mengkhawatirkan. Tak hanya aksi kekerasan seperti tawuran, mereka juga melakukan kenakalan lain berupa penyalahgunaan obat-obatan. Biasanya mereka menggunakan obat tertentu yang ada di warung-warung yang secara mudah didapatkan.
Menurut Analisis Kebijakan Divisi Humas Polri
Kombes Slamet Pribadi, tren penyalahgunaan obat- obatan yang terjadi di kalangan remaja karena mereka suka tantangan. Mereka sengaja menambah dosis obat untuk mendapatkan efek seperti mabuk, fly, halusinasi, hingga euforia.
"Petualang-petualang itu senang tantangan. Ketika
kurang fly, kurang mabok banget, itu ditambah- tambah. Kalau misalnya yang obat batuk, itu dosisnya ditambah dari 10 jadi 20, 20 jadi 30. Yang dia butuhkan adalah efek, efek fly, efek mabok, efek euforia, efek psikoaktif, efek depresan," kata Slamet. Selain mencari tantangan, para remaja yang menyalahgunakan obat salah satunya disebabkan oleh faktor ekonomi. Karena tak mampu membeli sabu atau ekstasi yang harganya lebih mahal, mereka mencari alternatif dengan mengoplos obat-obatan. Agar mendapatkan sensasi serupa, obat tersebut ditambah dosisnya.
Dari sisi hukum, Slamet menjelaskan baik pengguna
maupun pengedar obat ilegal bisa dikenakan tindakan hukum. Pengguna penyalahgunaan obat dikenakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sementara untuk pengedar bisa dikenakan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 tahun 1999). "Kalau soal obat berbahaya, pertama bisa terkena Undang-Undang Kesehatan yakni UU No 36 tahun 2009 karena merusak kesehatan. Bisa juga terkena Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena penjualnya menjual obat-obat berbahaya tanpa izin kalau tidak ada izin. Kalau dia berizin berarti orang lain yang menyalahgunakan, berarti UU Kesehatan," jelasnya.
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, pengguna
yang meracik obat tanpa memiliki keahlian dikenakan Pasal 197 dan 198.
Pasal 197 berbunyi
"Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar".
Pasal 198 berbunyi
"Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta".