuran Apostolik “Vita Consecrata” (Hidup Bhakti) melanjutkan dan
mewujudkan pedoman yang terdapat dalam sejumlah dokumen Gereja mengenai formasi
kaum religius, khususnya “Directives on Formation in Religious Institutes” (PI) dan “Instruction
on Fraternal Life in Community” (VFC).
306
D. 6, n. 19.
307
Bdk. Kons Pars X [814].
308
D. 6, n. 11. Dokumen Serikat dan Gereja menggunakan kata dalam bahasa Spanyol
“formación continua” dan “formación permanente” dengan makna yang hampir sama.
Kesamaan terjadi dalam bahasa Inggris dengan istilah “permanent formation,” “continuing
formation,” dan “ongoing formation.” Beberapa membuat pembedaan yang mungkin berguna;
mereka menggunakan ungkapan “continuing formation”, menunjuk pada formasi sebagai
proses berkelanjutan dan progresif dari integrasi personal dan rasuli, dan “permanent
formation”, menunjuk pada periode formasi intensif yang terjadi beberapa kali dalam hidup
seseorang dan di luar komunitas normalnya, seperti masa sabatikal, daur ulang, kursus-kursus,
lokakarya, dan keikutsertaan dalam pertemuan yang berbeda-beda.
161
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
“hendaknya ada dalam hidup individu dan hidup komunitas”, 309 karena
di situlah kita menemukan dan menyadari identitas kita sebagai
pribadi yang disucikan dan persatuan dengan Allah adalah dasar dan
sumber pembaruan dan dinamisme rasuli.
b) Dimensi manusia dan persaudaraan membutuhkan usaha
terus-menerus untuk bertumbuh dalam kedewasaan dan integrasi
personal dan komunitas. Penting sekali untuk terus bertumbuh dalam
pengenalan diri dan dalam kemampuan untuk memanifestasikan diri
dan membiarkan diri dikenal, secara khusus oleh pembesar kita dan
mereka yang tinggal dan menjalankan perutusan bersama kita.
Perhatian khususnya hendaknya diberikan pada pengenalan akan
hasrat terdalam seseorang dan pertumbuhan dalam kemampuan untuk
mewujudkannya, sebagaimana ini merupakan cara bagaimana
seseorang mempersiapkan diri akan rahmat mengidentifikasi bahkan
semakin dengan perasaan Kristus. Komunitas dan solidaritas rasuli dan
pengalaman sebagai anggota dalam tubuh Serikat juga akan
bertumbuh.
c) Aspek ketiga adalah dimensi rasuli yang membutuhkan
pembaruan tujuan dan metode kerasulan kita, dalam kesetiaan pada
perutusan dan cara bertindak kita.
d) Dimensi intelektual, didirikan di atas formasi teologi yang
kokoh, menuntut pembaruan terus-menerus akan pelayanan yang
berbeda-beda dan bekerja di mana misi Serikat sekarang
diwujudnyatakan dan misi tertentu yang diterima oleh masing-masing
pribadi.
e) “Semua aspek lainnya bertemu dalam dimensi kharisma kita
sebagai suatu sintesis yang membutuhkan refleksi terus-menerus akan
penyucian hidup seseorang,” 310 dan pendalaman terus-menerus
sepanjang hidup kita, sebagai suatu elemen yang integral dan
mendasar dari formasi berkelanjutan kita.311
309
AR 1981, hlm. 664.
310
VC 71.
311
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2000.” Walaupun surat ini hanya mengungkapkan
kekurangan “formasi Ignasian secara khusus” antara novisiat dan tersiat, perlu ditambahkan
bahwa “formasi Ignasian secara khusus” ini adalah suatu dimensi integral dari formasi
berkelanjutan.
162
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
163
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
164
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
165
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
banyak pada jumlah Yesuit seperti halnya pada tingkat persiapan dan
keberanian rasuli untuk menghadapi tantangan budaya yang terus-
menerus berubah.322 Sebagai konsekuensinya, masing-masing Yesuit
harus menetapkan prioritasnya dalam rencana personal hidupnya,
dengan memberikan tempat istimewa bagi formasi berkelanjutannya.
Superior maior memainkan peran yang juga menentukan karena ia
bertanggung jawab secara penuh terhadap formasi seluruh anggotanya
dan komunitas di dalam provinsi atau regionya. 323 Adalah tanggung
jawabnya untuk menyetujui rencana komunitas dan seharusnya
termasuk juga menyokong dan mendukung formasi berkelanjutan dari
setiap Yesuit. Ketika beliau melakukan visitasi ke komunitas-
komunitas, beliau harus menanyakan pada masing-masing Yesuit
dalam ratio conscientiae, apa yang dilakukannya bagi formasi
berkelanjutan dan memeriksa apakah komunitas mendorong dan
mendukungnya.
Akan menolong jika, dalam beberapa provinsi atau regio,
superior maior mendelegasikan formasi berkelanjutan Yesuit dan
komunitas pada seseorang atau sebuah komisi, “begitu pula diperlukan
kerjasama para profesor dan para ahli kita. Pengetahuan dan teori
mereka dapat menerangi tindakan praksis kita. Sebaliknya, mereka
sendiri pun akan didorong untuk mengadakan refleksi lebih
mendalam, karena diikutsertakan menyelami pengalaman rekan-rekan
religius mereka.”324 Lokakarya, seminar, dan kursus-kursus untuk
pembaruan manusia, rohani, dan rasuli di sejumlah provinsi dan
asistensi telah terbukti sangat berbuah dalam sejumlah bagian Serikat,
dan hendaknya didorong sebagai bagian dari kerjasama antarprovinsi.
322
Bdk. Pedro Arrupe, “The Local Superior: His Apostolic Mission,” n. 41, dalam AR 1981, hlm.
574.
323
Bdk. Pedro Arrupe, “Report on The State of The Society to the Congregation of
Procurators,” AR 1978, hlm. 470. Bdk. juga KJ 32, d. 6, n. 35; NP [243§1]; PDV 78.
324
KJ 32, d. 6, n. 19. Bdk. juga AR 1981, hlm. 668.
166
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
167
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
327
Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2002.”
328
Bdk. NP [232]; bdk. PI 71; PDV 81.
329
Bdk. NP [241].
330
Bdk. KJ 31, d. 8, n. 47; KJ 32, d. 6, nn. 20, 35; KJ 33, d. 1, n. 33; NP [242§3].
331
Menanggapi ketidakmampuan beberapa Yesuit untuk berdialog dengan orang tidak
beriman, P. Arrupe menulis: “Hal ini lagi-lagi bukti lain akan kebutuhan kita, dan bahkan
kewajiban kita, untuk memberikan diri ke dalam doa, studi, dan refleksi, yang merupakan
unsur-unsur dalam formasi berkelanjutan tiap Yesuit…Apa yang sungguh kita butuhkan, bahkan
lebih dari sekadar komitmen terhadap formasi permanen, yaitu inkulturasi yang senantiasa
menjadi ciri khas Yesuit rasuli dan yang tidak boleh gagal diusahakan oleh kita.” (“Our
Obligation to Meet The Challenge of Atheism,” 25 Desember 1979, dalam AR 1979, hlm. 864.)
168
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
332
Baik superior setempat maupun superior mayor hendaknya memotivasi, mendorong, dan
memfasilitasi formasi berkelanjutan. Bdk. KJ 32, d. 6, n. 35. Kongregasi Jenderal yang sama
merekomendasikan bahwa setelah 10 tahun berkarya, imam dan juga bruder, hendaknya
diberi kesempatan paling sedikit tiga bulan untuk melakukan pembaruan rohani, psikologis,
dan rasuli dengan lebih intensif. Bdk. ibid., n. 36; NP [243§§1, 3].
333
Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2000.”
334
VC 70.
335
Bdk. VC 70. Bapa Suci membedakan fase-fase atau siklus hidup berikut: 1) Tahun-tahun
awal, terlibat penuh dalam kerasulan; 2) Fase berikutnya dengan tantangan rasa lelah,
rutinitas, dan frustasi karena sedikitnya hasil yang dicapai; 3) Tahap kedewasaan, dengan
169
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
170
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
6. Penutup
338
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 36; NP [243§3].
339
NP [244§1].
340
Bdk. Mzm 92:15. Di “usia tahap ketiga” ini, masih dimungkinkan untuk mengadakan
pertemuan pendampingan rohani yang disesuaikan dengan ritme hidup manusia dan
kerasulan, yang dapat menolong mereka yang lanjut usia dan sakit untuk tetap aktif sampai
batas kekuatan mereka dan untuk mendukung mereka dalam kesulitan-kesulitan mereka,
menemani mereka sehingga mereka tidak jatuh pada godaan kehilangan minat dan
keterasingan.
171
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
172
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif
173
Para Kontributor
174