Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan untuk di ppt

Penyiapan siimplisia
Pada penelitian ini, proses pengeringan menjadi hal yang paling disoroti. Mengingat
tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh dari proses pengeringan terhadap
kekuatan aktivitas antioksidan dari sampel. Proses pengeringan menjadi salah satu hal yang
berperan penting, karena pengeringan bertujuan untuk menjaga kualitas bahan agar tidak
mudah rusak dan tahan disimpan dalam jangka waktu lama serta memiliki nilai ekonomi
lebih tinggi. Suhu pengeringan yang ideal adalah maksimal 50°C dengan ketebalan tumpukan
3-4 cm. Hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia daun yang mengandung
kadar air maksimal 5% dan ketika diremas akan hancur, ini menandakan daun telah kering
optimal (Indartiyah, dkk., 2011).
Proses pengeringan bahan simplisia dapat mempengaruhi kandungan bahan aktif yang
terdapat pada ekstrak yang dihasilkan, terutama untuk senyawa-senyawa yang memiliki sifat
tidak tahan terhadap panas, maka pengeringan dengan suhu tinggi tentu saja akan
berpengaruh pada senyawa tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa proses pengeringan tumbuhan dapat menyebabkan berkurangnya perolehan ekstraktif,
kadar senyawa fenolat dan aktivitas antioksidan. Cara pengeringan yang digunakan pun dapat
memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata terhadap perolehan ekstraktif, kadar
senyawa fenolat, dan aktivitas antioksidan (Rivai dkk, 2010).

Kadar air
Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan batasan maksimal
kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi media
tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa yang terkandung di
dalam simplisia. Dari hasil pengujian, dapat dilihat bahwa simplisia daun alpukat dan daun
mangga yang dikeringkan dengan cara dioven (P1A dan P1M) memiliki nilai kadar air yang
lebih baik daripada simplisia daun alpukat dan daun mangga yang dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan (P2A dan P2M). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hal ini adalah
suhu, mengingat suhu yang digunakan untuk pengeringan dengan cara dioven lebih tinggi
dan lebih stabil sehingga kadar air yang terdapat dalam sampel lebih sedikit. Hal ini sejalan
dengan pendapat Winangsih, dkk. (2013), bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dalam
proses pengeringan simplisia maka proses transpirasi akan berlangsung lebih cepat dan kadar
air akan semakin menurun. Walaupun demikian baik simplisia daun alpukat dan daun
mangga yang dikeringkan dengan cara dioven maupun diangin-anginkan memiliki nilai kadar
air yang memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2
Tahun 2017.
Kadar abu
Tabel 4.3 merupakan hasil pengujian kadar abu. Penentuan kadar abu simplisi bertujuan
untuk mengidentifikasi kandungan komponen yang tidak mudah menguap (komponen
anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa
organik. Semakin rendah kadar abu dari suatu bahan, maka semakin tinggi kemurnian bahan
tersebut. Kadar abu dari sampel P1A sebesar 3.5%, P2A 3%, P1M 3%, dan P2M 3.5%. Hasil
yang didapatkan telah memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Herbal
Indonesia Edisi 2 tahun 2017 dengan nilai persentase kadar abu maksimum sebesar 4.2%.
Kadar sari
Tabel 4.4 dan 4.5 merupakan hasil dari penetapan kadar sari larut air dan larut etanol.
Penetapan kadar sari larut dalam air bertujuan untuk mengidentifikasi jumlah senyawa yang
dapat tersari dengan air dari suatu simplisia. Sedangkan penetapan kadar sari yang larut
dalam etanol bertujuan untuk mengidentifikasi jumlah senyawa yang dapat tersari dengan
etanol dari suatu simplisia (Handayani, dkk., 2017).
Air dan etanol digunakan karena keduanya merupakan cairan pelarut yang
diperbolehkan dan memenuhi syarat kefarmasian (pharmaceutical grade). Pelarut air
ditujukan untuk melarutkan senyawa polar sedangkan etanol ditujukan untuk melarutkan
senyawa non polar jika dibandingkan dengan pelarut air yang terdapat dalam sampel
(Paramita, dkk., 2019).
Jika melihat dari hasil yang didapatkan, jumlah senyawa simplisia daun alpukat yang
dikeringkan dengan cara dioven, nilai senyawa yang larut dalam etanol lebih kecil daripada
senyawa yang terlarut dalam air, yaitu 27% berbanding 30%. Sedangkan untuk senyawa
simplisia daun alpukat yang dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, nilai senyawa yang
larut dalam etanol lebih besar daripada senyawa yang larut dalam air, yaitu 23% berbanding
14%. Untuk simplisia daun mangga yang dikeringkan dengan cara dioven, jumlah senyawa
yang terlarut dalam etanol lebih besar daripada senyawa yang larut dalam air, yaitu 28%
berbanding 16%. Sedangkan untuk simplisia daun mangga yang dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan, jumlah senyawa yang terlarut dalam etanol lebih kecil daripada senyawa
yang terlarut dalam air, yaitu 14% berbanding 26%. Meskipun demikian, baik kadar sari larut
air maupun kadar sari larut etanol dari semua sampel telah memenuhi persyaratan yang telah
tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2 tahun 2017 dengan nilai minimum untuk
kadar sari larut air sebesar 14% dan nilai minimum untuk kadar sari larut etanol sebesar
13.5%.

Susut pengeringan
Tabel 4.6 ini merupakan hasil dari penetapan susut pengeringan. Penetapan susut
pengeringan merupakan salah satu parameter non spesifik dengan tujuan untuk memberikan
batasan maksimal atau rentang tentang besarnya jumlah senyawa yang hilang pada saat
proses pengeringan. Penetapan susut pengeringan ini dilakukan menggunakan oven dengan
suhu 105°C sampai mendapatkan bobot konstan (Depkes. RI., 2017).
Jika melihat dari hasil yang didapatkan, batasan maksimal senyawa yang hilang dari
simplisia daun alpukat dan daun mangga yang dikeringkan dengan cara dioven memiliki nilai
yang lebih besar daripada simplisia daun alpukat dan daun mangga yang dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan, yaitu 0.36% dan 0.35% berbanding 0.29% dan 0.24%. Meskipun
demikian seluruh sampel telah memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Herbal
Indonesia Edisi 2 tahun 2017.
Ekstraksi
Tabel 4.7 merupakan hasil nilai rendemen ekstrak yang didapatkan dengan metode
maserasi. Maserasi digunakan untuk mengekstraksi simplisia daun alpukat dan simplisia daun
mangga karena metode ini merupakan metode yang cukup sederhana, tidak memerlukan
banyak pelarut, dan biaya yang lebih ekonomis. Selain itu karena senyawa yang berperan
sebagai sumber alami antioksidan dalam daun alpukat dan daun mangga ini bersifat
termolabil atau tidak tahan panas. Senyawa tersebut salah satunya senyawa flavonoid dan
fenol. Senyawa flavonoid adalah golongan senyawa yang tidak tahan panas dan mudah
teroksidasi pada suhu tinggi (Rompas, 2012). Luximon-Ramma, dkk., (2002), menyatakan
bahwa perbedaan kandungan fenol antara ekstrak yang berasal dari sampel segar dan kering
disebabkan akibat proses pengeringan. Senyawa fenol memiliki sifat yang mudah teroksidasi
dan sensitif terhadap panas, sehingga dengan adanya proses pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari dapat menurunkan kandungan senyawa fenol.
Pemilihan etanol sebagai pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi berdasar
kepada sifat dari etanol itu sendiri. Etanol merupakan pelarut yang memiliki kemampuan
menyari dengan polaritas yang lebar, mulai dari senyawa non polar sampai polar (Saifudin,
dkk., 2011). Selain itu juga penggunaan etanol ini sendiri sudah menjadi standar dalam
pembuatan ekstrak daun alpukat, hal ini tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2
tahun 2017. Pada penelitian yang telah banyak dilakukan etanol dengan konsentrasi 96%
telah terbukti menghasil nilai rendemen yang baik bagi ekstrak daun alpukat maupun ekstrak
daun mangga. Adapun nilai rendemen tertinggi sebesar 30.14% didapatkan oleh ekstrak
etanol 96% daun alpukat yang dikeringkan dengan cara dioven, diikuti oleh ekstrak etanol
daun mangga yang dikeringkan dengan cara dioven dengan nilai rendemen sebesar 29.72%,
dan daun alpukat serta daun mangga yang dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
memiliki nilai rendemen berturut-turut sebesar 29.34% dan 29.32%. Nilai rendemen seluruh
ekstrak telah memenuhi persyaratan karena berada diatas nilai minimum yang tercantum
dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2 tahun 2017 yaitu sebesar 26%. Besar kecilnya
nilai rendemen ekstrak yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi nilai rendemen ekstrak yaitu suhu yang digunakan untuk
proses ekstraksi, lamanya waktu ekstraksi, pengadukan selama ekstraksi, serta adanya
sirkulasi pelarut dan bagian dari simplisia (Kurnia, 2021).
Kombinasi Ekstrak
Setelah didapatkan ekstrak tunggal dari masing-masing sampel, selanjutnya dibuat
kombinasi ekstrak. Kombinasi ekstrak yang dibuat ada 6 variasi dengan kode K1A, K1B,
K1C, K2A, K2B, K2C. Kode K berarti kombinasi ekstrak, kode 1 merupakan sampel yang
dikeringkan dengan cara di oven, kode 2 merupakan sampel yang dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan, kode A, B, dan C berturut-turut merupakan perbandingan yang digunakan
dalam pembuatan kombinasi ekstrak. Kode A merupakan perbandingan 1:3, kode B
merupakan perbandingan 3:1, sedangkan kode C merupakan perbandingan 1:1.
Ekstrak tunggal daun alpukat dan daun mangga dikombinasikan dengan perbandingan
1:3, 3:1 dan 1:1. Perbandingan ini ditentukan berdasarkan nilai IC 50 dari ekstrak tunggal yang
sudah didapatkan sebelumnya. Karena nilai IC50 dari ekstrak tunggal daun mangga baik yang
dikeringkan dengan cara dioven ataupun diangin-anginkan lebih baik daripada ekstrak daun
alpukat, maka perbandingan pertama dari kombinasi ekstraknya yaitu 1:3, dengan kandungan
daun mangga sebanyak 3 gram dan daun alpukat 1 gram. Dengan harapan akan mendapatkan
nilai IC50 yang lebih baik, karena kandungan ekstrak daun mangga yang lebih banyak.
Skrining fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman atau sampel yang diteliti. Tentunya karena tujuan utama
penelitian ini untuk melihat kekuatan aktivitas antioksidan, maka perlu memastikan bahwa
dalam sampel terdapat senyawa yang bersifat sebagai antioksidan seperti senyawa flavonoid
dan fenol. Dari hasil yang didapatkan, sampel ekstrak daun alpukat dan daun mangga positif
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, dan steroid. Selain itu terkandung
juga senyawa saponin, tetapi hanya terdapat dalam sampel ekstrak daun alpukat.
Selain memegang peran penting pada tumbuhan, flavonoid juga memiliki beberapa
fungsi medis pada manusia, yaitu aktivitas antioksidan, antiinflamasi, mengurangi resiko
penyakit jantung koroner, sejumlah aktivitas pada vaskular, oestrogenik, sitotoksik antitumor,
antispasmolitik, hepatoprotektif, antijamur, antiansietas, dan pencegahan terhadap malaria
(Harborne & Williams, 2000). Sebagai antioksidan, flavonoid dapat menangkap sejumlah ion
oksidatif, di antaranya anion superperoksida, radikal hidroksil atau radikal peroksi.
Polifenol merupakan salah satu kelompok antioksidan paling banyak terdapat dalam
tanaman pangan, dengan lebih dari 8000 struktur fenolik (Harborne, 1993). Menurut Aulia
(2009) senyawa polifenol bersifat multifungsional dimana beberapa kegunaannya di
antaranya dapat sebagai pereduksi atau donor elektron, penangkap radikal bebas, pengkhelat
logam dan peredam terbentuknya oksigen singlet. Turunan polifenol sebagai antioksidan
dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron radikal bebas dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Hattenschwiller dan
Vitousek, 2000).
Aktivitas antioksidan
Tabel 4.9 merupakan hasil pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak tunggal daun
alpukat dan daun mangga baik yang dikeringkan dengan cara dioven maupun diangin-
anginkan. Dari hasil yang didapatkan, dapat dilihat dari nilai IC 50 bahwa ekstrak daun
mangga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada daun mangga, yaitu 1.89
ppm dan 3.47 ppm berbanding 15.83 ppm dan 12.5 ppm. Semakin kecil nilai IC 50 maka
kekuatan aktivitas antioksidan dari sampel tersebut semakin kuat. Apabila dilihat dari
perbandingan metode pengeringan tidak terlihat bahwa metode pengeringan mempengaruhi
kekuatan aktivitas antioksidan. Pada ekstrak daun alpukat, nilai IC50 yang lebih baik dimiliki
oleh ekstrak daun alpukat dengan pengeringan diangin-anginkan, dengan nilai 12.5 ppm.
Sedangkan pada ekstrak daun mangga, nilai IC50 yang lebih baik dimiliki oleh ekstrak daun
mangga dengan pengeringan dioven, dengan nilai 1.89 ppm.
Tabel 4.10 merupakan hasil dari pengujian aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak
dengan pengeringan dioven. Jika melihat dari perbandingan yang digunakan, perbandingan
1:3 menjadi perbandingan yang paling baik karena memiliki nilai IC50 yang paling baik
diantara perbandingan yang lain yaitu 9.45 ppm. Jika membandingkan antara nilai IC 50
kombinasi ekstrak dengan ekstrak tunggal yang dikeringkan dengan cara dioven, maka
ekstrak tunggal memiliki nilai IC50 yang lebih baik. Hal ini menandakan bahwa pembuatan
kombinasi ekstrak dari simplisia yang dikeringkan dengan cara dioven tidak memperkuat
aktivitas antioksidan dari kombinasi ekstrak tersebut
Tabel 4.11 merupakan hasil pengujian aktivitas antioksidan dari kombinasi ekstrak
dengan pengeringan diangin-anginkan. Sama halnya dengan kombinasi ekstrak dengan
pengeringan dioven, kombinasi ekstrak dengan pengeringan diangin-anginkan pun memiliki
nilai IC50 terbaik di perbandingan 1:3 dengan nilai 0.99 ppm. Selain itu, pembuatan
kombinasi ekstrak dari simplisia yang dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlihat
dapat meningkatkan kekuatan aktivitas antioksidan pada perbandingan 1:3. Karena apabila
dibandingkan antara kombinasi ekstrak dengan ekstrak tunggal dengan pengeringan diangin-
anginkan, kombinasi ekstrak memiliki nilai IC50 yang jauh lebih baik.
Jika membandingkan antara kombinasi ekstrak pengeringan dioven dan diangin-
anginkan, maka 2 dari 3 perbandingan yang digunakan, kombinasi ekstrak dengan
pengeringan diangin-anginkan memiliki nilai IC50 yang lebih baik daripada kombinasi ekstrak
dengan pengeringan dioven. Perbandingan yang lebih baik yaitu perbandingan 1:3 dan 3:1
dengan nilai IC50 berturut-turut yaitu 0.99 ppm dan 12.69 ppm berbanding 9.45 ppm dan
19.78 ppm.
Metode yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan ini adalah metode
DPPH. Metode ini sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan dari suatu ekstrak
atau bahan alam sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi antioksidan dari
ekstrak atau bahan alam tersebut dalam meredam radikal bebas. Pengukuran dengan metode
DPPH merupakan metode sederhana, cepat dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti
metode lain (Koleva, dkk., 2001), selain itu metode ini terbukti akurat, reliable dan praktis
(Prakash, dkk., 2001). DPPH merupakan radikal nitrogen organik yang stabil berwarna ungu
tua dan bersifat stabil di suhu ruangan, maka dari itu pada pengujian aktivitas antioksidan ini
sebelum sampel diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis,
sampel yang telah ditambahkan larutan DPPH perlu diinkubasi dalam suhu ruang terlebih
dahulu dengan waktu lebih kurang selama 30 menit.
DPPH menerima elektron atau hidrogen sehingga dapat membentuk molekul yang lebih
stabil. Serapan warna violet yang terjadi pada panjang gelombang 517 nm ditimbulkan oleh
delokalisasi elektron (Winarsi, 2007). Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara
transfer elektron maupun radikal hidrogen pada DPPH dapat menetralkan sifat radikal bebas
DPPH. Apabila semua elektron yang terdapat pada DPPH berpasangan, maka warna larutan
akan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang
(λmax) 517 nm akan hilang (Gurav, dkk., 2007). Perubahan warna tersebut dapat diukur
dengan spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson, 2007). Penurunan
intensitas warna disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada senyawa
DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan elektron oleh zat antioksidan,
sehingga menyebabkan tidak adannya kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi.
Dari hasil pengujian aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak, didapatkan bahwa
kombinasi ekstrak K2A atau kombinasi ekstrak dengan perbandingan 1:3 yang dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan memiliki nilai IC50 terbaik dengan nilai 0.99 ppm yang berarti
hanya dengan konsentrasi 0.99 ppm, kombinasi ekstrak K2A dapat meredam radikal DPPH
sebanyak 50%. Dari hasil tersebut, jika dibandingkan dengan ekstrak tunggal baik P1A, P2A,
P1M, ataupun P2M, kombinasi ekstrak tetap menjadi ekstrak dengan nilai IC50 terbaik.
Meskipun demikian apabila melihat dari nilai IC50 kombinasi ekstrak yang lain, nilainya tidak
jauh lebih baik dari ekstrak tunggal.
Jika berdasar pada metode pengeringan yang digunakan, pengeringan dengan cara
dioven dengan suhu yang lebih tinggi dan lebih stabil tidak berpengaruh terlalu signifikan.
Dapat dilihat dari nilai IC50 bahwa rata-rata ekstrak yang dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan memiliki nilai IC50 yang lebih baik daripada ekstrak yang dikeringkan dengan cara
dioven. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal ini terjadi adalah suhu pengeringan
dalam oven yang terlalu tinggi. Mengingat bahwa suhu pengeringan simplisia daun yang
ideal adalah 50°C, sedangkan suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60°C. Selain
itu, suhu tinggi yang digunakan juga dapat mengganggu kestabilan senyawa flavonoid dan
fenol yang berperan sebagai antioksidan.

Anda mungkin juga menyukai