A. Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Japardi, 2002).
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Supardi, 2007).
B. Etiologi
a. Kecelakaan (bermotor, sepeda, atau mobil), jatuh
b. Kecelakaan saat olahraga
c. Cedera akibat kekerasan.
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Cedera Kepala Tumpul.
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil, motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul.
b. Cedera Kepala Tembus.
Disebabkan oleh peluru atau tusukan.
2. Berdasarkan Morfologinya
a. Cedera otak primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat
langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak,
laserasi. Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera
cidera kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya
akselerasi-deselerasi (cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi
cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat penanganan
yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder
(Japardi, 2002).
1) Cidera pada SCALP.
Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya
adalah melindungi jaringan otak dengan cara menyerap sebagian
gaya yang akan diteruskan melewati jaringan otak. Cidera pada
scalp dapat berupa Excoriasi, Vulnus, Hematom subcutan,
Hematom subgaleal, Hematom subperiosteal. Pada excoriasi
dapat dilakukan wound toilet. Sedangkan pada vulnus apertum
harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea
aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk menghindari dead
space sedangkan pada subcutan mengandung banyak pembuluh
darah demikian juga rambut
subperiosteal. Pada excoriasi dapat dilakukan wound toilet.
Sedangkan pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus
tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka galea harus
dijahit (untuk menghindari dead space sedangkan pada subcutan
mengandung banyak pembuluh darah demikian juga rambut
banyak mengandung kuman sehingga adanya hematom dan
kuman menyebabkan terjadinya infeksi). Penjahitan pada galea
memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu
lama (tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang
noabsorbsable tetapi dengan simpul terbalik untuk menghindari
terjadinya “druck necrosis”), pada kasus terjadinya excoriasi
yang luas dan kotor hendaknya diberikan anti tetanus untuk
mencegah terjadinya tetanus yang akan berakibat sangat fatal.
Pada kasus dengan hematom subcutaan sampai hematom
subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian berikan
anlgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat
dilakukan punksi steril. Hati-hati cidera scalp pada
anak-anak/bayi karena pendarahan begitu banyak dapat terjadi
shock hipopolemik (Japardi, 2002).
2) Fraktur linier kalvaria.
a) setelah mengembalikan dengan fiksasi pada tulang
disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal
tanpa disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu
dilakukan operasi (Japadi, 2002).
b) Fraktur Depresi Terbuka. Semua fraktur depresi terbuka
harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk
mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis)
yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang
jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda
asing, evakuasi hematom, kemudian menjahit durameter
secara “water tight”/kedap air kemudian fragmen tulang
dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen tulang
dikembalikan jika Tidak melebihi “golden periode” (24
jam), durameter tidak tegang Jika fragmen tulang berupa
potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat
secara “mozaik” (Japardi, 2002).
3) Fraktur Basis Cranii.
Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur
didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis
caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,
Durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,
Durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang
dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur
daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan Bloody otorrhea, Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill
Hematom, Batle’s sign, Lesi nervus cranialis yang paling sering
N I, NVII dan NVIII. Diagnose fraktur basis cranii secara klinis
lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose secara radiologis
oleh karena foto basis cranii posisinya “hanging foto”, dimana
posisi ini sangat berbahaya terutama pada cidera kepala disertai
dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera kepala
dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan apnea.
Adanya gambaran fraktur pada foto basis cranii tidak akan
merubah penatalaksanaan dari fraktur basis cranii, Pemborosan
biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis cranii
(Hafid, 1989).
4) Komosio Serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi
otak tanpa adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat
adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan
penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15
menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi
retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT
scan tidak didapatkan adanya kelainan (Japardi, 2002).
5) Kontusio Serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai
gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak,
secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar
selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan
neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti
hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah, pusing
sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada pemerikasaan
CT
Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung
yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak
menyebabkan tulang kepala “bending” dan terjadi fragmen
fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial, tetapi tidak ada
terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi gaya yang
menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka
kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari
penelitian di RS Dr. Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural
hematom disertai dengan fraktur linier kalvaria. Jika gambar
fraktur tersebut kesegala arah disebut “Steallete fracture”, jika
fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur (Japardi, 2002).
6) Fraktur Depresi.
Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen
dari fraktur masuk rongga intrakranial minimal setebal tulang
fragmen tersebut, berdasarkan pernah tidaknya fragmen
berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2
yaitu fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka
(Sunardi, 2007).
Fraktur Depresi Tertutup. Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak
dilakukan tindakan operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan
gangguan neurologis, misal kejang-kejang hemiparese/plegi, penurunan
kesadaran. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang
Herniasi unkus
Tonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata
H. Pengkajan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis.
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus
dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya
suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan
produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Eksposure. Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
a. Pengkaji Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
b. Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
c. Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
d. Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG
e. Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen
f. Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar
dan cedera yang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Perawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria
No Intervensi
Keperawatan hasil
1 Perfusi jaringan tak NOC: Monitor Tekanan Intra
efektif (spesifik sere- 1. Status sirkulasi Kranial
bral) b.d aliran arteri 2. Perfusi jaringan 1. Catat perubahan respon
dan atau vena serebral klien terhadap stimu-lus /
terputus, dengan Setelah dilakukan rangsangan
batasan karak-teristik: tindakan 2. Monitor TIK klien dan
– Perubahan respon keperawatan selama respon neurologis
motorik ….x 24 jam, terhadap aktivitas
– Perubahan status klien mampu men- 3. Monitor intake dan output
mental capai : 4. Pasang restrain, jika perlu
– Perubahan respon 1. Status sirkulasi 5. Monitor suhu dan angka
pupil dengan indikator: leukosit
– Amnesia retrograde · Tekanan darah sistolik 6. Kaji adanya kaku kuduk
(gangguan dan diastolik dalam 7. Kelola pemberian
memori) rentang yang antibiotik
diharapkan 8. Berikan posisi dengan
· Tidak ada ortostatik kepala elevasi 30-40O
hipotensi dengan leher dalam posisi
· Tidak ada tanda tan- netral
da PTIK 9. Minimalkan stimulus dari
2. Perfusi jaringan lingkungan
serebral, dengan 10. Beri jarak antar tindakan
indicator : keperawatan untuk
· Klien mampu berko- meminimalkan
munikasi dengan je- peningkatan TIK
las dan sesuai ke- 11. Kelola obat obat untuk
mampuan mempertahankan TIK
· Klien menunjukkan dalam batas spesifik
perhatian, konsen- Monitoring Neurologis
trasi, dan orientasi (2620)
· Klien mampu mem- 1. Monitor ukuran,
proses informasi kesimetrisan, reaksi dan
· Klien mampu mem- bentuk pupil
buat keputusan de- 2. Monitor tingkat kesadaran
ngan benar klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
· Tingkat kesadaran
instruksi
klien membaik
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
5. Beri penjelasan
kepada klien tentang
pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan NOC: Manajemen nyeri (1400)
agen injuri fisik, 1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
dengan batasan 2. Tingkat Nyeri karakteristik, onset/durasi,
karakteristik: 3. Tingkat kenyamanan frekuensi, kualitas, dan
– Laporan nyeri ke- Setelah dilakukan beratnya nyeri.
pala secara verbal asuhan keperawatan 2. Observasi respon
atau non verbal selama …. x 24 jam, ketidaknyamanan secara
– Respon autonom klien dapat : verbal dan non verbal.
(perubahan vital 1. Mengontrol nyeri, de- 3. Pastikan klien menerima
sign, dilatasi pupil) ngan indikator: perawatan analgetik dg
– Tingkah laku eks- – Mengenal faktor- tepat.
presif (gelisah, me- faktor penyebab 4. Gunakan strategi
nangis, merintih) – Mengenal onset nyeri komunikasi yang efektif
– Fakta dari – Tindakan pertolong-an untuk mengetahui respon
observasi non farmakologi penerimaan klien terhadap
– Gangguan tidur – Menggunakan anal- nyeri.
(mata sayu, getik 5. Evaluasi keefektifan
menye-ringai, dll) – Melaporkan gejala- penggunaan kontrol nyeri
gejala nyeri kepada 6. Monitoring perubahan
tim kesehatan. nyeri baik aktual maupun
– Nyeri terkontrol potensial.
2. Menunjukkan tingkat 7. Sediakan lingkungan yang
nyeri, dengan nyaman.
indikator: 8. Kurangi faktor-faktor yang
– Melaporkan nyeri dapat menambah
– Frekuensi nyeri ungkapan nyeri.
– Lamanya episode 9. Ajarkan penggunaan
nyeri tehnik relaksasi sebelum
– Ekspresi nyeri; wa- atau sesudah nyeri
jah berlangsung.
– Perubahan respirasi 10. Kolaborasi dengan tim
rate kesehatan lain untuk
– Perubahan tekanan memilih tindakan selain
darah obat untuk meringankan
– Kehilangan nafsu nyeri.
makan 11.Tingkatkan istirahat yang
3. Tingkat adekuat untuk
kenyamanan, dengan meringankan nyeri.
indicator : Manajemen pengobatan
– Klien melaporkan (2380)
kebutuhan tidur dan 1. Tentukan obat yang
istirahat tercukupi dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik
dari pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan
efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien /
keluarga cara mengatasi
efek samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat
pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya hidup
klien.
Pengelolaan analgetik
(2210)
1. Periksa perintah medis
tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi
klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe
dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV
atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda
dan gejala efek samping,
misal depresi pernafasan,
mual dan muntah, mulut
kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter
untuk obat, dosis & cara
pemberian yg
diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
11.Dokumentasikan respon
dari analgetik dan efek
yang tidak diinginkan
NOC:
Perawatan diri : NIC: Membantu perawatan
(mandi, Makan diri klien Mandi dan
Toiletting, berpakaian) toiletting
Setelah diberi motivasi
Aktifitas:
perawatan selama
1. Tempatkan alat-alat mandi
….x24 jam, ps mengerti
di tempat yang mudah
cara memenuhi ADL
dikenali dan mudah
secara bertahap sesuai
dijangkau klien
Defisit self care b.d kemam-puan, dengan
2. Libatkan klien dan
3 de-ngan kelelahan, kriteria :
dampingi
nyeri · Mengerti secara seder-
3. Berikan bantuan selama
hana cara mandi,
klien masih mampu
makan, toileting, dan
mengerjakan sendiri
berpakaian serta mau
mencoba se-cara aman NIC: ADL Berpakaian
tanpa cemas Aktifitas:
· Klien mau 1. Informasikan pada klien
berpartisipasi dengan dalam memilih pakaian
senang hati tanpa selama perawatan
keluhan dalam 2. Sediakan pakaian di
tempat yang mudah
dijangkau
3. Bantu berpakaian yang
sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi
yg digemari dan sesuai
memenuhi ADL NIC: ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan
berdo’a bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat
makan
4 PK: peningkatan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala
tekan-an intrakranial tindakan keperawatan peningkatan TIK
b.d pro-ses desak selama ….x 24 jam - Kaji respon membuka mata,
ruang akibat dapat mencegah atau respon motorik, dan
penumpukan cairan / meminimalkan verbal, (GCS)
darah di dalam otak komplikasi dari - Kaji perubahan tanda-tanda
(Carpenito, 1999) peningkatan TIK, vital
Batasan dengan kriteria : - Kaji respon pupil
karakteristik : · Kesadaran stabil - Catat gejala dan tanda-
– Penurunan kesadar- (orien-asi baik) tanda: muntah, sakit kepala,
an (gelisah, disori- · Pupil isokor, diameter lethargi, gelisah, nafas
entasi) 1mm keras, gerakan tak
– Perubahan motorik · Reflek baik bertujuan, perubahan
dan persepsi · Tidak mual mental
sensasi · Tidak muntah 2. Tinggikan kepala 30-40O
– Perubahan tanda vi- jika tidak ada kontra
tal (TD meningkat, indikasi
nadi kuat dan 3. Hindarkan situasi atau
lambat) manuver sebagai berikut:
– Pupil melebar, re- - Masase karotis
flek pupil menurun - Fleksi dan rotasi leher
– Muntah berlebihan
– Klien mengeluh - Stimulasi anal dengan jari,
mual menahan nafas, dan
– Klien mengeluh mengejan
pandangan kabur - Perubahan posisi yang cepat
dan diplopia 4. Ajarkan klien untuk
ekspirasi selama perubahan
posisi
5. Konsul dengan dokter
untuk pemberian pe-lunak
faeces, jika perlu
6. Pertahankan lingkungan
yang tenang
7. Hindarkan pelaksanaan
urutan aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK (misal:
batuk, penghisapan,
pengubahan posisi, meman-
dikan)
8. Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10
detik
9. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah
penghisapan
10.Konsultasi dengan dokter
tentang pemberian
lidokain profilaktik
sebelum penghisapan
11.Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi
yang sesuai dan
penghisapan yang teratur
12.Jika diindikasikan, lakukan
protokol atau kolaborasi
dengan dokter untuk
terapi obat yang mungkin
termasuk sebagai berikut:
13.Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14.Antikonvulsan
(mencegah kejang)
15.Diuretik osmotik
(menurunkan edema
serebral)
16.Diuretik non osmotik
(mengurangi edema
serebral)
17.Steroid (menurunkan
permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)
18.Pantau status hidrasi,
evaluasi cairan masuk dan
keluar)
DAFTAR PUSTAKA