Anda di halaman 1dari 182

FORMASI YESUIT

Kumpulan Tulisan P. Peter-Hans Kolvenbach, SJ


sehubungan dengan Formasi

Provinsi Indonesia Serikat Yesus


FORMASI YESUIT
KUMPULAN TULISAN P. PETER-HANS KOLVENBACH, SJ SEHUBUNGAN
DENGAN FORMASI

© Provinsi Indonesia Serikat Yesus 2014

Kontributor: Y. B. Heru Prakosa, SJ; Adrianus Riswanto, SJ; G. Hadian


Panamokta, SJ; Th. Surya Awangga, SJ
Editor: Adrianus Riswanto, SJ
Desain Sampul: Adrianus Riswanto, SJ

Diterbitkan oleh
Provinsi Indonesia Serikat Yesus
Jl. Argopuro 24, Semarang 50231
Telp. : 62-24-8315004
Faks. : 62-24-8414838
Surel :ido-provincial@provindo.org,
ido-provcuria@provindo.org
Website : www.provindo.org

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Dicetak oleh Percetakan Kanisius, Yogyakarta

ii
Daftar Isi

Surat Pater Hans-Peter Kolvenbach mengenai Formasi iv


Kata Pengantar vi
Formator Yesuit Masa Kini 1
Formasi Kerohanian di Novisiat 11
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat 27
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan 41
Tahun Orientasi Kerasulan sebagai Tahap Formasi 77
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi 97
Beberapa Arahan tentang Tersiat 117
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus 131
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif 143
Para Kontributor 163

iii
iv
Formasi

2003/22

Kepada Seluruh Superior Maior

Para Pater dan Bruder yang terkasih,

Kongregasi Jenderal 33 meminta supaya saya “terus


meningkatkan kualitas formasi kita, baik untuk para bruder maupun
para skolastik, secara khusus dengan membantu dan mendorong para
formator, dan dengan memelihara kolaborasi yang terbentang luas dan
pertukaran pengalaman di wilayah ini.” 1 Sejak tahun 1986, saya telah
mengirimkan dokumen-dokumen mengenai formasi kepada seluruh
Serikat, seturut kebutuhan zaman. Sekarang, kumpulan dokumen ini
telah mempertimbangkan seluruh tahap dan aspek formasi, termasuk
mengenai formator Yesuit.2
Saya hendak mengumpulkan semua dokumen dalam buku ini
untuk memberi akses serta mengajak semua Yesuit lagi kepada
tanggung jawab bersama yang lebih besar dalam formasi. Dokumen-
dokumen ini memperjelas dan mengkonkretkan apa yang diminta
kharisma dan perutusan kita dari semua Yesuit, sejak mereka diterima
masuk ke dalam Novisiat hingga akhir hidup mereka, oleh karena
formasi kita tidak pernah berakhir. Kita perlu terus menimbang-
nimbang cara-cara yang praktis dan efektif, untuk mewujudnyatakan
arahan yang terkandung dalam dokumen-dokumen ini, seturut dengan
1
KJ 33, d. 1, n. 22
2
“Instruksi mengenai Novisiat,” 30 April 1986 (mengenai beberapa aspek kanonik sehubungan
dengan Novisiat, tidak dipublikasikan di sini karena dokumen ini digantikan oleh dokumen lain
setelah pengesahan hukum baru Serikat); “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga
Awal Tahun Orientasi Kerasulan”, 28 Desember 1988; “Tahun Orientasi Kerasulan sebagai
Tahap Formasi”, 15 Mei 1990; “Beberapa Arahan tentang Tersiat”, 16 November 1991;
“Instruksi mengenai Studi Khusus”, 24 April 1992; “Formasi Kerohanian di Novisiat” dan “Aspek
Kanonik sehubungan dengan Novisiat”, 31 Mei 1998; “Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi”, 4
Juni 2000; “Formasi Permanen sebagai Kesetiaan Kreatif”, 7 Maret 2002; “Formator Yesuit
Masa Kini”, 13 Februari 2003.

v
situasi dan budaya yang berbeda-beda, melalui pembaruan rencana
formasi provinsi dan antarprovinsi.
Saya meminta kepada seluruh Superior Maior supaya
dokumen-dokumen ini tersedia untuk seluruh formator dan Yesuit
dalam formasi dan untuk seluruh komunitas di dalam Provinsi atau
Regio mereka. Seraya memohon supaya dokumen-dokumen ini
menjadi kriteria evaluasi masing-masing tahap formasi; saya juga
meminta supaya dokumen-dokumen ini menjadi bahan refleksi dan
discernment terus-menerus, sebagai suatu sumber inspirasi untuk
hidup dalam keterbukaan yang setia dan kreatif pada Roh, yang
memanggil kita untuk memeluk sifat Putera sebagai milik kita,
mengikuti teladan Santo Ignasius.

Saudara dalam Tuhan,

Peter-Hans Kolvenbach, SJ
Superior Jenderal

Roma, 25 Juli 2003.

vi
Kata Pengantar

vii
viii
Formator Yesuit Masa Kini

Formator Yesuit Masa Kini

Berbicara mengenai proses integrasi personal dan inkorporasi


ke dalam tubuh rasuli Serikat, KJ 32 menegaskan bahwa para formator
hendaknya “menjadi tokoh yang diresapi dengan kebijaksanaan ilahi,
sehingga mereka mampu mengajar dan membentuk orang muda kita,
tidak hanya lewat ilmu yang mereka miliki, tetapi terlebih lewat
berbagai pengalaman pribadi mereka akan Allah dan sesama manusia” 3.
Kualitas pelayanan rasuli kita bergantung pada kadar penting formasi
yang baik dan tahan lama di mana para formator memiliki tanggung
jawab khusus.4 Dalam sejumlah kesempatan, P. Arrupe menegaskan
bahwa formasi yang ketat dibutuhkan oleh Yesuit sebagaimana
perutusan kita saat ini menuntut hal tersebut. 5 Tidaklah mungkin
bahwa setiap Yesuit menganggap formasi bukanlah suatu prioritas
rasuli. Namun, hal ini tidak direfleksikan di banyak provinsi di mana
kurangnya discernment dan perencanaan tidak memperkenankan
ketersediaan Yesuit terbaik untuk dipersembahkan dalam jumlah
cukup untuk formasi.6 Sadar akan hal ini, para Provinsial yang
berkumpul di Loyola pada tahun 2000, mengungkapkan sekali lagi
kebutuhan untuk mengenali dan mempersiapkan Yesuit dalam jumlah
cukup, yang dipersiapkan dengan baik untuk karya formasi, untuk
menjawab kebutuhan perutusan kita masa kini dan kebutuhan orang
muda yang dipanggil Allah kepada Serikat saat ini.
Formator macam apa yang sedang kita bicarakan? Walaupun
jelas bahwa tubuh rasuli - Serikat universal, provinsi atau regio,
komunitas dan karya kerasulan – memiliki tanggung jawab dalam

3
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 14.
4
Peter-Hans Kolvenbach, Letter to The Whole Society “Loyola 2000”, dalam AR 2000, Vol. XXII,
hlm. 704.
5
Bdk. Pedro Arrupe, “To The Latin American Provincials”, dalam “The Identity of The Jesuit in
Our Times”, Sal Terrae, Santander, hlm. 367, n. 42; bdk. juga “Our Way of Proceeding”, dalam
AR 1979, Vol. XVII, hlm. 711, n. 39.
6
Bdk. Pedro Arrupe, “To The Latin American Provincials”, dalam op. cit. hlm. 678, n. 42; bdk.
juga Peter-Hans Kolvenbach, “To The Congregation of Provincials, on The State of The Society”,
Loyola, 20 September 1990, dalam AR 1990, Vol. XX, hlm. 479, n. 152.

1
Formator Yesuit Masa Kini

formasi,7 dan superior maior harus memperhatikan semua aspek


formasi dalam provinsi atau regionya,8 berbicara tentang “formator”,
dokumen ini menunjuk kepada delegat atau asisten untuk formasi,
kepada pembesar setempat dari mereka yang berada dalam formasi,
kepada para pembimbing rohani, guru, koordinator karya dari mereka
yang berada dalam formasi, dan kepada para Yesuit yang termasuk
dalam komunitas formasi. Dalam komunitas demikian itu, kehadiran
seorang saudara senantiasa merupakan pemberian yang tak ternilai
harganya.9 Mereka semua ini bertanggung jawab untuk pembinaan
integral mereka yang berada dalam formasi, 10 untuk membantu mereka
dalam proses menjadi Yesuit.
Dokumen ini menggambarkan kontribusi yang umum dan
mendasar dari mereka yang bertanggung jawab secara lebih langsung
dalam dan untuk formasi, terlebih-lebih sebagaimana ini berkaitan
dengan kedewasaan manusiawi dan rohani, tanpa mempertimbangkan
secara rinci, kontribusi tertentu dari para formator lainnya.

1. Formator, Perantara Roh

Allah adalah pendidik yang utama (par excellence) dan Ia


menggunakan sarana-sarana manusiawi. “Pembinaan itu ialah
keikutsertaan dalam karya Bapa, yang melalui Roh, membentuk sikap

7
Bdk. Pedro Arrupe, “Our Way of Proceeding”, AR 1979, Vol. XVII, hlm. 711, n. 39; bdk. juga
“On The Promotion of Vocations”, dalam “The Identity of The Jesuit in Our Days”, Sal Terrae,
Santander, hlm. 323, n. 2; bdk. juga KJ 32, d. 6, n. 14.
8
Bdk. NP [61§1].
9
Bdk. NP [61, 62, 112]. KJ 32 berpendapat bahwa Yesuit dalam formasi haruslah didampingi,
tidak hanya oleh Provinsial saja, tapi juga “oleh pembesar setempat, oleh Bapa Rohani, oleh
prefek studi dan oleh para profesor, selama masa pembinaan; dalam mengintegrasikan refleksi
intelektual dengan pengalaman apostolis, baik pribadi maupun bersama di dalam komunitas,
dengan tujuan mempersiapkan orientasi apostolisnya”, (KJ 32, d. 6, n. 14).
10
Kompleksitas proses formatif diperhitungkan seperti halnya keragaman situasi di mana
formasi seorang Yesuit dilaksanakan dalam provinsi dan regio Serikat. Oleh karena itu, apa
yang dikatakan dalam dokumen ini harus diterapkan dengan senantiasa memperhatikan
keragaman situasi dan tanggung jawab nyata yang dimiliki tiap formator dalam tiap tahap
formasi yang ditentukan. Kerjasama lebih luas sangat diperlukan di antara mereka yang
bertanggung jawab untuk berbagai dimensi dan tahap formasi, untuk memfasilitasi integrasi
personal dan inkorporasi ke dalam tubuh Serikat.

2
Formator Yesuit Masa Kini

batin Putra dalam hati kaum muda.” 11 Ini adalah cara sebagaimana St.
Ignasius diperlakukan oleh Allah “seperti seorang guru sekolah
terhadap seorang anak.” 12 “Formator” kedua adalah si formandi itu
sendiri. Ia belajar bertanggung jawab untuk formasinya sendiri dan
untuk hidup sebagai Yesuit dalam kesetiaan kreatif. Ia tidak
membutuhkan pengawas atau seorang pembimbing untuk mengatakan
padanya apa yang harus ia perbuat, bahkan jika formasi personalnya
menganggap discernment yang sama. Akhirnya, ada formator yang
menjadi sarana Allah dan sarana Serikat dalam menularkan cara kita
bertindak dan menyampaikan hasrat mendalam untuk melayani Allah
dan “menolong jiwa-jiwa”, seperti St. Ignasius, terutama dengan
kesaksian hidupnya. Formator berdiri pada suatu persimpangan relasi:
dengan Allah, Serikat, Gereja, dan mereka yang sedang dibentuk.
Tanggung jawab formandi menjadi tanggung jawab bersama dengan
formator dan sebaliknya; dan tanggung jawab keduanya menjadi
tanggung jawab bersama dengan tindakan Allah. 13 Di sini, kita sedang
membicarakan tuntutan suatu tindakan yang berpusat pada Kristus,
pengejawantahan yang perlu untuk mencegah proses formasi menjadi
proses cuma-cuma semata: yakni, proses internalisasi sensus Christi14
sejalan dengan kharisma Yesuit.

2. Fungsi Formator Yesuit

Pembimbing melaksanakan perutusannya, dimulai dengan


internalisasi dan integrasi personal kharisma dan cara bertindak kita.
Hal ini diletakkan dalam konteks perutusan universal Serikat
sebagaimana digaungkan di tiap provinsi atau regio, situasi orang
muda saat ini, dan kebudayaan di mana mereka hidup. Pertama-tama,
11
Vita Consecrata (VC) 66; bdk. juga “Essential Elements of The Church’s Teaching on Religious
Life” (EE), n. 47.
12
Autobiografi [27].
13
Kita hendaknya sadar bahwa formasi “adalah hasil kerjasama antara pendidik dengan yang
dididik, dan bahwa dalam menanggapi formasi yang begitu pasif di masa lampau, kita
seharusnya tidak memberi penekanan berlebihan pada sisi yang berlawanan yakni pada inisiatif
mereka yang dididik sehingga meniadakan tindakan pendidik.” (Paolo Dezza, SJ., “Directives for
Carrying out The Desires of The Holy Father…” dalam AR 1982, Vol. XVIII, hlm. 799)
14
Bdk. VC 18, 66.

3
Formator Yesuit Masa Kini

formator membantu untuk berdiskresi, menegaskan, dan meneguhkan


panggilan Yesuit15 dengan sarana pendampingan selama tahap-tahap
formasi yang berbeda-beda, yang memelihara relasi personal dan abadi
dengan Kristus, dasar panggilan dan sumber inspirasi kita. Sangatlah
penting untuk mendiskresikan intensi murni, motif dan alasan
sesungguhnya untuk masuk dan hidup dalam Serikat, yang senantiasa
merupakan buah dari pengalaman panggilan Allah. Formasi awal dapat
dianggap sebagai suatu proses discernment dan pemurnian alasan
mengikuti Tuhan dalam Serikat dan bukti kesesuaian dengan tuntutan
kemuridan.
Tugas kedua formator adalah menularkan dan memfasilitasi
internalisasi perutusan rasuli kita, kharisma dan cara bertindak kita,
cara menghidupi kaul religius dan hidup kita bersama, 16 dan untuk
mempertimbangkan kepantasan calon untuk perutusan dan cara hidup
kita.
Akhirnya, pembimbing menolong untuk mengintegrasikan
pengalaman akan Allah dan cara kita bertindak dalam hidup nyata
mereka yang berada dalam formasi. Maka, fungsi ketiganya adalah
untuk membantu Yesuit dalam tahap formasi dalam proses
pendewasaan. Hal ini mensyaratkan pengenalan diri dan penerimaan
diri, kemampuan manifestasi diri dan keterbukaan, untuk membangun
relasi yang dewasa dan untuk bertumbuh dalam penyangkalan diri dan
kebebasan batin dalam menanggapi panggilan Tuhan. 17 Spiritualitas
kita adalah menjelma; berawal dari kenyataan personal, sosial, dan
budaya, namun meyakini perjumpaan terus-menerus dengan Tuhan,
yang mengarahkan kita pada pilihan-pilihan yang seharusnya yang
mana Ia, yang telah mengutus kita, telah memilihkan untuk Serikat
dan untuk setiap dari kita.

15
Pertolongan dalam mendiskresikan pilihan hidup adalah lebih tepatnya tugas magister novis.
Setelah novisiat, formator berperan membantu mereka yang berada dalam formasi, dalam
discernment terus-menerus, memperdalam dan meneguhkan pilihan hidup yang sudah dibuat.
16
Bdk. KJ 34, d. 26. yang mana Kongregasi Jenderal ini menghadirkan ciri-ciri utama cara kita
bertindak masa kini, ke arah mana formasi Yesuit harus mengarahkan diri saat ini.
17
Dokumen Kongregasi Tarekat Hidup Bhakti dan Hidup Kerasulan, “Directives about The
Formation of Religious Institutes”, n. 30 menyampaikan empat tugas atau fungsi atau dimensi
mendasar yang kita nyatakan untuk formator Yesuit masa kini.

4
Formator Yesuit Masa Kini

Ketiga fungsi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan
meliputi kegiatan yang berbeda-beda dan perspektif terpadu dari
perutusan yang unik yang diterima oleh formator yang, dengan sarana
relasi personal dan terus-menerus dengannya, 18 mendampingi Yesuit
dalam formasi dalam proses integrasi personalnya dan inkorporasi ke
dalam tubuh rasuli Serikat. 19 Hal ini adalah pokok pendampingan
Yesuit muda dalam pertumbuhan panggilannya, sadar akan kriteria
tertentu yang mengalir dari perutusan dan cara bertindak kita. 20

3. Profil Formator Yesuit Masa Kini

Kemampuan untuk membentuk seorang Yesuit adalah “seni


dan pemberian”. Kemampuan ini adalah buah dari kodrat dan rahmat,
pengalaman, dasar yang baik, dan formasi berkelanjutan. Hari ini, lebih
daripada sebelumnya, perutusan formator membutuhkan dimensi
“profesional” tertentu, pada persiapan khusus untuk pendekatan lebih
sistematis terhadap formasi seorang Yesuit. Kehendak baik dan
ketaatan tidaklah cukup untuk perutusan ini. Formasi menuntut dari
formator, kombinasi kualitas alami dan kemampuan yang diperoleh,
dikembangkan oleh sarana pengalaman dan pembinaan terus-
menerus,21 yang mana pertemuan formator secara berkala juga menjadi
18
Bdk. KJ 32, d. 6, 7, 11.
19
Sarana istimewa dari pendampingan formator adalah “wawancara pribadi dan teratur” yang
dapat mengambil bentuk pertanggungjawaban batin dan pendampingan rohani. Hidup
informal bersama dalam keseharian, pertemuan kelompok dan pertolongan di antara sesama
adalah aspek formatif yang juga penting, namun tidak menggantikan relasi personal, langsung,
penuh kepercayaan, dan teratur dengan formator. Bdk. VC 66.
20
Formasi adalah proses dalam kebebasan dan tanggung jawab yang membutuhkan
pembuktian progresif akan keseluruhan proses, dan menggali akar-akar dari mana perilaku dan
sikap timbul. Menjadi serupa dengan Kristus, menginternalisasi kharisma dan cara hidup kita,
kebebasan batin, kedamaian yang mendalam, sukacita panggilan, kemampuan untuk
menyangkal diri dan hidup senantiasa dengan sikap iman, harapan, dan kasih, di atas
semuanya, haruslah dibuktikan. Saat-saat istimewa dari penilaian dan pembuktian ini adalah:
diterima masuk novisiat, pengikraran kaul setelah dua tahun, memasuki formasi teologi,
tahbisan imam, dan kaul akhir.
21
Tidak pernah lebih dari sekarang bahwa formasi formator yang tetap telah menunjukkan diri
sebagai persyaratan generasi baru dan perutusan kita masa kini. Gereja telah mengungkapkan
dalam sejumlah dokumen, penting dan perlunya memilih formator secara baik serta formasi
mereka yang berkelanjutan. Bdk. Perfectae Caritatis (PC) 20; Optatam Totius (OT) 5;
“Contemplative Dimension of The Religious Life”, 20; VC 66; “The Collaboration among The

5
Formator Yesuit Masa Kini

bagian yang sangat penting. Magister novis dan instruktur tersiat


membutuhkan persiapan khusus yang diperoleh melalui pelatihan
profesional dan kunjungan ke novisiat dan program tersiat lainnya.
Formator yang adalah guru, juga menerima dari Provinsial, perutusan
untuk memberi sumbangan kepada formasi integral mereka yang
berada dalam tahap formasi; tidak hanya dengan mengajarkan
spesialisasinya pada mereka, tapi juga dengan kesaksian akan hidup
budi, rohani, dan rasuli yang terintegrasi dan dengan pertolongan yang
ia berikan pada mereka untuk menerima tuntutan perutusan kita masa
kini secara bertanggung jawab.22

3.1. Profil Kerohanian

Hendaknya kita ingat bahwa mereka yang berada dalam


formasi sudah menjadi Yesuit, dan berharap bahwa formator akan
menjalankan perutusannya sebagai sahabat Tuhan.
Formator Yesuit adalah seorang manusia yang bersatu dengan
Allah, memiliki sensus Christi yang mendalam, serta cara hidup dan
bertindaknya menunjukkan dan mencerminkan cinta Tuhan dengan
siapa ia mengidentifikasi lebih dan lebih. Ia adalah manusia pendoa
yang berjuang menemukan Allah dalam segala, yang telah menjadikan
discernment sebagai bagian integral dari hidupnya. Ia akrab dengan
dinamika “gerak-gerak” Latihan Rohani. Seperti halnya tiap Yesuit, ia
merasa dirinya sebagai pendosa yang diampuni dan dipanggil untuk
mengikuti Kristus dalam Serikat. Pada saat yang bersamaan, ia penuh
belas kasih dan menunjukkan kasih yang istimewa untuk mereka yang
miskin dan yang paling menderita. Ia memiliki, tidak hanya
pengetahuan teoritis mengenai kharisma dan cara bertindak kita, tapi
juga telah menjadikannya sebagai bagian dari diri dan perilakunya. Ia

Institutes for Formation”, 24-26. Perwakilan Skolastik Eropa dari berbagai provinsi untuk
pertemuan tahunan EJIF (European Jesuits in Formation) menegaskan bahwa aspek integral
dari perutusan formator Yesuit masa kini adalah formasinya yang tetap, untuk mendapatkan
dan mengembangkan talentanya dan untuk memiliki sejumlah pengalaman yang memberi ia
kualifikasi untuk perutusannya, yakni elemen-elemen pengetahuan manusiawi, talenta
organisasi, pengetahuan mendalam akan spiritualitas Ignasian, perjumpaan dengan orang
miskin, dan pengetahuan akan budaya kaum muda masa kini.
22
NP [112].

6
Formator Yesuit Masa Kini

menunjukkan cintanya pada Kristus dalam pengabdian kepada


perutusannya sebagai formator yang ia jadikan sebagai prioritas
pertamanya.23 Ia mengungkapkan kasih yang nyata untuk mereka yang
berada dalam formasi dalam membantu mereka, menjadikan sikap
batin Putera24 sebagai miliknya seturut dengan kharisma dan cara
bertindak kita. Tanpa mengabaikan perutusan mendasarnya, formator
juga menjalankan beberapa pelayanan lain dan bekerjasama dengan
karya Serikat lainnya. Dengan melakukan ini, ia menjadi lebih mampu
membantu mereka yang berada dalam formasi untuk
mengintegrasikan pengalaman rasuli mereka dengan aspek-aspek
formasi lainnya.
Secara khusus saat ini, magister adalah “manusia Gereja”, dan
mencintainya sebagai “mempelai Kristus”, yang mana semua Yesuit
hidup dalam pelayanan pada-Nya, “disatukan dengan Pimpinan Gereja
Roma untuk dikirim ke perutusan yang dipercayakan kepada kita”. 25
Sebagaimana dikatakan dalam Konsili Vatikan II, hidup liturgi kita
adalah pengungkapan hasrat kita untuk bertumbuh dalam persatuan
dengan Gereja Tuhan. Karena banyak dari mereka yang berada dalam
formasi sedang mempersiapkan diri untuk menjadi imam; Ekaristi,
sebagai ungkapan sehari-hari cinta Tuhan bagi Gereja-Nya di dunia
dan cinta Gereja bagi Tuhannya, haruslah dihormati secara mendalam
oleh setiap pelayan perutusan Kristus. Sangat diinginkan bahwa doa
komunitas – pada pagi dan sore hari jika memungkinkan – yang adalah
tradisi berabad-abad umat Allah, dilakukan dalam kesatuan dengan
liturgi ofisi Gereja, seturut lingkaran tahun liturgi.
Formasi seorang Yesuit tidak terdiri atas adaptasi terhadap
sejumlah adat kebiasaan dan praktik, ataupun pelaksanaan eksternal
dan formal norma-norma tertentu; melainkan dalam internalisasi dan
pembatinan pengalaman rohani yang dihidupi Santo Ignasius, yang
23
Salah satu kesulitan paling serius dalam formasi akhir-akhir ini adalah kerja formator yang
terlampau banyak seperti aktivisme tertentu yang tidak memperkenankan mereka untuk
membaktikan diri secara bertanggung jawab terhadap formasi. Para superior maior hendaknya
tidak membebani mereka dengan karya kerasulan yang mencampuri perutusan formatif
mereka, dan para formator hendaknya tidak menerima pelayanan yang dapat menghalangi
mereka untuk menyediakan waktu dan perhatian yang cukup bagi Yesuit dalam tahap formasi.
24
Bdk. VC 65.
25
Bdk. KJ 34, d. 26, n. 11; bdk. juga NP [70].

7
Formator Yesuit Masa Kini

disampaikan formator sebagai pemancar yang hidup dari kharisma dan


perutusan kita, sebagai seorang ”yang diresapi oleh kebijaksanaan
ilahi”26, sebagai ”sebuah mistagogi” yang membawa nilai-nilai
mendalam tradisi kita27, sebagai seorang yang ”akrab sekali dengan
jalan mencari Allah, agar mampu mendampingi orang-orang lain” 28,
memadukan sikap memahami orang secara tulus dengan tuntutan khas
panggilan kita.29 Kesaksian yang konsisten dan hidup yang jelas dari
formator adalah pedagogi terbaik untuk penularan dan pembatinan
misi dan cara bertindak kita.

3.2. Profil Manusiawi

Kedewasaan manusia tercapai karena integrasi harmonis


dimensi yang berbeda-beda dari pribadi, ditempatkan dalam pelayanan
nilai manusiawi, Kristiani, religius, dan Yesuit. Kedewasaan ini nyata
dalam pengenalan formator akan kebutuhannya sendiri dan hasrat
mendalam dengan kemampuan untuk mengintegrasikannya dalam
cinta pada Kristus dan sesama dan dalam pelaksanaan perutusan rasuli
kita. Formator juga sadar akan kelemahannya, akan keterbatasan dan
kesulitannya, belajar untuk hidup dengan itu semua dan berusaha
mengatasinya dengan pertolongan Allah dan saudara-saudaranya. 30
Penerimaan diri yang tenang, yang kadangkala adalah buah dari proses
personal yang menyakitkan dan terlebih, buah dari pengalaman akan
pengampunan dan kasih Tuhan, memampukan dirinya untuk
mendampingi mereka yang berada dalam formasi dalam proses
pertumbuhan pribadi mereka, dengan optimisme, kegembiraan, dan
rasa humor. Menghidupi panggilan dan perutusan Serikat dengan

26
KJ 32, d. 6, n. 14.
27
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Talk with The Directors and Professors” di Bogotá, Kolombia,
28 Oktober 2001, n. 2.
28
Bdk. VC 66.
29
Bdk. Kons [727]. Adalah bergantung pada pembesar dari mereka yang berada dalam formasi
untuk menghadirkan tuntutan Serikat dalam tiap tahap formasi.
30
Tanda kedewasaan formator adalah, tanpa diragukan lagi, pengenalan dan penerimaan
kemampuan afeksi dan seksualitasnya dan kemampuan untuk menghidupi kesepian hidup
murni dan selibat dengan cara yang membangun.

8
Formator Yesuit Masa Kini

sukacita adalah cara terbaik untuk menyingkapkan keindahan


mengikuti Kristus.31
Formator adalah pribadi yang berempati dengan mereka yang
berada dalam formasi, yang menyambut dan mendengarkan mereka
dan selalu tersedia untuk mereka. Ia memperkenankan hidup mereka
yang berada dalam formasi menjadi bagian dari hidupnya, tanpa
menghilangkan jarak yang dibutuhkan untuk mendampingi mereka. Ia
menghargai ritme dan proses dari tiap pribadi dengan kesabaran dan
pemahaman, percaya pada karya Roh Allah yang membentuk,
menanggapi mereka yang berada dalam formasi bahkan dengan lebih
bebas dan lebih bertanggung jawab. Ia adalah sahabat yang
membagikan pengalaman dirinya tanpa berusaha membawa mereka
yang berada dalam formasi mengikuti jalan yang menyerupai dirinya.
Ia menghadirkan secara jelas, apa yang diharapkan Serikat dari Yesuit
dalam tiap tahap formasi pertama mereka dan di akhir. Kepercayaan
dalam diri mereka yang sedang dibentuk membangkitkan suatu sikap
terbuka dan transparan dalam diri mereka, yang adalah mendasar
dalam formasi dan dalam hidup rasuli seorang Yesuit. 32
Tanpa harus menjadi ahli dalam psikologi, seorang formator
mampu menolong dalam proses pertumbuhan manusiawi, afektif, dan
psikoseksual, dan tahu bagaimana membedakan masalah pertumbuhan
pribadi dengan hal yang lebih serius dan mendalam yang merupakan
konsekuensi gangguan psikis dalam diri. 33 Ia juga mampu
mengendalikan transferensi (gejala psikologi yang ditandai dengan
pengalihan perasaan secara tidak sadar dari satu pribadi ke pribadi
lain) yang sering muncul dalam pendampingan pribadi.

31
Bdk. VC 66.
32
Transparansi dan keterbukaan menimbulkan beberapa kesulitan tertentu di sejumlah
budaya, dan membutuhkan suatu pedagogi yang jelas dan nyata. Kepercayaan, kesabaran,
toleransi Injili, dan transparansi formator itu sendiri adalah perlu sehingga sikap transparan
terus bertumbuh dalam diri mereka yang sedang dibentuk.
33
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Talk with The Formators and Professors”, di Bogota, Kolombia,
28 Oktober 2001, n. 2. Masalah pendewasaan menimbulkan halangan dan penundaan dalam
pribadi yang dapat diatasi dengan pertolongan biasa pendampingan manusia dan kerohanian
yang baik dan, dalam waktu-waktu tertentu, dengan pertolongan psikologi yang lebih khusus.
Ketika kesulitan manusia timbul dari kepribadian yang hancur, hal terbaik adalah membawa
mereka yang berada dalam formasi untuk melayani Tuhan dengan cara yang lain.

9
Formator Yesuit Masa Kini

Ketika formator juga menjadi pembesar, di samping


mendampingi komunitas dengan kehadiran yang tetap dan positif di
komunitas, ia juga menjalankan kepemimpinan yang tepat dengan
kekuasaannya. Ia mampu mengelola konflik kelompok dan mengambil
keputusan yang perlu untuk mendamaikan, sejauh mungkin, kebaikan
individu-individu dengan kebaikan komunitas, dalam semangat
pelayanan dan discernment. Mengingat kompleksitas proses formasi,
formator mampu bekerja bersama, berkolaborasi dengan Yesuit lain,
dan senantiasa membina komunikasi dengan formator di tahap formasi
lainnya, untuk mencari integrasi dan kesinambungan di antara mereka.
Integrasi yang berhasil dari kualitas manusia dan kerohanian
dengan kemampuan yang diperoleh, menjadikan formator Yesuit
seorang pribadi yang memiliki otoritas moral dan kredibilitas, sarana
sejati dari tindakan Allah yang membentuk, mampu menularkan dan
menyampaikan cara kita bertindak. 34 Di samping diterima dan dikasihi
oleh mereka yang berada dalam formasi, ia mendapat kepercayaan dari
Yesuit lainnya dan menjadi ikatan persatuan dengan komunitas lain
dan karya tubuh rasuli provinsi dan Serikat. 35 “Dan seandainya ada
kekurangan dalam sifat-sifat yang disebutkan di atas, setidak-tidaknya
harus ada kebaikan istimewa, cinta kepada Serikat dan pandangan
sehat didukung oleh pengetahuan yang seimbang.” 36

34
Bdk. Kons [667]. Berbicara mengenai kualitas Jenderal untuk kesatuan hati, Santo Ignasius
menyebutkan secara eksplisit “kepercayaan dan wibawa di antara para bawahan”. Secara
analogi, kita dapat mengatakan hal yang sama untuk seorang magister Yesuit.
35
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 14.
36
Kons [735]. Pernyataan ini, yang mana Santo Ignasius menunjuk pada”Preposito General”,
dapat diterapkan secara analogi kepada formator Yesuit.

10
Formasi Kerohanian di Novisiat

Formasi Kerohanian di Novisiat

1. Pengalaman akan Allah di Novisiat

Dapat dikatakan bahwa, tujuan novisiat adalah pengujian


panggilan seseorang untuk Serikat melalui discernment dalam aneka
pengalaman dan percobaan yang tepat untuk tahap awal ini. 37 Dengan
sarana aneka pengalaman dan pendampingan oleh magister novis,
para novis dibentuk dan diuji, belajar dan menjadikan cara bertindak
dan perutusan rasuli Serikat sebagai milik mereka, dan
mendiskresikan kehendak Allah dalam konteks relasi personal yang
akrab dengan-Nya.
Karena novisiat adalah saat untuk pembentukan dan
percobaan, maka novisiat dimaksudkan untuk memberi pengalaman
akan Allah yang mendalam dan mengubah, dengan Latihan Rohani
sebagai unsur utama.38 Latihan Rohani membawa novis kepada
identifikasi dengan Kristus, hasrat untuk menderita, seperti Dia dan
demi cinta kepada Dia, “segala kelaliman dan penghinaan” (LR, 98).
Kita dapat mengatakan bahwa novisiat terdiri atas persiapan dan
pelaksanaan Latihan Rohani dan pengujian hasil daripadanya. Dalam
Latihan Rohani, novis mengenali lewat pengalaman bahwa Yesuit
adalah seorang pendosa yang telah diampuni dan dipanggil untuk
menjadi sahabat Yesus. Pada saat bersamaan, pengalaman mendalam
akan cinta Kristus adalah pengalaman akan pengenalan diri, di mana
Allah “menyatakan” pada mereka, siapakah diri mereka dan menolong
mereka untuk mengenali kerinduan dan hasrat terdalam, juga
rintangan yang menghalangi mereka untuk merdeka secara batiniah
dalam memilih Dia, meleburkan “sikap Kristus terhadap Bapa” 39 dan
untuk memberikan “persembahan yang lebih luhur dan lebih
37
Bdk. NP [44§1; 46]. Bagi St. Ignasius, pengalaman dan percobaan adalah unsur utama
novisiat karena novisiat merupakan tahap awal formasi (bdk. Examen Generale (EG) [64]).
38
Bdk. NP [46§2]. Disarankan bahwa, sejauh mungkin, percobaan Latihan Rohani 30 hari
dilakukan pada semester pertama di tahun pertama, sehingga ada cukup waktu untuk
menegaskan hasil eleksi yang dibuat oleh novis tersebut. P. Arrupe menuliskan pokok ini dalam
suratnya kepada para magister (bdk. AR XVII [1979], hlm. 1123).
39
Bdk. VC 65.

11
Formasi Kerohanian di Novisiat

berharga” (LR, 97). Relasi personal dan akrab dengan Kristus, yang
dihidupi dan diperdalam dalam Latihan Rohani, adalah titik awal
pembinaan; percobaan dan kehidupan sehari-hari bernovisiat – doa
harian dan Ekaristi, examen, discernment bersama, bacaan rohani,
hidup komunitas, dan karya kerasulan – dimaksudkan untuk
memperdalam dan memperkuat relasi personal ini 40.
Mulai dengan novisiat, Ekaristi harian harus menjadi pusat
hidup religius dan rasuli serta sarana utama memelihara dan
mengungkapkan cinta Tuhan serta membentuk satu tubuh rasuli yang
dibaktikan kepada perutusan Kristus dalam dunia sekarang ini. 41
Dalam Ekaristi, kita merayakan dan bersyukur atas cinta yang
dicurahkan Allah pada kita dalam wafat dan kebangkitan Kristus dan
dalam rahmat panggilan kita. Untuk mengalami Ekaristi dengan
segala kedalamannya, formasi yang memadai dalam hidup liturgi
sangatlah diperlukan. Formasi ini hendaknya menempatkan secara
jelas, makna teologis dan pastoral dari Ekaristi dalam hidup dan
perutusan Gereja.42 Bagi St. Ignasius, Ekaristi harian adalah sumber
penghiburan dan sarana terpenting bagi discernment rohani dan
rasuli.43 Menghidupi keterpusatan Ekaristi dengan cara demikian
adalah suatu pemberian dan rahmat; namun, pada saat yang
bersamaan, hal ini merupakan tugas yang menuntut suatu pedagogi
supaya para novis menghidupi Ekaristi harian, bukan sebagai “aturan
bijak tata tertib religius, namun sebagai pusat hidup kita sehari-
hari”44, sebagai dorongan dan kebutuhan yang mengalir dari hati. Jika

40
Bdk. NP [47].
41
Bdk. NP [227§§1-2].
42
Kebutuhan akan pengenalan yang memadai dan kokoh ke dalam hidup liturgi selama di
novisiat demi pengenalan dimensi Ekaristis hidup dan kerasulan Serikat, telah disinggung dalam
dokumen sebelumnya mengenai novisiat (Bdk. AR XIX [1986], hlm. 477).
43
Bdk. Spiritual Diary, 1, dst. Pater Arrupe mengungkapkan keyakinan yang sama dalam
amanatnya yang inspiratif, 17 Juni 1976: “Di sisi lain, merenungkan hidup St. Ignasius,
Konstitusi, dan surat-surat beliau, dan menyadari keseluruhan tradisi Serikat hingga saat ini,
terutama dengan mengenang para Kudus Serikat dalam tiap masa; saya menemukan bahwa
Ekaristi, Misa, tabernakel adalah sumber daya pemeliharaan, inspirasi, konsolasi, dan kekuatan
untuk tugas yang begitu besar yang telah memajukan dunia dan menjadikan Serikat, kelompok
orang yang berkumpul di sekitar Ekaristi” (Bdk. La identidad del jesuita en nuestros tiempos,
Santander, 1981, hlm. 554).
44
Bdk. Kolvenbach, Peter-Hans; La vie en l’Esprit de la Compagnie (AR XX [1989], hlm. 171).

12
Formasi Kerohanian di Novisiat

kita ingin supaya formasi personal dan kuat, formasi itu harus
berlandaskan iman yang dipelihara setiap hari dengan doa dan
Ekaristi.
Hari-hari ini, kita juga perlu menemukan kembali nilai-nilai
menjadikan Sakramen Rekonsiliasi sebagai bagian dari hidup kita,
sebagaimana sakramen ini memperdalam pengalaman tanggung
jawab kita sehubungan dengan kuasa jahat yang menyangkal
kehadiran Allah dan Kerajaan-Nya di dunia. Pada saat bersamaan,
sakramen rekonsiliasi memelihara pengalaman hidup akan kasih
Tuhan yang Maharahim, yang mengampuni dan memanggil kita
untuk bersama dan berjerih payah dengan-Nya, yang
memperdamaikan kita dengan Gereja-Nya, dan memperkenankan kita
untuk “maju dalam pengabdian kepada Allah dengan kemurnian dan
kebebasan hati”45.
Langsung sejak dari novisiat, tujuan rasuli Serikat harus
dipandang sebagai “prinsip yang menentukan seluruh pendidikan
para anggota”46. Pengalaman akan Allah dan doa yang tepat untuk
kharisma kita secara esensial bersifat rasuli. Latihan Rohani dan aneka
percobaan di novisiat hendaknya menjadi dasar pembuktian untuk
cara berdoa yang berbeda-beda yang diajukan oleh St. Ignasius, yang
memperkenankan kita untuk menemukan Allah dalam segala hal dan
menjadi kontemplatif dalam pelaksanaan perutusan kita. Tanpa
menyangkal bahwa tradisi religius yang berbeda menawarkan unsur-
unsur yang memfasilitasi relasi dengan Allah; para novis hendaknya,
di atas segalanya, mengenali dan menjadikan cara berdoa ignasian
sebagai milik mereka, sebagaimana hal itu membawa seseorang
kepada cinta personal yang mendalam akan Yesus dan kepada
penemuan akan Allah yang hadir dan berkarya dalam segala hal. Kita
mencari suatu relasi yang penuh afeksi dengan Kristus, diungkapkan
dan dipelihara setiap hari dalam saat-saat keakraban dan dalam sikap
discernment terus-menerus akan kehendak-Nya, “menginginkan dan
memilih melulu apa yang lebih membawa ke tujuan kita diciptakan”
(LR, 23). Yesus memanggil kita tidak hanya untuk menyertai Dia, tapi
45
Bdk. NP [227§3].
46
Bdk. NP [45§1].

13
Formasi Kerohanian di Novisiat

juga untuk berjerih payah dengan-Nya “menaklukkan seluruh dunia


serta semua musuh, dan dengan demikian masuk ke dalam kemuliaan
Bapa-Ku” (LR, 95).
Para novis hendaknya juga akrab dengan doa yang dipelihara
oleh Sabda Allah, khususnya Mazmur; sehingga di kemudian hari,
mereka menemukan dalam Liturgi Ofisi, sumber kekayaan rohani dan
kesatuan dengan doa dan hidup Gereja.
Dalam rangka mewujudkan hubungan yang hakiki antara
pengalaman akan Allah dan perutusan, para novis hendaknya
diperkenalkan dengan kharisma dan perutusan integral Serikat
melalui studi serius dan tajam dokumen-dokumen dasar Serikat,
seperti Formula Instituti, Autobiografi St. Ignasius, Konstitusi dan
Norma Pelengkap, dan dekret-dekret empat Kongregasi Jenderal
terakhir. Pada tahap ini, mereka sudah harus fasih dan menerima
dengan sepenuh hari perutusan Serikat dalam integritasnya; meliputi
pernyataan dan pengajaran tentang Yesus Kristus dan Kerajaan Bapa,
yang membangkitkan iman yang terungkap dalam perjuangan untuk
keadilan Injil. Pada masa sekarang ini, perutusan iman dan keadilan
kita tentunya menuntut evangelisasi budaya dan dialog dengan agama
lain. Esensi mutlak adalah Yesus dan Kerajaan-Nya. Pribadi Yesus dan
Kerajaan-Nya merupakan totalitas perutusan kita. Keadilan dan dialog
dengan budaya dan agama lain adalah dimensi dari totalitas ini dan
semestinya hadir dalam seluruh karya kerasulan dan pelayanan kita 47.
Sikap membina hubungan dan dekat dengan kaum miskin dan
menderita, akan menolong kita untuk menemukan wajah Yesus yang
menderita dalam diri mereka, dan untuk menghidupi cinta yang
berpihak pada kaum miskin, sebagai suatu rahmat dengan cara di
mana Yesus semakin dekat dengan kita, dan mengubah kita menjadi
semakin ke dalam Diri-Nya. Relasi dan persahabatan dengan kaum
miskin merupakan sarana istimewa untuk memahami mengapa dan
bagaimana mereka menginjili kita; mereka mengundang kita pada
perubahan yang lebih menyeluruh untuk mengikuti Kristus, miskin
dan hina. Inilah mengapa sejak dari permulaan, para novis hendaknya
belajar dari pengalaman bahwa; untuk menjadi sahabat Tuhan berarti
47
Bdk. KJ 34, d. 2, n. 14 (39); NP [245§1].

14
Formasi Kerohanian di Novisiat

menjadi sahabat kaum miskin, dan bahwa “persahabatan dengan


kaum miskin menjadikan kita sahabat-sahabat Raja Abadi” 48 karena,
seperti dikatakan dalam Injil, Tuhan menghendaki dilayani di dalam
diri mereka.
Novisiat hendaknya memelihara secara jelas dan gamblang,
dimensi Gerejani pengalaman akan Allah dan membangkitkan rasa
cinta pada Gereja dalam realitasnya yang konkret. Yesus memanggil
kita supaya mengikuti Dia dan berjerih payah bersama-Nya di dalam
Gereja-Nya. Perutusan Serikat adalah ”partisipasi dalam perutusan
total Gereja yang mewartakan Injil, yang bertujuan pelaksanaan
Kerajaan Allah dalam seluruh masyarakat manusia, bukan hanya di
masa mendatang tetapi juga sekarang” 49. ”Formasi primer yang
diberikan di novisiat hendaknya adalah pengembangan sensus
ecclesiae ...Formasi para novis hendaknya mendidik mereka kepada
perasaan sejati Gereja, diungkapkan juga dalam rasa hormat dan cinta
kepada mereka yang memimpinnya”50.
Pengalaman akan Allah dihubungkan secara akrab dan
dikondisikan oleh proses mencapai kedewasaan manusiawi, yang pada
waktunya didorong oleh pertumbuhan dalam hidup rohani 51. Untuk
memilih Yesus dan Serikat, seseorang harus merdeka secara batin.
Oleh karena itu, magister novis hendaknya menolong para novis
untuk menemukan hambatan dan kesulitan yang menghambat

48
KJ 34, d. 2, nn. 8-9 (33, 34).
49
NP [245§1].
50
Kolvenbach, Peter-Hans, Some Guidelines for The Novitiate (AR XIX [1986], hlm. 490); NP
[70]. Lih. juga Normæ directivae de institutione in religiosis institutis, n. 24 (AAS 1992, hlm.
489). Mengutip St. Ignasius, dokumen ini menyatakan kebutuhan untuk mengembangkan para
religius, pria dan wanita, mengenai pokok kesepahaman dengan dan di dalam Gereja. Karya
kerasulan di paroki-paroki diosesan selama masa novisiat dan berbagai kegiatan dengan kaum
religius pria dan wanita lainnya, sebagaimana dengan kaum awam, tentu akan membantu
dalam mengembangkan penghargaan yang lebih besar terhadap aneka kharisma di dalam
Gereja.
51
Kedewasaan manusiawi dicapai melalui pengembangan yang harmonis dan terintegrasi
sejumlah aspek atau dimensi pribadi (nilai, ideal, hasrat, kebutuhan, keterbatasan) dan melalui
interaksi membangun dengan konteks dimana seseorang hidup. Ada relasi pengkondisian
timbal balik antara kedewasaan pribadi dan pengalaman iman: kedewasaan emosional
mendorong pendewasaan relasi dengan Tuhan dan pada saatnya, menciptakan ruang untuk
pertumbuhan manusia yang lebih besar. Akan tetapi, pengalaman akan Allah hendaknya selalu
menjadi titik dasar referensi untuk discernment rohani.

15
Formasi Kerohanian di Novisiat

mereka untuk menjadi bebas dalam Tuhan; hendaknya mereka


menyadari kerinduan terdalam mereka dan mempertimbangkan,
apakah dalam kenyataan, mereka cocok dengan panggilan masuk
Serikat dan cara bertindaknya. Integrasi iman dengan hidup manusia,
khususnya dalam dimensi emosionalnya, tampak dalam discernment
yang lebih terbuka dan merdeka dan dalam integrasi perasaan dan
hasrat ke dalam pelayanan semata untuk Tuhan dan sesama, seturut
kharisma Serikat. Integrasi hidup rohani dan kedewasaan manusiawi
ini juga diungkapkan dalam pemberian diri dan penyangkalan diri,
dalam kemampuan untuk menghadapi kesulitan dan frustasi dan
untuk berkomitmen, bahkan bertentangan dengan aspirasi naluriah,
demi cinta kepada Tuhan yang semakin besar.
Pada zaman di mana pemuasan kesenangan dan keinginan
saat ini cenderung menjadi norma tindakan yang diterima, penting
bahwa para novis memahami dan menerapkan nilai manusiawi dan
rohani dari penyangkalan diri sejati sebagai milik mereka, yang adalah
buah dari identifikasi dengan Kristus, yang menolak berdiri di atas
martabat ilahi-Nya dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:7).
Hanya dengan melepaskan diri dari ”cinta diri, kehendak diri, dan
kepentingan diri” (LR, 189), kita akan mampu merdeka secara batiniah
untuk menjadi hamba perutusan Kristus yang berdedikasi 52.
Hendaknya para novis ditunjukkan secara gamblang bahwa realisasi
personal tidak dapat dipertimbangkan sebagai akhir pada dirinya dan
bahwa, pada suatu kesempatan, mereka harus mengorbankan sesuatu
yang sangat berharga dan dicintai oleh mereka demi tujuan rasuli
Serikat.
Pengalaman rohani personal dihubungkan secara akrab
dengan hidup komunitas yang berorientasi pada realisasi bersama
nilai-nilai Injil dan perutusan rasuli kita. Oleh karena itu, novisiat
hendaknya mengajarkan bagaimana hidup dan bekerja bersama,
mengatasi rasa suka-tidak suka dengan penyangkalan diri sejati;
novisiat hendaknya meletakkan dasar hidup berkomunitas Yesuit dan

52
Bdk. KJ 33, d. 1, n. 13 (14). Perlu diingat bahwa, bagi St. Ignasius, penyangkalan diri dan
intensi murni penting untuk pengalaman akan Allah, identifikasi dengan Kristus dan pencarian
Allah dalam segala hal (Bdk. EG [101-103] dan Kons [288]).

16
Formasi Kerohanian di Novisiat

memperkenalkan para novis kepada pengalaman hidup kelompok


sahabat dan rekan yang dibawa bersama oleh Tuhan sehingga secara
bertahap, mereka diintegrasikan ke dalam tubuh Serikat. Dalam
persaudaraan yang diinspirasi oleh Injil, iman menjadi persekutuan
dan amal kasih terwujud dalam detil-detil hidup sehari-hari yang tak
terhitung53. Sementara itu, menjadi jelas bahwa, dalam Serikat,
komunitas adalah demi perutusan; juga harus dikatakan bahwa hidup
komunitas sejati adalah realisasi perutusan kita karena menjadi
kesaksian akan persekutuan mendalam yang diungkapkan dan
dipelihara oleh saling berbagi pengalaman iman pribadi, discernment
rasuli, berbagi harta benda, dan sikap derhana dan detil hidup
bersama hari demi hari. Para novis harus mampu melihat dan
menghidupi pentingnya Ekaristi yang dirayakan secara pantas demi
hidup komunitas yang rasuli. Rasa berkomunitas seharusnya juga
menolong mereka untuk mengalami kebutuhan akan persekutuan
yang sungguh-sungguh seperti saudara demi menghidupi kaul-kaul
dan melaksanakan perutusan dengan cara yang lebih kreatif 54.

2. Makna dan Tujuan Percobaan Novisiat

Sebagai saat pembentukan dan pemeriksaan panggilan


seseorang, novisiat secara dasariah adalah saat percobaan. Para novis
memeriksa apakah, Allah sesungguhnya sedang memanggil mereka ke
dalam Serikat, apakah hasrat dan aspirasi terdalam mereka senada
dengan panggilan tersebut, dan apakah mereka sungguh-sungguh
merdeka untuk mengikuti Kristus sebagai Yesuit. Sebaliknya, Serikat
memeriksa apakah mereka yang ingin bergabung, memiliki karunia
alami dan rahmat yang memperkenankan mereka untuk mengenakan
cara bertindak Yesuit sebagai milik mereka. Pengujian ini dilakukan
dengan sarana aneka percobaan atau probasi novisiat yang disusun

53
Bdk. Normæ directivae, n. 47.
54
Bdk. Kolvenbach, Peter-Hans, Surat “On Community Life”, 12 Maret 1998, khususnya nn. 2
dan 6. Lih. juga KJ 34, d. 8-9. Para novis hendaknya mengetahui dan menerima sedari
permulaan bahwa komunitas mereka meliputi seluruh tubuh universal Serikat dan bahwa
keanggotaan mereka senantiasa dinyatakan dalam komunitas dan provinsi tertentu. Bdk. KJ 32,
d. 2, n. 16.

17
Formasi Kerohanian di Novisiat

oleh St. Ignasius. Makna dan tujuan sejati dari percobaan ini adalah
untuk secara tepat, menguji dan memeriksa eksistensi panggilan
Tuhan dan kedewasaan dan kemerdekaan novis untuk suatu pilihan
definitif bagi Allah dalam Serikat.
Aneka percobaan novisiat harus disesuaikan dengan kondisi
aktual tiap provinsi atau regio serta kebudayaannya. Tujuannya bukan
untuk melakukan sesuatu yang ajaib atau luar biasa, melainkan
supaya para novis mendapatkan pengenalan langsung akan hidup yang
menantikan mereka sebagai Yesuit. Yang paling penting bagi mereka
adalah menyadari bahwa mereka pendosa; bahwa ideal kesucian yang
sedang mereka pelajari dan hendak dipeluk di novisiat tidak selalu
merupakan realitas yang hidup dalam komunitas dan kelompok
kerasulan Yesuit. Hidup bernovisiat dan pengalaman-pengalaman di
luar hendaknya membantu para novis untuk menghadapi kenyataan
yang menyakitkan ini dan merasa terpanggil untuk memainkan peran
mereka dalam menjadikan tubuh Serikat bertumbuh dalam integritas
dan kesetiaan terhadap Injil.
Percobaan ”harus menempatkan para novis dalam situasi-
situasi di mana mereka dapat memperlihatkan siapa mereka
sesungguhnya dan bagaimana mereka membuat sikap rohani panggilan
kita menjadi miliknya”55. Percobaan hendaknya memunculkan
motivasi sejati mereka, kedewasaan, dan kemampuan mereka untuk
menghadapi situasi sulit, dan sejauh mana mereka menerapkan cara
kita bertindak. Perasaan tak berdaya dalam menghadapi rasa sakit dan
penderitaan mereka dan orang lain, hendaknya membawa mereka
pada pencarian makna terdalam eksistensi manusia di dalam Yesus
dan Misteri Paskah-Nya. Lebih lanjut, ”mengabdikan diri seluruhnya
kepada Pencipta dan Tuhannya, yang telah disalibkan demi
keselamatan mereka,” dan ”melepaskan segala harapan pada uang dan
barang ciptaan lainnya, (mereka) sungguh menaruh pengharapan
pada Tuhan Penciptanya dengan kepercayaan sejati dan dengan cinta
yang bernyala-nyala”56. Jenis percobaan dan cara penugasan mereka
hendaknya memunculkan kesiapsediaan dan ketaatan para novis dan
55
Bdk. NP [46§1].
56
Bdk. EG [66-67].

18
Formasi Kerohanian di Novisiat

membuat mereka sadar akan apa maknanya dalam praktik mengikuti


Kristus dalam kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Dengan cara
yang sama, pada saat percobaan, mereka harus menunjukkan betapa
mereka mengimani relasi mereka dengan Tuhan dan betapa
mudahnya mereka dapat menemukan Dia dalam segala hal, tanpa
bantuan struktur novisiat. Percobaan-percobaan tersebut hendaknya
menempatkan para novis dalam situasi batas sehingga, dengan
berhasil melewatinya, mereka boleh berada dalam posisi untuk
memberikan jawaban ”ya” kepada Tuhan secara lebih sadar, merdeka,
dan definitif.
Percobaan juga dirancang untuk memfasilitasi dan
memelihara sikap ”real break” dari kehidupan sebelumnya, yang dicari
di novisiat, yaitu, suatu reorientasi radikal keseluruhan pribadi dalam
iman yang menyentuh kedalaman kesadaran manusia dan
menempatkannya dengan cara yang berbeda, di hadapan Tuhan, di
hadapan dirinya, di hadapan Gereja, di hadapan Serikat, di hadapan
dunia. Dengan sikap ”real break” ini yang juga pada saat bersamaan
merupakan proses internalisasi dan penerapan cara kita bertindak,
para novis menempatkan dirinya seolah di dalam ”matriks” kharisma
Yesuit dan tuntutan yang menyertainya, mereka bertumbuh dalam
pengalaman akan Allah yang ”menyatakan” kepada mereka (menolong
mereka untuk memahami) kerinduan terdalam mereka dan mereka
berdiskresi apakah mereka cocok dengan kharisma hidup religius
dalam Serikat Yesus.
Proses keterputusan (real break) radikal atau reorientasi
hidup seseorang harus membawa kepada kesadaran akan kontra-nilai
yang ditanamkan oleh kebudayaan modern atau postmodern:
individualisme, konsumerisme, dan hedonisme. Para novis hendaknya
sungguh menyadari bahwa Allah memanggil mereka kepada suatu
perubahan hidup yang radikal, kepada transendensi diri, berkali-kali
kepada penolakan kesukaan dan kepentingan diri demi membentuk
komunitas rasuli yang tersedia sepenuhnya untuk perutusan.
Perubahan radikal ini membawa kepada cara berpikir, merasa, dan
menilai dunia sekitar yang berbeda; suatu hasil dari pengalaman
rohani yang mendalam dan keputusan untuk mengikuti Yesus di

19
Formasi Kerohanian di Novisiat

dalam Serikat. Bagi novis, sikap “real break” ini menunjukkan cara
baru berelasi dengan keluarga dan sahabat, suatu sikap lepas bebas
dan merdeka dari materi dan harta benda dan suatu gaya hidup yang
merefleksikan dan memelihara orientasi baru ini. Hal ini tidak dapat
dicapai tanpa pemisahan dari orang-orang dan tempat dari kehidupan
sebelumnya, suatu nuansa keheningan dan ketenangan, dan irama
serta gaya hidup yang membuat asimilasi personal yang mendalam. Di
sisi lain, pemisahan ini tidaklah berarti pengisolasian. Para novis
dapat memelihara relasi di dalam dan di luar Serikat sejauh tidak
mengganggu semangat ketenangan atau untuk bergerak maju dalam
hidup afektif yang seimbang dan dalam cinta adikodrati. Cinta Kristus
yang memeluk segala hendaknya membawa mereka pada suatu cara
baru berelasi dengan orang lain, sehingga mereka akan mampu
membentuk relasi cinta dan persahabatan yang sejati dalam kerangka
pengabdian diri sepenuhnya kepada kehendak Allah dan pelayanan
pada sesama di dalam Serikat dan Gereja57.
Percobaan juga memungkinkan penemuan kemampuan
merasul yang tersembunyi. Supaya sampai pada penemuan ini, tidak
boleh ada keraguan untuk membiarkan novis menyelami pengalaman
yang bertentangan dengan kecenderungan dan kesukaan pribadi.
Tepatnya, hal ini demi mencapai kebaikan yang lebih besar
sebagaimana dituntut oleh St. Ignasius dalam semangat “agere
contra”.

3. Profil Novis pada Permulaan dan Akhir Novisiat

57
Bdk. Kolvenbach, Peter-Hans, surat “On Community Life”; lih. juga NP [53§1]. Dengan
mengacu pada keterputusan (real-break) ini, P. Arrupe menulis kepada Magister Novis:
“Penting bahwa para novis menyadari secara psikologis dan asketis, bahwa mereka telah
memulai suatu hidup baru. ‘Kebaruan’ ini, yakni secara dasariah, Tuhan masuk ke dalam hidup
mereka ‘karena Ia mencintai mereka’, harus disadari dalam semacam keterpisahan, di mana
tidak ada alasan untuk bersembunyi dari mereka” (dalam La identidad del jesuita en nuestros
tiempos, hal. 612).

20
Formasi Kerohanian di Novisiat

Hari-hari ini, banyak magister novis bertanya mengenai


syarat-syarat penerimaan - tidak begitu banyak demi memenuhi
tuntutan suatu model apriori akan kandidat ideal, sebagaimana untuk
mengoptimalkan waktu novisiat - karena mereka sering menjumpai
keterbatasan dan kesulitan serius setelah penerimaan. Banyak
ditemukan dalam sejumlah kesempatan bahwa mereka datang tanpa
pengajaran dan pengalaman religius yang cukup dan dengan masalah
ketidakdewasaan yang serius. Oleh karena itu, banyak provinsi dan
regio telah menyadari kebutuhan untuk menyediakan bimbingan
rohani dan formasi Kristiani personal untuk para kandidat sebelum
mereka masuk, supaya dapat menolong baik novis potensial maupun
Serikat dalam mendapatkan kejelasan lebih mengenai panggilan
mereka (akan diuji di kemudian hari). Hal ini juga akan menolong
kandidat untuk mendapatkan manfaat lebih dari formasi novisiat
setelah mereka diterima masuk 58. Bagaimanapun juga, tidak dapat
diragukan lagi bahwa para novis harus terus dibantu selama masa
novisiat dalam proses pendewasaan manusiawi mereka dan dalam
pengetahuan iman mereka. Pengenalan yang kokoh akan Kitab Suci
juga dibutuhkan sebagai bagian dari formasi mereka dalam iman dan
demi hidup rohani mereka.
Berikut ini adalah gambaran singkat mengenai sejumlah
persyaratan ataupun kualitas yang harus dimiliki oleh kandidat pada
permulaan dan akhir masa novisiat.
Pertama-tama, motivasi sadar harus asli dan valid, buah dari
perkenalan awal dengan Serikat dan pengalaman akan Allah, di mana
kandidat menemukan bahwa, Kristus memanggilnya untuk mengikuti
Dia sebagai seorang Yesuit. Hendaknya ia memiliki kedewasaan
emosional yang cukup (atau kemampuan untuk mencapai hal itu)
untuk mengintegrasikan secara cukup dan memadai, proses
pertumbuhan manusia dalam berbagai dimensi – rohani, komunitas,

58
Semakin disadari bahwa kita membutuhkan semacam “pra-novisiat” (sudah diadakan di
beberapa provinsi) sebagai saat klarifikasi dan persiapan panggilan sebelum novisiat. Selama
waktu ini, calon-calon novis dipersiapkan melalui pendampingan rohani dan personal dan pada
saat bersamaan, mereka dibantu untuk memperoleh pengenalan yang lebih tentang Serikat.
Hal ini dipandang berguna untuk memiliki kandidat yang hidup dan bekerja untuk beberapa
waktu dalam komunitas dan karya Serikat. Bdk. Normæ directivae, n. 42.

21
Formasi Kerohanian di Novisiat

akademik, dan rasuli – dari hidupnya. Pada saatnya, hal ini


membutuhkan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri dan
untuk berkomunikasi dengan keterbukaan dan rasa percaya diri,
sehingga magister novis dapat memberikan pendampingan rohani
yang diperlukan untuk discernment panggilan59.
Pada saat ini, hampir separuh dari kandidat datang setelah
tamat kuliah atau hampir menyelesaikan kuliah, dan di sana-sini,
dengan sejumlah pengalaman kerja. Sebagian besar, hal ini
disebabkan karena orang muda saat ini membutuhkan waktu lebih
untuk membuat suatu keputusan yang serius dan definitif. Demi
persyaratan akademik, Serikat meminta supaya kandidat paling tidak
telah menyelesaikan studi sebelum kuliah secara memuaskan dan
mereka menunjukkan kemampuan untuk formasi intelektual
sebagaimana dituntut oleh kharisma dan cara bertindak kita 60.
Kita sering ditanya mengenai batasan umur untuk
penerimaan seorang kandidat. Bukanlah perkara mudah untuk
menetapkan batasan demikian karena hal ini tergantung pada situasi
budaya yang konkret dan kedewasaan tiap pribadi. Dapat dikatakan
bahwa secara umum, semakin tua seorang kandidat, semakin sulit
bagi mereka untuk melakukan ”real break” yang tepat dan untuk
menjadikan nilai hidup religius dan kharisma Yesuit sebagai milik
mereka. Kita mesti realistis. Sedikit yang bisa diharapkan dari formasi
kandidat usia tertentu, yang telah melalui banyak pengalaman yang
telah menandai mereka untuk hidup, dan memberi mereka suatu
kepribadian yang ”tetap”. Diri mereka pada saat penerimaan akan
sangat mungkin juga merupakan diri mereka di akhir novisiat dan
formasi. Dalam kasus tersebut, yang menjadi pertanyaan mendasar
adalah, apakah kandidat tersebut dapat diinkorporasikan ke dalam
tubuh rasuli Serikat sebagaimana diri mereka ketika mereka melamar
59
Bdk. ibid, n. 52.
60
Bdk. KJ 34, d. 26, nn. 18-20 (552-554). Persyaratan ini hendaknya disesuaikan dengan
keadaan tertentu di mana Allah memanggil mereka ke dalam Serikat (apakah sebagai seorang
bruder atau imam). Walaupun novisiat bukanlah tahap formasi akademik, para novis
hendaknya menunjukkan kemampuan studi dalam Serikat (Bdk. EG [109]) dan kesiapsediaan
untuk mengejar hal itu secara serius dan bertanggung jawab. Mereka yang dipanggil untuk
menjadi imam, hendaknya disadarkan akan makna dan implikasi dimensi imami dari hidup
Yesuit. (Bdk. Normæ directivae, nn. 108-109, lih. juga KJ 34, d. 6).

22
Formasi Kerohanian di Novisiat

untuk masuk. Dalam beberapa hal, jika pada akhir novisiat, jawaban
atas pertanyaan itu negatif, mereka sebaiknya tidak diperbolehkan
untuk mengucapkan kaul.
Di akhir tahun kedua, dapat diharapkan bahwa para novis
akan memperoleh sifat bawaan awal dengan cara kita bertindak,
namun teruji dan otentik. Dengan mengingat maksud dari tahap awal
formasi ini, ciri khas hidup dan tindakan Yesuit yang ditetapkan
dalam dekret 26 dari KJ 34 dapat menjadi kriteria evaluasi pada akhir
masa novisiat. Bukanlah suatu kebetulan bahwa dekret ini
menyebutkan cinta pribadi pada Kristus sebagai ciri khas pertama
kita, yang diungkapkan dan dipelihara setiap hari. Cinta pada pribadi
Kristus adalah pusat, unsur yang memeluk hidup kita, menjadi nyata
dalam kesiapsediaan dan sikap aktif lepas bebas, dalam kemurahan
hati dan keteguhan dalam berbagi tugas komunitas, dalam
keheningan kreatif, dalam hidup komunitas yang membangun dan
penuh sukacita, dalam kemampuan mengkomunikasikan dan berbagi
pengalaman iman dan hidup, dalam sikap menerima perutusan kita
saat ini, dalam cinta kepada Gereja di sini dan saat ini (kudus, kendati
berdosa), dan dalam penyangkalan diri yang memerdekakan kita
untuk bergerak mengatasi kesukaan dan hasrat pribadi. Ini adalah
sejumlah indikator kunci dari ciri khas kharisma Serikat yang akan
menunjukkan apakah para novis telah mulai menerapkannya sebagai
milik mereka.
Sikap ini mengandaikan bahwa para novis akan mendapat
cukup pengenalan diri dan kemerdekaan batiniah yang
memperkenankan mereka untuk membuat suatu keputusan definitif
bagi Allah dan Serikat, dijamin oleh magister novis. Tanda yang tak
dapat diragukan lagi dari sikap merdeka yang dibutuhkan adalah
keterbukaan di mana mereka mempertanggungjawabkan pengalaman
pribadi mereka kepada magister dan sampai batas tertentu,
membagikannya pada sahabat mereka 61. Yang diminta adalah

61
Walaupun Kitab Hukum Kanonik menyatakan bahwa, “Pembimbing novis serta
pembantunya…hendaknya jangan mendengar pengakuan para siswa yang berdiam dalam
rumah yang sama bersamanya, kecuali jika para siswa itu dari kehendaknya sendiri
memintanya dalam kasus-kasus khusus” (KHK 985), kepercayaan dan keterbukaan di mana
seseorang mengungkapkan pertanggungjawaban batinnya kepada pembesar adalah penting

23
Formasi Kerohanian di Novisiat

kejelasan mutlak, kesetiaan yang terbuka, membentuk sikap,


membimbing tiap relasi dengan saudara se-Serikat dan dengan
pembesar; hal ini melahirkan sikap saling percaya yang sejati, dasar
yang harus ada dalam hidup Yesuit untuk mereka semua, namun
khususnya untuk para novis” 62. Kepercayaan dan keterbukaan ini
penting jika kita ingin mencapai keyakinan batiniah bahwa jalan
Serikat adalah kehendak Allah, karena ”semakin mereka maju dengan
terang yang lebih banyak, masing-masing semakin mantap dalam
panggilannya, dan juga Serikat sendiri dapat melihat dengan lebih
jelas apakah sungguh demi pujian dan kemuliaan Allah yang makin
besar kalau orang itu dipertahankan” 63. Keterbukaan ini, suatu ciri
penting dari cara kita bertindak, kadangkala akan membutuhkan
banyak kesabaran dan cara yang tepat dari pihak magister, terutama
bila berjumpa dengan pribadi yang mengalami relasi yang sulit dan
menyakitkan dengan otoritas. Jelas bahwa mereka yang tidak
menunjukkan kemajuan dalam hal keterbukaan ini dan dipandang
tidak mungkin bertumbuh di dalamnya setelah masa novisiat, tidak
diperbolehkan untuk mengucapkan kaul.
Sudah sejak tahun-tahun pertama formasi, para novis
diharapkan dapat mulai memeluk apa yang disebut sebagai ”budaya
Yesuit”; yakni, kombinasi dari pengetahuan, pikiran, dan perilaku
yang menjadi bagian cara kita bertindak. Untuk mencapai hal ini,
mereka harus mengetahui sejarah Serikat (khususnya sejarah provinsi
atau regio mereka sendiri) serta hidup para Santo dan Beato Serikat
yang terkemuka, khususnya St. Ignasius. Diskresi, kemampuan untuk
berperilaku secara pantas dalam berbagai situasi dan dengan macam-
macam pribadi, persahabatan yang terbuka untuk dikoreksi, disposisi
naluriah untuk menjaga perkara dan kesulitan kita di dalam Serikat
dan tidak pernah menyebarluaskannya pada publik, kesiapsediaan

sebagai cara bertindak kita. Oleh karena itu, adalah suatu praktik wajar bila bapa pengakuan
selama masa novisiat adalah magister novis. Barangsiapa menjadikan kanon ini untuk
membenarkan sikap kurang keterbukaan dan menyembunyikan sesuatu, ia tidak cocok bagi
Serikat.
62
Amanat P. Arrupe kepada para novis di Ciampino, dalam La identidad del jesuita en nuestro
tiempos, hlm. 525.
63
Kons [202], lih. juga EG [91-92].

24
Formasi Kerohanian di Novisiat

untuk saling membela terhadap serangan atau kritik yang tidak adil –
ini semua merupakan nilai-nilai dan sikap-sikap yang membentuk
”gaya atau budaya Yesuit”, ditanamkan sejak novisiat.

4. Perutusan Magister Novis

Tugas yang dipercayakan pada magister novis bersifat


menentukan dan penting, karena merekalah model hidup dan nyata di
mana para novis melihat pengejawantahan cara kita bertindak serta
kharisma dan perutusan Serikat. Para novis tahu bahwa merekalah, di
hadapan Allah, yang bertanggung jawab terhadap formasi mereka
sendiri64; bahkan para magister harus ingat bahwa kesaksian dan
konsistensi hidup mereka sungguh menentukan bagi penularan
kharisma kita dan pendampingan yang mereka berikan. Cinta mereka
pada Kristus, Serikat, Gereja dan kaum miskin, kedewasaan pribadi dan
Kristiani mereka, nyata dalam kemerdekaan di mana mereka mencari
Allah dalam segala hal, pengenalan mereka yang mendalam dan
internalisasi kharisma dan perutusan Serikat, adalah sarana terbaik
mereka untuk tugas membentuk para novis.
Hendaknya ditambahkan kemampuan mendengarkan,
pendampingan, dan discernment panggilan ke dalam pokok keakraban
menyeluruh dengan kharisma dan perutusan kita. Mereka hendaknya
menerapkan suatu pedagogi formasi yang memampukan mereka untuk
mengintegrasikan sikap-sikap yang tampaknya bertentangan: suatu
kedekatan afektif dengan para novis, namun sekaligus jarak tertentu
yang memberi mereka kemerdekaan untuk mendampingi para novis
secara obyektif dalam proses pendewasaan dan discernment; perhatian
pada langkah dan ritme tiap-tiap dari mereka, namun juga ketegasan
dan tidak mengulur-ulur waktu dalam menghadirkan tuntutan
panggilan dan perutusan kita; penghargaan terhadap kebebasan
pribadi, namun jelas dan tegas dalam menuntut kesetiaan pada cara
bertindak kita; kemampuan untuk membimbing dan memberikan
orientasi tanpa memaksa, namun juga tanpa mengikuti keinginan diri;
kesiapsediaan untuk mendengarkan para novis, namun tidak pernah
64
Bdk. VC 65 dan Normæ directivae, n. 29.

25
Formasi Kerohanian di Novisiat

melupakan tanggung jawab terbesar mereka untuk mengajarkan dan


menularkan pada para novis, forma societatis dan cara bertindak
Serikat yang mereka sendiri hidupi65.
Hendaknya ditugaskan seorang socius atau asisten untuk
membantu magister dalam formasi para novis dan dalam proses
discernment panggilan mereka. Demikian pula, mereka yang termasuk
dalam kelompok formasi dan yang hidup di dalam komunitas novisiat,
hendaknya sadar bahwa kesaksian dan konsistensi hidup mereka
adalah faktor yang sangat penting dalam formasi para novis 66.
Magister novis harus memiliki pengetahuan menyeluruh
mengenai rencana apostolis provinsi atau regio mereka dan
menyesuaikan diri dengannya, sehingga mereka dapat menularkannya
kepada para novis dalam hal-hal konkret di mana perutusan universal
Serikat diwujudkan di provinsi atau regio. Mereka juga harus
menginformasikan Provinsial atau Delegat Formasi secara rutin
mengenai cara-cara bagaimana rencana atau program novisiat untuk
formasi dijalankan. Bila novisiat bertempat dalam suatu asistensi yang
memiliki Aturan Studi yang berlaku umum untuk sejumlah provinsi,
para magister harus mengetahuinya secara baik dan terbuka, untuk
menerima orientasi dari mereka yang bertanggung jawab
mengimplementasikannya.

65
Bdk. Arrupe, dalam La identidad del jesuita en nuestros tiempos, hlm. 611, n. 1. Lih. juga apa
yang dikatakan St. Ignasius mengenai kualitas dan perutusan magister novis (Kons [263]).
66
Bdk. ibid, hlm. 651-652.

26
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

1. Pemeriksaan dan Penerimaan Masuk Kandidat

Biasanya, para kandidat hendaknya diperiksa oleh seseorang


yang memiliki kuasa untuk menerima dan oleh 3 orang lainnya yang
ditentukan oleh Provinsial (lih. Manuale Practicum Iuris Societatis Iesu
(Man) 22§1), dan instruksi St. Ignasius yang disesuaikan dengan
keadaan zaman kita. Provinsial boleh menunjuk orang lain untuk
menjadi examinator utama. Pemeriksaan harus mencakup pertanyaan-
pertanyaan untuk menjamin tidak ada hambatan atau larangan yang
dapat menjadikan penerimaan tidak valid atau tidak licit, atau
kekeruhan lainnya demi tahbisan di masa yang akan datang (lih. Man
22§3; 25). Harus diperhatikan secara khusus untuk tidak menerima
mereka yang tidak memiliki kesehatan, watak yang cocok, dan sifat-
sifat kematangan yang cukup untuk memeluk hidup Serikat dan
menyadari perutusannya (lih. Man 22§1, KHK 642). Oleh karena itu,
bila tidak memiliki pengenalan cukup akan kandidat, informasi
hendaknya dicari sebelum waktu pemeriksaan “mengenai kesehatan
mereka, tingkah laku, pendidikan dan praktik hidup Kristiani, tabiat,
bakat, studi yang telah dijalani serta hasilnya, keadaan keluarga dan
lingkungan sosial; dan bila perlu untuk mengenal mereka dengan lebih
penuh, dapat juga diminta nasihat dari ahli psikologi, asal terjamin
rahasia konsultasi serta kebebasan calon, maupun norma-norma yang
telah ditetapkan oleh Gereja” (NP [26§2], lih. Man22§1).
Jika ditemukan adanya hambatan, larangan, ataupun cacat cela
(lih. bawah, nn. 5-7), examinatores hendaknya sangat teliti melihat
apakah kandidat tersebut memiliki pemberian istimewa (“kualitas
perkecualian”, lih. Kons [176], Man 27), sehingga mereka dipandang
sangat berguna bagi Serikat dan bagi pelayanan pada Allah; karena
hanya dalam kasus ini, Institusi kita memperbolehkan mereka untuk
diterima, setelah memperoleh dispensasi yang dibutuhkan. Mereka
yang berhak untuk menerima, harus sungguh berhati-hati bilamana
kandidat “diragukan apakah dia mampu menjalankan hidup pribadi,
hidup bersama, dan hidup apostolis dalam Serikat atau apakah dia

27
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

akan bertekun di dalamnya” (NP [30], lih. Man 26§2); dan jika ia tidak
memiliki pemberian istimewa ini, adalah lebih baik untuk
menganjurkan kepada kandidat tersebut, suatu cara hidup lain untuk
melayani Tuhan (lih. Kons [192]).

2. Persiapan sebelum Masuk Novisiat

Dalam Serikat, tidak ada masa postulat baik bagi skolastik


maupun bagi bruder (lih. AR XIX, 1984, 65). Namun bagi kandidat yang
belum memiliki persiapan jasmani, kerohanian, dan akademik yang
memadai, hendaknya mereka tidak diterima masuk novisiat (lih. KHK
[597§2]). Dalam kasus ini, demi mencapai cukup kedewasaan dan
persiapan serta kemudian memperoleh buah-buah novisiat, para
kandidat dapat dipercayakan pada beberapa imam atau bruder yang
akan mendampingi dan menolong mereka dalam persiapan ini. Selama
waktu ini, baik bila kandidat semakin mengenai Serikat melalui kontak
personal dengan beberapa Yesuit dan melalui studi sejarah Serikat dan
beberapa dokumen Serikat, baik dokumen lama maupun baru (lih.
Man 21§2). Dan karena masa novisiat tidak dapat digunakan untuk
studi ataupun kegiatan yang tidak secara langsung membantu formasi
khusus novisiat (lih. KHK [652§5]), studi-studi yang dibutuhkan
kandidat untuk mencapai tingkat budaya dan akademik yang sesuai,
hendaknya diselesaikan sebelum mereka diterima masuk.

3. Percobaan Pertama

Percobaan pertama yang ditentukan oleh Institusi kita (lih. EG


[18], Kons [190], Man 31) hendaknya dijalankan dengan penyesuaian
seyogianya dan, seperti halnya novisiat, bersifat umum bagi calon
skolastik maupun bruder. Masa dua belas hingga lima belas hari
dipahami untuk percobaan pertama ini (lih. EG [18]) selama kandidat,
walaupun tinggal di novisiat, memiliki ritme formasi sendiri, terpisah
dari mereka yang menjalani percobaan kedua (lih. Kons [191], Man
31§1). Selama waktu ini, para kandidat hendaknya membaca dan
merenungkan dokumen-dokumen ataupun dokumen pelengkap yang

28
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

menggambarkan tujuan, semangat, dan kodrat Serikat (Surat


Apostolik, Examen dan Konstitusi dengan Norma Pelengkapnya) (lih.
Man 31§2). Mereka harus mempertanggungjawabkan batin kepada
magister, tanpa menyembunyikan sesuatu pun yang menghinakan
Tuhan, memberi keterangan lengkap mengenai seluruh hidupnya yang
lampau atau sekurang-kurangnya mengenai hal-hal yang lebih penting
(lih. EG [93], Man 31§§3-4).
Saat percobaan pertama dihitung sebagai masa novisiat dan
berakhir dengan retret sekurang-kurangnya selama tiga hari (lih. Man
31§5). Sebelum memasuki cara hidup formasi novisiat, baik bila
memiliki suatu tanda atau tindakan nyata yang mengungkapkan
permulaan tahap hidup baru sebagai novis.

4. Siapa yang Berhak Menerima Masuk Novisiat

Dalam Serikat, pribadi-pribadi berikut ini berhak menerima


kandidat secara sah untuk masuk ke dalam novisiat: Pater Jenderal,
Provinsial (dengan kuasa yang lazim diberikan oleh Pater Jenderal) dan
orang lain yang mempunyai kuasa itu hanya sejauh diberikan
kepadanya (lih. NP [24], Man 20). Pihak yang disebut terakhir tidak
boleh mendelegasikan kuasa ini kepada pihak ketiga, kecuali kalau
Pater Jenderal dengan tegas mengizinkannya (lih. KHK 137§3).
Penerimaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki kuasa
bersifat tidak sah (lih. KHK 641).
Ketika Provinsial (atau mereka yang memiliki kuasa itu)
mendelegasikan kuasanya pada pihak lain, hendaknya diberikan secara
tertulis (lih. KHK 37); walaupun untuk keabsahan penerimaan,
pendelegasian secara lisan sudahlah cukup. Pribadi-pribadi ini tidak
kehilangan kuasa menerima ketika Pater Jenderal ataupun Provinsial
berganti.
Adalah lebih baik bila bukan magister novis yang menerima
masuk, demi kebebasan yang lebih besar bagi semua. Sangatlah
bermanfaat bila pribadi yang menerima masuk, bertukar pendapat
dengan examinatores sebelum penerimaan, untuk memastikan kualitas
dan motivasi kandidat, dengan sepenuhnya menghargai kerahasiaan.

29
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

5. Halangan-halangan yang Mempengaruhi Keabsahan


Penerimaan

Hanya halangan hukum universal yang mempengaruhi


keabsahan penerimaan masuk novisiat (lih. NP [27], Man 23§2) dan
dispensasinya diberikan oleh Tahta Suci. Halangan-halangan itu adalah
sebagai berikut (lih. Man 23§1):
5.1. Bukan Katholik.
5.2. Belum genap berusia 17 tahun.
5.3. Terikat pada pernikahan gerejani atau sipil yang sah.
5.4. Terikat pada komitmen sementara atau tetap lembaga
hidup bhakti atau serikat hidup kerasulan. Dalam kasus ini, seseorang
dapat memperoleh izin untuk pindah.
5.5. Masuk novisiat disebabkan oleh kekerasan, ketakutan yang
amat sangat, atau penipuan. Hal ini menyangkut mereka yang masuk
Serikat tanpa kemerdekaan yang wajib dimiliki. Jika halangan ini
ditemukan setelah penerimaan masuk, Provinsial harus melaporkan
kepada Pater Jenderal untuk memohonkan dispensasi yang diperlukan
dari Tahta Suci, jika Serikat dan yang bersangkutan menginginkannya.
5.6. Diterima ke dalam Serikat melalui kekerasan, ketakutan
yang amat sangat atau penipuan pada pembesar yang menerima.
5.7. Menyembunyikan keanggotaan sebelumnya dalam suatu
lembaga hidup bhakti atau serikat hidup rasuli.
5.8. Dalam Gereja Timur, menjadi halangan bila seseorang
mendapat hukuman kanonik (kecuali bagi mereka yang dikenakan
karena alasan agama, kesalehan atau amal, sebagai contoh, doa-doa
tertentu, peziarahan, puasa khusus, memberi derma, retret), atau
diancam hukuman berat karena suatu kejahatan yang dituduhkan pada
dirinya secara sah.

6. Larangan yang Mempengaruhi Keabsahan Penerimaan

6.1. Menurut hukum umum atau hukum universal, larangan-


larangan berikut ini membuat suatu penerimaan ke dalam Serikat tidak
licit (Man 24§1) dan hanya Tahta Suci yang dapat memberi dispensasi:

30
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

6.1.1. Mengakui klerus sekular (imam atau diakon)


tanpa berkonsultasi dengan Ordinaris terlebih dahulu. Bagaimanapun,
persetujuannya tidak dibutuhkan.
6.1.2. Memiliki hutang yang tidak mampu dibayar.

6.2. Berikut ini adalah mereka yang tidak diterima tanpa


dispensasi dari Pater Jenderal, seturut dengan hukum Serikat (lih. NP
[28], Man 25):
6.2.1. Mereka yang, sesudah berumur 16 tahun, secara
publik keluar dari Gereja Katholik, dengan menyangkal iman dalam
bentuk apa pun.
6.2.2. Mereka yang secara publik dan dengan bebas
membunuh orang atau secara efektif menjalankan abortus provocatus,
maupun semua orang yang secara positif ikut dengan itu.
6.2.3. Mereka yang, karena melakukan kejahatan besar
atau hidup tidak senonoh, kehilangan nama baik di daerah di mana hal
itu terjadi.
6.2.4. Mereka yang dalam institut religius yang lain
telah mengikrarkan kaul sementara, atau dalam suatu institut sekular
atau lembaga hidup apostolis ataupun lembaga hidup bersama yang
serupa dengan kaum biara membuat ikatan pertama; atau yang sebagai
pertapa, mengikrarkan tiga nasihat Injil, diteguhkan dengan kaul akan
ikatan suci lainnya, secara publik dalam tangan uskup diosesan, tetapi
di bawah bimbingan uskup tetap mempertahankan cara hidupnya
sendiri.
6.2.5. Mereka yang sesudah berumur 14 tahun, baru
menjadi Katholik; halangan ini berlaku selama tiga tahun sesudah ia
masuk Katholik.
6.2.6. Mereka yang sudah lebih dari 50 tahun.

Hambatan atau larangan untuk penerimaan masuk ini tidak


mengikat kalau ada keraguan hukum (lih. KHK 14, NP [29], Man 29).
Kalau ada keraguan fakta, Provinsial dapat memberi dispensasi kecuali
dalam kasus pembunuhan disengaja dan abortus, hanya dapat
didispensasi oleh Pater Jenderal.

31
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

7. Cacat Cela yang Menimbulkan Kesulitan dan Menghambat


Penerimaan

Ada beberapa cacat cela atau keterbatasan yang tidak


mempengaruhi validitas atau kelicitan dari penerimaan masuk, namun
membuat kandidat kurang cocok untuk hidup dan perutusan Serikat
(lih. Man 26§1). Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut: gairah
atau keterikatan yang nampaknya sulit dikendalikan, motivasi yang
salah, inkonsistensi, dikenal malas, devosi yang tidak diskretif,
kecerdasan rendah, sifat keras kepala yang kuat, dikenal kurang
memiliki nalar, kesehatan buruk, cacat fisik, dan kewajiban sipil.
Dalam hal ini, penting bahwa mereka yang berhak menerima
masuk novisiat, mempertimbangkan apakah kekurangan semacam ini
dikompensasi dengan bakat Allah yang mencolok (lih. Kons [178], Man
27); mereka harus “sungguh berhati-hati menerima calon yang, karena
pernah punya penyakit jiwa atau punya masalah kepribadian khusus,
diragukan apakah dia mampu menjalankan hidup pribadi, hidup
bersama, dan hidup apostolis dalam Serikat atau apakah dia akan
bertekun di dalamnya” (NP [30], lih. Man 26§2).

8. Prosedur untuk Mendapatkan Dispensasi

Ketika ditemukan halangan, jika setelah mendengarkan


pendapat examinatores, Provinsial mempertimbangkan bahwa
kandidat bersangkutan memiliki bakat istimewa; beliau akan
menyarankan supaya kandidat bersangkutan memohon dispensasi
dengan menulis pada Provinsial yang sama. Pater Provinsial akan
mengirimkan surat ini kepada Pater Jenderal bersama dengan laporan
yang menjelaskan sejarah kandidat, halangan atau larangan yang
mengenai dirinya, dan bakat istimewa yang, dalam pertimbangan
Provinsial dan examinatores, pantas dan layak dimohon untuk
diberikan dispensasi.
Kalau dipandang tepat, Provinsial boleh memohonkan
dispensasi demi kandidat tersebut (lih. KHK 61). Jika kandidat pernah
menjadi seminaris atau anggota lembaga hidup bhakti, lembaga

32
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

sekular, atau serikat hidup rasuli lain; Provinsial hendaknya


mengirimkan testimoni dari mereka yang menjadi pembesarnya dan
menjelaskan alasan mengapa ia meninggalkan seminari atau lembaga
(lih. KHK 645§2, Man 30§2).

9. Dokumen yang Diperlukan untuk Penerimaan Masuk

Sebelum diterima, kandidat harus menyerahkan surat baptis


dan penguatan, dan juga surat keterangan status bebas (lih. KHK 645,
Man 30§1), yakni, dokumen yang menyatakan bahwa seseorang belum
menikah atau seorang duda, atau pertimbangan definitif dalam kasus
ketidakabsahan pernikahan. Jika klerus, dituntut surat keterangan dari
Ordinaris wilayah (lih. KHK 645§2; Man 30§2). Jika mereka pernah
diterima di dalam seminari atau suatu tarekat hidup bhakti atau serikat
hidup kerasulan lain, sebagai novis atau profes, Provinsial akan
meminta informasi dari pembesar mereka sehubungan dengan
kesesuaian mereka dengan hidup religius, ketiadaan hambatan (lih.
KHK 645§2), dan lebih dari itu, alasan-alasan mengapa mereka
meninggalkan seminari atau tarekat.
Bila dipandang perlu, pembesar dapat meminta informasi lebih
jauh (lih. NP [26§2]), bahkan di bawah rahasia (lih. KHK 645§4)
mengenai kesehatan mereka, karakter dan kedewasaan, bagaimanapun
juga dengan senantiasa menghormati hak tiap orang untuk menjaga
kebebasan pribadi.

10. Persyaratan untuk Keabsahan Masa Novisiat

Agar novisiat sah, haruslah meliputi 12 bulan yang


diselenggarakan dalam rumah yang secara sah, ditunjuk sebagai
komunitas novisiat (lih. KHK 648§1; Man 62§1).
Berikut adalah rumah tertunjuk yang dipandang sah:
a) Biasanya, rumah yang dibangun dan ditunjuk secara kanonik sebagai
novisiat oleh Pater Jenderal. Oleh karena itu, Provinsial hendaknya
melihat bahwa rumah ini dibangun secara kanonik, didirikan secara
sah, dan memiliki dokumen tertulis yang memperkuat hal ini. Bila hal

33
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

ini tidak ada, hendaknya Provinsial memberitahu situasi ini kepada


Pater Jenderal.
b) Untuk sementara waktu, rumah Serikat di mana Provinsial
mengizinkan sekelompok novis untuk tinggal beberapa waktu, demi
alasan tertentu (sebagai contoh: latihan rohani, rekreasi, atau istirahat)
(lih. KHK 647§3; Man 62§3). “Sekelompok novis” dipahami sebagai,
paling tidak, kelompok yang belum menyelesaikan 12 bulan kanonik
masa novisiat.
c) Dalam kasus-kasus tertentu dan sebagai pengecualian, rumah
Serikat lain yang mana Pater Jenderal, setelah mendengarkan pendapat
konsultornya, mengizinkan untuk alasan tertentu (sebagai contoh:
kesehatan atau usia) bahwa calon dapat melaksanakan novisiatnya di
bawah pimpinan seorang Yesuit berpengalaman sebagai pengganti
magister novis (lih. KHK 647§2; Man 62§2).

Jika novisiat didirikan, dipindahkan secara tetap ke tempat


lain, atau ditutup, hendaknya diperoleh keputusan tertulis dari Pater
Jenderal (lih. KHK 647§1; Man 61) dan dokumen yang berhubungan
harus dikirimkan. Sehubungan dengan aspek kanonik pembangunan
rumah novisiat, persetujuan tertulis uskup dibutuhkan.
Masa 12 bulan yang dibutuhkan demi keabsahan kanonik dari
masa novisiat tidak selalu 12 bulan pertama. Kepergian dari rumah
novisiat melebihi tiga bulan, secara terus-menerus atau terputus-putus,
membuat novisiat tidak sah, yakni masa novisiat minimum yang
disyaratkan oleh hukum universal, dan perlu diulang kembali (lih. KHK
649§1; Man 62§4). Kepergian terus-menerus melewati tiga bulan bila
melewati hari kalender yang sama (sebagai contoh: ketika kepergian
berlangsung dari 25 April hingga 26 Juli) (lih. KHK 203§2). Kepergian
yang tidak terus-menerus melewati tiga bulan bila, menghitung
seluruh hari kepergian, jumlahnya melewati 90 hari (lih. KHK 202).
Hari awal tidak dihitung dalam jangka waktu, tapi hari akhir dihitung
(sebagai contoh: dari tanggal 25-30 April berarti kepergian 5 hari).
Karena penting bagi masa novisiat Serikat, waktu untuk
percobaan khas yang direncanakan oleh Institusi kita (lih. EG [64-67];
NP [46§1] dan percobaan lain yang dianggap baik dalam Tuhan
(EG[71]) tidaklah menjadi kepergian dalam artian kanonik jikalau sifat

34
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

percobaan tersebut menuntut pelaksanaan di luar rumah novisiat;


lebih lanjut, waktu yang digunakan untuk percobaan dapat dihitung
sebagai bagian dari 12 bulan masa kanonik untuk keabsahan (lih. Man
381).

11. Formasi selama Masa Novisiat

Poin-poin berikut ini hendaknya diingat di samping apa yang


tercantum dalam hukum universal formasi novisiat (lih. KHK 650-652):
1. Tiap provinsi atau regio hendaknya memiliki suatu pedoman
pendidikan untuk novisiat (lih. KHK 650§1), disahkan oleh
Provinsial atau Superior Regio, dengan memperhitungkan dan
menyesuaikan dengan keadaan konkret pedoman umum yang
terdapat dalam KHK 652§2, hukum-hukum kita dan rencana
formasi provinsi atau regio tersebut. Program ini harus
dilaksanakan di bawah bimbingan magister novis (lih. KHK
650§1), yang di bawah kuasa Provinsial, bertanggung jawab
semata-mata untuk novisiat.
2. Sangat diharapkan bahwa magister novis memiliki rekan yang
teguh yang menolongnya dalam perutusan formasi (lih. KHK
651; Man 66§2) dan dalam discernment panggilan para novis
(lih. KHK 652; Man 66§4). Rekan tersebut akan tergantung
pada magister novis dalam hal-hal yang bekenaan dengan
formasi (KHK 651§2) dan diharapkan bahwa mereka saling
berbagi cara pandang mereka, dengan memeluk erat
kerahasiaan. Pedoman kolegial (bersama) novisiat tidak
temasuk.
3. Selama 12 bulan masa kanonik, para novis hendaknya tidak
menyibukkan diri dalam studi atau tugas yang tidak secara
langsung membantu formasi yang tepat untuk novisiat (lih.
KHK 652§5; Man 67§1). Selama jeda waktu, Provinsial, dengan
delegasi dari Pater Jenderal, dapat memperbolehkan novis
untuk belajar bahkan mendapatkan gelar akademis negara
atau Gereja, tapi tidak pernah untuk lebih dari enam bulan,
tanpa memberitahu Pater Jenderal tentang hal ini. Selama

35
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

waktu studi, para novis tersebut hendaknya meneruskan


praktik mendasar bernovisiat dan di bawah bimbingan
magister novis (lih. Man 67§2).
4. Mereka yang karena alasan yang pantas, menghabiskan
sebagian masa novisiat di rumah Serikat lain, hendaknya
berada di bawah perhatian khusus seorang imam yang
memiliki kuasa magister novis (lih. Man 67§2).
5. Para novis, di samping doa yang ditetapkan oleh Institusi kita
untuk skolastik dan bruder approbatus, yakni satu setengah
jam untuk doa, Misa, dan ucapan syukur (lih. NP [67§2]),
hendaknya mendedikasikan setengah jam lagi untuk doa.
Waktu ini dapat ditambah atau dikurangi untuk masing-
masing menurut pendapat magister novis, namun tidak dapat
dihilangkan (lih. NP [47§2]). Demikian pula, di samping retret
agung yang ditetapkan dalam Konstitusi, hendaknya mereka
melakukan retret delapan hari sebagai persiapan kaul pertama.
Jika mereka telah melakukan persiapan tersebut selama tiga
bulan sebelum pengucapan kaul, cukuplah bila mereka
mempersiapkan diri dengan retret tiga hari.
6. Para novis harus mendapat pengantar ke dalam Misteri
Kristus, pengetahuan mengenai sumber-sumber ajaran
kerohanian Serikat serta mengenai cara hidupnya, yang
menjadi jelas dalam sejarahnya dan teladan para Santonya;
dalam teologi hidup religius dan sifat religius lagi rasuli
panggilan kita bersama, kodrat kaul dan tanggapan kesetiaan
yang mereka nyatakan dan aneka cara mengambil bagian
dalam satu perutusan Serikat, menurut kekhususannya sebagai
imam atau bruder (NP [48]).

12. Harta Benda Para Novis

Selama masa novisiat, para novis mempertahankan


kepemilikan harta benda yang mereka miliki namun tidak dapat
mengelolanya tanpa seizin Pater Jenderal (lih. Man 70§1). Demikian
pula mereka tidak dapat memanfaatkan penggunaannya atau

36
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

keuntungan dari bunga yang dihasilkan, walaupun mereka dapat


mengatur peningkatan modal (lih. Man 70§§1-2). Sebagai akibatnya,
para novis yang memiliki harta benda pribadi harus mendapatkan
dokumen-dokumen berikut ini:
a) Pada permulaan novisiat, dokumen tertulis di mana mereka
secara bebas menunjuk pribadi yang kepada mereka diserahi
administrasi, penggunaan, dan hak mendapatkan keuntungan
dari harta benda tersebut (lih. Man 70§2). Jika penyerahan ini
dibuat demi kepentingan Serikat, dokumen tersebut harus
disetujui oleh Provinsial.
b) Sebelum kaul pertama, suatu perjanjian yang sah secara sipil
(lih. Man 71§1) dan pengaturan yang mana mereka
menentukan kepada siapa keuntungan harus diberikan; karena
sejak kaul diikrarkan, keuntungan tidak dapat lagi menambah
modal kecuali sejauh mereka mempertahankan daya beli yang
sama. Jika novis meninggalkan novisiat atau dikeluarkan,
pengaturan dibuat untuk administrasi, penggunaan, dan hak
mendapatkan keuntungan harta benda yang kehilangan nilai
kanonis.

13. Rentang Masa Novisiat

Dalam Serikat, masa novisiat secara normal sama untuk semua


calon dan berakhir setelah dua tahun (lih. Man 63§1); mulai pada saat
calon memasuki probasi pertama dan berakhir pada akhir hari yang
sama, dua tahun kemudian (lih. Man 63§§2-3). Hari masuk hendaknya
dicatat dalam buku novisiat dan provinsi atau regio yang secara khusus
dibuat untuk hal ini dan ditunjukkan dalam katalog provinsi (lih. Man
63§2). Selama masa 12 bulan kanonik, bila ada kepergian selama lebih
dari 15 hari dan kurang dari 90 hari, hendaknya diganti sebelum
mengikrarkan kaul pertama (lih. KHK 649§1).
12 bulan yang ditambahkan ke dalam masa yang menjadi syarat
kanonik, dibutuhkan demi keabsahan masa novisiat Serikat dan dapat
dipenuhi dalam rumah kita manapun (lih. Man 62§3); hanya Pater
Jenderal yang dapat memberi dispensasi untuk alasan yang penting

37
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

(lih. Man 63§1). Provinsial dapat memperbolehkan kaul pertama


dimajukan tidak lebih dari 15 hari, bila ada alasan-alasan yang akan
meneguhkannya (lih. Man 63§4).
Masa dua tahun novisiat harus diatur sehingga selama masa
itu, semua hal yang disyaratkan oleh hukum universal demi keabsahan
kanonik, dipenuhi secara memuaskan (Man 64).
Ketika masa 2 tahun selesai, para novis diterima untuk
mengucapkan kaul jika mereka dipandang pantas (lih. Man 118§1).
Untuk alasan-alasan yang jelas, provinsial dapat menangguhkan waktu
pengikraran, namun tidak melebihi 6 bulan (lih. KHK 653§2; Man
67§4, 118§2, 10). Perpanjangan masa probasi ini tidak diidentikkan
dengan masa novisiat dan hendaknya diisi dengan pengalaman-
pengalaman yang akan menolong untuk memastikan kepantasan novis,
bahkan jika percobaan ini dilakukan di luar novisiat. Jika diperlukan
perpanjangan lebih lanjut, hendaknya dikonsultasikan pada Pater
Jenderal dan beliau akan mengabulkannya, walaupun secara normal
tidak untuk lebih dari satu tahun (lih. Man 118§2, 20).

14. Meninggalkan Novisiat

Novis boleh meninggalkan novisiat secara bebas jika mereka


menginginkannya (lih. KHK 653§1; Man 38§1). Walaupun keputusan ini
mungkin menunjukkan suatu ketidaksetiaan pada panggilan Tuhan,
baik Pembesar maupun magister novis tidak boleh menghalangi
mereka, namun mereka dapat dan seharusnya menolong, jika novis
tersebut menghendakinya, sehingga keputusan tersebut sungguh
matang. Kesukarelaan meninggalkan novisiat tidak membutuhkan
formalitas yuridis: cukup bahwa novis memberitahukan keputusannya
kepada magister. Dalam kasus klerus, hendaknya mereka kembali ke
diosesannya (lih. KHK 268§2). Ketika novis meninggalkan novisiat
tanpa memberitahu magister; setelah tiga hari, hasrat untuk
meninggalkan dianggap dan akan dinyatakan dikeluarkan (Man 38§2).
Ketika Provinsial atau delegatnya mempertimbangkan, setelah
mendengarkan pendapat mereka yang bertanggung jawab untuk
formasi, bahwa seorang novis tidak pantas untuk Serikat, ia boleh

38
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

dikeluarkan, khususnya karena sebab-sebab yang disebutkan dalam


Konstitusi (lih. Kons [209-217]). Juga dalam hal ini, tidak dibutuhkan
formalitas yuridis apapun: cukup bahwa Provinsial atau delegatnya
memberitahu novis tersebut bahwa ia sebaiknya meninggalkan
novisiat. Walaupun hukum kita tidak menyatakan bahwa hendaknya
mereka diberitahu sebab-sebab dimisinya, akan berguna juga bila
memberitahunya.
(Menurut Konstitusi (lih. [208]), Provinsial hendaknya tidak
mengeluarkan novis-novis yang dikirim kepada provinsi oleh Pater
Jenderal ataupun pribadi-pribadi yang kepada mereka Serikat secara
khusus berhutang budi tanpa mengkonsultasikannya terlebih dahulu,
kecuali kalau soalnya amat mendesak dan berat dan tidak dapat
diragukan bahwa memang kehendak Pater Jenderal.)

15. Penerimaan untuk Kaul Pertama

Kuasa untuk menerima kaul pertama dimiliki Pater Jenderal


(Man 112§1), yang secara lazim diberikan kepada para Provinsial dan,
dalam kasus luar biasa, dapat juga kepada Yesuit lainnya, sebagaimana
pembesar setempat atau Visitator (lih. NP [113, 114§1, 1 0]; Man 112§2;
113§2, 10). Kaul pertama bersifat kekal dan dapat diikrarkan kalau
seseorang sudah berumur 19 tahun. Pater Jenderal bahkan dapat
mengizinkan pengikraran sebelum usia tersebut, namun setelah genap
berusia 18 tahun, asal waktu novisiat yang dituntut oleh hukum
universal, sudah selesai pada umur 17 tahun (lih. NP [116]; Man 117).

16. Penerimaan Kembali ke dalam Novisiat

Ketika Provinsial mempertimbangkan suatu permohonan


untuk bergabung kembali ke dalam Serikat, seseorang yang
meninggalkan Serikat setelah menyelesaikan masa novisiat atau setelah
kaul pertama, hendaknya ia menyerahkan perkara ini kepada Pater
Jenderal (lih. Man 52). Sebaliknya, novis yang telah meninggalkan
novisiat atau dikeluarkan, dapat diterima kembali oleh Provinsial
untuk memulai masa novisiat sekali lagi, dengan persyaratan yang

39
Aspek Kanonik sehubungan dengan Novisiat

sama, sejauh sungguh-sungguh diperlukan, sebagaimana dalam


penerimaan yang pertama.

40
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga


Awal Tahun Orientasi Kerasulan

Masa formasi yang dimaksudkan dalam dokumen ini, diatur


oleh Serikat seturut pedoman dan anjuran dari “Aturan Regional”
mengenai studi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidaklah mudah
untuk melacak jalur pasti dari tahap pokok; sebab tahap ini, yang mana
akan mempengaruhi studi, dibagi dalam “Aturan Regional” yang
beraneka ragam.”67
Beberapa faktor harus diperhitungkan, yang pertama-tama
adalah di manakah titik permulaan Yesuit muda kita. Di banyak
negara, ada sejumlah skolastik yang telah menyelesaikan studi di
universitas atau perguruan tinggi setara. Sebelum memasuki novisiat;
beberapa telah menyelesaikan seluruh atau sebagian studi filsafat dan
teologi, atau ada pula yang sudah bekerja selama bertahun-tahun.
Maka kemudian urutannya: studi di perguruan tinggi – filsafat (kadang
digabungkan dengan program filsafat-teologi), tidak selalu disusun
dengan cara yang sama dan mengikuti peraturan yang sama. Akhirnya,
dalam sebuah provinsi yang anggotanya berkembang, diadakanlah
yuniorat. Sejauh pengalaman membuktikan, setelah masa
pemberangusan, yuniorat telah menunjukkan kegunaannya.
Kita seyogianya memperkenankan keanekaragaman ini ketika
memaparkan pedoman yang meliputi aspek intelektual dalam formasi.
Akan tetapi, ini hanyalah salah satu aspek dari keseluruhan formasi
yang dilihat dalam tahap ini. Maka, akan sangat baiklah untuk
mengawalinya dengan menjabarkan aspek formasi lainnya. Tentu saja,
ini merupakan tuntutan formasi, yang menghendaki pentingnya

67
Sumber yang selalu menginspirasi bahan berikut, yang ditemukan dalam dokumen resmi
Serikat mengenai formasi, telah dituangkan dalam “Aturan Regional” dan refleksi atas
pengalaman yang dilaksanakan di pelbagai tempat, khususnya dalam tahun-tahun belakangan
ini.

41
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

keseimbangan dalam pelbagai hal: misalnya, dimensi rohani, dimensi


rasuli, dan dimensi komuniter.
Aturan presentasi ini memudahkan memasukkan skolastik dan
bruder approbatus dalam refleksi yang satu dan sama. Sebab, setelah
novisiat, mereka semua diikutsertakan dalam proses formasi yang
memiliki persyaratan pokok yang sama. Lebih dari pada itu, karena
dalam banyak kasus, tampaknya lebih baik menghindari pemisahan
langsung skolastik dan bruder approbatus setelah novisiat. Kita
sebaiknya membahasnya kemudian, kalau nanti sudah tiba pada
bagian mengenai studi, hal-hal khusus apa yang seharusnya diikuti
oleh para bruder dalam cakupan ini.
Karena panjangnya dokumen ini, petunjuk penerapan yang
lebih rinci telah dikelompokkan pada bagian awal. Bacaan bagian
berikutnya akan menunjukkan dasar-dasar kebenarannya serta
menjelaskan hubungannya.
Sumber yang akan terus menggerakkan jiwa kita dalam
halaman-halaman berikut ini, terbukti bersama dengan dokumen
resmi Serikat mengenai formasi, sudah menjadi bacaan “Aturan
Regional” dan refleksi pengalaman yang berkembang hampir di setiap
tempat, khususnya dalam tahun-tahun terakhir ini.

1. Beberapa Pedoman yang Harus Diperhatikan

1. Mereka yang bertanggung jawab akan formasi harus


bertujuan menumbuhkan dalam diri Yesuit dalam formasi;
integrasi pribadi dalam bidang rohani, kerasulan, komuniter,
dan intelektual formasi mereka. Secara khusus, mereka harus
membantu para Yesuit dalam formasi, menemukan
keseimbangan baru pada masa ini, segera setelah masa
novisiat.68

68
Bdk. NP [60; 66§1].

42
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

2. Setiap Yesuit dalam formasi secara teratur didampingi oleh


pembimbing rohani yang dipilih berdasarkan persetujuan
pembesar. Yang berikutnya ialah memastikan bahwa setiap
orang mengadakan perjumpaan berkala dengan pembimbing
rohaninya69.
3. Pembimbing rohani akan membantu saudara mudanya
dalam menemukan hidup doa yang sesuai dengan tuntutan
nyata Serikat70.
4. Keikutsertaan dalam perayaan ekaristi harian merupakan
bagian hidup rohani Yesuit 71. Demikian pula dengan
sakramen pengakuan dosa yang diterima secara teratur “agar
supaya dapat maju dalam pengabdian akan Allah dengan
kemurnian dan kebebasan hati”72.
5. Dengan tulus, pembesar harus berusaha memahami dan
memiliki perhatian personal kepada Yesuit yang
dipercayakan dalam pendampingannya. Ia akan memandang
ratio conscientiae sebagai salah satu peristiwa penting penuh
kepercayaan selama masa formasi73.
6. Pembesar juga akan memperhatikan asupan intelektual bagi
Yesuit dalam formasi, yang dipetik dari spiritualitas dan
sejarah Serikat74.
7. Demi membantu perkembangan hidup kemiskinan, perlu
didoronglah cara mendekati dunia kaum miskin 75; haruslah
dibuat program agar pengalaman berserah dan menolak
dunia menjadi nyata. Harus ditanamkan pula pemahaman

69
Bdk. NP [66§3].
70
Bdk. NP [66§2, 73].
71
Bdk. NP [67§2].
72
Bdk. KJ 32, d. 11, nn. 35, 39; NP [227§3].
73
Bdk. NP [155§1].
74
Bdk. NP [69§1].
75
Bdk. NP [106§3].

43
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

dan penggunaan yang ugahari akan uang dan sarana


duniawi.
8. Yesuit dalam formasi harus memegang teguh dalam budi
mereka bahwa, komitmen yang mereka ucapkan pada kaul
pertama bersifat kekal, sejauh mereka memperhatikannya.
Pembaruan kaul diadakan dua kali setahun sesuai dengan
anjuran Institusi kita (Kons [346, 544])76.
9. Pilihan studi yang ditawarkan kepada skolastik dan bruder
muda kita dibuat oleh Superior Maior, terutama dengan
memperhatikan kebutuhan rasuli Provinsi dan Serikat 77.
Sesungguhnya, inilah perutusan pertama yang dipercayakan
kepada mereka78.
10. Harus ada keputusan yang jelas mengenai berapa lama waktu
yang dicurahkan selama formasi untuk karya pastoral. Karya
ini juga merupakan suatu perutusan sejak dipercayakan
kepada mereka. Jika diperlukan, karya ini akan disertai
dengan pengenalan dan, dalam setiap hal, dengan refleksi
yang akan memunculkan buah-buah dari karyanya 79.
Harapannya, dalam perjalanan formasinya, kerasulan setiap
Yesuit muda akan menempatkan mereka dalam kontak
dengan aneka ragam orang80.
11. Pembesar harus memastikan bahwa hidup komunitas
sungguh menyediakan struktur pendukung, dan
ditindaklanjuti dengan kegiatan bersama seperti doa,
pertemuan, pelayanan… Setiap komunitas harus memiliki
tata tertib dan jadwal harian yang memperjelas tuntutan
hidup religius dan mereka yang mengatur hidup bersama 81.
76
Bdk. NP [75].
77
Bdk. NP [81§1].
78
Bdk. NP [81§4].
79
Bdk. NP [108§2].
80
Bdk. NP [108§3].
81
Bdk. NP [324§2].

44
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

12. Di antara Yesuit dalam formasi, baiklah bila membentuk tim


formasi sesungguhnya yang dapat membantu pertumbuhan
mereka dan pencarian sejati mereka akan Serikat.
13. Keadaan, tata cara, dan waktu bagi pengalaman keterlibatan
dengan dunia kaum miskin, diserahkan kepada diskresi
pembesar82. Pengalaman ini hendaknya tidak diubah menjadi
tujuan utama formasi melainkan tetap dipelihara sebagai
sarana; hendaknya juga tidak membahayakan kualitas studi.
14. Setelah novisiat, Yesuit dalam formasi diberikan pengantar
analisis sosial yang meliputi aspek ekonomi, politik, dan
kebudayaan83.
15. Pada permulaan hidup intelektual dalam Serikat amat
pentinglah memperoleh – jika perlu – metode dan teknik-
teknik mengerjakan karya intelektual. Sejak awal, diperlukan
juga latihan mengungkapkan diri secara lisan dan tertulis,
belajar menyusun gagasan dan mengkomunikasikannya
kepada aneka ragam publik84. Pendidikan komunikasi
ditempuh sepanjang tahap formasi, sesuai dengan program
yang ditetapkan di setiap “Aturan Regional”85.
16. Karena Serikat merupakan ordo internasional, komunikasi
antar anggota menuntut setiap orang mengetahui bahasa
yang paling umum dipakai. Oleh karena itu, setiap orang
dalam formasi harus belajar bahasa Inggris di antara bahasa
modern. Bagi mereka yang punya bahasa Inggris sebagai
bahasa ibunya, harus mempelajari satu bahasa lain, biasanya
bahasa Spanyol86.

82
Bdk. NP [106§3].
83
Ibid.
84
Bdk. NP [96§1].
85
Bdk. NP [96§2].
86
Bdk. NP [97].

45
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

17. Sejak awal hidup studi, standar karya intelektual yang tinggi
harus tetap dipertahankan 87. Standar ini mensyaratkan
definisi yang jelas akan apa yang diperoleh, ujian berkala,
dan juga – kerapkali – tugas “pribadi” tertentu. Skolastik
akan menerima banyak manfaat dari bantuan yang diberikan
oleh penasihat akademik pribadi.
18. Jika beberapa skolastik menempuh spesialisasi studi pada
tingkat doktoral, beberapa studi hendaknya ditunda hingga
sesudah tahbisan imamat.
19. Para skolastik harus belajar filsafat paling sedikit dua tahun 88.
Studi ini harus menyertakan setidaknya mata kuliah yang
ditulis pada no. 77 Normæ Generales Studiis Nostrorum
(1980), dan juga studi mengenai sejarah umum filsafat.
20. Apabila jumlah pengajar inti di suatu negara atau provinsi
tidak cukup memadai, maka negara atau provinsi itu harus
menggabungkan tenaga dan sumber dayanya dengan negara
atau provinsi lain.
21. Apabila skolastik harus menjalankan program studi filsafat
berdasarkan mata kuliah yang ditawarkan oleh fakultas
filsafat suatu universitas, mereka harus mampu
mengandalkan nasihat yang memadai dan susunan
kurikulum, sehingga sintesis filsafat yang diperolehnya sesuai
dengan tuntutan “filsafat Kristiani” 89.

2. Jalan yang Harus Ditempuh setelah Novisiat

Pembacaan atas dokumen Serikat mengenai formasi


menunjukkan betapa sukarnya jalan yang ditempuh. Mereka yang
mencari ringkasan dari keseluruhan persyaratan baru-baru ini
menemui jalan buntu, dan yang mencarinya dari teks resmi kita, akan
87
Bdk. NP [81§2].
88
Bdk. NP [87].
89
Bdk. NP [84].

46
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

menemukan kesan bahwa banyaknya tuntutan itu sukar dihindari. Dan


jalan ini kelihatan lebih berisiko pula sebab Yesuit selepas novisiat
seringkali berada pada masa perkembangan manusiawi dan intelektual
yang berbeda. Sebelum memasuki Serikat, beberapa orang belum
cukup memiliki pengalaman studi yang kokoh dan teratur.
Kesulitan yang disebutkan di atas menimpa baik Yesuit dalam
formasi maupun para formatornya. Masih akan dijelaskan tersendiri di
bagian berikutnya, dokumen ini bertujuan menjelaskan tuntutan dan
rekomendasi apa yang lebih diterapkan kepada mereka. Akan tetapi,
sebagaimana telah dikatakan, akan sangat keliru kalau kita melihat
atau menurunkan ke peringkat dua, tanggung jawab Yesuit muda bagi
formasi mereka sendiri. Nyatanya, sesudah Allah, merekalah yang
bertanggung jawab atas diri mereka; dan tidak ada hasil yang abadi
ataupun menentukan akan tercapai, kecuali kalau mereka membangun
komitmen pribadi sebagai pegangan bagi pelbagai tahap formasi
mereka. Kami mengingatkan mereka yang bertanggung jawab untuk
formasi, akan tugas mereka untuk membangkitkan dan memperkokoh,
baik inisiatif maupun rasa tanggung jawab Yesuit dalam formasi 90.
Akan tetapi, bagaimana kita terhindar dari memberi kesan
menuntut banyak bila menimbang banyaknya peringatan dalam
dokumen ini, dibandingkan dengan dokumen lainnya? Dekret 6 KJ 32
memperluas penggunaan konsep integrasi untuk merangkul kesatuan
seluruh aspek yang harus disertakan dalam formasi yang utuh. Dan KJ
33 menggarisbawahi kebutuhan yang sama akan integrasi di antara
empat aspek utama – rohani, rasuli, komuniter, dan intelektual – yang
harus diperhitungkan di setiap tahap formasi (KJ 33, d. 1, n. 20) 91.
Selanjutnya, membicarakan integrasi berarti sekaligus menyoroti
kesatuan yang jauh dicapai dengan mudah, dengan menambahkan
elemen-elemen lainnya. Apakah yang terpaksa dipaparkan dalam

90
Bdk. Anjuran Apostolik “Vita Consecrata” (VC), 65.
91
Bdk. NP [60].

47
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

bagian yang terpilah dan berturut-turut di sini, kemudian harus di atas


segalanya, dihidupi dalam kesatuan perkembangan organik.
Tentu saja, seluruh aspek formasi tidak dapat ditekankan
dengan kekuatan dan desakan yang sama di setiap tahap formasi.
Dengan ketergantungan jumlah orang kita yang bertanggungjawab atas
Yesuit dalam formasi, hal ini akan membuktikan betapa pentingnya
bahwa ia menemukan di antara mereka, pemahaman keempat aspek
ini dengan memandang integrasi mereka. Biasanya hal ini menjadi
tugas superior; namun pelayanan ini daapt dilimpahkan kepada
seseorang yang diberi tugas oleh Provinsial atas tahap formasi tertentu,
atau bahkan oleh asisten provinsial untuk formasi92.
Jalan integrasi untuk Yesuit muda tidak hanya menetapkan
suatu tujuan pribadi; tapi juga tujuan inkorporasi. Dalam personanya,
Yesuit dalam formasi akan memiliki pengalaman meninggalkan
novisiat, dan dengan cara serupa pada masing-masing tahapan baru,
suatu transisi yang sangat berat mungkin akan ia alami. Memasuki
suatu cara hidup yang lebih terbuka dan terlibat dalam kegiatan yang
lebih menarik perhatian, ia mungkin akan mengalami disorientasi dan
kekeringan rohani tertentu, mengakibatkan frustasi yang berakar
dalam kesepian yang lebih besar dan goncangan relasi personal.
Bagaimanapun, transisi ini – dan bukankah keseluruhan hidup kita
tersusun atas transisi-transisi demikian – harus menjadi bagian dari
suatu jalan jalan yang pada dasarnya merupakan perkembangan dan
pertumbuhan. Lebih lanjut, pertumbuhan pribadi itu sendiri harus
dipahami dalam proses inkorporasi progresif dalam hidup Serikat.
Dekret 6 dari KJ 32 menyatakannya dalam terang integrasi progresif ini,
melalui formasi, ke dalam tubuh rasuli Serikat (n. 13, dst.). Sesuai
dengan panggilan yang ia telah terima, Yesuit dalam formasi, sedikit
demi sedikit, dipanggil untuk menjadi apa yang diharapkan Allah dari
dirinya: rasul dalam pelayanan pada Tuhan dan Gereja-Nya, dan bagi
skolastik, imam Yesus Kristus, oleh keutamaan menjadi bagian tubuh

92
Bdk. NP [61§1].

48
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Serikat Yesus. Dari sudut pandang ini, panggilan untuk studi, setelah
masa novisiat, menggambarkan perutusan pertama bagi Yesuit dalam
formasi, yang dipercayakan oleh Serikat kepadanya93.
Kita dapat berusaha menggambarkan dalam beberapa goresan
pena, profil yang diharapkan Serikat, dapat ditemukan dalam diri
mereka yang menjalani formasi di dalamnya, setelah menjalani formasi
novisiat hingga Toker. Dalam momen perkembangan ini, Serikat
mengharapkan dari masing-masing pribadi, kemampuan untuk
terbuka dan bertumbuh sebagai pribadi yang mampu mencintai,
diangkat bersama Allah dan dibhaktikan secara murah hati untuk
sesama. Serikat berharap dapat menemukan dalam dirinya, ritme
hidup yang sesuai dengan bentuk panggilan kita, dimana aksi dan
kontemplasi bersatu dengan begitu akrabnya. Serikat juga berharap
dapat menemukan kompetensi intelektual yang mendalam dan kokoh,
menurut ukuran kemampuan masing-masing. Serikat ingin melihat
pengejawantahan yang tampak nyata dari semangat rasuli dan
kemurahan hati, dalam pemberian diri dan dalam cinta bagi yang
paling miskin. Sehubungan dengan Yesuit lain, Serikat ingin
menemukan dalam diri masing-masing, relasi personal yang terungkap
dalam dialog dan afeksi. Serikat mengharapkan kehadiran sensus
ecclesiae yang mendalam, dibangun atas dasar penghargaan, kesadaran
akan tanggung jawab, dan semangat iman. Akhirnya, Serikat berharap
bahwa masing-masing terbukti mampu berdiskresi sehubungan
dengan apa yang mempengaruhi baik dirinya maupun kerasulan
Serikat.

3. Formasi Rohani

Sudah diketahui bahwa formasi religius muda masa kini


bersifat lebih personal. Dan lagi, setiap orang harus akrab bergaul
dengan rekannya sesuai dengan jalan hidupnya dengan Tuhan dan

93
Bdk. NP [81§4].

49
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

dalam pemahaman yang lebih dalam akan nilai-nilai panggilannya 94.


Dalam cara khusus selama masa formasi mereka, para Yesuit
harus menemukan dengan lebih jelas, bagaimana mengintegrasikan
latihan tanggung jawab atas kebebasan mereka dalam hidup yang
ditandai dengan ketaatan dan penyerahan seutuhnya kepada Serikat.
Oleh karena itu, pembesar harus memberi perhatian khusus
untuk mengenal Yesuit yang dipercayakan ke dalam tangan mereka
dan tetap dekat dengan mereka. Ratio conscientiae yang dilaksanakan
dalam cara yang benar-benar tulus adalah elemen terbaik bukan hanya
bagi hidup rasuli Serikat tetapi juga bagi kebenaran dan kualitas
formasi yang ditawarkan Serikat95.
Dengan cara yang sama, setiap orang harus akrab sepenuhnya
dengan merawat hidup batin, relasi dengan Tuhan dan sesama, cara
mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus dan Gereja, caranya
menghidupi nasihat injili atas penyucian diri dan tanggapannya
terhadap panggilan Kristus, sang imam. Semuanya ini diperteguh
dengan pembimbing rohani dengan siapa ia membuka diri secara
teratur dan darinyalah, ia akan menerima dengan sikap kemuridan,
bimbingan yang sesuai dengan keadaan dan masalahnya, pada tahap di
mana ia sedang bertumbuh kini 96. Pemilihan pembimbing rohani tidak
boleh diserahkan begitu saja pada Yesuit dalam formasi, melainkan
harus sekurang-kurangnya dengan persetujuan pembesarnya 97.
Hal ini melibatkan suatu tawaran untuk skolastik dan bruder
muda, bantuan saudara yang lebih tua, yang sungguh dapat memahami
mereka, yang kepadanya mereka dapat membuka diri mereka dengan
penuh kepercayaan, dan yang memiliki kemampuan membimbing
mereka dalam menemukan dan menyerap secara efektif semangat
Serikat dan menjadikannya sebagai “cara”–nya sendiri.

94
Bdk. NP [64§1].
95
Bdk. NP [155§1].
96
Bdk. NP [66§2].
97
Bdk. NP [66§3].

50
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Di samping itu, setiap orang harus sadar bahwa di banyak


Provinsi, para Yesuit muda setelah novisiat, diberikan pembekalan
ringan yang nyata untuk mendukung dan memperdalam pengetahuan
mereka akan Serikat, seperti spiritualitas, sejarah, dan hidup Yesuit
zaman ini. Kita harus melawan perpecahan yang membahayakan
pertumbuhan dan dinamika panggilan dan kemajuan inkorporasi ke
dalam Serikat98.
Dalam hubungan dengan saudara muda, pembesar dan
pembimbing rohani harus menaruh perhatian khusus guna
memastikan agar mereka setia kepada latihan rohani dalam hidup doa
mereka99. Banyak yang membutuhkan bantuan untuk menemukan
waktu yang paling tepat dan juga bentuk hidup doanya. Komunitas
sendiri harus melanjutkan bentuk nyatanya melalui hidup doa sebagai
komunitas sahabat dalam Tuhan yang bertujuan menumbuhkan
bersama penyerahan diri seutuhnya kepada Allah dan sesama
manusia100.
Hidup sakramen harus dihidupi dalam segala ketulusan.
Liturgi Gereja bukan hanya ungkapan doa personal dan komuniter. Di
atas semuanya, liturgi memiliki makna gerejani dan melalui itu, dalam
perayaan misteri Kristus, sampai pada makna rasuli. 101 Keikutsertaan
dalam perayaan ekaristi harian merupakan bagian dari hidup rohani
seorang Yesuit (bdk. KJ 32, d. 11, n. 35). Dan sakramen rekonsiliasi, pada
saatnya, harus diterima secara teratur “agar kita dapat maju dalam
kemurnian jiwa dan kebebasan mengabdi Tuhan” (ibid., n. 39) 102.
Mengenai pemeriksaan batin, kita sudah tahu bahwa sejak
zaman St. Ignasius, examen menawarkan perjumpaan nyata dengan
Allah selama waktu studi103.

98
Bdk. NP [69§1].
99
Bdk. NP [67§1].
100
Bdk. NP [77§2].
101
Bdk. NP [68].
102
Bdk. NP [227§3].
103
Bdk. NP [229].

51
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Kita juga harus memperhatikan segala hal yang berhubungan


dengan pengudusan melalui kaul keagamaan. Yesuit muda
mempersembahkan diri mereka secara utuh kepada Allah sebagai
sahabat Yesus, dalam kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Kini,
mereka harus dibantu menerjemahkan tuntutan penyerahan diri dan
penyangkalan diri yang mereka ucapkan melalui tiga kaul, ke dalam
kenyataan hidup, dalam penyesuaian diri dengan semangat dan tradisi
Serikat.
Oleh karena itu, Yesuit dalam formasi dibantu menghidupi
hidup kemiskinan dalam cara yang realistis, dengan memperhatikan
dunia dan masyarakat tempat mereka tinggal. mereka hendaknya
didorong untuk bertanya baik kepada diri sendiri maupun komunitas,
seperti apakah tuntutan nyata kaul kemiskinan. Mereka diingatkan
tentang ketergantungan sepenuhnya yang ditimbulkan akibat
penyangkalan atas segala bentuk kepemilikan 104. Hendaknya mereka
dibantu untuk memahami dengan baik, nilai uang dan barang duniawi
dan bagaimana mempergunakannya secara pantas.
Sejauh menyangkut kaul kemurnian, Yesuit dalam formasi
hendaknya hidup dalam keterbukaan kepada pembesar dan
pembimbing rohani mereka. Kenyataannya, lazim bahwa setelah
novisiat, masalah perkembangan psikoseksual pribadi yang
tersembunyi selama masa itu, muncul kembali ke permukaan. Oleh
karena itu, Yesuit harus memberikan kepastian bahwa perjumpaan
baru dengan “dunia”, setelah pemisahan suci dalam masa novisiat,
tidak akan membangkitkan kembali perilaku, sikap, cara bertindak,
khususnya dalam hubungan dengan lawan jenis dan wanita muda,
yang kurang mengungkapkan secara nyata penyerahan diri kepada
Tuhan. Kesopanan dalam tutur kata dan tindak tanduk, yang amat
penting dalam hubungan dengan lawan jenis, sama pentingnya dengan
hubungan dengan sesama pria. Amat berguna juga untuk menegakkan
usaha formasi dan integrasi yang tepat pada tahap ini, dengan

104
Bdk. NP [167, 174§2].

52
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

mengundang sumber yang kompeten atau kuliah semacam ini, dan


juga mengadakan sesi refleksi mengenai hidup afeksi 105. Keseimbangan
yang tepat dalam hidup rasuli, disertai dengan refleksi dan pengawasan
yang baik, akan membantu pertumbuhan kemurnian yang matang.
Kualitas sharing antar pribadi juga akan memberikan dukungan
berharga dalam bidang ini106.
Ketaatan akan dilatihkan secara penuh dalam hidup harian.
Salah satu ungkapan pokoknya akan menjadi disposisi siap sedia untuk
mengikuti arah formasi yang diajukan. Setiap kecenderungan untuk
melihat studi sebagai jalan untuk menjamin karier ke depan harus
dihilangkan seutuhnya. Dialog penegasan bersama pembesar akan
membantu skolastik memeluk tugas yang diberikan kepadanya dengan
rasa tanggung jawab.
Akhirnya, kita harus mencamkan kepada Yesuit dalam formasi
bahwa komitmen yang mereka ambil melalui kaul pertama, sejauh
mereka memperhatikannya, memiliki ciri kekal. Di banyak negara, sifat
kekal ini bertolak belakang dengan kecenderungan budaya di
sekitarnya.
Pembaruan kaul harus dilakukan sesuai dengan anjuran
Institusi kita (Kons [346, 544]) dua kali setahun. Umumnya, kebiasaan
saat ini untuk menyiapkan pembaruan kaul adalah baik melalui retret
delapan hari, atau sekurang-kurangnya, melalui triduum. Pentingnya
suatu tindakan yang mana seseorang mengikat diri pada panggilan
Allah untuk hidup kudus sepenuhnya, ditekankan dengan cara ini. 107
Setiap Yesuit tidak boleh mengabaikan pentingnya struktur
religius dimana Yesuit muda dipanggil untuk menghidupinya. Tanpa
bermaksud membahas aspek tentang hidup komunitas dalam pokok
ini, yang tentu akan kita kemukakan belakangan, amat berhargalah
mengangkat pentingnya disiplin hidup pribadi, yang terungkap dalam
pengaturan dan pembagian waktu, serta kesetiaan pada karya dan
Bdk. NP [72§ 1].
105

106
Bdk. KJ 34, d. 8, nn. 21-23.
107
Bdk. NP [75].

53
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

tugas setiap hari. Tanggung jawab itu akan menolak setiap sikap dan
kebiasaan lalai, membantu setiap orang untuk melampaui dirinya dan
berjuang melawan rintangan yang menantang usahanya untuk meraih
hidup yang tertata rapi.
Semenjak tahap awal, mereka yang bertanggung jawab harus
waspada untuk mendorong, dalam semangat dan hati para Yesuit
dalam formasi, pertumbuhan disposisi rohani yang digariskan St.
Ignasius dalam “Pedoman Kesepahaman dengan Gereja” 108.
Kenyataannya, setelah novisiat, mereka masuk sedikit demi sedikit ke
dalam Gereja yang nyata, Gereja universal, sebagaimana gereja
keuskupan mereka, di dalam kota dan paroki mereka; dan dengan
gereja inilah, mereka harus belajar mengidentifikasi diri mereka;
karena orang yang mereka jumpai akan mengharapkan dari mereka,
pemahaman akan gereja dan identifikasi dengannya. Penarikan diri
apapun ke dalam komunitas religius, yang seolah-olah merebut peran
Gereja, haruslah dicegah seperti halnya mengambil sikap kritis yang
memisahkan diri dari Gereja yang nyata. Mereka yang bertanggung
jawab terhadap formasi berperan penting dalam hal ini, baik lewat
perbuatan maupun perkataan, mendorong sensus ecclesiae sejati dan
sikap positif ke arah itu.

4. Formasi Kerasulan

Studi dalam Serikat secara jelas diarahkan kepada hidup


rasuli109. Pemilihan program studi yang berbeda-beda diatur
berdasarkan kebutuhan kerasulan dalam menyesuaikan diri dengan
tugas perutusan Serikat zaman ini, dengan lebih berdasarkan pilihan
misioner dan rencana kerasulan setiap Provinsi daripada kecakapan
dan minat Yesuit dalam formasi. Benarlah bahwa pada pemilihan studi,
yang seringkali menggambarkan salah satu pilihan penting pertama

108
Bdk. NP [70].
109
Bdk. NP [59§1].

54
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

bagi hidup formandi, superior maior hendaknya memperkirakan


dengan jelas tanggung jawab atas keputusan yang diemban oleh
formandi. Keputusan ini harus dituntun oleh perutusan Serikat, baik di
mata skolastik maupun bruder muda.
Dalam tahun sesudah novisiat, Yesuit umumnya akan
mencurahkan sebagian besar waktunya untuk studi. “Tidak boleh ada
yang kehilangan arah pandangan akan fakta bahwa perutusan khusus
dan kerasulan mereka waktu studi ialah studi itu sendiri” 110.
Akan tetapi, untuk mendorong pertumbuhan dalam kepekaan
rasuli dan pemberian diri yang mempengaruhi kerasulan, dan juga
untuk membangun formasi terpadu di mana perutusan intelektual dan
keterlibatan rasuli telah saling terkait satu sama lain, tepatlah bahwa
kita hendaknya menetapkan waktu pasti bagi pengalaman pastoral
nyata. Polanya bisa beraneka ragam: di beberapa tempat, diambil suatu
waktu dalam pekan (entah beberapa hari atau jam) dikhususkan bagi
aktivitas pastoral. Di tempat lain, ketika ada libur panjang, kita
mencari waktu untuk mengadakan kegiatan demikian 111.

Persyaratan berikut harus selalu diperhitungkan dengan


sungguh-sungguh:
- Karena latihan berpastoral dijalankan sebagai “perutusan”,
maka pengalaman ini harus berakar dalam pengutusan nyata
bahwa Yesuit dalam formasi tidak menanggung tanggung
jawabnya sendiri. Pilihan tugas yang beraneka ragam
diputuskan oleh pembesar112. Pilihan dibuat atas dasar situasi
dan kebutuhan setiap orang dan juga program pastoral
Gereja, dalam kerjasama dengan lembaga gerejawi lain dan
kebutuhan rasuli Provinsi. Akan tetapi, kita harus
menghindarkan para skolastik dari satu jenis perjumpaan dan

110
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 22; NP [81§4].
111
Bdk. NP [107, 108§1].
112
Bdk. NP [108§2].

55
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

penugasan selama masa seluruh waktu formasinya. 113 Amat


diharapkan bahwa pada tahap awal, para Yesuit dalam
formasi dikenalkan dengan kerasulan kita dalam bidang
Latihan Rohani114.

- Pelayanan pastoral dihidupi secara cuma-cuma dan dalam


semangat kemiskinan dan penyangkalan diri; maka Yesuit
dalam formasi seyogianya tidak didorong untuk mencari
prestasi pribadi atau memuaskan keinginan tertentu. Namun,
pada saat yang sama, perutusan yang dipercayakan kepada
siapapun harus menyeimbangkan kekuatannya. Yesuit dalam
formasi dibantu untuk ambil bagian dalam kerja tim yang
barangkali melibatkan awam, sebab kerja tim membutuhkan
kerjasama penuh kerendahan hati dan kesederhanaan.
Tanggung jawab untuk mengadakan bimbingan tidak begitu
diperlukan pada masa ini.

- Periode sesudah novisiat pertama-tama dibhaktikan untuk


studi: waktu yang diberikan untuk kegiatan pastoral dibatasi
dengan jelas. Mengenai hal ini dan hal-hal lain, semangat
Latihan Rohani akan mendorong kita bertindak dalam cara
yang berlawanan dengan kecenderungan spontan yang
menarik tiap orang, disadari atau tidak, pada kepuasan atau
kepentingan pribadi. Beberapa orang akan mencari waktu
untuk mengerjakan kerasulan pada waktu yang semestinya
dipakai untuk studi; pembatasan yang jelas dan tidak bersifat
melangkahi harus dikenakan pada mereka. Di sisi lain,
beberapa orang barangkali akan mencari bentuk pemenuhan
pribadi dalam studi dan mengakibatkan mereka tergoda
mengabaikan tugas pastoral yang dipercayakan kepada

113
Bdk. NP [108§3].
114
Bdk. NP [108§4].

56
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

mereka. Mereka harus diingatkan bahwa tujuan rasuli formasi


Yesuit yang benar ditempuh melalui tuntutan keterlibatan
dan pelayanan.

- Tugas pastoral, selama seluruh waktu formasi, dipahami


bukan sebagai tambahan ataupun bentuk pelarian diri,
namun sebagai salah satu elemen pengembangan diri. Dan di
satu sisi, tugas ini akan membantu menyediakan pengenalan
pada Yesuit muda mengenai pelbagai tugas di mana mereka
akan diutus. Caranya dapat ditempuh melalui sarana bacaan
dan paparan teori atau dengan membentuk kelompok
kerasulan, para guru berbakat, yang telah disetujui. Di sisi
lain, pengalaman yang diperoleh harus ditindaklanjuti dengan
refleksi. Refleksi memberikan kesempatan untuk membuat
pembelajaran dan kemajuan. Guna menyukseskan tujuan
formasi ini, pembesar dapat menugaskan satu atau lebih
pendamping kerasulan atau dia sendiri dapat mengawasi
aspek formasi ini115.

- Dengan beraneka ragam jenis tugas pastoral, maka ada


berbagai pengaturan yang dibuat. Akan sangat baiklah jika
selama tahun-tahun formasi ini, setiap Yesuit muda memiliki
kesempatan memasuki lingkungan yang berbeda-beda 116.
Dalam hal ini, pada akhir novisiat, amatlah berguna
memberikan skolastik, daftar karya pastoral yang diharapkan
dapat dialami selama masa formasi mereka. Dengan
demikian, pada setiap tahap formasi dan dalam ketaatan
kepada pembesar, setiap skolastik dapat memilih pelayanan
tertentu yang dimintakan kepadanya. Keseluruhan program

115
Bdk. NP [106§3].
116
Bdk. NP [106, 111].

57
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

inisiasi kerasulan ini masih menjadi tanggung jawab


pembesar formasi kepada provinsial.

- Skolastik seharusnya secara pribadi bertemu dengan Yesuit


senior di Provinsinya yang terlibat dalam karya kerasulan.
Pertemuan ini akan mendorong mereka dan membuktikan
daya tarik yang menimbulkan pilihan model Yesuit yang akan
ditirunya. Pertemuan hendaknya diatur dengan koordinator
atau delegat dari medan kerasulan yang berbeda-beda dari
tiap Provinsi.

5. Formasi untuk Komunitas

Kita telah memberikan penekanan orientasi kepribadian dalam


formasi kita. Dan yang lebih penting, hal itu merupakan buah dari
sumber pertama inspirasi kita, yakni Latihan Rohani. Akan tetapi,
Yesuit juga dipanggil menjadi anggota tubuh rasuli 117. Di sana terdapat
sumber sukacita dan kesatuan sejatinya dengan para “sahabat dalam
Tuhan.”
Apabila hidup komunitas, dalam periode sesudah novisiat,
menunjukkan kesederhanaan, maka kesederhanaan itulah yang
merupakan persiapan untuk menghadapi kenyataan hidup komunitas
yang akan datang. Faktanya, para Yesuit formati dipanggil untuk
menjaga kesunyian batin; dan pada saat yang sama, ia juga menghidupi
komitmen pada komunitas yakni mempertimbangkan kegiatan
kerasulan dan melaksanakannya dalam komunitas.
Namun, pembesar harus menggunakan setiap sarana yang
mereka miliki untuk menjadikan komunitas sebagai struktur yang
mendukung. Apabila studi yang diambil berbeda-beda dan akhirnya
jadwal pun berbeda-beda, maka akan lebih sukar menjaga hidup
komunitas di mana semua merasakan keterlibatan yang sama.

117
Bdk. NP [76].

58
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Penetapan pedoman bersama haruslah dibuat. Pedoman itu harus


meliputi waktu rohani komunitas (ekaristi dan doa komunitas,
rekoleksi bulanan, triduum pembaruan kaul, dan mungkin retret
tahunan), pertemuan komunitas, yang modelnya hendaknya
mendorong bertumbuhnya rasa persaudaraan sehingga membantu
penegasan komunitas, dan terakhir perlunya dibuat jadwal
membersihkan rumah dan waktu liburan bersama 118.
Disiplin komunitas akan dijamin dengan adanya tata tertib
harian dan oleh jadwal hidup bersama (misalnya rekoleksi dan
silentium, dan juga rekreasi) sesuai dengan apa yang dituntut oleh
hidup religius (untuk kunjungan orang luar, dibutuhkan izin).
Pembesar, melalui kehadirannya dalam komunitas tempat ia
membagikan hidup dan upaya pencarian dan diskresinya, harus
menjamin tercapainya tuntutan panggilan me-Yesuit. Skolastik yang
dipercayakan dalam pembinaannya, setelah menyelesaikan
novisiatnya, masih berada dalam tahap awal hidup me-Yesuit. Dan
dengan demikian, ia akan berusaha sebaik-baiknya mewujudnyatakan
hidup me-Yesuit secara lugas di komunitasnya: surat dari Pater
Jenderal dan Pater Provinsial, “Berita dan Artikel,” dan berita provinsi
… Dan seperti yang disarankan bagi formasi rohani, ia akan mencoba
menjamin kelanjutan formasi Yesuit yang sejati dengan mendorong
studi berkala mengenai spiritualitas dan sejarah Serikat, baik secara
pribadi maupun dalam komunitas.
Dalam masa awal studi, Yesuit dalam formasi memperdalam
sikap kesiapsediaan kepada Gereja dan secara bersamaan
memperdalam kesetiaan mereka kepada Tuhan Yesus 119. Bahkan pada
tahap ini, pelayanan yang membuat diri skolastik siap sedia memikul
tanggung jawabnya, sudah ditentukan oleh sifat dasar imamat Serikat.
Maka, di samping dokumen Serikat, mereka harus didorong membaca
dengan saksama dokumen Gereja universal (ensiklik, dokumen sinode

118
Bdk. NP [319].
119
Bdk. NP [70].

59
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

uskup) dan gereja lokal (pernyataan yang dibuat oleh konferensi


waligereja).
Tim formasi tidak hanya terdiri dari para superior. Para Yesuit
formati juga akan ambil bagian untuk berbagi dalam komunitas
dengan para Yesuit dalam formasi baik mereka itu memiliki tanggung
jawab langsung atau tidak dalam hidup rohani atau intelektual. Mereka
ini hendaknya mampu mengerahkan pengaruh positif kepada saudara
mereka dan menjadi sumber semangat dan inspirasi bagi mereka.
Komunitas formasi bukanlah komunitas yang terisolasi. Entah
dalam bentuk residensi atau melekat dengan komunitas tertentu,
setiap Yesuit dalam formasi harus dibantu untuk menjaga kontak
dengan komunitas rasuli Provinsi dan supaya terbuka dan ramah, agar
ketika tiba saatnya, siap bergabung dengan perutusan yang diberikan
kepada mereka. Mereka yang bertanggung jawab hendaknya menerima
dengan hangat, dengan mengundang mereka secara berkala,
mengenalkan mereka dengan para Yesuit, sehingga Yesuit dalam
formasi dapat menjalin kontak dengan komunitas rasuli nyata di dalam
Provinsi.

6. Keakraban dengan Kaum Miskin

Sebelum mengerjakan pertanyaan seputar studi, seyogianya


kita memberikan beberapa pedoman mengenai hal-hal apa yang
kadang muncul dalam refleksi dan apa yang menjadi pertanyaan
mengenai pembesar. Pertanyaan tersebut ialah mengenai pengalaman
nyata dengan kaum miskin. Hal ini akan mempengaruhi baik gaya
hidup komunitas maupun kontak dalam karya kerasulan, dan
dikaitkan dengan tugas memahami dan menganalisis kondisi sosio-
budaya. Dengan demikian, pengalaman ini akan berdiri di tengah
aspek mendasar lainnya dalam proses formasi. Namun, karena
pengalaman ini biasanya dilakukan lebih dari sudut hidup komunitas
dan implementasinya, lazimnya tema ini akan dibicarakan sesudah kita
merefleksikan pengalaman komunitas dalam masa formasi.

60
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Dekret 6 KJ 32 mengingatkan bahwa kita, para Yesuit dalam


formasi, harus tahu tentang kondisi hidup di negara tempat mereka
berada saat ini120 dan “pengalaman hidup bersama orang miskin”;
dengan demikian membantu “mengatasi keterbatasan yang mungkin
timbul dari latar belakang sosial ekonomi mereka sendiri” 121 (n. 10).
Dalam konteks “perpecahan penginjilan” dan guna memperoleh visi
kritis “akan diri kita sendiri, masyarakat, dan dunia” bahwa teks dekret
ini berbicara secara eksplisit mengenai “masuk ke dalam kebudayaan
masyarakat setempat di mana kita merasul, agar iman kita dapat
dimengerti oleh masyarakat dan memengaruhi hidup serta budaya
masyarakat tersebut” (ibid).
Dalam lima belas tahun terakhir, eksperimen dilakukan di
pelbagai tempat untuk mengalami kontak langsung dengan kaum
miskin. Analisis atas eksperimen ini memampukan kita sekarang
membuat pedoman-pedoman yang lebih jelas.
Sejak saat permulaan, kita hendaknya mengingatkan diri kita
akan apa yang menjadi tradisi paling tua dan selalu dilaksanakan oleh
Serikat, yakni desakan yang membawa kita pada kaum miskin untuk
membagikan Kabar Gembira Yesus dengan mewartakannya kepada
mereka dan nanti sebaliknya, kita yang diwartakan oleh mereka.
Kemudian dibuatlah kunjungan rumah sakit dan kebiasaan
berkatekese kepada anak-anak dan orang-orang sederhana. Studi
mengenai sejarah kita akan membawa terang kepada gerak hati tanpa
henti yang meresapi perutusan Serikat: perutusan tidak hanya
diperuntukkan bagi mereka yang miskin secara materi, melainkan
semua korban marginalisasi sosial.
Pemahaman sejati akan formasi dan perambatan nilai-nilainya
akan membawa kita pertama-tama untuk menggarisbawahi kebutuhan
akan perhatian mendalam pada segala bentuk kemiskinan. Namun, hal
ini hendaknya tidak dipahami secara terbatas, seolah formasi kerasulan

120
Bdk. NP [106§2].
121
Bdk. NP [106§3].

61
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Serikat harus dikurung ke dalam bidang tertentu yang dipengaruhi


oleh kemiskinan secara langsung. Kesiapsediaan rasuli universal sudah
tertera dalam warisan sejarah Serikat.
Akan tetapi, bila Yesuit dalam formasi mengadakan
perjumpaan nyata dengan kaum miskin tanpa ada kemungkinan
mengenakan tameng atau melarikan diri, maka jelaslah bahwa ikatan
ini meningkatkan masalah bagi hidup doa dan pelaksanaan studi.
Sementara mempertahankan nilai menyertakan pengalaman bersama
orang miskin, marilah kita mencoba menerapkan beberapa kriteria,
yaitu dengan menyertakan beberapa persyaratan dan dengan
menerapkannya dalam cara tertentu. Kriteria pertama yang patut
disebutkan ialah yang paling utama dari lainnya: keterlibatan bersama
kaum miskin dipandang sebagai salah satu sarana saja dan bukanlah
tujuan formasi kerasulan. Untuk alasan inilah, maka seorang Yesuit
harus menjamin bahwa keterlibatan itu tidak akan melunturkan
kualitas studi. Sebab, pada masa formasi ini, studi menjadi sarana
istimewa untuk menyiapkan rasul. Secara efektif, studi adalah
perutusan sejatinya, kerasulannya. Maka, Yesuit haruslah
menghindarkan diri dari tujuan, keterlibatan penuh dengan kaum
miskin seolah mengubah formasi sebagai waktu tugas pastoral
sesungguhnya, atau yang akan mengambil segala kemungkinan
penarikan diri dan kesepian.
Kita dapat menyimpulkan bahwa selama masa studi,
keterlibatan dengan orang miskin sepatutnya dibatasi secukupnya.
Yesuit bisa saja mengambil tempat khusus dalam program atau
menyisihkan waktu khusus untuk itu. Yesuit yang berkualitas harus
dipilih secara khusus untuk menjadi sahabat bagi mereka yang terlibat
bagi orang miskin122. Akhirnya, ditinjau sebagai sarana formasi
kerasulan, pengalaman keterlibatan dikenali sebagai salah satu dari
sekian banyak sarana untuk menyadari pendekatan yang lebih dalam
kepada manusia zaman ini dan permasalahan mereka. Dalam satu atau

122
Bdk. Ibid.

62
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

lain cara, studi sendiri harus membawa kepada pendekatan ini,


pertanyaan-pertanyaan yang sungguh hidup dalam kebanyakan orang.
Lokasi lembaga pendidikan kita hendaknya berada di tempat yang
cukup tenang; jika tidak, tujuan pokoknya akan terganggu.

7. Hidup Studi

Baik dikatakan kembali dalam surat ini mengenai apa yang


tidak pernah henti-hentinya diserukan oleh Serikat, dan juga oleh
Kongregasi Jenderal baru-baru ini, yakni bahwa kita harus memelihara
formasi intelektual mendalam untuk mempersiapkan kerasulan. Sesuai
dengan tradisinya yang sudah-sudah, Serikat menekankan harapannya
akan keterlibatan serius dalam studi dari para skolastiknya 123.
Dengan keanekaragaman kurikula yang tercantum pada
“Aturan Regional” mengenai studi, kita akan membatasi diri pada
bagian yang menjelaskan lanjutan studi yuniorat, perguruan tinggi, dan
filsafat…, meskipun studi yang beraneka ragam ini tidak ditempuh
dalam waktu yang sama, maupun dalam urut-urutan yang sama.
Di sini, kita akan mencermati bahwa dalam bagian mengenai
studi ini, formasi bruder approbatus secara jelas akan sangat berbeda
dari para skolastik. Sebagian besar “Aturan Regional” menyediakan
beberapa anjuran bagi formasi intelektual para bruder dan pengalaman
di beberapa Provinsi memungkinkan kita untuk membuat beberapa
pedoman umum124.
Tanpa mengulang kembali apa yang dikatakan dalam bab
sebelumnya mengenai aspek-aspek lain dari formasi mereka, dan mana
yang nantinya dipercayakan kepada orang yang bertanggungjawab
kepada Provinsi untuk perkembangan yang selaras, maka tampak
bahwa ada tiga wilayah bagi bruder yang sudah menyelesaikan novisiat
untuk menempuh formasi intelektual. Sebagai permulaan, hendaknya

123
Bdk. NP [81§2].
124
Bdk. NP [81§3; 98§1].

63
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

ada waktu bagi formasi budaya yang lebih luas. Di beberapa provinsi
yang memiliki yuniorat, selain kepada skolastik, formasi yuniorat ini
juga ditawarkan kepada para bruder, sembari tetap memberi
keleluasaan bagi penyesuaian program kursus yang ditawarkan kepada
mereka. Kemudian, masih ada masa pembekalan profesional, baik teori
maupun praktik. Waktunya bisa saja lebih singkat, ataupun lebih
panjang, atau lebih terperinci lagi, sesuai dengan kemampuan
seseorang, dan dengan melihat kebutuhan khusus provinsi. Akhirnya,
ada saatnya bagi formasi teologi (biblis, kateketik, pastoral) yang
terkait dengan pengalaman rohani dan religius dari bruder itu 125. Studi
ini ditempuh di sekolah teologi kita atau institusi religius yang sesuai
untuk itu. Bagaimanapun pula, tidak lebih dari skolastik, yaitu urut-
urutan di mana momen formasi intelektual yang berbeda ini
dilaksanakan terlalu kaku. Sejauh setiap area dikerjakan secara
sungguh-sungguh, bentangan berikutnya mungkin akan disadari secara
berbeda. Dan di setiap kasus, setiap Provinsi harus memastikan
ketentuan pendampingan bagi para bruder dalam formasi 126. Tahun
orientasi kerasulan dan tersiat akan disertakan di dalam formasi pada
waktu yang dipilih itu.
Sebelum kita mulai berpikir mengenai kemungkinan tahap-
tahap dalam formasi intelektual skolastik, harus digarisbawahi bahwa,
manfaat yang harus diperoleh pada waktu studi sesudah novisiat untuk
membantu tiap pribadi, memperoleh metode dan teknik untuk tugas
intelektual, jika ia belum menyelesaikannya. Sebagai tambahan, semua
harus berusaha sungguh-sungguh dan menantang diri untuk
meningkatkan pengungkapan diri secara lisan maupun tertulis, belajar
bagaimana menata dan menyusun gagasan, demikian juga bagaimana
mengungkapkannya kepada publik yang berbeda-beda127.
Baiklah kita mengingat kembali di sini akan tema komunikasi.
Baik diberikan secara teoretis maupun praktis, komunikasi harus
125
Bdk. NP [98§1].
126
Bdk. NP [98§2].
127
Bdk. NP [96§1].

64
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

dipikirkan sepanjang masa formasi dan diintegrasikan dengan “Aturan


Regional”128. Alasannya ialah bahwa komunikasi merupakan fenomena
manusia yang nyata, berjumpa dan berbagi. Baik filsafat, yang
menawarkan refleksi mengenai bahasa dan kemampuan bahasa
menyampaikan kebenaran, maupun teologi, yang terlibat menyebarkan
pesan injili, tidak akan berhasil tanpa komunikasi 129.
Studi bahasa amat sangat penting. Yesuit muda perlu
menguasai penggunaan salah satu atau beberapa bahasa lain, sebab
bahasa akan menjadi sarana yang amat diperlukan dalam kerasulan di
masa mendatang. Terkadang, studi bahasa dimulai sebelum novisiat,
guna memperoleh pemahaman yang cukup akan bahasa setempat
sebelum awal masa formasi. Selama novisiat, apabila kita ingin
menyediakan waktu dalam waktu yang terbatas, maka kita perlu
memperpanjang waktunya. Yang jelas ialah, bahasa baru hanya bisa
dikuasai setelah orang berusaha keras. Oleh karena itu, harus
disediakan waktu yang cukup sehingga bahasa setempat atau bahasa-
bahasa lain dapat sungguh dipelajari.
Demi ciri internasionalnya, untuk membangun komunikasi
timbal balik yang lebih mudah di dalam Serikat, seluruh Yesuit dalam
formasi harus mempelajari bahasa Inggris di antara bahasa modern
saat ini. Mereka yang bahasa ibunya adalah Inggris, harus belajar
sekurangnya satu bahasa lain. Pilihan harus dibuat dengan
mempertimbangkan wilayah geografis dan kebutuhan kerasulan 130.
Dalam hal ini, kita hendaknya mengingatkan diri kita sendiri, bahwa
bahasa Spanyol kian berperan penting di dunia, dalam Gereja dan
Serikat sekarang ini.

128
Bdk. NP [96§2].
129
Mengenai pokok ini, surat 2 Februari 1987 (bdk. ARSI XIS, hlm. 1015-1016) menawarkan
kepada para Provinsial yang sedianya membutuhkannya, atas bantuan Sekretariat untuk
Komunikasi Sosial di Kuria Jenderalat dan mengacu kepada “Pedoman untuk formasi imam
masa mendatang berkaitan dengan sarana komunikasi sosial”, yang diterbitkan sebelumnya
oleh Kongregasi untuk Pendidikan Katolik.
130
Bdk. NP [97].

65
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Kita bisa menambahkan bahwa di dunia sekarang ini amat


sangat dianjurkan pengenalan dasar mengenai masalah ilmu
pengetahuan dan bahwa misi penginjilan kita, yang diwujudkan dalam
berbagai cara, menerima banyak manfaat dari landasan yang lebih
ilmiah131.
Akhirnya, perjumpaan kita dengan kaum miskin hanya akan
memiliki dampak lebih dari apa yang dialami secara langsung;
pendasaran analisa sosial akan lebih dibutuhkan sejak awal, untuk
memperdalam pemahaman kita serta menerangi dan memperkaya
hidup kerasulan. Pada landasan inilah, seorang Yesuit hendaknya tidak
hanya memperhatikan elemen hidup ekonomi, tapi juga kenyataan
politik dan pola pikir kebudayaan, demi memperoleh pemahaman yang
lebih jelas akan proses yang mengendalikan struktur dan
perkembangan masyarakat132.

8. Studi Yuniorat

Ada banyak provinsi Serikat yang, setelah menutup cukup


lama, kini memiliki Yuniorat. Yuniorat adalah masa studi selama satu
atau dua tahun yang diatur oleh Serikat sendiri, yang tujuan utamanya
adalah studi bahasa, formasi humaniora dan beberapa pengantar ilmu
pengetahuan. Kadangkala, beberapa elemen yuniorat yang disebutkan
di bagian ini, telah dipadukan dengan satu atau lain cara dalam
program filsafat, misalnya penambahan satu atau dua tahun yang
dituntut bagi formasi dasar.
Di beberapa negara dan Provinsi, seharusnya ada evaluasi
sungguh-sungguh mengenai keuntungan pendirian yuniorat atau
kadangkala memperpanjang waktu yuniorat. Pertama-tama, barangkali
kita akan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan oleh standar
studi sebelumnya yang lebih rendah, yang gagal mencapai tingkatan

131
Bdk. NP [95].
132
Bdk. Ibid.

66
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

ilmu pengetahuan budaya yang diharapkan bagi setiap orang.


Kemudian ada argumen berdasarkan kenyamanan lebih besar di mana
Serikat dapat menyediakan pendekatan yang sangat personal pada
tataran intelektual dan rohani sementara Serikat juga mengatur
program studi. Akhirnya, sesudah novisiat, kadangkala motivasi
panggilan religius perlu diwujudkan secara lebih nyata. Usaha ini lebih
mudah dicapai dalam konteks studi “ilmu kesusasteraan” yang lebih
langsung ditujukan bagi tujuan rasuli panggilan kita 133.
Program humaniora, yang menurut tradisi sudah dimulai sejak
yuniorat, harus sungguh disesuaikan dengan situasi budaya yang
berbeda-beda dan perkembangan yang muncul dari pelbagai jenis
humanisme. Akan tetapi, kita yakin bahwa usaha ini memberikan
landasan yang kokoh baik bagi studi selanjutnya maupun bagi hidup
kerasulan134. Di samping itu, studi filsafat akan sukar ditempuh tanpa
persiapan khusus dalam hal sastra. Dan lagi, secara lebih khusus di
beberapa negara, hanya dengan memberi waktu khusus untuk studi
kebudayaan sendiri yang dapat dihadapkan dengan nilai-nilai Injili,
kita dapat membuat integrasi yang sejati.
Keputusan untuk mendirikan yuniorat akan membutuhkan
tim yang kompeten dengan kemampuan mengajar dan mendidik yang
mencukupi. Bagi para dosen, akan sangat sulit untuk menjadi guru
purna-waktu; maka seyogianya di beberapa tempat kita memanggil
dosen non-Yesuit atau memakai institusi yang sudah ada yang sesuai
dengan tujuan kita. Sudah dikatakan bahwa tim yang bertanggung
jawab untuk mengajar (sekelompok dosen kunci), bersama dengan
mereka yang bertanggung jawab untuk formasi (rektor, barangkali juga
pembimbing rohani dan pembimbing kerasulan), membentuk
kelompok yang mampu menyatukan karya dan kemampuan masing-
masing dalam perspektif yang sudah ditetapkan dengan jelas. Ini

133
Bdk. NP [64§§2, 3].
134
Bdk. NP [86].

67
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

semua dijalankan dalam semangat kerjasama dan penyangkalan diri


yang sejati.
Pada tahap pertama ini, tugas intelektual yang diminta harus
memiliki standar yang tinggi135. Dengan demikian, penting untuk
memperjelas usaha yang dituntut untuk bertekun dalam tugas. Ujian
berkala akan menjamin bahwa kita sungguh membuat kemajuan. Dan,
dengan menimbang berbagai tingkat kemampuan intelektual skolastik
kita, maka diperlukanlah personalisasi nyata perutusan mereka; di
mana setiap Yesuit dalam formasi didukung dan diteguhkan, dan
tujuan perutusannya ditetapkan dengan jelas.

9. Studi Perguruan Tinggi

Di beberapa Provinsi, setelah novisiat, Yesuit muda segera


dikirim ke perguruan tinggi untuk menempuh kuliah dan memperoleh
gelar dalam suatu disiplin ilmu. Di lain tempat, tahapan ini ditunda
hingga selesai studi filsafat.
Karena refleksi tentang filsafat dituangkan dalam subbab
berikutnya, kita tidak akan mendiskusikan hal-hal yang berhubungan
dengan studi filsafat di perguruan tinggi; kita hanya akan membahas
mengenai mata kuliah lain yang diajarkan di perguruan tinggi. Kadang
hal ini akan menjadi pertanyaan ketika melengkapi program studi yang
sudah dimulai sebelum masuk Serikat; kadang ini menjadi pertanyaan
sekurang-kurangnya pada saat memulai masa studi perguruan tinggi.
Ketika membicarakan aspek rasuli dari formasi, kita mengingat
bagaimana pilihan studi harus diarahkan secara terus-menerus kepada
pilihan dan kemungkinan rasuli provinsi 136. Perlu ditambahkan bahwa
studi perguruan tinggi harus ditempuh dengan kemerdekaan batin.
Ketika mengutus skolastik untuk studi di suatu fakultas, Provinsial

135
Bdk. NP [81§2].
136
Bdk. NP [81§1].

68
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

belum membuat keputusan apapun ataupun membuat janji apapun


mengenai kerasulan di masa mendatang.
Memasuki perguruan tinggi, mahasiswa Yesuit dipanggil untuk
hidup lebih dekat dengan kaum muda sebayanya. Baik dalam
pengajaran maupun dalam perjumpaan dengan rekan-rekannya dalam
kuliah, ia akan menemukan bahwa dirinya berhadapan dengan visi
dunia, dengan pilihan hidup, pilhan nilai yang amat jauh dari tujuan
injili panggilannya. Ia tidak boleh membiarkan dirinya tergoda oleh
nilai dunia yang palsu ini ataupun bersinggungan dengan pola tingkah
laku tersebut. Sebaliknya, ia harus menghargai perhatian rasuli yang
nyata dalam perjumpaannya; yang akan diwujudkan dalam kesaksian
hidup dan kebebasan berbicara, yang dipandu dengan apa yang
kelihatannya membawa manfaat dan menghasilkan buah terbaik.
Guna menerima konfrontasi dengan “dunia” ini dan juga
membangun kesaksian, Yesuit muda membutuhkan dukungan
komunitas yang hidup. Di sini, ia akan menemukan kekuatan yang
diperlukan untuk mengikuti jalannya dan memperdalam – pada level
rasional – pilihan mendasar hidupnya. Bagian tentang formasi
komunitas menggarisbawahi fakta bahwa keanekaragaman studi dapat
membuat pembentukan struktur komunitas sejati lebih sukar, namun
sebagai konsekuensinya, memang diperlukan. Dengan demikian,
Yesuit di perguruan tinggi harus mampu bersandar pada dukungan
yang dijelaskan pada bagian sebelumnya dari tulisan ini.
Karena studi perguruan tinggi sering memuat tuntutan yang
berat yaitu kerja keras, kesiapsiagaan amat diperlukan untuk menjaga
agar hal ini tidak melemahkan kekuatan dan kemampuan setiap
pribadi. Mahasiswa Yesuit biasanya akan belajar melalui studi-studi ini,
bagaimana bekerja dalam cara yang disiplin; namun waktu yang
diberikan untuk studi haruslah seimbang, sebagaimana telah dikatakan
– dengan persyaratan lain yang berakar pada tujuan rohani dan rasuli
panggilan mereka137.

137
Bdk. NP [60, 66§1, 100].

69
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Mengharapkan dari skolastik suatu kompetensi dalam aneka


macam bidang, sungguh membahayakan. Hal ini dapat mengakibatkan
program yang terlalu dijejalkan sehingga menurunkan kualitas mereka.
Yesuit yang bertanggungjawab atas aspek formasi ini, hendaknya
menjamin bahwa program studi sungguh seimbang.
Dalam kasus apapun, studi perguruan tinggi yang
dilaksanakan segera sesudah novisiat, hendaknya tidak diarahkan
kepada level spesialisasi terlebih dahulu. Jika persyaratan rasuli
menuntut beberapa studi hingga tataran doktoral, maka standar studi
ini hendaknya ditunda hingga setelah tahbisan imamat. Kita harus
memahami hal ini: dalam kuliah seperti biasa, studi membentuk
logikanya dalam jiwa dan kemudian dalam hidup afektif orang yang
menempuhnya. Dan logika ini lebih sesuai dengan suatu profesi atau
karier daripada tujuan rasuli. Sekarang, akhir studinya harus dijaga
tetap jernih oleh setiap Yesuit dalam formasi, tidak hanya dalam teori,
melainkan dalam praktik, dalam pengalaman138. Bagi skolastik, yang
dipanggil pada imamat melalui persiapan filsafat-teologi, studi
perguruan tinggi harus memelihara status persiapan mereka dan
menjembatani sampai kepada pelayanan imamat di masa depan.

10. Studi Filsafat

Sebagaimana telah dikatakan, studi filsafat dimulai pada waktu


yang berbeda-beda sesuai dengan yang disebutkan dalam aturan studi
regional dan lokal. Apabila studi dimulai segera setelah novisiat,
perhatian khusus harus diberikan kepada masalah yang berkaitan
dengan memasuki hidup studi. Hal ini meliputi pelbagai area hidup
me-Yesuit: rohani, kerasulan, komuniter, dan intelektual. Ciri
peralihan dari masa ini harus dialami setidaknya pada saat awal studi.
Anjuran berikut secara ringkas mengingatkan kita akan
kedudukan penting filsafat dalam formasi pribadi dan rasuli Yesuit di

138
Bdk. NP [81§1, 99§1].

70
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

dunia zaman ini (a). Kemudian kita akan menawarkan beberapa


pedoman yang berguna bagi isi studi filsafat (b). Akhirnya kita
menatap masalah praktis yang muncul dari situasi aktual (c).

(a) Gereja ingin agar semua imam menempuh formasi


filsafat sekurang-kurangnya dua tahun139. Dan Serikat
senantiasa menuntut kesungguhan formasi ini140.
Hal ini disebabkan karena filsafat “merupakan salah
satu sarana utama Serikat dalam membentuk para anggotanya,
yang telah merefleksikan pertanyaan mendasar yang
menantang manusia, yang telah membentuk kebiasaan refleksi
kritis dan positif atas pertanyaan dan jawaban yang diberikan
sebelumnya atau saat ini, dan yang memiliki sejumlah
pemahaman akan sejarah pemikiran dan dapat
menghubungkannya dengan budaya saat ini” 141. “Habitus
philosophicus” yang diperoleh pada masa studi ini sampai
batas tertentu, “saat ini dibutuhkan lebih dari sebelumnya.
Karena keanekaragaman kebudayaan, ilmu, ideologi, dan
gerakan sosial; maka imam Serikat harus menjadi orang-orang
yang sekaligus mempunyai pemikiran dalam serta imbang; dan
bersama itu juga, memiliki kemampuan untuk dengan mantap,
menyampaikan keyakinan-keyakinan mereka sehubungan
dengan arti dan nilai-nilai hidup”142.
Terima kasih atas pendekatan fundamental dan
universalnya, filsafat mendorong dialog antarbudaya, namun
dengan jalan demikian, tidak mereduksi dirinya kepada
pengetahuan akan satu budaya tertentu. Dalam perutusan
yang digariskan oleh KJ 32, filsafat menemukan kembali
fungsinya yang tepat.
139
Bdk. Normæ Generales Studiis Nostrorum, 75; NP [87].
140
Bdk. NP [81§2].
141
Normæ Generales Studiis Nostrorum, 72; bdk. KJ 32, d. 6, nn. 24, 25.
142
Bdk. Ibid.

71
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Faktanya, di satu sisi, panggilan akan keadilan


membawa kita untuk mengenal semakin pentingnya
kebutuhan akan tujuan teoretis. Evolusi sejarah sedang
menggerakkan panggilan ini untuk menjadi proyek bersama
seluruh umat manusia; untuk alasan inilah, kenyataan bahwa
kita, yakni sebagai manusia dan rasul, memiliki tanggung
jawab yang sangat jelas. Dalam konteks ini, filsafat
memberikan diri sebagai sarana untuk memahami dengan
lebih jernih, kodrat dan nilai aspirasi bagi tatanan sosial dan
internasional yang baru. Masalah keadilan dan hak asasi
manusia, dialog antara agama dan budaya, pertanyaan etis
baru yang muncul dalam dunia yang berubah ini, merupakan
tantangan yang begitu banyak bagi pemikiran manusia. Filsafat
harus menyelidiki masalah-masalah ini hingga diperoleh suatu
kesatuan antara makna utama hidup dan landasan eksistensi
di masyarakat dan sejarah143.
Pelayanan iman juga membutuhkan sumbangan dari
diskusi filsafat, sebagai sarana yang sangat diperlukan untuk
menangani tantangan dunia; di mana manusia berhadapan
dengan kehilangan segala rasa transendensi, kecenderungan
akan ideologi totalitarian, atau akhirnya pengeroposan nilai
religius kepada ketiadaan makna.
Hal ini dikarenakan filsafat amat penting bagi
perutusan kita yang dalam waktu yang terbatas harus kita
curahkan. Dua tahun penuh diwajibkan (atau dalam waktu
yang setara, dimana filsafat dan teologi dipadukan dalam satu
kursus, atau dimana kursus kebudayaan umum atau ilmu
sosial dipadukan dalam kursus filsafat), namun Normæ
Generales Studiis Nostrorum menegaskan bahwa “bagi
mahasiswa yang memiliki kemampuan cemerlang dalam
filsafat hendaknya menempuh tiga atau empat tahun studi, hal

143
Bdk. Normæ Generales Studiis Nostrorum, 73.

72
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

ini akan membantu mereka memperoleh gelar dalam bidang


tersebut”144.

(b) Sehubungan dengan silabus studi filsafat, dengan


tetap menghargai dan bahkan mendukung keragaman
pendekatan, kita diingatkan untuk melawan eklektisisme
berlebihan (pendekatan konseptual yang tidak memegang
suatu cara pandang secara ketat, melainkan mengacu pada
beberapa teori atau pendekatan untuk mendapatkan wawasan
yang saling melengkapi, atau menerapkan teori yang berbeda-
beda dalam kasus-kasus tertentu), sebab akan membuat sulit,
bahkan menjadi tidak mungkin, usaha para mahasiswa untuk
memperoleh sintesis yang diperlukan.
Dari masa filsafat, Yesuit dalam formasi harus mampu
memadukan secara organis, pelbagai pendekatan bagi banyak
pokok permasalahan. Bagi para dosen, dituntut kesadaran
akan dialog dan juga kerjasama serta menyelaraskan
program145.
Relasi dengan pengalaman manusia yang dibangun
oleh filsafat dan – bagi kita – untuk mewartakan iman juga
pentinglah untuk menjawab sejumlah pertanyaan mendasar
selama masa studi ini. Baiklah kita di sini menawarkan
pengingat sederhana mengenai “beberapa contoh mata kuliah
utama” (sehingga tidak muncul pertanyaan mengenai daftar
yang lengkap) yang dikutip dalam n. 77 “Normæ Generales
Studiis Nostrorum.” Guna menambahkan seluruh mata kuliah
tentang sejarah umum filsafat, maka tema yang harus
diberikan ialah: “manusia sebagai mahkluk berkesadaran,
bebas, dan sosial; martabat dan haknya sebagai pribadi;
keterbukaan manusia akan transendensi; eksistensi dan dasar
144
Ibid., 75; bdk. KJ 32, d. 6, n. 38.
145
Bdk. Normæ Generales Studiis Nostrorum, 76.

73
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

adanya Allah; hati nurani, tanggungjawab moral dan hukum


moral; tanggung jawab manusia berhadapan dengan
kebudayaan dan institusinya; cara pikir dan makna
kebenaran.”

(c) Tiga pertanyaan penting yang masih diangkat


sehubungan dengan studi filsafat saat ini: pertama, bagaimana
membentuk gugus dosen filsafat yang mencukupi dan
kompeten; kedua, bagaimana mengatur program filsafat yang
dapat memenuhi tujuan sepatutnya dalam seluruh formasi
Yesuit; ketiga, bagaimana menghadapi konsekuensi tak
diinginkan atas pribadi yang kadangkala berkaitan dengan
studi filsafat.
Harus diakui bahwa di beberapa tempat, jumlah dosen
filsafat yang berkualitas tidak cukup menjamin formasi
skolastik yang berbobot. Kadangkala, hanya ada keputusan
untuk membentuk sekelompok dosen tanpa menunda-nunda.
Namun sejauh kita lihat, dan kadang ditemukan, ada solusi
alternatif dengan menggabungkan tenaga kita dengan religius
lain atau imam diosesan atau awam yang memiliki
kemampuan untuk itu. Saat ini, di dalam Serikat, jumlah
sekolah filsafat semacam itu yang dipakai untuk formasi kita
semakin banyak. Akan tetapi, Provinsial tetap bertanggung
jawab menjamin kualitas pengajaran yang diberikan di sana
dan secara jelas menyediakan kecukupan jumlah pengajar 146.
Hanya dengan jalan inilah, pendekatan, penekanan, dan
spesialisasi yang beraneka ragam dapat dipastikan. Jika negara
atau provinsi tidak dapat menemukan cukup jumlah pengajar
inti, maka harus menyatukan tenaganya dengan negara atau
provinsi lain. Tentu saja, jumlah mahasiswa juga harus relevan
dengan kelangsungan sebuah sekolah filsafat.

146
Bdk. Ibid.

74
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Meskipun didukung oleh kecukupan dan kemampuan


dosen, tempat formasi filsafat skolastik yang lain tidak sesuai
dengan apa yang seharusnya diberikan pada masa formasi
intelektual ini. Hal ini ditegaskan khususnya ketika kuliah
filsafat diikuti oleh skolastik, dipilih di antara program
perguruan tinggi yang hanya mempedulikan kriteria akademik.
Kuliah filsafat lengkap yang diikuti oleh skolastik Serikat harus
merangkum baik seluruh sejarah filsafat, maupun yang
berhubungan secara sistematis dengan mata kuliah yang
tercantum dalam Normæ Generales Studiis Nostrorum.”
Sebagai tambahan, keseluruhan perkuliahan harus memiliki
kesatuan sudut pandang dan desain untuk memampukan
skolastik membuat sintesis yang progresif dalam memahami
bentuk dasar realitas. Kemudian, pendekatan filosofis harus
berhubungan secara umum dengan apa yang secara umum
disebut “filsafat Kristiani.” Artinya, kesatuan umum dari posisi
filosofis yang sepaham dengan pemikiran Kristiani mengenai
manusia dan kegiatannya, masyarakat, sejarah, dan relasinya
dengan Tuhan.
Dan juga studi filsafat akan memungkinkan kita
menerima tanpa mencemaskan daya tarik, masalah, serangan
… dari kebudayaan, sedemikian rupa sehingga pemahaman,
penafsiran atau refleksi yang diajukan dapat menyiapkan
kebudayaan ini untuk menerima Injil dan memahami iman 147.
Di mana skolastik harus membuat program studi filsafat
mereka sendiri atas dasar kuliah-kuliah yang ditawarkan oleh
pengajar atau fakultas filsafat, mereka akan segera
membutuhkan bimbingan dan kerangka kerja yang sesuai
dengan tujuan yang kita terangkan di sini.
Mengenai konsekuensi tak diinginkan yang
kadangkala ditemukan selama studi filsafat, mereka mungkin

147
Bdk. Ibid, 72.

75
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

mengalami krisis keyakinan pribadi dalam hidup iman, atau


bagi orang lain mengalami kesulitan baru yang mempengaruhi
ketaatan atau relasi komunitas. Alasannya, filsafat itu sendiri
menimbulkan pertanyaan radikal dan melahirkan pandangan
yang kritis. Hal ini dapat membawa kita kepada keraguan
tentang kepastian awal seseorang sebab dukungan
intelektualnya tidak mencukupi; secara tidak sadar, hal ini juga
dapat mendorong klaim akan kebebasan dan memperuncing
ketegangan di antara para skolastik.
Kenyataan bahwa konsekuensi ini sudah kerap terjadi
di beberapa tempat hendak menekankan betapa pentingnya
meletakkan usaha filosofis, menekankan makna penting dan
batasannya secara tepat. Kita harus hati-hati pula atas fakta
bahwa kesimpulan filosofis yang mendasari beberapa kuliah
atau beberapa program, jauh dari “tak bersalah” terhadap
orang yang menempuhnya. Penting bagi para dosen untuk
memiliki baik kompetensi profesional dan juga kemampuan
dalam formasi, sehingga mereka dapat peka akan pertanyaan
pokok yang mereka geluti148. Dengan kebijaksanaan dan
wewenang mereka, para dosen secara individual maupun
dalam komunitas, menunjukkan diri sebagai rekan untuk
mencari kebenaran yang akan menjiwai para skolastik pada
tahap formasi mereka ini.

Tahun Orientasi Kerasulan sebagai Tahap Formasi

1. Tahun Orientasi Kerasulan (TOK) berperan istimewa dalam


keseluruhan formasi seorang Yesuit. Walaupun dimensi rasuli
kehidupan Yesuit sudah muncul sejak novisiat, TOK merupakan masa
pertama di dalam formasi Yesuit dimana ia dipanggil untuk hidup

148
Bdk. NP [62, 112].

76
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

bersama dengan Yesuit lain, dan bekerja penuh dalam kegiatan tubuh
rasuli yang menjadi bagian dalam perutusan Serikat Yesus.
2. Tahap perkembangan Yesuit ini memiliki ketentuannya dalam
kurikulum formasi. Normæ Generales Studiis Nostrorum (1979)
mengingatkan kita bahwa:
"Tujuan pertama dari TOK adalah perkembangan bagi mereka
yang terlibat di dalamnya; agar mereka berkembang di dalam
keutamaan dan kematangan psikologis, sehingga mereka menemukan
pengungkapan bakat-bakatnya dengan memikul tanggung jawab tugas
kerasulan komunal yang dipercayakan padanya. Dengan demikian,
kemungkinan untuk studi khusus dapat ditentukan. Seseorang
hendaknya juga mengapresiasi bantuan yang mereka berikan pada
tugas rasuli provinsi; mereka mengambil tanggung jawab suatu karya
juga melalui partisipasi diskusi terkait dengan karya tersebut.
TOK mungkin dilakukan setelah filsafat atau setelah periode
waktu studi tertentu yang telah diatur dengan cara-cara lain. TOK juga
dapat ditunda hingga setelah masa Teologi. 149 TOK sangat penting
demi tercapainya keseimbangan manusiawi serta inkorporasi Yesuit
muda ke dalam tubuh rasuli provinsi; maka, kelalaian untuk tidak
mengadakan TOK hendaknya dihindari.”150
3. Dokumen ini [1] hendak menjelaskan tujuan dari TOK dan apa
yang diharapkan dari Yesuit setelah menyelesaikan tahap formasi ini.
Lalu, dokumen ini [2 dan 3] memeriksa ciri khas dari hidup seorang
Yesuit di masa TOK, dimulai dengan elemen kerasulan; kemudian, [4]
aspek kerohanian dan, [5] dimensi komunitas dari TOK. Dimensi
intelektual [6] dari formasi ini akan dibahas dalam hubungannya
dengan tahap memasuki teologi. Dokumen ini akan diakhiri [7] dengan
beberapa kesimpulan atas beberapa aspek beragam dari TOK.
Diharapkan bahwa dokumen ini memberi petunjuk-petunjuk
untuk mengklarifikasi tiap aspek kehidupan dan kegiatan para TOKer

149
Bdk. NP [109§1].
150
Normæ Generales Studiis Nostrorum, 18.

77
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

yang akhir-akhir ini diperbincangkan di beberapa tempat.


4. Dokumen ini menunjuk baik skolastik maupun bruder muda
yang mencapai tahap ini dalam proses formasinya (TOKer). Namun
hendaklah diingat bahwa formasi para bruder acapkali mengikuti
proses yang berbeda, sehingga lebih sulit menempatkan mereka dalam
suatu periode tertentu yang disebut TOK. Bagi banyak bruder, akan
lebih baik pada masa tertentu dari formasinya, ia hidup di dalam
komunitas apostolis dan mengalami berkontribusi pada kehidupan
rasuli Serikat dengan kemampuan pastoral, budaya, dan teknis yang
mereka kuasai, sebagai bagian dari kelompok kerasulan yang melayani
orang lain. Skema umum dari formasi para Bruder adalah, setelah
novisiat dan yuniorat, mendapat waktu 2 tahun atau lebih yang
didedikasikan untuk studi-studi spiritualitas, filsafat, dan teologi; dan
setelahnya TOK151.

1. Tujuan Khusus dari TOK

1. Tujuan utama dari TOK sebagai tahap formasi adalah


membentuk seorang Yesuit. Acuan sentral akan tujuan TOK ialah
Yesuit dalam formasi itu beserta perkembangan yang ia tunjukkan.
2. Tujuan khusus dari TOK adalah memperdalam integrasi
spiritual dan kematangan manusiawi mereka sebagai Yesuit dalam
keseluruhan aspeknya, melalui komitmen sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab pada suatu karya kerasulan, dengan berbagai
tuntutan obyektif dari organisasi, keteraturan, evaluasi akan
penggunaan waktu dan sarana, juga kolaborasi dan pelayanan terhadap
sesama.152 Diharapkan bahwa proses ini menantangnya bekerja pada
karya rasuli di jantung komunitas dimana ia harus belajar untuk
berbagi hidup dan berkontribusi dalam persaudaraan melalui kerja

151
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
7.
152
Bdk. NP [109§1].

78
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

sebagai tim apostolis, dimana ia dapat mengalami kolaborasi dengan


non-Yesuit, termasuk rekan awam, dan terlebih panggilan untuk
melayani Gereja yang secara nyata datang sebagai yang utama. Dengan
cara yang sesuai, menurut bentuk pelayanan yang akan dimintakan
kepadanya; TOKer juga akan mengalami secara nyata makna dan
pentingnya keberpihakan Serikat pada kaum miskin. 153 Semua ini akan
memampukannya untuk tumbuh dalam pemahaman diri yang nyata
dengan ditempatkan pada situasi kerja, dengan belajar mengemban
tanggung jawab, dengan menerima dan memanggul keterbatasan
dirinya dan juga orang lain. Dengan demikian, ia akan masuk semakin
dalam melalui peran aktifnya sebagai anggota Serikat, yang merupakan
tubuh rasuli di dunia masa kini; ia akan tumbuh dalam afeksi yang
besar bagi Serikat dan bagi rekan-rekan Yesuit lain, dan ia akan berbagi
dengan mereka, suatu komitmen nyata untuk melayani. 154 Walaupun,
di tahap lain dari formasi, proses formatif secara eksklusif lebih
berpusat pada Yesuit dalam formasi, TOK mengikutsertakan juga
konfrontasi dengan tuntutan karya rasuli, yang dimengerti sebagai
tugas keseharian dan utama dari hidupnya.155
3. Dengan pengalaman TOK yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan merasul dari Yesuit dalam formasi,
Serikat akan memiliki kesempatan untuk menguji kemampuan mereka,
demikian pula kualitas dedikasi dan pelayanannya, yang menunjukkan
dengan sendirinya semangat religius akan pemberian diri pada Allah
dan sesama. Serikat akan memutuskan dengan lebih baik efektivitas
talenta tiap orang dan apa yang dapat diharapkan dari tiap Yesuit
muda dalam bidang kerasulan. Melalui pengalaman TOK, sejumlah
kualitas manusia yang diperlukan oleh rasul Serikat akan dilatih: rasa
bertanggung jawab, kesiapsediaan dan pelayanan, kemampuan

153
Bdk. NP [163; 106§3].
154
Bdk. NP [106§1].
155
Dokumen ini kemudian berbicara mengenai TOK dalam pengertian khusus sebagai tahap
kerasulan dalam formasi. Hal ini tidak termasuk dalam pertanyaan mengenai studi khusus,
yang merupakan isu dari dokumen lain.

79
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

berorganisasi, kreativitas dan inisiatif, kemampuan berelasi personal


dan fungsional secara dewasa, kemampuan untuk menerapkan rencana
yang dibuat oleh orang lain dan mengasumsikannya sebagai miliknya
sendiri, demikian pula membantu untuk menciptakan dan
merealisasikan proyek-proyek bersama, kemampuan untuk memimpin
sekelompok orang dewasa secara tidak memihak dan tanpa
protagonisme (menjadi pemain utama).
4. Lebih pastinya, penekanan tujuan TOK sebagai formasi Yesuit
muda bukanlah untuk mengurangi nilai rasulinya untuk masuk ke
dalam komunitas. Jika tahap awal formasi utamanya ditekankan untuk
memastikan perkembangan personal skolastik atau bruder muda,
sebagai manusia dan sebagai Yesuit; apa yang harus dikembangkan dan
dibuktikan selama TOK adalah kemampuannya untuk memberi,
terlebih dirinya sendiri, walaupun banyak tantangan dan kesulitan
menghadang dan bahkan frustasi. Maka, kemampuannya untuk masuk
ke dalam identitas sejatinya sebagai "pelayan", rasul, pribadi yang
melayani sesama, dan kemudian melayani Kristus, diuji. Dan hal itu
menjadi nyata dengan menunjukkan bahwa dirinya tidak berpusat
pada kebutuhan dan keinginannya semata, melainkan pertama-tama,
melayani sebaik mungkin sejauh yang dapat ia lakukan, dan dengan itu
skolastik itu akan meraih tujuan formasi di tahap ini.
5. Jika ada yang bertanya, sikap apa yang hendaknya diharapkan
menjadi ciri dari Yesuit dalam formasi TOK dan perlu dilatihkan?
Sebagaimana sudah disinggung yaitu kesiapsediaan dan tanggung
jawab, serta discernment dan kerja sama. Yang lain dapat
menambahkan kemurahan hati dalam pemberian diri, kerendahan hati
dalam menerima dirinya dan orang lain, adaptif terhadap lingkungan
sekitar, kemampuan dasar untuk mendengarkan, hasrat untuk selalu
belajar, dan ketaatan dalam menerima petunjuk. Dan dengan semua
itu, TOKer perlu mengembangkan kesaksian yang mendalam dan tak
tergoyahkan tentang kebutuhan dan pentingnya kehidupan rohani,
serta prioritas kualitas kerasulan yang diberikan dengan persiapan yang

80
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

"profesional”156. Kita hendaknya menimbang kembali beberapa kualitas


yang disinggung di sini karena mereka harus menemukan
pengungkapannya dalam berbagai aspek kehidupan TOKer.
6. Baik untuk menunjuk hal terkait akan posisi TOK dalam
kurikulum formasi yang sekarang telah ditetapkan kembali setelah
percobaan bertahun-tahun. Bahkan jika, karena situasi tidak
mendukung, TOK tidak dilakukan dalam bentuk yang biasa sebelum
studi teologi, yakni dengan pelayanan kerasulan sekian tahun;
mungkin dalam kerja paruh waktu, direncanakan akhir-akhir ini
sebelum selesai masa teologi dan tahbisan imam.
Maka sekarang kita dapat meneguhkan apa yang diusulkan
oleh Serikat Yesus dalam "Normæ generales de Studiis Nostrorum" (n.
18) bahwa “TOK harusnya tidak diabaikan”. Lebih lanjut, diakui secara
luas bahwa pengalaman telah menunjukkan meningkatnya kebutuhan
akan TOK, karena TOK memainkan peran penting dalam
menunjukkan panggilan seseorang sebagai Yesuit. Terlebih dengan
tuntunan dan pendampingan yang memadai, TOK akan tak diragukan
lagi, berhasil baik. Meskipun demikian, beberapa Provinsi telah
menyampaikan bahwa kondisi ini tidak selalu terjamin
keberhasilannya.
7. Pertanyaan menggelitik muncul terkait dengan Yesuit yang
sudah berumur ketika masuk Serikat. Apakah selalu keputusan yang
bijak dengan mengabaikan TOK bagi mereka? Kita harus kembali pada
poin ini nantinya. Bagian berikut akan menyediakan beberapa indikasi
yang membantu untuk memahami lebih jernih serta mengoreksi
beberapa kesalahan yang terjadi.

2. Dimensi Rasuli TOK

1. Di dalam tahap TOK, sama seperti tahap sebelumnya dalam


formasi, para Yesuit muda hendaknya dibantu untuk mengintegrasikan

156
Bdk. NP [72§2].

81
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

aspek berbeda dari panggilannya 157. Sebelum membahas dimensi-


dimensi lain dari hidupnya, kiranya akan lebih baik memahami
dimensi rasuli dari pengalaman TOKer. Jika ada banyak hal menjadi
ciri tahap formasi ini, tekanan utamanya adalah dimensi rasuli dari
panggilan Yesuit. Pasti beberapa studi sebelumnya telah diarahkan
pada kerasulan; pasti pula sebagai Yesuit dalam formasi terdahulu, ia
sudah mengalami langsung kegiatan kerasulan. Namun, TOK
merupakan kali pertama dimana ia akan mengalami dirinya sebagai
religius yang membhaktikan diri sepenuhnya pada suatu karya
kerasulan. Inilah situasi normal dimana tugas kerasulan secara penuh
mengisi hidupnya. Inilah TOK yang wajar dan biasa, yang terutama
harus kita bahas. Dimana karena alasan-alasan tertentu, TOK hanya
melibatkan kerja paruh waktu, hendaknya analogi yang sama perlu
diterapkan untuk kasus tersebut.
2. Kita harus dengan jelas sejak awal: bahwa membicarakan
tugas-tugas kerasulan – sama seperti di dalam Serikat – berarti
membicarakan suatu perutusan dari Superior Maior. Apa yang
diterapkan pada pemilihan studi-studi 158, juga diterapkan saat
memasuki TOK: hanya Superior Maior (atau seseorang yang
didelegasikan olehnya, contohnya, delegat formasi suatu Provinsi) yang
memiliki wewenang untuk menentukan tugas kerasulan bagi tiap
TOKer.
Apapun tugas yang diberikan dapat dipilih – nanti kita harus
kembali ke topik ini – namun, tugas tersebut perlu didefinisikan secara
jelas dan memadai sehingga terbuka pada evaluasi .
3. Kerasulan apa pun yang dijalankan oleh Yesuit secara teoritis,
dapat menjadi tempat yang sesuai untuk pengalaman TOK. Tetapi
kemampuan untuk menyediakan komunitas dan pendampingan yang
penting selama formasi, haruslah diperhatikan. Kita akan
mendeskripsikannya kemudian akan apa yang dibutuhkan oleh
157
Bdk. NP [66§1].
158
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
n. 4.

82
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

komunitas yang dipilih159. Namun, komunitas dan pendampingan


merupakan kebutuhan mutlak ketika berada dalam karya kerasulan 160.
Penting pula menyediakan pengantar "profesional" akan TOK.
Apapun bentuk kerja yang diberikan, seseorang membutuhkan
pengantar sebelumnya jika ia hendak bergabung secara efektif dengan
tim kerasulan. Beberapa Provinsi telah mengorganisasikan sesi-sesi
atau "lokakarya" yang berhasil sebagai pengantar untuk TOK. Ini telah
berhasil dalam bidang pendidikan – yang secara berkelanjutan menjadi
bidang yang paling sering menjadi tempat TOK di banyak tempat.
Lebih lanjut mengenai pengantar, dan jika memang hal
tersebut tidak dapat dilakukan, “pembimbing” yang berkualitas harus
selalu diusahakan. Hal ini akan tergantung pada direktur karya, atau
pada seseorang yang ditunjuk, untuk berjumpa secara berkala dengan
TOKer tentang pengalaman kerasulannya, mendiskusikan kesulitan
yang ia temui, memberinya peneguhan dan saran yang sesuai. Dalam
praktiknya, terlalu banyak TOKer yang ditinggalkan sendirian
menghadapi pekerjaan dan permasalahannya. Hal ini dapat berakibat
pada kegagalan menarik manfaat dari masa TOK dan dapat secara
negatif mempengaruhi karya kerasulan tersebut.
Dengan alasan yang sama, hendaknya kita menghindari
memberikan TOKer pekerjaan yang belum pernah ia siapkan
sebelumnya. Pun pula, terlebih pada masa-masa awal, jangan sampai
TOKer terlalu banyak mengemban pekerjaan yang nantinya
mengurangi kualitas pengalaman kerasulannya.
Demi penilaian berkelanjutan bagi si TOKer sendiri, laporan
berkala hendaknya dikirimkan kepada pembesar, Hal ini akan
membantu pembesar untuk menolong TOKer mengintegrasikan semua
aspek pengalamannya161.
4. Melalui pengalaman kerasulannya, diharapkan TOKer semakin
menghilangkan ego, kebutuhannya, apa yang ia perhatikan dan
159
Bdk. NP [109§3].
160
Bdk. NP [108§1].
161
Bdk. NP [109§3].

83
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

inginkan. Masa TOK menempatkan Yesuit dalam formasi untuk


terlibat ke dalam tim kerasulan dimana ia memiliki posisi dan
perannya sendiri. Kerja sama dan persahabatan sejati menjadi salah
satu kriteria pemilihan tempat TOK. Yesuit dalam formasi hendaknya
menemukan kebahagiaan di dalam pemberian dirinya tanpa
memikirkan pamrih dari pelayanannya pada orang lain dalam nama
Kristus; dan ia haruslah memiliki keinginan untuk memanggul beban
yang diberikan padanya, dan juga kekecewaan, serta menghadapi
keterbatasan dirinya dan orang lain. Ia diharapkan melakukan ini
tanpa kritisisme negatif atau mematahkan semangat orang lain. TOK
merupakan saat dimana seseorang belajar untuk mengalami
keberhasilan dan kegagalan dengan sikap hening 162. Kerajaan Allah,
dimana kita berjerih payah untuk membangunnya, acapkali datang
dalam bentuk yang tidak pernah kita harapkan. Yang penting adalah
kita memberikan diri pada tugas kita. Dalam beberapa situasi, terbukti
bahwa kerja seseorang yang bernilai dan patut dipuji justru dilakukan
tanpa apresiasi dan diperhatikan. Melalui episode hidup kerasulan
inilah, TOKer tumbuh sedikit demi sedikit dalam kematangan yang
diharapkan sebagai seorang rasul dalam Serikat.

3. Pemilihan TOK dan Lamanya

1. Di beberapa Provinsi, pilihan-pilihan baru telah dieksplorasi.


Bekerja di sekolah-sekolah Yesuit tidak lagi menjadi satu-satunya
pilihan bagi Yesuit dalam tahap formasi yang namanya diambil dari
bentuk karya kerasulan ini (“regency”, “magisterio”). Peraturan Pater
Janssens tahun 1962 secara umum dimaksudkan untuk membantu para
skolastik agar dapat memberikan kerasulan pendidikan. Saat ini, semua
karya kerasulan yang dilakukan oleh tim-tim kerasulan di provinsi,
dapat dipertimbangkan sebagai pilihan bernilai untuk TOK yang
berbuah, jika memenuhi kriteria yang ditentukan.

162
Bdk. NP [109§4].

84
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

2. Bagaimanapun, tidak satu pun dapat menghalangi para


Provinsial untuk menentukan prioritas TOK. Hal ini terkait dengan
kondisi aktual atau sejarah Provinsi tersebut, sesuai dengan buah yang
ingin didapat dengan menempatkan beberapa TOKer di satu tempat,
atau sesuai dengan banyak sedikitnya kemudahan memilih tugas yang
dapat jelas digambarkan dan dipenuhi dalam struktur yang sudah tetap
di Provinsi tertentu. Jika pada poin ini, tidak ada petunjuk jelas
diberikan pada level keseluruhan Serikat, para Provinsial dapat
mengikuti tradisi untuk menempatkan TOKernya.
3. Mengajar atau karya pendidikan di sekolah-sekolah atau
kolese-kolese Serikat merupakan pilihan tempat TOK yang biasa
diambil dan masih menjadi favorit di beberapa tempat sampai saat ini.
TOK di sekolah atau kolese telah teruji di lapangan karena
memberikan pendampingan serta tugas kerja yang jelas; dimana bagi
TOKer, tidak mudah menemukan komitmen yang valid dan jelas
ditentukan disertai durasi waktu yang agak panjang dalam bidang lain.
Selain itu, masih ada banyak alasan lain atas pilihan ini. Keterlibatan di
karya pendidikan secara nyata menempatkan Yesuit muda untuk selalu
bersentuhan dengan kharisma St. Ignasius dan Serikat. Walaupun
kolese-kolese tidak dibayangkan pada awal mula Serikat, kolese dengan
cepat menemukan tempatnya di dalam dinamika rasuli Serikat,
terlebih kolese menawarkan jalan yang berdaya tahan dan tertata
dengan baik bagi karya pendidikan dan formasi dalam iman. Dinamika
inilah yang disarankan oleh St. Ignasius sejak awal dalam karyanya bagi
jiwa-jiwa, membagikan pengalamannya dan kemudian memahami nilai
pembelajaran, sekaligus menjadikan elemen Kristiani dan evangelis,
hadir di dalam berbagai sektor kehidupan dan kebijaksanaan manusia.
Kita dapat melihat bahwa rasa “komunikasi” dan “pedadogi” yang kita
harapkan, meresap ke dalam seluruh karya Serikat 163.
4. Akan tetapi, kita telah menggarisbawahi bahwa tugas-tugas
kerasulan lain dapat ditempatkan secara seimbang sebagai pilihan
163
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
n. 7; NP [277§1].

85
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

untuk TOK. Studi akan bentuk-bentuk TOK yang selama ini


dipraktikkan, menunjukkan keragamannya. Kita dapat menyebut,
tanpa menyeluruh, karya pastoral (kerja di paroki misalnya), karya
sosial, kerasulan kerohanian (karya retret), kerasulan orang muda,
kerasulan media dalam berbagai situasi dan bentuk, karya
administratif, dan masih banyak lagi. Bahkan jika tugas utama tetap di
bidang pendidikan, beberapa provinsi memberikan kesempatan pada
TOKer untuk terlibat dalam tugas kerohanian yang lebih langsung
(retret, CLC...), dari waktu ke waktu. Di beberapa tempat, terutama jika
hal ini kurang mendapat perhatian dalam tahap sebelumnya, seseorang
dapat ditempatkan secara langsung bersinggungan dengan dunia orang
miskin pada waktu TOK 164. Sebagai contoh, beberapa TOKer dari
negara-negara Dunia Pertama diutus melakukan TOK di negara-negara
Dunia Ketiga.
5. Akhirnya akan lebih berbuah, walaupun tugas ini berada di
bawah institusi Yesuit, jika TOKer memiliki kesempatan berkontak
langsung dengan kegiatan gerejani. Kontak dan kolaborasi yang kokoh
dengan rekan-rekan awam dalam tugas keseharian, sungguh
diharapkan165. Akan menjadi lebih berguna jika TOKer mendapatkan
pemahaman sistematik dan pengalaman nyata akan Gereja dan juga
masyarakat dimana ia hidup166.
6. Bagaimana pemilihan suatu karya kerasulan dibuat ketika
seorang Yesuit diutus untuk TOK? Provinsiallah yang akan menimbang
tentang apa yang ia ketahui dari tiap skolastik (kondisi personal,
perkembangan, keterbukaan untuk berkembang, baik intelektual
maupun kerohanian), dalam rangka memutuskan apa yang tepat
baginya dan diperlukan bagi pertumbuhannya sebagai seorang
Yesuit167. Bagi beberapa Yesuit dalam formasi, tahap ini akan
memberinya tawaran bentuk karya di mana mereka bisa
164
Bdk. NP [106§§2,3].
165
Bdk. NP [305].
166
Bdk. NP [106§2].
167
Bdk. NP [109§3].

86
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

mengungkapkan dan mengembangkan inisiatif serta kreativitasnya;


bagi yang lain, suatu kerangka kerja pasti, yang akan membantunya
mengorganisasikan dan mendisiplinkan diri... Dalam membuat
keputusan, pilihan-pilihan nyata yang ada dalam Provinsi hendaknya
mendapat pertimbangan. Ada kemungkinan seorang TOKer dikirim
untuk berkarya di Provinsi lain dimana pengalaman yang lebih sesuai
baginya dimungkinkan168. Serikat pun membuka tawaran kesempatan
global, seperti bekerja dengan para pengungsi. Dalam beberapa kasus,
seorang Provinsial membuka kesempatan bagi Skolastik untuk TOK di
luar negerinya sendiri. Dari sisi TOKer, hal ini menuntut adanya
kedewasaan manusiawi yang memadai dan tingkat integrasi hidup
religius yang mencukupi. Kriteria lain juga akan mempengaruhi
pemilihan; yakni kondisi perkembangan rohani dan hidup
berkomunitas. Kita akan mempelajari lebih lanjut tentang hal ini dalam
bagian selanjutnya.
7. Akhirnya, mari kita bahas tentang lamanya TOK. Kini, TOK
biasanya berlangsung selama dua tahun. Namun di beberapa Provinsi,
fleksibilitas waktu dimungkinkan; di beberapa tempat, TOK hanya satu
tahun, di lain tempat berlangsung selama tiga tahun. Di beberapa
Provinsi, panjang pendeknya masa TOK ditentukan oleh buah-buah
yang ingin dipetik darinya. Di lain pihak, ada kehendak untuk
memperpendek lama formasi hingga satu tahun. Akan tetapi, pilihan
ini haruslah menjadikan masa satu tahun tersebut untuk sungguh-
sungguh masuk ke dalam hidup kerasulan dan memungkinkan seorang
Yesuit dalam formasi untuk memperoleh pengalaman yang berharga
dan bermanfaat dengan keikutsertaannya di dalam tim kerasulan;
karena dengan model ini, kehidupan dan kegiatan kerasulan
selanjutnya akan terbuka.
Akhir-akhir ini, beberapa Yesuit masuk ke dalam Serikat ketika
sudah berumur. Umur saja bukanlah alasan yang cukup untuk
menghilangkan TOK dalam kurikulum formasi atau menguranginya

168
Bdk. NP [110].

87
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

secara berlebihan. Dalam hal ini, Provinsial mengambil peran untuk


memilih apa yang terbaik berdasarkan dialog dengan Yesuit dalam
formasi, dengan meninjau pengalaman hidup sebelumnya dan
kelenturan pribadi tersebut, yang tampak dalam kemampuannya untuk
masuk ke dalam kenyataan hidup Serikat.

4. Kehidupan Rohani selama Masa TOK

1. Lantaran hidup Yesuit merupakan hidup total di dalam Roh,


ditekankan pentingnya pencapaian integrasi hidup rohani seseorang
dalam karya kerasulan dan hidup komunitas selama masa TOK.
Tentu, sebagaimana dipandang dari berbagai sudut, TOK
hanya dapat menjadi masa perkembangan rohani jika dasar dari
perkembangan ini, telah tertanam sejak tahap-tahap sebelumnya.
Kualitas TOK akan tergantung, setidaknya pada beberapa hal, pada
kualitas formasi yang diterima sebelumnya. Secara khusus hal ini
penting bagi TOKer, ditambah lagi untuk mencapai kebiasaan doa
yang sejati sebelum memasuki TOK, ia telah menggapai kematangan
emosional dan psiko-seksual. TOK akan menguji kematangan ini dan
menolong skolastik untuk tumbuh dalam kemampuan dirinya berelasi
dengan orang lain dengan cara yang tidak posesif dan tidak
memihak169. Skolastik harus sudah menginternalisasikan relasinya
dengan pihak yang berwenang, sehingga ia dapat hidup dengan
ketaatan yang berlandaskan kebebasan sejati.
2. TOK merupakan pengalaman pertama yang berlangsung
cukup lama bagi Yesuit dalam formasi untuk berada di luar rumah
formasi. Maka, ia akan lebih sedikit menerima dukungan eksternal
dalam mengatur hidupnya dan menjamin konsistensinya yang lebih
mendalam. Hal ini memacu dirinya untuk bertanggung jawab terhadap
relasinya yang makin personal dengan Tuhan dari pada di tahap

169
Bdk. NP [65; 72§1].

88
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

formasi sebelumnya170. Di samping itu, karena tuntutan pekerjaan yang


mendorongnya pada tekanan dan kerap mengakibatkan goncangan
nyata, ia didorong untuk mendalami ciri khas Spiritualitas Ignasian,
“kontemplasi dalam aksi”. Masa studi mengajarinya untuk selalu
menyatukan doa dengan studi yang sudah selalu dilakukan selama ini.
Di tahap ini, mereka harus mempelajari menyatukan doa dan kerasulan
dengan cara yang sesuai di tengah kesibukannya, dimana ia
menghidupinya sebagai perutusan dari Allah yang mengutusnya, ia
tidak meninggalkan doa. Juga ia belajar untuk menemukan kehadiran
Allah dalam tiap pribadi yang ia temui, dalam kegiatan, dan dalam
jantung kerasulannya. Dengan jalan ini, kerasulan semakin menyatu
dengan tindakan Allah sendiri.
3. Untuk mencapainya, ia harus setia pada praktik doa sehari-
hari walaupun banyak halangan menghadang. Sederhananya, ia harus
menemukan cara bagaimana keikutsertaan dalam Ekaristi harian,
menurut semangat St. Ignasius, merasuk dalam diri dan pekerjaannya
agar menuju misteri keselamatan berkelanjutan yang dilakukan oleh
Kristus di dunia.171 Dengan “pemeriksaan batin”, ia harus menemukan
doa rasuli khas Ignasius; ia akan didorong untuk berkembang
mencapai pemahaman yang mendalam akan dirinya sendiri; dan ia
akan membawa semua dosa dan kelemahannya pada sakramen tobat.
Praktik penghayatan kaul-kaul akan diuji di dalam tindakan dan
kehidupan yang sesungguhnya.
4. Meskipun rintangan menghadang, untuk mengatur hal ini dan
mencapai hasil yang diharapkan, TOKer haruslah sanggup
menyandarkan dirinya pada bimbingan dan pendampingan yang
kokoh. Oleh karena itu, menjadi suatu yang penting bahwa selama
masa TOK, ia memilih pembimbing rohani yang padanya ia dapat
bertemu secara berkala dan membantunya mengintegrasikan berbagai
aspek pengalaman personalnya172.
170
Bdk. NP [67§1].
171
Bdk. NP [67§2].
172
Bdk. NP [66§§2, 3].

89
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Lebih lanjut, dukungan dari komunitas – dimana akan


dijelaskan lebih lanjut pada bagian selanjutnya -, pembesar setempat
memiliki tanggung jawab untuk selalu dekat dan berhubungan dengan
TOKer. Nantinya secara khusus, pembesar memastikan adanya “waktu
luang” yang memungkinkan bagi TOKer untuk menjalani Latihan
Rohani terbimbing. Selain Ratio Conscientiae secara teratur(EG [95-
96]), menjadi tanggung jawabnya juga untuk merancang pertemuan
berkala dengan tiap TOKer agar memberikan informasi mengenai
situasi dirinya. Akhirnya, menjadi tugasnya untuk mengatur waktu
rekoleksi untuk pembaruan kaul (Kons [46, 544])173.
Dengan pemberian dukungan dan suasana ini, kita berharap
bahwa TOK akan menjadi masa pembuktian perkembangan hidup
rohani diri bagi Yesuit dalam formasi.

5. Hidup Komunitas selama Masa TOK

1. Sejauh ini, kita telah membahas tentang tim kerasulan, dimana


para TOKer belajar berkolaborasi dengan para Yesuit dan juga dengan
umat Allah yang lain, terlebih rekan awam. Namun dalam perutusan
TOK, Yesuit dalam formasi juga menjadi anggota komunitas kerasulan
Serikat. Dapat dikatakan bahwa inilah elemen dasar dari TOK karena
menunjukkan integrasi TOKer sebagai seorang dewasa ke dalam tubuh
rasuli Serikat universal 174.
2. Jika tujuan ini hendak dicapai; komunitas, tanpa mengubahnya
menjadi komunitas formasi, haruslah menunjukkan kemampuan
menerima dan menyambut Yesuit dalam formasi dengan memberikan
suasana dan bantuan dimana komunitas berhak untuk menuntut
kehidupan integral sebagai seorang Yesuit 175. Kontak dengan Yesuit dari
generasi yang berbeda, dari formasi yang berbeda dan dari ekspektasi
komunitas yang berbeda, bukanlah suatu halangan; melainkan sebuah
173
Bdk. NP [75].
174
Bdk, NP [106§1].
175
Bdk, NP [109§3; 79].

90
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

elemen nyata yang dapat membantu TOKer membuka budinya pada


luas serta beragamnya Serikat daripada yang ia ketahui sebelumnya.
Namun, dari satu sisi atau yang lain, komunitas-komunitas yang
terbuka menyambut TOKer, haruslah memiliki semangat komunitas
yang sejati, sikap menerima dan keterbukaan untuk menarik buah dari
kehadiran TOKer.
3. Atmosfer di dalam komunitas haruslah sedemikian sehingga
mencegah TOKer menanggung sendirian pengalaman sukses dan
gagal, terlebih semua frustasi dan kesulitan. TOKer harus dapat
menemukan di dalam komunitas, dimana ia merasa dimiliki dalam
relasi persaudaraan yang sampai pada tingkat mendalam yakni
“kebersamaan”: wujudnya berupa liturgi-liturgi komunitas, doa
komunitas, berdoa bersama, percakapan, diskusi, dan refleksi hidup di
antara anggota komunitas, semuanya di bawah bimbingan pembesar
setempat.
4. Beberapa Provinsial lebih memilih mengirim TOKer dalam
kelompok dua atau tiga orang; bentuk seperti ini menyelamatkan
mereka di dalam cobaan kesepian, yang mungkin akan mereka alami
jika tidak ada kesempatan berbicara informal dengan rekan sebaya.
Dalam setiap kasus, pembesar setempat harus waspada terhadap
kemungkinan kesepian besar yang dialami oleh TOKer. Provinsial
hendaknya memberikan saran dimana pembesar setempat mungkin
dapat membantu saudara mudanya untuk menghadapi kesepian besar.
Hendaknya ia mengatur pertemuan rutin dengan TOKer untuk tetap
mengetahui perasaannya selama mereka menghadapi pengalaman
tersebut.
5. Beberapa Provinsi telah menetapkan pertemuan bagi para
TOKer pada tingkat provinsi setahun sekali atau bahkan lebih. Pada
kesempatan ini, supaya dapat bercerita bersama, mereka kadangkala
memberikan tema untuk membantu mengolah pengalaman atau
beberapa aspek di dalamnya, terkait dengan perkembangan mereka
sebagai Yesuit. Pertemuan ini seringkali diselenggarakan oleh
Provinsial atau asisten formator atau oleh Yesuit di Provinsi itu yang

91
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

bertanggung jawab terhadap para TOKer. Tak diragukan lagi, hal


tersebut akan membantu jika mereka yang bertanggung jawab juga
selalu berkontak dengan tiap TOKer. Di beberapa provinsi, pertemuan
TOKer tidak diselenggarakan; namun mereka mengambil bagian di
dalam pertemuan rutin dengan seluruh Yesuit dalam formasi.
Pertemuan macam ini merupakan kesempatan untuk retret bersama
atau triduum demi menyiapkan diri untuk pembaharuan kaul.
6. Kesemuanya ini ditujukan untuk membantu terbentuknya
semangat berbagi dan memajukan keikutsertaan yang lebih besar di
dalam Provinsi. TOK sendiri, tentu, merupakan waktu yang baik untuk
beradaptasi “menemukan” Provinsi (atau, acapkali Serikat, jika
seseorang telah bekerja di luar Provinsinya sendiri), sama seperti
keterlibatan mendalam di dalam Provinsi sebagai tubuh rasuli.
Sebaliknya, Provinsi dan terlebih pembesar, semakin mengenal tiap
skolastik, akan semangat religiusnya, akan potensi kerasulannya, dan
kemampuannya untuk beradaptasi. Di akhir masa TOK, berdasarkan
laporan evaluasi yang tersedia, Provinsial atau delegatnya dengan
skolastik hendaknya mencoba untuk membuat evaluasi akhir tentang
TOK, penekanan terlebih pada buah-buah yang sudah diterima,
walaupun melalui berbagai kesulitan dan kegagalan.

6. Sisi Intelektual Tahap Formasi TOK: Masuk ke dalam Teologi

1. Di antara dimensi terpenting akan formasi dan hidup Yesuit,


dimensi intelektual tampak kurang penting dalam tahap ini.
TOK pada kenyataannya, biasanya ditempatkan di antara dua
periode yang ditujukan sebagai waktu penuh untuk studi: biasanya di
antara filsafat dan teologi. Walaupun begitu, baik untuk disadari
bahwa karya kerasulan yang dilakukan selama TOK merupakan hasil
dari tahap persiapan sebelumnya, dimana studi sudah memainkan
peran yang menentukan. TOKer memasuki karya rasulinya dilengkapi
dengan formasi kemanusiaan dan budaya yang sudah dicapai
sebelumnya, dan tertanam di dalam beberapa formasi profesional.

92
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

2. Lebih, lanjut pengalaman TOK mengundangnya untuk


merefleksikan karyanya, terhadap situasi dirinya dan situasi lain yang
ia temui. Juga, seperti mendalami pengetahuan dan kemampuan
praktisnya, dimana nantinya ia akan menemukannya sebagai
kebutuhan; selama tahun-tahun pelayanannya, TOKer hendaknya
tumbuh dalam kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih baik
terhadap orang lain, dan bagaimana berelasi dengan mereka. Jika ia
memiliki pemikiran yang terbuka dan dipicu untuk bekerja
berdasarkan refleksinya, ia akan mencapai pemahaman yang akan
membantu hidupnya sendiri dan pelayanannya terhadap sesama.
3. Kita harus juga secara khusus memperhatikan pada satu aspek,
karena TOK biasanya selalu disusul dengan teologi dan – bagi skolastik
– dengan persiapan menjelang tahbisan imam.
Karena selama TOK ia bertindak atas nama otoritas yang
melekat pada perutusannya, Yesuit di dalam formasi dalam arti
tertentu telah magang untuk kegiatan yang dikenal publik dan
dijalankan atas nama perutusan imami. Maka ia menyiapkan diri,
walau masih sedikit, akan aspek pelayanan imami, tentunya masih di
bawah pendampingan yang lain. Ia juga menggali, dengan pelayanan
konkret terhadap saudara-saudaranya, semangat yang mendukung dan
merawat keseluruhan pelayanan. Jika karya kerasulannya membawa
dirinya pada berbagai perjumpaan personal yang mengangkat isu
untuk berbagi rahasia hidup dan menuntut nasihat, jika pekerjaan
mengajaknya untuk terlibat langsung menyelenggarakan kegiatan
kerohanian seperti retret dan liturgi, jika pekerjaan mendesaknya
untuk berbagi sesuatu tentang Allah yang hidup dan misteri
keselamatan dengan mereka yang berbeda umur dan kondisi, maka
TOKer nantinya akan menjadi lebih peka pada dimensi pelayanan
imamat dalam panggilannya.
4. Di sini, hendaknya kita menekankan bahwa, pada saat
skolastik akhirnya memulai tahap akhir formasi imamat, ia harus
memberi kepastian akan keseriusannya untuk menerima sakramen
yang akan ia terima. Dengan demikian, tidak ada skolastik yang

93
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

hendaknya dikirim dalam teologi (atau dalam tahap akhir persiapan


tahbisan) jika keraguan obyektif tetap melekat mengenai panggilan
atau tingkah lakunya dalam pelayanan imamat.
5. Pemeriksaan haruslah dilakukan dalam taraf perkembangan
manusiawi dan rohani yang dicapai oleh tiap skolastik pada akhir masa
TOK. Dari sini, skolastik diharapkan memiliki keajegan emosional,
cukup berhasil mengintegrasikan hidup doa dan kerasulan 176, memiliki
kelenturan untuk hidup komunitas yang harmonis, kemampuan untuk
menanggung kesendirian yang terkait dengan selibat di dalam
kesunyian, dan ringan menjalani praktik ketaatan yang dewasa.
Gereja menegaskan imamat dan oleh karena itu, skolastik
harus memahami pelayanan imamat dalam kesepahaman dengan
Gereja177.
Akhirnya, karena ia akan menjadi seorang imam Yesuit,
skolastik yang diterima dalam teologi harus dapat mengidentifikasikan
dirinya secara memadai dengan substansi kharisma Serikat; dan ia
harus kerasan untuk tinggal di dalam tubuh universal Serikat.
Sejauh berkenaan dengan para bruder, di akhir masa TOK,
hendaknya mereka diperiksa berkaitan dengan perkembangan
manusiawi dan rohaninya, kemampuannya untuk hidup berkomunitas,
serta identifikasinya dengan kharisma kita. Selanjutnya nanti,
formasinya hendaknya diselesaikan dengan tertiat.

7. Beberapa Refleksi Akhir pada Masa TOK

1. TOK sebagai tahap khusus dalam formasi, tidak tampak jelas


berurat berakar di tiap tempat. Pentinglah untuk menggariskan tujuan
pasti atas tahap formasi ini. Maka dalam halaman-halaman ini, definisi
akan tujuan TOK sudah dipresentasikan.

176
Bdk. NP [60].
177
Bdk. NP [70].

94
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

2. Beberapa Provinsi mengalami kesulitan nyata untuk memilih


tugas kerasulan yang tepat bagi TOKer; hal ini dapat muncul dari fakta
bahwa TOKer berjumlah sedikit atau tak adanya institusi kerasulan
Serikat yang dapat bertanggung jawab, atau tugas kerasulan yang
secara nyata memadai sulit tersedia bagi TOKer. Kesulitan seperti ini
haruslah dihadapi dengan sikap pantang menyerah; pemecahan
haruslah dicari di dalam Provinsi itu sendiri atau ke luar Provinsi demi
mendapatkan pekerjaan yang dapat menjawab tujuan yang telah
digambarkan bagi skolastik yang berada dalam tahap formasi ini.
3. Upaya khusus akan dibuat oleh pembesar untuk mencari
pembimbing rohani yang mampu memahami dan mendampingi
TOKer yang memiliki pengalaman yang khas.
Perhatian khusus juga perlu diberikan untuk menemukan
pembesar yang sungguh dapat memahami dan mendukung Yesuit
muda apa yang mereka butuhkan. Hidup komunitas itu sendiri akan
menjadi kriteria penting dalam menentukan pilihan tempat TOK demi
menghindari situasi yang mendukung kesepian besar bagi skolastik di
rumah-rumah dimana individualisme kuat ada di situ, dimana tak ada
seorang pun dapat ditemui oleh skolastik untuk bicara secara
mendalam178.
4. Sebagai sintesis, persahabatan dan pendampingan, baik dalam
kerasulan maupun hidup berkomunitas selama TOK merupakan hal
penting jika seseorang hendak memanen buah-buah yang diharapkan
dari pengalaman formatif ini.
Tentu, dalam beberapa kasus, kesulitan-kesulitan ini dapat
memberikan kesempatan untuk berkembang. Ketika tantangan besar
untuk mendekati Serikat yang dewasa serta tuntutan objektif dan
cermat dari tugas terstrukturnya sudah diatasi, TOKer dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab serta kemampuannya untuk
bertemu dan berbagi dengan orang lain yang, pada awalnya, tidak
begitu dekat dengannya.

178
Bdk. NP [109§3].

95
Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan

Di lain pihak, TOKer hendaknya memperhatikan semua aspek


hidupnya yang sudah dikatakan sebelumnya. Hendaknya mereka
diingatkan untuk tidak mencari pekerjaan dan komitmen lain di luar
perutusan yang dipercayakan padanya; di dalam perutusannya,
semangat dan dinamisme dari dalam diri diharapkan muncul sehingga
mereka tidak membatasi diri pada hal klasik “delapan jam per hari”,
juga menghindari aktivisme berlebihan yang acapkali menggerogoti
integritas hidup Yesuit.

96
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

1. Persyaratan untuk Memulai Tahap Ini

Dokumen ini akan membahas masa setelah TOK dan biasanya


digunakan untuk studi teologi179. Tulisan ini akan membahas terkait
dengan itu, terlebih hal-hal penting yang perlu diperhatikan, seperti
yang sudah ditunjukkan oleh pengalaman akhir-akhir ini.
Dalam tahap “akhir” ini, seperti tahap sebelumnya, tujuannya
adalah integrasi personal dari keseluruhan dimensi atau aspek formasi
yang membentuknya menjadi seorang Yesuit (hidup dalam Roh,
kedewasaan manusiawi dan hidup berkomunitas, studi-studi dan
pelayanan) untuk masuk ke dalam tubuh rasuli Serikat 180. Saat ini
penting untuk memfasilitasi dengan pengaturan yang sesuai suatu
proses “kepenuhan hidup rohani menjadi sumber kerasulan dan
sebaliknya kerasulan mendorong ke studi dan hidup rohani yang lebih
mendalam”181. Lebih lanjut, patokan harus diambil sesuai dengan
tuntutan perutusan Serikat saat ini, seperti yang sudah dilontarkan di
dalam beberapa Kongregasi Jenderal terakhir.
Karena tahap selanjutnya merupakan tahbisan imamat,
skolastik haruslah tidak mengambil teologi tanpa kedewasaan dan
persiapan yang mencukupi, serta telah berasimilasi sepatutnya dan
menerima sebagai miliknya cara bertindak Serikat. Di akhir masa TOK,
179
Akhir-akhir ini, tahap teologi mengambil tempat di dalam berbagai konteks komunitarian
dan akademis: di dalam komunitas-komunitas kecil atau besar dan yang lebih tradisional, di
beberapa tempat mereka tinggal bersama dengan orang miskin, atau dengan tim kerasulan.
Studi teologi sendiri dilakukan di dalam institusi Serikat yang ditujukan demi formasi imami dan
Yesuit, walau terbuka pula untuk pelajar lain, atau di fakultas-fakultas di suatu universitas atau
pusat-pusat studi lain yang utamanya tidak terkait langsung dengan imamat. Di beberapa
tempat, teologi dan filsafat merupakan satu kesatuan program, dan di lain tempat, tahun
pertama teologi diletakkan sebelum TOK. Panduan-panduan yang diberikan di dalam dokumen
ini menggariskan utamanya teologi dilakukan pasca TOK, dan akan dapat disesuaikan dengan
kondisi-kondisi lain dan situasi aktual.
180
Bdk. Anjuran Apostolik “Vita Consecrata” (VC) 65; Norma Pelengkap Konstitusi SJ (NP) 60
dan 106§1.
181
NP [60]. Demi memfasilitasi kesempurnaan dan integrasi berbagai aspek formasi,dimana
struktur akademis berbeda dari tuntutan hidup religius; kerjasama haruslah dilakukan di antara
mereka yang bertanggung jawab pada institusi akademis dan mereka yang bertanggung jawab
pada formasi. Bdk. NP [63].

97
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

ia harus menegaskan panggilannya menjadi imam Yesuit, dan


memberikan bukti bahwa inilah cinta personalnya pada Kristus yang
menggerakkannya untuk menanggapi panggilan untuk mengikuti dan
melayani Tuhan di dalam Serikat dan Gereja. Tanda yang jelas tentang
ini adalah kemajuan dirinya dalam mengharmonisasikan hidup rohani
dan kerasulannya selama masa TOK; yang tampak dalam
ketidakegoisan dan disiplin serta tanggung jawab untuk mencari
kesegaran rohani di tengah banyaknya tuntutan kerasulan.
Juga dengan melihat syarat tingkatan perkembangan
manusiawi dalam sisi afektif dan aspek lainnya182, tampak dalam
keterlibatan aktif di dalam komunitasnya, dalam kemampuannya
berkolaborasi dan bekerja di dalam tim, mudah bersahabat dengan
mereka yang ada di dalam dan di luar Serikat, dan tingkah laku positif
dalam kesunyian diri yang tak terpisahkan dari kemurnian religius dan
selibat imami. Secara akademis, selain dasar humanisme dan filosofi
yang wajar, ia harus pandai dalam berbahasa saat akan belajar
teologi183.
Provinsial dan mereka yang secara langsung bertanggung
jawab terhadap formasi harus sungguh memperhatikan discernment
yang terjadi pada masa transisi menuju teologi, memastikan terdapat
informasi obyektif dan memadai bahwa skolastik bersangkutan telah
membuat perkembangan rohani dan manusiawi yang mencukupi.
Komunitas dimana ia tinggal, tim dengannya ia bekerja, dan individu-
individu yang kenal baik dengannya, hendaknya berperan serta di
dalam mengumpulkan informasi dan proses discernment-nya.
Namun ukuran yang paling penting adalah suara hati, dimana
skolastik, dengan keterbukaan dan kejelasan yang besar,
mengungkapkan sikap yang diakrabinya kepada pembesar, bagaimana
Allah bertindak aktif dalam dirinya, keyakinan apa yang sungguh
182
Bdk. NP [72§1]. Tidak seorang pun hendaknya diutus ke tahap teologi jika ia sedang
menerima pemeriksaan psikologis. Bdk. juga Anjuran Apostolik “Pastores Dabo Vobis” (PDV),
43 dan 44.
183
Menyangkut studi filsafat, mensyaratkan dua tahun akademik yang dituntut oleh Gereja
demi tahbisan imam, tidaklah mencukupi. Seseorang haruslah juga telah mencapai pandangan
rasional dan menyeluruh akan realitas yang koheren dengan iman Kristiani serta kemampuan
kritis yang cukup untuk memahami dan berdialog dengan berbagai budaya dan agama. Bdk.
Ensiklik “Fides et Ratio,” 57, dst.

98
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

menggerakkan hidupnya, dan apa yang menjadi kesulitan dan


halangan untuk sungguh bebas dan setia dalam menanggapi panggilan
Tuhan184. Baik pembesar maupun skolastik haruslah memiliki
keyakinan moral bahwa terdapat panggilan ke arah imamat di dalam
Serikat, dan ini diterima dengan bebas185.

2. Tujuan Khusus Studi Teologi

Dalam konteks formasi sebagai proses integrasi seseorang


dengan dirinya sendiri dan ke dalam tubuh rasuli Serikat, apa yang
menjadi tujuan tahap teologi adalah menggenggam iman Gereja secara
menyeluruh dan kontekstual, sehingga menjadi miliknya sendiri, dalam
persiapan menjelang tahbisan. Teologi memampukan skolastik untuk
menggali lebih dalam akan rencana penyelamatan Allah melalui
Kristus, yang di dalamnya terletak perutusan Serikat pada
pelayanannya untuk Gereja; ia nantinya disiapkan untuk menjadi
pelayan sabda dan rekonsiliasi186. Dengan kata lain, ia harus menggali
cara pandang iman akan keseluruhan realita; dimulai dengan refleksi
akan pengalamannya sebagai manusia yang berelasi dengan Tuhan,
dan akan misteri ilahi yang terwahyukan dalam Kristus dan diwartakan
dalam Kitab Suci dan Tradisi, dan melalui magisterium dan hidup
Gereja.
Di tahap ini, kegiatan kerasulan dan hidup berkomunitas
haruslah diatur sehingga semuanya itu menjadi dorongan nyata ke
arah hidup dalam Roh yang lebih luas, dikombinasikan dengan
pendalaman akan studi; maka apa yang dipelajari akan mencerahkan
dan memperkaya pengalaman akan Allah, dan ini selanjutnya
meningkatkan semangat dan kesungguhan dalam studi. Ia kemudian
dituntun untuk menjalani tahap teologi dalam semangat doa, yang
184
Bdk. PDV 45 dan 57; VC 18 dan 65. Pada tahap yang sesuai selama Teologi, skolastik harus
belajar dan memahami dekrit 6 dari KJ 34 mengenai “Imam Yesuit” sehingga ia dapat
mengintegrasikan jalan hidup imam Serikat yang khas. Apa yang dikatakan dalam NP 74
tentang ciri imami akan panggilan kita, secara khusus menunjuk pada tahap Teologi.
185
Bdk. “Manuale Practicum Iuris Societatis Iesu” (selanjutnya akan disingkat MPISI), 94.
186
Selama tahap ini, formasi dan berbagai aspeknya haruslah bekerja sama membawa Yesuit
untuk ikut lebih dekat dengan Kristus dan mengambil perasaan sebagai Gembala yang Baik.
Bdk. Yoh 10: 11; PDV 57.

99
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

mengembangkan penghargaan akan rahmat cuma-cuma dari Allah. Hal


ini akan mencegah pendekatan yang melulu akademis dan membawa
pada “pengetahuan batin”, yakni rahasia mengkomunikasikan misteri
Allah secara efektif kepada manusia187.
Integrasi yang sesuai dalam hidup rohani, komunal, dan
kerasulan, bersama dengan refleksi akan misteri Kristus dan Gereja-
Nya, dan pemahaman yang lebih baik akan imamat dan tuntutannya,
hendaknya menuntun skolastik pada penegasan lebih lanjut akan
panggilan imamatnya di dalam Serikat, dan pilihan bebasnya menjadi
pelayan publik di dalam Gereja, menurut kharisma dan perutusan
kita188.

3. Hidup Rohani dan Komunitas selama Tahap Teologi

Kerap muncul bahwa pada permulaan tahap ini, skolastik


mengalami pergulatan. Setelah memegang tanggung jawab serta posisi
selama TOK, dan menikmati kebebasan baik di dalam komunitas dan
karya, memiliki banyak pilihan akan apa yang hendak dilakukan;
banyak dari mereka yang menemukan kesulitan untuk kembali
menjalani dan mengikuti pola hidup di rumah formasi. Mengikuti
kuliah dan duduk di kelas serta belajar mandiri dengan berkutat pada
buku, terikat kembali dalam keseharian dan studi sebagai perutusan
utama, dapat membawanya pada pengalaman frustasi dan kekurangan
pemenuhan diri, terlebih bagi skolastik yang sudah berumur, apalagi
jika ia melihat orang lain yang sebaya dengannya telah memiliki
hidupnya di dunia dan menempati jabatan-jabatan penting di
tempatnya bekerja. Dalam beberapa situasi, terdapat bahaya nyata
akan kemalasan dalam bentuk narsisme komunitas karena kurangnya
kontak dengan berbagai macam situasi nyata, dan perhatian berlebihan
pada kenyamanan di komunitas. Terdapat pula kemungkinan akan
krisis iman, ketika berbagai pertanyaan muncul mengenai pemahaman
teologis sederhana dan praktis religius seseorang.

187
Bdk. PDV 51.
188
Panduan hidup dan pemahaman dimensi imami dalam Serikat, mengalir dari “inspirasi para
pendahulu kita.” Bdk. KJ 34, d. 6, n. 1.

100
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Semua poin ini mengarah pada kebutuhan akan simpati dan


dukungan, dengan menjadi tersedia bagi tiap pribadi dan komunitas,
sehingga masing-masing dapat menghadapi cobaan-cobaan di masa ini
dalam semangat iman, penyangkalan diri, dan kemurahan hati, dan
menjalani studi teologi dengan kesungguhan dan kegembiraan.
Tidak ada persiapan menjelang imamat selain dari pada
keakraban intim dengan Kristus dan berusaha mengidentifikasi penuh
dengan-Nya. Relasi pribadi dengan Kristus yang berakar di dalam hati
seseorang, haruslah ditumbuhkan dengan gaya hidup yang sesuai, baik
pribadi maupun bersama, yang dapat membantu menuju keheningan
diri dan memberikan waktu utama untuk bersama Tuhan.
Pembimbing rohani harus selalu tersedia, siap membantu
skolastik mencapai relasi tulus dengan Tuhan. Hal itu hanya dapat
terjadi melalui cinta personal nan akrab dimana seseorang dapat
menghidupi keperawanan dan selibat sebagai rahmat yang
membebaskannya untuk berkembang untuk semakin akrab dengan
Kristus, untuk seperasaan yang mendalam kepada Bapa seperti yang Ia
tunjukkan, dan menjadi “manusia bagi yang lain” (men for others)
seperti diriNya189. Dan ini hanya diperoleh melalui pengalaman
keperawanan yang dipilih dengan kebebasan penuh untuk
meninggalkan hidup “membentuk keluarga sendiri dengan kemesraan
perkawinan, mempunyai anak, ikatan afektif, yang normal merupakan
dasar untuk perkembangan sebagai manusia,” serta menemukan bahwa
penyangkalan ini merupakan suatu jalan demi lebih dekat pada Misteri
Paskah Kristus dan kelimpahan rohani dimana Ia menjadi
sumbernya190. Juga, kesunyian hati yang berasal dari kaul keperawanan
dan selibat imami dipeluk dengan bebas dan gembira, dengan ini
diterima dan dipraktikkan, bukan sebagai persyaratan legal yang tidak
terhubung dengan tuntutan tahbisan, namun sebagai rahmat yang
intim, yang membawa semakin dekat dengan Kristus “Gembala yang
Baik dan Mempelai Gereja”. Idealnya, cinta yang penuh dan eksklusif

189
NP [143, 144 dan 146]; VC 18 dan 65.
190
NP [145].

101
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

pada Kristus dan Gereja-Nya, membebaskan kita untuk siap sedia


secara penuh bagi perutusan kerasulan kita 191.
Pengalaman TOK telah mengajarkan skolastik bahwa tanpa
doa dan keakraban dengan Kristus, tidaklah mungkin membawa
sekaligus hidup rohani dan kerasulan pada tingkat pribadi dan komunal,
maka kita dapat menemukan Tuhan dalam segala dan kemahiran
berdiskresi, yang merupakan ciri mendasar akan cara bertindak kita 192.
Pada tahap ini, lebih dari yang lain, skolastik harus
berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi harian, doa Kristiani yang paling
sempurna, “puncak dan sumber” dari sakrament-sakramen 193. Ekaristi
harus menjadi hal paling penting di dalam jadwal harian, ketika
sebagai komunitas, kita menemukan diri kita disatukan dengan
seluruh Serikat dan Gereja dalam korban penyelamatan Kristus, dan
bergembira atas rahmat cinta Allah yang tinggal dalam kita melalui
putraNya. Oleh karena itu, skolastik harus terlibat aktif dan kreatif di
dalamnya, “sehingga di kemudian hari ia akan menjadikan perayaan itu
acara harian yang tetap bagi hidupnya sebagai imam”194.
Teologi menyediakan kesempatan istimewa untuk mendalami
keindahan dan kegembiraan sakramen rekonsiliasi, dan kemudian
menyiapkan seseorang menjadi sarana cinta Tuhan yang Maha
Pengampun. Dalam lingkungan kebudayaan yang mempromosikan
pembenaran diri dengan cara yang licik, seseorang dapat kehilangan
“perasaan berdosa” dan, sebagai konsekuensinya, juga getaran hati
akan pengalaman diampuni oleh Bapa. Maka, inilah poin penting
bahwa imam masa depan belajar menghargai penuh nilai rasa sesal dan
tobat dimana Gereja mengembangkannya melalui perayaan dan liturgi
tahunan, dan paling kuat diungkapkan dalam sakramen rekonsiliasi 195.
Selama masa Prapaskah dan Advent, atau pada waktu retret tahunan
atau pembaruan kaul, atau pada perayaan khusus lainnya, hendaknya
terdapat liturgi pengakuan dosa dengan kesempatan untuk
191
NP [143§2]; [144§§1 dan 2]. Bdk. juga PDV 50.
192
Bdk. NP [223§§3 dan 4; 224]. Mengenai waktu dan cara berdoa, bdk. apa yang dikatakan
dalam NP [67§§2 dan 3].
193
Bdk. PDV 48.
194
PDV 48; Bdk. juga NP [67§2].
195
PDV 48.

102
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

mendapatkan absolusi, “agar supaya dapat maju dalam pengabdian


kepada Allah dengan kemurnian dan kebebasan hati” 196.
Sesudah masa novisiat, hendaknya terdapat keakraban terus
menerus dengan Liturgi Ofisi, “karena sungguh merupakan doa Kristus
kepada Bapa, bersama dengan Tubuh-Nya” 197, selama teologi, dan
terlebih setelah diakonat, skolastik harus belajar menghormati dan
menjadikannya sebagai cara berdoa yang menyatukan kita dengan
seluruh Gereja. Pada akhirnya, seseorang akan memperoleh manfaat
dari “cara berdoa kedua” yang disarankan oleh Santo Ignasius dalam
Latihan Rohani198. Salah satu ofisi juga dapat didaraskan sebagai doa
komunitas harian.
Karena pada masa kini, berbagai macam komunitas dan
perencanaan akademis tersedia selama masa studi teologi 199, kolaborasi
yang kompak antara mereka yang bertanggung jawab langsung akan
formasi dan fakultas-fakultas tempat studi berlangsung, merupakan hal
yang sangat penting200. Pencapaian akademis yang berbeda hendaknya
tidak menjadi alasan untuk melalaikan aspek lain formasi kita, ataupun
mengurusi kegiatan serius selain studi teologi, karena inilah perutusan
utama bagi skolastik. Para Superior Maior dan mereka yang
bertanggung jawab langsung dalam formasi harus memastikan bahwa
struktur program akademis memfasilitasi dan mempromosikan hidup
rohani dan komunitas, sama seperti pemahaman penuh mereka akan
kehidupan pribadi tiap skolastik. Berbagai tuntutan studi hendaknya
memberi waktu untuk kewajiban seperti retret tahunan, triduum,
rekoleksi berkala, pelayanan akhir pekan dan liburan, serta pertemuan
komunitas mingguan. Program-program studi merupakan elemen
konstitutif dari formasi, walaupun mereka itu independen, mereka
harus berkontribusi serta sesuai dengan formasi Yesuit yang lebih luas
dan integral.

196
NP [227§3].
197
NP [228]; bdk. juga NP [77§2]. “Lectio divina” direkomendasikan selama teologi demi
mendalami kebijaksanaan dari misteri Kristus. Bdk. NP [68].
198
LR, 249.
199
Bdk. catatan kaki 1 sebelum ini.
200
Bdk. NP [63].

103
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Apa yang sudah dikatakan sebelumnya sudah dijelaskan lebih


jauh, beberapa hal berikut ini haruslah diingat. Komunitas harus
membuat rencana kegiatan, dengan penjelasan serta tujuan yang
realistis dan memadai, juga segaris dengan yang disetujui oleh aturan
formasi di provinsi atau regio dan surat terkini mengenai hidup
komunitas201. Pada tahap ini, gaya hidup dan keseharian hendaknya
membangkitkan atmosfer doa dan studi, mendorong hubungan
persaudaraan yang dewasa serta komunikasi, baik rohani maupun
personal, di antara para skolastik dan dengan mereka yang
bertanggung jawab atas formasi, sehingga mereka makin berkembang
menjadi sahabat dalam Tuhan, merasa bertanggung jawab bagi satu
sama lain dan siap untuk saling mengoreksi diri yang membangun202.
Pembesar setempat harus memberikan prioritas utama pada
kesiapsediaan, melalui kontak berkala, baik formal maupun informal,
dengan mereka yang akan menerima tahbisan. Keterbukaan terhadap
pembesar dengan saling percaya dan tanpa ambiguitas merupakan hal
yang tak dapat disangkal, demi tercapainya banyak buah yang
diharapkan pada tahap ini, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya203. Pembesar dan Yesuit-Yesuit formatus lainnya di rumah
itu hendaknya memberikan teladan nyata akan apa yang dimaksud dan
ditujukan untuk menjadi Yesuit di dunia masa kini. Mereka yang
disebut terakhir harus menyadari dalam hatinya bahwa, mereka juga
dilibatkan dalam formasi, dengan teladan hidup beserta kesaksiannya,
seperti halnya partisipasi dalam hidup komunitas, yang memperkuat
kesan mendalam dalam diri skolastik 204. Penting pula bagi pembimbing
rohani untuk menyediakan bimbingan teratur dan efektif untuk
memperdalam dimensi personal akan doa dan discernment, sehingga
cinta semakin terpusat pada Tuhan dan perutusan yang Ia telah

201
Surat kepada seluruh Serikat tertanggal 12 Maret 1998.
202
Bdk. NP [77§§3 dan 4]. Dalam hal komunitas besar, direkomendasikan untuk memecahnya
dalam kelompok-kelompok kecil yang dikoordinasikan oleh seorang Yesuit yang matang dan
berpengalaman, sehingga dapat membangun pertukaran pengalaman rohani dan kerasulan.
203
Bdk. NP [155§1].
204
Bdk. NP [112 dan 62].

104
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

percayakan pada kita205. Superior maior-lah yang memastikan


ketercukupan jumlah pembimbing rohani.

4. Studi-Studi Teologi

Walaupun dokumen ini lebih memberi perhatian utama


kepada mereka yang dipanggil untuk menjadi imam dalam Serikat,
bukan berarti kita mesti melupakan formasi bruder Yesuit yang saat ini
juga melibatkan teologi di dalamnya. Kita harus kembali pada apa yang
telah dikatakan terkait dengan para bruder, di dalam dokumen tentang
masa setelah novisiat. Para bruder harus dilatih secara akademis dalam
tiga bidang: budaya, sehingga pemahamannya semakin diperluas;
keahlian profesional, sehingga ia menguasai baik kemampuan teoritis
dan praktis sesuai dengan talenta mereka dan kebutuhan provinsi;
akhirnya teologi, berlangsung selama dua tahun, dan mengambil aspek
biblis, kateketik, dan pastoral. TOK dan tersiat harus ditempatkan
dimana mereka paling mampu melakukannya. Jika dibutuhkan,
program dua tahun teologi harus dijalankan secara adaptif namun
serius dan diartikulasikan dengan baik, menjaga pemahaman
perkembangan rohani dan bakat dari seorang bruder, sehingga
memampukannya untuk ikut serta di dalam kegiatan kerasulan
Serikat206.
Formasi intelektual yang ketat dan berkualitas tinggi, terlebih
teologi, ditekankan oleh kodrat pelayanan para tertahbis, oleh berbagai
persyaratan akan evangelisasi baru dimana Tuhan memanggil Gereja-
Nya, dan oleh beragam tantangan dari perutusan kita kini. Maka
“Serikat menegaskan lagi pilihannya untuk pendidikan mendalam bagi
calon imamnya dalam studi, baik teologi maupun filsafat, humaniora,
dan sains, karena yakin bahwa, dengan diandaikannya kesaksian hidup,
tidak ada jalan yang lebih tepat untuk melakukan perutusan kita” 207.
Formasi macam ini merupakan elemen yang tak terelakkan bagi

205
Bdk. NP [66§§2 dan 3].
206
Bdk. NP [95§1] dan “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun
Orientasi Kerasulan;” NP [83§3].
207
NP [81§2]; bdk. juga PDV 51.

105
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

kharisma dan cara kita bertindak kita, Yesuit dipanggil untuk


melakukan pelayanan terpelajar sehingga Injil sungguh menjadi Kabar
Gembira, melalui refleksi teologis di dalam dunia yang rapuh dan
terpecah belah – seperti Kongregasi Jenderal 34 mengingatkan kita 208.
Kita harusnya bersyukur pada Tuhan karena pembaharuan
semangat di dalam Serikat untuk merawat dan menjaga kesiapsediaan
formasi intelektual yang berkualitas tinggi yang dapat kita berikan
pelayanan unggul, seperti diminta oleh kharisma dan perutusan kita.
Namun terdapat beberapa masalah dan kesulitan yang membutuhkan
tindakan tegas dan terpadu jika kita tetap setia pada tradisi dimana
kita harus mengkomunikasikan kepada orang-orang muda yang terus
dipanggil Tuhan ke dalam Serikat.
Masa depan perutusan kita tergantung pada luasnya lingkup
pelatihan yang kita sediakan untuk itu. Maka ini harus diberi prioritas
utama; artinya bahwa para superior maior harus menunjuk sejumlah
orang berkompeten untuk tugas itu dan memastikan bahwa mereka
disiapkan dengan baik untuk itu. Kolaborasi akrab antar provinsi dan
regio merupakan hal yang sangat dibutuhkan, terlebih akan formasi
pada umumnya dan teologi pada khususnya 209. Selain langkanya para
guru besar di beberapa tempat, juga karena standar rendah dari
perilaku mengajar yang cenderung pasif, kurangnya minat, dan
minimnya tanggung jawab. Di sana-sini dikatakan bahwa, seseorang
dapat melalui rangkaian ujian tanpa banyak usaha. Lebih lanjut,
tingginya jumlah murid dan perbedaan latar belakang di antara
mereka, dengan menghargai pencapaian pengetahuan mereka
sebelumnya, menghambat kelas untuk mencapai tujuan yang tertinggi
dan terbaik.
Semuanya ini mengajak kolaborasi antara staf dan pelajar
dalam menentukan metode-metode pengajaran yang secara aktif
melibatkan partisipasi kreatif dan bertanggung jawab seluruh kelas,
yang secara efektif menolak sikap minimalis yang bertentangan dengan
208
Bdk. KJ 34, d. 6, n. 20; bdk. juga PDV 51, dimana Paus menggambarkan situasi dunia kini,
yang menuntut kesungguhan formasi intelektual yang esensial.
209
Selain kebutuhan persiapan akademis dalam hal Guru Besar Filsafat, Teologi, dan ilmu
Humaniora, kolaborasi antar-provinsial menekankan perlunya pelatihan bagi superior lokal dan
pembimbing rohani di beberapa tahun terakhir.

106
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

ideal kita akan “magis”. Dimana kelompok besar berusaha


memperdalam makna studi dengan interaksi penuh makna, baik untuk
untuk memperkenalkan sistem belajar tutorial, dimana tiap individu
mendapatkan bimbingan untuk memahami suatu topik dengan bacaan
tambahan. Keseimbangan wajar perlu dijaga antara banyaknya kuliah
dengan waktu studi pribadi dan kelompok, yang merupakan sarana
untuk mengendapkan materi secara personal dan mengasimilasikan ke
dalam hidup seseorang dalam Roh.
Studi-studi teologi bukanlah sekadar persiapan untuk
tahbisan, melainkan suatu sarana yang sangat dibutuhkan demi
perutusan kita210. Maka, skolastik harus menghabiskan waktunya
minimal seluruh empat tahun akademik, seperti yang ditentukan oleh
Gereja dan Serikat. Lebih lanjut, mereka sangat diharapkan untuk
mengambil licensiat (jika ini tidak dilakukan saat filsafat) supaya
menguasai beberapa tema konkret 211.
Saat ini terdapat suatu masalah terkait dengan tahun keempat
bagi mereka yang tidak mengambil licensiat, karena ketidaksesuaian
antara empat tahun yang disyaratkan untuk tahbisan dan perencanaan
perkuliahan di fakultas-fakultas gerejani 212. Sebagai solusi, sama seperti
untuk mempersiapkan TOK yang lebih baik, beberapa tempat telah
memilih untuk menempatkan satu tahun teologi sebelum TOK; dan
setelahnya, tiga tahun teologi, dengan adaptasi yang sesuai. Akan
tetapi masalah yang lebih umum muncul, yakni menempatkan ke
dalam tahun keempat “bobot mutu akademis yang solid”. Sangat
penting memberikan formasi teologi bagi perutusan kita sekarang,
karena dimana pun masalah ini muncul, mereka yang bertanggung
jawab harus dengan segala cara menentukan tahun keempat teologi
dengan “untuk mengintegrasikan studi teologi secara lebih mendalam
210
Bdk. NP [81§2, 294].
211
Bdk. NP [89, 92]; KHK 250. Bagi mereka yang sudah melakukan studi Filsafat Teologi
sebelum bergabung dengan Serikat “harus diuji mengenai kemajuan mereka dalam ilmu-ilmu
itu, kecuali kalau hal itu jelas dari informasi lain, dan sejauh perlu mereka harus melengkapi
studi itu” (NP [91]).
212
Tahun pertama (Bakalaureat) terdiri dari 3 tahun, yang kedua (Licensiat) dua tahun, dan
yang ketiga (Doktorat) tidak memiliki batasan waktu. Karena Gereja mewajibkan empat tahun
untuk tahbisan imamat (bdk. KHK 250), acapkali tidak mudah untuk mengatur tahun keempat
bagi kandidat imam yang tidak mengikuti licensiat Teologi.

107
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

dengan khususnya formasi pastoral, melalui sebuah program yang


baik”213, juga tetap mengingat “Norma-Norma Umum bagi Studi-Studi
Kita”214.
Tentang pengaturan perkuliahan, terkait dengan isi dan
cakupannya, hal-hal penting harus diambil dari tuntunan Gereja dan
Serikat, pada dasarnya ditemukan dalam “Norma-Norma Fundamental
bagi Formasi Imamat”, konstitusi apostolis “Sapientia Christiana”, dan
“Normæ Generales Studiis Nostrorum”215. Tidak ada keraguan bahwa
perutusan kita kini menuntut kurikulum yang lebih komprehensif,
yang secara wajar diadaptasikan melalui proses inkulturasi dan
kontekstualisasi, sehingga memenuhi kebutuhan intelektual bagi para
skolastik. Tanpa program akademis yang berlebihan, beberapa mata
kuliah baru dapat diperkenalkan, dan beberapa yang lama direvisi,
untuk mempersiapkan orang-orang kita “mewartakan dan meneruskan
dengan baik kepada orang-orang kebenaran yang diwahyukan dalam
Kristus dan dipercayakan kepada Gereja” 216, demi pelayanan iman,
penegakan keadilan Injili, evangelisasi budaya dan dialog dengan
agama-agama lain.
Maka formasi teologi kita haruslah lebih dari sekadar
pengajaran dan pengenalan akan doktrin, dan memampukan seorang
skolastik Yesuit untuk “membina dialog timbal balik secara kritis
antara teologi dan budaya manusia, antara iman dan pertanyaan-
pertanyaan serta problem-problem nyata, yang menguasai pikiran
213
NP [89].
214
Walaupun tidak diorientasikan untuk mendapatkan gelar akademis, tahun keempat Teologi
haruslah memiliki “bobot mutu akademis yang solid.” Tuntutan akan tahun keempat Teologi
tidak dapat dipuaskan pada tugas pelayanan imamat pastoral yang pertama, bahkan jika
seseorang berada di bawah bimbingan; pun pula mereka tidak puas melalui kuliah-kuliah
tentang konseling atau materi lain yang tidak secara ketat berkaitan dengan Teologi.” Normæ
Generales Studiis Nostrorum, 86.
215
Bdk. “Norma-Norma Fundamental bagi Formasi Imamat,” 76-81; “Sapientia Christiana” II,
Art. 66-78; Normæ Generales Studiis Nostrorum, 80-90. Saat ini ada tiga bentuk pengaturan
studi-studi dasar di Serikat (Seni dan Ilmu-ilmu sains, Filsafat dan Teologi): 1) Humaniora,
Filsafat dan Teologi dipelajari dalam masa yang berbeda dan berkelanjutan; 2) Ilmu-ilmu
humaniora dan ilmu-ilmu sains diintegrasikan dengan studi Filsafat, biasanya sebelum TOK, dan
Teologi dipelajari setelah TOK; 3) Filsafat dan Teologi dipelajari sebagai studi yang menyeluruh
dan integral. Bentuk 1 dan 2 merupakan yang paling umum dilakukan. Bdk. Normæ Generales
Studiis Nostrorum, 94 tentang pengaturan dan koordinasi studi-studi.
216
NP [99§1].

108
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

orang-orang di tempat kita berkarya sebagai rasul. Refleksi semacam


ini tidak bisa menghasilkan buah baik, kecuali bila diadakan integrasi
antara ilmu manusia dengan filsafat dan teologi. Ini harus dilakukan
dalam kuliah-kuliah dan dalam studi pribadi.”217.
Di beberapa tempat, teologi dipelajari di dalam fakultas-
fakultas atau pusat-pusat studi yang lebih memperhatikan pelatihan
berbagai pelayanan dalam Gereja dan pencapaian gelar, daripada
formasi imamat. Dalam beberapa kasus, mereka yang bertanggung
jawab harus memastikan, bahwa para skolastik kita menggapai
keseluruhan kurikulum yang dipaparkan dalam dokumen “Ordo
Formationis”218, dan kegiatan-kegiatan seperti itu diorganisasikan
sebagai kebutuhan untuk menyiapkan secara lebih khusus bagi
pelayanan imamat. Secara khusus, perhatian harus diberikan pada
pendasaran yang kokoh dalam liturgi dan homiletika, dan pemahaman
akan sakramen-sakramen, yang juga termasuk pemahaman yang sesuai
akan pelayanan imamat dan makna penting gerejaninya. Studi
mendalam akan teologi moral dibutuhkan dan inisiasi pastoral yang
mencukupi di dalam perayaan sakramen rekonsiliasi, sama dengan cara
bertindak memimpin berbagai pelayanan rohani yang kreatif dan taat
pada ketentuan yang berlaku219.
Pemahaman akan pelayanan imamat haruslah diperdalam dan
diperkaya dengan pengertian personal akan cara hidup kita dan
mengungkapkannya di dalam Serikat, menurut “bahwa tak satu
pelayanan pun yang menyiapkan jalan bagi Kerajaan, atau yang
menolong membangkitkan iman akan Injil, ada di luar cakupan dari
yang bisa dibuat oleh imam-imam Yesuit”220. Perhatian juga harus
diberikan pada Ajaran Sosial Gereja, dan bersama dengan Moral,
teologi pastoral dan Hukum Kanonik, untuk semakin baik melayani
kebutuhan umat dan menghadapi berbagai tantangan dunia masa kini.

217
KJ 32, d. 6, n. 26.
218
Bdk. NP [83§2, 84].
219
Bdk. MPSI, 106. Dokumen “Ordines Formationis” harus dilihat dan diperbaharui dengan
tetap mengingat panduan dari KJ 34, Konstitusi, dan Norma-Norma Pelengkap. Tiap regio dan
provinsi harus menyesuaikan studi-studi dan berbagai kegiatan yang dibutuhkan untuk formasi
imamat yang lebih spesifik.
220
KJ 34, d. 6, n. 15.

109
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Mengingat peraturan yang disediakan oleh Santo Ignasius dan


panggilan kita, perhatian harus diberikan, baik dalam pengajaran
maupun dalam pembelajaran teologi, untuk menggali sikap di dalam
dan bersama dengan Gereja221. Kongregasi Jenderal terakhir mendorong
kita pada kesetiaan besar pada ciri esensial kharisma kita; KJ 34 telah
maju dengan sangat terbuka dan teliti akan hal ini, terkait dengan
kesempatan menanggapi dekrit “Membina Sikap Pelayanan yang Tepat
dalam Gereja”222. Maka dari itu, “baik para profesor maupun skolastik-
skolastik harus berpegang teguh pada Sabda Allah dalam Kitab Suci
dan Tradisi Suci”223. Para profesor, yang mengajar di dalam nama Gereja
dan oleh keutamaan perutusan yang diterima dari Gereja, “harus
membedakan dengan jelas apa yang sebagai ajaran iman harus
dipegang teguh oleh semua dan ajaran yang didukung oleh konsensus
para ahli. Keterangan-keterangan baru dari mereka sendiri, yang dapat
dibuktikan, hendaknya diajukan dengan sederhana” 224. Kita haruslah
tidak melupakan bahwa magisterium Gereja dan teologi, lantaran
perbedaan kharisma beserta fungsi-fungsi yang berbeda, memiliki cara
pandang yang sama: menjaga umat Allah agar tetap berada di dalam
Kebenaran sehingga dibawa pada kebebasan, serta menjadi ”terang
bagi bangsa-bangsa”225.

5. Kegiatan-Kegiatan Kerasulan selama Tahap Teologi

Tak dapat disangkal lagi bahwa perutusan utama dari Yesuit


yang belajar adalah studi; namun pada tahap ini, kerasulan menuntut
hal-hal yang khusus. Kerasulan ini, dengan menghargai prioritas utama
untuk belajar dan proses masuk ke dalam tubuh Serikat 226, haruslah
menjadi pelayanan sejati yang dikenal oleh banyak orang dan membantu

221
Bdk. NP [70].
222
Bdk. KJ 34, d. 11; bdk. juga KJ 32, d. 11, n. 33 dan KJ 33, d. 1, n. 8.
223
NP [102].
224
Bdk. NP [103§1]; bdk. juga NP [100].
225
Bdk. PDV 55.
226
KJ 32, d. 6, n. 26.

110
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

untuk mengembangkan sikap pastoral, untuk maju di dalam roh, dan


memotivasi serta menghidupi studi dan refleksi teologis.
Perhatian haruslah terletak pada berbagai kegiatan “kerasulan”
yang mendukung pelatihan dan persiapan bagi berbagai pelayanan
Serikat, terlebih pelayanan imamat227, dengan melihat pengalaman
Santo Ignasius dan sahabat-sahabat pertamanya, yang memutuskan
menjadi imam “demi menolong jiwa-jiwa” dan demi pelayanan yang
lebih baik bagi Gereja, dan yang menjalankan imamatnya di dalam
berbagai bentuk pelayanan228.
Pengalaman tinggal dan bekerja dengan mereka yang tersingkir
dapat menolong untuk sampai pada komitmen mendalam dan personal
demi pilihan cinta pada yang miskin, serta membuka hati kita kepada
rahmat “pertobatan internal” yang memampukan kita untuk
mentransendensi batasan-batasan yang berasal dari latar belakang
sosial sehingga memperkuat tali solidaritas 229. Kedekatan fisik dan
afektif dengan mereka yang sungguh berkekurangan dan paling
menderita, dan bekerja sepenuh hati dengan dan untuk mereka, akan
menampilkan “wajah Kristus yang menderita”, sehingga melalui
pengalaman yang manusiawi dan inspiratif bagi iman, secara bertahap
akan membuat kita semakin serupa dengan Gembala yang Baik.
Lebih jauh, direkomendasikan bahwa pelayanan bagi mereka
yang membutuhkan, dikombinasikan dengan pelayanan yang lebih
eksplisit pastoral, sehingga semakin mengenal berbagai permasalahan,
aspirasi, keinginan, tantangan, dan kesalahan umat, dan mencari
jawaban yang pantas melalui refleksi yang sungguh-sungguh dan
analisa yang utuh230.
Di antara berbagai pelayanan yang dapat memberi kontribusi
paling baik bagi persiapan menjelang imamat adalah sebagai berikut:
mengorganisasi liturgi, evangelisasi melalui media modern, bimbingan
rohani, dan memberikan retret. Ini juga saat istimewa untuk mengenal

227
Bdk. NP [108§3].
228
Bdk. KJ 34, d. 6, n. 10.
229
Bdk. NP [106§§2 dan 3].
230
Bdk. NP [106§2].

111
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

serta menggenggam lebih jauh dasar teologis Latihan Rohani sehingga


menguasainya di bawah bimbingan para Yesuit yang berpengalaman 231.
Di beberapa tempat, keterlibatan di dalam lingkungan
pluralistik yang religius, seperti tinggal dan berkolaborasi di dalam
proyek-proyek kerasulan nyata dengan masyarakat dari agama-agama
dan budaya-budaya berbeda, membantu persiapan dialog ekumenis
dan inter-religius, yang merupakan bagian integral dari perutusan kita
saat ini232.

6) Persiapan Menjelang Tahbisan

Sudah sejak novisiat, para skolastik harus diinisiasikan ke


dalam aspek imami panggilan mereka, dan dengan itu semua, mereka
harus mengingatnya, “supaya baik studi maupun doa dan segala
kegiatan lain diresapi keinginan untuk mengabdi Allah dan Gereja
dengan kasih kepada orang-orang sebagai seorang imam. Terutama
sebelum masuk teologi dan selama studi itu, mereka harus diberi
kesempatan untuk mendapat pengertian lebih mendalam mengenai
panggilan mereka sebagai imam”233.
Sejak 1980, selama masa teologi terdapat waktu sebulan
persiapan menjelang imamat. Pater Arrupe bertanya kepada semua
superior maior tentang suatu waktu dalam masa teologi dimana
mereka “menyediakan bagi para skolastik pengalaman khusus akan
doa, refleksi, dan bimbingan, untuk menyelesaikan ‘persiapan roh
yniang memadai’ seperti yang diwajibkan oleh KJ 32. Tujuannya untuk
mendalami lebih jauh komitmen panggilan masing-masing sehingga ia
akan mengambil pilihan definitif menjawab panggilan untuk tahbisan
secara sadar dan bebas” 234. Masa ini diatur sesuai dengan situasi nyata
dan sumber-sumber yang tersedia 235.
231
Bdk. NP [108].
232
Bdk. NP [69§2].
233
NP [74]; bdk. juga [48§3].
234
Surat “On Preparation for Ordination,” 27 Desember 1979, No. 11, AR XVII, hlm. 1089.
235
Hal ini biasanya dilakukan pada akhir tahun kedua Teologi, namun di beberapa tempat
waktu satu bulan dibagi menjadi dua libur akhir tahun pelajaran. Tergantung dari jumlah
skolastik dan Yesuit yang berkompetensi dan tersedia untuk menemani mereka, persiapan

112
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Tiada keraguan bahwa semuanya berkontribusi untuk


mempertegas panggilan imamat. Namun, banyak anggota yang keluar
dari Serikat serta permintaan petisi dispensasi akan hidup selibat justru
datang segera setelah tahbisan, seperti yang telah terjadi di tahun-
tahun terakhir, menunjukkan kebutuhan untuk memperhatikan
sungguh beberapa aspek yang digarisbawahi Pater Arrupe pada tahun

113
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

1979236. Pertama, baik pembesar dan mereka yang berwenang harus


memastikan tercapainya kedewasaan menyeluruh dan afektif seperti
yang disyaratkan sebagai bentuk tanggung jawab yang sebelumnya
hanya diasumsikan saja. Utamanya, seseorang harus memastikan
pengenalan-diri yang memadai, terlebih tentang kelemahan-
kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang dapat membahayakan
panggilannya; serta pencariannya yang terdalam dapat disalurkan
dengan cara hidup Yesuit dan imami.
Untuk mencapai semua ini, seseorang harus menguji bahwa
pilihan menjadi imam dibuat dengan bebas – “dengan kebebasan yang
sebebas-bebasnya”, mengutip Pater Arrupe. Ini seharusnya muncul
melalui pengalaman iman dalam rahmat panggilan, yang ditegaskan
dalam tiap pelatihan baginya. Haruslah dipastikan bahwa pilihannya
ini bukan berdasarkan pengaruh faktor psikologis dan sosial, seperti
kebutuhan bawah sadar untuk memenuhi kekosongan afektif,
menghindar dari situasi yang tidak ramah, atau mencari kenyamanan.
Kepastiannya dapat dibuktikan melalui formasi, yakni rasa tanggung
jawab, dan kesiapsediaan untuk tugas kerasulan.
Berhenti sejenak untuk “memperdalam komitmen seseorang
akan panggilannya” bukanlah suatu kesempatan untuk mendiskresikan
akan adanya panggilan atau untuk pemeriksaan atau pengumpulan
informasi untuk tahbisan di masa depan. Namun ketika waktunya tiba,
informasi tersebut haruslah ditangani secara khusus. Dengan batas-
batas diskresi, mereka haruslah obyektif dan memadai untuk melihat
kematangan manusiawi dan rohani, motivasi sejati kandidat, dan
pilihan bebasnya untuk tahbisan, beserta cara bertindak dan kebiasaan
yang digariskan oleh kharisma dan perutusan Serikat.
Akhirnya, dengan tanpa ragu, seorang skolastik
mengasimilasikan dan menjadikan cara bertindak sebagai miliknya,

114
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

bahwa ia sungguh sadar apa artinya menjadi imam di dunia masa kini,

115
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

dan merasa gembira hidup sebagai Yesuit dan wakil publik Gereja 237.
Para superior maior haruslah memperhatikan persiapan
menjelang tahbisan agar tidak diabaikan, dan hendaknya
mempercayakan program ini pada mereka yang kompeten dan
berpengalaman, beserta evaluasi rutin akan apa yang sudah dilakukan,
dengan mengikuti panduan yang dituliskan sendiri oleh Pater Arrupe
dan yang tetap sah hingga saat ini.
Seperti tertulis dalam hukum, baik Gereja maupun Serikat,
para skolastik dapat ditahbiskan menjadi diakon di akhir tahun ketiga
teologi, dan menerima tahbisan imamat pada saat menyelesaikan tahun

116
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

keempat238. Superior maior memiliki tanggung jawab serius untuk


memastikan bahwa kandidat imam telah memenuhi syarat untuk

117
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

tahbisan239 seperti penguasaan kemampuan berpastoral dan prinsip-

118
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

prinsip moral yang dibutuhkan untuk mendengarkan pengakuan 240.


Tiada seorang pun hendaknya “mendapatkan keuntungan dari
keraguan” untuk diperbolehkan diakonat, jika tidak ditemukan bahwa
ia nantinya akan memenuhinya, atau matang dan siap, untuk imamat.

119
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Dimanapun dibutuhkan, kehati-hatian hendaknya diambil


akan “examen ad gradum”, yang merupakan salah satu syarat bagi kaul

120
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

akhir, dengan perhatian khusus dan keketatan akademis 241.

7. Tahun-Tahun Awal Pelayanan Imamat

Sangat disarankan bahwa setelah tahbisan, terdapat masa kerja


pastoral untuk menggali dan memahami makna imamat Yesuit.
Mereka yang karena alasan baik diutus untuk studi khusus, hendaknya
melakukan pelayanan imamat secara rutin, sehingga mereka dapat
menyatukan apa yang mereka pelajari dengan panggilannya, di dalam
terang perutusan Serikat.
Dalam surat tentang persiapan menjelang tahbisan, Pater
Arrupe menyatakan keprihatinannya mengenai masalah yang selama
ini belum terselesaikan: yakni, para imam muda kita yang butuh
“perhatian khusus di dalam tahun-tahun pertamanya menjalani

121
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

imamat”242. Biasanya, di masa ini terdapat antusiasme dan kepuasan


besar dalam kegiatan kerasulan, namun tantangan tetap ada. Apa yang
dapat kita lakukan untuk menanggapi masalah yang muncul sehingga
menjadi kesempatan untuk mengembangkan kedewasaan personal dan
rohani yang lebih mendalam, dan untuk mengintensifkan semangat
rasuli?
Karena jumlah kita berkurang dan tuntutan pelayanan kita tak
berkurang, beserta kurangnya discernment dalam kemurahan, kerap
kali imam muda mengambil terlalu banyak pekerjaan sehingga terbawa
arus aktivisme. Ia memahami semuanya sebagai kerja belaka, bukan
lagi sebagai perutusan; ia kesulitan memiliki waktu personal untuk
berkomunikasi dengan Tuhan, dengan mudahnya melupakan
bimbingan rohani dan di dalam banyak hal, tidak menemukan hidup
komunitas sebagai tempat yang mendukung kebutuhannya. Ia mulai
mengalami kesepian, dan jika ini terus berlangsung, ia akan terbawa
untuk mencari pemenuhan afeksi di luar komunitas serta
menggantikan doa. Di beberapa konteks budaya, terdapat kenyataan
pahit bahwa Gereja dan imamatnya tidak dihargai, sehingga
meningkatkan perasaan kecewa dan frustasi. Situasi demikian
membawanya pada rasa haus afeksi dan meningkatnya keraguan
sehingga membutuhkan perhatian khusus.
Untuk menghindari atau mengatasi masalah seperti ini,
pendampingan simpatik haruslah tersedia dengan kehadiran nyata
superior maior atau delegat formasi atau pembesar setempat. Tanpa
menjadi paternalistik dan over-protektif, superior maior harus
memastikan bahwa imam muda memiliki pendampingan, yang akan
memampukannya mengubah kesulitan menjadi kesempatan untuk
tumbuh. Bimbingan rohani berkala, kontak dengan pembesar setempat
dan direktur karya tempatnya bekerja, saran profesional dari
pembimbing berpengalaman, dan komunitas dimana ia merasa
diterima dan diberi semangat, sangatlah penting dan krusial di tahun-
tahun pertama imamat. Maka, perutusan pertama imam baru harus
didiskresikan dengan cermat, dengan mengingat disposisi pribadinya
dan ini tidak selalu harus memenuhi kebutuhan provinsi atau regio.

122
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

Perkumpulan imam muda merupakan sumber inspirasi yang


ampuh, dengan menyediakan sarana untuk berbagi pengalaman,
memperkuat ikatan persahabatan di dalam Tuhan, saling menolong
dalam menghadapi berbagai rintangan di tahun-tahun awal sebagai

123
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

imam243. Para superior maior hendaknya mendukung pertemuan seperti


itu, dan mengambil bagian di dalamnya sehingga mereka mengalami
kegembiraan dan kesedihan, pergulatan dan keberhasilan saudara-
saudara mudanya, dan dapat terus memperteguh komitmen mereka.
Tugas pelayanan pastoral setelah tahbisan merupakan awal
yang sangat baik menuju Tersiat, dimana skolastik melihat kembali
hidupnya di dalam terang Latihan Rohani dan pemahamannya yang
lebih baik akan dokumen-dokumen awal Serikat dan dekret-dekret
dari Kongregasi Jenderal terkini, dan memantapkan kepemilikan utuh

124
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

dirinya pada Allah dan Serikat demi kesiapsediaan kerasulan yang tak

125
Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi

bersyarat244.

126
Beberapa Arahan tentang Tersiat

Beberapa Arahan tentang Tersiat

Tujuan utama surat ini, yang di dalamnya saya mau


mengadakan, bersama kalian, refleksi tentang situasi tersiat Serikat
sekarang ini, adalah untuk mengajak para Superior, Instruktur Tersiat,
dan para Tersiaris, baik Imam maupun Bruder, untuk melihat kembali
dan membuat upaya secara baru, agar setiap pihak, di akhir formasi ini,
dapat memperoleh apa yang terbaik dari tahap formasi kita, dan
dengan demikian terinkorporasikan dalam Tubuh Serikat secara
penuh, dan tanpa mau menunda, lewat penyerahan diri yang total,
mau memberikan pelayanan kepada Kerajaan Allah dan Kemuliaan
Tuhan yang lebih besar.
Topik yang saya usulkan untuk diolah dalam refleksi ini adalah
berkaitan dengan 1) pentingnya masa Tersiat, 2) situasi sekarang ini, 3)
prasyarat yang menjadikan Tersiat bermanfaat, 4) berbagai bentuk
yang dapat diambil, dan 5) unsur-unsur yang konstitutif.

1. Pentingnya Masa Tersiat


menjelang tahbisan ini diatur dengan kolaborasi di antara beberapa provinsi. Superior maior
dimana para Teologan tinggal, biasanya yang bertanggung jawab akan persiapan ini.
236
Menurut Pater Arrupe, aspek-aspek yang membutuhkan perhatian khusus, bahkan sejak
permulaan Teologi, adalah sebagai berikut: motivasi panggilan, hidup rohani dan praktik hidup
religius, kedewasaan emosional, keperawanan religius dan selibat imamat, “sepikiran dengan
Gereja”, dan keanggotaan di dalam Serikat. Bdk. juga suratnya, dikutip dalam catatan kaki 45,
nn. 4-10.
237
Bdk. NP [118].
238
Bdk. KHK 1032§3; NP [89]; bdk. juga MPISI, 83§3 dan 96. Hanya dalam kasus yang benar-
benar perkecualian (seperti penyakit serius yang diderita oleh ayah atau ibu dari kandidat
untuk imamat), Tahta Suci memberikan izin tahbisan sebelum selesai tahun keempat Teologi.
239
Bdk. MPISI 95 dan 96.
240
Bdk. MPISI 84.
241
Bdk. NP [93]. “Keunggulan dalam filsafat dan teologi harus dibuktikan atau dengan gelar
akademis yang lebih tinggi, paling sedikit lisensiat, atau karena telah punya pengalaman terpuji
mengajar ilmu-ilmu itu atau mengarang, atau melalui suatu ujian khusus (examen ad gradum)”
(NP [121§2]).
242
“Letters on Preparation for Ordination”, 15; bdk. juga NP [148§2, 20].
243
Bdk. Ibid.
244
Bdk. NP [125].

127
Beberapa Arahan tentang Tersiat

Ada sebuah tahap dalam formasi seorang Yesuit, entah dia itu
seorang Imam atau seorang Bruder, yang untuk sekian lama
menampakkan keasliannya, di antara institusi-insitusi religius; sesuatu
yang kini tidak lagi demikian, karena kelompok-kelompok religius lain
telah mengambil alih dengan berbagai penyesuaian. Namanya,
sebagaimana dipergunakan dalam berbagai bahasa, mengacu pada
berbagai aspek yang terkandung dalam tahap ini, seperti: masa
Novisiat kedua, Novisiat tahun ketiga, atau menurut perspektif
Ignasius sendiri, probasi yang ketiga. Probasi yang ketiga (sekaligus
yang terakhir) ini menindaklanjuti formasi Yesuit yang telah dimulai
dengan probasi yang pertama, yaitu setelah kandidat diterima ke dalam
Serikat, dan Probasi yang Kedua, yang tidak lain dan tidak bukan
adalah masa novisiat. Akan tetapi, Tersiat juga mengambil waktu
sesudah semua tahap akhir yang terjadi sejak novisiat, dan dengan
demikian mau membawa semakin dekat, ke suatu proses formasi
secara purna.
Kita mengetahui bagaimana pentingnya tahap akhir dari
formasi kita ini, dan bagaimana ini merupakan suatu kesempatan
bagus yang ditawarkan bagi banyak pihak untuk memberi dorongan
dan dinamika yang segar bagi kehidupan me-Yesuit mereka. Sifat
Probasi Tahun Ketiga ini, apabila dihayati dalam semangat panggilan
kita, akan memiliki daya yang membangkitkan vitalitas apostolis dan
religiusitas Serikat serta provinsi-provinsinya. Konstitusi
mendefinisikan tujuan tersiat sebagai berikut:

….. Untuk kepentingan itu, berguna bagi mereka yang


diberi tugas belajar, kalau, selesai usaha dan perhatian
yang perlu untuk perkembangan intelektual, selama
masa “Probasi Terakhir”, mereka melatih diri dengan
lebih seksama dalam “Sekolah Hati”, dan
mengutamakan hal-hal rohani dan pekerjaan jasmani,
yang membawa kemajuan dalam kerendahan hati dan
pengingkaran seluruh cinta jasmani, kehendak dan
pendapat sendiri, dan juga pengertian dan cinta lebih

128
Beberapa Arahan tentang Tersiat

besar kepada Tuhan. Dengan demikian, karena sudah


mencapai kemajuan dalam diri pribadinya, mereka akan
lebih mampu menolong sesama untuk mencapai
kemajuan rohani demi kemuliaan Allah dan Tuhan kita
[516].

Apa yang membawa terang dalam presentasi ini adalah, bahwa


tersiat yang terselenggara sebagaimana mestinya setelah formasi
intelektual, bertujuan untuk menyentuh Yesuit dalam kedalaman
afeksinya. Apa yang dipertaruhkan adalah kedewasaannya dan secara
khusus kemampuan rasulinya. 245 Kedua, formasi afeksi rohani
diberikan sebagai hasil dari penyangkalan diri, sedemikian rupa
sehingga seseorang mampu untuk menerima pemberian Allah dalam
kepenuhan. Teks sendiri sekaligus berbicara tentang pertumbuhan
dalam kerendahan hati dan penyangkalan diri, serta upaya untuk
menumbuhkan pengetahuan dan kasih akan Allah Tuhan kita.
Probasi-probasi sebelumnya tentu saja telah mengantar
seorang Yesuit ke dalam spiritualitas Ignasian, tetapi tersiat
memberinya kesempatan untuk mencapai integrasi yang lebih personal
dan definitif, ke dalam cara “via quaedam ad Deum”, yang kepadaNya ia
dipanggil. Meskipun tahap-tahap formasi sebelumnya juga telah
mencakup – dan memang harus demikian – suatu kontak yang
berkesinambungan dengan teks-teks dokumen yang telah memberi
inspirasi akan hidup Yesuit, namun tahap-tahap itu tidak
memungkinkan, dalam waktu yang berkesinambungan, untuk
mencakup keseluruhan tubuh Konstitusi, penunjuk sejarah dan Tradisi
Serikat, dan juga dekrit-dekrit KJ terakhir Serikat.
Dimaksudkan sedemikian rupa untuk mempersiapkan suatu
integrasi yang penuh ke dalam tubuh rasuli Serikat, Probasi Tahun
Ketiga harus memberi kepada setiap pihak, kesempatan untuk
mencapai, pada akhir formasinya, kesatuan rohani yang dituntut oleh
panggilannya.246

245
Bdk. NP [125§1].
246
Bdk. NP [125§2].

129
Beberapa Arahan tentang Tersiat

Telah dikatakan bahwa tahap-tahap formasi kita mengambil


bentuk secara berkesinambungan apa saja yang ditempuh oleh Ignasius
sampai berdirinya Serikat. Periode tersiat, yang ditempatkan di antara
akhir studi dan komitmen final dalam Serikat melalui kaul akhir, dapat
disetarakan dengan waktu yang digunakan oleh Ignasius dan rekan-
rekan pertamanya di Italia Utara, di kawasan Venezia, antara akhir 1536
dan 1538. Mereka telah menyelesaikan studi mereka di Paris, dan baru
kemudian mereka pergi ke Roma, untuk memberikan pelayanan
kepada Paus, dan bersama mendirikan Serikat Yesus. Tetapi dalam
tahun-tahun yang mereka gunakan di Italia Utara, rekan-rekan
Ignasius yang pertama melangsungkan “sekolah hati” 247 mereka.
Ignasius sendiri mengakui bahwa ia telah memulihkan kemudahan
yang semula ia peroleh dalam doa, dan mengembalikan konsolasi yang
sempat terhenti selama masa-masa studinya. Karya kerasulan dengan
khotbah, pelayanan sakramen pengakuan, pengajaran katekismus
kepada anak-anak – semua ini telah membawa kepada mereka
pengalaman imami, yang untuk itu mereka telah disiapkan dengan
studi di Paris, dan yang telah membuat mereka memiliki pengalaman
akan antusiasme sangat istimewa dalam pelayanan Gereja. Pada saat
yang sama, mereka memberikan diri pada pelayanan terhadap orang
miskin dan terpinggirkan di berbagai rumah sakit di wilayah itu,
memandikan serta menyuapi orang sakit, dan juga menggali kubur
untuk memakamkan orang-orang yang meninggal dunia. Mereka telah
menemukan, dengan pengalaman, apa yang memang perlu dikerjakan
demi pelayanan akan Kerajaan Kristus dalam Tubuh Gereja yang
konkret dan kemanusiaan di zaman mereka.
Sesuatu yang senada diminta bagi para Yesuit untuk sementara
waktu sebelum integrasi mereka secara penuh ke dalam Serikat, dan
bentuk yang kami gambarkan telah memberi inspirasi akan keperluan
untuk dilembagakannya Probasi Ketiga ini.

2. Situasi Sekarang Ini

247
Bdk. NP [125§1].

130
Beberapa Arahan tentang Tersiat

Kami harus mencatat adanya perkembangan yang dibuat


dalam Serikat selama dua puluh tahun terakhir dalam kaitannya
dengan praktek dan pengaturan masa tersiat. Pelbagai model yang
ditawarkan dalam waktu-waktu ini, pendampingan pribadi yang
diberikan secara kuat mendalam, upaya-upaya kerjasama antar
provinsi, pertemuan para Instruktur, … adalah banyak hal positif yang
layak dicatat, kalau kita mau mengadakan pemeriksaan atas bagaimana
hal seputar Tersiat berlangsung sekarang ini. Selanjutnya, setelah
Kongres para Instruktur yang diadakan di Roma pada Maret 1970 (bdk.
AR XV 1970, hlm. 543, dst.) dan usulan yang dibuat oleh Pater Arrupe
segera sesudah KJ 32 (bdk. AR XVI 1975, hlm. 516 dan 518) untuk
memperbarui apa yang sudah terlaksana, banyak provinsi telah
membuat pengaturan atas situasi provinsi mereka, dalam kaitannya
dengan peranan tersiat dalam program formasi, yang selanjutnya juga
diikuti dengan personel-personel mereka, dan provinsi-provinsi lain
telah memperbaiki keadaan yang sebelumnya mereka upayakan dalam
kaitannya dengan tersiat.
Akan tetapi, memang benar bahwa masih ada begitu banyak
Yesuit di beberapa tempat yang harus menunggu waktu yang sangat
lama sebelum tersiat, dan akibatnya juga harus menunggu lama
sebelum membuat inkorporasi final ke dalam Serikat, meskipun
mereka telah menempuh semua tahap formasi yang lain. Tentang ini,
saya masih akan kembali ke beberapa kasus khusus.
Namun, perlu ditambahkan juga bahwa kebanyakan
penundaan tidak terjadi karena penolakan untuk mengadakan tersiat.
Untuk beberapa negara, misalnya, seseorang harus mengajar untuk
beberapa tahun atau bahkan waktu untuk mempublikasikan, dan
dengan demikian harus berhadapan dengan tuntutan akademis
tertentu, sebelum memperoleh suatu penugasan yang permanen.
Keperluan untuk mempublikasikan hasil karya ilmiah adalah salah satu
halangan yang dianggap oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang tak
dapat diatasi, bahkan untuk suatu bentuk tersiat yang diadakan selama
liburan tahunan. Beberapa Yesuit lain terlibat dalam karya-karya
kerasulan (paroki, pelayanan pastoral) yang karenanya menjadi sulit
untuk menemukan pengganti, dan ini juga menjadi penyebab akan

131
Beberapa Arahan tentang Tersiat

penundaan yang cukup lama untuk diutus masuk ke dalam masa


tersiat.
Diakui bahwa, kesulitan-kesulitan ini tak dapat diabaikan dan
dianggap remeh. Meskipun demikian, saya meminta kepada Yesuit
yang sedang menunggu tersiat, dan pembesar-pembesar mereka, untuk
menggunakan semua sarana yang mungkin untuk meningkatkan
situasi yang jauh dari ideal demi layaknya fungsi formasi Yesuit. Para
pembesar perlu secara teratur memperhatikan daftar para Yesuit yang
tersiatnya telah tertunda dalam kaitannya dengan norma-norma
Serikat, dan bersama mereka mencari pemecahannya. Saya terbuka
akan permintaan terhadap bentuk-bentuk tersiat yang disesuaikan
yang barangkali harus dibuat untuk mengatasi kasus penundaan begitu
lama yang ada di saat ini.
Dekrit 7 dari KJ 32 telah menyatakan bahwa, dalam hal para
imam, masa tersiat “ diselenggarakan tidak boleh lebih dari tiga tahun
sesudah tahbisan imam, kecuali atas dasar alasan yang sah, menurut
pendapat Provinsial.”248 Sejumlah Statuta Regional tentang formasi
telah menginkorporasikan norma ini, dengan mengatakan bahwa masa
tersiat semestinya diselenggarakan sekitar tiga tahun setelah selesainya
masa studi. Di lain pihak, para Instruktur Tersiat telah membuat
observasi beberapa kali, dengan mengadakan refleksi atas pengalaman
mereka, bahwa sungguh berguna untuk membuat pengalaman
apostolis selama beberapa tahun sebelum memulai masa ersiat, tetapi
penundaan yang begitu lama juga dapat membahayakan, kadang-
kadang secara serius, buah yang dapat kita harapkan untuk kita petik
dari tahap formasi terakhir ini.
Adalah para Provinsial yang mempunyai tanggung jawab atas
249
hal ini. Perencanaan rasuli dan pembagian personel tidak dapat
dibuat tanpa mengindahkan formasi. Kalau dilihat melalui diskresi
bahwa keterlibatan seseorang dalam karya kerasulan setelah selesainya
studi tidak akan memberikan kemungkinan baginya, dalam waktu yang
lama, untuk dibebaskan beberapa saat demi tersiat, maka kiranya akan
lebih baik bila masa tersiat itu ditempuh segera setelah selesainya masa
248
KJ 32, d. 7, n. 3.
249
Bdk. NP [127].

132
Beberapa Arahan tentang Tersiat

studi, terlebih kalau ia telah memiliki beberapa bentuk pengalaman


rasuli sebelumnya.

3. Prasyarat yang Biasanya Dituntut untuk Memulai Masa Tersiat

Ignasius menggambarkan sikap dasar yang perlu dimiliki agar


Latihan Rohani menghasilkan buah: “Sangat berguna bila dia masuk
dengan jiwa besar dan hati rela berkorban untuk Pencipta dan
Tuhannya.”250 Sikap rohani ini harus memberi ciri pada seluruh
kehidupan Yesuit, tetapi secara lebih khusus disposisi yang dengannya
seseorang masuk dalam tahap formasi akhir, yaitu tersiat. Hal ini,
secara aklamasi, dianggap benar oleh kebanyakan para tersiaris.
Kondisi yang dituntut untuk memulai masa tersiat, dalam
keadaan apa pun, adalah kebebasan sejati. Para Instruktur Tersiat
kiranya, secara umum, setuju bahwa setiap tersiaris diharapkan untuk
memasuki masa tersiat atas dasar kehendak bebasnya sendiri. Sungguh
itu merupakan bagian dari kurikulum formasi yang biasa, yang
dituntut oleh Serikat. Para tersiaris memang diutus untuk mengikuti
tersiat oleh para Provinsial mereka, tetapi langkah tersebut tak dapat
merupakan sesuatu yang dipaksakan atas nama struktur formasi, atau
merupakan suatu keputusan Provinsial yang diterima secara pasif. Ini
musti menuntut juga sebuah komitmen pribadinya sendiri. Yesuit yang
tidak ingin menunjukkan keinginan nyatanya untuk mendukung
tuntutan panggilan dan misi Yesuit, jadi tetap ingin tinggal di Serikat
tetapi di luar segala tata caranya, tentu tidak dapat dianggap dewasa
untuk masuk dalam masa tersiat. Ia harus mengajukan pertanyaan
tentang panggilannya di Serikat. Hal yang sama berlaku untuk Yesuit
yang dalam satu bentuk dan lainnya, secara praktis, menolak untuk
menempuh masa tersiat.
Masa tersiat tidak akan merupakan sesuatu yang bermanfaat,
entah kalau seseorang yang memulainya sedang mengalami krisis
iman, atau kalau sikapnya terhadap Gereja, entah dalam bentuk teori
ataupun afektif, tidak menunjukkan keseimbangan dan tidak bergairah

250
LR, 5.

133
Beberapa Arahan tentang Tersiat

dalam iman yang hidup. 251 Ketika seorang tersiaris mempertanyakan


panggilannya, maka ia tidak akan dapat sungguh masuk ke dalam
pengalamannya, kecuali kalau ia memiliki keinginan yang tulus akan
pertobatan dan secara total terbuka akan kehendak Allah. Sama seperti
seorang skolastik yang belum diperkenankan masuk teologi kalau ia
tidak menampakkan kepastian moral bahwa ia akan dapat melayani
Gereja sebagai imam dalam Serikat Yesus; demikian pula seseorang
seharusnya tak diutus untuk menempuh masa tersiat kalau secara
moral ia belum mampu menghayati kehidupan Serikat Yesus, atau
tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menanggungnya.
Demikian halnya, sangat dianjurkan bahwa Instruktur
memiliki pengetahuan yang mendalam akan para tersiarisnya sebelum
permulaan masa tersiat. Ia dapat memperoleh pengetahuan ini entah
melalui satu atau beberapa wawancara, kalau ini dimungkinkan, atau
dapat juga melalui suatu korespondensi.
Bahwa banyak tersiat memiliki ciri internasional perlu
mempertimbangkan pengetahuan akan bahasa yang dipakai; kalau
tidak, maka komunikasi tidak akan terwujud, atau hampir tak
terwujud, entah dengan Instruktur atau dengan sesama tersiaris.
Beberapa kemampuan untuk mengadakan adaptasi atas budaya yang
berbeda barangkali, dalam saat-saat tertentu, perlu diambil pula.
Beberapa penyesuaian kondisi fisik dan psikologis tertentu perlu dibuat
pula; karena tanpa itu semua, masa tersiat tidak akan dapat
bermanfaat. Seseorang yang punya gangguan patologis, dan
menanggung derita karena obsesi tertentu, seharusnya tidak dikirim ke
tersiat untuk menyelesaikan masalah-masalahnya di sana. Akhirnya,
tersiaris perlu dibebaskan dari segala bentuk keterlibatan yang
mungkin akan menghalangi tuntutan akan partisipasi yang penuh
dalam program tersiat. Dari sudut pandang ini, program-program yang
ditawarkan dalam tersiat perlu sungguh-sungguh bervariasi.

4. Beberapa Bentuk Tersiat

251
Bdk. NP [70].

134
Beberapa Arahan tentang Tersiat

Pada kesimpulan yang dibuat atas dasar pembicaraan dengan


mereka yang ditunjuk akan mengikuti program tersiat, Provinsial perlu
memilih jenis tersiat yang sungguh sesuai dengan harapannya, dengan
sejarah pribadinya, dan dengan kondisi aktual yang di dalamnya ia
menemukan dirinya sendiri. Pilihan terakhir tentang tempat harus
dibuat dalam konsultasi dengan Instruktur, dengan
mempertimbangkan unsur-unsur spesifik yang membentuk setiap
program tersiat. Ketika seorang tersiaris akhirnya menerima dari
Provinsial perutusan untuk menempuh masa tersiat di tempat tertentu,
maka ia perlu diberi petunjuk mengenai apa saja yang secara konkret
diharapkan darinya melalui tahap formasi yang terakhir ini.
Perlakuan yang khas Ignasian, dalam kaitannya dengan masa
Tersiat, adalah untuk memberi sifat “menantang”. Bagi banyak pihak,
hal itu dapat sekedar untuk meninggalkan lingkungan kebiasaan
mereka, pekerjaan biasa atau pilihan mereka. Bagi beberapa pihak, hal
itu dapat merupakan sebuah petualangan ke budaya yang lain, situasi
kehidupan yang lain, atau pengalaman akan pelayanan lain yang
dilakukan oleh Serikat. Keluar dari kebiasaan seseorang akan terhayati
secara berbeda, tergantung pada jenis tersiat yang akan dipilih.
Dalam kaitannya dengan perjumpaan melalui budaya yang
lain, kita perlu mencatat hal-hal berikut. Bagi setiap Yesuit, masa
formasi harus mencakup sebuah pengalaman yang lebih langsung atas
dimensi universal Serikat, dan masa tersiat merupakan saat yang bagus
untuk memiliki pengalaman ini, terlebih kalau seseorang belum
menjumpai budaya lain sebelumnya. 252 Tetapi di beberapa negara atau
provinsi, masa tersiat barangkali merupakan waktu yang baik dan
istimewa untuk dimasukkan kembali ke dalam budaya dan
provinsinya, setelah masa-masa studi yang panjang di luar.
Kalau kita mau berbicara tentang pemilihan suatu jenis tersiat,
itu disebabkan oleh kenyataan bahwa, di samping aneka ragam tempat,
ada keanekaragaman dalam cara menempuh masa tersiat yang
dimungkinkan dan nyata-nyata dipraktekkan dalam Serikat. Penegasan
yang dibuat oleh Provinsial dengan calon peserta tersiat seharusnya

252
Bdk. NP [110].

135
Beberapa Arahan tentang Tersiat

dimaksudkan untuk menemukan, bagi masing-masing peserta, jenis


yang paling sesuai dan yang terbaik untuk keseluruhan formasinya.
Pertama-tama, ada pada apa yang disebut oleh Dekret 7 KJ 32
sebagai ”Pola A”. Menurut rumusan ini, masa tersiat ditempatkan
sebelum tahbisan, bagi para Imam, sebagai masa untuk mengadakan
refleksi dan pada saat yang sama, persiapan. 253 Pengalaman
menunjukkan bahwa itu bukanlah merupakan penempatan masa
tersiat yang paling biasa. Jadi, meskipun cara ini telah diterapkan,
tetapi kiranya itu dilaksanakan secara khusus hanya dalam beberapa
kasus pribadi. Rumusan ini, kenyataannya, tidak ditempuh oleh
kelompok tersiaris manapun. Perlu diakui, bahwa dalam kaitannya
dengan hal ini, situasi kita sekarang ini agak berbeda dengan apa yang
terjadi di masa KJ 32. Kenyataannya, dalam sepucuk surat tertanggal 27
Desember 1979 (AR XVII 1979, hlm. 1077-1091), Pater Arrupe telah
meminta provinsi-provinsi untuk menyelenggarakan program sebulan,
satu atau dua tahun sebelum peristiwa tahbisan, entah itu persiapan
perseorangan atau kelompok. Jadi, gagasan ini telah menjawab dalam
bentuk lain, apa yang tak dapat diragukan lagi merupakan alasan
utama mengapa KJ 32 membuat usulan tadi. Akan tetapi, Pola A dapat
menawarkan suatu pemecahan dalam kasus para Yesuit yang
barangkali di masa mendatang, akan mengalami kesulitan untuk
meninggalkan karyanya demi masa tersiat.
Pola B itu sendiri, sebagaimana yang diusulkan oleh KJ 32
selanjutnya, dapat dilaksanakan secara berbeda, tergantung pada
pengaturan yang beraneka ragam, karena dekret secara eksplisit
menyebut “bentuk-bentuk yang disetujui oleh Pater Jenderal” Arrupe,
dalam suratnya tertanggal 15 April 1970 (AR XV 1970, hlm. 557). Ada
lima bentuk yang disetujui, tetapi hanya 3 yang sesungguhnya
terlaksana. Tiga bentuk itu adalah:
a) Bentuk paling tradisional yang berlangsung dari 7 sampai 9
bulan,
b) Bentuk kedua adalah yang dimulai dengan saat bersama
selama 3 atau 4 bulan, dilanjutkan dengan pelayanan kerasulan di

253
Bdk. KJ 32, d. 7, n. 3.

136
Beberapa Arahan tentang Tersiat

bawah arahan Instruktur, dan masa untuk mengadakan refleksi akhir


sebagai kelompok,
c) Bentuk ketiga ditempuh oleh para tersiaris dengan
menggunakan waktu secara bersama dalam dua masa liburan musim
panas secara berurutan, sementara Instruktur terus menawarkan suatu
pengarahan dalam masa jeda.
Bentuk pertama memberi ruang yang lebih mudah untuk
menerapkan unsur-unsur konstitutif tersiat, termasuk masa
eksperimen yang disarankan dalam Examen Generale. Dalam bentuk
yang lain, adalah karya kerasulan (dan sering itu merupakan karya
yang sebelumnya telah digumuli oleh seseorang) yang berperan sebagai
pengganti eksperimen, yang menempatkannya di dalam dinamika
rohani akan probasi, dan menyerahkannya kepada para Instruktur
demi suatu kelanjutan untuk menjamin suatu integrasi yang lebih
penuh antara komitmen rohani dan rasuli.

5. Unsur-unsur Konstitutif dari Tersiat

Unsur paling mendasar dari Probasi Ketiga ini, tidak lain,


adalah retret 30 hari, dengan pengulangan atas seluruh rangkaian
Latihan Rohani St. Ignasius yang telah ditempuh di Novisiat. Bulan
tersebut memberikan kedalaman rohani, dan seorang tersiaris
menghayatinya sebagai masa yang secara khusus merupakan “Sekolah
Afeksi”254, yaitu “Sekolah Hati”, dalam relasinya dengan Allah. Ia telah
menawarkan hidupnya kepada-Nya, dan sekarang mengakui
kehadiran-Nya sepanjang seluruh jalan yang telah ditempuhnya, dan
menemukan-Nya di tahap terakhir ini sesuatu yang hampir ia masuki.
Biasanya ia dibimbing untuk mengolah suatu integrasi yang mendalam
atas hidupnya di masa lalu, yang olehnya ia didamaikan dengan dirinya
sendiri, dengan rekan yang lain, dengan Serikat, dengan Gereja, dan
secara radikal karena ia, di atas semua hal lain, didamaikan dengan
Allah. Akibatnya, ia membiarkan Allah memperbarui dia, dalam
keseluruhan hidupnya, karena Allah merupakan dan menuntut untuk
254
Bdk. NP [125].

137
Beberapa Arahan tentang Tersiat

semakin dan semakin menjadi Tuhannya, dan tersiaris menerima


untuk dibimbing melalui jejak derita dari Dia yang ingin
mengaitkannya secara definitif dengan misi penyelamatannya. Ada
kasus-kasus di mana, karena alasan psikologis, seseorang tidak dapat
menyelesaikan retret 30 hari-nya. Kasus tersebut perlu diserahkan
kepada saya. Tetapi harus dinyatakan bahwa Latihan Rohani menurut
Anotasi 19 tidak dapat menggantikan retret 30 hari.
Dengan demikian, dapat kita katakan sebagai aturan umum,
bahwa Latihan Rohani merupakan unsur yang paling pentingdalam
Probasi Ketiga ini. Para tersiaris biasanya disiapkan oleh saat ketika
mereka meninjau kembali, baik secara perseorangan maupun
kelompok, rahmat sejarah hidup mereka, sementara membaca
Autobiografi St. Ignasius dan di bawah inspirasinya.
Setelah retret 30 hari, sebuah refleksi atas Latihan Rohani
sering dapat memunculkan terang baru atas pengalaman pribadinya
sendiri dalam retret. Hal itu juga dapat membantunya untuk
menguasai sarana rasuli yang tak tergantikan ini. Ada teks dasariah lain
yang harus dipelajari juga untuk menjadikan isinya setara secara
eksistensial, seperti tulisan-tulisan St. Ignasius, dan secara khusus
Formula Institusi, Examen Generale, Konstitusi, dan Jurnal Rohaninya,
serta juga dekret-dekret dari ketiga KJ yang terakhir. 255 Lebih daripada
sebuah studi teknis yang tempatnya dapat ditemukan di waktu lain,
bahkan di akhir masa tersiat; pembacaan Konstitusi dan teks-teks lain,
di bawah arahan Instruktur atau beberapa ahli lain, dimaksudkan
untuk menjadi “studi yang bijaksana”, yaitu untuk mencoba
menangkap terang, inspirasi dan tantangan teks-teks ini, jadi untuk
meneropong hidup pribadi kita dan hidup Serikat dengan melangkah
ke sharing-sharing atas reaksi dan refleksi yang masing-masing
diangkat dari dokumen-dokumen tersebut secara agak eksistensial.
Elemen-elemen fundamental dari spiritualitas Serikat yang diangkat
satu persatu, dengan demikian, dapat dipelajari dalam sebuah cara
yang dinamis. Sejarah Serikat juga merupakan sebuah objek
penelaahan dan studi yang dapat memperbarui dan memperdalam
hidup para tersiaris selaras dengan panggilan mereka. Akhirnya, karena
255
Bdk. NP [126].

138
Beberapa Arahan tentang Tersiat

pelayanan kita dilaksanakan di dalam Gereja dan dengan Gereja


sebagai titik tolak, kebanyakan dokumen Gereja juga harus dipadukan
dengan cara yang bijaksana pula, dan karena tindakan Gereja diuji
dalam problem-problem nyata, seseorang perlu dimasukkan ke dalam
dan dikonfrontasikan dengan masalah-masalah itu.
Ada elemen konstitutif lain dari Probasi Ketiga yang
diintegrasikan secara aneka ragam dalam bentuk-bentuk yang berbeda,
yaitu eksperimen-eksperimen sesuai yang dikatakan oleh St. Ignasius.
Aktivitas rasuli biasa yang dilakukan oleh para tersiaris di antara “saat-
saat tersiat yang lebih menuntut” tentu saja dapat dianggap sebagai
eksperimen. Kesiapsediaan yang layak untuk panggilan kita dan
kebutuhan para tersiaris untuk membuka dirinya sendiri, keluar dari
bentuk-bentuk apostolis yang lain, merupakan sebuah undangan untuk
merasakan beberapa pengalaman baru, sebagai bagian dari masa
Tersiat. Ketika masa tersiat mengambil bentuk dalam periode yang
panjang, maka saran-saran yang kita temukan dalam Examen General
[66-70] akan dapat diterapkan dengan adaptasi tertentu. Dalam kasus
tertentu, suatu pilihan dapat dibuat sesuai dengan alur-ritme
eksperimen-eksperimen, dan pilihan-pilihan itu harus dijadikan objek
diskresi antara para Tersiaris dan Instruktur dalam terang akan apa
yang dialami dalam retret 30 hari, dan seluruh tahap formasi
sebelumnya, dalam terang akan apa yang dapat memperkuat
pertumbuhan kita selanjutnya sebagai Yesuit, dan dalam terang akan
potensi-potensi baru yang barangkali telah ditemukan. Perjumpaan
dengan kaum miskin dan mereka yang kurang beruntung, hidup di
tengah-tengah mereka, dalam pelayanan yang rendah hati serta tanpa
pamrih, dapat merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga,
secara khusus dalam keadaan ketika para tersiaris biasanya terlibat di
jenis kerasulan lain. Semua itu dapat menyentuh mereka dalam
efektivitas mereka, dan membuat mereka lebih menyerap pesan-pesan
Injil dari Sabda Bahagia. Pelayanan pastoral, secara khusus pelayanan
retret, juga sangat dianjurkan, terlebih bagi mereka yang tidak dapat
memiliki sebegitu banyak pengalaman untuk memberikan retret.
Relasi para tersiaris dengan Instruktur dan dalam kelompok
tersiaris itu sendiri tentulah sangat penting, demi tercapainya kualitas

139
Beberapa Arahan tentang Tersiat

sebagai seorang Yesuit di masa formasi. Instruktur haruslah seorang


saudara yang lebih senior, seseorang yang dipercaya penuh, seseorang
yang kepadanya tersiaris dapat membuka dirinya tanpa halangan,
seseorang yang bantuannya sangat diharapkan demi terwujudnya suatu
kelompok pengikut Yesus yang sejati, bersamanya memasuki sejarah
hidup masing-masing di dalam terang Tuhan, bersamanya berbagi
dalam cita-cita dan harapan, dan terutama determinasinya untuk
menjadi anggota suatu tubuh rasuli, yang adalah Serikat, dan dalam
pelayanan akan Gereja. Kedalaman formasi yang diterima dalam masa
tersiat sangat tergantung pada kesederhanaan dan ketulusan yang
dengannya para tersiaris menyingkap hidup mereka dan kesadaran
mereka kepada Instruktur mereka. Untuk menghargai tingkat
kerahasiaan yang diharapkan, Instruktur Tersiat sebaiknya tidak
diminta untuk memberikan informasi dalam rangka kaul akhir.
Kadang-kadang Instruktur dengan cara yang terbaik dapat
memberikan nasihat kepada tersiaris untuk berterus terang dengan
pembesarnya. Sejauh apa yang menjadi perhatiannya, Instruktur dapat
menyampaikan catatannya, sebagai informasi, kepada Provinsial atau
para Provinsial, tentang apakah setiap tersiaris telah mengikuti
program tersiat dan apakah ia sungguh mau bekerja sama dengan aktif.
Instruktur dapat pula menambah beberapa informasi tentang karya
dan jenis komunitas yang lebih cocok dengannya. Dapat pula
ditambahkan bahwa bimbingan rohani yang diterima selama masa
formasi akan mempermudah bimbingan yang secara khusus
ditawarkan dalam masa tersiat. Pengalaman terakhir ini lebih lanjut
akan mendukung bimbingan secara teratur, di bawah seorang
pembimbing rohani, di tahun-tahun selanjutnya.
Dalam kaitannya dengan komunitas, itu mesti mampu
menawarkan kepada para tersiaris suatu kesempatan yang realistis dan
konkret untuk menghayati kebersamaan yang dibangun atas dasar
panggilan dan misi yang sama, dan yang mengungkapkan dirinya
sebagai pilihan yang layak untuk hidup religius. Kelompok sharing
dapat memperkuat persahabatan dalam Tuhan dan berperan sebagai
awal akan praktek diskresi yang biasa dituntut oleh setiap komunitas
Yesuit. Saat tersiat tentu saja sangat cocok untuk mengembangkan

140
Beberapa Arahan tentang Tersiat

sikap-sikap dan kemampuan-kemampuan konkret yang dibutuhkan


baik untuk penegasan pribadi maupun komuniter.
Saya percaya bahwa beberapa arahan dan refleksi ini akan
menyumbangkan sesuatu yang berguna untuk memperdalam dan
membawa kepada suatu kesempurnaan terhadap kesetiaan kita pada
semangat St. Ignasius dan maksud Serikat kita.

141
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

Dokumen ini akan bersentuhan dengan studi khusus sebagai


tahap formasi khusus dalam Serikat. Sebelum membicarakan pokok
bahasan secara lebih spesifik, baiklah bila menjelaskan apa yang
dimaksud dengan “studi khusus”. Mungkin cara paling sederhana yang
bisa dilakukan adalah menjelaskan apa makna “khusus” dalam konteks
ini: “khusus” di sini menunjukkan bahwa studi-studi ini bukanlah studi
umum atau yang diwajibkan untuk semua. Studi yang menjadi pokok
bahasan di sini bukanlah studi yang dijalani dengan cara yang sama
oleh semua Yesuit yang berada dalam formasi. Dengan kata lain, semua
skolastik harus menjalani studi filsafat (2 tahun) dan teologi (4 tahun)
sebagai syarat untuk tahbisan imamat; kursus-kursus untuk licensiat
teologi atau filsafat umumnya dimasukkan ke dalamnya, sesuai dengan
syarat-syarat dalam dekret 6 dari KJ 32 256. Sejumlah provinsi juga
menambahkan satu atau dua tahun yuniorat ke dalam program umum
dan menawarkannya secara cukup umum kepada skolastik dan
kadangkala juga kepada para bruder dalam formasi. Bagi para bruder,
biasanya ada periode formasi umum untuk membekali mereka dengan
pengetahuan menyeluruh tentang budaya kontemporer, dan juga
periode studi teologi257. Jadi, “studi khusus” ini hendaknya dipahami,
baik untuk skolastik maupun bruder dalam formasi, sebagai studi yang
dijalani sebagai tambahan untuk studi umum dan biasanya dipilih
dengan cara baik itu disesuaikan untuk tiap pribadi,maupun dipilih
untuk menjawab kebutuhan tiap provinsi dalam karya melayani Gereja
dan menanggapi harapan dunia.
Ketika kita berbicara mengenai studi khusus, kita seharusnya
mengikutsertakan tidak hanya program akademik dalam arti yang
sempit, tapi juga tambahan kemahiran apostolis yang dapat
memainkan peran sejalan dengan pengetahuan yang diperoleh dalam
program yang lebih tradisional. Contohnya adalah studi bahasa

256
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 38.
257
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
n. 7.

142
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

tertentu258 atau usaha untuk menghargai budaya yang berbeda


darinya259, atau bahkan pelatihan khusus yang harus dilakukan oleh
banyak Yesuit supaya akrab dengan karya tertentu yang mana mereka
akan diminta oleh Serikat.
Untuk membantu pembesar dan mereka yang studi supaya
sungguh mendapat manfaat dari tahap formasi ini, akan sangat
membantu:
1) Menekankan makna penting dan tujuan tertentu dari studi khusus
dalam tradisi Serikat dan dunia modern kita.
2) Menyediakan sejumlah kriteria yang dapat menolong dalam
melakukan pemilihan yang tepat.
3) Menentukan syarat yang harus dipenuhi jika tahap formasi ini
adalah demi memenuhi apa yang diharapkan darinya.

1. Makna Penting dan Tujuan Studi Khusus

Studi khusus di dalam Serikat bukanlah sesuatu yang muncul


baru-baru ini. Program studi yang digambarkan dalam Konstitusi
meliputi, bersama dengan studi-studi yang langsung berkenaan dengan
formasi imami, studi lain yang berhubungan dengan situasi budaya
zaman itu260. Sedari permulaan, dan sepanjang sejarahnya, Serikat telah
ingin membentuk manusia rasuli yang tidak hanya terlatih untuk
pelayanan pastoral, tapi juga mampu untuk memanfaatkan secara
apostolis, kenyataan budaya dan ilmiah tertentu zaman mereka.
Banyak contoh dapat disebut, secara khusus beberapa di antaranya
sungguh persuasif: kita dapat menyebut Pater Ricci dan Yesuit lainnya
yang mendapatkan akses ke dalam istana Kaisar China karena ilmu
pengetahuan mereka. Dan apa yang benar pada permulaan sejarah
Serikat tetap berlaku hingga masa kini; perlu kita menyebut Pater von
Nell-Breuning, yang meninggal dunia baru-baru ini, untuk menyadari
pentingnya saat ini mengintegrasikan kecakapan dalam sejumlah
bidang ke dalam karya rasuli yang sedang dijalankan Serikat.

258
Bdk. NP [97].
259
Bdk. NP [95].
260
Bdk. Kons pars IV, bab 5, 12, 15.

143
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

Tampak nyata bahwa hari ini, lebih daripada masa lampau,


integrasi pengetahuan baik teori maupun praksis, penting bagi
kehidupan dan pertumbuhan manusia dan masyarakat. Kini, kita
memiliki akses ke dalam kekayaan sesungguhnya dari pengetahuan
dan harta budaya, dan tradisi humanistik kita telah memberi kita
kesadaran akan hal ini. Tapi, bukankah benar juga bahwa hari ini,
kemajuan yang besar sekali dalam banyak bidang pengetahuan dan
teknologi, menawarkan kita alat dan sarana tambahan serta konteks
yang baru dan menjanjikan untuk pelayanan injili wanita dan pria?
Dan, di sisi lain, bukankah benar juga bahwa perutusan kita atas nama
penegakan keadilan, membutuhkan persiapan yang memadai yang
mesti sering melibatkan studi-studi berkaitan dengan kenyataan
masyarakat masa kini – termasuk ekonomi dan ilmu pengetahuan
sosial dan politik?261
Oleh karena itu, studi khusus perlu bagi Yesuit masa kini
sebagaimana juga bagi mereka di masa lampau; daya tahan karya
kerasulan Serikat dan kompetensi pelayanannya tergantung pada
mereka262. Dan persiapan yang diterima melalui studi khusus memiliki
nilai, tidak hanya dalam pelayanan terbatas tertentu, tapi juga dalam
sektor kerasulan yang lebih tradisional seperti karya katekese dan
paroki. Normæ Generales de Studiis Nostrorum menggemakan dekret
Kongregasi Jenderal baru-baru ini dan memberi penekanan baru pada
penting dan mendesaknya studi khusus; pada saat yang sama, mereka
memunculkan sejumlah pertanyaan mengenai studi ini yang akan
dirangkum dalam dokumen ini263.
Menjadi jelas bahwa menurut sifatnya, studi khusus tidak
sangat diperlukan; konsekuensinya, peran studi khusus hendaknya
tidak ditekankan secara berlebihan. Studi khusus bukanlah tujuan
dalam dirinya, dan gelar akademik seolah tidak memiliki kedudukan
resmi dalam Serikat. Sikap Ignasian terhadap studi khusus ditentukan
oleh manfaat rasuli nyata yang didapatkan darinya dalam kasus-kasus
tertentu, dalam konteks suatu provinsi, regio, atau Serikat secara

261
Bdk. NP [95].
262
Bdk. NP [81§2].
263
Bdk. NormæGenerales de Studiis Nostrorum (NG) 96-103.

144
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

keseluruhan. Secara konkret, nilai mereka akan ditentukan oleh


dukungan langsung atau tidak langsung yang dapat disediakan oleh
studi ini terhadap pelayanan iman dan penegakan keadilan. Manfaat
rasuli ini, yang terutama hadir sebagai suatu harapan untuk masa
depan, juga diwujudnyatakan bahkan selama studi itu sendiri; karena
melalui studi, seorang Yesuit diperkenalkan kepada dunia profesi
tertentu: lingkungan ilmiah dan budaya yang dipenuhi oleh terutama
orang-orang awam, lingkungan di mana ia akan tinggal dalam dialog
untuk waktu yang panjang. Sebagaimana gelar akademik diperoleh
sebagai hasil dari studi-studi ini, gelar ini juga memberikan pengakuan
intelektual dan sosial yang biasanya dibutuhkan untuk pelaksanaan
tugas kerasulan tertentu dan menjalankan tanggung jawab tertentu.
Walaupun demikian, hendaknya ditunjukkan bahwa studi yang lebih
tinggi dalam budaya kontemporer tidak selalu dikembangkan dalam
cara-cara yang sesuai dengan kegunaan apostolis yang ingin kita buat.
Bahkan sementara terlibat di dalamnya, Yesuit muda harus mampu
menjadikan dirinya subordinat bagi cara pandang rasuli Serikat. Dan
itu melibatkan, ketika diperlukan, resistensi yang teguh terhadap
pandangan-pandangan tertentu mengenai kodrat manusia atau
kecenderungan reduktif (menyederhanakan) tertentu lainnya yang
lazim pada zaman kita.

2. Pilihan-Pilihan yang Harus Dibuat dalam Mengutus Orang


untuk Studi Khusus

Ada sejumlah pilihan yang harus dibuat oleh Pembesar


sehubungan dengan tahap formasi ini: pilihan spesifik studi yang
dipilih, tempat, dan waktu.

a. Studi apakah yang hendaknya dipilih?


Dekret 6 dari KJ 32 membahas hal ini secara terus terang.
Dengan mengikuti pedomannya, kita dapat menunjukkan bidang-
bidang berikut, tanpa menyatakan supaya menjadi lengkap: teologi dan
filsafat melampaui licensiat yang direkomendasikan untuk semua
Yesuit; ilmu pengetahuan manusia dan sosial meliputi psikologi dan

145
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

sosiologi, ekonomi dan politik, sastra, seni, sains, pendidikan, sejarah,


hukum, media massa..., dan semua yang ada di dalam perspektif yang
sesuai untuk tiap orang dan budaya264.
Untuk melakukan discernment yang akan dibutuhkan, tiap
provinsi harus memperhatikan kebutuhan rasuli yang dirasakannya,
dan yang diungkapkan dalam rencana yang telah dikembangkan dalam
pelayanan kepada Gereja. Pada saat bersamaan, kemungkinan akan
komitmen rasuli pada tingkat antarprovinsi dan internasional
hendaknya tidak diabaikan. Hendaknya juga memperhatikan talenta,
kemampuan, dan kepribadian masing-masing Yesuit dalam formasi 265.
Pilihan yang dibuat dalam masing-masing pribadi, lebih lanjut akan
menjadi hasil discernment yang akan meliputi baik kebutuhan rasuli
provinsi maupun talenta pribadi yang diutus untuk studi khusus. Jika
proses yang disarankan di sini, telah diperluas lingkupnya untuk
meliputi kebutuhan rasuli yang melampaui batas sebuah provinsi;
maksudnya adalah untuk mengajak mereka yang bertanggung jawab
dalam provinsi, supaya tetap terbuka terhadap kebutuhan ini. Secara
khusus, ketika seorang Yesuit menunjukkan kemampuan dan minat
khusus dalam suatu bidang yang tidak berkaitan secara langsung
dengan kebutuhan provinsinya, Provinsial hendaknya menyadari
adanya kebutuhan khusus lembaga kerasulan lainnya yang dijalankan
Serikat di luar provinsi bersangkutan. Akhirnya, ketika memasukkan
situasi khusus dan bakat masing-masing individu ke dalam proses
discernment, hendaknya memperhatikan formasi profesional atau
akademik yang telah ditempuh oleh sejumlah besar kandidat sebelum
mereka diterima masuk novisiat.
Tujuan studi khusus biasanya tidak dicapai semata-mata
melalui sejumlah pengetahuan yang diperoleh; lebih dari apapun, studi
hendaknya membangkitkan hasrat untuk belajar dan terus belajar,
sehingga motivasi yang mendasari komitmen rasuli tetap ada,
mendukung usaha pembaruan terus-menerus, dan memperbarui apa
yang diperlukan supaya usaha ini berbuah dan efektif. Biasanya, studi
yang dipilih akan memberi pengaruh kuat pada karya kerasulan pribadi
264
Bdk. KJ 32, d. 6, 27; NP [95].
265
Bdk. NG 96.

146
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

tersebut di masa mendatang; tentu saja tidak menentukan secara


sepenuhnya dan final. Oleh karena itu, alangkah bijaksana bila
memperhitungkan kemampuan masing-masing Yesuit dalam formasi,
dalam bidang spesialisasi yang akan diminta daripadanya, sehingga ada
jaminan bahwa pilihan yang dibuat akan berbuah. Di sisi lain, setelah
studi selesai, biasanya harus ada kegunaan yang diperoleh dari sarana
rasuli yang diperoleh dengan susah payah ini, setidaknya untuk
sementara waktu.

b) Pilihan Tempat
Mereka yang bertanggung jawab dalam provinsi hendaknya
memiliki informasi yang cukup untuk menuntun pilihan mereka
sehubungan dengan tempat untuk studi. Untuk mendapatkan
informasi ini, hendak mereka berkonsultasi dengan pihak-pihak yang
bisa membantu (sebuah tim penasihat, dan narasumber Yesuit maupun
non-Yesuit); jika perlu, mereka dapat meminta bantuan Kuria
Jenderalat. Kriteria lain yang harus diperhatikan berkaitan dengan
pilihan tempat: sebagaimana akan dijelaskan di bawah, yaitu
kebutuhan akan lingkungan rohani dan komunitas.
Studi khusus seringkali dilakukan di luar provinsi yang
bersangkutan; bahkan jika dilakukan di dalam provinsi tersebut,
diharapkan bahwa cepat atau lambat, mereka akan menghabiskan
beberapa waktu di luar negeri. Kedua Provinsial yang terlibat,
hendaknya mencapai persetujuan sebelumnya mengenai segala sesuatu
yang harus dilakukan sehubungan dengan formasi Yesuit yang
menempuh studi tersebut.

c) Pilihan Waktu
Berkaitan dengan waktu pelaksanaan studi khusus, ada dua
pertanyaan yang perlu diperhatikan: kapan waktu terbaik untuk studi,
dan untuk berapa lama studi itu hendaknya atau dapat diselesaikan?
Apakah itu merupakan tahap awal studi dalam bidang khusus
ataupun menyelesaikan studi yang telah dimulai sebelumnya, jelas
bahwa beberapa tahun studi mudahnya, dapat dilakukan selama masa

147
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

formasi yang terbentang antara novisiat dan tahun orientasi 266, atau
bahkan selama tahun orientasi itu sendiri 267. Misalnya, studi bahasa,
yang dibutuhkan untuk studi lanjut eksegetik, hendaknya dimulai
sesegera mungkin, tanpa penundaan. Di sisi lain, ketika studi tersebut
membutuhkan waktu yang lebih lama dan mengarah pada spesifikasi
tertentu, normalnya, lebih baik menunda hingga tahap akhir yakni
setelah tahbisan imamat. Sebaliknya, sering terjadi ketika prioritas
dibalik, mengakibatkan kekacauan dinamika panggilan religius dan
imamat. Bagaimanapun juga, tahun-tahun yang dibhaktikan untuk
studi khusus, seharusnya tidak pernah digunakan sebagai masa
penantian yang diberikan kepada Yesuit yang lambat dalam mencapai
integrasi religius dan rasuli dari studinya.
Berkaitan dengan lamanya waktu studi, hal ini hendaknya
tidak dibiarkan tanpa rencana. Bahkan, lama waktu studi hendaknya
ditentu dengan cukup spesifik 268; waktu liburan normal dapat juga
digunakan untuk melanjutkan studi. Mereka yang bertanggung jawab
dalam provinsi hendaknya tidak ragu untuk mengakhiri studi yang
jauh melampaui batas waktu yang ditentukan. Dalam semua bidang,
bagaimanapun juga, mereka harus bertindak dengan sungguh
menyadari kenyataan. Kita harus menerima kenyataan yang tidak
tergantung pada pembesar Serikat; terutama, kita harus
memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan di negara tertentu untuk
masuk bidang studi tertentu, demikian juga struktur yang dibebankan
oleh universitas terhadap studi-studi ini.

3. Formasi selama Masa Studi Khusus

Mereka yang bertanggung jawab harus memiliki kepedulian


khusus untuk menjadikan masa studi sebagai masa formasi yang
sungguh-sungguh. Hal ini mengandaikan perhatian yang cermat pada

266
Bdk. “Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan”,
n. 2.1.
267
Bdk. “Tahun Orientasi Kerasulan sebagai Tahap Formasi”, n. 9.
268
Bdk. NG 102.

148
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

semua aspek hidup Yesuit selama masa ini 269. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa masa studi khusus memiliki godaannya sendiri.
Dalam beberapa kasus, studi telah menyeret Yesuit yang terlibat di
dalamnya secara bertahap, kepada sikap filosofis atau ideologis anti-
Kristiani yang secara tersirat, terdapat dalam materi yang diajarkan.
Dalam kasus lain, ada pemutarbalikan prioritas secara bertahap: pada
akhirnya, kompetensi profesional yang diberi akses oleh studi, telah
meruntuhkan komitmen religius dan rasuli, atas nama studi yang
dijalankan. Bagi beberapa individu, hasilnya adalah, dinamika tindakan
dan komitmen merasul diganti dengan dinamika penelitian.
Kemudian daripada itu, Yesuit dalam formasi hendaknya
menerima semua dukungan yang dibutuhkan untuk memastikan
bahwa masa-masa studi ini juga menjadi masa-masa kemajuan di
sepanjang jalan panggilan mereka.
Jelas bahwa, pertama-tama, studi khusus tidak akan terjadi
dengan semua manfaat yang diharapkan darinya, demi pelayanan
kepada Serikat dan provinsi, kecuali kalau pribadi yang melakukan
studi, secara khusus memberikan perhatian penuh pada pertumbuhan
rohani dan rasuli, sementara bergulat dalam studi-studi ini 270.
Pertumbuhan ini tidak dapat dikorbankan demi alasan waktu dan
perhatian yang dituntut oleh studi. Masa-masa pengujian studi dapat
mempersiapkan orang secara realistis untuk “hidup profesional” di
masa mendatang. Disposisi dasar yang harus menentukan segala-
galanya adalah disposisi yang digambarkan oleh St. Ignasius ketika
berbicara tentang “intensi murni”271, yang menuntut ketaatan,
penyangkalan diri, dan persatuan dengan Allah dalam “tindakan”.
Dalam komunitas di mana mereka tinggal, Yesuit yang studi
harus diperhatikan oleh pembesar layaknya oleh seorang pembimbing
rohani yang dipilih dengan cermat. Hidup iman serta hidup rohani
yang menjadi pengungkapannya, harus menjadi obyek perhatian dan
kesetiaan yang diperbarui secara terus-menerus. Dengan demikian,
perlu bagi tiap pribadi untuk memiliki pendamping rohani yang

269
Bdk. NG 100; NP [94].
270
Bdk. NP [94].
271
Bdk. Kons, khususnya [288, 340, 360].

149
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

mampu menolong dalam pertumbuhan religius secara keseluruhan.


Komunitas sebagai keseluruhan, hendaknya memandang diri sebagai
rekan yang bertanggung jawab untuk formasi pribadi yang mereka
terima272.
Mengenai studi itu sendiri, Yesuit diharapkan untuk
membhaktikan seluruh kemampuan kerja dan sumber-sumber
intelektual yang ia miliki untuk studi tersebut, sebagai seorang
partisipan yang aktif dalam persiapan rasuli yang diminta darinya. Ia
akan sering dianjurkan untuk berbicara dengan seorang “mentor” yang
ditugaskan oleh Provinsial: seseorang yang dapat memberinya
bimbingan, pedoman, dan nasihat yang berguna 273. Dengan
memperhatikan bagaimana kerjanya mencapai kemajuan, “mentor”
akan menjadi seorang yang paling berkualitas untuk menilai
kompetensi mahasiswa yang khusus pada tahap studi yang berbeda-
beda. Hendaknya ia melaporkan secara teratur kepada Provinsial atau
delegat formasinya dan pada umumnya, hendaknya ia juga menjadi
seseorang yang mengeksplorasi berbagai kemungkinan tugas kerasulan
yang mungkin untuk masa mendatang, atau menguji pilihan mereka.
Yesuit yang studi hendaknya tetap berhubungan dengan mereka yang
bertanggung jawab dalam kerasulan ini, Yesuit atau lainnya, dan ia
boleh menerima usul dan saran dari mereka sehubungan dengan
studinya. Hendaknya secara tajam, ia juga menyadari kebutuhan untuk
mengintegrasikan semua pengetahuan parsial ke dalam konsep otentik
hidup manusia, masyarakat, dan kenyataan. Formasi filsafat dan teologi
akan menolong ia untuk mencapai integrasi ini, dan supaya ia tidak
dipenjara dalam batas-batas disiplin ilmu yang dipelajarinya 274.
Oleh karena studi diarahkan pada hidup merasul, adalah wajar
bahwa waktu yang dibhaktikan untuk studi hendaknya juga menjadi
waktu untuk pengalaman pastoral. Bentuk utama dari karya kerasulan
yang diharapkan dari mahasiswa Yesuit adalah yang terhubung dengan
situasi di mana ia menemukan dirinya sendiri. Diutus secara normal ke
suatu universitas atau sekolah-sekolah lainnya untuk formasinya,

272
Bdk. NP [79].
273
Bdk. NP [61§1].
274
Bdk. NP [94].

150
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

Yesuit harus menjadi rasul di mana ketaatan mengutusnya. Sementara


bersama dengan rekan mahasiswa atau siapapun yang berhubungan
dengan dirinya, seorang Yesuit hendaknya menyadari bahwa dirinya
berada dalam perutusan. Dengan cara ini, ia mempersiapkan diri dalam
cara praktis untuk kerasulannya mendatang, di mana usaha intelektual
dan lingkungan tempat ia akan tinggal dan menjalankan profesinya,
akan menjadi sarana utama. Bagi sebagian besar Yesuit yang studi,
bagaimanapun, akan berguna khususnya setelah tahbisan imamat, bila
ia membhaktikan sebagian waktu untuk pelayanan pastoral tertentu di
antara orang-orang dalam lingkungan yang berbeda. Dengan cara ini,
tujuan rasuli studi akan tetap jelas bagi banyak orang dan Yesuit yang
studi, akan tetap peka terhadap panggilan yang senantiasa hadir, untuk
memberikan diri bagi pelayanan untuk saudara-saudarinya dalam
nama Yesus Kristus275.
Untuk merangkum bagian ini secara umum, kita dapat
mengatakan bahwa seorang Provinsial yang mengutus Yesuit untuk
studi, khususnya mereka yang diutus ke luar provinsinya, harus yakin
bahwa masing-masing dari mereka berada dalam lingkungan di mana
ia dapat mengalami pertumbuhan otentik dalam panggilannya 276. Oleh
karena itu, masing-masing dari mereka, sejak ia mulai diutus,
seharusnya mengetahui dengan siapa ia tetap berhubungan dan
bertemu secara teratur. Jumlah orang yang harus dihubungi bisa jadi
banyak. Pada tingkat lokal, relasi dengan pembesarlah yang akan
membantu dalam koordinasi hubungan ini. Pada tingkat provinsi,
Provinsial atau delegat formasi adalah orang yang paling bertanggung
jawab, atau, dalam beberapa kasus, asisten provinsi untuk studi (prefek
studi provinsi)277.
Di provinsi-provinsi di mana sejumlah Yesuit sedang
menjalankan studi khusus pada saat bersamaan, pengaturan dapat
dibuat supaya mereka dapat saling bertemu 278. Struktur juga dapat
dibentuk, yang akan mendampingi masing-masing pribadi dalam tahap

275
Bdk. NP [106§1].
276
Bdk. NP [94].
277
Bdk. NP [61§1].
278
Bdk. NP [110].

151
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

formasi ini untuk mengalami karyanya sebagai pelayanan terhadap


tubuh rasuli Serikat; sebagai contoh, proyek bersama dalam satu atau
lain bidang, atau pertemuan selama masa liburan yang akan
mengumpulkan mereka bersama. Lebih lanjut, baik bila
mengembangkan dan menjaga hubungan di antara Yesuit yang ahli
dalam bidang yang sama, atau dengan non Yesuit yang bekerja dalam
bidang intelektual yang sama.
Akhirnya, kita menjawab pertanyaan mengenai kemiskinan,
dalam beberapa aspek yang relevan. Umum diketahui bahwa, dalam
dunia masa kini, studi lanjut dengan mudah menjadi sarana menuju
kekayaan dan kekuasaan. Mereka menyediakan akses kepada apa yang
telah menjadi modal utama masyarakat modern dibangun, dan hak-
hak istimewa yang mengikuti modal ini sering bergandengan dengan
hidup nyaman bahkan mewah. Suatu pilihan rohani dan rasuli harus
dibuat supaya tidak menyerah pada jiwa dunia. Jauh dari menimbulkan
rasa takut akan studi dan energi yang diberikan, keberpihakan pada
kaum miskin dapat dipenuhi dengan suatu kerelaan untuk
menggunakan pengetahuan akademik yang diperoleh, demi pelayanan
pada kaum miskin. Kadangkala, hal ini hanya dapat diperoleh dengan
kerja keras, namun justru inilah pengetahuan yang dapat memiliki nilai
menentukan untuk pelayanan yang lebih efektif dan universal pada
kaum miskin. Semangat kemiskinan seharusnya juga tampak dalam
pilihan-pilihan yang dibuat selama hidup studi. Pilihan-pilihan ini
mempertimbangkan gaya hidup negeri dimana studi dilangsungkan
maupun standar hidup negeri tempat kerasulan mendatang. Dalam
semangat kemiskinan yang sama, Yesuit akan didorong, sebagaimana
orang awam juga, untuk menyelidiki kemungkinan beasiswa dan ambil
bagian dalam kompetisi apapun yang memberi akses ke sana.
Telah dikatakan, pertimbangan finansial seharusnya tidak
mengendalikan pilihan-pilihan yang dibuat. Hal ini nyata khususnya
ketika Yesuit diutus ke luar negeri untuk studi. Provinsial tidak mesti
meminta mereka untuk tinggal di luar rumah Serikat ketika hal ini
semata dilakukan untuk mengurangi belanja harian 279. Lebih baik ia
menghubungi Provinsial setempat ke mana ia akan mengutus
279
NG 100.

152
Dokumen-Dokumen mengenai Studi Khusus

anggotanya demi mencapai kesepakatan mengenai residensi. Hal ini


tidak berarti bahwa tidak pernah ada situasi di mana mereka
bertempat tinggal di luar rumah Serikat, namun solusi seperti ini
seharusnya tidak menjadi norma; sebaliknya, solusi ini seharusnya
dipandang sebagai perkecualian dan dibenarkan bila ada alasan yang
cukup. Sebagaimana kita semua tahu, ada solidaritas finansial di antara
provinsi-provinsi Serikat. Hal ini dapat diungkapkan dalam berbagai
cara dalam ranah studi khusus.
Dokumen ini telah menekankan sekali lagi, makna penting dan
tujuan studi khusus dalam Serikat. Dokumen ini menawarkan kriteria
untuk pilihan yang dibuat dan pedoman praktis untuk masa formasi
ini. Setiap orang hendaknya berusaha mewujudkannya dalam praktik,
sehingga dapat memberikan manfaat besar bagi perutusan kita dalam
dunia masa kini.

153
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

1. Pendahuluan

Formasi berkelanjutan dan discernment rasuli menegakkan


“pilar kembar” dari pembaruan rohani dan rasuli Serikat. Hal ini
merupakan keyakinan yang dipegang teguh oleh Pater Arrupe, yang
beliau ungkapkan berulangkali. Mengikuti pedoman KJ 31 dan 32,
beliau menuntut individu Yesuit dan seluruh Serikat secara konstan
untuk menyesuaikan diri demi menanggapi kebutuhan perutusan kita
dan tantangan dunia masa kini 280. Beliau menekankan bahwa Allah
menghendaki kita untuk menjadi alat-Nya yang efektif dalam
menanggapi perubahan cepat dan mendalam yang terjadi di dunia; hal
ini “mengharuskan kita untuk merefleksikan dunia sebagaimana diri
kita sehingga mengenali bagaimana kita dapat mengubah diri dan
memperbarui pengetahuan, sikap, dan metode kerasulan kita…dalam
rangka membangkitkan panggilan kita.”281 Lebih dari sekadar kemajuan
teori, akademik, atau praktik; sesuatu semacam daur ulang intelektual
atau profesional, diinginkan; “sesuatu yang lebih dalam dan ekstensif,
karena formasi berkelanjutan berakar kuat dalam roh, yang berusaha
untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan hidup dalam setiap
cara yang memungkinkan dan untuk meramalkan masa depannya
sendiri.”282 Formasi berkelanjutan membutuhkan dedikasi dan usaha
terus-menerus dalam pembaruan rohani, intelektual, praktik, dan kerja
yang dapat memampukan kita untuk memahami dan menanggapi
kenyataan baru dunia yang dalam perubahan terus-menerus, dan

280
Bdk. KJ 31, d. 8, nn. 46-48 dan KJ 32, d. 6, nn. 4, 18, 19, 20, 35, 36; lih. juga laporan Pater
Pedro Arrupe mengenai status Serikat kepada Kongregasi Prokurator 27 September 1978,
dalam AR 1978, hlm. 470. Beliau mengungkapkan keyakinan yang sama dalam perbincangan
dengan para superior lokal Perancis: “The Local Superior: His Apostolic Mission”, 13 Februari
1981, dalam AR 1981, hlm. 574.
281
Amanat kepada Konferensi Para Religius Kolombia, 19 Agustus 1977 dalam “The Church of
Today and of The Future,” Mensajero dan Sal Terrae, hlm. 695, 696.
282
Ibid. Bdk. juga Laporan Status Serikat kepada Kongregasi Prokurator tahun 1978, dalam AR
1978, hlm. 470.

154
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

untuk merambatkan Sabda Allah kepada pria dan wanita zaman ini;
inilah dimensi integrasi proses “pertobatan terus-menerus” yang
sungguh besar, sesuai dengan semangat magis Ignasian. 283
Keyakinan bahwa formasi berkelanjutan merupakan pokok
yang belum terselesaikan dan bahwa sedikit Yesuit yang memahami
makna pentingnya dan pertolongan yang dapat mereka peroleh untuk
efisiensi kerasulan mereka, menggerakkan P. Arrupe untuk
menjelaskan, dan mengeluarkan pedoman berdasarkan informasi yang
akan beliau terima dalam surat ex-officio tahun 1981. Hal ini diserahkan
kepada P. Paolo Dezza, Delegat Bapa Suci, untuk menyelesaikan tugas
ini; beliau mengirimkan laporan mengenai situasi formasi
berkelanjutan kepada semua superior maior, berdasarkan informasi
yang diterima dalam surat-surat ex-officio ini.284 Laporan tersebut
menyatakan bahwa hampir tidak ada yang menyangkal penting dan
mendesaknya formasi berkelanjutan, namun banyak kalangan yakin
bahwa mereka tidak memiliki waktu, sibuk dengan karya mereka.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa formasi berkelanjutan hanya
dipandang sebagai tindakan intelektual, bukan sebagai elemen yang
membangun dari hidup rasuli dan cara bertindak kita. 285

283
Ide P. Arrupe mengenai formasi berkelanjutan sebagai “pertobatan terus-menerus”
mengungkapkan apa yang telah disampaikan KJ 31 dalam d. 8, n. 2. Walaupun KJ ini tidak
memberikan definisi yang sangat gamblang ataupun deskripsi formasi terus-menerus, apa yang
dikatakan mengenai hal itu (d. 8, nn. 46-48), haruslah diinterpretasi dalam terang apa yang
dinyatakan mengenai formasi secara umum. Formasi adalah tugas progresif yang tidak memiliki
akhir, suatu perkembangan organis dalam sejumlah tahap yang mana hidup rohani tidak boleh
dipisahkan dari dimensi formasi lainnya (bdk. d. 8, n. 6). Pandangan mengenai formasi secara
umum dan formasi berkelanjutan ini sejalan dengan tindakan kita mengikuti Kristus; dengan
keadaan kita sebagai pendosa, hal ini menjadi formasi terus-menerus (bdk. d. 8, n. 2).
284
“Report on Continuing Formation based on The Annual Letters of 1981,” dalam AR 1981,
hlm. 662-669.
285
Menurut P. Dezza dalam laporannya, kurangnya waktu atau pengganti menjadi dalih untuk
menyelubungi ketakutan akan perubahan dan ketidaknyamanan akibat cara pandang baru; hal
ini memperlihatkan kurangnya kesadaran pertumbuhan dan pendalaman dalam hidup
seseorang. Bdk. AR 1981, hlm. 663. Dalam lebih dari satu kasus, ada ketakutan untuk
“meninggalkan sarang”, jangan sampai terjadi bahwa seseorang mengambil tempatnya
sementara ia pergi sabbatikal.

155
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

2. Formasi Berkelanjutan sebagai Tuntutan Kesetiaan Kreatif


Kita

Bahkan sejak Konsili Vatikan II membuka jalan baru untuk


formasi imami dan religius, konsep formasi secara umum dan formasi
berkelanjutan secara khusus telah berkembang dalam kebangkitan
berbagai pengalaman formasi yang dibawa oleh Konsili sendiri. 286
Perkembangan ini dan pemahaman formasi yang berbeda telah
tercermin di dalam Serikat, khususnya dalam KJ 31 dan 32. KJ 32
melihat formasi sebagai suatu proses yang konstan dari integrasi
pribadi dan integrasi ke dalam tubuh rasuli Serikat serta menekankan
bahwa aspek-aspek ini tidak dapat dipisahkan. “Hendaknya kita
memikirkan dan merencanakan formasi menyeluruh orang-orang kita
sebagai suatu proses integrasi progresif dari hidup rohani, rasuli, dan
studi dengan cara-cara tertentu sehingga kekayaan rohani menjadi
sumber kerasulan dan kerasulan, pada saatnya, menjadi dorongan
untuk studi dan untuk hidup rohani yang lebih mendalam.” 287 Tampak
dalam cara demikian ini, formasi tidak pernah berakhir dan melibatkan
seluruh dimensi dan tahapan pribadi, serta memberi prioritas kepada
hidup dalam Roh sebagai aspek yang membangun dan memberikan
makna pada yang lain.288 KJ 32 membedakan dua tahap: tahap awal,
yang “dimulai di novisiat” dan normalnya berakhir dengan tersiat 289
dan tahap “berkelanjutan atau permanen.” Tahap “berkelanjutan atau

286
Bdk. Perfectae Caritatis (PC) 18 dan Optatam Totius (OT) 22. Konsep pendidikan dan formasi
dalam ranah sipil telah berkembang dari model “skolastik” dan profesional yang mereduksi
sebagian besar pendidikan atau formasi ke ranah profesional dan teknis serta terjadi sekali
dalam seumur hidup kepada model lain yang memandang seluruh aspek pribadi dan
perkembangannya secara keseluruhan. Dalam ranah Gerejani, kita telah meninggalkan konsep
formasi yang menuntut sisi akademik secara mendasar dan yang telah diberikan selama tahun-
tahun awal seminari atau hidup religius (setelah itu, bagaimana menerapkan apa yang telah
dipelajari ke dalam praktik), menuju pada model formasi yang berpusat pada keseluruhan
pribadi dan perkembangannya sepanjang hidup. Bdk. PC 18. Setelah KV II, sejumlah dokumen
mengenai formasi imami dan hidup religius, menuntut dan mengembangkan konsep formasi
yang integral, global, dan berkelanjutan ini.
287
KJ 32, d. 6, n. 11.
288
Bdk. Ibid., n. 18. Konsep formasi ini diungkapkan secara jelas dalam sejumlah dokumen
Gereja mengenai formasi dalam hidup yang disucikan. Bdk. Essential Elements of Teaching of
The Church on Religious Life (EE) 46; OT 22; “Fundamental Norms for Priestly Formation”, n.
100; Vita Consecrata (VC) 65.

156
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

permanen” ini bukanlah suatu perbaikan untuk melengkapi


kemungkinan kekurangan dalam tahap formasi awal, ataupun
pelengkap, penyempurnaan, atau penyesuaian. Sebaliknya, “formasi
awal kita harus dianggap sebagai permulaan formasi berkelanjutan,” 290
sebagai persiapan untuk hidup formasi permanen, walaupun yang
pertama memiliki suatu otonomi relatif dan tuntutan-tuntutannya
karena merupakan tahap percobaan dan masa inisiasi ke dalam hidup
religius.291 Formasi awal adalah tahap pertama dari hidup formasi
berkelanjutan; formasi ini harus memupuk rasa ingin tahu dan
membantu dalam memperoleh sikap dan kemampuan yang
mendukung discernment dan kemampuan rasuli dan suatu
penyesuaian diri terus-menerus terhadap perubahan yang terjadi dan
bertumbuh bersama mereka.292
Hidup manusia pada dasarnya adalah kontinuitas dan
perubahan, dan ketika hal ini digabungkan secara harmonis, akan
terjamin kedewasaan dan pertumbuhan pribadi. Formasi terus-
menerus memampukan pribadi untuk mengalami perubahan dalam
kontinuitas dan kontinuitas dalam perubahan. Dinamika hidup ini
diungkapkan dengan kata “kesetiaan,” yang menyatakan kepatuhan

289
“Proses integrasi dimulai sejak novisiat…” (KJ 32, d. 6, n. 12). “Seluruh proses pembinaan
lewat berbagai jenjang sejak novisiat sampai tersiat, harus merupakan proses integrasi” (ibid.,
n. 13).
290
Ibid., n. 18. Bapa Suci dalam nasihat apostolik “Pastores Dabo Vobis” (PDV) menyatakan
bahwa formasi berkelanjutan secara alami dan tentunya mengikuti proses membentuk pribadi
yang dimulai pada formasi awal…Mulai dengan formasi awal, seseorang harus dipersiapkan
untuk formasi berkelanjutan, dengan motivasi dan dengan memastikan kondisi untuk
realisasinya. Bdk. n. 71.
291
Tampaknya ada ambiguitas atau kontradiksi dalam KJ 31 dan 32 yang dapat dijelaskan
dengan memahami formasi sebagai suatu proses progresif dari integrasi personal dan integrasi
ke dalam tubuh Serikat. KJ 31 menyatakan bahwa formasi tak akan pernah selesai (bdk. d. 8, n.
6) namun kemudian menyebutkan mengenai mereka yang telah menyelesaikan formasinya”
(ibid, 46). KJ 32 membahas tentang mereka yang “masih berada dalam formasi” (d. 11, n. 36).
Kita dapat mengatakan secara sungguh-sungguh bahwa Yesuit dapat berarti “telah terbentuk”
sekaligus masih “dalam formasi,” karena formasi adalah suatu proses yang tidak pernah
berhenti.
292
Harus ditekankan bahwa selama formasi pertama, metodologi pembelajaran, refleksi, dan
discernment hendaknya ditingkatkan sehingga dapat menolong dalam membentuk kerangka
berpikir yang terbuka terhadap ide, situasi, dan budaya baru. KJ 31 telah merekomendasikan
revisi metode pengajaran, mengurangi jumlah kuliah, waktu lebih banyak untuk studi pribadi
dan diskusi kelompok kecil, dan partisipasi murid yang lebih aktif. Bdk. d. 9, n. 26.

157
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

terus-menerus pada nilai-nilai abadi dan peleburannya ke dalam


berbagai lingkungan dan tahap hidup. Dengan cara ini, seseorang
bertumbuh dan menjadi dewasa, hidup manusia berkembang dalam
suatu cara progresif dari pertumbuhan kualitatif, sebagai suatu
peningkatan yang menyatakan daya inovatif dan kreativitas. 293 Formasi
berkelanjutan yang dipahami dalam pokok ini menolong dalam
mengintegrasikan kreativitas dengan kesetiaan, karena panggilan kita
melibatkan suatu pertumbuhan yang dinamis dan kesetiaan terhadap
panggilan Tuhan yang didiskresikan dalam tanda-tanda zaman.
“Kualitas pelayanan rasuli kita bergantung pada hal ini.” 294 Ini
merupakan pokok kesetiaan dan dinamisme yang harus “dengan berani
menampilkan lagi inisiatif, kreativitas, dan kekudusan siap bertindak
yang dulu ada pada para pendiri mereka, guna menanggapi tanda-
tanda zaman yang muncul di dunia zaman sekarang;” kita harus
melakuan apa yang akan dilakukan St. Ignasius saat ini, dalam
kesetiaan terhadap Roh, demi menanggapi kebutuhan rasuli zaman
kita.295

3. Dasar dan Aspek Integratif Formasi Berkelanjutan

a) Dasar Formasi Berkelanjutan

Formasi berkelanjutan adalah kebutuhan panggilan religius


dan rasuli itu sendiri, karena kita perlu untuk selalu menghidupkan
rahmat yang diterima, menjaganya senantiasa berkobar dan
mempertahankan rahmat Allah itu senantiasa segar dalam
kebaruannya.296 Hal mengikuti Kristus menyatakan secara tidak
langsung dinamisme yang membutuhkan pemeliharaan dan

293
Amanat Paus mengenai kesetiaan kreatif dan dinamis dalam VC 37.
294
Peter-Hans Kolvenbach, SJ, “Loyola 2000.”
295
VC 37; bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Creative Fidelity in Mission,” dalam AR 2000, hlm. 741.
Kesetiaan kita ditempatkan dalam pengalaman kreatif St. Ignasius, yang adalah suatu jalan
menuju Allah, dan kreativitas kita ditemukan dalam cara kita bertindak (Kons [547]) yang
meminta kita untuk senantiasa melihat pada apa yang terbaik untuk mendapatkan kebaikan
sebagaimana dimaksudkan oleh Serikat (Kons [803]). Bdk. ibid.
296
Lih. 2 Tim 1:6; Potissimum Institutioni (PI) 67; PDV 70.

158
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

pembaruan terus-menerus; panggilan untuk mengikuti Dia diulang


pada masing-masing dan setiap waktu. Hal ini membutuhkan usaha
terus-menerus untuk menjadikan pandangan Dia kepada Bapa sebagai
milik kita, karena kodrat kedosaan kita tidak memperkenankan kita
untuk berpura-pura telah mencapai proses pembentukan manusia baru
ataupun memiliki pandangan Kristus dalam seluruh lingkup hidup
kita.297 Dalam perspektif ini, formasi berkelanjutan berarti menghidupi
proses pertobatan dan pembaruan rohani secara terus-menerus.
Di sisi lain, perutusan kita adalah rahmat yang hidup yang
sering kita terima dan alami dalam situasi yang tidak terduga; kita
mesti menjaganya, memperdalam, dan menyiapkannya senantiasa
sejalan dengan pertumbuhan terus-menerus Tubuh Kristus. 298 “Magis”
Ignasian mengungkapkan “tegangan rasuli yang menjadi tanda tubuh
rasuli Serikat dari sejak permulaan”;299 juga membutuhkan pembaruan
rohani dan rasuli secara berkelanjutan tanpa yang “kita dapat ditanyai
apakah sikap dasar kita bermuara pada tindakan dan gambaran yang
dapat dipahami oleh orang-orang sezaman, dan apakah kita adalah
sarana Allah yang pantas untuk menolong jiwa-jiwa.”300 “Kita tidak
akan memiliki apapun untuk ditawarkan kepada masyarakat masa kini
dan untuk berdialog dengan orang lain jika kita tidak menanamkan
kesetiaan ke dalam kharisma Ignasian, bukan untuk mengulanginya
secara mekanis, melainkan untuk menciptakannya kembali di sini dan
saat ini, dalam pelayanan kepada Gereja dan dunia. Harus ditekankan
bahwa ciri khas kharisma Ignasian haruslah mengisi penuh seluruh
formasi awal dan formasi berkelanjutan.” 301 Jika kita ingin mampu
menanggapi kebutuhan semua yang sedang mencari makna dalam
hidupnya dan menolong orang untuk bertemu Allah secara pribadi,
297
Lih. VC 65, 69. Berkenaan dengan para imam, Bapa Suci menegaskan bahwa “dasar khusus
dan motivasi asli bagi formasi berkelanjutan tercantum dalam dinamisme Sakramen Tahbisan”
(PDV 70).
298
Bdk. PI 67 dan “Mutuae Relationes” (MR) 11, 12.
299
Peter-Hans Kolvenbach, “Creative Fidelity in The Mission,” AR 2000, hlm. 742.
300
Pedro Arrupe, “Our Way of Proceeding,” 18 Januari 1979. AR 1979, hlm. 712, n. 40. Bdk.
juga laporan beliau dalam Kongregasi Prokurator 1978 mengenai status Serikat, AR 1978, hlm.
441.
301
Peter-Hans Kolvenbach, “Creative Fidelity in The Mission.” Bdk. juga KJ 31, d. 8, n. 46; KJ 32,
d. 6, n. 19; KJ 33, d. 1, n. 21; PDV 70.

159
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

hendaknya kita penuh hasrat akan formasi awal dan formasi


berkelanjutan.302

b) Aspek-Aspek Formasi Berkelanjutan

Wilayah atau aspek manakah yang hendaknya diliputi formasi


berkelanjutan? Sangatlah membantu dengan mengingat apa yang
dikatakan P. Paulo Dezza dalam laporan beliau tahun 1981: "Formasi
berkelanjutan kita - sebagaimana formasi dasar - harus meliputi dua
wilayah:
1) Kemajuan pertumbuhan dan kedewasaan kepribadian
melalui seluruh tahap hidup dan iman. Bagi manusia yang
pertumbuhannya telah terhenti, yang hidupnya tidak memiliki ruang
untuk hal-hal yang sungguh baru, dapat dikatakan mati. Demikianlah
manusia tanpa kehidupan tidak mampu membangkitkan kehidupan
dalam diri orang lain; dan
2) Tambahan dan peningkatan pengetahuan dan kemampuan
dibutuhkan untuk pemenuhan tugas rasuli dalam lingkungan yang
berubah.”303
Dua aspek ini tidak dapat dipisahkan dan saling mengkondisikan.
Untuk mereduksi formasi berkelanjutan secara semata atau secara
lebih besar kepada dimensi intelektual melalui seminar, tahun
sabatikal, kursus-kursus, dan pertemuan-pertemuan berarti kembali
kepada konsep formasi yang ketinggalan zaman, sebagaimana
disebutkan di atas. Pembaruan intelektual bersifat formatif sejauh
bahwa kita dewasa dan bertumbuh dalam integrasi personal sebagai
pribadi dan sebagai Yesuit, dan karena kita diintegrasikan ke dalam
tubuh Serikat, dalam suatu proses progresif. 304
302
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2000.”
303
AR 1981, hlm. 664.
304
Bahkan aggiornamento terbaik sekalipun tidak akan berhasil kecuali kalau dijiwai oleh suatu
pembaruan rohani, yang seharusnya memiliki tempat istimewa bahkan dalam karya kerasulan
eksternal. Perkembangan hidup dalam Roh adalah akar dan puncak serta tujuan dimensi lain
dari formasi awal dan formasi berkelanjutan. Formasi berkelanjutan, sebagaimana dikatakan P.
Dezza dalam laporannya, tidak dapat menjadi sesuatu yang terjadi sesekali saja, atau ketika ada
kesempatan, atau ketika dibutuhkan, melainkan menjadi pokok usaha terus-menerus. Bdk. AR
1981, hlm. 665.

160
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

Karena subyek formasi berkelanjutan adalah pribadi dengan


seluruh dimensinya dalam masing-masing tahap kehidupan, “tujuan
formasi adalah keseluruhan pribadi” dan meliputi lima aspek
mendasar.305
a) Hal terutama adalah hidup dalam Roh, di mana discernment
rasuli menempati tempat penting. KJ 32 mengatakan bahwa “formasi
berkelanjutan dicapai secara khusus melalui evaluasi dan refleksi terus-
menerus akan kerasulan seseorang dalam terang iman dan dengan
pertolongan komunitas kerasulannya.” 306 Hal ini menempatkan formasi
berkelanjutan dalam konteks perutusan dan menghadirkannya sebagai
suatu bagian penting dan integral dalam hidup rasuli kita, untuk
dievaluasi dan didiskresikan secara terus-menerus melalui perenungan
Sabda Allah dan kontemplasi dunia, dalam dialog penuh doa dengan
Tuhan.307 Setelah studi dan refleksi, disusul dengan perencanaan
kerasulan dan pelaksanaan, yang perlu dievaluasi melalui refleksi dan
discernment komunitas. Pada saatnya, hal ini membawa pada
perenungan baru akan Sabda Allah dan pandangan baru terhadap
dunia, dan siklus dimulai kembali. Dengan cara ini, discernment rasuli
komunitas membuat kita hidup dalam suatu “proses progresif integrasi
hidup rohani, kerasulan, dan studi,” sebagaimana KJ 32 mengatakan
pada kita.308 Persatuan dengan Allah sangat diperlukan untuk
memelihara dan mempertahankan discernment rasuli, yang

305
Bdk. VC 71. Dengan mengajukan lima dimensi formasi berkelanjutan ini, Bapa Suci Yohanes
Paulus II dalam Anjuran Apostolik “Vita Consecrata” (Hidup Bhakti) melanjutkan dan
mewujudkan pedoman yang terdapat dalam sejumlah dokumen Gereja mengenai formasi
kaum religius, khususnya “Directives on Formation in Religious Institutes” (PI) dan “Instruction
on Fraternal Life in Community” (VFC).
306
D. 6, n. 19.
307
Bdk. Kons Pars X [814].
308
D. 6, n. 11. Dokumen Serikat dan Gereja menggunakan kata dalam bahasa Spanyol
“formación continua” dan “formación permanente” dengan makna yang hampir sama.
Kesamaan terjadi dalam bahasa Inggris dengan istilah “permanent formation,” “continuing
formation,” dan “ongoing formation.” Beberapa membuat pembedaan yang mungkin berguna;
mereka menggunakan ungkapan “continuing formation”, menunjuk pada formasi sebagai
proses berkelanjutan dan progresif dari integrasi personal dan rasuli, dan “permanent
formation”, menunjuk pada periode formasi intensif yang terjadi beberapa kali dalam hidup
seseorang dan di luar komunitas normalnya, seperti masa sabatikal, daur ulang, kursus-kursus,
lokakarya, dan keikutsertaan dalam pertemuan yang berbeda-beda.

161
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

“hendaknya ada dalam hidup individu dan hidup komunitas”, 309 karena
di situlah kita menemukan dan menyadari identitas kita sebagai
pribadi yang disucikan dan persatuan dengan Allah adalah dasar dan
sumber pembaruan dan dinamisme rasuli.
b) Dimensi manusia dan persaudaraan membutuhkan usaha
terus-menerus untuk bertumbuh dalam kedewasaan dan integrasi
personal dan komunitas. Penting sekali untuk terus bertumbuh dalam
pengenalan diri dan dalam kemampuan untuk memanifestasikan diri
dan membiarkan diri dikenal, secara khusus oleh pembesar kita dan
mereka yang tinggal dan menjalankan perutusan bersama kita.
Perhatian khususnya hendaknya diberikan pada pengenalan akan
hasrat terdalam seseorang dan pertumbuhan dalam kemampuan untuk
mewujudkannya, sebagaimana ini merupakan cara bagaimana
seseorang mempersiapkan diri akan rahmat mengidentifikasi bahkan
semakin dengan perasaan Kristus. Komunitas dan solidaritas rasuli dan
pengalaman sebagai anggota dalam tubuh Serikat juga akan
bertumbuh.
c) Aspek ketiga adalah dimensi rasuli yang membutuhkan
pembaruan tujuan dan metode kerasulan kita, dalam kesetiaan pada
perutusan dan cara bertindak kita.
d) Dimensi intelektual, didirikan di atas formasi teologi yang
kokoh, menuntut pembaruan terus-menerus akan pelayanan yang
berbeda-beda dan bekerja di mana misi Serikat sekarang
diwujudnyatakan dan misi tertentu yang diterima oleh masing-masing
pribadi.
e) “Semua aspek lainnya bertemu dalam dimensi kharisma kita
sebagai suatu sintesis yang membutuhkan refleksi terus-menerus akan
penyucian hidup seseorang,” 310 dan pendalaman terus-menerus
sepanjang hidup kita, sebagai suatu elemen yang integral dan
mendasar dari formasi berkelanjutan kita.311

309
AR 1981, hlm. 664.
310
VC 71.
311
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2000.” Walaupun surat ini hanya mengungkapkan
kekurangan “formasi Ignasian secara khusus” antara novisiat dan tersiat, perlu ditambahkan
bahwa “formasi Ignasian secara khusus” ini adalah suatu dimensi integral dari formasi
berkelanjutan.

162
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

4. Lingkungan Sosial dan Pelaku Formasi Berkelanjutan

a) Komunitas sebagai tempat istimewa untuk formasi berkelanjutan

Komunitas yang rasuli adalah tempat istimewa untuk formasi


berkelanjutan, sebagaimana dinyatakan dalam KJ 32, 312 karena di sinilah
para Yesuit menemukan dorongan dan bantuan yang ia butuhkan,
walaupun karya kerasulan, provinsi dan asistensi juga harus
mendorong dan menciptakan kesempatan untuk formasi
berkelanjutan, karena ini merupakan kebutuhan baik Yesuit secara
individu maupun keseluruhan tubuh Serikat. 313 Kita seharusnya
bertanya pada diri sendiri apakah sebenarnya komunitas-komunitas
kita dapat memulai dan mempertahankan discernment rasuli dan
bentuk-bentuk formasi berkelanjutan lainnya. Apakah tidak benar
bahwa aktivisme mengidentifikasi tiap tipe pekerjaan dan karya
dengan perutusan rasuli, kekurangan semangat korps, pengucilan,
individualisme, dan subyektivisime yang menguasai banyak komunitas
kita adalah hambatan terbesar bagi formasi berkelanjutan, yang bukan
merupakan kegiatan individu dan spontan semata? 314 Kita harus
bergerak dari menjadi “komunitas para rasul” kepada “komunitas
rasuli” yang anggota-anggotanya menemukan ruang untuk komunikasi
persaudaraan, untuk mengungkapkan hasrat dan kebutuhan terdalam
mereka, untuk refleksi dan doa; komunitas di mana, melalui
komunikasi personal dan rohani, kepedulian bersama dapat
bertumbuh, dan semua menolong satu sama lain untuk menemukan
kehendak Allah dalam tanda-tanda zaman dan memperdalam
pengenalan dan kepantasan cara kita bertindak. 315 Komunitas demikian
menjadi tempat formasi yang utama (par excellence) untuk
memperdalam dan memantaskan kharisma dan perutusan kita, 316
komunitas di mana “orientasi rasuli utama menjadi operatif, terima
312
Bdk. d. 6, n. 19.
313
“Komunitas religius adalah tempat dan lingkungan sosial alami bagi proses pertumbuhan
setiap orang, di mana masing-masing menjadi bertanggung jawab untuk pertumbuhan orang
lain.” VFC 43; bdk. juga VC 67 dan PI 27.
314
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Letter on Community Life,” 12 Maret 1998, n. 1.
315
Bdk. VFC 43.

163
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

kasih atas meditasi harian yang penuh kesabaran dan gigih…dan di


mana, hari demi hari, kita dibantu dalam menanggapi kebutuhan yang
terkecil dan tantangan masyarakat baru, sebagai orang disucikan yang
mengambil bagian dalam kharisma yang sama.”317
Menciptakan suatu “komunitas rasuli” adalah kebutuhan
perutusan kita dan membentuk bagian integral dari hal yang sama,
karena komunitas itu sendiri adalah misionaris, mempermaklumkan
dan menyerukan Sabda Allah melalui kasih persaudaraan dan
kesaksian persatuan,318 dan karena mewujudkan perutusan universal
Serikat dan membuat pelaksanaannya menjadi mungkin. Kita mesti
menyadari bahwa perutusan kita dan prioritas rasulinya, sebagaimana
telah diuraikan oleh Kongregasi-Kongregasi Jenderal terakhir dan
dinyatakan dalam rencana apostolis provinsi dan regio, “akan menjadi
percuma kecuali kalau komunitas, baik setempat maupun tersebar,
menerjemahkannya ke dalam program atau rencana hidup
komunitas,”319 suatu rencana yang tidak direduksi kepada menyoroti
beberapa kegiatan bersama minimal dalam jadwal harian dan kalender
komunitas, namun yang memelihara kepantasan nilai-nilai cara kita
bertindak, discernment rasuli dan formasi berkelanjutan. Sangatlah
membantu untuk membangun tujuan dan sasaran dalam rencana
komunitas secara jelas, yang dimaksudkan dan merupakan sarana
untuk mencapainya, dengan menyadari situasi nyata masing-masing
komunitas, jumlah anggotanya, perutusan yang diterimanya,
316
Laporan P. Dezza menuntut tanggung jawab komunitas rasuli untuk formasi berkelanjutan
dan tidak mengesampingkan kemungkinan pemanggilan seseorang “ahli yang kompeten”
untuk memulai komunikasi dan dialog. Bdk. AR 1981, hlm. 666. Dewan para Superior Jenderal
dalam dokumen untuk Sinode Para Uskup tentang Hidup Bhakti, menyatakan bahwa suatu
model komunitas rasuli baru telah muncul di mana lebih banyak nilai ditempatkan pada relasi
antarpribadi dan bahwa “tipe komunitas tradisionalis, yang terutama didasarkan pada ketaatan
dan struktur yang teratur, memberi jalan kepada hidup persaudaraan yang lebih dalam…
Dimensi misioner komunitas telah ditemukan kembali…dengan gaya animasi rohani dan
otoritas yang baru, dan tanggung jawab lebih besar, yang mendukung spiritualitas baru dan
sensus rasuli yang baru.” (“Charisms in The Church for The World,” Dokumen Akhir, n. 2.2.)
317
VFC 43.
318
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “Letter on Community Life,” n. 2; NP [316§2].
319
Peter-Hans Kolvenbach, “Letter on Community Life,” n. 3. “Dalam setiap komunitas, sesuai
dengan tugas perutusannya sendiri, setelah diadakan perundingan yang mantap di bawah
pimpinan pembesar, perlu disusun suatu acara harian untuk hidup komunitas. Acara ini perlu
disahkan oleh pembesar tinggi, dan pada waktu-waktu tertentu ditinjau lagi” (NP [324§2]).

164
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

lingkungan di mana komunitas menemukan dirinya, dan sumber daya


materi dan pribadi yang tersedia di wilayah setempat, provinsi atau
regio, dan asistensi.

b) Mereka yang Bertanggung Jawab untuk Formasi Berkelanjutan

Pembesar setempat adalah pihak yang bertanggungjawab


untuk memajukan formasi berkelanjutan di dalam komunitas dan pada
masing-masing anggotanya, secara khusus dengan kesaksian
dedikasinya kepada formasinya sendiri. 320 Ia harus memelopori
pembuatan rancangan, realisasi, dan evaluasi rencana komunitas yang
mesti meliputi formasi berkelanjutan sebagai suatu unsur yang
mendasar. Namun, hal ini harus menjadi sangat jelas bahwa bahkan
lebih dulu, tiap Yesuit bertanggung jawab terhadap formasi
berkelanjutannya sendiri dan bahwa rencana komunitas atau program
provinsi atau antarprovinsi apapun akan menjadi mubazir jika masing-
masing tidak meyakini kebutuhannya akan hal itu. 321 Tidak diragukan
lagi, hal ini membutuhkan perubahan mendalam dari banyak Yesuit,
yang akan harus ditunjukkan dalam perhatian lebih besar terhadap
penggunaan waktu dan penolakan beberapa kegiatan kerasulan –
mungkin yang memberi kepuasan – untuk menghabiskan waktu dan
usaha dalam formasi berkelanjutan, sebagai suatu aspek yang
mendasar dan integratif dari perutusan rasuli itu sendiri. Masa depan
dari banyak karya dan perutusan rasuli sering bergantung tidak terlalu
320
Bdk. “Guidelines for Local Superiors,” Kuria Serikat Yesus, Roma, 1998, nn. 36, 55. Bdk. juga
Pedro Arrupe, “The Local Superior: His Apostolic Mission,” nn. 40-41, AR 1981, hlm. 574. Dalam
amanat yang sama, P. Arrupe menyatakan bahwa pengabaian terhadap formasi permanen
mereka telah menjadi salah satu alasan bagi kekurangan perutusan mereka. Inilah mengapa
formasi permanen di komunitas kita harus mulai dengan pembesarnya dan ini merupakan
kondisi bagi pemulihan atau penegasan kembali kuasanya. Bdk. juga KHK 661.
321
Bdk. AR 1981, hlm. 659. P. Paolo Dezza menegaskan dalam laporannya kepada Serikat
“bahwa masing-masing individu menanggung tanggung jawab primer dan utama terhadap
formasi berkelanjutannya. Suatu hari, ia akan harus mempertanggungjawabkan kepada Allah
bagaimana ia telah mengembangkan talentanya dan demi tujuan apa, ia telah
menggunakannya. Jika individu tidak bekerja sama dari dalam batinnya dan setuju dengan
formasi berkelanjutan, tindakan-tindakan dari luar tidak akan memiliki pengaruh” (ibid.). Bdk.
juga Kons [582], yang membahas Yesuit yang telah menjalani formasi, dikatakan bahwa satu-
satunya aturan “yang menyangkut doa, meditasi, dan studi…yang diilhamkan oleh cinta
bijaksana.” Bdk. juga PDV 79, 70; EE 46.

165
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

banyak pada jumlah Yesuit seperti halnya pada tingkat persiapan dan
keberanian rasuli untuk menghadapi tantangan budaya yang terus-
menerus berubah.322 Sebagai konsekuensinya, masing-masing Yesuit
harus menetapkan prioritasnya dalam rencana personal hidupnya,
dengan memberikan tempat istimewa bagi formasi berkelanjutannya.
Superior maior memainkan peran yang juga menentukan karena ia
bertanggung jawab secara penuh terhadap formasi seluruh anggotanya
dan komunitas di dalam provinsi atau regionya. 323 Adalah tanggung
jawabnya untuk menyetujui rencana komunitas dan seharusnya
termasuk juga menyokong dan mendukung formasi berkelanjutan dari
setiap Yesuit. Ketika beliau melakukan visitasi ke komunitas-
komunitas, beliau harus menanyakan pada masing-masing Yesuit
dalam ratio conscientiae, apa yang dilakukannya bagi formasi
berkelanjutan dan memeriksa apakah komunitas mendorong dan
mendukungnya.
Akan menolong jika, dalam beberapa provinsi atau regio,
superior maior mendelegasikan formasi berkelanjutan Yesuit dan
komunitas pada seseorang atau sebuah komisi, “begitu pula diperlukan
kerjasama para profesor dan para ahli kita. Pengetahuan dan teori
mereka dapat menerangi tindakan praksis kita. Sebaliknya, mereka
sendiri pun akan didorong untuk mengadakan refleksi lebih
mendalam, karena diikutsertakan menyelami pengalaman rekan-rekan
religius mereka.”324 Lokakarya, seminar, dan kursus-kursus untuk
pembaruan manusia, rohani, dan rasuli di sejumlah provinsi dan
asistensi telah terbukti sangat berbuah dalam sejumlah bagian Serikat,
dan hendaknya didorong sebagai bagian dari kerjasama antarprovinsi.

5. Sumber Daya dan Tahap-Tahap dalam Formasi Berkelanjutan

322
Bdk. Pedro Arrupe, “The Local Superior: His Apostolic Mission,” n. 41, dalam AR 1981, hlm.
574.
323
Bdk. Pedro Arrupe, “Report on The State of The Society to the Congregation of
Procurators,” AR 1978, hlm. 470. Bdk. juga KJ 32, d. 6, n. 35; NP [243§1]; PDV 78.
324
KJ 32, d. 6, n. 19. Bdk. juga AR 1981, hlm. 668.

166
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

a) Sumber Daya untuk Formasi Berkelanjutan

Formasi berkelanjutan membutuhkan suatu usaha untuk


koherensi lebih besar dengan kebutuhan perutusan kita supaya
melakukan dengan lebih baik apa yang sedang kita lakukan dan
menjadi lebih kreatif dan berani secara rasuli, sejalan dengan magis
Ignasian. Oleh karena itu, sarana-sarana yang tepat untuk cara kita
bertindak adalah yang paling sesuai untuk hidup dalam kesetiaan
kreatif. Latihan Rohani menjadi sarana utama untuk formasi
berkelanjutan kita, karena Latihan Rohani membantu kita dalam
menggali pengalaman diri sebagai pendosa, yang diampuni dan
dipanggil oleh Tuhan untuk menyertai-Nya dan bekerja dengan-Nya.
Ini merupakan pengalaman rohani yang dihidupkan dalam konteks
hidup dan perutusan yang nyata, yang menguatkan relasi dan
persahabatan kita dengan Kristus, sumber dan penggerak kesetiaan
kreatif dalam perutusan. Hendaknya kita bertanya pada diri kita
sendiri, dengan jalan mana kita melakukan Latihan Rohani dan apakah
Latihan ini menumbuhkan dalam diri kita, suatu hasrat efektif untuk
hidup dalam formasi berkelanjutan dan menjadikan lebih operatif,
cinta kita pada sesama. Ekaristi, Sakramen Rekonsiliasi, doa pribadi
dan komunitas, retreat dan pertemuan berkala, adalah juga sarana-
sarana yang mempertahankan dan mendorong tumbuhnya kreativitas
dalam kesetiaan, dan senantiasa harus ada dalam rencana pribadi
maupun komunitas.325
Mengingat pentingnya pengenalan dan pengungkapan diri
bagi integrasi personal dan komunitas dan bagi discernment rasuli,
ratio conscientiae “harus dipertahankan nilai dan kekuatannya yang
utuh,”326 sebagai saat istimewa berahmat karena kita membiarkan diri
kita dikenal oleh pembesar, kita mengungkapkan kebutuhan dan
hasrat terdalam diri. Kita menerima perutusan ataupun ditegaskan
dalam hal itu serta integrasi kita ke dalam tubuh rasuli Serikat
bertumbuh. Inilah mengapa ratio conscientiae kepada pembesar sejalan
dengan Latihan Rohani, yakni “memastikan persiapan terus-menerus
325
Bdk. NP [230; 324§3].
326
NP [155§1].

167
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

dari para Yesuit untuk perutusan mereka di dalam kesetiaan yang


bertumbuh dan aktif.”327 Demikian juta, bimbingan rohani rutin adalah
saat lain untuk mengungkapkan diri yang mana kita ditolong untuk
menjadi dewasa secara manusiawi dan rohani, untuk menjaga ritme
rohani yang dinamis, untuk mengatasi momen kegelapan dan krisis,
dan untuk maju dalam seni discernment.328 Kita harus bertanya pada
diri sendiri, apakah sesungguhnya kita mendapatkan manfaat yang
seharusnya dari sarana-sarana lumrah formasi berkelanjutan ini yang
tepat untuk Institut kita, dan apa yang dapat kita lakukan untuk
mempergunakannya secara lebih baik.
Formasi berkelanjutan menyiratkan suatu dedikasi penuh
ketekunan pada bacaan dan keakraban mendalam dengan sumber-
sumber kharisma kita dan refleksi biblis dan teologis, 329 serta
membutuhkan waktu khusus untuk persiapan profesional dan
intelektual dan “aggiornamento.”330 Studi pribadi dan refleksi bersama
seharusnya menjadi bagian dari hidup sehari-hari kita sebagai Yesuit. 331
Kadangkala, sebagaimana pada kesempatan perubahan tugas atau
setelah periode karya sekian lama dan dengan memperhitungkan masa
atau tahap hidup seseorang, adalah sangat membantu bila sesaat
mengambil waktu untuk “daur ulang” pastoral dan kerasulan,
sabbatikal, ataupun program lengkap formasi berkelanjutan, dalam
rencana yang dipersiapkan dengan matang dan disetujui oleh

327
Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2002.”
328
Bdk. NP [232]; bdk. PI 71; PDV 81.
329
Bdk. NP [241].
330
Bdk. KJ 31, d. 8, n. 47; KJ 32, d. 6, nn. 20, 35; KJ 33, d. 1, n. 33; NP [242§3].
331
Menanggapi ketidakmampuan beberapa Yesuit untuk berdialog dengan orang tidak
beriman, P. Arrupe menulis: “Hal ini lagi-lagi bukti lain akan kebutuhan kita, dan bahkan
kewajiban kita, untuk memberikan diri ke dalam doa, studi, dan refleksi, yang merupakan
unsur-unsur dalam formasi berkelanjutan tiap Yesuit…Apa yang sungguh kita butuhkan, bahkan
lebih dari sekadar komitmen terhadap formasi permanen, yaitu inkulturasi yang senantiasa
menjadi ciri khas Yesuit rasuli dan yang tidak boleh gagal diusahakan oleh kita.” (“Our
Obligation to Meet The Challenge of Atheism,” 25 Desember 1979, dalam AR 1979, hlm. 864.)

168
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

pembesar,332 sehingga saat ini sungguh menjadi saat pembaruan dan


persiapan.
Di dalam masing-masing provinsi, regio, dan asistensi, ada
kegiatan dan acara yang berbeda-beda yang kiranya sangat cocok
untuk formasi berkelanjutan, bila seseorang ikut ambil bagian dengan
persiapan yang cukup serta mengingat tujuan yang konkret dan
operatif. Hal ini meliputi pertemuan tingkat provinsi atau asistensi,
pertemuan pembesar setempat, direktur karya atau beberapa sektor
kerasulan, pertemuan magister dan promotor panggilan, lokakarya
mengenai Latihan Rohani, kursus pelatihan formator dan semua
pertemuan “yang menolong kita dalam meningkatkan pengenalan akan
budaya di mana kita tinggal dan berkarya, dan dalam mempelajari
bagaimana menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia zaman kita yang
baru dan bahkan lebih majemuk.”333

b) Tahap-Tahap dalam Formasi Berkelanjutan

Formasi membungkus keseluruhan hidup seseorang dan


mencakup tahap-tahap atau “siklus hidup” di mana seseorang
bertumbuh dan menjalankan kegiatannya. Masing-masing tahap
memiliki ciri khas dan tujuannya sendiri karena “ada semangat muda
yang berlangsung seterusnya. Semangat itu tumbuh dari kenyataan,
bahwa pada setiap tahap hidupnya, orang mencari dan menemukan
tugas baru untuk dijalankan, cara hidup, mengabdi, dan mencintai
yang khas.”334 Formasi berkelanjutan harus memperhitungkan tahap-
tahap ini dengan kesempatan dan tantangannya dan menyesuaikan
dengannya.335 Periode yang meliputi tahun-tahun awal setelah tahbisan

332
Baik superior setempat maupun superior mayor hendaknya memotivasi, mendorong, dan
memfasilitasi formasi berkelanjutan. Bdk. KJ 32, d. 6, n. 35. Kongregasi Jenderal yang sama
merekomendasikan bahwa setelah 10 tahun berkarya, imam dan juga bruder, hendaknya
diberi kesempatan paling sedikit tiga bulan untuk melakukan pembaruan rohani, psikologis,
dan rasuli dengan lebih intensif. Bdk. ibid., n. 36; NP [243§§1, 3].
333
Peter-Hans Kolvenbach, “Loyola 2000.”
334
VC 70.
335
Bdk. VC 70. Bapa Suci membedakan fase-fase atau siklus hidup berikut: 1) Tahun-tahun
awal, terlibat penuh dalam kerasulan; 2) Fase berikutnya dengan tantangan rasa lelah,
rutinitas, dan frustasi karena sedikitnya hasil yang dicapai; 3) Tahap kedewasaan, dengan

169
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

imamat ataupun tahap awal telah dijabarkan oleh KJ 34 dalam dekret


“Imam Yesuit: Imamat Ministerial dan Identitas Yesuit” dan dokumen
“The Formation of The Jesuit during The Stage of Theology.” Keduanya
memberikan instruksi yang spesifik untuk formasi berkelanjutan
selama tahap hidup Yesuit ini. 336 Dalam “fase usia dewasa”, biasanya
antara usia 45 dan 65 tahun, seiring dengan pertumbuhan pribadi,
kecenderungan kuat ke arah individualisme dapat muncul, kadangkala
disertai dengan ketakutan tidak bisa mengikuti zaman serta perasaan
rutin tertentu, lelah, dan frustasi karena tidak mencapai tujuan seperti
yang dibayangkan semasa mudanya. Inilah mengapa formasi
berkelanjutan selama waktu hidup ini seharusnya berpusat pada
pengalaman rohani yang lebih dalam, yang memperkenankan
pembaruan sejarah personal seseorang dalam terang Allah, dan untuk
melihat masa kini sebagai momen berahmat dan penuh pengharapan
yang akan menjadi mungkin dengan kuasa yang datang dari Allah.
Sangatlah mungkin, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam hidup
komunitas dan dalam karya kerasulan akan membuat seseorang
merasakan kebutuhan akan pendalaman dan kepantasan nilai-nilai
cara kita bertindak yang lebih intensif, yaitu, untuk “pertobatan kedua”
dan inisiatif rasuli baru, bersama dengan pemurnian beberapa aspek
kepribadian. Lebih lanjut, seseorang akan mampu mempersembahkan
dirinya pada Allah dengan kemurnian dan kemurahan hati yang lebih
besar.337 Inilah saat yang tepat untuk mengambil jeda dari pekerjaan
dan melakukan sabbatikal yang mana termasuk kursus-kursus yang
lebih menyegarkan sebagai persiapan untuk perutusannya di masa

tantangan individualisme, kekakuan, ketidakluwesan, dan ketakutan tidak bisa mengikuti


zaman; 4) Tahap maju, ditandai dengan penurunan energi fisik dan psikis dan secara bertahap
menarik diri dari kegiatan; dan 5) Momen persatuan dengan Tuhan dalam saat luhur
penderitaan-Nya. Bapa Suci juga berbicara mengenai saat-saat krisis, ketika kesetiaan menjadi
begitu sulit, dan menegaskan kebutuhan akan keakraban dengan pembesar dan pertolongan
berkualitas penuh persaudaraan. Saat-saat cobaan “akan nampak sebagai upaya yang sangat
tepat waktu dibentuk oleh tangan Bapa; dan sebagai perjuangan, yang bukan saja bersifat
psikologis, dijalankan oleh “Aku” sehubungan dengan dirinya sendiri beserta kelemahan-
kelemahannya, melainkan juga bersifat religius, setiap hari disentuh oleh kehadiran Allah dan
kekuatan Salib!”, ibid.
336
Bdk. Peter-Hans Kolvenbach, “The Formation of The Jesuit during The Stage of Theology,” 4
Juni 2000, dalam AR 2000, n. 7, hlm. 662; KJ 34, d. 6, nn. 23-30.
337
Bdk. VC 70.

170
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

mendatang.338 Semakin mendekati usia pensiun, persiapan manusiawi


dan rohani akan menolong untuk menanggung tahap hidup ini dengan
penuh sukacita dan penuh makna serta untuk menerima berkurangnya
kegiatan. Beberapa pengalaman kerja di tempat kerasulan yang
berbeda juga dapat membantu menemukan kerasulan yang sesuai
untuk golongan usia ini.
Perhatian kepada yang lanjut usia dan yang sakit memiliki
relevansi dalam hidup Yesuit. Lebih dari sekadar afeksi dan
penghargaan yang kita rasakan dan ungkapkan kepada yang lanjut
usia, yang telah mencurahkan dirinya ke dalam pelayanan untuk
Tuhan dan Serikat di dalam Gereja; kita hendak mengatakan bahwa
mereka memiliki perutusan bahkan di saat senja hidupnya, dan oleh
karena itu, tahap ini hendaknya dijalani dalam sikap formasi
berkelanjutan. “Orang kita yang sakit dan lanjut usia tetap berarti bagi
kerasulan dan membuat yang lain mengambil bagian dalam
kebijaksanaan mereka, yang telah dikumpulkan dalam pelayanan
kepada perutusan kita,”339 dan membiarkan diri dibentuk oleh misteri
Paskah untuk disatukan ke dalam Kristus yang tersalib sebagaimana Ia
menyerahkan diri-Nya kepada Bapa. Sangat diharapkan bahwa para
Yesuit lanjut usia yang tidak membutuhkan bantuan khusus, tetap
tinggal dalam komunitas karya dan memiliki tugas sesuai dengan
situasi dirinya. Di tahap kehidupan ini, mereka akan mengalami apa
yang dikatakan oleh pemazmur mengenai orang benar dan
membandingkannya dengan pohon aras Libanon: “Pada masa tua pun
mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk
memberitakan bahwa Tuhan itu benar.”340

6. Penutup
338
Bdk. KJ 32, d. 6, n. 36; NP [243§3].
339
NP [244§1].
340
Bdk. Mzm 92:15. Di “usia tahap ketiga” ini, masih dimungkinkan untuk mengadakan
pertemuan pendampingan rohani yang disesuaikan dengan ritme hidup manusia dan
kerasulan, yang dapat menolong mereka yang lanjut usia dan sakit untuk tetap aktif sampai
batas kekuatan mereka dan untuk mendukung mereka dalam kesulitan-kesulitan mereka,
menemani mereka sehingga mereka tidak jatuh pada godaan kehilangan minat dan
keterasingan.

171
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

Izinkanlah saya menutup dengan merangkum aspek-aspek


yang lebih praktis untuk memahami formasi berkelanjutan. Setiap
pribadi harus memikul tanggung jawabnya dengan tulus hati dan
murah hati, karena kualitas kerasulan kita, eksistensi banyak karya
kerasulan kita, dan juga masa depan pelayanan kita pada Gereja banyak
bergantung pada formasi berkelanjutan kita. Masing-masing Yesuit
hendaknya bertanya pada diri sendiri, dengan cara apa ia
menggunakan talenta yang telah dianugerahkan Allah kepadanya dan
bagaimana ia mempersiapkan diri untuk menjadi alat yang pantas di
tangan-Nya. Jawabannya hendaknya tercermin dalam rencana hidup
pribadi yang harus didiskresikan bersama dengan pembesar setempat.
Demikian juga, masing-masing komunitas hendaknya membuat
rencana dengan formasi berkelanjutan sebagai aspek dasarnya, yang
disetujui oleh Provinsial. Sarana-sarana yang diberikan oleh Institut
kita hendaknya digunakan secara lebih baik, seperti Latihan Rohani,
ratio conscientiae, bimbingan rohani, apapun yang memelihara hidup
dalam Roh, lebih dari itu hidup sakramen dan doa, discernment
komunitas rasuli yang didukung dengan pembaruan terus-menerus
dan persiapan kerasulan dan pastoral melalui studi dan refleksi pribadi
yang tekun, masa sabbatikal yang direncanakan dan diatur dengan
baik, dan keikutsertaan dalam berbagai pertemuan tingkat provinsi,
regio, dan asistensi. Pertemuan-pertemuan ini hendaknya selalu
meliputi studi dan refleksi atas satu atau lain topik yang berkaitan
dengan perutusan rasuli mereka.
Dalam surat ex-officio, superior setempat dan superior maior
dan Presiden Konferensi Provinsial menginformasikan kepada Pater
Jenderal mengenai bagaimana formasi berkelanjutan dibina dan
dijalankan di dalam komunitas, provinsi dan asistensi, serta harus
memajukan kerjasama antarprovinsi yang lebih besar di wilayah ini.
Peran formasi pertama harus ditetapkan secara jelas dalam
revisi dan adaptasi Tata Tertib Formasi, bahkan jika itu memiliki
tujuan langsung sebagai periode probasi, formasi ini harus
mempersiapkan Yesuit untuk senantiasa hidup dalam formasi.
Kerjasama dan koordinasi yang lebih besar akan dibutuhkan di antara

172
Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Kreatif

mereka yang bertanggung jawab untuk aspek formasi yang berbeda-


beda supaya terjadi proses yang konstan dan progresif dalam integrasi
pribadi dan integrasi ke dalam tubuh Serikat dalam kesetiaan kreatif
kepada perutusan.

173
Para Kontributor

Formator Yesuit Masa Kini Adrianus Riswanto, SJ

Formasi Kerohanian di Novisiat Adrianus Riswanto, SJ

Aspek Kanonik sehubungan dengan Adrianus Riswanto, SJ


Novisiat

Beberapa Aspek Formasi dari Akhir Novisiat Th. Surya Awangga, SJ


hingga Awal Tahun Orientasi Kerasulan

Tahun Orientasi Kerasulan sebagai Tahap Hadian Panamokta, SJ


Formasi

Formasi Yesuit dalam Tahap Teologi Hadian Panamokta, SJ

Beberapa Arahan tentang Tersiat Y. B. Heru Prakosa, SJ

Dokumen-Dokumen mengenai Studi Adrianus Riswanto, SJ


Khusus

Formasi Berkelanjutan sebagai Kesetiaan Adrianus Riswanto, SJ


Kreatif

174

Anda mungkin juga menyukai