Anda di halaman 1dari 6

ISSN: 1411-8912

http://journals.ums.ac.id/index.php/sinektika

KAJIAN PERBANDINGAN GAYA ARSITEKTUR DAN POLA RUANG


MASJID AGUNG SURAKARTA DAN MASJID GEDHE KAUMAN YOGYAKARTA
Nur Rahmawati Syamsiyah ABSTRAK
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Masjid merupakan tempat dimana seorang muslim beribadah kepada Allah
Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan khusyuk. Kehadiran masjid sangat penting bagi kehidupan muslim,
nur_rahmawati@ums.ac.id sehingga tidak heran jika masjid menjadi salah satu objek penting yang
sering berkaitan dengan dunia arsitektur dalam perancangannya. Masjid-
Andiarta Muslim masjid Mataram Kuno merupakan bangunan yang mempunyai nilai sejarah
tinggi bagi umat Islam di Indonesia khususnya di Jawa. Keberadaan masjid-
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik
masjid tersebut bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga menjadi
Universitas Muhammadiyah Surakarta salah satu identitas umat Islam di Jawa yang diwujudkan dalam suatu
andiartamuslim@gmail.com bentuk arsitektural seperti ruang beserta ornamennya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gaya arsitektur dan pola tata ruang Masjid
Agung atau Masjid Gedhe Surakarta dan Masjid Kauman Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, melalui pengamatan fisik
masjid, lalu melakukan analisis yang sifatnya diskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan dan persamaan kedua masjid tersebut dari
segi gaya arsitektur dan pola tata ruangnya. Persamaaan yang diperoleh
antara lain tipologi ruang dan bentuk arsitektur. Sedangkan perbedaan
seperti gaya arsitektur Jawa yang memiliki keunikan masing-masing seperti
adanya pengaruh gaya arsitektur Eropa dan Timur Tengah.
KATA KUNCI : gaya arsitektur; masjid; perbedaan; persamaan; ruang

PENDAHULUAN adalah Masjid Agung Surakarta dan Masjid Gedhe


Yogyakarta, sebagai masjid kerajaan Islam Mataram,
Masjid adalah suatu bangunan peribadatan yang yang masih memiliki karakteristik identitas dari
memiliki disain khusus, dan bersifat suci, memiliki masyarakat Jawa. Pemilihan dua masjid tersebut
batas di sekelilingnya yang memisahkan dengan area didasari kesamaan pada ciri fisik maupun non fisik
tidak suci, sebagai tempat untuk beribadah kepada bangunan. Kesamaan yang paling pokok yaitu gaya
Allah SWT, khususnya untuk mengerjakan shalat. arsitektur tradisional Jawa yang masih kental, sebagai
Selain itu masjid juga menjadi tempat yang vital bagi masjid keraton atau masjid kerajaan Mataram Islam.
kegiatan umat Islam. Kegiatan di masjid bukan hanya Selain unsur kesamaan, penelitian ini berupaya
dari segi ibadah mahdah saja seperti shalat, menggali unsur yang membedakan antara kedua
membaca Al-Qur’an, dzikir dan sebagainya, namun masjid. Perbedaan dari keduanya lebih ditekankan
juga kegiatan- vital lainnya seperti dakwah, kegiatan pada gaya arsitektur dan pola tata ruang nya dan hal-
sosial kemasyarakatan, juga kegiatan transfer ilmu hal lain yang dapat menjadi pembanding antara
agama. Peran masjid yang sangat penting tersebut, kedua masjid tersebut. Kajian masjid agung yang
maka tidak diragukan lagi bahwa sangat penting berbeda kota ini, dapat memperkaya khasanah
bangunan masjid dan ruang-ruang di dalamnya, dan literatur arsitektur tradisional Jawa, terutama dalam
ruang luar/lingkungan masjid. hal membangun masjid yang berkarakter tradisional
Di era globalisasi sekarang ini, adalah suatu yang Jawa.
penting untuk meneliti dan melihat kembali Temuan adanya unsur kesamaan dan perbedaan
keadaan-keadaan masjid sekarang ini, khususnya akan menjadi semacam design guideline bagi
masjid-masjid kuno di Jawa, yang berusia lebih dari 2 perencanaan masjid berkarakter tradisional Jawa di
abad. Ketertarikan meneliti masjid kuno sebagai basic kemudian hari. Penelitian ini diharapkan akan
knowledge, diawali dengan keprihatinan melihat membawa manfaat bagi praktisi, professional arsitek,
kondisi kebanyakan masjid khususnya di tanah Jawa, dan akademisi, dalam menentukan tata letak masjid
kurang mencirikan identitas tradisional Jawa. Oleh terhadap lingkungan serta simbolisasi masjid yang
karena itu diperlukan kajian untuk menggali kembali diempiriskan melalui gaya arsitekturnya. Lingkungan
khazanah arsitektural masjid-masjid yang masih kehidupan masyarakat sekitar masjid menjadi
mempunyai identitas Jawa. Objek yang akan dikaji pertimbangan penting demi kemakmuran masjid.

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 15 No. 1 Januari 2018 | 1


Kajian Perbandingan Gaya Arsitektur Masjid………..

TINJAUAN PUSTAKA ragam, baik itu dalam hal cara, rupa, bentuk dan
lainnya yang khusus mengenai tulisan dan bangunan.
Gaya Arsitektural
Arsitektur adalah ilmu yang mempelajari bentuk Tata Elemen Arsitektural Jawa
dan ruang. Ruang disini mencakup pengertian yang Pada bangunan arsitektur tradisional Jawa
kompleks, karena arsitektur pada prinsipnya terdiri memiliki beberapa macam ornamen hias pada
dari unsur ruang, keindahan, fungsional dan kekuatan bangunannya, antara lain ornamen hias flora , fauna,
(Vitruvius, 1914). Ruang dalam arsitektur adalah alam, dan ornamen hias religi. Pada ornamen masjid
untuk pemenuhan kebutuhan manusia atau lebih banyak menggunakan ragam jenis flora, alam
kelompok manusia dalam melaksanakan aktivitas dan religi ,hal tersebut tidak lepas dari pengaruh pra-
tertentu. Arsitektur dipandang sebagai ungkapan fisik Islam (jaman peralihan dari Hindu ke Islam. Flora yang
dan peninggalan budaya dalam suatu masyarakat digunakan sebagai ornamen hias pada bangunan
tertentu, yang memiliki batasan waktu dan tempat. Jawa memiliki makna suci, dan memiliki lebih banyak
Arsitektur erat kaitannya dengan budaya dan variasinya. Ragam hias ini juga merupakan simbol
keadaan lingkungan dari suatu geografis tertentu keindahan dan kebaikan dan biasanya menggunakan
yang akhirnya dapat menunjukan suatu ragam yang warna-warna seperti merah, hijau dan kuning atau
mencirikan suatu daerah tersebut. Ragam ornamen emas (Cahyandari, 2012 )
bangunan yang sering digunakan dari berbagai Berikut merupakan macam-macam ornamen
daerah di Indonesia adalah flora, selain fauna dan hias di bangunan tradisional Jawa dengan kebiasaan
alam juga ornamen geometris atau ornamen hias perletakan dan artinya:
religi. Sementara itu gaya arsitektur merupakan

Tabel 1. Ragam Hias Flora: Arti dan Penempatan

(Sumber: Cahyandari, 2012 )

2 | SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 15 No. 1 Januari 2018


Nur Rahmawati Syamsiyah, Andiarta Muslim

Ragam hias alam menekankan peran semesta Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
dan Tuhan. Kosmologi dualisme (siang malam, laki- tentang tata ruang dapat diambil satu pengertian
laki-perempuan),orientasi, dan topografi yang di bahwa tata ruang masjid adalah wujud struktur dari
transformasikan dalam simbol yang berbentuk air, daerah masjid yang merupakan wadah manusia
awan, sinar, dan matahari. Ragam hias agama dalam melakukan kegiatan di masjid yang secara
membentuk hubungan antara hamba dengan Tuhan hierarki memiliki hubungan yang fungsional. Bahkan
melalui simbol-simbol yang bernuansa keagungan menurut Syamsiyah, et al. (2019) tata ruang masjid
dengan makna perlindungan. Letaknya menyesuaikan (ruang dalam dan ruang luar) berpengaruh terhadap
dengan fungsi bangunan. terbentuknya pola spasial yang mengarah kepada
keberlanjutan kenyamanan audial sebuah masjid.
Tabel 2. Ragam Hias Kepercayaan: Arti dan Penempatan
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode kualitatif, baik untuk pendataan
maupun proses analisis. Pemilihan metode kualitatif
sebab peneliti ingin mengeksplor fenomena bentuk
arsitektural masjid, yang tidak dapat dikuantitatifkan,
sehingga hasil penelitian bersifat diskriptif (Sugiyono,
2012).
Penelitian ini menganalisis bagaimana keadaan
peninggalan arsitektur Islam (dalam hal ini berupa
masjid) di lingkungan masyarakat yang kental dengan
kebudaayaan Jawa. Objek penelitian adalah dua
masjid besar di lingkungan keraton, yaitu Masjid
(Sumber: Cahyandari, 2012 )
Agung Surakarta dan Masjid Gedhe Yogyakarta.
Tipologi Arsitektur Tradisional Jawa Dimana observasi dilakukan di dalam masjid dan di
Arsitektur Jawa memiliki peran penting sebagai sekitar lingkungan masjid. Pada penelitian ini objek
penanda dalam menunjukkan kekuatan, status, dan sebagai sumber data dipilih secara purposive.
privasi sehubungan dengan keyakinan kosmologis. Variabel penelitian ini lebih menitik beratkan pada
Kosmologis sendiri memiliki makna dikotomi, gaya arsitektural masjid yang meliputi: sejarah
misalnya pria dan wanita, sakral dan profan, publik ornamenasi, dan material yang dipakai. Variable lain
dan privat, dan depan dan belakang (Ronald, 2005). yaitu yang berkaitan dengan tata ruang masjid: jenis
ruang dan kegiatan di dalamnya. Pada penelitian
Tipologi Arsitektur Jawa dapat diklasifikasikan
kualitatif ini, data dikumpulkan dalam berbagai
berdasarkan karakter atap dan pembagian ruang.
sumber, setting, dan teknik. Data diperoleh dari dua
Bentuk bangunan sendiri dapat dibagi menjadi
kategori sumber yaitu sumber primer observasi
beberapa tingkatan, mulai dari tingkatan yang paling
lapangan dan sumber sekunder dari referensi. Setting
tinggi yaitu tajuk (masjid), joglo (golongan ningrat),
objek penelitian saat pengambilan data adalah
limasan (golongan menengah), kampung (rakyat
sealamiah mungkin, apa adanya. Teknik pendataan
biasa), dan panggang pe (raktyat biasa) (Cahyandari,
terbanyak dengan pengamatan (observasi), kemudian
2012 ).
dokumentasi dan wawancara sebagai data penguat
saja saat dibutuhkan. Data dan analisis menggunakan
Tata Ruang Masjid metode deskriptif yang menggambarkan keadaan
Masjid merupakan bangunan ibadah, yang berasal atau peristiwa tertentu berdasar fakta-fakta yang
dari kata sajada atau sujud, yang berarti patuh, terlihat atau sebagaimana mestinya yang kemudian
tunduk dan taat. Sujud dalam syariat adalah aktivitas disertai dengan usaha untuk membuat kesimpulan
berlutut meletakkan dahi, kedua telapak tangan dan umum berdasarkan fakta-fakta historis tersebut.
kedua lutut di atas tanah/tempat sujud (Quradhawi,
2000). HASIL DAN PEMBAHASAN
Masjid memiliki pengertian yang lebih luas, tidak
hanya sebatas tempat ibadah, namun untuk aktivitas Perbandingan ornamen Masjid Agung Surakarta dan
sosial budaya masyarakat muslim, seperti ijab qabul, Masjid Gedhe Yogyakarta
peng-Islaman, kajian keagamaan dan kegiatan lain Gaya arsitektur tidak pernah lepas dari budaya,
yang bersifat pelestarian budaya, seperti yang terjadi cara kehidupan dan keadaan geografis dari suatu
di masjid-masjid kerajaan Islam di Jawa. daerah. Secara langsung maupun tidak langsung

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 15 No. 1 Januari 2018 | 3


Kajian Perbandingan Gaya Arsitektur Masjid………..

faktor-faktor tersebut mempengaruhi pola pikir Berikut merupakan beberapa persamaan dan
masyarakakat dalam membangun suatu bentuk perbedaan ornamenasi bangunan:
arsitektur di dua objek penelitian ini. Lebih jauh latar 1. Ornamen pada tiang bangunan
belakang sejarah berdirinya dua masjid keraton ini Tiang Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
harus dipahami terlebih dahulu, agar dapat memiliki ornamen Jawa, seperti Padma, Saton,
mengidentifikasi gaya arsitekturalnya. Praban, Mirong, Sorotan dan Tlacapan. Sedangkan
Gaya arsitektur kedua masjid memiliki kesamaan pada Masjid Agung Surakarta hanya terdapat
dalam bentuk atap, dimana atap adalah yang bagian beberapa motif saja yaitu Mirong , Sorotan dan
bangunan masjid yang paling mudah untuk dikenali Tlacapan. Terdapat hal menarik pada tiang serambi
dan mendominasi bentuk bangunan masjid sevara Masjid Agung Surakarta bagian luar, yaitu ornamen
keseluruhan (Kartono, 2005). Atap masjid terdiri atas tiang bangunan Yunani, yaitu ornamen langgam doric
atap utama bersusun tiga, yang disebelah kanan dan (Tim, 2014).
kirinya terdapat atap limasan, sebagai penutup ruang
dibawahnya, yang berfungsi sebagai pawastren dan
ruang penunjang lainnya. Terakhir adalah atap di
bagian depan atap utama, yaitu atap serambi masjid
berbentuk limasan. Di bagian depan (timur) atap
limasan terdapat atap memanjang kearah timur, dan
di bawahnya merupakan pintu masuk masjid (batas
suci). Beberapa gambar terkait bentuk atap lihat
gambar 5. Gaya arsitektur lain yang tampak adalah
bentuk bangunan panggung. Bentuk panggung
merupakan peninggalan dari arsitektur Hindu, yang
sudah berkembang lebih dahulu di Jawa, sebelum Gambar 2. Ornamen tiang langgam doric di
Islam masuk. Bentuk panggung pada bangunan Masjid Gedhe Surakarta
peribadatan Hindu, yaitu candi terbagi atas tiga
bagian, bagian terendah untuk fungsi komunal,
hierarki berikutnya untuk fungsi komunal dan 2. Ornamen pada bagian langit-langit
personal, dimana ibadah yang bersifat individu dan Ruang dalam masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
bersama ada di dalamnya, sebagai tempat bagian langit-langit bukan hanya terdiri dari blandar
mempersiapkan diri untuk ibadah yang bersifat dan usuk saja, tetapi terdapat tumpangsari, yang
individu, dan terakhir adalah hierarki tertinggi memiliki berbagai macam ornamen Jawa.
merupakan tempat berlangsungnya ibadah yang Tumpangsari bermotif banyu tetes, tlacapan, lung-
bersifat individual. lungan dan disudut pertemuan blandar terdapat
Gaya arsitektural bangunan dapat diketahui juga nanas an. Masjid Gedhe Surakarta, dengan langit-
dari aspek ornamenasinya. Terdapat persamaan dan langit atap tajug bermotif hias putri mirong dan
perbedaan ornamen yang ditemukan di Masjid Agung bentuk saton. Ornamen Jawa pada tumpangsari
Surakarta dan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. menempel juga pada langit-langit serambi masjid.

(sumber: dokumentasi penulis, 2018)


Sorotan Tlacapan

Mirong Sorotan
Seperti saton
motif Bunga

Tlacapan
Mirong
Praban Lung-lungan
Saton Nanas an
Banyu tetes
Padma Tlacapan
Padma

Gambar 1. Ornamen tiang di Masjid Kauman Yogyakarta Gambar 2. Ornamen langit-langit di Masjid Kauman
(kiri) dan Masjid Gedhe Surakarta (kanan) Yogyakarta (bawah) dan Masjid Gedhe Surakarta (atas)

4 | SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 15 No. 1 Januari 2018


Nur Rahmawati Syamsiyah, Andiarta Muslim

3. Ornamen Pintu dan Jendela Masjid Gedhe Surakarta, tetapi pada Masjid Kauman
Pintu dan jendela dari kedua masjid memiliki Yogyakarta terdapat ornamen lambang keraton
kesamaan bentuk ornamen, yaitu berbentuk kaligrafi kasultanan Yogyakarta dan jam besar.
dan berbentuk flora seperti wajik. Sedangkan jendela
pada kedua masjid pun sama, tidak berornamen,
jendela dengan jeruji dan daun jendela kayu.

Ornament geometris

Tlacapan (deretan
segitigasama kaki
Lung-lungan Gambar 5. Mustaka di atap masjid dan pintu masuk Masjid
Gedhe Surakarta (atas) dan Masjid Kauman Yogyakarta
Ornamen bentuk wajik (bawah)

Sengkulunan Perbandingan Material Masjid Agung Surakarta dan


Masjid Gedhe Yogyakarta
Tlacapan Material kedua bangunan masjid menggunakan
kayu sebagai struktur utama dan batu bata sebagai
pengisi dinding bangunan, pintu dan jendela juga
Gambar 3. Ornamen wajik pada pintu Masjid Kauman
masih menggunakan material kayu. Penyelesaian
Yogyakarta (atas) dan Masjid Gedhe Surakarta (bawah)
material dinding Masjid Gedhe Surakarta sudah
mengalami perubahan, dinding dilapisi keramik.
Masjid Kauman Yogyakarta, menggunakan batu paras
putih berbahan dasar batu pasir berspesi ukuran 30
cm x 5 cm.
Masjid Kauman Yogyakarta lebih terjaga keaslian
materialnya, dibandingkan Masjid Gedhe Surakarta,
kecuali material lantai, yang berubah dari material
Gambar 4. Jendela kaca Masjid Gedhe Surakarta (kiri) dan batu kali berwarna hitam menjadi lantai marmer Itali
jendela jeruji kayu Masjid Kauman Yogyakarta (kanan) hingga sekarang, yang diganti tahun 1936.

4. Ornamen Pada Atap Tata Ruang Masjid


Atap kedua masjid memiliki bentuk sama, yaitu atap Kedua masjid kerajaan memiliki pola tata ruang
tajuk tiga tingkat. Bentuk ini merupakan pengaruh yang hampir sama yaitu terdiri dari ruang utama
dari seni arsitektur era Majapahit, seperti pada untuk sholat indoor, keputren/pawastren, serambi
bangunan candi. Adapun perbedaan pada mahkota masjid selasar masjid dan tempat wudlu dan kamar
atap atau mustaka. Atap Masjid Kauman Yogyakarta mandi. Perbedaan ada pada penggunaan ruang
menggunakan bentuk mustaka daun kluwih dan gada. keputren/ pawastren. Pawastren di Masjid Kauman
Sementara itu masjid Gedhe Surakarta menggunakan Yogyakarta difungsikan untuk sholat jamaah putri
mustaka bentuk kubah yang tertancap oleh benda hanya pada hari Jumat saja, sedangkan hari lain
seperti paku yang besar di puncak atap. jamaah putri sholat lima waktu di dalam ruang
Bagian atap pada pintu masuk halaman masjid utama, terpisah partisi/ hijab dengan jamaah putra.
terdapat perbedaan signifikan, yaitu bentuk setengah Tempat sholat jamaah putri di sisi tenggara ruang
lingkaran di Masjid Kauman Yogyakarta dan bentuk utama. Sedangkan pawastren di Masjid Gedhe
segitiga di Masjid Gedhe Surakarta. Pada atap di Surakarta digunakan setiap harinya sesuai fungsi yaitu
bagian pintu masuk tidak terdapat ornamen untuk tempat sholat jamaah putri.

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 15 No. 1 Januari 2018 | 5


Kajian Perbandingan Gaya Arsitektur Masjid………..

berdirinya Kasultanan Yogyakarta berasal dari adanya


perpecahan yang membagi kerajaan Islam Mataram
C menjadi dua, sebagai hasil perjanjian Giyanti tahun
A
E 1755, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan gelar
Hamengkubuwono I dan Kasunanan Surakarta
B dengan gelar PakuBuwono III. Adanya dua kerajaan
F berdampak pada adanya perbedaan keputusan raja
termasuk dalam menentukan pola rancangan masjid.
G
D
KESIMPULAN
Baik masjid Agung Surakarta dan Masjid Gedhe
Kauman Yogyakarta merupakan masjid bercorak Jawa
dibuktikan dengan penggunaan kaidah- kaidah Jawa
C seperti struktur kayu, atap tajuk, pola ruang dan
A penggunaan ornamen-ornamen Jawa. Namun pada
E C Masjid Gedhe Surakarta terjadi perubahan, yaitu
pada gaya arsitektur dan penggunaan material. Gaya
B arsitektur terpengaruh Eropa, Timur Tengah (Persia)
F dan India. Material lama/asli dilapisi oleh material
D baru terutama dinding batu bata menjadi dilapisi
G keramik.
Berkaca dari kasus dua masjid ini memberikan
pelajaran bahwa siapa yang memiliki kekuasaan atau
kepentingan penguasa akan berpengaruh terhadap
Keterangan gambar:
keberadaan masjid, baik pola tata ruang, ornamen
A = tempat sholat utama untuk putra
maupun bentuk arsitektur. Hal ini disebabkan
B = serambi masjid penguasa atau raja bertindak sebagai penguasa atau
C = tempat sholat untuk putri (pawastren), khusus Masjid pemerintah sekaligus juga sebagai pemimpin agama,
Kauman Yogyakarta terdapat dua tempat sholat putri dengan istilah Panatagama Khalifatullah .
D = teras masjid
E = tempat wudhu putri DAFTAR PUSTAKA
F = tempat wudhu putra
G = kolam Cahyandari, G. O. (2012 ). Tata Ruang dan Elemen
Gambar 6. Masjid Gedhe Surakarta (atas) dan Masjid Arsitektur pada Rumah Jawa di Yogyakarta.
Kauman Yogyakarta (bawah) Jurnal Arsitektur Komposisi, Volume 10
Nomor 2, 105-111.
Secara umum Masjid Kauman Yogyakarta dan Kartono, J. L. (2005 Vol.3 No.2). Konsep ruang
Masjid Gedhe Surakarta memiliki gaya arsitektur tradisional Jawa dalam konteks budaya.
bangunan dan ornamentasi serta tata ruang yang Dimensi Interior, 133.
sama. Namun apabila dilihat kembali lebih detail Quradhawi, A. Y. (2000). Tuntunan Membangun
terdapat perbedaan, yang tentunya disebabkan ide Masjid. jakarta: Gema Insani Press.
atau gagasan dan pola pikir penguasa dan masyarakat Ronald, A. (2005). Nilai-nilai Arsitektur Rumah
pada saat itu. Masjid Agung atau Masjid Gedhe Tradisional Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada
Surakarta dibangun saat Paku Buwono ke-3 tahun University Press.
1749. Sejarah telah menjelaskan bahwa masa PB III Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif,
banyak memiliki kedekatan dengan Negara-negara di Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Eropa, sehingga ornamen dan bentuk arsitektur Surakarta, T. P. (2014). Sejarah Masjid Agung
dipengaruhi gaya arsitektur Eropa, seperti pada tiang Surakarta ISBN87-4. 978-602-7709-.
serambi/teras. Begitupun raja-raja setelahnya turut Yogyakarta: Absolute Media.
memberikan pengaruh bentuk arsitektur, seperti Syamsiyah, N (Maret 2019). Soundscape Kawasan:
menara dan pintu masuk pekarangan masjid yang Evaluasi Ruang Berkelanjutan. ARCADE (Sinta 5)
memiliki gaya Timur Tengah, Persia dan India. Volume 3 tahun 1.
Berbeda sekali dengan Masjid Kauman Yogyakarta Vitruvius, M. H. (1914). The Ten Books on
yang dibangun pada tahun 1773, dimana gaya Architecture. London: Harvard University
arsitektur tradisional Jawa lebih dipertahankan Press.
keasliannya. Hal ini sebagai bukti sejarah bahwa

6 | SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 15 No. 1 Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai