ABSTRAK
Gereja Immanuel Jakarta merupakan salah satu gereja tertua di DKI Jakarta yang didirikan pada
tahun 1839. Bangunan tersebut terdaftar menjadi salah satu cagar budaya dari 134 buah dari
jumlah keseluruhan cagar budaya yang ada di DKI Jakarta. Bentuk spasial dari denah dari Gereja
Immanuel memiliki aksis yang simetris dan bertemu pada ruang ibadah sebagai ruang utama pada
bangunan tersebut. Segi visual dari gereja tersebut sangat kental dengan ciri arsitektur kolonial
Belanda dengan adanya pilar kolom dan pilaster berskala monumental di sekeliling gereja yang
menimbulkan kesan vertikalitas. Gereja Immanuel memiliki sistem struktur utama berupa dinding
penopang bermaterial batu bata di seluruh badan bangunannya. Gereja tersebut berada di
Kecamatan Gambir yang berada di dalam zona pemerintahan nasional. Masuknya Kecamatan
Gambir ke dalam zona pemerintahan nasional menyebabkan banyak dibangunnya bangunan
modern di daerah tersebut. Keberadaan bangunan modern dapat berpotensi menggeser
keberadaan bangunan kuno. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya pelestarian terhadap
bangunan-bangunan bersejarah yang merupakan cagar budaya. Studi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis karakter arsitektural bangunan Gereja Immanuel Jakarta serta
menganalisis dan menentukan arahan pelestarian dari bangunannya. Metode yang digunakan
dalam studi ini adalah metode deskriptif analisis, metode evaluatif, dan metode development.
Arahan pelestarian dari bangunan Gereja Immanuel Jakarta dibagi menjadi tindakan preservasi (56
elemen), konservasi (21 elemen), dan rehabilitasi (4 elemen).
Kata kunci: pelestarian, bangunan kolonial Belanda, bangunan gereja
ABSTRACT
Immanuel Church Jakarta is one of the oldest churches in Jakarta which established in 1839. The
building is registered as one of the cultural heritage building of the 134 pieces in the total number of
cultural heritage building in Jakarta. The spatial shape of the floor plan from Immanuel Church has
a symmetrical axis and that crossed at the worship space as the main space in the building. The
visual aspect of the church is very thick with the characteristics of Dutch colonial architecture with
monumental scale of columns and pilasters around the church that gave the impression of
verticality. Immanuel Church has a primary structural system in the form of bearing wall with brick
as its material. The church is located in Gambir that is in the national government building zone. It
leads to a lot of construction of modern buildings in the area. The existence of modern buildings
can potentially shift the existence of historical buildings. This caused the need for the preservation
of historical buildings. The purpose of this study is to identify and analyze the spatial character,
visual character, and the structural character of the building of Immanuel Church Jakarta as well as
analyze and determine the direction of the preservation of Immanuel Church Jakarta building. The
method that is used in this study is descriptive analysis method, evaluative method, and
development method. A preservation strategy of the building of Immanuel Church Jakarta is divided
into acts of preservation (56 elements), conservation (21 elements) and rehabilitation (4 elements).
Keywords: preservation, Dutch colonial building, church building
Metode Penelitian
Terdapat tiga buah metode yang digunakan pada studi ini, yaitu metode deskrptif,
metode evaluatif, dan metode development.
A. Metode Deskriptif Analisis
Metode deskriptif analisis digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
kondisi eksisting dari objek studi. Data yang didapat digunakan untuk mengetahui hal
terkait dengan perubahan elemen-elemen pembentuk karakter bangunan dari elemen
bangunan yang terdapat pada aspek spasial, visual, dan struktural bangunan.
B. Metode evaluatif
Metode evaluatif dilakukan untuk menentukan pembobotan dari nilai makna kultural
bangunan. Antariksa (2011), Nurmala (2003), dan Hastijanti (2008) menjelaskan
mengenai kriteria-kriteria penilaian makna kultural pada suatu bangunan yang meliputi
estetika, keaslian bentuk, kelangkaan, peranan sejarah, keterawatan, dan karakter
bangunan pada semua elemen bangunan yang sudah dianalisis sebelumnya. Dengan
adanya makna kultural maka diharapkan adanya pemahaman akan pentingnya
memahami masa lalu dan memperdalam masa kini sehingga memiliki nilai bagi generasi
selanjutnya (Antariksa, 2012). Kriteria dari penilaian makna kultural ini dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu tinggi, sedang, dan rendah yang disesuaikan dengan kondisi eksisting dari
bangunan Gereja Immanuel Jakarta.
Beberapa karakteristik yang muncul dari aspek spasial bangunan dapat dilihat
terdapat beberapa kesamaan karakteristik di masing-masing variabel. Ruang ibadah
merupakan ruang dengan hirarki paling tinggi dibandingkan ruang lain karena ruang
ibadah merupakan ruang yang digunakan untuk menjalankan fungsi utama dari gereja,
yaitu untuk melakukan ibadah sehingga ruang tersebut memiliki proporsi yang lebih besar
40 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017
dari ruang lainnya. Ruang ibadah menjadi ruang penghubung ruang lainnya secara umum
dan juga sebagai pusat dari orientasi ruang-ruang lainnya. Ukuran luas yang
mendominasi, peletakkan di tengah bangunan yang menjadi sumbu simetri bentuk dasar
bangunan, dan bentuk dasar lingkaran yang unik menjadikan ruang ibadah menjadi pusat
perhatian secara spasial.
d) Dinding bangunan pada fasad terbagi atas dinding badan bangunan utama yang
berskala monumental dan dinding podium. Dinding bagian ruang dalam bangunan
terdapat ornamen tetapi tidak berlebihan jumlahnya. Tidak adanya ornamen yang
berlebihan dimaksudkan agar ornamen tidak menjadi berhala pada bangunan gereja
protestan tersebut. Diniding–dinding tersebut bermaterial batu bata dengan warna cat
putih (Gambar 3).
f) Pintu-pintu eksterior dan interior yang terdapat pada bangunan memiliki ukuran yang
besar untuk menguatkan kesan monumental pada fasad bangunan. Pintu terbuat dari
kayu jati yang kuat menahan beban dinding tebal yang terdapat pada bangunan
tersebut. Pintu dicat berwarna putih tulang. Pintu baru yang ada pada ruang konsistori
dan ruang ibadah di cat berwarna cokelat. Terdapat 11 jenis pintu pada bangunan
tersebut (Gambar 5).
i) Gevel pada bangunan berbentuk pediment diletakkan pada bagian atas area masuk
bangunan. Gevel terbuat dari batu bata yang dicat berwarna putih (Gambar 8).
j) Lantai pada bangunan terdiri atas tiga jenis lantai, yaitu lantai marmer berwarna abu-
abu, batu alam berwarna abu-abu, dan kayu jati berwarna cokelat tua. Ketiga material
tersebut merupakan material yang ada pada zaman bangunan didirikan (Gambar 9).
k) Terdapat Sembilan jenis plafon pada bangunan memiliki peletakkan yang sangat
tinggi dari lantai dasarnya. Hal tersebut menambah kesan monumental pada
l) Pusat perhatian fasad terletak pada atap kubah yang berukuran besar, berwarna beda
dengan elemen pembentuk fasad lainnya, dan peletakknanya yang membuat kesan
monumental lebih terasa pada bangunan. Ruang ibadah yang merupakan ruang
utama terbentuk atas beberapa elemen ruang yang juga menjadi pusat perhatian
pada ruang dalam bangunan karena elemen bangunan yang ada pada ruang tersebut
memiliki ukuran yang besar sehingga menguatkan kesan monumental.
m) Simetri fasad bangunan membagi secara seimbang geometri dari bentuk fasad
bangunan san memberi kesan formal pada bangunan peribadahan. Garis sumbu
imajiner pada ruang dalam bangunan yang melintang dari barat ke timur dapat
membagi elemen ruang dalam secara simetris. Hal tersebut berhubungan dengan
orientasi utama bangunan yang menghadap barat dan orientasi kegiatan pada saat
melakukan ibadah yang menghadap ke arah timur.
n) Proporsi fasad bangunan panjang: tinggi adalah 9:5, sedangkan lebar: tinggi
bangunan adalah 8: 5. Elemen-elemen bangunan yang terdapat pada bangunan
memiliki ukuran yang monumental jika dibadingkan dengan tubuh manusia sehingga
menguatkan kesan monumental.
o) Kesinambungan fasad terletak pada kesinambungan bentuk silinder pada badan
bangunana dengan lantern dan bentuk setengah bola pada atap kubah besar dengan
atap kubah kecil. Warna dapat berperan sebagai hal yang menyinambungkan elemen
ruang dalam pada bangunan. Warna putih dan putih tulang yang menghubungkan
elemen-elemen ruang dalam bangunan bermakna suci, sesuai dengan fungsi
bangunan sebagai tempat peribadahan.
p) Perulangan bentuk yang terdapat pada fasad dapat dilihat dari perulangan pintu,
jendela, dan kolom yang memeberikan pola tertentu. Perulangan kolom dan pilaster
dapat menambah kesan vertikalitas pada ruang dalam bangunan.
q) Dominasi fasad terletak pada dominasi bentuk dan jumlah dari kolom dorik pada
bangunan yang mengesankan vertikalitas pada bangunan. Dominasi bentuk persegi
dan persegi panjang di bagian ruang dalam bangunan menimbulkan kesan formal.
r) Gaya bangunan dipengaruhi oleh gaya arsitektur abad pertengahan dengan dominasi
gaya arsitektur Byzantium.
b) Konstruksi dinding penopang berperan sebagai penopang beban yang terdapat pada
keseluruhan bangunan dan mengalirkannya menuju pondasi di bagian bawah
bangunan (Gambar 12).
Karakter struktural
79. Konstruksi kolom 3 3 1 3 3 1 14
80. Konstruksi dinding penopang 3 3 3 3 3 3 18
81 Konstruksi atap 3 3 1 3 3 1 14
1. Potensial tinggi
Potensial tinggi terdapat pada elemen-elemen bangunan yang masih dalam
keadaan asli, terawat dan penguat karakter bangunan dari segi bentuk, material maupun
ukuran yang menonjol (Tabel 2).
Tabel 2. Arahan pelestarian elemen bangunan potensial tinggi Gereja Immanuel Jakarta
No Variabel analisis Total nilai Kelas Arahan
Pelestarian
1. Orientasi bangunan 16 Potensial Tinggi Preservasi
2. Fungsi ruang 16 Potensial Tinggi Preservasi
3. Organisasi ruang 16 Potensial Tinggi Preservasi
4. Orientasi ruang 18 Potensial Tinggi Preservasi
5. Pusat perhatian 17 Potensial Tinggi Preservasi
6. Simetri 17 Potensial Tinggi Preservasi
7. Proporsi 18 Potensial Tinggi Preservasi
8. Perulangan 17 Potensial Tinggi Preservasi
9. Dominasi 18 Potensial Tinggi Preservasi
10. Bentuk trimatra 16 Potensial Tinggi Preservasi
11. Siluet 16 Potensial Tinggi Preservasi
12. Gaya bangunan 18 Potensial Tinggi Preservasi
13. Atap kubah besar 18 Potensial Tinggi Preservasi
14. Atap kubah kecil 18 Potensial Tinggi Preservasi
15. Dinding badan bangunan 17 Potensial Tinggi Preservasi
16. Dinding podium 18 Potensial Tinggi Preservasi
17. Kolom K1.1 16 Potensial Tinggi Preservasi
18. Kolom K1.2 16 Potensial Tinggi Preservasi
19. Pintu P1 18 Potensial Tinggi Preservasi
20. Pintu P2 18 Potensial Tinggi Preservasi
21. Pintu P4 17 Potensial Tinggi Preservasi
22. Jendela J1 17 Potensial Tinggi Preservasi
23. Jendela J2 17 Potensial Tinggi Preservasi
48 arsitektur e-Journal, Volume 10 Nomor 1, Juni 2017
No Variabel analisis Total nilai Kelas Arahan
Pelestarian
24. Jendela J3 17 Potensial Tinggi Preservasi
25. Jendela J4 18 Potensial Tinggi Preservasi
26. Jendela J5 17 Potensial Tinggi Preservasi
27. Dormer 18 Potensial Tinggi Preservasi
28. Gevel 18 Potensial Tinggi Preservasi
29. Pusat perhatian 18 Potensial Tinggi Preservasi
30. Simetri 18 Potensial Tinggi Preservasi
31. Kesinambungan 18 Potensial Tinggi Preservasi
32. Dominasi 16 Potensial Tinggi Preservasi
33. Dinding ruang ibadah 18 Potensial Tinggi Preservasi
34. Dinding ruang tangga 17 Potensial Tinggi Preservasi
35. Dinding ruang ibadah bagian 18 Potensial Tinggi Preservasi
Timur dan Barat
36. Dinding ruang konsistori dan 18 Potensial Tinggi Preservasi
ruang pendeta
2. Potensial sedang
Potensial sedang merupakan potensial yang ditujukan pada elemen bangunan yang
sudah memiliki sedikit perubahan, atau asli namun tidak menjadi unsur pembentuk
bangunan. Penilaian untuk potensi sedang juga dapat dikategorikan sebagai elemen yang
memiliki keterawatan kurang maksimal, sehingga tidak terdapat kaitan dengan karakter
bangunan (Tabel 3).
Tabel 3. Arahan pelestarian elemen bangunan potensial sedang Gereja Immanuel Jakarta
No Variabel analisis Total nilai Kelas Arahan
Pelestarian
1. Hubungan ruang 14 Potensial Sedang Konservasi
2. Sirkulasi ruang 15 Potensial Sedang Konservasi
3. Kesinambungan 12 Potensial Sedang Konservasi
4. Atap setengah pelana 12 Potensial Sedang Konservasi
5. Atap setengah pelana melingkar 15 Potensial Sedang Konservasi
6. Atap perisai 12 Potensial Sedang Konservasi
7. Atap datar 14 Potensial Sedang Konservasi
8. Kolom K2 15 Potensia Sedang Konservasi
9. Pintu P3 12 Potensial Sedang Konservasi
10. Perulangan 14 Potensial Sedang Konservasi
11. Kolom K4 14 Potensial Sedang Konservasi
12. Pintu P8 11 Potensial Sedang Konservasi
3. Potensial rendah
Elemen dengan potensial rendah merupakan elemen yang hampir seluruh
bentuknya diganti dengan elemen yang baru. Elemen bangunan dapat dikategorikan
sebagai elemen yang memiliki tingkat keterawatan rendah dan tidak memiliki kaitan
dengan sejarah (Tabel 4).
Tabel 4. Arahan pelestarian elemen bangunan potensial rendah Gereja Immanuel Jakarta
No Variabel analisis Total nilai Kelas Arahan
Pelestarian
1. Proporsi 10 Potensial Rendah Rehabilitasi
2. Pintu P6 10 Potensial Rendah Rehabilitasi
3. Pintu P7 10 Potensial Rendah Rehabilitasi
4. Kesinambungan 10 Potensial Rendah Rehabilitasi
Kesimpulan
Terdapat beberapa kesamaan karakteristik yang muncul pada karakter spasial
bangunan Gereja Immanuel Jakarta yang membuat ruang ibadah menjadi ruang dengan
hirarki paling tinggi dibandingkan ruang lain. Karakteristik visual pada bangunan
menekankan pada kesan monumental dan simetri pada tampilan bangunan. Hal tersebut
yang sesuai diterapkan pada bangunan peribadahan karena kesan monumental
menguatkan vertikalitas pada visual bangunan sedangkan simetris menekankan kesan
formal pada visual bangunan. Konstruksi kolom berperan menopang beban bangunan,
tetapi hanya di beberapa titik bangunan saja dengan cara menyalurkan beban dari titik
kolom tersebut berada ke pondasi. Konstruksi dinding menopang beban bangunan secara
keseluruhan. Konstruksi atap bangunan sebagian besar menggunakan konstruksi atap
miring. Konstruksi tersebut digunakan sebagai penopang beban yang dihasilkan oleh
material penutup atap, yaitu sirap dan seng gelombang. Konstruksi atap terdiri dari kuda-
kuda, usuk, dan reng yang berfungsi sebagai penyalur aliran beban menuju kolom dan
pondasi.
Strategi pelestarian yang didapatkan meliputi 56 elemen bangunan yang tergolong
potensial tinggi dengan teknik pelestarian preservasi. Kategori potensial sedang meliputi
21 elemen dan digunakan teknik pelestarian konservasi pada arahan pelestariannya.
Potensial rendah terdiri dari 4 elemen bangunan dan memiliki teknik pelestarian
rehabilitasi.
Daftar Pustaka
Antariksa, 2011. Metode Pelestarian Arsitektur.
http://antariksaarticle.blogspot.com. (diakses pada tanggal, 10 Februari 2016)
Antariksa, 2012. Makna Kultural Bangunan dan Strategi Pelestarian.
http://antariksaarticle.blogspot.com. (diakses pada tanggal, 10 Februari 2016)
Antariksa©2017