Makalah Non-Seminar
1006702411
Pembimbing
R. Achmad Sunjayadi
0707050256
DEPOK
2014
Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia.
Email : nps.nuff@gmail.com
ABSTRAK
Willemskerk atau gereja Immanuel Jakarta adalah salah satu dari gereja-gereja peninggalan masa kolonial.
Bangunan gereja ini memiliki bentuk yang unik. Willemskerk dibangun menurut rancangan Johan Hendrik
Horst dan pembangunannya dimulai tahun 1835. Willemskerk dapat dibangun dengan usaha dan prakarsa
Raja Willem I yang menginginkan persatuan dari jemaat Protestan di Hindia Belanda. Unsur bangunan
yang sangat mencolok dari bangunan ini adalah penggunaan pilar-pilar yang megah serta atap yang
berbentuk kubah. Kedua unsur ini adalah bentuk adaptasi dari gaya bangunan Parthenon, Pantheon serta
teater Yunani klasik. Pada bangunan ini kita akan menemukan gaya neo-klasik. Penelitian ini mencoba
untuk menjelaskan unsur neo-klasik pada bangunan Willemskerk.
Kata Kunci: Gereja Immanuel Jakarta; Indische Empire Style; J. H. Horst; Neo-klasisisme;
Willemskerk.
ABSTRACT
Willemskerk or Immanuel Church Jakarta is one of churches from colonial time. The Building has an
unique form. Willemskerk were built according to Johan Hendrik Horst’s design and started to be build in
1835. Willemskerk were able to be established by the struggle and initiative of King Willem I for the
unification of Protestant congregation in Dutch Indies. The outstanding parts of the building is the usage
of majestic pillars and dome. Both are an adaptation of Parthenon, Pantheon and also Greek Classic
Theater. We will find neo-classic style on this building. The aim of the research is to explain neo-classic
elements of the building.
Masa kolonial yang pernah dialami Indonesia memberikan banyak bentuk bangunan
peninggalan yang hingga kini masih tetap ada. Bangunan dari masa kolonial yang hingga kini
tetap berdiri antara lain adalah benteng, kantor dagang, bank, gereja dan lain sebagainya.
Pada masa itu, pemerintah kolonial membangun banyak bangunan untuk mendukung
aktivitas kehidupan masyarakat.
Salah satu bangunan yang juga berasal dari masa kolonial adalah gereja.1 Gereja adalah
bangunan yang dipergunakan sebagai rumah peribadatan umat Kristen.2 Di masa kolonial
gereja dibangun untuk menunjang kegiatan masyarakat dalam beribadah. Beberapa gereja
yang dibangun di Batavia oleh insinyur berkebangsaan Belanda antara lain Haantjeskerk
atau Pniel oleh biro arsitek Ed. Cuypers en Hulswit3, serta Nassaukerk atau Gereja Paulus
oleh W. E. Burhoven Jaspers.4
Indische Empire Style adalah gaya bangunan yang disesuaikan dengan iklim, teknologi dan
bahan bangunan di Hindia Belanda.5 Kata indische ditambahkan dikarenakan gaya bangunan
ini adalah penyesuaian gaya Empire yang berasal dari Perancis yang diterapkan di Hindia
Belanda. Jika kita mengacu kepada perkembangan gaya bangunan di Eropa, akar dari
Indische Empire Style maupun Empire Style adalah gaya Neo-klasik yang mengandung ide
untuk mengacu kembali kepada bangunan-bangun dari masa Yunani dan Romawi. Tidak
ditemukan catatan siapa yang pertama kali memperkenalkan istilah Indische Empire Style.
Gaya bangunan ini berkembang di Hindia Belanda pada masa pemerintahan Daendels
sebagai bentuk penyebaran ide-ide perancis dalam segi gaya bangunan di tanah Jawa.6
1
Tornado Gregorius Silitonga. 2011. Gaya Bangunan Gereja Pniel di Pasar Baru, Jakarta. Depok: Skripsi
Universitas Indonesia. hlm. 1.
2
Heuken, Adolf. 1991. Ensiklopedia Gereja. jilid 1(a-g). Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. hlm. 202.
3
Tornado Gregorius Silitonga. 2011. Gaya Bangunan Gereja Pniel di Pasar Baru, Jakarta. Depok:
Skripsi Universitas Indonesia. hlm. 5.
4
Achmad Ghazali Rizky Winata. 2011. Gaya Bangunan Gereja Paulus Menteng, Jakarta. Depok: Skripsi
Universitas Indonesia. hlm. 9.
5
Handinoto. 1994. “Indische Empire Style” : Gaya arsitektur “Tempo Doeloe” yang Sekarang Sudah Mulai
Punah. Surabaya. Jurnal, Universitas Kristen Petra, Surabaya. hlm. 8. http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-
005/IESTYLE.pdf diunduh pada 22 Oktober 2014 pukul 22.00 WIB.
6
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 18.
Gaya bangunan dapat kita dekati dari beberapa sisi yang berbeda tapi tetap berkaitan satu
sama lainnya seperti dari sisi seni, sejarah maupun kebudayaan. Gaya bangunan dari sisi seni
dapat kita pandang sebagai seni bentuk dan hiasan. Kita dapat mengenali suatu budaya
dengan mencermati bangunan dan gaya bangunannya. Kedua hal itu merupakan manifestasi
fisik dari kebudayaan. Dari sisi sejarah, tentulah suatu bangunan yang bertahan dalam waktu
yang penjang memiliki nilai sejarah akan aktivitas, terlebih ide yang dulu pernah ada ataupun
tetap berlangsung hingga kini.
Melihat banyaknya benda peninggalan dari masa kolonial yang hingga kini dalam keadaan
yang kurang terawat dan tidak banyaknya informasi yang tersedia maka penulis tertarik untuk
meneliti bangunan peninggalan masa kolonial. Penulis memilih gereja Immanuel Jakarta atau
yang sebelumnya dikenal dengan nama Willemskerk karena gaya bangunannya yang unik.
Permasalahan
Gereja Willemskerk adalah salah satu dari banyak peninggalan masa kolonial di Indonesia.
Sangat disayangkan tidak ditemukan banyak catatan sejarah tentang bangunan ini. Dalam
setiap pembuatan suatu karya, pastilah seorang arsitek melakukan perenungan dan
perancangan. Setiap hal yang diterapkan maupun ornamen-ornamen yang digunakan oleh
seorang arsitek pastilah mengandung maksud dan tujuan tertentu. Gaya bangunan yang
dimiliki oleh gereja Willemskerk adalah unik karena tidak seperti bangunan gereja di Belanda
maupun di Indonesia. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih jauh
tentang gereja Willemskerk. Sehingga permasalahan yang diajukan oleh penulis adalah
bagaimanakah gaya bangunan yang dimiliki oleh gereja Willemskerk?
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan
dan analisis data yang digunakan adalah observasi dan kepustakaan. Dalam membahas
masalah di atas langkah pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data-data sekunder
Setelah data-data sekunder didapatkan maka dilakukan pengumpulan data primer yang
berupa dokumentasi dalam bentuk foto dan deskripsi dari bentuk serta atribut-atribut yang
terdapat pada bangunan gereja Immanuel. Analisis dan interpretasi dilakukan setelah
mengumpulkan data sekunder dan primer. Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan maka
dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk menjawab permasalahan.
Langgam Neo-klasik
Gaya neo-klasik pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-18 di Eropa. Di dalam gaya
neo-klasik para arsitek mencoba kembali berbalik kepada kemurnian dan keindahan dari gaya
Roma dan Yunani. Hal yang menjadi pemicu munculnya gaya ini adalah penemuan
arkeologis reruntuhan kota Roma, Atena, Split, Palmyra dan Balbeek.7 Setelah reruntuhan
dari kota-kota ini ditemukan oleh para arkeolog kemudian arsitek mulai mempelajari dan
meniru gaya bangunan tersebut dan terlahirlah gaya neo-klasik.
Konsep yang begitu melekat pada gaya bangunan neo-klasik adalah unsur-unsur yang berasal
dari Yunani dan Romawi. Kedua gaya ini menekankan akan penggunaan ruang utama yang
besar, koridor panjang, serta tiang-tiang yang tinggi menjulang sebagai penopang struktur
bangunan.
Pada bangunan bergaya neo-Klasik biasanya digunakan rancangan persegi panjang yang
simetris. Atap yang dirancangkan pada bangunan ini juga biasanya adalah sebuah struktur
yang menaungi keseluruhan ruang di dalamnya. Tiang-tiang dalam ukuran yang sangat besar
menjadi penanda dari gaya bangunan neo-klasik.8 Tiang-tiang ini tidak hanya menyangga
bagian depan bangunan, tetapi juga pada bagian sampingnya. Tiang-tiang yang sering
digunakan pada gaya neo-klasik adalah tiang dari ordo dorik, ionik dan korintian. Tiang dari
ordo dorik memiliki ciri khas diameter yang besar dan nuansa kokoh yang sangat menonjol.
Untuk hiasan pada bangunan bergaya neo-klasik juga tidak begitu meriah seperti pada gaya
bangunan rokoko atau juga barok. Pintu masuk pada bangunan bergaya ini umumnya terdapat
banyak. Hal ini mengacu kepada kuil Parthenon di Yunani. Jendela dan ruangan di dalamnya
7
Cole, Emely(Ed.). 2002. The Grammar of Architecture. Sydney: Craftsman House. hlm. 284.
8
Cole, Emely(Ed.). 2002. The Grammar of Architecture. Sydney: Craftsman House. hlm. 286.
9
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 18.
Permulaan abad ke-19 adalah periode yang suram bagi gereja di Hindia Belanda.11 Pada masa
itu jemaat De Indische Kerk hanya dilayani oleh tiga orang pendeta yaitu : Ds. Ross, Ds.
Meyer dan Ds. Montanus. Pada tahun 1815 dan 1816 secara berturut-turut Ds. Meyer dan Ds.
Montanus meninggal. Sehingga yang tersisa hanyalah Ds. Ross untuk melayani jemaat di
10
http://www.architectenweb.nl/aweb/archipedia/archipedia.asp?ID=4998 diakses pada 15 Agustus 2014 pukul
13.14 WIB.
11
Maitimoe, D. R. 1966. Latar Belakang dan Pembangunan Gedung Gereja Immanuel DKI Jakarta. Jakarta:
GPIB Immanuel Jakarta. hlm. 2.
12
Hervormd (Reformis) dan Lutheran adalah denominasi dalam agama Kristen. Kedua denominasi ini muncul
karena dipicu oleh reformasi gereja dengan tindakan memisahkan diri dari gereja Katolik Roma dan doktrinnya.
Reformasi gereja dicetuskan oleh Martin Luther dengan memprotes dipejualbelikannya surat pengampunan dosa
oleh Paus. Belanda dan Jerman adalah tempat di mana denominasi ini berkembang. A Brief History of Christian
Denominations. http://religionfacts.com/christianity/denominations/history.htm diakses pada15 Agustus 2014
pukul 13.57 WIB.
Jumlah dana anggaran yang ditaksir untuk pembangunan gereja Willemskerk adalah f
192.000. Masing-masing dari jemaat Lutheran dan Hervormd mengumpulkan f 40.000.
Kemudian Gubernur Jenderal Baud menghadiahkan f 92.000 dan yang terakhir adalah f
20.000 disumbangkan oleh jemaat lain yang berasal di Sumatra dan Jawa14.
Pada masa pendudukan Jepang, gereja ini pernah beralih fungsi menjadi mausoleum atau
tempat penyimpanan abu dari jenazah tentara Jepang yang meninggal. Gereja ini berubah
nama menjadi Churei-do selama pendudukan Jepang.15 Setelah masa pendudukan Jepang
berakhir barulah bangunan ini difungsikan kembali sebagai gereja. Seiring juga dengan
perjalanan waktu sudah pernah dilakukan empat kali usaha konservasi gereja.
Gereja Willemskerk mulai didirikan pada tahun 1835.16 Peletakan batu pertama dilakukan
bertepatan dengan ulang tahun dari Raja Willem I, 24 Agustus 1835. Empat tahun kemudian
pada tanggal yang sama juga gereja ini diresmikan dengan nama Willemskerk sebagai bentuk
penghormatan kepada raja. Luas bangunan dari gereja ini adalah 1102m2 dan dibangun di
atas tanah seluas 9180m2,17 sekarang secara administratif terletak di Jalan Medan Merdeka
Timur no. 10.
13
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 10.
14
Maitimoe, D. R. 1966. Latar Belakang dan Pembangunan Gedung Gereja Immanuel DKI Jakarta. Jakarta:
GPIB Immanuel Jakarta. hlm. 9.
15
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 17.
16
Maitimoe, D. R. 1966. Latar Belakang dan Pembangunan Gedung Gereja Immanuel DKI Jakarta. Jakarta:
GPIB Immanuel Jakarta. hlm. 8.
17
Agus Budiawan. 2013. Sambang : Gereja-Gereja Tua di Jakarta.
http://agusbudiawan.wordpress.com/2013/12/29/sambang-gereja-gereja-tua-di-jakata/ diakses pada 15 Oktober
2014 pukul 13.00 WIB.
Arsitek yang merancang bangunan ini adalah J. H. Horst.20 Johan Hendrik Horst termasuk ke
dalam golongan pejabat di Hindia Belanda khususnya di Batavia. Semasa kariernya J. H.
Horst tercatat sebagai arsitek pada Direktorat Bangunan Sipil (Directie over De Civiele
Gebouwen). Pada masa pembangunan Willemskerk ia juga tengah menjabat sebagai petugas
pajak dan pengukuran tanah (Landmeter en Taxateur te Batavia). Pada tahun 1843 J. H.
Horst pensiun dan meninggal enam tahun kemudian di usianya yang ke-59.21 Sayangnya
tidak banyak ditemukan catatan ataupun penjelasan yang memadai tentang arsitek ini.
Sekilas bangunan ini terlihat mencolok dikarenakan bentuknya yang unik. Gereja ini
memiliki bentuk yang simetris dan terdapat juga kubah di atasnya yang menjadikannya
terlihat begitu khas. Kesan kokoh begitu terasa ketika kita melihat pilar-pilar yang
menyangga bangunan gereja. Gaya bangunan gereja ini akan mengingatkan kita akan
megahnya bangunan di Yunani. Cat berwarna putih melapisi seluruh bagian gereja. Gereja ini
terlihat semakin indah jika dipandang dari kejauhan dengan dikelilingi oleh taman di
sekitarnya. Gereja dengan dua lantai ini telah bertahan lebih dari ratusan tahun dan telah
membuktikan kekuatan dari rancangannya. Sejak tahun 1948 gereja menjadi bagian dari
18
Annema, W. 1990. Gereja Immanuel, De Voormalige Willemskerk, Jakarta, Indonesia. Delft: Faculteit der
Bouwkunde Werkgroep restauratie. hlm. 3.
19
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 7.
20
Maitimoe, D. R. 1966. Latar Belakang dan Pembangunan Gedung Gereja Immanuel DKI Jakarta. Jakarta:
GPIB Immanuel Jakarta. hlm. 8.
21
Annema, W. 1990. Gereja Immanuel, De Voormalige Willemskerk, Jakarta, Indonesia. Delft: Faculteit der
Bouwkunde Werkgroep restauratie. hlm. 4.
Pertama- tama kita akan melihat denah dari bangunan Willemskerk. Jika kita cermati dengan
baik maka kita dapat melihat adanya bentuk yang simetris. Jika kita menarik garis lurus
secara horizontal maupun vertikal, maka bangunan gereja dapat terbagi ke dalam empat
bagian yang sama besar. Denah bangunan yang simetris ini adalah ciri khas dari gaya
klasisisme. Inspirasi yang mungkin mempengaruhi arsitek dalam merancang bentuk
bangunan ini diambil dari kuil Parthenon, Yunani dan bentuk kubah dari bangunan Pantheon,
Roma. Bangunan gereja Willemskerk juga menghadap ke arah empat mata angin dengan sisi
muka menghadap ke timur. Denah yang dimiliki oleh gereja Willemskerk juga serupa dengan
rancangan karya Andrea Palladio yang bernama Villa Rotenda di Vicenza (1570). Gambar
berikut adalah bentuk denah dari bangunan gereja Willemskerk dilihat dari atas.
Façade adalah bagian muka dari suatu bangunan. Melalui façade bangunan dapat dikenali
identitas suatu bangunan berdasarkan kulit luar/dinding yang nampak (Prijotomo 1987: 3 )
Pada bagian muka gereja Willemskerk kita dapat menemukan tympanum. Tympanum adalah
bagian segitiga yang ditunjang oleh pilar. Tympanum adalah elemen dari arsitektur klasik.
22
Maitimoe, D. R. 1966. Latar Belakang dan Pembangunan Gedung Gereja Immanuel DKI Jakarta. Jakarta:
GPIB Immanuel Jakarta. hlm. 14.
Gambar 5 : Façade
Sumber : Narendra Pandya Satwika, 2014
Gambar 6 : Tympanum
Sumber : Narendra Pandya Satwika, 2014
23
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 41.
24
Data direkam dari obervasi penulis pada 12 Oktober 2014 pukul 10.10 WIB.
Pada gambar 3 dan 4 tampak samping gereja di sisi utara dan selatan, pada kedua bagian ini
ditemukan bagian-bagian penyusun bangunan yang sama seperti pilar, pintu dan jendela.
Bagian selanjutnya adalah bagian yang bertolak belakang dengan façade.Bagian ini memiliki
ruang di dalamnya. Ruangan ini berfungsi sebagai ruang konsistori. Arti kata konsistori
menurut yang dituliskan Henk ten Napel dalam Kamus Teologi (2009) berasal dari bahasa
Yunani yang berarti kamar. Ruang konsistori adalah kamar yang digunakan oleh pendeta dan
majelis jemaat untuk mempersiapkan diri sebelum dimulainya ibadah. Akses ini tidak
digunakan selain oleh pendeta dan majelis jemaat yang bertugas untuk menjadi pelayan
dalam ibadah. Secara bentuk bagian ini berbeda dari tiga bagian akses atau serambi lainnya.
Pada bagian konsistori tangga yang digunakan adalah tangga yang melingkar di sisi kiri dan
kanan. Bagian konsistori juga ditopang oleh pilar yang berjumlah enam tetapi ukurannya
tidak sebesar seperti yang ditemukan di bagian lainnya.
Pilar yang menyangga bangunan Willemskerk sangat menarik perhatian. Pilar-pilar ini berdiri
kokoh mengelilingi lingkar bangunan gereja. Jumlah pilar yang ada pada bagian façade,
serambi kiri dan kanan adalah 18.25 Berdasarkan penampakannya pilar ini tergolong ke
dalam ordo dorik. Ordo dorik sangat mudah dikenali ketika kita melihat desainnya yang polos
tanpa hiasan apapun. Di setiap ujung pilar hanya ditemukan lekukan tanpa ada tambahan
hiasan lain. Pilar dari ordo dorik memiliki karakteristik yang tebal dan kokoh, tidak sama
seperti ordo ionik ataupun korintian yang memiliki hiasan yang lebih semarak. Penggunaan
pilar sebagai penyangga utama bangunan adalah ciri khas dari arsitektur klasik yang merujuk
kepada bangunan kuil Parthenon, Yunani.
25
Data direkam dari obervasi penulis pada 12 Oktober 2014 pukul 10.10 WIB.
Bangunan gereja Willemskerk terletak lebih tinggi dari tanah. Gereja Willemskerk berada di
atas pondasi batu setinggi satu lantai. Pada bagian pondasi ini kita dapat melihat hiasan
berupa garis sejajar dan membujur yang saling tumpang tindih. Sekalipun mungkin saja tidak
berbentuk artistik tetapi hal ini ditemukan pada bangunan lain, seperti yang ada di Museum
Bank Mandiri. Pembangunan tempat peribadatan yang lebih tinggi dari muka tanah secara
umum menurut penulis adalah simbol hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
menandakan tempat yang sakral. Bangunan yang lebih tinggi dari muka tanah bertujuan
untuk memisahkan bagian yang sakral dan profan.
Secara arsitektur desain ini dikenal dari gaya bangunan palladian karena pada desainnya,
bangunan utama terletak lebih tinggi dari tanah. Pada gaya bangunan palladian, vila-vila
yang dirancang selalu diletakkan lebih tinggi dari tanah. Kita juga dapat membagi bangunan
gereja Willemskerk ke dalam tiga bagian, yang pertama adalah atap sebagai kepala, lalu
bangunan utama sebagai tubuh dan pondasinya yang berdiri di atas tanah sebagai kaki.
Perumpamaan ini sering muncul pada bangunan dengan gaya neo-klasik.26
26
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 22.
Setelah kita memasuki pintu utama kita akan sampai pada ruangan utama. Ruangan ini
memiliki diameter 9,5m.27 Ruangan ini adalah ruang utama yang digunakan jemaat untuk
beribadah. Pada ruangan utama Willemskerk jenis lantai yang digunakan adalah marmer
berwarna hitam. Pada lantai di ruang utama tidak ditemukan adanya oranamen hiasan. Tidak
seperti pada gereja Katolik yang pada umumnya denahnya berbentuk salib, ruang utama yang
dijadikan tempat jemaat untuk duduk dalam ibadah berbentuk lingkaran. Lingkaran yang
tidak terputus ini menurut penulis melambangkan persekutuan jemaat Kristen yang terbuka
dan rukun. Menurut penulis bentuk melingkar juga terinspirasi dari bentuk Amfiteater Yunani
yang melingkar. Ketika kita duduk di sisi manapun kita dapat melihat mimbar sama seperti di
teater kita dapat melihat ke arah panggung tanpa terhalangi apapun.
27
Christie Damayanti. 2012. ‘Gereja Immanuel’: Saksi Sejarah yang Cantik dari Hindia Belanda.
http://sejarah.kompasiana.com/2012/02/03/gereja-immanuel-saksi-sejarah-yang-cantik-dari-hindia-belanda-
432537.html diakses pada 15 Oktober 2014 pukul 14.00 WIB.
]
Gambar 16 : Kursi kayu pada ruang utama
Sumber : Narendra Pandya Satwika, 2014
Jika kita memasuki ruang utama melalui pintu depan maka kita akan menemukan ada sebuah
kotak yang berisikan sepasang kursi. Kotak ini hampir mirip dengan balkon dan tidak begitu
besar ukurannya. Pada kotak ini dapat kita temukan pintu untuk masuk. Kursi yang dimiliki
juga berbeda dengan kursi yang digunakan oleh jemaat lainnya. Tempat ini adalah kursi yang
digunakan khusus oleh pasangan gubernur dan istrinya, mengingat Willemskerk adalah
Altar adalah bagian dari ruangan gereja yang digunakan pendeta untuk berkhotbah dan
melakukan sakramen. Pada gereja, Altar mencakup area yang dipisahkan dengan posisinya
yang sedikit lebih tinggi dari ruang jemaat. Pada area altar terdapat mimbar kecil yang
digunakan oleh majelis jemaat dan mimbar besar yang digunakan pendeta untuk berkhotbah.
Mimbar kecil digunakan oleh majelis untuk membacakan liturgi ibadah dan mimbar besar
adalah mimbar utama dan hanya digunakan oleh pendeta menyampaikan khotbah dalam
ibadah. Ciri dari protestanisme tercermin pada kesederhanaan dan tidak ada hiasan yang
meriah di dalam ruang ibadah dan altar.
Pada lantai atas kita akan menemukan juga kursi yang melingkar. Kursi ini terbuat dari bahan
kayu dan terdiri dari dua tingkat. Desain ini memungkinkan jemaat yang duduk dapat
memandang ke arah mimbar dengan leluasa. Sama seperti kursi melingkar yang terdapat di
ruang utama kursi ini melingkari lantai atas tetapi hanya terbagi menjadi dua bagian karena
Atap yang dimiliki gereja Willemskerk adalah atap berbentuk kubah. Atap yang berbentuk
kubah ini menurut penulis, sangat sesuai dengan iklim tropis karena memudahkan air hujan
mengalir. Atap kubah yang digunakan pada gereja Willemskerk serupa dengan yang dipakai
dengan bangunan Pantheon di Roma. Material yang digunakan pada atap kubah kini adalah
sirap yang terbuat dari kayu jati.28 Pada masa sebelumnya pernah diperintahkan penggantian
penutup atap kubah. Sebelumnya atap kubah ditutup oleh 1126 lempeng tembaga dan
kemudian dijual ke masyarakat.29 Penggantian penutup atap ini kemungkinan
dilatarbelakangi oleh faktor keamanan, mengingat tembaga adalah konduktor listrik.
Bangunan gereja yang terletak pada hamparan tanah yang lapang akan menjadikannya tidak
aman dari sambaran petir. Selain itu juga penggunaan atap sirap adalah bentuk penyesuaian
dengan gaya dan bahan bangunan lokal.
Di puncak atap kubah kita dapat menemukan louver. Louver adalah konstruksi atap bangunan
yang biasanya bebentuk kubah atau seperti menara kecil yang muncul di atap. Louver lazim
digunakan pada bangunan yang memiliki gaya neo-klasik. Louver yang digunakan pada
gereja Willemskerk berbentuk kubah.
28
Christie Damayanti. 2012. ‘Gereja Immanuel’: Saksi Sejarah yang Cantik dari Hindia Belanda.
http://sejarah.kompasiana.com/2012/02/03/gereja-immanuel-saksi-sejarah-yang-cantik-dari-hindia-belanda-
432537.html diakses pada 15 Oktober 2014 pukul 14.00 WIB.
29
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 15.
Di bagian dalam louver kita akan menemukan hiasan berbentuk teratai dengan enam helai
daun. Bunga teratai berdaun enam atau sesen dalam bahasa Mesir ini berasal dari mitologi
Mesir yang melambangkan matahari.30 Bunga teratai adalah bunga yang tenggelam di malam
hari dan kemudian muncul kembali pada keesokannya menyerupai matahari yang terbit di
awal hari. Arti lain dari bunga teratai di dalam kebudayaan Mesir adalah lambang dari
persatuan. Lambang bunga teratai digunakan sebagai lambang persatuan dua kerajaan Mesir.
Hal ini hampir serupa dengan dengan tujuan awal persatuan jemaat Lutheran dan Hervormd
dalam mendirikan gereja Willemskerk. Fungsi dari louver ini ternyata tidak hanya sebagai
ornamen hiasan, tetapi juga menggunakannya untuk menjadi pengumpul cahaya (centraal
lichtbundeling).31 Jika seluruh pintu dan jendela ditutup, maka ruangan utama dapat diterangi
dengan merata oleh cahaya yang masuk dari louver.
30
Lotus Flower Meaning and Symbolisms. http://www.lotusflowermeaning.net/ diakses pada 15 Oktober 2014
pukul 19.03 WIB.
31
Maitimoe, D. R. 1966. Latar Belakang dan Pembangunan Gedung Gereja Immanuel DKI Jakarta. Jakarta:
GPIB Immanuel Jakarta. hlm. 10.
Berikutnya adalah mangkuk untuk air baptisan. Baptisan adalah sakramen dalam agama
Kristen sebagai tanda keselamatan, penghapusan dosa dan pernyataan iman Kristen.33
Mangkuk ini berisi air yang digunakan dalam sakramen baptisan. Pada tutup mangkuk
ditemukan hiasan bebentuk domba yang merupakan lambang dari Yesus sebagai anak domba
Allah. Terakhir adalah cawan dan tempat anggur yang dipakai untuk sakramen perjamuan
kudus. Perjamuan kudus adalah sakramen peringatan akan penebusan Yesus di kayu salib
dengan anggur dan roti sebagai perlambang darah dan tubuh Yesus yang dicurahkan untuk
pangampunan dosa.
32
Afif Farhan. 2011. Gereja Immanuel: Warisan Batavia untuk Jakarta.
http://travel.detik.com/read/2011/12/21/112749/1796340/1025/1/gereja-immanuel-warisan-batavia-untuk-
jakarta diakses pada 15 Oktober 2014 pukul 13.15 WIB.
33
http://religionfacts.com/christianity/practices/baptism.htm diakses pada 15 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB.
Sedikit ornamen hiasan yang dapat kita temukan dari bangunan gereja Willemskerk terdapat
pada dinding dan penyangga balkon. Pada dinding di lantai atas kita dapat melihat desain
pilar korintians tetapi tidak berfungsi sebagai penopang struktur bangunan yang dikenal
sebagai pilaster. Penyangga balkon atau dapat kita sebut console yang ada ternyata dibentuk
juga sebagai ornamen hiasan. Bentuk yang dimiliki penopang balkon ini tersusun dari balutan
sulur tanaman. Penyangga balkon ini berjumlah 18, dan terbuat dari bahan metal dan diberi
warna keemasan. 34 Terakhir kita dapat menemukan hiasan yang menyerupai ikat pinggang
yang membatasi ruangan bawah dan atap di atasnya, area transisi ini disebut entlablature.
Ornamen yang ditemukan adalah bentuk motif floral yang mengelilingi seluruh ruangan.
34
Data direkam dari obervasi penulis pada 12 Oktober 2014 pukul 10.10 WIB.
35
Willemskerk and Pipe Organ. http://krontjongtoegoe.com/profile/33/ diakses pada 15 Oktober 2014 pukul
13.25 WIB.
36
Nadia Purwestri dan Nanda Widyarta. 2007. Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah : Willemskerk GPIB
Immanuel. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur. hlm. 13.
Gaya yang melekat pada orgel ini sendiri adalah gaya barok dan kembali muncul ornamen
hiasan dari bunga teratai. Orgel ini akan berfungsi ketika mesin pemompa udara dihidupkan.
Orgel adalah instrumen utama yang biasanya dimiliki gereja dari masa kolonial untuk
mengiringi musik dalam ibadah. Penulis pernah menemukan orgel lainnya pada Haantjes
kerk atau gereja Pniel dan Portugese Buitenkerk atau gereja Sion. Hingga saat ini ini orgel di
Willemskerk dapat berfungsi dengan baik. Menurut penulis dibutuhkan konservasi untuk
orgel lain yang masih ada hingga sekarang sebelum habis termakan usia. Sayang sekali dari
informasi yang dapat ditemukan,orgel ini tidak terdokumentasikan dalam catatan karya yang
dibuat oleh pabrik orgel J. Batz.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa bangunan yang dimiliki
gereja Willemskerk adalah neo-klasik. Hal ini dapat kita simpulkan dari ornamen utama yang
digunakan oleh bangunan ini. Penggunaan ornamen pilar dorik dan bentuk teater adalah
komponen yang diadaptasi dari gaya bangunan Yunani, denah bangunan yang simetris juga
adalah ciri yang kuat akan kuil dan bangunan Yunani. Meskipun begitu pada bagian dalam
Gereja Willemskerk kita tetap dapat menemukan sedikit hiasan yang berbentuk tanaman
yaitu bunga teratai. Pada bangunan gereja Willemskerk juga kita temukan karakter dari
desain arsitektur vila palladian dengan posisinya yang lebih tinggi dari tanah dan juga
bentuknya yang simetris. Dengan tidak ditemukan ornamen hiasan yang berarti di gereja
Gereja Willemskerk kini sudah memasuki usianya yang ke-175. Gereja ini tetap melayani
jemaat di hari minggu dengan tiga kali jadwal kebaktian dan tiga bahasa pengantar ibadah
yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Belanda. Bangunan gereja kini menurut
penulis membutuhkan perlindungan dan perawatan. Sebagai peninggalan sejarah, gereja ini
haruslah dirawat dengan baik. Tidak terbatas pada gereja Willemskerk tetapi juga seluruh
peninggalan masa kolonial yang luput dari perhatian dan pelestarian. Hal ini dapat dimulai
paling tidak dari Jakarta dan tempat lainnya di seluruh Indonesia.
Kesimpulan
Gereja Willemskerk adalah gereja yang didirikan dengan maksud mempersatukan jemaat
Protestan di Hindia Belanda. Pendirian gereja ini diprakarsai oleh Raja Willem I.
Pembangunan gereja Willemskerk dimulai pada tahun 1835 yang kemudian selesai dibangun
dan diresmikan pada tanggal 24 Agustus tahun 1839 yang juga merupakan hari ulang tahun
Raja Willem I. Arsitek yang ditugaskan untuk membangun Willemskerk adalah J. H. Horst.
Dari tiap elemen yang ditemukan pada bangunan gereja Willemskerk, maka penulis
menyimpulkan gaya bangunan gereja Willemskerk adalah gaya neo-klasik. Johan Hendrik
Horst mengambil inspirasi dari bangunan Yunani kuno seperti kuil Parthenon di Yunani dan
atap kubah yang dimiliki bangunan Pantheon di Roma. Selain gaya neo-klasik, unsur dari
protestanisme tercermin juga pada bangunan gereja ini secara keseluruhan karena desainnya
yang sederhana dan tidak dipenuhi oleh hiasan. Bangunan gereja ini unik karena memiliki
desain seperti kuil Yunani di bagian luar dan teater di bagian dalamnya.
Buku
Jurnal Ilmiah
Handinoto. 1994. “Indische Empire Style” : Gaya arsitektur “Tempo Doeloe” yang
Sekarang Sudah Mulai Punah. Jurnal: Universitas Kristen Petra Surabaya.
http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/IESTYLE.pdf diunduh pada 22 Oktober 2014
pukul 22.00 WIB.
Skripsi
Achmad Ghazali Rizky Winata. 2011. Gaya Bangunan Gereja Paulus Menteng, Jakarta.
Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Petrus Priyo Sigit Sasongko. 1987. Gereja Kuno Sion dan Tugu Tinjauan Bandingan Bentuk
Bahan Hiasan dan Gaya. Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Tornado Gregorius Silitonga. 2011. Gaya Bangunan Gereja Pniel di Pasar Baru, Jakarta.
Skripsi Universitas Indonesia, Depok.
Situs