Anda di halaman 1dari 11

UNSUR GEOMETRI DAN POLA TATA RUANG

BANGUNAN MASJID AGUNG SURAKARTA

Risalia Nur Fendera ABSTRAK


Mahasiswa Arsitektur Universitas Perkembangan Islam di nusantara di pulai jawa
Muhammadiyah Surakarta tidak terlepas dari peranan mubaligh dalam
e-mail : d300200037@student.ums.ac.id menjalankan langar atau masjidnya. Surakarta
sebagai peninggalan Kerajaan Mataram Islam di
Aliyah Zulfa P Jawa memiliki Peran Penting bagi Penyebaran
Mahasiswa Arsitektur Universitas Agama Islam .Unsur geometri dalam islam
Muhammadiyah Surakarta cenderung menghindari gambar-gambar-
e-mail : d300200047@student.ums.ac.id gambbar figurative, menyebabkan seringnya
penggunaan pola geometri yang telah
Virgiva Tsabita Sanni berkembang selama berabad-abad. Desain
Mahasiswa Arsitektur Universitas geometri dalam seni islam kerapkali di bentuk
Muhammadiyah Surakarta dari perpaduan pengulangan bentuk persegi
e-mail : d300200049@student.ums.ac.id dan lingkaran, yang saling menjalin dan
meliputi, sebagaimana arabesque. Selama ini,
Arif Enggal Saputra karakter keberadaan tata ruang masjid-masjid
Mahasiswa Arsitektur Universitas di Surakarta cenderung mengikuti pola tata
Muhammadiyah Surakarta ruang kosmologis kerajaan Jawa. Namun sejauh
e-mail : d300200050@student.ums.ac.id ini tat ruang masjid-masjid yang ada di
Surakarta cenderung belum memiliki
Putri Luthfiki Harnantari kosmologisnya. Dengan demikian diperlukan
Mahasiwa Arsitektur Universitas penilitian yang leih lanjut mengenai pola tata
Muhammadiyah Surakarta ruang masjid. Penelitian ini bertujuan untuk
e-mail : d300200053@student.ums.ac.id mengetahui pola tata ruang dari masjid Agung
Surakarta.
Alyssavania Daniesa Wibowo
Mahasiswa Arsitektur Universitas KATA KUNCI : Arsitektur Islam, Unsur geometri,
Muhammadiyah Surakarta Pola tata ruang Masjid Masjid Agung Surakarta
e-mail : d300200056@student.ums.ac.id

militer yang merupakan aset kota dan


PENDAHULUAN merupakan sebuah susunan sejarah fisik.
Keberadaan Masjid Agung Surakarta. Dalam
Surakarta atau yang sering disebut Solo abad Giyanti disebutkan Keraton Surakarta
merupakan sebuah kota yang dulunya didirikan pada masa pemerintah Raja
adalah wilayah jajahan Hindia Belanda dan Susuhunan Pakubuwono II. Keraton
Jepang. Penjajahan tersebut banyak dibangun mengikuti pola keraton
meninggalkan beberapa bangunan yang sebelumnya yaitu Keraton Kartasura. Dalam
sekarang telah dilestarikan menjadi benda pembangunan ibu kota kerajaan yang
cagar budaya mulai dari bangunan ibadah, didahulukan adalah pendirian Keraton
bangunan umum, keraton, hingga bangunan kemudian baru bangunan kelengkapan yang
lain. Demikian pula dengan Keraton
Surakarta, di dalam abad Mangkubumi Pola geometri terdapat dalam beragam
dituliskan bahwa inti keraton dibangun pada bentuk di seni Islam dan ilmu arsitektur
tahun 1695 J atau 1769 M sedangkan masjid termasuk karpet kilim, ubin girih Persia dan
agung didirikan pada tahun 1699 J atau 1773 zellige Maroko, kubah dekoratif muqarnas,
M lapis batu jali tembus pandang, keramik,
Tujuan penilitian ini adalah untuk kulit, kaca warna, kayu, dan hasil besi.
mengetahui dan menganalisa Masjid Agung Ketertarikan pada seni pola geometri Islam
Surakarta. Secara spesifik dari segi sejarah menyebar hingga ke dunia Barat, salah satu
arsitektur, nilai-nilai Majid Agung Surakarta, antara ahli teknik dan seniman yang tertarik
Konsep arsitektur, pendekatan kontekstual. yakni M. C. Escher di abad ke dua belas, dan
antara matematikawan dan fisikawan
TINJAUAN PUSTAKA termasuk Peter J. Lu dan Paul Steinhardt
dengan pernyataan kontroversialnya di 2007
Arsitektur Islam bahwa ubin makam Darb-e Imam di Isfahan
Merupakan karya seni bangunan yang dapat bergenerasi menjadi periode quasi
terpancar dari aspek fisik dan metafisik seperti ubin Penrose.
abngunan melalui konsep pemikiran islam
yang bersumber dari Al-Quran, Sunnah Nabi, Pola Tata Ruang Masjid
Keluarga nabi, Sahabat, para ulama maupun Masjid merupakan bangunan ibadah, yag
cendekiawan muslim. Aspek fisik adalah berasal dari kata sajada atau sujud, yang
Sesuatu yang tampak secara jelas oleh berarti patuh, tunduk dan taat. Sujud dalam
pancaindra. Dalam hal ini sebuah bangunan syariat adalah aktivitas berlutut meletakkan
dengan fasade yang memiliki bentuk dan dahi, kedua telapak tangan dan kedua lutut
langgam bufaya islam dan dapat dilihat di atas tanah/tempat sujud (Quradhawi,
secara jelas melalui beberapa budaya, 2000)
seperti budaya arab, Cordoba, Persia sampai Masjid memiliki pengertian yang lebih luas,
peninggalan wali songo. tidak hanya sebatas tempat ibadah, namun
untuk aktivitas sosial budaya masyarakat
Unsur Geometri muslim, seperti ijab qabul, peng-Islaman,
Desain geometri dalam seni Islam kerapkali kajian keagamaan dan kegiatan lain yang
di bentuk dari perpaduan pengulangan bersifat pelestarian budaya, seperti yang
bentuk persegi dan lingkaran, yang saling terjadi di masjid-masjid kerajaan Islam di
menjalin dan meliputi,sebagaimana Jawa
arabasque (dengan kerapkali memadukan Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun
kedua pola itu), menjadi bentuk pola yang 2007 tentang tata ruang dapat diambil satu
rumit dan kompleks, termasuk sebuah pengertian bahwa tata ruang masjid adalah
luasnya ragam mosaik. Ini dapat di angkat wujud struktur dari daerah masjid yang
menjadi dekorasi sepenuhnya, berawal dari merupakan wadah manusia dalam
bentuk kerangka pembubuhan pola floral melakukan kegiatan di masjid yang secara
atau kaligrafi, atau dapat di tempatkan di hierarki memiliki hubungan yang fungsional.
latar menjadi latar belakang mengelilingi Bahkan manurut Syamsiyah, et al. (2019)
motif lainnya. Kerumitan dan keragaman tata ruang masjid (ruang dalam dan ruang
pola yang digunakan berubah secara luar) berpengaruh terhadap terbentuknya
perlahan dari bentuk bintang sederhana dan pola special yang mengarah kepada
belah ketupat di abad ke sembilan, hingga keberlanjutan kenyamanan audial sebuah
banyak pola sudut bintang beragam dari 6 masjid.
hingga 13 diciptakan di abad ke tiga belas,
dan akhirnya termasuk juga bintang dengan Majid Agung Surakarta
banyak sudut 14 dan 16 di abad ke enam Masjid Agung Kraton Surakarta (nama resmi
belas. Bahasa Jawa: Masjid Ageng Karaton
Surakarta Hadiningrat) pada masa pra-
kemerdekaan adalah masjid agung milik
kerajaan (Surakarta Hadiningrat) dan observasi dilakukan di dalam masjid di
berfungsi selain sebagai tempat ibadah juga sekitar lingkungan masjid. Pada penelitian ini
sebagai pusat syiar Islam bagi warga objek sebagai sumber data dipilih secara
kerajaan. purposive. Variable penelitian ini lebih
menitik beratkan pada gaya arsitektur masjid
Masjid Agung Surakarta terletak di yang meliputi; unsur geometri dan pola tata
Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar ruang bangunan. Pada penelitian kealitatif
Kliwon, Kotamadya Surakarta, Provinsi Jawa ini, data dikumpulkan dalam berbagai
Tengah. Sebagai masjid Keraton, Masjid sumber, setting, dan Teknik. Data siperoleh
Agung Surakarta berada di dekat alun-alun, dari dus kategori sumber yaitu sumber
di tengah-tengah kota. Sebelah utara primer observasi lapangan dan sumber
berbatasan dengan pemukiman penduduk sekunder dari refeensi. Setting objek
kampung Kauman. Sebelah selatan terdapat penelitian saat pengambilan data adalah
Pasar Klewer. Di sebelah timur berbatasan sealamiah mungkin, apa adanya. Teknik
dengan alun-alun utara keraton Kasunanan penataan terbanyak dengan pengamatan
Surakarta, sedangkan sebelah barat terdapat (observasi), kemudian dokumentasi dan
pemukiman penduduk. wawancara sebagai data penguat saja saat
dibutuhkkan. Data dan analisis
Masjid Agung dibangun oleh Sunan menggunakan metode deskriptif yang
Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada menggambarkan keadaan atau peristiwa
tahun 1768. Masjid ini merupakan masjid tertentu berdasarkan dafta-fakta yang
dengan kategori jami, yaitu masjid yang terlihat atau sebagaimana mestinya yang
digunakan untuk salat berjamaah dengan kemudia disertai dengan usaha untuk
ukuran makmum besar (misalnya salat membuat kesimpulan umum berdasarkan
Jumat dan salat Ied). Dengan status sebagai fakta-fakta historis tersebut.
masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi
mendukung segala keperluan kerajaan yang HASIL PENELITIAN
terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg
dan festival Sekaten. Raja(Sunan) Surakarta Sejarah
berfungsi sebagai panata agaman (pengatur Nilai Historis
urusan agama) dan masjid ini menjadi Masjid Agung Kraton Surakarta (nama resmi
pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai Bahasa Jawa: Masjid Ageng Karaton
masjid diangkat menjadi abdi dalem kraton, Surakarta Hadiningrat) pada masa pra-
dengan gelar seperti Kanjeng Raden kemerdekaan adalah masjid agung milik
Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk kerajaan (Surakarta Hadiningrat) dan
penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru berfungsi selain sebagai tempat ibadah juga
adzan. sebagai pusat syiar Islam bagi warga
kerajaan.
METODE PENELITIAN Masjid Agung Surakarta terletak di
Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Kliwon, Kotamadya Surakarta, Provinsi Jawa
adalah metode kualitatif, baik untuk Tengah. Sebagai masjid Keraton, Masjid
pendataan maupun proses analisis. Agung Surakarta berada di dekat alun-alun,
Pemilihan metode kualitatif sebab peneliti di tengah-tengah kota. Sebelah utara
ingin mengeksplor fenomena bentuk berbatasan dengan pemukiman penduduk
arsitektural masjid, yang tidak dapat kampung Kauman. Sebelah selatan terdapat
dikuantitatifkan sehingga hasil penelitian Pasar Klewer. Di sebelah timur berbatasan
bersifat diskriptif. dengan alun-alun utara keraton Kasunanan
Surakarta, sedangkan sebelah barat terdapat
Penelitian ini menganalisis bagaimana unsur pemukiman penduduk.
geometri islam dalam Masjid dan Pola tata Masjid Agung dibangun oleh Sunan
ruang Masjid agung Surakarta. Dimana Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada
tahun 1768. Masjid ini merupakan masjid Menurut tradisi Keraton Surakarta, dalam
dengan katagori masjid jami', yaitu masjid setahun melangsungkan tiga kali upacara
yang digunakan untuk salat berjamaah yang berhubungan dengan agama Islam,
dengan ukuran makmum besar (misalnya yaitu upacara grebeg. Tiga macam grebeg
salat Jumat dan salat Ied). Dengan status adalah Grebeg Mulud pada tiap tanggal 12
sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga Rabiul Awal, Grebeg Pasa tiap tanggal 1
berfungsi mendukung segala keperluan Syawal dan Grebeg Besar tiap tanggal 10
kerajaan yang terkait dengan keagamaan, Dzulhijjah (Darsiti Soeratman, 2000: 141).
seperti Grebeg dan festival Sekaten. Raja Istilah grebeg dihubungkan dengan peristiwa
(Sunan) Surakarta berfungsi sebagai
panatagama (pengatur urusan agama) dan
masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini.
Semua pegawai masjid diangkat menjadi
abdi dalem kraton, dengan gelar seperti
Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu
Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah
Muadzin untuk juru adzan. pada waktu raja dalam busana kebesaran
miyos dari keraton menuju sitihinggil. Raja
Nilai Religius ginarebeg atau diiringi oleh para abdi dalem,
Keberadaan masjid ini berperan sebagai prajurit, sentana serta para tamu undangan
pusat syiar penyebaran agama Islam di sehingga suasana prosesi menjadi meriah.
wilayah Surakarta. Dimulai dari lingkungan Raja dianggap sebagai pusat kekuatan gaib
kerajaan, berkembang ke masyarakat luas. bagi komunitasnya (Victoria van
Dalam pelaksanaan religius, di wilayah ini Groenendael, 1987: 302).
masih sangat erat dengan tradisi khas ke- Gambar 1. Grebeg Mulud
jawaan. Gambar 2. G
Karakteristik religius Islami berupa
sinkrestik, dimana dalam perilaku beragama Gambar 3. Grebeg Pasa
masih terdapat kepercayaan pra Islam,
seperti hal-hal mengenai pusaka, nenek
moyang, eksistensi makhluk halus, serta
upacara-upacara ritual pra Islam lain yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat keraton. Dari sini kita mengenal
istilah Islam Jawi atau Islam Kejawen.
Proses Islami sinkrestik seperti ini,
sebenarnya sangat dipengaruhi oleh
penyebaran islam di wilayah Jawa sendiri,
seperti di Yogyakarta, Demak, dan wilayah-
wilayah Jawa lain. Mengenai perkembangan Gambar 4. Grebeg Besar
Islam sinkrestik di Jawa, hal ini masih
berkaitan dengan penyebaran Islam yang
dilakukan oleh Wali Songo. Wali-wali ini Konsep Arsitektur
mengembangkan dan menyebarkan Islam Arsitektur erat kaitannya dengan budaya dan
dengan penggabungan kebudayaan yang keadaan lingkungan dari suatu geografis
berbeda. Hal ini juga yang terjadi di wilayah tertentu yang akhirnya dapat menunjukan
Surakarta, dimulai dari Keraton Kasunanan suatu ragam yang mencirikan suatu daerah
Surakarta. tersebut. Ragam ornamen bangunan yang
sering digunakan dari berbagai daerah di
Nilai Kultural Indonesia adalah flora, selain fauna dan
alam juga ornamen geometris atau ornamen
hias religi. Sementara itu gaya arsitektur Gambar 6. Ragam Hias Kepercayaan: Arti
merupakan ragam, baik itu dalam hal cara, dan Penempatan
rupa, bentuk dan lainnya yang khusus
mengenai tulisan dan bangunan.
Pada bangunan arsitektur tradisional
Jawa memiliki beberapa macam ornamen
hias pada bangunannya, antara lain
ornamen hias flora , fauna, alam, dan
ornamen hias religi. Pada ornamen masjid
lebih banyak menggunakan ragam jenis
flora, alam dan religi, hal tersebut tidak lepas
dari pengaruh pra Islam (jaman peralihan
dari Hindu ke Islam. Flora yang digunakan
sebagai ornamen hias pada bangunan Jawa
memiliki makna suci, dan memiliki lebih
banyak variasinya. Ragam hias ini juga
merupakan simbol keindahan dan kebaikan Pendekatan Kontekstual
dan biasanya menggunakan warna-warna Masjid Agung Surakarta memiliki peran
seperti merah, hijau, dan kuning atau emas sejarah yang sangat penting dalam
(Cahyandari, 2012). perkembangan masuknya Islam ke wilayah
Berikut merupakan macam-macam Surakarta dan sekitarnya. Cara pemimpin
ornamen hias di bangunan tradisional Jawa kerajaan mengembangkan Islam dengan
dengan kebiasaan perletakan dan artinya. memadukan dua budaya yang berbeda agar
dapat diterima oleh masyarakat merupakan
sesuatu yang cermat, familiar, pilihan
metode yang efektif dan tidak berkesan
seperti doktrin diktatorisme terhadap
masyarakat sekitar.
Sebagai masyarakat modern yang
terpelajar, kita bisa mempelajari bagaimana
agama bisa menyatukan dua budaya
berbeda menjadi sesuatu yang dapat
diterima kalangan luas tanpa harus
memberikan unsur-unsur paksaan di
Gambar 5. Ragam Hias Flora: Anti dan dalamnya. Tidak terlalu plural, tapi
Penempatan bersahabat.
Ragam hias alam menekankan peran Hal lain yang dapat diperhatikan dari
semesta dan Tuhan. Kosmologi dualisme adanya Masjid Agung Surakarta ini adalah
(siang-malam, laki-laki-perempuan), dari segi arsitektur ekologis yang benar-
orientasi, dan topografi yang di benar terasa ketika kita memasuki bagian
transformasikan dalam simbol yang dalamnya. Setelah mencari tahu, ternyata
berbentuk air, awan, sinar, dan matahari. hal ini disebabkan oleh bukaan ruang yang
Ragam hias agama membentuk hubungan lebar dibagian bawah atap.
antara hamba dengan Tuhan melalui simbol- Bagian atap yang khas dari arsitektur
simbol yang bernuansa keagungan dengan tropis ditambah dengan peninggian
makna perlindungan. Letaknya penyangga yang memberikan ruang lebih di
menyesuaikan dengan fungsi bangunan. bagian dalam, memberikan konsep
Berikut merupakan macam-macam penghawaan yang nyaman. Bukaan pada
ornamen hias bermotif alam di bangunan bagian bawah rangka atap sebagai transisi
tradisional Jawa dengan kebiasaan dari tembok penyangga dan atap, juga
perletakan dan artinya. memberikan sirkulasi yang lebih kedalam
ruangan.
Seperti pada teori fisika bangunan timur tengah. Kemudian pada ornamen
yang telah kita pelajari, konsep yang floral, serta ukiran-ukiran detailnya mewakili
diterapkan pada bangunan ini mampu kebudayaan tradisional jawa yang juga
mengoptimalkan potensi alam disekitarnya berkembang pada masanya.
sebagai penunjang terpenuhinya bangunan
peribadatan yang nyaman tanpa harus Pola Tata Ruang
merusak kondisi di sekitarnya.

Gambar 7. Tiang Penyangga Beton pada Sisi


Luar Bangunan
Gambar 10. Denah Masjid Agung Surakarta

Bangunan Masjid Agung Surakarta


secara keseluruhan merupakan bangunan
tajug yang beratap tumpang tiga dan
berpuncak mustaka. Adapun ruang-ruang
yang terdapat Masjid Agung Surakarta
adalah sebagai berikut.
Gambar 8. Tampak Sudut Timur Masjid 1. Serambi, mempunyai semacam lorong
yang menjorok kedepan (tratag rambat)
Beberapa unsur budaya di padukan menjadi yang bagian depannya berbentuk
satu dalam sebuah massa bangunan kuncung.
peribadatan, yaitu unsur jawa dan kolonial
belanda, dengan fungsi bangunan sebagai
tempat beribadah. Hal ini melambangkan
bagaimana kondisi kultural yang
mendominasi pada masa di bangunnya
bangunan ini. Namun, pada akhirnya,
arsitekturlah yang mengambil fungsi visual
dari perkembangan kebudayaan.
Gambar 11. Serambi Masjid
2. Ruang shalat utama, mempunyai 4 saka
guru dan 12 saka rawa dengan mihrab
dengan kelengkapan mimbar sebagai
tempat khotib pada waktu sholat

Gambar 9. Gerbang Masuk

Arsitektur gerbang masuk ini memiliki


unsur kolonial belanda sangat lekat.
Lengkung geometri pada 3 bagian bisa
dicerna sebagai eksistensi dari kebudayaan
jum’at.
Gambar 12. Ruang Shalat Utama Gambar 16. Menara Adzan
3. Pawastren (tempat shalat untuk wanita) 9. Tugu Jam Istiwak, yaitu jam yang
dan balai musyawarah. menggunakan patokan posisi matahari
untuk menentukan waktu sholat.

Gambar 17. Tugu Jam Istiwak


10. Gedang Selirang, merupakan bangunan
Gambar 13. Tempat Shalat Wanita
yang dipergunakan untuk para abdi
4. Tempat wudhu.
dalem yang mengurusi masjid agung.

Gambar 14. Tempat Wudhu Wanita Gambar 18. Salah Satu Sudut Gedang
(Kiri) dan Pria (Kanan) Selirang
5. Pagongan, terdapat dikiri kanan pintu
masuk masjid, bentuk dan ukuran sama, Menaranya yang berada di
yaitu berbentuk pendopo yang bagian timur laut dibangun pada tahun
digunakan untuk tempat gamelan ketika 1901, bergaya arsitektur menara di New
upacara sekaten (upacara peringatan Delhi ,India. Sementara gapura yang
hari lahir Nabi Muhammad SAW). menghadap ke alun-alun utara
mengingatkan kita pada gerbang-
gerbang gaya Persia. Diatas pintu
gerbang utama terdapat hiasan tempel
berbentuk bulat telur dari kayu ukiran
yang menggambarkan bulan, bintang,
matahari dan bumi sebagai lambang
Gambar 15. Pagongan Keraton Kasunanan Surakarta yang
6. Istal dan garasi kereta untuk raja ketika berarti keraton sebagai pemersatu
sholat jumat dan grebeg, diperkirakan bangsa.
dibangun bersamaan dengan
dibangunnya Masjid Agung Surakarta. Analisis Geometri
7. Gedung PGA Negeri, didirikan oleh Unsur Pembentuk Geometri
Susuhunan Paku Buwono X (1914) dan 1. Wujud
menjadi milik kraton. Bangunan Masjid Agung
8. Menara adzan, mempunyai corak Surakarta memperlihatkan bangunan
arsitektur menara kutab minar di India. bergaya jawa klasik dengan perpaduan
Didirikan pada 1928. gaya eropa berupa kolom-kolom doric
dan ornamen fasade pada ruang
kuncungan. Wujud depan dan belakang
di dominasi elemen horisontal yang
mengesankan bangunan yang
memanjang, sedangkan wujud samping
didominasi elemen vertikal yang
mengesankan bangunan yang tinggi.
bangunan di dominasi oleh bentuk
dasar segitiga, sedangkan elemen badan
dan kaki di dominasi oleh bentuk dasar
persegi.
Gambar 19. Tampak Depan

Gambar 20. Tampak Belakang

Gambar 24. Bentuk Bangunan Masjid


Agung Surakarta
3. Posisi
Gambar 21. Tampak Samping Kanan Bangunan Masjid Agung
Surakarta berdiri di kompleks bangunan
masjid agung Keraton Kasunanan
Surakarta. Secara konteks kawasan
Masjid Agung Surakarta berada di posisi
tengah (inti kawasan) dengan dikelilingi
oleh beberapa bangunan pendukung,
Gambar 22. Tampak Samping Kiri seperti bangunan bangsal, bangunan
pesantren, perpustakaan, dan kantor
TU. Bangunan pendukung berfungs
sebagai pelengkap dan meunjang
bangunan Masjid Agung Surakarta.

Gambar 25. Posisi Bangunan


Gambar 23. Potongan Masjid Agung Masjid
Surakarta

2. Bentuk
Bangunan Masjid Agung Surakarta
dibagi menjadi dua elemen, yaitu
elemen kepala serta elemen badan dan
kaki. Analisis unsur geometri bentuk
adalah dengan cara membagi dan
menguraikan bangunan menjadi tiga
bentuk dasar, yaitu persegi, segitiga, Gambar 26. Siteplan Masjid Agung
dan lingkaran. Hasil dari uraian tersebut Surakarta
didapatkan bahwa elemen kepala
kehadiran ini tidak berkontribusi
4. Dimensi terhadap bentuk bangunan.
Pengukuran dimensi dilakukan Gambar 28. Lingkar Kehadiran
dengan cara membagi gambar denah Bangunan Masjid
dan tampak Masjid Agung Surakarta
menjadi beberapa bagian massa 2. Garis Pandang
bangunan. Hasil pengukuran di Garis pandang menuju bangunan
dapatkan bahwa massa ruang sholat Masjid Agung Surakarta di dominasi
utama memiliki dimensi yang paling adanya gapura dan tembok pembatas.
besar dan tinggi dibandingkan ruangan Gapura dan tembok pembatas
lain nya. Ketinggian total bangunan memberikan kesan bangunan masjid
adalah 23,54 meter yang setara dengan agung surakarta menjadi ruang yang
bangunan 4 lantai, sedangkan dimensi sakral, sedangkan ruang luar sebagai
total terpanjang bangunan adalah 103,9 ruang provan. Karakter yang terlihat
meter. Hasil tersebut dapat antara gapura dan bangunan menjadi
memberikan gambaran bahwa perpaduan dua gaya arsitektur yang
bangunan Masjid Agung Surakarta berbeda, yaitu arsitektur jawa klasik,
merupakan bangunan yang dan arsitektur persia. Garis pandang ini
monumental.

tidak berkontribusi terhadap bentuk


bangunan.
Gambar 27. Dimensi Bangunan Masjid Gambar 29. Garis Pandang Bangunan
Masjid
Prinsip Perancangan Geometri
1. Lingkar Kehadiran 3. Garis Lintasan
Lingkar kehadiran bangunan Analisis garis lintasan Masjid
masjid agung surakarta memperlihatkan Agung Surakarta memperlihatkan akses
eksisitensi atau keberadaan bangunan masuk menuju bangunan yang biasa
yang dilakukan secara makro dan mikro. digunakan oleh pengunjung. Akses
Lingkar kehadiran bangunan Masjid masuk bangunan terdapat tiga buah
Agung Surakarta diciptakan melalui pada sisi timur, sisi utara, dan sisi
dimensi besar dan ketinggian bangunan selatan. Ketiga akses tersebut kemudian
yang lebih dibandingkan bangunan dibagi lagi menjadi akses langsung dan
sekitar. Lingkar kehadiran juga berada tidak langsung. Akses langsung
pada zona nagara yang selalu (melewati kuncungan akses 1) dan
berdekatan dengan alun-alun. Lingkar akses tidak langsung (melewati kolam
akses 2-5) yang mengharuskan bersuci
kaki terlebih dahulu. Garis lintasan ini
tidak berkontribusi terhadap bentuk
bangunan.
Gambar 30. Garis Lintasan Bangunan

4. Modular
Analisis modular pada bangunan berada di posisi pusat dan bangunan
Masjid Agung Surakarta dilakukan yang menjulang.
analisis perbandingan antara panjang Gambar 32. Enam Arah dan Pusat
dibanding lebar serta panjang dibanding
tinggi atau biasa disebut dengan analisis
proporsi. Proporsi merupakan bagian
dari geometri yang berkaitan dengan
cara untuk mencapai sebuah keindahan.
Masjid
Penelusuran proporsi bangunan
dilakukan pada gambar denah dan
6. Geometri Pembuatan
tampak bangunan. Hasil penelusuran
Elemen kepala bangunan masjid
proporsi di dapatkan bahwa bangunan
agung surakarta berupa atap dengan
Masjid Agung Surakarta menggunakan
jenis tajuk, perisai, limas, joglo, dan
proporsi yang beragam. Proporsi ini
miring, material konstruksi atap terbuat
tidak berkontribusi terhadap bentuk
dari rangka kayu yang membentuk atap
bangunan.
runcing ke atas. Material pelingkup atap
terdiri dari sirap metal yang berwarna

coklat seperti warna kayu, serta kaca


bening untuk memasukkan cahaya
alami ke dalam bangunan.
Gambar 33. Material Elemen Kepala

Elemen badan bangunan

Gambar 31. Modular Bangunan Masjid

5. Enam Arah dan Pusat


Analisis enam arah dan pusat
pada bangunan Masjid Agung Surakarta
dilakukan dengan cara menarik sumbu
X,Y, dan Z Enam arah dan titik pusat
menghadirkan ruang sholat utama
menjadi inti dan pusat dari bangunan.
Arsitektur juga mempunyai aturan
tersendiri mengenai penentuan enam dibentuk oleh material konstruksi
arah dan pusat yang disebut dengan dinding dan kolom. Dinding bangunan
keblat papat limo pancer. Jika ditinjau merupakan dinding pemikul dengan
dengan konsep keblat papat limo ketebalan 2 bata (60 cm). Kolom
pancer juga menempatkan ruang sholat bangunan terdiri dari kolom kayu
utama sebagai inti atau pancer. Enam bulat, kolom kayu persegi, kolom
arah dan pusat berkontribusi terhadap semu, kolom doric beton, dan kolom
bentukan bangunan, yaitu dengan besi.
penempatan ruang shalat utama yang Gambar 34. Material Elemen Badan
KESIMPULAN
Elemen kaki bangunan dibentuk
oleh material konstruksi batu-bata yang Masjid Agung Surakarta memiliki peran
merupakan konstruksi sejak dibangun sejarah yang sangat penting dalam
pada tahun 1763. Material lantai dilapisi perkembangan masuknya Islam ke wilayah
marmer, keramik, dan tegel sebagai Surakarta dan sekitarnya. Karakteristik
material finishing. religius Islami, seperti hal-hal mengenai
pusaka, nenek moyang, eksistensi makhluk
halus, serta upacara-upacara ritual pra Islam
lain yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat keraton. Menurut
tradisi Keraton Surakarta, dalam setahun
Gambar 35. Material Elemen Kaki
melangsungkan tiga kali upacara yang
berhubungan dengan agama Islam, yaitu
7. Geometri Sosial
upacara grebeg. Ragam ornamen bangunan
Bangunan Masjid Agung
yang sering digunakan dari berbagai daerah
Surakarta merupakan bangunan
di Indonesia adalah flora, selain fauna dan
peribadatan umat islam yang kegiatan
alam juga ornament geometris atau
utama berupa sholat berjamaah. Dalam
ornamen hias religi.
kegiatan sholat berjamaah terdapat
pembagian ruangan bagi jamaah laki-
DAFTAR PUSTAKA
laki dan perempuan. Organisasi yang
tercipta dari kegiatan sholat berjamaah
(Tim Penulis Sejarah Masjid Agung
adalah organisasi linear yang
Surakarta, Sejarah Masjid Agung Surakarta,
berorientasi menuju ke mihrab imam.
2014)
Kegiatan sosial ini tidak berkontribusi
Surakarta : Absolute Media
terhadap bentuk bangunan Masjid
[ CITATION Bac13 \l 1033 ]
[ CITATION Yun15 \l 1033 ]
[ CITATION Dew192 \l 1033 ]
[ CITATION Pur141 \l 1033 ]
(Marcus. Simbol-Simbol Kebudayaan Jawa,
Hindhu dan Islam yang Dipresentasikan
dalam Artefak, 2008)

Agung Surakarta
Gambar 36. Geometri Sosial

8. Geometri Kompleks dan Overlay


Analisis geometri kompleks dan overlay
bangunan Masjid Agung Surakarta
dilakukan dengan penelusuran
transformasi. Penelusuran transformasi
memperlihatkan sejauh mana
perubahan dari bentukan dasar menjadi
bentukan yang final. Perubahan bentuk
dasar adalah melalui proses adisi,
substraksi, repetisi, dilatasi, shearing,
refleksi, dan distorsi.
Gambar 37. Geometri
Kompleks dan Overlay

Anda mungkin juga menyukai